PRITA OMNI 02Des2010

33
Kasus : Prita Vs Omni I. Overview Kasus Prita Mulyasari, seorang ibu dua anak, mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten serta dikenakan denda ratusan juta rupiah, dikarenakan keluhannya melalui surat elektronik yang menyebar di internet mengenai layanan RS Omni Internasional Alam Sutera. Prita dituduh melakukan pencemaran nama baik dan digugat secara pidana maupun perdata oleh RS Omni Internasional. Kasus ini sempat menjadi berita hangat di berbagai media, sampai pada akhirnya Prita memenangkan kasus di tingkat kasasi dan dibebaskan dari segala hukuman. Kisah Prita bermula saat ia dirawat di unit gawat darurat RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Selama perawatan, Prita tidak puas dengan layanan yang diberikan. Awalnya, hasil laoratorium menyebutkan bahwa tingkat thrombositnya 27.000 dan analisa dokter menyebutkan ia terkena demam berdarah. Namun pada hari berikutnya hasil lab tersebut direvisi, dan Prita hanya didiagnosa terkena virus udara. Tak hanya itu, dokter memberikan berbagai macam suntikan berdosis tinggi sehingga menyebabkan Prita mengalami kejang dan panas tinggi. Merasa kecewa, Prita kemudian berniat pindah ke RS lain. Namun, dia kesulitan mendapatkan hasil laboratorium. Prita telah mengajukan keberatannya ke RS Omni Internasional dan tak mendapatkan jawabannya. Kemudian, dia menyampaikan keluhannya itu ke kerabatnya melalui e-mail. Surat elektronik itu membuat pihak Omni berang. Pihak rumah sakit beranggapan, Prita telah mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut beserta sejumlah dokter mereka. RS Omni pun melayangkan gugatan kepada Prita, baik pidana maupun perdata. Pada tingkat Pengadilan negeri dan Pengadilan tinggi, Prita divonis bersalah dan harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang serta dikenakan denda sebesar Rp204.000.000 [1] . Dukungan masyarakat dan pemerintah mengalir deras melalui media massa, situs jejaring sosial faceboo k, dan berbagai blog di internet. Bahkan terdapat gerakan sosial para pendukung Prita yang dinamakan Koin Keadilan, dimana para pendukung menyumbangkan uang logam untuk membayar denda ratusan juta yang dikenakan pada Prita. [2] .Melalui

Transcript of PRITA OMNI 02Des2010

Page 1: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

I. Overview Kasus

Prita Mulyasari, seorang ibu dua anak, mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, Banten serta dikenakan denda ratusan juta rupiah, dikarenakan keluhannya melalui surat elektronik yang menyebar di internet mengenai layanan RS Omni Internasional Alam Sutera. Prita dituduh melakukan pencemaran nama baik dan digugat secara pidana maupun perdata oleh RS Omni Internasional. Kasus ini sempat menjadi berita hangat di berbagai media, sampai pada akhirnya Prita memenangkan kasus di tingkat kasasi dan dibebaskan dari segala hukuman.

Kisah Prita bermula saat ia dirawat di unit gawat darurat RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Selama perawatan, Prita tidak puas dengan layanan yang diberikan. Awalnya, hasil laoratorium menyebutkan bahwa tingkat thrombositnya 27.000 dan analisa dokter menyebutkan ia terkena demam berdarah. Namun pada hari berikutnya hasil lab tersebut direvisi, dan Prita hanya didiagnosa terkena virus udara. Tak hanya itu, dokter memberikan berbagai macam suntikan berdosis tinggi sehingga menyebabkan Prita mengalami kejang dan panas tinggi. Merasa kecewa, Prita kemudian berniat pindah ke RS lain. Namun, dia kesulitan mendapatkan hasil laboratorium. Prita telah mengajukan keberatannya ke RS Omni Internasional dan tak mendapatkan jawabannya. Kemudian, dia menyampaikan keluhannya itu ke kerabatnya melalui e-mail.

Surat elektronik itu membuat pihak Omni berang. Pihak rumah sakit beranggapan, Prita telah mencemarkan nama baik rumah sakit tersebut beserta sejumlah dokter mereka. RS Omni pun melayangkan gugatan kepada Prita, baik pidana maupun perdata. Pada tingkat Pengadilan negeri dan Pengadilan tinggi, Prita divonis bersalah dan harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang serta dikenakan denda sebesar Rp204.000.000[1]. Dukungan masyarakat dan pemerintah mengalir deras melalui media massa, situs jejaring sosial faceboo k, dan berbagai blog di internet. Bahkan terdapat gerakan sosial para pendukung Prita yang dinamakan Koin Keadilan, dimana para pendukung menyumbangkan uang logam untuk membayar denda ratusan juta yang dikenakan pada Prita. [2].Melalui pengacaranya, Prita mengajukan kasasi dan pada hari Selasa 29 Desember 2009, ia divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai Arthur Hangewa pada sidang di PN Tangerang. [3]

Dampak kurang menyenangkan dari kasus ini ternyata tidak hanya dirasakan oleh Prita dan keluarganya, melainkan juga oleh RS Omni Internasional sebagai penggugat. Ketika kasus pencemaran nama baik ini mencuat, status RS Omni sebagai rumah sakit internasional dipertanyakan berbagai pihak. Hal ini dikarenakan belakangan diketahui bahwan penambahan kata “internasional” ternyata hanya penamaan saja, RS Omni merupakan rumah sakit swasta dalam negeri yang bernama Omni Internasional yang tidak terdapat kepemilikan asing dan pada rumah sakit tersebut tidak pula terdapatkan informasi mengenai adanya standar International Hospital berdasarkan ISO (International Organization for Standardization) [4]

Page 2: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

II.Kronologis KasusBerikut kronologis Prita Mulyasari yang berakhir di penjara gara-gara sebuah email keluhan yang dikirimkan beberapa media online:

7 Agusutus 2008Sekitar pukul 20.30, Prita Mulyasari memeriksa kesehatan bertempat di Rumah Sakit Omni Internasional Tengerang – Banten dan langsung masuk ke UGD .[5] Prita Mulyasari mengeluhkan keluhan panas selama tiga hari, sakit kepala berat, mual dan muntah, sakit tenggorokan, tidak BAB selama tiga hari, dan tidak nafsu makan. Menurutnya, itu merupakan gejala DBD atau tifus.Ia mengatakan, berdasarkan keluhan tersebut, kemudian dilakukan pemeriksaan umum dan pemeriksaan darah. Dari hasil pemeriksaan darah awal, trombosit terbaca 27.000 (normal 200.000) dan suhu badan 39 derajat. Namun menurut pihak Omni, trombosit tersebut tidak layak baca karena banyak gumpalan darah sehingga diperlukan pengambilan darah ulang. Kemudian Pihak Omni meminta persetujuan kepada Prita untuk pemeriksaan darah ulang dan Prita menyetujuinya. Karena kondisi Prita yang lemah, pihak RS menyarankan untuk dirawat dan kemudian dipasangi cairan infus. [6]

Kemudian Prita Mulyasari langsung ditangani dr. Indah dan dr. Hengky dan didiagnosis menderita demam berdarah, dan disarankan rawat inap, sembari diberikan suntikan.[5]

8 Agustus 2008

Prita Mulyasari dikunjungi dr. Hengky dan memberikan kabar tentang perubahan thrombosit dari sebelumnya 27.000 menjadi 181.000. Sepanjang hari ini, Prita Mulyasari dihujani suntikan, tanpa pemberitahuan jenis dan tujuan penyuntikan kepada pasien. Kemudian mulai terlihat kejanggalan pada badan Prita Mulyasari yakni; tangan kiri membengka kemudian prita minta dihentikan infus dan suntikan, suhu badan naik hingga mencapai 39 derajat. Sampai sejauh ini, tidak ada dokter visit, termasuk dr. Hengky.[5

9 Agusustus 2008

Prita Mulyaasari dikunjungi dr. Hengky dan meninginformasikan kepada pasien bahwa dirinya terkena virus udara. Sejauh ini, tindakan medis berupa suntikan terus dihujamkan ketubuh Prita. Setelah Maghrib, Prita diberi suntikan ampul dan terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oksygen. Saat yang sama hadir dokter jaga yang bertugas (bukan dr. Hengky Gozal). Karena tangan kanan Prita mengalami pembengkakan, Prita meminta infus dihentikan dan suntikan serta obat-obatan.[5]

10 Agustus 2008

Keluarga Prita meminta untuk bertemu dengan dr. Hengky dan meminta penjelasan tentang kondisi dan keadaan pasien termasuk penjelasan tentang revisi hasil lab mengenai trombosit. Di saat yang sama, Prita mengalami pembengkakan di leher kiri dan mata kiri. Respon dr. Henky Gozal lebih menyalahkan bagian lab.[5]

Page 3: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

11 Agustus 2008

Tetap Terjadi pembengkakan pada leher kanan, dan panas kembali 39 derajat. Prita memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan meminta pihak Omni untuk memberikan data medis.[7] Prita mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai fakta. Seperti keterangan bahwa bab (buang air besar) Prita lancar padahal itu adalah keluhannya semenjak dirawat di RS.[8] Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000. Pasalnya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid. [7]

12 Agustus 2008

Prita pindah ke Rumah Sakit lain di Bintaro. Disini Prita M dimasukkan ruang isolasi oleh karena virus yang menimpa dirinya dapat menyebar. Menurut dokter, Prita terserang virus yang biasa menyerang anak-anak. (terbukti fakta bahwa Prita terserang demam berdarah tidak terbukti, hanya saja Prita telah terlanjur disuntik bertubi-tubi ditambah infus di RS Omni).

Pihak keluarga Prita masih mengusahakan untuk meminta hasil resmi yang valid kepada RS. Omni tentang hasil lab yang semula 27.000 dan berubah menjadi 181.000 (Thrombosit rendah mengharuskan pasien rawat inap).[5]

Dan akirnya selama Agustus 2008, ada upaya mediasi antara PM dan RS Omni, hanya saja mengalami kebuntuan. Dan hasil lab tersebut tetap tidak diberikan.[5] Prita dan suami bersikeras dengan hasil lab yang valid tersebut karena Prita butuh bukti bahwa hasil lab trombosit 27.000 itu ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.[ 4]

15 Agustus 2008,

Dan akhirnya, Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah sakit ke [email protected] dan ke kerabatnya yang lain dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online.[7]

(lihat Lampiran 3. Email keluhan Prita Mulyasari)

Pihak RS.Omni tidak terima yang merasanya dicemarkan nama baiknya maka upaya mediasi antara Prita dan RS Omni dilakukan namun sangat disayangkan rumah sakit bertaraf international tersebut tidak terima dan upaya mediasi itupun saja mengalami kebuntuan.[9] Selanjutnya :

30 Agustus 2008

Page 4: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

Prita mengirimkan isi emailnya ke Surat Pembaca Detik.com.[7]

6 September 2008dr. Hengky Gozal (dokter yang menangani Prita sewaktu di RS. Omni) menggugat Prita dan masuk dalam kategori gugatan pidana ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus.[9] Prita digugat pasal berlapis, yaitu 1. Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik dengan ancaman hukuman 1,4 tahun penjara,

2. Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik secara tertulis dengan ancaman 4 tahun penjara. [10]

22 September 2008

Pihak RS Omni International mengirimkan email klarifikasi ke seluruh costumernya.[7]

8 September 2008

Kuasa Hukum RS Omni Internasional menanggapi  email Prita dengan menayangkan iklan berisi bantahan atas isi email Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.[7]

24 September 2008 Prita menggugat perdata RS Omni termasuk dr. Hengky Gozal dan dr. Grace Yarnela (Manajer Pelayanan Pasien Omni )[9]

22 Desember 2008

Prita diperiksa untuk pertama kalinya dan berita acara pemeriksaannya (BAP) dibuat. [11]

30 April 2009

Setelah menjalani pemeriksaan secara marathon oleh penyidik kepolisian, berkasnya kemudian dilimpahkan ke Kejari Tangerang pada 30 April 2009. Pelimpahan itu untuk ketigakalinya karena berkasnya dua kali dikembalikan kejaksaan karena dinilai kurang lengkap (P-19).[11]

Selain diduga telah melanggar dua pasal KUHP itu, Prita juga dijerat kejaksaan melalui pasal 27 (3) UU Informasi dan Transaksi elektronik (ITE) dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.[10]

11 Mei 2009Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata RS Omni. Prita diputuskan kalah dalam kasus perdata dan Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan RS Omni.[9] Prita divonis membayar kerugian materil sebesar 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian imateril. Prita langsung mengajukan banding[7] dan akan kembali ke ruang sidang pada 4 Juni mendatang.[10]

13 Mei 2009

Page 5: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang juga dilaporkan oleh Omni.[7]

2 Juni 2009

Penahanan Prita diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima keluarga Prita dari Kepala Lapas Wanita Tangerang.[7] Departemen Kesehatan telah mengirimkan tim investigasi ke RS Omni International, Tangerang, terkait kasus Prita Mulyasari, guna memperoleh kronologis dan kejelasan terjadinya kasus tersebut. [12]

3 Juni 2009

kasus Prita Mulyasari ini menyita perhatian publik . Prita Mulyasari kebanjiran pendukung khususnya dari para blogger hingga mencapi 25.000.[10] ditambah suara LSM, akademisi, politisi bersatu membuat opini publik.[13] Megawati dan JK pun mengunjungi Prita di Lapas. Komisi III DPR RI meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita. Prita dibebaskan tepat pukul 16.20 PM [9] dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah menjadi tahanan kota.[14]

4 Juni 2009

Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang.[7]. Ada tiga pasal yang digunakan oleh jaksa penuntut umum dengan hukuman maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 1 miliar. Prita sebagai terdakwa bersalah melanggar

1. Pasal 45 Ayat 1 juncto 2. Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau

3. Pasal 310 KUHP atau Pasal 311 KUHP.

Berdasarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Prita disebut mencemarkan nama baik kedua dokter itu karena mencantumkan nama mereka dan menuduhnya tidak profesional. Sidang hanya berjalan 20 menit. Sidang akan dilanjutkan 11 Juni 2009. [15]

Disaat yang sama pula, Empat orang penyidik berasal dari Satuan IV Remaja Anak dan Wanita (Renakta) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Metro Jaya yang menangani kasus Prita Mulyasari (32), diperiksa Pengawas Penyidik Mabes Polri.[11]

5 Juni 2009

Menteri kesehatan telah mengirimkan tim ke RS Omni untuk memperoleh penjelasan tentang kronologis kejadian sebagai dasar untuk penerapan sanksi yang akan diberikan.

Dan selanjutnya, Depkes akan menelaah hasil temuan Tim.  Apabila terdapat dugaan pelanggaran disiplin kedokteran akan dilimpahkan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sesuai dengan ketentuan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, kata Menkes. [16]

Page 6: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

6 Juni 2009Mengacu dari sejumlah pemberitaan yang sangat intensif tentang kasus yang menimpa Ibu Prita dan juga dalam pembicaraan serta dialog pada berbagai kesempatan yang topiknya tentang masalah kasus tersebut, sempat muncul beberapa kecemasan, trauma dan ketakutan sebagian warga masyarakat yang merasa khawatir, bahwa dengan adanya kasus Ibu Prita dan berbagai kasus sebelumnya, maka mereka menganggap, bahwa berkomunikasi secara elektronik kini berpotensi mudah dijerat secara hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. [17]

Pada tanggal ini pula, Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) telah melimpahkan  kasus yang dialami Sdri. Prita Mulyasari di RS Omni kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) setelah Menkes dan jajarannya mengundang pihak RS Omni dan mencermati permasalahannya. Permasalahan yang sampai ke pengadilan tentang pencemaran nama baik dan sedang ditangani di Pengadilan Negeri Tangerang. Untuk masalah pencemaran nama baik, Depkes tidak bisa campur tangan dan menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berlaku.Tentang ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan di RS Omni, Menkes telah mengirimkan Tim Investigasi ke RS Omni dan memanggil Direksi RS Omni dan staf yang terlibat ke Depkes untuk dimintai keterangan guna memperoleh kejelasan dan penjelasan kronologis terjadinya kasus tersebut.Menkes minta MKDKI melakukan penilaian kasus Prita Mulyasari, apakah dokter di RS Omni  yang  memberikan pelayanan telah melakukan pelanggaran disiplin kedokteran atau tidak. MKDKI merupakan lembaga otonom dibawah Konsil Kedokteran Indonesia yang berwenang menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter dan atau dokter gigi yang diadukan memberi sanksi disiplin.Pasal 55  UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, menyatakan  "dalam rangka terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan melindungi masyarakat sesuai dengan ketentuan perlu dilakukan pembinaan terhadap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran". Pembinaan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Konsil Kedokteran Indonesia dan organisasi profesi sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk MKDKI.[18]

8 Juni 2009

Departemen Kesehatan telah mengirimkan tim investigasi ke RS Omni International, Tangerang, terkait kasus Prita Mulyasari, guna memperoleh kronologis dan kejelasan terjadinya kasus tersebut. Tim tersebut sudah ditugaskan untuk memeriksa kebenaran pelayanan yang telah dilakukan RS tersebut kepada pasiennya Prita Mulyasari (pemeriksaan sejak 6 Juni 2009). Pemeriksaan dilakukan mulai dari administrasi sampai standar pelayanan yang telah diberlakukan. Depkes menyarankan kepada Prita Mulaysari untuk melaporkan masalah yang dialaminya kepada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). MKDKI merupakan lembaga otonom di bawah Konsil Kedokteran Indonesia yang berwenang menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter dan atau dokter gigi yang diadukan, untuk memberi sanksi disiplin.

Page 7: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

Dari hasil investigasi tim Depkes juga diketahui bahwa nama “international” yang dipakai RS Omni hanya nama saja, bukan merupakan standar mutu yang telah mendapat akreditasi internasional. [12]

9 Juni 2009Kasus ketidakpuasan Sdri. Prita Mulyasari terhadap pelayanan RS Omni, saat ini oleh Departemen Kesehatan RI telah dilimpahkan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sebagai lembaga otonom dibawah Konsil Kedokteran Indonesia yang berwenang menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter dan atau dokter gigi yang diadukan memberi sanksi disiplin.

Mengenai pemakaian nama Internasional pada RS Omni, dr. Farid Husain menjelaskan bahwa RS Omni awalnya diresmikan sebagai Rumah Sakit Umum. Sedangkan pencantuman Internasional hanya sebagai nama saja, belum dilakukan akreditasi oleh Lembaga Internasional terhadap rumah sakit tersebut. Di Indonesia belum ada rumah sakit standar Internasional, karena untuk menuju standar Internasional harus ada akreditasi dan penilaian dari lembaga Internasional. Saat ini baru RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RS Sanglah sedang dipersiapkan sebagai rumah sakit kelas dunia (world class).[19]

11 Juni 2009

Pengadilan Negeri Tangerang mencabut status tahanan kota Prita Mulyasari.[20]

12 juni 2009

Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Siti Fadilah Supari, menegaskan bahwa Rumah Sakit (RS) Omni International bukan rumah sakit internasional. Menkes menegaskan bahwa RS Omni International milik orang Indonesia.[21]

25 Juni 2009

Melalui persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tanggerang, Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum. .[16].

26 Juni 2009

Departemen Kominfo melalui Siaran Pers ini menyambut gembira atas pembebasan Prita Mulyasari dalam kasus dengan tuduhan pencemaran nama baik   terhadap suatu rumah sakit di Tangerang. Ini membuktikan, bahwa Prita Mulyasari bukan merupakan korban dari UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Hanya saja perlu diluruskan terkait dengan masalah pemberlakukan UU tersebut, yaitu sebagaimana sudah disebutkan pada Siaran Pers No. 126/PIH/KOMINFO/6/2009, bahwa Pasal 54 ayat (1) UU ITE menyatakan: “ Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan ”. Di

Page 8: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

dalam keterangan UU ITE disebutkan, bahwa UU ITE disahkan pada tanggal 21 April 2008 dan kemudian disebutkan juga, bahwa UU ITE diundangkan pada tanggal 21 April 2008 juga . Sedangkan yang harus sudah ditetapkan paling lambat tanggal 21 April 2010 adalah Peraturan Pemerintah, sebagaimana disebutkan pada Pasal 54 ayat (2) yang di antaranya menyatakan: “ Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-undang ini ”. Ini berbeda dengan UU Telekomunikasi yang baru baru berlaku 1 tahun berikutnya sejak disahkan dan diundangkannya UU tersebut yaitu tanggal 8 September 1999, sebagaimana di antaranya dinyatakan pada Pasal 64 UU Telekomunikasi: “ Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan ”. Dan berbeda pula dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang baru akan berlaku pada tanggal 30 April 2010, yaitu terhitung 2 tahun sejak diundangkan dimana UU KIP tersebut disahkan dan diundangkan pada tanggal 30 April 2008. Ketentuan lengkap yang mengatur pemberlakuan UU KIP tersebut dinyatakan pada Pasal 64 ayat (1) yang menyebutkan: “ Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan ”..[22]

26 Juni 2009

Menteri Kesehatan EndangRahayu Sedyaningsih menyatakan akan melihat serta mengkaji lebihdahulu mengenai putusan Majelis Kehormatan Dewan KedokteranIndonesia (MKDKI) atas dua dokter RS. Omni Internasional yang menangani pasien Prita Mulyasari.

Dalam sidang putusan MKDKI di kantor Konsil Kedokteran Indonesia(KKI) Rabu (26/5) ini, melalui Ketua majelis kehormatannya, SuyataSubanda, memutuskan dua dokter RS. Omni Internasional (dr. Grace Yarnela dan dr. Hengky Gozal) yang menangani pasien Prita Mulyasari tidakterbukti melakukan pelanggaran disiplin kedokteran dalammenjalankan tugasnya karena telah bertindak sesuai prosedur (terkait gugatan Perdata Prita tanggal 24 September 2008).

Sebelumnya kedua dokter tersebut diadukan ke MKDKI karena didugatelah melakukan penipuan akibat tidak memberikan hasil teslaboratorium yang isinya berupa hasil pemeriksaan darah juga dugaan penyuntikan tanpa izin. [23]

8 Oktober 2009

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi gugatan perdata Prita Mulyasari melawan RS Omni Internasional terkait gugatan yang dilakukan RS Omni Internasional yang meminta pembayaran ganti rugi senilai Rp. 20 milyar. Dengan keluarnya vonis tersebut Prita dibebaskan dari seluruh ganti rugi. Pada pemberitaan sebelumnya, RS Omni menggugat Prita Mulyasarisenilai Rp20 miliar. Gugatan tersebut dilakukan karena Omni menilaiPrita telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pencemaran nama baik.

Di kasus pidana, Prita dibebaskan, sementara di kasus perdata ditingkat pertama, ibu dua anak ini diputus untuk membayar Rp304juta.

Akibat putusan tersebut menimbulkan gerakan sosial di manamasyarakat mengumpulkan koin yang mencapai Rp800 juta untukmembantu Prita.

Page 9: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

Prita juga mengajukan banding dan denda dikurangi menjadi Rp250juta.

Atas putusan banding tersebut, Prita mengajukan kasasi danditerima, sehingga Prita terbebas dari hukuman perdata.[24]

3 Desember 2009Putusan Pengadilan Tinggi Banten melalui kasasi perdata. Mereka akan melawan vonis yang mewajibkan Prita membayar denda senilai Rp 204 juta.  Saat vonis perdata dikeluarkan, Prita tengah dalam tahap pembelaan atas tuntutan enam bulan penjara. Padahal seharusnya vonis pidana dulu baru perdata, karena perdata sifatnya subjektif, saksi yang diperiksa saksi RS Omni terlebih dahulu. Kasus perdata itu bergulir sebelum kasus pidana. Di tingkat Pengadilan Negeri Tangerang, ia divonis dengan denda Rp 312 juta. Atas putusan tingkat pertama itu, Prita lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banten. Hasilnya, Prita kembali diposisikan sebagai pihak yang kalah dengan diwajibkan membayar denda Rp 204 juta. Tak hanya denda, Prita juga diwajibkan membuat permintaan maaf kepada Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera di media massa..[25]

4 Desember 2009

Munculnya dukungan simpatisan dari masyarakat atas kasus Prita, yang awal mulanya diprakarsai melalui dunia maya melalui situs www.koinkeadilan.com . Blog ini merupakan salah satu simpul informasi pengumpulan koin untuk mendukung Prita Mulyasari. Diharapkan sebelum keputusan Mahkamah Agung keluar, mereka dapat menggenapi pembayaran ganti rugi yang dijatuhkan kepada Prita senilai Rp 204 juta.[26]

5 Desember 2009

Departemen Kesehatan memberikan dukungan moral kepada Prita Mulyasari dengan membentuk Tim Mediasi. Tim akan mempertemukan antara  pihak RS Omni Tangerang dengan pihak Prita Mulyasari tanpa pengacara. Tujuannya meminta kedua belah pihak untuk melepas hak menggugat dan menuntut.

Dalam kaitan ini pihak RS Omni sudah memberikan persetujuannya. Tim dalam waktu dekat ini akan mengupayakan suatu pertemuan untuk membahas perdamaian di luar pengadilan.[27]

14 Desember 2009

Penutupan Pos Pengumpulan Koin keadilan .[26]

29 Desember 2009

Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari (32) tidak terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International

Page 10: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

Alam Sutera Serpong Tangerang Selatan, Selasa (29/12/2009). Keputusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Arthur Hangewa.[28]

Hakim menilai tidak ada muatan penghinaan dalam email Prita yang didistribusikan kepada orang lain itu sehingga pihak lain yang berkepentingan mengetahuinya.

Hakim menerima pembelaan kuasa hukum Prita, Slamet Yuono dari Kantor OC Kaligis bahwa kliennya adalah korban dari pelayanan medis RS Omni.

Hakim berpendapat bahwa pencemaran nama baik melalui email tidak dapat dibuktikan sehingga harus dibebaskan dari tuntutan jaksa.

Prita tidak melakukan penistaan terhadap RS Omni, namun hanya memberikan kabar kepada pihak lain agar menghindari dan berhati-hati terhadap praktik medis RS lainnya.[29]

30 Desember 2009

Kejaksaan Agung RI memutuskan untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung menyusul putusan Pengadilan Negeri (PN) Tangerang yang Selasa (29/12) lalu memberikan vonis bebas terhadap Prita Mulyasari, terdakwa pencemaran nama baik terhadap RS Omni Intenasional.

Prita dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu, kedua dan ketiga. Hakim juga memutuskan untuk membebaskan terdakwa dan memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

Majelis hakim PN Tangerang tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya (Vide Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP.

Dijelaskan, pertama, bahwa dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan perbuatan terdakwa terbukti mengirim e-mail merupakan kritikan dan untuk kepentingan umum, akan tetapi dalam amar putusannya justru membebaskan terdakwa dari semua dakwaan.

Kedua, bahwa seharusnya putusan hakim melepaskan terdakwa dari semua tuntutan (Ontslag Van Rechtvervolging), bukan membebaskan (Vrijspraak), karena dalam pertimbangannya menyatakan adanya alasan pembenar, tetapi kemudian menyatakan salah satu unsur tidak terbukti. [30] dan tercatat tanggal 30 Desember 2009, Koin Keadilan untuk Prita Mulyasari selesai dihitung Bank Indonesia (BI). Total uang yang terkumpul mencapai Rp 810.940.402. Uang itu akan disalurkan untuk dana kemanusiaan.

Uang sebanyak itu terdiri dari koin logam Rp 589.073.143 dan uang kertas Rp 26.488.900. Sedangkan uang Prita di Bank Mandiri yang disetor pada 23 Desember 2009 sebesar Rp 92.353.475. Totalnya ada Rp 707.915.518. Sedangkan jika ditambah dari cek-cek bantuan dermawan, total Rp 810.940.402.[31]

III. Kasus Prita dan Peraturan Kedokteran terkait

Fakta mengenai kasus Prita Mulyasari terkait dengan pelanggaran terhadap hak pasien atas informasi:

Page 11: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

1. Prita ingin memperoleh penjelasan atas hasil laboratorium dari rumah sakit dimana ia dirawat inap.

2. Prita meminta kejelasan atas penyakit yang dideritanya.3. Prita juga meminta penjelasan mengenai informasi tentang obat-obat dan tindakan

medis yang diberikan dan tujuan pemberian obat-obatan dan tindakan medis tersebut

Dalam kasus ini terdapat pihak dokter terkait telah melakukan pelanggaran terhadap hak pasien sebagaimana tercantum dalam pasal 52 poin a dan e UU Praktik kedokteran, dimana pasien dalam menerima praktik pada kedokteran berhak untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis, serta mendapatkan isi rekam medis [32]

Pihak dokter juga telah melalaikan kewajibannya, sebagaimana tercantum di dalam kode etik kedokteran Indonesia pasal 7b, untuk memberikan informasi yang kuat dan bersikap jujur kepada Prita mengenai perlunya tindakan medis yang dilakukan serta risiko yang ditimbulkan [33] Prita tidak mendapatkan penjelasan mengenai jenis dan tujuan penyuntikan yang dilakukan terhadapnya.

Pihak rumah Sakit Omni juga telah mengabaikan hak Prita untuk mendapatkan pembetulan atas pemeriksaan yang salah dan penjelasan lengkap terkait dengan penyakit yang dideritanya. Padahal rumah sakit boleh melakukan pembetulan kesalahan rekam medis sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis pasal 5 dan 6 [34]

Dalam hal ini, rumah sakit Omni juga melanggar kode etik Rumah Sakit Indonesia Bab III pasal 10 bahwa salah satu kewajiban rumah sakit terhadap pasien adalah harus memberikan penjelasan mengenai apa yang diderita pasien, dan tindakan apa yang harus dilakukan. Selain itu, terkait dengan kasus Prita, di dalam pasal 12 Peraturan Menkes RI No 269 tahun 2008 disebutkan bahwa berkas rekam medic adalah milik sarana pelayanan kesehatan dan isi rekam medic adalah milik rekam medik. Ringkasan rekam medic dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien terkait atau orang yang diberi kuasa tertulis oleh pasien atau keluarga pasien yang berhak atas hal tersebut.

IV. Dampak pada Reputasi RS Omni InternasionalDengan adanya kasus Prita ini, Komisi IX (Komisi Kesehatan) DPR memanggil RS

Omni International untuk dimintai penjelasan tentang kronologi kasus Prita Mulyasari. dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 8 Juni 2009. Dari pihak RS Omni hadir Direktur RS Omni Dina Ratna Kusuma, Ketua Komite Medis RS Omni Leonardus T, Manajer Pelayanan Pasien Omni Grace Yoga, kuasa hukum Omni Heribertus Hartojo, dan Sekretariat Manajer RS Omni Hadi Furkuni. Pada rapat dengar pendapat ini, DPR mempertanyakan status Omni sebagai rumah sakit internasional.[35]

Jawaban yang diberikan oleh Dirut Omni dr Bina Ratna KK mengenai status 'internasional' itu adalah untuk menumbuhkan pelayanan bertaraf internasonal, tanpa menyebut lembaga atau badan manapun di dunia yang berhak mengeluarkan akreditasi internasional terhadap rumah sakit [36]. Pada kesempatan lain, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan

Page 12: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit swasta dalam negeri yang tidak ada kepemilikan asingnya. Ia telah menegur rumah sakit tersebut sejak Agustus tahun lalu supaya jangan menggunakan nama internasional di belakangnya [37].Namun, hingga saat ini hal itu tidak juga dipatuhi oleh pihak rumah sakit.

Rumah sakit internasional di Indonesia ada tujuh, empat diantaranya ada di Jakarta yakni Rumah Sakit Mitra Internasional, Rumah Sakit Permata Hijau, Rumah Sakit Brawijaya, dan Rumah Sakit Internasional Bintaro. Sedangkan dua rumah sakit lainnya ada di Medan, dan satu lagi ada di Surabaya.Teguran terhadap rumah sakit Omni bersamaan dengan rumah sakit lainnya yang juga menggunakan embel-embel nama internasional. Departemen Kesehatan akan mengeluarkan surat edaran kepada rumah sakit tersebut agar segera mencopot nama internasional. Karena dalam kenyataannya, pemberian izin kepada rumah sakit internasional tidak mudah. Masyarakat sering terjebak dengan pencantuman nama internasional. Seolah dengan nama internasional menjamin pemberian pelayanan yang baik tetapi sebenarnya tidak. Perbedaan antara rumah sakit internasional dengan rumah sakit non internasional terletak pada kepemilikan modal asing. Namun, dari segi pelayanan kesehatan tidak ada perbedaan.

Sebenarnya tidak ada sanksi khusus kepada rumah sakit yang menambahkan nama internasional namun tindakan tersebut merupakan pembohongan publik. Departemen Kesehatan tidak bisa serta merta mencabut ijinnya, hal yang dapat dilakukan hanya mempersulit ijin perpanjangan operasional [37].

Dampak cukup besar yang dirasakan RS Omni adalah dari sisi penurunan jumlah pasien. RS Omni dalam beberapa hari terakhir terlihat lebih sepi dibanding biasanya. Saat ini pemerintah dan DPR telah menyetujui UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang baru disahkan pada Oktober 2009. Dalam UU tersebut diatur hak pasien untuk menyampaikan keluhan yang salah satunya lewat media elektronik. Pernyataan tersebut terdapat dalam Pasal 32 huruf R [38].

Lampiran 1

Profil Omni International HospitalRumah Sakit Omni Internasional merupakan sebuah rumah sakitswasta di Indonesia yang dikelola oleh PT. Sarana Mediatama Internasional dan berlokasi di kawasan perumahan Alam Sutera, Serpong, Tangerang Selatan. Rumah sakit Omni Internasional merupakan cabang usaha dari kelompok Rumah Sakit Omni Medical Center (OMC) yang didirikan pada tahun 1972.Rumah Sakit Omni Medical Center didirikan pada tahun 1972 dengan nama Rumah Sakit Ongkomulyo. Pengembangan tahap pertama dilakukan pada tahun 1986 dengan meningkatkan kapasitas hingga 50 tempat tidur dan dipimpin oleh Prof. Dr. Kusumanto Setyonegoro. Pengembangan berikutnya dilakukan pada tahun1992 dengan menambah

Page 13: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

kapasitas hingga 180 tempat tidur serta kelengkapan fasilitas lain sehingga menjadikan rumah sakit ini mampu melayani sebagian besar bidang spesialis dan bidang superspesialis. Atas pengembangan tersebut nama rumah sakit Ongkomulyo diganti menjadi Ongkomulyo Medical Center. Pada tahun 2001 Ongkomulyo Medical Center berganti nama menjad Omni Medical Center karena perubahan kepemilikan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan maka pada tahun 2007 Omni Medical Center membuka cabang usaha lain dengan mendirikan Rumah Sakit Omni Internasional. [4]

Sejak adanya kasus Prita, nama RS Omni International berubah menjadi Omni Hospital. Omni Hospital ini sendiri mempunyai dua cabang, yaitu Omni Hospital Pulomas Jakarta dan Omi Hospital Alam Sutera Serpong. Visi RS Omni Medical Center ini adalah "Menjadi Rumah Sakit terkemuka di Regional mencakup penyediaan pelayanan kesehatan yang komperhensip dengan standar manajemen International". Rumah sakit ini pun menunjang semua konsep yang kami kedepankan dalam menjalankan pelayanan kesehatan, Rumah Sakit OMNI Alam Sutera memiliki banyak fasilitas alat canggih seperti MRI 1,5 tesla, MSCT (Real) 64 Slices,dll serta beberapa Center Unggulan, antara lain : Neurosiences Center, Cardiac Center, Orthopaedic Center, Urologi Center, Eye Center, Skin and Beauty Center, dll. Diantara beberapa Center Unggulan tersebut, ada satu Center yang merupakan satu-satunya Center yang ada di kawasan Asia Tenggara, yaitu Kawasaki Center. Dengan mengusung nilai-nilai Etika, Profesional, Komunikasi, Kerjasama serta Integritas, dengan ini Rumah Sakit OMNI Alam Sutera akan memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat Indonesia, sehingga sebagian masyarakat yang biasa mencari pengobatan ke luar negri, saat ini tidak perlu lagi mencari pelayanan kesehatan terlalu jauh. Komitment RS ini adalah mewujudkan kepuasan bagi pasien yang membutuhkan fasilitas kesehatan dari RS Omni ini. [39]

Lampiran 2

Profil Prita Mulyasari [40]

Nama Lengkap : Prita MulyasariTempat Lahir : JakartaUmur/Tanggal lahir : 31 tahun/27 Maret 1977

Page 14: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

Jenis Kelamin : PerempuanKebangsaan  : IndonesiaTempat tingal : Kelurahan Grogol Kecamatan Kebayoran Lama JakartaAgama   : IslamPekerjaan  : KaryawanSuami : Andri NugrohoAnak : Khairan Ananta Nugroho, Ranarya Puandida Nugroho,

Lampiran 3.

Email keluhan Prita Mulyasari [4]

RS OMNI DAPATKAN PASIEN DARI HASIL LAB FIKTIFPrita Mulyasari - suaraPembaca 

Jangan sampai kejadian saya ini menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan. 

Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandar International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus. 

Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah trombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr I (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.

dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.

Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.

Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang

Page 15: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul. 

Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.

Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.

Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja. 

Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan. 

Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.

dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.

Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.

Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.

Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.

Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis. 

Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya. 

Page 16: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan. 

Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.

Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista. 

Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas. 

Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut. 

Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.

Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.

Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum. 

Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami. 

Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.

Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap. 

Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik. 

Page 17: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini. 

Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain. 

Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan. 

Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan. 

Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini. 

Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini. 

Salam, Prita Mulyasari Alam Sutera

Page 18: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

Lampiran 4. [7].

ISI BANTAHAN YANG DIMUAT DI HARIAN KOMPAS DAN MEDIA INDONESIA:PENGUMUMAN & BANTAHAN

Kami, RISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS, Advokat dan Konsultan HKI, berkantor di Jalan Antara No. 45A Pasar Baru, Jakarta Pusat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N;Sehubungan dengan adanya surat elektronik (e-mail) terbuka dari SAUDARI PRITA MULYASARI beralamat di Villa Melati Mas Residence Blok C 3/13 Serpong Tangerang (mail from: [email protected]) kepada customer_care @banksinarmas.com, dan telah disebar-luaskan ke berbagai alamat email lainnya, dengan judul ‘PENIPUAN OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA TANGERANG’;Dengan ini kami mengumumkan dan memberitahukan kepada khalayak umum/masyarakat dan pihak ketiga, ‘BANTAHAN kami’ atas surat terbuka tersebut sebagai berikut :1. BAHWA ISI SURAT ELEKTRONIK (E-MAIL) TERBUKA TERSEBUT TIDAK BENAR SERTA TIDAK SESUAI DENGAN FAKTA YANG SEBENARNYA TERJADI (TIDAK ADA PENYIMPANGAN DALAM SOP DAN ETIK), SEHINGGA ISI SURAT TERSEBUT TELAH MENYESATKAN KEPADA PARA PEMBACA KHUSUSNYA PASIEN, DOKTER, RELASI OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, RELASI Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, DAN RELASI Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MASYARAKAT LUAS BAIK DI DALAM MAUPUN DI LUAR NEGERI.2. BAHWA TINDAKAN SAUDARI PRITA MULYASARI YANG TIDAK BERTANGGUNG-JAWAB TERSEBUT TELAH MENCEMARKAN NAMA BAIK OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA, Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. N, SERTA MENIMBULKAN KERUGIAN BAIK MATERIL MAUPUN IMMATERIL BAGI KLIEN KAMI.3. BAHWA ATAS TUDUHAN YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DAN TIDAK BERDASAR HUKUM TERSEBUT, KLIEN KAMI SAAT INI AKAN MELAKUKAN UPAYA HUKUM TERHADAP SAUDARI PRITA MULYASARI BAIK SECARA HUKUM PIDANA MAUPUN SECARA HUKUM PERDATA.Demikian PENGUMUMAN & BANTAHAN ini disampaikan kepada khalayak ramai untuk tidak terkecoh dan tidak terpengaruh dengan berita yang tidak berdasar fakta/tidak benar dan berisi kebohongan tersebut.

Jakarta, 8 September 2008.

Kuasa Hukum

OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL ALAM SUTERA,Dr. HENGKY GOSAL, SpPD, dan Dr. GRACE HILZA YARLEN. NRISMA SITUMORANG, HERIBERTUS & PARTNERS.Ttd. Ttd.Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H. Heribertus S. Hartojo, S.H., M.H.Advokat & Konsultan HKI. Advokat.Ttd. Ttd.Moh. Bastian, S.H. Christine Souisa, S.H.Advokat. Advokat.

Page 19: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

END NOTES

1. Pipiet Tri Noorastuti, Divonis Rp 204 Juta, Prita Siap Lawan RS Omni,

(http://metro.vivanews.com/news/read/110888divonis_rp_204_juta__prita_siap_lawa

n_rs_om ni)

2. Fanny Octavianus, BI siap hitung uang prita.

3. http://www.antaranews.com/berita/1261499435/bi-siap-hitung-uang-koin-prita

4. http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/prita-divonis-bebas/

5. http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Sakit_Omni_Internasional

6. Syahrul Salam, 2009, “Inilah Kronologis Kasus Prita Mulyasari (PM)”,

Sumbawanews.

(http://www.sumbawanews.com/berita/utama/inilah-kronologis-kasus-prita-

mulyasari-pm.html diakses tanggal 30 November 2010 )

7. Anonymous. 2009. “RS Omni Klarifikasi Tuduhan Prita”. Kompas.

(http://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/03/16571030/RS.Omni.Klarifikasi

.Tuduhan.Prita diakses tanggal 12 November 2010)

8. Zulkarnaen, Iskandar. 2009. “Kronologi Kasus Prita Mulyasari”. Kompas.

(www.kompas.com diakses tanggal 30 November 2010)

9. Anonymous. 2009. “Inilah Curhat yang Membawa Prita ke Penjara”. Kompas.

(http://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/03/1112056/inilah.curhat.yang.me

mbawa.prita.ke.penjara diakses tanggal 12 November 2010)

10. Panjol, Yudi. 2009. “Sengketa Prita Mulya Sari dengan Rumah Sakit Omni

Internasional“. Mitrakonsumen.

(http://www.mitrakonsumen.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=52&catid=35&Itemid=65 diakses tanggal

1 Desember 2010)

11. Sentosa, Iwan dan Neli Triana. 2009. Prita: Saya Pengin Pulang... Kompas.

Page 20: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

(http://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/03/06060599/

Prita:.Saya.Pengin.Pulang....diakses tanggal 30 November 2010)

12. T.Ty. 2009.“Empat Penyidik Kasus Prita Diperiksa Pengawas Penyidik Polri”.

Depkominfo.

(http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/empat-penyidik-kasus-

pritadiperiksa-pengawas-penyidik-polri/ diakses tanggal 1 Desember 2010 )

13. Bob. 2009. “Sidang Prita Hanya 20 Menit, Jaksa Langsung Pergi”. Kompas.

(http://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/04/11360027/Sidang.Prita.Hanya.

20.Menit..Jaksa.Langsung.Pergi diakses tanggal 28 November 2010)

14. Anonymous.2009.”Dukungan terhadap Prita Mengalir di Facebook”. Kompas.

(http://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/03/09241833/Dukungan.terhadap.

Prita.Mengalir.di.Facebook diakses tanggal 29 November 2010)

15. Anonymous.2009.”Megawati: UU ITE Harus Direvisi”. Kompas.

(http://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/03/17033466/

Megawati:.UU.ITE.Harus.Direvisi diakses tanggal 29November 2010)

16. Bob. 2009. “Prita Jalani Sidang Perdana Hari Ini”. kompas.

(http://megapolitan.kompas.com/read/2009/06/04/07160424/

Prita.Jalani.Sidang.Perdana.Hari.Ini diakses tanggal 28 November 2010) 9

17. Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. 2009.

“Menkes Luruskan Kasus Prita”. Departemen Kesehatan.

(http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/257-menkes-luruskan-

kasus-prita.html diakses tanggal 1 Desember 2010 )

18. Broto, Gatot S. Dewa. 2009. “Siaran Pers No. 126/PIH/KOMINFO/6/2009 tentang

Aturan Hukum Untuk Mencegah Kecemasan, Trauma dan Ketakutan Dalam

Berkomunikasi Secara Elektronik”. Depkominfo.

(http://www.depkominfo.go.id/berita/siaran-pers-no-126pihkominfo62009-

tentang-aturan-hukum-untuk-mencegah-kecemasan-trauma-dan-ketakutan-

dalam-berkomunikasi-secara-elektronik/ diakses tanggal 1 Desember 2010 )

19. Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. 2009.

“Menkes Limpahkan Kasus Prita pada MKDKI”. Departemen Kesehatan.

Page 21: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

(http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/260-menkes-limpahkan-

kasus-prita-pada-mkdki.html diakses tanggal 1 Desember 2010 )

20. Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. 2009. “Kasus

Prita Masih Ditangani Oleh MKDKI”. Departemen Kesehatan.

(http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/261-kasus-prita-masih-

ditangani-oleh-mkdki.html diakses tanggal 1 Desember 2010 )

21. Anonymous. 2009. “Rumah Sakit Omni International”. Wikipedia.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Sakit_Omni_Internasional diakses tanggal

22 November 2010 )

22. T. Jul dan YSoel. 2009. “Menkes: Omni Bukan Rumah Sakit Internasional”.

Depkominfo.

(http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/menkes-omni-bukan-

rumah-sakit-internasional/ diakses tanggal 28 November 2010) 12

23. Broto, Gatot S. Dewa. 2009. “Siaran Pers No. 139/PIH/KOMINFO/6/2009 tentang

Respon Positif Departemen Kominfo Terhadap Pembebasan Prita Mulyasari”.

Depkominfo.

(http://www.depkominfo.go.id/berita/siaran-pers-no-139pihkominfo62009-

tentang-respon-positif-departemen-kominfo-terhadap-pembebasan-prita-

mulyasari/ diakses tanggal 1 Desember 2010 )

24. T. Jul/toeb. 2009. “Menkes: putusan mkdki terkait prita akan dikaji”. Depkominfo.

(http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/menkes-putusan-mkdki-

terkait-prita-akan-dikaji/ diakses tanggal 1 Desember 2010 )

25. ANT/toeb. 2009. “Mahkamah Agung Bebaskan Prita Dari Gugatan Perdata”.

Depkominfo.

(http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/mahkamah-agung-

bebaskan-prita-dari-gugatan-perdata/ diakses tanggal 1 Desember 2010 )

26. Noorastuti, Pipiet Tri. 2009. “Divonis Rp 204 Juta, Prita Siap Lawan RS Omni”.

Vivanews.

(http://metro.vivanews.com/news/read/

110888divonis_rp_204_juta__prita_siap_lawan_rs_omni diakses tanggal 1

Desember 2010 )

Page 22: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

27. Anonymous. 2009. Koin Keadilan.

(www.koinkeadilan.com diakses tanggal 22 November 2010 )

28. Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. 2009.

“Depkes Bentuk Tim Mediasi Kasus Prita Mulyasari”. Departemen Kesehatan.

(http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/437-depkes-bentuk-tim-

mediasi-kasus-prita-mulyasari.html diakses tanggal 1 Desember 2010 )

29. Anonymous. 2009. “Rumah Sakit Omni International”. Wikipedia.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Sakit_Omni_Internasional diakses tanggal

22 November 2010 ) .

30. Antara News. 2009. “PRITA DIVONIS BEBAS”. Depkominfo.

(http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/prita-divonis-bebas/ diakses

tanggal 1 Desember 2010 )

31. t.Ut/ysoel, 2009. “Kejakgung Tetap Akan Ajukan Kasasi Vonis Prita”. Depkominfo.

(http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/kejakgung-tetap-akan-

ajukan-kasasi-vonis-prita/ diakses tanggal 1 Desember 2010 )

32. Winarno, Hery. 2009. “Total Koin Prita Rp 810 Juta, Disalurkan untuk Dana

Kemanusiaan”. Detiknews.

(http://www.detiknews.com/read/2009/12/30/160700/1268693/10/total-koin-prita-

rp-810-juta-disalurkan-untuk-dana-kemanusiaan diakses tanggal 1 Desember

2010 )

33. IDI. (2004). UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

(http://www.idionline.org/wp-content/uploads/2010/03/UU-No.-29-Th-2004-ttg-

Praktik-Kedokteran.pdf, diakses tanggal 28 November, 2010)

34. IDI. (2004). Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia

((http://www.idionline.org/wp-content/uploads/2010/03/Kode-Etik-

Kedokteran.pdf, diakses tanggal 28 November 2010)

35. (IDI. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

269/MENKES/PERIII/2008.

http://www.idionline.org/wp-content/uploads/2010/03/PMK-No.-269-ttg-Rekam-

Medis.pdf diakses tanggal 28 November 2010).

36. Mega Putra Ratya.(2009) “DPR pertanyakan status intrnasional RS OMNI”

Page 23: PRITA OMNI 02Des2010

Kasus : Prita Vs Omni

(http://www.detiknews.com/read/2009/06/08/161139/1144244/10/dpr-

pertanyakan-status-internasional-rs-omni, diakses pada tanggal 28 November

2010)

37. DPR : Cabut Izin RS Omni Internasional

http://www.jpnn.com/?mib=berita.detail&id=18620, diakses pada tanggal 28

November 2010)

38. Aqida Swamurti.(2009). “Hanya Papan Nama, Omni Bukan Rumah Sakit

Internasional”.

http://www.tempointeraktif.com/hg/fokus/2009/06/06/fks,20090606651,id.html?

page=4, diakses pada tanggal 28 November 2010)

39. Anonymous. 2009. “Kasus Prita - RS Omni Mulai Sepi “. Harian Global.

(http://www.harianglobal.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=27337% Akasus-prita-rs-omni-mulai-

sepi&Itemid=55 diakses tanggal 1 Desember 2010)

40. Omni Hospital.

( http://www.omni-hospitals.com/ diakses tanggal 1 Desember 2010)