Sistim semi hydroponic dalam pembibitan tebu
-
Upload
joko-herma-pramulyo -
Category
Technology
-
view
80 -
download
6
Transcript of Sistim semi hydroponic dalam pembibitan tebu
Sistem Semi Hydroponic dalam Pembibitan Tebu Seri Pembibitan Tebu
Harga gula di Indonesia setidaknya dalam duapuluh tahun terakhir, sebenarnya
relatif “menarik” untuk memberikan gairah kepada para petani dan pengusaha dalam
memperluas dan meningkatkan produktivitas tanaman tebu mereka. Bahkan untuk
menanamkan investasi baru industri gula dan turunannya.
Dari hasil penelitian, setiap varietas memiliki potensi rendemen masing – masing.
Secara sederhana “potensi rendemen” adalah jumlah potensi kilogram gula maksimal
yang dapat diekstraksi dari setiap 100 kilogram tebu, sehingga satuannya adalah persen
(%). Tugas planter adalah memaksimalkan potensi rendemen tersebut agar dapat diubah
menjadi gula. Semakin tinggi potensi rendemen suatu varietas tebu, maka semakin
“unggul” varietas tebu tersebut. “Unggul” di sini yang dimaksud sudah
mempertimbangkan bahwa tebu tersebut memiliki daya tumbuh yang baik, tahan terhadap
hama dan tahan terhadap penyakit serta faktor lainnya. Dalam penanaman tebu di kebun,
tidak ada cara satu pun yang dapat dilakukan untuk meningkatkan potensi rendemen tebu,
baik itu di tingkat nursery, maupun plantation. Yang dapat dilakukan adalah
mengupayakan agar sedapat mungkin tanaman tebu yang dihasilkan, dapat menjadi gula
yang mendekati potensi rendemen maksimalnya. Sehingga jika kita sering mendengar
istilah rendemen naik atau turun tersebut sebenarnya adalah semu (namun penulis tidak
akan berpolemik dalam pemahaman istilah ini). Kembali lagi, bahwa rendemen (baca:
rendemen nyata) adalah jumlah kilogram gula yang dapat diekstraksi dari setiap 100
kilogram tebu yang diolah.
Selain rendemen yang selalu menjadi isu utama dalam membicarakan tanaman
tebu, masih banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu terkait produktivitas
tanaman tebu, seperti jumlah anakan, daya tumbuh, bobot per ruas tebu, dan panjang per
ruas tebu. Produktivitas ini bermuara pada berapa ton tebu yang dihasilkan setiap
hektarnya, ton cane per hectare (TCH). Perpaduan antara rendemen yang tinggi dan
produktivitas tebu yang tinggi akan menghasilkan produksi gula per hektar atau yield yaitu
ton sugar per hectare (TSH) yang tinggi tentunta. Tugas untuk memperoleh varietas tebu
dengan yield (TSH) yang tinggi ini adalah tentunya departemen research and development
untuk tanaman tebu (sebaiknya terpisah dengan departemen nursery). Sehingga pada
dasarnya untuk mendapatkan produksi gula yang optimal, maka bibit tebu yang digunakan
harus baik, yaitu yang memiliki daya tahan terhadap hama yang baik, tahan terhadap
penyakit, memiliki potensi rendemen tinggi dan produktivitas tinggi.
Langkah selanjutnya dalam usaha perkebunan tebu adalah pengembangan bibit tebu
oleh bagian nursery. Perbanyakan bibit tebu untuk komersial (tebu giling) dilakukan secara
vegetatif, baik dalam bentuk stek yaitu batang tebu yang mempunyai ruas beserta bakal
tunasnya maupun sistem kultur jaringan. Tugas utama dari bagian nursery sudah barang
tentu menyediakan bibit tebu dengan varietas yang memiliki potensi rendemen tinggi,
potensi produktivitas tinggi, bibit yang sehat, bebas hama, bebas penyakit, ketersediaan
yang cukup, dan tepat waktu. Kesemuanya ini diharapkan bermuara pada produksi gula
yang optimal dan maksimal. Jika hal ini terpenuhi maka “biaya” kehilangan gula dari
potensinya dalam tebu akan semakin kecil.
Salah satu hambatan dalam pengadaan bibit tebu saat ini adalah sistem pembibitan
konvensional yang berjenjang. Pada pola ini dimulai dengan kebun bibit pokok (KBP)
yang dilakukan oleh balai penelitian, kebun bibit nenek (KBN) di unit penelitian dan
pengembangan pabrik gula, kebun bibit induk (KBI) di rayon/ wilayah/ divisi (afdeling)
yang masing – masing ditanam pada bulan Mei hingga Oktober, dan kebun bibit datar
(KBD) yang ditanam pada bulan November – April. Dengan demikian pola konvensional
ini jelas menjadi hambatan bagi sistem produksi, yang menghendaki beroperasi kontinyu
pada kondisi optimal dan jika dimungkinkan dalam waktu produksi yang relatif lama. Pola
pembibitan konvensional ini tidak ada yang salah, namun menurut penulis pola ini lebih
sesuai untuk penelitian dan pengembangan varietas baru tetapi kurang efektif dan efisien
dalam perbanyakan bibit tebu untuk kebun komersial (untuk giling). Pada kesempatan ini
akan disajikan sistem semi hydroponic (semifloat) dalam pembibitan tebu.
Pada sistem semi hydroponic dalam pembibitan tebu, maka hanya dikenal dua
tahap pembibitan yaitu kebun penelitian (KP) di balai penelitian dan pengembangan
(research and development station) dan kebun bibit (KB) yang dilakukan oleh petani,
rayon, wilayah, atau divisi (afdeling) di kebun pembibitan (nursery station). Dengan sistem
semi hydroponic maka akan mempermudah dalam memuliakan atau memurnikan varietas
tebu tersebut dan mendapatkan tebu yang lebih sehat dengan waktu lebih fleksible sesuai
kebutuhan serta lahan pembibitan relatif tidak luas. Pada tanaman bibit, plant cane (PC)
dapat dilanjutkan dengan ratoon hingga lima kali (dua – tiga tahun) dan dapat diambil dari
kebun penelitian maupun kebun pembibitan yang telah dimuliakan (dimurnikan). Sebagai
catatan penting bahwa perbanyakan bibit tebu di KP dan KB dalam sistem semi
hydroponic ini dapat dilakukan setiap 4 bulan dan maksimal 6 bulan.
Pemurnian atau seleksi minimal dilakukan tiga kali pada kebun penelitian,
sedangkan pada kebun bibit cukup dilakukan dua kali. Jika pada pembibitan di kebun
penelitian kemurnian varietas 100 persen, dan pada pembibitan di kebun bibit seharusnya
kemurniannya minimal 99 persen. Waktu seleksi adalah pada umur 2, 4, dan 6 bulan pada
kebun penelitian. Seleksi pada kebun pembibitan pada umur 2 dan 4 bulan.
Persiapan bibit tebu satu mata (single budded)
Perlu diperhatian juga yaitu komposisi varietas masak awal, masak tengah, dan
masak akhir agar pada rendemen tebu giling dapat diperoleh produksi optimalnya. Pada
tebu bibit secara konvensional pelepahnya tidak perlu dibuang (klethek) dengan tujuan
untuk melindungi tunas. Sedangkan pada sistem semi hydroponic, penulis justru
menyarankan dilakukan klethek, dengan tujuan untuk mengendalikan hama dan penyakit
serta mempercepat bibit “matang”. Perhitungan luas kebun bibit harus sesuai dengan luas
lahan tebu giling yang akan ditanam (plant cane).
Dalam sistem konvensional, idealnya bibit dipanen pada umur 6 hingga 7 bulan.
Sedangkan dalam sistem semi hydroponic dapat dilakukan lebih cepat dengan tujuan untuk
mempercepat persediaan bibit, maka bibit dapat dipanen sebelum usia 6 bulan. Bahkan
untuk kebun bibit ratoon, umur 4 bulan pun sudah dapat dipanen. Dengan demikian dalam
satu tahun bisa saja dilakukan 2 – 3 kali panen bibit. Kapan waktu panen bibit dilakukan,
sangat tergantung kebutuhan atau disesuaikan dengan kondisi lapangan. Tebu bibit
sebaiknya dalam waktu 24 jam harus ditanam untuk mengurangi kerusakan dan
menurunnya prosentasi daya tumbuh.
Penting sekali bibit tebu yang sehat, maka pada saat penyiapan single buddet harus
diakukan seleksi. Sebenarnya seleksi sudah dimulai pada saat pengambilan bibit dari
research station. Seleksi bibit tebu tidak hanya bertujuan untuk memuliakan tanaman
(memurnikan varietas), tetapi juga harus dilakukan dalam rangka mendapatkan bibit tebu
yang sehat. Tidak boleh ada toleransi terkait bibit tebu yang carrier terhadap hama dan
penyakit. Harus diingat bahwa bibit yang tidak sehat sebelum ditanam akan menyebabkan
bertambahnya biaya tanam dan pemeliharaan (baca: biaya produksi). Dampak dari bibit
tebu yang tidak sehat antara lain, biaya karyawan untuk melakukan operasi “pembebasan
hama dan penyakit,” biaya semprot hama, penurunan potensi rendemen, tanaman tidak
tumbuh optimal (penurunan produktivitas). Bahkan dampaknya akan terbawa di dalam
proses produksi di pabrik gula. Tebu panen yang tidak sehat sudah jelas akan memerlukan
biaya ekstraksi yang lebih mahal untuk setiap kilogram gula yang dihasilkan. Dengan tebu
tidak sehat potensi rendemennya lebih rendah, diperlukan biaya handling ekstra, biaya
giling lebih tinggi, biaya evaporasi lebih mahal, biaya pemurnian lebih mahal dan biaya
chemical lebih tinggi untuk setiap kilogram gula yang dihasilkan oleh pabrik gula.
Gmbar 1. Persiapan tray di green house pada sistem semi hydroponic
Dalam mempersiapkan tray di green house, maka tray harus diletakkan di atas
lembaran plastik (sebagai kolam kecil) untuk tempat air (media hydroponic) yang disusun
di atas papan seperti meja ataupun juga langsung di atas lantai di green house. Sebagai
catatan adalah bahwa level meja ataupun lantai untuk menempatkan lembaran plastik ini
harus rata agar level air nantinya sama untuk setiap sudut sehingga semua tanaman dalam
tray dapat menyerap air dan sari makanan dengan baik. Pastikan plastik yang digunakan
dalam kualitas baik, tidak ada satu lubang pun yang ada sehingga berkurangnya air yang
digunakan nantinya dapat dipastikan sebagai akibat penyerapan oleh tanaman melalui
kapilaritas media dan sedikit akibat penguapan.
Ukuran tray harus menjamin perakaran bibit tebu berkembang dengan baik, lubang
tray bagian atas lebih besar dibanding bagian bawah dengan tujuan unruk memberi ruang
pada bagian bawah untuk air maupun mengikuti prinsip perakaran tanaman.
Bibit tebu setelah diseleksi sebelum tanam terlebih dahulu direndam dalam cairan
anti jamur (fungicide treatment). Treatment dengan merendam dalam air hangat juga baik
dilakukan, yang terpenting adalah suhu air yang digunakan harus terjaga, tidak boleh
terlalu panas agar bakal tunas tidak mati “kepanasan”. Langkah – langkah ini dimaksudkan
untuk membebaskan bibit dari jamur dan bakteri, baik yang berasal dari kebun pembibitan
maupun akibat handling bibit maupun dari peralatan yang digunakan. Sedangkan untuk
virus, meskipun bersifat carrier dalam tanaman tebu, namun dengan perlakuan ini
setidaknya akan berkurang virus sekian persen sehingga pada akhirnya dapat juga
mengoptimalkan potensi rendemen tebu tersebut.
Gmbar 2. Seleksi bibit tebu yang sehat dan perlakuan merendam dalam larutan anti jamur
(fungicide treatment)
Tray diisi media tanam sekitar setengah level dan setelah bibit tebu single buddet
ditanam dalam tray kemudian ditutup dengan media. Bibit tebu single buddet yang sudah
diberikan perlakuan selanjutnya ditanam dalam tray yang telah dipersiapkan. Media tanam
yang dapat digunakan dalam sistem semi hydroponic di dalam tray pada prinsipnya harus
memiliki daya kapilaritas yang baik. Kapalaritas ini dibutuhkan agar daya serap air dan
unsur hara oleh tanaman tebu dapat berjalan dengan baik. Media tanam yang baik yang
dapat digunakan antara lain cocopit, bagasse yang sudah ditreatment, top soil dan kompos
yang dengan perbandingan tertentu.
Gmbar 3. Media tanam untuk sistem semi hydroponic dan pengisian air untuk pengecekan
level papan
Tray diisi media tanam sekitar setengah level dan setelah bibit tebu single buddet
ditanam dalam tray kemudian ditutup dengan media. Bibit tebu single buddet yang sudah
diberikan perlakuan selanjutnya ditanam dalam tray yang telah dipersiapkan. Media tanam
yang dapat digunakan dalam sistem semi hydroponic di dalam tray pada prinsipnya harus
memiliki daya kapilaritas yang baik. Kapalaritas ini dibutuhkan agar daya serap air dan
unsur hara oleh tanaman tebu dapat berjalan dengan baik. Media tanam yang baik yang
dapat digunakan antara lain cocopit, bagasse yang sudah ditreatment, top soil dan kompos
yang dengan perbandingan tertentu.
Gmbar 4. Pengisian media tanam dalam tray dan penanaman bibit tebu single buddet
dalam tray
Tujuan utama dalam sistem pembibitan ini adalah:
1. Melakukan seleksi bibit tebu yang sehat.
2. Mendapatkan bibit tebu yang sehat pada waktu yang diatur sesuai keinginan.
3. Percepatan perbanyakan bibit tebu yang sehat.
4. Pengaturan masa panen untuk hasil yang optimal
Dengan pola pembibitan semi hydroponic ini maka akan dapat dilakukan
penanaman tebu sesuai dengan pola panen yang diharapkan. Di setiap perkebunan akan
memiliki pola tanam yang psesifik sesuai dengan waktu musim gilingnya.
Selama ini penanaman tebu di kebun tebu giling dilakukan pada saat akhir musim
hujan atau awal musim hujan. Tanaman tebu biasa ditanam pada akhir musim hujan di
bulan Maret-April (atau April-Mei), dan dilakukan pada awal musim hujan di bulan
Oktober-November (atau Nopember-Desember). Dengan pola tanam ini, maka akan ada
kemungkinan didapatkan tebu siap giling yang memiliki potensi rendemen belum masak
(pre mature), tepat waktu masak (mature) dan over waktu masak (over mature). Memang
ada istilah tebu masak awal, masak tengah dan masak akhir yang merujuk pada waktu
panen di awal, tengah dan akhir musim giling. Namun tetap saja pengedalian umur
tanaman tebu di panen pada umur optimalnya tidak selalu dapat dilaksanakan. Jika pola
tanam ini dilakukan di luar bulan – bulan tersebut, seperti bulan Juni, Juli, Agustus dan
September maka akan diperlukan pengairan yang membutuhkan biaya cukup besar agar
tanaman bisa tumbuh dengan baik. Jika tidak cukup air maka akibatnya tanaman tebu akan
mati atau kerdil serta prosentase sulaman yang tinggi.
Dengan cara pembibitan sistem semi hydroponic maka akan dapat dilakukan
penanaman tebu yang dapat direncanakan agar mendapatkan tebu giling yang memiliki
potensi rendemen optimal dan produktivitas yang tinggi. Kita dapat merencanakan
penanaman bibit tebu pada bulan apa saja, misalnya pada bulan Juni sampai dengan
September. Kita dapat menanam bibit dalam tray dua bulan lebih awal sebelum tanaman
dipindahkan ke lahan. Mungkin ada sanggahan bahwa hal itu juga bisa dilakukan dengan
menanam single buddet pada polybag. Namun dengan menggunakan polybag kurang
fleksibel dan masih membutuhkan biaya yang relatif lebih mahal untuk jangka panjang.
Berikut gambaran perbandingan pemakaiana tray dan polybag.
No Uraian Tray Polybag
1 Areal dibutuhkan (space requiremen) 325 bibit/m² 100 bibit/m² 2 Pengisian media tanam 5.000 lubang/manday 1.000 bag/manday
3 Kecepatan inspeksi 5.000 bibit/manday 2.500 bibit/manday
4 Konsumsi air Otomatis (< 5%)
(0,01 liter/bibit/hari)
Dua kali sehari
(0,5 liter/bibit/hari)
5 Masalah gulma Minimum Bisa besar
6 Pemupukan Presisi, tidak banyak
terbuang, murah
Tenaga kerja,
banyak terbuang
7 Efektivitas pestisida Terkontrol, tidak
buangan yang bahaya
Harus dicuci dan
buangan dapat
membahayakan di
irigasi
8 Penggunaan tray / polybag Dapat berkali-kali Sekali pakai
9 Otomatisasi Ya (pengairan) Tidak
10 Lokasi pembibitan Bersih dan kering Kotor dan becek
11 Transplanting
Cepat dan sedikit
kerusakan
(560 bibit/manday)
Lambat dan berat
(70 bibit/manday)
Tabel 1. Perbandingan penggunaan tray dan polybag
Berikut disajikan gambar – gambar pembibitan (pre nursery) dengan menggunakan
tray untuk mengatasi sebagian permasalahan pembibitan dalam perkebunan tebu.
Gambar 5. Penutupan media tanam setelah bibit dimasukkan dalam tray
Gambar 6. Tanaman umur 5 dan 7 hari setelah tanam
Gambar 7. Tanaman umur 14 dan 21 hari setelah tanam
Gambar 8. Tanaman umur 30 hari setelah tanam
Gambar 9. Daun dilakukan pemotongan sebelum transplanting pada usia 35 hari
Gambar 10. Transplanting tanaman pada tanaman umur 35 hari
Kapan dilakukan transplanting dan pada umur berapa dilakukan transplanting
sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan perlu diatur dengan baik. Transplanting dapat
dilakukan pada umur tanaman 35 hari hingga 50 hari, mempertimbangkan ukuran tray,
musim tanam dan kebutuhan bibit. Sebagaimana dijelaskan dalam tabel 1 bahwa jika
menggunakan tray maka akan bisa digunakan berkali – kali, sedangkan jika menggunakan
polybag maka cukup sekali digunakan.
Hal – hal penting yang dapat dilakukan pada saat pembibitan di tray antara lain,
seleksi bibit yang sehat, pertumbuhan yang normal dan pengendalian hama dan penyakit
yang lebih teliti. Bibit yang sehat tentu akan menghasilkan tanaman tebu di kebun yang
sehat pula. Sehingga pengendalian hama dan penyakit di kebun tidak berasal dari
pembibitan dan hanya yang terjadi di lahan. Sehingga harapan untuk memperoleh hasil
panen yang optimal dapat diharapkan pada saat menanam tebu di lahan. Dengan cara ini
maka dapat diharapkan tidak perlu melakukan sulaman atau sangat kecil prosentasenya.
Gambar 11. Tanaman tebu sehat umur 10 hari setelah transplanting
Gambar 12. Tanaman tebu umur 35 hari setelah transplanting
Gambar 13. Tanaman tebu umur 50 hari setelah transplanting
Gambar 14. Tanaman tebu umur 120 hari (4 bulan) setelah transplanting
Pada umur 120 hari (4 bulan) setelah transplanting, maka sudah bisa dilakukan
perbanyakan untuk bibit. Hal ini dapat dilakukan jika dipertimbangkan untuk pengaturan
kebutuhan bibit dan pertimbangan musim tanam yang optimal. Perbanyakan dilakukan
utamanya untuk memenuhi kebutuhan bibit dengan sistem semi hydroponic. Pada umur ini
maka setiap batang akan diperoleh antara 6 – 8 mata bibit baru secara selektif.
Gambar 15. Tanaman tebu umur 150 (5 bulan) hari setelah transplanting
Gambar 16. Tanaman tebu umur 180 hari (6 bulan) setelah transplanting
Pada umur 150 hari hingga 180 hari (5 – 6 bulan) setelah transplanting, maka sudah
bisa dilakukan perbanyakan bibit tebu baik untuk sistem semi hydroponic maupun sistem
konvensional. Pada umur 5 bulan biasanya bisa didapatkan bibit sebanyak 10-12 mata bibit
per batang. Sedangkan pada umur bibit 6 bulan, kita bisa mendapatkan 13-15 mata bibit
untuk setiap batang tebu.
Selanjutnya untuk penyebaran dan perbanyakan bibit tebu dapat dilakukan baik
dengan sistem semi hydroponic maupun konvensional. Cara konvensional dilakukan
utamanya pada masa tanam dengan curah hujan cukup seperti biasa pada awal musim
hujan atau akhir musim hujan dengan tujuan pada masa giling, tebu telah mencapai pada
masa masak optimalnya pada umur tanaman 10 – 14 bulan.
Berikut perhitungan sederhana cara perbanyakan (multiply) tanaman tebu dengan
sistem semi hydroponic, dengan asumsi jarak juring 135 cm dan jarak antar bibit tebu
dalam satu juring 50 cm dengan sasaran luas lahan tebu giling 20.000 hektar.
No Uraian Luas, ha Single
Buddet Bulan Transplanting, ha
1 Sistem semi hydroponic 1 0,005 14.542 0 1
2 Sistem semi hydroponic 2 0,005 14.542 0 1
3 Sistem semi hydroponic 3 0,005 14.542 1 1
4 Sistem semi hydroponic 4 0,005 14.542 1 1
5 Sistem semi hydroponic 1’ 0,215 698.016 6 48
6 Sistem semi hydroponic 2’ 0,215 698.016 6 48
7 Sistem semi hydroponic 3’ 0,215 698.016 7 48
8 Sistem semi hydroponic 4’ 0,215 698.016 7 48
9 Sistem konvensional 1” 480 - 12 480
10 Sistem konvensional 2” 480 - 12 480
11 Sistem konvensional 3” 480 - 13 480
12 Sistem konvensional 4” 480 - 13 480
13 Plant cane konvensional 1 4.800 - 18 4.800
14 Plant cane konvensional 2 4.800 - 18 4.800
15 Plant cane konvensional 3 4.800 - 19 4.800
16 Plant cane konvensional 4 4.800 - 19 4.800
Kebutuhan lahan 21.316
Dalam kurun waktu 18 – 19 bulan dengan umur rata – rata panen bibit 6 bulan maka
dari pengembangan bibit 4 hektar dengan sistem semi hydroponic akan didapatkan 21.316
hektar tebu giling. Dari perhitungan ini kita dapat mengatur berapa luas lahan yang akan
kita kembangkan untuk kebutuhan giling. Perlu konsistensi dan kesabaran bagian
pembibitan agar tujuan dan sasaran pengembangan kebun tebu dapat berjalan dengan baik.