SKENARIO 3

66
SKENARIO 3 1. Patologi 1.1. Kejang 1.2. Epilepsi 1.3. Status Epileptikus 1.4. Parkinson 1.5. Demensia 1.6. Alzheimer 2. Neuropsikiatri 2.1. Gangguan mental organik 2.1.1. Delirium bukan karena alkohol 2.2. Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif 2.2.1. Intoksikasi akut 2.3. Psikosis 2.3.1. Skizofrenia 2.3.2. Gangguan psikotik 2.3.3. Gangguan bipolar 2.3.3.1. Episode manik 2.3.3.2. Episode depresif 1

description

SKENARIO 31. Patologi1.1. Kejang1.2. Epilepsi1.3. Status Epileptikus1.4. Parkinson1.5. Demensia1.6. Alzheimer2. Neuropsikiatri2.1. Gangguan mental organik2.1.1. Delirium bukan karena alkohol2.2. Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif2.2.1. Intoksikasi akut2.3. Psikosis2.3.1. Skizofrenia2.3.2. Gangguan psikotik2.3.3. Gangguan bipolar2.3.3.1. Episode manik2.3.3.2. Episode depresif

Transcript of SKENARIO 3

Page 1: SKENARIO 3

SKENARIO 3

1. Patologi

1.1. Kejang

1.2. Epilepsi

1.3. Status Epileptikus

1.4. Parkinson

1.5. Demensia

1.6. Alzheimer

2. Neuropsikiatri

2.1. Gangguan mental organik

2.1.1. Delirium bukan karena alkohol

2.2. Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif

2.2.1. Intoksikasi akut

2.3. Psikosis

2.3.1. Skizofrenia

2.3.2. Gangguan psikotik

2.3.3. Gangguan bipolar

2.3.3.1. Episode manik

2.3.3.2. Episode depresif

1

Page 2: SKENARIO 3

1. Patologi

1.1. Kejang

Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas

neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini

bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum,

melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang

terkena.

Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor

genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme,

trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf.

Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.

Insidens

Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun,

kebanyakan terjadi karena demam.

Gejala Kejang

Gejala Kejang berdasarkan sisi otak yang terkena

Lobus Frontalis Kedutan pada otot tertentu

Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya

Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu

Lobus temporalis Halusinasi gambaran danperilaku repetitif yang komplek, mis jalan

berputar-putar

Lobus temperolis anterior Gerakan mengunyah

Lobus temperolis anterior sebelah dalam Halusinasi bau, baik yg menyenangkan atau tdk

Jenis Kejang

a. Kejang Parsial

1. Kejang Parsial Sederhana

Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:

2

Page 3: SKENARIO 3

Tanda-tanda motoris→kedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi

tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama.

Tanda atau gejala otonomik→muntah berkeringan, muka merah, dilatasi

pupil.

Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→-mendengar musik, merasa

seakan jatuh dari udara, parestesia.

Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.

2. Kejang parsial komplesk

Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

simpleks.

Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan bibir,

mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan

gerakan tangan lainnya.

Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku

b. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)

1. Kejang Absens

Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.

Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15

detik.

Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi

penuh.

Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan

sendirinya pada usia 18 tahun.

2. Kejang Mioklonik

Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi

mendadak

3. Kejang Mioklonik→Lanjutan

Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa

kedutaan-kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.

Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.

Kehilangan kesadaran hanya sesaat

4. Kejang Tonik-Klonik

3

Page 4: SKENARIO 3

Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot

ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.

Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.

Tidak adan respirasi dan sianosis

Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah.

letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical

5. Kejang Atonik

Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata

turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah.

Singkat, dan terjadi tanpa peringatan.

6. Status Epileptikus

Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.

Anak tidak sadar kembali diantara kejang.

Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia

memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera

Penatalaksanaan Medis

Terapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat tunggal adalah

terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol kejang dan efek samping

yang merugikan. Obat dasar didasarkan pada jenis kejang, sindromepileptik, dan variable

pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat agar kejang dapat dikendalikan. Pengendalian

penuh hanya didapat pada 50 % sampai 75 % anak epilepsy.

4

Page 5: SKENARIO 3

1.2. Epilepsi

Definisi Epilepsi

Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang

(lebih dari satu episode). International League Against Epilepsy (ILAE) dan International

Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu

kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan

bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi

sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan

epilepstik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau

gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron

yang terjadi di otak (1).

Etiologi Epilepsi

Kejang disebabkan oleh banyak faktor, faktor tersebut meliputi penyakit serebrovaskuler

(stroke iskemik atau stroke hemoragi), gangguan neurodegeneratif, tumor, trauma kepala,

gangguan metabolik, dan infeksi SSP (sistem saraf pusat) (2). Beberapa faktor lainnya adalah

gangguan tidur, stimulasi sensori atau emosi (stres) akan memicu terjadinya kejang.

Perubahan hormon, sepeti menstruasi, puberitas, atau kehamilan dapat meningkatkan

frekuensi terjadinya kejang. Penggunaan obat-obat yang menginduksi terjadinya kejang

seperti teofilin, fenotiazin dosis tinggi, antidepresan (terutama maprotilin atau bupropion),

dan kebiasaan minum alkohol dapat meningkatkan resiko kejang (3).

Klasifikasi Epilepsi

Klasifikasi internasional kejang epilepsi dapat dilihat pada tabel I. Kejang diklasifikasikan

menjadi dua kategori umum yaitu : (a) kejang parsial (kejang parsial dapat disebabkan oleh

suatu lesi pada beberapa bagian korteks, seperti tumor, malformasi perkembangan atau stroke)

dan (b) kejang umum (kejang umum sering disebabkan oleh genetik) (4).

Tabel I. Klasifikasi internasional kejang epilepsi (5-6) :

Patofisiologi

5

Page 6: SKENARIO 3

Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan gangguan paroksimal akibat penghambatan

neuron yang tidak normal atau ketidakseimbangan antara neurotransmiter eksitatori dan

inhibitori (7). Defisiensi neurotransmiter inhibitori seperti Gamma Amino Butyric Acid

(GABA) atau peningkatan neurotransmiter eksitatori seperti glutamat menyebabkan aktivitas

neuron tidak normal. Neurotransmiter eksitatori (aktivitas pemicu kejang) yaitu, glutamat,

aspartat, asetil kolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotripin, purin, peptida,

sitokin dan hormon steroid. Neurotransmiter inhibitori (aktivitas menghambat neuron) yaitu,

dopamin dan Gamma Amino Butyric Acid (GABA). Serangan kejang juga diakibatkan oleh

abnormalitas konduksi kalium, kerusakan kanal ion, dan defisiensi ATPase yang berkaitan

dengan transport ion, dapat menyebabkan ketidak stabilan membran neuron (8).

Aktivitas glutamat pada reseptornya (AMPA) dan (NMDA) dapat memicu pembukaan kanal

Na+.  Pembukaan kanal Na ini diikuti oleh pembukaan kanal Ca2+, sehingga ion-ion Na+ dan

Ca2+ banyak masuk ke intrasel. Akibatnya, terjadi pengurangan perbedaan polaritas pada

membran sel atau yang disebut juga dengan depolarisasi. Depolarisasi ini penting dalam

penerusan potensial aksi sepanjang sel syaraf. Depolarisasi berkepanjangan akibat

peningkatan glutamat pada pasien epilepsi menyebabkan terjadinya potensial aksi yang terus

menerus dan memicu aktivitas sel-sel syaraf. Beberapa obat-obat antiepilepsi bekerja dengan

cara memblokade atau menghambat reseptor AMPA (alpha amino 3 Hidroksi 5

Methylosoxazole- 4-propionic acid) dan menghambat reseptor NMDA (N-methil D-aspartat).

Interaksi antara glutamat dan reseptornya dapat memicu masuknya ion-ion Na+ dan Ca2+ yang

pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya potensial aksi.  Namun felbamat (antagonis

NMDA) dan topiramat (antagonis AMPA) bekerja dengan berikatan dengan reseptor

glutamat, sehingga glutamat tidak bisa berikatan dengan reseptornya. Efek dari kerja kedua

obat ini adalah menghambat penerusan potensial aksi dan menghambat aktivitas sel-sel syaraf

yang teraktivasi (9). Patofisiologi epilepsi meliputi ketidakseimbangan kedua faktor ini yang

menyebabkan instabilitas pada sel-sel syaraf tersebut.

Gajala Klinis

(1)   Gajala kejang yang spesifik, tergantung pada jenis kejang. Jenis kejang pada setiap

pasien dapat bervariasi, namun cenderung sama.

(2)   Somatosensori atau motor fokal terjadi pada kejang kompleks parsial.

6

Page 7: SKENARIO 3

(3)   Kejang kompleks parsial terjadi gangguan kesadaran.

(4)   Kejang absens mempunyai efek yang ringan dengan gangguan kesadaran yang singkat.

(5)   Kejang tonik-klonik umum mempunyai episode kejang yang lama dan terjadi kehilangan

kesadaran.

Penegakan Diagnosis

1. EEG (electroencephalogram) sangat berguna dalam diagnosis berbagai macam jenis

epilepsi.

2. EEG mungkin normal pada beberapa pasien yang secara klinis masih terdiagnosis

epilepsi.

3. MRI (magnetic resonance imaging) sangat bermanfaat (khususnya dalam

menggambarkan lobus temporal), tetapi CTscan tidak membantu, kecuali dalam

evaluasi awal untuk tumor otak atau perdarahan serebral.

7

Page 8: SKENARIO 3

1.3. Status Epileptikus

Definisi

Epilepsi adalah manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi namun

dengan gejala tunggal yang khas, yakni serangan berkala yang disebabkan oleh lepasnya

muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dan paroksismal.5 Sedangkan menurut

Epilepsion Foundation , status epileptikus (SE) didefinisikan sebagai dua atau lebih rangkaian

kejang yang berurutan dimana tidak ada pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas

kejang yang terus-menerus selama lebih dari 30 menit. 7,8

Klasifikasi SE

Berdasarkan lokasi, awal bangkitan status epileptikus terjadi dari area tertentu di korteks

( Partial Onset ) atau kedua hemisfer otak ( Generalized onset ) sedangkan jika berdasarkan

pengamatan klinis, status epileptikus terbagi atas konvulsif (bangkitan umum tonik-klonik)

dan non-konvulsif (bangkitan bukan umum tonik-klonik).8

Banyak pendekatan klinis yang diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus

yaitu status epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status

epileptikus parsial (sederhana dan kompleks).

8

Page 9: SKENARIO 3

Epidemiologi SE

Status Epileptikus terjadi pada 10-41 kasus per 100.000 orang per tahun, di Amerika

Serikat tercatat ada 65.000 kasus per tahunnya.9 SE konvulsif umum merupakan jenis SE yang

paling sering muncul dibandingkan dengan jenis SE lain.8 Sedangkan SE parsial kompleks

merupakan SE yang paling jarang terjadi dibandingkan dengan yang lain bahkan di pusat-

pusat rujukan epilepsi anak.8

SE tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, pada pria dan wanita sama. SE juga diyakini

tidak memiliki kecenderungan untuk kelompok ras atau etnis tertentu. Frekuensi usia SE

mungkin mengikuti kurva sama dengan kejadian kejang pada umumnya. Kurva berbentuk J

mencerminkan frekuensi tinggi pada usia muda dan meningkatnya insiden dengan

bertambahnya umur. Sampai dengan 70% kasus SE terjadi pada anak. Namun, kejadian SE

tertinggi pada populasi lebih tua yaitu usia lebih dari 60 tahun pada 83 kasus per 100.000

penduduk.8

Etiologi dan Faktor Risiko SE

SE dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Selain itu, SE juga dapat mewakili eksaserbasi

dari gangguan kejang yang sudah ada sebelumnya, manifestasi awal dari gangguan kejang,

atau hal berat lain selain gangguan kejang.8

Penyebab paling umum pada pasien dengan riwayat epilepsi sebelumnya adalah

perubahan dalam pengobatan. Banyak kondisi lain yang juga dapat menimbulkan SE

termasuk penyebab toksik atau metabolik dan apa pun yang mungkin menghasilkan

kerusakan struktur kortikal yaitu stroke, cedera akibat hipoksia, tumor, subarachnoid

hemorrahage, trauma kepala, obat-obatan ( misalnya kokain,teofilin ); isoniazid (INH) dapat

menyebabkan kejang dan memiliki keunikan dengan memiliki antidotumnya,

piridoksin(vitamin B-6), penghentian konsumsi alkohol secara tiba-tiba, kelainan elektrolit

(misalnya hiponatremia, hipernatremia, hiperkalsemia, ensefalopati hepatik), neoplasma,

infeksi SSP (misalnya meningitis, abses otak, ensefalitis) dan zat toksik khususnya yang

bersifat simpatomimetik.8

9

Page 10: SKENARIO 3

Dalam penelitian terbaru, infeksi HIV dan penggunaan narkoba juga dapat menyebabkan

terjadinya SE. Hal ini sesuai dengan meningkatnya frekuensi kejadiannya.8

Penyebab SE bervariasi secara signifikan dengan usia. DeLorenzo dkk melaporkan

bahwa pada pasien dibawah usia 16 tahun, penyebab paling umum adalah demam atau

infeksi(36%) sebaliknya ini hanya terjadi sebesar 5% pada orang dewasa. Pada orang dewasa,

penyebab paling umum adalah penyakit serebrovaskular (25%), sedangkan faktor ini

disebabkan hanya 3% pada kasus pediatrik.8

Pasien dengan riwayat epilepsi sebelumnya mempunyai risiko lebih tinggi terjadinya SE.

Hal ini termasuk juga pasien yang cenderung mengalami epilepsi berulang serta

ketidakteraturan dalam meminum obat antikonvulsan.8

Patogenesis SE

Pada status epileptikus terjadi kegagalan mekanisme normal untuk mencegah kejang.

Kegagalan ini terjadi bila rangsangan bangkitan kejang (Neurotransmiter eksitatori: glutamat,

aspartat dan asetilkolin) melebihi kemampuan hambatan intrinsik (GABA) atau mekanisme

hambatan intrinsik tidak efektif.8

Pada lebel neurokimia, bangkitan terjadi akibat ketidakseimbangan antara eksitasi

berlebihan dan kurangnya inhibisi. Neurotransmitter eksitasi yang terbanyak ditemukan

adalah glutamat dan juga turut dilibatkan disini adalah reseptor subtipe NMDA ( N-methyl-D-

aspartat ). Neurotransmiter inhibisi yang terbanyak ditemukan adalah gamma-aminobutyric

acid ( GABA ). Kegagalan proses inhibisi merupakan mekanisme utama pada status

epileptikus. 8

Inhibisi yang diperantarai oleh reseptor GABA berperanan dalam terminasi bangkitan.

Aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat sebagai neurotransmitter eksitasi dibutuhkan dalam

perambatan bangkitan. Aktivasi reseptor NMDA meningkatkan kadar kalsium intraseluler

yang menyebabkan cedera sel saraf pada status epileptikus. Sejumlah penelitian

menyimpulkan bahwa semakin lama durasi status epileptikus maka semakin sulit dikontrol.

Hal ini dikatakan sebagai akibat peralihan dari transmisi GABAergik inhibisi yang inadekuat

ke transmisi NMDA eksitasi yang berlebihan.8

10

Page 11: SKENARIO 3

Suatu lepasan muatan simpatis akan menyebabkan naiknya tekanan darah

dan bertambahnya denyut jantung. Autoregulasi peredaran darah otak hilang mengakibatkan

turunnya resistensi serebrovaskuler. Aliran darah ke otak sangat bertambah didorong oleh

tingginya tekanan darah dan tidak adanya mekanisme autoregulasi. Sebaliknya tekanan darah

sistemik akan turun bila kejang berlangsung terus dan mengakibatkan turunnya tekanan

perfusi yang selanjutnya menyebabkan iskemik pada otak. Hal ini dan berbagai faktor lain

akan menyebabkan hipoksia pada sel-sel otak. Kejang otot yang luas dan melibatkan

otot pernafasan selain mengganggu pernafasan secara mekanis juga menyebabkan inhibisi

pada pusat pernafasan di medula oblongata. Disamping itu pelepasan muatan saraf otonom

menyebabkan sekresi bronkus berlebihan dan aspirasi mengakibatkan gangguan difusi

oksigen melalui dinding alveolus. Perubahan fisiologis lain yang paling penting ialah adanya

penggunaan energi yang sangat banyak.Neuron yang terus menerus terpacu menyebabkan

bertambahnya metabolisme otak secara berlebihan sehingga persediaan senyawa fosfat energi

tinggi terkuras. Hipotensi dan hipoksia akan memperburuk keadaan yang berakhir dengan

kematian sel-sel neuron. Selanjutnya hal ini dapat mengakibatkan aritmia jantung, hipoksia

otak yang berat dan kematian. Kejang otot dan gangguan autoregulasi lain juga menimbulkan

komplikasi kerusakan otot, edema paru dan nekrosis tubuler mendadak.8

Status epileptikus yang berlangsung lama menimbulkan kelainan yang sama dengan apa

yang terjadi pada hipoglikemia berat atau hipoksia. Sel-sel neuron yang mengalami iskemik

selalu terdapat di daerah sektor Sommer hipokampus, lapisan 3, 4 dan 6 korteks serebri, kornu

Ammon, amigdala, talamus dan sel-sel Purkinje.8

Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase, yaitu :

a. Fase pertama : Pada fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan

aliran darah otak dan cardiac output ,peningkatan oksigenase jaringan otak,

peningkatan tekanan darah, peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan

penurunan pH yang diakibatkan oleh asidosis laktat dan terjadi perubahan saraf yang

bersifat reversibel pada tahap ini.8

b. Fase Kedua : Setelah 30 menit ada perubahan ke fase kedua yaitu kemampuan tubuh

beradaptasi menjadi berkurang dimana tekanan darah , pH dan glukosa serum kembali

11

Page 12: SKENARIO 3

normal. Kemudian, terjadilah kerusakan saraf  yang bersifat irreversibel pada tahap

ini.8

c. Fase ketiga : Pada fase ketiga, aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya

hipertermia (suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan

saraf yangirreversibel.8

d. Fase keempat : Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap

keempat, ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme

ventilasi.8

e. Fase kelima : Keadaan pada fase keempat diikuti oleh penghentian dari seluruh klinis

aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi kerusakan saraf dan kerusakan otak

berlanjut.8

Manifestasi Klinis SE

Manifestasi klinis status epileptikus berbeda tergantung pada masing-masing jenisnya.

Pengenalan terhadap status epileptikus penting pada awal stadium untuk mencegah

keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized Tonic-Clonic) merupakan

bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari survei ditemukan kira-kira 44

sampai 74 persen, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.8

A. Status Epileptikus Tonik-Klonik Umum (Generalized tonic-clonic Status Epilepticus)

Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi dan

potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-klonik

umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status

tonik-klonik umum, serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa

pemulihan kesadaran di antara serangan dan peningkatan frekuensi.8

Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang

melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien

menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hiperpnea dengan retensi

karbondioksida. Adanya takikardi dan peningkatan tekanan darah, hiperpireksia

mungkin berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang

mengakibatkan penurunan pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik.

Aktivitas kejang sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.8

12

Page 13: SKENARIO 3

B. Status Epileptikus Klonik-Tonik-Klonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epilepticus)

Ada kalanya status epileptikus dijumpai dengan aktivitas klonik umum

mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.8

C. Status Epileptikus Tonik (Tonic Status Epilepticus)

Status epilepsi tonik terjadi pada anak-anak dan remaja dengan kehilangan

kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjadi pada ensefalopati kronik dan

merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut Syndrome.8

D. Status Epileptikus Mioklonik

Biasanya terlihat pada pasien yang mengalami enselopati. Sentakan mioklonus

adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya tingkat

kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada enselofati anoksia berat

dengan prognosis yang buruk, tetapi dapat terjadi pada keadaan toksisitas, metabolik,

infeksi atau kondisi degeneratif.8

E. Status Epileptikus Absens

Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia pubertas

atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status presen sebagai

suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat seperti menyerupai

slow motion movie dan mungkin bertahan dalam waktu periode yang lama. Mungkin

ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG

terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua

tempat. Status epileptikus memberikan respon yang baik terhadap Benzodiazepin

intravena.8

F. Status Epileptikus Non Konvulsif

Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial

kompleks karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-

konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika sadar, dijumpai

perubahan kepribadian dengan paranoid, delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah

laku impulsif (impulsive behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus

dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan generalized spike wave discharges, tidak

seperti 3 Hz spike wave discharges dari status absens.8

13

Page 14: SKENARIO 3

G. Status Epileptikus Parsial Sederhana

a. Status Somatomotorik

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan jari-jari

pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan berkembang

menjadi jacksonian march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin menetap secara

unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Variasi dari status somatomotorik ditandai

dengan adanya afasia yang intermiten atau gangguan berbahasa (status afasik).8

b. Status Somatosensorik

Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala sensorik

unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.8

H. Status Epileptikus Parsial Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi yang

cukup untuk mencegah pemulihan di antara episode. Pada SE parsial kompleks juga

dapat terjadi otomatisme, gangguan berbicara dan keadaan kebingungan yang

berkepanjangan. Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis

di satu sisi, tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan

dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus

parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif pada beberapa kasus.8

Diagnosis SE

Anamnesis

Pada anamnesis, tenaga medis dapat menanyakan kepada pasien ataupun keluarga

tentang adanya riwayat epilepsi berulang, riwayat penyakit sistemik atau SSP, riwayat

putus obat atau gagalnya pengobatan yang sudah berjalan dan riwayat trauma pada pasien

tersebut. Selain itu, dari anamnesis dapat digali informasi tentang bagaimana gambaran

serangan, berapa lama durasinya, tingkat kesadaran selama ataupun antara kejang,sifat

kejang dan sejak kapan serangan terjadi.4

Pemeriksaan Fisik

14

Page 15: SKENARIO 3

Cara yang paling penting untuk membedakan status epileptikus dari suatu bangkitan

umum biasa adalah dengan memeriksa aktivitas susunan saraf simpatis.Menetapnya

takikardi, hipertensi, keringat berlebihan, hipersalivasi merupakan gambaran umum status

epileptikus. Papilledema, tanda peningkatan tekanan intrakranial menunjukkan

kemungkinan adanya lesi ,massa atau infeksi otak. Fitur neurologis juga tampak seperti

tonus yang meningkat dan refleks asimetris.

Ekstensor berulang cepat atau sikap fleksor dapat membingungkan dengan aktivitas

kejang lainnya oleh pengamat biasa. Mioklonus berulang pada pasien koma setelah cedera

otak hipoksia difus dapat mensimulasikan kejang umum. Asal fisiologis tersentak

mioclonic mungkin tidak kortikal,myoclonus biasanya hanya terbatas dalam durasi

beberapa jam.8

Pasien dengan status epileptikus halus tidak menunjukkan peningkatan kesadaran pada

20-30 menit setelah aktivitas kejang umum. Ekspresi motor aktivitas listrik abnormal

kortikal dapat berubah sehingga terlihat kedipan kelopak mata atau kedutan ekstremitas

yang merupakan satu-satunya tanda dari pelepasan listrik umum yang berkelanjutan.

Aktivitas motorik mungkin tidak ada walaupun adanya aktivitas listrik pada status

epileptikus. Trauma dapat juga ditemukan pada pasien dengan kejang termasuk luka lidah

(biasanya lateral), dislokasi bahu, trauma kepala, dan trauma wajah.8

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kadar obat antikonvulsan :

Yang harus dipantau untuk menjamin konsentrasi serum yang adekuat.9

Segera setelah status epileptikus dapat dikendalikan, pasien dengan epilepsi yang

sudah ada sebelumnya dapat diberikan kembali regimen antikonvulsan oral yang biasa

dipakai.9

b. Lumbal Punksi

15

Page 16: SKENARIO 3

Lumbal punksi harus dilakukan pada pasien yang demam walaupun tidak ada

tanda-tanda adanya meningitis.9

c. Kimia darah rutin

Meliputi kadar Mg, Ca, dan kadar zat kimia darah lainnya.9

2. EEG

Untuk mengkonfirmasi diagnosis terutama pada kasus refrakter yang mungkin

fungsional yaitu pseudostatus dan tidak menunjukkan kelainan EEG.4

Untuk memantau pengobatan, melakukan titrasi obat anestesi sampai pola burst-

suprpresion dicapai.4

3. Brain Imaging

Brain imaging dengan menggunakan CT Scan dapat menentukan tempat lesi di otak.

Jika pemeriksaan CT menunjukkan keadaan yang normal, maka dilanjutkan dengan

pemeriksaan MRI untuk lebih mengkonfirmasi adanya lesi di otak.9

16

Page 17: SKENARIO 3

1.4. Parkinson

Definisi

Penyakit Parkinson adalah suatu kelainan fungsi otak yang disebabkan oleh proses

degenerative progresif sehubungan dengan proses menua di sel-sel substansia nigra pars

compacta (SNc) dan karakteristik ditandai dengan tremor waktu istirahat, kekakuan otot dan

sendi (rigidity), kelambanan gerak dan bicara (bradikinesia), dan instabilitas posisi tegak

(postural instability).

Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh

degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta yang disertai adanya

inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewy Bodies

Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, kekakuan,

bradikinesia, dan hilangnya reflek postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai

macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai sindrom Parkinson.

Prevalensi

Dapat mengenai semua usia tetapi lebih sering pada usia lanjut. Prevalensi di Amerika

berkisar 1% dari jumlah penduduk, meningkat dari 0,6% pada usia 60-64 tahun menjadi 3,5%

pada umur 85-89 tahun.

Etiologi

Bersifat Idiopatik

Faktor Resiko

Usia usia tua jarang di usia < 30 tahu

Ras kulit putih

Genetik

Lingkungan toksin : MPTP, penggunaan pestisida atau herbisida, infeksi

Cedera kranioserebral

Stress emosional

17

Page 18: SKENARIO 3

Klasifikasi

Dari pengertian penyakit Parkinson tersebut, maka sindrom Parkinson diklasifikasikan

sebagai berikut :

Primer atau idiopatik (Paralis agitans)

- Penyebab tidak diketahui

- Sebagian besar merupakan penyakit Parkinson

- Ada peran toksik yang berasal dari lingkungan

- Ada peran factor genetic, bersifat sporadic

- yang termasuk dalam tipe ini adalah Penyakit Parkinson dan Juvenile

Parkinsonism

Sekunder atau akuisita (simtomatik)

- Timbul setelah terpajan suatu penyakit/zat

- Infeksi dan pasca infeksi

- pasca ensefalitis; slow virus

- Terpapar kronis oleh toksin atau zat-zat kimia (( MPTP, CO, Mn, Mg, Sianid,

Etanol, Metanol)

- Efek samping obat penghambat reseptor dopamine (obat-obat psikotik) dan obat

yang menurunkan cadangan dopamine (reserpin)

- Vaskuler : multi infark serebral , Pasca stroke

- Trauma kranioserebral

- Lain-lain : hipotiroid, hipoparatiroid, tumor, trauma otak

Sindrom Parkinson plus ( Multiple system degeneration ):

Gejala Parkinson timbul bersama gejala neurologi lain seperti : progressive

supraneural palsy, multiple system atrophy, cortical-basal ganglionic degeneration,

Parkinson-demensia-ALS complex of Guam, progressive palidal atrophy, diffuse Lewy

body disease (DLBD)

Manifestasi Klinis Penyakit Parkinson

18

Page 19: SKENARIO 3

TRIAS : 1.Tremor

2. Akinesia

3. Rigiditas

Penatalaksanaan

a) Umum (Supportive) :

Pendidikan

Penunjang

Latihan fisik

Nutrisi

b) Medikamentosa

Antagonis NMDA : Amantadin 100 – 300mg / hr

Anti kholinergik ; Trihexyphenidil

Dopaminergik : levodopa + carbidova ( Madopar ) 3x 100mg

Dopamin agonis :

- bromokriptin dimulai 2,5 mg/hari ® dinaikkan sampai 40-45 mg perhari

tergantung respon

- Selegiline (inhibitor MAO B) : dosis 10 mg/hari

c) Rehabilitasi medik

Tujuan : Memperbaiki kualitas hidup serta mengatasi masalah-masalah :

Abnormalitas gerakan

kecenderungan postur tubuh yang salah

gejala otonom

gangguan perawatan diri

perubahan psikologik

19

Page 20: SKENARIO 3

1.5. Demensia

Definisi

Demensia adalah suatu sindrom akibat terganggunya faal otak, baik secara langsung

ataupun tidak langsung pada otak yang tekah mencapai perkembangan intelegensia yang

stabil, pada umumnya bersifat kronis yang berdampak adanya gangguan fungsi kognitif yang

multiple sehingga menganggu fungsi pekerjaan dan sosialnya.

Menurut consensus tahun 1996 International Psychogeriatric Association (IPA),

demensia adalah keluhan-keluhan dan gejala yang diakibatkan oleh terganggunya persepsi, isi

pikiran, suasana perasaan/mood atau perilaku yang sering terdapat dalam demensia.

Epidemiologi

Prevalensi demensia meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Pada umur di atas

65 tahun insidensi sekitar 3% sedangkan di atas 85 tahun meningkat menjadi sekitar 20%.

Demensia akibat penyakit Alzheimer adalah yang paling banyak ditemukan (50-60%) dan

demensia akibat gangguan vascular adalah kedua tersering.

Patofisiologi

Kerusakan struktur otak dapat diakibatkan :

1. Proses degenerasi pada penyakit Alzheimer, Pick, dan Huntington

2. Gangguan pembuluh darah stroke

3. Infeksi (ensefalitis) Lues (demensia paralitika), virus (demensia HIV)

4. Gangguan toksik, metabolit dan endokrin

5. demensia akibat kekurangan thiamine, hipotiroid, hipoglikemia

6. Trauma kapitis gangguan subdural hematom

7. Gangguan otak lain tumor otak, penyumbatan

Berdasarkan lokasi kerusakanya, demensia dapat dibagi menjadi :

1. Demensia kortikal disfungsi korteks serebri yang ditandai dengan gejala amnesia,

afasia, apraksia, dan agnosia. Contohya adalah demensia tipe Alzheimer

20

Page 21: SKENARIO 3

2. Demensia subkortikal terutama mengenai struktur-struktur di bagian dalam substansia

grisea dan alba seperti ganglia basalis, thalamus, dan proyeksi dari struktur subkortikal ini

di lobus frontalis. Contohnya demensia pada penyakit Parkinson

3. Demensia tipe campuran menunjukkan gejala dari keduanya dan dapat dijumpai pada

demensia vascular

Gejala Klinis

Gejala klinis tergantung pada luas dan lokasi kerusakan struktur dan fungsi otak antara lain :

1. Gangguan daya ingat

Gangguan ini merupakan gangguan yang utama. Gangguan daya ingat mengikuti hukum

Ribot, yaitu mulai dengan gangguan daya ingat jangka pendek yaitu peristiwa yang baru

terjadi, meningkat ke daya ingat jangka sedang. Daya ingat jangka panjang yang terakhir

terganggu sehingga tidak jarang penderita seolah-olah kembali ke masa muda atau kanak-

kanak. Gangguan daya ingat pada awalnya terlihat sebagai kesukaran untuk belajar hal-hal

yang baru.

2. Gangguan daya nilai

Gangguan ini mengakibatkan penderita mengalami kesukaran untuk mengambil

keputusan yang berdampak sering melakukan perilaku yang tidak realistis, logis dan

proporsional dalam kehidupan sehari-hari.

3. Gangguan daya berpikir abstrak

Penderita mengalami kesukaran dalam mencerna atau membuat karangan cerita dan

mengartikan peribahasa maupun perumpaan, makin nyata dalam keterbatasan waktu.

4. Gangguan daya pikir

Gangguan ini akibat terganggunya fungsi luhur berupa kemampuan menganalisis,

memilah-milah masalah, mencari solusi, membuat perencanaan, mengantisipasi dampak

yang akan terjadi dan mengambil keputusan. Gangguan ini menyebabkan penderita

seringkali hanya dapat mengerjakan pekerjaan rutin dan kehilangan inisiatif dan

kreativitasnya.

5. Gangguan penempatan dalam ruang (visuospital)

Hal ini nyata pada penderita yang diharuskan bekerja berdasarkan ketrampilan yang

membutuhkan ketepatan, kecermatan, dan kecepatan. Pada gangguan yang berat penderita

21

Page 22: SKENARIO 3

acapkali merasa terlibat dalam adegan TV seolah-olah berada dalam 3 demensi dengan

layar kaca tersebut atau dalam ruangan yang sama dengan tayangan tersebut

6. Gangguan wicara

Pada awalnya acapkali gangguan berbahasa yang paling nyata dengan adanya gangguan

mencari kata-kata yang tepat (naming) dan mencerna pesan-pesan dalam komunikasi

(comprehension).

7. Gangguan perilaku

Gangguan ini di bidang ini dikenal “behavior and psychological symptom of dementia”

(BPSD). Gangguan ini dapat berupa serangan yang berhubungan dengan masa lalu.

8. Gangguan mood/suasana perasaan

Gangguan mood dapat berupa depresi atau kecemasan atau labilitas emosi, menangis atau

tertawa tanpa penyebab yang jelas.

Penatalaksanaan

1. Demensia yang reversible harus segera mendapatkan perhatian utama dalam

pengobatanya

2. Mengatasi komorbiditas medic

3. Pengobatan simtomatik untuk :

Memperbaiki fungsi kognitif :

a. Choline Esterasi Inhibitor : Donepezil 5-10 mg p.o/ hari dosis tunggal

Rivastigmine 2 x 1,5 mg p.o/hari selama 2 minggu, kemudian dosis ditingkatkan

sesuai kebutuhan. Dosis max 2x6 mg p.o/hari.

b. Piracetam 3 x 800 mg p.o/hari selama 6 minggu dosis maintenance 3 x 400 mg

p.o/hari

Memperlambat progresivitas penyakit : vitamin E : 400-600 mg p.o/ hari

Mengatasi masalah perilaku :

o Choline esterase seperti yang di atas

o Anti psikosis

a. Haloperidol 0,5-4 mg p.o/hari dalam dosis terbagi

b. Perphenazine 2-32 mg p.o/hari dalam dosis terbagi

c. Risperidone 0,5-4 mg p.o/hari dalam dosis terbagi

d. Olanzapine 5 mg p.o/ hari dalam dosis tunggal

22

Page 23: SKENARIO 3

e. Quetipine 50-450 mg p.o/hari dalam dosis terbagi

o Anti cemas

a. Lorazepam 0,5-2 mg p.o/hari dalam dosis terbagi

b. Alpralozam 0,25-2 mg p.o/hari dalam dosis terbagi

c. Clobazam 10-15 mg p.o/hari dalam dosis terbagi

o Anti konvulsan

a. Carbamazepin 200-600 mg p.o/hari dalam dosis terbagi

b. Valproic acid 125-1800 mg p.o/ hari dalam dosis terbagi

o Anti depresan

a. Amytriptiline 10-75 mg p.o/hari dalam dosis terbagi

b. Moclobemide 300-600 mg p.o/hari dalam dosis terbagi

c. Flouxcetine 5-80 mg p.o/ hari dalam dosis tunggal

Lama pemberian dan dosis diseuaikan dengan kemajuan klinis yang didapat

Dukungan dari para caregiver

23

Page 24: SKENARIO 3

1.6. Alzheimer

Demensia Alzheimer

Alzheimer atau kepikunan merupakan sejenis penyakit penurunan fungsi saraf otak yang

kompleks dan progresif. Penyakit Alzheimer bukannya penyakit menular. Penderita

Alzheimer mengalami keadaan penurunan daya ingat yang parah sehingga penderita akhirnya

tidak lagi mampu mengurus dirinya sendiri.

Alzheimer tergolong sebagai salah satu jenis dementia yang ditandai

dengan melemahnya kemampuan bercakap, kemampuan berpikir sehat, daya ingat,

kemampuan mempertimbangan, adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku yang tidak

terkendali. Keadaan ini amat membebani penderita dan juga anggota keluarga yang perlu

menjaga dan merawatnya. Menurunnya fungsi ingatan juga memengaruhi fungsi intelektual

dan sosial penderitanya.

Sumber penyakit ini belum diketahui dengan pasti, tetapi bukan karena proses penuaan.

Sebagian ilmuwan memperkirakan bahwa kepikunan ini berkaitan dengan pembentukan dan

perubahan sel-sel saraf yang normal menjadi semacam serat.

Resiko untuk mengidap Alzheimer meningkat seiring dengan pertambahan usia. “Pada usia

sekitar 65 tahun, seseorang berisiko lima persen untuk menderita penyakit ini dan risiko ini

meningkat dua kali lipat setiap lima tahun,”menurut Ahli Psikogeriatrik, Kantor Pengobatan

Psikologi, Fakultas Pusat Pengobatan Universitas Malaya (PPUM), Dr. Esther

Ebeenezer. Meskipun kepikunan seringkali dikaitkan dengan usia lanjut, namun terbukti

bahwa penderita Alzheimer yang pertama diidentifikasi adalah seorang perempuan berusia

awal 50 tahunan.

Gejala dan tingkat keparahan penyakit:

Pada taraf ringan gejalanya dapat berupa: lupa dimana menyimpan kunci, lupa mengambil

uang kembalian, lupa mau membeli apa di toko, lupa nomor telepon atau tidak ingat mana

obat yang setiap hari biasa dimakan.

Pada tingkat menengah: penderita misalnya, lupa mencampurkan gula dalam minuman, garam

dalam masakan atau lupa bagaimana cara mengaduk gula di dalam gelas.

24

Page 25: SKENARIO 3

Pada tingkat yang parah, penderita sudah tidak mampu melakukan hal-hal mendasar seperti

mengurus diri sendiri, tidak lagi mengenali keadaan sekitar rumahnya, tidak mengenali rekan-

rekan atau anggota keluarga terdekat.

Penderita Alzheimer dapat menjadi agresif, cepat marah dan kehilangan minat untuk

berinteraksi atau hobi yang pernah diminatinya. Penderita tingkat menengah atau parah dapat

menunjukkan tingkah laku aneh, seperti menjerit, terpekik atau mengikuti orang ke mana saja,

bahkan walau orang tersebut ke WC.

Selain itu, penderita dapat juga mengalami semacam halusinasi seperti mendengar suara atau

bisikan halus, atau melihat bayangan menakutkan. Penderita juga kadangkala berjalan mondar

mandir tanpa tujuan dan pola tidur mereka juga berubah. Penderita biasanya akan lebih

banyak tidur di siang hari dan terus terjaga pada malam hari. Keadaan tersebut secara tidak

langsung memberi tekanan mental kepada perawat atau anggota keluarga yang harus waspada

menjaga penderita selama ’36 jam’ sehari.

Kebanyakan penderita Alzheimer meninggal dunia akibat radang paru-paru atau pneumonia

karena mereka tidak dapat melakukan berbagai aktivitas fisik lainnya. Yang menyedihkan,

adalah bahwa orang yang sakit itu sendiri tidak memahami apa yang terjadi pada diri mereka

dan memerlukan bantuan orang lain. Berita buruknya penyakit Alzheimer ini, tidak dapat

disembuhkan. Tetapi, gejalanya masih dapat dikendalikan dengan obat-obatan. Obat-obatan

yang diberi pada tingkat awal, dapat membantu ingatan penderita seperti fungsi kognitif,

aktivitas dan tingkah laku sehari2.

Prevalensi

Sekitar tahun 1950-an diperkirakan sekitar 2,5 juta warga dunia menderita penyakit ini. Pada

tahun 2003 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memperkirakan lebih dari satu milyar orang

yang berusia di atas 60 tahun atau 10 persen penduduk dunia menderita Alzheimer.

Peningkatan jumlah penderita Alzheimer berkaitan dengan meningkatnya jumlah warga dunia

yang berusia lanjut, dan semakin panjangnya usia atau masa hidup warga dunia. Usia hidup

perempuan meningkat hingga mencapai usia 80 tahun dan laki-laki mencapai usia 75 tahun.

Selain itu, faktor pemeliharaan kesehatan yang semakin baik dan menurunnya tingkat

kelahiran.

Orang yang berisiko menderita Alzheimer:

25

Page 26: SKENARIO 3

Penderita hipertensi dengan usia di atas 40 tahun

Penderita diabetes

Kurang berolahraga

Kadar kolesterol yang tinggi

Faktor keturunan – memiliki keluarga yang menderita Alzheimer pada usia 50-an.

Terapi Farmako

Sampai saat ini baru Lesitin yg dapat memberikan efek bermakna, meskipun efek Lesitin

bersifat sementara.

26

Page 27: SKENARIO 3

2. Neuropsikiatri

2.1. Gangguan mental organik

2.1.1. Delirium bukan karena alkohol

Definisi

Adalah suatu disfungsi metabolism otak yang menyeluruh, bersifat sementara dan reversible,

biasanya terjadi secara akut (kadang-kadang subakut).

Pasien yang berisiko tinggi mengalami delirium :

1. Anak-anak

2. Lanjut usia (≥60 tahun) yang biasanya juga menderita demensia atau komorbiditas yang

lainya

3. Gangguan pada susunan saraf pusat seperti CVA, parkinson, demensia, tumor otak

4. Pasca bedah

5. Luka bakar

6. Pada keadaan lepas zat seperti ketergantungan zat psikoaktif

7. Pernah mengalami delirium sebelumnya

Etiologi

Hipotesis yang diajukan untuk menerangkan terjadinya delirium adalah penurunan aktivitas

asetilkolin di otak terutama di daerah formation retikularis yang merupakan area utama di

otak yang bertanggungjawab dalam pengaturan perhatian, kewaspadaan, dan keterjagaan.

Pelepasan dopamine yang berlebihan atau aktivitas serotonergik yang menurun atau

meningkat juga dapat menyebabkan delirium.

Berbagai kondisi medis dapat mengakibatkan terjadinya gangguan ini :

1. Gangguan sistemik

Infeksi sistemik dengan febris dan sepsis

Gangguan metabolic akut : asidosis, alkalosis, gagal ginjal, gagal fungsi hati

Gangguan endokrin baik hiper maupun hipo kelenjar hipofise, pancreas, adrenal,

tiroid dan paratiroid

Defisiensi vitamin B1, B12, asam folat, asam nikotinik, niacin

Gangguan kardiovaskuler : aritmia, gagal jantung, infark miokard, hipertensi

Kondisi pasca bedah

27

Page 28: SKENARIO 3

Hipoksia, gagal paru, anemia

Toksin : gas CO, logam berat, pestisida

Obat-obat : anti konvulsan, antikolinergik, steroid, NSAID, antihipertensi,

antipsikotik, sedative-hipnotika

2. Gangguan pada otak

Infeksi (meningitis, enchepalitis, HIV dll)

Tumor (primer maupun metastasik)

GPDO

Kejang/konvulsi

3. Keadaan lepas zat pada penyalahgunaan zat psikoaktif

4. Tanpa etiologi yang spesifik

Gejala Klinis

Sebelum timbul gejala yang nyata, seringkali didahului dengan gejala-gejala prodromal

seperti kegelisahan, cemas, iritabel, gangguan tidur, kesukaran untuk memusatkan perhatian.

Dua hal yang kharakteristik pada gejala delirium yang bersifat sementara ini adalah onset

yang akut dan fluktuasi sepanjang hari.

Gajela-gejala yang dijumpai :

1. Gangguan kesadaran (kesadaran yang berkabut) dan kewaspadaan yang menurun

2. Gangguan neuropsikiatri :

a. Gangguan perhatian

b. Memori jangka pendek terganggu,a mnesia

c. Disorientasi

d. Gangguan visuo-kontruksional

e. Gangguan fungsi luhur

f. Gangguan pola berpikir

g. Gangguan berbicara dan berbahasa

3. Gangguan persepsi seperti halusinasi dan ilusi

4. Gangguan psikomotor : hiper atau hipoaktivitas. Tergantung etiologinya, dapat juga

ditemukan gejala neurologic yaitu tremor, perubahan reflek dan tonus otot

5. Gangguan mood seperti cemas, takut, depresi, iritabel. Pada penderita juga dapat terjadi

afek yang labil yang berubah sepanjang hari

28

Page 29: SKENARIO 3

6. Gangguan pola tidur. Biasanya penderita tampak mengantuk, tidur untuk waktu yang

singkat dan terputus-putus. Dapat juga terjadi eksaserbasi gejala-gejala delirium

menjelang senja hari yang dikenal sebagai gejala “sundowning”.

Sebagai akibat fluktuasi dari gejala-gejala maka dapat terjadi “lucid interval” di mana

gejala berangsur-angsur berkurang dan berganti dengan keadaan tenang, hampir tanpa

gejala amnesia yang menonjol.

29

Page 30: SKENARIO 3

2.2. Gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif

2.2.1. Intoksikasi akut

Psikosa toksik dapat disebabkan karena pencernaan, penghirupan, atau kontak yang terus-

menerus dengan bahan-bahan toksik. Gejala-gejala mental bukan saja tergantung pada jenis

racun itu, tetapi juga pada kepribadian, pengalaman, umur, dan keadaan emosi penderita.

Bila sindroma itu akut dan jelas, maka terlihat seorang pasien yang gelisah, mudah

disugesti, bingng dalam kesadaran yang berkabut dengan banyak halusinasi penglihatan dan

pikiran paranoid.

Pada intoksikasi yang menahun terdapat kemunduran intelektual dengan gangguan

orientasi dan ingatan.Untuk diagnosa perlu anamnesa yang dapat dipercaya, pemeriksaan

psikiatrik, pemeriksaan badaniah, dan pemeriksaan laboratorium.

Penderita dirawat di dalam kamar yang tenang dengan penerangan yang merata sehingga

tidak mudah ditimbulkan interpretasi yang salah tentang barang-barang. Diberi ”reassurance”

secara terus-menerus oleh orang yang sudah dikenal (sebaiknya orang itu jangan bergati-

ganti). Makan dan minum harus cukup. Janganlah dipakai fenobarbital atau paraldehid

sebagaimana obat penenang.

Gejala-gejala psikiatrik dapat terjadi pada intoksikasi dengan bromida, barbiturad,

amfetamin, alkaloid beladona, halusinogen, thiosianat, kortikosteroid, karbon monoksida,

benzin, air raksa, timah hitam, dsb.

Berdasarkan PPDGJ III

Intoxikasi akut

Sering dikaitkan dengan tingkat dosis yang digunakan (dose dependent), individu

dalam kondisi organik tertentu yang mendasarinya (misalnya insufisiensi ginjal atau hati)

yang dalam dosis kecil dapat menimbulkan efek intoxikasi berat yang tidak proporsional

Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangkan

(misalnya disinhibisi perilaku pada pesta / upacara keagamaan ).

Intoxikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan

alkohol atau zat psikoaktif yang lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi komunitif,

persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respon psikofisiologis lainnya. Imtensitas

intoxikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila

30

Page 31: SKENARIO 3

tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi

semula, kecuali jika ada jaringan rusak atau terjadi komplikasi lainnya.

31

Page 32: SKENARIO 3

2.3. Psikosis

2.3.1. Skizofrenia

Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan

perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronik atau “deterotiating”) yang luas, serta

sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetic, fisik, sosial, dan

budaya.

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari

pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).

Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap

terpelihara walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

Pedoman diagnostik

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang sangat jelas dan biasanya dua gejala atau

lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas:

a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya

(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda;

atau

“thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam

pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu di luar dirinya

(withdrawal); dan

“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum

mengetahuinya;

b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu keadaan tertentu

dari luar; atau

“delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu keadaan tertentu

dari luar; atau

“delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu

kekuatan dari luar;

(tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke

pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);

“delusional perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat

khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat

32

Page 33: SKENARIO 3

c) Halusinasi auditorik

- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien;

atau

- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang

berbicara); atau

- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d) Waham-waham yang menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik

tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di aats manusia biasa (misalnya mampu

mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain)

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

e) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham

yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,

ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila

terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus

f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang

berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan (neologisme)

g) Perilaku katatonik, seperi keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu

(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

h) Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri

dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal

tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau

lebih (tidak berlaku untuk setiap fase non-psikotik prodromal);

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan

(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi

sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri

sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

33

Page 34: SKENARIO 3

SKIZOFRENIA PARANOID

Pedoman diagnostik

Memenuhi criteria umum diagnosis skozofrenia, dengan tambahan:

- halusinasi dan/atau waham harus menonjol

a) suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi

auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit (whistling), mendengung

(humming), atau bunyi tawa (laughing);

b) halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain

perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;

c) waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of

control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of passivity),

dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas;

- gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara

relative tidak nyata/tidak menonjol.

Diagnosis banding

- Epilespi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan

- Keadaan paranoid involusional

- Paranoia

SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia

Diagnosis hebefrenia untuk pertamakali hanya ditegakkan pada usia remaja atau

dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).

Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang menyendiri,

namun tidak harus demikian untuk menegakkan diagnosis

Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan

kontinyu selama 2 atau 3 bulan untuk memastikan bahwa gambaran yang khas

memang benar bertahan:

- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, ada

kecenderungan menyendiri, perilaku hampa tujuan dan hampa perasaan

34

Page 35: SKENARIO 3

- Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai cekikan atau perasaan puas

diri, senyum sendiri, tertawa menyeringai, keluhan hipokondrial dan kata-kata

yang diulang.

Gangguan afektif dan dorongan kehendak serta gangguan proses piker umumnya

menonjol. Halusinasi dan waham mugkin ada tetapi tidak menonjol. Perilaku

penderita tampak khas: perilaku tanpa tujuan, adanya preokupasi yang dangkal dan

dibuat buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya

SKIZOFRENIA KATATONIK

Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini haru s mendominasi gambaran klinis:

(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhsdsp lingkungan dan dalam

geerakan aktivitas spontan

(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan yang tidak

dipengaruhi stimuli eksternal)

(c) Menampilkan posisi tubuh terytentu dan mempertahankan posisi tertentu yang

tidak wajar atau aneh

(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua

perintah)

(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya

menggerakkan dirinya)

(f) Fleksibilitas carea (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang

dapat dibentuk dari luar)

(g) Command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan

katatonik, diagnosis Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia mungkin harus

ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang gejala-gejala lain.

SKIZOFRENIA TAK TERINCI

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebufrenik, atau

katatonik

35

Page 36: SKENARIO 3

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia

Depresi Pasca Skizofrenia

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:

(a) Pasien telah menderita skizofreniaselama 12 bulan terakhir

(b) Beberapa gejala skizofrenia masih ada tetapi tidak mendominasi gejala klinis

(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit

kriteria untuk episode depresif dan telah ada dalam waktu paling sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi episode

depresif. Bila gejala skizofrenia masih menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari

sub tipe skizofrenia yang sesuai

SKIZOFRENIA RESIDUAL

Untuk diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:

(a) Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan motorik

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang tumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif,

kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi verbal yang buruk

seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh.

(b) Sedikitnya ada riwayat suatu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang

memenuhi criteria diagnosis skizofrenia.

(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi

gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat minimal dan telah timbul

sindrom “negative” dari skizofrenia.

(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit /gangguan otak organic lain, depresi kronis atau

institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabiltas negative tersebut.

SKIZOFRENIA SIMPLEKS

Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada

pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari:

- gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat

halusinasi, waham atau manifestasi lain dari episode psikotik

36

Page 37: SKENARIO 3

- Disertai dengan perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai

kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup dan

penarikan diri secara social

Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe skizofrenia

lainnya

37

Page 38: SKENARIO 3

2.3.2. Gangguan psikotik

Pedoman Diagnostik :

Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas yang diberikan untuk

ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. Urutan prioritas yang dipakai ialah:

a. Onset yang akut (dalam masa 2ininggu atau kurang = jangka waktu gejalagejala

psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya beberapa aspek kehidupan dan

pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode prodromal yang gejalanya sering

tidak jelas) sebagai ciri khas yang menentukan seluruh kelompok;

b. Adanya sindrom yang khas (berupa “polimorfik” = beraneka ragam dan berubah

cepat, atau “schizophrenia-like” = gejala skizofrnik yang khas);

c. Adanya stress akut yang berkaitan (tidak selalu ada)

d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung

Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode

manik atau episode depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-

gejala afektif individual dapat menonjol dan waktu ke waktu

Tidak ada penyebab organic, seperti trauma kapitis, delirium, atau

demensia. Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan alcohol atau

obat-obatan.

38

Page 39: SKENARIO 3

2.3.3. Gangguan bipolar

2.3.3.1. Episode manik

2.3.3.2. Episode depresif

MANIC EPISODE

Definisi

Mania ditandai dengan aktivitas fisik yang berlebihan dan perasaan gembira yang luar

biasa, yang secara keseluruhan tidak sebanding dengan peristiwa positif yang terjadi. Bentuk

mania yang lebih ringan adalah hipomania.

Pada kelainan unipolar, depresi terjadi tanpa disertai oleh episode manik.

Mania seringkali merupakan bagian dari kelainan bipolar (penyakit manik-depresif).

Beberapa orang yang tampaknya hanya menderita mania, mungkin sesungguhnya mengalami

episode depresi yang ringan atau singkat.

Baik mania maupun hipomania lebih jarang terjadi dibandingkan dengan depresi.

Mania dan hipomania agak sulit dikenali; kesedihan yang berat dan berkelanjutan akan

mendorong seseorang untuk berobat ke dokter, sedangkan kegembiraan jarang mendorong

seseorang untuk berobat ke dokter karena penderita mania tidak menyadari adanya sesuatu

yang salah dalam keadaan maupun perilaku mentalnya.

Etiologi

Kelainan fisik yang bisa menyebabkan mania:

1. Efek samping obat-obatan

- Amfetamin

- Obat anti-depresi

- Bromokriptin

- Kokain

- Kortikosteroid

- Levodopa

- Metilfenidat

2. Infeksi

- AIDS

- Ensefalitis

39

Page 40: SKENARIO 3

- Influenza

- Sifilis (stadium lanjut)

3. Kelainan hormonal

- Hipertiroidisme

4. Penyakit jaringan ikat

- Lupus eritematosus sistemik

5. Kelainan neurologis

- Tumor otak

- Cedera kepala

- Korea Huntington

- Sklerosis multipel

- Stroke

- Korea Sydenham

- Epilepsi lobus temporalis

Gejala

Gejala manik berkembang dengan cepat dalam beberapa hari. Pada stadium awal mania,

penderita merasa lebih baik dari biasanya dan seringkali tampak lebih ceria, lebih muda dan

lebih bersemangat. Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung,

senang bertengkar atau memusuhi secara terang-terangan. Yang khas adalah bahwa penderita

yakin dirinya baik-baik saja.

Kurangnya pengertian akan keadaannya sendiri disertai dengan aktivitas yang sangat

luar biasa, bisa menyebabkan penderita tidak sabar, mengacau, suka mencampuri urusan

orang lain dan jika kesal akan lekas marah dan menyerang.

Aktivitas mentalnya semakin cepat (suatu keadaan yang disebut flight of ideas).

Perhatian penderita mudah teralihkan dan selalu berpindah-pindah dari satu tema ke tema

lainnya.

Penderita memiliki keyakinan yang salah mengenai kekayaan, kekuasaan, keahlian dan

kecerdasan seseorang; dan kadang menganggap dirinya adalah Tuhan.

Penderita yakin bahwa dirinya sedang dibantu atau dihukum oleh orang lain; atau memiliki

halusinasi, yaitu mendengar dan melihat benda-benda yang sesungguhnya tidak ada.

40

Page 41: SKENARIO 3

Kebutuhan tidurnya berkurang. Penderita tidak henti-hentinya mengikuti berbagai

kegiatan (misalnya usaha dagang yang beresiko, judi atau perilaku seksual yang berbahaya),

tanpa memikirkan bahaya sosial yang mungkin terjadi.

Pada kasus yang berat, aktivitas fisik dan mental penderita sangat hiruk pikuk sehingga

setiap kaitan yang jelas antara suasana hati dan perilaku hilang dalam suatu bentuk agitasi

yang tanpa perasaan (mania delirius). Pada keadaan ini diperlukan penanganan segera, karena

penderita bisa meninggal akibat kelelahan fisik yang luar biasa.

Gejala-gejala mania:

1. Suasana hati

- Gembira, mudah tersinggung atau bermusuhan

- Kesedihan sesaat

2. Gejala psikis lainnya

- Harga diri yang berlebihan, membual, merasa berkuasa

- Fikiran melompat-lompat, fikiran yang baru dipicu oleh bunyi kata-kata, bukan oleh

artinya; cenderung mudah teralihkan

- Minat yang berlebihan terhadap kegiatan yang baru, semakin banyak berhubungan

dengan orang-orang (yang seringkali merasa terasing karena penderita suka ikut

campur dan mengganggu), senang berbelanja, kecerobohan seksual, penanaman

modal pada usaha yang konyol

3. Gejala psikotik

- Delusi akan bakat yang luar biasa

- Delusi akan kebugaran fisik yang luar biasa

- Delusi akan kekayaan, keturunan bangsawan atau identitas kebesaran lainnya

- Halusinasi dengar atau lihat

- Paranoia

4. Gejala fisik

- Tingkat aktivitas meningkat

- Mungkin terjadi penurunan berat badan karena meningkatnya aktivitas dan

kurangnya makan

- Berkurangnya kebutuhan akan tidur

- Meningkatnya gairah seksual.

Diagnosis

41

Page 42: SKENARIO 3

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya.

Pedoman Diagnosis

1. Mania tanpa gejala psikotik

Episode sekurang – kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan

seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga terjadi

aktivitas berlebihan, percepatan dan kebenyakan bicara, kebutuhan tidur yang

berkurang, ide – ide perihal kebesaran (grandiose ideas) dan selalu optimistik.

2. Mania dengan gejala psikotik

Bentuk mania yang lebih berat.

Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang dapat

menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas dan kecurigaan.

Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek tersebut.

3. Hipomania

Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek yang meninggi dan berubah

disertai peningkatan aktivitas, menetap sekurang – kurangnya selama beberapa

hari berturut – turut, dan tidak disertai halusinasi atau waham.

Pengaruh nyata dan kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang sesuai

dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat dan menyeluruh,

maka diagnosis mania haruz ditegakkan.

Penatalaksanaan

Litium bisa mengurangi gejala-gejala mania. Litium baru mulai bekerja setelah 4-10 hari,

karena itu pada saat yang sama diberikan obat yang bekerja segera (misalnya haloperidol)

untuk mengendalikan fikiran dan aktivitas yang berlebihan.

Tetapi haloperidol bisa menyebabkan kekakuan otot dan pergerakan yang tidak biasa.

Karena itu diberikan dalam dosis kecil, yang dikombinasikan dengan benzodiazepin

(misalnya lorazepam atau klonazepam), yang akan memperkuat efek anti-manik dari

haloperidol dan mengurangi efek samping yang tidak diinginkan.

DEPRESSIVE EPISODE

42

Page 43: SKENARIO 3

Gejala utama (derajat ringan, sedang, berat) :

- Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan

- Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa

lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas

Gejala lainnya :

- Konsentrasi dan perhatian yang berkurang

- Harga diri dan kepercayaan diri yamg berkurang

- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

- Gagasan / perbuatan yang membahayakan diri / bunuh diri

- Tidur terganggu

- Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa

sekurang-kurangnya 2 minngu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih

pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat

A. Episode depresif ringan

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

- Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

- Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

- Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

- Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang

dilakukannya

B. Episode depresif sedang

- Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti episode

depresi ringan

- Ditambah sekurang-kurangnya 3 ( dan sebaiknya 4 ) dari gejala lainnya

- Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

43

Page 44: SKENARIO 3

- Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan social, pekerjaan, dan

urusan rumah tangga

C. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik

- Semua 3 gejala utama depresi harus ada

- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya

harus berintensitas berat

- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi / retardasi psikomotor) yang

mencolok, maka pasien mungkin tidak mau / tidak mampu untuk melaporkan

banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara

menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan

- Lama seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu, akan

tetapi jika gejala mat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan

untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu

- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social,

pekerjaan / urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas

D. Episode depresif berat dengan gejala psikotik

- Episode depresi berat yang memenuhi criteria episode depresif berat tanpa

gejala psikotik

- Disertai waham, halusinasi, stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide

tentang dosa, kemiskinan / malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa

bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik / olfatorik biasanya berupa

suara yang menghina, atau menuduh, atau bau kotoran atau daging yang

membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Jika diperlukan ,waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau

tidak serasi dengan afek (mood congruent)

Syclothymi disorder

44

Page 45: SKENARIO 3

Berupa ketidakstabilan menetap dari afek, meliputi banyak periode depresi ringan dan

hipomania ringan, di antaranya tidak ada yang cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi

kriteria gangguan afektif bipolar atau gangguan depresif berulang.

Cyclothymic disorder terdiri dari chronic cyclical episodes of mild depression and symptoms

of mild mania.

DSM-IV Diagnostic Criteria

A. Periode-periode depression dan hypomania, terjadi paling tidak 2 tahun. Episode

depresi tidak mencapai keparahan major depression.

B. Selama periode 2 tahun, pasientidak symptom-free untuk lebih dari dua bulan.

C. Selama periode 2 tahun, tidak ada episodes dari major depression, mania or mixed

states.

D. Gejala-gejala tidak disebabkan schizoaffective disorder dan tidak bersamaan dengan

schizophrenia, schizophreniform disorder, delusional disorder, atau psychotic disorder

lainnya.

E. Gejala-gejala tidak disebabkan substance use or a general medical condition.

F. Gejala-gejala menyebabkan significant distress or functional impairment.

Clinical Features

A. Gejala-gejala tersebut mirip dengan bipolar I disorder, tapi pada ukuran lebih kecil dan

cycles occur at a faster rate.

B. Pasien juga sering mengalami substance abuse.

C. Sepertiga pasien berkembang menjadi mood disorder yang parah (biasanya bipolar II).

D. Gangguan interpersonal dan pekerjaan sering terjadi dan biasanya merupakan

konsekuensi dari hypomanic states.

E. Cyclothymic disorder sering dibarengi dengan borderline personality disorder.

Epidemiology

A. Prevalensi 1%, tapi cyclothymic disorder merupakan 5-10% of psychiatric outpatients.

B. Onset terjadi antara 15 sampai 25 tahun, dan perempuan terkena lebih banyak daripada

pri sebesar 3:2.

C. 30% pasien memiliki family history of bipolar disorder.

45

Page 46: SKENARIO 3

Differential Diagnosis

A. Bipolar II Disorder

B. Substance-Induced Mood Disorder/Mood Disorder Due to a General Medical

Condition

C. Personality Disorders (antisocial, borderline, histrionic, narcissistic)

Treatment

A. Mood stabilizers merupakan terap pilihan dan lithium efektif pada 60% pasien.

Penggunaan klinis mood stabilizers mirip dengan bipolar disorder.

B. Episode depresi harus diterapi secara berhati-hati karena risikp presipitasi manic

symptoms dengan antidepressants (terjadi dalam 50% pasien).Antidepressants juga

dapat meningkatkan rate of cycling. Pasien sering diobati dengan antimanics dan

antidepressants bersamaan.

C. Pasien sering membutuhkan terapi suportif untuk meningkatkan kesadaran dari

penyakitnya dan untuk mengkompensasi dengan konsekuensi fungsional dari

perilakunya.

46