skenario 3 sip

48
FRAKTUR KOLUM FEMORIS Ketua : Nadya Hasnanda Khairuddin 1102010201 Sekretaris : Nawar Najla Mastura 1102010204 Anggota : 1. Muhammad Harys Maulana 1102010173 2. Nanda Permata Fajarani 1102010203 3. Nisrina Fariha 1102010207 4. Novi Septiani 1102010210 5. Nurul Alitia 1102010214 6. Winda Vresiana Hariyanto 1102010288 7. Wulandari Pawestri H 110 2008 322 FAKULTAS KEDOKTERAN

description

wrap up

Transcript of skenario 3 sip

Page 1: skenario 3 sip

FRAKTUR KOLUM FEMORIS

Ketua : Nadya Hasnanda Khairuddin 1102010201

Sekretaris : Nawar Najla Mastura 1102010204

Anggota :

1. Muhammad Harys Maulana 11020101732. Nanda Permata Fajarani 11020102033. Nisrina Fariha 11020102074. Novi Septiani 11020102105. Nurul Alitia 11020102146. Winda Vresiana Hariyanto 11020102887. Wulandari Pawestri H 110 2008 322

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2010/2011

Page 2: skenario 3 sip

Skenario 2

FRAKTUR KOLUM FEMORIS

Seorang perempuan berumur 67 tahun dibawa ke UGD Rumah Sakit karena nyeri pada daerah pinggul kanannya setelah jatuh dari kamar mandi sehari yang lalu. Pinggul kanan pasien terbentur lantai kamar mandi. Pasien tidak mampu berdiri karena rasa nyeri yang sangat pada pinggul kanannya tersebut. Tidak didapatkan pingsan, mual, maupun muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, maupun muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, merintih kesakitan, compos mentis. Tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 104x/menit, frekwensi napas 24x/menit. Terdapat hematom pada sendi koksae kanan, posisi tungkai atas kanan sedikit fleksi, abduksi, dan eksorotasi. Krepitasi tulang dan nyeri tekan ditemukan, begitu juga pemendekan ekstremitas. Gerakan terbatas karena nyeri. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan fraktur kolum femur tertutup. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi.

Page 3: skenario 3 sip

Sasaran Belajar

LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Articulatio Coxae

Makroskopis Mikroskopis

LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Fraktur

Definisi Klasifikasi

LO. 3. Memahami dan Menjelaskan Fraktur Collum Femoris

Definisi Etiologi Klasifikasi Patofisiologi Manifestasi Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Diagnosis dan Diagnosis Banding Komplikasi Penatalaksanaan

Page 4: skenario 3 sip

LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Articulatio Coxae

MAKROSKOPIS

Articulatio coxae adalah sendi yang terbentuk antara caput femoris dan acetabulum pada os coxae. Incisura acetabulum yang terletak dibawah acetabulum dijembatani oleh ligamentum acetabulare transversal. Di facies lunata terdapat cincin fibrokartilago yang disebut dengan acetabulum labrum. Acetabulum labrum memperdalam acetabulum dan mengunci caput femoris agar sendi menjadi lebih stabil.

Tulang: Antara caput femoris dan acetabulumJenis sendi: Enarthrosis spheroideaPenguat sendi: Terdapat tulang rawan pada facies lunata

Kelenjar Havers terdapat pada acetabuli1. Ligamentum iliofemorale apexnya terdapat pada os. Illium di antara dua

caput muskulus rectus femoris. Ligamen yang sangat tebal ini berujung pada trochanter major dan minor. Ligamentum ini berfungsi mempertahankan art. coxae tetap ekstensi, menghambat rotasi femur, mencegah batang berputar ke belakang pada waktu berdiri sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi otot untuk mempertahankan posisi tegak. Ligamentum iliofemorale adalah ligamentum terkuat yang terdapat pada sendi ini.

2. Ligamentum ischiofemorale mengelilingi caput femoris, jika dilihat dari posterior. Ligamentum ini berfungsi mencegah rotasi interna (endorotasi) dari caput femoris.

Page 5: skenario 3 sip

3. Ligamentum pubofemoralis terdapat pada bagian inferomedial dengan origo yang lebar pada pubis dan insersionya pada trochanter minor. Ligamentum ini berfungsi mencegah abduksi, ekstensi, dan rotasi externa (eksorotasi).

4. Ligamentum transversum acetabuli dan Ligamentum capitifemoris.

Bagian bolong disebut zona orbicularis.

Capsula articularis: membentang dari lingkar acetabulum ke linea intertrochanterica dan crista intertrochanterica.

Gerak sendi:

Fleksi: M. iliopsoas, M. pectineus, M. rectus femoris, M. adductor longus, M. adductor brevis, M. adductor magnus pars anterior tensor fascia lata

Ekstensi: M. gluteus maximus, M. semitendinosus, M. semimembranosus, M. biceps femoris caput longum, M. adductor magnus pars posterior

Abduksi: M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. piriformis, M. sartorius, M. tensor fasciae latae

Adduksi: M. adductor magnus, M. adductor longus, M. adductor brevis, M. gracilis, M. pectineus, M. obturator externus, M. quadratus femoris

Rotasi medialis: M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. tensor fasciae latae, M. adductor magnus (pars posterior)

Rotasi lateralis: M. piriformis, M. obturator internus, Mm. gamelli, M. obturator externus, M. quadratus femoris, M. gluteus maximus dan Mm. adductores

Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan ikat fibrosa. Capsula articularis berjalan dari dipinggir acetabulum Os. coxae menyebar ke latero-inferior mengelilingi collum femoris untuk melekat pada linea trochanterica bagian depan dan meliputi pertengahan bagian posterior collum femoris kira-kira sebesar ibu jari diatas crista trochanterica. Oleh karena itu bagian lateral dan distal belakang collum femoris adalah diluar capsula articularis. Sehubungan dengan itu fraktur collum femoris dapat extracapsular dan dapat pula intracapsular.

Page 6: skenario 3 sip

MIKROSKOPIS

Articulatio coxae merupakan sendi diartrosis. Pada jenis sendi ini permukaan sendi dari tulang ditutupi tulang rawan hialin yang dibungkus dalam simpai sendi. Simpai

Page 7: skenario 3 sip

sendi ini terdiri atas lapis fibrosa luar dari jaringan ikat padat yang menyatu dengan periosteum tulang. Lapis dalamnya adalah lapisan sinovial. Jaringan ikat pada sinovial langsung berhubungan dengan cairan sinovial dalam rongga sendi.Pada permukaan atau di dekatnya ditemukan sel mirip fibroblas yang menghasilkan kolagen, proteoglikan, dan komponen lain dari interstitium; sel makrofag yang membersihkan debris akibat aus dari sendi. Bisa terdapat limfosit pada lapisan yang lebih dalam.

Pendarahan sampai ujung os femur pada Art.Coxae dibentuk oleh tiga kelompok besar:

Cincin arteri Ekstracapsuler yang berada pada dasar collum femoris. Terdiri dari arteri circumleksa femoral medialis dan arteri circumfleksa femoral lateralis yang menjalar secara anterio maupun posterior.

Percabangan dari cincin arteri ascenden menjalar ke atas yang berada pada permukaan collum femoris sepanjang linea intertrochanterica.

Arteri pada Ligamentum teres dan pembuluh darah metafisial inferior bergabung membentuk pembuluh darah epifisial. Sehingga terbentuknya pembuluh cincin kedua sebagai pemasok darah pada caput femori

Pada fraktur collum femoris sering terjadi terganggunya aliran darah ke caput femori. Pembuluh darah Retinacular superior dan pembuluh epifisial merupakan sumber terpenting untuk suplai darah. Pada fraktur terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya termasuk pembuluh darah dan sinovial.

Page 8: skenario 3 sip

LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Fraktur

Definisi

Fraktur adalah keadaan dimana tulang kehilangan kontinuitasnya.Terputusnya jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya karena ada paksaan. (Mansjoer. A, 2000). Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma / tenaga fisik. (Price, Syivia, 1995)Fraktur bisa terjadi disertai dislokasi. Dislokasi adalah perpindahan tulang dari posisi anatomisnya.

Klasifikasi

Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete, dimana

tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial).

Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:

1. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa

terjadi pada tulang pipih

2. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,

clavicula, dan costae

Page 9: skenario 3 sip

3. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam

Green Stick

Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi:

1. Oblique : fraktur yang garis patahnya membentuk sudut pada tulang

2. Transversal : fraktur yang patahannya tegak lurus dengan sumbu tulang

3. Longitudinal : fraktur yang patahannya sejajar dengan sumbu tulang

4. Spiral: garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih

Oblique Transversal Longitudinal Spiral

Jumlah fragmen tulang

Simple : 2 (dua) fragmen Comminuted : lebih dari dua fragmen

LSOT

Page 10: skenario 3 sip

Simple Comminuted

Berdasarkan lokasi anatomi:

Proksimal Medial Distal

Berdasarkan lokasi patahan di tulang:

Fraktur epifisis Fraktur metafisis Fraktur diafisis

Berdasarkan kedudukan tulangnya : Tidak adanya dislokasi Adanya dislokasi

At axim : membentuk sudut At lotus : fragmen tulang berjauhan At longitudinal : berjauhan memanjang At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek

Hubungan antar fragmen tulang:

Fraktur cominutif : fraktur berupa kepingan atau serpihan Fraktur segmental : patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan Fraktur multipel : patah lebih dari satu tempat pada tulang Fraktur impaksi/inklavasi : menancapnya patahan pada tulang patahan yang lain Fraktur impresi : fraktur impaksi yang terjadi di kranial Fraktur kompresi : tertekannya tulang yang terletak diantara tulang-tulang lainnya eg:

vertebrae

Page 11: skenario 3 sip

Fraktur depresi : patah akibat tertekan sehingga menyebabkan lepasnya sebagian tulang

Fraktur angulasi : fraktur yang membentuk sudut Fraktur butterfly wing : fraktur yang berbentuk segitiga Fraktur avulsi : fraktur pada tulang yang merekat pada insersi tendo ataupun ligamen Fraktur kontraksi : terjadinya perpendekan tulang pada fraktur Fraktur distraksi : terjadiya perpanjangan tulang pada fraktur

Page 12: skenario 3 sip

Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:

a. Undisplace (tidak bergeser) – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat

anatomisnya

b. Displace (bergeser) – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi

atas:

- Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat

- Angulated – membentuk sudut tertentu

- Rotated – memutar

- Distracted – saling menjauh karena ada interposisi

- Overriding – garis fraktur tumpang tindih

- Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan

dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.

Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh (tidak

menyebabkan robeknya kulit). Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus atau membrana

Page 13: skenario 3 sip

mukosa sampai kepatahan tulang dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur

dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat

masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk mengalami

kontaminasi dan infeksi.

Fraktur terbuka digradasi menjadi:

o Grade I: luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.

o Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

o Grade III: sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak

ekstensif.

LO. 3. Memahami dan Menjelaskan Fraktur Collum Femoris

Definisi

Fraktur kolum femur adalah fraktur intrakapsuler yang terjadi di femur proksimal pada daerah yang berawal dari distal permukaan artikuler caput femur hingga berakhir di proksimal intertrokanter.

Sebagian besar pasien adalah wanita berusia tujuh puluh sampai sembilan puluh tahun, dan kaitannya dengan osteoporosis demikian nyata sehingga insidensi fraktur collum femur digunakan sebagai ukuran osteoporosis.

Page 14: skenario 3 sip

Etiologi

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung (direct) dan trauma tidak langsung (indirect).

a. Trauma langsung (direct)Penderita biasanya terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras.

b. Trauma tidak langsung (indirect)Disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kepala femur terikat kuat dengan ligament di dalam aceptabulum oleh ligament iliofemoral dan kapsul sendi, mengakibatkan fraktur di darah collum femur. Kebanyakan terjadi pada wanita tua dimana tulangnya sudah mengalami osteoporosis. Trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan, contoh : jatuh terpleset di kamar mandi.

c. Fraktur patologisFraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma. Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi tulang dan tumor tulang.

Klasifikasi

Fraktur Collum femoris ialah patahnya bagian collum(leher) dari os.femur yang dapat bersifat intracapsuler atau ekstracapsuler.

- Fraktur Intracapsularis (Fraktur collum femur)Berada di antara collum dan trochanter major

- Fraktur Ekstracapsularis (Fraktur intertrochanter femur)Berada diantara trochanter major dan minor

Fraktur collum femoris merupakan salah satu bentuk fraktur pada panggul. Ada 3 kelompok fraktur articulatio coxae: a. Fraktur subkapitalis:

Terjadi di bawah kaput femur dan alasan paling sering atas nekrosis avaskular pada kaput.

b. Intertrokanterika:Fraktur yang terjadi di antara trochanter major dan minor.

c. Subtrokanterika:Fraktur terjadi di bawah trochanter minor.

Page 15: skenario 3 sip
Page 16: skenario 3 sip

Berdasarkan arah sudut garis patah dibagi menurut Pauwel :Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada posisi tegakTipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal pada posisi tegak Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal

Klasifikasi Pauwel’s untuk Fraktur Kolum Femur berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak.

Dislokasi atau tidak fragment ( menurut Garden’s) adalah sebagai berikut :i. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)ii. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseraniii. Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)iv. Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen yang bersinggungan

Patofisiologi

Kaput femoris mendapat vaskularisasi dari 3 sumber, yaitu dari pembuluh darah intramedulla pada collum femur, pembuluh darah servikal asenden pada retinakulum kapsular dan pembuluh darah pada ligamentum kapitis femoris. Pasokan darah intramedulla selalu terganggu oleh fraktur; pembuluh

Page 17: skenario 3 sip

retinakular juga dapat robek bila terdapat banyak pergeseran. Pada pasien usia lanjut, pasokan yang tersisa dalam ligamentum teres sangat sedikit dan pada 20% kasus tidak ada. Hal inilah yang menyebabkan tingginya insidensi nekrosis avaskular pada fraktur collum femur yang disertai pergeseran.Fraktur transervikal, menurut definisi, bersifat intrakapsular. Fraktur ini penyembuhannya buruk karena dengan robeknya pembuluh kapsul, cedera itu melenyapkan persediaan darah utama pada kaput femur, kemudian karena tulang intra-artikular hanya mempunyai periosteum yang tipis dan tidak ada kontak dengan jaringan lunak yang dapat membantu pembentukan kalus, serta akibat adanya cairan sinovial yang mencegah pembekuan hematom akibat fraktur itu. Karena itu ketepatan aposisi dan impaksi fragmen tulang menjadi lebih penting dari biasanya. Terdapat bukti bahwa aspirasi hemartrosis dapat meningkatkan aliran darah dalam kaput femoris dengan mengurangi tamponade.

Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar dari yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari berbagai peristiwa diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat, puntiran, kontraksi otot yang keras ataukarena berbagai penyakit lain yang dapat melemahkan otot. Pada dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur, kedua mekanisme tersebut adalah: Yang pertama mekanisme direct force dimana energi kinetik akan menekan langsung pada atau daerah dekat fraktur. Dan yang kedua adalah dengan mekanisme indirect force, dimana energi kinetik akan disalurkan dari tempat tejadinya tubrukan ke tempat dimanatulang mengalami kelemahan. Fraktur tersebut akan terjadi pada titik atau tempat yang mengalami kelemahan. Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan daerah sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan. Sementara itu perdarahan akan terjadi pada bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak (otot) terdekat. Hematoma akan terbentuk pada medularry canal antara ujung fraktur dengan bagian dalam dari periosteum. Jaringan tulang akan segera berubah menjadi tulang yang mati. Kemudian jaringan nekrotik ini akan secara intensif menstimulasi terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan dengan terjadinya vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma danleukosit serta infiltrasi dari sel darah putih lainnya. Proses ini akan berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur tersebut.

Setelah terjadi patah tulang, terjadi proses penyembuhan oleh sel tubuh sendiri:1. Proses hematom.

Bekuan darah terbentuk dari darah yang keluar dari pembuluh, mengelilingi dasar fragmen dan membentuk bekuan cairan semi padat.2. Proses proliferasi

Page 18: skenario 3 sip

Perubahan pertumbuhan pembuluh darah menjadi memadat, terjadi perbaikan aliran pembuluh darah.3. Terbentuknya callus. Callus merupakan proses pembentukan tulang baru yang dapat terbentuk di luar tulang (subperiosteal callus) atau di dalam tulang (endosteal callus). Trabekula yang terbentuk dari tulang immatur sementara menghubungkan fragmen yang patah. Fase ini membutuhkan daktu 6-8 minggu pada orang dewasa, dan 2 minggu pada anak-anak.4. Proses konsolidasi

Pengembangan callus secara terus-menerus, terjadi pemadatan tulang seperti sebelum fraktur.5. Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.

Manifestasi

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.

3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm

4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

Page 19: skenario 3 sip

5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

6. Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun pada penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat menyebabkan fraktur collum femur.

7. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul.

8. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi.

9. Tungkai dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi.

Pemeriksaan Fisik

AnamnesisDari anamnesis diketahui adanya riwayat trauma/jatuh yang diikuti nyeri pinggul, pada pemeriksaan didapatkan posisi panggul dalam keadaan fleksi, eksorotasi dan abduksi. Pada atlet yang mengalami nyeri pinggul namun masih dapat berjalan pemeriksaan dimulai dengan riwayat rinci dan pemeriksaan fisik. Dokter harus menanyakan apakah gejala yang muncul terkait dengan olahraga atau kegiatan tertentu. Riwayat latihan fisik harus diperoleh dan perubahan dalam tingkat aktivitas, alat bantu, tingkat intensitas, dan teknik harus dicatat.Adanya riwayat menstruasi harus diperoleh dari semua pasien wanita. Amenore sering dikaitkan dengan penurunan kadar serum estrogen. Kurangnya estrogen pelindung menyebabkan penurunan massa tulang. Trias yang dijumpai pada wanita bisa berupa amenore, osteoporosis, dan makan teratur banyak mempengaruhi perempuan aktif. Tanda dan gejala pada perempuan meliputi fatigue, anemia, depresi, intoleransi dingin, erosi enamel gigi. Dokter harus mencurigai adanya fraktur dan memahami tanda-tanda yang mungkin dari para atlet wanita, terutama mencatat fraktur yang tidak biasa terjadi dari trauma minimal. Sebagian besar atlet menggambarkan timbulnya rasa sakit selama 2-3 minggu, dimana dapat dijumpai perubahan dalam pelatihan atau penggunaan peralatan latihan. Biasanya, pelari meningkatkan jarak tempuh mereka atau intensitas, atau penggunaan sepatu lari. dokter harus bertanya tentang latihan individu dan jarak tempuh.Pasien biasanya melaporkan riwayat pinggul tiba-tiba, nyeri di selangkangan, atau nyeri lutut yang memburuk dengan olahraga. Karakteristik dari fraktur adalah riwayat sakit setempat yang berkaitan dengan latihan yang meningkat

Page 20: skenario 3 sip

dan berkurang dengan aktivitas dan baik dengan istirahat atau dengan aktivitas yang kurang. Nyeri semakin parah dengan pelatihan lanjutan. Rasa sakit berasal dari aktivitas berulang, dan berkurang dengan istirahat.

InspeksiPemeriksaan ini dimulai dengan pengamatan pasien selama evaluasi. Perhatikan setiap kali pasien meringis atau pola-pola abnormal. Pasien dengan patah tulang leher femur biasanya tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi. Amati krista iliaka untuk setiap ketinggian yang berbeda, yang mungkin menunjukkan perbedaan fungsional panjang kaki. Alignment dan panjang ekstremitas biasanya normal, tapi gambaran klasik dari pasien dengan fraktur yang pendek dan ekstremitas eksternal diputar. Penilaian ada tidaknya atrofi otot atau asimetri juga penting.

PalpasiPada palpasi fraktur diagnosis sering ditemukan adanya hematom di panggul. Pada tipe impaksi, biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai tetap dalam keadaan posisi netral.Ditentukan rentang gerak untuk fleksi panggul, ekstensi, adduksi, rotasi internal dan eksternal serta fleksi lutut dan ekstensi. Temuan termasuk adanya rasa sakit dan terbatasnya rentang gerak pasif di pinggul.

Gerakan (moving)Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis frakturb. Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunakc. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel), Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.d. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

Page 21: skenario 3 sip

Foto RontgenPemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :• Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.• Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.• Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)• Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.4,5Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan fraktur. Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus dilakukan.

Bone ScanningBone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau infeksi. Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang, tetapi mereka memiliki kekhususan yang sedikit. Shin dkk melaporkan bahwa

Page 22: skenario 3 sip

bone scanning memiliki prediksi nilai positif 68%. Bone scanning dibatasi oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul.Di masa lalu, bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72 jam setelah patah tulang, tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hold dkk menemukan sensitivitas 93%, terlepas dari saat cedera.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu 24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.

Pemeriksaan laboratorium, meliputi:• Darah rutin,• Faktor pembekuan darah,• Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),• Urinalisa,• Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).

Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.

Diagnosis

1. Anamnesa

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadnya, dimana terjadinya jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan ( mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan perut.

2. Pemeriksaan umum

Dicari kemungkinan komplikasi umumseperti syok pada fraktur multipel , fraktir pelfis, fraktur terbuka ; Tanda – tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi.

3. Pemeriksaan status lokasi

Tanda – tanda klinis pada fraktur tulang panjang :

Page 23: skenario 3 sip

a. Look, cari apakah terdapat :

Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal ( mi salnya pada fraktur kondilus lateralis humerus ), angulasi, rotasi, dan pemendekan Functio laesa ( hilangnya fungsi ), misalnya pada fraktur kruris tidak bisa berjalan

Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya, pada tungkai bawah meliputi apparenth length ( jarak antara ubiliku sdengan maleolus medialis ) dan true lenght jarak antara SIAS dengan maleolus medialis )

b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi karena akan menambah trauma

c. Move, untuk mencari :

Krepitasi, terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa kreitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma. Nyeri bila digerakan, baik pada gerakan akti f maupun pasif. Seberapa jauh gangguan – gangguan fungsi, gerakan – geraka yang tidak mampu digerakan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan.

Diagnosis Banding

Fraktur collum femur di diagnosis banding dengan kelainan berikut :

a.Osteitis Pubis

b.Slipped Capital Femoral Epiphysis

c.Snapping Hip Syndrome

Komplikasi

Komplikasi awal

a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan yang rusak.b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah.

Page 24: skenario 3 sip

c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misal : iskemi, cidera remuk).

Komplikasi lambat

a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang lebih lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan)b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.d. Nekrosis avaskuler tulang.Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang.Tulang yang mati mengalami kolaps dan diganti oleh tulang yang baru. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan gerak. Sinar Xmenunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.e. Kekakuan sendi lutut.f. Gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

Komplikasi umum yang biasa menyertai cedera atau tindakan operasi pada pasien usia lanjut misalnya trombosis vena tungkai bawah, embolisme paru, pneumonia dan ulkus dekubitus. Kelainan yang terdapat sebelum fraktur terjadi dapat memperberat kondisi pasien.Nekrosis avaskular terjadi pada 30% pasien dengan pergeseran fraktur dan 10% pada pasien fraktur tanpa pergeseran. Beberapa minggu setelah cedera, pemeriksaan scan nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya vaskularitas. Perubahan pada sinar X berupa meningkatnya kepadatan kaput femoris mungkin tidak nyata selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kolapsnya kaput femur akan menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi. Terapinya adalah dengan penggantian sendi total.Fraktur non union ditemukan pada lebih dari sepertiga fraktur leher femur, dan resiko ini terutama meningkat pada pasien yang mengalami pergeseran berat. Terdapat banyak penyebab buruknya suplai darah, akibat tidak sempurnanya reduksi, tidak cukupnya fiksasi dan lambatnya penyembuhan yang merupakan tanda khas untuk fraktur intraartikular.

Page 25: skenario 3 sip

Adanya tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan screw yang keluar atau terjulur ke lateral. Pasien akan mengeluhkan nyeri, tungkai memendek dan sukar berjalan.Nekrosis avaskular atau kolapsnya kaput femur dapat mengakibatkan osteoartritis sekunder setelah beberapa tahun. Bila gerakan sendi berkurang dan meluasnya kerusakan sampai ke permukaan sendi, perlu dilakukan penggantian sendi total.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:1. Mengurangi rasa nyeriTrauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.2. Mempertahankan posisi yang ideal dari frakturSeperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.3. Membuat tulang kembali menyatuTulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.4. Mengembalikan fungsi seperti semulaImobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.

Proses Penyembuhan tulang

a. Fase hematoma: Proses terjadinya hematoma dalam 24 jam. Apabila terjadi fraktur

pada tulang panunjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli

dalam sistem haversian mengalami robekan pada daerah luka dan akan

membentuk hematoma diantar kedua sisi fraktur.

b. Fase proliferasi/ fibrosa: terjadi dalam waktu sekitar 5 hari. Pada saat ini terjadi

reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan, karena

adanya sel-sel osteogenik yang berpoliferasi dari periosteum untuk

membentuk kalus eksternal serta pada daerah endosteum membentuk kalus

internal sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.

Page 26: skenario 3 sip

c. Fase Pembentukkan Kalus: Waktu pembentukan kalus 3-4 minggu. Setelah

pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar

yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang

rawan.

d. Fase Osifikasi: Pembentukan halus mulai mengalami perulangan dalam 2-3

minggu, patah tulang melalui proses penulangan endokondrol, mineral terus-

menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.

e. Fase Remodeling: Waktu pembentukan 4-6 bulan. Pada fase ini perlahan-lahan

terjadi reabsorbsi secara eosteoklastik dan tetap terjadi prosesosteoblastik pada

tulang dan kalus eksternal secara perlahan-lahan menghilang (Rasjad, 1998 :

400 ).

Empat prinsip penanganan fraktur menurut Chaeruddin Rasjad tahun 1988,adalah:

a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,

pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:

lokasi, bentuk fraktur, menentukan teknnik yang sesuai untuk pengobatan,

komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.

Page 27: skenario 3 sip

b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur sehingga

didapat posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan

reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan

mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta perubahan

osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik adalah: alignment yang

sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur yang tidak memerlukan reduksi

seperti fraktur klavikula, iga, fraktur impaksi dari humerus, angulasi <5>

c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi

union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi

eksterna meliputi pembalut gips, bidai, traksi, dan fiksasi interna meliputi

inplan logam seperti screw.

d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.

Faktor yang mempercepat penyembuhan tulang

a. Immobilisasi fragmen tulang

b. Kontak fragmen tulang maksimal

c. Asupan darah yang memadai

d. Nutrisi yang baik

e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang

f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D,

g. Potensial listrik pada patahan tulang

Faktor yang menghambat penyembuhan tulang

a. Trauma berulang

Page 28: skenario 3 sip

b. Kehilangan massa tulang

c. Immobilisasi yang tak memadai

d. Rongga atau jaringan diantar fragmen tulang

e. Infeksi

f. Radiasi tulang (nekrosis tulang)

g. Usia

h. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

Penanganan fraktur collum femur yang bergeser dan tidak stabil adalah reposisi

tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin yang dimasukkan dari lateral

melalui kolum femur. Bila tak dapat dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik

adalah langsung mobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan

tongkat. Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga

penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta

sedikit pemendekan.

Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian kaput femur dengan

prosthesis atau eksisi kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur diikuti

dengan mobilisasi dini pasca bedah.

a. Terapi Konservatif

Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut :

a. Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal

b. Kesulitan mengamati fragmen proksimal

c. Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya cairan synovial.

Page 29: skenario 3 sip

Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction dan buck extension.

b. Terapi Operatif

Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi, fraktur yang bergeser

tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga manula harus

bangun dan aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus

dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu ada resiko

terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur itu, sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi

internal lebih aman. Dua prinsip yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi

yaitu reduksi anatomi yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku.

Metode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi internal dengan Smith Petersen

Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi dengan meja khusus orthopedi. Kemudian fraktur

difiksasi internal dengan S.P. Nail dibawah pengawasan Radiologi. Metode terbaru

fiksasi internal adalah dengan menggunakan multiple compression screws. Pada

penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur ditangani dengan cara

memindahkan caput femur dan menempatkannya dengan metal prosthesis, seperti

prosthesis Austin Moore.

Penderita segera di bawa ke rumah sakit. Tungkai yang sakit dilakukan pemasangan

skin traction dengan buck extension. Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan

reposisi, yang di lanjutkan dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara menurut

Leadbetter. Penderita terlentang di atas meja operasi dalam pengaruh anastesi, asisten

memfiksir pelvis, lutut dan coxae dibuat fleksi 90° untuk mengendurkan kapsul dan

otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian

pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45°, kemudian sisi panggul

dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan abduksi dan extensi. Setelah

itu di lakukan test.

Page 30: skenario 3 sip

Palm Halm Test : tumit kaki yang cedera diletakkan di atas telapak tangan. Bila posisi

kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik.

Setelah reposisi berhasil baik, dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi dengan

teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulang 3 kali.

Kemudian dilakukan open reduksi, dilakukan reposisi terbuka, setelah tereposisi

dilakukan internal fiksasi alat internal fiksasi knowless pin, cancellous screw, atau

plate.

Pengawasan dengan sinar X (sebaiknya digunakan penguat) digunakan untuk

memastikan reduksi pada foto anteroposterior dan lateral.

Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV, fiksasi pada fraktur

yang tak tereduksi hanya mengundang kegagalan kalau fraktur stdium III dan IV tidak

dapat direduksi secara tertutup dan pasien berumur dibawah 70 tahun, dianjurkan

melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan anterolateral.

Tetapi pada pasien tua (60 tahun keatas) cara ini jarang diperbolehkan, kalau dua

usaha yang dilakukan untuk melakukan reduksi tertutup gagal, lebih baik dilakukan

penggantian prostetik. Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau kadang

dengan sekrup kompresi geser yang ditempel pada batang femur. Insisi lateral

digunakan untuk membuka femur pada bagian atas kawat pemandu, yang disisipkan

dibawah pengendali fluroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan

alat pengikat adalah tepat. Dua sekrup berkanula sudah mencukupi, keduanya harus

terletak memanjang dan sampai plate tulang subkondral, pada foto lateral keduanya

berada ditengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteropsterior, sekrup

distal terletak pada korteks inferior leher femur.

Sejak hari pertama pasien harus duduk ditempat tidur atau kursi. Dia dilatih

melakukan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan mulai berjalan (dengan

penopang atau alat berjalan) secepat mungkin.

Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan IV tidak

dapat diramalkan, sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Pandangan ini

meremehkan morbiditas yang menyertai penggantian. Karena itu kebijaksanaan kita

Page 31: skenario 3 sip

adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang berumur dibawah 60

tahun dan mempersiapkan penggantian untuk penderita yang :

a. Penderita yang sangat tua dan lemah

b. Penderita yang gagal mengalami reduksi tertutup

c. Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau prostesis

bipolar tanpa semen yang dimasukan dengan pendekatan posterior.

Penggantian pinggul total mungkin lebih baik :

a. Bila terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada kerusakan

acetebulum.

b. Pada pasien dengan penyakit paget atau penyakit metastatik.

Penanganan nekrosis avaskuler kaput femur dengan atau tanpa gagal-pertautan juga

dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti dengan prosthesis metal.

Pada fraktur leher femur impaksi biasanya penderita dapat berjalan selama beberapa

hari setelah jatuh sebelum timbul keluhan. Umumnya gejala yang timbul minimal dan

panggul yang terkena dapat secara pasif digerakkan tanpa nyeri. Fraktur ini biasanya

sembuh dalam waktu 3 bulan tanpa tindakan operasi, tetapi apabila tidak sembuh atau

terjadi disimpaksi yang tidak stabil atau nekrosis avaskuler, penanganannya sama

dengan yang di atas.

Page 32: skenario 3 sip

DAFTAR PUSTAKA

Apley. A. Graham. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi 1.

Jakarta : EGC.

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3.

Volume 8. Jakarta : EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi

Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC .

Donges, Marilyn B, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta

: EGC.

Lukman and Sorensen’s. 1993. Medical Surgical Nursing. 4th Edition buku

11. USA : WB Sunder Company.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. FKUI.

Media Aesculapius.

Price, Slyvia A Dan Laraine M. Wilson.1995. Patofisiologi. Buku I . Edisi 4.

Jakarta : EGC.

Page 33: skenario 3 sip

Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang

Lamupate.

Smetzer, Suzanna. C. dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

and Suddarth. Edisi 8, vol 3. Jakarta : EGC.

http://home.comcast.net/~wnor/lljoints.htm. Diunduh tanggal 29-09-2011

http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/105/fraktur--patah-

tulang-. Diunduh tgl 28-09-2011.

Sabiston, David C. 1995. Buku Ajar Bedah,jilid 1. Alih bahasa: Petrus

Andrianto, Timan IS. Jakarta: EGC..

Patel Pradip R. 2005. Lecture notes: Radiology, 2nd ed. USA: Blackwell

Science, Ltd.

Apley, Dalam Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, Edisi 7, Editor :

Edi Nugroho 1999.

http://www.scribd.com/doc/30287504/Fraktur-Femur

Price, Slyvia A Dan Laraine M. Wilson.1995. Patofisiologi.Buku I . Edisi 4.

Jakarta : EGC.

Rasjad C., Pengantar Ilmu Beadh Ortopedi, Bintang Lamumpatue, Ujung

Pandang, 1998.

http://www.scribd.com/doc/52918476/12/Remodeling-Tulang

http://www.scribd.com/doc/52471266/30/HISTOLOGI-TULANG

http://www.scribd.com/doc/31348597/FRAKTUR

Page 34: skenario 3 sip

http://nursingbegin.com/fraktur-patah-tulang/

http://ppni-klaten.com/index.php?view=article&catid=39%3Appni-ak-

sub&id=63%3Afraktur&format=pdf&option=com_content&Itemid=66

Anonim, fraktur femur. Dalam kumpulan Kuliah Ilmu bedah Khusus, Aksara

Medisina FK UI< Jakarta, 1987.

Anonim, Fraktur. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsihidajat, Wim

de Jong, EGC, Jakarta, 1997.

Apley, Dalam Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, Edisi 7, Editor :

Edi Nugroho 1999.

Harrelson J.M, Ortopedi Umum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sabiston.

Editor : dr. Devi H, Alih bahasa : De Petrus A, EGC, Jakarta, 1994.

Jergesen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor :

Theodore R. Schrock, Alih bahasa : Adji Dharma, Petrus, Gunawan, EGC,

Jakarta, 1995.

Rasjad C., Pengantar Ilmu Beadh Ortopedi, Bintang Lamumpatue, Ujung

Pandang, 1992.

http://emedicine.medscape.com/article/86659-medication#2