Simplisia Dan Ekstrak

9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan (Depkes RI, 2000). 2.1.1 Penggolongan Simplisia (Depkes RI, 1995) Berdasarkan penggolongannya simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : a. Simplisia nabati, ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni. b. Simplisia hewani, ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat kimia murni. c. Simplisia pelikan (mineral), ialah simplisia yang berupa bahan pelikan yang diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. 2.1.2 Syarat Mutu Simplisia (Depkes RI, 1995)

description

bahan alam

Transcript of Simplisia Dan Ekstrak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia

merupakan bahan yang dikeringkan (Depkes RI, 2000).

2.1.1 Penggolongan Simplisia (Depkes RI, 1995)

Berdasarkan penggolongannya simplisia dibagi menjadi tiga golongan,

yaitu :

a. Simplisia nabati, ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman atau eksudat tanaman atau zat-zat nabati lainnya yang dengan

cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia

murni.

b. Simplisia hewani, ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat

kimia murni.

c. Simplisia pelikan (mineral), ialah simplisia yang berupa bahan pelikan

yang diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat

kimia murni.

2.1.2 Syarat Mutu Simplisia (Depkes RI, 1995)

a. Simplisia nabati, harus bebas serangga, fragmen hewan, atau kotoran

hewan; tidak boleh menyimpang dari bau dan warna; tidak boleh

mengandung lendir, cendawan, menunjukkan tanda-tanda pengotoran lain;

tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya.

b. Simplisia hewani, harus bebas dari fragmen hewan asing atau kotoran

hewan; tidak boleh menyimpang dari bau dan warna; tidak boleh

mengandung cendawan atau tanda-tanda pengotoran lainnya; tidak boleh

mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya.

c. Simplisia pelikan, harus bebas dari pengotoran oleh tanah, batu, hewan

fragmen hewan, dan bahan asing lainnya.

2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan megekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Depkes RI, 2000).

2.2.1 Faktor yang Mempengaruhi pada Mutu Ekstrak

a. Faktor Biologi

Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya dan

khususnya dipandang dari segi biologi. Faktor biologi, baik untuk bahan dari

tumbuhan obat hasil budidaya ataupun dari tumbuhan liar yang meliputi beberapa

hal, yaitu :

a) Identitas jenis (spesies)

b) Lokasi tumbuhan asal

c) Periode pemanenan hasil tumbuhan

d) Penyimpanan bahan tumbuhan

e) Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan

b. Faktor Kimia

Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya dan

khususnya dipandang dari segi kandungan kimianya. Faktor kimia baik untuk

bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya ataupun dari tumbuhan liar yang

meliputi beberapa hal, yaitu :

a) Faktor internal

1) Jenis senyawa aktif dalam bahan

2) Komposisi kualitatif senyawa aktif

3) Komposisi kuantitatif senyawa aktif

4) Kadar total rata-rata senyawa aktif

b) Faktor eksternal

1) Metode ekstraksi

2) Perbandingan ukuran alat ekstraksi (diameter dan tinggi alat)

3) Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan.

4) Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi

5) Kandungan logam berat

6) Kandungan pestisida

BAB III

METODOLOGI

3.1 Parameter dan Metode Uji Simplisia & Ekstrak

3.1.1 Susut Pengeringan

Sebanyak 2 gram simplisia ditimbang dalam botol timbang yang telah

konstan, ratakan bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol.

Masukkan kedalam oven, buka tutupnya dan keringkan pada suhu 105o C hingga

bobot tetap (Depkes RI, 2008).

Tujuan dari susut pengeringan ini adalah untuk memberikan batasan

maksimal besarnya senyawa yang hilang saat proses pengeringan (Depkes RI,

2000).

3.1.2 Kadar Air

Penetapan kadar air ditetapkan dengan metode destilasi azeotrop.

Sebanyak 200 mL xylen dijenuhkan terlebih dahulu dengan 2 mL aquadest, amati

pemisahan pada tabung penerima, apabila volume air tidak bertambah lagi

penjenuhan dihentikan. Kemudian sebanyak 5 gram simplisia ditambahkan pada

xylen yang jenuh air, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah xylen

mulai mendidih amati volume air pada tabung penampung dan penyulingan

dihentikan apabila volume air tidak bertambah lagi, hitung % kadar air terhadap

berat simplisia semula (Depkes RI, 2008).

Penetapan kadar air ini ditujukan untuk menyatakan kandungan air dalam

simplisia sebagai persen bahan keringnya. Simplisia yang baik disimpan dalam

jangka waktu yang panjang adalah yang mempunyai kadar air kurang dari 10%

(Hajli, 2011).

3.1.3 Kadar Abu

Sebanyak 2 gram simplisia ditimbang lalu dimasukkan kedalam krus silika

yang bobotnya telah konstan. Pijarkan hingga arang habis, dinginkan, timbang.

Bila arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring dengan

menggunakan kertas saring bebas abu. Sisa dan kertas saring dipijarkan hingga

bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan

diudara (Depkes RI, 2008).

Penetapan kadar abu ditujukan untuk mengetahui kandungan mineral

internal dan eksternal dari proses awal sampai terbentuknya simplisia

(Sudarmadji, 2007).

3.1.4 Pemeriksaan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 mL

asam klorida encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam

asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air

panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut

dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes RI, 2008).

3.1.5 Pemeriksaan Kadar Abu Larut Air

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml air

selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut, saring melalui krus kaca

masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot

tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam air terhadap bahan yang

telah dikeringkan diudara (Ditjen POM, 2000).

3.1.6 Pemeriksaan Kadar Sari Larut Air

Timbang seksama 5 g serbuk, masukkan ke dalam labu bersumbat.

Tambahkan 100 mL air jenuh kloroform, kocok berkali-kali selama 6 jam

pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering

dalam cawan yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap.

Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam air (Depkes RI, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1995. Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia, Edisi 1. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama. Jakarta : Ditjen POM.

Hajli, Z. 2011. Isolasi Senyawa Golongan Flavonoid Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Berpotensi Sebagai Antioksidan. Skripsi. Bogor : Institut Pertania Bogor.