SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS - …/Simulasi... · SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI...

download SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS - …/Simulasi... · SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI ALAMI PADA LAPIS BATAS ALIRAN LAMINAR ... g = 9,81 m/s2 dan Pr = 0,7 dengan kondisi

If you can't read please download the document

Transcript of SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS - …/Simulasi... · SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI...

  • SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI ALAMI PADA LAPIS BATAS ALIRAN LAMINAR

    DENGAN METODE BEDA HINGGA

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Teknik

    Oleh:

    WENDY DESTYANTO NIM. I0401051

    JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA 2007

  • MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    MOTTO

    You dont know what youve got till its gone

    (Counting Crows)

    Bukan hasil yang menjadikan kita besar,

    tetapi proses yang membuat kita lebih besar

    PERSEMBAHAN

    Karya ini kupersembahkan untuk :

    Ibunda Sri Supraptiwi dan Ayahanda Waluyo

    Adikku : Dhimas Willy Ferdianto

    My Soulmate : Eka Wiziyanti

    Orang-orang yang senantiasa berdiri di belakangku

  • Wendy Destyanto. Komputasi Konversi Energi. SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI ALAMI

    PADA ALIRAN LAMINAR DENGAN METODE BEDA HINGGA

    Abstrak

    Penelitian ini dilakukan untuk menghitung nilai koefisien perpindahan panas konveksi pada aliran laminar, serta distribusi kecepatan dan distribusi temperatur udara disekitar plat datar vertikal panas. Penulisan program menggunakan bahasa pemrograman Fortran Power Station 4.0 dan divisualisasi dengan perangkat lunak Matlab R13.

    Temperatur plat yang disimulasikan adalah 50 oC dan temperatur arus bebas (free stream) 10 oC dengan panjang plat 3 cm. Sifat-sifat udara dihitung pada temperatur film 30 oC, yaitu : viskositas kinematik, = 16 x 10-6 m2/s dan konduktivitas termal, k = 26,38 x 10-3 W/m oC. Properti lain yang digunakan adalah percepatan gravitasi, g = 9,81 m/s2 dan Pr = 0,7 dengan kondisi batas di y = 0 adalah u = 0, v = 0 dan T = Tw; di y = adalah u = 0 dan T = T; dan di x = 0 adalah u = 0 dan T = T. Metode yang digunakan adalah metode beda hingga dengan diskritisasi dari persamaan energi, persamaan momentum dan persamaan kontinuitas .

    Hasil perancangan program dapat dijalankan untuk menghasilkan simulasi numerik distribusi kecepatan dan distribusi temperatur aliran laminar konveksi alami pada plat datar vertikal panas, dan distribusi nilai koefisien perpindahan panas konveksi alami lokal. Semakin jauh jarak dari ujung plat, nilai koefisien perpindahan panas konveksi alami lokalnya semakin kecil. Kata kunci : konveksi alami, udara, plat datar vertikal, metode beda hingga.

  • Wendy Destyanto. Computation of Energy Conversion. NUMERICAL SIMULATION FOR NATURAL CONVECTION HEAT

    TRANSFER IN THE LAMINAR FLOW AREA USING FINITE DIFFERENCE METHODE

    Abstract

    The main objective of this study is to calculate the heat transfer coefficient for natural convection in the laminar flows area as well as velocity and temperature distributions along the plate for vertical, heated flat- plate. A Fortran Power Station 4.0 was written to obtain the heat transfer coefficient and the velocity and temperature distributions, and the results are ploted using Matlab R13.

    The plate temperature set at 50 oC and the free stream temperature set at 10 oC, with plate length 3 cm. The air properties are evaluated at film temperature 30 oC, which is viscous kinematic, v = 16 x 10-6 m2/s and thermal conductivity, k = 26,38 x 10-3 W/m oC. Other properties are gravitational acceleration, g = 9,81 m/s2 and Pr = 0,7, with boundary condition at y = 0 are u = 0, v = 0, T = Tw; at y = are u = 0 and T = T; and at x = 0 are u = 0 and T = T. A finite difference methode was used by discritizing the energy, momentum and continuity equations.

    The program was running properly and showing a good agreement with the classical literature in simulating the velocity and temperature distributions in laminar flows area for natural convection along a vertical, heated flat-plate, and also for the heat transfer convection coefficient. The more distances x from the leading edge of the plate, the less heat transfer convection coefficient obtained. Key words : natural convection, air, vertical-flat-plate, finite difference methode.

  • KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt., yang

    telah memberikan rahmat, hidayah serta kekuatan kepada penulis, sehingga

    penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan laporan tugas akhir

    dengan judul Simulasi Numerik Perpindahan Panas Konveksi Alami pada

    Lapis Batas Aliran Laminar dengan Metode Beda Hingga, sebagai salah satu

    syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas

    Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

    dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

    memberikan bantuan, doa, dukungan dan semangat, baik moril maupun materiil

    kepada :

    1. Ibunda, Ayahanda, Dhimas dan Eka Wiziyanti, yang tanpa jemu dan dengan

    sabar memberikan doa, semangat, keyakinan, nasehat dan cinta kasihnya.

    2. Bapak Ir. Agustinus Sujono, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin UNS.

    3. Bapak Eko Prasetya Budiana, ST., MT., selaku Pembimbing I tugas akhir, atas

    bimbingan, nasehat, kepercayaan dan ilmu pengetahuan yang diajarkannya.

    4. Bapak R. Lulus Lambang GH, ST., MT., selaku Pembimbing II tugas akhir,

    atas bimbingan, kesabaran dan ilmu pengetahuan yang diajarkannya.

    5. Bapak Dwi Aries Himawanto, ST., MT., selaku Pembimbing Akademik, atas

    saran dan nasehatnya.

    6. Bapak-bapak dosen dan staf karyawan di lingkungan Teknik Mesin UNS, atas

    didikan, nasehat, ilmu yang diajarkan dan kerjasamanya.

    7. Keluarga besar H. Abdul Kadir HS, SE.; pakde, bude, Mbak Tika, Abang,

    Mas Caca, Mbak Ayu, Mbak Illa, Mas Zuchri dan Dinda Endo Virajati,

    yang telah memberikan nasehat, kepercayaan dan dukungan yang besar

    kepada penulis.

    8. Bude Yam, Pakde Joni, kedua Mbah Putri, om dan tante, pakde dan bude, dan

    sepupu-sepupu penulis, atas doa, dukungan dan dorongan semangatnya.

  • 9. Teman-teman almamater Mahasiswa Mesin angkatan 2001 atas kerjasama, dukungan, keceriaan dan petualangan dari pantai ke pantai yang tak

    terlupakan; Adit, Ali, Andy P, Andy supit, Aris jenggot, Arif ini-itu,

    Bambang bams, Bambang bombot, Budi cobrut, Fendy fenoy, Fauzi,

    Jamal Lou Han, Joko, Irawan, Imbar, Imam W, Imam Fahad, Irvan irfun,

    Kurniawan, Rizka karjo, Risharyanto, Hadi, Said swat, si gede

    Sulistyana, Taufik, Uki ukri, Tri Wahyudi kentang, kakak-adik angkatan

    Teknik Mesin UNS, Lets get Solidarity M Forever!!

    10. Teman-teman ex-Asrama Ceria UNS; Halim hamil si lugu tak tahu malu, Aris sipit, Indro, Bayu Cikibul, Wahyu Dabull, Latief, Imam gundul,

    Andika, Toni, Teguh san, Okta kuro, Pras sube buat tiket kretanya,

    Timbul, Agus SH, Raden SH, Bowo pak RT, Jaka kecu yang sering

    ngajarin komputer, Arfan, Dedi oe, Dhana grepes sohib dari SMA, Satir,

    Wisnu bose, Gendenk, Azis, Rojak, Doa, Filmon, Wiwid, Rere, Pak Dal.

    Salam Ceria !!

    11. Semua pihak yang belum sempat disebutkan, yang telah membantu penelitian

    dan penyusunan laporan tugas akhir ini.

    Akhirnya, penulis menyadari bahwa karya kecil ini masih memiliki

    kekurangan dan kelemahan. Sehingga kritik dan saran penulis harapkan demi

    perbaikan dan pembelajaran untuk penelitian selanjutnya. Terimakasih.

    Surakarta, Januari 2007

    penulis

  • DAFTAR ISI

    ABSTRAK .. iv KATA PENGANTAR .... vi DAFTAR ISI ... viii DAFTAR GAMBAR .. x BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ..... 1 1.2 Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 1.3 Batasan Masalah .. 2 1.4 Tujuan Penelitian . 2 1.5 Manfaat Penelitian ... 2 1.6 Sistematika Penulisan .. 3

    BAB II LANDASAN TEORI

    2.1 Tinjauan Pustaka . 4 2.2 Konveksi Alami (Natural Convection) ... 4 2.3 Lapis Batas (Boundary Layer) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 4 2.4 Metode Beda Hingga .................. 6

    2.4.1 Pendekatan Beda Maju Orde Pertama . . . . . . . . . . . . . . .. 6 2.4.2 Pendekatan Beda Mundur Orde Pertama ... 7 2.4.3 Pendekatan Beda Tengah Orde Pertama .. . . . . . . . . . . . 8 2.4.4 Pendekatan Beda Tengah Orde Kedua .... . . . . . . . . . . . . 8

    2.5 Persamaan Lapis Batas Pada Plat Datar .. 9 2.6 Angka Grashof dan Angka Rayleigh . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10 2.7 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Alami . . . . . . . . . . . . . . 10

    BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

    3.1 Alat dan Bahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..... . . 12 3.1.1 Alat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 3.1.2 Bahan .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12

    3.2 Garis Besar Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 3.3 Diskritisasi Persamaan Lapis Batas Dalam Bentuk Tak Berdimensi (Dimensionless) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14

    3.3.1 Diskritisasi Persamaan Energi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16 3.3.2 Diskritisasi Persamaan Momentum .. . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 3.3.3 Diskritisasi Persamaan Kontinuitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21

    3.4 Kondisi Batas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23 3.5 Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Alami 23 3.6 Penyusunan Algoritma dan Bagan Alir (Flow Chart) Program .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24

    BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Validasi Program .. . . . . . . . . . ........... 27 4.2 Simulasi Konveksi Alami Plat Datar Vertikal Panas ... 28

  • BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .. 35 5.2 Saran 36

    DAFTAR PUSTAKA .. 37 LAMPIRAN . 38

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Daerah Lapis Batas, (a) Profil Kecepatan, dan (b) profil

    temperatur pada konveksi alami

    Gambar 2.2 Ilustrasi Pendekatan Beda Maju Orde Pertama

    Gambar 2.3 Ilustrasi Pendekatan Beda Mundur Orde Pertama

    Gambar 2.4 Ilustrasi Pendekatan Beda Tengah Orde Pertama

    Gambar 2.5 Ilustrasi Pendekatan Beda Tengah Orde Kedua

    Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

    Gambar 3.2 Grid yang digunakan dalam analisa

    Gambar 3.3 Grid untuk Derivasi Pendekatan Beda Hingga

    Gambar 3.4 Nodal untuk Diskritisasi Persamaan Kontinuitas

    Gambar 3.5 Kondisi Batas

    Gambar 3.6 Diagram Alir Program

    Gambar 4.1 Kondisi Batas Penelitian Rolando A. Chavez

    Gambar 4.2 Grid Penelitian Rolando A. Chavez

    Gambar 4.3 Profil Kecepatan Hasil Penelitian Rolando A. Chavez

    Gambar 4.4 Profil Kecepatan pada Penelitian

    Gambar 4.5 Profil Temperatur Hasil Penelitian Rolando A. Chavez

    Gambar 4.6 Profil Temperatur pada Penelitian

    Gambar 4.7 Distribusi Kecepatan Hasil Penelitian Rolando A. Chavez

    Gambar 4.8 Distribusi Kecepatan pada Penelitian

    Gambar 4.9 Distribusi Temperatur Hasil Penelitian Rolando A. Chavez

    Gambar 4.10 Distribusi Temperatur pada Penelitian

    Gambar 4.11 Distribusi Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Lokal

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah Persoalan perpindahan panas serta metode penyelesaiannya mengalami

    perkembangan pesat diberbagai bidang kehidupan. Bidang teknologi industri

    banyak menggunakan prinsip-prinsip dasar proses perpindahan panas. Sehingga

    pendalaman di bidang ini perlu ditingkatkan, terutama pada metode

    penyelesaiannya. Metode yang lebih cepat, akurat dengan sedikit kesalahan sangat

    dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat.

    Perpindahan panas (heat transfer) adalah ilmu untuk memprediksikan

    perpindahan energi yang terjadi akibat perbedaan suhu pada benda atau material.

    Proses perpindahan panas dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu perpindahan panas

    secara konduksi, konveksi dan radiasi.

    Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi di

    antara permukaan benda dengan fluida yang bergerak, karena terdapat gradien

    suhu diantara keduanya.

    Konveksi alami terjadi karena adanya perubahan densitas (kerapatan) fluida

    akibat proses pemanasan, yang menyebabkan fluida bergerak ke atas. Gerakan

    fluida pada konveksi alami (baik gas maupun zat cair) terjadi karena gaya apung

    (buoyancy force) yang timbul apabila densitas fluida berkurang akibat proses

    pemanasan.

    Konveksi alami memegang peranan penting dalam rekayasa industri, seperti

    pada perancangan alat penukar kalor, pendinginan transformator, dan komponen

    elektronika. Penelitian mengenai fenomena konveksi alami telah banyak

    dilakukan, baik secara eksperimen di laboratorium maupun secara numerik.

    Penelitian secara eksperimen di laboratorium untuk mengetahui fenomena yang

    terjadi pada proses konveksi alami membutuhkan biaya yang mahal dan proses

    yang cukup rumit. Oleh karena itu, dikembangkanlah suatu penelitian mengenai

    metode penyelesaian dengan biaya yang jauh lebih rendah serta waktu yang lebih

    cepat, yaitu dengan metode simulasi numerik yang didasarkan pada metode beda-

    hingga (finite-difference methode).

  • Pada konveksi alami, kecepatan aliran fluidanya sangat rendah. Dan pada

    aliran dengan kecepatan rendah, aliran laminar akan lebih sering terbentuk

    dibandingkan dengan aliran Turbulen. Oleh sebab itu penelitian ini difokuskan

    pada aliran laminar.

    1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mensimulasikan

    secara numerik perpindahan panas konveksi alami plat datar vertikal di daerah

    lapis batas aliran laminar dengan metode beda hingga.

    1.3 Batasan Masalah Masalah pada penelitian ini dibatasi pada persoalan konveksi alami pada

    plat datar vertikal panas yang diselesaikan dengan menggunakan metode beda

    hingga untuk memperoleh distribusi kecepatan, distribusi temperatur dan

    koefisien perpindahan panas konveksi alami dengan udara sebagai fluida

    penghantar kalor.

    1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menampilkan distribusi nilai koefisien

    perpindahan panas konveksi alami lokal, distribusi kecepatan udara dan distribusi

    temperatur udara pada lapis batas aliran laminar secara kualitatif, dengan

    menggunakan metode beda-hingga sebagai alternatif metode penyelesaian

    persoalan perpindahan panas.

    1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah :

    a. Mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan terutama ilmu

    pengetahuan Komputasi Perpindahan Panas, Metode Numerik,

    Perpindahan Panas dan Mekanika Fluida yang diperoleh di bangku kuliah

    b. Mempelajari fenomena konveksi alami yang terjadi pada plat datar

    vertikal panas.

    c. Sebagai dasar pengembangan untuk penelitian yang lebih kompleks.

  • 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan adalah :

    BAB I : PENDAHULUAN

    Berisi latar belakang masalah, batasan dan perumusan masalah,

    tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

    BAB II : LANDASAN TEORI

    Berisi tentang tinjauan pustaka, dasar teori konveksi alami dan

    penjelasan mengenai metode beda hingga.

    BAB III : PELAKSANAAN PENELITIAN

    Berisi tentang alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, tata

    dan cara penelitian, penurunan persamaan kontinuitas, persamaan

    momentum dan persamaan energi dengan metode beda hingga, dan

    diagram alir program.

    BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

    Berisi data hasil penelitian (simulasi) dan pembahasannya.

    BAB V : PENUTUP

    Berisi kesimpulan penelitian dan saran-saran untuk penelitian

    selanjutnya.

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Tinjauan Pustaka Rolando A Chavez (2004) menggunakan metode numerik untuk

    menghitung koefisien perpindahan panas konveksi alami dan menyelesaikan

    persamaan lapis batas plat datar vertikal panas pada fluida superkritis. Chavez

    menggunakan bahasa pemrograman Fortran untuk menghitung kecepatan dan

    temperatur di sepanjang plat.

    Hasil dari penelitian Chavez menunjukkan bahwa profil kecepatan

    meningkat dengan bertambahnya jarak tegak lurus terhadap plat sampai mencapai

    titik maksimum, kemudian menurun sampai mencapai batas lapis aliran. Profil

    temperatur mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya jarak tegak lurus

    terhadap plat, hingga menjadi sama dengan temperatur arus bebas.

    2.2 Konveksi Alami (Natural Convection) Sudah umum diketahui bahwa plat logam panas akan menjadi lebih cepat

    dingin ketika diletakkan di depan kipas angin dibandingkan dengan ketika

    diletakkan di udara tenang. Dikatakan bahwa kalor dikonveksi atau diili keluar

    dan proses terjadinya perpindahan panas ini disebut perpindahan kalor secara

    konveksi atau ilian (Holman, 1997).

    Perpindahan panas konveksi adalah proses perpindahan energi dari

    permukaan benda ke fluida yang mengalir di atasnya karena perbedaan suhu

    diantara keduanya (benda fluida) (Oosthuizen, 1999).

    Konveksi alami terjadi karena fluida, yang karena proses pemanasan,

    berubah densitasnya (kerapatannya) dan bergerak ke atas. Gerakan fluida pada

    konveksi alami terjadi karena gaya apung (buoyancy force) yang timbul apabila

    densitas fluida berkurang akibat proses pemanasan (Holman, 1997).

    2.3 Lapis Batas (Boundary Layer) Daerah lapis batas (Boundary Layer) adalah daerah atau lapisan tipis yang

    dekat permukaan benda, yang masih berada dalam pengaruh viskositas fluida dan

  • perpindahan panas fluida. Tebal lapis batas dibagi menjadi dua, yaitu lapis batas

    kecepatan dan lapis batas termal. Tebal lapis batas kecepatan () adalah jarak

    yang diukur dari permukaan benda sampai suatu titik dimana efek viskositas

    sudah tidak berpengaruh lagi. Tebal lapis batas termal (T) adalah jarak yang

    diukur dari permukaan benda sampai suatu titik dimana efek perpindahan panas

    sudah tidak berpengaruh.

    Fluida disekitar permukaan plat panas menjadi lebih ringan dibandingkan

    dengan fluida yang lebih jauh dari permukaan plat. Sifat ringan fluida ini yang

    menyebabkan terjadinya pergerakan ke atas, bergesekan dengan dinding dan

    memindahkan panas dari dinding (panas). Fluida yang jauh dari dinding tidak

    terpengaruh oleh efek panas yang ditimbulkan plat (Bejan, 1993).

    Pada plat datar vertikal panas (gambar 2.1a) akan terbentuk lapis-batas

    (boundary layer) konveksi alami. Pada dinding, kecepatannya adalah nol karena

    terdapat kondisi tanpa gelincir (no-slip). Kecepatan bertambah sampai mencapai

    suatu nilai maksimum, kemudian turun secara bertahap sampai nol pada tepi

    lapisan batas. Perkembangan awal lapisan batas adalah laminar, tetapi pada suatu

    jarak tertentu dari tepi depan, bergantung pada sifat-sifat fluida dan beda suhu

    antara dinding dan lingkungan, terbentuk pusaran-pusaran dan transisi ke lapisan

    batas turbulen akan terbentuk (Ozisik, 1988).

    Plat vertikal panas

    X

    u

    V .y

    Lapis batas

    Profil kecepatan

    Plat vertikal panas

    X

    u

    V .y

    Lapis batasTermal

    Profil Temperatur

    (a) (b)

    Gambar 2.1 Daerah Lapis Batas, (a) Profil Kecepatan, (b) profil temperatur

    pada konveksi alami

  • 2.4 Metode Beda Hingga Salah satu metode penyelesaian persamaan lapis batas adalah dengan

    metode beda hingga. Metode beda hingga merupakan suatu cara, selain metode

    elemen hingga, untuk menentukan penyelesaian numerik dari persamaan-

    persamaan diferensial parsial.

    Metode beda hingga didasarkan pada ekspansi deret Taylor, yaitu metode

    pendekatan agar sebuah persamaan diferensial parsial dapat diubah menjadi

    operasi aritmatika dan operasi logika yang dapat dibaca oleh komputer

    (Hoffmann, 1989).

    Ekspansi deret Taylor menghasilkan pendekatan beda maju orde pertama,

    beda mundur orde pertama, beda tengah orde pertama dan beda tengah orde

    kedua.

    2.4.1 Pendekatan Beda Maju Orde Pertama

    Ekspansi deret Taylor untuk f(x + x) pada x :

    ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ...!3!2 3

    33

    2

    22

    +

    +

    +

    +=+x

    fxx

    fxxfxxfxxf

    ( ) ( ) nn

    n

    n

    xf

    nxxf

    +=

    =1 ! (2.1)

    penyelesaian untuk xf diperoleh :

    ( ) ( ) ( ) ...!3!2 3

    32

    2

    2

    +

    +=

    xfx

    xfx

    xxfxxf

    xf

    ( ) ( ) ( xO )x

    xfxxfxf

    +

    +=

    atau bisa ditulis ( xOx

    ffxf ii

    i

    +

    = +1 ) (2.2)

    Persamaan di atas disebut dengan pendekatan beda maju orde pertama.

  • 1+ifif1if

    )(+)(

    x

    Gambar 2.2 Ilustrasi Pendekatan Beda Maju Orde Pertama

    2.4.2 Pendekatan Beda Mundur Orde Pertama

    Ekspansi deret Taylor untuk f(x - x) pada x :

    ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ...!3!2 3

    33

    2

    22

    +

    +

    =x

    fxx

    fxxfxxfxxf (2.3)

    ( ) ( ) nn

    n

    n

    xf

    nxxf

    +=

    =1 !

    + untuk n genap

    - untuk n ganjil

    penyelesaian untuk xf diperoleh :

    ( ) ( ) ( )xOx

    xxfxfxf

    +

    =

    atau bisa ditulis ( xOxff

    xf ii

    i

    +

    = 1 ) (2.4)

    Persamaan di atas disebut pendekatan beda mundur orde pertama.

    1+ifif1if

    )(+)(

    x

    Gambar 2.3 Ilustrasi Pendekatan Beda Mundur Orde Pertama

  • 2.4.3 Pendekatan Beda Tengah Orde Pertama

    Dengan mengurangkan ekspansi deret Taylor untuk f(x + x) (persamaan

    (2.1)) dengan ekspansi deret Taylor untuk f(x - x) (persamaan 2.3)), diperoleh :

    ( ) ( ) ( ) ...!3

    22 333

    +

    +

    =+x

    fxxfxxxfxxf (2.5)

    penyelesaian untuk xf diperoleh :

    ( ) ( ) ( )22

    xOx

    xxfxxfxf

    +

    +=

    atau bisa ditulis ( )212

    xOxff

    xf iix

    i

    +

    = + (2.6)

    Persamaan di atas disebut pendekatan beda tengah orde pertama.

    1+ifif1if

    )(+)(

    x

    Gambar 2.4 Ilustrasi Pendekatan Beda Tengah Orde Pertama

    2.4.4 Pendekatan Beda Tengah Orde Kedua Pendekatan beda hingga untuk persamaan turunan orde yang lebih tinggi

    dapat ditentukan dengan menambahkan ekspansi deret Taylor pada f(x). Dengan

    menambahkan persamaan (2.1) dan persamaan (2.3) didapat :

    ( ) ( ) ( ) ( ) ...!4

    2!2

    22 444

    2

    22

    +

    +

    +=++x

    fxx

    fxxxxfxxf . (2.7)

    penyelesaian untuk 22

    xf

    diperoleh :

    ( ) ( ) ( ) ( )2222 2 xO

    xxxfxfxxf

    xf

    +

    ++=

  • atau bisa ditulis ( )22 1122 2

    xOx

    fffx

    f iiii

    +

    +=

    + (2.8)

    Persamaan di atas disebut Pendekatan Beda Tengah Orde Kedua.

    1+ifif1if

    )(+)(

    x

    Gambar 2.5 Ilustrasi Pendekatan Beda Tengah Orde Kedua

    2.5 Persamaan Lapis Batas Pada Plat Datar Persamaan lapis batas yang berlaku pada perpindahan panas konveksi alami

    untuk plat datar pada kondisi tunak (steady), tak mampu mampat (incompressible)

    adalah sebagai berikut :

    a) Persaman Kontinuitas : 0=

    +

    yv

    xu (2.9)

    Pada konveksi alami berlaku pendekatan Boussinesq, yaitu dalam analisa

    mengenai aliran pada konveksi alami, sifat-sifat fluida diasumsikan konstan

    kecuali perubahan densitas terhadap temperatur yang menyebabkan munculnya

    gaya apung (buoyancy force) (Oosthuizen, 1999).

    Meskipun gerakan fluida akibat perbedaan densitas, tetapi angka

    perbedaannya sangat kecil. Sehingga dapat diperoleh penyelesaian dengan

    mengandaikan aliran tak mampu mampat (Incompressible) (Holman, 1997).

    b) Persamaan Momentum : ( ) 22

    yuTTg

    yuv

    xuu

    +=

    +

    (2.10)

    Dengan asumsi dasar teori lapis batas, apabila (/L) kecil maka ( ) bernilai kecil. Untuk konveksi alami pada lapis batas, komponen kecepatan arah y,

    (v), memiliki besaran yang sangat kecil dibandingkan komponen kecepatan u.

    Sehingga momentum pada arah y dapat diabaikan (Oosthuizen, 1999).

    uv /

  • c) Persamaan Energi : 22

    yT

    yTv

    xTu

    =

    + (2.11)

    2.6 Angka Grashof dan Angka Rayleigh Angka Grashof adalah satuan rasio perbesaran gaya apung (buoyancy force)

    terhadap viskositas pada aliran konveksi alami. Secara matematis dituliskan

    sebagai :

    23)(

    vLTTg

    Gr w

    =

    (2.12)

    Angka Rayleigh didefinisikan sebagai satuan tak berdimensi hasil kali

    antara angka Grashof dengan angka Prandtl (Pr), yang dirumuskan sebagai :

    ( )

    2

    3 Pr..Pr.

    LTTg

    GrRa w

    == (2.13)

    Dimana, Ra = Angka Rayleigh

    = Koefisien ekspansivitas termal ( 1 / oC )

    g = Percepatan gravitasi ( m / s2 )

    Tw - Tf = Selisih temperatur plat dengan fluida ( oC )

    L = Panjang plat ( m )

    Pr = Angka Prandtl

    = Viskositas kinematik ( m2 / s )

    Angka Rayleigh digunakan sebagai salah satu acuan untuk menentukan

    jenis aliran dalam konveksi alami, yaitu :

    Ra < 109 : Aliran Laminar

    Ra = 109 : Aliran Transisi

    Ra > 109 : Aliran Turbulen

    2.7 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Alami Koefisien perpindahan panas (h) berpengaruh terhadap laju perpindahan

    panas pada suatu sistem konveksi. Besarnya nilai h dipengaruhi oleh jenis fluida

    yang digunakan, bentuk permukaan yang dilewati fluida dan kecepatan fluidanya

  • (laminar, turbulen atau transien). Viskositas mempengaruhi profil kecepatan yang

    akan berpengaruh terhadap laju perpindahan energi pada daerah dinding (Holman,

    1997)

    Persamaan koefisien perpindahan panas konveksi :

    ( ) 0

    =

    ywx y

    TTT

    kh (2.14)

    Persamaan di atas disebut sebagai persamaan koefisien perpindahan panas

    konveksi lokal. Tanda negatif menyatakan gradien temperatur terhadap y

    mengalami penurunan. Semakin besar y, semakin kecil gradien temperaturnya.

  • BAB III

    PELAKSANAAN PENELITIAN

    3.1 Alat dan Bahan

    3.1.1 Alat

    a. Komputer pribadi dengan spesifikasi :

    - Prosesor AMD Sempron 2400+

    - Memori DDR RAM 256 MB

    b. Perangkat lunak Microsoft Fortran PowerStation 4.0

    c. Perangkat lunak Matlab 6.5.1 (R13)

    d. Printer

    3.1.2 Bahan

    Hasil diskritisasi persamaan kontinuitas, persamaan momentum dan

    persamaan energi dengan metode Beda Hingga dan persamaan koefisien

    perpindahan panas konveksi.

    3.2 Garis Besar Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metode studi pustaka dengan

    langkah pelaksanaan secara garis besar sebagai berikut :

    a. Mengumpulkan literatur berupa hasil-hasil penelitian terdahulu dan buku

    penunjang.

    b. Mempelajari literatur

    1. Mempelajari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan.

    2. Mempelajari persamaan lapis batas yang digunakan.

    c. Merencanakan algoritma program

    1. Membuat diskritisasi persamaan lapis batas dalam bentuk tak berdimensi

    (Dimensionless Form).

    2. Menyusun bagan alir program.

    d. Menulis bagan alir dalam bahasa program (Fortran).

    e. Menjalankan program.

    f. Memperbaiki kesalahan dalam pemrograman

    1. Kesalahan penulisan

  • 2. Kesalahan algoritma

    g. Membuat visualisasi hasil program dengan perangkat lunak Matlab.

    h. Menyusun laporan.

    Diagram alir penelitian yang dilakukan adalah :

    ya

    tidak

    Mempelajari literatur

    Membuat diskritisasi persamaan lapis batas tak berdimensi : Persamaan Energi Persamaan Momentum Persamaan Kontinuitas

    Membuat algoritma program

    Menulis bagan atur dalam bahasa Fortran

    Program benar

    Menjalankan program : Distribusi Kecepatan Distribusi Temperatur Menghitung Koefisien Perpindahan Panas

    Membuat visualisasi : Distribusi Kecepatan Distribusi Suhu Distribusi Koefisien Perpan

    A

    Mengumpulkan literatur

    Mulai

    Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

  • Gambar 3.1 (lanjutan)

    Menyusun Laporan

    A

    Selesai

    3.3 Diskritisasi Persamaan Lapis Batas Dalam Bentuk Tak Berdimensi (Dimensionless)

    Untuk menyederhanakan penyelesaian derivasi persamaan lapis batas,

    digunakan variabel referensi yang mengubah persamaan lapis batas menjadi

    persamaan lapis batas tak berdimensi (dimensionless).

    Y

    X

    j = 1 j = ny

    .i = 1

    .i = nx

    .y

    .x

    Gambar 3.2 Grid yang digunakan dalam analisa

    Variabel referensi tak berdimensi yang digunakan adalah sebagai berikut :

    GLxX.

    = GLXx ..=

    XGLx = ..

  • WyY = YWy .=

    YWy =

    YWy 222 =

    =

    LGWuWU

    2

    ...W

    UGLu =

    UW

    GLu = 2..

    UW

    GLu 222 .. =

    vWV = WVv .=

    VW

    v =

    =TTTT

    w

    ( ) = TTTT w

    ( ) += TTTT w

    ( ) = TTT w

    ( ) 22 = TTT w

    ( )

    LWTTg

    G wref.

    ..2

    4

    = ( ) 4

    2 ..WTT

    LGgwref

    =

    f

    ref T1

    =

    ( )+= TTT wf 21

    ref =*

    Pr =

  • Gambar 3.3 Grid untuk Derivasi Pendekatan Beda Hingga

    3.3.1 Diskritisasi Persamaan Energi Persamaan dasar energi :

    22

    yT

    yTv

    xTu

    =

    + (3.1)

    Dengan mensubstitusikan variabel tak berdimensi, tiap suku dari persamaan di

    atas dapat diubah ke bentuk persamaan tak berdimensi sebagai berikut :

    xTu =

    ( )X

    UW

    TTw

    2 (3.2)

    yTv =

    ( )

    2WTTw

    YV (3.3)

    22

    yT

    =

    ( )

    2WTTw

    2

    2

    Pr1

    Y (3.4)

    Substitusi persamaan (3.2), (3.3) dan (3.4) ke persamaan (3.1), diperoleh :

    ( )

    XU

    WTTw

    2 + ( )

    2WTTw

    YV =

    ( )

    2WTTw

    2

    2

    Pr1

    Y

    Persamaan di atas disederhanakan dengan mengeliminasi ( )

    2WTTw , menjadi :

    X

    U +

    YV = 2

    2

    Pr1

    Y (3.5)

    Persamaan (3.5) disebut persamaan energi dalam bentuk tak berdimensi.

    Diskritisasi tiap suku persamaan di atas adalah sebagai berikut :

    jiX

    U,

    =

    X

    Uk

    jik

    jikji

    ,1,1,

    (3.6)

    i-1, j

    y y

    i, j-1 i, j i, j+1

    x

  • jiY

    V,

    =

    +Y

    Vk

    jik

    jikji 2

    1,1,1,

    (3.7)

    jiY ,

    2

    2

    =

    + +2

    1,,1,

    )(2

    Y

    kji

    kji

    kji (3.8)

    Dengan menyusun ulang persamaan (3.6), (3.7) dan (3.8) identik dengan

    persamaan (3.5), diperoleh :

    X

    Uk

    jik

    jikji

    ,1,1,

    +

    +Y

    Vk

    jik

    jikji 2

    1,1,1,

    =

    Pr1

    + +2

    1,,1,

    )(2

    Y

    kji

    kji

    kji

    Variabel yang sudah diketahui disusun disebelah kanan tanda "=", dan variabel

    data yang belum diketahui diletakkan di sebelah kiri tanda "=". Diperoleh

    persamaan baru :

    k jikji

    YYV

    1,2

    1,

    )Pr(1

    2

    +

    ( )k

    ji

    kji

    YXU

    ,2

    1,

    Pr2

    +

    +

    ( )

    kji

    kji

    YYV

    1,2

    1,

    Pr1

    2 +

    = k ji

    kji

    XU

    ,1

    1,

    (3.9)

    Koefisien matriks untuk persamaan di atas adalah :

    =

    2

    1,

    )Pr(1

    2 YYV

    akji

    j (3.10)

    ( )

    +

    =

    2

    1,

    Pr2YX

    Ub

    kji

    j (3.11)

    ( )

    =

    2

    1,

    Pr1

    2 YYV

    ckji

    j (3.12)

    k jik

    jij X

    Ud ,1

    1,

    = (3.13)

    Persamaan (3.9) berubah menjadi :

    + + = (3.14) k jija 1, k

    jijb ,k

    jijc 1, + jd

    Persamaan (3.14) disebut persamaan diskritisasi energi.

    Dari persamaan (3.14) dapat dibuat Matriks Tridiagonal pada arah i, untuk j = 1,2,

    3, 4, ..., ny ( j = 1 dan j = ny adalah kondisi batas),

  • wi =1, 23,22,21,2 dcba iii =++

    34,33,32,3 dcba iii =++

    45,44,43,4 dcba iii =++ . . .

    1,11,12,1 =++ nynyinynyinynyiny dcba

    0, =nyi

    Persamaan-persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk matriks berikut ini :

    =

    0

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    100000000000000

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .000...00000...00000...00000...00001

    1

    4

    3

    2

    ,

    1,

    4,

    3,

    2,

    1,

    111

    444

    333

    222

    ny

    w

    nyi

    nyi

    i

    i

    i

    i

    nynyny d

    ddd

    cba

    cbacba

    cba

    Matriks di atas disebut Matriks Tridiagonal untuk persamaan energi.

    3.3.2 Diskritisasi Persamaan Momentum Persamaan dasar momentum :

    ( ) 22

    yuTTg

    yuv

    xuu

    +=

    +

    (3.15)

    Dengan mensubstitusikan variabel tak berdimensi, tiap suku dari persamaan di

    atas dapat diubah kedalam bentuk persamaan tak berdimensi sebagai berikut :

    xuu =

    XUU

    WGL

    4

    2 .. (3.16)

    yuv =

    YUV

    WGL

    4

    2 .. (3.17)

    g. = ( )

    4

    2 ..WTT

    GL

    wref

    (3.18)

    = TT ( TTw ) (3.19)

  • 22

    yu

    = 2

    2

    4

    2 ..YU

    WGL

    (3.20)

    Substitusi persamaan (3.16), (3.17), (3.18), (3.19) dan (3.20) ke persamaan (3.15),

    diperoleh :

    XUU

    WGL

    4

    2 .. + YUV

    WGL

    4

    2 .. = ( )

    4

    2 ..WTT

    GL

    wref

    ( )TTw

    + 22

    4

    2 ..YU

    WGL

    Persamaan di atas disederhanakan dengan mengeliminasi

    4

    2 ..W

    GL menjadi :

    XUU +

    YUV = + * 2

    2

    YU

    (3.21)

    Persamaan (3.21) disebut persamaan momentum dalam bentuk tak berdimensi.

    Dari persamaan (3.21) dapat dibuat koefisien Matriks tridiagonal berikut ini :

    jiX

    UU,

    =

    XUU

    Uk

    jik

    jikji

    ,1,1, (3.22)

    jiY

    UV,

    =

    +YUU

    Vk

    jik

    jikji 2

    1,1,1, (3.23)

    jiY

    U

    ,2

    2

    =

    + +2

    1,,1,

    )(2

    YUUU k ji

    kji

    kji (3.24)

    Dengan menyusun ulang persamaan (3.22), (3.23) dan (3.24) identik dengan

    persamaan (3.21), diperoleh :

    XUU

    Uk

    jik

    jikji

    ,1,1, +

    +YUU

    Vk

    jik

    jikji 2

    1,1,1, = +

    *, ji

    + +2

    1,,1,

    )(2

    YUUU k ji

    kji

    kji

    Dengan cara yang sama dengan persamaan energi, didapat :

    ( )k

    ji

    kji U

    YYV

    1,2

    1, 1

    2

    k ji

    kji U

    YXU

    ,2

    1,

    )(2

    +

    +

    ( )=

    + +

    k

    ji

    kji U

    YYV

    1,2

    1, 1

    2

    +*, jik

    ji

    kji U

    XU

    ,1

    1,

    (3.25)

  • Koefisien matriksnya adalah :

    ( )

    =

    2

    1, 1

    2 YYV

    akji

    j (3.26)

    +

    =

    2

    1,

    )(2YX

    Ub

    kji

    j (3.27)

    ( )

    =

    2

    1, 1

    2 YYV

    ckji

    j (3.28)

    k jik

    jijij UX

    Ud ,1

    1,*

    ,

    += (3.29)

    Sehingga persamaan (3.25) menjadi :

    (3.30) jk

    jijk

    jijk

    jij dUcUbUa =++ + 1,,1,

    Persamaan (3.30) disebut persamaan diskritisasi momentum.

    Dari persamaan (3.30) dapat dibuat Matriks Tridiagonal pada arah i, untuk j = 1,2,

    3, 4, ..., ny ( j = 1 dan j = ny merupakan kondisi batas),

    01, =iU 23,22,21,2 dUcUbUa iii =++

    34,33,32,3 dUcUbUa iii =++

    45,44,43,4 dUcUbUa iii =++. . .

    1,11,12,1 =++ nynyinynyinynyiny dUcUbUa

    =UU nyi,

    Persamaan-persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai

    berikut :

  • =

    Ud

    ddd

    UU

    UUUU

    cba

    cbacba

    cba

    ny

    nyi

    nyi

    i

    i

    i

    i

    nynyny 1

    4

    3

    2

    ,

    1,

    4,

    3,

    2,

    1,

    111

    444

    333

    222

    .

    .

    .

    0

    .

    .

    .

    100000000000000

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .

    .000...00000...00000...00000...00001

    Matriks Tridiagonal untuk persamaan momentum.

    3.3.3 Diskritisasi Persamaan Kontinuitas Untuk mendiskritisasi persamaan kontinuitas digunakan titik-titik nodal

    pada gambar 3.4. Persamaan kontinuitas di diskritisasi pada midpoint (bukan pada

    titik nodal), dinotasikan dengan (i,j-1/2), yang terletak pada baris ke-i dan berjarak

    setengah dari jarak antara j - 1 dengan j.

    i, j-1 i, j-1/2 i, j

    Gambar 3.4 Nodal untuk Diskritisasi Persamaan Kontinuitas

    Persamaan dasar kontinuitas :

    0=

    +

    yv

    xu (3.31)

    Dengan mensubstitusikan variabel tak berdimensi, tiap suku dari persamaan di

    atas dapat diubah kedalam bentuk persamaan tak berdimensi sebagai berikut :

    xu =

    XU

    W

    2

    (3.32)

    yv =

    YV

    W

    2

    (3.33)

    Substitusi persamaan (3.32) dan (3.33) ke persamaan (3.31), diperoleh :

    i-1, j-1 i-1, j

    y x

  • XU

    W

    2

    + YV

    W

    2

    = 0

    Persamaan di atas disederhanakan dengan mengeliminasi

    2W

    menjadi :

    XU +

    YV = 0 (3.34)

    Persamaan (3.34) disebut persamaan kontinuitas dalam bentuk tak berdimensi.

    Dari persamaan (3.34) dapat dibuat koefisien Matriks tridiagonal berikut ini :

    Diasumsikan derivatif x dititik (i,j-1/2) sama dengan rata-rata dari derivatif

    dititik (i,j) dan (i,j-1), yaitu :

    +

    =

    1,,2/1, 21

    jijiji XU

    XU

    XU

    dimana,

    =

    XUU

    XU jiji

    ji

    ,1,

    ,

    ;

    =

    XUU

    XU jiji

    ji

    1,11,

    1,

    Sehingga,

    +

    =

    XUU

    XUU

    XU jijijiji

    ji

    1,11,,1,

    2/1, 21 (3.35)

    Derivatif y menggunakan pendekatan beda tengah,

    =

    YVV

    YV jiji

    ji

    1,,

    2/1,

    (3.36)

    Dengan menyusun ulang persamaan (3.35) dan (3.36) identik dengan persamaan

    (3.34), diperoleh :

    YVV jiji 1,, =

    +

    XUU

    XUU jijijiji 1,11,,1,

    21

    ( 1,11,,1,1,, 2 +

    = jijijijijiji UUUUXYVV ) (3.37)

    Persamaan (3.37) adalah persamaan kontinuitas hasil diskritisasi yang digunakan

    dalam penulisan program.

  • 3.4 Kondisi Batas Kondisi batas yang digunakan pada penelitian ini adalah daerah pada lapis

    batas aliran laminar konveksi alami pada plat datar vertikal seperti gambar (3.2) :

    y = 0

    .x = 0 .y

    .x

    y

    0

    U 00000

    0U 00000

    ==

    10U 0000=

    =

    V 0000=

    Gambar 3.5 Kondisi Batas

    Untuk Y = 0, 100

    ===

    VU

    Untuk , Y00

    U

    Untuk X = 0, 00

    ==

    U

    Kondisi batas pada Metode Beda Hingga digunakan untuk modifikasi

    koefisien matriks persamaan lapis batas, yaitu persamaan energi, momentum dan

    persamaan kontinuitas.

    3.5 Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Alami Untuk menghitung koefisien perpindahan panas konveksi, digunakan

    persamaan (2.14) :

    ( ) 0

    =

    ywx y

    TTT

    kh

    Dengan menggunakan beda mundur, derivatif dari persamaan diatas adalah :

  • 0

    yyT

    yTT wi

    2,

    3.6 Penyusunan Algoritma dan Bagan Alir (Flow Chart) Program Algoritma yang digunakan dalam penulisan program adalah sebagai berikut :

    a. Membaca data-data masukan (input); properti udara, temperatur, tebal lapis

    batas, syarat awal dan kondisi batas yang digunakan.

    b. Menghitung parameter tak berdimensi dan grid.

    c. Mengontrol angka Raleigh. Apabila Raleigh kurang dari 109, lanjutkan

    pengerjaan. Jika tidak, tulis Aliran Turbulen dan sesuaikan masukan.

    d. Mengerjakan persamaan energi untuk menghitung temperatur, dengan

    menggunakan persamaan diskritisasi koefisien matriks (3.10) sampai dengan

    (3.13)

    e. Mengerjakan persamaan momentum untuk menghitung kecepatan U pada arah

    i dengan menggunakan persamaan diskritisasi koefisien matriks (3.26) sampai

    (3.29).

    f. Mengerjakan persamaan kontinuitas menghitung kecepatan V arah j dengan

    menggunakan persamaan diskritisasi (3.37).

    g. Melakukan looping iterasi dengan memeriksa konvergensi, jika belum

    konvergen ulangi langkah c sampai d, jika sudah tulis data.

    h. Melakukan looping untuk i = 2 sampai dengan i = nx.

    i. Menulis data.

    j. Selesai.

    Diagram alir (Flow Chart) program :

    A

    Baca : Grav, Pr, w, vis, Tw, Tf, PL

    Mulai

    Gambar 3.6 Diagram Alir Program

  • A

    Gambar 3.6 (lanjutan)

    YA

    Ra < 109

    Menghitung : TA, Betar, Ra, Gr, G,Xmax

    TIDAK

    Menghitung Grid : x, y

    Mengerjakan Persamaan Momentum

    Panggil Subroutine Tridag VCHX = V (i,NY)

    Baca : Syarat Awal & Kondisi Batas U(1,1)=0, V(1,1)=0, T(1,1)=0 U(1,J)=0, V(1,J)=0, T(1,J)=0

    U(i,1)=0, V(i,1)=0, T(i,1)=1, T(i,N)=0 VCHX=0

    Mengerjakan Persamaan Energi

    Panggil Subroutine Tridag

    Mengerjakan Persamaan kontinuitas

    B

    Menghitung : VDIFF = ABS ( V(i,NY) VCHX )

  • B

    VDIFF < 0.01

    TIDAK

    Menghitung : velu (i,j), velv (i,j), temp (i,j), hx (i)

    YA

    Selesai

    Tulis : velu, velv, temp, hx

    Gambar 3.6 (lanjutan)

  • BAB IV

    DATA DAN ANALISIS

    4.1 Validasi Program Sebagai validasi program pada penelitian ini, digunakan penelitian yang

    dilakukan oleh Rolando A. Chavez untuk fluida superkritis. Kondisi batas yang

    digunakan adalah :

    u = 0 T = T

    u = 0 v = 0 T = Tw

    y

    x

    u = 0 T = T

    Gambar 4.1 Kondisi batas penelitian Rolando A. Chavez

    Grid yang digunakan adalah grid dengan x tidak seragam yang rapat di

    bagian bawah dan lebih renggang di bagian atas. Sedangkan grid y konstan,

    seperti pada gambar 4.2.

    Y

    X

    j = 1 j = ny

    .i = 1

    .i = nx

    .y

    .x

    Gambar 4.2 Grid penelitian Rolando A. Chavez

  • 4.2 Simulasi Konveksi Alami Plat Datar Vertikal Panas Simulasi kasus konveksi alami pada plat datar vertikal ditampilkan dengan

    kondisi :

    a. Data ditentukan :

    - Angka Prandtl, Pr = 0.7

    - Temperatur Plat, Tw = 50 oC

    - Temperatur udara, T = 10 oC

    - Panjang plat, PL = 3 cm

    b. Data perhitungan :

    - Temperatur film, ( )

    2+=

    TTT wf = 30

    oC

    - Viskositas kinematik pada temperatur film, = 16 x 10-6 (m2/s)

    - Konduktivitas termal pada Tf, k = 26.38 x 10-3 W/m oC

    - Koefisien ekspansivitas termal,fT

    1=

    - Angka Rayleigh, ( )( )

    2

    3 Pr..

    PLTTgRa w

    =

    Kondisi batas yang digunakan adalah sebagai berikut :

    Untuk y = 0 : u = 0, v = 0 dan T = Tw Untuk y = : u = 0 dan T = T Untuk x = 0 : u = 0 dan T = T

    Gambar 4.3 menunjukkan profil kecepatan dari penelitian Rolando A.

    chavez pada kasus konveksi alami plat datar vertikal dengan fluida air untuk

    ekspansivitas termal konstan dan ekspansivitas bervariasi. Nilai u diukur pada x =

    0.02176 (m) dengan Pr = 1.05.

  • Gambar 4.3 Profil kecepatan hasil penelitian Rolando A. Chavez

    (0,0012; 0,347)

    0,00

    0,05

    0,10

    0,15

    0,20

    0,25

    0,30

    0,35

    0,40

    0,000 0,002 0,004 0,006 0,008 0,010

    y (m)

    u (m

    /s)

    Gambar 4.4 Profil kecepatan udara hasil penelitian

    Gambar 4.4 menunjukkan profil kecepatan udara pada plat datar vertikal

    konveksi alami. Nilai u di ukur pada x = 0.03 m dengan Pr = 0.7 dan Tf = 30 oC.

    Temperatur plat, Tw = 50 oC, temperatur udara T = 10 oC dan Ra = 9.66 x 105

    (angka Rayleigh total) yang dihitung dengan menggunakan persamaan 2.13

    dengan panjang plat, PL = 0.03 m. Angka Rayleigh yang dihasilkan lebih kecil

    dari 109, menandakan bahwa aliran tersebut adalah laminar ( Ra < 109 ).

    Kecepatan fluida meningkat dari u = 0, di y = 0, hingga mencapai u

    maksimum pada u = 0.347 m/s di y = 1.2 x 10-3 m, kemudian secara bertahap

    turun hingga mencapai 0 pada lapis batas kecepatan.

    Secara kualitatif hasil yang diperoleh menunjukkan kesesuaian dengan hasil

    penelitian Rolando A. Chavez pada gambar 4.3.

  • Gambar 4.5 Profil temperatur hasil penelitian Rolando A. Chavez

    Gambar 4.5 menunjukkan profil temperatur dari penelitian Rolando A.

    Chavez yang dihitung dengan kondisi yang sama dengan gambar 4.3.

    05

    101520253035404550

    0,000 0,002 0,004 0,006 0,008 0,010

    y (m)

    Tem

    pera

    tur (

    C)

    Gambar 4.6 Profil temperatur udara hasil penelitian

    Gambar 4.6 menunjukkan profil temperatur udara pada kondisi yang sama

    dengan gambar 4.4. Semakin besar y, temperatur udara semakin mengecil dari 50 oC pada plat sampai mencapai temperatur konstan 10 oC pada daerah lapis batas.

    Hal ini terjadi karena pada daerah lapis batas sudah tidak terjadi transfer panas,

    dimana efek panas yang ditimbulkan plat sudah tidak ada. Sehingga

    temperaturnya menjadi sama dengan temperatur arus bebas (free stream), yaitu 10 oC.

    Secara kualitatif, grafik gambar 4.6 menunjukkan kesesuian dengan hasil

    penelitian Rolando A. Chavez pada gambar 4.5.

  • Gambar 4.7 Distribusi kecepatan hasil penelitian Rolando A. Chavez

    Gambar 4.7 menunjukkan plot kontur kecepatan dari penelitian Rolando A.

    Chavez untuk fluida superkritis air dengan Pr = 1.05.

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    x 10-3

    0

    0.005

    0.01

    0.015

    0.02

    0.025

    0.03

    y (m)

    x (m

    )

    0.05

    0.1

    0.15

    0.2

    0.25

    0.3

    VELU

    Gambar 4.8 Distribusi kecepatan udara hasil penelitian

    Gambar 4.8 menunjukkan kontur kecepatan udara yang di visualisasikan

    dengan perangkat lunak Matlab R13. Kecepatan diplot dengan domain 0.01 m

    sepanjang plat 0.03 m. Warna merah tua pada kontur menunjukkan nilai tertinggi

    dari kecepatan dan warna biru tua menunjukkan besar kecepatan sama dengan nol.

    Di daerah sekitar plat, kecepatan fluida sama dengan nol. Kemudian naik hingga

    mencapai suatu titik maksimum dan turun kembali mencapai nol pada batas

    domain.

  • Hasil yang didapat menunjukkan kesesuian dengan teori yang ada. Dimana

    pada dinding, kecepatannya adalah nol karena terdapat kondisi tanpa gelincir (no-

    slip condition). Kecepatan bertambah sampai mencapai suatu nilai maksimum,

    kemudian turun secara bertahap mencapai nol pada tepi lapis batas (Ozisik, 1988).

    Secara kualitatif kontur gambar 4.8 menunjukkan kesesuaian dengan hasil

    penelitian Rolando A. Chavez pada gambar 4.7.

    Gambar 4.9 Distribusi temperatur hasil penelitian Rolando A. Chavez

    Gambar 4.9 menunjukkan plot kontur temperatur dari penelitian Rolando A.

    Chavez untuk fluida superkritis air dengan Pr = 1.05.

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    x 10-3

    0

    0.005

    0.01

    0.015

    0.02

    0.025

    0.03

    y (m)

    x (m

    )

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    TEMPERATUR

    Gambar 4.10 Distribusi temperatur udara hasil penelitian

  • Gambar 4.10 adalah kontur temperatur udara yang diplot dengan kondisi

    yang sama dengan gambar 4.8. Warna merah tua menunjukkan temperatur udara

    tertinggi dan warna biru tua menunjukkan temperatur udara terendah. Temperatur

    udara yang bersentuhan dengan plat adalah 50 oC. Semakin jauh dari plat

    temperatur udara turun sampai mencapai 10 oC. Temperatur ini sama dengan

    temperatur arus bebas (free stream).

    Hasil ini menunjukkan kesesuaian dengan teori yang ada bahwa pada aliran

    konveksi alami, temperatur udara dekat plat adalah yang tertinggi dan secara

    bertahap turun hingga memiliki temperatur sama dengan temperatur arus bebas

    dimana efek panas plat sudah tidak berpengaruh.

    Secara kualitatif kontur temperatur udara gambar 4.10 menunjukkan

    kesesuaian dengan hasil penelitian Rolando A. Chavez gambar 4.9.

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030 0,035

    x (m)

    hx (W

    /m2.

    C)

    Gambar 4.11 Distribusi koefisien perpindahan panas konveksi alami lokal

    pada Pr = 0.7 dan Tf = 30 oC

    Gambar 4.11 menunjukkan distribusi koefisien perpindahan panas konveksi

    alami lokal pada plat. Grafik koefisien perpindahan panas konveksi alami lokal

    menurun atau berbanding terbalik dengan jarak titik (x) pada plat. Semakin jauh

    jarak dari ujung plat, semakin kecil harga koefisien perpindahan panas konveksi

    lokalnya. Hal ini menunjukkan kesesuaian dengan teori yang ada dan dapat

    dikoreksi dengan persamaan (2.14) :

    ( ) 0

    =

    ywx y

    TTT

    kh

  • Kondisi pada lapis batas termal sangat dipengaruhi oleh gradien

    temperatur,0

    /

    y

    yT . Karena (Tw T) konstan tidak terpengaruh oleh x dan t

    meningkat dengan bertambahnya x, maka gradien temperatur mengecil jika x

    bertambah. Dengan mengecilnya gradien temperatur 0

    /

    y

    yT ketika x

    bertambah, mengakibatkan nilai hx mengecil. Atau dengan kata lain koefisien

    perpindahan panas konveksi alami lokal berbanding terbalik dengan jarak x dari

    ujung plat.

  • BAB V

    PENUTUP

    5.1 Kesimpulan

    Dari penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa

    kesimpulan, yaitu :

    a. Kode program yang dirancang dalam penelitian ini dapat bekerja dengan baik

    sesuai dengan tujuan awal penelitian untuk membuat simulasi perpindahan

    panas konveksi alami pada plat datar vertikal panas.

    b. Kecepatan udara yang diukur pada x = 0.03 m dengan Pr = 0.7 dan Tf = 30 oC,

    mengalami peningkatan hingga mencapai titik maksimum di y = 1.2 x 10-3 m

    dengan nilai u = 0.347 m/s kemudian turun secara bertahap sampai u = 0 pada

    daerah lapis batas.

    c. Temperatur udara turun dari 50 oC, yang bersinggungan dengan plat, hingga

    mencapai 10 oC, yaitu sama dengan temperatur arus bebas, di daerah lapis

    batas.

    d. Koefisien perpindahan panas konveksi alami lokal berbanding terbalik dengan

    jarak x dari ujung plat. Semakin jauh jarak pada plat, semakin kecil nilai

    koefisien perpindahan panas konveksi lokalnya.

    e. Secara kualitatif, profil kecepatan udara dan profil temperatur udara yang

    dihasilkan dari penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian

    pada fluida superkritis yang dilakukan oleh Rolando A. Chavez.

    f. Secara kualitatif, plot distribusi kecepatan udara dan plot distribusi temperatur

    udara yang dihasilkan dari penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan

    hasil penelitian pada fluida superkritis yang dilakukan oleh Rolando A.

    Chavez

    g. Secara kualitatif, hasil perhitungan koefisien perpindahan panas konveksi alami lokal menunjukkan kesesuaian dengan teori perpindahan panas.

  • 5.2 Saran

    Untuk lebih mengembangkan ilmu komputasi perpindahan panas dan

    simulasi numerik, penulis memberikan saran untuk :

    a. Melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut dengan perhitungan secara

    kuantitatif.

    b. Melakukan penelitian kasus perpindahan panas konveksi alami pada plat datar

    vertikal panas dengan metode yang berbeda.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anderson, J.D. 1995. Computational Fluid Dynamics The Basics With

    Applications. Singapore: McGraw-Hill, Inc.

    Bejan, Adrian. 1993. Heat transfer. Singapore: John Wiley & Sons, Inc.

    Chavez, R.A.C. 2004. Natural Convection Heat Transfer in Supercritical

    Fluids. Perto Rico: Mechanical Engineering Dept. University of Puerto

    Rico.

    Fox, R. and McDonald, A. 1991. Introduction to Fluid Mechanics.

    El Hadidi, B.M. 1998. A Computational Study of Flow In Mechanically Ventilated

    Space. Egypt: Cairo University.

    Hoffmann, K.A. 1989. Computational Fluid Dynamics for Engineers. Austin,

    Texas: A Publication of Engineerng Education System.

    Holman, J.P. 1988. Perpindahan Kalor. Jakarta: Erlangga.

    Incropera, F.M. 1996. Introduction to Heat Transfer. USA: John Wiley & Sons.

    Lemos, C.M. 1993. FDFlow : A Fortran-77 Solver for 2-D Incompressible Fluid

    Flow. Computers & Geosciences, Vol. 20, No.3, pp. 265-291.

    Oosthuizen, PH. 1999. An Introduction to Convective Heat Transfer Analysis.

    Queen's University. USA: WCB/McGraw-Hill Book Company.

    Ozisik, M Necati. 1988. Elements of Heat Transfer. McGraw-Hill Book

    Company.

  • Lampiran 1. Program dengan FORTRAN PS 4.0 ************************************************************ ****** PROGRAM ****** ****** SIMULASI NUMERIK PERPINDAHAN PANAS ****** ****** KONVEKSI ALAMI PLAT DATAR VERTIKAL ****** ************************************************************ ************************************************************ ************ KETERANGAN SIMBOL ****************** ************************************************************ *** a = koefisien matriks *** b = koefisien matriks *** BETAR = koefisien ekspansivitas termal *** c = koefisien matriks *** d = koefisien matriks *** dx = jarak grid arah x *** dxmax = jarak grid maksimum arah x *** dy = jarak grid arah y *** G = modifikasi angka Grashof *** Gr = angka grashof *** grav = percepatan gravitasi *** hx = koefisien perpindahan panas lokal *** iter = iterasi *** k = konduktivitas termal udara *** m = indeks baris *** n = indeks kolom *** nump = 100 *** nx = jumlah grid arah x *** ny = jumlah grid arah y *** PL = panjang plat *** Pr = angka Prandtl *** Ra = angka Rayleigh *** rex = under relaxation *** sum = penjumlahan *** T = temperatur non-dimensional *** TA = temperatur rata-rata *** temp = temperatur dimensional *** TF = temperatur fluida *** TW = temperatur dinding (wall) *** U = kecepatan non-dimensional arah x *** V = kecepatan non-dimensional arah y *** VCHX = nilai V kontrol *** vdiff = selisih harga V *** velu = kecepatan dimensional arah x *** velv = kecepatan dimensional arah y *** vis = viskositas kinematik udara *** W = tebal domain *** x = koordinat non-dimensional arah x *** Xmax = panjang domain non-dimensional *** xx = koordinat berdimensi arah x sejajar plat *** y = koordinat non-dimensional arah y *** yy = koordinat berdimensi arah y normal terhadap plat ************************************************************ ************************************************************

  • Lampiran 1. (sambungan) ************************************************************ parameter(m=500,n=500) dimension U(m,n),V(m,n),T(m,n),a(m),b(m) dimension c(m),d(m),X(m),Y(m) dimension xx(m),yy(n) dimension velu(m,n),velv(m,n),temp(m,n) dimension hx(m) real k ************************************************************

    open(2,file='c:\matlab6p5p1\work\temp') open(3,file='c:\matlab6p5p1\work\velu') open(4,file='c:\matlab6p5p1\work\num') open(7,file='c:\matlab6p5p1\work\hx') ************************************************************

    grav = 9.81 W = 0.02 Pr = 0.7 VIS = 16.E-6 ****************** DATA SUHU ****************** TW = 50. TF = 10. TA = (1./2)*(TW+TF) BETAR = 1./TA ****************** PANJANG PLAT ****************** PL = 0.03 write(*,*)' Panjang Plat= ',PL ************* PARAMETER TAK BERDIMENSI ************* Ra = (BETAR*grav*(tw-tf)*pr*pl**3)/vis**2 write(*,*)' Raleigh = ',Ra if(Ra.GT.10E9)then write(*,*) Aliran Turbulen

    stop endif Gr=Ra/Pr G=BETAR*grav*(TW-TF)*(W**4)/((VIS**2)*PL) Xmax = 1./G write(*,*)' Grashof = ',Gr write(*,*)' Xmax = ',xmax write(*,*)' G = ',G x(1)=0.0 sum=0 nump=100 do it=1,nump sum+1.05**it sum= enddo

  • Lampiran 1. (sambungan) dx=0.75*Xmax/sum dxmax=dx*(1.05**nump) do i=2,500 if(dx.lt.dxmax)then dx=1.05*dx else dx=dxmax endif x(i)=x(i-1)+dx nx=i if(x(i).gt.xmax)goto 200 enddo 200 ny=301 y(1)=0.0 dy=1./(ny-1) rex=0.5 do j=2,ny y(j)=y(j-1)+dy enddo write(*,*)' x(nx) =',x(i) write(*,*)' nx =',nx *********** SYARAT AWAL & KONDISI BATAS ********** U(1,1) = 0.0 V(1,1) = 0.0 T(1,1) = 1.0 do j= 2,ny U(1,J) = 0.0 T(1,J) = 0.0 V(1,J) = 0.0 enddo do i=2,nx V(i,1) = 0.0 U(i,1) = 0.0 U(i,ny) = 0.0 T(i,ny) = 0.0 T(i,1) = 1.0 enddo do i=2,nx dx=x(i)-x(i-1) ITER=0 VCHX=0.0 500 ITER=ITER+1

  • Lampiran 1. (sambungan) ****** MENGERJAKAN PERSAMAAN ENERGI MENGHITUNG "T" ***** a(1)=0.0 b(1)=1.0 c(1)=0.0 d(1)=t(i,1) do j=2,ny-1 a(j)=(-v(i,j)/2/dy) - (1./pr/dy/dy) b(j)=(u(i,j)/dx) + (2./pr/dy/dy) c(j)=(v(i,j)/2/dy) - (1./pr/dy/dy) d(j)=u(i,j)*t(i-1,j)/dx enddo a(ny)=0.0 b(ny)=1.0 c(ny)=0.0 d(ny)=t(i,ny) call tridag(a,b,c,d,1,ny) do j=1,ny t(i,j)=t(i,j)+rex*(d(j)-t(i,j)) enddo ******* MENGERJAKAN PERSAMAAN MOMENTUM MENGHITUNG "U" ***** a(1)=0.0 b(1)=1.0 c(1)=0.0 d(1)=u(1,j) do j=2,ny-1 a(j)=(-v(i,j)/2/dy) - (1./dy/dy) b(j)=(u(i,j)/dx) + (2./dy/dy) c(j)=(v(i,j)/2/dy) - (1./dy/dy) d(j)=t(i,j) + u(i,j)*u(i-1,j)/dx enddo a(ny)=0.0 b(ny)=1.0 c(ny)=0.0 d(ny)=u(ny,j) call tridag(a,b,c,d,1,ny) do j=1,ny u(i,j)=u(i,j)+rex*(d(j)-u(i,j)) enddo ***** MENGERJAKAN PERSAMAAN KONTINUITAS MENGHITUNG "V" ***** do j=2,ny v(i,j) = v(i,j-1)-(dy/(2.0*dx))*(u(i,j)-u(i-1,j)+ c u(i,j-1)-u(i-1,j-1)) enddo

  • Lampiran 1. (sambungan) vdiff=v(i,ny)-vchx if(iter.lt.50) goto 500 if(iter.gt.100) goto 101 if(vdiff.lt.0.01) goto 300 vchx=v(i,ny) goto 500 300 CONTINUE write(*,*)' i= ',i,' x = ',X(i),' iter= ',iter IF(X(i).GE.XMAX) goto 102 enddo 101 write(6,*)' ny>100' goto 103 102 write(6,1000) write(*,*)' ny = ',ny write(*,*)' nx = ',i write(4,*)ny write(4,*)nx ************* PARAMETER BERDIMENSI ***************

    do i=1,nx xx(i)=x(i)*PL*G enddo do j=1,ny )=y(j)*w yy(j enddo do j=1,ny do i=1,nx velu(i,j)=u(i,j)*vis*PL*G/(w**2) velv(i,j)=v(i,j)*vis/w temp(i,j)=t(i,j)*(Tw-Tf)+Tf enddo enddo ************ KOEFISIEN PERPAN KONVEKSI ************* k=26.38E-3 do i=2,nx i)=-k*(temp(i,2)-Tw)/(dy*w*(Tw-Tf)) hx( write(7,*)xx(i),hx(i) enddo do j=1,ny write(3,*)yy(j),velu(100,j) enddo

  • Lampiran 1. (sambungan) do i=1,nx do 1,ny j= write(2,*)yy(j),xx(i),velu(i,j) enddo enddo 103 CONTINUE 1000 FORMAT (/,1X,' X > Xmax') STOP END subroutine tridag(a,b,c,d,l1,l2) Parameter(m=500) dimension a(m),b(m),c(m),d(m) do 1 i=l1+1,l2 r=-a(i)/b(i-1) b(i)=b(i)+r*c(i-1) 1 d(i)=d(i)+r*d(i-1) d(l2)=d(l2)/b(l2) do 2 j=l2-1,l1,-1 2 d(j)=(d(j)-c(j)*d(j+1))/b(j) return end

  • Lampiran 2. Program Visualisasi dengan Matlab R13

    Program Matlab untuk Plot 1 Dimensi

    load VELU -ascii;

    im=301;

    jm=1;

    imax=im*jm;

    for j=1:jm

    for i=1:im

    is=i+(j-1)*im;

    x(i,j)=VELU(is);

    y(i,j)=VELU(is+imax);

    end

    end

    hold on;

    box on;

    plot(x,y);

    clear;

    hold off;

  • Lampiran 2. (sambungan)

    Program Matlab untuk Plot 2 Dimensi

    load temp -ascii;

    load num -ascii;

    im=num(1);

    jm=num(2);

    imax=im*jm;

    for j=1:jm

    for i=1:im

    is=i+(j-1)*im;

    x(i,j)=temp(is);

    y(i,j)=temp(is+imax);

    o(i,j)=temp(is+2*imax);

    end

    end

    hold on;

    box on;

    contourf(x,y,o,100);

    contour(x,y,o,100);

    colorbar;

    clear

    hold off;

  • Lampiran 3. Simulasi dengan Fluida Air

    Air

    PL = 0.02 m

    Tw = 40 oC

    T = 20 oC

    Tf = 30 oC

    Pr = 5.42

    = 0.8012 x 10-6 m2/s

    k = 0.6150 W/m.C

    W = 0.004 m

  • 48

    0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

    x 10-3

    0

    0.002

    0.004

    0.006

    0.008

    0.01

    0.012

    0.014

    0.016

    0.018

    0.02

    y (m)

    x (m

    )

    0

    0.01

    0.02

    0.03

    0.04

    0.05

    0.06

    0.07

    0.08

    0.09

    0.1

    VELU

    Gambar L3.1 Plot distribusi kecepatan air pada x = 1,14 x 10-3 m

    (0,000107; 0,0245)

    0,000

    0,005

    0,010

    0,015

    0,020

    0,025

    0,030

    0,0000 0,0005 0,0010 0,0015 0,0020 0,0025 0,0030 0,0035 0,0040

    y (m)

    u (m

    /s)

    Gambar L3.2 Profil kecepatan air

    Kecepatan maksimum terjadi pada jarak y = 1.07 x 10-4 dengan u = 0.0245 m/s

    Lampiran 3. (sambungan)

  • 49

    0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

    x 10-3

    0

    0.002

    0.004

    0.006

    0.008

    0.01

    0.012

    0.014

    0.016

    0.018

    0.02

    y (m)

    x (m

    )

    20

    22

    24

    26

    28

    30

    32

    34

    36

    38

    TEMPERATUR

    Gambar L3.3 Plot distribusi temperatur air pada x = 1,14 x 10-3 m

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    0,0000 0,0005 0,0010 0,0015 0,0020 0,0025 0,0030 0,0035 0,0040

    y (m)

    Tem

    pera

    tur (

    C)

    Gambar L3.4 Profil temperatur air

    0

    5000

    10000

    15000

    20000

    25000

    0,000 0,005 0,010 0,015 0,020

    x (m)

    hx (W

    /m2.

    C)

    Gambar L3.5 Distribusi koefisien perpindahan panas lokal

  • 50

    Lampiran 4. Simulasi dengan Fluida Udara

    Udara

    PL = 0.1 m

    Tw = 60 oC

    T = 20 oC

    Tf = 40 oC

    Pr = 0.71

    = 16.96 x 10-6 m2/s

    k = 27.10 x 10-3 W/m.oC

    W = 0.02 m

  • 51

    0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.0180

    0.01

    0.02

    0.03

    0.04

    0.05

    0.06

    0.07

    0.08

    0.09

    0.1

    y (m)

    x (m

    )

    0.05

    0.1

    0.15

    0.2

    0.25

    0.3

    0.35

    0.4

    0.45

    0.5

    VELU

    Gambar L4.1 Plot distribusi kecepatan udara pada x = 0.071 m

    (0,00167; 0,461)

    0,000,050,100,150,200,250,300,350,400,450,50

    0,00 0,01 0,01 0,02 0,02

    y (m)

    u (m

    /s)

    Gambar L4.2 Profil kecepatan udara

    Kecepatan maksimum terjadi pada jarak y = 0.00167 m dengan u = 0.461 m/s.

    Lampiran 4. (sambungan)

  • 52

    0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0.016 0.0180

    0.01

    0.02

    0.03

    0.04

    0.05

    0.06

    0.07

    0.08

    0.09

    0.1

    y (m)

    x (m

    )

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    55

    TEMPERATUR

    Gambar L4.3 Plot distribusi temperatur udara pada x = 0.071 m

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    0,00 0,01 0,01 0,02 0,02

    y (m)

    Tem

    pera

    tur (

    C)

    Gambar L4.4 Profil temperatur udara

    Lampiran 4. (sambungan)

  • 53

    0102030405060708090

    0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10

    x (m)

    hx (W

    /m2.

    C)

    Gambar L4.5 Distribusi koefisien perpindahan panas lokal

  • 54

    Lampiran 5. Simulasi dengan fluida Karbon Dioksida (CO2)

    Karbon Dioksida (CO2)

    PL = 0.0161 m

    Tw = 67.7 oC

    T = 25.12 oC

    Tf = 46.41 oC

    Pr = 2.02

    = 2.716 x 10-7 m2/s

    k = 6.596 x 10-5 W/m.oC

    W = 0.001 m

  • 55

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    x 10-4

    0

    0.002

    0.004

    0.006

    0.008

    0.01

    0.012

    0.014

    0.016

    y (m)

    x (m

    )

    0

    0.05

    0.1

    0.15VELU

    Gambar L5.1 Plot distribusi kecepatan CO2 pada x = 1.413 x 10-4 m

    (4,0E-05; 0,0139)

    0,000

    0,002

    0,004

    0,006

    0,008

    0,010

    0,012

    0,014

    0,016

    0,0000 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,0010

    y (m)

    x (m

    )

    Gambar L5.2 Profil kecepatan CO2

    Kecepatan maksimum terjadi pada jarak y = 4 x 10-5 dengan u = 0.0139 m/s

    Lampiran 5. (sambungan)

  • 56

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    x 10-4

    0

    0.002

    0.004

    0.006

    0.008

    0.01

    0.012

    0.014

    0.016

    y (m)

    x (m

    )

    30

    35

    40

    45

    50

    55

    60

    65

    TEMPERATUR

    Gambar L5.3 Plot distribusi temperatur CO2 pada x = 1.413 x 10-4 m

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    0,0000 0,0002 0,0004 0,0006 0,0008 0,0010

    y (m)

    Tem

    pera

    tur (

    C)

    Gambar L5.4 Profil temperatur CO2

    0

    0,5

    1

    1,5

    2

    2,5

    3

    3,5

    4

    0,000 0,005 0,010 0,015 0,020

    x (m)

    hx (W

    /m2.

    C)

    Gambar L5.5 Distribusi koefisien perpindahan panas lokal