Skenario 3

22
I. Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak 1.1. Definisi Istilah asma berasal dari bahasa Yunani asthma yang berarti “sengal- sengal”.Dalam pengertian klinik, asma dapat kita artikan sebagai batuk yang disertai sesak napas berulang dengan atau tanpa disertai mengi. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya, ditandai dengan adanya aktivasi sel eosinophil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinik yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan napas dengan derajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai episode yang berat atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Keadaan semacam ini dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang ditemui, serangan asma yang akut dapat berakhir dengan kematian. I.2. Klasifikasi Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara.Klasifikasi berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Tabel klasifikasi derajat asma menurut periode timbulnya asma 1

Transcript of Skenario 3

I. Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak 1.1. Definisi

Istilah asma berasal dari bahasa Yunani asthma yang berarti “sengal-sengal”.Dalam pengertian klinik, asma dapat kita artikan sebagai batuk yang disertai sesak napas berulang dengan atau tanpa disertai mengi.

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya, ditandai dengan adanya aktivasi sel eosinophil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami kesembuhan klinik yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan napas dengan derajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai episode yang berat atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Keadaan semacam ini dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang ditemui, serangan asma yang akut dapat berakhir dengan kematian.

I.2. KlasifikasiAsma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara.Klasifikasi

berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.

Tabel klasifikasi derajat asma menurut periode timbulnya asma

1

Klasifikasi menurut derajat serangan

Gejala ringan Sedang Berat Ancaman henti napasSesak Berjalan

Bayi: menangis keras

BerbicaraBayi: tangis pendek dan lemah

IstirahatBayi: tidak mau makan/minum

Posisi Bias berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang lengan

Bicara kalimat Penggal kalimat Kata-kataKesadaran Mungkin irritable irritable iritable kebingunganSianosis Tidak ada Tidak ada ada NyataWheezing Sedang, hanya

pada akhir respirasiNyaring, sepanjang ekspirasai

Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop

Sulit/ tidak terdengar

Penggunaan otot bantu

Biasanya tidak Bisanya iya iya Gerakan thorakoabdominalis

Retraksi Dangkal, retraksi interkosta

Sedang, +retraksi suprasternal

Dalam, ditambah napas cuping hidung

Dangkal/hilang

2

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru

Intermitten Bulanan Gejala <

1x/minggu Tanpa gejala

diluar serangan Serangan singkat

≤ 2x/bulan APE ≥ 80% VEP1 ≥ 80% nilai

prediksi APE ≥ 80% nilai terbaik

Variabilitas APE < 20%

Persisten ringan Mingguan Gejala >

1x/minggu tetapi < 1x/hari

Serangan dpt mengganggu aktivitas dan tidur

> 2x/bulan APE > 80% VEP1 ≥ 80% nilai

prediksi APE ≥ 80% nilai terbaik

Variabilitas APE 20-30%

Persisten sedang Harian Gejala setiap hari Serangan

mengganggu aktivitas dan tidur

membutuhkan bronkodilator setiap hari

> 1x/minggu APE 60-80% VEP1 60-80% nilai

prediksi APE 60-80% nilai terbaik

Variabilitas APE > 30%

Persisten berat Kontinua Gejala terus

menerus Sering kambuh Aktivitas fisik

terbatas

Sering APE ≤ 60% VEp1 ≤ 60% nilai

prediksi ≤ 60% nilai terbaik

Variabilitas APE > 30%

Frek. Napas takipneu Takipneu Takipneu Takipneu Frek nadi normal Takikardi Takikardi Bradikardi Pulsus paradoksus

Tidak ada, <10mmHg

Ada10-20mmHg

Ada>20mmHg

Tidak

I.3. Etiologi Asma Ekstrinsik (Atopik)

Ditemukan kurang dari 10% dari semua kasus. Biasanya terlihat pada anak-anak, umumnya tidak berat dan lebih mudah ditangani daripada bentuk intrinsik. Kebanyakan penderita adalah atopik dan mempunyai riwayat keluarga yang jelas dari semua bentuk alergi dan mungkin asma bronkial.Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut (Bunner & Suddart, 2002;Somantri, 2008): Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit

tipe 1 Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan, 85% kasus timbul sebelum usia 30

tahun Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa puber, dengan serangan asma yang

berbeda-beda Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan

pertama pada usia muda disertai dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek. Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada IgE yang timbul terutama

pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian hari Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik Ada riwayat keluarga yang menderita asma Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat

Intrinsik/ idiopatik ( non alergik)Sifat dari asma intrinsik (Bunner & Suddart; 2002, Somantri 2008): Alergen pencetus sukar ditentukan Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil negatif Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui

mekanisme yang berbeda-beda Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan disebut juga late onset

asma Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila

pengobatan tanpa disertai kortikosteroid. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum.Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Sampai pada saat ini etiologi asma masih belum jelas diketahui secara pasti,namun ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial (Tanjung, 2003; Muttaqin, 2008).a. Faktor predisposisi

GenetikDimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit

3

alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan

Contoh : debu (Dermatophagoides pteronissynus), bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

2. Ingestan, yang masuk melalui mulutContoh : makanan dan obat-obatan

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulitContoh : perhiasan, logam dan jam tangan

Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

StressStress / gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress / gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Lingkungan kerjaMempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang beratSebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Obat-obatanBeberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti pennisilin, salisilat, beta blocker dan kodein.

I.4. EpidemiologiPrevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 81% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dan dalam 10 tahun

terakhir ini meningkat sebesar 50% . Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa >18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi (Dahlan, 1998; Kartasasmita,2008). Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.

Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma andAllergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulanterakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.

4

I.5. Patofisiologi

Patogenesis asma yaitu merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dindingg saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan reaktivitas saluran napas. Hiperreaktivitas ini merupakan predisposisi terjadinya penyempitan saluran respiratorik sebagai respon terhadap berbagai macam rangsangan.Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah aktifitas eosinofil, sel mast, makrofag, san sel limfosit T pada mukosa lumen saluran respiratorik. Sejalan dengan inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang proses respirasi saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah remodeling.

PatogenesisMekanisme Imunologis Inflamasi saluran pernapasan

Pada banyak kasus pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IGE-dependent.Pada populasi diperkirakan faktor atopi memberi kontribusi pada 40% penderita asma dan dewasa.

Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivitas limfosit T oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul MHC (Mayor histocompatibility complex) (MHC kelas II pada sel T CD4⁺ dan MHC kelas I pada sel T CD8⁺) Sel dendritik merupakan APC yang utama dalam saluran napas. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik berpindah menuju daerahyang banyak mengandung limfosit.Disana, dengan pengaruh sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC efektif.Sel dendritik juga mendorong polarisai sel T naive-Th0 menuju Th2 yang mengkoordinasi sekresi sitokin-sitokin yang termasuk pada klaster kromosom 5q31-33 (IL-4 genecluster).

5

Inflamasi Akut dan KronikPaparan alergen inhalasi pada pasien alergi dapat menimbulkan respon alergi fase cepat dan pada beberapa

kasus dapat diikuti dengan repon fase lambat.Reaksi cepat dihasilkan oleh aktivitas sel-sel yang sensitif terhadap alergen IgE-spesifik terutama sel mast dan makrofag.Pada pasien-pasien dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Ikatan antara sel dan IgE mengawali reaksi biokimia serial yang menghasilkan sekresi mediator-mediator seperti histamin, proteolitik, dan enzim glikolitik dan heparin serta mediator newly generated seperti prostaglandin, leukotrin, adenosin, dan oksigen reaktif. Bersama sama dengan mediator yang sudah terbentuk sebelumnya, mediator-mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran respiratorik dan menstimulasi saraf aferen, hipereksresi mukus, vasodilatasi dan kebocoran mikrovaskuler. Reaksi fase lambat, selama respon fase lambat dan selama berlangsung paparan alergen, aktivitas sel-sel pada saluran respiratorik menghasilkan sitokin-sitokin ke dalam sirkulasi dan merangsang lepasnya sel lekosit pro inflamasi terutama eosinofil dan sel prekursornya dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi.

Remodeling Saluran RespiratorikRemodeling saluran repiratorik merupakan serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan

penyambung dan mengubah struktur saluran respiratorik melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi dan maturasi struktur sel.

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratorik, sel goblet kelenjar submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama pada yang kronik dan berat.Secara keseluruhan, saluran respiratorik pada asma memperlihatkan perubahan struktur saluran repiratorik yang bersifat reversible.Remodeling jg merupakan hal pentings pada patogenesis hiperreaktivitas saluran repiratorik yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu yang lama (lebih dari 1 sampai 2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi steroid.

PatofisiologiObstruksi Saluran respiratorik

Inflamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran respiratorik menyebabkan keterdefinisi aliran udara yang dapat kembali spontan atau setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas pada asma: Batu, sesak, wheezing dan diserati hiperreaktivitas saluran respiratorik terhadap rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensorik pada saluran respiratorik oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan satu-satunya dejala asma yang ditemukan.

Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor.Penyebab utama penyempitan saluran respiratorik adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi.Kontraksi otot polos saluran akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronis otot polos, vaskuler dan sel-sel sekretori serta deposisi matriks pada dinding saluran respiratorik.Selain itu, hambatan saluran respiratorik juga bertambah akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar dari mikrovaskular bronkus dan debris seluler.

Hiperrektivitas saluran respiratorikPenyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologi yang secara klinis paling relevan

pada penyakit asma.Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.

6

Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan stimulus aerososl histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikan secara progresif kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru.

I.6. Manifestasi KlinisSerangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun. Secara klinis asma dibagi dalam 3 stadium, yaitu:

1. Stadium 1Disaat terjadi edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena iritasi dan batuk kering.Sputum yang kering dan terkumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk.

2. Stadium 2Sekresi bronkus bertambah banyak dan timbul batuk berdahak jernih berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar mengi.Tampak otot napas tambahan turut bekerja.Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin sela iga.Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi.Anak tampak gelisah, pucat, sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk ke depan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernapasan abdominal, retraksi suprasternal dan interkostal.

3. Stadium 3Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara napas hampir tidak terdengar.Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan.Batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang mendadak meninggi

I.7. DiagnosisStudi epidemiologi menunjukkan bahwa asma tidak terdiagnosis di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal

antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu berobat ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca.

AnamnesisAnamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan

pengukuran faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. Riwayat penyakit atau gejala:

Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari. Diawali oleh factor pencetus yang bersifat individu. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit Riwayat keluarga (atopi). Riwayat alergi/atopi. Penyakit lain yang memberatkan. Perkembangan penyakit dan pengobatan.

Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian, yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti adanya sifat-sifat asma.

7

Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan bentuk asma.

Pemeriksaan fisik Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pada asma ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan

fisik di luar serangan. Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal, kadang-kadang

terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik bentuk toraks emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah.

Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.

Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas melemah atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus banyak.

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat disertai gejala sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan obat bantu napas.

Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin bila hubungannya dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya terdapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan, karena akibat pengobatan sering dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.

Pemeriksaan penunjang Uji faal paru

Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai:

1. Derajat obstruksi bronkus2. Menilai hasil provokasi bronkus3. Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC, FEV1/FVC. Sebaiknya

tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. “peak flow meter” adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan biasanya terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi bronkus dapat dilakukan dengan :

1. Histamin2. Metakolin

8

3. Beban lari4. Udara dingin5. Uap air6. AlergenYang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas positif bila PEFR, FEV1 turun

> 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.

Foto rontgen toraksTampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol.

Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulinPemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.

Uji kulit alergi dan imunologi Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran

IgE spesifik serum. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan

prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun negative palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji kulit alergi  dapat ditekan dengan pemberian antihistamin

Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/atopi.

I.8. Diagnosis Banding Bronkitis kronik

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelamaan disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal.

Emfisema paruSesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.

Gagal jantung kiri akutDulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pasien tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak

9

menghilang atau berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang memperberat atau memperingan gejala gagal jantung. Disamping ortopnea, pada pemeriksaan fisik ditemui kardiomegali dan edema paru.

Emboli paruHal-hal yang dapat menumbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal jantung dan tromboflebitis. Di samping gejala sesak napas, pasien batuk-batuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya ortopnea, takikardia, gagal jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan.

Penyakit lain yang jarangSeperti: stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteritis nodosa.

Diagnosis banding asma pada anak: Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau kelenjar timus yang menekan trakea. Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik. Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis bronkus. Tuberkulosis kelenjar limfe di daerah trakeobronkial Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila sering berulang dan

kronik biasanya disebabkan oleh asma. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak di bawah umur 2 tahun dan terbanyak di bawah umur 6 bulan

dan jarang berulang. Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan biasanya didapatkan

tanda-tanda kelainan jantung. Asma pada bayi dan anak kecil sering didiagnosis sebagai bronkitis asmatika, wheezy cold, bronkitis

dengan mengi, bronkiolitis berulang dan lain-lainnya.

I.9. PenatalaksanaanTata laksana asma jangka panjang

Tujuan tata laksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anaksecara optimal. Secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai adalah:

a. Anak dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga.b. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.c. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.d. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (dalam 24 jam) yang mencolok.e. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.f. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul, terutama yang mempengaruhi

tumbuh kembang anak. Apabila tujuan ini belum tercapai, maka perlu reevaluasi tata laksananya.

10

Tata laksana medikamentosa (dengan obat-obatan)Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali

(controller). Reliever, sering disebut obat serangan, digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi, maka obat ini tidak digunakan lagi.

Controller, sering disebut obat pencegah, digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi respiratorik kronik (peradangan saluran napas menahun). Dengan demikian pemakaian obat ini terus-menerus dalam

11

jangka waktu relatif lama, tergantung derajat penyakit asma, dan responnya terhadap pengobatan/penanggulangan. Controller diberikan pada asma episodik sering dan asma persisten.

Asma Episodik JarangAsma episodik jarang cukup diobati dengan reliever berupa bronkodilator beta agonis hirupan (inhaler/spray)

kerja pendek (short acting β2-agonist, SABA) atau golongan xantin kerja cepat, bila terjadi gejala/serangan. Kendala penggunaan spray ini adalah harganya yang mahal dan tidak tersedia di semua tempat. Selain itu pemakaian inhaler (Metered Dose Inhaler/MDI atau DryPowder Inhaler/DPI) ini memerlukan teknik penggunaan yang benar (untuk anak besar), dan memerlukan alat bantu (untuk anak kecil/bayi). Bila obat hirupan tidak ada, maka beta agonis diberikan per oral (obat minum). Penggunaan xantin kerjacepat (teofilin) sebagai bronkodilator makin kurang perannya dalam tata laksana asma, karena batas keamanannya ( margin of safety ) sempit. Namun mengingat di Indonesia obat beta agonis oral tidak selalu ada, maka dapat menggunakan teofilin dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping.

Asma Episodik SeringJika penggunaan beta agonis hirupan sudah lebih dari 3x per minggu (tanpa menghitung penggunaan sebelum

aktivitas fisik), atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan antiinflamasi sebagai pengendali (controller) diperlukan, yakni steroid hirupan dosis rendah. Obat steroid yang sering digunakan pada anak adalah budesonid, sehingga digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100-200µg/hari budesonid (50-100µg/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 200-400µg/hari budesonid untuk anak berusia di atas 12 tahun. Pada penggunaan dosis 100-200µg/hari belum dilaporkan adanya efek samping jangka panjang.

Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi/peradangan kronik, controller berupa anti inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek terapi. Penilaian dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya. Apabila masih tidak respons (masih terdapat gejala asma atau gangguan tidur atau aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai dengan 400µg/hari, yang termasuk dalam tata laksana asma persisten.

Prinsip pengobatan adalah: jika tata laksana suatu derajat penyakit asma sudah sesuai dengan panduan, namun respon tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tata laksana berpindah ke yang lebih berat (step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan, steroid hirupan dihentikan penggunaannya.

Catatan: sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi (1) pelaksanaan penghindaran pencetus, (2) cara penggunaan obat, dan (3) penyakit penyerta yang mempersulit pengendalian asma (seperti rinitis dan sinusitis).

Asma PersistenCara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke rendah selama gejala masih terkendali, atau

sebaliknya dimulai dari dosis rendah ketinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai dosis terkecil yang masih optimal. Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai respons yang baik, diperlukan terapi alternatif pengganti, yaitu meningkatkan steroid menjadi dosis medium atau tetap steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA (long acting beta-2 agonist) atau ditambahkan teophylline slowrelease (TSR) atau ditambahkan anti-leukotriene receptor (ALTR). Dosis medium adalah setara dengan 200-400 µg/hari budosenid (100-200 µg/hariflutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 400-600 µg/hari budosenid (200-300 µg/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun. Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu tetap terdapat gejala asma, maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga, yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid sampai dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium ditambahkan dengan LABA, atau TSR, atau

12

ALTR. Yang dimaksud dosis tinggi adalah setara dengan > 400 µg/hari budesonid (> 200 µg/hari flutikason), untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan > 600 µg/hari budesonid (> 300 µg/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.

Penambahan LABA pada steroid hirupan dibuktikan dapat memperbaiki FEV1, menurunkan gejala asma, dan memperbaiki kualitas hidup. Apabila dosissteroid hirupan sudah mencapai > 800µg/hari namun tidak mencapai respon, maka baru menggunakan steroid oral (sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroidoral sebagai controller (pengendali) adalah jalan terakhir. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat. Sebagai dosis awal, steroid oral dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagihari.

Pemberian antileukotrien (zafirlukas) dikontra indikasikan pada kelainan hati. Pemberian obat anti histamin generasi baru non sedatif (misalnya setirizindan ketotifen), dipertimbangkan pada anak dengan asma yang disertai rinitis.

Cara Pemberian ObatCara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak, karena perbedaan kemampuan menggunakan

alat inhalasi. Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang kali.Umur Alat Inhalasi< 2 tahun Nebuliser (alat uap)

MDI (Metered Dose Inhaler) dengan spacer AerochamberBabyhaler

5-8 tahun Nebuliser MDI dengan spacer DPI ( Dry Powder Inhaler )Diskhaler, Turbuhaler

> 8 tahun Nebuliser DPIMDI tanpa spacerMDI dengan spacer

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan) obat dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan, dan mengurangi efek sistemik. Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih baik, sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler

memerlukan inspirasi (upaya menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.

TERAPI INHALASIPengobatan asma bertujuan untuk menghentikan serangan asma secepat mungkin, serta mencegah serangan

berikutnya, ataupun bila timbul serangan kembali, serangannya tidak berat. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu diberiobat bronkodilator pada saat serangan, dan obat anti inflamasi sebagai obat pengendali untuk menurunkan inflamasi yang timbul. Pemberian obat pada asma dapat melalui berbagai macam cara, yaitu parenteral (melalui infus), per oral (tablet diminum), atau per inhalasi. Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang sangat kecil dibandingkan jenis lainnya.

Untuk mendapatkan manfaat obat yang optimal, obat yang diberikan per inhalasi harus dapat mencapai tempat kerjanya di dalam saluran napas. Obat yang digunakan biasanya dalam bentuk aerosol, yaitu suspensi partikel dalam gas.

13

Jenis Terapi InhalasiPemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, secara selektif

mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya tercapai. Berikut beberapa alat terapi inhalasi:

MDI (Metered Dose Inhaler ) tanpa Spacer

MDI dengan spacer

Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut, sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat menguntungkan pada anak.

Dry Powder Inhaler (DPI)

14

Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun.

NebulizerAlat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus-menerus,

dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang terbentuk dihirup penderita melalui mouth piece atau sungkup. Bronkodilator yang diberikan dengan nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang bermakna tanpa menimbulkan efek samping. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada jenis nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel aerosolterus-menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul padasaat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuang.

I.10. KomplikasiBila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan

perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. entuk dada brung dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.rang tua. Asma sendiri mePada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.

Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.

I.11. PrognosisPara penulis menyajikan data pada alami pada anak penderita asma bronkial. Mereka membuat tindak lanjut

terhadap 441 pasien yang semula asma setelah usia 14 tahun. Tindak lanjut ini didasarkan pada kuesioner disertai dengan wawancara pribadi, pemeriksaan fisik, dll Penyakit ini dimulai pada 167 (38%) pasien sebelum usia 2; pada 'akhir' masa kanak-kanak, pada usia 14, 34% masih asma. Dalam gejala usia dewasa mudah terulang dalam beberapa kasus dan pada usia 26, 43% dari pasien menunjukkan keluhan asma. Frekuensi serangan asma secara signifikan kurang pada orang dewasa dibandingkan dengan masa kanak-kanak.

I.12. PencegahanPencegahan pada asma terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

Pencegahan primerPencegahan primer adalah mencegah terjadinya sensitisasi pada bayi atau anak yang mempunyai risiko untuk menjadi asma di kemudian hari. Dapat dilakukan pada saat prenatal dan pascanatal. Pada masa prenatal, orangtua dihindari terhadap lingkungan yang bersifat sebagai faktor risiko. Pada masa pascanatal, bayi dihindari dari pemberian ASI yang mengandung makanan yang dapat menyebabkan alergi.

Pencegahan sekunderPencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma/inflamasi pada seorang anak yang sudah tersensitisasi, contohnya dengan pemberian antihistamin.

Pencegahan tersier

15

Pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya serangan pada seorang anak yang sudah menderita asma, seperti menghindari anak dari faktor pencetus/alergen.

16