SKENARIO 3
Transcript of SKENARIO 3
LAPORAN TUTORIALBLOK 2.2
SKENARIO 3: NASIB ODHA
OLEH:
KELOMPOK 28 D
Ketua : REDHO AGUSTA ( 1010313112)
Sekretaris : CANTIKA DINIA ZULDA (1010311012)
AYU ANDRIAN PUTRI ( 1010312079 )
Anggota : EMERALDO ( 0910313 )
AFRIA MUTIARA YUNI ( 1010311001)
AMELIA AMELINA AZMY (1010313022 )
ENI YULVIA SUSILAYANTI ( 1010312040 )
MEGA GUSTI AYU ( 1010313083 )
RAYSA RAMAYUMI ( 1010311023 )
SITI ARDINA SARI ( 1010313009 )
ZAKI FARHAN ( 1010313039 )
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2011
SKENARIO 3 : NASIB ODHA
Odha seorang pemuda 20 tahun seorang mahasiswa hendak menyumbangkan darahnya
membantu teman yang membutuhkan darah setelah mengalami kecelakaan. oleh karena memiliki
tatoo, maka Odha dikirim ke tim konseling untuk anjuran pemeriksaaan lebih lanjut. Karena Odha
sangat ingin membantu temannya, dia bersedia untuk menjalani pemeriksaan HIV. Dari hasil
screening test didapatkan hasil antibodi HIV positif, HbsAg positif. Odha dinyatakan untuk
sementara belum bisa menjadi donor darah dan untuk memastikan telah terinfeksi HIV, dilakukan
tes konfirmasi dengan Western Blood Test. Odha sangat kecewa dan merasa khawatir tentang
pernyataan tersebut.
Dari anamnesis diketahui bahwa Odha mempunyai riwayat seorang “ IDUS” ( Penasun )
sewaktu SMP dulu. Setelah dinyatakan positif pengidap HIV, maka Odha disarankan untuk kontrol
teratur guna memantau limfosit TCD4, karena virus ini menyerang imunitas seluler tubuh sel
TCD4. Apabila jumlah sel TCD4 menurun, maka Odha akan mendapat terapi antiretrovirus. Dokter
mengatakan infeksi HIV termasuk Blood borne disease. Odha bertanya apakah bisa ditularkan
melalui gigitan nyamuk seperti DBD?
Bagaimana Anda menjelaskan proses terjadinya infeksi oleh HIV serta pencegahannya?
I. TERMINOLOGI
1. HIV : virus yang menyebabkan penyakit AIDS.
2. HbsAg positif : ditemukannya antigen hepatitis B pada tubuh.
3. Screening test : tes untuk mendeteksi secara dini suatu penyakit.
4. Western Blood Test : sebuah metode untuk mendeteksi suatu protein pada sampel jaringan; tes
darah untuk mendeteksi infeksi kronis HIV.
5. TCD4 : limfosit T yang memiliki reseptor CD4+, contohnya T helper.
6. Blood borne disease : penyakit yang penularannya melalui darah.
7. Antiretrovirus: pengobatan untuk perawatan infeksi retrovirus, terutama oleh HIV.
8. IDUS ( Penasun ) : pengguna narkoba suntik.
9. Konseling : pemberian bantuan kepada seorang klien yang mendapatkan suatu masalah.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa Odha dikirim ke tim konseling untuk anjuran pemeriksaan lebih lanjut hanya karena ia
memiliki tatoo?
2. Bagaimana pemeriksaan HIV yang harus dijalani Odha?
3. Bagaimana hasil interpretasi dari HIV positif dan HbsAg positif?
4. Bagaimana hubungan antara hasil interpretasi dari HIV positif dengan HbsAg positif?
5. Mengapa Odha belum bisa menjadi donor darah?
6. Mengapa untuk memastikan terinfeksi HIV perlu dilakukan tes konfirmasi dengan Western
Blood Test padahal dari hasil screening test telah ditemukan antibodi HIV positif?
7. Mengapa Odha sangat kecewa dan merasa khawatir dengan keadaan yang dialaminya tersebut?
8. Bagaimana hubungan riwayat Odha sebagai seorang IDUS dengan keadaannya sekarang?
9. Mengapa virus HIV menyerang sel TCD4?
10. Mengapa harus dilakukan kontrol teratur terhadap Odha?
11. Mengapa bila jumlah sel TCD4 menurun, Odha akan mendapat terapi antiretrovirus?
12. Bagaimana terapi antiretrovirus diberikan?
13. Mengapa infeksi HIV termasuk Blood borne diseae?
14. Bagaiman penularan HIV dan apakah bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk?
15. Bagaimana proses terjadinya infeksi virus HIV dan bagaimana pencegahannya?
16. Bagaimana proses terjadinya infeksi virus?
III. ANALISA MASALAH
1. Odha dikirim ke tim konseling untuk anjuran pemeriksaan lebih lanjut karena ia memiliki tatoo.
Pembuatan tatoo pada umumnya menggunakan jarum dan sampai berdarah, dengan keadaan
seperti ini bisa saja jarum yang digunakan untuk membuat tatoo tidak steril sehingga rentan
terhadap HIV.
2. Pemeriksaan HIV yang harus dijalani Odha :
- Pemeriksaan tes darah : pada orang yang terkena HIV terdapat defisiensi sistem imun, karena
HIV menyerang sel TCD4
- TES ELISA : pengambilan dan tes darah, urin dan cairan mulut untuk melihat adanya tes
antibodi terhadap HIV
- jika hasil pemeriksaan tidak pasti dapat dilanjutkan dengan tes PCR yaitu memeriksa
keberadaan HIV dalam darah
- Tes antigen p24 : untuk mengetahui adanya protein HIV
3. Hasil interpretasi dari HIV positif dan HbsAG positif adalah ditemukannya antibodi terhadap
HIV dalam tubuh dan ditemukannya antigen hepatitis B.
HbsAg positif jika :
- dapat ditemukan pada orang yang telah divaksinasi dengan vaksin Hepatitis B
- dalam keadaan tubuh diserang oleh virus Hepatitis B
4. Hubungan antara hasil interpretasi dari HIV positif dengan HbsAg positif:
Ketika seseorang terkena virus HIV maka sistem imunnya akan diserang dan terjadi defisiensi
imun. Keadaan ini menyebabkan penyakit mudah masuk dan mungkin dalam kasus ini virus
Hepatitis B masuk ke dalam tubuh.
HIV memiliki gen p2177 yang dapat menyerang metabolisme pada GTP dan menghentikan
pembentukan asam oksalat pada siklus krebs. Penurunan asam oksalat ini menyebabkan
kerusakan hati dan kerentanan terhadap virus hepatitis B.
5. Odha belum bisa menjadi donor darah karena dari hasil screening test terdapat antibodi HIV
dalam tubuhnya dan ada kemungkinan Odha sedang menderita HIV. Salah satu penularan HIV
adalah melalui darah, jika Odha mendonorkan darah kepada temannya, kemungkinan temannya
bisa tertular.
6. Western blood test dilakukan untuk memastikan lagi kebenaran dari hasil pemeriksaan
sebelumya karena pada pemeriksaan western blood test ini lebih sensitif dan lebih spesifik. Pada
Western blood test yang diperiksa protein spesifik HIV.
7. Odha sangat kecewa dan merasa khawatir dengan keadaan yang dialaminya karena :
- dari segi sosial orang mungkin akan menjauhinya
- Odha merasa kecewa karena ia tidak bisa menyumbangkan darah untuk temannya
- Odha merasa khawatir karena belum ditemukan obat terhadap HIV
8. Hubungan riwayat Odha sebagai seorang IDUS dengan keadaannya sekarang:
Seorang IDUS atau pengguna narkoba dengan jarum suntik rentan terhadap penularan HIV
karena HIV dapat ditularkan melalui darah.
9. Virus HIV menyerang sel TCD4 karena TCD4 merupakan reseptor pada virus HIV. Pada
permukaan CD4 terdapat Gp 120 yang memiliki afinitas tinggi.
10. Odha harus menjalani kontrol teratur untuk mengevaluasi penurunan sel TCD4, di mana kontrol
terhadap TCD4 ini penting agar penyakit tidak berlanjut menjadi AIDS. Pada penderita AIDS
jumlah sel TCD4 < 700 sel /µl sedangkan normalnya jumlah sel TCD4 adalah 800-1000 /µl
11. Terapi antiretrovirus dilakukan untuk memperlambat penyerangan terhadap sel TCD4 yaitu
dengan cara menghambat kerja enzim yang berperan dalam proses replikasi tersebut. Terapi
antiretrovirus hanya memperlambat kerja virus HIV, tidak untuk mematikannya.
Terapi antiretrovirus bertujuan untuk:
- menghentikan progresifitas penyakit HIV dengan menekan viral load
- memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik
- memperbaiki kualitas hidup
- mengurangi morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV
12. Terapi antiretrovirus diberikan dengan kombinasi tiga atu lebih obat. contoh obat : protease
inhibitor.
13. Infeksi HIV termasuk Blood borne diseae karena menyerang limfosit dan penularannya terjadi
melalui darah.
14. Penularan HIV dapat terjadi melalui:
-hubungan seksual
- jarum atau alat suntik yang tercemar HIV
- transfusi darah
- bayi dari ibu hamil HIV
- air susu ibu yang terkena HIV
Cairan tubuh penular HIV : darah, ASI, sperma, cairan kemaluan wanita dan cairan dubur.
HIV tidak dapat menular melalui gigitan nyamuk.
15. a.Proses terjadinya infeksi virus HIV:
Sel target virus ini terutama sel Lymfosit karenanya mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD-4. Didalam sel lymfosit virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain
dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Secara mortologis HIV terdiri atas 2
bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelope). Bagian inti berbentuk
silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic acid). enzim reverse transcriptase dan
beberapa jenis protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120).
Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus yang sensitif terhadap
pengaruh tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar ultraviolet. Virus HIV hidup dalam
darah, saliva, semen, dan mudah mati diluar tubuh. HIV secara selektif menginfeksi sel yang
berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah
HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya
kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung
dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik
virus.RNA dari HIV mulai membentuk DNA dalam struktur yang belum sempurna, disebut
proviral DNA, yang akan berintegrasi dengan genome sel induk secara laten (lama). Karena
DNA dari HIV bergabung/integrasi dengan genome sel induknya (limfosit T helper) maka setiap
kali sel induk berkembang biak, genom HIV tersebut selalu. ikut memperbanyak diri dan akan
tetap dibawa oleh sel induk ke generasi berikutnya.
b. Pencegahan terhadap infeksi HIV :
1) pencegahan melalui hubungan seksual:
- tidak melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan
- penggunaan kondom
2) pencegahan melalui darah
- transfusi darah dengan yang tidak terinfeksi
- sterilisaasi jarum suntik dan alat-alat yang melukai kulit
-hindari penggunaan narkoba
- sterilisasi peralatan medis yang berhubungan dengan cairan manusia
3) Pencegahan melalui ibu
- Ibu yang telah terinfeksi HIV agar mempertimbangkan kehamilannya
- Ibu yang telah terinfeksi tidak menyusui anaknya
16. Proses infeksi virus:
Virus melekat ke tubuh dan masuk ke tubuh melalui kulit, saluran napas, saluran cerna, saluran
kemih atau konjungtiva. Biasanya virus akan berreplikasi pada tempat masuk primer. Virus ini
ada yang langsung menimbulkan penyakit pada tempat masuknya tanpa menyebar dulu secara
sistemik. Virus ini menyebar secara lokal melewati permukaan epitel tapi tidak menginvasi
jaringan di bawahnya atau ke tempat berdekatan.
Namun ada juga virus yang menyebar secara sistemik setelah replikasi di tempat masuk.
Umumnya menyebar dalam tubuh melalui aliran darah, getah bening dan kadang-kadang terjadi
melalui neuron.
IV. SISTEMATIKA
V.LEARNING OBJECTIVE
1. Klasikasifikasi virus secara umum
2. Klasifikasi virus RNA
3. Klasifikasi virus DNA
4. Vektor yang berperan dalam infeksi virus
5. Patogenesis infeksi virus
6. Respon imun terhadap infeksi virus
7. Pemeriksaan yang terkait dengan infeksi virus
8. Penyakit yang disebakan oleh infeksi virus
9. Pencegahan dan pengobatan infeksi virus
VI. SHARING INFORMATION
1. Klasikasifikasi virus secara umum
Odhadonor darah
pemeriksaan
respon imun
virus DNA
virus
patogenesis dan penularan
infeksi virus
virus RNA
tatoo
pencegahan
penatalaksanaan
western blood test
tes ELISA
HIV (+)
penasun
terapi antiretrovirus
pengobatan
faktor resiko
Komponen-komponen virus
- Capsid
Capsid merupakan protein yang berfungsi sebagai kulit atau lapisan yang menutupi genom
asam nukleat. Capsid ini berperan dalam pelekatan beberapa virus ke sel inang. Setiap
capsid dibentuk oleh subunit protein yang disebut capsomer.
- nucleocapsid
merupakan capsid beserta asam nukleat yang diselubunginya.
- capsomer
adalah unit morfologik yang terlihat dalam mikroskop elektron pada permukaan partikel-
partikel virus ikosahedral.
- Envelope
adalah selaput yang mengandung lemak, protein dan karbohidrat yang mengelilingi partikel
virus.
- spike
adalah penonjolan glikoprotein yang mungkin ada pada envelope virus. Spike ini membantu
pelekatan virion ke reseptor di permukaan sel inang yang rentan.
- Virion
adalah partikel virus lengkap, dapat berupa nucleocapsid atau nucleocapsid beserta envelope.
Sifat-sifat khusus virus :
- Bahan genetik virus terdiri dari RNA atau DNA, tetapi tidak keduanya.
- Struktur virus sangat sederhana yaitu terdiri dari pembungkus yang mengelilingi asam
nukleat
- Virus tidak membelah diri dengan cara pembelahan biner
- Asam nukleat partikel virus yang menginfeksi sel mengambil alih kekuasaan dan
pengawasan sistem enzim sel hospesnya.
- Virus yang menginfeksi sel menggunakan ribosom sel hospes untuk keperluan
metabolismenya.
Stabilitas virus:
- pada umumnya virus sangat labil terhadap pengaruh panas, kecuali virus hepatitis B dan
virus scrapie. Pemaparan virus pada suhu 55-60 derajat celcius selama beberapa menit
menyebabkan denaturasi kapsid dan hilangnya infektivitas virion akibat ketidak
mampuannya melekat pada sel dan gangguan pada proses pelepasan selubung kapsid.
- Umumnya virus sangat rentan terhadap pH rendah kecuali enterovirus. Dengan cara
menambahkan MgCl2 , enterovirus tahan suhu pemanasan 56 derajat celcius selama 1 jam.
- semua virus dapat diinaktifkan oleh radiasi elektromagnetik terutama sinar pengion dan sinar
gelombang pendek.
a. Klasifikasi virus berdasarkan tempat hidup
- virus hewan
virus yang menyerang hewan, contohnya : virus influenza
- virus tumbuhan
virus yang menyerang tumbuhan, contohnya : TMV ( Tobacco mozaik virus )
- virus bakteri
b. Klasifikasi virus berdasarkan selubung virus
- envelope ( virus yang mempunyai selubung )
- non envelope ( virus yang tidak mempunyai selubung )
c. Klasifikasi virus berdasarkan tropisma dan penularan
- virus enterik
Penularan terjadi secara fekal oral. Replikasi terjadi di saluran cerna.,contohnya :enterovirus.
- virus hepatotropik
Infeksi virus menimbulkan gejala utama kelainan fungsi hati. Penularan dapat terjadi dengan
berbagai cara. Contohnya: virus hepatitis dan virus demam kuning.
- virus pernapasan
Penularan terjadi melalui inhalasi bahan tekontaminasi. Replikasi terjadi di saluran
pernapasan. contohnya orthomyxovirus.
- virus tumorigenik
Penularan terjadi melalui cara kontak fisik yang erat, perinjectionum atau dengan cara lain.
Pada suatu saat sel yang terinfeksi dapat mengalami transformasi dan mungkin berubah
menjadi karsinoma.
Contoh : Epstein – Barr virus
- virus neurotropik
Penularan terjadi melalui berbagai cara. Replikasi virus tidak hanya tejadi di jaringan saraf
tetapi manifestasi klinik utama terjadi pada fungsi susunan saraf. Contoh : virus poliomielitis
- virus dermatotropik
Penularan terjadi melalui cara kontak atau cara lain. Manifestasi klinik utam terjadi di
jaringan mukokutan. Contoh : herpes virus
2. Klasifikasi virus RNA
a. Reovirus ( Respiratory Enteric Orphan Virus )
adalah virus yang menginfeksi saluran pencernaan dan pernapasan manusia.
Virus ini mempunyai diameter70-85 nm dan memiliki 2 kulit capsid konsentris, masing-
masing berbentuk ikosahedral. Tidak memiliki envelope. Genomnya untai ganda RNA,
linear, bersegmen ( 10-12 segmen).
Replikasi terjadi di sitoplasma. Reovirus sangat stabil terhadap panas, terhadap pH yang
berubah-ubah dan pelarut lipid, tetapi tidak aktif oleh etanol 70 %.
b. Orthomyxovirus ( virus influenza )
Ada 3 tipe yaitu tipe A,B dan C.
Bentuk pleimorfik, kebanyakan bentuk bulat atau sferis, diameter sekitar 80-120 nm atau
bentuk lain seperti bentuk filamen. Genom RNA rantai tunggal, bersegmen ( 8 molekul ).
Virion dengan kapsid helikal dan berselubung ( memiliki envelope ). Envelope
mengandung 2 tipe spike ( tonjolan ) yaitu : Hemaglutinin virus (HA ) dan Neuraminidase
virus (NA).
Replikasi atau transkripsi terjadi di inti sel inang.
c. Enterovirus
Enterovirus merupakan penghuni sementara saluran cerna manusia. Virus berukuran kecil,
sferis, tidak berselubug dan partikel virus berbentuk simetri ikosahedral. Virion terdiri dari
30% RNA berserat tunggal, bersifat sitopatogenik, stabil dalam pH asam ( pH 3-5 ) selama
1-3 jam. Yang termasuk dalam enterovirus salah satunya adalah poliovirus.
d. Rhinovirus
Rhinovirus adalah virus selesma. Virus ini merupakan virus yang fragil, tumbuh optimal
pada suhu 33 derajat celcius pada saluran pernafasan. Virus berukuran kecil, tidak
berenvelope, dan mengandung rantai tunggal RNA. Virion tidak mengandung lemak,dan
virus ini dapat diinaktifkan pada pH rendah (pH 3-5). Nucleocapsid isometrik.
e. Paramyxovirus
Virion sferis, pleomorfik dan memiliki envelope. Genom RNA untai tunggal, linear, tidak
bersegmen. Envelope mengandung glikoprotein Hemaglutinin (HN) virs adan glioprotein
Fusi (F). Replikasi di sitoplasma. Virus inim menimbulkan penyakit parainfluenza,
penyakit sinsitial pernafasan, gondong dan campak.
f. Togavirus
Togavirus terdiri atas RNA rantai tunggal. Kapsidnya ikosahedral dan nukleokapsid
diselubungi oleh dua lapis lemak yang didapat dari membran plasma sel penjamu.
Togavirus terdiri dari alphavirus, rubivirus, pestivirus dan arterivirus. Dari togavirus hanya
arbovirus dari genus alphavirus dan virus rubela dari rubivirus yang patogen bagi manusia
3. Klasifikasi virus DNA
a. Herpes virus
Virion berbentuk bulat, diameter 120-200 nm dengan capsid
ikosahedral berdiameter 100 nm. DNA untai ganda, linear dan
punya kandungan guanin dan sitosin yang tinggi. Virus ini
mempunyai tegument yaitu zat yang berserat atau massa fibrous
antara nucleocapsid dan enveloope, dengan ketebalan bervariasi dan
sering asimetrik. Envelope, jika dilihat di bawah mikroskop
elektron tampak seperti susunan tiga lapis. Dari envelope keluar
tonjolan-tonjolan yang tersusun atas glikoprotein dengan panjang tonjolan sekitar 8 nm. Virus
ini mempunyai enzim polimerase DNA dan timidin kinase yang penting untuk replikasi virus.
Herpes virus dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu:
- α Herpes virus
Anggota kelompok ini mempunyai ciri bersifat sitolitik, menimbulkan kerusakan sel yang
cepat, tumbuh cepat, infeksi mudah menyebar di biakan sel dan dapat menimbulkan infeksi
laten di saraf. Anggota kelompok ini yang menginfeksi manusia adalah HSV-1, HSV-2,
Varisela Zoster Virus.
i. Herpes virus I : menyebar melalui air ludah
ii.Herpes virus II : penyebaran umumnya secara seksual
- β Herpes virus
Anggota kelompok ini mempunyai ciri bersifat sitomegalik ( menyebabkan pembesaran
masif sel yang terinfeksi), tumbuh lambat, inang yang terinfeksi dapat menjadi karier dan
dapat menimbulkan infeksi laten pada kelenjar sekretorik, ginjal, sel limforetikuler dan
jaringan lain. Anggota kelompok ini yang menginfeksi manusia adalah CMV.
- γ Herpes virus
Anggota kelompok ini mempunyai siklus pertumbuhan bervariasi, secara invitro mudah
dikembangbiakan pada sel limfoblastoid, bersifat limfoproliferatif dan infesi pada sel limfosit
dapat bersifat laten. Contoh kelompok ini yang menginfeksi manusia adalah Eipstein-Barr
virus.
b. Papova virus
terdiri dari :
- Human Papilloma virus
- Rabbit polyoma virus
- Simian Vacuolating agents
Struktur virus kecil ( d: 45-55 nm ), memiliki genom DNA untai ganda yang bulat, tidak
memiliki envelope, dan capsid berbentuk simetri ikosahedral. Replikasi di inti sel inang.
c. Adenovirus
Virion denganstruktur kapsid ikosahedral, besarnya 70-80
nm. Genom virus terdiri terdiri dari RNA berserat
rangkap. Virus ini tidak memiliki envelope, tidak terdapat
kandungan lemak dan karbohidrat terdapat di virion
sebagai glikoprotein dalam serabut. Virus ini stabil dalam
pH 5-6 dan dapat disimpan dalam suhu -20 derajat celsius.
d. Poxvirus
Virus berbentuk bata berukuran 300x200x100 nm.
Struktur kompleks, inti asam nukleat terdiri dari DNA
berserat rangkap. Virion memiliki envelope dan
reproduksi di intrasitoplasma. Virion mengandung
lemak 4 %, mengandung berbgai macam enzim.
4. Vektor yang berperan dalam infeksi virus
Vektor merupakan carrier yang menularkan agen infektif dari satu hospes ke hospes lain.
Beberapa vektor dalam infeksi virus, antara lain:
- manusia
- nyamuk
contoh : nyamuk Aedes aegepty yang berperan dalam penularan HIV
- burung/ angsa
yang menjadi vektor pada penyakit flu asiatik ( H2N8), flu spanyol (H1N1), dan flu burung
( H5N1 )
- mamalia peliharaan
contoh : hepatitis yang ditularkan dari kera/monyet, rabies dari anjing/kucing/kera, dan
herpes dari lutung/siamang/monyet.
5. Patogenesis infeksi virus
Tahapan-tahapan yang terjadi pada patogenesis virus adalah masuknya virus ke dalam inang,
replikasi primer virus, penyebaran virus, cedera sel, respon imun inang, pembersihan virus
atau infeksi menetap secara persisten da pelepasan virus.
a. Pemasukan dan replikasi primer
Virus melekat dan memasuki sel dari suatu permukaan tubuh ( dapat melalui kulit, saluran
pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih atau konjungtiva ). Biasanya virus
bereplikasi pada tempat masuk primer.Beberapa virus menimbulkan penyakit pada pintu
masuk dan tidak memerlukan penyebaran sistemik. Virus-virus ini menyebar secara lokal
melewati permukaan epitel tetapi tidak menginvasi jaringan di bawahnya atau ke tempat
berdekatan.
b. Penyebaran virus dan tropisme sel
Setelah replikasi primer di tepat masuknya, virus ini kemudian menyebar ke dalam tubuh
inang. Jalur yang paling umum adalah melalui aliran darah atau getah bening. Adanya virus
di dalam darah disebut viremia. Pada banyak infeksi virus fase viremia berlangsung pendek.
Kadang-kadang terjadi penyebaran melalui sel-sel saraf.
Trofisme sel dan jaringan dari virus tertentu biasanya menunjukkan adanya reseptor khusus
di permukaan sel untuk virus tersebut. Mekanisme kedua yang menunjukkan trofisme
jaringan melibatkan enzim-enzim proteolitik.
Penyebaran virus sebagian ditentukan oleh gen virus yang khusus.
c. Cedera sel dan penyakit klinik
Perusakan sel yang terinfeksi virus pada jaringan sasaran dan perubahan fisiologis yang
ditimbulkan pada inang oleh cedera jaringan sebagian merupakan sebab terjadinya
penyakit. Beberapa efek fisiologi dapat timbul akibat kerusakan nonletal fungsi khusus sel-
sel tertentu seperti hilangnya produksi hormon.
d. Penyembuhan dari infeksi
Inang bisa menjadi mati atau sembuh dari infeksi virus. Mekanisme penyembuhan
melibatkan imunitas humoral atau seluler, interferon, limfokin lain dan mungkin faktor
pertahanan lain dari inang.
e. Pelepasan virus
Stadium akhir dari patogenesis adalah pelepasan virus yang infeksius ke lingkungan. Ini
adalah langkah yang diperlukan untuk tetap menjaga infeksi virus dalam populasi inang.
Pelepasan biasanya terjadi dari permukaan tubuh tempat virus masuk. Pada beberapa
infeksi virus, seperti rabies, manusia mengalami infeksi yang buntu dan fatal dan pelepasan
virus tidak pernah terjadi.
6. Respon imun terhadap infeksi virus
Respon imun humoral maupun respon imun seluler berperan dalam pengendalian infeksi virus.
Infiltrasi sel-sel mononuklear dan limfosit merupakan ciri reaksi terhadap virus yang sederhana.
Protein yang disandikan oleh virus ( biasanya protein capsid ) merupakan sasaran dari respon
imun. Sel yang terinfeksi virus dapat dilisiskan oleh limfosit T sitotoksik yang mengenali
polipeptid-polipeptida virus pada permukaan sel yang terinfeksi. Imunitas humoral melindungi
inang terhadap infeksi ulang oleh virus yang sama. Antibodi netralisasi menahan mulainya
infeksi virus, mungkin pada tahap pelekatan atai pelepasan selubung. Antibodi IgA sekretorik
penting dalam perlindungan terhadap infeksi virus yang melalui saluran pernafasan atau saluran
pencernaan.
Selain imunitas khusus, beberapa mekanisme pertahanan inang nonspesifik dapat ditimbulkan
oleh infeksi virus. Respon “non-imun” yang paling menonjol adalah induksi interferon.
Respon imun inang terhadap infeksi virus dapat menimbulkan pengaruh buruk. Infeksi virus
tidak selalu menyebabkan sel yang terinfeksi mengalami lisis. Respon imunologi inang dalan
situasi seperti ini dapat mengakibatkan perubahan patologi sehingga menyebabkan penyakit
klinik.Salah satu pengaruh buruk dari respon imun tersebut adalah autoantibodi. Bila suat
antigen virus menimbulkan antibodi yang secara kebetulan mengenali suatu determinan
antigenik pada protein sel yang terdapat pada jaringan normal, maka antibodi ini akan
menyerang sel tersebut sehingga terjadi cedera sel.
7. Pemeriksaan yang terkait dengan infeksi virus
a. Metode diagnosa cepat
antibodi monoklonal
Test immunofluorescence
Metode ini sering digunakan untuk mengidentifikasi antigen virus pada spesimen klinik atau
pada kultur sel yang telah diinokulasi dengan spesimen.
- Direct fluorescent antibody method
antigen viral direaksikan dengan antiserum spesifik yang telah digabungkan dengan cat
fluorescent.
- Indirect fluorescent antibody ( IFA ) method
seperti metode langsung tetapi serum spesifiknya belum dilabel dan catnya dilekatkan pada
serum kedua yang dipersiapkan untuk mengikat globulin dari spesies asal serum spesifik
dibuat.
ELISA
Latex agglutination tests
Partikel latex yang telah dibungkus dengan antigen virus akan mengalami aglutinasi bila
dicampurkan dengan antiserum spesifik di atas slide.
Mikroskop cahaya, mikroskop elektron dan mikroskop immunoelektron
Deteksi genom virus
b. Isolasi virus dalam kultur sel
Kultur sel yang telah diinokulasi kemudian diamati untuk mencari adanya efek sitopatik
yang akan muncul dalam 48 jam atau muncul dalam 14 hari.
Beberapa virus, meskipun dapat bereplikasi dalam biakan sel, tidak menunjukkan efek
sitopatik dan hanya dapat dideteksi melalui kemampuan mereka untuk membuat sel resisten
dari superinfeksi yang disebabkan oleh virus kedua. Virus lain yang tidak menunjukkan efek
sitopatik dapat dideteksi dengan metode immunofluorescence atau dari kemampuannya
untuk mengikat sel darah merah. ( hemabsorbsi ).
c. Pemeriksaan serologi
Selain digunakan untuk mendiagnosa adanya infeksi virus, pemeriksaan serologi juga dapat
membantu kita untuk mengetahui apakah infeksi yang terjadi merupakan infeksi primer atau
merupakan suatu reinfeksi atau re-aktivasi dari virus tersebut.
Kriteria untuk mendiagnosa infeksi primer:
- kenaikan titer IgG yang signifikan / antibodi total antara masa akut dengan convalescent.
- adanya IgM
- serokonversi yaitu perubahan dari sebelumnya berstatus antibody negative menjadi antibody
positif
- kenaikan antibodi tunggal
Kriteria untuk mendiagnosa reinfeksi atau re-aktivasi:
Pada umumnya kita akan menemukan titer antibodi meningkat sedangkan IgM tetap rendah.
8. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
a. Penyakit yang disebabkan oleh Paramyxovirus
Infeksi hanya mengenai hidung dan tenggorokan, menyebabkan sindroma batuk pilek yang
tidak berbahaya. Infeksi dapat meluas mengenai laring dan trakea bagian atas menimbulkan
laringotrakeobronkitis. Batuk bersifat khas karena adanya obstruksi pernafasan akibat
pembengkakan laring dan bagian yang terkait infeksi dapat menjalar sampai ke bawah
menyebabkan bronkolitis atau pneumonia.
b. Penyakit yang disebabkan oleh Adenovirus
Adenovirus dapat menimbulkan penyakit : demam faringitis akut, demam
faringokonjungtiva,penyakit pernafasan akut, pneumonia, infeksi mata, penyakit saluran
pencernaan dan lain-lain.
c. Penyakit yang disebabkan oleh virus Varisela-Zoster
Varisela
Gejala awal adalah lesu dan demam, segera diikuti ruam, pretama pada punggung dan
kemudian pada muka, anggota badan dan mukosa pipi serta faring dalam mulut. Dalam 2-4
hari berikutnya muncul vesikel. semua stadium makula, papula, vesikel dan krusta dapat
terlihat pada suatu saat. Demam menetap selama timbulnya lesi baru dan sebanding dengan
luas ruam.
Zoster
Tempat yang paling sering terkena adalah daerah kulit yang dipersarafi V. Th 2- V. L.2, n.
trigeminus terutama cabang n. opthalmicus.
Penyakit dimulai dengan nyeri hebat di daerah kulit atau mukosa, kemudian beberapa hari
berikutnya muncul vesikel di kulit. Ruam menghilang setelah 2 minggu tetapi rasa nyeri dan
baalnya dapat bertahan sampai berbulan-bulan. Punggung, kepala dan leher adalah daerah
yang paling sering terkena.
d. Penyakit yang disebabkan oleh virus herpes simpleks.
Virus herpes simpleks pada manusia dapat menimbulkan berbagai lesi.
i. Lesi setempat pada permukaan kulit atau mukosa
herpes simpleks
erupsi vesikuler pada bibir, mukosa, kuping. Vesikel bersifat nyeri tanpa diikuti demam.
Herpes vebrilis
erupsi vesikuler berkembang menjadi penyakit demam.
Herper kornealis
keratitis, lesi berupa ulkus unilateral pada kornea atau konjungtiva.
Herpes genitalis
lesi vesikuler pada genetalia eksterna
Gingivostomatitis
reaksi inflamasi yang hebat pada mulut,gingiva, tonsil, bibir dan muka yang disertai demam
dan limfadenopati.
ii. Lesi pada sistem saraf pusat
Meningitis aseptik
Ensefalitis
lesi terdapat pada korteks serebral
iii. Eczema herpeticum
Vesikel besar-besar dalam jumlah besar selama 1 minggu atau lebih. Biasanya diikuti
demam dan denudasi yang hebat dari epitel
iv. Herpes yang disseminated
Vesikel timbul dan berkembang pada kulit dalam mulut dan pada mata. Terdapat juga
demam, ikterus dan ensefalitis.
e. Penyakit yang disebabkan oleh virus variola
Virus variola menyebabkan penyakit cacar. Menjelang hari keenam hingga kesembilan, lesi
di dalam mulut cenderung memborok dan menyebarkan virus. Pustula kemudian pecah dan
menyebarkan virus ke dalam lingkungan penderita cacar.
f. Orthomyxovirus ( virus influenza )
Orthomyxovirus menyebabkan penyakit influenza. Dalam waktu yang yang sebentar,
saluran pernafasan bayak yang terinfeksi dan akhirnya mati. Nekrosis sel-sel ini
menghasilkan gejala infeksi respiratori akut dan demam, merasa dingin, nyeri otot, sakit
kepala, anoreksia dan lemah.
g. Penyakit yang disebabkan oleh Rhinovirus
Rhinovirus adalah virus selesma. Gejalanya berupa iritasi saluran nafas bagian atas,
beringus, sakit kepala, batuk ringan, lesu dan menggigil. Hanya sedikit demam dan bahkan
tidak ada. Terdapat kemerahan dan pembengkakan selaput lendir hidung dan nasofaring dan
kemampuan penghiduan berkurang.
9. Pencegahan dan pengobatan infeksi virus
a. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh. Pencegahan lainnya
yang dilakukan adalah menghindari penularan dengan memakai masker, cuci tangan yang
bersih di air mengalir pakai sabun dan higiena sanitasi lainnya.
Pencegahan lain adalah dengan cara melakukan vaksinasi.Sabagian besar vaksin virus
digunakan dalamm pencegahan penyakit pada manusia.
Vaksin yang efektif adalah vaksin yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Mampu mengaktifkan Antigen Presenting Cells untuk memulai pemrosesan antigen dan
produsi interleukin.
Mampu mengaktifkan sel T dan sel B.
Menurunkan kepada Th dan sel Tc untuk masing-masing epitop untuk mengatasi variasi
respon imun mengacu pada polimorfisme MHC.
Mempunyai antigen yang persisten.
Defenisi tindakan-tindakan dalam pencegahan infeksi :
1. Asepsis atau teknik aseptik
Asepsis atau teknik aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan
menyebabkan infeksi. Caranya adalah menghilangkan dan/atau menurunkan
jumlah mikroorganisme pada kulit, jaringan dan benda-benda mati hingga
tingkat aman.
2. Antisepsis
Antisepsis adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh
lainnya.
3. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa
petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda (peralatan
medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi darah dan cairan
tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan dekontaminasi terhadap
benda-benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
4. Mencuci dan membilas
Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua darah, cairan tubuh atau benda asing (debu, kotoran)
dari kulit atau instrumen.
5. Disinfeksi
Disinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir semua
mikroorganisme penyebab penyakit pada benda-benda mati atau instrumen.
6. Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri, dengan cara
merebus atau cara kimiawi.
7. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora bakteri
pada benda-benda mati atau instrumen.
Prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang efektif berdasarkan :
1. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa
gejala).
2. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
3. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan
telah bersentuhan dengan kulit tak utuh, selaput mukosa, atau darah harus
dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan
proses pencegahan infeksi secara benar.
4. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
5. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi
yang benar dan konsisten.
Tindakan-tindakan pencegahan infeksi meliputi :
1. Cuci tangan
2. Memakai sarung tangan
3. Memakai perlengkapan pelindung
4. Menggunakan asepsis atau teknik aseptik
5. Memproses alat bekas pakai
6. Menangani peralatan tajam dengan aman
7. Menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan serta pembuangan sampah secara
benar.
b. Pengobatan
Beberapa zat antivirus yang telah ditemukan antara lain :
Isatin beta-thiosemikarbason ( IBT )
IBT merupakan zat kimia yang kuat menghambat reproduksi poxvirus dengan cara
menghambat formasi salah satu protein inti sehingga DNA menjadi hancur. Selain poxvirus,
IBT juga menghambat reproduksi adenovirus, sedangkan beberapa zat turunannya dapat
menghambat reproduksi enterovirus tertentu.
2-hidroksibensilbensimidasol ( HBB ) dan Guanidin
HBB dan Guanidin dapat menghambat secara in vitro banyak enterovirus termasuk
poliovirus. Zat ini dapat menghambat proses replikasi RNA berserat tunggal.
Rifampisin
Rifampisin dan turunannya dapat bereaksi dengan polimerase RNA kuman dan
mengakibatkan penghambatan proses transkripsi. Pada konsentrasi sangat tinggi obat ini
dapat menghambat proses reproduksi poxvirus dan adenovirus.
Cytarabine
Cytarabine merupakan suatu analog pirimidin yang dapat menghambat sintesis DNA virus
dan sel dengan cara bergabung dengan DNA dan menghambat DNA polimerase. Tetapi obat
ini tidak memungkinkan mtuk dipakai secara sistemik karena bersifat toksik
Dactinomycin
Dactinomycin dapat menghambat sintesis RNA yang bergantung pada DNA, jadi
menghambat sebagian kecil virus DNA. Dactinomycin juga menghambat reproduksi
beberapa myxovirus.
Asam fosfonoasetat
Asam fosfonoasetat dapat menghambat replikasi virus Herpes simpleks. Zat ini merupakan
penghambat DNA polimerase virus herpes simpleks.
Amantadine dan rimantadine
bekerja menghambat proses awal infeksi atau morfogenesis virus, bergantung pada dosis dan
jenis virus. Amantadine dan rimantadine dapat dipakai untuk profilaksis infeksi virus
influenza A.
Vidarabine
Viadarabine bekerja menghambat sintesis DNA virus dengan dosis jauh lebih rendah
daripada untuk menghambat sintesis DNA sel. Cara kerja molekulernya dicapai melalui:
i.penghambatan DNA polimerase virus
ii. penghambatan ribonukleotida reduktasa
iii.inkorporasi ara-A ke dalam DNA virus sehingga menyebabkan pembentukan rantai
DNA tak lengkap.
Zidovudine
adalah analog pirimidin yang bekerja pada enzim reverse transcriptase. Zidovudine aktif
terhadap anggota retrovirus,.
fosfonoformat
Fosfonoformat mampu menghambat kerja DNA polimerasa virus herpes simpleks,
cytomegalovirus dan hepatitis B. Juga mampu menghambat reverse transcriptase retrovirus.
Interferon
Interferon merupakan zat antivirus yang dikeluarkan oleh sel hospes yang mengalami
preinfeksi. sifat-sifat utama interferon:
i.Interferon merupakan suatu protein yang secara biologi luar biasa aktif. Interferon memiliki
ketahanan terhadap pH yang rendah.. Interferon merupakan protein yang setelah disimpan pada pH
2 selama 48 jam pada suhu 4 derajat celsius dapat melindungi sel terhadap infeksi virus.
ii.Interferon bersifat khas spesies tetapi tidak khas virus.
Jadi interferon yang dikeluarkan oleh sel manusia akan menghambat reproduksi setiap virus di
dalam sel manusia tetapi tidak di dalam sel organisme lainnya.
sel normal biasanya tidak mengandung interferon. Interferon dibentuk setelah sel tersebut
mengalami infeksi virus, bakteri atau rangsang zat kimia tertentu.
iii.Interferon meupakan suatu perangsang yang mengakibatkan sel membentuk protein yang
menghambat reproduksi virus.
iv.Berdasarkan susunan kimia dan keantigenannya, interferon manusia terdiri dari 3 jenis yaitu
interferon leukosit yang dihasilkan oleh leukosit dan limfosit; interferon fibroblas yang dihasilkan
sel fibroblas dan interferon kebal yang dihasilkan oleh limfosit.
VII. KESIMPULAN
Virus adalah organisme yang berukuran kecil. Virus memiliki komponen-komponen seperti
capsid, nucleocapsid, capsomer, envelope, spike dan virion. Virus hanya berepliksi atau
memperbanyak diri hanya di dalam sel hidup sebagai parasit tingkat genetik sehingga disebut
sebagai parasit obligat intrasel. Virus setelah menginfeksi sel, genomnya akan mempengaruhi
kontrol mekanisme sintetik sel hospes dan menimbulkan berbagai penyakit pada manusia.