Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng ...
Transcript of Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng ...
Naskah diterima 9 September 2011, selesai direvisi 18 November 2011Korespondensi, email: [email protected]
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202
191
Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan
Sumaryono dan Yunara Dasa TriyanaBadan Geologi
Jln. Diponegoro 57 Bandung 40122
SARI
Aliran bahan rombakan (debris flow) adalah fenomena di mana percampuran air, lumpur, dan kerikil mengalir dengan kecepatan tinggi. Karena aliran debris flow memiliki viskositas dan kecepatan yang tinggi, maka bersifat sangat merusak karena mengangkut material yang dilalui di sepanjang sungai sehingga volume dan energinya semakin meningkat dan dapat merusak rumah, jembatan, dan infrastruktur, dan meng akibatkan korban jiwa. Simulasi numerik penting untuk memastikan bahwa bangunan penahan bekerja secara efisien sebelum dilaksanakan pekerjaan konstruksi seperti dam sabo. Makalah ini menyajikan simulasi numerik dua dimensi dengan menggunakan Kanako, GUI dilengkapi simulator aliran debris, yang memungkinkan visualisasi dengan baik dan mudah. Kanako (ver. 2.0) diterapkan pada studi kasus di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan, Indonesia. Simulasi diuji dalam berbagai kondisi termasuk kasus tanpa dam sabo dan dengan dam sabo seri. Hasil simulasi menunjukkan jika tidak ada dam sabo di Kampung Paragang, Lengkese, dan Raulo berpotensi terlanda debris flow. Over flow dan debris flow dapat ditanggulangi dengan 4 seri dam sabo tipe celah.
Kata kunci: aliran bahan rombakan, pencegahan efektif, simulasi numerik, dam sabo
ABSTRACT
Debris flow is a phenomenon in which a mixture of large quantities of water, mud, and gravel flows down stream in high speed. Due to its high density and velocity, debris flow is very devastating, it carries along every things on its path that increases its volume and energy, hence it can destroy settlements, bridges, in-frastructures as well as loss of lives. Numerical simulation is important to ensure that retaining construc-tion works efficiently before sabo dam is built. This paper presents two-dimensional numerical simulations of a debris flow using Kanako, a user-friendly GUI-equipped with debris flow simulator that allows good visualization and easy explanation. Kanako (Ver. 2.0) was applied as to a case study at Bawakaraeng Mountain, south Sulawesi, Indonesia. Simulations were tested in various conditions with and without sabo dams including sabo dam series. The simulation results showed that without sabo dams, Paragang, Lengkese and Raulo are potentially affected by debris flow. Slit sabo dam of 4 series type is the most ap-propriate construction from being affected by over flow and debris flow.
Keywords: debris flow, effective countermeasure, numerical simulation, sabo dam
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202192
PENDAHULUAN
Kipas aluvial adalah kerucut yang berbentuk kipas dengan lereng landai terbentuk mulai dari ribuan sampai jutaan tahun yang lalu oleh pengendapan sedimen terkikis di pe-gunungan. Kipas aluvial mempunyai kondisi yang sangat aktif terutama terhadap banjir dan debris flow yang dapat terjadi secara epi-sodik. Bencana alam yang utama di daerah kipas aluvial adalah banjir dan debris flow yang disebabkan oleh intensitas curah hujan yang tinggi dan berlangsung lama. Banjir dan debris flow di kipas aluvial umumnya terjadi tanpa peringatan dini karena memiliki kece-patan dan kemampuan mengangkut sedimen yang tinggi. Debris flow juga dapat terjadi karena penumpukan sedimen di hulu sungai atau terjadinya bendungan alam di hulu sungai. Gunung Bawakaraeng di Sulawesi Se-latan pernah terjadi keruntuhan dinding Gunung Bawakaraeng yang mengakibatkan 33 orang meninggal, 10 rumah dan 1 sekolah hancur tertimbun, puluhan hektar sawah tertimbun, puluhan rumah terancam, dan ribuan orang mengungsi. Material runtuhan banyak ter akumulasi di hulu sungai Jeneberang sehingga mengakibatkan sering terjadi debris flow atau mud flow di daerah ini. Oleh kare-na itu diperlukan usaha mengurangi potensi bahaya aliran debris yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Simulasi 2-Dimensi Kanako, dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi pencegahan sebelum perencanaan konstruksi dan mudah memperoleh visualisasi maupun penjelasan yang baik dan mudah dipahami tentang efek debris flow.
Lokasi Penelitian
Gunung Bawakaraeng memiliki ketinggian sekitar 2.830 m di atas permukaan laut terletak sekitar 75 km dari Kota Makasar. Secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, (Gambar 1). Daerah lereng barat Gunung Bawakaraeng ini hulu Sungai Jeneberang yang bagian hilirnya terdapat waduk BiliBili yang merupakan daerah tangkapan air untuk Kabupaten Gowa dan Makasar.
Pemodelan Debris Flow
Model simulasi ini menggunakan model integ rasi antara simulasi numerik 1Dimensi dan 2Dimensi. Simulasi 1Dimensi digunakan pada sungai/selokan dengan masukan riverbed material dan akumulasi material di hulu Sungai Bawakaraeng dengan variasi beberapa tipe dam, antara lain adalah dam tertutup dan dam celah atau grid (Satofuka dan Mizuyama, 2005). Perhitungan pada daerah landaan seperti kipas aluvial menggunakan simulasi 2Dimensi. Perhitungan atau rumus debris flow untuk 2Dimensi berdasarkan pada persamaan momentum, persamaan kontinu (continuation equation), persamaan river bed deformation, persamaan erosi/deposisi, dan riverbed shearing stress (Takahashi and Nakagawa, 1991).
persamaan kontinu (continuation equation) untuk volume total debris flow adalah:
izyvh
xuh
th
=∂∂
+∂∂
+∂∂
(1) uh vh iz
193Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan - Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana
persamaan kontinu (continuation equation) untuk menentukan partikel k adalah:
∗=∂
∂+
∂∂
+∂
∂Ci
yhvC
xhuC
thC
kkkk
(2)
Dalam penentuan partikel digunakan ratarata ukuran butir material sedimen. Fenomena arah aliran dalam sumbux menggunakan persamaan momentum, sebagai berikut:
(3)
hg
yuv
xuu
tu x
wx ρτ
θ −=∂∂
+∂∂
+∂∂ sin
Fenomena arah aliran sumbuy (arah aliran memotong) menggunakan persamaan mo-mentum, sebagai berikut:
hg
yvv
xvu
tv y
wy ρτ
θ −=∂∂
+∂∂
+∂∂ sin
(4)
Persamaan untuk menentukan perubahan elevasi permukaan dasar sungai sebagai beri-kut:
0=+∂∂ i
tz
(5)
Untuk persamaan (1) sampai persamaan (5), h adalah kedalaman aliran, u adalah kecepatan alir an arah sumbux, v adalah kecepatan aliran arah sumbu y, Ck adalah konsentrasi sedimen di dalam volume aliran debris flow, z adalah ketinggian dasar sungai, t adalah waktu, i adalah kecepatan erosi/deposisi, ik adalah kecepatan erosi/deposisi sedimen/partikel k, g adalah percepatan gravitasi, ρ adalah densitas cairan, θwx dan θwy adalah gradien aliran permukaan pada sumbu x dan sumbu y, C* adalah konsentrasi sedimen dengan volume pada lapisan dasar yang bergerak (moveable bed layer), τx y adalah tegangan geser dasar sungai pada arah sumbu x dan sumbu y.
Lokasi Penelitian
Gambar 1. Lokasi penyelidikan gerakan tanah di Gunung Bawakaraeng, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
hu hv
wx
wy
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202194
Dalam pemodelan ini digunakan dua skenario, skenario pertama kondisi sungai tanpa dam sabo, sedangkan skenario ke dua kondisi dengan dam sabo. Supply material dari debris
flow diperkirakan lebih kurang 30 sampai 60 menit. Masing-masing kasus disimulasikan dengan kondisi nyata Sungai Jeneberang (Gambar 2).
Start
Input;
- Model variabel yang disimulasikan
- parameter bentuk sungai
- Supply Hydrograph dari upstream
Running Simulasi
Output;
Display dan hasil dari proses simulasi
End
Gambar 2. Prosedur simulasi debris flow.
195Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan - Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana
Parameter/Variabel Nilai Satuan
Waktu simulasi 1800 detik
Interval perhitungan 0,01 detik
Diameter butir 0,1 m
Densitas bed material 2550 kg/m3
Densitas fluida (water and mud, silt) 1180 kg/m3
Konsentrasi material yang bergerak 0,6
Gravity 9,8 m/s2
Koefisien rata-rata erosi 0,0007
Koefisien rata-rata akumulasi 0,05
Koefisien akumulasi rata-rata berkaitan inertial force 0,9
Kedalaman minimum muka of debris flow 0,05 m
Minimum flow depth 0,01 m
Koefisien Manning's roughness 0,03
Pai 3,14159265358
Parameter parameter yang digunakan di area 2D; Nilai Satuan
Arah inflow 0
Sumbu pusat inflow pada area 2D [jc] 10
Interval 2Dx titik perhitungan 5 m
Interval 2Dy titik perhitungan 5 m
Kedalaman minimum muka debris flow di 2D 0,01 m
Jumlah titik perhitungan pada arah sumbu x 60
Jumlah titik perhitungan pada arah sumbu y 60
Parameterparameter yang digunakan di area 1D; Nilai Satuan
Jumlah titik perhitungan di area 1D 49
Interval titik perhitungan di area 1D 20 m
Kedalaman minimum muka debris flow di area 1D 0,05 m
Variabel yang dimasukan
Parameter yang digunakan dalam simulasi ini ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Variabel Pemodelan Debris Flow
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202196
HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi dan tingkat erosi
Daerah penyelidikan merupakan lereng baratlaut dan selatan Gunung Bawakaraeng de ngan relief yang terjal mempunyai kemiringan lereng antara 30° hingga hampir tegak, dan ketinggian tempat antara 1000 – 2830 m di atas permukaan laut. Material longsoran tahun 2004 yang menutupi lembah sungai yang merupakan salah satu hulu Sungai Jeneberang berpotensi terjadi debris flow atau mud flow. Morfologi sungai akibat longsoran membentuk Sungai yang sangat curam dan mempunyai tingkat erosi samping yang tinggi.
Kondisi Geologi
Geologi di sekitar Gunung Bawakaraeng dibangun oleh Endapan Vulkanik Gunung Lompobatang yang terdiri dari lava, tufa lahar dan breksi vulkanik yang telah mengalami pelapukan pada bagian permukaannya menjadi lempung lanauan hingga pasir lanauan berwarna kuning kecoklatan hingga coklat kehitaman, bersifat gembur, dengan ketebalan antara 0,5 – 3 m. Batuan lainnya yang terdapat di sekitar lokasi penelitian antara lain Endapan Aluvium, Endapan Sumbat, Endapan Erupsi Parasitik, Anggota Breksi, Endapan Vulkanik Baturepe, dan Formasi Camba. Penyebaran struktur geologi di puncak Gunung Bawakaraeng sangat intensif berupa sesar normal dengan arah sesar utara – selatan dan baratlaut – tenggara. Dengan keberadaan struktur geologi ini menyebabkan kekuatan batuan menjadi berkurang dan cenderung mudah runtuh jika dipicu curah hujan yang tinggi atau getaran yang intensif.
Kondisi Keairan
Daerah penyelidikan banyak terdapat alur sungai salah satunya Sungai Jeneberang yang mempunyai tingkat erosi yang tinggi. Beberapa kolam kecil muncul akibat longsoran/ slope collapse pada tahun 2004 (Gambar 3 dan 4). Curah Hujan di daerah Sulawesi Selatan umumnya untuk bulan Januari - Maret berada di atas normal, sifat hujan seperti ini kadangkadang akan berlangsung sampai bulan April, sedangkan curah hujan ratarata tahunan daerah ini cukup tinggi, yaitu di kisaran curah hujan antara 2500 3500 mm/tahun. Sedangkan curah hujan dipuncak Gunung Bawakaraeng berkisar antara 3500 – 4500 mm/tahun
Kondisi Kebencanaan Geologi
Di sekitar Gunung Bawakaraeng sering terjadi bencana terutama debris flow atau mud flow karena masih banyak volume material longsoran di atas Gunung Bawakaraeng. Berdasarkan citra landsat material longsoran menyebar sejauh 7 km dari gawir longsoran dengan lebar antara 100 – 300 m. Pada kejadian pertama, Maret 2004, ada yang menyebutkan bahwa peristiwa ini di sebut runtuhnya lereng (Slope Collapse), yaitu longsornya sebagian atau seluruh lereng suatu bukit atau dinding bukit runtuh ke bawah akibat jenuh air hujan. Runtuhnya/guguran lereng terma suk ke dalam gerakan tanah berbeda dengan guguran material gunung api karena guguran lereng ini tidak ada kaitannya dengan aktivitas gunung api.
Bencana debris flow atau mud flow di Gunung Bawakaraeng ini bisa kembali me ngancam
197Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan - Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana
Gawir longsoran lama
Endapan longsoran lama
Collapse Area
Caldera Wall
CRACK
En dap an d ebr is flo w
Terbentuknya erosi gully
Dengan tinggi 70 – 120 m
Erosi samping tebing sungai yang
intensif sehingga berpengaruh
pada kelangsungan sedimentasi di
Bili-Bili Dam.
Endapan runtuhan dinding G. Bawakaraeng yang berkembang dari kerakal sampai bongkah
Banyak retakan-retakan di tebing G.
Bawakaraeng
Gambar 3. Kondisi endapan debris flow Gunung Bawakaraeng di aliran Sungai Jeneberang (Departemen Pekerjaan Umum, 2008)
wilayah yang berada di sekitarnya pada masa yang akan datang. Ancaman itu bertambah besar dengan volume air yang tertampung di sejumlah gawir longsoran lama Gunung Bawakaraeng dan banyaknya material longsoran di Sungai Jeneberang. Data menunjukkan banyak retakan di beberapa tempat di Gunung Bawakaraeng (Tabel 2). Retakan itu makin lebar akibat pengikisan oleh aliran anakanak Sungai Jeneberang dan curah hujan yang tinggi.
Potensi Debris Flow di Lereng Timurlaut Gunung Bawakaraeng
Berdasarkan simulasi numerik 2D di sungai Jeneberang tanpa seri dam sabo dengan debit tertinggi 530 m3/detik dan volume endapan sebanyak 530.000 m3 di daerah ini masih berpotensi terjadi debris flow ke area perkampungan. Daerah yang berpotensi terlanda de-bris flow, yaitu Kampung Paragang dan Raulo (Gambar 5). Potensi limpasan aliran akan terjadi di Lengkese bagian bawah.
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202198
Pembuatan dam sabo yang ada di Gunung Bawakaraeng sangat efektif untuk menampung material longsoran dan mencegah dan atau memperlambat potensi debris flow. Pembuatan dam sabo ini menyebabkan lereng su ngai menjadi lebih landai sehingga akan memperlambat aliran sungai. Dam sabo tipe slit atau celah sangat cocok didaerah ini di
banding dengan Screen dam sabo. Hasil Simulasi dengan 4 seri sabo dam tipe slit dengan tinggi 15 m (Gambar 6) menunjukkan tidak terjadi over flow dan debris flow (Gambar 7). Dam sabo dapat mengatasi masalah sedimentasi di Dam BiliBili karena material longsoran dapat ditampung di dam sabo tersebut, tetapi perlu di analisis lebih lanjut
Gawir longsoran lama
Gambar 4. a. Penyebaran endapan longsoran di bagian barat daya Gunung Bawakaraeng (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). dan b. endapan Sungai Jeneberang yang telah menghanyutkan Jembatan Daraha (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2007).
a
b
199Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan - Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana
Tabe
l 1. M
onito
ring
reta
kan
di P
unca
k G
unun
g B
awak
arae
ng (s
umbe
r: D
epar
tem
en P
eker
jaan
Um
um)
Zone
Nam
e of
C
rack
Hor
izon
tal/
Verti
cal
Dis
plac
em
ent
(cm
)
Mea
suri
ng d
ate
Judg
emen
tIs
t28
th29
th30
th31
th32
th33
th34
th35
th
17.1
1.20
0619
.11.
2008
18.1
2.20
0818
.01.
2009
18.0
2.20
0917
.03.
2009
24.0
4.20
918
.05.
209
19.0
6.21
0
LL
Dis
plac
emen
tL
Dis
plac
emen
tL
Dis
plac
emen
tL
Dis
plac
emen
tL
Dis
plac
emen
tL
Dis
plac
emen
tL
Dis
plac
emen
tL
Dis
plac
emen
t
1C
rack
11
H66
,7
77,
0 5
,0
775
,078
,53
,578
,53
,578
,53
,578
,511
,878
,511
,878
,511
,8
Ran
ge o
f dis
plac
emen
t: H
oriz
onta
l: 3.
0~18
4.3
cm. V
ertic
al :5
0.2~
80.8
cm
. D
ispl
acem
ent o
f cra
cks N
o. ,1
3, 1
8 a
re
prog
ress
ing.
I
n th
is z
one,
cra
ck 1
-3
have
a b
ig p
ossi
bilit
y fo
r col
laps
e
Cra
ck 1
2H
82,0
82.
5 0,
5 82
,515
,982
,515
,982
,515
,985
3,0
853,
085
3,0
85,0
3,0
Cra
ck 1
3H
66,6
67.
5 0,
9 67
,5
186
,5
67,5
1
86,5
67
,5
186
,5
67,5
1
4,5
67,5
0,9
67,5
0,9
87,5
20,9
Cra
ck 1
4H
254,
0
25
7,0
152,
9 25
9,0
154,
9 25
9,0
154,
9 26
4,0
159,
9 26
6,0
184,
026
713
,026
713
,026
7,0
13,0
Cra
ck 1
5H
104,
1
14
0,0
63,8
14
2,0
65,8
14
5,0
68,8
14
5,0
68,8
16
4,0
82,0
172
67,9
237
132,
923
3,0
128,
9
V1
76,2
91,5
40
,5
92,0
41
,0
97,0
46
,0
97,0
46
,0
97,0
46
,0
97,6
21,4
155,
379
,115
7,0
80,8
V2
51,0
64,0
1
09,5
67
,0
106
,5
79,0
9
4,5
79,0
9
4,5
88,5
8
5,0
88,5
37,5
8938
,010
1,2
50,2
Cra
ck 1
6H
173,
5
Col
laps
e ou
t
C
olla
pse
out
Col
laps
e ou
t
C
olla
pse
out
C
olla
pse
out
C
olla
pse
out
Col
laps
e ou
t
Col
laps
e ou
t
Cra
ck 1
7H
189,
5
1
98,0
5
6,0
198,
0 5
6,0
198,
0 5
6,0
198,
0 5
6,0
198,
0 5
6,0
198
8,5
198
8,5
198,
08,
5
Cra
ck 1
8H
254,
0
2
65,0
26
5,0
268,
0 26
8,0
268,
0 26
8,0
272,
5 27
2,5
272,
5 27
2,5
276
22,0
276
22,0
277,
023
,0
Cra
ck 1
9H
0,0
179
,0
70,4
17
9,3
70,7
17
9,3
70,7
18
1,0
72,4
18
2,5
73,9
18
418
4,0
184,
318
4,3
184,
318
4,3
2C
rack
21
H10
8,6
119
,5
77,5
12
0,0
78,0
12
8,0
86,0
13
4,0
92,0
13
5,0
93,0
13
5,5
26,9
135,
526
,913
5,0
26,4
Ran
ge o
f dis
plac
emen
t: H
oriz
onta
l: 26
.9cm
. Ver
tical
: 47
cm. I
n th
is c
rack
zon
e,
dest
abili
zatio
n of
slop
e h
as o
bser
ved,
es
peci
ally
cra
ck 2
1. D
ispl
acem
ent o
f cr
acks
No
2-1a
ren'
t pro
gres
sing
from
pr
evio
us m
onito
ring
poin
t and
new
cra
ck
deve
lopm
ent h
as o
bs
V42
,0
61,
6 6
9,4
62,0
6
9,0
62,0
6
9,0
80,0
5
1,0
89,0
4
2,0
8947
,089
47,0
89,0
47,0
Cra
ck 2
2H
131,
0
4
20,2
21
9,9
446,
0 24
5,7
C
olla
pse
out
C
olla
pse
out
Col
laps
e ou
t
C
olla
pse
out
C
olla
pse
out
Col
laps
e ou
t
Cra
ck 2
3H
200,
3m
ore
than
5
mw
ide
disp
lace
men
t
m
ore
than
5
mw
ide
disp
lace
men
t
Col
laps
e ou
t
Col
laps
e ou
t
Col
laps
e ou
t
C
olla
pse
out
C
olla
pse
out
Col
laps
e ou
t
V60
,0C
rack
24
V0,
0
4
45,0
31
7,3
445,
5 31
7,8
2500
,0
2372
,3
C
olla
pse
out
C
olla
pse
out
Col
laps
e ou
t
Col
laps
e ou
t
C
olla
pse
out
3C
rack
31
H12
7,7
132
,0
19,0
13
2,0
19,0
13
2,0
19,0
13
4,0
21,0
13
4,0
21,0
13
4,6
6,9
135
7,3
135,
07,
3R
ange
of d
ispl
acem
ent:
Hor
izon
tal:
7.3~
20.7
cm
. Ver
tical
: 5.5
cm
. No
disp
lace
men
t fro
m
prev
ious
mon
itorin
g po
int.
Smal
l col
laps
ed
has o
ccur
red
in o
uter
of c
rack
3-1
(M
arch
14
, 200
9, 0
9.30
))
Cra
ck 3
2H
113,
0
1
33,7
98
,2
133,
7 98
,2
133,
7 98
,2
133,
7 98
,2
133,
7 98
,2
133,
720
,713
3,7
20,7
133,
720
,7V
35,5
3
5,5
61,
7 35
,5
61,
7 35
,5
61,
7 40
,0
57,
2 40
,0
57,
2 40
4,5
415,
541
,05,
5
Cra
ck 3
3H
97,2
10
3,5
109
,5
103,
5 1
09,5
10
3,5
109
,5
105,
0 1
08,0
10
7,0
106
,0
107
9,8
107
9,8
107,
09,
8
4C
rack
41
H21
3,0
C
olla
pse
out
Col
laps
e ou
tC
olla
pse
out
C
olla
pse
out
C
olla
pse
out
C
olla
pse
out
C
olla
pse
out
C
olla
pse
out
colla
pse
out
Ran
ge o
f dis
plac
emen
t: 11
7.0~
288.
0 cm
. No
disp
lace
men
t fro
m p
revi
ous
mon
itorin
g po
int.
Cra
ck 4
2H
240,
0
Col
laps
e ou
t
Col
laps
e ou
t
Col
laps
e ou
t
Col
laps
e ou
t
Col
laps
e ou
tC
olla
pse
out
Cra
ck 4
3H
83,7
32
2,0
322,
0 32
3,2
323,
2 32
5,0
325,
0 32
5,0
325,
0 32
7,0
327,
0 32
724
3,3
327
243,
332
7,0
243,
3C
rack
44
H0,
0
1
16,9
11
6,9
116,
9 11
6,9
117,
0 11
7,0
117,
0 11
7,0
117,
0 11
7,0
117
117,
011
711
7,0
117,
011
7,0
Cra
ck 4
5H
0,0
286
,2
286,
2 28
6,2
286,
2 28
6,2
286,
2 28
7,2
287,
2 28
8,0
288,
0 28
828
8,0
288
288,
028
8,0
288,
0
Cra
ck 4
6H
0,0
253
,0
253,
0 25
3,0
253,
0 25
3,0
253,
0 25
5,3
255,
3 25
5,5
255,
5 25
625
6,0
256
256,
025
6,0
256,
0
5C
rack
51
H0,
0
2
96,0
29
6,0
296,
0 29
6,0
296,
0 29
6,0
296,
0 29
6,0
296,
0 29
6,0
296
296,
029
629
6,0
296,
029
6,0
Ran
ge o
f dis
plac
emen
t: 12
5.0~
1,93
0.0
cm. N
o di
spla
cem
ent f
rom
pre
viou
s m
onito
ring
poin
t.
Cra
ck 5
2H
0,0
526
,0
526,
0 52
6,0
526,
0 52
6,0
526,
0 52
6,0
526,
0 52
6,0
526,
0 52
652
6,0
526
526,
052
6,0
526,
0C
rack
53
H0,
0
1.9
28,6
1.
928,
6 1.
928,
6 1.
928,
6 1.
928,
6 1.
928,
6 1.
930,
0 1.
930,
0 1.
930,
0 1.
930,
0 19
301.
930,
019
301.
930,
01.
930,
01.
930,
0C
rack
54
H0,
0
1
69,0
16
9,0
169,
0 16
9,0
169,
0 16
9,0
170,
0 17
0,0
170,
0 17
0,0
170
170,
017
017
0,0
170,
017
0,0
Cra
ck 5
5H
0,0
187
,8
187,
8 18
7,8
187,
8 18
8,0
188,
0 18
8,0
188,
0 18
8,0
188,
0 18
818
8,0
188
188,
018
8,0
188,
0C
rack
56
H0,
0
1
25,0
12
5,0
125,
0 12
5,0
125,
0 12
5,0
125,
0 12
5,0
125,
0 12
5,0
125
125,
012
512
5,0
125,
012
5,0
Cra
ck 5
7H
0,0
151
,5
151,
5 15
2,0
152,
0 15
2,0
152,
0 15
2,0
152,
0 15
3,0
153,
0 15
3,5
153,
515
3,5
153,
515
3,5
153,
5C
rack
58
H0,
0
1
64,5
16
4,5
164,
5 16
4,5
164,
5 16
4,5
164,
5 16
4,5
164,
5 16
4,5
164,
516
4,5
165
165,
016
5,0
165,
06
Cra
ck 6
1H
0,0
184,
6 18
4,6
185,
0 18
5,0
185,
0 18
5,0
185,
0 18
5,0
185,
0 18
5,0
186
186,
018
618
6,0
186,
018
6,0
No
disp
lace
men
t fro
m p
revi
ous m
onito
ring
poin
tC
rack
62
H0,
0
1
59,5
15
9,5
159,
5 15
9,5
159,
5 15
9,5
161,
0 16
1,0
161,
0 16
1,0
161
161,
016
116
1,0
161,
016
1,0
7C
rack
71
H23
0,3
230,
3 23
0,6
230,
6 23
9,0
239,
0 25
2,0
252,
0 26
0,0
260,
0 26
5,5
265,
526
5,5
265,
526
7,0
267,
0R
ange
of d
ispl
acem
ent:
267.
0~31
5.0
cm.
Dis
plac
emen
t of c
rack
71
and
72
are
pr
ogre
ssin
g. C
rack
72
hav
e a
big
poss
ibili
ty
for c
olla
pse
Cra
ck 7
2H
265,
0 26
5,0
268,
0 26
8,0
271,
0 27
1,0
271,
0 27
1,0
292,
0 29
2,0
295,
529
5,5
297
297,
031
5,0
315,
0
SC
rack
S1
H0,
01.
168,
0 1.
168,
0 1.
168,
0 1.
168,
0 1.
168,
0 1.
168,
0 1.
168,
0 1.
168,
0 1.
168,
0 1.
168,
0 11
681.
168,
011
681.
168,
01.
168,
01.
168,
0R
ange
dis
plac
emen
t: 99
.6
1,35
3.0
cm. I
n th
is z
one,
cra
ck S
1, S
2 an
d S3
, hav
e a
big
poss
ibili
ty fo
r col
laps
e.
Cra
ck S
2H
0,0
1.18
4,0
1.18
4,0
1.18
4,0
1.18
4,0
1.18
4,0
1.18
4,0
1.18
4,0
1.18
4,0
1.18
4,0
1.18
4,0
1184
1.18
4,0
1184
1.18
4,0
1.18
4,0
1.18
4,0
Cra
ck S
3H
0,0
1.35
3,0
1.35
3,0
1.35
3,0
1.35
3,0
1.35
3,0
1.35
3,0
1.35
4,0
1.35
4,0
1.35
4,0
1.35
4,0
1354
1.35
4,0
1354
1.35
4,0
1.35
4,0
1.35
4,0
Cra
ck S
41
H0,
010
1,0
101,
0 10
1,0
101,
0 10
1,0
101,
0 10
1,0
101,
0 10
1,0
101,
0 10
110
1,0
101
101,
010
1,0
101,
0C
rack
S4
2H
0,0
99,6
99
,699
,699
,699
,699
,699
,699
,699
,699
,699
,699
,699
,699
,699
,699
,6
1st m
esur
emen
t so
me
crac
k al
read
y ha
ve w
ide
disp
alce
men
t.
In th
is p
erio
d, sm
all
and
larg
e(cr
acks
(2
2,2
3,2
4)
disp
lace
men
t has
oc
curr
ed.
In th
is p
erio
d, sm
all
and
larg
e(cr
acks
(2
2,2
3,2
4)
disp
lace
men
t has
oc
curr
ed.
In th
is
perio
d, c
rack
di
spla
cem
ent
and
colla
pse
has
occu
rred
in c
rack
s 2
2 an
d 2
3.
In th
is p
erio
d, c
rack
di
spla
cem
ent
and
colla
pse
has o
ccur
red
in c
rack
s 24
step
by
step
.
In th
is p
erio
d, c
rack
di
spla
cem
ent
and
smal
l col
laps
e ha
s oc
curr
ed in
out
er o
f cr
acks
31
.
In th
is p
erio
d, c
rack
di
spla
cem
ent
has
occu
rred
in z
one1
, 2,
3. 4
, an
zone
7.
In th
is p
erio
d, c
rack
di
spla
cem
ent
has
occu
rred
in z
one1
, 3.
5, a
nd z
one
7.
In th
is p
erio
d, c
rack
di
spla
cem
ent
has
occu
rred
in z
one1
an
d zo
ne 7
.
Sinc
e Aug
ust 2
007,
man
y cr
acks
has
oc
cure
d, a
nd so
me
of th
em o
ccur
ed w
ith a
bi
g di
spla
cem
ent .
Not
hing
col
laps
ed h
as
occu
rred
in th
is m
onth
. Cra
ck 7
2, 1
3 h
ave
a bi
g po
ssib
ility
for c
olla
pse
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202200
Gambar 5. Simulasi Numerik 2D Sungai Jeneberang tanpa dam sabo, terjadi debris flow pada volume endapan 530.000 m3 dan debit tertinggi 530 m3/detik terjadi setelah 730 detik.
Gambar 6. Simulasi Numerik 2D Sungai Jeneberang dengan 4 seri dam Sabo tipe Slit dengan volume endapan 530.000 m3 dan debit tertinggi 530 m3/detik.
Lengkese
Bagian bawah
Borongpulo
Paragang
Raulo
Shift 2D display(flowdepth/sedimentation thickness)
h: flow depthlmj
:0.01<h<0.04
:0.04<=h<=0.07
:0.07<=h<=0.10
:0.10<=h<=0.13
:0.16<=h<=0.19
:0.19<=h<=0.22
:0.22<=h<=0.25
:0.25<=h
:0.13<=h<=0.16
:0<=h<=0.01
Sabo Dam
Save result
debris flow
:movable bedduring simulation
:initial movable bed
Altitude scale Distance scale
No. 3
450m400m
350m300m250m
200m150m100m
50m0m m 80m 160m 240m 320m 400m 480m 560m 640m 720m 800m 880m 960m 1040m 1120m 1200m
:0.01<h<0.04
:0.04<=h<=0.07
:0.07<=h<=0.10
:0.10<=h<=0.13
:0.16<=h<=0.19
:0.19<=h<=0.22
:0.22<=h<=0.25
:0.25<=h
:0.13<=h<=0.16:0<=h<=0.01
h: flow depth(m)
Switch plain figure(h/zzs)
-150960 990 1020 1050 1080 1110 1140 1170 1200 1230 1260
distance from 1D upstream end(m)
1501209060300-30
-120-90-60
201Simulasi aliran bahan rombakan di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan - Sumaryono dan Yunara Dasa Triyana
jika dam sabo tersebut jika diaplikasikan ke tempat/sungai lain karena efek sedimentasi di bagian bawah sungai atau downstream jadi berkurang sehingga berpotensi memicu erosi samping dan mengganggu stabilitas tebing kanan dan kiri sungai.
Dari identifikasi dan simulasi menunjukan bahwa tanah longsor dan debris flow atau mud flow skala kecil berpotensi terjadi di lereng Timur laut Gunung Bawakaraeng dan masih mengancam beberapa pemukiman.
KESIMPULAN
Material longsoran tahun 2004 yang menutupi hulu Sungai Jeneberang masih berpotensi
terjadi debris flow atau mud flow. Morfologi sungai akibat longsoran membentuk Sungai yang sangat curam dan mempunyai tingkat erosi samping yang tinggi.
Penyebaran struktur geologi di puncak Gunung Bawakaraeng sangat intensif berupa sesar normal dengan arah sesar utara – selatan dan baratlaut – tenggara Keberadaan struktur geologi ini menyebabkan kekuatan batuan menjadi berkurang dan cenderung mudah runtuh jika dipicu curah hujan yang tinggi atau getaran yang intensif.
Berdasarkan simulasi numerik 2D di su ngai Jeneberang tanpa seri dam sabo dengan debit tertinggi 530 m3/det dan volume endapan 530.000 m3 di daerah ini masih berpotensi
Gambar 7. Simulasi numerik 2D menunjukan efektivitas 4 seri dam Sabo tipe Slit dan tidak terjadi over flow ataupun debris flow.
:0.01<h<0.04
:0.04<=h<=0.07
:0.07<=h<=0.10
:0.10<=h<=0.13
:0.16<=h<=0.19
:0.19<=h<=0.22
:0.22<=h<=0.25
:0.25<=h
:0.13<=h<=0.16
:0<=h<=0.01
h: flow depth(m)
Shift 2D display(flowdepth/sedimentation thickness)
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 3 Desember 2011: 191 - 202202
terjadi debris flow ke area perkampungan. Potensi over flow terjadi di Lengkese bagian bawah. Daerah yang berpotensi terlanda de-bris flow, yaitu Kampung Paragang, Lengkese bagian bawah, dan Raulo. Pembuatan dam sabo yang ada di Gunung Bawakaraeng sangat efektif menampung material longsoran untuk mencegah dan memperlambat potensi debris flow. Pembuatan dam sabo ini menyebabkan lereng sungai menjadi lebih landai sehingga memperlambat aliran sungai atau debris flow atau mud flow. Dam sabo tipe slit atau celah sangat cocok didaerah ini di banding dengan Screen dam sabo. Hasil simulasi dengan 4 seri dam sabo tipe celah dengan tinggi 15 m, menunjukan tidak terjadi over flow dan debris flow. Dam sabo tersebut juga dapat mengatasi masalah sedimentasi di Dam BiliBili karena material longsoran dapat ditampung di dam sabo, tetapi perlu di analisis lebih lanjut jika dam sabo tersebut mau diaplikasikan ke tempat/sungai lain karena efek sedimentasi di bagian bawah sungai atau downstream jadi berkurang sehingga berpotensi memicu erosi
samping dan mengganggu stabilitas tebing kanan dan kiri sungai.
ACUAN
Departemen Pekerjaan Umum, 2008, Urgent Disaster Reduction Project For Mt. Bawakaraeng, (tidak dipublikasikan).
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2007, Laporan Pemeriksaan Gerakan Tanah di Gunung Bawakaraeng, (tidak dipublikasikan).
Satofuka, Y. and Mizuyama, T., 2005, Numerical simulation on debris flow control by a grid dam, Journal of the Japan Society of Erosion Control Engineering, Vol. 57, No. 6.
Satofuka, Y. and Mizuyama, T., 2005, Numerical simulation on a debris flow in a mountainous river with a sabo dam, Journal of the Japan Society of Erosion Control Engineering, Vol. 58, No. 1.
Takahashi, T. and Nakagawa, H., 1991, Prediction of stony debris flow induced by severe rainfall, Journal of the Japan Society of Erosion Control Engineering, Vol. 44, No. 3, pp.12–19.