SISTEM PAKAR PERENCANAAN JALUR SALURAN … · dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi...
-
Upload
nguyencong -
Category
Documents
-
view
234 -
download
0
Transcript of SISTEM PAKAR PERENCANAAN JALUR SALURAN … · dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi...
SISTEM PAKAR PERENCANAAN
JALUR SALURAN TRANSMISI DAN DIMENSI PONDASI
STRAP FOOTING UNTUK TOWER LISTRIK
SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT)
ADHI KUSNADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Disain Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2008
Adhi Kusnadi NRP.G651050134
ABSTRACT
ADHI KUSNADI. Expert system for the transmission line planning and foundation dimension of strap footing for the Tower of Electrics Air Duct High Voltage (SUTT). Under the direction of Kudang Boro Seminar and Aziz Kustiyo.
Electric center power commonly, water powered electric centers are
located far from public areas. Therefore, electric center power has been channeled through the transmission lines. Ideally, the transmission lines for SUTT consist of some towers is a straight line, but not in the field application. Might possibly with the irregular location and different foundation dimension as it was adapted with field condition. The selection of transmission line and tower foundation determined by many factors which need the complicated calculation and long duration. This research intention makes an expert system for making easier and quicker to process the transmission line planning and foundation dimension of strap footing for the Tower of Electrics Air Duct High Voltage (SUTT). The result of this system is co-ordinate point plan and foundation dimension of strap footing.The necessaries data has been made simple so that more easier and quicker to process the planning. Keywords : transmission line, foundation dimension, strap-footing, SUTT, rule-
based, chaining forward.
RINGKASAN
ADHI KUSNADI. Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Dimensi Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT). Dibimbing oleh Kudang Boro Seminar dan Aziz Kustiyo.
Pusat-pusat pembangkit tenaga listrik terutama yang menggunakan tenaga air, biasanya terletak jauh dari pusat-pusat beban. Dengan demikian, tenaga listrik yang telah dibangkitkan harus disalurkan melalui saluran-saluran transmisi. Saluran-saluran ini membawa tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban baik langsung maupun melalui gardu-gardu induk. Pada penelitian ini, saluran transmisi yang diteliti adalah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) berdaya 150 Kv. Secara ideal jalur saluran transmisi untuk SUTT yang terdiri dari beberapa tower adalah sebuah garis lurus. Akan tetapi dalam aplikasi lapangannya tidak demikian. Bisa saja berupa titik-titik dengan lokasi yang tidak beraturan, karena disesuaikan dengan kondisi lapangan. Setelah titik-titik rencana jalur saluran transmisi lokasi tower dapat dibuat, hal lain yang perlu didisain adalah dimensi pondasi tower tersebut. Apabila kita salah memilih atau merencanakan pondasi, maka kesalahan tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan pada struktur bangunan lainnya. Pondasi yang dipakai adalah pondasi telapak kombinasi (strap footing) dengan perbaikan tanah menggunakan pondasi sumuran (bore pile).
Pemilihan jalur line transmisi dan pondasi bangunan ditentukan oleh banyak faktor, pada penelitian ini hanya faktor teknis saja yang dibahas, yaitu daya dukung tanah, dalam hal ini ditentukan oleh jenis tanah, beban vertikal dan beban horizontal yang bekerja pada tower dan sudut belokan yang terbentuk oleh dua tower. Jenis tanah dapat diketahui berdasarkan hasil penyelidikan geoteknik yang dilakukan pada tanah setempat atau berdasarkan pengamatan butiran agregat tanah. Beban vertikal yaitu berat sendiri tower, berat kawat penghantar, berat kawat penangkal petir, berat isolator dan berat orang. Sedangkan beban horizontal adalah tekanan angin, yang diketahui dari pengukuran lapangan atau ditentukan berdasarkan Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.I-18.
Banyaknya faktor yang mempengaruhi perencanaan pembangunan jalur saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit, sehingga mempersulit perencana dan memerlukan waktu yang relatif lama. Selain itu dijumpai banyak hal yang berhubungan dengan keahlian pakar kelistrikan khususnya pakar mengenai transmisi dan pakar masalah konstruksi. Untuk mempercepat dan mempermudah proses perencanaan jalur saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, dibuat program aplikasi komputer sistem pakar untuk perencaan tersebut dengan menggunakan bahasa program komputer Matlab.
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun desain dan prototipe sistem pakar berbasis kaedah (ruled-base), untuk mempermudah dan
mempercepat proses perencanaan jalur saluran transmisi dan dimensi pondasi strap footing untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).
Penelitian ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka pemikiran mengikuti model pengembangan sistem model System Development Life Cycle (SDLC). Tahapan pertama adalah tahapan persiapan berisi kegiatan pengumpulan data-data yang berhubungan dengan penelitian, sumber pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan studi pustaka, dilakukan di Perpustakaan Kampus IPB, Kantor Konsultan PT. Gubah Sarana Palembang, dan Perpustakaan STT PLN Tangerang, browsing dan seacrhing di Internet, wawancara dengan para pakar yang pernah bekerja di PT. PLN yang sekarang bekerja sebagai dosen di STT PLN Tangerang, dan obrsevasi lapangan lokasi-lokasi tower listrik SUTT yang berada di sekitar kota Bogor. Tahap kedua adalah analisis system, dalam tahapan ini, peneliti melakukan pembuatan disain aksitektur sistem, investigasi kebutuhan-kebutuhan sistem guna menentukan solusi perangkat lunak (software) yang akan digunakan sebagai tulang punggung proses automatisasi /komputerisasi bagi sistem. Seluruh faktor yang menjadi penentu dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi pondasi di indentifikasi. Tahap ketiga tahapan desain, metode inferensi yang dipakai adalah dengan forward chaining. Untuk mempresentasikan pengetahuan yang didapat, digunakan dalam bentuk tipe basis kaedah (rule-based) IF...THEN (Jika...maka). Tahapan keempat adalah tahapan implementasi, pada tahapan ini hasil dari tahapan-tahapan sebelumnya dituangkan kedalam penulisan kode-kode dengan menggunakan bahasa pemrograman komputer Matlab. Langkah berikutnya berupa proses pengujian terhadap hasil pemrograman tersebut. Pengujian mencakup verifikasi, validasi dan pengujian antar muka aplikasi (General User Interface/GUI). Hasil pengujian ini merupakan umpan balik perbaikan sistem dan performance yang akan digunakan dalam proses perbaikan sistem hingga mencapai hasil yang diharapkan dan telah ditentukan sebelumnya. Verifikasi dan validasi dilakukan dengan cara melakukan demo di depan beberapa orang pakar mengenai listrik dan konstruksi berlokasi di STT PLN Tangerang dan beberapa pakar mengenai konstruksi sipil. Pengujian antar muka dilakukan dengan cara memberikan sistem pakar yang dibuat ini kepada beberapa orang sebagai user tanpa didampingi oleh peneliti, apakah antar muka yang dibuat dapat dimengerti dengan mudah atau tidak.
Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Dimensi Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau disingkat SPSUTT telah selesai dirancang dan diimplementasikan dalam bentuk prototipe. Memiliki kemampuan untuk menentukan titik-titik rencana lokasi tower yang akan dibangun pada jalur transmisi SUTT 150 kV, dan menghasilkan dimensi pondasi tower, berupa dimensi berikut pembesian pondasi strap footing, dimensi pondasi sumuran beserta pembesiannya dan dimensi balok strap beserta pembesiannya. Verifikasi telah dilakukan oleh pakar-pakar dengan hasil baik dan validasi dimensi pondasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil keluaran sistem dengan perhitungan manual dengan hasil sama.
Penentuan lokasi dan dimensi pondasi SUTT menjadi lebih cepat dan mudah bila menggunakan sistem ini, karena proses input merupakan proses
konsultasi interaktif dimana besaran angkanya dapat ditentukan oleh sistem, sehingga tidak perlu melakukan pengukuran dan pengujian dilapangan yang memerlukan waktu yang relatif lama, sebagai contoh untuk kekuatan angin, jika tidak diketahui, besaran angka kekuatan tekanan angin dapat ditentukan berdasarkan jarak tower dari tepi pantai. Daya dukung tanah pun demikian, dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah. Kata Kunci : jalur transmisi, dimensi pondasi, strap-footing, SUTT, basis kaedah,
forward chaining.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Sugi Guritman
SISTEM PAKAR PERENCANAAN
JALUR SALURAN TRANSMISI DAN DIMENSI PONDASI
STRAP FOOTING UNTUK TOWER LISTRIK
SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT)
ADHI KUSNADI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Departemen Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul Tesis : Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan
Dimensi Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Nama : Adhi Kusnadi
NRP : G651050134
Disetujui, Komisi Pembimbing
( Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc ) (Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom )
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pascasarjana Ilmu Komputer ( Dr. Sugi Guritman ) ( Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS)
Tanggal ujian : Tanggal lulus :
PRAKATA
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas segala karunia-Nya penulisan tesis dengan judul Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Disain Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Komputer, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga tesis ini dapat diselesaikan, Bapak Dr. Sugi Guritman selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukkan untuk perbaikan tesis ini dan selaku Ketua Program Studi Ilmu Komputer atas kerjasamanya selama studi dan penelitian, staf Pengajar Program Studi Ilmu Komputer yang telah memberi bekal pengetahuan, staf Departemen Ilmu Komputer atas kerjasamanya selama studi dan penelitian, rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Komputer.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua yang mendukung secara tulus dan kakak-kakakku atas bantuannya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian tesis ini, Meskipun demikian penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi bidang ilmu komputer dan dunia pendidikan.
Bogor, Juni 2008
Adhi Kusnadi NRP. G651050134
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Maret 1973 dari ayah Sunaryo Prasetio dan ibu Sudarmi, merupakan putra ke-lima dari lima bersaudara.
Pada tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor, dan pada tahun 1996 berhasil menyelesaikan pendidikan S-1 Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya Palembang.
Kemudian bekerja pada beberapa perusahaan jasa konstruksi dan menjadi staf pengajar pada beberapa perguruan tinggi, dan berwirausaha hingga saat ini.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..…......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vii
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................... 2 1.3 RuangLingkup....................................................................................... 2 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terkait Terdahulu ................................................................ 4 2.2 Saluran Transmisi.................................................................................. 4 2.3 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).............................................. 5
2.3.1 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Normal .................... 8 2.3.2 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Abnormal ................. 10
2.4 Daya Dukung Tanah Dasar................................................................... 10 2.5 Tekanan Angin...................................................................................... 11 2.6 Pengertian Pondasi .............................................................................. 12 2.7 Pondasi Strap Footing........................................................................... 13 2.7.1 Dimensi Pondasi Footing ............................................................ 13
2.7.2 Pembesian Pondasi Strap Footing .............................................. 14 2.8 Pondasi Sumuran .................................................................................. 16
2.8.1 Dimensi Pondasi Sumuran .......................................................... 17 2.8.2 Pembesian Pondasi Sumuran ...................................................... 19
2.9 Sistem Pakar (Expert Systems) ............................................................ 19 2.10 Struktur Sistem Pakar............................................................................ 20 2.11 Representasi Pengetahuan ..................................................................... 22 2.12 Inferensi Pengetahuan............................................................................ 23 2.13 Pengembangan Sistem ........................................................................... 24 2.14 Model System Development Life Cycle (SDLC)..................................... 25
III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 27 3.2 Alat Bantu Riset.................................................................................... 29 3.3 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 29
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Sistem ..................................................................................... 30 4.2 Disain dan Implementasi ...................................................................... 35
4.2.1 Modul Inferensi........................................................................... 35 4.2.1.1 Antar Muka Pengguna (User Interface)......................... 35
4.2.1.1.1 Titik Rencana Tower ...................................... 36 4.2.1.1.1.1 Penentuan Jumlah Tower Ideal ..... 37 4.2.1.1.1.2 Penentuan Lokasi Tower .............. 42
4.2.1.1.2 Dimensi Pondasi .............................................. 47 4.2.1.2 Basis Kaedah (Rule Base) ............................................... 52 4.2.1.3 Mesin Inferensi (Inference Engine) ................................ 54 4.2.1.4 Basis Data (Data Base) .................................................. 54 4.2.1.5 Output ............................................................................ 55
4.2.2 Modul Struktur Analisis ............................................................ 55 4.2.2.1 Proses Disain ................................................................ 55 4.2.2.1.1 Perhitungan Dimensi .................................... 55 4.2.2.1.2 Perhitungan Penulangan ............................... 59 4.4.2.1.3 Hasil Akhir.................................................... 62
4.3 Verifikasi dan Validasi ........................................................................ 63 4.4 Implikasi Manajerial............................................................................. 64
VII SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan................................................................................................ 66 7.2 Saran...................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 68
LAMPIRAN ....................................................................................................... 70
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tipe Tower ......................................................................................................... 7
2. Ketentuan Kawat Penghantar dan Penangkal Petir ............................................ 8
3. Klasifikasi Tanah Dasar ..................................................................................... 11
4. Kriteria qα .......................................................................................................... 14
5. Tegangan Tanah Lateral Yang Diijinkan .......................................................... 18
6. Validasi Hasil Keluaran Sistem SPSUTT Dengan Perhitungan Manual .......... 63
7. Panjang Batang .................................................................................................. 74
8. Total Gaya Reaksi .............................................................................................. 99
9. Panjang Penunjang Untuk Tiang Pendek Dengan Ujung Atas Tak ditahan .... 102
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tekanan Angin Pada Menara ......................................................................... 9
2. Kedalaman dan Lebar Pondasi ....................................................................... 12
3. Sumuran Ujung Atas Tertahan ....................................................................... 18
4. Struktur Sistem Pakar ..................................................................................... 21
5. Model Sekuensial Linier ..................................................................................... 26
6. Arsitektur SPSUTT......................................................................................... 35
7. Judul Sistem Pakar Disain Pondasi Tower ..................................................... 36
8. Titik Rencana Tower ...................................................................................... 37
9. Dimensi Pondasi Tower .................................................................................. 47
10. Diagram Alir .................................................................................................... 53
11. Diagram Ketergantungan ................................................................................ 54
12. Dimensi Pondasi Telapak ............................................................................... 56
13. Dimensi Pondasi Sumuran .............................................................................. 58
14. Dimensi Balok Strap........................................................................................ 59
15. Pembesian Pondasi Telapak ............................................................................ 60
16. Pembesian Pondasi Sumuran Pada Balok Strap ............................................. 61
17. Dimensi Pondasi Sumuran Pada Balok Strap ................................................. 61
18. Pembesian Pondasi Sumuran Pada Pondasi Telapak ...................................... 62
19. Tower Yang Dipakai ........................................................................................ 70
20. Penomoran Batang Tower ............................................................................... 71
21. Penomoran Batang Transverse ........................................................................ 72
22. Potongan Y – Y Pada Tower ........................................................................... 73
23. Berat Sendiri Tower ......................................................................................... 83
24. Kawat ACSR Putus .......................................................................................... 89
25. Gaya Akibat Kawat Putus ................................................................................ 90
26. Gaya Pada Batang Transerve Pada Ketinggian +29,5 m .................................. 92
27. Reaksi Pada Pondasi Akibat Gaya Pada Ketinggian +29,5m ........................... 93
28. Gaya Pada Batang Transerve Pada Ketinggian +25 m ..................................... 94
29. Reaksi Pada Pondasi Akibat Gaya Pada Ketinggian +25 m ............................. 94
30. Kedalaman Pondasi Strap Footing ................................................................... 99
31. Kedalaman Pondasi Strap Footing (validasi) .................................................... 108
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Perhitungan beban sendiri menara................................................................. 70
2. Kondisi tidak setimbang ................................................................................ 89
3. Perhitungan beban yang bekerja pada pondasi ............................................. 93
4. Proses disain .................................................................................................. 99
5. Validasi .......................................................................................................... 108
BAB I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan semakin besarnya kebutuhan listrik nasional, dimana daya listrik
yang sanggup disediakan oleh PT.PLN masih kurang dari kebutuhan, maka
banyak pula pusat-pusat pembangkit listrik dan sarana pendukungnya yang harus
dibangun. Apalagi dengan adanya program pemerintah untuk percepatan
pembangunan pembangkit listrik 10.000 Mwatt yang direncanakan selesai pada
tahun 2010. Pusat-pusat pembangkit tenaga listrik terutama yang menggunakan
tenaga air, biasanya terletak jauh dari pusat-pusat beban. Dengan demikian, tenaga
listrik yang telah dibangkitkan harus disalurkan melalui saluran-saluran transmisi.
Saluran-saluran ini membawa tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat-pusat
beban baik langsung maupun melalui gardu-gardu induk. Saluran transmisi yang
dapat digunakan adalah saluran udara atau saluran bawah tanah (SPLN 121).
Pada penelitian ini, saluran transmisi yang diteliti adalah Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) berdaya 150 Kv. Secara ideal jalur saluran transmisi
untuk SUTT yang terdiri dari beberapa tower adalah sebuah garis lurus. Akan
tetapi dalam aplikasi lapangannya tidak demikian. Bisa saja berupa titik-titik
dengan lokasi yang tidak beraturan, karena disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Setelah titik-titik rencana jalur saluran transmisi lokasi tower dapat dibuat,
hal lain yang perlu didisain adalah dimensi pondasi tower tersebut. Bangunan
terdiri dari bangunan atas dan bangunan bawah, bangunan bawah lazimnya
disebut pondasi bangunan. Pondasi bangunan bertugas memikul seluruh beban
bangunan, untuk kemudian melimpahkan beban tersebut ke tanah sampai
kedalaman tertentu. Jadi pondasi suatu bangunan merupakan salah satu bagian
bangunan yang sangat penting. Apabila kita salah memilih atau merencanakan
pondasi, maka kesalahan tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan pada
struktur bangunan lainnya. Pondasi yang dipakai adalah pondasi telapak
kombinasi (strap footing) dengan perbaikan tanah menggunakan pondasi sumuran
(bore pile), karena menurut Mardiyanto (2000), dengan adanya standarisasi
(penggunaan pondasi telapak dan bore pile) penggunaan pondasi SUTT maka
akan dapat dihemat biaya antara 30 % sampai dengan 60 %.
Pemilihan jalur line transmisi dan pondasi bangunan ditentukan oleh banyak
faktor, pada penelitian ini hanya faktor teknis saja yang dibahas, yaitu daya
dukung tanah, dalam hal ini ditentukan oleh jenis tanah, beban vertikal dan beban
horizontal yang bekerja pada tower dan sudut belokan yang terbentuk oleh dua
tower. Jenis tanah dapat diketahui berdasarkan hasil penyelidikan geoteknik yang
dilakukan pada tanah setempat atau berdasarkan pengamatan butiran agregat
tanah. Beban vertikal yaitu berat sendiri tower, berat kawat penghantar, berat
kawat penangkal petir, berat isolator dan berat orang. Sedangkan beban horizontal
adalah tekanan angin, yang diketahui dari pengukuran lapangan atau ditentukan
berdasarkan Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.I-18 (Kusnadi, 1996).
Banyaknya faktor yang mempengaruhi perencanaan pembangunan jalur
saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, memerlukan perhitungan-perhitungan
yang rumit, sehingga mempersulit perencana dan memerlukan waktu yang relatif
lama. Selain itu dijumpai banyak hal yang berhubungan dengan keahlian pakar
kelistrikan khususnya pakar mengenai transmisi dan pakar masalah konstruksi.
Untuk mempercepat dan mempermudah proses perencanaan jalur saluran
transmisi dan disain pondasi SUTT, dibuat program aplikasi komputer sistem
pakar untuk perencaan tersebut dengan menggunakan bahasa program komputer
Matlab.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun desain dan prototipe
sistem pakar berbasis kaedah (ruled-base), untuk mempermudah dan
mempercepat proses perencanaan jalur saluran transmisi dan dimensi pondasi
strap footing untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).
1.3. Ruang Lingkup
Sistem pakar perencanaan jalur saluran transmisi dan dimensi pondasi strap
footing untuk SUTT banyak dipengaruhi oleh banyak faktor. Pada penelitian ini
hanya diperhitungkan faktor teknis saja, yaitu tipe konstruksi tower yang
digunakan adalah bentuk lattice tipe Aa dan Bb saluran udara tegangan tinggi
(SUTT) 150 kV dengan maksud konstruksi tower adalah rangka baja dengan
sudut maksimal yang diijinkan 200, jenis kawat yang dipakai pada saluran
transmisi adalah Aluminium Cable Steel Reinforced (ACSR), jenis pondasi adalah
pondasi strap footing dengan perbaikan tanah menggunakan pondasi sumuran.
Model pengembangan sistem menggunakan model System Development Life
Cycle (SDLC), metode Inferensi yang dipakai adalah forward chaining, untuk
mempresentasikan pengetahuan yang didapat, digunakan dalam bentuk tipe basis
kaedah (rule-based) IF...THEN (Jika...maka) dan software yang digunakan
bahasa program Matlab dan untuk user interface digunakan juga bahasa program
Matlab.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan solusi alternatif untuk
merencanakan lokasi titik-titik jalur saluran transmisi tower dan dimensi pondasi
tower listrik saluran udara tegangan tinggi (SUTT).
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terkait Terdahulu
Penelitian ini, merupakan kelanjutan dari penelitian yang telah penulis
lakukan pada pendidikan strata-1 di Univeritas Sriwijaya Jurusan Teknik Sipil,
yaitu berupa skripsi yang berjudul Perencanaan Pondasi Untuk Tower Listrik
Tegangan Tinggi Pada Line Plaju-Mariana-Borang (Kusnadi, 1996). Pada
penelitian tersebut tidak direncanakan titik-titik lokasi tower dan dimensi pondasi
dihitung secara manual. Penelitian ini selain digunakan sistem pakar, juga dibuat
untuk merencanakan titik-titik lokasi dalam satu line transmisi dan dimensi
pondasinya.
Selain penelitian tersebut, terdapat juga penelitian yang terkait dengan
penelitian ini, yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Bagio (1996). Perbedaan
dengan penelitian ini adalah pada penelitian Bagio ruang lingkup penelitian
adalah untuk mendisain satu buah struktur rangka tower untuk komunikasi,
sehingga beban yang bekerja pun berbeda, seperti pada beban vertikal tidak
adanya berat kawat penghantar dan berat isolator.
2.2 Saluran Transmisi
Jenis arus listrik yang dapat dibangkitkan oleh pembangkit listrik, yaitu
sistem arus bolak balik AC (alternating current) dan sistem arus searah DC
(direct current). Penyaluran tenaga listrik dengan sistem arus searah baru
dianggap ekonomis bila panjang saluran udara lebih dari 640 km atau saluran
bawah tanah lebih panjang dari 50 km (Elektro Indonesia, 2000). Komponen-
komponen utama dari saluran transmisi terdiri dari :
- menara transmisi atau tiang transmisi beserta pondasinya;
- isolator-isolator;
- kawat penghantar (conductor);
- kawat tanah (ground wires).
Perencanaan saluran udara tegangan tinggi terdiri dari :
- survey, pengukuran dan pemetaan rute dari saluran;.
- pengujian tanah tempat menara-menara;
- perencanaan dari menara;
- penentuan dari jarak-jarak antara kawat-kawat;
- pemilihan kawat (konduktor) yang ekonomis;
- penentuan jumlah isolator;
- perhitungan tegangan tarik dan andongan.
Panjang saluran transmisi adalah jarak yang menghubungkan dari satu titik
ke titik lainnya atau dari pusat pembangkit sampai pada pusat beban, untuk
mentransmisikan listrik. Panjang gawang (jarak antar tower) adalah jarak rencana
antar satu tower dengan tower berikutnya, dengan jarak gawang dasar 265 m
(SPLN,1996). Untuk menghitung jumlah tower secara ideal, artinya berupa satu
garis lurus dari pusat pembangkit ke pusat beban dalam satu saluran adalah
sebagai berikut :
1gawang panjang rencanasaluran panjang rencana erJumlah tow += ............................................ (1)
Koordinat titik yang didapat dalam koordinat cartesius, jika rencana panjang
gawang di notasikan Y dan rencana panjang saluran dinotasikan L adalah (0,Y),
(0,2Y), (0,3Y),..., (0,L), akan tetapi dalam aplikasi lapangannya tidak demikian,
bisa saja berupa titik-titik dengan lokasi yang tidak beraturan, karena disesuaikan
dengan kondisi lapangan.
2.3 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
Pembangunan pusat pembangkit dengan kapasitas produksi energi listrik
yang besar : PLTA, PLTU, PLTGU, PLTG, PLTP memerlukan banyak
persyaratan, terutama masalah lokasi yang tidak selalu bisa dekat dengan pusat
beban seperti kota, kawasan industri dan lainnya. Akibatnya tenaga listrik tersebut
harus disalurkan melalui sistem transmisi yaitu :
- saluran transmisi, yaitu saluran udara, saluran kabel, saluran gas;
- gardu Induk;
- saluran Distribusi.
Saluran transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah sarana di
udara untuk menyalurkan tenaga listrik berskala besar dari pembangkit ke pusat-
pusat beban dengan menggunakan tegangan tinggi maupun tegangan ekstra tinggi.
Macam saluran udara yang ada di sistem ketenagalistrikan PLN P3B Jawa Bali
antara lain :
- Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV;
- Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV;
- Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV.
Tenaga listrik yang disalurkan lewat sistem transmisi umumnya
menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media
isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya. Tower
adalah konstruksi bangunan yang kokoh, berfungsi untuk menyangga/merentang
kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang cukup agar aman bagi
manusia dan lingkungan sekitarnya. Antara tower dan kawat penghantar disekat
oleh isolator. Menurut bentuk konstruksi ada beberapa jenis tower, yaitu :
- lattice tower;
- tabular steel pole;
- concrete pole;
- wooden pole.
Lattice Tower merupakan jenis konstruksi SUTT yang paling banyak
digunakan di jaringan PLN karena mudah dirakit terutama untuk pemasangan di
daerah pegunungan dan jauh dari jalan raya. Namun demikian perlu pengawasan
yang intensif karena besi-besinya rawan terhadap pencurian. Tower harus kuat
terhadap beban yang bekerja padanya yaitu :
- gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan);
- gaya tarik akibat rentangan kawat;
- gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower.
Menurut fungsinya, tower dibagi menjadi beberapa jenis :
- Dead end tower, yaitu tiang akhir yang berlokasi di dekat Gardu Induk, tower ini
hampir sepenuhnya menanggung gaya tarik.
- Section tower, yaitu tiang penyekat antara sejumlah tower penyangga dengan
sejumlah tower penyangga lainnya karena alasan kemudahan saat pembangunan
(penarikan kawat), umumnya mempunyai sudut belokan yang kecil.
- Suspension tower, yaitu tower penyangga, tower ini hampir sepenuhnya
menanggung gaya berat, umumnya tidak mempunyai sudut belokan.
- Tension tower, yaitu tower penegang, tower ini menanggung gaya tarik yang
lebih besar daripada gaya berat, umumnya mempunyai sudut belokan.
- Transposision tower, yaitu tower tension yang digunakan sebagai tempat
melakukan perubahan posisi kawat fasa guna memperbaiki impendansi
transmisi.
- Gantry tower, yaitu tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara
dua saluran transmisi. Tiang ini dibangun di bawah saluran transmisi existing.
- Combined tower, yaitu tower yan digunakan oleh dua buah saluran transmisi
yang berbeda tegangan operasinya.
Tabel 1. Tipe Tower
TYPE TOWER
FUNGSI
SUDUT
Aa
Bb
Cc
Dd
Ee
Ff
Gg
Suspension
Tension/Section
Tension
Tension
Tension
Tension
Transposisi
0o – 3 o
3 o – 20 o
20 o - 60 o
60 o - 90 o
> 90 o
> 90 o
Sumber : PLN (2007)
Dengan adanya banyak beban yang bekerja pada tower, maka ada dua
kombinasi pembebanan yaitu, kondisi normal dan kondisi abnormal.
2.3.1 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Normal
Kondisi normal adalah kondisi di mana tower tidak mengalami penambahan
beban yang ekstrem, dalam hal ini beban itu adalah adanya kawat yang putus.
1. Beban Vertikal
a. Beban Sendiri Menara
Untuk menghitung berat sendiri menara perlu diketahui panjang masing-
masing batang dan berat per meter dari profil tersebut. Berat sendiri batang
itu diperoleh dengan cara mengalikan panjang batang dengan berat profil,
kemudian seluruh berat tersebut dijumlahkan maka akan didapatkan berat
sendiri menara.
b. Berat Kawat Penghantar per jarak menara :
Jenis kawat penghantar yang dipakai adalah jenis kawat ACSR, dengan data-
data sebagai berikut :
Tabel 2. Ketentuan Kawat Penghantar dan Penangkal Petir
Fungsi Kawat Penghantar
(Konduktor)
Penangkal Petir
(Ground Wire)
• Jenis
• Luas Penampang
• Diameter Penampang
• Berat Kawat/m’
• Tarikan Maksimum Kawat
yang diijinkan
• Jumlah Kawat Yang
Dipasang
ACSR
153,79 mm2
16,1 mm
0,5357 kg/m’
1300 kg
6 Buah
Steel Wire
52,29 mm2
9,6 mm
0,444 kg/m’
1000 kg
2 buah
Sumber : Kusnadi (1996)
Berat kawat penghantar per jarak menara :
jarak menara x berat kawat penghantar (konduktor) ......................
(2)
c. Berat kawat penangkal petir
jarak menara x berat kawat penangkal petir (ground wire) ............
(3)
d. Berat isolator, alat-alat dan orang per kawat
- berat isolator 100 kg;
- berat orang 70 kg.
2. Beban Horizontal
a. Tekanan Angin Pada Menara
Untuk konstruksi rangka ruang dengan penampang melintang berbentuk
persegi dengan arah angin tegak lurus pada salah satu bidang rangka, koefisien
angin untuk rangka pertama dipihak angin adalah + 1,6 dan untuk rangka
kedua di belakang angin adalah + 1,2 (Gambar 1).
Gambar 1. Tekanan Angin Pada Menara (Cipta Karya, 1969)
maka : Wa = 1,6 x W = 1,6W kg/m2
Wa’ = 1,2 x W = 1,2W kg/m2
W = tekanan angin kg/m2
b. Tekanan angin pada konduktor dan ground wire
jarak menara x diameter kawat penghantar (konduktor) x W ...................
(4)
c. Tekanan angin pada ground wire.
jarak menara x diameter kawat penangkal petir x W ...............................
(5)
2.3.2 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Abnormal
Kondisi abnormal adalah tower mengalami beban ekstrem, yaitu adanya
kawat putus baik kawat penghantar ataupun kawat penangkal petir.
1. Beban Vertikal
Beban yang diperhitungkan sama dengan beban normal ditambah dengan beban
kondisi tidak setimbang.
- berat sendiri menara;
- berat kawat ACSR per jarak menara;
- berat kawat penangkal petir;
- berat isolator, alat-alat dan orang per kawat.
2. Beban Horizontal
Beban yang diperhitungkan sama dengan beban normal ditambah adanya beban
akibat kawat putus.
a. Tekanan angin pada menara.
b. Tekanan angin pada kawat penghantar dan kawat penangkal petir.
c. Komponen horizontal akibat putusnya kawat penghantar dan kawat
penangkal petir.
3. Perhitungan Beban Pada Batang Tranverse
Beban-beban yang bekerja pada tranverse adalah :
a. Beban Vertikal
b. Beban horizontal
- tekanan angin pada kawat penghantar;
- akibat kawat ACSR putus;
- tekanan angin pada isolator.
2.4 Daya Dukung Tanah Dasar
Kekuatan daya dukung tanah dasar adalah, kekuatan tanah dasar untuk
menerima beban yang bekerja diatasnya. Tanah sebagai tempat tumpuan pondasi
memiliki kekuatan yang besarnya berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman
lapangan, tanah dasar dapat diklasifikasikan :
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Dasar
No
Klasifikasi Tanah
Dasar
Jenis Tanah Dasar
σt kg/cm2
(Kekuatan Tanah Dasar Yang DiperBolehkan)
1 2 3 4 5
Tanah bagus Tanah Baik Tanah Sedang Tanah Jelek Tanah Jelek Sekali
- Tanah pasir berbatu - Tanah pasir berkerikil - Tanah pasir - Tanah liat atau silt - Tanah liat atau silt
mengandung tanah organik - Tanah rawa/veen - Tanah lumpur
+ 9 Kg/cm2
+ 2,75 Kg/cm2
+ 1,75 Kg/cm2
+ 1,25 Kg/cm2
Sumber : Soedarsono (1985)
2.5 Tekanan Angin
Untuk mengetahui besarnya tekanan angin, harus dilakukan pengukuran di
lokasi, atau jika tidak dilakukan pengukuran, dapat ditentukan dengan memakai
Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.1 -18 yang dikeluarkan oleh Departemen
Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Direktorat Jenderal Cipta Karya, yaitu :
- Pasal 4.1 Mengenai Penentuan Muatan Angin
Muatan angin diperhitungan dengan menganggap adanya tekanan positif dan
tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang
ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam
kg/m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup (velocity presssure) yang
ditentukan dalam pasal 4.2, dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan
dalam pasal 4.3, kecuali mengenai yang ditentukan dalam pasal 4.6 (khusus
mengenai jembatan).
- Pasal 4.2 Mengenai Tekanan Tiup
i. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali yang ditentukan
dalam ayat-ayat (2), (3) dan (4).
ii. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus
diambil minimum 40 kg/m2, kecuali ditentukan dalam ayat-ayat (3) dan
(4).
2.6 Pengertian Pondasi
Pondasi bangunan biasanya dibedakan menjadi dua, tergantung dari
perbandingan kedalaman pondasi dengan lebar pondasi, secara umum digunakan
patokan (Gambar 2):
Gambar 2. Kedalaman dan Lebar Pondasi (Gunawan,1996)
- Jika kedalaman dasar pondasi dari muka tanah adalah kurang atau sama
dengan lebar pondasi (D < B) maka disebut pondasi dangkal.
- Jika kedalaman pondasi dari muka tanah adalah lebih dari lima kali lebar
pondasi (D > 5B) maka disebut pondasi dalam.
Untuk berat bangunan relatif tidak besar, maka biasanya cukup digunakan
pondasi dangkal yang disebut pondasi langsung (spread footing), yaitu dengan
memperlebar bagian bawah dari kolom atau dinding bangunan., sehingga beban
bangunan disebarkan (spread) menjadi desakan yang lebih kecil dari pada daya
dukung tanah yang diijinkan. Kedalaman pondasi langsung makin dangkal akan
semakin murah dan semakin mudah pelaksanaannya, tetapi ada beberapa faktor
yan harus diperhatikan :
- Dasar pondasi harus terletak di bawah lapisan tanah teratas (top soil) yang
mengandung humus/bahan organik/sisa tumbuh-tumbuhan.
- Kedalaman tanah urug (sanitary land fill) atau tanah lunak lain (peat, muck).
- Kedalaman tanah yang dipengaruhi sifat retak-retak atau kembang susut.
- Kedalaman muka air tanah.
- Letak dan kedalaman pondasi bangunan lama yang berdekatan.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, maka kedalaman dasar
pondasi langsung di Indonesia biasanya diletakkan antara kedalaman 0,60 m
sampai 3,00 m di bawah muka tanah (Gunawan, 1990).
Pondasi langsung menurut bentuk konstruksinya biasanya dibagi menjadi
empat macam :
1. Pondasi menerus (Continuous footing).
2. Pondasi telapak (Individual footing).
3. Pondasi kaki gabungan (Combined footing).
4. Pondasi plat (Mat footing/Raft footing).
Pondasi yang digunakan tower SUTT adalah pondasi telapak kombinasi
dengan pondasi sumuran. Untuk dapat menghitung dimensi dan pembesian
pondasi tower, segala kemungkinan beban yang bekerja pada pondasi harus
diperhitungkan. Beban yang bekerja pada pondasi dipengaruhi beberapa faktor,
yaitu :
- beban sebagai akibat gaya kawat ACSR dan ground wire;
- beban akibat ground wire putus dan satu kawat penghantar ACSR putus,;
- beban akibat angin pada kawat;
- beban akibat angin pada menara dan beban akibat berat sendiri menara.
2.7 Pondasi Strap Footing
Pondasi Strap footing merupakan salah satu dari jenis pondasi telapak.
Bentuk ini terbentuk pada dua kolom atau lebih bangunan dengan pondasi kaki
tersendiri yang dihubungkan dengan balok penghubung (strap-beam), sehingga
kedua pondasi bekerja bersama-sama sebagai suatu pondasi gabungan, untuk itu
balok penghubung harus kuat memikul momen yang terjadi.
2.7.1 Dimensi Pondasi Footing
Untuk dapat menghitung dimensi pondasi dilakukan dengan melakukan
beberapa kontrol, yaitu :
1. Kontrol Terhadap Gaya Tarik
Rumus :
T = (Vf . Bj beton bertulang) + (Vt . Bj tanah ) > Rtarik ......................... (6)
dimana :
T = tegangan tarik yang terjadi akibat berat sendiri pondasi (kg).
Rtarik = tegangan tarik maksimum akibat beban-beban yang bekerja (kg).
Vf = volume pondasi blok (m3).
Bj beton bertulang = 2400 kg/cm2 (yang digunakan dalam penelitian ini).
Vt = volume tanah diatas pondasi (m3).
Bj tanah kohesif = 2000 kg/m3 .
Bj tanah non kohesif = 2300 kg/m3.
2. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi
Rumus yang dipakai (Kusnadi, 1996) :
αqNuA = .............................................................. (7)
dimana :
A = luas pembebanan efektif (cm2).
Nu = beban aksial rencana pondasi. (kg).
qα = daya dukung tanah yang diijinkan (kg/cm2), berdasarkan tabel berikut:
Tabel 4. Kriteria qα
Harga Rata-Rata
Jenis Tanah Pondasi
qα Bila Ada Gempa
(kg/cm2)
qα Biasa
(kg/cm2) Nilai N
qu
Sangat Keras
2 3 15 – 30 2 - 4
Keras 1 1,5 8 -15 1 -2
Tanah
Pondasi Kohesif Sedang 0,5 0,75 4 – 8 0,5 - 1
Sumber : Suyono (1994)
2.7.2 Pembesian Pondasi Strap Footing
Penulangan pondasi sesuai dengan syarat-syarat Peraturan Beton Bertulang
Indonesia (PBBI) 1971 dan perhitungan dengan cara “n” (Wang, 1993).
1. Pembesian Pelat Pondasi
pondasiqNuA = ............................................................ (8)
dimana :
A = luas telapak pondasi (cm2).
Nu = beban aksial rencana pondasi. (kg).
qpondasi = tegangan pada pondasi (kg/cm2).
Momen yang terjadi pada pondasi :
M = ½ q L2 ...........................................................(9)
dimana :
M = momen pada pondasi (kg.cm).
qpondasi = tegangan pada pondasi (kg/cm2).
L = panjang cabang penahan geser diukur dari pusat beban terpusat (cm).
K = 2h.bM .......................................................... (10)
dimana :
K = perbandingan antara kekakuan cabang penahan geser dan kekakuan
penampang komposit sekitar penahan geser dengan lebar (kg/cm2).
b = lebar pondasi (cm).
h = tebal pondasi (cm).
nω = K .n aσ
....................................................... (11)
dimana :
n = jumlah besi.
ω = koefisien tulangan tarik.
σa = tegangan tarik baja.
Luas penampang pembesian :
A = nω/n . b .h ...................................................... (12)
dimana :
A = luas penampang besi.
2. Pembesian Kolom
Dipakai pembesian minimum :
F besi minimum = 1% . F beton ........................................ (13)
3. Pembesian Balok Strap
∅ = b
a
.n
σσ .......................................................... (14)
dimana :
∅ = koefisien pada penentuan kekuatan beton.
σa = tegangan tarik baja.
σb = kekuatan tekan beton.
a
a
. bM .n
hC
σ
= ............................................................ (15)
dimana :
Ca = koefisien pada perhitungan penampang.
2.8 Pondasi Sumuran
Pondasi sumuran adalah sebuah poros yang diborkan kedalam tanah,
kemudian diisi dengan beton. Poros tersebut dapat dilapisi (dibungkus) dengan
sebuah kulit logam (metal shell) untuk menahan poros tersebut sebelum
pembetonan terjadi serta dibiarkan sebagai bagian dari sumuran, atau lapisan
(pembungkus) tersebut dapat ditarik kembali lambat laun sewaktu poros diisi
dengan beton.
Jenis pondasi sumuran berdasarkan bentuk yang dipakai pada penelitian ini
adalah sumuran ujung terbuka (Open-End Caisson). Sumuran ujung terbuka
biasanya dicor ditempat dimana sumuran akan diletakkan. Mula-mula bagian yang
tajam dibuat di permukaan tanah. Ketika pengerjaan tubuh beton sudah mendekati
penyelesaian, penggalian di dalam sumuran dimulai. Selama pengalian, sumur
mulai terbenam. Kemudian ketika bagian atas dari tubuh sumuran terbenam dan
mendekti dasar pondasi, unit sumuran yang lain mulai disambungkan. Kemudian
penggalian di dalam sumuran dan penambahan tubuh sumuran diulangi, sampai
sumuran berpijak pada kedalaman yang direncanakan. Akhirnya, lantai beton
dasar dikerjakan, kemudian bahan-bahan (tanah dan pasir atau air) pada kaison
diisikan, lalu lantai penutup diselesaikan.
2.8.1 Dimensi Pondasi Sumuran
1. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi
Menurut Meyerhof untuk sumuran dengan penampang bundar (Sarjono,
1991), digunakan rumus :
Qu = 40 N . Ab + 1/5 As N................................................ (16)
dimana :
Qu = Nu. Sf
Nu = beban vertikal yang bekerja pada pondasi
Sf = faktor keamanan, diambil 2,8
2b ..
41 A Dπ=
D = diameter pondasi (m).
As = π 1. L
L = Panjang pondasi
Hubungan antara nilai qc dan nilai N menurut Miki, seperti yang terlihat
dibawah ini :
qc = 3N ........................................................... (17)
dimana :
qc = nilai konus jenis tanah setempat (kg/cm2).
N = beban vertikal yang bekerja pada pondasi (kg).
2. Kontrol Terhadap Momen Guling
Berdasarkan perencanaannya sumuran yang dipakai adalah tiang pendek
dengan ujung atas ditahan terhadap perputaran sudut (Gambar 3).
Gambar 3. Sumuran Ujung Atas Tertahan (Cipta Karya, 1983)
Langkah pertama dalam perencanaan adalah menetapkan tegangan lateral
yang diijinkan. Apabila tidak ditentukan dari hasil penyelidikan tanah, tegangan
lateral yang diijinkan (R) dapat diambil dari tabel 5.
Tabel 5. Tegangan Tanah Lateral Yang Diijinkan
Jenis Tanah (R) kg/cm2/m’
Kerikil bergradasi baik
Lempung keras padat
Pasir kasar padat
Pasir kasar dan halus padat
Lempung setengah keras
Pasir halus padat
Lanau
Lempung pasiran
Campuran pasir dan lanau padat
Lempung Lunak
Campuran pasir organik sangat lunak atau lepas dan lanau,
atau lumpur
6500
6500
5500
5000
5000
4000
3500
3500
3500
1500
0
Sumber : Cipta Karya (1983)
Bila posisi tower tidak satu garis lurus dengan posisi tower berikutnya, atau
dengan kata lain membentuk sudut (θ), maka pondasi tower mengalami aksi dan
reaksi yang tidak sama, maka terjadi momen puntiran tambahan akibat tegangan
tarik kabel transmisi 150 kv. Panjang pondasi sumuran (L) diperlukan oleh
sumuran untuk menyalurkan momen luar (Mo) dan beban horizontal (Ho) akibat
beban kerja dari ujung atas sumuran ke tanah sekelilingnya tanpa dilampaui
tegangan lateral yang diijinkan (R). Momen puntir yang terjadi :
Mu = T . D ........................................................ (18)
dimana :
Mu = momen puntir (kg.m)
T = tegangan tarik yang terjadi akibat berat sendiri pondasi (kg).
D = diamater pondasi (m).
2.8.2 Pembesian Pondasi Sumuran
Pembesian pondasi dipakai penulangan minimum (Kusnadi, 1996) dengan
rumus sebagai berikut :
Bila D > 80 cm, maka :
2g ..
41 A Dπ= .......................................................... (19)
gA21 Amin = .......................................................... (20)
dengan syarat : Amin > 0,005.Ag
Amaks > 0,060.Ag
dimana : A = luas penampang besi (cm2)
2.9 Sistem Pakar (Expert System)
Sistem pakar adalah suatu program komputer yang dirancang untuk
mengambil keputusan seperti keputusan yang diambil oleh seorang atau beberapa
orang pakar. Menurut Feigenbaum di dalam Harmon dan King yang dikutip oleh
Marimin (2005), sistem pakar adalah perangkat lunak komputer cerdas yang
menggunakan pengetahuan dan prosedur inferensi untuk memecahkan masalah
yang cukup rumit atau memerlukan kemampuan seorang pakar untuk
memecahkannya.
Dalam penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidah-kaidah
penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis pengetahuan tertentu yang
diberikan oleh satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu. Kombinasi dari kedua
hal tersebut disimpan dalam komputer, yang selanjutnya digunakan dalam proses
pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah tertentu.
1. Modul Penerimaan Pengetahuan (Knowledge Acquisition Mode)
Sistem berada pada modul ini, pada saat ia menerima pengetahuan dari pakar.
Proses mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan yang akan digunakan untuk
pengembangan sistem, dilakukan dengan bantuan knowledge engineer. Peran
knowledge engineer adalah sebagai penghubung antara suatu sistem pakar
dengan pakarnya.
2. Modul Konsultasi (Consultation Mode)
Pada saat sistem berada pada posisi memberikan jawaban atas permasalahan
yang diajukan oleh user, sistem pakar berada dalam modul konsultasi. Pada
modul ini, user berinteraksi dengan sistem dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh sistem.
3. Modul Penjelasan(Explanation Mode)
Modul ini menjelaskan proses pengambilan keputusan oleh sistem (bagaimana
suatu keputusan dapat diperoleh).
2.10 Struktur Sistem Pakar
Sistem pakar terdiri dari dua bagian utama yaitu lingkungan konsultasi dan
lingkungan pengembangan, dapat dilihat pada Gambar 4. Berikut ini penjelasan
sebagian komponen-komponen struktur sistem pakar pada Gambar 4.
1. Antarmuka Pemakai (User Interface). Sistem Pakar mengatur komunikasi
antara pengguna dan komputer. Komunikasi ini paling baik berupa bahasa
alami, biasanya disajikan dalam bentuk tanya-jawab dan kadang ditampilkan
dalam bentuk gambar/grafik.
2. Subsistem Penjelasan (Explanation Facility). Kemampuan untuk menjejak
(tracing) bagaimana suatu kesimpulan dapat diambil merupakan hal yang
sangat penting untuk transfer pengetahuan dan pemecahan masalah.
Komponen subsistem penjelasan harus dapat menyediakannya yang secara
interaktif menjawab pertanyaan pengguna.
3. Mesin Inferensi (Inference Engine), merupakan otak dari Sistem Pakar. Juga
dikenal sebagai penerjemah aturan (rule interpreter). Komponen ini berupa
program komputer yang menyediakan suatu metodologi untuk memikirkan
(reasoning) dan memformulasi kesimpulan. Kerja mesin inferensi meliputi:
4. Papan Tulis (Blackboard/Workplace), adalah memori/lokasi untuk bekerja dan
menyimpan hasil sementara, biasanya berupa sebuah basis data.
Gambar 4. Struktur Sistem Pakar (Turban ,1995)
5. Basis Pengetahuan, berisi pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami,
memformulasi, dan memecahkan masalah. Basis pengetahuan tersusun atas
dua elemen dasar:
- Fakta, misalnya: situasi, kondisi, dan kenyataan dari permasalahan yang
ada, serta teori dalam bidang itu
- Aturan, yang mengarahkan penggunaan pengetahuan untuk memecahkan
masalah yang spesifik dalam bidang yang khusus
6. Sistem Penghalusan Pengetahuan (Knowledge Refining System). Seorang
pakar mempunyai sistem penghalusan pengetahuan, artinya, mereka bisa
menganalisa sendiri performa mereka, belajar dari pengalaman, serta
meningkatkan pengetahuannya untuk konsultasi berikutnya. Pada Sistem
Pakar, swa-evaluasi ini penting sehingga dapat menganalisa alasan
keberhasilan atau kegagalan pengambilan kesimpulan, serta memperbaiki
basis pengetahuannya.
2.11 Representasi Pengetahuan
Representasi pengetahuan adalah suatu teknik untuk merepresentasikan
basis pengetahuan yang diperoleh ke dalam suatu skema/diagram tertentu
sehingga dapat diketahui relasi/keterhubungan antara suatu data dengan data yang
lain. Teknik ini membantu knowledge engineer dalam memahami struktur
pengetahuan yang akan dibuat sistem pakarnya.
Menurut Firebaugh (1989), terdapat empat metode untuk representasikan
pengetahuan, yaitu :
- Jaringan semantik (sematic network)
Pengetahuan diorganisasikan dengan menggunakan jaringan yang disusun
oleh dua komponen dasar, yaitu node dan arc. Node menyatakan objek,
konsep, atau situasi yang ditunjukkan oleh kotak atau lingkaran, sedangkan
arc menyatakan hubungan antar node yang ditunjukkan oleh tanda panah yang
menghubungkan node-node dalam jaringan.
- Frame dan script
Digunakan untuk mempresentasikan pengetahuan dalam konteks dimana
urutan kejadian dan objek muncul. Sebuah frame digambarkan dengan
menggunakan jaringan dari node-node dan hubungan-hubungan. Level teratas
dari frame menyatakan atribut-atribut sedangkan level terendah memiliki
terminal dan slot yang harus diisi oleh data. Script menyerupai frame dengan
informasi tambahan tentang urutan kejadian yang diharapkan serta tujuan dan
rencana dari aktor yang terlibat (Firebaugh, 1989).
- Aturan produksi
Representasi rule base diimplementasikan ke bentuk clauses :
1. Question Clause
Digunakan untuk mengidentifikasi fakta yang didapat dengan cara
menanyakan kepada user secara langsung tentang nilai fakta yang ada.
Fakta ini merupakan fakta yang bersifat dasar.
Struktur Question Clause :
ASK <variabel> : “<teks pertanyaan>”
CHOICE <variabel> : “<pilihan yang disediakan>”
2. Rule Clause
Digunakan untuk mengidentifikasikan pengetahuan berdasarkan metode
yang dipilih. Clause ini digunakan untuk memulai menderivikasi fakta
yang diperlukan yang secara garis besar digambarkan sebagai berikut :
RULE <labeln>
IF <variabel><operator><nilai>
AND <variabel><operator><nilai>
AND .......................
THEN <variabel><operator><nilai>
2.12 Inferensi Pengetahuan
Inferensi pengetahuan merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam
sistem pakar. Komponen ini berperan dalam penarikan kesimpulan untuk
menyelesaikan masalah. Beberapa metode inferensi pengetahuan telah
dikembangkan seperti:
- backward/forward chaining;
- inheritance;
- probabilistik dan bayesian;
- logika fuzzy dan inferensi fuzzy;
- teori dempster-shafer;
- model logik.
Dalam melakukan proses pencarian untuk menemukan goal pada ruang
permasalahan, sebuah sistem perlu menentukan strategi pencarian yang paling
tepat untuk dapat menemukan goal secara eifisien. Strategi pencarian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Forward chaining (data driven), dimana
pencarian dilakukan dari kondisi awal (start state), kemudian dengan
menggunakan fakta-fakta yang ada dilakukan proses pencocokan (matching) dan
inferensi sampai ditemukan goal state.
2.13 Model Pengembangan Sistem Model pengembangan sistem (perangkat lunak) yang dikenal antara lain
terdiri dari (Pressman, 1997) :
- Metode yang paling dikenal disebut juga sebagai System Development Life
Cycle (SDLC) atau sering juga disebut sebagai Water Fall Method, terdiri dari
tahapan perencanaan sistem (rekayasa sistem), analisa kebutuhan, desain,
penulisan program, pengujian dan perawatan sistem.
- Model prototipe (prototyping model), dimulai dengan pengumpulan kebutuhan
dan perbaikan, desain cepat, pembentukan prototipe, evaluasi pelanggan
terhadap prototipe, perbaikan prototipe dan produk akhir.
- Rapid Application Development (RAD) model, dengan kegiatan dimulai
pemodelan bisnis, pemodelan data, pemodelan proses, pembangkitan aplikasi
dan pengujian.
- Model evolusioner yang dapat berupa model inkremental atau model spiral.
Model inkremental merupakan gabungan model sekuensial linier dengan
prototyping (misalnya perangkat lunak pengolah kata dengan berbagai versi).
Sedangkan model spiral menekan adanya analisa resiko. Jika analisa resiko
menunjukkan ada ketidakpastian terhadap kebutuhan, maka pengembangan
sistem dapat dihentikan.
- Teknik generasi ke-empat (4GT), dimulai dengan pengumpulan kebutuhan,
strategi perancangan, implementasi menggunakan 4GL dan pengujian.
2.14 Model System Development Life Cycle (SDLC)
Model sekuensial linier untuk software engineering, sering disebut juga System
Development Life Cycle (SDLC) atau sering juga disebut sebagai Water Fall
Method (Gambar 5). Model ini mengusulkan sebuah pendekatan kepada
perkembangan software yang sistematik dan sekuensial yang mulai pada tingkat dan
kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian, dan pemeliharaan.
Dimodelkan setelah siklus rekayasa konvensional, model sekuensial linier melingkupi
aktivitas – aktivitas sebagai berikut (Pressman, 1997) :
1. Rekayasa dan pemodelan sistem/informasi.
Karena sistem merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, kerja
dimulai dengan membangun syarat dari semua elemen sistem dan mengalokasikan
beberapa subset dari kebutuhan ke software tersebut. Pandangan sistem ini penting
ketika software harus berhubungan dengan elemen-elemen yang lain seperti
software, manusia, dan database. Rekayasa dan anasisis system menyangkut
pengumpulan kebutuhan pada tingkat sistem dengan sejumlah kecil analisis serta
disain tingkat puncak. Rekayasa informasi mancakup juga pengumpulan
kebutuhan pada tingkat bisnis strategis dan tingkat area bisnis.
2. Analisis kebutuhan Software
Proses pengumpulan kebutuhan diintensifkan dan difokuskan, khusunya pada
software. Untuk memahami sifat program yang dibangun, analis harus memahami
domain informasi, tingkah laku, unjuk kerja, dan interface yang diperlukan.
Kebutuhan baik untuk sistem maupun software didokumentasikan dan dilihat lagi
dengan pelanggan.
3. Desain
Desain software sebenarnya adalah proses multi langkah yang berfokus pada
empat atribut sebuah program yang berbeda; struktur data, arsitektur software,
representasi interface, dan detail (algoritma) prosedural. Proses desain
menterjemahkan syarat/kebutuhan ke dalam sebuah representasi software yang
dapat diperkirakan demi kualitas sebelum dimulai pemunculan kode. Sebagaimana
persyaratan, desain didokumentasikan dan menjadi bagian dari konfigurasi
software.
4. Generasi Kode
Desain harus diterjemahkan kedalam bentuk mesin yang bias dibaca. Langkah
pembuatan kode melakukan tugas ini. Jika desain dilakukan dengan cara yang
lengkap, pembuatan kode dapat diselesaikan secara mekanis.
5. Pengujian
Sekali program dibuat, pengujian program dimulai. Proses pengujian berfokus
pada logika internal software, memastikan bahwa semua pernyataan sudah diuji,
dan pada eksternal fungsional, yaitu mengarahkan pengujian untuk menemukan
kesalahan – kesalahan dan memastikan bahwa input yang dibatasi akan
memberikan hasil aktual yang sesuai dengan hasil yang dibutuhkan.
6. Pemeliharaan
Software akan mengalami perubahan setelah disampaikan kepada pelanggan
(perkecualian yang mungkin adalah software yang dilekatkan). Perubahan akan
terjadi karena kesalahan – kesalahan ditentukan, karena software harus disesuaikan
untuk mengakomodasi perubahan – perubahan di dalam lingkungan eksternalnya
(contohnya perubahan yang dibutuhkan sebagai akibat dari perangkat peripheral
atau sistem operasi yang baru), atau karena pelanggan membutuhkan
perkembangan fungsional atau unjuk kerja. Pemeliharaan software
mengaplikasikan lagi setiap fase program sebelumnya dan tidak membuat yang
baru lagi.
Gambar 5. Model Sekuensial Linier (Pressman, 1997)
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka pemikiran mengikuti
model pengembangan sistem model System Development Life Cycle (SDLC),
mengikuti tahapan-tahapan pada Gambar 5.
1. Tahapan Persiapan.
Kegiatan dalam melaksanakan tahapan ini adalah pengumpulan data-data
yang berhubungan dengan penelitian, antara lain :
- pengumpulan data-data yang berhubungan dengan tower dan jalur transmisi
tower;
- pengumpulan data-data yang berhubungan dengan pondasi.
Sumber pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
cara melakukan :
- studi pustaka, dilakukan di Perpustakaan Kampus IPB Darmaga dan
Baranangsiang Bogor, Kantor Konsultan PT. Gubah Sarana Palembang,
dan Perpustakaan STT PLN Tangerang; browsing dan mencari data
melalui seacrh engine di Internet.
- wawancara dengan pakar, yaitu para pakar yang pernah bekerja di PT. PLN,
yang sekarang bekerja sebagai dosen di STT PLN Tangerang;
- dan obrsevasi lapangan, lokasi-lokasi tower listrik SUTT yang berada di
sekitar kota Bogor.
2. Tahapan Analisis Sistem
Dalam tahapan ini, peneliti melakukan pembuatan disain aksitektur
sistem, investigasi kebutuhan-kebutuhan sistem guna menentukan solusi
perangkat lunak (software) yang akan digunakan sebagai tulang punggung
proses automatisasi /komputerisasi bagi sistem. Seluruh faktor yang menjadi
penentu dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi pondasi di
indentifikasi, faktor tersebut antara lain :
- panjang jalur transmisi;
- jarak antar tower (gawang);
- beban yang bekerja pada tower;
- beban yang bekerja pada pondasi;
- daya dukung tanah;
- tekanan angin;
- sudut belokan yang terbentuk antar dua tower.
Sistem ini memerlukan software yang dapat melakukan banyak
perhitungan-perhitungan matematika, sehingga digunakan perangkat lunak
Matlab dan untuk user interface digunakan juga bahasa program Matlab.
3. Tahapan Desain
Metode Inferensi yang dipakai adalah dengan forward chaining. Untuk
mempresentasikan pengetahuan yang didapat, digunakan dalam bentuk tipe
basis kaedah (rule-based) IF...THEN (Jika...maka).
4. Tahapan Implementasi
Pada tahapan ini hasil dari tahapan-tahapan sebelumnya dituangkan
kedalam penulisan kode-kode dengan menggunakan bahasa pemrograman
komputer Matlab. Langkah berikutnya berupa proses pengujian terhadap hasil
pemrograman tersebut. Pengujian mencakup verifikasi, validasi dan pengujian
antar muka aplikasi (General User Interface/GUI). Hasil pengujian ini
merupakan umpan balik perbaikan sistem dan performance yang akan
digunakan dalam proses perbaikan sistem hingga mencapai hasil yang
diharapkan dan telah ditentukan sebelumnya.
Verifikasi dan validasi dilakukan dengan cara melakukan demo di depan
beberapa orang pakar mengenai listrik dan konstruksi berlokasi di STT PLN
Tangerang dan beberapa pakar mengenai konstruksi sipil. Pengujian antar
muka dilakukan dengan cara memberikan sistem pakar yang dibuat ini kepada
beberapa orang sebagai user tanpa didampingi oleh peneliti, apakah antar muka
yang dibuat dapat dimengerti dengan mudah atau tidak.
3.2 Alat Bantu Riset
1. Perangkat Keras
Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer Intel Pentium 4,17
GHz, dengan memori 256 MB, HDD 30GB.
2. Perangkat Lunak
Software aplikasi dibuat dengan bahasa program Matlab 7.01 dan untuk
mencari sumber pengetahuan di internet dibantu dengan mesin pencari (search
engine) yahoo dan google.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 hingga bulan
November 2007. Data diolah di Laboratorium Pascasarjana Departemen Ilmu
Komputer, FMIPA-IPB dan tempat tinggal peneliti. Verifikasi mengenai hal yang
berhubungan dengan kelistrikan di Sekolah Tinggi Teknik PLN (STT PLN)
Tangerang dan verifikasi mengenai hal yang berhubungan dengan teknik sipil
dilakukan di Kantor Konsultan PT.Gubah Sarana Palembang.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Sistem
Dalam tahapan ini, seluruh faktor yang menjadi penentu dalam perencanaan
jalur line transmisi dan dimensi pondasi di indentifikasi, faktor-faktor tersebut
yaitu :
1. Rencana Panjang Jalur Saluran Transmisi.
Rencana panjang Saluran Transmisi adalah jarak yang menghubungkan dari
satu titik ke titik lainnya atau dari pusat pembangkit sampai pada pusat beban,
untuk mentransmisikan listrik berupa saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150
kV. Memiliki syarat rencana panjang saluran transmisi tidak boleh lebih pendek
dari rencana panjang gawang.
2. Jarak Antar Tower (Gawang).
Rencana panjang gawang (jarak antar tower) adalah jarak rencana antar satu
tower dengan tower berikutnya. Dengan syarat panjang saluran jalur transmisi
harus lebih besar dari rencana panjang gawang.
3. Beban Yang Bekerja Pada Tower.
Dengan adanya banyak beban yang bekerja pada tower, maka ada dua
kombinasi pembebanan yaitu, kondisi normal dan kondisi abnormal. Berikut ini
perhitungannya :
3.1 Kondisi Normal
Kondisi normal adalah kondisi di mana tower tidak mengalami penambahan
beban yang ekstrem, dalam hal ini beban itu adalah adanya kawat yang putus.
3.1.1 Beban Vertikal
Untuk beban vertikal, diperhitungkan beban-beban yang terdiri dari sebagai
berikut :
a. Beban Sendiri Menara
Untuk perhitungan lebih detail dapat dilihat pada Lampiran 1, didapat besarnya
Gtotal = 10239,2652 kg
b. Berat Kawat Penghantar per jarak menara, digunakan Rumus 2 :
= jarak menara (SPLN, 1996) x berat kawat penghantar (konduktor)
= 265 x 0,5737 = 152,0305 kg
c. Berat kawat penangkal petir, digunakan Rumus 3 :
= jarak menara (SPLN, 1996) x berat kawat penangkal petir (ground wire)
= 265 x 0,444 = 117,66 kg
d. Berat isolator, alat-alat dan orang per kawat
100 + 70 = 170 kg
3.1.2 Beban Horizontal
Untuk beban horizontal, diperhitungkan beban-beban yang terdiri dari
sebagai berikut :
a. Tekanan Angin Pada Menara
Beban-beban angin yang bekerja pada menara untuk lebih detail lihat pada
Lampiran 2.
b. Tekanan angin pada konduktor dan ground wire, digunakan Rumus 4 :
= jarak menara x diameter kawat penghantar (konduktor) x W
= 265 x 0,0161 x W = 4,267W kg
Untuk 1 bidang menara = 4,267W/2 = 2,133W kg
c. Tekanan angin pada ground wire, digunakan Rumus 5 :
= jarak menara x diameter kawat penangkal petir x W
= 265 x 0,0096 x W = 2,544W kg
Untuk satu bidang menara = 2,544W/2 = 1.272W kg
3.2 Kondisi Abnormal
Kondisi abnormal adalah tower mengalami beban ekstrem, yaitu adanya
kawat putus baik kawat penghantar ataupun kawat penangkal petir.
3.2.1 Beban Vertikal
Untuk beban vertikal, diperhitungkan beban-beban yang terdiri dari sebagai
berikut :
a. Berat sendiri menara (Lampiran 1).
Sama dengan kondisi normal = 10239,2652 kg
b. Berat Kawat ACSR per jarak menara, digunakan Rumus 2 :
= jarak menara x berat kawat penghantar (konduktor)
= 265 x 0,5737 = 152,0305 kg
c. Berat kawat penangkal petir, digunakan Rumus 3 :
= jarak menara x berat kawat penangkal petir (ground wire)
= 265 x 0,444 = 117,66 kg
d. Berat isolator, alat-alat dan orang per kawat
100 + 70 = 170 kg
e. Kondisi Tidak Setimbang, untuk perhitungan lebih detail lihat Lampiran 3 :
Diperhitungkan 1 (satu) buah konduktor putus
Resultan gaya-gaya pada bidang tranverse adalah :
Q = 477,2 kg
Kawat penangkal petir putus
P = 500 kg
3.2.2 Beban Horizontal
Tekanan angin pada menara, tekanan angin pada kawat penghantar dan
kawat penangkal petir, dan komponen horizontal akibat putusnya kawat
penghantar dan kawat penangkal petir telah ikut diperhitungkan dalam
perhitungan beban vertikal kondisi abnormal.
3.2.3 Perhitungan Beban Pada Batang Tranverse
Beban-beban yang bekerja pada tranverse adalah :
c. Beban Vertikal
Beban vertikal telah diperhitungkan pada perhitungan berat sendiri menara.
d. Beban horizontal
- Tekanan angin pada kawat penghantar (Wa), digunakan Rumus 4 :
Wa = jarak menara x diameter kawat penghantar (konduktor) x W
Wa = 265 x 0,061 x W = 4.267W kg
- Akibat kawat ACSR putus (Pb) (Tabel 3) :
Pb = 1300 kg
- Tekanan angin pada isolator :
Setiap 1 potong porcelain, angin yang bekerja sebesar 3 kg. Untuk isolator
menara penegang dipakai rangkaian porcelain 12 potong (1 set). Untuk menara
penegang dipakai sebanyak 2 set, maka besarnya :
Wc = 2 x 12 x 3 kg = 72 kg
4. Beban Yang Bekerja Pada Pondasi
Untuk lebih detail mengenai perhitungan beban yang bekerja pada pondasi
dapat dilihat pada Lampiran 4, ringkasannya dapat dilihat sebagai berikut :
4.1 Akibat Gaya Kawat ACSR dan Ground Wire
Gaya kawat ACSR dan ground wire berpengaruh pada pondasi, terdiri dari
pada beberapa ketinggian sesuai dengan ketinggian kawat, yaitu :
- Pada ketinggian + 29, 5 m
Reaksi tekan maksimum pada pondasi adalah di pondasi (RB ) :
ton39,2R RB =
Reaksi tarik maksimum pada pondasi adalah di pondasi (LA) :
ton39,2R LB −=
- Pada ketinggian + 25 m
Reaksi tekan maksimum pada pondasi adalah di pondasi (RB) :
ton03125,2R RB =
Reaksi tarik maksimum pada pondasi adalah di pondasi (LA) :
ton03125,2R LB −=
4.2 Akibat Ground Wire putus dan satu kawat penghantar ACSR putus
Reaksi dipondasi RB adalah )( ton 5,4R RB ↑= , arti tanda (↑) adalah gaya
reaksi yang terjadi memiliki arah keatas. Sedangkan tanda (↓) berarti gaya reaksi
yang terjadi memiliki arah kebawah. Reaksi dipondasi RA adalah
)( ton -4,5R LA ↓=
4.3 Akibat Angin Pada Kawat
Reaksi pada pondasi RB adalah )( ton 711,1R RB ↑= dan reaksi pondasi
pada LA adalah ) ( ton 711,1R- R RBLA ↓−== dan ton0,1328 R H =
4.4 Akibat Angin Pada Menara
Reaksi pada pondasi RB adalah ) (W ton 425,89R RB ↑= dan Reaksi pada
pondasi LA adalah ) (W ton 425,89R- R RBLA ↓−==
4.5 Akibat Berat Sendiri Menara
Berat sendiri menara = 10239,2652 kg = 10,240 ton
5. Daya Dukung Tanah
Untuk menentukan daya dukung tanah pada lokasi rencana pembangunan
tower SUTT, cukup diketahui jenis tanah pada lokasi tersebut (lihat Tabel 2). Hal
ini sangat membantu mempercepat perencanaan, karena untuk mengetahui jenis
tanah relatif lebih cepat dibandingkan dengan menentukan daya dukung tanah.
6. Tekanan Angin
Untuk mengetahui besarnya tekanan angin, harus dilakukan pengukuran di
lokasi, atau jika tidak dilakukan pengukuran, dapat ditentukan dengan memakai
Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.1 -18 (Kusnadi, 1996).
7. Sudut Belokan Yang Terbentuk Antar Dua Tower.
Sudut belokan adalah sudut yang terbentuk dengan tower berikutnya, sesuai
dengan Tabel 1 mengenai tipe tower. Bila posisi tower tidak satu garis lurus
dengan posisi tower berikutnya, atau dengan kata lain membentuk sudut (θ), maka
pondasi tower mengalami aksi dan reaksi yang tidak sama, maka terjadi momen
puntiran tambahan akibat tegangan tarik kabel transmisi 150 kv.
4.2 Disain dan Implementasi
Sistem ini diberi nama SPSUTT singkatan dari Sistem Perencanaan SUTT,
disain arsitektur SPSUTT diperlihatkan pada Gambar 6 berikut ini, yang
mendefinisikan hubungan-hubungan antara komponen-komponen utama.
Gambar 6. Arsitektur SPSUTT
Pada Gambar 6 diatas, mekanisme inference dilakukan pertama kali untuk
menentukan titik-titik lokasi jalur saluran transmisi tower dan kemudian untuk
menentukan dimensi pondasi modul struktur analisis digunakan. Dimana user
dengan menggunakan user interface memasukkan data yang terdiri dari :
4.2.1 Modul Inferensi
Sistem SPSUTT ditujukan untuk beberapa pemakai, yaitu : pemakai
profesional yang membutuhkan cepat dan efesien dalam perencanaan jalur saluran
dan pondasi SUTT, pelajar dan pembangun sistem pakar yang ingin
meningkatkan dan menambah basis pengetahuan. Sistem belum dapat digunakan
oleh pemakai yang expert, karena SPSUTT merupakan sistem yang sederhana,
merupakan bagian dari sistem perencanaan secara keseluruhan. Ada faktor-faktor
yang belum diperhitungkan, karena keterbatasan waktu dan tempat, seperti :
- Penetuan jarak antara kawat-kawat;
- Perhitungan tegangan tarik dan andongan;
- Kawat dibentang pada titik sumbu yang tidak sama tinggi.
4.2.1.1 Antar Muka Pengguna (User Interface)
Memungkinkan SPSUTT menerima instruksi, informasi (input) dari
pemakai, proses konsultasi dan juga memberi informasi (output) kepada pemakai.
Sebelum masuk ke dalam sistem, terlebih dahulu terdapat layar informasi judul
sistem, dapat dilihat pada Gambar 7 berikut :
Gambar 7. Judul Sistem Pakar Disain Pondasi Tower
Setelah pengguna menekan tombol “Masuk”, maka akan keluar menu
program sistem pakar untuk menentukan titik rencana tower.
4.2.1.1.1 Titik Rencana Tower
Terdapat dua langkah dalam penentuan titik rencana tower (lihat Gambar
8). Langkah pertama adalah penentuan jumlah tower ideal, terlihat dibawah grafik
koordinat pada Gambar 8. Dua data utama yang diperlukan dalam penentuan
jumlah tower secara ideal, yaitu sebagai berikut :
1. Rencana panjang Saluran Transmisi (meter).
2. Rencana panjang gawang (jarak antar tower) (meter).
Setelah proses input selesai, user menekan tombol “Proses”, menghasilkan
tiga jenis output yaitu jumlah titik rencana (buah), titik koordinat rencana (sumbu
x), gambar koordinat. Pada langkah ini dilakukan mekanisme inferensi, pengguna
diminta untuk memilih jenis tanah berdasarkan jenis tanah yang ada dilokasi
rencana. Titik koordinat kartesius yang dihasilkan langkah pertama dikoreksi
berdasarkan jenis tanah jarak gawang. Bila jenis tanah di lokasi rencana memiliki
daya dukung yang cukup, maka lokasi dapat digunakan, begitu juga sebaliknya.
Jarak gawang tidak boleh melebihi bentang maksimum yaitu 265 m (SPLN,
1996).
Gambar 8. Titik Rencana Tower
Data utama
output : Koordinat kartesius
4.2.1.1.1.1 Penentuan Jumlah Tower Ideal
Proses input data yang dibutuhkan dalam penentuan jumlah tower secara
ideal terdiri ada dua yaitu :
2. Rencana panjang jalur saluran transmisi (meter)
Question : Rencana panjang saluran transmisi ?
Rule clause keterangan rencana panjang saluran transmisi, didapat
a. Untuk rencana panjang saluran transmisi < rencana panjang gawang,
maksudnya bila input rencana panjang saluran transmisi yang dimasukkan
lebih kecil dari rencana panjang gawang
Rule 1
IF PANJANG SALURAN = panjang < bentang
THEN KETERANGAN = tidak dapat diproses, bentang harus
lebih kecil atau sama dengan panjang
line.
Contoh script Matlabnya (secara lengkap lihat di Lampiran 6 dan 7) :
if panjang<bentang;
ket1= 'tidak dapat diproses, bentang harus
lebih kecil atau sama dengan panjang
line'
b. Untuk rencana panjang jalur saluran transmisi > rencana panjang gawang,
maksudnya bila input rencana panjang saluran transmisi yang dimasukkan
lebih besar atau sama dengan dari rencana panjang gawang
Rule 2
IF PANJANG SALURAN = panjang < 0
THEN KETERANGAN = tidak dapat diproses, panjang line
tidak dapat bernilai 0 atau lebih kecil
dari bentang.
Rule 3
IF PANJANG SALURAN = panjang < 640000 m
THEN KETERANGAN = line dapat dibangun, tetapi tidak
ekonomis minimal 640000 m atau
640 km untuk arus DC.
Rule 4
IF PANJANG SALURAN = panjang > 640000 m
THEN KETERANGAN = line dapat dibangun dengan nilai
ekonomis karena lebih dari 640000
m/640 km untuk arus DC.
3. Rencana Panjang Gawang (Jarak Antar Tower)
Rencana panjang gawang (jarak antar tower) adalah jarak rencana antar
satu tower dengan tower berikutnya.
Question : Rencana panjang gawang (jarak antar tower) ?
Rule clause keterangan rencana panjang gawang, didapat
a. Untuk rencana panjang saluran transmisi < rencana panjang gawang.
Maksudnya bila input rencana panjang saluran transmisi yang dimasukkan
lebih kecil dari rencana panjang gawang
Rule 5
IF PANJANG GAWANG = panjang < bentang
THEN KETERANGAN = tidak dapat diproses, bentang harus
lebih kecil atau sama dengan panjang
saluran.
b. Untuk rencana panjang saluran transmisi > rencana panjang gawang.
Maksudnya bila input rencana panjang saluran transmisi yang dimasukkan
lebih besar atau sama dengan dari rencana panjang gawang
Rule 6
IF PANJANG GAWANG = panjang < 0
THEN KETERANGAN = tidak dapat diproses, bentang antar
tower tidak dapat bernilai 0.
Rule 7
IF PANJANG GAWANG = gawang < 265 m
THEN KETERANGAN = belum melewati bentang maksimum
Rule 8
IF PANJANG BENTANG = gawang > 265 m
THEN KETERANGAN = melewati bentang maksimum
Setelah proses input selesai, user menekan tombol “Proses”, maka
menghasilkan tiga jenis output yaitu :
1. Jumlah titik rencana (buah)
Jumlah titik rencana adalah jumlah rencana tower yang direncanakan
dalam satu rencana panjang saluran transmisi. Dalam sistem ini rencana
panjang saluran transmisi dan rencana panjang gawang, digunakan untuk
menentukan jumlah titik rencana yang akan dipakai dalam saluran tersebut.
Dengan perhitungan sebagai berikut :
a. Jika rencana panjang saluran transmisi dan rencana panjang gawang > 0,
digunakan Rumus 1.
Rule 9
IF SALURAN DAN GAWANG = panjang dan gawang > 0 m
THEN 1ngnjang_GawaRencana_Pa
rannjang_SaluRencana_Pa RENCANATITIK JUMLAH +=
Script Matlabnya dibuat sebagai berikut :
if panjang>0 & bentang>0; nbentang=0; while panjang > 0 nbentang=nbentang+1; panjang=panjang-bentang; end; mbentang=nbentang+1;
b. Jika rencana panjang saluran transmisi dan rencana panjang gawang = 0.
Rule 10
IF SALURAN DAN GAWANG = panjang dan gawang = 0 m
THEN JUMLAH TITIK RENCANA = 0
2. Titik Koordinat Rencana (sumbu x) Pada Gambar
Koordinat titik koordinat rencana (sumbu x dalam koordinat cartesius)
pada gambar denah, yaitu :
(0,panjang gawang, 2 x panjang gawang, ......, panjang saluran).
Script Matlabnya dibuat sebagai berikut :
titik1=[0:bentang:panjang];
3. Gambar Koordinat
Untuk memperjelas titik-titik koordinat tersebut, dibuat gambarnya dalam
bentuk gambar titik-titik sumbu cartesius.
a. Jika rencana panjang saluran transmisi dan rencana panjang gawang < 0.
Rule 11
IF SALURAN DAN GAWANG = panjang dan gawang < 0 m
THEN GAMBAR KOORDINAT = koordinat (0,0)
Script Matlabnya dibuat sebagai berikut :
if (panjang & bentang)<=0; x1=0; x2=0; y=0; gambar=plot(x1,y,'*r',x2,y,'*r'); set(gambar,'linewidth',3); set(myform.axes1,'color',[1 0.96 0.9],... 'xgrid','on',...
'ygrid','on');
b. Jika rencana panjang saluran transmisi dan rencana panjang gawang > 0.
Rule 12
IF SALURAN DAN GAWANG = panjang dan gawang > 0 m
THEN GAMBAR KOORDINAT = koordinat(0,gawang),(0,2x
gawang) .............., (0,saluran).
Script Matlabnya dibuat sebagai berikut :
else (panjang & bentang)>0; x1=[0:bentang:panjang]; x2=panjang; y=0; gambar=plot(x1,y,'*r',x2,y,'*r');
set(gambar,'linewidth',3); set(myform.axes1,'color',[1 0.96 0.9],... 'xgrid','on',... 'ygrid','on');
Sistem dibatasi hanya untuk 4 gawang, sehingga dibuat rule clause
seperti berikut, karena keterbatasan tempat dan waktu dalam penelitian ini.
Rule 13
IF JUMLAH GAWANG = bentang < 4
THEN KETERANGAN = ‘ ‘
Rule 14
IF JUMLAH GAWANG = Bentang > 4
THEN KETERANGAN = sistem dibatasi hanya untuk 4
gawang, jika lebih, panjang saluran
dibagi menjadi beberapa segmen per
4 bentang (1,2,3,4). Pada segmen
ke-2 dimulai pada titik ke-4
(koordinat (0,0)) pada segmen 1,
begitu seterusnya.
4.2.1.1.1.2 Penentuan Lokasi Tower
1. Koordinat Rencana
Terisi secara otomatis, berupa koordinat rencana yang ideal. Tetapi
belum tentu sesuai dengan kondisi di lapangan. Banyak faktor yang
mempengaruhinya, pada sistem SPSUTT faktor yang diperhitungan hanya jenis
tanah.
2. Jenis Tanah
Merupakan proses konsultasi berdasarkan pilihan pemakai disesuaikan
dengan jenis tanah pada lokasi rencana, yang akan menentukan kekuatan daya
dukung tanah.
a. Untuk menentukan titik rencana tower.
ASK Tanah : Jenis Tanah
CHOICE Tanah : Pasir berbatu, pasir berkerikil, tanah pasir, tanah liat
atau silt, tanah liat atau silt mengandung organik,
rawa, lumpur.
Dibuat rule clause sebagai berikut :
Rule 15
IF JENIS TANAH = Tanah pasir berbatu
THEN KETERANGAN = Tanah bagus, lokasi dapat digunakan
Rule 16
IF JENIS TANAH = Tanah pasir berkerikil
THEN KETERANGAN = Tanah bagus, lokasi dapat digunakan
Rule 17
IF JENIS TANAH = Tanah pasir
THEN KETERANGAN = Tanah baik, lokasi dapat digunakan
Rule 18
IF JENIS TANAH = Tanah liat atau silt
THEN KETERANGAN = Tanah sedang, lokasi dapat digunakan
Rule 19
IF JENIS TANAH = Tanah liat atau silt mengandung tanah
organik
THEN KETERANGAN = Tanah jelek, lokasi tidak dapat digunakan
Rule 20
IF JENIS TANAH = Tanah rawa/veen
THEN KETERANGAN = Tanah jelek sekali, lokasi tidak dapat
digunakan
Rule 21
IF JENIS TANAH = Tanah lumpur
THEN KETERANGAN = Tanah jelek sekali, lokasi tidak dapat
digunakan
Script Matlabnya dibuat sebagai berikut :
%--- Jenis Tanah Titik Rencana 3
switch pilih
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah pasir berbatu
Dibuat keterangan :
case 1 ket1='Lokasi Dapat Digunakan'; ket2='Lokasi harus kosong dari bangunan,
kalaupun ada, lokasi harus dapat dibebaskan';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah pasir berkerikil
Dibuat keterangan :
case 2 ket1='Lokasi Dapat Digunakan'; ket2='Lokasi harus kosong dari bangunan,
kalaupun ada, lokasi harus dapat dibebaskan';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah pasir
Dibuat keterangan :
case 3 ket1='Lokasi Dapat Digunakan'; ket2='Lokasi harus kosong dari bangunan,
kalaupun ada, lokasi harus dapat dibebaskan';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah liat atau silt
Dibuat keterangan :
case 4 ket1='Lokasi Dapat Digunakan'; ket2='Lokasi harus kosong dari bangunan,
kalaupun ada, lokasi harus dapat dibebaskan';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah liat atau silt mengandung tanah organik
Dibuat keterangan :
case 5 ket1='Pindahkan lokasi'; ket2='Cari ke lokasi sekitarnya yang terdekat';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah rawa/veen
Dibuat keterangan :
case 6
ket1='Pindahkan lokasi'; ket2='Cari ke lokasi sekitarnya yang terdekat';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah lumpur
Dibuat keterangan :
case 7 ket1='Pindahkan lokasi'; ket2='Cari ke lokasi sekitarnya yang terdekat';
Karena lokasi yang direncanakan terdapat 4 titik, maka dibuat dalam
bentuk yang sama sebanyak 4 tombol pop-up menu.
%--- Jenis Tanah Titik Rencana 2 %--- Jenis Tanah Titik Rencana 3 %--- Jenis Tanah Titik Rencana 4
Jika klasifikasi tanah dasar bagus, baik dan sedang maka lokasi dapat
digunakan, berarti tower dapat dibangun diatas lokasi tersebut. Jika klasifikasi
tanah dasar jelek dan jelek sekali, maka lokasi tidak dapat digunakan, berarti
tower tidak dapat dibangun diatas lokasi tersebut. Harus dicari lokasi baru
berdasarkan pengamatan lapangan, dengan syarat tidak melewati jarak gawang
maksimum. Kecuali, untuk titik tower pertama dan terakhir, tidak dapat
dipindahkan karena titik tersebut merupakan sumber daya dan sebagai pusat
beban. Oleh karena itu, untuk keadaan tersebut akan lebih ekonomis kalau
seluruh konstruksi dibangun di atas suatu lantai beton yang luas. Tipe pondasi
ini dinamakan pondasi tikar (mat foundation), akan tetapi tipe ini tidak dibahas
dalam SPSUTT. Sehingga dapat dibuat keterangan koordinat rencana sebagai
berikut :
KETERANGAN : titik rencana 0 dan akhir tidak dapat dipindahkan, jika jenis
tanah jelek, jelek sekali maka konstruksi pondasi harus
diganti dengan pondasi plat (Mat footing/Raft footing).
3. Koordinat Titik
Terdiri dari empat titik juga, pada titik pertama koordinat titik (0,0),
karena merupakan titik awal atau tempat pembangkit listrik. Jika keterangan
“Lokasi dapat digunakan”, berarti koordinat titik tidak perlu dirubah. Tetapi
jika keterangan “Pindahkan Lokasi” koordinat titik harus dirubah dimasukkan
secara manual, berdasarkan pengamatan dilapangan dicari lokasi yang
memenuhi syarat sebagai lokasi pengganti.
4. Cek Jarak
Jika klasifikasi tanah dasar bagus, baik dan sedang maka lokasi dapat
digunakan, berarti koordinat titik tidak dirubah. Jika klasifikasi tanah dasar
jelek dan jelek sekali, maka koordinat titik harus dipindahkan, dimasukkan
secara manual. Untuk memastikan bahwa lokasi dalam hal ini koordinat titik
tidak melewati panjang maksimal gawang, harus di cek jaraknya dengan
menggunakan rumus :
a2 = b2 + c2 .................................................... (20)
dimana :
a = panjang gawang
b = panjang gawang dalam arah sumbu Y
c = panjang gawang dalam arah sumbu X
Untuk script Matlabnya dibuat (digunakan Rumus 20) :
%--- Cek Jarak Titik 2
jarak=(X1^2+Y1^2)^0.5;
Sehingga dibuat rule sebagai berikut :
Rule 22
IF JARAK = jarak < 265 m
THEN KETERANGAN = dapat digunakan
Rule 23
IF JARAK = jarak > 265 m
THEN KETERANGAN = masukkan koordinat baru, tidak dapat
dipakai, bentang melewati batas maksimal
265 m, koordinat rubah dengan
memasukkan koordinat baru.
Karena lokasi yang direncanakan terdapat 4 titik, maka dibuat dalam bentuk
yang sama sebanyak 4 style text untuk keterangan.
%--- Cek Jarak Titik 2
jarak=((X2-X1)^2+(Y2-Y1)^2)^0.5;
Untuk rule dibuat sama dengan rule 20 dan rule 21
%--- Cek Jarak Titik 3
jarak=((X3-X2)^2+(Y3-Y2)^2)^0.5;
Untuk rule dibuat sama dengan rule 20 dan rule 21
%--- Cek Jarak Titik 4
jarak=((X4-X3)^2+(Y4-Y3)^2)^0.5;
Untuk rule dibuat sama dengan rule 20 dan rule 21
Keterangan tambahan dibuat dalam bentuk style text : titik rencana 0 dan
akhir tidak dapat dipindahkan, jika jenis tanah jelek, jelek sekali maka
konstruksi pondasi harus diganti dengan pondasi plat (Mat footing/Raft
footing).
4.2.1.1.2 Dimensi Pondasi
Mekanisme inferensi dilakukan untuk menentukan jenis tanah, yang
berpengaruh pada besarnya kekuatan daya dukung tanah. Data-data utama yang
diperlukan (lihat Gambar 9) adalah :
1. Sudut belokan adalah sudut yang terbentuk dengan tower berikutnya.
2. Kecepatan angin.
Gambar 9. Dimensi Pondasi Tower
Setelah proses input selesai, user menekan tombol “Proses”, maka
menghasilkan output berupa dimensi, pembesian dan gambar pondasi telapak,
pondasi sumuran pada pondasi telapak, pondasi sumuran pada balok strap, balok
strap. Data-data yang diperlukan untuk menentukan dimensi pondasi adalah
sebagai berikut :
1. Jenis tanah
Mekanisme inferensi dilakukan untuk menentukan jenis tanah, terdapat
beberapa pilihan sehingga digunakan script style pop-up menu.
ASK Tanah : Jenis Tanah
CHOICE Tanah : Kerikil, lempung keras padat, pasir kasar padat, pasir
kasar dan halus padat, lempung setengah keras, pasir
halus padat, lanau, lempung pasiran, campuran pasir
Data utama
output : dimensi dan pembesian pondasi
lanau padat, lempung lunak, pasir organik lunak dan
lumpur.
Dibuat rule clause sebagai berikut :
Rule 24
IF JENIS TANAH = Kerikil
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Baik, Lokasi Dapat
Digunakan.
JENIS TANAH = non kohesif.
BERAT JENIS = Bj=2300;
TEKANAN TANAH LATERAL = R=6500;
Rule 25
IF JENIS TANAH = Lempung keras padat
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Baik, Lokasi Dapat
Digunakan.
JENIS TANAH = kohesif.
BERAT JENIS = Bj=2000;
TEKANAN TANAH LATERAL = R=6500;
Rule 26
IF JENIS TANAH = Pasir kasar padat
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Baik, Lokasi Dapat
Digunakan.
JENIS TANAH = non kohesif.
BERAT JENIS = Bj=2300.
TEKANAN TANAH LATERAL = R=5500.
Rule 27
IF JENIS TANAH = Pasir kasar dan halus padat
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Baik, Lokasi Dapat
Digunakan.
JENIS TANAH = non kohesif.
BERAT JENIS = Bj=2300;
TEKANAN TANAH LATERAL = R=5000;
Rule 28
IF JENIS TANAH = Lempung setengah keras
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Tidak Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat
jenis dan tekanan tanah dikosongkan
JENIS TANAH = ‘ ‘
BERAT JENIS = ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘
Rule 29
IF JENIS TANAH = Pasir halus padat
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Tidak Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat
jenis dan tekanan tanah dikosongkan
JENIS TANAH = ‘ ‘
BERAT JENIS = ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘
Rule 30
IF JENIS TANAH = Lanau
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Tidak Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat
jenis dan tekanan tanah dikosongkan
JENIS TANAH = ‘ ‘
BERAT JENIS = ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘
Rule 31
IF JENIS TANAH = Lempung pasiran
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Tidak Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat
jenis dan tekanan tanah dikosongkan
JENIS TANAH = ‘ ‘
BERAT JENIS = ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘
Rule 32
IF JENIS TANAH = Campuran pasir lanau padat
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Tidak Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat
jenis dan tekanan tanah dikosongkan
JENIS TANAH = ‘ ‘
BERAT JENIS = ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘
Rule 33
IF JENIS TANAH = Lempung lunak
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Tidak Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat
jenis dan tekanan tanah dikosongkan
JENIS TANAH = ‘ ‘
BERAT JENIS = ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘
Rule 34
IF JENIS TANAH = Pasir organik lunak dan lumpur
THEN KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Tidak Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat
jenis dan tekanan tanah dikosongkan
JENIS TANAH = ‘ ‘
BERAT JENIS = ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘
2. Sudut belokan
Question : Sudut belokan yang terbentuk dengan tower berikutnya ?
Rule clause keterangan jenis tower, didapat
Rule 35
IF SUDUT BELOKAN = lebih kecil 0
THEN KETERANGAN = tidak dapat bernilai negatif
Rule 36
IF SUDUT BELOKAN = antara 0 sampai 3
THEN KETERANGAN = tower suspension tipe Aa
Rule 37
IF SUDUT BELOKAN = antara 3 sampai 20
THEN KETERANGAN = tower tension/suspension tipe Bb
Rule 38
IF SUDUT BELOKAN = antara 20 sampai 60
THEN KETERANGAN = tower tension tipe Cc
Rule 39
IF SUDUT BELOKAN = antara 60 sampai 90
THEN KETERANGAN = tower tension tipe Dd
Rule 40
IF SUDUT BELOKAN = lebih besar 90
THEN KETERANGAN = tower tension tipe Ee dan Ff
4. Kecepatan Angin
Dalam sistem SPSUTT, untuk besaran tekanan angin dapat dilakukan
input data atau dapat dilakukan proses konsultasi, maka digunakan tombol
script style pop-up menu.
ASK Angin : Kecepatan angin atau berdasarkan posisi
CHOICE Angin : Diketahui, dari tepi pantai < 5 km, dari tepi pantai >
5 km.
Untuk rule clause, sebagai berikut :
Rule 41
IF ANGIN = Diketahui
THEN BESAR = “INPUT DATA”
THEN KETERANGAN = masukkan besarnya
Rule 42
IF ANGIN = dari tepi pantai < 5 km
THEN BESAR = 40 kg/m2
THEN KETERANGAN = jika kecepatan tidak diketahui
Rule 43
IF ANGIN = dari tepi pantai > 5 km
THEN BESAR = 25 kg/m2
THEN KETERANGAN = jika kecepatan tidak diketahui
Setelah proses input selesai, user menekan tombol “Proses”, maka
menghasilkan output berupa :
- dimensi, pembesian dan gambar pondasi telapak;
- dimensi, pembesian dan gambar pondasi sumuran pada pondasi telapak;
- dimensi, pembesian dan gambar pondasi sumuran pada balok strap;
- dimensi, pembesian dan gambar balok strap.
4.2.1.2 Basis Kaedah (Rule Base)
Rule base dibentuk berdasarkan diagram alir pada Gambar 10, representasi
rule base diimplementasikan ke dalam bentuk clauses, yang dibagi menjadi
Question Clause dan Rule Clause, seperti pada rule-rule yang telah dibuat
sebelumnya.
Gambar 10. Diagram Alir
4.2.1.3 Mesin Inferensi (Inference Engine)
Untuk memilih beberapa alternatif yang ada dalam rule base, proses forward
chainning digunakan disini. Pada Gambar 11 berikut dijelaskan urutan-urutan
proses inferensi, dimana data-data disebelah kanan sangat tergantung dari data
sebelah kiri, sebagai contoh untuk menentukan TITIK RENCANA 1 pada langkah
ketiga diperlukan data SALURAN pada langkah pertama dan data GAWANG
pada langkah kedua.
Gambar 11. Diagram Ketergantungan
4.2.1.4 Basis Data (Data Base)
Dalam penelitian ini data base belum disertakan, dimasukkan sebagai saran,
agar pada peneletian selanjutnya bagian ini dapat disertakan.
Semua hasil konsultasi antara user dan komputer, akan dicatat oleh bagian
ini (data base), pencatatan dilakukan saat dimulai proses inferensi ini sampai
pengguna mendapatkan jawaban terakhir. Selain mencatat proses inferensi,
mencatat pula data yang telah dan pernah dianalisa dan didesain, hal ini dilakukan
untuk mempercepat proses apabila pernah memproses data yang mirip dengan
data yang baru, karena apabila data sudah pernah ada, maka user tidak perlu
melakukan analisa atau disain lagi. Disamping mencatat basis data juga berisi
jenis-jenis tower dan jenis-jenis pondasi lainnya yang dapat digunakan oleh SUTT
beserta perhitungan-perhitungannya, sehingga sistem dapat menganalisa jenis
tower dan tower dan pondasi apa yang cocok berdasarkan masukkan yang
diberikan oleh pengguna. Tentu hal itu memerlukan perhitungan-perhitungan yang
relatif sangat banyak dan besar.
4.2.1.5 Output
Hasil akhir yang diharapkan dari proses inferensi adalah letak tower dalam
line yang berpengaruh pada jenis tanah, berguna untuk penentuan dimensi pondasi
telapak, dimensi balok strap dan dimensi pondasi sumuran beserta pembesian
pondasi telapak, dimensi pondasi strap dan dimensi pondasi sumuran.
4.2.2 Modul Struktur Analisis
Output yang dihasilkan oleh modul inferensi kemudian diolah lebih lanjut
agar dapat menghasilkan dimensi pondasi tower.
4.2.2.1 Proses Disain
Dalam proses ini, output yang didapat pada proses sebelumnya diolah untuk
perhitungan dimensi pondasi, perhitungan dan prosenya di urai sebagai berikut :
4.2.2.1.1 Perhitungan Dimensi
1. Pondasi Telapak (Strap Footing)
Untuk penurunan rumus secara lengkap dilihat pada Lampiran 5 mengenai
proses disain pondasi. Yang dicantumkan berikut ini merupakan hasil akhir.
Untuk luas telapak pondasi digunakan Rumus 21 Lampiran 5 :
140000001450000-Bj 563,5W)(10377A tanah+
=
Untuk lebar pondasi digunakan Rumus 22 Lampiran 5 :
b = lebar pondasi = A
dimana :
A = Luas telapak pondasi telapak (m2).
b = Lebar telapak pondasi telapak (m2), (lihat Gambar 12)
W = Tekanan angin (kg/m2).
Untuk memperjelas mengenai dimensi pondasi telapak, dapat dilihat pada Gambar
12 berikut ini :
Gambar 12. Dimensi Pondasi Telapak
Untuk Matlab scriptnya :
%--- Luas Telapak Pondasi luas_telapak=((10377 + 563.5*w)*Bj - 1450000)/14000000; %--- Lebar Telapak Pondasi lebar_telapak = luas_telapak^0.5;
2. Pondasi Sumuran
Untuk setiap titik :
Mo = 24135,467 . sec θ – 1000 A + 725
Berikut ini dalam bentuk script Matlabnya :
Momen (Mo) yang terjadi :
Mo=24135.467*sec(teta*pi)-1000*luas_telapak+725;
Berdasarkan Tabel 1 pada Lampiran 5 dibuat script Matlab :
for r=6500;
if Mo<=5000; L=4 elseif Mo<=10000; L=4.3 elseif Mo<=15000; L=4.5; elseif Mo<=20000; L=4.7; elseif Mo<=25000; L=4.9; elseif Mo<=30000; L=5.1; elseif Mo<=35000; L=5.3; elseif Mo<=40000; L=5.5; end; end; for r=5500; if Mo<=5000; L=4.5; elseif Mo<=10000; L=4.7; elseif Mo<=15000; L=5; elseif Mo<=20000; L=5.3; elseif Mo<=25000; L=5.4; elseif Mo<=30000; L=5.5; elseif Mo<=35000; L=5.8; elseif Mo<=40000; L=5.9; end; end; for r=5000; if Mo<=5000; L=5; elseif Mo<=10000; L=5.2; elseif Mo<=15000; L=5.5; elseif Mo<=20000; L=5.8;
elseif Mo<=25000; L=6.0; elseif Mo<=30000; L=6.2; elseif Mo<=35000; L=6.3; elseif Mo<=40000; L=6.4; end; end; dimana :
L = panjang pondasi sumuran (m).
Pada Gambar 13 dibawah ini diperlihatkan gambar kombinasi pondasi
telapak dan pondasi sumuran, juga diperlihatkan panjang pondasi sumuran (L).
Gambar 13. Dimensi Pondasi Sumuran
3. Balok Strap
Dimensi balok strap yang dipakai adalah lebar 150 cm tinggi 45 cm. Untuk
memperjelas pemahaman user terhadap dimensi balok strap yang didapat,
dibuat tampilan gambarnya (lihat Gambar 14).
Gambar 14. Dimensi Balok Strap
4.2.2.1.2 Perhitungan Penulangan
1. Pondasi Telapak
a. Pembesian Pelat Pondasi
Jarak yang dipakai 15 cm
Jumlah besi = 15
100.A bh
Jadi dipakai tulangan pokok (r) =
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
+++
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛= 01,0
h.A37867200648681600A 2520000005000WA 11833A 3748563000
b.h.1350
2
2
π
Berikut ini dalam bentuk script MATLAB nya :
r=((((3748563000*luas_telapak+118335000*w*luas_telapak+252000000*luas_telapak^2)/(648681600*luas_telapak^0.5*45^2+37867200*luas_telapak^0.5*45^2))-0.01)*(1350/(3.14*luas_telapak^0.5*45)))^0.5;
b. Pembesian Kolom
Mutu beton yang dipakai adalah K 225, maka σb = 75 kg cm2 dan mutu baja
yang dipakai adalah U24, maka σa = 1400 kg/cm2. Dipakai pembesian
minimum :
F besi minimum = 1% . F beton = 1% . 1400 = 14 cm2, dipakai besi 36 ∅ 16
Gambar pembesian dapat dilihat pada Gambar 15 berikut ini :
Gambar 15. Pembesian Pondasi Telapak
c. Pembesian Balok “Strap”
Dipakai besi 8 ∅ 10
Dipakai pembesian sengkang = ∅ 8 -15
d. Perhitungan sumuran pada balok “strap”
Dipakai tulangan pokok 8 ∅ 50 = 88,3125 cm2
Dipakai tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm
Pada balok strap di tambahkan pondasi sumuran sebanyak dua buah dengan
diameter 1 m karena disesuaikan dengan lebar balok strap dan ukuran pembesian
sama dengan pondasi sumuran pada pondasi telapak.
Untuk memperjelas pemahaman user terhadap pembesian pondasi sumuran
pada balok strap yang didapat, dibuat tampilan gambarnya, dapat dilihat pada
Gambar 16 berikut :
Gambar 16. Pembesian Pondasi Sumuran Pada Balok Strap
Untuk memperjelas pemahaman user terhadap dimensi pondasi sumuran
pada balok strap yang didapat, dibuat tampilan gambarnya pada Gambar 17
berikut :
Gambar 17. Dimensi Pondasi Sumuran Pada Balok Strap
2. Pondasi Sumuran
Untuk perhitungan secara lengkap mengenai besarnya pembesian yang dipakai
oleh pondasi lihat Lampiran 5. Hasil yang didapat tulangan pokok 8 ∅ 50 dan
tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm (lihat Gambar 18).
Gambar 18. Pembesian Pondasi Sumuran Pada Pondasi Telapak
4.4.2.1.3 Hasil Akhir
Merupakan hasil akhir dari keseluruhan proses, dimana letak-letak tower
dalam satu line berupa titik-titik koordinat cartesius, terdiri dari empat lokasi yaitu
(x0,y0), (x1,y1), (x2,y2) dan (x3,y3), karena sistem dibatasi hanya sampai empat
titik, dimensi dan pembesian pondasi telapak, dimensi dan pembesian pondasi
sumuran dan dimensi dan pembesian balok strap yang optimum. Data tersebut
dimasukkan ke dalam data base, untuk disimpan sebagai data tambahan. Sehingga
apabila ada suatu input dengan tipe yang sama tidak perlu melakukan proses
struktur analisis dan proses disain. (untuk saran, tidak termasuk dalam penelitian).
4.3 Verifikasi dan Validasi
Verifikasi dan validasi perlu dilakukan agar sistem ini dapat berfungsi
sesuai dengan benar menurut pakar. Arti verifikasi dalam hal ini lebih ditekankan
pada kebenaran pelaksanaan proses pembangunan sistem SPSUTT, sedangkan
validasi lebih ke arah pembuktian bahwa sistem SPSUTT yang dibangun sudah
benar.
Verifikasi dan validasi untuk menentukan titik-titik rencana tower dilakukan
dengan cara melakukan wawancara dan demo software SPSUTT didepan para
pakarnya, yaitu pakar-pakar yang pernah bekerja di PT. PLN dan Sarjana Teknik
Jurusan Elektro. Untuk penentuan dimensi pondasi, verifikasi dan validasi
dilakukan dengan pakar yang berkecimpung dalam bidang konstruksi bangunan
dan Sarjana Teknik Jurusan Sipil. Selain itu perhitungan-perhitungan yang
digunakan sebagian besar diambil dari penelitian yang telah peneliti lakukan pada
pendidikan strata-1 di Univeritas Sriwijaya Jurusan Teknik Sipil, berupa skripsi
yang berjudul Perencanaan Pondasi Untuk Tower Listrik Tegangan Tinggi Pada
Line Plaju-Mariana-Borang (Kusnadi,1996). Kemudian, selain sebagai knowledge
engineer, peneliti bertindak sebagai pakar. Karena pengalaman kerja yang dimiliki
oleh peneliti, adalah pengalaman di bidang konstruksi selama bertahun-tahun.
Dimulai sejak tahun 1996 atau setelah peneliti menyelesaikan pendidikan strata-1.
Validasi hasil keluaran sistem SPSUTT untuk perhitungan dimensi pondasi
telah dibandingkan dengan menggunakan perhitungan manual (Lampiran 5), dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Validasi Hasil Keluaran Sistem SPSUTT Dengan Perhitungan Manual
No
Perhitungan
Output Sistem
Output Manual
Hasil
1. Pondasi Telapak - Tanah Kohesif
A = 4,5989 m2
b = 2,15 m2
- Tanah Kohesif
A = 4,5989 m2
b = 2,15 m2
ok
Tabel 6 Validasi Hasil Keluaran Sistem SPSUTT Dengan Perhitungan Manual (lanjutan)
No
Perhitungan
Output Sistem
Output Manual
Hasil
- Tanah Nonkohesi
A = 5,304 m2
b = 2,3 m2
- Tanah Nonkohesif
A = 5,304 m2
b = 2,3 m2
2. Pondasi Sumuran L = 4,9 m. L = 4,9 m. ok
3. Pembesian Pelat tulangan pokok
∅ 3,9 m – 15 mm
tulangan pokok
∅ 3,9 m – 15 mm
ok
4. Pembesian Kolom besi 36 ∅ 16 besi 36 ∅ 16 ok
5. Pembesian
Sumuran
- tulangan pokok
8 ∅ 50 cm2
- tulangan beugel spiral
∅ 8 mm – 15 cm
- tulangan pokok
8 ∅ 50
- tulangan beugel spiral
∅ 8 mm – 15 cm
ok
6. Pembesian Strap - besi 8 ∅ 10
- sengkang = ∅ 8 -15
- besi 8 ∅ 10
- sengkang = ∅ 8 -15
ok
7. Pembesian
Sumuran pada
Balok Strap
- tulangan pokok
8 ∅ 50 cm2
- tulangan beugel spiral
∅ 8 mm – 15 cm
- tulangan pokok
8 ∅ 50 cm2
- tulangan beugel spiral
∅ 8 mm – 15 cm
ok
Hasil keluaran sistem SPSUTT pada tabel diatas telah dibandingkan dengan
perhitungan manual dengan hasil sama, untuk semua perhitungan.
4.4 Implikasi Manajerial
Penerapan sistem kecerdasan buatan dalam bentuk sistem ini, dapat
memberikan kemudahan dan kecepatan perhitungan bagi para perencana
pembuatan jalur transmisi dan pondasi SUTT 150 kV. Pengguna tidak perlu
melakukan pengujian-pengujian dan perhitungan-perhitungan yang rumit untuk
menentukan titik-titik lokasi rencana dan dimensi pondasi tower, karena untuk
menentukan besaran faktor-faktor penentunya dapat dipersingkat dan dipermudah.
Untuk daya dukung tanah dapat ditentukan dengan mengenali jenis tanah tanpa
perlu melakukan pengujian laboratorium untuk mengetahui kekuatan daya
dukungnya. Penentuan tekanan angin dapat juga dipermudah dan dipercepat,
dapat diketahui dengan menggunakan dua cara, yaitu dengan mengetahui jarak
lokasi tower dengan tepi pantai atau memasukkan besarannya jika diketahui.
Akan tetapi bila ada perubahan mengenai data-data yang berpengaruh pada
rule-rule yang ada akibat adanya update data, perubahan-perubahan aturan atau
perubahan kebijakan yang diambil oleh instansi yang berkaitan misalnya PT.
PLN, DPU dan lain-lainnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan lain
sebagainya, sistem ini belum dapat mengakomodasikannya. Perubahan-perubahan
tersebut dapat dilakukan dengan merubah script program, hal ini belum
memberikan kemudahan pada user.
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Dimensi Pondasi
Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau
disingkat SPSUTT telah selesai dirancang dan diimplementasikan dalam bentuk
prototipe. Memiliki kemampuan untuk menentukan titik-titik rencana lokasi tower
yang akan dibangun pada jalur transmisi SUTT 150 kV, dan menghasilkan
dimensi pondasi tower, berupa dimensi berikut pembesian pondasi strap footing,
dimensi pondasi sumuran beserta pembesiannya dan dimensi balok strap beserta
pembesiannya. Verifikasi telah dilakukan oleh pakar-pakar dengan hasil baik dan
validasi dimensi pondasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil keluaran
sistem dengan perhitungan manual dengan hasil sama.
Penentuan lokasi dan dimensi pondasi SUTT menjadi lebih cepat dan
mudah bila menggunakan sistem ini, karena proses input merupakan proses
konsultasi interaktif dimana besaran angkanya dapat ditentukan oleh sistem,
sehingga tidak perlu melakukan pengukuran dan pengujian dilapangan yang
memerlukan waktu yang relatif lama, sebagai contoh untuk kekuatan angin, jika
tidak diketahui, besaran angka kekuatan tekanan angin dapat ditentukan
berdasarkan jarak tower dari tepi pantai. Daya dukung tanah pun demikian, dapat
ditentukan berdasarkan jenis tanah.
5.2 Saran
Beberapa penyempurnaan yang perlu dilakukan ke depan untuk diteliti lebih
lanjut adalah :
1. Tipe tower yang digunakan hanya satu jenis, sehingga sistem ini tidak dapat
digunakan untuk jenis lain. Disarankan tipe tower untuk jenis lain digunakan,
sehingga sistem ini semakin lengkap. Jenis pondasi dapat ditambahkan dengan
jenis pondasi yang lain, sehingga dapat dilakukan perbandingan jenis pondasi
mana yang lebih baik bila ditinjau dari berbagai segi.
2. Titik-titik rencana tower pada titik tower pertama dan terakhir, tidak dapat
dipindahkan karena titik tersebut merupakan sumber daya dan sebagai pusat
beban. Oleh karena itu, untuk keadaan tersebut akan lebih ekonomis kalau
seluruh konstruksi dibangun di atas suatu lantai beton yang luas. Tipe pondasi
ini dinamakan pondasi tikar (mat foundation), akan tetapi tipe ini tidak
dibahas dalam SPSUTT.
3. Sistem ini belum merupakan sistem yang lengkap, karena merupakan bagian
dari sistem perencanaan secara keseluruhan. Ada beberapa faktor yang belum
diperhitungkan, misalnya jarak antar tower pada sistem ini hanya berupa input
angka, tidak dilakukan suatu proses perhitungan. Untuk penelitian selanjutnya
faktor-faktor lain dapat diperhitungkan, sehingga sistem ini menjadi lebih
lengkap.
4. Semua hasil konsultasi antara user dan komputer, perlu dicatat oleh bagian ini
(data base), pencatatan dilakukan saat dimulai proses inferensi ini sampai
pengguna mendapatkan jawaban terakhir. Selain mencatat proses inferensi,
perlu mencatat pula data yang telah dan pernah dianalisa dan didesain, hal ini
perlu dilakukan untuk mempercepat proses apabila pernah memproses data
yang mirip dengan data yang baru, karena apabila data sudah pernah ada,
maka user tidak perlu melakukan analisa atau disain lagi. Disamping mencatat
basis data juga harus berisi jenis-jenis tower dan jenis-jenis pondasi lainnya
yang dapat digunakan oleh SUTT beserta perhitungan-perhitungannya,
sehingga sistem dapat menganalisa jenis tower dan tower dan pondasi apa
yang cocok berdasarkan masukkan yang diberikan oleh pengguna.
5. Bila ada perubahan mengenai data-data yang berpengaruh pada rule-rule yang
ada akibat adanya update data, perubahan-perubahan aturan atau perubahan
kebijakan yang diambil oleh instansi yang berkaitan misalnya PT. PLN, DPU
dan lain-lainnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya, sistem
ini belum dapat mengakomodasikannya. Perlu dibuat fungsi yang
memberikan kemudahan pada user untuk melakukan perubahan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
ADB, “Completion Report: Indonesia: Power Development and Efficiency Enhancement Project”, 2006.
Arhami, Muhammad, “Konsep Dasar Sistem Pakar”, Penerbitan Andi Yogyakarta, 2005.
Bagio, Tony Hartono, “Expert System For Structural Analysis And Design Of
Communication Tower”, IlmuKomputer.com, 2004.
Bowles, Joseph E., ”Analisis dan Disain Pondasi Jilid I dan Jilid II”, Penerbit
Erlangga, cetakan ke empat, 1991. Cipta Karya, Direktorat Jenderal, Departemen Pekerjaan Umum, ” Buku Pedoman
Perencanaann Untuk Struktur Beton Bertulang Biasa dan Struktur Tembok Bertulang Untuk Gedung (BPPUSBBB dan STBUG)”, Jakarta, 1983.
Cipta Karya, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Direktorat Jenderal
Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, ”Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971”, Bandung, 1971.
Cipta Karya, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Direktorat Jenderal
Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, ”Peraturan Muatan Indonesia 1970”, Bandung, 1969.
Das, Braja M., ”Mekanika Tanah Jilid I”, Penerbit Erlangga, Cetakan ke dua,
1991. Das, Braja M., ”Mekanika Tanah Jilid II”, Penerbit Erlangga, Cetakan ke dua,
1994. Elektro Indonesia, Artikel Nomor 33, Tahun VI, Oktober 2000.
www.elektroindonesia.com.
Elektro Indonesia, Artikel Nomor 32, Tahun VI, Oktober 2000. www.elektroindonesia.com
Gunawan, Rudy, “Pengantar Teknik Pondasi”, Penerbit Kanisius, cetakan ke
enam Yogyakarta, 1996
Kusnadi, Adhi “ Perencanaan Pondasi Tower Listrik Tegangan Tinggi Pada Line Palju-Mariana-Borang” Tugas Akhir, Universitas Sriwijaya, 1996.
Madar M. Kamil, ”Teknik Pondasi I”, Fakultas Teknik Sipil Universitas
Sriwijaya, Palembang 1980. Mardiyanto, Didik ”Peningkatan Efesiensi Perusahaan Melalui Standarisasi
Kegiatan Perencanaan Pondasi Tower Transmisi 150 KV”, Makalah, PT PLN (Persero) Pikitring Sumut dan Aceh, 2000.
Mardiyanto, M Sukrisno, ”Validasi Perangkat dengan Metode Hybrid Berbasis
UML” Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia 3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung
Marimin, “Teori dan Aplikasi Sistem Pakar Dalam Teknologi Manajerial”, IPB Press, 2005.
PLN, (Persero) ”Materi Pendidikan dan Pelatihan Program D1 OPHAR GI dan
Transmisi PT.PLN (Persero), 2007. SPLN 121, ”Konstruksi Saluran Udara Tegangan Tinggi 70 kv dan 150 kv dengan
Tiang Beton/Baja, 1996. Pressman Roger, Software Engineering, McGraw-Hill International Editions, New
York, 1997.
Sarjono H.S, Pondasi Tiang Pancang Jilid I, Penerbit Sinar Wijaya, cetakan ke
dua, Surabaya, 1991. Soedarsono, Djoko Untung, ”Konstruksi Jalan-Raya”, Badan Penerbit Pekerjaan
Umum, 1985. Sosrodarsono, Suyono dan Kazuto Nakazawa, ”Mekanika Tanah dan Teknik
Pondasi”, Penerbit Pradnya Paramita, cetakan ke enam Jakarta, 1994.
Suyanto. Asep Herman Review Metodologi Pengembangan Perangkat Lunak, 2005, http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id.
Turban Efraim, Expert System and Applied Artificial Intelligence, Macmillan,
New York, 1992. Wang, Chu-Kia dan Charles G Salmon “Disain Beton Bertulang” Penerbit
Erlangga, Jakarta, 1993.
Perhitungan beban sendiri menara (Lampiran 1)
Untuk menghitung berat sendiri menara perlu diketahui panjang masing-
masing batang dan berat per meter dari profil tersebut (lihat Gambar 1). Berat
sendiri batang itu diperoleh dengan cara mengalikan panjang batang dengan berat
profil, kemudian seluruh berat tersebut dijumlahkan maka akan didapatkan berat
sendiri menara.
410
450
450
825
575
300
300
50
80.80.8
100.100.10
90.90.9
100.100.10
150.150.16
130.130.16
Gambar 1 Tower Yang Dipakai
1. Perhitungan Panjang Batang-batang Pada Tower
410
450
450
825
575
300
300
50
1 1 18
33
3'121'12 13
13 9
12
16 17
28 29
a
b
a'
b'
111
111
11158
11162
c68
c'
d'
e'
f'
f'
g'
h'
i'
i'
j'
k'
k'
k'
k'
l'
l'
l'
l'
m'
m'
m'
m'
n'
d
e
f
f
g
h
i
i
j
k
k
k
k
l
l
l
l
m
m
m
m
n
41
63 5955
4156
65
36
76
80 81
88 89
96 97
111
111
125111
129133
97108
118 126109
108
137 138
141 142
149 150
80.80.8
161
161173
161
177
167
181
162
162
162161168
100.100.10
90.90.9
100.100.10
150.150.16
130.130.16
189 190
193
197
189
196
189
206
273
221
206
272
222
237
229 206 206 230
238
248
253
260
248
254
261
260
272 246 245 273
280 281
288 289
296 297
204 206312
324 316 289332
340
340
288 312 325
333
341340
380
388
330
384 385
356
361
369
338
Gambar 2 Penomoran Batang Tower
1.722.695 2.695
3.555
1
6
8 9
5
7
2
4
3
1
11
43
48
40
38
3950 51
37
36
42
49
41
11
1
3.72 1.86 3.72
4.65
111
106
113
111
117
108
107 105
104
105
122 121110
118
109
114
110
109
3.825 2 3.825
4.825
1
1
166
162
165
163
159
157
160
158
170169
161
165
164
165
1
1
4.15
5.25
2.24.15
Gambar 3 Penomoran Batang Transverse
Gambar 4 Potongan Y – Y Pada Tower
Tabel 1 Panjang Batang
No. Batang
Panjang
Batang (m)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
m
n
o
p
q
r
1
1’
2
2’
3
3’
4
4’
5
2,05
1,025
1,025
1,125
1,125
2,25
1,125
1,125
2,25
2,5
3,6
5,3
6
2,9
2,9
3,2
4,8
8
2,9
2,9
1,7
1,7
2,9
2,9
2,9
2,9
1,7
5’
6
6’
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
1,7
2,9
2,9
2,4
0,5
0,5
0,5
0,5
1,5
1,5
1,5
1,5
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7
2,7
1,72
1,72
1,72
1,72
2,2
2,2
2,2
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
1,8
1,8
1,8
1,8
3,9
3,9
3,9
3,9
1
1
1
1
2,3
2,3
2,7
2,7
2,7
2,7
3,8
3,8
3,8
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
3,7
0,5
0,5
0,5
0,5
2
2
2
2
2,3
2,3
1,8
1,8
1,8
1,8
1,8
1,8
1,8
1,8
1,9
1,9
1,9
1,9
2,2
2,2
2,2
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
2,2
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
3,2
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
3,2
3,2
3,2
3,2
1,2
1,2
1,2
1,2
2,6
2,6
2,6
2,6
2,9
2,9
2,9
2,9
0,6
0,6
0,6
0,6
2,2
2,2
2,2
2,2
1,9
1,9
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
1,9
1,9
1,9
1,9
1,9
1,9
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
3,2
3,2
3,2
3,2
3,2
3,2
3,1
2,6
2,6
2,6
2,6
2,6
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
4,2
4,2
4,2
4,2
1,2
1,2
1,2
1,2
2,9
2,9
2,9
2,9
0,7
0,7
0,7
0,7
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
2
2
3,5
3,5
3,5
3,5
2,3
2,3
2,3
2,3
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
4,9
4,9
4,9
4,9
4,9
4,9
4,9
4,9
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
1
1
1
1
1
1
1
1
1,6
1,6
1,6
1,6
1,6
1,6
1,6
1,6
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1
1
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
1
1
1
1
1
1
7,2
7,2
7,2
7,2
7,2
7,2
7,2
7,2
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
265
266
267
268
269
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
1,7
1,7
1,7
4,5
4,5
4,5
4,5
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
1,7
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
8,6
8,6
8,6
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
8,6
8,6
8,6
8,6
8,6
1,9
1,9
1,9
1,9
1,9
1,9
1,9
1,9
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
2,3
6,2
6,2
6,2
6,2
1,3
317
318
319
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1,9
1,9
1,9
1,9
1,9
1,9
1,9
1,9
2
2
2
2
2
2
2
2
1,3
1,3
1,3
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
1,3
1,3
1,3
1,3
1,3
1
1
1
1
1
1
1
1
7,2
7,2
7,2
7,2
2,6
2,6
2,6
2,6
2,6
2,6
2,6
2,6
1,5
1,5
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
5
5
5
5
5
5
5
5
4,3
4,3
4,3
4,3
4,3
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
No. Batang
Panjang
Batang (m)
397
398
399
400
4,3
4,3
4,3
1,7
401
402
403
1,7
1,7
1,7
2. Perhitungan Beban Sendiri Tower
410
450
450
825
575
300
300
50
G1
G2
G3
G4
G5
G6
G7
G8
G9
G10
G11
G12
G13
G14
G15
800 Gambar 5 Berat Sendiri Tower
Beban G1
G1 = 2 x 265 x 0,444 = 235,32 kg
Beban G2
4
4
2
4
4
4
8
4
4
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2,9 (1)
1,7 (2)
2,4 (7)
0,5 (8)
1,5 (12)
1,72 (25)
2,7 (16)
2,05(a)
2,9 (1’)
x
x
x
x
x
x
x
x
x
L .90.90.9
L. 100.100.10
L. 100.100.10
L .90.90.9
L. 90.90.9
L. 100.100.10
L .100.100.10
L. 100.100.10
L. 90.90.9
=
=
=
=
=
=
=
=
=
4
4
2
4
4
4
8
4
4
x
x
x
x
x
x
x
x
x
2,9
1,7
2,4
0,5
1,5
1,72
2,7
2,05
2,9
x
x
x
x
x
x
x
x
x
12,2
15,1
15,1
12,2
12,2
15,1
15,1
15,1
12,2
=
=
=
=
=
=
=
=
=
141,52 kg
102,68 kg
72,48 kg
24,4 kg
73,2 kg
103,88 kg
326,16 kg
123,82 kg
141,52 kg
Jumlah = 1109,66 kg
G2 = ¼ x 1109,66 kg = 277,415 kg
Beban G3
4
4
x
x
1,025(b)
2,2(28)
x
x
L. 100.100.10
L. 100.100.10
=
=
4
4
x
x
1,025
2,2
x
x
15,1
15,1
=
=
61,91 kg
265,76 kg
Jumlah = 327,67 kg
G3 = ¼ x 327,67 kg = 81,917 kg
Beban G4
2
4
4
4
4
4
4
x
x
x
x
x
x
x
0,574
3,9 (2)
1(44)
2,3 (48)
1,8(38)
2,7(50)
0,5 (58)
x
x
x
x
x
x
x
265
L. 90.90.9
L. 90.90.9
L .90.90.9
L. 100.100.10
L. 100.100.10
L .90.90.9
=
=
=
=
=
=
4
4
4
4
4
4
x
x
x
x
x
x
3,9
1
2,3
1,8
2,7
0,5
x
x
x
x
x
x
12,2
12,2
12,2
15,1
15,1
12,2
=
=
=
=
=
=
=
304,22 kg
190,32 kg
48,8 kg
112,24 kg
108,72 kg
163,08 kg
24,4 kg
4
8
4
4
x
x
x
x
2(62)
1,8(68)
1,025(c)
3,8(54)
x
x
x
x
L. 90.90.9
L. 100.100.10
L. 100.100.10
L. 90.90.9
=
=
=
=
4
8
4
4
x
x
x
x
2
1,8
1,025
3,8
x
x
x
x
12,2
15,1
15,1
12,2
=
=
=
=
97,6 kg
217,44 kg
61,91 kg
185,44 kg
Jumlah = 1514,17 kg
G4 = ¼ x 1514,17 = 378,54 kg
Beban G5 = Beban G6
4
8
x
x
1,125(d)
1,9(76)
x
x
L. 100.100.10
L. 100.100.10
=
=
4
8
x
x
1,125
1,9
x
x
15,1
15,1
=
=
67,95 kg
229,52 kg
Jumlah = 297,47 kg
G5 = G6 = ¼ x 297,47 kg = 74,367 kg
Beban G7
2
4
4
4
4
4
4
4
4
8
4
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
0,574
4 (111)
1,2(113)
2,6 (117)
2(107)
2,9(121)
0,6 (125)
2,2(129)
2,25(f)
3(96)
3,2(111’)
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
265
L. 90.90.9
L. 90.90.9
L .90.90.9
L. 100.100.10
L. 100.100.10
L .90.90.9
L. 90.90.9
L. 100.100.10
L. 100.100.10
L. 90.90.9
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
4
4
4
4
4
4
4
4
8
4
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
4
1,2
2,6
2
2,9
0,6
2,2
2,25
3
3,2
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
12,2
12,2
12,2
15,1
15,1
12,2
12,2
15,1
15,1
12,2
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
304,22 kg
195,2 kg
58,56 kg
126,88 kg
120,8 kg
175,16 kg
29,28 kg
107,36 kg
135,9 kg
362,4 kg
156,16 kg
Jumlah = 1771,92 kg
G4 = ¼ x 1771,92 = 442,98 kg
Beban G8 = Beban G9
4
8
x
x
1,125(g)
1,9(137)
x
x
L. 120.120.13
L. 120.120.13
=
=
4
8
x
x
1,125
1,9
x
x
23,3
23,3
=
=
104,85 kg
354,16 kg
Jumlah = 459,01 kg
G8 = G9 = ¼ x 459,01 kg = 114,75 kg
Beban G10
2
4
4
4
4
4
4
4
4
x
x
x
x
x
x
x
x
x
0,574
4,2 (164)
1,2(165)
2,6 (160)
2,9(169)
2,6(165’)
0,7 (173)
2(177)
4,3(161’)
x
x
x
x
x
x
x
x
x
265
L. 90.90.9
L. 90.90.9
L .120.120.13
L.120.120.13
L.90.90.9
L .90.90.9
L. 90.90.9
L. 90.90.9
=
=
=
=
=
=
=
=
4
4
4
4
4
4
4
4
x
x
x
x
x
x
x
x
4,2
1,2
2,6
2,9
2,6
0,7
2
4,3
x
x
x
x
x
x
x
x
12,2
12,2
23,3
23,3
12,2
12,2
12,2
12,2
=
=
=
=
=
=
=
=
=
304,22 kg
204 kg
58,56 kg
242,32 kg
270,28 kg
126,88 kg
34,16 kg
97,6 kg
209,84 kg
Jumlah = 1548,82 kg
G10 = ¼ x 1548,82 = 387,82 kg
Beban G11
4
8
4
8
x
x
x
x
2,5(j)
3,5(189)
2,3(93)
0,8(197)
x
x
x
x
L. 130.130.16
L. 130.130.16
L. 130.130.16
L. 130.130.16
=
=
=
=
4
8
4
8
x
x
x
x
2,5
3,5
2,3
0,8
x
x
x
x
30,9
30,9
30,9
30,9
=
=
=
=
309 kg
865,2 kg
284,28 kg
197,76 kg
Jumlah = 1656,24 kg
G11 = ¼ x 1656,24 kg = 414,06 kg
Beban G12
4
8
x
x
3,6(k)
1,7(273)
x
x
L. 130.130.16
L. 130.130.16
=
=
4
8
x
x
3,6
1,7
x
x
30,9
30,9
=
=
444,96 kg
420,24 kg
8
8
8
8
x
x
x
x
4,9(205)
1,6(221)
1,3(229)
1(237)
x
x
x
x
L. 130.130.16
L. 130.130.16
L. 130.130.16
L. 130.130.16
=
=
=
=
8
8
8
8
x
x
x
x
4,9
1,6
1,3
1
x
x
30,9
30,9
30,9
30,9
=
=
=
=
1211,28 kg
395,52 kg
321,36 kg
247,2 kg
Jumlah = 3040,56 kg
G11 = ¼ x 3040,56 kg = 760,14 kg
Beban G13
4
8
8
8
4
8
8
x
x
x
x
x
x
x
5,3(l)
1,3(253)
7,2(245)
1,7(260)
4,5(268)
1,7(272)
8,6(289)
x
x
x
x
x
x
x
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
=
=
=
=
=
=
4
8
8
8
4
8
8
x
x
x
x
x
x
x
5,3
1,3
7,2
1,7
4,5
1,7
8,6
x
x
x
x
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
=
=
=
=
=
=
=
761,08 kg
373,36 kg
2067,84 kg
488,24 kg
646,2 kg
488,24 kg
2469,92 kg
Jumlah = 7294,88 kg
G13 = ¼ x 7294,88 kg = 1823,72 kg
Beban G14
4
8
8
8
4
8
8
8
8
8
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
6(m)
8,6(288)
1,9(296)
2,3(304)
6,2(312)
1,9(324)
1,3(316)
2(332)
1,3(340)
1(348)
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
4
8
8
8
4
8
8
8
8
8
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
6
8,6
1,9
2,3
6,2
1,9
1,3
2
1,3
1
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
861,6 kg
2469,92 kg
545,68 kg
660,56 kg
890,32 kg
545,68 kg
373,36 kg
574,4 kg
373,36 kg
287,2 kg
Jumlah = 7582,08 kg
G14 = ¼ x 7582,08 kg = 1895,52 kg
Beban G15
4
4
8
8
8
8
8
4
x
x
x
x
x
x
x
2,9(n)
7,2(356)
2,6(360)
1,5(368)
2,6(336)
5(384)
4,3(392)
1,7(401)
x
x
x
x
x
x
x
x
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
L. 150.150.16
=
=
=
=
=
=
=
=
4
8
8
8
8
8
8
4
x
x
x
x
x
x
x
x
2,9
7,2
2,6
1,5
2,6
5
4,3
1,7
x
x
x
x
x
x
x
x
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
35,9
=
=
=
=
=
=
=
=
416,44 kg
1033,92 kg
746,72 kg
430,8 kg
746,72 kg
1436 kg
1234,96 kg
244,12 kg
Jumlah = 6289,68 kg
G13 = ¼ x 6289,68 kg = 1572,42 kg
Maka didapat berat sendiri menara adalah sebagai berikut :
Gtotal = ∑G + 20% toeslag
= 8532,721 + 20% toeslag
= 10239,2652 kg
Kondisi tidak setimbang (Lampiran 2)
1. Diperhitungkan 1 (satu) buah konduktor putus
Pada konstruksi ini terjadi gaya puntir, cara perhitungannya :
b
x
P
a
P
P
P
P
Qb
Qb
Gambar 1 Kawat ACSR Putus
Mencari Qa :
Qa . a = Qb . b Qa = Qb . b /a
x. P2
a . Qb2
b . Qa2 =⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
2 x. P
2a . Qb
2b . Qb 2
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
2 x. P
2aa b Qb
22
=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡ +=
22 aba P.x. Qb+
=
Mencari Qb :
ba . Qa Qb =
x. P 2
a . Qb2
b . Qa2 =⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +
2 x. P
b . 2a . Qa
2b . Qa 2
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
2 x. P
b . 2ab . Qa
22
=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ +
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
+= 2 2 ab
b x . P Qa
Gambar 2 Gaya Akibat Kawat Putus
Dari rumus ini maka didapat gaya-gaya yang bekerja pada menara akibat
putusnya konduktor. Disini besarnya a = b.
Maka Qa = Qb = Q
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
+= 2 2 ab
a x . PQ
0,2439 . 55,3 . 130005,22,05
2,05 3,555 . 1300Q 2 2 =⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
=
Q = 1127,20 kg
Resultan gaya-gaya pada bidang tranverse adalah :
Q + ½ P = 1127,2 + 1300/2
Q = 1777,2 kg
Q – ½ P = 1127,20 – 1300/2
Q = 477,2 kg
2. Kawat penangkal petir putus
Tarikan maksimum kawat yang diijinkan (lihat tabel 3) :
P = 1000 kg (untuk 2 bidang menara)
Jadi untuk 1 bidang menara P = ½ . 1000 = 500 kg
Perhitungan beban yang bekerja pada pondasi (Lampiran 3)
1. Akibat Gaya Kawat ACSR dan Ground Wire
P akibat kawat ACSR = 1300 kg = 1,3 Ton
Diperhitungkan kemungkinan 2 kawat putus
Letak transverse pada ketinggian-ketinggian :
+ 20,5 ; + 25 ; + 29,5 ; + 33,6
Keadaan gaya-gaya pada suatu tranverse dengan 1 kawat putus
a. Pada ketinggian + 29, 5 m
1,9
a
P
PP/2 P/24,650
P
Gambar 1 Gaya Pada Batang Transerve Pada Ketinggian +29,5 m
Gaya-gaya kabel diteruskan ke pondasi melalui bidang-bidang yang tegak
adalah gaya-gaya yang tidak dapat diimbangi oleh batang-batang transverse.
P = 1,3 ton
ton5908,11,9 . 2
4,650 . PQ ==
RBLB
RALA
RB
RA
LB
LAP3
P4
P2
P1
800
800
Gambar 2 Reaksi Pada Pondasi Akibat Gaya Pada Ketinggian +29,5m
P1 = Q = 1,5908 ton
P2 = P/2 + Q = 0,65 + 1,5908 = 2,2408 ton
P3 = Q = 1,5908 ton
P4 = Q – P/2 = 1,5908 – 0,65 = 0,9408 ton
Reaksi tekan maksimum pada pondasi adalah di pondasi RB.
Reaksi tarik maksimum pada pondasi adalah di pondasi LA.
Reaksi di pondasi RB :
8P4 . 29,5 - P1 . 29,5RRB =
ton39,28
0,9408 . 29,5 - 1,5908 . 29,5RRB ==
Reaksi di pondasi LA
8P2 . 29,5 - P3 . 29,5RLB =
ton39,28
2,009 . 29,5 - 1,359 . 29,5RLB −==
b. Pada ketinggian + 25
2,00
a
P
PP/2 P/24,825
P
Gambar 3 Gaya Pada Batang Transerve Pada Ketinggian +25 m
Gaya-gaya kabel diteruskan ke pondasi melalui bidang-bidang yang tegak
adalah gaya-gaya yang tidak dapat diimbangi oleh batang-batang transverse.
P = 1,3 ton
ton568,12,0 . 2
4,650 . PQ ==
RBLB
RALA
RB
RA
LB
LAP3
P4
P2
P1
800
800
Gambar 4 Reaksi Pada Pondasi Akibat Gaya Pada Ketinggian +25 m
P1 = Q = 1,568 ton
P2 = P/2 + Q = 0,65 + 1,568 = 2,218 ton
P3 = Q = 1,568 ton
P4 = Q – P/2 = 1,568 – 0,65 = 0,918 ton
Reaksi tekan maksimum pada pondasi adalah di pondasi RB.
Reaksi tarik maksimum pada pondasi adalah di pondasi LA.
Reaksi di pondasi RB :
8P4 . 25 - P1 . 25RRB =
ton03125,28
0,918 . 25 - 1,568 25.RRB ==
Reaksi di pondasi LA
8P2 . 25 - P3 . 25RLB =
ton03125,28
2,218 . 25 - 1,568 . 25RLB −==
Jadi reaksi RRB = 2,39 + 2,03125 = 4,42125 ton
RLB = - RLB = - 4,42125 ton
2. Akibat Ground Wire putus dan satu kawat penghantar ACSR putus
Gaya akibat ground wire Pgw = 1000 kg = 1 ton
Ketinggian ground wire + 33,6 m
Reaksi dipondasi RB :
8.2P.6,33
8P2) - (P1 . 29,5R gw
RB +=
161 . 6,33
80,709) - (1,359 . 29,5
+=
) ( ton 4,51,24,2 ↑=+=
Reaksi dipondasi RA :
8.2P.6,33
8P2) - (P3 . 33,6R gw
LA −=
161 . 6,33
82,009) - (1,359 . 29,5 +=
) ( ton 4,51,24,2 ↓−=−−=
3. Akibat Angin Pada Kawat
Panjang kawat = 265 m
Tekanan angin pada kawat ACSR = 161 kg
Tekanan angin pada ground wire = 96 kg
Reaksi pada pondasi RB :
8 . 296 . 33,6 129.5).2.1625(20,5R RB
+++=
) ( ton 711,1kg 1710,975 ↑==
Reaksi pondasi pada LA :
) ( ton 711,1R- R RBLA ↓−==
ton0,1328 kg 75,1328
96) 6 . (161 R H ==+
=
4. Akibat Angin Pada Menara
Beban angin pada bidang depan = 1,6Wkg/m2
Beban angin pada bidang belakang = 1,2Wkg/m2
Luas bidang menara yang diperhitungkan menerima angin 30%
Luas satu bidang menara = 2
20,5 . )28(2
1 . 13 . 2) (1,7 ++
+
= 24,235 + 102,5 = 126,735 m2
Pbidang depan = 30% . 126,735 . 1,6W = 60,833W kg
Pbidang belakangn = 30% . 126,735 . 1,2W = 45,625W kg
Ptotal = 60,833W + 45,625W = 106,458W kg
Ptotal dianggap bekerja pada ketinggian 0,4 m tinggi menara
= 0,4 . 33,6 = 13,44 m
Reaksi pada pondasi RB :
) (W ton 425,898 . 2
13,44 .106,458W R RB ↑==
Reaksi pada pondasi LA :
) (W ton 425,89R- R RBLA ↓−==
5. Akibat Berat Sendiri Menara
Berat sendiri menara = 10239,2652 kg = 10,240 ton
Jadi reaksi total pada pondasi adalah :
Tabel 1 Total Gaya Reaksi
Reaksi 1
Kaki Akibat
Beban Mati
(Ton)
Gaya Kabel
(Ton)
Angin Pada
Kawat
(Ton)
Angin Pada
Tower
(Ton)
Total (Ton)
Rtekan
Maksimum
10,240 4,5 1,711 89,425W 16,4503+563,5W
Rtarik
Maksimum
10,240 -4,5 -1,711 -89,425W 10.377+563,5W
ton648,10 2,218) (2,2408 0,1328) 1,5908 (1,568 max R 22H =++++=
Proses disain (Lampiran 4)
I. Perhitungan Dimensi Pondasi
1. Pondasi Telapak (Strap Footing)
a. Kontrol Terhadap Tarik
Kontrol terhadap tegangan tarik, digunakan rumus 6 :
T = (Vp . Bj beton bertulang) + (Vt . Bj tanah ) > Rtarik
Dari tabel I pada lampiran 4, didapat :
Rtarik = 10,377+563,5W ton = 10377 + 563,5W
W = tekanan angin (kg/m2).
Volume tanah dan volume pondasi dapat dihitung dari gambar berikut ini :
Gambar 1 Kedalaman Pondasi Strap Footing (Kusnadi, 1996).
Volume tanah dan volume pondasi = (14000000 A + 1450000)/Bjtanah
Maka T = Tu = 10377+563,5W = (14000000 A + 1450000)/Bjtanah
Pondasi langsung di Indonesia biasanya diletakkan antara kedalaman 0,60 m
sampai 3,00 m di bawah muka tanah (Gunawan, 1990), digunakan :
L = 3,4 m (lihat gambar)
L = kedalaman letak pondasi strap footing (m).
140000001450000-Bj 563,5W)(10377A tanah+
= ............................. (21)
b = lebar pondasi = A = ........................................ (22)
Jika Jenis tanah kohesif dan W = 40 kg/m2
Maka A = 1,3790 + 0.0805 . 40 = 4,599 m2
b. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi
Berdasarkan tabel 4 bila ada gempa : qα = 1 kg/cm2
Digunakan rumus 7 :
αqNuA =
Nu = Rtekan (lihat tabel 1 lampiran 4)
Rtekan ≤ A . qα A . qα ≥ 16450,3+563,5W
A . 1 ≥ 16450,3 + 563,5W
A ≥ 16450,3 + 563,5W
Jika W = 40 kg/m2
Maka A = 16450,3 + 563,5 . 40 = 3,899 m2
Karena nilai A yang dihasilkan oleh kontrol terhadap tarik lebih besar,
dibandingkan dengan kontrol terhadap daya dukung pondasi. Maka nilai A
yang dipakai adalah nilai A yang dihasilkan oleh kontrol terhadap tarik.
2. Pondasi Sumuran
a. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi
Nu = 16,4503 + 563,5W
Dilihat dari luas telapak pondasi telapak bila tekanan angin W = 40 kg/m2, rata-
rata diatas 4 m2, karena lebar dan panjang sama, yaitu rata-rata 2 m, maka
diameter pondasi sumuran yang dipakai D = 2 m.
Digunakan rumus 17 :
qc = 3N Nb = N = qc/3
Ab = ¼ π D2 = ¼ π (2)2 = 3,14 m2
As = π 2 L = 6,28 L m2
Digunakan rumus 16 :
Qu = 40 Nb . Ab + 1/5 As N
Dipakai faktor keamanan = 2,8
2,8 Nu = 40 . qc/3 . 3,14 + 1/5 . 6,28 . L . qc/3
2,8 . (16,4503 + 563,5W) = 41,867qc + 0,4187 . L . qc
46,061 + 1577,8W - 41,867qc = 0,4187 . L . qc
L = 110,01/qc + 3768,331W /qc – 100
Jika L < 0, maka berarti pondasi sumuran tidak digunakan
b. Kontrol Terhadap Momen Guling
Dari lampiran 4 didapat RH = Vu = 10648 kg
L = 3,4 m (lihat gambar 1 lampiran 5)
θ = sudut antara dua tower
Mguling = 10648 . 3,4 . sec θ = 36203.2 . sec θ
Rumus : Mu = T . 0,5. b
Dari tabel I pada lampiran 4, didapat :
T = 10377+563,5W
Maka : Mu = (10377+563,5W) . 0,5 b = (5189 + 281,75 W) . b
Maka terjadi momen puntir sebesar :
Rumus : Mu = 36203.2 . sec θ - (5189 + 281,75 W) . b
Dari tabel 5, didapat nilai tegangan tanah lateral yang diijinkan (R).
Dilihat dari luas telapak pondasi telapak bila tekanan angin W = 40 kg/m2, rata-
rata diatas 4 m2, karena lebar dan panjang sama, yaitu rata-rata 2 m, maka
diameter sumuran (D) = 1,5 m. Untuk setiap titik :
Mo = Mu : D = (36203,2 . sec θ – (5189 + 281,75 W).b) : 1,5
= 24135,467 . sec θ – 3459,333.b + 187,333.W. b
Ho = Vu : D = 10648 : 1,5 = 7098,667 kg/m
Didapat panjang pondasi sumuran jenis tiang pendek, dengan menggunakan
gambar B-2 pada Buku Pedoman PUSBBB & STBUG 1983.
Dibuat menjadi tabel seperti dibawah ini :
Tabel 1 Panjang Penunjang Untuk Tiang Pendek Dengan Ujung Atas Tak
ditahan
R (kg/cm2/m’) Ho (kg/m) Mo (kg m/m) L (m)
6500
7000
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
4,0
4,3
4,5
4,7
4,9
5,1
5,3
5,5
5500
7000
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
4,5
4,7
5,0
5,3
5,4
5,5
5,8
5,9
5000
7000
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
5,0
5,2
5,5
5,8
6,0
6,2
6,3
6,4
Sumber :BPPUSBBB & STBUG, 1983
4.3.2 Perhitungan Penulangan Pondasi
1. Pondasi Telapak
a. Pembesian Pelat Pondasi
Nu = 16450,3+563,5W kg
A = 1,3790 + 0.0805W m2
Berat sendiri pondasi = 1200 . A + 4 . 350
= 1200 . A + 1400 kg
Jadi Nu = 16450,3 + 563,5W + 1200A + 1400 = 17850,3 + 563,5W + 1200A kg
Digunakan rumus 8:
q pondasi = Nu/A = 805W37901
A 1200 563,5W 17850,3+
++ kg/cm2
Tinggi pembesian dalam telapak pondasi adalah tebal telapak pondasi dikurangi
selimut beton (PBBI, 1971).
Tebal telapak pondasi = 50 cm (lihat gambar).
Selimut beton = 2,5 cm, karena selimut terdapat 2 letak, yaitu diatas dan
dibawah, jadi : 2,5 cm x 2 = 5 cm
h = 50-5 = 45 cm
Momen yang terjadi digunakan rumus 9, karena dipandang 1 m ⊥ bidang
gambar, maka L = 1000:
M = ½ q L2 = ½ . 805W13790
A 1200 563,5W 17850,3+
++ . 10000.A
= 1610W27580
A 12000000 5635000WA 178503000A 2
+++ kg cm
Digunakan rumus 10 :
K = =2h . bM
2
2
h.AW161027580
A 12000000 5635000WA 178503000A+
++
=2
2
h.A . W)161027580(A 12000000 56350000WA 178503000A
+++
Digunakan rumus 11 :
=a
K .n σ 2
2
h.A . W)161027580(1400
1A 12000000 5635000WA 178503000A.21
+
++
)h.A . W)161027580.((1400
A 12000000 5635000WA 178503000A.212
2
+++
=
2
2
h.A . W)2254000238612000(A 252000000 A 118335000W A 3748563000
+++
=
nω = 0,01- /0,8K .n aσ
01,0
8,0h.A . W)225400038612000(
A 2520000005000WA 11833A 37485630002
2
−+
++=
01,0h A).180320030889600(
A 2520000005000WA 11833A 37485630002
2
−+
++=
Digunakan rumus 12 :
Luas penampang besi :
A = nw/n . b .h
100.45.A.01,0
21h A).180320030889600(
A 2520000005000WA 11833A 37485630002
2
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
−+
++=
( )
100.45.A.01,0h.A37867200648681600
A 2520000005000WA 11833A 37485630002
2
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
+++
=
Jarak yang dipakai 15 cm
Jumlah besi = 15
100.A bh
Jadi dipakai tulangan pokok (r) =
( )100.45.A.01,0
h.A37867200648681600A 2520000005000WA 11833A 3748563000
100.Ab.h.15 . 2
2
2
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
+++
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛=
π
( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
+++
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛= 01,0
h.A37867200648681600A 2520000005000WA 11833A 3748563000
b.h.1350
2
2
π
b. Pembesian Kolom
Mutu baja U24, maka σa = 1400 kg/cm2, dipakai pembesian minimum sesuai
rumus 13 :
F besi minimum = 1% . F beton = 1% . 1400 = 14 cm2
Jadi dipakai besi 36 ∅ 16
2. Pondasi Sumuran
Dipakai tulangan minimum pondasi sumuran bila D > 80 cm (BPPUSBBB dan
STBUG, 1983) maka :
Digunakan rumus 19 :
Ag = ¼ π D2 = ¼ π (150)2 = 17662,5 cm2
Digunakan rumus 20 :
Amin = 293,9747cm2
17662,5 2
Ag==
Dengan syarat : Amin > 0,005 Ag = 0,005 . 17662 cm2
= 88,3125 cm2
Amax > 0,060 Ag = 0,060 . 17662,5
= 1059,75 cm2
Maka dipakai tulangan pokok 8 ∅ 50 = 88,3125 cm2
dipakai tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm
3. Pembesian Balok “Strap”
Untuk menghitung balok tersebut harus diketahui besarnya momen yang bekerja
pada balok tersebut :
Beban kolom diratakan :
P = gaya vertikal setiap kolom : lebar telapak pondasi
= 3563,5W 16,450 + = 5,483 + 187,833W kg/m
Gaya desakan pada tanah :
=A
W833,187483,5A2
W)833,187483,5(2A Ap . 2 +
=+
=+
Besarnya momen M = A
W833,187483,5 + . 1,5 = A
W833,1872245,8 +
- mutu beton K 225, maka σb = 75 kg cm2
- mutu baja U24, maka σa = 1400 kg/cm2
Digunakan rumus 14 :
∅ = 89,075.21
1400 .n
b
a ==σσ
h = 50 – 5 = 45
digunakan rumus 15 :
a
a
. bM .n
hC
σ
=
Dengan menggunakan cara lentur “N”
Untuk Ca = 6,115, dari tabel δ =1, didapat :
∅ = 4,00 > ∅0 ok (aman)
∅’ = 8,00
nω= 2,857
Tegangan-tegangan :
σa = σ’a = 1400 kg/cm2
σ’b =4.21
1400 .n '
a =φ
σ
σ’a =''
a
φσ
Tulangan :
A = ω bh = 918,1 cm2
A’ = 924,1 cm2
Dipakai besi 8 ∅ 10
Dipakai pembesian sengkang = ∅ 8 -15
d. Perhitungan pembesian pondasi sumuran pada balok “strap”
Dipakai pembesian minimum (kusnadi, 1996) :
Bila : D > 80 cm maka :
Digunakan rumus 18 :
Ag = ¼ π D2 = ¼ π (150)2 = 17662,5 cm2
Digunakan rmus 19 :
Amin = 293,9747cm2
17662,5 2
Ag==
Dengan syarat : Amin > 0,005 Ag = 0,005 . 17662 cm2
= 88,3125 cm2
Amax > 0,060 Ag = 0,060 . 17662,5
= 1059,75 cm2
Maka : - dipakai tulangan pokok 8 ∅ 50 = 88,3125 cm2
- dipakai tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm
Pada balok strap di tambahkan pondasi sumuran sebanyak dua buah dengan
diameter 1 m, sebagai perbaikan tanah dengan ukuran pembesian sama dengan
pondasi sumuran pada pondasi telapak.
Validasi (Lampiran 5)
I. Perhitungan Dimensi Pondasi Secara Manual
1. Pondasi Telapak (Strap Footing)
Kontrol terhadap tegangan tarik, digunakan rumus 6 :
T = (Vp . Bj beton bertulang) + (Vt . Bj tanah ) > Rtarik
Dari tabel I pada lampiran 4, didapat :
Rtarik = 10,377+563,5W = 10377 + 563,5W
W = tekanan angin (kg/m2).
Jika W = 40 kg/m2, maka Rtarik = 32,917 ton
Volume tanah dan volume pondasi dapat dihitung dari gambar berikut ini :
Gambar 1 Kedalaman Pondasi Strap Footing (Kusnadi, 1996).
• Untuk tanah kohesif
Volume tanah dan volume pondasi = (14000000 A + 1450000)/Bjtanah
Maka T = Tu = 10377+563,5W = (14000000 A + 1450000)/Bjtanah
Rumus 21 lampiran 5 :
140000001450000-Bj 563,5W)(10377A tanah+
=
Rumus 22 lampiran 5 :
b = lebar pondasi = A
Pondasi langsung di Indonesia biasanya diletakkan antara kedalaman 0,60 m
sampai 3,00 m di bawah muka tanah (Gunawan, 1990), digunakan :
L = 3,4 m (lihat gambar)
L = kedalaman letak pondasi strap footing (m).
Bj tanah kohesif = 2000 kg/m3 .
Bj tanah non kohesif = 2300 kg/m3.
A = 4,5989 m2 = 45989 cm2
b = Lebar pondasi = A = 2,15 m
• Untuk tanah non kohesif
A = 5,304 m2 = 5304 cm2
b = Lebar pondasi = A = 2,3 m
2. Pondasi Sumuran
Dari lampiran 4 didapat RH = Vu = 10648 kg
L = 3,4 m (lihat gambar 1 lampiran 8)
θ = sudut antara dua tower
Mguling = 10648 . 3,4 . sec θ = 36203.2 . sec θ
Jika b =2,15 m, W = 40 kg/m2
Rumus : Mu = T . 0,5. b
T = 32917 ton
Maka : Mu = 32917 . 0,5 . 2,15 = 35385,775 kgm
Jika θ = 60o Maka terjadi momen puntir sebesar :
Mu = 36203.2 . sec 60 – 35385,775 = 72406,4 - 35385,775 = 37020,625
Jika jenis tanah pada lokasi adalah kerikil bergradasi baik, dari tabel 5 didapat
nilai tegangan tanah lateral yang diijinkan (R) = 6500 kg/cm2/m’.
Dilihat dari luas telapak pondasi telapak bila tekanan angin W = 40 kg/m2, rata-
rata diatas 4 m2, karena lebar dan panjang sama, yaitu rata-rata 2 m, maka
diameter sumuran (D) = 1,5 m.
Untuk setiap titik :
Mo = Mu : D = 37020,625 : 1,5
= 24680,42 kg
Ho = Vu : D = 10648 : 1,5 = 7098,667 kg/m
Didapat panjang pondasi sumuran jenis tiang pendek, dengan menggunakan
tabel 1 lampiran (L) = 4,9 m.
4.3.2 Perhitungan Penulangan Pondasi
1. Pondasi Telapak
a. Pembesian Pelat Pondasi
Rtekan 16450,3+563,5W kg (tabel 1 lampiran 4)
Jika W = 40 kg/m2, maka Rtekan = 38,990 ton
Untuk tanah kohesif :
A = 4,599 m2
Berat sendiri pondasi =1200 . A + 4 . 350 = 1200 . 4,599 + 4 . 350 = 6918,8 kg
Jadi Nu = Rtekan + Berat sendiri pondasi = 38990 + 6918,8 = 45908,8 kg
Nu = beban aksial rencana pondasi. (kg).
Digunakan rumus 8:
q pondasi = Nu/A = 45990
45908,8 = 0,998 kg/cm2
Tinggi pembesian dalam telapak pondasi adalah tebal telapak pondasi
dikurangi selimut beton (PBBI, 1971).
Tebal telapak pondasi = 50 cm (lihat gambar).
Selimut beton = 2,5 cm, karena selimut terdapat 2 letak, yaitu diatas dan
dibawah, jadi : 2,5 cm x 2 = 5 cm
h = 50-5 = 45 cm
Momen yang terjadi digunakan rumus 9, karena dipandang 1 m ⊥ bidang
gambar, maka :
M = ½ q L2 = ½ q b2 = ½ . 0,998 . 2152 = 23066,275 kg cm
Digunakan rumus 10 :
K = =2h . bM
245 . 21523066,275 = 0.0530 kg/cm2
Digunakan rumus 11 :
=a
K .n σ 1400
0,0530.21 = 0,000795
nω = 0,01- /0,8K .n aσ
= 0,0795
Digunakan rumus 12 :
Luas penampang besi :
A = nw/n . b .h = 21
0,0795 x 215 x 45 = 3,6 cm2
Jarak yang dipakai 15 cm (PBBI, 1971), agar mortar beton dapat masuk
kedalam pondasi tidak terhalang oleh kerapatan besi.
Jumlah besi = 15215 = 14,333 = 15 bh
Luas penampang besi = 15 . 0,5 . π r2 = 15 . 0,5 . 3,14 . r2 = 3,6 cm2
r = 14,3.5,0.15
6,3= = 0,39 cm = 3,9 mm
Jadi dipakai tulangan pokok ∅ 3,9 m – 15 mm
b. Pembesian Kolom
Mutu baja U24, maka σa = 1400 kg/cm2, dipakai pembesian minimum sesuai
rumus 13 :
F besi minimum = 1% . F beton = 1% . 1400 = 14 cm2
Jadi dipakai besi 36 ∅ 16
2. Pondasi Sumuran
Dipakai tulangan minimum pondasi sumuran bila D > 80 cm (BPPUSBBB dan
STBUG, 1983) maka :
Digunakan rumus 19 :
Ag = ¼ π D2 = ¼ π (150)2 = 17662,5 cm2
Digunakan rumus 20 :
Amin = 293,9747cm2
17662,5 2
Ag==
Dengan syarat : Amin > 0,005 Ag = 0,005 . 17662 cm2
= 88,3125 cm2
Amax > 0,060 Ag = 0,060 . 17662,5
= 1059,75 cm2
Maka dipakai tulangan pokok 8 ∅ 50 = 88,3125 cm2
dipakai tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm
3. Pembesian Balok “Strap”
Untuk menghitung balok tersebut harus diketahui besarnya momen yang bekerja
pada balok tersebut :
Beban kolom diratakan :
P = gaya vertikal setiap kolom : lebar telapak pondasi
= 2,15
38990 = 18134,884 kg/4,599 m
Gaya desakan pada tanah :
= ==+ 599,4.2
884,18134.2A A
P . 2 3943,223 kg
Besarnya momen M = 3943,223 . 1,5 = 5914.835 kg m
- mutu beton K 225, maka σb = 75 kg cm2
- mutu baja U24, maka σa = 1400 kg/cm2
Digunakan rumus 14 :
∅ = 89,075.21
1400 .n
b
a ==σσ
h = 50 – 5 = 45
digunakan rumus 15 :
a
a
. bM .n
hC
σ
=
1400 . 0,65914,835 . 2145 = = 3,7
Dengan menggunakan cara lentur “N”
Untuk Ca = 3,7, dari tabel δ =1, didapat :
∅ = 4,00 > ∅0 ok (aman)
∅’ = 8,00
nω= 2,857
Tegangan-tegangan :
σa = σ’a = 1400 kg/cm2
σ’b =4.21
1400 .n '
a =φ
σ
σ’a =''
a
φσ
Tulangan :
A = ω bh = 918,1 cm2
A’ = 924,1 cm2
Dipakai besi 8 ∅ 10
Dipakai pembesian sengkang = ∅ 8 -15
d. Perhitungan pembesian pondasi sumuran pada balok “strap”
Dipakai pembesian minimum (kusnadi, 1996) :
Bila : D > 80 cm maka :
Digunakan rumus 18 :
Ag = ¼ π D2 = ¼ π (150)2 = 17662,5 cm2
Digunakan rmus 19 :
Amin = 293,9747cm2
17662,5 2
Ag==
Dengan syarat : Amin > 0,005 Ag = 0,005 . 17662 cm2
= 88,3125 cm2
Amax > 0,060 Ag = 0,060 . 17662,5
= 1059,75 cm2
Maka : - dipakai tulangan pokok 8 ∅ 50 = 88,3125 cm2
- dipakai tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm
Pada balok strap di tambahkan pondasi sumuran sebanyak dua buah dengan
diameter 1 m, sebagai perbaikan tanah dengan ukuran pembesian sama dengan
pondasi sumuran pada pondasi telapak.