Skenario 2

74
RESUME BLOK 5 SKENARIO 2 Batuk DISUSUN OLEH 1. REVIN VIONA CINTYA 132010101003 2. WYDI ULFA PRADINI 132010101008 3. GEMA AKBAR WAKHIDANA 132010101009 4. DANING YUNIARTIKA 132010101010 5. PUTRI DWI FITRIANI 132010101011 6. PUTRI MAURA WIDYARATRI 132010101022 7. SHINTA MADYANING WURI 132010101023 8. RISTY LINGGAN WANGI 132010101043 9. YOHANES SETYO WIDODO 132010101044 10. ANISA HANIF RIZKI A 132010101063 11. LYANITA TANTRI 132010101066 12. M FAKHRI ALI 132010101076 13. ANNISA RACHMAWATI 132010101084 14. ANINDHITA DYAH S 132010101086 15. NILA MAHARDIKA T. N. 102010101034

description

penyakit akut akibat agroindustri

Transcript of Skenario 2

Page 1: Skenario 2

RESUME BLOK 5

SKENARIO 2

Batuk

DISUSUN OLEH

1. REVIN VIONA CINTYA 132010101003

2. WYDI ULFA PRADINI 132010101008

3. GEMA AKBAR WAKHIDANA 132010101009

4. DANING YUNIARTIKA 132010101010

5. PUTRI DWI FITRIANI 132010101011

6. PUTRI MAURA WIDYARATRI 132010101022

7. SHINTA MADYANING WURI 132010101023

8. RISTY LINGGAN WANGI 132010101043

9. YOHANES SETYO WIDODO 132010101044

10. ANISA HANIF RIZKI A 132010101063

11. LYANITA TANTRI 132010101066

12. M FAKHRI ALI 132010101076

13. ANNISA RACHMAWATI 132010101084

14. ANINDHITA DYAH S 132010101086

15. NILA MAHARDIKA T. N. 102010101034

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Skenario 2

Skenario 2

Batuk

Pak Sukarman 48 tahun seorang buruh tani asal desa Sukorambi Jember

datang berobat kepoliklinik RS. dr. Soebandi, mengalami keluhan batuk

yang tidak kunjung sembuh. Selain itu beliau juga mengalami

sakittenggorok, sesak napas, mengi, dan chest tightness. Sejak usia 20

tahun pak Sukarman sudah menjadi buruh tani sehingga sering terekspos

dengan pestisida, karena dalam melakukan pekerjaannya beliau kurang

memperlihatkan proteksi dan personal hygine seperti memakai masker

dengan filter dan mencuci tangan.

Klasifikasi istilah

1. Chest tightness

Rasa berat pada dada / tekanan dan nyeri dada.

2. Sesak napas

Sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan

gejala utama penyakit kardiopulmonar.

Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif

mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai

sensasi yang berbeda intensitinya.

Sesak napas (dispnea) adalah gangguan pada pernapasan dimana

saat inspeksi dapat terlihat tanda barrel chest atau dada yg

membusung seperti barrel.

Gejala sesak napas salah satunya dalah dengan penggunaan otot-otot bantu pernapasan yaitu sternocleidomastoideus, trapezius, pectoralis mayor. Selain itu pernapasan cuping hidung, takipnea, hiperventilasi juga merupakan gejala dari sesak napas.

3. Personal Hygiene

Berasal dari bahasa Yunani yaitu peronal : perorangan, hygiene:

sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk

Page 3: Skenario 2

memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk

kesejahteraan fisik dan psikis.

4. Mengi

Suara abnormal yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui

saluran napas yang menyempit. Penyempitn ini disebabkan ekresi

mucus terkurung, penyempita otot saluran napas, pengetatan di

sekitar saluran napas. Suara ini juga dihasilkan oleh aliran turbulen

melalui paru-paru.

Rumusan Masalah

1. Diagnosis apa yang cocok untuk skenario diatas?

Alergi

Seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk

membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah

besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi

dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini

terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada

interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus

dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka

antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi

dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam

zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi

lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik

eosinofilik dan bradikinin.

Dengan kta lain Antibodi ini mencari dan menempelkan

dirinya pada sel-sel batang. Peristiwa ini terjadi dalam

jumlah besar di paru-paru dan saluran pernafasan lalu

membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel

melepaskan zat kimia yang disebut mediator. Salah satu

unsur mediator ini adalah histamin. Dan akibat pelepasan

Page 4: Skenario 2

histamin terhadap paru-paru adalah reaksi

penegangan/pengerutan saluran pernafasan dan

meningkatnya produksi lendir yang dikeluarkan jaringan

lapisan sebelah dalam saluran tersebut.

Bronkitis akut dan kronis

Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang

disebut mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-

paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien

dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-

paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang

infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi

hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah

bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat.

infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang,

menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan

mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari

dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus

dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran

udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.

Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus

besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh

saluran napas.

Emfisema

Emfisema ditandai oleh (1) kolapsnya saluran napas halus

dan (2) rusaknya dinding alveolus. Penyakit ireversibel ini

dapat timbul melalui dua cara berbeda. Emfisema paling

sering terjadi karena pelepasan berlebihan enzim

perusak misalnya tripsin dari makrofag alveolus sebagai

mekanisme pertahanan terhadap pajanan kronik asap

rokok atau iritan lain. Paru dalam keadaan normal

terlindung dari kerusakan oleh enzim-enzim ini oleh α1-

Page 5: Skenario 2

antitripsin, suatu protein yang menghambat tripsin. Namun,

sekresi berlebihan enzim-enzim destruktif ini sebagai

respons terhadap iritasi kronik dapat mengalahkan

kemampuan protektif α1-antitripsin sehingga enzim-enzim

ini menghancurkan tidak saja benda asing tetapi juga

jaringan paru. Berkurangnya jaringan paru menyebabkan

rusaknya dinding alveolus dan kolapsnya saluran napas

halus yang menjadi karakteristik emfisema.

Asma Bronchial

Serangan napas pendek.Penyempitan jalan napas disebabkan: bronkospasme, edema mukosa, hipersekresi muku kental.

2. Apakah ada hubungan antara keluhan dan paparan pestisida ?

Ada, karena jika pestisida tersebut masuk menyebabkan edema

diparu paru,dan pada jangka panjang menimbulkan mengi. Waktu

terpapar mempengaruhi penyakit yang terjadi, karena pestisida

yang terakumulasi menjadi lebih banyak..

3. Proteksi apa yang harus dilakukan agar tidak terpapar pestisida?

Proteksi yang dilakukan adalah masker, sarung tangan, penutup

kepala, pakaian penutup kulit, kacamata, sepatu boot, menyemprot

searah angin, mencuci tangan tangan yang benar setelah

menyemprot, mencuciperalatan yang digunakan untuk menyemprot

4. Apa penyebab, organ dan sistem yang terserang, serta macam

macam sesak napas dan bagaimanakah mekanismenya?

Organ yang terserang adalah paru paru, trakea, bronkiolus,

bronkus, pleura. Sistem yang terserang adalah sistem pernapasan.

Macam macam sesak napas :

dispnea akut adalah dispnea yang terjadi secara tiba-tiba.

Contoh pada kasus emboli paru.

dispnea kronis adalah dyspnea (Sesak Nafas) kronis

(menahun) dapat disebabkan oleh penyakit asma. Penyakit

Page 6: Skenario 2

Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-

paru, tumor, kelainan pita suara.

Obstruksi jalan napas

Asma

Obstruksi kronik

Ketegangan paru

5. Bagaimana penanganan medis untuk skenario diatas?

Untuk pasien dengan gangguan penyempitan saluran napas seperti

sesak napas dapat diberikat terapi obat bronkokondilator seperti:

- Golongan xantin, contohnya: Epinefrin HCl (zat aktif dalan

Neo Napacin yang legal dibeli di apotek tanpa resep dokter)- Golongan simpatomimetika

- Golongan antikolinergik

Dalam penatalaksanaan asma, pemberian obat-obat perangsang

beta 2 dan aminofilin tahap awal dapat memperburuk hipoksemia

oleh karena efek vasodilator obat yang dapat terjadi lebih cepat dari

pada efek bronkodilatornya. Akibat hal tersebut oksigenisasi

relative menurun, sehingga dianjurkan pemberian oksigen agar

hipoksemia tidak memburuk.

Selain itu dalampengobatan jangka panjang dapa dilakukan

imunoterapi, pemberian inhaler, pemberian antidotum, pemberian

suplemen oksigen, pembedahan paru dan transplantasi paru.

6. Penyakit saluran pernapasan apa yang dapat timbul selain yang

diskenario?

Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang luas.Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu,

yang menyebabkan peradangan.

Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara

ke paru-paru).

Page 7: Skenario 2

Penyakit Silikosis penyebabnya adalah silika bebas (SiO2) yang

terdapat dalam debu yang dihirup waktu bernafas dan ditimbun

dalam paru paru dengan masa inkubasi 2-4 tahun.

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang

disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di

udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru.

Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang

disebabkan oleh debu batubara.

Penyakit Beriliosis :Udara yang tercemar oleh debu logam

berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun

dalam bentuk halogenida

Pneumonitis Kimia adalah peradangan paru-paru yang terjadi

akibat menghirup gas dan bahan kimia.

Pneumonitis kimia akut menyebabkan edema (pembengkakan

jaringan paru) serta berkurangnya kemampuan paru dalam

menyerap oksigen dan membuang karbondioksida.

Pneumonitis kimia kronis bisa terjadi setelah pemaparan

sejumlah kecil bahan yang mengiritasi paru, tetapi berlangsung

dalam waktu yang lama.

Pneumonitis Hipersensitivitas (Alveolitis Alergika Ekstrinsik,

Pneumonitis Interstisial Alergika, Pneumokoniosis Debu Organik)

adalah suatu peradangan paru yang terjadi akibat reaksi alergi

terhadap alergen (bahan asing) yang terhirup. Alergen bisa berupa

debu organik atau bahan kimia (lebih jarang). Debu organik bisa

berasal dari hewan, jamur atau tumbuhan.

7. Reaksi hipersensitivitas yang mana yang terjadi pada skenario ?

HIPERSENSITIVITAS TIPE 1

Reaksi tipe 1 disebut juga reaksi cepat, reaksi anafilaksis

atau reaksi alregi dikenal sebagai reaksi yang segera timbul

sesudah allergen masuk ke dalam tubuh. Reaksi alergi juga

Page 8: Skenario 2

merujuk pada reaksi pejamu yang berubah bila terjadi kontak

dengan bahan yang sama untuk kedua kali atau lebih.

Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan

respons imun dengan dibentuknya IgE yang kemudian akan

diikat oleh reseptor Fc pada permukaan sel mastosit,

leukosit, dan basofil. Bila tubuh yang sudah tersensitisasi

tersebut terpapar oleh allergen yang sama, maka allergen

tersebut akan diikat oleh IgE spesifik tadi dan akan

menimbulkan degranulasi sel mastosit/ basofil. Degranulasi

tersebut mengeluarkan berbagai bahan mediator antara lain

histamine yang didapat dalam granul-granul sel. Antigen

merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan

sel Th. IgE diikat mastosit melalui reseptor Fc. Antigen yang

sama yang memasuki tubuh akan diikat IgE yang sudah ada

pada permukaan mastosit. Akibat ikatan tersebut, mastosit

berdegranulasi mengeluarkan mediator-mediator yang

menyebabkan gejala pada reaksi hipersensitivitas I.

Penyakit-penyakit yang timbul segera sesudah tubuh

terpapar oleh allergen adalah asma bronchial, rhinitis,

urtikaria, dan dermatitis atopic. Di samping histamine,

mediator lain seperti prostaglandin dan leukotrin (SRS-A)

yang dihasilkan metabolism asam arakidonik, berperan pada

fase lambat reaksi cepat yang sering timbul beberapa jam

sesudah kontak dengan allergen.

Hipersensitivitas tipe 2

Reaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik

atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau

IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.

Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan

antigen yang merupakan bagian dari membran sel

Page 9: Skenario 2

tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan

metabolisme sel dilibatkan. Istilah lebih tepat mengingat

reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik.

Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki

reseptor Fcγ-R dan juga sel NK yang dapat berperan

sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui

ADCC. Reaksi tipe II dapat menunjukkan berbagai

manifestasi klinik (Baratawidjaja, 2009).

Hipersensitivitas tipe 2 merupakan hipersensitivitas yang

disebabkan oleh interaksi antibodi dengan antigen pada

permukaan sel. IgG atau IgM spesifik antigen di permukaan

sel atau matriks ekstraseluler atau reseptor-reseptor

permukaan sel mengikat dan menyebabkan kerusakan pada

tempat pengikatan dengan melibatkan beberapa mekanisme

baik aktivasi komplimen dan lisis maupun opsonisasi yang

diperantarai oleh reseptor untuk Fc atau C3b. Mekanisme ini

menyebabkan fagositosis dan penghancuran oleh makrofag

dan netrofil. Contoh gangguan yang disebabkan adalah

myasthenia gravis, sindrom Good pasture, dan

inkompatibilitas Rh.

Hipersensitivitas Tipe 3

Hipersensitivitas III ini biasanya merupakan lanjutan dari

hipersensitivitas tipe II. Hipersensitivitas tipe III merupakan

hipersensitivitas yang disebabkan oleh pembentukan

kompleks antigen-antibodi yang bersirkulasi dan mengendap

di dalam jaringan. Kompleks ini mengaktifkan komplemen

dan mediator radang lain, diikuti dengan aktivitas

komplemen dan akumulasi leukosit polimorfonuklear,

mengawali proses-proses termasuk peningkatan

permeabilitas vaskular, perangsangan degranulasi sel mast,

Page 10: Skenario 2

kemotaksis dan akumulasi neutrofil dan agregasi trombosit

serta mengakibatkan kerusakan jaringan. Kompleks imun

dapat melibatkan antigen eksogen seperti bakteri dan virus,

atau antigen endogen seperti DNA. Kompleks imun patogen

terbentuk dalam sirkulasi dan kemudian mengendap dalam

jaringan ataupun terbentuk di daerah ekstravaskular tempat

antigen tersebut tertanam (kompleks imun in situ).

Hipersensitivitas Tipe 4

Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat,

cell mediatif immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity

(DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam

setelah tubuh terpajan dengan antigen.Reaksi terjadi karena

sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor

spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen

yang sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin. Limfosit

yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar

seperti limfoblas (limfosit T) yang mampu merusak sel target

yang mempunyai reseptor di permukaannya sehingga dapat

terjadi kerusakan jaringan.

Hipersensitivitas tipe IV merupakan hipersensitivitas yang

diinisiasi oleh limfosit T spesifik-antigen. Berbeda dengan

bentuk hipersensitivitas yang diperantarai oleh antibodi,

bentuk ini membutuhkan satu hari atau lebih untuk

berkembang dan dapat dipindahkan oleh limfosit, namun

tidak oleh serum. Istilah ini sering disebut sebagai delayed

hypersensitivity.

Reaksi diperantarai oleh limfosit T baik melalui pelepasan

sitokin maupun melalui sitosis langsung. Pada mekanisme

Page 11: Skenario 2

yang terdahulu, pelepasan sitokin vasoaktif dan kemotaktik

dipicu oleh kontak antara sel T dengan antigen spesifik pada

antigen-presenting cells. Sitokin menarik dan mengaktifkan

monosit spesifik non-antigen dan makrofag, mengakibatkan

eritema lokal dan indurasi, dan menimbulkan pembentukan

granuloma dan nekrosis jika rangsangannya tidak dapat

dihilangkan.

Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat

berupa jaringan asing (seperti reaksi allograft),

mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri, dll). Protein

atau bahan kimia yang dapat menembus kulit dan

bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai carrier.

Selain itu, bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang oleh

antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam tubuh yang

telah berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus,

sehingga sel limfosit ini menjadi ganas terhadap sel yang

mengandung antigen itu (sel target).

Kerusakan sel atau jaringan yang disebabkan oleh

mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi

kuman (tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola,

morbilli, herpes), infeksi jamur (candidiasis, histoplasmosis)

dan infeksi oleh protozoa (leishmaniasis, schitosomiasis).

8. Jenis pestisida apa yang dapat penyebabkan penyakit tersebut?

Dengan cara apa pestisida dapat masuk kesaluran pernapasan?

Salah satu pestisida ya g dapat menyebabkan penyakit tersebut

adalah organofosfat dan formaldehid. Pestisida tersebut dapat

masuk kedalam saluran pernapasan dengan cara dihirup saat

menyemprotkan pestisida, makanan yang terkontaminasi.

Page 12: Skenario 2

9. Apa perbedaan Asma Bronkial dan Bronkitis akut?

Bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan

peningkatan jumlah dan ukuran sel goblet, dengan infiltrasi selsel

radang dan edema mukosa bronkus. Dapat didiagnosa

berdasarkan gejala klinis : batuk kronik degan pengeluaran

sputumbminimum 3 bulan setiaptahunnya, sekurang kurangnya

selama 2 tahun.

Asma bronkial adalah suatu penyakit episodik yang ditandai

dengan hipersensitivitas cabang trakeabronkial terhadap berbagai

penyempitan salurannapas reversibel yanng disebabkan oleh

bronkospasme. Asma bronkial dibagi menjadi dua yaitu:

1. Asma Episodik

Serangan asma bronkial karena otot polos saluran napas yang

berkerut

Serangan asma bronkial/bengek hanya sekali-sekali, ada

periode bebas sesak napas, serangan “mengi” mungkin terjadi

misalnya sewaktu jogging, makan suatu makanan yang

kebetulan alergi, mencium binatang piaraan, dsb.

Jenis ini memberikan respon yang baik terhadap pemberian

obat pelonggar nafas hirup (inhaler) dimana merupakan obat

yang paling aman dengan sedikit efek samping yang minimal.

Dapat juga diberikan obat pelonggar napas dalam bentuk tablet

maupun sirup.

2. Continuing Asma/Asma Berkelanjutan

Serangan asma bronkial karena proses peradangan saluran

pernapasan

Penderita asma bronkial/bengek ini tidak pernah merasakan

benar-benar bebas sesak, jadi hampir setiap hari menderita

“mengi”. Saluran pernapasannya mengalami keradangan

sehingga mempunyai resiko untuk terjadi serangan lebih sering,

walaupun telah diberikan obat pelonggar napas. Oleh

Page 13: Skenario 2

karenanya, penderita memerlukan obat tambahan berupa anti

keradangan (biasanya keluarga steroid).

Learning Objektif :

1. Memahami hipersensitivitas

2. Memahami proses inflamasi

3. Memahami patofisiologis batuk dan sesak napas

4. Mengetahui penyakit agroindustri

5. Mengetahui pengelolaan masalah penyakit agroindustri

Page 14: Skenario 2

PEMBAHASAN

1. Hipersensitivitas

Definisi

Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas

terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal

sebelumnya. Reaksi hipersensitivitas terdiri atas berbagai kelainan

yang heterogen yang dapat dibagi menurut berbagai cara

(Baratawidjaja, 2009).

Jenis-Jenis Hipersensitivitas

Hipersensitivitas Tipe I

Hipersensitivitas tipe I merupakan hipersensitivitas yang

terjadi dengan cepat dalam waktu beberapa menit setelah

pajanan ulang terhadap antigen. Hipersensitivitas tipe ini

disebabkan oleh interaksi IgE dan antigen. Manifestasi klinis

dapat bervariasi contohnya dermatitis lokal, urtikaria, asma

dan anafilaksis sistemik. Pajanan pertama menginduksi sel

T CD4 + lalu menginduksi sel B untuk mensekresikan IgE.

IgE akan berikatan dengan sel mast atau basofil. Ketika

terjadi pajanan lagi, alergen tersebut akan berikatan dengan

IgE yang berada di permukaan sel mast atau basofil. Ikatan

tersebut akan memicu sel mast atau basofil untuk

menghasilkan mediator-mediator inflamasi, contohnya

histamin dan leukotrine. Mediator-mediator yang dihasilkan

dapat menyebabkan bronkospasme, edema, sekresi lendir,

dan peradangan.

Page 15: Skenario 2

MEKANISME REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE I

Hipersensitivitas Tipe II

Reaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik

atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau

IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.

Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan

antigen yang merupakan bagian dari membran sel

tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan

metabolisme sel dilibatkan. Istilah lebih tepat mengingat

reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik.

Page 16: Skenario 2

Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki

reseptor Fcγ-R dan juga sel NK yang dapat berperan

sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui

ADCC. Reaksi tipe II dapat menunjukkan berbagai

manifestasi klinik (Baratawidjaja, 2009).

Hipersensitivitas tipe II merupakan hipersensitivitas yang

disebabkan oleh interaksi antibodi dengan antigen pada

permukaan sel. IgG atau IgM spesifik antigen di permukaan

sel atau matriks ekstraseluler atau reseptor-reseptor

permukaan sel mengikat dan menyebabkan kerusakan pada

tempat pengikatan dengan melibatkan beberapa mekanisme

baik aktivasi komplimen dan lisis maupun opsonisasi yang

diperantarai oleh reseptor untuk Fc atau C3b. Mekanisme ini

menyebabkan fagositosis dan penghancuran oleh makrofag

dan netrofil. Contoh gangguan yang disebabkan adalah

myasthenia gravis, sindrom Good pasture, dan

inkompatibilitas Rh.

Hipersensitivitas Tipe III

Hipersensitivitas III ini biasanya merupakan lanjutan dari

hipersensitivitas tipe II. Hipersensitivitas tipe III merupakan

hipersensitivitas yang disebabkan oleh pembentukan

kompleks antigen-antibodi yang bersirkulasi dan mengendap

di dalam jaringan. Kompleks ini mengaktifkan komplemen

dan mediator radang lain, diikuti dengan aktivitas

komplemen dan akumulasi leukosit polimorfonuklear,

mengawali proses-proses termasuk peningkatan

permeabilitas vaskular, perangsangan degranulasi sel mast,

kemotaksis dan akumulasi neutrofil dan agregasi trombosit

serta mengakibatkan kerusakan jaringan. Kompleks imun

Page 17: Skenario 2

dapat melibatkan antigen eksogen seperti bakteri dan virus,

atau antigen endogen seperti DNA. Kompleks imun patogen

terbentuk dalam sirkulasi dan kemudian mengendap dalam

jaringan ataupun terbentuk di daerah ekstravaskular tempat

antigen tersebut tertanam (kompleks imun in situ).

Hipersensitivitas Tipe IV

Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat,

cell mediatif immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity

(DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam

setelah tubuh terpajan dengan antigen.Reaksi terjadi karena

sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor

spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen

yang sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin. Limfosit

yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar

seperti limfoblas (limfosit T) yang mampu merusak sel target

yang mempunyai reseptor di permukaannya sehingga dapat

terjadi kerusakan jaringan.

Hipersensitivitas tipe IV merupakan hipersensitivitas yang

diinisiasi oleh limfosit T spesifik-antigen. Berbeda dengan

bentuk hipersensitivitas yang diperantarai oleh antibodi,

bentuk ini membutuhkan satu hari atau lebih untuk

berkembang dan dapat dipindahkan oleh limfosit, namun

tidak oleh serum. Istilah ini sering disebut sebagai delayed

hypersensitivity.

Reaksi diperantarai oleh limfosit T baik melalui pelepasan

sitokin maupun melalui sitosis langsung. Pada mekanisme

yang terdahulu, pelepasan sitokin vasoaktif dan kemotaktik

dipicu oleh kontak antara sel T dengan antigen spesifik pada

Page 18: Skenario 2

antigen-presenting cells. Sitokin menarik dan mengaktifkan

monosit spesifik non-antigen dan makrofag, mengakibatkan

eritema lokal dan indurasi, dan menimbulkan pembentukan

granuloma dan nekrosis jika rangsangannya tidak dapat

dihilangkan.

Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat

berupa jaringan asing (seperti reaksi allograft),

mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri, dll). Protein

atau bahan kimia yang dapat menembus kulit dan

bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai carrier.

Selain itu, bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang oleh

antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam tubuh yang

telah berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus,

sehingga sel limfosit ini menjadi ganas terhadap sel yang

mengandung antigen itu (sel target).

Kerusakan sel atau jaringan yang disebabkan oleh

mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi

kuman (tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola,

morbilli, herpes), infeksi jamur (candidiasis,

histoplasmosis)dan infeksi oleh protozoa (leishmaniasis,

schitosomiasis).

Hipersensitivitas-Tipe 1

Immune reactant : IgE

Efector mechanism : IgE

Contohnya: asma, systemic anafilaksis

-Tipe 2

Immune reactant : IgG, dan IgM

Efector mechanism : FcR+ (Phagocytes, NK cells)

Page 19: Skenario 2

Contohnya: alergi obat (misal: penicillin), reaksi transfusi darah,

erytroblastosis fetalis, autoimun hemolytic anemia

-Tipe 3

Immune reactant : IgG

Efector mechanism : FcR+ cells complement

Contohnya: serum sickness (arthus reaction)

-Tipe 4

1. Immune reactant : Th1

Efector mechanism : Macrophage activation

Contohnya: dermatitis contact dengan reaksi tuberkulin

2. Immune reactant : Th2

Efector mechanism : Eosinophil activation

Contohnya: Asma kronik, chronic allergy rhinitis

3. Immune reactant : CTL

Efector mechanism : cytotoxicity

Contohnya: dermatitis contact

MACAM HIPERSENSITIVITAS BERDASARKAN WAKTU:

1. REAKSI CEPAT

Terjadi dalam hitungan detik

Hilang dalam waktu 2 jam

Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel

mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif

Manifestasi klinik: anafilaksis sistemik ataupun lokal

2. REAKSI INTERMEDIET

Terjadi dalam hitungan jam

Menghilang dalam waktu 24 jam

Pembentukan imun IgG dan kerusakna jaringan melalui

aktivasi komplemen B atau sel NK.

Manifestasi:

reaksi transfuse darah, eritabolisme fetalis dan anemia

hemolitik autoimun

Page 20: Skenario 2

reaksi arthus loal dan reaksi sistemik,contohnya serum

sickness, veskulitis nekrosis dan arthritis reumatoid

3. REAKSI LAMBAT

Telihat 48 jam

Terjadi oleh aktivasi sel Th

Pada “delayed type hypersensitivity” sitokin yang dilepas sl T

mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan

kerusakan jaringan.

Contoh: dermatitis kontak, tuberculosis

2. Proses Inflamasi

Definisi

Satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan

iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin,

serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel

yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan

untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

Inflamasi Akut

Inflamasi akut merupakan respons segera dan dini terhadap

jejas yang dirancang untuk mengirimkan leukosit ke tempat

jejas, leukosit membersihkan berbagai mikroba yang

menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan

nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang

akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh

darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang

pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran

darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh

darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit

meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari

Page 21: Skenario 2

mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya

berakumulasi di lokasi cedera.

Proses ini memiliki tiga komponen utama, yaitu perubahan

vaskular (perubahan dalam pembuluh sarah yang

mengakibatkan peningkatan aliran darah [vasodilatasi]),

perubahan struktural yang meungkinkan protein plasma untuk

meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas vaskular),

serta emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi, dan terakumulasi

pada pusat jejas yang pada akhirnya akan berusaha untuk

melawan agen asing tersebut

Inflamasi Kronik

Inflamasi kronik adalah inflamasi dalam jangka waktu yang lama

(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) yang padanya

inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan berjalan

bersamaan. Kebalikan dari inflamasi akut, yang ditandai dengan

perubahan vaskular, edema, dan sebagian besar neutrofil

infiltrasi, inflamasi kronik dicirikan dengan infiltrasi mononukleus

sel, termasuk makrofag, limfosit, dan sel plasma; kerusakan

jaringan, sebagian besar diinduksi oleh produk-produk sel-sel

yang menyebabkan inflamasi; perbaikan, yang melibatkan

proliferasi pembuluh baru (angiogenesis) dan pembentukan

jaringan ikat (fibrosis).

Inflamasi akut dapat menjadi inflamasi kronik. Hal ini terjadi

ketika respon akut tidak dapat disembuhkan, baik karena agen

infeksi yang menetap atau karena gangguan pada proses

normal penyembuhan. Sebagai contoh, peptic ulcer pada

duodenum awalnya menunjukkan inflamasi akut yang diikuti

dengan tahap awal penyembuhan. Namun, penyakit-penyakit

yang kambuh pada cedera epithelia duodenum mengganggu

Page 22: Skenario 2

proses ini dan menghasilkan lesi yang digolongkan inflamasi

akut dan kronik. Kemungkinan lain, beberapa bentuk cedera

menimbulkan respon yang melibatkan inflamasi kronik dari

awal.

Mekanisme Inflamasi

Rangkaian peristiwa inflamasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

a. Tahap Pertama Tahap permulaan

Produksi mediator kimia vasoaktif oleh sel yang

mengalami inflamasi :

o Histamin (dari sel mast)

o Serotonin (dari trombosit)

o Derivat asam arakhidonat (prostaglandin,

tromboksan A2, dsb)

o Kinin (protein plasma yang teraktivasi)

Mengakibatkan terjadinya efek :

1. Vasodilatasi : pelebaran pembuluh darah pada

area yang rusak serta meningkatnya aliran

darah. Menyebabkan kemerahan (eritema),

nyeri berdenyut, dan panas.

2. Peningkatan Permeabilitas Kapiler :

Mengakibatkan cairan berpindah ke ruang

interstitium. Akumulasi dari cairan (eksudat)

tersebut akan menyebabkan pembengkakan

(edema)

3. Pembatasan Area Cedera : terjadi karena

lepasnya fibrinogen. Fibrinogen kemudian akan

membentuk benang-benang fibrin, lalu

membentuk bekuan yang akan mengisolasi

Page 23: Skenario 2

lokasi yang rusak dari lokasi yang masih sehat

(utuh).

b. Tahap Kedua KEMOTAKSIS (gerakan fagosit ke area

cedera)

Marginasi : fagosit (neutrofil dan monosit) melekat di

dinding endo-thel pembuluh darah di area yang

mengalami cedera.

Diapedesis : migrasi fagosit melalui dinding endothel

ke ruang interstitial di area cedera. Neutrofil akan

masuk terlebih dahulu baru disusul dengan monosit

yang berperan sebagai makrofag.

c. Tahap Ketiga FAGOSITOSIS

Fagosit menelan mikroorganisme di daerah interstitial

fagosit mati lalu terurai membentuk PUS (nanah)

PUS bisa diuraikan di permukaan kulit atau bisa juga

dihancurkan dan diabsorbsi oleh tubuh.

Jika respon inflamasi gagal akan terbentuk :

Abses : kantung pus yang dikelilingi oleh jaringan

terinflamasi

Granuloma : kantung pus yang dikelilingi oleh kapsul

fibrosa

Tanda-Tanda Inflamasi

Rubor

Arteriol yang memasok daerah inflamasi berdilatasi,

kemudian darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal lebih

banyak. Kapiler semula kosong atau mungkin sebagian

meregang, secara cepat terisi penuh oleh darah.

Page 24: Skenario 2

Kejadian ini disebut sebagai hiperemi atau kongesti.

Tubuh masih bisa mengontrol hiperemi melalui sekresi

zat-zat kimia (histamin)

Kalor

Panas hanya terjadi pada peradangan di permukaan

tubuh. Darah yang mengair dari dalam tubuh menuju

daerah inflamasi di permukaan tubuh memiliki suhu inti

yang cenderung lebih tinggi daripada suhu permukaan,

hal ini lah yang menyebabkan timbulnya kalor lokal.

Dolor

Diakibatkan karena produksi histamin. Bisa juga

disebabkan karena terjadinya pembengkakan jaringan,

sehingga meningkatkan tekanan lokal, timbulla nyeri.

Tumor

Mulanya sebagian besar eksudat adalah cairan, lalu

leukosit meninggalkan aliran darah dan ikut tertimbun

sebagai eksudat.

Fungsio Laesa

Perubahan fungsi suatu jaringan menjadi abnormal.

Pemulihan Jaringan

Tipe Sel

Sel labil

Yang setiap saat melakukan pembelahan dan berpolifrasi

serta dapat dengan mudah beregenerasi terhadap jejas.

Jaringannya mengandung banyak stem sel. Contoh:

a. sel epitel permukaan, contoh: epitel pseudostratisfiet

squamous (kulit, oral cavity, vagina, dan servix)

b. jaringan epitel dari duktus ekskretori dari kelenjar

(saliva, pankreas, dan straktus biliar)

Page 25: Skenario 2

c. epitel kolumnar (traktus gastro intestinal dan uterus)

d. epitel peralihan dari traktus urinari, sel dari sumsum

tulang belakang dan jaringan hematopoietik

Sel stabil

Mampu beregenerasi. Namun dalam keadaan g0 dan dapat

berproliferasi ketika ada jejas.kemampuan sel ini terbatas

terhadap bentuk jaringan.kemampuan beregenerasi

terbatas kecuali sel hati. Contoh: pada hepatektomi, sel-sel

hati itu dapat membentuk jaringannya kembali seperti

semula apabila kerangka dari hepar tersebut tidak rusak.

Hal ini tidak berlaku bagi penderita hepatitis B karena

struktur kerangka dari hati sudah rusak.Contoh organ

lainya adalah renal dan pankreas yang mengandung sel-

sel mesenkim misalnya jaringan fibroblas dan otor polos,

searinal endotel vaskuler dan limfosit serta leukosit lainya.

Sel permanen

Sel ini tidak mampu berprliferasi dan beregenerasi.

Sehingga apabila terjadi jejas pada organya maka akan

terbentuk jaringan parut atau skar.Contohnya padan

neuron. Jika terjadi jejas, baik dari sistem saraf pusat

maupun saraf tepi maka akan terjadi kerusakan secara

permanen tanpa adanya perbaikan. Akan tetapi jika hanya

serabut aksonya saja yang rusak dan pada badan sel

belum rusak, maka akan terjadi perbaikan dengan

terbentuknya serabut akson kembali melalui jalur akson

yang rusak. Apabila akson tersebut terbentuk melalui jalur

yang baru maka akan terjadi kekacauan dan hilangnya

fungsi sel sehingga pada penderita neuroma traumatic

atau neuroma amputasi akan terbentuk massa yang tidak

Page 26: Skenario 2

teratur. Contoh lainya adalah sel pada otot jantung yang

akan membentuk jaringa ikat parut atau skar.

Penyembuhan Luka

Pola penyembuhan ada dua, yaitu :

Penyembuhan Primer (Healing by First Intention)

Tepi lukanya dapat saling didekatkan untuk memulai

proses penyembuhan, tahap-tahapnya :

- Tepi luka dapat disatukan oleh bekuan darah.

- Terjadi reaksi peradangan akut pada tepi luka itu.

Makrofag memasuki bekuan darah dan

menghancurkannya.

- Pertumbuhan jaringan granulasi ke arah dalam pada

daerah yang sebelumnya ditempati oleh bekuan-

bekuan darah.

- Setelah beberapa hari, luka tersebut dijembatani oleh

jaringan granulasi yang akan berkembang menjadi

jaringan parut.

- Sementara proses itu terjadi, epitel permukaan di

bagian tepi melakukan regenasi. Beberapa hari

kemudian, lapisan epitel yang tipis bermigrasi di atas

permukaan luka.

- Jaringan parut di bawahnya matang, epitel ini juga

menebal dan matang sehingga menyerupai kulit di

dekatnya.

- Hasilnya, terbentuk kembali permukaan kulit dan

dasar jaringan parut yang tidak nyata atau hanya

terlihat sebagai satu garis yang menebal.

Page 27: Skenario 2

Penyembuhan dengan Granulasi (Healing by Second

Intention)

Tepi luka tidak dapat saling didekatkan,

tahapannya:

- Tepi luka disatukan oleh bekuan darah.

- Pada tepi luka terjadi reaksi peradangan akut.

- Permukaan luka terbentuk keropeng.

- Jringan granulasi dan regenerasi epitel terjadi

di bawah keropeng.

- Keropeng terlepas setelah penyembuhan

lengkap.

- Hasilnya jaringan parut besar dan sering

daerah epidermis “baru” tipis yang tidak

berambut dan apendiks terhadap kulit yang

lain.

3. Patofisiologi Batuk dan Sesak Napas

Batuk

Terjadi ketika tekanan intrathoraks meninggi sampai 300 mmHg,

padahal normalnya di bawah tekanan atmosfer (di bawah 0 mmHg).

Peninggian tekanan ini diperlukan untuk menghasilkan batuk yang

efektif, tetapi hal ini dapat menyebabkan komplikasi pada:

- Paru, misalnya pneumothoraks dan emfisema (meskipun jarang).

- Musculoskeletal, bisa menyebabkan fraktur costae atau rupture otot

rektus abdominis.

- Kardiovaskuler, misalnya bradikardi, rupture vena subkonjungtiva.

- System saraf pusat, disebut cough syncope. Akibat peningkatan

tekanan intrathoraks, terjadi reflex vasodilatasi arteri dan vena

sistemik. Hal ini menyebabkan curah jantung menurun dan kadang

berakibat rendahnya tekanan arteri sehingga terjadi kehilangan

Page 28: Skenario 2

kesadaran. Syncope terjadi beberapa detik setelah batuk

paroksimal.

Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang

melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga

merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk

menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan

mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas dan

mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam

saluran nafas. Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai

gangguan. Batuk semacam itu sering kali merupakan tanda suatu

penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang merupakan

gejala dini suatu penyakit. Penularan penyakit batuk melalui udara

(air borne infection). Penyebabnya beragam dan pengenalan

patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan

diagnosis dan penatalaksanaan batuk. (Yunus, F. 2007)

Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk

mengeluarkan benda asing dari saluran napas. Batuk juga

membantu  melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya benda

asing dari saluran cerna atau saluran napas bagian atas. Yang

dimaksud dengan saluran napas mulai dari tenggorokan, trakhea,

bronkhus, bronkhioli sampai ke jaringan paru. (Guyton, et all. 2008)

Batukmerupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran

pernapasan. Batuk bukan merupakan suatu penyakit, tetapi

merupakan manifestasi dari penyakityang menyerang saluran

pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan batuk sangat banyak

sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan.

(Kumar, et all. 2007)

Ada 3 gejala batuk yang menunjukkan sakit paru :

Batuk yang menetap : trakeitis

Page 29: Skenario 2

Nyeri dada bila batuk : indikasi pneumonia

Produksi sputum yang banyak atau berdarah : adanyasekresi pada

saluran

Apabila ditemukan gejala batuk, yang harus dievaluasi

a. Asal rangsagan

b. Berapa lama

c. Kapan terjadinya

d. Persisten atau intermitten

e. Ada nyeri atau tidak

Batuk ada yang bersifat volunter respon terhadap perasaan

adanya sesuatu dalam saluran pernapasan

Batuk psikogenik batuk karena stress emosional (diagnosis

pereksklusionam)

Pasien perempuan cenderung menelan sputumnya dan mengaku

batuk tidah berdahak dapat menjadikan kekeliruan diagnosis

Patofisiologi Batuk

Reflek batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu

reseptor batuk,

serabut saraf aferen,

pusat batuk,

susunan saraf eferen dan

efektor.

Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk,

reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak

baik di dalam maupun di luar rongga toraks, yang terletak di dalam

rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di

pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-

cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di

laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor

bahkan juga ditemui di saluran telinga.lambung, hilus, sinus

Page 30: Skenario 2

paranasalis, perikardial dan diafragma.Serabut aferen terpenting

ada pada cabang nervus Vagus, yang mengalirkan rangsang dari

laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari

telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus.

Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus

paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari

faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium

dan diafragma. Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat

batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pemapasan dan pusat

muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen. n. Vagus,

n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar, n. Trigeminus, n. Fasialis, n.

Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini terdiri dari

otot-otot laring, trakea, brrmkus, diafragma, otot-otot interkostal dan

lain-lain. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian

terjadi.

Jenis

Batuk dapat dibedakan menjadi :

a. Batuk berdahak, yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak

(sputum) pada tenggorokan. Batuk jenis ini lebih sering terjadi

pada saluran napas yang peka terhadap paparan debu,

lembab berlebih dan sebagainya

b. Batuk tak berdahak (batuk kering), terjadi apabila tidak ada

sekresi saluran napas, iritasi pada tenggorokan sehingga

timbul rasa sakit

Sputum

Warna

1. Kuning -> infeksi

2. Hijau -> penimbunan nanah akibat

aktivitas leukosit polimorfisme yang menghasilkan

verdoperoksidase -> sering pada brokiektasis

Page 31: Skenario 2

Sifat dan Konsistensi

1. Merah muda + berbusa -> oedema pulmo akut

2. Abu-abu/putih, berlendir dan lekat -> bronchitis kronik

3. Berbau busuk -> abses pulmo / brokiektasis

Dari lama batuknya

-Batuk Akut (=/< 3 minggu) -> H. influenza, dan B. Pertusis

-Batuk Subakut (3-8 minggu) -> sinusitis dan asma

-Batuk Kronis ( =/> 8 minggu) -> postnasal drip, asma, TB,

dan PPOK

Penyebab

Ada beberapa macam penyebab batuk :

1. Umumnya disebabkan oleh infeksi di saluran pernapasan

bagian atas yang merupakan gejala flu.

2. Infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA).

3. Alergi

4. Asma atau tuberculosis

5. Benda asing yang masuk kedalam saluran napas

6. Tersedak akibat minum susu

7. Menghirup asap rokok dari orang sekitar

8. Batuk Psikogenik . Batuk ini banyak diakibatkan karena

masalah emosi dan psikologis

Reflek dan Mekanisme Batuk

Batuk dapat dipicu secara refleks ataupun disengaja. Sebagai

refleks pertahanan diri, batuk dipengaruhi oleh jalur sarad aferen dan

eferen. Batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti dengan

penutupan glotis, relaksasi diafragma, dan kontraksi otot melawan

glotis yang menutup. Hasilnya akan terjadi tekanan positif pada

intratoraks yang menyebabkan penyempitan trakea. Sekali glotis

terbuka, perbedaan tekanan yang besar antara saluran napas dan

Page 32: Skenario 2

udara luar bersama dengan penyempitan trakea akan menghasilkan

aliran udara yang melalui trakea. Kekuatan eksplosif ini akan

”menyapu” sekret dan benda asing yang ada di saluran napas.

(Ikawati, 2008)

Reflek Batuk

Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor

ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam

maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks

antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah

reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang

kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina

dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di

saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan

diafragma.

Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang

mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung,

dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus

vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus

paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring

dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan

diafragma.

Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang

terletak di medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah.

Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen nervus vagus, nervus

frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus

fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini

berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot

interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk

kemudian terjadi.(Wirjodiarjo, Muljono. 2008)

Page 33: Skenario 2

Mekanisme Batuk

Fase iritasi

Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea,

bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus

glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila

reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan

saluran telinga luar dirangsang.

Fase inspirasi

Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat

kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara

dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah

banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah

akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi

lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru.

Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan

keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih

cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup

sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.

Fase kompresi

Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot

adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada

fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cm H2O agar

terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5

detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan

glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan

intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.

Fase ekspirasi/ ekspulsi

Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot

ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar

dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-

Page 34: Skenario 2

benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot

pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang

penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk

yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran

sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

(Guyton. 2008)

Jenis-Jenis Obat Batuk :

1. Antitusif

- Obat untuk menekan/ mencegah batuk, biasanya digunakan

untuk batuk nonproduktif.

- Sentral: menghambat rangsangan pada pusat batuk di otak

- Efek samping: – Stress pernafasan (hati-hati pada asma)

– Pusing, mengantuk

– GIT disturbance

- Hati-hati pemberian CNS supresan lain, alkohol

- Antitusif tidak cocok untuk batuk dengan sekresi yang

berlebihan

- Contoh: dekstrometorfan dan codein

2. Mukolitik (pengencer dahak)

- Bekerja menurunkan viskositas sekret dengan

- efek langsung terhadap mukus

- Contoh :

– Bromheksin

– Ambroksol Bromheksin

– Asetilsistein

– Erdostein

3. Ekspektoran

Page 35: Skenario 2

- Meningkatkan produksi dan pengeluaran sekret pada saluran

pernafasan

- Ekspektoran biasa dikombinasi dengan obat antitusif,

antihistamin, atau dekongestan

- Contoh: guaifenisin (GG=gliseril guaiakolat) 100mg

Sesak Napas (Dispnea)

Dispnea adalah gejala subjektif berupa keinginan penderita untuk

meningkatkan upaya mendapatkan pernapasan. Penyebabnya antara

lain : meningkatnya tahanan jalan napas (seperti pada obstruksi jalan

napas atas, asma, dan penyakit obstruksi kronik), berkurangnya

keteregangan paru (seperti pada fibrosis paru, edema, dan penyakit

parenkim paru).

Dispnea berkaitan dengan ventilasi.Ventilasi dipengaruhi oleh

kebutuhan metabolic dari konsumsi oksigen dan eliminasi

karbondioksida.Frekuensi ventilasi bergantung pada rangsangan pada

kemoreseptor yang ada di badan karotid dan aorta.Selain itu, frekuensi

ini juga dipengaruhi oleh sinyal dari reseptor neural yang ada di

parenkim paru, saluran udara besar dan kecil, otot pernapasan, dan

dinding toraks.

Pada dispnea, terjadi peningkatan usaha otot dalam proses

inspirasi dan ekspirasi. Karena dypsnea bersifat subjektif, maka

dipsnea tidak selalu berkorelasi dengan derajat perubahan secara

fisiologis.Beberapa pasien dapat mengeluhkan ketidakmampuan

bernapas yang berat dengan perubahan fisiologis yang minor,

sementara pasien lainnya dapat menyangkal terjadinya

ketidakmampuan bernapas walaupun telah diketahui terdapat

deteriorasi kardiopulmonal.

Page 36: Skenario 2

Tidak terdapat teori yang dipakai secara universal dalam

menjelaskan mekanisme dipsnea pada seluruh situasi klinik.Campbell

dan Howell (1963) telah memformulasikan teori length-tension

inappropriateness yang menyatakan defek dasar dari dipsnea adalah

ketidakcocokan antara tekanan yang dihasilkan otot pernafasan

dengan volume tidal (perubahan panjang).Kapanpun perbedaan

tersebut muncul, muscle spindle dari otot interkostal mentransmisikan

sinyal yang membawa kondisi bernapas menjadi sesuatu yang

disadari. Reseptor jukstakapiler yang terlokasi di interstitium alveolar

dan disuplai oleh serat saraf vagal tidak termielinisasi akan distimulasi

oleh terhambatnya aktivitas paru. Segala kondisi tersebut akan

mengaktivasi refleks Hering-Breuer dimana usaha inspirasi akan

dihentikan sebelum inspirasi maksimal dicapai dan menyebabkan

pernapasan yang cepat dan dangkal. Reseptor jukstakapiler juga

bertanggung jawab terhadap munculnya dyspnea pada situasi dimana

terdapat hambatan pada aktivitas paru, seperti pada edema pulmonal.

Teori lain mengaitkan dispnea dengan ketidakseimbangan asam

basa, mekanisme sistem saraf pusat, berkurangnya kapasitas

bernafas, meningkatnya usaha untuk bernafas, peningkatan tekanan

transpulmonal, kelemahan otot respiratorik, meningkatnya kebutuhan

oksigen untuk bernafas, ketidaksinergisan otot interkostal dan

diafragma, serta aliran respirasi yang abnormal.

Dispnea pada saat aktivitas fisik dapat disebabkan oleh output

ventrikel kiri yang gagal untuk meningkat selama berolahraga dan

mengakibatkan meningkatnya tekanan vena pulmonal. Pada asma

kardiak, bronkospasme diasosiasikan dengan terhambatnya aktivitas

paru dan kemungkinan disebabkan karena cairan edema pada dinding

bronkus.

Page 37: Skenario 2

Dispnea pada akhirnya akan dapat diinduksi oleh empat hal utama,

yaitu:

Meningkatnya kebutuhan ventilasi

Menurunnya kapasitas ventilasi

Meningkatnya resistensi saluran nafas

Menurunnya compliance paru.

Patofisiologi sesak pada asma kardial

Pada keadaan normal selalu terdapat sisa darah di rongga ventrikel

pada akhir sistol. Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal

jantung, maka pada saat akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih

banyak dari keadaan normal. Pada fase diastole berikutnya maka sisa

darah ini akan bertambah lagi dengan darah yang masuk ke ventrikel kiri,

sehingga tekanan akhir diastole menjadi lebih tinggi.

Dengan berjalannya waktu, maka pada suatu saat akan timbul

bendungan di daerah atrium kiri. Tekanan darah di atrium kiri yang

berkisar antara 10-12 mmHg meninggi karena bendungan tersebut. Hal ini

akan diikuti peninggian tekanan darah di vena pulmonalis dan di

pembuluh darah kapiler paru-paru. Karena ventrikel kanan yang masih

sehat memompa darah terus sesuai dengan jumlah darah yang masuk ke

atrium kanan maka dalam waktu cepat tekanan hidrostatik di kapiler paru-

paru akan menjadi begitu tinggi sehingga melampaui 18 mmHg dan

terjadilah transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.

Pada saat tekanan di arteri pulmonalis dan arteri bronchialis meninggi

terjadi pula transudasi di jaringan interstisial bronkus. Jaringan tersebut

menjadi edema dan hal ini akan mengurangi besarnya lumen bronchus,

sehingga aliran udara menjadi terganggu. Pada keadaan ini suara

pernafasan menjadi berbunyi pada saat ekspirasi, terdengar bising

ekspirasi dan fase ekspirasi menjadi lebih panjang. Keadaan ini dikenal

Page 38: Skenario 2

dengan asma kardial, suatu fase permulaan gagal jantung. Bila tekanan di

kapiler paru makin tinggi, maka cairan transudasi ini akan makin

bertambah banyak. Cairan transudasi ini mula-mula akan masuk ke dalam

saluran limfatik dan kembali ke peredaran darah. Namun bilamana

tekanan hidrostatik kapiler paru sudah di atas 25 mmHg, maka transudasi

cairan ini menjadi lebih banyak dan saluran limfatik tidak cukup untuk

menampungnya, cairan tersebut akan tertahan di jaringan interstisial paru

dan suatu saat akan memasuki alveoli.

Dengan terjadinya edema interstisial, maka pergerakan alveoli akan

terganggu sehingga proses pertukaran udara juga tergangggu. Penderita

akan merasa sesak nafas disertai dengan nadi yang cepat. Bila transudasi

sudah masuk ke rongga alveoli, terjadilah edema paru dengan gejala

sesak nafas yang hebat, takikardia, tekanan darah yang menurun, dan

kalau tidak dapat diatasi maka kemudian diikuti oleh syok. Syok in disebut

kardiogenik, dimana tekanan diastol sangat rendah, sehingga tidak

mampu lagi memberikan perfusi cukup pada otot-otot jantung.

Gangguan mekanik terhadap proses ventilasi:

• Obstruksi aliran napas (sentral atau perifer)

– Asma, PPOK

– Tumor endobronkial

– Stenosis trakea / laring

• Gangguan pengembangan paru (stiff lung)

– Interstitial fibrosis

– Gagal jantung kiri

– Tumor linfangitik

• Gangguan pengembangan dinding dada atau diafragma

– Penebalan pleura, kifoskoliosis, obesiti, masa intraabdomen, kehamilan

Page 39: Skenario 2

Kelemahan pompa napas (respiratory pump)• Absolut– Riwayat poliomielitis– Penyakit neuromuskular (Sindrom Guillain Barre, muscular dystrophy, SLE, hipertiroidisme)• Relatif– Hiperinflasi– Efusi pleura– Pneumotoraks

Peningkatan respiratory drive

• Hipoksemia

• Asidosis metabolik

– Penyakit ginjal

– Anemia, hemoglobinopati

– Penurunan curah jantung

• Stimulasi reseptor intrapulmoner

– Infiltrative lung disease, hipertensi pulmoner, edem paru

Ventilasi rugi (wasted ventilation)

• Destruksi kapiler

– Misal pada emfisema, interstitial lung disease

• Obstruksi pembuluh darah besar

– Misal emboli paru, vaskulitis pulmoner

TINDAKAN MENGURANGI OBSTRUKSI:

1. Hidrasi: untuk mengencerkan secret bronkus2. Ekspektoran dan bronkodilator untuk meredakan spasme otot polos3. Obat-obatan simptomatik, contohnya: albuterol, terbutalin, xantin4. Latihan napas5. Pemberian suplemen oksigen6. Bedah dengan metode reduksi volume paru dengan prinsip

mengangkat bagian paru yang menguap agar fungsi elastisitas recoil dan otot diafragma membaik

7. Bedah dengan transplantasi paru-paru

Page 40: Skenario 2

4. Penyakit Agroindustri

Antrakosis Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara. Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis. Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan penyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru. 

Pneumokoniosis

Pneumokoniosis adalah penyakit saluran pernafasan yang

disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau

mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pneumoconiosis

banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel yang masuk ke

Page 41: Skenario 2

paru-paru. Beberapa jenis pneumoconiosis yang banyak dijumpai

antara lain slikosis, asbesitosis, bisinosis dan berilosis.

Silikosis

Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika

bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru

dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat

di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang

mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu,

debu silika juka banyak terdapat di tempat di tempat penampang

bijih besi, timah putih dan tambang batubara. Pemakaian

batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu

silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan

terdispersi ke udara bersama – sama dengan partikel lainnya,

seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.

Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami

masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan

lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak,

apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke

paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai

dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali

tidak disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala

sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan

fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila

penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin

parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah

kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.

Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika

perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan

kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum

ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan

Page 42: Skenario 2

berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit

silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah

menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale

dan penyakit saluran pernapasan lainnya.

Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi

pekerja akan sangat membantu pencegahan dan

penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan

pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah

bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit pekerja

kalau sewaktu–waktu diperlukan.

Tabakosis

Tabakosis adalah penyakit bronkhopulmoner yang penyebabnya

debu temba-kau. Debu dari daun tembakau dapat bebas ke udara

pada waktu pengeringan daun tembakau, pengolahan daun

tembakau kering dengan pemotongan, pencampuran tembakau

yang telah dirajang dan juga pada pekerjaan pelintingan apabila

kondisi lingkungan kerja demikian berdebu. Debu tembakau

mengandung zat kimia iritan kepada saluran bronkhopulmoner

antara lain nikotin; faktor biologis antara lain jamur serta

komponen lainnya. Mekanisme terjadinya penyakit adalah iritasi

kimiawi antara lain oleh nikotin, infeksi oleh jamur dan bakteri,

dan alergi terhadap zat kimia dari debu tembakau dan mikro-

organisme. Gejala tabakosis akut adalah demam, batuk, sesak,

dan kelainan asmatis. Lebih lanjut penyakit berkembang sehingga

pekerja yang dihinggapi penyakit tersebut menderita bronkhitis

semula akut kemudian kronis serta pnemonia atau menjadi

aktifnya proses spesifik TBC paru. Foto rontgen paru pada

stadium dini penyakit tidak memperlihatkan kelainan. Uji fungsi

paru khususnya kapasitas vital paksa (FEV) dan lebih

karakteristik lagi volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1)

Page 43: Skenario 2

menunjukkan penurunan nilainya sesuai dengan semakin

memburuknya keadaan sakit penderita.

Bagassosis

Bagassosis adalah suatu penyakit paru yang dialami oleh para

petani, pekerja pabrik tebu, atau pabrik kertas yang terpapar sisa

atau debu batang tebu (bagasse). Penyebabnya adalah

jamur Thermophilic actinomycetes sacchari yang hidup subur

pada alas batang tebu. Kedua penyakit ini termasuk pneumonitis

hipersensitif akibat inhalasi debu organis (yakni jerami padi,

gandum, dan sisa batang tebu).

Gejala muncul 4-8 jam setelah terpapar, timbul gejala seperti

infeksi paru akut: Batuk, Sesak nafas tanpa mengi, demam,

menggigil, diaforesis (berkeringat), malaise, mual, sakit kepala.

Tanda yang dapat ditemukaan pada pemeriksaan fisik , yaitu

takikardia, takipnea, sianosis, ronki basah di basal kedua paru.

Berilosis

Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa

logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida,

dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut

beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan

nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang ditandai dengan

gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas. Penyakit

beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang

menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada

pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada

pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir. 

Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng

(dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan

penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang

Page 44: Skenario 2

disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa

berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang

tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah

pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang

mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin

saja timbul. Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah lelah,

berat badan yang menurun dan sesak napas. Oleh karena itu

pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang

terlibat dengan pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu

dilaksanakan terus menerus.

Bissinosis

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang

disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di

udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas

atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan

kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta

pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil;

seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain

sebagainya.

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5

tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak

napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu

hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari

Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan

beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat

adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga

merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah

lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan

penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan

emphysema.

Page 45: Skenario 2

Asbestosis

Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang

disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara.

Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang

paling utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak

dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes,

pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain

sebagainya.

Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan

mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai

dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak

membesar/melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak

maka akan tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut.

Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu

diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan

lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.

5. Pengelolaan Masalah Penyakit Agroindustri Kendala dalam Pengelolaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Masalah Makro

Di tingkat nasional (makro) ditemui banyak faktor yang

merupakan kendala yang menyebabkan kurang berhasilnya

program keselamatan kerja antara lain :

1. Pemerintah

Masih dirasakan adanya kekurangan dalam masalah

pembinaan (formal & non formal), bimbingan (pelayanan

informasi, standar, code of pratice), pengawasan (peraturan,

pemantauan / onitoring serta sangsi terhadap pelanggaran),

serta bidang-bidang pengendalian bahaya.

2. Teknologi

Page 46: Skenario 2

Perkembangan teknologi perlu diantisipasi agar bahaya yang

ditimbulkannya dapat diminimalisasi atau dihilangkan sama

sekali dengan pemanfaatan ketrampilan di bidang

pengendalian bahaya. 

3. Sosial Budaya

Adanya kesenjangan sosial budaya dalam bentuk rendahnya

disiplin dan kesadaran masyarakat terhadap masalah

keselamatan kerja, kebijakan asuransi yang tidak berorientasi

pada pengendalian bahaya, perilaku masyarakat yang belum

sepenuhnya mengerti terhadap bahaya-bahaya yang terdapat

pada industri dengan teknologi canggih serta adanya budaya

“santai” dan “tidak peduli” dari masyarakat. Faktor-faktor

diatas ini akan ikut menentukan bentuk dan mutu penanganan

usaha keselamatan di perusahaan.

Masalah Mikro

1. Kesadaran, dukungan dan keterlibatan

Kesadaran, dukungan dan keterlibatan manajemen operasi

terhadap usaha pengendalian bahaya dirasakan masih sangat

kurang. Keadaan ini akan membudaya mulai dari lapis bawah

sehingga banyak para karyawan memilki kesadaran

keselamatan yang rendah, disamping itu pengetahuan mereka

terhadap bidang rekayasa dan manajemen keselamatan kerja

juga sangat terbatas.

2. Kemampuan yang terbatas dari petugas keselamatan kerja

Kemampuan petugas keselamatan kerja dibidang rekayasa

operasi, rekayasa keselamatan kerja, manajemen

pengendalian bahaya dirasakan sangat kurang sehingga

merupakan kendala diperolehnya kinerja keselamatan kerja

yang baik.

Akibat daripada kekurangan ini terdapatnya kesenjangan

antara makin majunya teknologi terapan dengan dampak

Page 47: Skenario 2

negatif yang makin tinggi dengan kemampuan para petugas

keselamatan kerja dalam mengantisipasi keadaan yang makin

berbahaya.

3. Standart, code of practice

Masih kurangnya standard-standard dan code practice di

bidang keselamatan kerja serta penyebaran informasi di

bidang pengendalian bahaya industri yang masih terbatas

akan menambah memperbesar resiko yang dihadapi.

Pencegahan secara sekunderPencegahan sekunder ini seperti mengatur ventilasi (keluar

masuknya udara), mengatur rotasi kerja tiap pekerja dengan cara

membuat giliran jenis pekerjaan yang ada untuk masing masing

pekerja sehingga mengurangi intensitas pajanan.

Pencegahan secara Tersier Administratif kontrol

Pihak pengusaha melakukan seleksi karyawan yang akan

ditempatkan pada ruang kerjanya

.

Penggunaan Alat Pengaman Diri

Aspek yang perlu diperhatikan

Bentuknya cukup menarik

Dapat diapakai secara fleksibel

Tahan untuk pemakaian yang cukup lama

Seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidak

nyamanan yang lebih

Dapat memberiakn perlindungan yang adekuat terhadap

bahaya yang spesifik yang dihadapi oleh pekerja

Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakaiannya

yang dikarenakan bentuk dan bahayanya tidak tepat atau salah

dalam penggunaannya.

Page 48: Skenario 2

Suku cadang mudah diperoleh untuk mempermudah

pemeliharaan

Jenis-jenis APD dan Penggunaannya

Kepala

- Alat pelindung kepala (Safety Helmet) melindungi kepala

dari benda keras, pukulan dan benturan, terjatuh dan

terkena arus listrik. Kemudian melindungi kepala dari

kebakaran, korosif, uap-uap, panas atau dingin.

- Pengujian mekanik dengan menjatuhkan benda seberat 3

kg dari ketinggian 1m, pelindung kepala tidak boleh pecah

atau benda tak boleh menyentuh kepala. Jarak antara

lapisan luar dan lapisan dalam dibagian puncak ; 4-5 cm.

- Tidak menyerap air dengan direndam dalam air selama 24

jam.

Mata

- Mudah dikenakan cocok untuk kasus berisiko kecil dan

menengah. Lemparan benda – benda kecil, pengaruh

cahaya dan pengaruh radiasi tertentu.

- Bahan pembuat alat pelindung mata dari plastic.

- Syarat optis tertentu adalah lensa tidak boleh mempunyai

efek distorsi atau efek prisma lebih dari 1/16 prisma dioptri,

artinya perbedaan refraksi harus lebih kecil dari 1/16 dioptri.

Telinga

- Sumbat telinga (ear plug) dapat mengurangi intensitas

suara 10 s/d 15 dB dan tutup telinga ( ear muff ) dapat

mengurangi intensitas suara 20 s/d 30 dB.

- Sumbat telinga yang baik adalah menahan frekuensi

tertentu saja,

Pernafasan

Page 49: Skenario 2

Memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya seperti

kekurangan oksigen dan pencemaran oleh partikel debu, kabut,

asap dan uap logam kemudian pencemaran oleh gas atau uap.

Kaki

- Sepatu dengan logam atau baja, sepatu boot, dan jenis

lainnya untuk kebakaran dan bahaya peledakan.

- Sepatu buruh atau tipe sepatu jalan, digunakan untuk

melindungi dari percikan, lelehan metal atau logam yang

berasal dari pengelasan atau bunga api.

- Sepatu penguat bagian dalamnya memiliki sol metal yang

fleksibel

- Untuk kondisi basah sepatu kulit dengan paduan kayu

cendana

- Sepatu keselamatan dengan pelindung metatarsal, selalu

digunakan dalam opersi material berat. Juga untuk menjaga

kemungkinan bila ada denda jatuh dan menimpa jari kaki

bagian atas. Pelindung metal ini sangat cukup melindungi

kaki sampai pergelanagan kaki.

- Sepatu boot keselamatan yaitu sepatu yang dilengkapi

dengan nonferrous yang akan mereduksi kemungkinan

adanya gesekan dari pecahan ketika dilokasi dengan

bahaya ledakan api.

Page 50: Skenario 2

Tangan

Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang banyak

digunakan, fungsinya untuk melindungi tangan dari luka lecet,

luka teriris, luka terkena bahan kimia dan terhadap temperature

ekstrim.

- Kelvar-trated gloves untuk perlindungan dari kebakaran

- Metal-mesh gloves untuk perlindungan dari benda tajam

dan pukulan

- Rubber gloves untuk perlindungan dari listrik

- Rubber neoprene or viniyl gloves untuk perlindungan dari

korosi kimia

- Leather gloves untuk tahan terhadan suhu yang sedang,api

serta benda tajam

- Catton or fabric gloves digunakan untuk tempat kotor

- Chrome-tanned cowhide leathe untuk pengecoran baja

- Coated fabric gloves untuk melindungi dari bahan

kimia,biasanya digunakan di tempat pengalengan ikan.

- Heated industrial gloves di gunakan untuk perlindungan

suhu rendah

- Hand leathers untuk bantalan tangan

Pakaian Pelindung

- Flame resistant catton atau duck

Untuk bahaya panas atau percikan api yang sedang.

- Special flame- resistant and heat resistant synthetic fabrics

Untuk memadamkan api atau untuk pekerjaan-pekerjaan

disekeliling api yang terbuka.

- Rubber, neoprene, vinyl or other protective material

Untuk pekerjaan-pekerjaan yang basah atau

menanggulangi asam, korosi dan zat-zat kimia.

Page 51: Skenario 2

Sabuk pengaman

Dapat dipakai dengan maksimal berat tubuh 80 kg.