Sistitis( prita )

download Sistitis( prita )

of 7

Transcript of Sistitis( prita )

Sistitis

Regimen terapi yang direkomendasikan untuk sistitis akut tanpa komplikasi ditunjukkan pada tabel 2. Regimen terapi jangka pendek (antara dosis tunggal hingga regimen 5 hari, bergantung pada agen antimikrobanya) direkomendasikan sebagai penatalaksanaan utama, karena mereka sama efektifnya dengan regimen yang lebih panjang untuk mengobati gejala dan memiliki efek samping lebih kecil. Berdasarkan tingginya frekuensi sistitis tanpa komplikasi, petunjuk pengobatan memberikan risiko seimbang antara efektivitas obat dan risiko efek samping dalam rekomendasinya. Nitrofurantoin ditoleransi dengan baik dan cukup efektif, sementara formula monohidrat makrokristalin diberikan dua kali sehari selama 5 hari dan cenderung memiliki efek samping rendah. Meskipun diperhatikan adanya prevalensi tinggi pada resistensi terhadap trimetorprim-sulfometoxazol, namun obat tersebut masih sangat efektif (dengan pencapaian keseluruhan untuk pengobatan klinis mencapai 85% walaupun dalam wilayah tertentu terdapat prevalensi terhadap resistensi sekitar 30%) dan tidak mahal serta ditoleransi dengan baik. Fosfomisin dan pivmesilinam juga dijadikan regimen pengobatan utama karena cenderung memiliki efek samping rendahm walaupun mereka secara klinis lebih inferior dibandingkan trimetorprim-sulfometoxazol dan floroquinolon. Pilihan obat antimikroba seharusnya dipisahkan sesuai dengan alergi yang dimiliki pasiennya dan adanya riwayat yang menyertai, pola pengobatan yang dipelajari, prevalensi dan resistensi pada komunitas lokal (jika diketahui), terjangkaunya harga, dan ambang kegagalan. Jika agen antimikroba utama bukan merupakan pilihan utama untuk dasar bagi satu atau lebih faktor tersebut, florokuinolon dan betalaktam merupakan alternatif yang masuk akal walaupun lebih disarankan untuk meminimalisir penggunaannya karena memikirkan efek samping dan, dengan hormat terhadap beta laktam, efektivitas. Sayangnya, survey U.S menunjukkan bahwa fluorokuinolon adalah antimikroba yang paling sering digunakan untuk infeksi traktus urinarius dalam pengaturan yang berjalan. Disebabkan peningkatan resistensi antimikroba dan sifat jinak dari sistitis, strategi untuk penghematan pemberian antimikroba meningkat (misalnya obat antiinflamasi atau pengobatan yang ditunda, tidak satupun yang sering digunakan secara klinis).

Sistitis Rekuren

Gejala pada traktus urinarius yang menetap atau terulang dalam seminggu atau dua minggu setelah pengobatan untuk sistitis tanpa komplikasi dengan antimikroba yang ternyata resisten terhadap strain bakterinya, atau kadang kambuh. Pada beberapa wanita, kultur urin sebaiknya dilakukan dan pengobatan sebaiknya dilakukan dengan antimikroba yang memiliki spectrum lebih luas, seperti florokuinolon. Sistitis yang terjadi setidaknya sebulan setelah pengobatan yang sukses terhadap infeksi traktus urinarius tersebut sebaiknya di obati dengan regimen utama jangka pendek (tabel 2). Jika terulangnya setelah 6 bulan, harus digunakan obat dari regimen terapi utama yang berbeda dengan yang sebelumnya digunakan, terutama jika yang digunakan trimetoprim-sulfametoxazol, karena adanya peningkatan kemungkinan terjadinya resistensi. Tujuan daru manajemen jangka panjang untuk sistitis rekuren sebaiknya meningkatkan kualitas hidup dan meminimalisir pajanan antimikroba. Tabel 4 menunjukkan strategi antimikroba preventif untuk wanita yang memiliki sistitis rekuren. Walaupun data mendukung efektivitas strategi ini jarang atau tidak ada sama sekali, resiko yang ditimbulkan strategi ini cukup rendah dan mungkin cukup membantu. Antimikroba profilaksis (tabel 5) menurunkan resiko perulangan sistitis mencapai 95%. Bagaimanapun, penatalaksanaan seperti itu harus dibatasi terhadap wanita yang pernah memiliki infeksi traktus urinarius 3 kali atau lebih dalam 12 bulan atau 2 infeksi traktus urinarius dalam 6 bulan (setidaknya satu kali pernah terbukti dengan kultur positif) dimana strategi pemberian nonantimikroba tidak efektif dan memilih terapi profilaksis antimikroba. Strategi untuk mendiagnosis sendiri dan mengobati sendiri adalah strategi nonpreventif yang berguna untuk wanita dengan sistitis rekuren. Manajemen antimiktoba sebaiknya dinilai secara periodic untuk menentukan apakah strategi tersebut akan terus berpengaruh.

ManajemenSistitis akut tanpa komplikasi adalah kondisi jinak dengan perbaikan gejala ditemukan pada 25% sampai 42% wanita dan perburukan hingga pielonefritis jarang terjadi pada grup yang diberikan placebo dalam percobaan acak terkontrol. Bagaimanapun, sistitis sangat berkaitan dengan morbiditas dan obat antimikroba diresepkan secara rutin, tujuan utama adalah perbaikan gejala yang cepat. Pilihan regimen pengobatan telah menjadi lebih rumit karena adanya resistensi terhadap antimikroba diantara strain E.coli uropatigenik telah meningkat di seluruh dunia. Baru-baru ini, studi internasional secara in vitro terhadap kerentanan strain E.coli yang menyebabkan infeksi traktus urinarius tanpa komplikasi telah menemukan nilai resistensi terhadap amoxicillin 20% lebih tinggi pada semua wilayah dan perkiraan yang serupa terhadap trimetorprim-sulfometoxazol pada banyak wilayah. Nilai resistensi terhadap fluorokuinolon, sefalosporin oral dan amoxicillin-clavulanat secara keseluruhan dibawah 10%, namun resistensi terhadap fluorokuinolon meningkat, nilai resistensi terendah didapatkan pada nitrofurantoin, fosfomycin dan mecillinam (dimana pivmecillinam adalah obat utama). (Mecillinam dan pivmecillinam tidak bisa didapatkan di Amerika). Infeksi traktus urinarius tanpa komplikasi disebabkan oleh produksi beta laktamase spectrum luas (resisten terhadap beta laktam) oleh strain E.coli dilaporkan meningkat di seluruh dunia. Strain-strain tersebut kebanyakan juga resisten terhadap fluorokuinolon dan trimetoprim-sulfometoxazol, tapi sebagian data yang terbatas menunjukkan fosfomisin, nitrofurantoin dan dalam data yang lebih terbatas lagi, amoxicillin-clavulanat menunjukkan aktivitas in vitro dan klinis.

Tabel 2. Terapi empiris untuk sistitis akut tanpa komplikasi

Regimen AntimikrobaEfektivitasKomentar

Terapi Utama

Makrokristal nitrofurantoin monohidrat, 100 mg 2 kali sehari selama 5 hari (dengan makanan) Efektivitas secara klinis dalam regimen 5-7 hari : 93% (84-95%); Regimen 3 hari menghasilkan efektivitas yang lebih rendah disbanding regimen yang waktunya lebih lama; resistensi minimal terhadap E.coli secara in vitro

Efek samping ekologis minimal, hindari jika dicurigai terdapat pielonefritis; efek samping umumnya termasuk mual, muntah dan sering flatus.

TMP-SMX, 160 mg and 800 mg 2 kali sehari untuk 3 hari

Efektivitas klinis untuk regimen TMP-SMX 3 hari: 93% (90%-100%); efektivitas serupa dengan trimetorprim saja, hindari jika nilai resistensi lebih dari 20% atau juka pajanan terjadi lebih dari 3 hingga 6 bulanMungkin efek samping ekologisnya lebih sedikit disbanding yang terlihat dengan fluoroquinolon; efek samping biasanya termasuk mual, muntah, anoreksia, gatal-gatal, urtikaria, komplikasi hematologis dan sensitif terhadap cahaya

Fosfomycin trometamol (Monurol), 3gsachet dalam dosis tunggal

Efektivitas klinis: 91% berdasarkan percobaan tunggal secara acak, namun fosfomisin memiliki efektivitas lebih rendah daripada TMP-SMX atau floroquinolon; resistensi in vitro minimal, namun kebanyakan laboratorium tidak melakukan uji resistensiEfek samping ekologik minimal, hindari jika dicurigai pielonefritis, efek samping umunya termasuk diare, mual, nyeri kepala dan vaginitis

Pivmecillinam, 400 mg 2 kali sehari selama 2 sampai 7 hari

Efektivitas klinis pada regimen 3 sampai 7 hari: 73% (55%-82%); resistensi minimal pada percobaan in vitroEfek samping ekologik minimal, hindari jika dicurigai pielonefritis, efek samping umumnya termasuk mual, muntah, dan diare. Tidak dapat ditemukan di Amerika

Terapi Utama Kedua

Fluoroquinolon: ciprofloxacin, 250 mg2 kali sehari selama 3 hari;

Efektivitas klinis: 90% (85% sampai 98%), resistensi secara in vitro minimal, namun prevalensi di Amerika meningkat, prevalensi tinggi pada resistensi in vitro pada sebagian wilayah di duniaKecenderungan memiliki efek samping ekologis; ketika memungkinkan, jadikan cadangan pengobatan penyakit lain selain sistitis; efek samping biasanya termasuk mual, muntah, diare, nyeri kepala, mengantuk, insomnia

Beta-lactam (misalnya amoxicillinclavulanate,cefdinir, cefaclor, and cefpodoximeproxetil) untuk 3 hingga 7 hari

Efektivitas klinis untuk regimen 3 sampai 5 hari: 89% (79%-98%); efektivitas lebih rendah disbanding TMP-SMX atau florokuinolon; beberapa data efektivitas pada cephalosporin (misalnya cephalexin); hindari amoxicillin atau ampicillin empirisMungkin efek samping lebih rendah disbanding yang terlihat dengan cephalosporin spectrum luas yang diberikan secara parenteral; efek samping biasanya termasuk diare, mual, muntah, ruam dan urtikaria

*Nilai efektivitas dan perkiraan dan rekomendasi antimikroba berdasarkan petunjuk Infectious Diseases Society of America. Nilai kesembuhan sebaiknya tidak dibandingkan saru sama lain, karenakan adanya perbedaan antara pengujian dan keragaman pola lokal pada resistensi antimikroba.TMP-SMX menandakan trimethoprim-sulfomethoxazole. Harga agen-agen antimikroba ini sangat dipertimbangkan; secara keseluruhan. TMP-SMX dan ciprofloxacin adalah yang paling murah, dengan nitrofurantoin dan levofloxacin relative lebih mahal, dan fosfomycin (nongenerik) dan regimen beta laktam adalah yang paling mahal. Regimen ini menunjukkan tak adanya risiko terhadap jsnin, pada penelitian terhadap manusia, hewan, atau keduanya (kehamilan kategori B) Penelitian terhadap hewan menunjukkan efek samping regimen ini terhadap janin (kehamilan kategori C); gunakan hanya jika keuntungan yang didapatkan seimbang dengan resiko potensialnya terhadap janin.

Tabel 4. Strategi Pencegaha Nonantimikrobial Terhadap Sistitis Akut Tanpa Komplikasi

StrategiKomentar

Konseling Tingkah Laku

Menyarankan pengurangan frekuensi hubungan seksualHubungan seksual adalah faktor resiko tertinggi terhadap infeksi traktus urinarius; strategi ini seringkali tidak berhasil

Jika spermisida digunakan, sarankan pengubahan metode kontrasepsi atau pencegahan infeksiPenggunaan spermisida, termasuk spermisida yang melapisi kondim, adalah faktor risiko yang kuat, terudama juka digunakan dengan diafragma; spermisida mengubah susunan flora normal vagina dan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen

Sarankan pasien untuk secepatnya berkemih setelah berhubungan seksual, minum cairan secara bebas, tidaak menunda berkemih, membersihkan bagian depan dan belakang setelah defekasi, hindari celana dalam yang ketat dan hindari pembersih vagina

Dalam studi kasus terkendali, tidak satupun dari strategi ini terlihat berkaitan dengan penurunan risiko infeksi traktus urinarius dan tidak satupun pernah dipelajadi secara prospektif, bagaimanapun cukup masuk akal untuk menyarankan semua ini pada pasien, karena semua ini menyebabkan risiko rendah dan mungkin efektif

Mediator Biologis

Jus cranberry, kapsul atau tabletTeori yang masuk akal dalam hal ini adalah adanya agen biologis yang menghambat bakteri patogen untuk menempel di sel epitel traktus urinarius. Data klinis menunjukkan adanya efek proteksi dibatasi oleh kelemahan susunan; sebuah percobaan acak dengan placebo terkontrol menunjukkan tidak adanya manfaat dari jus cranberry

Estrogen topikalPada beberapa wanita pasca menopause, estrogen topical menormakan flora normal vagina dan menurunkan risiko infeksi traktus urinarius yang berulang; estrogen peroral tidak efektif

Penghambat adhesi (D manosa, dapat ditemukan di toko makanan sehat dan online, kadang digunakan untuk terapi preventif)Infeksi traktus urinarius yang disebabkan oleh E.coli diawali oleh adesi bakteri ke reseptor manosil di traktus urinarius dengan cara adhesi FimHadhesin yang berada di pili tipe 1, secara teoritis manosida bisa menghambat adhesi. Bagaianapun, D mannosa belum dievaluasi pada percobaan klinis

*Konseling tentang pro dan kontra dari strategi ini cocok untuk wanita yang memiliki satu atau lebih infeksi traktus urinarius berulang dan memiliki pertanyaan tentang adanya strategi