SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN 4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS DENGAN METODE BRINE SHRIMP...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa calkon merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid yang dapat diperoleh dengan cara isolasi dari tumbuhan. Senyawa ini sangat menarik karena dapat digunakan sebagai material awal dalam sintesis berbagai jenis senyawa heterosiklik. Calkon juga memiliki berbagai jenis aktivitas biologi yang berbeda-beda. Beberapa jenis calkon memperlihatkan aktivitas antimikroba, antimalaria, antioksidan, antitumor, dan anti-inflamasi (Prasad et al, 2006). Namun untuk memperolehnya, terdapat beberapa kelemahan antara lain jumlahnya yang terbatas dibanding dengan senyawa flavonoid lain dan persentasenya dalam tumbuhan juga kecil, variasi strukturnya relatif sedikit, serta membutuhkan biaya yang cukup banyak. Bertolak dari hal tersebut, maka didapatkan suatu solusi yang dapat meminimalisir segala kekurangan dalam proses isolasi yaitu dengan cara sintesis kimia. Melalui analisis retrosintesis, senyawa calkon dapat disintesis dengan menggunakan starting material berupa senyawa-senyawa yang mempunyai karbonil aromatik. Suatu keton aromatik dan aldehid aromatik merupakan senyawa yang cocok digunakan sebagai starting material. Reaksi tersebut nantinya dapat dikatalis oleh suatu asam atau basa, yang biasa dikenal dengan kondensasi aldol (kondensasi Claisen-Schmidt). Kondensasi aldol merupakan salah satu metode pembentukan karbon-karbon (reaksi perpanjangan rantai karbon). Dalam hal ini, dua molekul atau lebih bergabung menjadi suatu molekul yang lebih besar dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil seperti air (Riawan, 1990). Reaksi ini dikenal ramah lingkungan karena tidak banyak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya dan prosesnya juga sangat sederhana. Hal ini tentunya sangat baik karena mendukung Green Chemistry. Penelitian ini menjadi penting artinya karena masih sedikit senyawa bahan alam yang belum dapat disintesis dan berakibat mahalnya senyawa

Transcript of SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN 4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS DENGAN METODE BRINE SHRIMP...

Page 1: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Senyawa calkon merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder

golongan flavonoid yang dapat diperoleh dengan cara isolasi dari tumbuhan.

Senyawa ini sangat menarik karena dapat digunakan sebagai material awal

dalam sintesis berbagai jenis senyawa heterosiklik. Calkon juga memiliki

berbagai jenis aktivitas biologi yang berbeda-beda. Beberapa jenis calkon

memperlihatkan aktivitas antimikroba, antimalaria, antioksidan, antitumor, dan

anti-inflamasi (Prasad et al, 2006). Namun untuk memperolehnya, terdapat

beberapa kelemahan antara lain jumlahnya yang terbatas dibanding dengan

senyawa flavonoid lain dan persentasenya dalam tumbuhan juga kecil, variasi

strukturnya relatif sedikit, serta membutuhkan biaya yang cukup banyak.

Bertolak dari hal tersebut, maka didapatkan suatu solusi yang dapat

meminimalisir segala kekurangan dalam proses isolasi yaitu dengan cara

sintesis kimia.

Melalui analisis retrosintesis, senyawa calkon dapat disintesis dengan

menggunakan starting material berupa senyawa-senyawa yang mempunyai

karbonil aromatik. Suatu keton aromatik dan aldehid aromatik merupakan

senyawa yang cocok digunakan sebagai starting material. Reaksi tersebut

nantinya dapat dikatalis oleh suatu asam atau basa, yang biasa dikenal dengan

kondensasi aldol (kondensasi Claisen-Schmidt). Kondensasi aldol merupakan

salah satu metode pembentukan karbon-karbon (reaksi perpanjangan rantai

karbon). Dalam hal ini, dua molekul atau lebih bergabung menjadi suatu

molekul yang lebih besar dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil

seperti air (Riawan, 1990). Reaksi ini dikenal ramah lingkungan karena tidak

banyak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya dan prosesnya juga sangat

sederhana. Hal ini tentunya sangat baik karena mendukung Green Chemistry.

Penelitian ini menjadi penting artinya karena masih sedikit senyawa

bahan alam yang belum dapat disintesis dan berakibat mahalnya senyawa

Page 2: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

2

tersebut di pasaran. Hal ini dapat kita lihat dari obat-obatan atau yang lainnnya

yang harus diisolasi dari bahan alam pasti akan mahal harganya, berbeda

dengan obat-obatan yang bahan bakunya adalah hasil sintesis, akan lebih murah

harganya. Oleh karena itu, sintesis merupakan jalan keluar yang paling tepat

bagi pemecahan masalah tersebut.

Dalam penelitian ini bahan baku keton aromatik yang digunakan adalah

4 metoksi asetofenon, dan sebagai aldehid aromatik adalah 4 metoksi

benzaldehid, 2,3 dimetoksi benzaldehid dan 2,4,5 trimetoksi benzaldehid. Ini

bertujuan agar dapat diperoleh suatu produk calkon yang lebih variatif,

sehingga lebih menarik untuk menggali potensi calkon tersebut bagi berbagai

kepentingan yang dapat menambah nilai tambah produk bahan alam.

1.2 Perumusan Masalah

Senyawa calkon merupakan metabolit sekunder yang ditemukan di alam

dalam jumlah yang relatif kecil. Namun demikian, senyawa ini mempunyai

peran biologis yang cukup penting. Untuk menggali potensi calkon bagi

kepentingan terapeutik diperlukan calkon dalam jumlah yang cukup dengan

variasi struktur yang beragam. Hal tersebut sulit diperoleh melalui isolasi dari

bahan alam karena selain membutuhkan biaya yang lebih mahal,

pengerjaannya juga lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Oleh

karena itu, sintesis diharapkan dapat mengatasi masalah ini dengan

menghasilkan berbagai analog calkon yang strukturnya lebih bervariasi.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan tiga analog calkon dari

4’-metoksi calkon yaitu 1-3-bis-(4’-metoksifenil)-2-propen-1-on, 1-(4’-

metoksifenil)-3-(2,3-dimetoksifenil)-2-propen-1-on, dan 1-(4’-metoksifenil)-

3-(2,4,5-trimetoksifenil)-2-propen-1-on. Kemudian dilanjutkan dengan

karakterisasi senyawa yang diperoleh dengan spektroskopi UV, IR dan NMR,

dan uji toksisitas.

Page 3: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

3

1.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Sintesis,

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Riau dan penelitian dilakukan selama 6 (enam) bulan.

Page 4: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Calkon

Calkon adalah salah satu tipe metabolit sekunder yang termasuk

dalam golongan flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol

alam yang terbesar dan terdapat dalam semua tumbuhan hijau. Semua varian

flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama, yaitu dari alur

sikimat dan alur asetat malonat yang segera terbentuk setelah kedua alur

tersebut bertemu. Flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk pada

biosintesis ialah calkon, dan semua bentuk lain dari flavonoid diturunkan dari

calkon melalui beberapa alur (Markham, 1988).

O2'

3'

4'

5'

6'

2

3

4

5

6

β

α

Gambar 1. Rumus umum senyawa calkon

Senyawa calkon terdapat pada berbagai jenis tumbuhan di alam yang

berperan sebagai senyawa perkursor untuk biosintesis flavonoid dan

isoflavonoid (Patil et al, 2009). Senyawa calkon juga berguna dalam sintesis

berbagai macam senyawa heterosiklik seperti isoksazol, kuinolinon, tiadiazin,

benzofuranon, benzodiazepin dan lain sebagainya (Jayapal et al, 2010).

Senyawa calkon mengandung gugus etilen keto (-CO-CH=CH-) yang

reaktif. Adanya gugus tersebut menyebabkan molekul calkon mempunyai

berbagai macam aktivitas biologi (Jayapal dan Sreedhar, 2010).

Beberapa jenis calkon memperlihatkan aktivitas, misalnya sebagai

antibakteri seperti 2’,4’-dihidroksi-3’,6’-dimetoksicalkon yang diisolasi dari

kulit batang tumbuhan Cryptocarya costata (Lauraceae) (Usman et al, 2005),

sebagai antitumor seperti 2’,4’-dihidroksi-3’,5’,6’-trimetoksicalkon yang

diisolasi dari daun kulit batang tumbuhan Cryptocarya costata (Lauraceae)

Page 5: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

5

(Usman dkk, 2005), sebagai antiinflamasi misalnya 3,4-dikloro-6’-

metoksicalkon dan 2’-hidroksi-6’-metoksicalkon (Kim et al, 2007), dan sebagai

antioksidan 2’,4’-dihidroksi-4-kloro calkon (2a) dan 2’,4’-dihidroksi-2-kloro

calkon (2b) (Sandhya et al, 2011).

O

OHHO Cl

O

OHHO Cl

2a 2b

Gambar 2. Calkon sebagai antioksidan

Disamping itu, menurut hipotesis Pelter calkon merupakan senyawa

intermediet untuk pembentukan senyawa flavonoid lainnya seperti flavon,

isoflavon, auron, flavanonol dan sebagainya.

OH

OH

HO

OH

O

OH

OH

HO

O-

O

OH

OH

HO

O

O-

OH

OH

HO

O

O

O

OH

HO

OH

O-

O

OH

HOO

O

OH

OH

HO

O

O

OH

H

FLAVANON

-

-e-

+ OH- - [H]

- [H]

- [H]O

OH

HO

O

O

H

H

FLAVON ISOFLAVON AURON FLAVANONOL

FLAVONOL

OKS

Gambar 3. Hubungan biogenetik berbagai jenis flavonoid (Manitto, 1992).

Page 6: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

6

2.2 Reaksi Kondensasi Aldol

Reaksi kondensasi adalah reaksi penggabungan dari dua atau lebih

molekul yang sama atau berlainan dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul

kecil seperti air (Riawan, 1990). Sedangkan kata “aldol” diturunkan dari

aldehid dan alkohol, menghasilkan produk berupa aldehid β-hidroksi yang

merupakan hasil reaksi antara alkil keton dan alkil aldehid (Hart, 1983).

Kondensasi aldol merupakan suatu reaksi organik yang dalam hal ini ion enolat

bereaksi dengan senyawa karbonil membentuk β–hidroksi aldehida atau

β–hidroksi keton yang diikuti dengan dehidrasi membentuk enon terkonjugasi.

Tahap pertama dari reaksi ini adalah reaksi aldol dan tahap kedua yaitu reaksi

eliminasi, hilangnya molekul kecil seperti air (dehidrasi) yang diikuti dengan

dekarboksilasi ketika gugus karbonil aktif ditambahkan (Fessenden dan

Fessenden, 1994).

Dalam kondensasi aldol, suatu ikatan karbon-karban baru yang

terbentuk antara atom karbon α dari satu senyawa karbonil dan atom karbon

karbonil yang lainnya. Karena keasaman atom hidrogen α dari senyawa kabonil

membuatnya memungkinkan senyawa karbonil tersebut untuk beraksi dengan

yang lainnya sehingga menghasilkan suatu produk gabungan keduanya adalah

suatu aldehid dan suatu alkohol. Reaksi ini sering disebut dengan kondensasi

aldol. Reaksi kondensasi hampir mirip dengan reaksi polimerisasi.

Perbedaannya pada reaksi kondensasi, bergabung melibatkan 2 atau 3 molekul

yang berkondensasi, sedangkan pada polimerisasi dapat sampai ratusan atau

jutaan molekul (Fessenden dan Fessenden, 1994).

Hal yang terpenting dalam kondensasi aldol adalah pembentukan ikatan

karbon-karbon terjadi antara atom karbon α dari satu gugus aldehid dengan

gugus karbonil yang lainnya.

2.2.1 Reaksi kondensasi aldol dengan katalis basa

Hidrogen yang terletak pada atom karbon yang berdekatan dengan

ikatan rangkap karbon-oksigen bersifat asam dan dapat dengan mudah

Page 7: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

7

dipindahkan oleh basa. Bila suatu aldehid diolah dengan basa seperti NaOH

akan membentuk ion enolat yang dapat bereaksi dengan gugus karbonil dari

molekul aldehid yang lain. Reaksi ini disebut dengan reaksi kondensasi aldol.

Kata “aldol” diturunkan dari kata aldehid dan alkohol. Kondensasi aldol

merupakan suatu reaksi adisi dimana tidak dilepaskan suatu molekul kecil.

Misalnya, jika suatu asetaldehid diolah dengan larutan natrium hidroksida

berair, terbentuklah ion enolat dalam konsentrasi rendah (Fessenden dan

Fessenden, 1994).

Mekanisme reaksi pembentukan calkon dengan katalis basa adalah

sebagai berikut:

CH3

O

OH

CH2

O

H

O

O O HO OH

H

H

O OH2 O

-H2O

Gambar 4. Mekanisme reaksi pembentukan calkon dengan katalis basa

2.2.2 Reaksi kondensasi aldol dengan katalis asam

Kondensasi aldol dengan katalis asam ini memiliki perbedaan

mekanisme reaksi dengen katalis basa. Pada katalis asam ion H+ akan terikat

secara parsial dengan atom O yang terdapat karbonil pada suatu aldehid.

Ikatang rangkap pada karbonil akan menetralkan muatan atom O, sehingga

atom C pada karbonil akan bermuatan positif. Kemudian suatu pelarut yang

mempunyai molekul OH (umumnya air atau etanol) akan mengambil suatu

Page 8: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

8

hidrogen (Hα) yang terletak pada atom karbon yang bertetangga dengan ikatan

karbonil pada keton dan C pada karbonil akan bermuatan negatif dan dengan

mudah menyerang C yang bermuatan positif tadi membentuk suatu senyawa

karbonil β-hidroksi. Senyawa karbonil β-hidroksi yang terbentuk dari reaksi

tadi akan mudah mengalami dehidrasi dan membentuk ikatan rangkap yang

berkonjugasi dengan gugus karbonilnya dan diperoleh hasil reaksi suatu calkon.

Katalis asam yang umum digunakan yaitu H2SO4 dan SOCl2 (Jayapal dan

Sreedhar, 2010), serta lainnya.

Kondensasi aldol dengan menggunakan katalis asam dengan mekanisme

reaksi sebagai berikut:

H

O

H

OH

H

OHH

CH3

O

H-OH

CH2

O

O OHO OHH

H

O OH2 O-H2O

Gambar 5. Mekanisme pembentukan calkon dengan katalis asam

2.3 Rekristalisasi

Senyawa yang didapat baik melalui isolasi senyawa bahan alam

maupun melalui sintesis tidak langsung murni sehingga senyawa yang didapat

tersebut harus dimurnikan terlebih dahulu. Salah satu cara pemurniannya yaitu

dengan rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan salah satu metode yang paling

Page 9: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

9

umum untuk memperoleh senyawa yang relatif murni dan homogen dari

senyawa yang tidak murni. Teknik yang digunakan untuk rekristalisasi

bergantung pada peningkatan daya larut zat terlarut dalam suatu pelarut ketika

temperatur dinaikkan. Kebanyakan padatan larut dalam pelarut dengan

menyerap panas. Pada temperatur tinggi, larutan tersebut akan jenuh dan ketika

pelarut dingin zat terlarut akan mengendap dalam larutan. Jadi, rekristalisasi

merupakan proses pembentukan kembali suatu padatan melalui pengendapan

(Mohrig et al, 1979). Rekristalisasi menyangkut beberapa langkah antara lain :

1. Pemilihan pelarut yang baik

2. Pelarutan sampel

3. Penyaringan larutan untuk mendapatkan pengotor yang tidak larut (hot

filtration)

4. Pendinginan larutan hingga terbentuk kristal

5. Pemisahan padatan dari larutan dengan penyaring vakum (cold

filtration)

6. Pencucian padatan dalam penyaring dengan sejumlah pelarut dingin

7. Pengeringan padatan (Palleros, 2000).

2.4 Kromatografi Lapis Tipis

Kormatografi Lapis Tipis (KLT) sangat umum digunakan dalam

teknik analisis kimia, antara lain yaitu (Pavia et-al, 1995):

1. Untuk identifikasi suatu senyawa.

2. Untuk mengetahui berapa banyak jenis senyawa dalam suatu campuran

(kemurnian).

3. Untuk mengetahui pelarut/perbandingan pelarut yang cocok untuk

pemisahan pada kromatografi kolom.

4. Untuk memonitor pemisahan pada kromatografi kolom.

5. Untuk mengecek keefektifan pemisahan dengan ekstraksi maupun

rekristalisasi.

6. Untuk mengetahui sejauhmana reaksi telah berlangsung.

Page 10: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

10

B

A

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis ini terjadi karena adanya

perbedaan kecepatan migrasi yang didasarkan pada perbedaan koefisien

distribusi masing-masing komponen yang dipisahkan. Cara kerja KLT adalah

sebagai berikut: larutan sampel ditotolkan pada plat yang sudah diberi tanda.

Bila noda sudah kering plat dimasukkan ke dalam bak eluen yang telah jenuh

dengan eluen yang dipilih sebagai fase gerak. Eluen tidak boleh menyentuh

noda pada plat, karena memungkinkan senyawa yang dipisahkan larut. Eluen

bergerak dengan gaya kapiler dan menggerakkan komponen-kompoen dari

campuran cuplikan pada perbedaan jarak dalam arah aliran eluen. Jarak tempuh

noda dapat dihitung dengan mengetahui lokasi noda pada plat. Jika senyawa-

senyawa yang dipisahkan berwarna akan terlihat sebagai pita-pita atau noda-

noda yang terpisah. Tetapi untuk senyawa tertentu yang tidak berwarna dapat

diamati dengan lampu ultraviolet, uap yodium atau dengan pereaksi penampak

noda. Noda yang didapat ditandai dengan pensil untuk menentukan harga Rf

yang berkisar 0-1. Harga Rf dapat dihitung dengan membandingkan jarak yang

ditempuh komponen dengan jarak yang ditempuh eluen (Sastroamidjojo, 2001).

Rf = Jarak yang ditempuh sample (A)

Jarak yang ditempuh eluen (B)

Batas atas

Batas bawah

Gambar 6. Penentuan Harga Rf

Page 11: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

11

2.5 Penentuan Titik Leleh

Titik leleh merupakan temperatur keadaan suatu kristal mulai meleleh

sampai meleleh seluruhnya. Pemeriksaan titik leleh suatu senyawa yang tidak

dikenal dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang sederhana, misalnya

Ordinary, Thiele, Fisher-Jonhs. Pengamatan titik leleh dilakukan secermat

mungkin, terutama bila telah mendekati titik lelehnya. Jadi titik leleh

sebenarnya merupakan harga antara yang dimaksud tidak boleh lebih dari 2oC

(Mayo, D.W., et al, 1994).

Penetuan titik leleh diperlukan dua hal yaitu:

1. Penentuan kemurnian

Pada penetuan titik leleh suatu senyawa, bila harga yang diperoleh memiliki

selisih angka yang lebih kecil dari 2oC, maka senyawa itu dikatakan sudah

murni. Bila selisihnya lebih besar dari 2oC dikatakan belum murni.

2. Identifikasi senyawa tak dikenal

Dalam hal ini, data titik leleh yang diperoleh dicocokkan dengan data

standar (hand book). Jika titik leleh senyawa tak dikenal tersebut sesuai

dengan data dari hand book, maka senyawa tersebut dapat diketahui.

2.6 Metode Karakterisasi

Dalam penentuan karakterisasi suatu senyawa kimia ada beberapa

metode yang digunakan. Secara umum metode yang biasa digunakan adalah

teknik spektroskopi. Diantaranya adalah spektroskopi ultraviolet (UV),

inframerah (IR), spektroskopi massa (MS) dan resonansi magnetik inti (NMR).

Semua metode ini menghasilkan data spektroskopi yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi senyawa-senyawa bahan alam.

2.6.1 Spektroskopi ultraviolet

Spektoskopi ultraviolet dari suatu senyawa organik berhubungan

dengan transisi elektron dari satu tingkat energi ke tingkat energi yang lebih

tinggi. Spektroskopi ultraviolet berguna untuk mengetahui ikatan rangkap

Page 12: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

12

terkonjugasi dalam suatu molekul kimia (Sudjadi, 1983). Senyawa organik

yang dikarakterisasi dengan UV harus dalam keadaan murni dan berbentuk

larutan. Senyawa yang akan dianalisis dilarutkan dalam pelarut organik yang

sesuai.

Spektrum UV senyawa golongan flavonoid biasanya ditentukan dalam

etanol atau metanol dan khas terdiri dari dua absorbsi maksimum pada range

240-285 nm (pita II, terutama disebabkan absorbsi cincin A), dan 300-550 nm

(pita I, disebabkan cincin B). Absorbsi UV pada calkon terlihat pada panjang

gelombang 230-270 nm pada pita II dan 340-270 nm pada pita I dengan

intensitas yang rendah.

2.6.2 Spektroskopi inframerah

Spektroskopi IR digunakan untuk menentukan gugus fungsi

(Silverstain, 1986). Hal ini mungkin disebabkan spektrum inframerah senyawa

organik bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum

yang berbeda pula (Noedin, 1986). Penggunaan spektrum inframerah dalam

kimia organik menggunakan daerah yang berkisar pada bilangan gelombang

666-4000 cm-1. Bila sinar inframerah dilewatkan melalui senyawa organik,

maka beberapa frekuensi akan diserap dan lainnya diteruskan. Spektroskopi

inframerah digunakan untuk menentukan informasi-informasi secara struktural

dari senyawa-senyawa organik (Wingrove and Caret, 1981).

2.6.3 Spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR)

Spektroskopi NMR merupakan teknik yang sangat baik di dalam

menentukan struktur senyawa organik. Spektroskopi NMR berhubungan

dengan sifat magnetik inti. Penentuan senyawa dengan menggunakan NMR

akan diperoleh gambaran perbedaan sifat dari berbagai inti yang ada untuk

menduga letak inti tersebut dalam molekul (Sudjadi, 1983).

Page 13: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

13

2.6.4 Spektroskopi massa (MS)

Spektrofotometer massa adalah alur kelimpahan (jumlah relatif

fragmen bermuatan positif yang berlainan) versus nisbah massa/muatan (m/e

atau m/z) dari fragmen-fragmen tersebut. Muatan ion dari kebanyakan partikel

yang dideteksi dalam suatu spektrometer massa adalah +1, nilai m/e untuk

suatu ion semacam ini sama dengan massanya. Oleh karena itu spektrum massa

merupakan suatu rekaman dari massa partikel versus kelimpahan relatif

partikel tersebut (Sastrohamidjojo, 2001).

2.7 Tinjauan Umum Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Untuk mengetahui aktivitas dari suatu bahan alam dapat dilakukan uji

pendahuluan dengan metode yang sederhana, yang umumnya disebut dengan

uji aktivitas biologi utama (Primary Screening Bioassay), metode yang

digunakan harus cepat, murah, sensitif, membutuhkan sedikit material, serta

bisa mengidentifikasi aktivitas secara luas. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

merupakan salah satu penapisan primer tersebut, dimana metode ini merupakan

salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat toksik, dengan

menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan percobaan.

Metode ini pertama kali dilakukan oleh Meyer et al (1982). Uji pendahuluan

untuk senyawa sitotoksik dengan metode BSLT ini memiliki beberapa

keuntungan, antara lain mudah, cepat, murah, dan hasilnya dapat dipercaya.

2.7.1. Larva Artemia salina leach

Artemia salina adalah udang-udangan tingkat rendah yang hidup

sebagai zooplankton, dan menghuni perairan yang berkadar garam tinggi.

Apabila kadar garam kurang dari 6% telur Artemia salina akan tenggelam

sehingga telur tidak bisa menetas. Sedangkan apabila kadar garam lebih dari

Page 14: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

14

25% telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat

menetas dengan normal (Fox, 2004 dan Harefa, 1997).

Gambar 7. Siklus hidup Artemia salina (www.o-fish.com)

Siklus hidup Artemia salina dimulai dari saat menetasnya kista atau

telur. Setelah 15-20 jam pada suhu 25ºC kista akan menetas menjadi embrio.

Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih menempel pada kulit kista. Pada

fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah

menjadi naupli yang sudah akan bisa berenang bebas. Artemia salina yang baru

menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk

sempurna. Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih

mengandung kuning telur dalam tubuhnya, yang akan bertahan selama 72 jam.

Sehingga naupli tidak membutuhkan makanan untuk selang waktu 72 jam

tersebut. Untuk kultur pertumbuhan selanjutnya, larva membutuhkan makanan

berupa mikro alga, bakteri dan dentritus organik lainnya. Naupli akan berganti

kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari (Harefa,

1997; Fox, 2004).

Variabel yang penting dalam membiakkan udang Artemia salina ini

adalah pH, temperatur, cahaya dan oksigen. pH 8-9 merupakan yang paling

baik, sedangkan pH dibawah 5 atau lebih besar dari 10 dapat membunuh

Artemia salina. Cahaya minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan

Page 15: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

15

sangat menguntungkan bagi pertumbuhan mereka. Lampu standar grow-lite

sudah cukup untuk keperluan hidup Artemia salina (Harefa, 1997; Fox, 2004).

2.7.2. Konsentrasi letal 50 (LC50)

LC50 (Lethal Concentration 50%) adalah konsentrasi yang dapat

menyebabkan kematian 50% hewan percobaan selama waktu tertentu. Pada

metode BSLT, suatu tanaman atau hasil isolasi dianggap menunjukkan

aktivitas sitotoksik bila mempunyai nilai LC50 kecil dari 1000 ppm, sedangkan

untuk senyawa murni dianggap menunjukkan aktivitas sitotoksik bila

mempunyai nilai LC50 kecil dari 200 ppm (Anderson, 1991). Sejauh ini

metoda penentuan LC50 ada 3 macam, yaitu Metoda Kurva, Metoda

Farmakope Indonesia dan Metoda Finney. Ketiga metoda ini berdasarkan

pengukuran persentase individu yang responsif pada kisaran dosis atau

konsentrasi tertentu (Meyer et al, 1982).

Page 16: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

16

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Sintesis senyawa calkon akan dilakukan di laboratorium kimia organik

sintesis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau.

Analisis produk melalui spektroskopi IR dan NMR akan dilakukan di

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong, Tanggerang. Penelitian

ini diperkirakan akan berlangsung selama lebih kurang 6 bulan.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat yang digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

mortar dan lumpang , pompa vakum, corong buchner, 1 set alat destilasi, labu

bulat, pengaduk magnet, hot plate, plat KLT GF254, alat penentu titik leleh Fisher

Johns, lampu UV (254 nm), alat pembiakan telur udang Artemia salina (wadah

gelap, aerasi, lampu dengan intensitas cahaya rendah), vial, pipet mikro,

timbangan analitik, pipet tetes, spektrofotometer inframerah, spektorofotometer

NMR proton serta alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia.

3.2.2 Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

4-metoksi asetofenon , 4- metoksi benzaldehid, 2,3-dimetoksi benzaldehid,

2,4,5-trimetoksi benzaldehid, metanol, n-heksan, etil asetat, NaOH, HCl, etanol

absolut. Bahan yang digunakan untuk pengujian “Brine Shrimp Lethality Test”

adalah Air Laut, Dimetilsulfoksida (DMSO), larva uji yang digunakan adalah

Artemia salina Leach.

3.3 Rancangan Penelitian

Pembentukan senyawa analog calkon dalam penelitian ini dapat

dijelaskan dengan skema retrosintesis di bawah ini :

Page 17: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

17

OO

H

O

R1 R2 R1 R2

+

Gambar 8. Skema pendekatan retrosintesis senyawa calkon

Sintesis senyawa turunan calkon didapatkan melalui kondensasi aldol

dengan menggunakan senyawa awal turunan benzaldehid 2 dan turunan

asetofenon 3 dengan menggunakan katalis basa (NaOH) seperti terlihat pada

skema reaksi berikut:

H

O O

R1 R2

+ NaOH

-H2O

O

R2R1

Gambar 9. Skema reaksi kondensasi aldol untuk mendapatkan calkon

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Sintesis calkon

Ke dalam lumpang dimasukkan senyawa 4-metoksi asetofenon (5

mmol) dan NaOH (7 mmol), dan kemudian ditambahkan aldehid aromatik (5

mmol) Campuran digerus hingga diperoleh padatan berbentuk bubuk, lalu

ditambahkan 10 mL air es hingga terbentuk karamel dan karamel disaring

dengan corong buchner. Karamel tersebut kemudian dikeringkan hingga

terbentuk padatan dan direkristalisasi dengan pelarut yang sesuai. Selanjutnya

produk yang diperoleh diuji kemurniannya dengan KLT dan pengukuran titik

leleh.

Page 18: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

18

Tabel I. Senyawa asal dan molekul target calkon

Keton Aldehid Calkon

CH

O

H3CO

4-metoksi

asetofenon (Z)

CH

O

H3CO

4-metoksi

asetofenon (Z)

H

O

H3CO

4-metoksi

Benzaldehid (1)

H

O

OCH3

OCH3

2,3-dimetoksi

benzaldehid (2)

O

H3CO OC

(Z1)

O

H3CO H3CO

OCH3

(Z2)

CH

O

H3CO

4-metoksi

asetofenon (Z)

H

O

H3CO

H3CO

OCH3

2,4,5-trimetoksi

benzaldehid (3)

O

H3CO OC

OC

H3CO

(Z3)

Keterangan :

(Z1). 1-3-bis-(4’-metoksifenil)-2-propen-1-on

(Z2). 1-(4’-metoksifenil)-3-(2,3-dimetoksifenil)-2-propen-1-on

(Z3). 1-(4’-metoksifenil)-3-(2,4,5-trimetoksifenil)-2-propen-1-on

Page 19: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

19

3.4.2 Rekristalisasi

Pelarut yang sesuai dipanaskan kemudian dimasukkan padatan

sampai semua larut. Saring dalam keadaan panas dan filtrat yang diperoleh

didinginkan sampai terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk disaring dengan

menggunakan corong buchner. Kristal dikeringkan lalu diuji kemurniannya

melalui KLT dan penentuan titik leleh.

3.4.3 Uji kemurnian dengan KLT

Eluen disiapkan dengan perbandingan tertentu dan dibiarkan menguap

pada chamber tertutup agar uapnya menjadi jenuh. Sampel dilarutkan pada

pelarut yang sesuai dan ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak

1 cm dari tepi bawah plat KLT. Plat dimasukkan ke dalam chamber dan

dibiarkan eluen naik sampai garis akhir. Setelah itu plat diangkat dan

dikeringkan dan noda dilihat dengan bantuan lampu UV. Jika nodanya hanya

satu maka dapat disimpulkan senyawa tersebut sudah murni. Untuk

memastikannya dapat dilakukan kembali analisis KLT dengan perbandingan

eluen yang berbeda.

3.4.4 Penentuan titik leleh

Kristal dari senyawa calkon ditentukan titik lelehnya dengan

menggunakan alat pengukur titik leleh Fisher-Jones. Sedikit padatan kristal

diletakkan pada kaca objek dan diukur temperaturnya mulai dari kristal meleleh

sampai meleleh seluruhnya. Jika selisih temperatur dari kristal meleleh hingga

meleleh seluruhnya kurang dari dua maka dapat disimpulkan senyawa tersebut

sudah murni.

3.4.5 Analisis produk

Produk murni yang diperoleh kemudian dilakukan uji HPLC untuk

memastikan senyawa sudah benar-benar murni yang ditandakan dengan

Page 20: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

20

kromatogram yang memiliki 1 puncak yang tajam kemudian ditentukan

strukturnya dengan spektrofotometer inframerah dan NMR Proton. Pengukuran

spektrum ini akan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Serpong, Tanggerang.

3.4.6 Uji toksisitas metode brine shrimp lethality test (BSLT)

Benur Artemia salina dimasukkan dalam wadah pembiakan yang berisi

air laut dan telah dilengkapi dengan aerasi dan lampu, dibiarkan selama

48 jam sampai membentuk larva. Masing-masing vial uji di kalibrasi

sebanyak 5 mL. Pengujian dilakukan dengan konsentrasi 1000, 100, 10 µg/mL

dengan pengulangan masing-masing tiga kali. Timbang 40 mg sampel dan

dilarutkan dalam 4 mL metanol. Maka didapat larutan induk dengan

konsentrasi 10000 µg/mL, kemudian larutan induk dengan konsentrasi

10000 µg/mL tersebut dipipet sebanyak 0,5 mL kedalam vial uji hingga

nantinya didapat konsentrasi 1000 µg/mL setelah penambahan metanol hingga

5 mL. Pembuatan konsentrasi 100 µg/mL dengan cara pengenceran larutan

induk 1000 µg/mL sebanyak 0,5 mL ditambahkan metanol hingga 5 mL.

Kemudian di pipet sebanyak 0,5 mL larutan tersebut ke dalam vial uji hingga

nantinya didapat konsentrasi 10 µg/mL setelah penambahan metanol hingga

5 mL.

Masing-masing vial uji dibiarkan menguap metanolnya. Kemudian

larutkan kembali senyawa uji dengan 50 µL DMSO, selanjutnya ditambahkan

air laut hampir mencapai batas kalibrasi, selanjutnya masing-masing

ditambahkan larva udang Arthemia salina Leach sebanyak 10 ekor dan

ditambahkan air laut beberapa tetes sampai batas kalibrasi. Kematian larva

udang diamati setelah 24 jam. Dari data yang dihasilkan dihitung nilai LC50

dengan metode kurva menggunakan tabel analisa probit (Mayer et al., 1982;

Harefa, 1987).

Untuk kontrol, 50 µL DMSO di pipet dengan pipet mikro dimasukkan

ke dalam vial uji, ditambahkan air laut hampir mencapai batas kalibrasi.

Page 21: SINTESIS SENYAWA CALKON TURUNAN  4-METOKSI ASETOFENON DAN UJI TOKSISITAS  DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

21

Kemudian masukkan larva Artemia salina 10 ekor. Di tambahkan lagi air laut

beberapa tetes hingga batas kalibrasi. Masing-masing konsentrasi dibuat

3 kali pengulangan.

3.4.7 Analisa Data

Untuk melihat pengaruh pemberian senyawa calkon terhadap larva

Artemia salina dilakukan perhitungan statistik dengan analisa probit.

Perhitungan ini dilakukan dengan membandingkan antara larva yang mati

terhadap jumlah larva keseluruhan, sehingga diperoleh persen kematian.

Kemudian dilihat dalam tabel nilai probit. Dari nilai tersebut diketahui nilai

probit kemudian dimasukkan dalam persamaan regresi, sehingga dapat nilai

LC50.

Persamaan regresi:

y = a + bx

LC50 = anti log x

Keterangan:

x : Log Konsentrasi

a : Intercept (garis potong)

y : Nilai Probit

b : Slope (kemiringan dari garis regresi linear)