Skenario 2
-
Upload
anin200496 -
Category
Documents
-
view
14 -
download
4
description
Transcript of Skenario 2
RESUME BLOK 5
SKENARIO 2
Batuk
DISUSUN OLEH
1. REVIN VIONA CINTYA 132010101003
2. WYDI ULFA PRADINI 132010101008
3. GEMA AKBAR WAKHIDANA 132010101009
4. DANING YUNIARTIKA 132010101010
5. PUTRI DWI FITRIANI 132010101011
6. PUTRI MAURA WIDYARATRI 132010101022
7. SHINTA MADYANING WURI 132010101023
8. RISTY LINGGAN WANGI 132010101043
9. YOHANES SETYO WIDODO 132010101044
10. ANISA HANIF RIZKI A 132010101063
11. LYANITA TANTRI 132010101066
12. M FAKHRI ALI 132010101076
13. ANNISA RACHMAWATI 132010101084
14. ANINDHITA DYAH S 132010101086
15. NILA MAHARDIKA T. N. 102010101034
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Skenario 2
Batuk
Pak Sukarman 48 tahun seorang buruh tani asal desa Sukorambi Jember
datang berobat kepoliklinik RS. dr. Soebandi, mengalami keluhan batuk
yang tidak kunjung sembuh. Selain itu beliau juga mengalami
sakittenggorok, sesak napas, mengi, dan chest tightness. Sejak usia 20
tahun pak Sukarman sudah menjadi buruh tani sehingga sering terekspos
dengan pestisida, karena dalam melakukan pekerjaannya beliau kurang
memperlihatkan proteksi dan personal hygine seperti memakai masker
dengan filter dan mencuci tangan.
Klasifikasi istilah
1. Chest tightness
Rasa berat pada dada / tekanan dan nyeri dada.
2. Sesak napas
Sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan merupakan
gejala utama penyakit kardiopulmonar.
Suatu istilah yang menggambarkan suatu persepsi subjektif
mengenai ketidaknyamanan bernapas yang terdiri dari berbagai
sensasi yang berbeda intensitinya.
Sesak napas (dispnea) adalah gangguan pada pernapasan dimana
saat inspeksi dapat terlihat tanda barrel chest atau dada yg
membusung seperti barrel.
Gejala sesak napas salah satunya dalah dengan penggunaan otot-otot bantu pernapasan yaitu sternocleidomastoideus, trapezius, pectoralis mayor. Selain itu pernapasan cuping hidung, takipnea, hiperventilasi juga merupakan gejala dari sesak napas.
3. Personal Hygiene
Berasal dari bahasa Yunani yaitu peronal : perorangan, hygiene:
sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis.
4. Mengi
Suara abnormal yang dihasilkan ketika udara mengalir melalui
saluran napas yang menyempit. Penyempitn ini disebabkan ekresi
mucus terkurung, penyempita otot saluran napas, pengetatan di
sekitar saluran napas. Suara ini juga dihasilkan oleh aliran turbulen
melalui paru-paru.
Rumusan Masalah
1. Diagnosis apa yang cocok untuk skenario diatas?
Alergi
Seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi
dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini
terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus
dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam
zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin.
Dengan kta lain Antibodi ini mencari dan menempelkan
dirinya pada sel-sel batang. Peristiwa ini terjadi dalam
jumlah besar di paru-paru dan saluran pernafasan lalu
membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel
melepaskan zat kimia yang disebut mediator. Salah satu
unsur mediator ini adalah histamin. Dan akibat pelepasan
histamin terhadap paru-paru adalah reaksi
penegangan/pengerutan saluran pernafasan dan
meningkatnya produksi lendir yang dikeluarkan jaringan
lapisan sebelah dalam saluran tersebut.
Bronkitis akut dan kronis
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang
disebut mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-
paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien
dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-
paru mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang
infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah
bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat.
infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang,
menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan
mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari
dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus
dalam jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran
udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus
besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh
saluran napas.
Emfisema
Emfisema ditandai oleh (1) kolapsnya saluran napas halus
dan (2) rusaknya dinding alveolus. Penyakit ireversibel ini
dapat timbul melalui dua cara berbeda. Emfisema paling
sering terjadi karena pelepasan berlebihan enzim
perusak misalnya tripsin dari makrofag alveolus sebagai
mekanisme pertahanan terhadap pajanan kronik asap
rokok atau iritan lain. Paru dalam keadaan normal
terlindung dari kerusakan oleh enzim-enzim ini oleh α1-
antitripsin, suatu protein yang menghambat tripsin. Namun,
sekresi berlebihan enzim-enzim destruktif ini sebagai
respons terhadap iritasi kronik dapat mengalahkan
kemampuan protektif α1-antitripsin sehingga enzim-enzim
ini menghancurkan tidak saja benda asing tetapi juga
jaringan paru. Berkurangnya jaringan paru menyebabkan
rusaknya dinding alveolus dan kolapsnya saluran napas
halus yang menjadi karakteristik emfisema.
Asma Bronchial
Serangan napas pendek.Penyempitan jalan napas disebabkan: bronkospasme, edema mukosa, hipersekresi muku kental.
2. Apakah ada hubungan antara keluhan dan paparan pestisida ?
Ada, karena jika pestisida tersebut masuk menyebabkan edema
diparu paru,dan pada jangka panjang menimbulkan mengi. Waktu
terpapar mempengaruhi penyakit yang terjadi, karena pestisida
yang terakumulasi menjadi lebih banyak..
3. Proteksi apa yang harus dilakukan agar tidak terpapar pestisida?
Proteksi yang dilakukan adalah masker, sarung tangan, penutup
kepala, pakaian penutup kulit, kacamata, sepatu boot, menyemprot
searah angin, mencuci tangan tangan yang benar setelah
menyemprot, mencuciperalatan yang digunakan untuk menyemprot
4. Apa penyebab, organ dan sistem yang terserang, serta macam
macam sesak napas dan bagaimanakah mekanismenya?
Organ yang terserang adalah paru paru, trakea, bronkiolus,
bronkus, pleura. Sistem yang terserang adalah sistem pernapasan.
Macam macam sesak napas :
dispnea akut adalah dispnea yang terjadi secara tiba-tiba.
Contoh pada kasus emboli paru.
dispnea kronis adalah dyspnea (Sesak Nafas) kronis
(menahun) dapat disebabkan oleh penyakit asma. Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-
paru, tumor, kelainan pita suara.
Obstruksi jalan napas
Asma
Obstruksi kronik
Ketegangan paru
5. Bagaimana penanganan medis untuk skenario diatas?
Untuk pasien dengan gangguan penyempitan saluran napas seperti
sesak napas dapat diberikat terapi obat bronkokondilator seperti:
- Golongan xantin, contohnya: Epinefrin HCl (zat aktif dalan
Neo Napacin yang legal dibeli di apotek tanpa resep dokter)- Golongan simpatomimetika
- Golongan antikolinergik
Dalam penatalaksanaan asma, pemberian obat-obat perangsang
beta 2 dan aminofilin tahap awal dapat memperburuk hipoksemia
oleh karena efek vasodilator obat yang dapat terjadi lebih cepat dari
pada efek bronkodilatornya. Akibat hal tersebut oksigenisasi
relative menurun, sehingga dianjurkan pemberian oksigen agar
hipoksemia tidak memburuk.
Selain itu dalampengobatan jangka panjang dapa dilakukan
imunoterapi, pemberian inhaler, pemberian antidotum, pemberian
suplemen oksigen, pembedahan paru dan transplantasi paru.
6. Penyakit saluran pernapasan apa yang dapat timbul selain yang
diskenario?
Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang luas.Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu,
yang menyebabkan peradangan.
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara
ke paru-paru).
Penyakit Silikosis penyebabnya adalah silika bebas (SiO2) yang
terdapat dalam debu yang dihirup waktu bernafas dan ditimbun
dalam paru paru dengan masa inkubasi 2-4 tahun.
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang
disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di
udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru.
Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh debu batubara.
Penyakit Beriliosis :Udara yang tercemar oleh debu logam
berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun
dalam bentuk halogenida
Pneumonitis Kimia adalah peradangan paru-paru yang terjadi
akibat menghirup gas dan bahan kimia.
Pneumonitis kimia akut menyebabkan edema (pembengkakan
jaringan paru) serta berkurangnya kemampuan paru dalam
menyerap oksigen dan membuang karbondioksida.
Pneumonitis kimia kronis bisa terjadi setelah pemaparan
sejumlah kecil bahan yang mengiritasi paru, tetapi berlangsung
dalam waktu yang lama.
Pneumonitis Hipersensitivitas (Alveolitis Alergika Ekstrinsik,
Pneumonitis Interstisial Alergika, Pneumokoniosis Debu Organik)
adalah suatu peradangan paru yang terjadi akibat reaksi alergi
terhadap alergen (bahan asing) yang terhirup. Alergen bisa berupa
debu organik atau bahan kimia (lebih jarang). Debu organik bisa
berasal dari hewan, jamur atau tumbuhan.
7. Reaksi hipersensitivitas yang mana yang terjadi pada skenario ?
HIPERSENSITIVITAS TIPE 1
Reaksi tipe 1 disebut juga reaksi cepat, reaksi anafilaksis
atau reaksi alregi dikenal sebagai reaksi yang segera timbul
sesudah allergen masuk ke dalam tubuh. Reaksi alergi juga
merujuk pada reaksi pejamu yang berubah bila terjadi kontak
dengan bahan yang sama untuk kedua kali atau lebih.
Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan
respons imun dengan dibentuknya IgE yang kemudian akan
diikat oleh reseptor Fc pada permukaan sel mastosit,
leukosit, dan basofil. Bila tubuh yang sudah tersensitisasi
tersebut terpapar oleh allergen yang sama, maka allergen
tersebut akan diikat oleh IgE spesifik tadi dan akan
menimbulkan degranulasi sel mastosit/ basofil. Degranulasi
tersebut mengeluarkan berbagai bahan mediator antara lain
histamine yang didapat dalam granul-granul sel. Antigen
merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan
sel Th. IgE diikat mastosit melalui reseptor Fc. Antigen yang
sama yang memasuki tubuh akan diikat IgE yang sudah ada
pada permukaan mastosit. Akibat ikatan tersebut, mastosit
berdegranulasi mengeluarkan mediator-mediator yang
menyebabkan gejala pada reaksi hipersensitivitas I.
Penyakit-penyakit yang timbul segera sesudah tubuh
terpapar oleh allergen adalah asma bronchial, rhinitis,
urtikaria, dan dermatitis atopic. Di samping histamine,
mediator lain seperti prostaglandin dan leukotrin (SRS-A)
yang dihasilkan metabolism asam arakidonik, berperan pada
fase lambat reaksi cepat yang sering timbul beberapa jam
sesudah kontak dengan allergen.
Hipersensitivitas tipe 2
Reaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik
atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau
IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.
Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan
antigen yang merupakan bagian dari membran sel
tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan
metabolisme sel dilibatkan. Istilah lebih tepat mengingat
reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik.
Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki
reseptor Fcγ-R dan juga sel NK yang dapat berperan
sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui
ADCC. Reaksi tipe II dapat menunjukkan berbagai
manifestasi klinik (Baratawidjaja, 2009).
Hipersensitivitas tipe 2 merupakan hipersensitivitas yang
disebabkan oleh interaksi antibodi dengan antigen pada
permukaan sel. IgG atau IgM spesifik antigen di permukaan
sel atau matriks ekstraseluler atau reseptor-reseptor
permukaan sel mengikat dan menyebabkan kerusakan pada
tempat pengikatan dengan melibatkan beberapa mekanisme
baik aktivasi komplimen dan lisis maupun opsonisasi yang
diperantarai oleh reseptor untuk Fc atau C3b. Mekanisme ini
menyebabkan fagositosis dan penghancuran oleh makrofag
dan netrofil. Contoh gangguan yang disebabkan adalah
myasthenia gravis, sindrom Good pasture, dan
inkompatibilitas Rh.
Hipersensitivitas Tipe 3
Hipersensitivitas III ini biasanya merupakan lanjutan dari
hipersensitivitas tipe II. Hipersensitivitas tipe III merupakan
hipersensitivitas yang disebabkan oleh pembentukan
kompleks antigen-antibodi yang bersirkulasi dan mengendap
di dalam jaringan. Kompleks ini mengaktifkan komplemen
dan mediator radang lain, diikuti dengan aktivitas
komplemen dan akumulasi leukosit polimorfonuklear,
mengawali proses-proses termasuk peningkatan
permeabilitas vaskular, perangsangan degranulasi sel mast,
kemotaksis dan akumulasi neutrofil dan agregasi trombosit
serta mengakibatkan kerusakan jaringan. Kompleks imun
dapat melibatkan antigen eksogen seperti bakteri dan virus,
atau antigen endogen seperti DNA. Kompleks imun patogen
terbentuk dalam sirkulasi dan kemudian mengendap dalam
jaringan ataupun terbentuk di daerah ekstravaskular tempat
antigen tersebut tertanam (kompleks imun in situ).
Hipersensitivitas Tipe 4
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat,
cell mediatif immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity
(DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam
setelah tubuh terpajan dengan antigen.Reaksi terjadi karena
sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor
spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen
yang sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin. Limfosit
yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar
seperti limfoblas (limfosit T) yang mampu merusak sel target
yang mempunyai reseptor di permukaannya sehingga dapat
terjadi kerusakan jaringan.
Hipersensitivitas tipe IV merupakan hipersensitivitas yang
diinisiasi oleh limfosit T spesifik-antigen. Berbeda dengan
bentuk hipersensitivitas yang diperantarai oleh antibodi,
bentuk ini membutuhkan satu hari atau lebih untuk
berkembang dan dapat dipindahkan oleh limfosit, namun
tidak oleh serum. Istilah ini sering disebut sebagai delayed
hypersensitivity.
Reaksi diperantarai oleh limfosit T baik melalui pelepasan
sitokin maupun melalui sitosis langsung. Pada mekanisme
yang terdahulu, pelepasan sitokin vasoaktif dan kemotaktik
dipicu oleh kontak antara sel T dengan antigen spesifik pada
antigen-presenting cells. Sitokin menarik dan mengaktifkan
monosit spesifik non-antigen dan makrofag, mengakibatkan
eritema lokal dan indurasi, dan menimbulkan pembentukan
granuloma dan nekrosis jika rangsangannya tidak dapat
dihilangkan.
Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat
berupa jaringan asing (seperti reaksi allograft),
mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri, dll). Protein
atau bahan kimia yang dapat menembus kulit dan
bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai carrier.
Selain itu, bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang oleh
antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam tubuh yang
telah berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus,
sehingga sel limfosit ini menjadi ganas terhadap sel yang
mengandung antigen itu (sel target).
Kerusakan sel atau jaringan yang disebabkan oleh
mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi
kuman (tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola,
morbilli, herpes), infeksi jamur (candidiasis, histoplasmosis)
dan infeksi oleh protozoa (leishmaniasis, schitosomiasis).
8. Jenis pestisida apa yang dapat penyebabkan penyakit tersebut?
Dengan cara apa pestisida dapat masuk kesaluran pernapasan?
Salah satu pestisida ya g dapat menyebabkan penyakit tersebut
adalah organofosfat dan formaldehid. Pestisida tersebut dapat
masuk kedalam saluran pernapasan dengan cara dihirup saat
menyemprotkan pestisida, makanan yang terkontaminasi.
9. Apa perbedaan Asma Bronkial dan Bronkitis akut?
Bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan
peningkatan jumlah dan ukuran sel goblet, dengan infiltrasi selsel
radang dan edema mukosa bronkus. Dapat didiagnosa
berdasarkan gejala klinis : batuk kronik degan pengeluaran
sputumbminimum 3 bulan setiaptahunnya, sekurang kurangnya
selama 2 tahun.
Asma bronkial adalah suatu penyakit episodik yang ditandai
dengan hipersensitivitas cabang trakeabronkial terhadap berbagai
penyempitan salurannapas reversibel yanng disebabkan oleh
bronkospasme. Asma bronkial dibagi menjadi dua yaitu:
1. Asma Episodik
Serangan asma bronkial karena otot polos saluran napas yang
berkerut
Serangan asma bronkial/bengek hanya sekali-sekali, ada
periode bebas sesak napas, serangan “mengi” mungkin terjadi
misalnya sewaktu jogging, makan suatu makanan yang
kebetulan alergi, mencium binatang piaraan, dsb.
Jenis ini memberikan respon yang baik terhadap pemberian
obat pelonggar nafas hirup (inhaler) dimana merupakan obat
yang paling aman dengan sedikit efek samping yang minimal.
Dapat juga diberikan obat pelonggar napas dalam bentuk tablet
maupun sirup.
2. Continuing Asma/Asma Berkelanjutan
Serangan asma bronkial karena proses peradangan saluran
pernapasan
Penderita asma bronkial/bengek ini tidak pernah merasakan
benar-benar bebas sesak, jadi hampir setiap hari menderita
“mengi”. Saluran pernapasannya mengalami keradangan
sehingga mempunyai resiko untuk terjadi serangan lebih sering,
walaupun telah diberikan obat pelonggar napas. Oleh
karenanya, penderita memerlukan obat tambahan berupa anti
keradangan (biasanya keluarga steroid).
Learning Objektif :
1. Memahami hipersensitivitas
2. Memahami proses inflamasi
3. Memahami patofisiologis batuk dan sesak napas
4. Mengetahui penyakit agroindustri
5. Mengetahui pengelolaan masalah penyakit agroindustri
PEMBAHASAN
1. Hipersensitivitas
Definisi
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas
terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal
sebelumnya. Reaksi hipersensitivitas terdiri atas berbagai kelainan
yang heterogen yang dapat dibagi menurut berbagai cara
(Baratawidjaja, 2009).
Jenis-Jenis Hipersensitivitas
Hipersensitivitas Tipe I
Hipersensitivitas tipe I merupakan hipersensitivitas yang
terjadi dengan cepat dalam waktu beberapa menit setelah
pajanan ulang terhadap antigen. Hipersensitivitas tipe ini
disebabkan oleh interaksi IgE dan antigen. Manifestasi klinis
dapat bervariasi contohnya dermatitis lokal, urtikaria, asma
dan anafilaksis sistemik. Pajanan pertama menginduksi sel
T CD4 + lalu menginduksi sel B untuk mensekresikan IgE.
IgE akan berikatan dengan sel mast atau basofil. Ketika
terjadi pajanan lagi, alergen tersebut akan berikatan dengan
IgE yang berada di permukaan sel mast atau basofil. Ikatan
tersebut akan memicu sel mast atau basofil untuk
menghasilkan mediator-mediator inflamasi, contohnya
histamin dan leukotrine. Mediator-mediator yang dihasilkan
dapat menyebabkan bronkospasme, edema, sekresi lendir,
dan peradangan.
MEKANISME REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE I
Hipersensitivitas Tipe II
Reaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik
atau sitolitik, terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau
IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.
Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan
antigen yang merupakan bagian dari membran sel
tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan
metabolisme sel dilibatkan. Istilah lebih tepat mengingat
reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik.
Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki
reseptor Fcγ-R dan juga sel NK yang dapat berperan
sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui
ADCC. Reaksi tipe II dapat menunjukkan berbagai
manifestasi klinik (Baratawidjaja, 2009).
Hipersensitivitas tipe II merupakan hipersensitivitas yang
disebabkan oleh interaksi antibodi dengan antigen pada
permukaan sel. IgG atau IgM spesifik antigen di permukaan
sel atau matriks ekstraseluler atau reseptor-reseptor
permukaan sel mengikat dan menyebabkan kerusakan pada
tempat pengikatan dengan melibatkan beberapa mekanisme
baik aktivasi komplimen dan lisis maupun opsonisasi yang
diperantarai oleh reseptor untuk Fc atau C3b. Mekanisme ini
menyebabkan fagositosis dan penghancuran oleh makrofag
dan netrofil. Contoh gangguan yang disebabkan adalah
myasthenia gravis, sindrom Good pasture, dan
inkompatibilitas Rh.
Hipersensitivitas Tipe III
Hipersensitivitas III ini biasanya merupakan lanjutan dari
hipersensitivitas tipe II. Hipersensitivitas tipe III merupakan
hipersensitivitas yang disebabkan oleh pembentukan
kompleks antigen-antibodi yang bersirkulasi dan mengendap
di dalam jaringan. Kompleks ini mengaktifkan komplemen
dan mediator radang lain, diikuti dengan aktivitas
komplemen dan akumulasi leukosit polimorfonuklear,
mengawali proses-proses termasuk peningkatan
permeabilitas vaskular, perangsangan degranulasi sel mast,
kemotaksis dan akumulasi neutrofil dan agregasi trombosit
serta mengakibatkan kerusakan jaringan. Kompleks imun
dapat melibatkan antigen eksogen seperti bakteri dan virus,
atau antigen endogen seperti DNA. Kompleks imun patogen
terbentuk dalam sirkulasi dan kemudian mengendap dalam
jaringan ataupun terbentuk di daerah ekstravaskular tempat
antigen tersebut tertanam (kompleks imun in situ).
Hipersensitivitas Tipe IV
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat,
cell mediatif immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity
(DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam
setelah tubuh terpajan dengan antigen.Reaksi terjadi karena
sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor
spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen
yang sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin. Limfosit
yang terangsang mengalami transformasi menjadi besar
seperti limfoblas (limfosit T) yang mampu merusak sel target
yang mempunyai reseptor di permukaannya sehingga dapat
terjadi kerusakan jaringan.
Hipersensitivitas tipe IV merupakan hipersensitivitas yang
diinisiasi oleh limfosit T spesifik-antigen. Berbeda dengan
bentuk hipersensitivitas yang diperantarai oleh antibodi,
bentuk ini membutuhkan satu hari atau lebih untuk
berkembang dan dapat dipindahkan oleh limfosit, namun
tidak oleh serum. Istilah ini sering disebut sebagai delayed
hypersensitivity.
Reaksi diperantarai oleh limfosit T baik melalui pelepasan
sitokin maupun melalui sitosis langsung. Pada mekanisme
yang terdahulu, pelepasan sitokin vasoaktif dan kemotaktik
dipicu oleh kontak antara sel T dengan antigen spesifik pada
antigen-presenting cells. Sitokin menarik dan mengaktifkan
monosit spesifik non-antigen dan makrofag, mengakibatkan
eritema lokal dan indurasi, dan menimbulkan pembentukan
granuloma dan nekrosis jika rangsangannya tidak dapat
dihilangkan.
Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat
berupa jaringan asing (seperti reaksi allograft),
mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri, dll). Protein
atau bahan kimia yang dapat menembus kulit dan
bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai carrier.
Selain itu, bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang oleh
antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam tubuh yang
telah berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus,
sehingga sel limfosit ini menjadi ganas terhadap sel yang
mengandung antigen itu (sel target).
Kerusakan sel atau jaringan yang disebabkan oleh
mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi
kuman (tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola,
morbilli, herpes), infeksi jamur (candidiasis,
histoplasmosis)dan infeksi oleh protozoa (leishmaniasis,
schitosomiasis).
Hipersensitivitas-Tipe 1
Immune reactant : IgE
Efector mechanism : IgE
Contohnya: asma, systemic anafilaksis
-Tipe 2
Immune reactant : IgG, dan IgM
Efector mechanism : FcR+ (Phagocytes, NK cells)
Contohnya: alergi obat (misal: penicillin), reaksi transfusi darah,
erytroblastosis fetalis, autoimun hemolytic anemia
-Tipe 3
Immune reactant : IgG
Efector mechanism : FcR+ cells complement
Contohnya: serum sickness (arthus reaction)
-Tipe 4
1. Immune reactant : Th1
Efector mechanism : Macrophage activation
Contohnya: dermatitis contact dengan reaksi tuberkulin
2. Immune reactant : Th2
Efector mechanism : Eosinophil activation
Contohnya: Asma kronik, chronic allergy rhinitis
3. Immune reactant : CTL
Efector mechanism : cytotoxicity
Contohnya: dermatitis contact
MACAM HIPERSENSITIVITAS BERDASARKAN WAKTU:
1. REAKSI CEPAT
Terjadi dalam hitungan detik
Hilang dalam waktu 2 jam
Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel
mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif
Manifestasi klinik: anafilaksis sistemik ataupun lokal
2. REAKSI INTERMEDIET
Terjadi dalam hitungan jam
Menghilang dalam waktu 24 jam
Pembentukan imun IgG dan kerusakna jaringan melalui
aktivasi komplemen B atau sel NK.
Manifestasi:
reaksi transfuse darah, eritabolisme fetalis dan anemia
hemolitik autoimun
reaksi arthus loal dan reaksi sistemik,contohnya serum
sickness, veskulitis nekrosis dan arthritis reumatoid
3. REAKSI LAMBAT
Telihat 48 jam
Terjadi oleh aktivasi sel Th
Pada “delayed type hypersensitivity” sitokin yang dilepas sl T
mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan
kerusakan jaringan.
Contoh: dermatitis kontak, tuberculosis
2. Proses Inflamasi
Definisi
Satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan
iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin,
serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel
yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan
untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Inflamasi Akut
Inflamasi akut merupakan respons segera dan dini terhadap
jejas yang dirancang untuk mengirimkan leukosit ke tempat
jejas, leukosit membersihkan berbagai mikroba yang
menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan
nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang
akut, yaitu perubahan penampang dan struktural dari pembuluh
darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan penampang
pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran
darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh
darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit
meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari
mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya
berakumulasi di lokasi cedera.
Proses ini memiliki tiga komponen utama, yaitu perubahan
vaskular (perubahan dalam pembuluh sarah yang
mengakibatkan peningkatan aliran darah [vasodilatasi]),
perubahan struktural yang meungkinkan protein plasma untuk
meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas vaskular),
serta emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi, dan terakumulasi
pada pusat jejas yang pada akhirnya akan berusaha untuk
melawan agen asing tersebut
Inflamasi Kronik
Inflamasi kronik adalah inflamasi dalam jangka waktu yang lama
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) yang padanya
inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan berjalan
bersamaan. Kebalikan dari inflamasi akut, yang ditandai dengan
perubahan vaskular, edema, dan sebagian besar neutrofil
infiltrasi, inflamasi kronik dicirikan dengan infiltrasi mononukleus
sel, termasuk makrofag, limfosit, dan sel plasma; kerusakan
jaringan, sebagian besar diinduksi oleh produk-produk sel-sel
yang menyebabkan inflamasi; perbaikan, yang melibatkan
proliferasi pembuluh baru (angiogenesis) dan pembentukan
jaringan ikat (fibrosis).
Inflamasi akut dapat menjadi inflamasi kronik. Hal ini terjadi
ketika respon akut tidak dapat disembuhkan, baik karena agen
infeksi yang menetap atau karena gangguan pada proses
normal penyembuhan. Sebagai contoh, peptic ulcer pada
duodenum awalnya menunjukkan inflamasi akut yang diikuti
dengan tahap awal penyembuhan. Namun, penyakit-penyakit
yang kambuh pada cedera epithelia duodenum mengganggu
proses ini dan menghasilkan lesi yang digolongkan inflamasi
akut dan kronik. Kemungkinan lain, beberapa bentuk cedera
menimbulkan respon yang melibatkan inflamasi kronik dari
awal.
Mekanisme Inflamasi
Rangkaian peristiwa inflamasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
a. Tahap Pertama Tahap permulaan
Produksi mediator kimia vasoaktif oleh sel yang
mengalami inflamasi :
o Histamin (dari sel mast)
o Serotonin (dari trombosit)
o Derivat asam arakhidonat (prostaglandin,
tromboksan A2, dsb)
o Kinin (protein plasma yang teraktivasi)
Mengakibatkan terjadinya efek :
1. Vasodilatasi : pelebaran pembuluh darah pada
area yang rusak serta meningkatnya aliran
darah. Menyebabkan kemerahan (eritema),
nyeri berdenyut, dan panas.
2. Peningkatan Permeabilitas Kapiler :
Mengakibatkan cairan berpindah ke ruang
interstitium. Akumulasi dari cairan (eksudat)
tersebut akan menyebabkan pembengkakan
(edema)
3. Pembatasan Area Cedera : terjadi karena
lepasnya fibrinogen. Fibrinogen kemudian akan
membentuk benang-benang fibrin, lalu
membentuk bekuan yang akan mengisolasi
lokasi yang rusak dari lokasi yang masih sehat
(utuh).
b. Tahap Kedua KEMOTAKSIS (gerakan fagosit ke area
cedera)
Marginasi : fagosit (neutrofil dan monosit) melekat di
dinding endo-thel pembuluh darah di area yang
mengalami cedera.
Diapedesis : migrasi fagosit melalui dinding endothel
ke ruang interstitial di area cedera. Neutrofil akan
masuk terlebih dahulu baru disusul dengan monosit
yang berperan sebagai makrofag.
c. Tahap Ketiga FAGOSITOSIS
Fagosit menelan mikroorganisme di daerah interstitial
fagosit mati lalu terurai membentuk PUS (nanah)
PUS bisa diuraikan di permukaan kulit atau bisa juga
dihancurkan dan diabsorbsi oleh tubuh.
Jika respon inflamasi gagal akan terbentuk :
Abses : kantung pus yang dikelilingi oleh jaringan
terinflamasi
Granuloma : kantung pus yang dikelilingi oleh kapsul
fibrosa
Tanda-Tanda Inflamasi
Rubor
Arteriol yang memasok daerah inflamasi berdilatasi,
kemudian darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal lebih
banyak. Kapiler semula kosong atau mungkin sebagian
meregang, secara cepat terisi penuh oleh darah.
Kejadian ini disebut sebagai hiperemi atau kongesti.
Tubuh masih bisa mengontrol hiperemi melalui sekresi
zat-zat kimia (histamin)
Kalor
Panas hanya terjadi pada peradangan di permukaan
tubuh. Darah yang mengair dari dalam tubuh menuju
daerah inflamasi di permukaan tubuh memiliki suhu inti
yang cenderung lebih tinggi daripada suhu permukaan,
hal ini lah yang menyebabkan timbulnya kalor lokal.
Dolor
Diakibatkan karena produksi histamin. Bisa juga
disebabkan karena terjadinya pembengkakan jaringan,
sehingga meningkatkan tekanan lokal, timbulla nyeri.
Tumor
Mulanya sebagian besar eksudat adalah cairan, lalu
leukosit meninggalkan aliran darah dan ikut tertimbun
sebagai eksudat.
Fungsio Laesa
Perubahan fungsi suatu jaringan menjadi abnormal.
Pemulihan Jaringan
Tipe Sel
Sel labil
Yang setiap saat melakukan pembelahan dan berpolifrasi
serta dapat dengan mudah beregenerasi terhadap jejas.
Jaringannya mengandung banyak stem sel. Contoh:
a. sel epitel permukaan, contoh: epitel pseudostratisfiet
squamous (kulit, oral cavity, vagina, dan servix)
b. jaringan epitel dari duktus ekskretori dari kelenjar
(saliva, pankreas, dan straktus biliar)
c. epitel kolumnar (traktus gastro intestinal dan uterus)
d. epitel peralihan dari traktus urinari, sel dari sumsum
tulang belakang dan jaringan hematopoietik
Sel stabil
Mampu beregenerasi. Namun dalam keadaan g0 dan dapat
berproliferasi ketika ada jejas.kemampuan sel ini terbatas
terhadap bentuk jaringan.kemampuan beregenerasi
terbatas kecuali sel hati. Contoh: pada hepatektomi, sel-sel
hati itu dapat membentuk jaringannya kembali seperti
semula apabila kerangka dari hepar tersebut tidak rusak.
Hal ini tidak berlaku bagi penderita hepatitis B karena
struktur kerangka dari hati sudah rusak.Contoh organ
lainya adalah renal dan pankreas yang mengandung sel-
sel mesenkim misalnya jaringan fibroblas dan otor polos,
searinal endotel vaskuler dan limfosit serta leukosit lainya.
Sel permanen
Sel ini tidak mampu berprliferasi dan beregenerasi.
Sehingga apabila terjadi jejas pada organya maka akan
terbentuk jaringan parut atau skar.Contohnya padan
neuron. Jika terjadi jejas, baik dari sistem saraf pusat
maupun saraf tepi maka akan terjadi kerusakan secara
permanen tanpa adanya perbaikan. Akan tetapi jika hanya
serabut aksonya saja yang rusak dan pada badan sel
belum rusak, maka akan terjadi perbaikan dengan
terbentuknya serabut akson kembali melalui jalur akson
yang rusak. Apabila akson tersebut terbentuk melalui jalur
yang baru maka akan terjadi kekacauan dan hilangnya
fungsi sel sehingga pada penderita neuroma traumatic
atau neuroma amputasi akan terbentuk massa yang tidak
teratur. Contoh lainya adalah sel pada otot jantung yang
akan membentuk jaringa ikat parut atau skar.
Penyembuhan Luka
Pola penyembuhan ada dua, yaitu :
Penyembuhan Primer (Healing by First Intention)
Tepi lukanya dapat saling didekatkan untuk memulai
proses penyembuhan, tahap-tahapnya :
- Tepi luka dapat disatukan oleh bekuan darah.
- Terjadi reaksi peradangan akut pada tepi luka itu.
Makrofag memasuki bekuan darah dan
menghancurkannya.
- Pertumbuhan jaringan granulasi ke arah dalam pada
daerah yang sebelumnya ditempati oleh bekuan-
bekuan darah.
- Setelah beberapa hari, luka tersebut dijembatani oleh
jaringan granulasi yang akan berkembang menjadi
jaringan parut.
- Sementara proses itu terjadi, epitel permukaan di
bagian tepi melakukan regenasi. Beberapa hari
kemudian, lapisan epitel yang tipis bermigrasi di atas
permukaan luka.
- Jaringan parut di bawahnya matang, epitel ini juga
menebal dan matang sehingga menyerupai kulit di
dekatnya.
- Hasilnya, terbentuk kembali permukaan kulit dan
dasar jaringan parut yang tidak nyata atau hanya
terlihat sebagai satu garis yang menebal.
Penyembuhan dengan Granulasi (Healing by Second
Intention)
Tepi luka tidak dapat saling didekatkan,
tahapannya:
- Tepi luka disatukan oleh bekuan darah.
- Pada tepi luka terjadi reaksi peradangan akut.
- Permukaan luka terbentuk keropeng.
- Jringan granulasi dan regenerasi epitel terjadi
di bawah keropeng.
- Keropeng terlepas setelah penyembuhan
lengkap.
- Hasilnya jaringan parut besar dan sering
daerah epidermis “baru” tipis yang tidak
berambut dan apendiks terhadap kulit yang
lain.
3. Patofisiologi Batuk dan Sesak Napas
Batuk
Terjadi ketika tekanan intrathoraks meninggi sampai 300 mmHg,
padahal normalnya di bawah tekanan atmosfer (di bawah 0 mmHg).
Peninggian tekanan ini diperlukan untuk menghasilkan batuk yang
efektif, tetapi hal ini dapat menyebabkan komplikasi pada:
- Paru, misalnya pneumothoraks dan emfisema (meskipun jarang).
- Musculoskeletal, bisa menyebabkan fraktur costae atau rupture otot
rektus abdominis.
- Kardiovaskuler, misalnya bradikardi, rupture vena subkonjungtiva.
- System saraf pusat, disebut cough syncope. Akibat peningkatan
tekanan intrathoraks, terjadi reflex vasodilatasi arteri dan vena
sistemik. Hal ini menyebabkan curah jantung menurun dan kadang
berakibat rendahnya tekanan arteri sehingga terjadi kehilangan
kesadaran. Syncope terjadi beberapa detik setelah batuk
paroksimal.
Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang
melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga
merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk
menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan
mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas dan
mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam
saluran nafas. Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai
gangguan. Batuk semacam itu sering kali merupakan tanda suatu
penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang merupakan
gejala dini suatu penyakit. Penularan penyakit batuk melalui udara
(air borne infection). Penyebabnya beragam dan pengenalan
patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan batuk. (Yunus, F. 2007)
Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk
mengeluarkan benda asing dari saluran napas. Batuk juga
membantu melindungi paru dari aspirasi yaitu masuknya benda
asing dari saluran cerna atau saluran napas bagian atas. Yang
dimaksud dengan saluran napas mulai dari tenggorokan, trakhea,
bronkhus, bronkhioli sampai ke jaringan paru. (Guyton, et all. 2008)
Batukmerupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran
pernapasan. Batuk bukan merupakan suatu penyakit, tetapi
merupakan manifestasi dari penyakityang menyerang saluran
pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan batuk sangat banyak
sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan.
(Kumar, et all. 2007)
Ada 3 gejala batuk yang menunjukkan sakit paru :
Batuk yang menetap : trakeitis
Nyeri dada bila batuk : indikasi pneumonia
Produksi sputum yang banyak atau berdarah : adanyasekresi pada
saluran
Apabila ditemukan gejala batuk, yang harus dievaluasi
a. Asal rangsagan
b. Berapa lama
c. Kapan terjadinya
d. Persisten atau intermitten
e. Ada nyeri atau tidak
Batuk ada yang bersifat volunter respon terhadap perasaan
adanya sesuatu dalam saluran pernapasan
Batuk psikogenik batuk karena stress emosional (diagnosis
pereksklusionam)
Pasien perempuan cenderung menelan sputumnya dan mengaku
batuk tidah berdahak dapat menjadikan kekeliruan diagnosis
Patofisiologi Batuk
Reflek batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu
reseptor batuk,
serabut saraf aferen,
pusat batuk,
susunan saraf eferen dan
efektor.
Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk,
reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak
baik di dalam maupun di luar rongga toraks, yang terletak di dalam
rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di
pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-
cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di
laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor
bahkan juga ditemui di saluran telinga.lambung, hilus, sinus
paranasalis, perikardial dan diafragma.Serabut aferen terpenting
ada pada cabang nervus Vagus, yang mengalirkan rangsang dari
laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari
telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus.
Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus
paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari
faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium
dan diafragma. Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat
batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pemapasan dan pusat
muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen. n. Vagus,
n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar, n. Trigeminus, n. Fasialis, n.
Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini terdiri dari
otot-otot laring, trakea, brrmkus, diafragma, otot-otot interkostal dan
lain-lain. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian
terjadi.
Jenis
Batuk dapat dibedakan menjadi :
a. Batuk berdahak, yaitu batuk yang terjadi karena adanya dahak
(sputum) pada tenggorokan. Batuk jenis ini lebih sering terjadi
pada saluran napas yang peka terhadap paparan debu,
lembab berlebih dan sebagainya
b. Batuk tak berdahak (batuk kering), terjadi apabila tidak ada
sekresi saluran napas, iritasi pada tenggorokan sehingga
timbul rasa sakit
Sputum
Warna
1. Kuning -> infeksi
2. Hijau -> penimbunan nanah akibat
aktivitas leukosit polimorfisme yang menghasilkan
verdoperoksidase -> sering pada brokiektasis
Sifat dan Konsistensi
1. Merah muda + berbusa -> oedema pulmo akut
2. Abu-abu/putih, berlendir dan lekat -> bronchitis kronik
3. Berbau busuk -> abses pulmo / brokiektasis
Dari lama batuknya
-Batuk Akut (=/< 3 minggu) -> H. influenza, dan B. Pertusis
-Batuk Subakut (3-8 minggu) -> sinusitis dan asma
-Batuk Kronis ( =/> 8 minggu) -> postnasal drip, asma, TB,
dan PPOK
Penyebab
Ada beberapa macam penyebab batuk :
1. Umumnya disebabkan oleh infeksi di saluran pernapasan
bagian atas yang merupakan gejala flu.
2. Infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA).
3. Alergi
4. Asma atau tuberculosis
5. Benda asing yang masuk kedalam saluran napas
6. Tersedak akibat minum susu
7. Menghirup asap rokok dari orang sekitar
8. Batuk Psikogenik . Batuk ini banyak diakibatkan karena
masalah emosi dan psikologis
Reflek dan Mekanisme Batuk
Batuk dapat dipicu secara refleks ataupun disengaja. Sebagai
refleks pertahanan diri, batuk dipengaruhi oleh jalur sarad aferen dan
eferen. Batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti dengan
penutupan glotis, relaksasi diafragma, dan kontraksi otot melawan
glotis yang menutup. Hasilnya akan terjadi tekanan positif pada
intratoraks yang menyebabkan penyempitan trakea. Sekali glotis
terbuka, perbedaan tekanan yang besar antara saluran napas dan
udara luar bersama dengan penyempitan trakea akan menghasilkan
aliran udara yang melalui trakea. Kekuatan eksplosif ini akan
”menyapu” sekret dan benda asing yang ada di saluran napas.
(Ikawati, 2008)
Reflek Batuk
Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor
ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam
maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks
antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah
reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang
kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina
dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di
saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan
diafragma.
Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang
mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung,
dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus
vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus
paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring
dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan
diafragma.
Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang
terletak di medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah.
Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen nervus vagus, nervus
frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus
fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini
berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot
interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk
kemudian terjadi.(Wirjodiarjo, Muljono. 2008)
Mekanisme Batuk
Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea,
bronkus besar, atau serat aferen cabang faring dari nervus
glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila
reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan
saluran telinga luar dirangsang.
Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat
kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara
dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam jumlah
banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah
akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi
lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru.
Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan
keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih
cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup
sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial.
Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot
adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada
fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cm H2O agar
terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5
detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan
glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan
intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot
ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar
dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran benda-
benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot
pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang
penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk
yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran
sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.
(Guyton. 2008)
Jenis-Jenis Obat Batuk :
1. Antitusif
- Obat untuk menekan/ mencegah batuk, biasanya digunakan
untuk batuk nonproduktif.
- Sentral: menghambat rangsangan pada pusat batuk di otak
- Efek samping: – Stress pernafasan (hati-hati pada asma)
– Pusing, mengantuk
– GIT disturbance
- Hati-hati pemberian CNS supresan lain, alkohol
- Antitusif tidak cocok untuk batuk dengan sekresi yang
berlebihan
- Contoh: dekstrometorfan dan codein
2. Mukolitik (pengencer dahak)
- Bekerja menurunkan viskositas sekret dengan
- efek langsung terhadap mukus
- Contoh :
– Bromheksin
– Ambroksol Bromheksin
– Asetilsistein
– Erdostein
3. Ekspektoran
- Meningkatkan produksi dan pengeluaran sekret pada saluran
pernafasan
- Ekspektoran biasa dikombinasi dengan obat antitusif,
antihistamin, atau dekongestan
- Contoh: guaifenisin (GG=gliseril guaiakolat) 100mg
Sesak Napas (Dispnea)
Dispnea adalah gejala subjektif berupa keinginan penderita untuk
meningkatkan upaya mendapatkan pernapasan. Penyebabnya antara
lain : meningkatnya tahanan jalan napas (seperti pada obstruksi jalan
napas atas, asma, dan penyakit obstruksi kronik), berkurangnya
keteregangan paru (seperti pada fibrosis paru, edema, dan penyakit
parenkim paru).
Dispnea berkaitan dengan ventilasi.Ventilasi dipengaruhi oleh
kebutuhan metabolic dari konsumsi oksigen dan eliminasi
karbondioksida.Frekuensi ventilasi bergantung pada rangsangan pada
kemoreseptor yang ada di badan karotid dan aorta.Selain itu, frekuensi
ini juga dipengaruhi oleh sinyal dari reseptor neural yang ada di
parenkim paru, saluran udara besar dan kecil, otot pernapasan, dan
dinding toraks.
Pada dispnea, terjadi peningkatan usaha otot dalam proses
inspirasi dan ekspirasi. Karena dypsnea bersifat subjektif, maka
dipsnea tidak selalu berkorelasi dengan derajat perubahan secara
fisiologis.Beberapa pasien dapat mengeluhkan ketidakmampuan
bernapas yang berat dengan perubahan fisiologis yang minor,
sementara pasien lainnya dapat menyangkal terjadinya
ketidakmampuan bernapas walaupun telah diketahui terdapat
deteriorasi kardiopulmonal.
Tidak terdapat teori yang dipakai secara universal dalam
menjelaskan mekanisme dipsnea pada seluruh situasi klinik.Campbell
dan Howell (1963) telah memformulasikan teori length-tension
inappropriateness yang menyatakan defek dasar dari dipsnea adalah
ketidakcocokan antara tekanan yang dihasilkan otot pernafasan
dengan volume tidal (perubahan panjang).Kapanpun perbedaan
tersebut muncul, muscle spindle dari otot interkostal mentransmisikan
sinyal yang membawa kondisi bernapas menjadi sesuatu yang
disadari. Reseptor jukstakapiler yang terlokasi di interstitium alveolar
dan disuplai oleh serat saraf vagal tidak termielinisasi akan distimulasi
oleh terhambatnya aktivitas paru. Segala kondisi tersebut akan
mengaktivasi refleks Hering-Breuer dimana usaha inspirasi akan
dihentikan sebelum inspirasi maksimal dicapai dan menyebabkan
pernapasan yang cepat dan dangkal. Reseptor jukstakapiler juga
bertanggung jawab terhadap munculnya dyspnea pada situasi dimana
terdapat hambatan pada aktivitas paru, seperti pada edema pulmonal.
Teori lain mengaitkan dispnea dengan ketidakseimbangan asam
basa, mekanisme sistem saraf pusat, berkurangnya kapasitas
bernafas, meningkatnya usaha untuk bernafas, peningkatan tekanan
transpulmonal, kelemahan otot respiratorik, meningkatnya kebutuhan
oksigen untuk bernafas, ketidaksinergisan otot interkostal dan
diafragma, serta aliran respirasi yang abnormal.
Dispnea pada saat aktivitas fisik dapat disebabkan oleh output
ventrikel kiri yang gagal untuk meningkat selama berolahraga dan
mengakibatkan meningkatnya tekanan vena pulmonal. Pada asma
kardiak, bronkospasme diasosiasikan dengan terhambatnya aktivitas
paru dan kemungkinan disebabkan karena cairan edema pada dinding
bronkus.
Dispnea pada akhirnya akan dapat diinduksi oleh empat hal utama,
yaitu:
Meningkatnya kebutuhan ventilasi
Menurunnya kapasitas ventilasi
Meningkatnya resistensi saluran nafas
Menurunnya compliance paru.
Patofisiologi sesak pada asma kardial
Pada keadaan normal selalu terdapat sisa darah di rongga ventrikel
pada akhir sistol. Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal
jantung, maka pada saat akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih
banyak dari keadaan normal. Pada fase diastole berikutnya maka sisa
darah ini akan bertambah lagi dengan darah yang masuk ke ventrikel kiri,
sehingga tekanan akhir diastole menjadi lebih tinggi.
Dengan berjalannya waktu, maka pada suatu saat akan timbul
bendungan di daerah atrium kiri. Tekanan darah di atrium kiri yang
berkisar antara 10-12 mmHg meninggi karena bendungan tersebut. Hal ini
akan diikuti peninggian tekanan darah di vena pulmonalis dan di
pembuluh darah kapiler paru-paru. Karena ventrikel kanan yang masih
sehat memompa darah terus sesuai dengan jumlah darah yang masuk ke
atrium kanan maka dalam waktu cepat tekanan hidrostatik di kapiler paru-
paru akan menjadi begitu tinggi sehingga melampaui 18 mmHg dan
terjadilah transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.
Pada saat tekanan di arteri pulmonalis dan arteri bronchialis meninggi
terjadi pula transudasi di jaringan interstisial bronkus. Jaringan tersebut
menjadi edema dan hal ini akan mengurangi besarnya lumen bronchus,
sehingga aliran udara menjadi terganggu. Pada keadaan ini suara
pernafasan menjadi berbunyi pada saat ekspirasi, terdengar bising
ekspirasi dan fase ekspirasi menjadi lebih panjang. Keadaan ini dikenal
dengan asma kardial, suatu fase permulaan gagal jantung. Bila tekanan di
kapiler paru makin tinggi, maka cairan transudasi ini akan makin
bertambah banyak. Cairan transudasi ini mula-mula akan masuk ke dalam
saluran limfatik dan kembali ke peredaran darah. Namun bilamana
tekanan hidrostatik kapiler paru sudah di atas 25 mmHg, maka transudasi
cairan ini menjadi lebih banyak dan saluran limfatik tidak cukup untuk
menampungnya, cairan tersebut akan tertahan di jaringan interstisial paru
dan suatu saat akan memasuki alveoli.
Dengan terjadinya edema interstisial, maka pergerakan alveoli akan
terganggu sehingga proses pertukaran udara juga tergangggu. Penderita
akan merasa sesak nafas disertai dengan nadi yang cepat. Bila transudasi
sudah masuk ke rongga alveoli, terjadilah edema paru dengan gejala
sesak nafas yang hebat, takikardia, tekanan darah yang menurun, dan
kalau tidak dapat diatasi maka kemudian diikuti oleh syok. Syok in disebut
kardiogenik, dimana tekanan diastol sangat rendah, sehingga tidak
mampu lagi memberikan perfusi cukup pada otot-otot jantung.
Gangguan mekanik terhadap proses ventilasi:
• Obstruksi aliran napas (sentral atau perifer)
– Asma, PPOK
– Tumor endobronkial
– Stenosis trakea / laring
• Gangguan pengembangan paru (stiff lung)
– Interstitial fibrosis
– Gagal jantung kiri
– Tumor linfangitik
• Gangguan pengembangan dinding dada atau diafragma
– Penebalan pleura, kifoskoliosis, obesiti, masa intraabdomen, kehamilan
Kelemahan pompa napas (respiratory pump)• Absolut– Riwayat poliomielitis– Penyakit neuromuskular (Sindrom Guillain Barre, muscular dystrophy, SLE, hipertiroidisme)• Relatif– Hiperinflasi– Efusi pleura– Pneumotoraks
Peningkatan respiratory drive
• Hipoksemia
• Asidosis metabolik
– Penyakit ginjal
– Anemia, hemoglobinopati
– Penurunan curah jantung
• Stimulasi reseptor intrapulmoner
– Infiltrative lung disease, hipertensi pulmoner, edem paru
Ventilasi rugi (wasted ventilation)
• Destruksi kapiler
– Misal pada emfisema, interstitial lung disease
• Obstruksi pembuluh darah besar
– Misal emboli paru, vaskulitis pulmoner
TINDAKAN MENGURANGI OBSTRUKSI:
1. Hidrasi: untuk mengencerkan secret bronkus2. Ekspektoran dan bronkodilator untuk meredakan spasme otot polos3. Obat-obatan simptomatik, contohnya: albuterol, terbutalin, xantin4. Latihan napas5. Pemberian suplemen oksigen6. Bedah dengan metode reduksi volume paru dengan prinsip
mengangkat bagian paru yang menguap agar fungsi elastisitas recoil dan otot diafragma membaik
7. Bedah dengan transplantasi paru-paru
4. Penyakit Agroindustri
Antrakosis Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara. Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis. Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan penyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru.
Pneumokoniosis
Pneumokoniosis adalah penyakit saluran pernafasan yang
disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau
mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pneumoconiosis
banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel yang masuk ke
paru-paru. Beberapa jenis pneumoconiosis yang banyak dijumpai
antara lain slikosis, asbesitosis, bisinosis dan berilosis.
Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika
bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru
dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat
di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang
mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu,
debu silika juka banyak terdapat di tempat di tempat penampang
bijih besi, timah putih dan tambang batubara. Pemakaian
batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu
silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan
terdispersi ke udara bersama – sama dengan partikel lainnya,
seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.
Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami
masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan
lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak,
apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke
paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai
dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali
tidak disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala
sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan
fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila
penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin
parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah
kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.
Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika
perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan
kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum
ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan
berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit
silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah
menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale
dan penyakit saluran pernapasan lainnya.
Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi
pekerja akan sangat membantu pencegahan dan
penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan
pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah
bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit pekerja
kalau sewaktu–waktu diperlukan.
Tabakosis
Tabakosis adalah penyakit bronkhopulmoner yang penyebabnya
debu temba-kau. Debu dari daun tembakau dapat bebas ke udara
pada waktu pengeringan daun tembakau, pengolahan daun
tembakau kering dengan pemotongan, pencampuran tembakau
yang telah dirajang dan juga pada pekerjaan pelintingan apabila
kondisi lingkungan kerja demikian berdebu. Debu tembakau
mengandung zat kimia iritan kepada saluran bronkhopulmoner
antara lain nikotin; faktor biologis antara lain jamur serta
komponen lainnya. Mekanisme terjadinya penyakit adalah iritasi
kimiawi antara lain oleh nikotin, infeksi oleh jamur dan bakteri,
dan alergi terhadap zat kimia dari debu tembakau dan mikro-
organisme. Gejala tabakosis akut adalah demam, batuk, sesak,
dan kelainan asmatis. Lebih lanjut penyakit berkembang sehingga
pekerja yang dihinggapi penyakit tersebut menderita bronkhitis
semula akut kemudian kronis serta pnemonia atau menjadi
aktifnya proses spesifik TBC paru. Foto rontgen paru pada
stadium dini penyakit tidak memperlihatkan kelainan. Uji fungsi
paru khususnya kapasitas vital paksa (FEV) dan lebih
karakteristik lagi volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1)
menunjukkan penurunan nilainya sesuai dengan semakin
memburuknya keadaan sakit penderita.
Bagassosis
Bagassosis adalah suatu penyakit paru yang dialami oleh para
petani, pekerja pabrik tebu, atau pabrik kertas yang terpapar sisa
atau debu batang tebu (bagasse). Penyebabnya adalah
jamur Thermophilic actinomycetes sacchari yang hidup subur
pada alas batang tebu. Kedua penyakit ini termasuk pneumonitis
hipersensitif akibat inhalasi debu organis (yakni jerami padi,
gandum, dan sisa batang tebu).
Gejala muncul 4-8 jam setelah terpapar, timbul gejala seperti
infeksi paru akut: Batuk, Sesak nafas tanpa mengi, demam,
menggigil, diaforesis (berkeringat), malaise, mual, sakit kepala.
Tanda yang dapat ditemukaan pada pemeriksaan fisik , yaitu
takikardia, takipnea, sianosis, ronki basah di basal kedua paru.
Berilosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa
logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida,
dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut
beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan
nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang ditandai dengan
gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas. Penyakit
beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang
menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada
pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada
pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.
Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng
(dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan
penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang
disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa
berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang
tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah
pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang
mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin
saja timbul. Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah lelah,
berat badan yang menurun dan sesak napas. Oleh karena itu
pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang
terlibat dengan pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu
dilaksanakan terus menerus.
Bissinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang
disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di
udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas
atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan
kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta
pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil;
seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain
sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5
tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak
napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu
hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari
Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan
beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat
adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga
merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah
lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan
penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan
emphysema.
Asbestosis
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara.
Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang
paling utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak
dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes,
pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain
sebagainya.
Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan
mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai
dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak
membesar/melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak
maka akan tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut.
Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu
diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan
lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.
5. Pengelolaan Masalah Penyakit Agroindustri Kendala dalam Pengelolaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Masalah Makro
Di tingkat nasional (makro) ditemui banyak faktor yang
merupakan kendala yang menyebabkan kurang berhasilnya
program keselamatan kerja antara lain :
1. Pemerintah
Masih dirasakan adanya kekurangan dalam masalah
pembinaan (formal & non formal), bimbingan (pelayanan
informasi, standar, code of pratice), pengawasan (peraturan,
pemantauan / onitoring serta sangsi terhadap pelanggaran),
serta bidang-bidang pengendalian bahaya.
2. Teknologi
Perkembangan teknologi perlu diantisipasi agar bahaya yang
ditimbulkannya dapat diminimalisasi atau dihilangkan sama
sekali dengan pemanfaatan ketrampilan di bidang
pengendalian bahaya.
3. Sosial Budaya
Adanya kesenjangan sosial budaya dalam bentuk rendahnya
disiplin dan kesadaran masyarakat terhadap masalah
keselamatan kerja, kebijakan asuransi yang tidak berorientasi
pada pengendalian bahaya, perilaku masyarakat yang belum
sepenuhnya mengerti terhadap bahaya-bahaya yang terdapat
pada industri dengan teknologi canggih serta adanya budaya
“santai” dan “tidak peduli” dari masyarakat. Faktor-faktor
diatas ini akan ikut menentukan bentuk dan mutu penanganan
usaha keselamatan di perusahaan.
Masalah Mikro
1. Kesadaran, dukungan dan keterlibatan
Kesadaran, dukungan dan keterlibatan manajemen operasi
terhadap usaha pengendalian bahaya dirasakan masih sangat
kurang. Keadaan ini akan membudaya mulai dari lapis bawah
sehingga banyak para karyawan memilki kesadaran
keselamatan yang rendah, disamping itu pengetahuan mereka
terhadap bidang rekayasa dan manajemen keselamatan kerja
juga sangat terbatas.
2. Kemampuan yang terbatas dari petugas keselamatan kerja
Kemampuan petugas keselamatan kerja dibidang rekayasa
operasi, rekayasa keselamatan kerja, manajemen
pengendalian bahaya dirasakan sangat kurang sehingga
merupakan kendala diperolehnya kinerja keselamatan kerja
yang baik.
Akibat daripada kekurangan ini terdapatnya kesenjangan
antara makin majunya teknologi terapan dengan dampak
negatif yang makin tinggi dengan kemampuan para petugas
keselamatan kerja dalam mengantisipasi keadaan yang makin
berbahaya.
3. Standart, code of practice
Masih kurangnya standard-standard dan code practice di
bidang keselamatan kerja serta penyebaran informasi di
bidang pengendalian bahaya industri yang masih terbatas
akan menambah memperbesar resiko yang dihadapi.
Pencegahan secara sekunderPencegahan sekunder ini seperti mengatur ventilasi (keluar
masuknya udara), mengatur rotasi kerja tiap pekerja dengan cara
membuat giliran jenis pekerjaan yang ada untuk masing masing
pekerja sehingga mengurangi intensitas pajanan.
Pencegahan secara Tersier Administratif kontrol
Pihak pengusaha melakukan seleksi karyawan yang akan
ditempatkan pada ruang kerjanya
.
Penggunaan Alat Pengaman Diri
Aspek yang perlu diperhatikan
Bentuknya cukup menarik
Dapat diapakai secara fleksibel
Tahan untuk pemakaian yang cukup lama
Seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidak
nyamanan yang lebih
Dapat memberiakn perlindungan yang adekuat terhadap
bahaya yang spesifik yang dihadapi oleh pekerja
Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakaiannya
yang dikarenakan bentuk dan bahayanya tidak tepat atau salah
dalam penggunaannya.
Suku cadang mudah diperoleh untuk mempermudah
pemeliharaan
Jenis-jenis APD dan Penggunaannya
Kepala
- Alat pelindung kepala (Safety Helmet) melindungi kepala
dari benda keras, pukulan dan benturan, terjatuh dan
terkena arus listrik. Kemudian melindungi kepala dari
kebakaran, korosif, uap-uap, panas atau dingin.
- Pengujian mekanik dengan menjatuhkan benda seberat 3
kg dari ketinggian 1m, pelindung kepala tidak boleh pecah
atau benda tak boleh menyentuh kepala. Jarak antara
lapisan luar dan lapisan dalam dibagian puncak ; 4-5 cm.
- Tidak menyerap air dengan direndam dalam air selama 24
jam.
Mata
- Mudah dikenakan cocok untuk kasus berisiko kecil dan
menengah. Lemparan benda – benda kecil, pengaruh
cahaya dan pengaruh radiasi tertentu.
- Bahan pembuat alat pelindung mata dari plastic.
- Syarat optis tertentu adalah lensa tidak boleh mempunyai
efek distorsi atau efek prisma lebih dari 1/16 prisma dioptri,
artinya perbedaan refraksi harus lebih kecil dari 1/16 dioptri.
Telinga
- Sumbat telinga (ear plug) dapat mengurangi intensitas
suara 10 s/d 15 dB dan tutup telinga ( ear muff ) dapat
mengurangi intensitas suara 20 s/d 30 dB.
- Sumbat telinga yang baik adalah menahan frekuensi
tertentu saja,
Pernafasan
Memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya seperti
kekurangan oksigen dan pencemaran oleh partikel debu, kabut,
asap dan uap logam kemudian pencemaran oleh gas atau uap.
Kaki
- Sepatu dengan logam atau baja, sepatu boot, dan jenis
lainnya untuk kebakaran dan bahaya peledakan.
- Sepatu buruh atau tipe sepatu jalan, digunakan untuk
melindungi dari percikan, lelehan metal atau logam yang
berasal dari pengelasan atau bunga api.
- Sepatu penguat bagian dalamnya memiliki sol metal yang
fleksibel
- Untuk kondisi basah sepatu kulit dengan paduan kayu
cendana
- Sepatu keselamatan dengan pelindung metatarsal, selalu
digunakan dalam opersi material berat. Juga untuk menjaga
kemungkinan bila ada denda jatuh dan menimpa jari kaki
bagian atas. Pelindung metal ini sangat cukup melindungi
kaki sampai pergelanagan kaki.
- Sepatu boot keselamatan yaitu sepatu yang dilengkapi
dengan nonferrous yang akan mereduksi kemungkinan
adanya gesekan dari pecahan ketika dilokasi dengan
bahaya ledakan api.
Tangan
Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang banyak
digunakan, fungsinya untuk melindungi tangan dari luka lecet,
luka teriris, luka terkena bahan kimia dan terhadap temperature
ekstrim.
- Kelvar-trated gloves untuk perlindungan dari kebakaran
- Metal-mesh gloves untuk perlindungan dari benda tajam
dan pukulan
- Rubber gloves untuk perlindungan dari listrik
- Rubber neoprene or viniyl gloves untuk perlindungan dari
korosi kimia
- Leather gloves untuk tahan terhadan suhu yang sedang,api
serta benda tajam
- Catton or fabric gloves digunakan untuk tempat kotor
- Chrome-tanned cowhide leathe untuk pengecoran baja
- Coated fabric gloves untuk melindungi dari bahan
kimia,biasanya digunakan di tempat pengalengan ikan.
- Heated industrial gloves di gunakan untuk perlindungan
suhu rendah
- Hand leathers untuk bantalan tangan
Pakaian Pelindung
- Flame resistant catton atau duck
Untuk bahaya panas atau percikan api yang sedang.
- Special flame- resistant and heat resistant synthetic fabrics
Untuk memadamkan api atau untuk pekerjaan-pekerjaan
disekeliling api yang terbuka.
- Rubber, neoprene, vinyl or other protective material
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang basah atau
menanggulangi asam, korosi dan zat-zat kimia.
Sabuk pengaman
Dapat dipakai dengan maksimal berat tubuh 80 kg.