Sinopsis Kami

23
SINOPSIS PENELITIAN FORMULASI BAHAN PEMBUAT KERTAS KEMASAN KOMPOSIT DARI SERAT AMPAS SAGU QANYTAH

description

s

Transcript of Sinopsis Kami

Page 1: Sinopsis Kami

SINOPSIS PENELITIAN

FORMULASI BAHAN PEMBUAT KERTAS

KEMASAN KOMPOSIT DARI SERAT AMPAS SAGU

QANYTAH

Page 2: Sinopsis Kami

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan kertas semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah

penduduk. Kertas digunakan untuk menulis, membungkus, bahan cetakan dan dekorasi,

kemasan, dan lain-lain. Pemakaian kertas per kapita di Indonesia meningkat sekitar 5%

setiap tahunnya. Pada tahun 2003 konsumsi kertas mencapai 5,31 juta ton, tahun 2004

mencapai 5,40 juta ton. Sedangkan pada tahun 2009 konsumsi kertas telah mencapai 6,45

juta.

Pada tahun 2003 Indonesia menempati peringkat 9 dalam produksi pulp dunia dan

peringkat 12 dalam produksi kertas dunia. Pertumbuhan industri pulp dan kertas di

Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Simajuntak (1994) mengemukakan 90% pulp

dan kertas yang dihasilkan menggunakan bahan baku kayu sebagai sumber bahan berserat

selulosa. Dapat diprediksikan bahwa akan terjadi eksploitasi hutan secara besar-besaran

apabila kelak Indonesia menjadi produsen pulp terbesar di dunia.

Fenomena ini memberikan fakta bahwa tingkat penggunaan bahan baku pembuat

kertas, dalam hal ini adalah kayu, sangat besar. Hal ini mengakibatkan ketersediaan kayu

yang semakin terbatas dan semakin parahnya degradasi yang terjadi di dalam hutan. Salah

satu usaha dalam mengurangi penggunaan kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas

adalah menggantikan peranan kayu dengan bahan sumber serat lain yang potensial.

Indonesia memiliki hutan sagu yang luas yaitu sekitar lebih dari 700.000 ha.

Sebagian besar (90% atau 1,01 juta ha) terdapat di Papua dan Maluku (Lakuy dan

Limbongan 2003). Daerah penghasil sagu lainnya adalah Aceh, Riau, dan Jawa Barat.

Saat ini, pemanfaatan sagu lebih banyak terfokus pada patinya. Padahal hasil

pengolahan pati sagu meningkatkan hasil sampingan berupa limbah sagu, diantaranya kulit

batang dan ampas sagu. Limbah ikutan pengolahan sagu berupa kulit batang sagu sekitar

17-25% dari serat batang, sedangkan ampas sekitar 75-83%. Namun, limbah dari

pengolahan pati sagu tersebut belum dimanfaatkan secara optimal (McClatchey et al.

2006).

Limbah dari hasil samping industri pengolahan pati sagu berupa kulit batang dan

ampas sagu mengandung pati, serat kasar, protein kasar, lemak, dan abu. Kandungan

terbesar dari limbah tersebut adalah pati. Ampas mengandung 65,7% pati yang terdiri atas

2

Page 3: Sinopsis Kami

residu lignin sebesar 20,67%, sedangkan kandungan selulosa di dalamnya sebesar 19,55%

dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu.

Kiat (2006) melaporkan bahwa limbah sagu mengandung komponen penting

seperti pati dan selulosa. Jumlah limbah kulit batang sagu mendekati 26%, sedangkan

ampas sagu sekitar 14% dari total bobot balak sagu. Ampas mengandung 65,7% pati dan

dan sisanya merupakan serat kasar, protein kasar, lemak, dan abu. Dari persentase tersebut

ampas mengandung residu lignin sebesar 21%, sedangkan kandungan selulosa di

dalamnya sebesar 20% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Di sisi lain, kulit

batang sagu mengandung selulosa (57%) dan lignin yang lebih banyak (38%) daripada

ampas sagu. Kulit batang sagu dan ampas sagu merupakan sumber serat yang dapat

digunakan sebagai pengisi dalam pembuatan papan partikel, sedangkan pelepah sagu dapat

dimanfaatkan dalam industri pulp dan kertas.

Serat ampas empulur sagu merupakan salah satu material natural fibre alternatif

dalam pembuatan komposit yang secara ilmiah pemanfaatannya masih dikembangkan.

Tantangan dalam pembuatan kertas dari ampas sagu adalah sifat serat ampas sagu yang

belum memenuhi kriteria bahan baku pembuat kertas yang berkualitas, sehingga

diperlukan formulasi komposit serat untuk memperoleh bahan baku pembuat kertas yang

optimal. Beberapa sumber serat alam yang memiliki selulosa sebagai bahan utama

pembuatan kertas antara lain, sabut kelapa, kenaf, tebu, bamboo, jagung, abaca, padi,

ramie dan lain-lain. Komposit adalah suatu bahan yang merupakan gabungan atau

campuran dari dua material atau lebih pada skala makroskopis untuk membentuk material

ketiga yang lebih bermanfaat.

Perumusan Masalah

Kertas digunakan untuk menulis, membungkus, bahan cetakan dan dekorasi, dan

juga sebagai bahan kemasan berbagai produk. Kebutuhan kertas secara umum saat ini

semakin meningkat. sehingga kebutuhan bahan bakunya meningkat pula. Selama ini pulp

dan kertas yang dihasilkan sebagian besar masih menggunakan bahan baku kayu, sehingga

persediaan kayu menipis dengan menebang pohon di hutan secara terus menerus. Dengan

demikian perlu adanya pengganti kayu sebagai bahan alternatif pembuat kertas.

Potensi limbah ampas sagu yang besar, dapat menjadi masalah lingkungan yang

serius bila tidak dimanfaatkan untuk tujuan tertentu atau dibuang dengan cara yang salah.

Di sisi lain, ampas sagu memiliki kandungan serat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan

Page 4: Sinopsis Kami

baku pembuat kertas. Pembuatan kertas dari ampas sagu memiliki kendala karena sifat

serat ampas sagu yang belum memenuhi kriteria bahan baku pembuat kertas yang

berkualitas, sehingga diperlukan formulasi bahan baku pembuat kertas dengan mencampur

beberapa bahan sumber serat lain yang juga memiliki limbah biomassa yang banyak

seperti sabut kelapa dan bambu. Formulasi komposit serat tersebut diharapkan dapat

menjadi bahan baku pembuat kertas yang lebih baik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk:

1. Mengidentifikasi karakter serat ampas sagu, sabut kelapa, dan bambu.

2. Menentukan formula optimum bahan pembuatan kertas komposit untuk kemasan

yang berbahan baku ampas sagu dengan berbagai variasi matriks campuran sabut

kelapa dan bambu.

3. Menentukan kondisi proses optimum pembuatan pulp dan kertas kemasan kardus

komposit.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan informasi mengenai karakter serat ampas sagu, sabut

kelapa, dan bambu untuk produksi kertas. Formula optimum bahan pembuatan kertas

komposit yang berbahan baku ampas sagu dengan berbagai variasi matriks campuran

sabut kelapa dan bambu dapat dikembangkan oleh industri kertas. Upaya ini diharapkan

dapat meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis dari ketiga material serat alam tersebut.

4

Page 5: Sinopsis Kami

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sagu

Tanaman Sagu (Metroxylon sp.) merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang

mempunyai nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian pohon sagu dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan manusia. Pemanfaatan bagian lain dari sagu adalah daun (pinnae) untuk atap

atau keranjang, pelepah (rachis) untuk dinding dan loteng, kulit batang (cortex) yang

disebut waa digunakan untuk lantai, kayu bakar, ampas empulur yang disebut ela sagu

dapat juga digunakan sebagai media pertumbuhan jamur. Penanganan limbah ampas

empulur sebagai papan partikel sudah dilakukan walaupun secara ekonomi belum

maksimal sehingga perlu pengkajian yang lebih mendalam (PPHH dan BPPT, 1989).

Pemanfaatan lainnya dari ampas sagu yaitu sebagai bahan bakar dengan dijadikan sebagai

briket.

Ampas sagu yang merupakan limbah padat dari pengolahan pati sagu, pada

dasarnya adalah serat empulur sisa pemerasan pati sagu. Produksi pati dari tiap pohon

sagu berkisar antara 200-450 kg sagu basah. Empulur sagu yang dihasilkan sebanyak

321.180 ton/tahun mengandung 20-30% pati sagu dan 70-80% ampas sagu. Dengan

demikian, setiap tahun total ampas sagu yang dihasilkan berkisar antara 224.826 – 256.944

ton/tahun (Anonim, 1987). Kadar pati dan selulosa ampas sagu berturut-turut adalah 41.7

– 65.0% dan 14.8% (Wina et al. 1986).

Sabut Kelapa

Indonesia merupakan produsen kelapa (Cocos nucifera L.) terbesar di dunia engan

produksi 21.565.700 ton kelapa/tahun pada tahun 2009 (FAOSTAT, 2011; Maps of

World, 2011). Hasil samping utama dari buah kelapa adalah air kelapa, tempurung

kelapa, dan sabut kelapa. Sabut kelapa merupakan 35 % dari total berat buah kelapa yang

berarti ada potensi sabut kelapa Indonesia lebih dari 7,5 juta ton sabut kelapa/tahun.

Jumlah tersebut cukup besar dan menunjukkan bahwa sabut kelapa merupakan bahan yang

memiliki potensi yang harus terus digali.

Menurut Tejano (1985), sabut kelapa mengandung selulosa 19,26-23,87%, lignin

29,33-31,64 %, hemiselulosa 8,15-8,50%, serta pektin, tannin dan bahan lain sebanyak

14,25-14,85%. Karena merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa relative tinggi,

maka sabut kelapa berpotensi menjadi bahan baku pembuatan pulp dan kertas.

Page 6: Sinopsis Kami

Bambu

Bambu memiliki kesesuaian sebagai bahan baku pulp dan kertas ditinjau dari segi

anatomis dan komposisi kimiawinya karena mempunyai serat panjang (3-4 mm)

(Kadarisman dan Silitonga, 1976). Maoyi (2006) menambahkan bahwa kualitas serat

bamboo antara kayu dan rumput-rumputan, tetapi rasio antara panjang dan lebar bamboo

adalah yang tertinggi diantara ketiganya, sehingga bamboo merupakan bahan baku yang

baik untuk pembuatan kertas.

Secara biofisik bamboo menghasilkan selulosa per ha 2-6 kali lebih besar dari

pinus. Peningkatan biomassa bamboo per hari 10-30% disbanding 2.5% untuk pohon.

Terdapat banyak jenis tanaman bamboo dengan karaktersitik serat yang berbeda

(Fatriasari dan Hermiati, 2006).

Bambu memiliki kandungan selulosa yang tinggi sekitar 42.4-53.6%, lignin 19-8-

26.6%, pentosan 1.24-3.77%, dan kadar abu 1.24-3.77, kadar silica 0.10-1.78%, kadar

ekstraktif (kelarutan air dingin) 4.5-9.9%, kadar ekstraktif (kelarutan air panas) 5.3-11.8%

kadar ekstraktif (kelarutan alcohol benzene) 0.9-6.9% (Gusmailina dan Sumadiwangsa,

1988) dalam Krisdianto et al, 2000).

Proses pemasakan pulp bambu yang umum digunakan adalah dengan cara kimia

(kraft). Hasil penelitian Pasaribu dan Silitonga (1974) dalam Krisdianto et al (2000),

dalam pembuatan pulp dengan campuran antara bahan bambu dengan kayu daun lebar,

menunjukkan bahwa pulp dari bahan bamboo 100% mempunyai bilangan permanganate

dan faktor retak yang terendah tetapi mempunyai kekuatan sobek yang tertinggi.

Serat

Serat merupakan salah satu material rancang bangun paling tua yang digunakan

untuk mengahasilkan produk seperti tali tambang, jarring, cordage, water hose, container,

dan kertas atau kain tebal. Serat alam adalah serat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan

seperti serat pelepah pisang, bambu, rosella, nanas, kelapa, sagu, dan ijuk. Saat ini serat

alam mulai mendapatkan perhatian serius dari para ahli marerial komposit karena

memiliki kekuatan spesifik yang tinggi, mudah diperoleh, dan harganya relatif murah.

Serat dan fiber dalam bahan komposit berperan sebagai bahan utama yang

menahan beban, sehingga besar kecilnya kekuatan bahan komposit sangat tergantung dari

kekuatan serat pembentuknya (Triyono & Diharjo, 2003).

6

Page 7: Sinopsis Kami

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi performa serat, yaitu :

a. Letak Serat

a) One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan pada arah axis serat.

b) Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua arah atau

masing-masing arah orientasi serat.

c) Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic, kekuatannya lebih

tinggi disbanding dengan dua tipe sebelumnya.

b. Panjang Serat

Serat panjang lebih kuat dibandingkan dengan serat pendek. Oleh karena itu panjang

dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit. Serat

panjang (continous fibre) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat pendek.

Klasifikasi panjang serat menurut Klemm sebagai berikut :

- Serat panjang : 2,0 – 3,0 mm

- Serat sedang : 1,0 – 2,0 mm

- Serat pendek : 0,1 – 1,0 mm

c. Bentuk Serat

Bentuk serat tidak mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya.

Semakin kecil diameter serat, maka akan menghasilkan kekuatan komposit yang

tinggi.

Menurut Tamolang dan Wangaard (1961) dalam Pasaribu dan Tampubolon (2007),

bahwa semakin panjang serat kayu maka pulp yang dihasilkan memiliki kekuatan yang

tinggi. Hal ini disebabkan serat panjang memberikan bidang persentuhan yang lebih luas

dan anyaman lebih baik antara satu serat dengan lainnya, yang memungkinkan lebih

banyak terjadi ikatan hidrogen antar serat-serat tersebut. Lebih lanjut, pulp serat panjang

lebih sulit lolos saringan, sehingga lebih mudah dicuci. Panjang serat mempengaruhi sifat-

sifat tertentu pulp dan kertas, termasuk ketahanan sobek, kekuatan tarik dan daya lipat.

Beberapa serat alam yang memiliki selulosa antara lain, sabut kelapa, kenaf, tebu,

jagung, abaca, padi, ramie dan lain-lain. Alfa selulosa merupakan selulosa murni, sangat

penting dalam industri pulp dan kertas karena derajat polimerisasinya yang panjang.

Kandungan selulosa di bawah 40% kurang baik untuk digunakan sebagai bahan baku

pembuatan pulp dan kertas. Kandungan selulosa di atas 40% memberikan gambaran

positif sebagai bahan baku untuk pulp dan kertas dengan baik (Kasmudjo,1982).

Page 8: Sinopsis Kami

Klasifikasi kelas kualitas serat kayu untuk bahan baku pulp dan kertas

adalah sebagai berikut:

Kelas I: Serat panjang sampai panjang sekali, dinding sel tipis sekali dan lumen lebar.

Serat akan mudah digiling. Diduga akan menghasilkan lembaran dengan kekuatan

sobek, retak dan tarik yang tinggi.

Kelas II: Serat kayu sedang sampai panjang, mempunyai dinding sel tipis dan lumen

agak lebar. Serat akan mudah menggepeng waktu digiling dan ikatan seratnya baik.

Serat jenis ini diduga akan menghasilkan lembaran dengan kekuatan sobek, retak dan

tarik cukup tinggi.

Kelas III: Serat kayu berukuran pendek sampai sedang, dinding sel dan lumen sedang.

Dalam lembaran pulp kertas, serat agak menggepeng dan ikatan antar seratnya masih

baik. Diduga akan menghasilkan lembaran dengan kekuatan sobek, retak dan tarik

sedang.

Kelas IV: Serat kayu pendek, dinding sel tebal dan lumen serat sempit. Serat akan sulit

menggepeng waktu digiling. Jenis ini diduga akan menghasilkan lembaran dengan

kekuatan sobek, retak dan tarik yang rendah.

Komposit Serat

Kata komposit berasal dari kata “to compose” yang berarti menyusun atau

menggabung. Secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau

lebih bahan yang berlainan pada skala makroskopis untuk membentuk material ketiga

yang lebih bermanfaat. Pada bahan komposit, sifat -sifat unsur pembentuknya masih

terlihat jelas.

Pengolahan Kertas

Perkembangan industri kertas di Indonesia berjalan dengan cepat, tetapi hal tersebut

tidak diimbangi dengan pasokan bahan baku yang memadai. Berdasarkan data statistik

Kementerian Kehutanan Republik Indonesia 2009 tercatat bahwa laju kerusakan hutan

Indonesia mencapai 1,08 ha/tahun. Maka untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu ada

upaya konversi bahan baku kayu dengan memanfaatkan hasil hutan non kayu

berlignoselulosa sebagai substitusinya.

Bahan utama dalam proses pembuatan kertas adalah bubur kertas atau yang dikenal

dengan istilah pulp. Pulp sendiri terbuat dari bahan yang mengandung sellulosa. Sellulosa

8

Page 9: Sinopsis Kami

banyak terdapat sebagai komponen terbesar pada dinding sel pepohonan, jerami, rumput,

ampas tebu, dan tanaman lainnya. Kandungan sellulosa pada setiap jenis tumbuhan

berbeda, Pulp adalah kumpulan serat selulosa dari kayu atau bahan lain yang mengandung

lignosellulosa dan dapat diperoleh dari pengolahan mekanis, semi kimia atau kimia. Pulp

merupakan bahan dasar untuk berbagai keperluan seperti kertas, karton, dan papan. Bahan

baku pulp sebagai sumber serat dapat berasal dari kayu dan bukan kayu (bambu, limbah

pertanian, dan lain-lain). Berdasarkan Balai Besar Sellulose, syarat-syarat kayu sebagai

bahan baku pulp diantaranya adalah :

Massa jenis rendah yaitu antara 0,3 - 0,8

Panjang serat 0,8 atau Iebih

Kandungan lignin lebih kecil 23%

Kandungan sellulosa minimum standar 40 – 45%

Rendemen pulp lebih besar 40% (pulp coklat)

Secara garis besar ada 2 tahapan proses pembuatan kertas, yaitu:

1. Proses membuat pulp atau bubur kertas; dari skema diatas dimulai dari "woodyard"

sampai dengan proses pemutihan atau "bleaching"

2. Proses membuat lembaran kertas; dimulai saat bubur kertas atau pulp mulai masuk ke

mesin kertas atau paper mesin sampai dengan lembaran kertas tergulung rapi dalam

gelondongan atau roll.

Pembuatan pulp terdiri dari beberapa tahapan proses, sehingga pada akhirnya

berubah menjadi bubur kertas dimana proses tersebut disebut pulping. Proses pembuatan

pulp ada dua macam yaitu secara kimia (chemical pulping) dan proses mekanikal

(mechanical pulping). Proses kimia terdiri dari tiga macam yaitu proses soda, proses

sulfat, dan proses sufit.

Keunggulan proses sulfat yaitu cocok untuk semua jenis bahan serat, kekuatan

lembaran pulp relatif tinggi, delignifikasi berlangsung cepat dengan degradasi selulosa

relatif kecil, daur ulang bahan kimia relatif mudah. Kelemahan proses sulfat adalah pulp

berwarna coklat dan pulp relatif sulit diputihkan.

Proses pembuatan pulp dapat dibagi menjadi 3 macam proses, yaitu :

Page 10: Sinopsis Kami

a. Proses Mekanik

Dalam cara ini pemisahan sellulosa dilakukan menggunakan tenaga mekanik yaitu

dengan mengerus bahan baku menjadi serat (sellulosa). Umumnya digunakan untuk

pembuatan pulp dari bahan kayu. Pulp yang dihasilkan warnanya masih tetap seperti

kayu asalnya dan kertas yang dihasilkan mutunya kurang baik dan tidak tahan lama.

Oleh karena itu kertas yang dibuat dari pulp jenis ini hanya dipakai untuk surat kabar.

b. Proses Semi Kimia

Pada prinsipnya cara ini adalah kombinasi dari cara mekanik dan cara kimia. Dalam

cara ini bahan baku direndam dengan bahan kimia dan kemudian dihancurkan atau

dipisahkan dengan tenaga mekanik. Warna pulp yang dihasilkan lebih pucat dan mutu

kertas agak lebih baik.

c. Proses Kimia

Pembuatan pulp dengan proses kimia terbagi menjadi tiga proses yaitu:

1. Proses soda

Proses soda menggunakan larutan natrium Hidroksida (NaOH 7%,) sebagai larutan

pemasak. Cara ini biasanya dipakai untuk mengolah bahan baku jenis rumput-

rumputan, bahan baku dari limbah pertanian seperti merang, katebon, bagase serta

kayu lunak. Pulp yang dihasilkan berwarna coklat, dapat diputihkan dan serat yang

dihasilkan kurang kuat.

2. Proses sulfite

Proses sulfite menggunakan campuran asam sulfite dan magnesium, natrium

ammonium atau kalsium bisulfit. Pulp sulfit rendemen tinggi dapat dihasilkan

dengan proses sulfit bersifat asam, bisulfit atau sulfit bersifat basa.

Bahan baku yang diolah umumnya berupa kayu lunak yang berwarna putih seperti

pinus merkuri. Serat yang dihasilkan sangat halus, sehingga pulp tersebut dipakai

untuk membuat kertas yang mutunya tinggi.

3. Proses sulfate (kraft)

Proses sulfat menggunakan larutan Natrium sulfide (Na2S) dan natrium hidroksida

(NaOH), dan Na2CO3. Cara ini digunakan untuk memperbaiki Proses Soda yaitu

mengurangi hidrolisa dari selulosa oleh NaOH. Hal ini dapat dicapai dengan

mengganti sebagian NaOH dengan Na2S. Larutan pemasak terdiri dari campuran

Na2S dan Na2CO3 dan NaOH. Selama pemasakan akan terjadi hidrolisa lignin

menjadi Alkohol dan asam serta sedikit Mercaptan. Proses ini menggunakan

10

Page 11: Sinopsis Kami

natrium sulfat yang direduksi di dalam tungku pemulihan menjadi natrium sulfit,

yang merupakan bahan kimia kunci yang dibutuhkan untuk delignifikasi. Serat

yang dihasilkan keadaannya amat kuat tetapi warnanya kurang baik dan sukar

untuk diputihkan. Sebab itu pulp yang menggunakan proses sulfat dipakai untuk

membuat kertas kantong semen, kertas bungkus dan lain-lain.

d. Proses Organoslov

Organosolv merupakan proses pulping yang menggunakan bahan yang lebih mudah

didegradasi seperti pelarut organik. Pada proses ini, penguraian lignin terutama

disebabkan oleh pemutusan ikatan eter (Donough, 1993). Beberapa senyawa organik

yang dapat digunakan antara lain adalah asam asetat, etanol dan metanol.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses delignifikasi ini adalah:

1. Waktu pemasakan

2. Konsentrasi larutan pemasak

3. Pencampuran bahan

4. Perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku

5. Ukuran bahan

6. Suhu dan tekanan

7. Konsentrasi katalis.

Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan

kimia organik seperti misalnya metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan lain-lain. Proses

ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan sangat efisien dalam

pemanfaatan sumber daya hutan. Proses organosolv memberikan beberapa keuntungan,

antara lain yaitu rendemen pulp yang dihasilkan tinggi, daur ulang dapat dilakukan dengan

mudah, tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat

menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa dengan

tingkat kemurnian tinggi. Ini secara ekonomis dapat mengurangi biaya produksi, dan dapat

dioperasikan secara ekonomis pada kapasitas terpasang yang relatif kecil yaitu sekitar 200

ton pulp per hari.

Penelitian mengenai penggunaan bahan kimia organik sebagai bahan pemasak

dalam proses pulping sebenarnya telah lama dilakukan. Ada berbagai macam jenis proses

organosolv, namun yang telah berkembang pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol

cellulose) yaitu proses pulping dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol,

Page 12: Sinopsis Kami

proses acetocell (menggunakan asam asetat), dan proses organocell (menggunakan

metanol).

Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses acetosolv.

Proses acetosolv dalam pengolahan pulp memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bebas

senyawa sulfur, daur ulang limbah dapat dilakukan hanya dengan metode penguapan

dengan tingkat kemurnian yang cukup tinggi, dan nilai hasil daur ulangnya jauh lebih

mahal dibanding dengan hasil daur ulang limbah kraft (Simanjutak, 1994). Aziz dan

Sarkanen (1989) juga menyatakan bahwa rendemen pulp lebih tinggi, pendauran lindi

hitam dapat dilakukan dengan mudah, dapat diperoleh hasil samping berupa lignin dan

furfural dengan kemurnian yang relatif tinggi, dan ekonomis dalam skala yang relatif

kecil. Nimz dan Casten (1984 dalam Muladi, 1992), yang mempatenkan proses pulping

dengan menggunakan asam asetat terhadap kayu atau tanaman semusim ditambah sedikit

garam asam sebagai katalisator, menyebutkan bahwa keuntungan dari proses acetosolv

adalah bahwa bahan pemasak yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya proses

pembakaran bahan bekas pemasak. Selain itu proses tersebut dapat dilakukan tanpa

menggunakan bahan-bahan organik.

3 METODE

Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah ampas sagu yang berasal dari tanaman sagu

(Metroxylon sp.), sabut kelapa yang berasal dari tanaman kelapa (Cocos nucifera L.), dan

12

Page 13: Sinopsis Kami

bambu. Bahan pendukung yang digunakan adalah: NaOH, alum, pati sagu, KMnO4 0,1 N,

H2SO4 4 N, KI 1 N, Na2S2O3 0,1 N, larutan kanji dari pati sagu, BaCl2 10 %, indikator

sindur metil, HCl 0,1 N, dan air bersih.

Alat yang Digunakan

Peralatan yang digunakan adalah neraca analitis, adalah pisau, oven, digester,

hollander beater, stone refiner, Niagara beater, saringan, alat sentrifugasi, penangas,

neraca, loyang, wadah kedap udara, cawan porselin, gegep, desikator, gelas piala, pipet

volumetrik, erlenmeyer, gunting, tearing tester, tensile tester, alat uji mutu kertas yang

dihasilkan, handsheet machine, serta alat bantu lainnya.

Metode Penelitian

1. Preparasi Bahan Baku

Preparasi bahan baku dilakukan dengan membersihkan ketiga bahan sumber serat

yaitu ampas sagu, sabut kelapa, dan bamboo.

Ampas sagu…………….

Serat sabut kelapa tersebut dicuci dengan air sampai bersih dan dikeringkan

dengan sinar matahari. Serat yang telah kering kemudian dihaluskan. Serat sabut kelapa

ditimbang sebanyak 20 gr kemudian ditambahkan larutan HNO 5% 200 ml dan didiamkan

selama 30 menit. Setelah 30 menit, larutan disaring dan serat yang tertinggal dicuci

dengan air sampai bebas asam.

2. Pemasakan

Ketiga bahan kemudian dicampur dengan berbagai variasi campuran. .Pulp yang

telah bebas asam dimasak dengan larutan pemasak. Konsentrasi larutan pemasak (NaOH)

yang digunakan yaitu 10%. Setelah itu sampel yang telah diberi larutan pemasak

dimasukkan ke dalam autoklaf dengan temperatur pemasakan 100 oC dengan lama

pemasakan 60 menit.

3. Pencucian dan Penyaringan

Hasil pemasakan disaring dan dicuci untuk memisahkan sisa hasil pemasakan yang

berupa lindi hitam (black liquor) dan raw pulp. Penyaringan juga dilakukan untuk

Page 14: Sinopsis Kami

memisahkan kotoran pada pulp hasil pemasakan. Raw pulp yang diperoleh dihaluskan

hingga berbentuk bubur dan disaring.

4. Pengeringan dan Pembentukan Lembaran Pulp

Tahap ini yaitu untuk mengolah pulp menjadi bentuk lembaran pulp dengan

mengurangi kadar air dari pulp yang masih berbentuk bubur. Raw pulp dicetak pada

cetakan dan dikeringkan pada suhu ruangan sampai terbentuk pulp kering.

5. Pembuatan Lembaran Kertas.

Proses membuat lembaran kertas dimulai saat pulp mulai masuk ke mesin kertas

atau paper machine sampai dengan lembaran kertas tergulung rapi dalam gelondongan

atau roll.

6. Pembuatan Kemasan Kardus

7. Pengamatan

Parameter yang diamati meliputi konsumsi alkali, bilangan Kappa, rendemen pulp,

serta sifat fisik kertas, yaitu indeks ketahanan sobek (tear strength index) BSN (1989a),

daya serap air (BSN (1989c), indeks ketahanan tarik (tensile strength index) (BSN,1998),

dan derajat putih. Parameter yang diamati dari kemasan kardus yang dihasilkan adalah:

……….

DAFTAR PUSTAKA

Ben

14