Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

16
Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra SISTEM AKUNTANSI HINDU DALAM ARTHA SASTRA Oleh : Drs .. I Wayan Dhana, Ak. KAP. Johan, Malonda, Astika & Rekan, Cabang Denpasar. WHD. NO. 477 OKTOBER 2006 1. Pendahuluan Berkenaan dengan Sistem Akuntansi Hindu yang akan diuraikan dibawah ini disarikan dari buku Arthasastra, yang disusun oleh Kautilya sekitar 300 tahun sebelum Masehi. Buku Arthasastra memuat hal-hal pokok tentang politik dalam negeri / luar negeri, ekonomi, akuntansi, hukum, pertahanan negara, budaya, dsb.nya SISTEM AKUNTANSI HINDU DALAM ARTHA SASTRA Oleh : Drs .. I Wayan Dhana, Ak. KAP. Johan, Malonda, Astika & Rekan, Cabang Denpasar. WHO. NO. 477 OKTOBER 2006 1. Pendahuluan Berkenaan dengan Sistem Akuntansi Hindu yang akan diuraikan dibawah ini disarikan dari buku Arthasastra, yang disusun oleh Kautilya sekitar 300 tahun sebelum Masehi. Buku Arthasastra

Transcript of Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

Page 1: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

SISTEM AKUNTANSI HINDU DALAM ARTHA SASTRA

Oleh : Drs .. I Wayan Dhana, Ak.

KAP. Johan, Malonda, Astika & Rekan, Cabang Denpasar.

WHD. NO. 477 OKTOBER 2006

 

1. Pendahuluan

Berkenaan dengan Sistem Akuntansi Hindu yang akan diuraikan dibawah ini disarikan dari buku Arthasastra, yang disusun oleh Kautilya sekitar 300 tahun sebelum Masehi. Buku Arthasastra memuat hal-hal pokok tentang politik dalam negeri / luar negeri, ekonomi, akuntansi, hukum, pertahanan negara, budaya, dsb.nya

 

SISTEM AKUNTANSI HINDU DALAM ARTHA SASTRA

Oleh : Drs .. I Wayan Dhana, Ak.

KAP. Johan, Malonda, Astika & Rekan, Cabang Denpasar.

WHO. NO. 477 OKTOBER 2006

 

1. Pendahuluan

Berkenaan dengan Sistem Akuntansi Hindu yang akan diuraikan dibawah ini disarikan dari buku Arthasastra, yang disusun oleh Kautilya sekitar 300 tahun sebelum Masehi. Buku Arthasastra memuat hal-hal pokok tentang politik dalam negeri / luar negeri, ekonomi, akuntansi, hukum, pertahanan negara, budaya, dsb.nya

 

Memang terlalu sedikit bukubuku Hindu, seperti Arthasastra, yang beredar dalam masyarakat, sehingga umat Hindu pada umumnya beranggapan bahwa agama Hindu hanya mangajarkan kepada umatnya masalah hubungan vertikal saja, yaitu hubungan an tara manusia Hindu dengan Ija Sang Hyang Widhi Wasa. Apalagi kalau melihat pada tata cara keberagamaan

Page 2: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

umat Hindu di Bali yang penuh dengan upacara ritual, dim ana tiada hari tanpa upacara, dan acapkali pula diwujudkan dengan upacara secara besar-besaran, yang menghabiskan biaya sampai milyaran rupiah.

 

Hal ini disebabkan oleh masih sangat kurangnya buku bacaan yang beredar di masyarakat baik yang berhubungan dengan Sruti lebih-lebih yang berkaitan dengan Smerti.

 

Dengan peraktek upacara keagamaan seperti itu, mempertebal kesan sebagian kalangan umat Hindu sendiri, apalagi pihak non Hindu, bahwa kitab Sud Hindu hanya mengajarkan masalah hubungan manusia dengan Tuhannnya saja. Kesan ini mengakibatkan mengkerdilkan ajaran Hindu dan umat Hindu sendiri, sehingga tidak heran kalau ada umat Hindu yang merasa malu kalau bertemu dengan umat lain, untuk mengaku beragama Hindu. Umumnya sebagai penghalang dari peminat Hindu untuk masuk secara resmi menjadi pemeluk Hindu adalah: (1) masalah kasta dan (2), masalah upacara keagamaan yang bertubi-tubi dan memerlukan biaya besar. Apabila berkaitan dengan kasta, maka akan timbul segudang pertanyaan, antara lain: pemeluk Hindu yang baru ini masuk kasta apa, dan kalau masuk dalam salah satu kasta, maka masih banyak pertanyaan lagi, apakah pendatang baru ini mau diajak bersaudara/menyama dalam pengertian luas oleh pemegang kasta sebelumnya, Sungguh rumit.

 

Tampaknya, penghalang seperti itu muncul belakangan, dan tidak bersumber dari konsep Hindu. Kekeliruan dalam mensejajarkan konsep Warna dengan Kasta. Kasta, membentuk perbedaan yang bersifat struktural, bagaikan anak tangga, yang satu lebih tinggi dari yang lain, sedangkan konsep Warna mengatur kesejajaran berdasarkan fungsi atau keahlian masing-masing. Kalau konsep Warna diterapkan, tentu tidak ada masalah bagi pendatang baru. Dua kelemahan mendasar tersebut di atas disamping kelemahan dibidang materi, sangat dicermati oleh fihak-fihak lain, dan dijadikan dasar untuk masuk melakukan penggrogotan dengan leluasa. Sehubungan dengan itu semua umat Hindu harus waspada.

 

 

2. Pengertian Akuntansi

Sebelum menelusuri Sistem Akuntansi Hindu sebagaimana dimuat dalam Buku Arthasastra, maka perlu dipahami bahwa sejak zaman dahulu ilmu akuntansi diperlukan oleh masyarakat manusia. Ilmu akuntansi utamanya menguraikan tata cara pencatatan yang harus dilakukan terhadap aktiva, kewajiban / hutang dan modal. Pada zaman masyarakat sebagian terbesar masih buta huruf, maka cara pencatatan yang dilakukan adalah dengan menggoreskan kapur atau alat lainnya untuk dasar mengingat suatu kejadian / peristiwa atau suatu jumlah yang bernilai uang.

Page 3: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

 

Sistem akuntansi yang dipergunakan oleh masyarakat Indonesia saat ini sering disebut dengan sistem akuntansi konvensional. Disebut sistem akuntansi konvesional, karena sistem tersebut dibangun berdasarkan konvensi / kesepakatan-kesepakan para akhli akuntansi diseluruh dunia, sehingga sistem tersebut dapat berlaku secara global.

 

Pengertian akuntansi yang berlaku saat ini adalah "suatu seni pencatatan, pengelompokan dan pengihtisaran transaksi dan kejadian yang bernilai uang menurut cara tertentu dan kemudian menafsirkan hasilnya. Sistem akuntansi dapat diberi rumusan " sekelompok elemen (akuntansi itu sendiri sebagai elemen), yang erat berhubungan satu dengan lainnya, yang berfungsi secara bersamasarna untuk mencapai tujuan tertentu ". Suatu sistem dibuat dengan tujuan menangani sesuatu yang secara rutin terjadi. Kegiatan akuntansi terjadi secara rutin dalam sebuah lembaga bisnis dan non bisnis.

 

3. Standar Akuntansi Keuangan.

Saat ini Akuntansi dibagi ke dalam 2 (dua ) golongan, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajerial. Akuntansi keuangan dirancang untuk dapat menyajikan laporan keuangan, utamanya untuk fihak eksternal perusahaan / lembaga. Berhubung fihak yang akan menggunakan laporan keuangan tersebut sangat banyak, dan untuk berbagai kepentingan, maka dalam menyusun laporan keuangan tersebut perlu diatur dengan suatu patokan-patokan yang baku dan mengikat, agar laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen tidak terlalu banyak variasi.

 

Akuntansi manajerial, adalah akuntansi yang semata-mata mengabdi untuk kepentingan manajemen, sehingga tidak perlu ada patokan-patokan yang mengikat dalam menyajikan da'n menerbitkannya.

 

Akuntansi Keuangan diatur dengan suatu patokan yang disebut dengan standar. Standar Akuntansi Keuangan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : (1) standar akuntansi keuangan untuk kegiatan yang mencari laba, (2) kegiatan yang tidak mencari laba yaitu kegiatan sosial yang dilakukan oleh yayasan, perkumpulan, dan sebagainya dan (3) kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Untuk kegiatan yang mencari laba dan kegiatan social Standar Akuntansinya dimuat dalam buku Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sedangkan untuk standar akuntansi sektor pemerintah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005, tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan dinyatakan berlaku efektif sejak tahun 2005. Semua standar akuntansi keuangan yang disebutkan di atas menerapkan asas akural.

Page 4: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

 

Buku Arthasastra yang ditulis kurang lebih 300 tahun sebelum masehi memuat banyak hal mengenai akuntansi, di dalamnya term as uk sistem akuntansi keuangan dan sistem akuntansi manajerial, serta telah menerapkan as as akrual sebagaimana diterapkan oleh sistem akuntansi konvesional saat ini.

Menurut Arthasastra, akuntansi keuangan pemerintahan pada zaman itu telah menerapkan asas akrual, suatu langkah yang sangat maju. Sebagai pembanding, negara adidaya Amerika menerapkan asas akrual untuk akuntansi keuangan pemerintahnya menjelang tahun 70-an dan Indonesia menerapkannya tahun 2005.

 

Laporan Pertanggung Jawaban Manajemen.

Disadari, suatu sistem pencatatan yang baik dari suatu organisasi akan mengha!;ilkan pertanggung jawaban yang baik pula. Suatu pertanggung jawaban yang baik artinya pertanggung jawaban yang dibuat oleh pimpinan organisasi menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari kegiatan organisasi tersebut. Pembuatan laporan petanggung jawaban organisasi adalah menjadi tanggung jawab pimpinan organisasi. Sesuai Standar Akuntansi Keuangan, laporan pertanggung jawaban manajemen tersebut dapat dibuat secara periodik, yaitu secara bulanan, tiga bulanan atau tahunan. Laporan yang wajib dibuat oleh manajemen adalah pada akhir periode akuntansi yang disebut dengan Laporan Keuangan, teridiri dari Neraca, Daftar Rugi/Laba, Laporan Arus Kas dan Laporan perubahan Modal.

 

Mulai tahun 1973, untuk menata administrasi keuangan bagi kegiatan yang mencari laba maupun nirlaba (di luar keuangan pemerintahan), akuntansi keuangan Indonesia diatur dengan Prinsip Akuntansi Indonesia, yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia .. Mulai tahun 1994 pula, buku Prinsip Akuntansi Indonesia diubah menjadi Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Prinsip Akuntansi Indonesia menganut as as akrual. Laporan pertanggung jawaban menajemen sebetulnya dapat dibuat melalui menerapkan prinsip tata buku tunggal (berbasis kas) maupun prinsip akrual.. Apabila digunakan sistem kas maka pada waktu menyusun laporan keuangan pada akhir periode akuntansi harus dibuat jurnal penyesuaian terhadap pos-pos seperti penyusutan gedung, biaya dibayar dimuka, pendapatan diterima dimuka, dan sebaginya. Jadi sistem kas murni tidak dapat digunakan untuk menyusun laporan keuangan, dengan demikian digunakan sistem campuran. Disebut sistem campuran, karena pada periode berjalan pencatatan kegiatan menggunakan sistem kas, sedangkan pada saat menyusun laboran keuangan dibuat jurnal atas pos-pos yang memerlukan penyesesuai.an seperti diuraikan diatas. Laporan pertanggung jawaban organisasi sangat diperlukan. Bagi kegiatan perorangan, laporan tersebut penting untuk dirinya sendiri, untuk mengetahui perkembangan dari kegiatan usahanya. Sedangkan bagi kegiatan yang pemilik modalnya Iebih dari satu orang, setiap pemilik modal ingin mengetahui perkembangan dari modal yang ditanamnya. Untuk sektor pemerintahan, kepala pemerintahan juga perlu mengetahui berhasil tidaknya kegiatan yang dikelola selama satu tahun anggaran untuk dipertanggung jawabkan kepada rakyatnya. Buku Arthasastra ternyata telah mengatur tentang pertanggung jawaban anggaran

Page 5: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

sektor pemerintahan tersebut.

 

 

Akuntansi Dalarn Literatur Barat dan Hindu

Dalam beberapa buku akuntansi barat (baca Amerika), dikatakan pada sekitar tahun 1400 Masehi, untuk mencatat kegiatan usahanya, para pedagang besar Venesia telah menerapkan akuntansi dengan baik

 

Ada juga tulisan mengatakan, pada zaman Romawi, pebisnis Romawi belum biasa melakukan pencatatan, sehingga para akuntan dalam menjalankan tugasnya mengaudit, dengan cara mendengarkan ceritera dari pemilik perusahaan tentang kegiatan usahanya. Kata audit berasal dari audire yang berarti mendengar,

Apabila dibandingkan dengan data dalam literatur barat, ternyata akuntansi di tanah India sudah jauh lebih maju, hal ini terbukti Arthasastra yang ditulis kurang lebih 300 tahun sebelurn masehi sudah menguraikan akuntansi secara panjang lebar bahkan telah menerapkan sistem tata buku berpasangan untuk mencatat kegiatan keuangan pemerintahan.

 

Menurut data yang diperoleh melalui internet, perusahaan yang menerapkan Sitem Akuntansi Hindu, berdiri di Waru, dekat Surabaya, Jawa Timur pada tahun 1976, bernama Ispat Indo, bergerak dalam bidang industri baja. Perusahaan ini didirikan oleh keturunan India, bernama Laksmi Mittal. Sistem Akuntansi yang dipergunakan disebut dengan Parta Akunting.

 

Saat ini perusahaan baja ini merupakan perusahaan baja yang terbesar di dunia, dengan beberapa anak perusahaan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Rusia, dsb.nya ..

Dilihat dari jenis perusahaan dan dikaitkan dengan kebutuhannya akan jasa akuntansi, maka perusahaan digolongkan dalam dua kelompokyaitu pemsahaan dagang/jasa dan perusahaan industri. Perusahaan industri adalah perusahaan yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi, seperti Pertamina mengolah minyak mentah menjadi premium, dsb.nya. Perusahaan industri memerlukan sistem akuntansi yang jauh lebih komplek dibandingkan dengan perusahaan dagang/ jasa. Sebagai contoh, pada perusahaan dagang hanya dikenal satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagangan, sedangkan pada perusahaan industri persediaan barang terdiri dari : persediaan bahan baku; persediaan bahan penolong, persediaan barang dalam proses, persediaan setengah jadi dan persediaan barang jadi.

Page 6: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

 

Pakta menunjukkan, Ispat Indo sebagai sebuah perusahaan industri baja ternyata sukses didukung dengan Sistem Parta Akunting, maka berarti Parta Akunting sudah teruji sebagai sistem akunting yang handal untuk menangani jenis usaha yang paling rumit sekalipun.

 

Dilanjutkan pembicaraan tentang sistem pembukuan dalam Arthasastra yang telah menerapkan prinsip dobel akunting, artinya semua hak dan kewajiban lembaga/ perusahaan dicatat pada saat terjadinya, dan bukan pada saat diterima at au dikeluarkan dalam bentuk uang kas. Padahal, pada zaman modern ini masih banyak perusahaan dan bahkan pemerintah yang masih menerapkan prinsip sederhana yaitu prinsip kas.

 

Sebagai bukti sudah berkemb\ing dalam masyarakat sistem pencatatan (akunting) dalam zaman Kautilya sebagai penulis Arthasastras, dimuat pada (Ats 1 : 95) yang berbunyi : "Para pengawas hendaknya membangun Kantor Pencatatan yang menghadap ke timur atau utara, dengan bangsal terpisah, (sebagai) tempat untuk buku-buku catatan .

 

Bukti lain bahwa sistem pencatatan pada zaman Arthasastra telah demikian maju terbukti dari kekayaan pemerin;ah (kerajaan) berupa gajah yang hidtip liar di suatu kawasan hutan pun harus dicatat oleh penjaga gajah yang dibantu para pawang gajah. Hal ini dijelaskan pada (Ats 11 : 78) " Mereka (penjaga gajah) hendaknya membuat catatan tertulis untuk setiap gajah, apakah bergerak dalam kelompok, sendirian, tersesat dari kelompok, atau kepala kelompok, liar, mabuk, anak gajah atau gajah yang dilepaskan dari kurungan".

 

6. Proses Akuntansi.

Produk akhir akunting berupa laporan keuangan diperoleh melalui suatu proses, yaitu sejak memisahmisahkan bukti antara bukti akunting dengan non akunting. Dalam tata buku berpasangan, urutannya adalah mencatat semua bukti akunting (baik yang telah dibayar/diterima uangnya, maupun yang belum) ke dalam buku

harian yang biasa disebut dengan jumal, mencatat jurnal ke dalam buku besar dan buku pembantu, membuat Neraca Percobaan pada tiap akhir periode akuntansi (bulanan, tiga bulanan, dsb.nya) dan terakhir membuat Neraca dan Daftar Rugi/Laba setelah proses akuntansi berjalan selama 12 bulan. Berdasarkan uraian yang tertuang dalam Arthasastra, bahwa pada zaman tersebut kegiatan akunting telah melalui suatu proses yang sangat maju, hal ini terbukti dari beberapa penjelasan : " Disana ia hendaknya menyuruh mencatat dalam buku catatan; besarnya dari jumlah, kegiatan dan total pendapatan departemen; jumlah penambahan atau pengurangan dalam penggunaan berbagai bahan, biaya, biaya tambahan, gaji dari para pekerja dalam kaitannya dengan pabrik-pabrik; harga, mutu, berat, ukuran,

Page 7: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

tinggi, dst. (Ats.2: 95).

 

Dari uraian di atas dapat diterangkan bahwa pimpinan (raja) melalui kepala biro keuangan menugaskan kepada para ahli akunting pada tiap departemen untukmelakukan pencatatan atas hak dan kewajiban negara pada depertemen tersebu t secara tertib dan teratur, sehingga diketahui jenis kegiatan, total pendapatan, penerimaan dan pemakaian bahan/barang, beban gaji pegawai, adanya penambahan dan pengurangan dalam pengeluaran barang, biaya, dsb.

 

Dengan munculnya istilah penambahan atau pengurangan biaya, berarti pada zaman tersebut tiap departemen telah menyusun anggaran tahunan yang dirinci dalam anggaran bulanan bahkan boleh jadi sudah dirinci kedalam anggaran yang lebih kecillagi. Realisasinya selalu dibandingkan dengan anggarannya, dan dihitung selisihnya, menguntungkan atau merugikan. Di samping itu dari uraian

proses akunting tersebut di atas juga dapat diartikan bahwa system pencatatan yang dianut adalah system berpasangan, bukti-bukti pembukuan pertama kali dicatat dalam sebuah jurnal. Setelah dilakukan penjurnalan, maka data jurnal dicatat ke dalam buku besar (ledger), setiap buku besar juga dilengkapi dengan buku pembantu {subsidiary ledger). Masalah ini tercermin dari ungkapan, adanya total pendapatan dalam sebuah departemen. Jadi total pendapatan diketahui melalui buku besar pendapatan, sedangkan rincian dari masing-masing jenis pendapatan tersebut dicatat dalam buku pembantu pendapatan. Kumpulan saldo dari masing-masing buku pembantu membentuk total pendapatan dalam suatu periode akuntansi. Tidak mustahil, Kode Akun yang sekaligus berlaku sebagai kode Mata Anggaran juga telah diterapkan pada zaman tersebut, sehingga memudahkan melakukan pengontrolan.

 

Sebagai bukti pada zaman Arthasastra telah diterapkan sistem akrual seperti yang dianut pada sistem akuntansi konvensional saat ini adalah adanya ungkapan penerimaan yang masih terbuka yang termuat pada (Ats. 3 : 95) yang bunyi a.1. :" Untuk itu hendaknya menyerahkan secara tertulis perkiraan (rencana), penerimaan yang diperoleh, penerimaan yang masih terbuka, pendapatan dan pengeluaran, saldo, dst.nya ". Kata penerimaan yang masih terbuka atau akun terbuka untuk penerimaan, yang berarti piutang penerimaan, istilah ini hanya ditemukan pada sistem akuntansi akrua1.

 

Pada butir (Ats. 17 : 93) , dijelaskan lagi mengenai perkiraan terbuka int, yaitu berhubungan dengan , penerimaan yang masih harus ditagih, sbb. : " Penerimaan terdiri dari tiga jenis : penerimaan sekarang, yang masih terbuka, dan yang diambil dari sumber-sumber lain". Penerimaan yang masih terbuka dimaksudkan penerimaan yang masih harus ditagih, yang berarti piutang.

 

Page 8: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

 

 

7. Bukti Pembukuan.

Langkah-Iangkah pencatatan dimulai ketika transaksi terjadi didukung oleh dokumen sumber. Dukumen sumber merupakan catatan asli pendukung setiap transaksi, seperti fakturpenjualan,bukti pengiriman barang, kuitansi bukti penerimaan uang, dsb.nya. Berd'asarkan bukti-bukti akunting tersebut lalu bagian akunting mencatat ke dalam buku jurnal. Catatan dalam buku jurnal secara periodik dipindahkan ke buku besar, demikian seterusnya.

 

Dalam Arthasastra banyak ditemukan ungkapan yang bermakna diwajibkan adanyaalat-alat bukti sebagai pendukung suatu kegiatan. Pada (Ats. 10 : 89) disebutkan : la hendaknya menerima uang yang disahkan oleh Rupadarsaka (pemeriksa mata uang). Jadi pengesahan oleh pemeriksa mata uang harus dilakukan melalui bukti penerimaan uang tersebut. Bukti penerimaan uang yang telah disahkan digunakan sebagai alat pencatatan ke dalam pembukuan penerimaan .

 

Menilik dari tugas Direktur Pergudangan sebagaimana dijelaskan pada (Ats 15 :147), bahwa kegiatan pada direktorat ini hams selalu didukung dengan alat-alat bukti yang kuat sebelum dilakukan pencatatan kedalam buku catatan yang diwajibkan, hal ini terlihat dari : " Pada bagian kedelapan dari hari, mereka (pegawai pada bagian ini) harus menyerahkannya kepada Direktur Pergudangan, dengan menyatakan, sebanyak ini yang dijual; . ini sisanya.

 

Memberikan laporan seperti tersebut di atas adalah mustahil apabila tidak didukung dengan bukti-bukti pendukung yang kuat.

 

Alat bukti pembukuan sangat diperlukan apabila terjadi perkara. Pemilik alat bukti yang lengkap dan benar atas barang

atau uang yang dimilikinya akan menguntungkan diri yang berperkara. Hal ini terungkap dalam (Ats. 30 : 103) yang berbunyi : " Bila dalam suatu tuduhan

mengenai jumlah yang benar, hanya sebagian kecil dapat dibuktikan,. ia akan menerima bagian dari apa yang dibuktikan ".

 

Selanjutnya pada (Ats. 31 : 103) disebutkan bahwa apabila yang bersangkutan tidak dapat membuktikan, bahwa dirinya benar, maka ia akan dikenai hukuman

badan dan uang, dan ia tidak akan menerima perlakukan yang baik.

 

Berdasarkan penjelasan di atas berkaitan dengan pembuktian, ternyata Arthasastra menganut sistem pembuktian terbalik, yaitu pihak yang dituduh korupsi

Page 9: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

diwajibkan membuktikan dirinya bahwa yang bersangkutan tidak korupsi. Hal ini sangat berbeda dengan sistem hukum di negara kita saat ini, bahwa fihak

penuntut umum (jaksa), yang berkewajiban membuktikan bahwa seseorang itu melakukan korupsi.

 

8. Tahun Anggaran.

Anggaran pemerintah disusun dalam siklus tertentu yang dapat dikelompokkan dalam anggaran jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Anggaran

jangka pendek yaitu anggaran untuk jangka waktu satu tahun, anggaran jangka menengah untuk lima tahunan dan anggaran selebihnya merupakan anggaran

jangka panjang.

 

Untuk anggaran jangka pendek, Ar,thasastra dengan jelas mengaturnya yaitu :" Tiga ratus lima puluh empat hari dan malam merupakan tahun kerja ", (Ats. 6 : 96).

 

 

Jadi untuk anggaran jangka pendek masa pertanggung jawabannya berputar setiap 354 hari dalam setahunnya.

 

Peneriman, Pengeluaran dan Saldo Anggaran.

Arthasastra memberikan pengertian yang jelas sekali mengenai pendapatan, penerimaan dan pengeluaran anggaranj sehingga memudahkan pekerjaan para

pelaksana anggaran .

 

Pada (Ats. 13 : 92) disebutkan : Perkiraan (pendapatan), pendapatan yang diperoleh, pendapatan yang berupa tagihan, penghasilan serta pengeluaran dan saldo

(inilah pokok-pokok dalam pembukuan).

 

Jadi pembukuan anggaran harus dengan jelas mencatat besarnya anggaran, pendapatan yang diterima, pendapatan yang masih berupa tagihan, serta pengeluaran

lalu dilengkapi dengan saldo anggaran. Besarnya anggaran penerimaan dan pengeluaran perlu dicantumkan dalam pembukuan untuk membandingkan antara

realisasi dengan anggarannya. Hal ini digunakan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi dari para pelaksana anggaran. Difinisi pendapatan dipertegas lagi dalam

(Ats. 18 : 93) yang berbunyi sbb : " Apa yang masuk dari hari ke hari adalah pendapatan sekarang (wartamana).

 

Selanjutnya, berhubungan dengan pengertian pengeluaran diberikan penjelasan pada butir (Ats. 23: 94), sbb.: "Pengeluaran terdiri dari empat macam :

pengeluraran sekarang, yang timbul sekarang, keuntungan (dan) apa yang timbul dari keuntungan, ini adalah pengeluaran Saldo anggaran pada akhir dari suatu

tahun anggaran dipindahkan ke-tahun anggaran berikutnya. Hal ini dijelaskan pada (Ats. 27: 94), sbb.: " Apa yang tersisa setelah perhitungan penghasilan dan'

pengeluaran dari jumlah pokok penerimaan adalah saldo (Nivi) yang diterima dan dipindahkan.

 

Page 10: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

Para pejabat administrator (kalau sekarang Kepala Biro Keuangan Departemen (penulis), pada tiap akhir tahun anggaran wajib membuat analisa atas kemajuan

anggaran yang dibuat dan dilaksanakannya, dan harus melakukan perbaikan pada tahun berikutnya.

 

Hal ini terungkap pada (Ats. 29 : 94), sbb. :" Maka para pejabat Administrator (Samaharta) yang bijaksana akan menentukan penerimaan dan menunjukkan

peningkatan penghasilan dan penghematan (pengurangan), dan akan memperbaiki jika terjadi kebalikannya.

 

Sistem Kontrol Dalam Akuntansi Arthasastra.

Suatu sistem akuntansi dianggap baik apabila dalam sistem tersebut telah terdapat sistem pengawasan yang baik pula. Sistem pengawasan melalui perangkat

akuntansi ini harus bersifat melekat (built in) atau bersifat otomatis. Setiap celah kemungkinan dapat timbulnya kebocoran harus dapat ditutup oleh sistem yang

ada. Diakui, suatu sistem bagaimanapun baiknya, memang tidak kebal terhadap kolusi, artinya upaya pembobolan perusahaan yang dilakukan secara bersama-

sama oleh beberapa orang pegawai perusahaan, atau pegawai perusahaan bekerja sama dengan pihak luar perusahaan untuk membobol perusahaan temp at mereka

bekerja. Kejahatan dalam bentuk kolusi dalam perusahaan umumnya agak sulit diketahui, kecuali kalau diantara mereka membocorkan rahasianya, disebabkan

oleh pembagian rejekinya tidak sama atau kesepakatan yang mereka buat dilanggar.

 

 

Sistem pengawasan dalam Sistem Akuntasi Arthasastra sangat baik, hal ini dapat dirumuskan sbb. :

 

1). Pengendalian lndria

Sebagai pelaksana akuntansi adalah manusia. Sehubungan dengan itu manusia yang akan melaks;anakan akuntansi disam ping diajarkan dan dilatih rnasalah-

masalah akuntansi, juga diajarkan masalah talta cara pengendalian indria. Pengendalian indria yang dimaksudkan adalah: pengendalian hawa nafsu, amarah,

ketamakan, kesombongan, tinggi hati dan keras kepala (Ats. 1 : 17). Hal ini ber-arti dimulai dari pembinaan rohani para pelaksana akuntansi tersebut. Arthasastra

juga menjelaskan, bahwa keberhasilan dalam melaksanakan tugas pada umumnya (tentu tanpa ada yang korupsi); sangat tergantung kepada pengendalian indria

pelaksana tugas itu sendiri.

 

Arthasastra memberikan suatu ciri dari kemampuan seseorang mengendalikan indria, orang tersebut tidak berlebih-Iebihan dalam menikmah kesenangan yang

berasal dari bunyi-bunyian, sentuhan, rasa, indra pendengar, lidah dan indra penciuman (Ats. 2 : 17).

 

Sejalan dengan persyaratan pengendalian indria tersebut, para pegawai yang terlibat dalam kegiatan akuntansi seharusnya dipilih dari yang bebas dari 5 M, yaitu :

Madat (suka merokok dan minum narkoba), Munyah (suka mabuk), Maling (suka mencuri), Madon (suka selingkuh) dan Motoh (suka judi).

 

Unsur pengawasan dalam pelaksanaan akuntsansi sebagaimana dirumuskan di atas tidak ditemukan dalam Sistem akuntansi Konvensional.

Page 11: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

 

2). Penggunaan Bukti Pembukuan.

Pada butir 6 di atas telah dijelaskan bahwa setiap pencatatan ke dalam Buku Besar dan Buku pembantu harus didukung dengan bukti pembukuan yang lengkap.

Catatan dan bukti pembukuan ini harus dipertanggungjawabkan oleh para pemegang pembukuan kepada atasannya yang bertarlggungjawab, maupun kepada

pemeriksa intern maupun ekstern pada waktu pemeriksaan dilakukan.

 

3). Sistem Anggaran.

Sistem akuntansi keuangan menmut Arthasastra telah menganut sistim anggaran. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan dan sekaligus sebagai alat

pengawasan. Secara periodik, secara mingguan, bulanan, dan pada akhir tahun, anggaran berfungsi sebagai alat pengawasan. Semua kegiatan yang tertuang dalam

anggaran, secara periodik, selisih-selisihnya dianalisa dan dicari penyebabnya dan dilakukan perbaikannya.

 

4). Tahun Anggaran

Ditetapkannya tahun anggaran sangat penting sebagai alat pisah batas dari kegiatan akuntansi yang dilakukan. Pisah batas, berarti sarana pengawasan atas

pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut. Satu tahun anggaran atau tahun kerja menurut Arthasastra adalah selama 354 hari dan malam (Ats. 6 : 96).

 

5). Pengecekan Harian, Lima Harlan, Dua Minggu, Sebulan, Empat Bulan dan Setahun.

Setelah kegiatan usaha/lembaga berjalan dan semuanya dicatat dalam akuntansi, maka dilakukan pengecekan sebanyak 6 tahapan seperti tersebut di atas (Ats. 30:

98. Sebelum melakukan pengecekan atau pemeriksaan seperti tersebut di atas, tentu kegiatan-kegiatan yang ada perlu dipilah-pilah untuk dikenakan salah satu

kelompok pengecekan tersebut. Tidak semua kegiatan perlu dilakukan pengecekan secara harian, lima harian, dua mingguan, bulanan. Yang memerlukan

pengecekan secara harian seperti : Kas, Persediaan, Piutang/Tagihan, Uang Muka Yang Diberikan, Hutang, dsb.nya. Kalau untuk perusahaan industri, pengecekan

secara harian ditambah lagi dengan kegiatan pabrikase untuk menentukan barang dalam proses, barang setengah jadi dan barang jadi.

 

Setelah ditentukan kegiatan yang harus dicek secara harian, lalu ditentukan yang harus dicek lima harian, dua mingguan, sebulan, empat bulan dan setahun. Yang

dapat dilakukan pengecekan secara tahunan misalnya perubahan modal, aktiva tetap, dsb.nya

 

Pelaksanaan pengecekan secara harian, lima harian dan dua mingguan, sebulan, dilakukan oleh aparat intern bagian pembukuan sendiri. Namun kegiatan

pengecekan ini dapat pula dilakukan oleh pengawas dari luar bagian akunting (pemeriksa eksternal), namun biayanya menjadi mahal.

 

Ditinjau dari tatacara pengecekan seperti tersebut di atas, berarti prosedur pengawasannya sangat ketat.

 

Page 12: Sistem Akuntansi Hindu Dalam Artha Sastra

6). Pengawas Ekstern.

Yang disebut pengawas ekstern, adalah lembaga pengawasan yang bertugas melakukan pengawasan berada diluar obyek yang diawasi/diperiksa. Jadi pengawas

yang melakukan pengawasan independen (bebas) terhadap obyek yang diperiksa. Artinya pengawas tersebut secara organisatoris tidak ada kaitan dengan

organisasi yang diperiksa.

 

Arthasastra telah mcnerapkan prinsip ini dalam mendudukan pengawas ektern tersebut. Adanya lembaga yang berkedudukan sebagai pengawas ekstern terlihat

dari penjelasan. Para pengawas hendaknya membangun kantor pencatatan yang menghadap ke timur, atau utara, dengan bangsal terpisah tempat buku-buku

catatan. (Ats. 1 : 95).

 

Selanjutnya dijelaskan, para petugas pencatatan hendaknya men yerahkan secara tertulis kepada pengawas (auditor) perkiraan penerimaan yang diperoleh,

penerimaan yang masih terbuka, pengeluaran dan saldonya (Ats. 3 : 95).

 

Para auditor terdiri dari akuntan yang berpengalaman dalam bidang tugasnya, dan hari kerjanyapun sudah ditentukan, yaitu pada hari purnama Asadha (Ats. 16:

97). Prosedur kerja pengawaspun telah ditetapkan pula, yaitu memeriksa penghasilan dan pengeluaran dengan mengacu kepada periode waktu, dst. nya (Ats. 31,

32 : 98).

 

Demikianlah beberapa hal berkaitan dengan Sistem Akuntansi Hindu yang dapat disarikan dari Buku Arthasastra, karangan Kautilya. Konsep-konsep sistem

akuntansi konvensional yang berlaku saat ini di Indonesia telah terdapat dalam Sistem Akuntansi sebagaimana diuraikan di atas. Mudah-mudahan ada manfaatnya.

WHD. NO. 480 JANUARI 2007