Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

15
Asing di Balik UU SJSN dan BPJS! Walaupun banyak yang menentang karena dianggap perangkap neoliberal, seluruh fraksi di DPR sudah setuju RUU BPJS disahkan menjadi UU sebelum masa reses DPR (bulan Juli 2011) artinya seluruh DPR sudah bulat (Tribunnews.com, 6/07/2011). UU tersebut menurut anggota komisi IX Surya Chandra Surapati mau mengejawantahkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sesuai falsafah gotong-royong dan Pancasila terutama Sila Kelima, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pernyataan ini dikemukakan oleh Surya ketika menanggapi adanya pendapat bahwa ada upaya untuk meneoliberalisasikan jaminan kesehatan dan jaminan sosial di dalam RUU BPJS dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning di Gedung Nusantara I DPR, Senin (14/6). Jelas sekali, tidak ada perbedaan antara Pemerintah dan DPR kecuali perkara-perkara teknis mengenai bentuk dan wewenang badan pengelola tersebut. Padahal faktanya UU ini, menurutmantan menteri kesehatan Ibu Siti Fadilah Supari, yang kini menjadi anggota Wantimpres,isinya jelas membebani rakyat, tidak sesuai dengan konstitusi. Ini sama saja dengan memaksa rakyat untuk ikut asuransi sehingga UU SJSN ini nggak ada manfaatnya sama sekali dan harus dirombak total! Jika ditelusuri dengan cermat, UU SJSN dan RUU BPJS tersebut sebenarnya mengandung banyak masalah dari mulai paradigma sampai pada tataran teknis baik menurut konstitusi negara ini apalagi menurut tinjauan syariah Islam. Meminimalkan Peran Negara Kesalahan mendasar dari sistem jaminan sosial yang muncul dari sistem ekonomi kapitalis ini—yang kemudian diadopsi dalam UU SJSN —adalah negara tidak boleh ikut campur tangan dalam menangani urusan masyarakat, termasuk dalam urusan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan sosial masyarakat seperti kesehatan, pendidikan maupun keamanan. Semua urusan masyarakat, khususnya bidang ekonomi dan sosial, diserahkan kepada mekanisme pasar. Karena itulah, walaupun namanya Sistem Jaminan Sosial Nasioanal , isinya adalah menarik

description

SJSN - HTI

Transcript of Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

Page 1: Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

Asing di Balik UU SJSN dan BPJS!

Walaupun banyak yang menentang karena dianggap perangkap neoliberal, seluruh fraksi di DPR sudah setuju RUU BPJS disahkan menjadi UU sebelum masa reses DPR (bulan Juli 2011) artinya seluruh DPR sudah bulat (Tribunnews.com, 6/07/2011).UU tersebut menurut anggota komisi IX Surya Chandra Surapati mau mengejawantahkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sesuai falsafah gotong-royong dan Pancasila terutama Sila Kelima, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pernyataan ini dikemukakan oleh Surya ketika menanggapi adanya pendapat bahwa ada upaya  untuk meneoliberalisasikan jaminan kesehatan dan jaminan sosial di dalam RUU BPJS dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning di Gedung Nusantara I DPR, Senin (14/6).Jelas sekali, tidak ada perbedaan antara Pemerintah dan DPR kecuali perkara-perkara teknis mengenai bentuk dan wewenang badan pengelola tersebut. Padahal faktanya UU ini, menurutmantan menteri kesehatan Ibu Siti Fadilah Supari, yang kini menjadi anggota Wantimpres,isinya jelas membebani rakyat, tidak sesuai dengan konstitusi. Ini sama saja dengan memaksa rakyat untuk ikut asuransi sehingga UU SJSN ini nggak ada manfaatnya sama sekali dan harus dirombak total!Jika ditelusuri dengan cermat, UU SJSN dan RUU BPJS tersebut sebenarnya mengandung banyak masalah dari mulai paradigma sampai pada tataran teknis baik menurut konstitusi negara ini apalagi menurut tinjauan syariah Islam.

Meminimalkan Peran Negara

Kesalahan mendasar dari sistem jaminan sosial yang muncul dari sistem ekonomi kapitalis ini—yang kemudian diadopsi dalam UU SJSN—adalah negara tidak boleh ikut campur tangan dalam menangani urusan masyarakat, termasuk dalam urusan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan sosial masyarakat seperti kesehatan, pendidikan maupun keamanan. Semua urusan masyarakat, khususnya bidang ekonomi dan sosial, diserahkan kepada mekanisme pasar. Karena itulah, walaupun namanya Sistem Jaminan Sosial Nasioanal, isinya adalah menarik iuran wajib tiap bulan dari masyarakat tanpa pandang bulu, kaya maupun miskin, dengan cara yang murah. Sekalipun nanti yang miskin akan dibayari Pemerintah, tetapi atas nama hak sosial ini sebenarnya rakyat ditipu. Hal ini menurut Sri Fadilah bisa dilihat pada bab 5 pasal 17, ayat 1,2 dan 3 UU No. 40/2004 tentang SJSN. Ayat 1: Tiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya berdasarkan % upah atas suatu jumlah nominal tertentu. Ayat 2: Pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya dan menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan ke BPJS secara berkala. Ayat 3: Besarnya iuran ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak.Untuk menjustifikasi bahwa UU SJSN ini bukan produk neoliberal mereka menggunakan dalih falsafah gotong-royong yang ada dalam Pancasila sebagaimana yang diungkapkan oleh anggota DPR dari fraksi IX di atas. Wajar kalau mantan Menteri Kesehatan Bu Sri Fadhilahmenganggap UU ini telah memalsukan nama sehingga isinya harus dirombak total karena tidak ada manfaatnya untuk rakyat, bahkan hanya akan menimbulkan penderitaan baru bagi rakyat.

Page 2: Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

Membebani Rakyat

Menurut Arim Nasim, konsep jaminan sosial merupakan kebijakan tambal-sulam untuk menutupi kegagalan sistem kapitalis. Melalui konsep keadilan sosial atau negera kesejahateraan maka negara—yang sejatinya dalam sistem kapitalis tidak boleh campur tangan langsung dalam urusan sosial kemasyarakatan—dapat menjalankan beberapa pelayanan sosial. Konsep ini sebetulnya hanya untuk menutupi kelemahan sistem kapitalis. Berkat konsep inilah sistem kapitalis masih bisa bertahan.Sistem Jaminan sosial sendiri merupakan program yang bersifat wajib bagi seluruh rakyat. Mereka diwajibkan terlibat dalam kepesertaan dengan cara membayar iuran atau premi secara reguler kepada pelaksana, dalam hal ini BPJS. Dengan demikian, pengingkaran terhadap kewajiban tersebut bagi mereka yang dikategorikan mampu dianggap sebagai pelanggaran hukum. Pasal 1 UU tersebut berbunyi: Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.Karena itu, sebagaimana halnya pajak, pemilik perusahaan juga diwajibkan untuk menarik iuran kepada karyawannya melalui pemotongan gaji. Demikian pula para pekerja di sektor informal seperti petani, nelayan, buruh kasar yang dipandang tidak miskin; mereka juga akan dipunguti iuran. Kebijakan ini jelas akan semakin menambah kesengsaraan rakyat, apalagi definisi orang yang dikategorikan miskin di negara ini sangat beragam. Ada garis kemiskinan yang dikeluarkan Pemerintah setiap tahun berdasarkan survei pengeluaran rumah tangga. Adapula pula standar kemiskinan Bank Dunia sebesar US$ 2 perhari. Selain itu, ada Survey Rumah Tangga Sasaran Penerima Bantuan Langung Tunai (BLT) yang menetapkan orang miskin berbeda dengan kriteria sebelumnya. Masing-masing standar tersebut menghasilkan jumlah orang miskin yang berbeda. Apalagi dengan standar kemiskinan baru yang ditetapkan Standar Statistika Negara melalui Badan Pusat Statistik yang menetapkan standar kemiskinan baru untuk perkotaan semakin rendah dengan pengeluaraan sebesar Rp 7.000 perhari(Pikiran Rakyat, 14/7/2011). Berarti angka kemiskinan akan turun drastis dan muncul orang kaya baru? Pasalnya, orang yang berpenghasilan Rp 217.000 perbulan dengan asumsi satu bulan 31 hari mereka tidak lagi masuk kategori miskin. Padahal banyak pekerja di negeri ini termasuk di sektor formal, sekalipun yang pendapatannya jauh di atas, tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok yang layak. Selain itu, akibat tingginya inflasi yang tidak dapat dikendalikan Pemerintah, komersialisasi berbagai fasilitas publik, dan perluasan pungutan pajak, membuat biaya hidup rakyat akan semakin tinggi. Jika mereka kembali dipaksa untuk membayar iuran jaminan sosial tersebut maka dapat dipastikan beban hidup yang akan mereka tanggung akan semakit berat.

Badan Pelaksana

Meski pengelolaan dana jaminan sosial bersifat nirlaba, yakni keuntangannya dikembalikan kepada peserta, BPJS memiliki independensi dalam pengelolaan dana tersebut. Dalam RUU BPJS pasal 8 (b) disebutkan bahwa BPJS berwenang untuk “menempatkan dana jaminansosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbang-kan aspeklikuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana dan hasil yang memadai.” Dengan demikian, BPJS berhak mengelola dan mengembangkan dana tersebut pada berbagai kegiatan investasi yang dianggap menguntungkan. Dana tersebut, seperti

Page 3: Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

dana asuransi lainnya, dapat diinvestasikan pada berbagai portofolio investasi seperti saham, obligasi dan deposito perbankan.Menurut Siti Fadhilah, meskipun namanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, isinya bukan tentang jaminan social; tetapi cara mengumpulkan dana masyarakat secara paksa, termasuk dana APBN untuk masyarakat miskin. Dana dari 250 juta rakyat Indonesia itu nanti disetor ke BPJS lalu dikuasakan ke segelintir orang yang namanya wali amanah. Lembaga ini sangat independen, tidak boleh ada campur tangan Pemerintah. Nanti dana yang terkumpul ini akan digunakan untuk kepentingan bisnis kelompok tertentu, termasuk perusahaan asing, yang sulit dipertanggungjawabkan. Padahal dana ini dikumpulkan dari seluruh rakyat. Apalagi kalau 4 BUMN (ASABRI, TASPEN, JAMSOSTEK, ASKES) digabungkan, ini menyangkut dana 190 triliun!Karena itu, wajarlah kalau UU SJSN dan RUU BPJS, sebagaimana halnya UU lain, sarat dengan intervensi asing. Pembuatan UU tersebut merupakan bagian dari paket reformasi jaminan sosial dan keuangan Pemerintah yang digagas oleh ADB pada tahun 2002 pada masa pemerintahan Megawati. Hal tersebut terungkap dalam dokumen Asian Development Bank (ADB) tahun 2006 yang bertajuk, “Financial Governance and Social Security Reform Program (FGSSR).” Dalam dokumen tersebut antara lain disebutkan: “Bantuan Teknis dari ADB telah disiapkan untuk membantu mengembangkan SJSN yang sejalan dengan sejumlah kebijakan kunci dan prioritas yang dibuat oleh tim penyusun dan lembaga lain.” Nilai pinjaman program FGSSR ini sendiri sebesar US$ 250 juta atau Rp 2,25 triliun dengan kurs 9.000/US$.Dalam kondisi tertentu, dana tersebut dapat dimanfaatkan Pemerintah untuk mem-bail-outsektor finansial jika terjadi krisis. Pada krisis 2008, misalnya, Pemerintah Indonesia pernah memerintahkan beberapa BUMN untuk melakukan buy-back saham-saham di pasar modal untuk membantu mengangkat nilai IHSG yang melorot tajam akibat penarikan modal besar-besaran oleh investor asing.Dengan demikian, yang diuntungkan dengan pemberlakukan UU tersebut adalah para investor dan negara-negara yang pembiayaan anggarannya bergantung pada sektor finansial. Inilah salah satu alasan mengapa pihak asing berambisi untuk mengegolkan UU ini.Di sisi lain, dengan alasan agar dana yang dihimpun dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang, maka pembayaran klaim terhadap peserta asuransi seperti pelayanan kesehatan, santunan kepada para pensiunan akan bersifat minimalis. Bahkan yang lebih tragis, sebagaimana yang terjadi di negara lain, perusahaan-perusahaan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS, dengan berbagai alasan, dapat meningkatkan klaim pembiayaan kepada BPJS. Konsekuensinya, biaya iuran yang dikenakan BPJS kepada para peserta akan ditingkatkan. Jika masih kurang, negara dipaksa untuk memberikan dana talangan.

Tidak Menyelesaikan Masalah

Jaminan Sosial ini bagi sebagian kalangan dipandang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya penduduk miskin. Padahal kenyataannya tidak, karena jaminan sosial tidak dimaksudkan untuk menjamin seluruh kebutuhan dasar rakyat. Bahkan dalam UU SJSN jaminan tersebut hanya terbatas pada asuransi kesehatan, kecelakaan, hari tua dan kematian. Padahal problem utama penduduk miskin adalah tidak tercukupinya kebutuhan dasar mereka secssara memadai khususnya pangan, sandang dan papan.

Page 4: Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

Bahkan di negara-negara yang dianggap maju sekalipun, sistem jaminan sosial pada faktanya tidak mampu mencakup berbagai kebutuhan dasar rakyatnya. Buktinya, mengutip data ILO, pengangguran yang menerima jaminan sosial di negara-negara berpenghasilan tertinggi sekalipun hanya 39% dari total pengangguran yang ada. Di AS dan Kanada, pengeluaran biaya kesehatan masyarakat yang dapat di-cover oleh belanja pemerintah termasuk melalui jaminan sosial hanya 47%. Selebihnya masih ditanggung oleh publik (ILO, 2011).Dalam sistem Kapitalisme, pemenuhan kebutuhan dasar tersebut tidak menjadi tanggung jawab negara. Negara yang menganut sistem tersebut sebagaimana Indonesia tidak memiliki metode baku dalam mendistribusikan kekayaan kepada orang-orang yang tidak mampu. Negara hanya berupaya agar pendapatan perkapita rakyat secara agregat mengalami peningkatan tanpa melihat apakah masing-masing individu rakyatnya mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan demikian pemenuhan kebutuhan pangan, sandang dan papan tetap menjadi tanggungjawab rakyatnya sendiri.Memang di negara-negara kapitalis, negara kadangkala melakukan intervensi dalam bentuk subsidi. Namun demikian, berbagai subsidi tersebut tidak dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh rakyatnya. Di Indonesia, misalnya, ada program penjualan beras miskin (raskin), Jamkesmas dan bantuan biaya pendidikan sebesar 20% dari APBN. Namun, tetap saja jumlah dan cakupannya sangat terbatas sehingga tidak mampu menjangkau seluruh penduduk yang terkategori miskin.Penyebab utama dari masalah ini adalah kelemahan ideologi Kapitalisme dalam mendistribusikan kekayakan di tengah-tengah masyarakat. Fokus utama dari sistem ekonomi negara ini adalah pertumbuhan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai, semakin tinggi kesejahteraan yang dapat dicapai. Namun faktanya, kekayaan yang dihasilkan dari pertumbuhan tersebut hanya dinikmati oleh mereka yang unggul dalam kegiatan ekonomi khususnya para pemodal. Adapun mereka yang tersisih dari kegiatan ekonomi, seperti orang jompo, orang cacat, pengangguran, tetap tidak dapat menikmati kekayaan tersebut.Para pemikir dan pengambil kebijakan di negara-negara Kapitalisme bukan tidak menyadari hal tersebut. Berbagai cara ditempuh untuk menambal ‘lubang besar’ sistem ini, termasuk pemberian subsidi dan program jaminan sosial. Namun kenyataannya, kemiskinan, pengangguran, disparitas pendapatan yang tinggi, malnutrisi dan akses kesehatan yang mahal tetap menjadi masalah yang tak dapat dipecahkan oleh sistem ini. [Muhammad Ishak/Lajnah Maslahiyyah DPP HTI]

*http://hizbut-tahrir.or.id/2011/08/04/asing-di-balik-uu-sjsn-dan-bpjs/

Page 5: Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K): SJSN dan BPJS: Proyek Asing!

Pandangan Ibu tentang Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial (UU SJSN)?Undang-undang SJSN ini telah memalsukan nama. Namanya saja Sistem Jaminan Sosial Nasional. Padahal isinya adalah menarik iuran wajib tiap bulan dari masyarakat tanpa pandang bulu, kaya maupun miskin, dengan cara yang murah. Sekalipun nanti yang miskin akan dibayari Pemerintah, tapi atas nama hak sosial ini sebenarnya rakyat ditipu. Coba dilihat di Bab 5 pasal 17, ayat 1, 2 dan 3 UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Ayat 1: Tiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya berdasarkan prosentase upah atas suatu jumlah nominal tertentu. Ayat 2: Pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya dan menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan ke BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, red.) secara berkala. Ayat 3: besarnya iuran ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

Jadi, nggak ada sisi positif dari UU SJSN ini?Nggak ada sama sekali. UU SJSN ini harus dirombak total!

Mengapa?Lha wong UU SJSN ini bidannya asing. Pihak-pihak yang terlibat juga akan menyesuaikan dengan kepentingan asing. Rakyat kita sekarang ini sudah susah. Harga-harga barang terus naik. Uang belanja seminggu bisa jadi sekarang hanya cukup untuk tiga hari. BBM juga naik. Cari kerjaan susah. Kok ya masih harus ditarik iuran. Sakit nggak sakit harus bayar iuran. Apa orang-orang itu (wakil rakyat, red.) ndak mikir rakyat tambah sengsara.

Namun, ada yang mengatakan UU SJSN ini positif untuk menjamin kesejahteraan masyarakat miskin?Faktanya kan UU ini isinya jelas membebani rakyat, tidak sesuai dengan konstitusi. Ini sama saja dengan memaksa rakyat untuk ikut asuransi. Jelas berbeda arti jaminan sosial dengan bayar premi asuransi. Jaminan sosial itu kewajiban Pemerintah, sementara iuran atau premi itu kewajiban peserta asuransi kepada perusahaan asuransi. Nanti yang untung besar kanperusahaan asuransi, rakyat yang sakit, ya bayar-bayar juga.

Bagaimana jaminan sosial yang konstitusional?Pertama: Jamsosnas (Jaminan Sosial Nasional, red.) itu wujud tanggung jawab Pemerintah dalam melindungi rakyatnya sesuai perintah konstitusi. Kedua: Jamsosnas sebagai hak sosial rakyat dan kewajiban Pemerintah untuk membiayai melalui APBN sehingga Pemerintah tidak perlu lagi memungut iuran, memotong gaji dan upah PNS, buruh dan prajurit. Ketiga: Jamsosnas adalah program untuk seluruh rakyat tanpa diskriminasi, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan umum. Keempat, Jamsosnas harus segera diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai kemampuan secara transparan dan bertanggung jawab.

Page 6: Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

Dalam sistem Islam, pelayanan kesehatan merupakan hak dasar rakyat yang sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Menurut Ibu?Ya, memang seharusnya begitu. Kesehatan itu hak dasar manusia. Nabi Muhammad saw. kanjuga mementingkan kesehatan, memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat. Kalau rakyat sehat kan jadi produktif, kuat bekerja. Yang punya uang bisa berusaha memutar uangnya. Yang punya profesi bisa giat bekerja. Yang cuma punya otot juga masih bisa nyangkul. Ini adalah kewajiban Pemerintah untuk menyehatkan rakyatnya.

Bagaimana upaya ideal untuk mewujudkan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat tersebut?Idealnya, ya Pemerintah bertanggung jawab memenuhi hak-hak dasar itu sebagai wujud melindungi bangsa dan tumpah darah Indonesia. Setiap orang punya hak atas jaminan sosial termasuk PNS, buruh tani, polri, TNI, sektor informal, dll (sesuai UUD 45 pasal 28H ayat 3). Fakir-miskin dan anak terlantar juga harus dipelihara negara (UUD 45 pasal 34 ayat 1). Jadi, negara harus mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Bagaimana dengan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) yang akan disahkan DPR nanti?UU BPJS adalah turunan atau implementasi dari UU No. 40 tahun 2004 tentang SJSN yang keberadaannya atas sponsorship kepentingan pengusaha asing. Meskipun namanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, isinya bukan tentang jaminan sosial, tetapi cara mengumpulkan dana masyarakat secara paksa, termasuk dana APBN untuk masyarakat miskin. Dana dari 250 juta rakyat Indonesia itu nanti disetor ke BPJS lalu dikuasakan ke segelintir orang yang namanya wali amanah. Lembaga ini sangat independen, tidak boleh ada campur tangan Pemerintah. Nanti dana yang terkumpul ini akan digunakan untuk kepentingan bisnis kelompok tertentu, termasuk perusahaan asing, yang sulit dipertanggungjawabkan. Padahal dana ini dikumpulkan dari seluruh rakyat. Ini kan aneh!

Bila RUU BPJS jadi disahkan, apa dampak buruk bagi rakyat?Jelas rakyat tambah beban, karena rakyat dipaksa untuk membayar iuran. Sakit nggak sakit ditarik iuran. Kalau rakyat nggak mau bayar dikenakan sanksi. Yang tidak punya kartu jaminan sosial tidak bisa berobat ke rumah sakit. Bisa jadi nggak bisa ngurus KTP kalau nggak punya kartu Jamsosnas. Kesimpulannya, dampak sosialnya adalah memiskinkan rakyat yang belum miskin. RUU BPJS ini mengubah hak sosial rakyat menjadi kewajiban rakyat. Artinya, Pemerintah melepaskan tanggung jawabnya dalam melindungi rakyatnya.

Siapa sebenarnya pihak yang paling diuntungan dengan disahkannya RUU BPJS ini?Ya, wakil-wakil rakyat yang memperjuangkan mati-matian RUU BPJS itu. Mana mungkin mereka teriak-teriak kalau ndak kebagian keuntungan. Sudah jelas ini proyek untuk membesarkan cengkeraman Kapitalisme global. Masak mereka nggak tahu, nggak mikir! Apalagi kalau empat BUMN (ASABRI, TASPEN, JAMSOSTEK, ASKES) digabungkan, ini menyangkut dana 190 triliun!

Apa benar ADB (Asian Development Bank) akan menjadi mitra dalam proyek BPJS ini?Benar!

Page 7: Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

Jadi, UU SJSN dan RUU BPJS ini murni inisiatif Pemerintah atau siapa?Ya ADB itu yang bikin desainnya.

Jaminan sosial kok dibiayai dari utang dan iuran masyarakat? Apakah kekayaan alam negeriIndonesia ini masih kurang cukup untuk memakmurkan dan menyejahterakan masyarakat?Makanya rakyat harus tahu bahwa ini jelas kebohongan atas nama hak sosial rakyat. RUU BPJS harus ditolak! Kekayaan alam Indonesia ini sudah cukup untuk memakmurkan rakyat Indonesia.

Jadi apanya yang salah di Indonesia ini, kekayaan alamnya luar biasa tapi kok kesejahteraan masyarakatnya sulit dicapai secara merata?Di UUD pasal 33 kan juga disebutkan begitu. Yang salah ya pejabat-pejabatnya banyak yang korup, pejabat amplop! Pemerintahnya, baik yang sekarang maupun yang sebelum-belumnya menjadi perpanjangan tangan kepentingan asing. UUD diamandemen sehingga memberikan peluang yang lebih besar bagi lahirnya kebijakan-kebijakan yang menguntungkan Kapitalisme global. Banyak proyek pesanan asing yang dimasukkan melalui lembaga-lembaga resmi yang berada di Indonesia. Makanya, penguasaan kekayaan alam Indonesia harus direnegosiasi (ditinjau ulang); harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pejabat yang suka amplop jangan dipakai lagi. Pejabat kan seharusnya mengabdi untuk kepentingan rakyat, bukan mengabdi untuk kepentingan asing. [Nanik Wijayati]

*http://hizbut-tahrir.or.id/2011/08/04/siti-fadilah-supari-spjpk-sjsn-dan-bpjs-proyek-asing/

Page 8: Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

Mengapa UU SJSN Dan RUU BPJS Harus Ditolak ?Pemerintah dan DPR kini tengah menggodok UU Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS). UU tersebut akan menjadi payung hukum pelaksana Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang sebelumnya telah ditetapkan dalam UU SJSN No. 40 tahun 2004. Tidak ada perbedaan antara pemerintah dengan DPR kecuali perkara-perkara teknis mengenai bentuk dan wewenang badan pengelola tersebut.Padahal, jika ditelusuri UU SJSN dan RUU BPJS tersebut sebenarnya mengandung banyak masalah khususnya ditinjau dari perspektif Islam. Hal tersebut antara lain:1.      UU ini akan semakin membebani hidup rakyat khususnya kelompok menengah ke bawah. UU SJSN telah mewajibkan seluruh rakyat untuk terlibat dalam kepesertaan asuransi ini dengan membayar iuaran/premi secara reguler kepada BPJS. Khusus bagi yang miskin maka iuran tersebut ditanggung oleh negara. Pada Pasal 1 berbunyi: Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Selanjutnya Pasal 17 (4):Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah. Dengan demikian, karena bersifat wajib maka BPJS memiliki otoritas untuk memaksa orang-orang yang dianggap mampu untuk membayar iuran/premi asuransi termasuk di dalamnya paksaan kepada pemilik perusahaan untuk menarik premi kepada karyawannya melalui pemotongan gaji. Padahal setiap harinya rakyat telah menanggung derita akibat berbagai pungutan baik pajak maupun non pajak yang dibebankan kepada mereka. Belum lagi batas orang yang dikategorikan miskin di negara ini sangat rendah yakni mereka yang pengeluarannya di bawah Rp 233.000 per bulan. Dengan demikian rakyat baik petani, nelayan, buruh , karyawan atau siapa saja yang pengeluarannya lebih dari itu, tidak masuk dalam kategori miskin versi pemerintah dan oleh karenanya wajib membayar premi asuransi.2.      UU ini telah mengalihkan tanggungjawab negara dalam pelayanan publik kepada rakyatnya. Dalam penjelasan UU SJSN disebutkan bawah maksud dari prinsip gotong royong dalam UU tersebut adalah peserta yang mampu (membantu) kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Dengan demikian, UU ini telah mengalihkan tanggung jawab pelananan publik oleh negara kepada rakyatnya khususnya dalam penyediaan kesehatan. Ini merupakan watak negara kapitalisme yang mengkomersilkan berbagai pelayanan publik. Selain itu, falsafah asuransi ini bersifat diskriminatif sebab yang ditanggung oleh negara–yang dananya berasal dari orang-orang yang dianggap mampu–hanyalah orang miskin saja. Padahal pelayanan publik merupakan tugas pemerintah yang tidak boleh dialihkan kepada pihak lain. Lebih dari itu, pelayanan tersebut harus bersifat menyeluruh dan

Page 9: Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

tidak bersifat diskriminatif. Rasulullah saw bersabda: “Imam adalah pelayanan yang bertanggungjawab atas rakyatnya.” (H.R. Muslim)3.      Pengelolaan dan pengembangan dana SJSN pada kegiatan investasi yang batil dan berpotensi merugikan rakyat. Dana asuransi yang terkumpul pada BPJS dapat dikelola secara independen oleh BPJS. Dalam RUU BPJS pasal 8 disebutkan bahwa BPJS berwenang untuk (b) “menempatkan  dana  jaminan  sosial  untuk  investasi  jangka  pendek  dan  jangka  panjang dengan  mempertimbangkan  aspek  likuiditas,  solvabilitas,  kehati-hatian,  keamanan  dana, dan hasil yang memadai.”Dengan demikian dana tersebut sebagaimana halnya dana asuransi lainnya dapat diinvestasikan pada berbagai portfolio investasi seperti saham, obligasi, deposito perbankan, dan sebagainya. Padahal investasi sendiri bersifat tidak pasti, bisa untung atau rugi. Jika terjadi kerugian maka bebannya akan kembali kepada rakyat. Dalam berbagai krisis finansial di negara-negara barat, tidak terhitung lembaga-lembaga asuransi yang mengalami kerugian besar akibat berinvestasi pada aset-aset finansial yang bersifat spekulatif. Akibatnya dana nasabah berkurang bahkan lenyap. Sebagian dari mereka terpaksa mendapatkan bail-out dari pemerintah yang nota bene berasal dari penarikan pajak dan penambahan utang. Inilah yang menimpa AS dan negara-negara Eropa. Utang mereka membengkak untuk menutupi defisit APBN sangat besar akibat besarnya bail-out yang mereka lakukan terhadap perusahaan-perusahaan finansial termasuk diantaranya perusahaan asuransi.4. Pembuatan UU SJSN dan RUU BPJS merupakan pesanan asing sejak tahun 2002. Hal ini tertuang dalam dokumen Asia Development Bank (ADB) tahun 2006 yang bertajuk “Financial Governance and Social Security Reform Program (FGSSR). Dalam dokumen tersebut antara lain disebutkan: “ADB Technical Assistance was provided to help develop the SJSN in line with key policies and priorities established by the drafting team and other agencies.” (Bantuan Teknis dari ADB telah disiapkan untuk membantu mengembangkan SJSN yang sejalan dengan sejumlah kebijakan kunci dan prioritas yang dibuat oleh tim penyusun dan lembaga lain).  Nilai bantuan program FGSSR ini sendiri sebesar US$ 250 juta atau Rp 2,25 triliun (kurs 9.000/US$) . Dengan adanya SJSN ini maka dana yang dihimpun oleh BPJS tentunya jumlahnya akan sangat besar. Dana-dana itu pastinya akan ditanamkan di sektor finansial (perbankan dan pasar modal) sehingga akan memperbesar nilai kapitalisasi sektor tersebut. Dalam kondisi tertentu, dana tersebut dapat dimanfaatkan pemerintah untuk mem-bail-out sektor finansial jika mengalami krisis. Ujung-ujungnya yang menikmati hal tersebut adalah para pemilik modal, investor dan negara-negara yang pembiayaan anggarannya bergantung pada sektor finansial.5.      SJSN berlandaskan konsep asuransi yang bertentangan dengan Islam. Dalam pandangan Islam aqad asuransi adalah batil karena bertentangan dengan konsep pertanggungan (dhaman) dalam Islam.  Syarat-syarat pertangungan (adh-dhamân) sendiri adalah:a.      Sesuatu yang ditanggung oleh seseorang atau perusahaan merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh yang ditanggung misalnya penanggungan pembayaran utang seseorang yang meninggal dunia. Dalam hal ini utang merupakan sesuatu yang wajib ditunaikan. Sementara

Page 10: Sjsn Bpjs - Suplemen Dp - Bunga

dalam tanggungan asuransi adalah sesuatu yang tidak wajib seperti asuransi kematian dan kecelakaan. Disamping itu, beberapa objek tanggungan tersebut merupakan sesuatu yang tidak pasti (gharar) sementara peserta asuransi harus terus membayar premi;b.      Pihak penanggung tidak mengambil kompensasi baik disebut keuntungan atau premi terhadap pihak yang ditanggung. Dalam asuransi secara reguler perusahaan asuransi mengenakan premi kepada peserta asuransi;c.       Akad syirkah asuransi harus merupakan akad yang syar’i dengan memenuhi syarat-syarat syirkah di dalam Islam. Yaitu adanya harta dan badan, bukan syirkah harta saja. Nmun demikian dalam asuransi yang adalah syirkah harta. Semuanya hanya menyetor harta. Hingga dewan direksi yang mengelola urusan syirkah adalah representasi dari harta mereka bukan repesentasi bagi badan mereka. Jadi tidak ada seorang pun dari mereka yang berserikat dengan badannya, akan tetapi hanya dengan hartanya. Dengan demikian asuransi itu dilihat dari sisi syirkah adalah sama seperti syirkah musahamah, yaitu syirkah harta. Dalam konsep SJSN, pimpinan BPJS memang tidak dipilih berdasarkan modal, namun ditetapkan oleh Presiden berdasarkan hasil pilihan DPR. Tapi yang pasti tidak ada aqad syirkah yang berlangsung antara mereka dengan peserta.d.     Tidak boleh ada investasi harta dengan jalan yang tidak syar’i, melalui perusahaan lain, apapun nama dan sebutannya baik disebut investasi ataupun reasuransi. Namun dalam asuransi saat ini, perusahaan asuransi menginvestasikan  dana peserta asuransi pada perbankan ribawi, saham, obligasi yang kesemuanya merupakan transaksi yang batil dalam pandangan syara’.Dengan demikian, jelaslah bahwa UU SJSN dan RUU BPJS termasuk turunannya merupakan UU yang batil dan bertentangan dengan syariat Islam. Lebih dari itu, UU yang disokong oleh asing ini berupaya untuk menutupi kelemahan pemerintah dalam menjalankan tugasnya untuk melayani urusan rakyat dengan melemparkannya kepada rakyat mereka sendiri.Oleh karena itu, tidak ada lagi alasan bagi rakyat negeri ini untuk tidak kembali kepada syariat Allah swt di bawah daulah khilafah Islamiyyah. Allah SWT berfirman:

م�ن �اب� ك�ت ال وا وت أ �ذ�ين� �ال ك وا ون �ك ي و�ال� ح�ق� ال م�ن� ل� �ز� ن و�م�ا �ه� الل ر� �ذ�ك ل ه م وب ق ل ع� �خش� ت �ن أ وا آم�ن �ذ�ين� �ل ل ن� �أ ي �م ل

� أ ه م وب ق ل ف�ق�س�ت �م�د األ ه�م �ي ع�ل ف�ط�ال� ل �  ق�ب ف�اس�ق ون ه م �ير6م�ن �ث ﴾١٦و�ك

“Belumkah tiba saatnya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka dengan mengingat Allah dan kebenaran yang diturunkan. Dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang sebelumnya yang telah diberikan Al Kitab, masa yang panjang mereka lalui (dengan kelalaian) sehingga hati mereka pun mengeras, dan banyak sekali di antara mereka yang menjadi orang-orang fasik.” (QS. Al Hadid: 16)

*http://hizbut-tahrir.or.id/2011/07/18/mengapa-uu-sjsn-dan-ruu-bpjs-harus-ditolak/