SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN …/SINTESIS... · sintesis superkonduktor bscco dengan...

10
1 SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN METODE RIETVELD FULLPROF YUNI SUPRIYATI M 0204066 Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Telah dilakukan sintesis superkonduktor dengan metode sol gel dengan variasi Bi dan Pb. Hasil uji Meissner diperoleh bahwa sampel 1a (Bi 1,8 Pb 0,4 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O x dengan sintering pada suhu 846°C selama 48 jam), sampel 2b (Bi 1,85 Pb 0,35 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O x dengan sintering pada suhu 840°C selama 91 jam, dan sampel 3a sampel (Bi 1,75 Pb 0,45 Sr 2 Ca 2 Cu 3 O x dengan sintering pada suhu 840°C selama 51+51 jam) mengalami efek Meissner lemah. Hasil terbaik analisa pola difraksi sinar X dengan perhitungan untuk parameter kisi 2223 adalah sampel 1a dengan a=b=5,402±0,068 Å dan c=37,189±0,181 Å. Sedangkan parameter kisi 2212 adalah sampel 3b dengan a=5,401±0,000 Å, b=5,412±0,019 Å, dan c=30,820±0,022 Å. Hasil terbaik analisa pola difraksi sinar X dengan metode Rietveld Fullprof untuk parameter kisi 2223 adalah sampel 2a dengan a=b=5,403±0,003 Å dan c=37,328±0,030 Å. Sedangkan parameter kisi 2212 adalah sampel 2b dengan a=5,388±0,003 Å, b=5,425± 0,002 Å, dan c=30,796±0,012 Å. Posisi atom fasa 2223 terbaik adalah sampel 2b dan fasa 2212 adalah sampel 1a. Kata kunci: sol gel, efek meissner, metode Rietveld Fullprof, fasa 2223, fasa 2212 I. Pendahuluan Superkonduktor adalah salah satu bahan yang bisa digunakan dalam berbagai bidang. Dalam bidang transportasi dengan memanfaatkan efek Meissner, yaitu pengangkatan magnet oleh superkonduktor yang diterapkan pada kereta api super cepat yang ada di Jepang (Suyati, 2006). Superkonduktor juga dapat dimanfaatkan pada generator dengan efisiensi mencapai 99,6 persen. Untuk transmisi listrik, pemerintah Amerika Serikat dan Jepang berencana menggunakan kabel superkonduktor dengan pendingin nitrogen untuk menggantikan kabel listrik bawah tanah yang terbuat dari tembaga. Dengan menggunakan kabel superkonduktor, arus yang ditransmisikan akan meningkat karena 250 pon kabel superkonduktor dapat menggantikan 18.000 pon kabel tembaga (Ismunandar, 2002). Berdasarkan perkiraan kasar, perdagangan superkonduktor di dunia diproyeksikan untuk berkembang senilai $90 trilyun pada tahun 2010 dan $200 trilyun pada tahun 2020. Apabila superkonduktor baru dengan suhu kritis yang lebih tinggi telah ditemukan, pertumbuhan dibidang superkonduktor akan terjadi secara luar biasa (Ismunandar, 2002). Oleh karena itulah, berbagai penelitian dilakukan untuk mendapatkan kualitas superkoduktor yang aplikatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh H. Maeda, dkk pada tahun 1988 menemukan bahwa superkonduktor BSCCO (Bismuth atau Bi-Sr-Ca-Cu-O) memiliki 3 fase yaitu fasa 2201, fasa 2212, dan fasa 2223. Suhu kritis dari fasa 2201, fasa 2212, dan fasa 2223 secara berturut-turut adalah 10 K, 80 K, dan 110 K. BSCCO ini memiliki sifat mekanik yang

Transcript of SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN …/SINTESIS... · sintesis superkonduktor bscco dengan...

1

SINTESIS SUPERKONDUKTOR BSCCO DENGAN VARIASI Bi DAN Pb MELALUI METODE SOL GEL DAN ANALISIS POLA DIFRAKSI SINAR X MENGGUNAKAN

METODE RIETVELD FULLPROF

YUNI SUPRIYATI

M 0204066

Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Telah dilakukan sintesis superkonduktor dengan metode sol gel dengan variasi Bi dan Pb. Hasil uji Meissner diperoleh bahwa sampel 1a (Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 846°C selama 48 jam), sampel 2b (Bi1,85Pb0,35Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 840°C selama 91 jam, dan sampel 3a sampel (Bi1,75Pb0,45Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 840°C selama 51+51 jam) mengalami efek Meissner lemah. Hasil terbaik analisa pola difraksi sinar X dengan perhitungan untuk parameter kisi 2223 adalah sampel 1a dengan a=b=5,402±0,068 Å dan c=37,189±0,181 Å. Sedangkan parameter kisi 2212 adalah sampel 3b dengan a=5,401±0,000 Å, b=5,412±0,019 Å, dan c=30,820±0,022 Å. Hasil terbaik analisa pola difraksi sinar X dengan metode Rietveld Fullprof untuk parameter kisi 2223 adalah sampel 2a dengan a=b=5,403±0,003 Å dan c=37,328±0,030 Å. Sedangkan parameter kisi 2212 adalah sampel 2b dengan a=5,388±0,003 Å, b=5,425± 0,002 Å, dan c=30,796±0,012 Å. Posisi atom fasa 2223 terbaik adalah sampel 2b dan fasa 2212 adalah sampel 1a.

Kata kunci: sol gel, efek meissner, metode Rietveld Fullprof, fasa 2223, fasa 2212

I. Pendahuluan Superkonduktor adalah salah satu bahan

yang bisa digunakan dalam berbagai bidang. Dalam bidang transportasi dengan memanfaatkan efek Meissner, yaitu pengangkatan magnet oleh superkonduktor yang diterapkan pada kereta api super cepat yang ada di Jepang (Suyati, 2006). Superkonduktor juga dapat dimanfaatkan pada generator dengan efisiensi mencapai 99,6 persen. Untuk transmisi listrik, pemerintah Amerika Serikat dan Jepang berencana menggunakan kabel superkonduktor dengan pendingin nitrogen untuk menggantikan kabel listrik bawah tanah yang terbuat dari tembaga. Dengan menggunakan kabel superkonduktor, arus yang ditransmisikan akan meningkat karena 250 pon kabel superkonduktor dapat menggantikan 18.000 pon kabel tembaga (Ismunandar, 2002).

Berdasarkan perkiraan kasar, perdagangan superkonduktor di dunia diproyeksikan untuk berkembang senilai $90 trilyun pada tahun 2010 dan $200 trilyun pada tahun 2020. Apabila superkonduktor baru dengan suhu kritis yang lebih tinggi telah ditemukan, pertumbuhan dibidang superkonduktor akan terjadi secara luar biasa (Ismunandar, 2002). Oleh karena itulah, berbagai penelitian dilakukan untuk mendapatkan kualitas superkoduktor yang aplikatif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh H. Maeda, dkk pada tahun 1988 menemukan bahwa superkonduktor BSCCO (Bismuth atau Bi-Sr-Ca-Cu-O) memiliki 3 fase yaitu fasa 2201, fasa 2212, dan fasa 2223. Suhu kritis dari fasa 2201, fasa 2212, dan fasa 2223 secara berturut-turut adalah 10 K, 80 K, dan 110 K. BSCCO ini memiliki sifat mekanik yang

2

bagus sehingga mudah dibentuk, tidak mudah patah, tidak beracun dan dapat dikembangkan untuk pembuatan lapisan tipis. Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa fase 2223 paling potensial untuk berbagai aplikasi dibandingkan dengan fasa-fasa lainnya karena suhu kritisnya tinggi. Kendala yang dihadapi dalam mendapatkan fasa 2223 murni adalah ketika mensintesa fasa 2223 masih tercampuri dengan fasa lain yang tidak menguntungkan maupun pengotor seperti Ca2PbO4.

Secara umum, sintesis BSCCO dapat dilakukan dengan reaksi padatan yaitu dengan cara menggerus bahan sampai benar-benar halus dan homogen kemudian dilakukan kalsinasi dan sintering. Akan tetapi, untuk mendapatkan homogenitas yang tinggi diperlukan waktu yang lama, sehingga perlu mengadaptasi metode lain yang lebih efisien. Metode sol-gel merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mensintesis BSCCO dengan keuntungan bahan-bahannya lebih murah dan lebih mudah diperoleh karena dalam bentuk garam nitrat (bukan dalam bentuk oksida). Selain itu, dalam produksi besar, kehomogenan campuran lebih baik sehingga didapatkan mutu superkonduktor yang baik pula (Santosa, 1996).

Untuk mendapatkan fasa 2223 yang murni, dapat diatasi dengan beberapa cara salah satunya dengan menambahkan Pb pada BSCCO. Alasan digunakannya Pb sebagai tambahan pada superkonduktor BSCCO, karena titik leleh Pb lebih rendah daripada titik leleh Bi. Sehingga diharapkan substitusi parsial dari Bi oleh Pb dapat dilakukan dan menurut Sukirman (1995) menyatakan bahwa penambahan Pb dimaksudkan agar terjadi difusi antar atom penyusun dan Tc meningkat. Selain itu dengan penambahan dapat menghambat penyerapan uap air di udara oleh superkonduktor.

Untuk mengidentifikasi fasa superkonduktor yang ada di dalam sampel dengan cara menganalisa hasil XRD dengan metode Rietveld. Karena dengan metode Rietveld, hasil yang diperoleh lebih akurat dibandingkan dengan pencocokan data XRD dengan teori secara manual. Metode Rietveld pertama kali dikenalkan oleh Hugo Rietveld pada tahun 1967, yaitu suatu metode untuk

menganalisa pola difraksi yang menggunakan asas kuadrat terkecil dan secara umum dapat memisahkan puncak-puncak difraksi yang overlap sehingga bermanfaat untuk menganalisa struktur kristal yang kompleks. Software Rietveld yang sering dipakai adalah Fullprof, GSAS, dan Rietnan (Young, 1993). Pada penelitian kali ini digunakan metode Rietveld Fullprof karena penggunaannya relatif lebih mudah dan dapat menampilkan struktur kristal.

II. Metodologi Penelitian

III. Hasil dan Pembahasan 1. Sintesis Superkonduktor BSCCO Tabel 3.1. Variasi Bi, Pb, kalsinasi, sintering dan efek Meissner

Sintering No

Sampel

Variasi Waktu (jam)

Suhu (°C)

Efek Meissner

1 1a 48 846 lemah 2 1b

Bi =1,8 & Pb =0,4 96 840 tidak ada

3 2a 96 840 tidak ada 4 2b

Bi =1,85 & Pb =0,35 91 840 lemah

5 3a 96 840 lemah 6 3b

Bi =1,75 & Pb =0,45 51+51 840 tidak ada

Awalnya, untuk sampel 2b waktu sintering 96 jam, tetapi terjadi pemadaman listrik

3

sehingga dengan terpaksa waktu sintering dihentikan pada waktu 91 jam. Sedangkan pada sampel 3b waktu sintering 51+51 jam, maksudnya adalah setelah 51 jam tejadi pemadaman listrik kemudian waktu sintering ditambah 51 jam lagi.

2. Uji Meissner

Uji Meissner dilakukan dengan cara mendinginkan sampel ke dalam nitrogen cair kemudian magnet kuat diletakkan di atas sampel. Jika efek Meissner kuat maka magnet akan terangkat di atas sampel. Efek Meissner dikatakan lemah jika magnet tertolak oleh sampel tetapi magnet tidak sampai terangkat. Sedangkan efek Meissner dikatakan tidak ada jika tolakan magnet oleh sampel sangat lemah. Dari keenam sampel yang dibuat tidak ada sampel yang mengalami efek Meissner kuat. Karena sampel tidak langsung di uji Meissner, maka sampel telah banyak menyerap uap air, sehingga efek Meissner yang dihasilkan tidak terlalu kuat.

3. Uji XRD 3.1. Perhitungan 3.1.1. Identifikasi Pola XRD

Dari data XRD dilakukan pengidentifikasian fasa dan Indeks Miller (h, k, l) dengan menyamakan 2θ puncak-puncak hasil XRD dan h, k, l dengan data JCPDS (Join Committe on Powder Diffraction Standar). Hasilnya sebagai berikut:

(a)

(b)

(c)

(d)

4

(e)

(f)

Gambar 3.1 Identifikasi pola XRD menggunakan JCPDS

Dari gambar 4.1 di atas menunjukkan

bahwa pada masing-masing sampel terdapat fasa superkonduktor yaitu 2223, 2212, 2201 dan pengotor yaitu Ca2PbO4.

3.1.2. Parameter Kisi Tabel 3.2. Parameter kisi fasa 2223

No Sampel a=b (Å) c (Å)

1 1a 5,402±0,068 37,189±0,181 2 1b 5,364±0,087 37,310±0,218 3 2a 5,331±0,126 37,757±0,891 4 2b 5,337±0,137 37,278±0,209 5 3a 5,157±0,794 37,739±0,935 6 3b 5,368±0,130 37,624±1,065

Parameter kisi fasa 2223 menurut JCPDS adalah a=b=5,409 Å dan c=37,202 Å. Dari keenam sampel yang memiliki parameter kisi paling mendekati JCPDS adalah sampel 1a

dengan waktu sintering selama 48 jam pada suhu 846 °C (lihat tabel 3.2). Tabel 3.3. Parameter kisi fasa 2212

No Sampel a (Å) b (Å) c (Å)

1 1a 5,388±0,000 5,575±0,214 30,675±0,178 2 1b 5,383±0,000 5,349±0,050 30,756±0,367 3 2a 5,383±0,000 5,336±0,051 30,858±0,374 4 2b 5,358±0,000 5,609±0,457 30,480±0,068 5 3a 5,392±0,000 5,564±0,275 30,732±0,005 6 3b 5,401±0,000 5,412±0,019 30,820±0,022

Parameter kisi fasa 2212 menurut JCPDS

adalah a= 5,400 Å, b= 5,420 dan c=30,800 Å. Parameter kisi pada masing-masing sampel terlihat pada tabel 3.3. Di antara sampel yang telah dibuat, parameter kisi sampel 3b paling mendekati JCPDS. 3.2. Metode Rietveld Fullprof 3.2.1. Identifikasi Pola XRD

Dengan menggunakan data XRD dari sampel sebagai file dat dan memberikan masukan Space Group, posisi atom dalam sel satuan dan parameter kisi dari fasa 2223 dan 2212 pada masing-masing file pcr dihasilkan gambar penghalusan (Rietveld) seperti pada gambar 3.2. Grafik yang berwarna merah dengan garis putus-putus merupakan hasil pengamatan (Yobs) dari data XRD. Grafik berwarna hitam adalah hasil perhitungan (Ycalc) dari penghalusan menggunakan software Fullprof. Grafik berwarna biru merupakan selisih hasil pengamatan dan hasil perhitungan (Yobs-Ycalc). Garis tegak berwarna hijau merupakan posisi Bragg (Bragg-position), dimana pada garis inilah terjadi difraksi yang dimunculkan dengan munculnya puncak-puncak difraksi.

5

Sampel 1a

Sampel 1b

Sampel 2a

Sampel 2b

6

Sampel 3a

Sampel 3b

Gambar 3.2 Grafik output hasil Rietveld menggunakan software Fullprof

Fasa yang diidentifikasi pada setiap

sampel adalah 2223 dan 2212. Karena jika dibandingkan dengan fasa superkonduktor BSCCO yang lain kedua fase ini memiliki suhu kritis relatif tinggi dibandingkan fasa 2201. Pada puncak-puncak tertentu memiliki dua

macam fasa yaitu fasa 2223 dan 2212. Selain itu ada puncak yang tidak teridentifikasi oleh fasa 2223 maupun 2212 yang ditunjukkan dengan tanda (x). Berdasarkan gambar 4.2, secara umum intensitas fasa 2212 dari hasil perhitungan (garis hitam) lebih dominan daripada intensitas pada fasa 2223. Hal ini menunjukkan bahwa sampel lebih banyak mengandung fasa 2212 daripada 2223. Dari keenam sampel, gambar 2a paling baik jika dibandingkan dengan gambar lainnya karena garis biru lebih rata daripada gambar lainnya. Secara umum, garis biru yang seharusnya rata menjadi kurang rata karena di dalam sampel superkonduktor bukan hanya terdiri dari satu macam fasa saja, melainkan terdiri dari fasa 2223, 2212, 2201, Ca2PbO4 dan fasa pengotor lain.

3.2.2. Parameter Kisi

Dari file pcr akhir hasil penghalusan diperoleh parameter kisi masing-masing fasa. Input awal parameter kisi fasa 2223 dari nilai JCPDS sebesar a=b=5,409 Å dan c=37,202 Å. Hasil parameter kisi menggunakan software Fullprof dapat dilihat pada tabel 3.4. Dari data tersebut yang memiliki ralat paling kecil adalah sampel 2a dengan stokiometri Bi1,85Pb0,35Sr2Ca2Cu3Ox dan waktu sintering 96 jam.

Tabel 3.4. Parameter kisi fasa 2223 hasil Rietveld menggunakan software Fullprof

No Sampel a=b (Å) c (Å)

1 1a 5,404±0,008 37,246±0,051 2 1b 5,394±0,005 37,004±0,042 3 2a 5,403±0,003 37,328±0,030 4 2b 5,389±0,004 37,160±0,032 5 3a 5,360±0,007 36,926±0,049 6 3b 5,386±0,026 37,017±0,204

Sedangkan untuk fasa 2212 menurut

JCPDS adalah a= 5,400 Å, b= 5,420 Å dan c=30,800 Å. Berdasarkan tabel 3.5, parameter kisi hasil dari penghalusan menggunakan software Fullprof tidak berbeda jauh dengan JCPDS, namun yang memiliki ralat kecil pada sampel 2b.

7

Tabel 3.5. Parameter kisi fasa 2212 hasil Rietveld menggunakan software Fullprof

No Sampel a (Å) b (Å) c (Å)

1 1a 5,370±0,007 5,415±0,006 30,769±0,032 2 1b 5,389±0,005 5,409±0,004 30,774±0,027 3 2a 5,400±0,000 5,408±0,004 30,634±0,012 4 2b 5,388±0,003 5,425± 0,002 30,796±0,012 5 3a 5,378±0,006 5,407±0,005 30,734±0,028 6 3b 5,368±0,019 5,408±0,017 30,742±0,097

3.2.3. Posisi Atom

Posisi atom dalam unit sel penyusun fasa 2223 seperti terlihat pada tabel 3.6. Data tersebut dijadikan input pada software Fullprof yang selanjutnya dilakukan penghalusan. Nilai posisi atom yang dihaluskan adalah selain 0,0; 0,25; 0,5; 0,125 dan 0,75. Karena posisi atom pada sumbu x dan y bernilai rata-rata bernilai 0 dan 0,5 maka posisi atom yang dihaluskan adalah sumbu z.

Tabel 3.6. Input posisi atom fasa 2223 untuk software Fullprof (Wenjie, 1989)

Atom x y z

Bi 0,000 0,000 0,209 Sr 0,500 0,500 0,139 Ca 0,500 0,500 0,043 Cu1 0,000 0,000 0,000 Cu2 0,000 0,000 0,091 O1 0,500 0,000 0,000 O2 0,500 0,000 0,087 O3 0,000 0,000 0,151 O4 0,500 0,000 0,250

Hasil penghalusan untuk fasa 2223 pada masing-masing sampel dapat dilihat pada tabel 4.7 dengan x, y, dan z yang bernilai 0; 0,25 dan 0,5 tidak dihaluskan. Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa kebanyakan sampel 2b memiliki ralat paling kecil jika dibandingkan dengan sampel lainnya.

Fasa 2212 terdiri dari 8 atom dengan posisi atom terlihat pada tabel 4.8 yang dijadikan input software Fullprof. Karena nilai

posisi atom pada sumbu x dan y bernilai 0 dan 0,25 maka posisi atom yang dihaluskan pada sumbu z dengan nilai selain 0,5. Hasil penghalusan fasa 2212 terlihat pada tabel 3.9. Berdasarkan data penghalusan menunjukkan bahwa sampel 2a mempunyai nilai ralat lebih kecil jika dibandingkan dengan sampel lain.

Tabel 3.8. Input posisi atom fasa 2212 untuk software Fullprof (Kunishige, 1990)

Atom x y z

Bi 0,000 0,000 0,197 Sr 0,000 0,000 0,392 Ca 0,000 0,000 0,500

Cu1 0,000 0,000 0,056 O1 0,250 0,250 0,250 O2 0,250 0,250 0,047 O3 0,000 0,000 0,140 O4 0,000 0,000 0,320

8

Tabel 3.7. Posisi atom fasa 2223 hasil Rietveld software Fullprof

1a, 1b, 2a, 2b, 3a, 3b

1a 1b 2a 2b 3a 3b Atom

x y z z z z z z

Bi 0,000 0,000 0,176± 0,002

0,195± 0,002

0,179± 0,001

0,196± 0,001

0,189± 0,002

0,194± 0,010

Sr 0,500 0,500 0,197± 0,002

0,146± 0,002

0,155± 0,003

0,151± 0,003

0,165± 0,004

0,164± 0,019

Ca 0,500 0,500 0,025± 0,004

0,032± 0,005

0,042± 0,006

0,033± 0,004

0,045± 0,009

0,057± 0,033

Cu1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Cu2 0,000 0,000 0,084±

0,003 0,108± 0,004

0,112± 0,004

0,010± 0,004

0,087± 0,006

0,093± 0,027

O1 0,500 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 O2 0,500 0,000 0,090±

0,010 0,121± 0,0131

0,098± 0,012

0,082± 0,011

0,107± 0,020

0,071± 0,075

O3 0,000 0,000 0,230± 0,013

0,133± 0,017

0,188± 0,016

0,144± 0,015

0,141± 0,024

0,137± 0,009

O4 0,500 0,000 0,250 0,250 0,250 0,250 0,250 0,250

Tabel 3.9. Posisi atom fasa 2212 hasil Rietveld software Fullprof

1a, 1b, 2a, 2b, 3a, 3b

1a 1b 2a 2b 3a 3b Atom

x y z z z z z z

Bi 0,000 0,000 0,197± 0,001

0,198± 0,002

0,200± 0,001

0,198± 0,001

0,198± 0,002

0,200± 0,006

Sr 0,000 0,000 0,390± 0,002

0,391± 0,002

0,401± 0,002

0,392± 0,001

0,391± 0,002

0,391± 0,008

Ca 0,000 0,000 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,391 Cu1 0,000 0,000 0,061±

0,003 0,061± 0,003

0,055± 0,001

0,059± 0,001

0,058± 0,003

0,058± 0,011

O1 0,250 0,250 0,250 0,250 0,250 0,250 0,250 0,250 O2 0,250 0,250 0,051±

0,010 0,069± 0,010

0,057± 0,003

0,062± 0,005

0,060± 0,011

0,046± 0,053

O3 0,000 0,000 0,107± 0,011

0,082± 0,016

0,138± 0,002

0,116± 0,005

0,116± 0,012

0,128± 0,049

O4 0,000 0,000 0,278± 0,071

0,251± 0,021

0,368± 0,003

0,293± 0,007

0,270± 0,019

0,289± 0,067

9

IV. Simpulan dan Saran 4.1. Simpulan 1. Hasil uji Meissner diperoleh pada sampel

1a (Bi1,8Pb0,4Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 846°C selama 48 jam), 2b (Bi1,85Pb0,35Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 840°C selama 91 jam), dan 3a (Bi1,75Pb0,45Sr2Ca2Cu3Ox dengan sintering pada suhu 840°C selama 51+51 jam), efek Meisner-nya lemah.

2. Hasil analisa data XRD dengan perhitungan diperoleh bahwa parameter kisi fasa 2223 pada sampel 1a lebih mendekati JCPDS dengan a=b=5,402±0,068 Å dan c=37,189±0,181 Å. Sedangkan parameter kisi fasa 2212 pada sampel 3b lebih mendekati JCPDS dengan a=5,401±0,000 Å, b=5,412±0,019 Å dan c=30,820±0,022 Å.

3. Hasil analisa data XRD menggunakan metode Rietveld Fullprof diperoleh bahwa parameter kisi fasa 2223 pada sampel 2a lebih mendekati JCPDS dengan a=b=5,403±0,003Å dan c=37,328±0,030 Å. Sedangkan parameter kisi fasa 2212 pada sampel 2b lebih mendekati JCPDS dengan a=5,388±0,003 Å, b=5,425±0,002 Å dan c=30,796±0,012 Å.

4. Posisi atom dalam sel satuan menggunakan metode Rietveld Fullprof untuk fasa 2223 yang lebih mendekati teori adalah sampel 2b dengan nilai sebagai berikut:

Atom x y z

Bi 0,000 0,000 0,196±0,001 Sr 0,500 0,500 0,151±0,003 Ca 0,500 0,500 0,033±0,004 Cu1 0,000 0,000 0,000 Cu2 0,000 0,000 0,010±0,004 O1 0,500 0,000 0,000 O2 0,500 0,000 0,082±0,011 O3 0,000 0,000 0,144±0,015 O4 0,500 0,000 0,250

Sedangkan posisi atom dalam sel satuan untuk fasa 2212 yang lebih mendekati

teori adalah sampel 2a dengan nilai sebagai berikut:

Atom x y z

Bi 0,000 0,000 0,200±0,001 Sr 0,000 0,000 0,401±0,002 Ca 0,000 0,000 0,500

Cu1 0,000 0,000 0,055±0,001 O1 0,250 0,250 0,250 O2 0,250 0,250 0,057±0,003 O3 0,000 0,000 0,138±0,002 O4 0,000 0,000 0,368±0,003

4.2. Saran 1. Dalam pembuatan superkonduktor

menggunakan metode sol gel harus dilakukan dengan hati-hati dan menggunakan alat-alat serta ruangan yang bersih agar sampel yang dihasilkan tidak tercampur dengan bahan-bahan lain.

2. Digunakan bahan-bahan dengan kemurnian tinggi sehingga superkonduktor yang dihasilkan tidak banyak mengandung fasa pengotor.

3. Sebaiknya suhu furnace benar-benar dikontrol agar suhu sintering tidak terlalu tinggi.

4. Dilakukan perhitungan untuk mengetahui kandungan fasa-fasa pada tiap sampel.

5. Pada waktu melakukan penghalusan dengan software Fullprof diusahakan agar residu faktor Bragg sekecil mungkin sehingga diperoleh hasil penghalusan dengan garis biru rata.

V. Daftar Pustaka Ismunandar, Cun Sen, 2002, Mengenal

Superkonduktor, Diakses 12 Mei 2008. http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1100396563

Kunishige, A., dkk, 1990, Crystal Structure of Sr-Ca-Cu-O: A Comparison Between That of Sr-Ca-Cu-O and of Bi-Sr-Ca-Cu-O, Ube Research Laboratory, Ube

10

Industries, Ltd., 1978-5 Kogushi, Ube, 755 Japan.

Santosa, Usman, Suhardjo Poertadji, 1996,

Pembuatan Superkonduktor dengan Metode Sol-Gel, Seminar Fisika Lingkungan, Yogyakarta.

Sukirman, E., 1995, Sintesis Superkonduktor

Keramik Sistem YBCO dan BSCCO dengan Metode Reaksi Padatan, Buletin BATAN th XVI no.2. Batan, Yogyakarta.

Suyati, W.A., 2006, Fenomena Fisik dan Analisa Pola Difraksi Sinar-X pada Bahan YBa2Cu3O7-x Superkonduktor Menggunakan Metode Rietveld Fullprof, Skripsi S-1 Fisika FMIPA UNS.

Wenjie, Z., dkk, 1989, Preparative and

structural Studies on Various Substitutions in the Bi-Sr-Ca-Cu-O System, Institute of Physical Chemistry, Peking University, Beijing 100871, China.

Young, R.A., 1993, The Rietveld Method,

Oxford University Press, New York.