Sistem Pembiayaan Kesehatan_kelompok 1 Komunitas 2

27
LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KOMUNITAS II EKONOMI KESEHATAN Untuk menyelesaikan tugas praktikum keperawatan komunitas II Program Akademik Reguler 2013/2014 KELOMPOK I : Karina Danisha Indri K NIM.I1B110205 Raudatul Jannah NIM.I1B110027 Noor Afipah NIM.I1B110001 Risa Fariyana NIM.I1B110002 Sri Untari NIM.I1B110004 Reza Surya Pratama NIM.I1B110013 Resvia Arwinda NIM.I1B110014 Tony Cahyono Adipura NIM.I1B110015 Istia Arisandy NIM.I1B110024 Kurnia Yulianti NIM.I1B110025 Nor Afifah Alfiana NIM.I1B110036 Firyal Afifah Juanda NIM.I1B110203 Syaiful Rakhman NIM.I1B110211 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Transcript of Sistem Pembiayaan Kesehatan_kelompok 1 Komunitas 2

LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KOMUNITAS II

LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KOMUNITAS II

EKONOMI KESEHATAN

Untuk menyelesaikan tugas praktikum keperawatan komunitas II

Program Akademik Reguler 2013/2014

KELOMPOK I :

Karina Danisha Indri KNIM.I1B110205

Raudatul Jannah

NIM.I1B110027

Noor Afipah

NIM.I1B110001

Risa Fariyana

NIM.I1B110002

Sri Untari

NIM.I1B110004

Reza Surya Pratama NIM.I1B110013

Resvia Arwinda

NIM.I1B110014

Tony Cahyono Adipura NIM.I1B110015

Istia Arisandy

NIM.I1B110024

Kurnia Yulianti

NIM.I1B110025

Nor Afifah Alfiana

NIM.I1B110036

Firyal Afifah Juanda NIM.I1B110203

Syaiful Rakhman

NIM.I1B110211

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2013

A. Pendahuluan

Kesehatan adalah hak manusia yang fundamental. Pada kenyataanya sampai saat ini hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang memiliki jaminan kesehatan. Keterbatasan dukungan dana pemerintah untuk sektor kesehatan menyebabkan kegagalan program peningkatan kesehatan masyarakat. Kesehatan tidak hanya merupakan hak warga tetapi juga merupakan barang investasi yang menentukan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi negara, oleh karena itu negara berkepentingan agar seluruh warganya sehat (Health for All), sehingga ada kebutuhan untuk melembagakan pelayanan kesehatan semesta, yaitu bagaimana cara membiayai pelayanan kesehatan dengan efektif, efisien, dan adil.

Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataaan pelayanan kesehatan dan akses serta pelayanan yang berkualitas. Oleh karena itu, reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seyogyanya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan, pemeratan, efisiensi dan efektivitas dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya secara efisien dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada masyarakat miskin akan mendorong tercapainya akses yang universal. Pada aspek yang lebih luas diyakini bahwa pembiayaan keseehatan mempunyai kontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi.

Secara umum biaya kesehatan dibedakan menjadi 2 yaitu: biaya pelayanan kedokteran dan biaya pelayanan kesehatan masyarakat. Biaya pelayanan kedokteran adalah biaya untuk menyelenggarakan dan atau untuk memanfaatkan pelayanan kedokteran dengan tujuan utama lebih kearah pengobatan dan pemulihan (aspek kuratif dan rehabilitatif) dengan sumber dana dari pemerintah dan swasta. Sementara biaya pelayanan kesehatan masyarakat adalah biaya untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat dengan tujuan utama lebih kearah peningkatan kesehatan dan pencegahan (aspek preventif dan promotif) dengan sumber dana terutama dari sektor pemerintah. Sumber pembiayaan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) berasal dari pajak (umum dan penjualan), defisit finansial (pinjaman luar negeri), serta asuransi sosial. Pembiayaan dari sektor swasta bersumber dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta, sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga serta communan self help.B. Sistem pembiayaan kesehatanSecara garis besar sistem pembiayaan kesehatan dapat dibedakan menjadi 4 kelompok. Pertama, berupa sistem pelayanan kesehatan nasional (National Health Service/NHS) seperti di Inggris dan Malaysia yang sumber pembiayaanya bertumpu pada pajak. Kedua, sistem pembiayaan kesehatan yang diserahkan pada mekanisme pasar dengan asuransi kesehatan profit-komersial sebagai pilar utamanya seperti di Amerika. Ketiga, sistem asuransi kesehatan sosial seperti di Jerman, Belanda, Perancis, Jepang, Korea dan Taiwan. Keempat, sistem pembiayaan kesehatan sosialis yang diterapkan di negara-negara sosialis-komunis seperti Rusia dan Cina. Sedangkan dilihat dari sumber pembiayaan kesehatan dapat berasal dari pajak dengan berbagai jenis dan variasinya, asuransi kesehatan baik sosial dan komersial, pinjaman, tabungan, donator kemanusiaan, sumbangan/bantuan dll.

Dari berbagai sudut pertimbangan baik dari aspek penentu kebijakan, unsur penting sistem pembiayaan dan realitas lapangan maka arah reformasi sistem pembiayaan kesehatan yang berbasis asuransi kesehatan sosial akan merupakan pilihan yang tepat. Sistem pembiayaan seperti NHS Inggris atau Malaysia yang bertumpu pajak akan sulit diterapkan di Indonesia. Karena kenyataan di lapangan menunjukkan masih sedikitnya pembayar pajak dan terbatasnya jumlah pemilik NPWP. Sistem anggaran yang diterapkan selama ini cenderung seperti NHS, tetapi karena keterbatasan kemampuan pemerintah, sistem ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Di samping itu sistem yang bertumpu pada anggaran sangat tergantung stabilitas keuangan negara juga para pembuat kebijakan termasuk para anggota Dewan yang terhormat yang selalu berubah sesuai masa jabatan dan orientasi politiknya terhadap kesehatan. Di sisi lain, kebutuhan kesehatan itu sendiri tidak mau kompromi dengan situasi keuangan negara dan masa jabatan anggota Dewan.

Sistem pembiayaan kesehatan yang bertumpu pada mekanisme pasar dengan asuransi komersialnya sebagai pahlawan, ternyata terbukti tidak efisien, tidak merata dan kurang berkeadilan. Amerika sebagai negara penganut sistem ini mengeluarkan biaya kesehatan perorang tertinggi dengan outcome tingkat kesehatan masyarakatnya yang relatif rendah. Meskipun secara manajemen mikro organisasi rumah sakit Amerika cukup unggul, tetapi secara makro hasil proses upaya kesehatan keseluruhan di Amerika ternyata tertinggal di antara negara-negara maju lain. Bahkan angka kematian bayipun lebih tinggi daripada negara Kuba yang selama empat dekade mengalami blockade ekonomi dari Amerika. Dengan sistem pembiayaan kesehatan yang bertumpu pada mekanimse pasar, ternyata mengakibatkan lebih dari 38 juta penduduk di Amerika tidak mendapatkan jaminan kesehatan . Oleh karena itu, kalaupun sistem ini dianut maka perlindungan kepada kelompok masyarakat miskin seperti program Medicaid di Amerika harus dibangun terlebih dahulu.

Sistem pembiayaan kesehatan sosialis-komunis jelas kurang sesuai dengan atmosfer masyarakat Indonesia. Di samping Negara-negara yang menerapkan sistem sosialis komunispun sudah mulai meninggalkannya seperti yang terjadi di Eropa Timur. Dengan demikan secara konseptual sistem pembiayaan yang berbasis asuransi kesehatan sosial merupakan pilihan yang lebih tepat. Tentu disadari, pada dataran implementasi masih menyisakan pekerjaan rumah yang cukup berat dan harus cepat diatasi, misalnya tentang penentuan rancangan makro, jumlah, sifat, bentuk dan tingkatan badan penyelenggara asuransi/jaminan kesehatan yang lebih efisien dan efektif. Termasuk juga segera diambil keputusan tentang penentuan paket pelayanan, besaran premi, pengumpulan, metode pembayaran, peran daerah dan lain-lain sehingga didapatkan pemenuhan persyaratan terlaksananya sistem asuransi kesehatan sosial dengan baik.

C. Sumber Biaya KesehatanPelayanan kesehatan dibiayai dari berbagai sumber, yaitu :

1. Bersumber dari anggaran pemerintahPada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar. Contoh : Dana pemerintah pusat Dana pemerintah provinsi Dana pemerintah kabupaten kota Saham pemerintah & BUMN Premi bagi Jamkesmas yang dibayarkan oleh pemerintah2.Bersumber dari anggaran masyarakatDapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contoh : CSR (Corporate Social Responsibility) Pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui sistem asuransi Hibah dan donor dari LSM3.Bantuan biaya dari dalam dan luar negeriSumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. Misalnya bantuan dana dari luar negeri untuk penanganan HIV dan virus H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada negara-negara berkembang (termasuk Indonesia).

4.Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakatSistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat mengakomodasi kelemahan kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan. Berikut Alur Dana Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR. Dana pemerintah pusat tersalurkan menjadi dua yaitu menjadi APBN dan menjadi APBD. Dana APBN meliputi dana untuk: (1) Departemen Kesehatan dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) pusat di daerah; dana dekonsentrasi; dan (3) dana tugas pembantuan. Dana dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi. Dana ini tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana tugas pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan.

APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemda dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah (perda). Pendapatan daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan perda sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan.

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dan pemerintahan daerah dan antar pemda. Dana perimbangan terdiri atas: 1) dana bagi hasil yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 2) DAU yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 3) DAK yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.D. Pembiayaan Kesehatan Dalam RPJPK

Pentahapan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (Rpjp-K) Dalam TahapanRencana Pembangunan Jangka Menengah Kesehatan (Rpjm-K)(Upaya Pokok : Pembiayaan Kesehatan)

UPPKRPJM-K ke-1 (2005-2009)RPJM-K ke-2 (2010-2014) RPJM-K ke-3 (2015-2019)RPJM-K ke-4 (2020-2025)

Pembiayaan Kesehatan (Penggalian, Pengalokasian dan Pembelanjaan) Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari Pemerintah semakin meningkat dengan pemenuhan pembiayaan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) bagi seluruh masyarakat rentan dan keluarga miskin (penerima bantuan iuran/PBI)

Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat dan swasta terus didorong agar semakin meningkat

Pembiayaan kesehatan bersumber Pemerintah diupayakan difokuskan pada pencapaian sasaran prioritas pembangunan kesehatan dengan pembiayaan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang semakin meningkat dan proporsional

Pembiayaaan UKP masyarakat rentan dan penduduk miskin sepenuhnya telah dilakukan dengan cara pra-upaya

Pembiayaan UKP kelompok formal/ penerima upah dan kelompok informal dengan cara pra-upaya terus didorong dan ditingkatkan

Pembelanjaan kesehatan untuk UKP bersumber dari pembiayaan Pemerintah dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel dengan pelayanan terkendali

Pembelanjaan kesehatan untuk UKP bersumber dari pembiayaan swasta dan masyarakat didorong agar terlaksana secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel dengan pelayanan terkendali

Pembelanjaan kesehatan untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) diarahkan kepada upaya pencegahan dan promosi untuk mengatasi masalah kesehatan yang utama Pembiayaan kesehatan bersumber dari Pemerintah lebih meningkat lagi dengan sustainabilitas pemenuhan pembiayaan UKP seluruh masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI)

Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat dan swasta telah semakin meningkat serta telah ada upaya kemitraan pemerintah dan swasta.

Pembiayaan kesehatan bersumber Pemerintah telah fokus pada pencapaian prioritas pembangunan kesehatan dengan sebagian besar pembiayaan Pemerintah UKM

Pembiayaan UKP penduduk miskin telah dilakukan secara pra-upaya dengan prinsip asuransi kesehatan sosial yang telah melembaga

Pembiayaan UKP kelompok formal/penerima upah telah dilakukan dengan cara jaminan kesehatan sosial dan mulai melembaga dalam satu kesatuan prinsip penyelenggaraan

Pembiayaan UKP kelompok informal mulai melembaga dan menganut prinsip asuransi kesehatan sosial

Pembelanjaan kesehatan untuk UKP bersumber dari pembiayaan Pemerintah yang dilakukan melalui jaminan kesehatan sosial telah dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel dengan pelayanan terkendali secara berkesinambungan

Pembelanjaan kesehatan untuk UKP bersumber dari pembiayaan swasta dan masyarakat semakin efektif, efisien, transparan dan akuntabel dengan pelayanan terkendali

Pembelanjaan kesehatan untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) telah semakin mengarah kepada upaya pencegahan dan promosi untuk mengatasi masalah kesehatan yang utama Pembiayaan kesehatan bersumber dari Pemerintah lebih meningkat lagi dan mendekati besaran ideal proporsional terhadap anggaran pembangunan Pemerintah dan terjaga kesinambungannya dengan pemenuhan pembiayaan UKP seluruh masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI) dengan nilai per kapita yang memadai

Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat dan swasta telah semakin meningkat serta telah ada upaya pelembagaan kemitraan pemerintah dan swasta

Pembiayaan kesehatan bersumber Pemerintah telah fokus pada pencapaian prioritas pembangunan kesehatan dengan sebagian besar pembiayaan Pemerintah untuk UKM

Pembiayaan UKP sebagian besar penduduk telah dilakukan secara pra-upaya melalui jaminan kesehatan sosial yang telah melembaga dalam satu kesatuan prinsip penyelenggaraan dan berskala nasional

Pembiayaan kesehatan bersumber Pemerintah sebagian besar digunakan untuk UKM disamping untuk pembiayaan UKP bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI)

Pembelanjaan kesehatan untuk UKP bersumber dari pembiayaan Pemerintah, swasta dan masyarakat sebagian besar telah dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel dengan pelayanan terkendali secara berkesinambungan melalui jaminan kesehatan sosial yang telah melembaga dalam satu kesatuan prinsip penyelenggaraan dan berskala nasional

Pembelanjaan kesehatan untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) telah fokus kepada upaya pencegahan dan promosi untuk mengatasi masalah kesehatan yang utama Pembiayaan kesehatan bersumber dari Pemerintah telah mencapai besaran ideal proporsional terhadap anggaran pembangunan Pemerintah dan terjaga kesinambungannya serta telah melembaga dengan pemenuhan pembiayaan UKP seluruh masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI) dengan nilai per kapita yang memadai

Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat dan swasta telah semakin meningkat serta kemitraan pemerintah dan swasta telah melembaga.

Pembiayaan kesehatan bersumber Pemerintah telah fokus pada pencapaian prioritas pembangunan kesehatan dan sepenuhnya digunakan untuk UKM disamping pembiayaan UKP bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin (PBI)

Pembiayaan UKP seluruh penduduk telah dilakukan secara pra-upaya melalui jaminan kesehatan sosial yang telah melembaga dalam satu kesatuan prinsip penyelenggaraan dan berskala nasional

Pembelanjaan kesehatan untuk UKP bersumber dari pembiayaan Pemerintah, swasta dan masyarakat seluruhnya telah dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel dengan pelayanan terkendali secara berkesinambungan

Pembelanjaan kesehatan untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) telah fokus kepada upaya pencegahan dan promosi untuk mengatasi masalah kesehatan yang utama melalui pelembagaan

E. Pro, Kontra dan Analisis Sumber dan Mekanisme Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

1. Kontra

Sumber Pembiayaan Goverment (Pemerintah) Sumber dana yang berasal dari pemerintah dipengaruhi oleh sistem politik (kepentingan oknum-oknum tertentu) dan terbatasnya anggaran yang disediakan oleh pemerintah.

WHO telah menstandarkan anggaran pembangunan kesehatan suatu negara pada kisaran 5% dari GDP (Gross Domestic Product) atau pendapatan domestik bruto, kenyataannya Indonesia hanya mampu mematok anggaran kesehatan sebesar 2,4% dari GDP atau sekitar 2,2 sampai 2,5 % dari APBN.

Pemerintah menetapkan premi jaminan kesehatan bagi warwa miskin RP. 22.000 perorang perbulan, padahal tim Bank Dunia mengusulkan besaran premi sebesar RP. 36.000 perorang perbulan.

Sumber dana yang berasal dari pemerintah memerlukan waktu yang cukup lama untuk sampai ke daerah.

Anggaran kesehatan di Indonesia lebih mementingkan upaya kuratif dan rehabilitatif dibandingkan upaya promotif dan preventif (3:1).

Tidak efektif dan efisiennya penggunaan anggaran pembiyaan kesehatan. Beberapa tahun yang lalu, lembaga transparansi internasional mengumumkan 3 besar instansi pemerintah Indonesia yang paling korup, yaitu departemen agama, departemen kesehatan dan pendidikan.

Sumber Pembiayaan (Non Goverment Organization)

Kebanyakan pihak swasta hanya memberikan bantuan dana untuk mencari keuntungan. Hampir 65% dari seluruh pengeluaran untuk kesehatan merupakan porsi pihak swasta, dan dari jumlah tersebut, 75% merupakan pengeluaran rumah tangga (OOP). Selama tingkat OOP di Indonesia masih tinggi, pemerataan dalam pembiayaan kesehatan akan sulit tercapai. Dana yang berasal dari pihak swasta menggunakan sistem kontrak maupun hibah (pemberian cuma-cuma), dan pemberiannya tidak berkesinambungan.

2. Pro

Sumber Pembiayaan Goverment (Pemerintah)

Sumber dana dari pemerintah diberikan secara berkesinambungan meskipun dana yang diberikan hanya sedikit. Menjamin kesehatan semua warga Indonesia tanpa terkecuali. Pembiayaan pemeliharaan kesehatan yang dilakukan secara sendiri-sendiri cenderung lebih mahal. Tidak setiap orang mampu membiayai pemeliharaan kesehatannya sendiri, bila sakit dan musibah datang secara tiba-tiba.

Sumber Pembiayaan Non Goverment Organization (Swasta)

Membantu pemerintah dalam menyediakan dana kesehatan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. Fasilitas dan pelayanan dari pihak swasta biasanya lebih baik dibandingkan yang negeri. Bantuan yang diberikan oleh pihak swasta (dana) lebih besar.

3. Hasil Diskusi dan Analisis

Kini masih diperdebatkan apakah kesehatan itu sebenarnya barang public atau privat mengingat bahwa fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipegang oleh pihak swasta cenderung komersil. Di sebagian besar wilayah Indonesia, sektor swasta mendominasi penyediaan fasilitas kesehatan, lebih dari setengah rumah sakit yang tersedia mgerupakan rumah sakit swasta, dan sekitar 30-50% segala bentuk pelayanan kesehatan diberikan oleh pihak swasta. Hal ini tentunya akan menjadi kendala terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan jika menggunakan fasilitas-fasilitas kesehatan swasta tidak sebanding dengan kemampuan ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia yang tergolong menengah ke bawah.

Peran swasta dalam pembiayaan kesehatan ternyata cukup penting. Dana yang dialokasikan pemerintah untuk pembiyaan kesehatan masyarakat Indonesia masih belum mencukupi. Oleh karena itu dalam pembiyaan kesehatan diperlukan hubungan kemitraan yang baik antara pihak swasta dan pemerintah, dimana pihak swasta tetap dapat memegang sektor penyelenggaraan fasilitas kesehatan, sedangkan pemerintah tetap mengadakan pengawasan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk meregulasi pihak swasta agar dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan tetap memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, sebagai contoh: memberlakukan Askeskin di Rumah Sakit Swasta. Dengan adanya hal tersebut diharapkan masyarakat miskin tetap dapat menerima pelayanan dari fasilitas keshatan swasta.F. Mekanisme Pembiayaan Kesehatan (Single Payer System vs Universal Coverage)

Single payer dalam bahasa Indonesia adalah kewajiban tunggal dimana hanya satu sumber yang mengeluarkan uang. Sistem ini berarti pemerintah akan membayar semua perawatan kesehatan untuk semua warga negara tersebut (warga negara terdaftar) terkecuali copay(copayment) dan co-insurance. Copay adalah sistem dimana pembayaran sudah ditetapkan dalam polis dan pemengang polis harus membayarnya setiap kali mengunakan layanan medis sedangan co-insurance adalah asuransi berjangka yang pembayarananya dilakukan oleh beberapa pihak.

Universal coverage merupakan salah satu topik pembicaraan menarik dalam sistem pembiayaan kesehatan saat ini. Isu-isu yang muncul cukup beragam yaitu tentang proses kebijakannya, Undang-undang SJSN, subsidi kesehatan, sampai pada penyebaran di rumahsakit dan dokter. Presiden dan Wakil Presiden bahkan mencantumkan universal coverage 2014 sebagai bagian dari misi dan visi utama untuk pengembangan sistem jaminan kesehatan. Hingga saat ini pemerintah masih menghitung formulasi kebutuhan anggaran untuk universal coverage 2014 sampai pada pembiayaan supply side dan bahkan jumlah Dana Alokasi Khusus atau DAK yang digunakan untuk melaksanakan fungsi sebagai service provider.

1. Kontra:

Single payer system

Negara ini belum sejahtera (welfare state), jadi memaksakan untuk mendanai sebagian biaya pelayanan kesehatan masyarakat akan memberatkan keuangan negara, dimana pemerintah menjadi sentral sumber pembiayaan kesehatan. Biaya kesehatan berasal dari anggaran pemerintah yang diperoleh dari pajak umum atau pajak khusus. Dana yang dikumpulkan oleh pemerintah memiliki kecenderungan untuk disalahgunakan karena tidak adanya transparansi kepada masyarakat dan juga mencurigai dari sisi politiknya untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu. Serta memahami ini sebagai suatu intervensi negara. Evaluasi yang tidak dilakukan secara berkesinambungan akan menyebabkan penggunaan sistem ini justru akan merugikan masyarakat sebagai konsumen. Sistem ini sudah banyak mengalami kegagalan sejak orde lama dan masa orde baru.

Dana jaminan asuransi kesehatan perorang yang diberikan setiap bulan tidak realistis sehingga mengakibatkan pelayanan yang diberikan tidak terjamin.

Universal coverage

Implementasi program universal coverage melibatkan dana pemerintah yang sangat besar, dimana minimal 80% masyarakat harus mendapatkan jaminan kesehatan, oleh karena itu kesiapan pengelolaan dana secara transparan merupakan hal lain yang harus diperhatikan.

Pada pelaksanaan universal coverage, tampaknya ATP iuran/premi asuransi kesehatan akan mengalami kendala, karena sebagian besar masyarakat bekerja pada sektor informal (tidak termasuk miskin, tapi daya beli rendah). Konsekuensi peran pmerintah dalam mendanai kesehatan, harus cukup besar.

2. ProSingle payer system

Penyatuan pengelolaan jaminan kesehatan dalam wadah tunggal (single payer) memiliki kelebihan antara lain: semua masyarakat mendapat jaminan kesehatan, adanya koordinasi program jaminan kesehatan dalam satu atap dana yang terkumpul lebih banyak dan dana operasional lebih efisien.

Universal coverage

Sistem ini menciptakan suatu kondisi dimana setiap warga memiliki hak untuk akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang bermutu dan dibutuhkan dengan biaya yang terjagkau, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mensejahterakan rakyat sehigga tidak lagi tambah menderita jika sakit. Semua masyarakat akan mendapatkan haknya untuk sehat dan mendapatkan pelayanan kesehatan. Penggunaan sistem universal coverage menjadikan jaminan kesehatan di Indonesia lebih terstruktur dan tersentralisasi melalui BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).

1. Dana APBN untuk kesehatan semakin kecil persentasenya, yaitu 3% sementara UU mengamanahkan 5%2. Baru 50% penduduk Indonesia yang telah terjamin asuransi kesehatan, itu pun 75%-nya merupakan jaminan dari pemerintah untuk masyarakat miskin3. Isu masalah besar lainnya yaitu edukasi dan sustainabilitas dari pembiayaan kesehatan di Indonesia, khususnya pembiayaan pemerintah. Diskusi tentang Apakah anggaran saat ini cukup? Atau kurang?" menjadi perdebatan yang hangat. Sementara, faktanya adanya sisa anggaran yang tidak terserap di Kementerian Kesehatan RI4. Isu menarik lain yaitu ekuitas pelayanan kesehatan antara daerah miskin dan kaya, pedesaan dan perkotaan. Disinyalir, bahwa kebijakan Jamkesmas/Jamkesda atau Jampersal hanya akan menguntungkan masyarakat perkotaan di daerah yang relatif kaya, seperti Jawa dan Sumatera. Hal ini mengingat ketersediaan pelayanan kesehatan di daerah tersebut relatif lebih merata ketimbang daerah lainnya5. Minimnya unit cost yang ditetapkan untuk program Jamkesmas/Jamkesda /Jampersal, membuat banyak Rumah Sakit mempunyai tunggakan yang tak terbayar6. Banyak ahli kesehatan masyarakat memandang, sekarang ini pemerintah lebih cenderung pada kegiatan kuratif daripada preventif atau promotif7. Insentif pajak hanya untuk RS Pendidikan dan RS Publik, sementara hampir 70% pasien yang berobat ke RS memilih berobat ke Rumah Sakit swasta8. Di masa lalu, RS nirlaba mendapat bantuan dari pemerintah maupun dari donasi. Namun, saat ini sudah tidak tersedia lagi bantuan subsidi dari pemerintah. Sementara, donasi pun semakin lama semakin jarang. Selain itu, tidak ada dorongan untuk memberi donasi kepada RS. Sumbangan bagi RS tidak dapat diperhitungkan sebagai salah satu komponen pengurangan pajak bagi donatur. Tidak mengherankan bila RS nirlaba terpaksa bergantung kepada penerimaan dari pasien, sebagai sumber penghasilan untuk menutup biaya operasional. Sehingga, banyak yang berpandangan bahwa RS nirlaba pun bertindak komersial9. Pajak alat medis ditetapkan sebagai pajak barang mewah10. Tarif listrik dan telepon bagi RS swasta, dikategorikan sebagai tarif bisnis11. Pasal 23 Ayat (1) UU SJSN, menentukan bahwa manfaat jaminan kesehatan diberikan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang menjalin kerjasama dengan BPJS. Hanya dalam keadaan darurat. Pelayanan kesehatan dimaksud dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS. Sehingga, dapat disimpulkan basis kerjasama yakni kontrak. Artinya, kedudukan RS yaitu mitra bagi penyelenggara jaminan sosial ini. Namun, seringkali banyak pemerintah daerah yang kurang memahami, sehingga pelaksanaan di lapangan timbul kecenderungan ketidaksetaraan12. Seringkali dalam pembuatan kebijakan bidang kesehatan, RS swasta tidak dilibatkan. Padahal, diakui maupun tidak, sektor swasta merupakan salah satu motor penggerak perekonomian di negara ini.3. Hasil Diskusi dan Analisis

Pilihan sistem pengelolaan jaminan kesehatan nasional perlu dianalisis berdasarkan kriteria keadilan, efisiensi, dan daya tanggap (respinsiveness), baik dalam aspek pembiayaan maupun penyediaan pelayanan kesehatan. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan dan diperhatikan pemerintah Indonesia sebelum sungguh-sungguh mengimplementasikan program universal coverage. Kementrian kesehatan sebagai penanggungjawab program tersebut, semestinya mempersiapkan dengan matang semua perangkat yang terkait dengan implementasi program universal coverage. Mulai dengan penyusunan kebijakan yang komprehensif sekaligus mempersiapkan pihak rumah sakit, terutama rumah sakit di daerah untuk berbenah diri memperbaiki kualitas sumber daya manusia, pelayanan dan sistem informasi manajemen dan keuangan.

Apapun nama dari sebuah sistem yang digunakan di dalam negara ini, yang penting sistem tersebut bisa bermanfaat untuk masyarakat Indonesia. Sistem atau program jaminan/ asuransi kesehatan haruslah mensejahterakan masyarakatnya dengan berdasaarkan prinsip jaminan/ asuransi kesehatan nasional.

Prinsip jaminan/ asuransi kesehatan nasional yaitu:

1) Prinsip solidaritas sosial atau kegotongroyongan. Asuransi kesehatan nasional diselenggarakan berdasarkan mekanisme asuransi sosial yang wajib untuk mencapai cakupan universal yang akan dicapai secara bertahap.2) Prinsip efisiensi. Manfaat terutama diberikan dalam bentuk pelayanan yang terkendali, baik utilisasi maupun biayanya.3) Prinsip ekuitas. Program jaminan/asuransi kesehatan nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip keadilan dimana setiap penduduk, tanpa memandang suku, ras, agama, aliran politik, dan status ekonomi, harus memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dasar medisnya dan membayar iuran sesuai dengan kemampuan ekonominya.4) Prinsip portabilitas. Seseorang tidak boleh kehilangan haknya untuk memperoleh jaminan apabila ia pindah tempat tinggal, pindah kerja, atau sementara tidak bekerja.5) Prinsip nirlaba (not for profit). Pengelolaan program jaminan/asuransi kesehatan nasional diselenggarakan atas dasar tidak mencari laba untuk sekelompok orang atau pemerintah, akan tetapi memaksimalkan pelayanan. Bapel dibebaskan dari pajak dan tidak memiliki kewajiban untuk menyetorkan deviden yang diperolehnya. Sisa dana digunakan untuk dana cadangan atau dikembalikan lagi ke dalam bentuk upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang dijamin.

6) Prinsip responsif. Penyelenggaraan jaminan/asuransi kesehatan nasional harus responsif terhadap tuntutan peserta sesuai dengan perubahan standar hidup para peserta yang mungkin berbeda dan terus berkembang di berbagai daerah.

7) Prinsip koordinasi manfaat. Tidak boleh terjadi duplikasi jaminan atau pembayaran kepada PPK antara program jaminan/asuransi kesehatan nasional dengan program asuransi atau jaminan lainnya.