Sistemik Kemoterapi

15
A. Sistemik Kemoterapi Tulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5- Flourouracil sebagai terapi ajuvan maupun metastase. Dahulu, dinyatakan pendapat bahwa regimen kombonasi menyediakan peningkatan efikasi dan angka harapan hidup pasien. Selain 5-Florourasil, terdapat capecitabine dan tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau kombonasi dengan oxalipatin dan irinotecan. 1. Regimen untuk ajuvan kemoterapi : 5-Fluorouracil + leucovorin o 5-Fluorouracil: 500 mg/m 2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu o Leucovorin: 20 mg/m 2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan sebelum 5-FU o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu LV5FU2 (de Gramont regimen) o 5-Fluorouracil: 400 mg/m 2 IV bolus, diikuti 600 mg/m 2 IV continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2 o Leucovorin: 200 mg/m 2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum 5-fluorouracil o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX 4 ) o Oxaliplatin: 85 mg/m 2 IV pada hari 1 o 5-Fluorouracil: 400 mg/m 2 IV bolus, diikuti 600 mg/m 2 IV continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2 o Leucovorin: 200 mg/m 2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum 5-fluorouracil o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu 1

Transcript of Sistemik Kemoterapi

Page 1: Sistemik Kemoterapi

A. Sistemik Kemoterapi

Tulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5- Flourouracil

sebagai terapi ajuvan maupun metastase. Dahulu, dinyatakan pendapat bahwa regimen

kombonasi menyediakan peningkatan efikasi dan angka harapan hidup pasien. Selain 5-

Florourasil, terdapat capecitabine dan tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau

kombonasi dengan oxalipatin dan irinotecan.

1. Regimen untuk ajuvan kemoterapi :

5-Fluorouracil + leucovorin

o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu

o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan sebelum

5-FU

o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu

LV5FU2 (de Gramont regimen)

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous

infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum

5-fluorouracil

o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4)

o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous

infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion sebelum

5-fluorouracil

o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

2. Regimen untuk metastasis :

Irinotecan + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFIRI regimen)

o Irinotecan: 180 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus pada hari 1, diikuti dengan 2400 mg/m2

IV continuous infusion untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

1

Page 2: Sistemik Kemoterapi

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6)

o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan 2400 mg/m2 IV

continuous infusion untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7)

o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Capecitabine + oxaliplatin (XELOX)

o Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari 1-14

o Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1

o Mengulang siklus setiap 21 hari

FOLFOX4 + bevacizumab

o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV continuous

infusion pada hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu

o Mengulang siklus setiap 2 minggu

Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi. Kemoterapi

ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker kolon setelah operasi.

Pasien dengan kriteria Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan

meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor. Kemoterapi ajuvan tidak

berpengaruh pada pasien dengan kriteria Dukes B. Irinotecan (CPT11) inhibitor topoisomer

dapat memperpanjang masa harapan hidup. Oxaliplatin analog platinum juga memperbaiki

2

Page 3: Sistemik Kemoterapi

respon setelah diberikan 5FU dan leucoverin. Manajemen kanker kolon yang tidak reseksibel

meliputi : Nd-YAG foto koagulasi laser dan self expanding metal endoluminal stent.

Pemilihan terapi pada pasien disesuaikan dengan stadium penyakitnya, seperti gambar

dibawah ini:

Pertimbangan untuk melakukan terapi bedah dilakukan berdasarkan stadium kanker

pasien, seperti bagan bawah ini:

3

Tumor metastasis

Penentuan stadium

Tumor Dukes A dan B1 Tumor Dukes B2 dan C

Pembedahan radikalPembedahan radikal Pembedahan paliatif

Observasi Observasi

Kemoterapi

Percobaan klinis dengan terapi ajuvan

A C B

Page 4: Sistemik Kemoterapi

(sumber : Schein, 1997)

Keterangan :

A. Tumor dengan klasifikasi Dukes A atau B1, dimana tumor belum mempenetrasi

keseluruhan tebal dinding usus, bentuk kemoterapi ajuvan tidak diperlukan, tetapi

rencana pengawasan ketat untuk dteksi dini adanya rekurensi harus dilakukan. Tindakan

tersebut harus termasuk adanya pemeriksaan fisik dan pemeriksaan carciniembryogenik

antigen (CEA) tiap 3 bulan dan foto dada dengan interval 6 bulan. Kolonoskopi harus

diulangi dalam waktu 1 tahun untuk mendeteksi secara dini adanya pembentukan polip

dan, jika negatif selanjutnya harus diulangi dengan interval 3 tahun. Follow-up yang

lebih ketat diperlukan pada pasien dengan tumor yang timbul pada keadaan peradangan

usus (inflammatory bowel disease) atau sindroma poliposis herediter. Pada kasus

tersebut, harus diambil pertimbangan untuk melakukan kolektomi profilaksis.

B. Bagi pasien dengan lesi dukes B2 dan C, dengan penetrasi melalui lapisan muskularis

dan/metastasis kelenjar getah bening regional, harus diambil pertimbangan untuk

memasukkan pasien ke dalam percobaan terapi klinis terapi ajuvan. Pada saat ini, data

dari percobaan terkontrol tidak mengharuskan pemakaian rutin kemoterapi ajuvan

dengan 5-flourouracil (5-FU) atau dengan kombinasi 5-FU dengan semustine (methyl-

CCNU [methyl-cyclohexyl chloroethylni-trosoureal]).

C. Pada keadaan metastasis, pertimbangan pertama harus diberikan terhadap reseksi paliatif

tumor primer. Komplikasi berupa obstruksi, perdarahan, dan perforasi mungkin

ditemukan. Metastasis simptomati harus dihilangkan dengan kemoterapi. Walaupun

pemberian 5-FU secara intravena dengan jadwal setiap minggu atau tiap 5 hari

merupakan seni dalammemberikan pengobatan, penelitian sekarang masih dalam

perkembangan untuk mencari bentuk pengobatan yang lebih efektif baik dengan

kombinasi 5-FU dengan leucovorin dan/methotrexate, atau dengan memberikan infus

intravena setiap 2 minggu dengan cis-platinum. Bagi pasien dengan metastasis ke hepar,

pasien tertentu dengan nodul tumor tunggal mungkin merupakan calon untuk reseksi

hepar parsial yang dalam beberapa penelitian telah menyebabkan kemungkinan hidup

yang lama dan bebas dari penyakit pada 25% kasus. Selain itu, penggunaan infs 5-FU

atau 5-FUDR (5=fluorodeoxyuridine) ke dalam sirkulasi arteri hepatik telah dilaporkan

meningkatkan paliasi dalam beberapa serial, walaupun belum dibuktikan dapat

memperbaiki kemungkinan bertahan hidup dalam kontrol lengkap.

4

Page 5: Sistemik Kemoterapi

B. Terapi radiasi

Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker rektum, tetapi

terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan maupun metastatik,

hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.

1.    Simulator

Aplikasi teknologi digital dalam proses pencitraan sinar-x pada pemeriksaan radiologi,

umumnya dimanfaatkan untuk tujuan efisiensi faktor eksposi, sekaligus untuk meningkatkan

kualitas gambar radiografi. Kebutuhan akan citra radiografi yang berkualitas ternyata tidak

hanya dibutuhkan untuk proses keperluan diagnosis, akan tetapi juga dibutuhkan dalam

proses simulasi penyinaran pada perencanaan pengobatan radioterapi. Proses simulasi

penyinaran pada radioterapi menghasilkan salah satu output yang berupa citra radiografi (foto

terapi) yang dihasilkan oleh pesawat simulator Radioterapi.

                                          Gambar 2.7 : Foto simulator rekti

                                               Sumber :  Dobbs dkk, 1992

Dalam radioterapi energi yang digunakan umumnya berkisar antara 50 KV sampai 10

MV, yang ditujukan untuk mematikan sel-sel ganas (kanker), namun dalam pelaksanaannya

tidak hanya sel-sel ganas yang terkena radiasi, tapi jaringan sehat sekitarnya juga akan ikut

terkena, Maka untuk meminimalisasi jaringan sehat sekitarnya dan memaksimalkan pada sel-

sel ganasnya diperlukan suatu perencanaan penyinaran yang tepat (treatment planning). Salah

satu tahapan penting dalam perencanaan penyinaran radioterapi adalah simulasi.

5

Page 6: Sistemik Kemoterapi

Proses pencitraan sinar-x pada pesawat simulator radioterapi, baik dalam bentuk

fluoroscopy maupun radiografi saat ini telah mulai dilengkapi dengan teknologi digital yang

disebut Digital Theraphy Imaging (DTI).

Simulasi penyinaran radioterapi pada dasamya adalah proses pencitraan sinar-x secara

fluoroskopi yang seolah-olah melakukan teknik penyinaran seperti dengan

pesawat treatment radioterapi yang sesungguhnya. Hal ini diperlukan agar teknik penyinaran

yang akan diberikan pada pasien benar-benar mencapai sasaran secara optimal dan akurat.

Dari proses simulasi ini didapatkan beberapa parameter untuk penyinaran, seperti; luas

lapangan penyinaran, sudut dan arah sumber penyinaran, blokade area yang harus dilindungi,

teknik penyinaran, jarak sentrasi dan sudut kolimasi

Hal-hal yang harus dimiliki sebagai syarat minimum dari pesawat simulator adalah;

memiliki gantry (C-arm) dengan x-ray tube dan Image Intensifier yang terpasang berhadapan

serta dapat diputar 360 derajat dari sumbunya, memiliki kolimator yang dapat diputar 360

derajat terhadap axis sentrasi, memiliki indikator penunjuk jarak Source Axis

Distance (SAD), memiliki meja pemeriksaan yang rata, dapat diatur naik-turun (vertical),

maju-mundur (longitudinal), digeser kiri-kanan (lateral) dan dapat diputar dari axis sejauh

360 derajat (rotation).

Prinsip dasar dari proses pencitraan dalam simulasi adalah; set-up posisi simulasi

(posisi pasien), lalu dilakukan fluoroskopi terhadap pasien pada perkiraan lokasi penyinaran.

Gambaran fluoroskopi diteruskan ke Image Intensifier, lalu keperangkat sirkuit elektronik

dan ditampilkan dimonitor fluoroscopy (cctv). Kemudian akuisisi posisi simulasi, dan

selanjutnya dilakukan eksposi radiografi yang menghasilkan foto simulator (foto terapi).

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan didalam pembuatan simulator untuk kanker

rektum adalah

a.    Luas lapangan radiasi meliputi tumor bed dengan jarak ke tepi 2-5 cm, Presacral

nodes dan internal iliac nodes. Untuk stadium T4 external nodes harus masuk. Juga inguinal

nodes pada tumor yang telah menyebar sampai ujung anus.

b.    Lapangan radiasi menggunakan tehnik 3 atau 4 lapangan.

c.    Untuk pasien pasca operasi, luka bekas operasian harus dimasukkan kedalam lapangan

penyinaran

6

Page 7: Sistemik Kemoterapi

                                   Gambar 2.8 : Lapangan radiasi

2.    Treatment Planning System (TPS)

Treatment Planning System atau dapat pula disebut dengan Sistim Perencanaan

Radiasi merupakan suatu proses yang sistematik dalam membuat rencana strategi terapi

radiasi. Meliputi sekumpulan instruksi dari prosedur radioterapi dan mengandung deskripsi

fisik, serta distribusi dosis berdasar pada informasigeometrik/topografi yang ada pada

pencitraan (imajing) agar terapi radiasi dapat diberikan secara tepat. TPS ini dalam

tampilannya bisa 2D bisa juga 3D. Tujuan sistem perencanaan radiasi 2D dan 3D adalah

untuk menyesuaikan dosis pada volume target dan mengurangi dosis untuk jaringan normal

atau organ beresiko yang ada disekitarnya, Hal ini meliputi :

a.    Posisi pasien terapi.

b.    Imobilisasi

c.    Mengumpulkan data pencitraan pasien.

d.    Menetapkan volume target dan organ-organ beresiko berdasarkan kumpulan data bentuk-

bentuk sinar yang didesain secara grafis dan orientasi sinar.

e.    Bentuk lapangan yang dipilih menggunakan BEV.

f.     Distribusi dosis 3 dimensi.

g.    Kalkulasi menggunakan algoritma tiga dimensi dan perbandingan informasi yang didapat

dari Histogram Dosis Volume (DHV)

TPS terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:

a.      Hardware. Komponen hardware terdiri dari CPU, High resolution graphics, mass storage

(hard disc), disks/CD-ROM, keyboard & mouse, high resolution graphics monitor, digitizer,

laser/color printer, backup storage facility, network connections.

7

Page 8: Sistemik Kemoterapi

b.      Software. Komponen software terdiri dari: Input routines, Bentuk dari anatomi, beam

geometry (virtual simulation), kalkulasi dosis, dosis volume histogram, digital recontruction

radiographic.

c.      Image Acquisition.

Ada 2 faktor yang sangat berperan pada pembuatan TPS antara lain:

a.      Simulasi atau lokalisasi daerah radiasi

Pelaksanaan simulasi ini dilakukan di ruang simulator, di sini seolah-olah pasien

dilakukan radiasi. Untuk itu jarak sumber sinar ke kulit dan posisi pasien harus sama, baik itu

di ruang simulator maupun diruang sinar/linac.

b.      CT.Planning/CT Simulator

CT.Scan/CT.Planning penting untuk perencanaan terapi dan merupakan kebutuhan

utama data imajing untuk 3Dimention Radiation Therapy Treatment Planning (3D

RTTP/Perencanaan Terapi Tiga Dimensi). Perencanaan CT Scan ádalah melokalisasi tumor

dengan jumlah irisan yang sangat banyak dan ketebalan 2–10 mm. Semakin tipis irisan maka

jumlah irisan akan semakin banyak dengan demikian kualitas pencitraan dapat meningkat.

Rincian bentuk tumor dan ukuran untuk GTV, struktur organ kritis dan CTV, PTV

dilakukan oleh staf perencanaan terapi dan ahli onkologi radiasi. Struktur–struktur ditandai

secara manual menggunakan sebuah mouse atau bentuk lain dari digitizer. Beberapa struktur

dengan batasan yang jelas misalnya kulit dapat terkontur secara otomatis. Jika menggunakan

piranti lunak yang modern maka pemberian tanda (kontur) membutuhkan waktu sekitar 1–2

jam untuk sebuah seri perencanaan terapi tiga dimensi secara lengkap.

Desain susunan sinar adalah langkah berikutnya dalam proses perencanaan terapi

setelah CTV ditetapkan. Untuk perencanaan tiga dimensi, sistim 3D RTTP harus memiliki

kemampuan untuk menstimulasikan masing–masing fungsi gerak dari peralatan mesin

termasuk panjang, lebar, lebar kolimator, sudut gantri, sudut permukaan meja dan gerak meja

ke lateral, longitudinal serta naik turunnya meja penyinaran

a.      Beam’s Eye View Display

Menggunakan BEV maka dipilih arah sinar. Bentuk dan ukuran berkas sinar yang

sesuai dengan bentuk dan ukuran tumor serta perlu tidaknya pelindung/shielding. Pemilihan

tersebut berdasar pada tujuan sasaran. Misalnya PTV yang homogen dengan keakuratan 5 %

dari dosis total 60 Gy dan pada saat yang sama dosis sinar pada jaringan kritis seperti ginjal

8

Page 9: Sistemik Kemoterapi

tidak lebih dari 20 Gy pada 50 % volumenya, dan tidak melebihi 40 Gy untuk medula

spinalis.

b.    Room View Display

Room View Display melengkapi BEV secara signifikan dalam fase desain sinar dari

perencanaan terapi, khususnya dalam menempatkan kedalaman isosenter sinar dan

memungkinkan tampilan sinar yang dipilih untuk tehnik membentuk terapi secara lebih baik,

juga untuk melihat volume isodosis tiga dimensi. Room View Displaymensimulasikan setiap

lokasi pandang berdasar opini atau pendapat dalam ruang terapi.

c.      Digitally Recontructed Radiograph (DRR), DRR adalah radiographi yang dikontruksi

secara digital untuk memproyeksikan gambar yang dihasilkan komputer dan diperoleh

dengan melalui sinar – sinar divergen secara matematis melalui suatu kumpulan data CT.

Metode kalkulasi dosis secara tradisional didasarkan pada parameter distribusi dosis

yang diukur dalam Water Phantomdalam kondisi dibawah standar tertentu. Dengan adanya

beberapa faktor koreksi:

1.    Permukaan kontur tidak rata

2.    Kemiringan oblique dari jaringan

3.    Heterogenitas jaringan

4.    Modifikasi sinar seperti: blok, wedge dan kompensator.

Homogenitas, Distribusi dosis pada target volume disebut homogen bila perbedaan

antara dosis maksimum dan minimum tidak lebih dari 12 % , bentuk kurva isodosis pada

daerah sasaran menunjukan gambaran yang merata. Energi radiasi juga sangat berperan

dalam proses perencanaan radiasi terutama pada distribusi dosis. Bila energi yang dipilih

tepat maka hasil kurva isodosis akan homogen. Sudut penyinaran yang dibentuk oleh sinar

dari arah 00, 900, 2700, 1800 atau diantara 00 – 900, 900 – 1800, atau 00 – 2700, atau 2700 - 1800

terhadap tubuh pasien. Pada TPS menggunakan sudut untuk arah sinar adalah sangat

membantu dalam menghindari organ kritis atau mengurangi dosis pada organ kritis. Wedge

terbuat dari Pb bentuknya persegi panjang dengan bagian yang tebal akan meneruskan sinar

dengan intenditas yang berkurang dibanding dengan bagian lain yang lebih tipis. Kegunaan

wedge untuk menghindarkan hot spotatau kelebihan dosis disuatu tempat didaerah radiasi.

Pada pesawat linac yang sekarang ini sudah dilengkapi dengan wedge yang terpasang dalam

gantry pesawat tersebut dengan ukuran antara 20 – 590. Bolus terbuat dari parafin, yang

mempunyai daya serap radiasi sama dengan jaringan lunak tubuh manusia. Fungsi dari bolus

itu sendiri adalah untuk kompensator distribusi dosis misalnya apabila diperlukan untuk

9

Page 10: Sistemik Kemoterapi

menaikan dosis dikulit atau dipermukaan. Dapat mengurangi dosis di paru pada pemakaian

energi tinggi elektron misalnya 9–12 Mev.

Gambar 2.9. Gambar distribusi dosis kanker rekti dengan pasien prone

                    Sumber : Dobbs, 1992

3.    Penyinaran

Setelah tahapan simulasi dan treatment plnning system(TPS) tahap selanjutnyanya

adalah penyinaran. Didalam penyinaran ini hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa

posisi pasien, parameter-parameter penyinaran serta alat bantu yang digunakan harus sama

dengan hasil simulator. Dosis yang diberikan didalam penyinaran kanker rektum menurut

panduan dari NCCN adalah sebagai berikut :.

a.    45 – 50 Gy dalam 25 – 28 fraksi pada pelvis

b.    Untuk kanker-kanker yang resectable, setelah 45 Gy. Pada tumor yang belum dioperasi

ditambah 5,4 Gy dalam 3 fraksi, sedang pada tumor yang sudah dioperasi ditambah 5,4 – 9

Gy dalam 3-5 fraksi.

c.    Dosis usus kecil harus kurang dari 45 Gy.

d.    Jika dimungkinkan ditambah dengan booster sinar dalam, jika tidak dimungkinkan ditambah

dosis sebesar 10 – 20 Gy radiasi eksterna. Jika tumor sudah dilakukan pembedahan diberikan

kemoterapi adjuvant.

e.    Untuk kanker-kanker yang unresectable diberikan dosis lebih tinggi dari 54 Gy.

f.     Kemoterapi dengan 5-fluorouracil bisa diberikan berbarengan dengan radiasi

10

Page 11: Sistemik Kemoterapi

Daftar Pustaka

Schein, Philips. 1997. Onkologi Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan. Binarupa

Aksara : Jakarta.

Zaanan A, et al. Defective Mismatch Repair status as a prognostic biomarker of

disease-free survival in stage III colon cancer patients treated with adjuvant FOLFOX

chemotherapy.ClinCancerRes.2011.

National Comprehensive Cancer Network, http://www.nccn.org/index.asp . diunduh

tanggal 04 November 2012

11