SIMBOL DALAM KANRE JAWANA MANGKASARAK (S UATU …

77
SIMBOL DALAM KANRE JAWANA MANGKASARAK (SUATU TINJAUAN SEMIOTIK) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh Muhammad Nur Alam NIM 10533 7073 12 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA AGUSTUS 2016

Transcript of SIMBOL DALAM KANRE JAWANA MANGKASARAK (S UATU …

SIMBOL DALAM KANRE JAWANA MANGKASARAK

(SUATU TINJAUAN SEMIOTIK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat guna Memperoleh GelarSarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

Muhammad Nur AlamNIM 10533 7073 12

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIAAGUSTUS 2016

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

ii

KARTU KONTROL BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : MUHAMMAD NUR ALAM

Stambuk : 10533 707312

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Pembimbing : 1. Dr. Sitti Aida Azis, M.Pd.: 2. Drs. Kamaruddin Moha, M.Pd.

Judul Skripsi : Simbol dalam Kanre Jawana Mangkasarak (SuatuTinjauan Semiotik)

Konsultasi Pembimbing I

No. Hari/Tanggal Uraian Perbaikan Tanda Tangan

Catatan :Mahasiswa hanya dapat mengikuti ujian Skripsi jika sudah konsultasi ke dosenpembimbing minimal 3 kali.

Makassar, Agustus 2016

Mengetahui,Prodi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Munirah, M.Pd.NBM : 951 576

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

ii

KARTU KONTROL BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : MUHAMMAD NUR ALAM

Stambuk : 10533 707312

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Pembimbing : 1. Dr. Sitti Aida Azis., M.Pd.: 2. Drs. Kamaruddin Moha, M.Pd.

Judul Skripsi: : Simbol dalam Kanre Jawana Mangkasarak (SuatuTinjauan Semiotik)

Konsultasi Pembimbing II

No. Hari/Tanggal Uraian Perbaikan Tanda Tangan

Catatan :Mahasiswa hanya dapat mengikuti ujian Skripsi jika sudah konsultasi ke dosenpembimbing minimal 3 kali.

Makassar, Agustus 2016

Mengetahui,Prodi Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Munirah, M.Pd.NBM : 951 576

iii

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

HALAMAN PENGESAHAN

Mahasiswa yang bersangkutan:

Judul Skripsi : Simbol dalam Kanre Jawana Mangkasarak (Suatu

Tinjauan Semiotik)

Nama : Muhammad Nur Alam

NIM : 10533 7073 12

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Makassar, Agustus 2016

Disetujui oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Sitti Aida Azis, M. Pd. Drs. Kamaruddin Moha, M. Pd.

Diketahui

Dekan FKIP Ketua Jurusan PendidikanUnismuh Makassar Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. H. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. Dr. Munirah, M. Pd.NBM: 858 625 NBM: 951 576

iv

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : Simbol dalam Kanre Jawana Mangkasarak (Suatu

Tinjauan Semiotik)

Mahasiswa yang bersangkutan:

Nama : Muhammad Nur Alam

NIM : 10533 7073 12

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Setelah diperiksa dan teliti, maka Skripsi ini telah memenuhi persyaratan danlayak untuk diujikan.

Makassar, Agustus 2016

Disetujui oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Sitti Aida Azis, M. Pd. Drs. Kamaruddin Moha, M. Pd.

Diketahui

Dekan FKIP Ketua Jurusan PendidikanUnismuh Makassar Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. H. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. Dr. Munirah, M. Pd.NBM: 858 625 NBM: 951 576

v

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Nur Alam

NIM : 10533 7073 12

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Skripsi : Simbol dalam Kanre Jawana Mangkasarak (Suatu

Tinjauan Semiotik)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji

adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan

oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi

apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, Agustus 2016

Yang Membuat Pernyataan

Muhammad Nur Alam

Diketahui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sitti Aida Azis, M. Pd. Drs. Kamaruddin Moha, M. Pd.

vi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SURAT PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Nur Alam

NIM : 10533 7073 12

Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Judul Skripsi : Simbol dalam Kanre Jawana Mangkasarak (SuatuTinjauan Semiotik)

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya

akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).

2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan

pembimbing yang telah ditetapkan oleh pimpinan fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi.

4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1,2 dan 3, saya bersedia

menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Agustus 2016

Yang Membuat Perjanjian

Muhammad Nur Alam

MengetahuiKetua Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Munirah, M. Pd.NBM: 951 576

vii

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Jadilah pribadi Anda sendiri

karena kenyamanan adalah yang utama

Aku persembahkan karya ini untuk:

Kedua orang tuaku tersayang, pendamping hidupku kelak,

dan sahabatku tercinta, atas doanya maupun kesabarannya menemaniku

melalui proses ini, hingga pada akhirnya harapanku terwujud dan menjadi

kenyataan

viii

ABSTRAK

MUHAMMAD NUR ALAM. 2016. Simbol dalam Kanre Jawana Mangkasarak

( Suatu Tinjauan Semiotik ). Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Pembimbing I Sitti Aida Azis

dan Pembimbing II Kamaruddin Moha.

Tujuan penelitian mendeskripsikan simbol kanre jawana mangkasarak yaitu :

(1. Simbol kebahagian 2. Simbol kejujuran 3. Simbol kesabaran ). Metode

penelitian menggunakan deskriptif kualitatif data penelitian berupa simbol-simbol

yang terkandung dalam kanre jawana mangkasarak sumber data diperoleh dari

bahan-bahan teknik pengumpulan data. Pengamatan, wawancara, dan

dokumentasi.

Teknik analisis data yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,

dan kesimpulan. Hasil penelitian menguraikan bahwa umba-umba, barongko, kue

lapisik merupakan simbol kebahagiaan karena dihidangkan pada pesta

perkawinan, sunatan, masuk rumah baru, dan sukuran. Merupakan simbol

kejujuran berdasarkan dibuat takaran yang tepat dan bahannya pilihan tidak

rekayasa merupakan simbol kesabaran karena dikayakan dengan kehati-hatian

tidak tergesah-gesah.

Kata kunci: Simbol, Kanre Jawana Mangkasarak, Semiotik

ix

KATA PENGANTAR

Allah Maha Penyanyang dan Pengasih, demikian kata untuk mewakili atas

segala karunia dan nikmat-Nya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah

pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa pada-Mu, Sang Khali.

Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkah-Mu.

Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang

kesempurnaan itu rasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan

fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai

pelangi yang terlihat indah dari kejauhan, tetapi menghilang jika didekati.

Demikian juga dengan tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan,

tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya penulis telah

kerahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam

dunia pendidikan, khususnya dalam ruang lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Motivasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam perampungan tulisan

ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terimah kasih kepada kedua orang

tuaku Ridwan dan Naima yang setiap saat mendekap penulis dengan kasih

sayangnya, telah berjuang, berdoa, mangasuh, membesarkan, mendidik,

mengajarkan kehidupan, doakan penulis agar bisa membahagiakan kalian berdua,

ayah dan ibuku ingatlah penulis sangat membutuhkan kalian di mana dan

kapanpun itu karena tanpa ridhomu penulis bukanlah siapa-siapa dikehidupan ini

ix

dan terima kasih telah membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu. Demikian

pula, penulis mengucapkan kepada para keluarga yang tak hentinya selalu

menemaniku dengan candanya, kepada Dr. Sitti Aida Azis, M.Pd., pembimbing I

sekaligus Bunda penulis yang selalu memberikan motivasi, arahan, serta kasih

sayang kepada penulis sebagai anak didiknya, dan Drs. Kamaruddin Moha, M.Pd.,

pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dan arahan sejak awal

penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada; Dr. H. Abd.

Rahman Rahim, MM., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. H. A.

Sukri Syamsuri, M.Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Dr. Munirah, M.Pd., Ketua Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta seluruh Dosen dan para Staf

pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan dengan

serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Risnawati Abbas yang

telah menemaniku selama ini dalam suka dan duka serta memberiku semangat

dalam melangkah, para sahabatku (Ardi, Riki, Sukri, Fahmi, Jamal, Taba, Sahlan,

Sahidun, dan Ishar) yang terkasih, kalian adalah sosok sahabat yang takkan

penulis lupakan, serta seluruh rekan mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia Angkatan 2012 terkhusus untuk kelas D atas segala kebersamaan,

motivasi, saran, dan bantuannya kepada penulis.

ix

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan

kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya

membangun karena penulis yakin suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali

tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para

pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Amin.

Makassar, Agustus 2016

Penulis

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

KARTU KONTROL BIMBINGAN................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iv

SURAT PERNYATAAN .................................................................................. v

SURAT PERJANJIAN ...................................................................................... vi

MOTO DAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vii

ABSTRAK ........................................................................................................ viii

KATA PENGANTAR....................................................................................... ix

DAFTAR ISI...................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5

D. Manfaat Hasil Penelitian ......................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR........................ 7

A. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 7

1. Penelitian yang Relevan.................................................................... 7

x

2. Konsep Dasar Makassar .................................................................... 8

3. Semiotika ......................................................................................... 12

4. Ilmu tentang Tanda .......................................................................... 17

5. Makna Filosofi dan Makna Simbolis ............................................... 22

6. Simbol dalam Kanre Jawana Mangkasarak .................................... 24

B. Kerangka Pikir ....................................................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 31

A. Desain Penelitian.................................................................................... 31

B. Data dan Sumber Data ........................................................................... 31

C. Teknik Pengumpulan Data..................................................................... 31

D. Teknik Analisis Data.............................................................................. 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 37

A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 37

B. Pembahasan............................................................................................ 49

BAB V SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 52

A. Simpulan ................................................................................................ 52

B. Saran....................................................................................................... 52

DAFTRA PUSTAKA....................................................................................... 54

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

1

.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia adalah Negara kepulauan yang wilayahnya terbentang dari Sabang

sampai Merauke dengan beragam suku dan ras sehingga menghasilkan kebudayaan

yang beranekaragam pula. Kebudayaan dan tradisi yang beranekaragam itu masih

biasa disaksikan hingga sekarang ini.Tradisi yang ada di Indonesia, tidak terlepas dari

pengaruh budaya leluhurnya. Sebelum Islam datangke Nusantara, masyarakat

Indonesia sudah mengenal agama Hindu dan Budha, bahkan sebelum kedua agama

itu dating masyarakat sudah mengenal kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Tapi

setelah Islam datang, terjadi akulturasi antara tradisi masyarakat setempat dengan

Islam.

Tradisi merupakan milik masyarakat sebagai bagian dari kehidupan social

budayanya dipahami sebagai kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat

berdasarkan nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi berasal dari

bahasa Latin traditium, berarti segala sesuatu yang diwariskan dari masa lalu,

memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkahlaku, baik dalam

kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau

keagamaan. Pun dipahami sebagai pengetahuan, doktrin, kebiasaan, dan praktek,

yang diwariskan secara turun temurun, yang merupakan adat kebiasaan masyarakat.

1

2

.

Tradisi masyarakat merupakan endapan-endapan kebiasaan yang menjadi norma-

norma atau aturan-aturan yang disepakati oleh masyarakat dan dilakukan dalam

kehidupan sehari-hari Masalah kebertahanan dan keberlanjutan suatu tradisi sangat

tergantung pada proses pewarisannya. Biasanya dalam suatu tradisi yang dianggap

sakral, metode pewarisan selalu disertai dengan ‘doktrin’ yang sifatnya tabu untuk

dilanggar (AfifdanBahri, 2009:15).

Sulawesi Selatan adalah salah satu pulau yang berada dalam naungan NKRI,

yang dulunya dikenal dengan nama Celebes, masyarakatnya hidup dalam berbagai

keragaman tradisi adat dan budaya. Selain itu, dihuni dengan berbagai suku yang

tentunya memiliki beranekaragam tradisi adat dan budaya, di mana masing-masing

daerah memiliki tradisi adat yang berbeda-beda. Makassar yang biasa pula disebut Tu

Mangkasarak merupakan salah satu kelompok etnis yang tersebar dalam berbagai

kesatuan pemukiman dibagian selatanPropinsi Sulawesi Selatan.

Suku Makassar adalah suku-bangsa yang suka mengembara, pada beberapa abad

yang lalu, komunitassuku Makassar adalah pelaut, menyeberangi lautan dan mendarat

di Afrika Selatan. Di Afrika Selatan terdapat sebuah daerah yang bernama

Maccassar. Diduga penduduk setempat merupakan keturunan campuran antara

penduduk asli dengan orang-orang Makassar yang bermigrasi kewilayah tersebut.

Sedangkan nama Maccassar diduga karena mereka berasal dari tanah nenek moyang

mereka yaitu Makassar (Yatim, 2001: 7- 13)

Di sampingitu, orang Makassar memiliki karakter yang terbuka, dan spontan

dalam menghadapi sesuatu persoalan. Termasuk pula orang yang mudah bergaul,

3

.

walau pun kadang-kadang mengucapkan kata yang cenderung kasar (menurut

kelompok suku lain), tapi mereka adalah orang-orang yang setia dalam persahabatan.

Tambahan lagi, cirikhas orang Makassar adalah berani, ulet, pantang menyerah,

terbuka, spontan, sukamerantau, setiakawan, demokratis dalam memerintah, dan jaya

di laut.

Oleh karna itu, nilai budaya Makassar harus lestari. Nilai budaya dipahami

sebagai konsepsi yang hidup dalama lampikiran dari sebagian besar masyarakat

tradisional sebagai sesuatu yang berharga dalam hidup. Karena itu, nilai menjadi

dasar dari kehidupan manusia dan menjadi pedoman ketika orang akan melakukan

sesuatu. Koentjaraningrat berkata; bahwa nilai budaya suatu masyarakat bias berubah.

Terjadinya perubahan nilai itu menunjukkan bahwa nilai budaya tidak muncul begitu

saja. Nilai budaya suatu masyarakat diproduksi, dipertahankan, dan dikomunikasikan

melalui media seperti; media pendidikan, sistemekonomi, organisasi, upacara

tradisional, kesenian tradisional, maupun arsitektur tradisionalnya. Setiap kebudayaan

selalu mengalami perubahan dari masa kemasa. Perubahan itu tergantung dari

dinamika masyarakatnya (Hasdin, 2014).

Pemertahanan nilai budaya Makassar salah satunya terlihat pelestarian kue-kue

tradisional sebagai bagian dari kuliner. Beragam macam kue tradisional Indonesia

tersebut juga banyak variasi dimulai dari kue basah tradisional. Khusus kue

tradisional masyarakat Makassar merupakan kue yang kadang dijadikan jamuan atau

hidangan dalam acara pernikahan atau acara-acara masyarakat Bugis Makassar.

4

.

Kue-kue tradisional seperti umba-umba, barongko, karasa, lapisi, sikaporo,

katerisalak, rokok-rokokunti, rokok-rokok cangkunngi, dodorok, sekrok-sekrok,

cucuruk teknek, cucuruk bayao, dan biji nangka. Kue-kue tersebut wajib diperadakan

pada acara – acara kebahagiaan yang digelar oleh masyarakat Makassar. Karena kue-

kue tersebut merupakan symbol yang sarat dengan makna, seperti kebahagian

kejujuran, dan kesabaran.

Satu symbol pada intinya merupakan sesuatu hal, suatu tanda atau kata yang

digunakan untuk pengetahuan dan makna yang sama-sama diketahui. Simbol dapat

mewakili alat, tanda, pesan, atau bentuk pengetahuan, baik linguistic maupun non

linguistik, internasional maupun nasional, (Wahab, 2006: 25). Dengan demikian, kue-

kue tradisional Makassar merupakan simbol non linguistik.

Salah satu alas an mengapa kue-kue tradisional Makassar kaya akan symbol

adalah bahwa kue-kue tersebut terdapat percampuran antara beberapa bahan, seperti

telur, gula, santan, tepung (ketan putih, terigu, beras putih). Sementara bahan tersebut

memiliki makna sesungguhnya dan makna kias. Ambilah misalnya pada upacara

perkawinan kue-kue tersebut wajib diperadakan karena merupakan symbol dan

harapan bagi kedua pengantin bagi kelangsungan rumah tangganya kelak. Itulah

sekilas makna yang terkandung dari kue-kue tradisional Makassar yang notabene

dihidangkan pada acara-acara sacral tradisional. Adat menghidangkan kue-kue

tersebut telah membudaya, diwariskan turun temurun sejak dahulu. Kiranya adat

budaya ini tetap dilestarikan.

5

.

Berangkat dari uraian tersebut, maka ditetapkan judul dalam penelitian ini

“Simbol dalam Kanre Jawana Mangkasarak SuatuTinjauanSemiotik”.

B. RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimanakah bentuk symbol dalam kanrejawana Mangkasarak ?”. Masalah

symbol akan dianalisis berdasarkan (1) simbol kebahagian, (2) simbol kejujuran, (3)

simbol kesabaran.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

bentuk symbol dalam kanrejawana Mangkasarak yang menggambarkan: (1) simbol

kebahagian, (2) simbol kejujuran, dan (3) simbol kesabaran.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Manfaat teoretis, diharapkan dalam membelajarkan Muatan Lokal, dikenal

bahwa dalam tradisi Makassar kue-kue tradisonal saratakan makna, sehigga si

pebelajar dapat melestarikan dan bangga memiliki asset berupa kue-kue yang di

samping mudah diperoleh, pun disajikan dalama cara sacral bagi masyarakat

Makassar.

6

.

2. Manfaat praktis, karena kue tradisional merupakan salah satu produk budaya

yang pantas diperlakukan setara dengan asset kebudayaan lainnya, antara lain

dengan cara diakui dan dilestarikan keberadaannya.

7

.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KRANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian yang Relevan

Peneliti yang pernah mengkaji kue-kue tradisional adalah Imania, tahun 2014

dengan judul “Pemanfaatan Produk Budaya Modern dalam Bentuk Game untuk

Mobile Gadget sebagai Media Pelestarian Budaya Tradisional (dengan kasus kue-kue

tradisional Jawa Barat). Hasil yang diperoleh bahwa arus globalisasi menyebabkan

makin tergerusnya nilai-nilai budaya lokal. Hal ini kemudian berdampak pada

eksistensi kue tradisional yang makin menghilang. Terutama dengan banyak

masuknya kue-kue lain yang merupakan produk budaya asing yang dikhawatirkan

dapat menggantikan posisi kue-kue tradisional di hati masyarakat. Pada sisi lain,

globalisasi memberikan pengaruh yang cukup baik pula. Diantaranya yaitu dengan

makin mudahnya persebaran perkembangan teknologi. Masyarakat mau tidak mau

menjadi semakin mawas akan keberadaan media-media digital, dan mulai terbiasa

dengannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengenalan kembali nilai-nilai

budaya lokal, pada kasus ini kue tradisional dengan studi kasus jajanan pasar di Jawa

Barat, kepada remaja dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Game dirasa

merupakan bentuk teknologi yang dapat dimanfaatkan sebagai media pengenalan

7

8

.

budaya kepada remaja dengan metoda pendekatan yang menyenangkan dan tidak

menggurui.

Berangkat dari penelitian yang relevan terbukti bahwa kue tradisional adalah

asset daerah yang perlu dilestarikan dan disetarakan dengan asset kebudayaan

lainnya. Sementara itu, perbedaan yang dapat dilihat secara langsung dari penelitian

yang telah dikerjakan oleh Imania termasuk penelitian kasus. Sementara penelitian ini

akan melihat simbol-simbol yang terdapat dalam kanre jawana Mangkasarak,

simbol-simbol yang dimaksud adalah simbol kebahagian, simbol persatuan, simbol

kesabaran, simbol keberanian, dan simbol kesucian. Dengan demikian, penelitian ini

layak dikerjakan.

2. Konsep Dasar Makassar

Pengertian kata Makassar yang dimaksudkan dalam buku ini, ialah nama daerah

yang terletak di bahagian Selatan Jazirah Sulawesi Selatan. Beserta suku bangsa yang

mendiaminya (suku Makassar) beserta semangat dan kebudayaan yang dimilikinya,

termasuk bahasa yang dipakai dalam pergaulan sesama suku Makassar.

Secara etimologi kata Makassar berasal dari kata Mangkasarak (Bunyi hamzah

yang kedengaran pada akhir suku kata dilambangkan dengan huruf k dalam tulisan

ini) yang terdiri atas dua morfem, yaitu morfem ikat mang dan morfem bebas

kasarak. Morfen ikat mang mengandung arti (1) memiliki sifat yang terkandung

dalam kata dasarnya, (2) memiliki atau menjelmakan diri seperti yang dinyatakan

oleh kata dasarnya.

9

.

Moefem bebas kasarak mengandung arti: (1) terang, nyata, jelas, dan tegas, (2)

tampak (dari penjelmaan, (3) besar (lawan kecil atau halus). Ambillah misal kalimat:

akkasarakmi angkanaya, artinya, jelaslah (nyatalah) bahwa; akkasaraki jinga,

artinya, jin menjelma (menampakkan dirinya dari tak kelihatan menjadi kelihatan).

Oleh karena itu, kataMangkasarak mengandung arti memiliki sifat besar (mulia) dan

berterus terang (jujur).

Jika dihubungkan sebagai nama, berarti tempat atau orang-orang yang memiliki

sifat atau karakter sebagai orang besar (mulia, baik-baik) orang yang jujur. Artinya

seperti perkataan dengan perbuatannya.Dalam arti nyata, jelas atau terang, berarti

pula tegas, berani. Misalnya seseorang berkata sikasak-kasariang atau sikasarang,

maksudnya “katakan sejujur-jujurnya dengan penuh tanggung jawab”. Bersedia

menanggung segala konsekwensinya.Ia (orang itu) tidak memiliki atau tak

memperhitungkan yang akan terjadi padanya, baik atau buruk, untung atau rugi, mati

ataupun hidup. Kendatipun demikian, apabila orang itu telah melalui kesabaran,

kebijaksanaan, dan toleransi, maka orang itu akan pasrah pada nasib (sekre-sekrea).

Ungkapan akkana Mangkasarak, maksudnya berkata sejujurnya dengan penuh

keberanian dan rasa tanggung jawab. Dengan begitu, arti kata Mangkasarak dapat

dipahami bahwa seseorang diperlakukan baik, dia akan lebih baik, lebih sopan dan

hormat serta tahu membalas budi.

Secara terminology kata Makassar mengandung arti: (1) Nama suku bangsa

bersama semangat dan kebudayaan yang dimilikinya termasuk bahasa yang

dipakainya dalam pergaulan sesamanya. (2) Nama kerajaan yang terdapat di

10

.

Indonesia bagian Timur yang puncak kejayaannya diletakkan oleh Pahlawan Nasional

Sultan Hasanuddin yang dinamai Kerajaan Gowa. (3) Nama selat yang terletak di

antara pulau Kalimantan dan pulau Sulawesi. (4) Nama kota yang sejak permulaan

abad ke-16 telah dikenal oleh dunia internasional sebagai ibu kota Kerajaan Gowa,

sampai sekarang merupakan kota terbesar di Indonesia bagian Timur.

Menurut riwayat, secara mitos bahwa pengkhususan atau terpatrinya dalam hati

masyarakat Makassar, kata Makassar (Mangkasarak) berkait erat dengan peristiwa

yang dialami oleh seorang raja di Tallo.

Konon pada suatu hari, petugas istana melapor kepada raja Tallo bahwa di tepi

pantai sebelah Barat, terlihat orang memakai jubah. Orang itu melakukan gerakan-

gerakan tertentu (tegak, bungkuk, duduk). Karena khawatir, maka raja beranjak

keluar istana hendak menyaksikan berita kedatangan orang itu.

Belum jauh melangkah, raja bertemu dengan seseorang (orang tua) yang

menyapanya dan menanyakan maksud kekhawatirannya (raja). Setelah raja

menyampaikan maksudnya, berkatalah orang tua itu: “Wahai Raja, orang yang di

pantai itu, adalah orang sakti, kalau Raja hendak menundukkan orang itu, marilah

saya beri ilmu terlebih dahulu. Tangan raja akan saya tulisi, dan perlihatkanlah tulisan

itu kepadanya, niscaya tunduklah dia.

Orang tua itu pun berjabat tangan dengan raja. Sesudah berjabat tangan

tampaklah tulisan kalimat syahadat (ada yang mengatakan surat al-Fatiha) pada

tangan raja, orang tua itu pun lenyaplah. Raja melanjutkan perjalananya ke pantai,

selanjutnya memperlihatkan tulisan di tangannya pada orang itu.Maka bersujudlah

11

.

orang itu sambil berjabat tangan dan mengatakan, “Selamatlah dan berbahagialah

engkau wahai Raja, karena engkau telah memegang agama Allah dan kedatangan

saya kemari untuk mengajarkan agama Allah.

Kemudian raja menyimpulkan dan berkata Nakbia akkasarak, artinya nabi yang

menjelma atau menampakkan diri (orang tua yang lenyap itu). Tempat nabi

akkasarak , akhirnya dinamai Mangkasarak (Makassar).

Berdasarkan sejarah, diketahui bahwa nama Makassar baik sebagai suku bangsa,

kerajaan dan selat, maupun sebagai nama kota, telah dikenal oleh internasional sejak

dahulu. Sebagaimana yang diungkapkan oleh H. Muh. Yamin bahwa dalam syair ke-

14 Nagara Kartagama karangan Prapanca (1364), nama Makassar telah tercantum.

Selanjutnya, Situmorang menyampaikan bahwa dalam sejarah Melayu kissah ke-19

tersebut pula nama Makassar, sebagaimana kutipan “… maka tersebutlah perkataan,

adalah sebuah negeri di tanah Mangkasarak, Balului namanya, nama rajanya Karaeng

Mancoko, terlalu besar kerajaannya, segala negeri di tanah Mangkasar itu semuanya

takluk kepadanya”.

Mulai abad ke-16, Makassar sebagai kota Kerajaan Gowa menjadi pusat

perdagangan rempah-rempah yang penting di bagian Timur kepulauan Indonesia

tempat bangsa Portugis, Belanda, Inggris, dan Denmark berdagang. Sementara itu,

Dr. F. W. Stapel menguraikan bahwa pada awal abad ke-17 tempat-tempat yang

terpenting di nusantara termasuk Makassar, ibu negeri yang sama namanya, yang

disebut kerajaan Gowa, memberi negeri lain bahan makanan yang melimpah,

terutama padi yang banyak ditanam di Sulawesi Selatan. Karena letaknya yang

12

.

strategis, sehingga menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dari Maluku yang

diangkut oleh pelaut Bugis dan dibeli oleh bangsa Portugis.

H.D. Mangemba, menguraikan bahwa sesudah perjalanan 26 hari, tiba pada

tanggal 19 Desember 1666, sedang cuaca yang baik, Makassar mulai kelihatan,

tampakletak Fort Rotterdam. Dahulu terdapat benteng Utara, benteng yang bernama

Ujung Pandang (Jumpandang).Di sebelah Selatan, di antarai dua muara sungai Gowa

(Jeneberang) terdapat keratonn Raja Gowa yang diperkuat bernama Sombaopu.

Sebelah Selatan keraton terdapat benteng Panakukkang,sebuah tembok

menghubungkan ke Utara Ujung Pandang, ke Selatan dengan Panakukkang.

B.F. Matthes menjelaskan dalam sejarah munculnya kata Makassar dapat dilihat

sewaktu Karaeng Matoaya bertutur kepada Inggris dan Belanda sewaktu mulai

berdiam di Makassar. Raja bertahta.“Engkau tidak boleh menginginkan kecilku

(mungkin maksudnya rakyat). Engkau tak boleh mengambil sesuatu dari

pelabuhanku, engkau tak boleh menghadapkan senjatamu kepadaku.Kalau engkau

pergi, aku ambil kepala neracamu dan cukaimu. Kalau kapalmu datang, bawalah

antaran kepada raja. Dan kalau ada perselisihan paham aku minta diri dan engkau

pergi.Engkau tak boleh membuat kota , gedung. Engkau dating dari Barat, engkau

pergi ke benua Timur (Basang, 1996: 23; Hakim, 2006: 46; Matthes, 1985:120).

3. Semiotika

Semiotik berasal dari kata Yunani: semeion yang berarti tanda(sistem-sistem

13

.

lambang dan proses-proses perlambangan). Semiotik adalah model penelitian

sastra dengan memperhatikan tanda-tanda (Endraswara, 2008:64).

Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman,

yang bekerja secara terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling

memengaruhi ), yang seorang ahli linguistik yaitu Ferdinand de Saussure (1857-

1913) dan seorang ahli flsafat yaitu Charles Sanders Peirce (1839-1914). Saussure

menyebutnya ilmu itu dengan nama semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya

semiotik (semiotics). Kemudian nama itu sering dipergunakan berganti-ganti

pengertian yang sama. Di Perancis dipergunakan semiologi untuk ilmu itu, sedangkan

di Amerika lebih banyak dipakai nama semiotik (Jabrohim, 2003:68).

Nurgiyantoro, 2005:41 mengemukakan semiotik adalah ilmu atau metode

analisis untuk mangkaji tanda. Tanda merupakan sesuatu hal yang menjadi

representasi sesuatu yang lain. Melalui sebuah tanda, seseorang dapat

mengungkapkan pikiran dan perasaannya, baik yang bersumber dari pengalamannya

maupun hasil imajinasinya.

Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis sastra sebagai

suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang

memungkinkan karya sastra mempunyai arti. Pradopo, (2009:121) mengemukakan

bahwa sebagai medium karya sastra merupakan semiotik atau ketandaan, yaitu sistem

ketandaan yang memunyai arti.

Sobur, 2004:100 mengembangkan teorinya memusatkan perhatiaannya pada

berfungsinya tanda-tanda pada umumnya. Bagi Peirce dalam Luxemburg,

14

.

diterjemahkan oleh Hartako (dalam Ramin Ode, 2014: 80) dikatakan ada tiga faktor

yang menentukan adanya sebuah tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan

sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin si penerima.

Semiotika bagi Pierce adalah sebuah tindakan (action), pengaruh (influence),

atau kerja sama tiga aspek, yaitu tanda (sign), objek (object) dan interpretan

(interpretant). Tanda itu merupakan suatu gejala yang dapat diserap lewat penafsiran.

Antara tanda pertama dan apa yang ditandai terdapat hubungan representasi

(menghadirkan atau mewakili). Tanda dan reperesentasi merupakan tanda baru

(disebut interpretant) yaitu sesuatu yang dibayangkan penerima tanda bila ia

menyerap tanda pertama itu.

Ode, 2014: 55 membedakan tiga kelas tanda, yang didefinisikannya dalam

konteks jenis hubungan antara item yang menandakan dan yang ditandakan.Pertama,

ikon berfungsi sebagai tanda melalui persamaan inheren, atau unsur-unsur yang

dimiliki bersama, dengan apa yang ditandakan; contoh adalah persamaan sebuah

potret dengan manusia yang digambarkannya, atau persamaan antara sebuah peta

dengan wilayah geografis yang diwakilinya. Kedua, indeks, adalah sebuah tanda yang

memiliki hubungan kausal dengan apa yang ditandakan; jadi, asap merupakan tanda

yang mengindikasikan api, dan sebuah alat penunjuk arah angin mengindikasikan

arah angin berhembus. Ketiga, simbol, hubungan antara item penanda dan apa yang

ditandakan bukanlah sebuah hubungan yang alami, melainkan merupakan sebuah

konvensi sosial. Gerakan berjabat tangan, misalnya, dalam banyak kebudayaan

merupakan tanda konvensional untuk sapaan atau perpisahan, dan lampu lalu lintas

15

.

berwarna merah secara konvensional menandakan “ berhenti”. Contoh kompleks dari

tipe tanda ketiga ini adalah kata-kata yang membentuk sebuah bahasa.

Saussure (dalam Ode, 2014:34) memperkenalkan banyak istilah dan konsep yang

dipakai semiotikus, yang penting adalah (1) sebuah tanda terdiri atas dua komponen

atau aspek yang tidak dapat dipisahkan, yaitu “signifier” (dalam bahasa, seperangkat

bunyi ujaran, atau tanda-tanda di atas kertas) dan “signified” (konsep atau ide, yang

merupakan arti dari tanda tersebut), (2) sebuah tanda verbal, dalam peristilahan

Saussure, bersifat “arbitrari”. Maksudnya, dengan onomatopoeia (kata-kata yang

dianggap sama dengan bunyi-bunyi yang ditandakan) sebagai pengecualian kecil,

tidak ada hubungan inheren atau alami antara sebuah “signifier”verbal dengan apa

yang ditandakan (signified), (3) identitas dari semua elemen sebuah bahasa, termasuk

kata-katanya, bunyi-bunyi ujaran komponennya, dan konsep-konsep yang ditandakan

kata-kata, tidak ditentukan oleh “kualitas positif”, atau unsur-unsur objektif dalam

elemen-elemen itu sendiri tetapi oleh perbedaan atau sebuah jaringan hubungan,

yang terdiri atas perbedaan dan oposisi dengan bunyi ujaran lainnya, kata-kata

lainnya, dan “signified” lainnya yang terdapat hanya dalam sebuah sistem linguistik

tertentu, dan (4) tujuan dari linguistik atau usaha semiotika lainnya, adalah untuk

memahami parole (sebuah ujaran verbal, atau sebuah pemakaian khusus tanda atau

seperangkat tanda) hanya sebagai sebuah manifestasi dari langue (yaitu sistem umum

dari perbedaan implisit dan aturan-aturan kombinasi yang mendasari dan

16

.

memungkinkan sebuah pemakaian khusus tanda). Fokus perhatian semiotika lebih

banyak terletak pada sistem yang mendasari langue daripada sebuah parol tertentu.

Menurut Halliday (1992:4), dalam pengertian yang paling umum, tanda yang

terdapat dalam sistem makna lewat bahasa dapat dilihat dari berbagai sudut pandang

yang ada. Halliday mengarahkan perhatiaanya pada semiotik sosial dalam arti bahwa

istilah sosial mencakup dua hal. Pertama, istilah sosial diartikan sinonim dengan

kebudayaan sebagai suatu sistem makna.Kedua, istilah sosial menunjukkan perhatian

terutama pada hubungan antara bahasa dengan struktur sosial yang merupakan salah

satu segi dari pengalaman manusia.

Sementara itu Teeuw (dalam Ode, 2016:6) mengemukakan semiotik adalah tanda

sebagai tindak komunikasi kemudian disempurnakannya menjadi model sastra yang

mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala

susastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat.

Selanjutnya, Pateda (dalam Ode, 2014:30, menelaah semiotik dari segi

kultural. Ia berpendapat bahwa semiotik adalah sistem tanda yang berlaku dalam

kebudayaan masyarakat tertentu. Masyarakat sebagai makhluk sosial memiliki sistem

budaya tertentu yang telah turun temurun dan dihormati.Budaya dalam masyarakat,

menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat lainnya.

Dari beberapa pendapat ahli tentang teori semiotik, maka penulis menarik

simpulan bahwa semiotik adalah ilmu yang mempelajari dan mengkaji megenai tanda

dengan melihat korelasi dengan fungsi tertentu atau sesuatu tanda dalam menjelaskan

realitas kehidupan melalui penggunaan dalam beberapa simbol.

17

.

Selain teori Peirce dan Ferdinand de Saussure, teori tanda dari Mobin sebagai

aliran behaviorisme memperkenalkan semiotika sebagai ilmu pengetahuan khusus. Ia

melihat teori nominalitas dari sudut pandang ilmu pengetahuan alam yang bersifat

matreialistis (pembawa makna), refren materil (denotasi), dan makhluk hidup

(simbol). Teori tanda dalam pengertian behaviorisme bahwa semiotik adalah suatu

sikap yang diamati, yang dapat dipahami sebagai reaksi makhluk hidup atas suatu

rangsangan atau dengan kata lain, objek penelitian semiotika adalah sikap suatu

tanda.

4. Ilmu Tentang Tanda

Semiotika, ilmu tentang tanda-tanda, sudah lahir pada akhir abad ke-19 dan awal

abad ke-20. Akan tetapi, ilmu ini baru berkembang mulai pada pertengahan abad ke-

20. Meskipun pada akhir abad ke-20.

Sistem penandaan memiliki pengaruh besar.Munculnya studi khusus tentang

sistem penandaan benar-benar merupakan fenomena modern.Konsep kunci semiotik

“Sains tentang tanda-tanda”. Tanda, dalam pandangan Peirce yang dikutip oleh Sobur

(dalam Ode, 2014: 17) adalah sesuatu yang hidup dan dihidupi (cultivated).Ia hadir

dalam proses interpretasi (semiosis) yang mengalir. Semiosis dapat dipandang suatu

proses tanda yang dapat diperikan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan

antara lima istilah: S (s, i, e, r, e). S untuk semiotic relation (hubungan semiotik),

s untuk sign (tanda), i untuk interpreter (penafsir), e untuk effect atau pengaruh, r

untuk reference (rujukan), dan e untuk context (konteks) atau conditions (kondisi).

18

.

Begitulah, semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda;

secara sistematik menjelaskan esensi, ciri-ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses

signifikasi yang menyertainya.

Kali pertama yang penting dalam lapangan semiotik, lapangan sistem tanda

adalah pengertian tanda itu sendiri. Dalam pengertian tanda ada dua prinsip, yaitu

penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda atau yang menandai, yang

merupakan bentuk formal tanda itu, dalam bahasa berupa satuan bunyi. Petanda

(signified) atau yang ditandai, artinya adalah apa yang ditandai oleh penandanya.

Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis tanda yang pokok,

yaitu ikon, indeks, dan simbol (Pradopo, 2007a:121).

a. Tanda Ikon

Ikon adalah tanda hubungan antara penanda dan petandanya menunjukkan ada

hubungan yang bersifat alamiah, yaitu penanda sama dengan petandanya, misalnya

gambar, potret, atau patung. Gambar rumah (penanda) sama dengan rumah yang

ditandai (petanda) atau gambar rumah menandai rumah yang sesungguhnya.

Ikon ditandai dengan melihat persamaan ciri struktur. Ikon yaitu ciri-ciri

kemiripan itu sendiri berfungsi untuk menarik partikel-partikel ketandaan, sehingga

proses interpretasi dimungkinkan secara terus-menerus (Ratna, 2007:114).

Aminuddin, (1995:125) mengatakan bahwa ikon adalah bilamana lambang itu

sedikit banyak menyerupai apa yang dilambangkan, seperti foto dari seseorang atau

19

.

ilustrasi. Ikon pemaknaannya cukup dilihat dari kamus atau melalui kehidupan sehari-

hari.

Dua aspek penting terdapat dalam tinjauan semiotika bahasa rupa yaitu indeks

dan tanda.Indeks adalah tanda yang memiliki hubungan ketergantungan eksistensial

antara tanda dan yang ditandai, atau memunyai ikatan kausal dengan yang diwakili.

Tanda adalah unsur dasar dalam semiotika dan komonikasi mencakup segala sesuatu

yang mengandung arti, memiliki dua kategori yakni sebagai penanda (bentuk dasar,

ikon, simbol, notasi) dan sebagai petanda

Menurut Pradopo (2007:55) ikon adalah tanda yang menunjukkan hubungan

yang bersifat alamiah antara penanda dan petanda. Hubungan itu adalah persamaan

atau ciri-ciri yang sama dengan hal-hal yang dimaksudkan. Di dalam ikon antara

representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas.

Tanda ikon dalam teks sastra adalah tanda yang memikat pembaca cara

menunjukkan denotatum pada tanda ikon adalah melalui kemiripan, dengan

menunjukkan denotatumnya, menggambarkan bahwa itulah ikon.

Semua teks terdapat ikonitas, khususnya dalam teks yang digunakan di luar

situasi percakapan. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa dalam situasi komunikasi

pengirim dan penerima sama-sama hadir, sistem-sistem semiotik bahasa yang lain

dapat digunakan. Pandangan nada suara ekspresi wajah, sentuhan, sikap biasanya

berkadar semiotika lebih besar ketimbang tanda bahasa yang mengiringnya.Sistem-

sistem ini memungkinkan pengarahan tambahan, koreksi tanda-tanda indeksistas,

sehingga memiliki daya serap eksistensial yang lebih besar.

20

.

b. Tanda Indeks

Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda

dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat. Misalnya asap itu

menandai api, suara itu menandai orang atau sesuatu yang mengeluarkan suara.

Indeks adalah bila lambang itu masih mangasosiasikan adanya hubungan dengan

lambang yang lain, misalnya rokok dengan api atau kumis dengan laki-laki.

Pemaknaan indeks dapat diidentifikasi lewat konteks struktur kalimat maupun

wacana Aminuddin, (1995:125).

Sebuah anggapan tentang semua teks, Adri (dalam Ode, 2014:16)

mengemukakan bahwa secara keseluruhan merupakan tanda-tanda indeksitas sebab

eks memiliki hubungan perbatasan dengan hal-hal yang dipresentasikannya yaitu

dunia yang diciptakannya. Jika dibandingkan dengan teks lain, teks sastra berperan

lebih halus dan sering secara tidak langsung.

Dalam pendekatan semiotik, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak

dicari (diburu), yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat

(dalam pengertian luasnya) (Pradopo, 2007:120). Relasi indeksitas dengan kebenaran

histories member teks sastra bernilai yakni: sebagai alat untuk memperoleh

pengetahuan tentang kenyataan dan untuk mendalaminya. Tetapi relasi eksestensial

paling istimewa dari sebuah teks sastra ada pada relasi indeksitas dengan pembaca

atau relasi ideksitas dengan memberi dunia pengarang tanda ciri komonikasi.

Indeksitas yang menunjukkan kebenaran di luar teks, seperti semua perkataan yang

digunakan di luar teks sastra untuk benda, isi pikiran, dan sebagainya.

21

.

c. Tanda Simbol

Simbol itu tanda yang tidak menunjukkan hubungan alamiah bersifat arbitrer

atau semau-maunya, hubungannya berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat.

Sebuah sistem tanda yang utama menggunakan lambang adalah bahasa. Arti simbol

ditentukan oleh masyarakat. Misalnya kata ibu berarti “orang yang melahirkan kita”

itu terjadinya atas konvensi atau perjanjian masyarakat bahasa Indonesia, masyarakat

bahasa Inggris menyebutnya mother, Perancis: la mere..

Simbol ditandai oleh dua ciri, yaitu antara penanda dan petanda tidak ada

hubungan intrinsik sebelumnya dan penanda dan petanda merupakan konteks

kultural yang berbeda (Ratna, 2007:116).

Simbol adalah lambang yang menunjuk pada referen tertentu dengan acuan

makna yang berlainan. Dalam pemaknaannya, ragam tanda yang sulit ditentukan

maknanya adalah simbol. Disebut sulit karena simbol merupakan bentuk yang isian

maknanya sudah dimotivasi oleh unsur subjektif pengarangnya. Selain itu, simbol,

isian maknanya juga bersifat konotatif.Karakteristik realitas yang memiliki fungsi

simbolik sering kali masih memiliki keselarasan hubungan dengan sesuatu yang

disimbolkan sehingga gagasan yang ada dengan mudah dapat diproyeksikan

(Aminuddin, 1995:126).

Hubungan antara simbol dan yang disimbolkan bersifat banyak arah. Contoh

kata bunga, tidak hanya memiliki hubungan timbal balik antara gambaran yang

disebut bunga. Kata ini secara asosiatif juga dihubungkan dengan keindahan,

kelembutan, kasih sayang, perdamaian, ketenangan, dan sebagainya. Dengan

22

.

demikian, kesadaran simbolik di samping menampilkan gambaran objek yang diacu,

juga menggambarkan ide, citraan, dan konfigurasi gagasan yang melingkupi bentuk

simbolik dan gambaran objeknya sendiri. Jadi, makna suatu simbol sebenarnya

merupakan hasil refresentasi ciri semantik yang diabstraksikan dan membentuk

suatu pengertian tertentu.

5. Makna Filosofis dan Makna Simbolis

Filosofis berkaitan erat dengan kata filsafat.Kata filsafat berasal dari kata Yunani,

yaitu Philosophia yangmerupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata philein

yangartinya mencintai, atau philia yang artinya cinta dan shopia yangartinya kearifan

atau kebijaksanaan, atau berarti pula tahu denganmendalam. Jadi filsafat berarti ‘cinta

kebijaksanaan’ atau mencintai pengetahuan yang sedalam dalamnya (Herusatoto,

2000: 62).Selaras dengan Kattsoff (1992: 4) yang berpendapat bahwa filsafat

merupakan suatu analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai

suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu sudut pandangan

yang menjadi dasar suatu tindakan. Pemahaman secara mendalam tersebut dapat

terjadi diberbagai ilmu, demikian halnya dengan kebudayaan yang memiliki beberapa

bagian salah satunya simbol atau lambang yang digunakan sebagai wakil dari sesuatu

(Aprila, 2004: 10).

Kata simbolis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sesuatuyang

berkaitan dengan lambang.Kata simbol sendiri berasal dari kataYunani symbolos

yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatuhal kepada seseorang.

23

.

Simbol tidak berupa kata-kata, melainkan suatu objekyang menjadi wakil dari sebuah

artian (Herusatoto, 2000: 10). Kebudayaan manusia penuh diwarnai dengan simbol.

Gerzt melihatsimbol-simbol pada keseharian hidup manusia seperti jaring laba-laba

yangsaling kait-mengkait dan ingin berusaha menguraikan maknanya. Simboltersebut

bersifat abstrak dan maknanya diberikan oleh orang yang menggunakannya. Simbol

dalam sebuah kain batik dapat berbentuk warnamaupun pola ragam hiasnya

(Wahono, dkk. 2004: 145).

Bentuk simbol dapat diidentifikasikan dan diklasifikasikan menjadi dua

kelompok, yakni simbol verbal dan simbol nonverbal. Simbol verbal adalah simbol-

simbol yang berupa bahasa yang dituturkan oleh para pelaku. Simbol nonverbal

adalah sistem simbol yang berasal dari komponen-komponen selain komponen

verbal. Bentuk simbol dapat berupa bahasa (dalam cerita, perumpamaan, pantun,

syair, dan peribahasa), gerak tubuh (tari-tarian), suara atau bunyi (lagu, musik), warna

dan rupa (lukisan, hiasan, ukiran, bangunan).

Penggunaan istilah simbol mengacu pada suatu perbandingan yang bisa berupa

banyak hal dengan tujuan estetis, mampu mengkomunikasikan makna pesan dan

mampu mengungkap gagasan. Keberadaan simbol dalam karya sastra akan

memberikan sumbangan kekuatan makna. Menurut Lakoff & Johnson (dalam

Nurgiyantoro , 1995), fungsi pertama simbol (metafor) adalah menyampaikan

pengertian, pemahaman. Ekspresi yang berupa ungkapan- ungkapan tertentu sering

lebih tepat disampaikan dalam bentuk metafor daripada secara literal. Metafor erat

berkaitan dengan pengalaman kehidupan manusia baik bersifat fisik maupun

24

.

budaya.Menemukan makna dalam simbol, dapat dilakukan dengan cara (1) konotasi

simbol; (2) membandingkan dengan konteksnya; (3) membandingkan dengan konteks

lain. Apabila detail-detail cerita berkonotasi familiar (bunga menyugestikan

cinta,wanita, dan alam) maka dapat dikatakan relevan. Akan tetapi, pendekatan

semacam ini dapat sangat menyesatkan. Konotasi sering memunculkan konflik; api

dapat bersugesti baik dan buruk. Konotasi yang terlampau ‘kentara’ sebaiknya juga

dikesampingkan saja; meskipun terdapat banyak kegembiraan dan kelucuan.

Pendekatan lain, adalah membandingkan detail dengan konteksnya. Apakah detail

tersebut mengulangi, menyerupai, atau menyugestikan satu elemen dalam adegan

tempat ia muncul? Adakah konotasi-konotasi yang relevan secara spesifik dengan

adegan tersebut? Ketika sebuah simbol diulang, kita tidak hanya melacak

keterkaitannya dengan setiap konteks melainkan juga mempertanyakan bagimana

setiap konteks tersebut berhubungan satu sama lain (Sugihastuti dan Allsyad, 2007:

67).

Selanjutnya Azis (2012: 181) menyebutkan bahwa empat ciri utama simbol (1)

simbol bersifat figuratif yang selalu menunjukkan kepada sesuatu di luar dirinya

sendiri, (2) simbol bersifat dapat dicerap baik sebagai bentuk objektif dan sebagai

konsep imajinatif, (3) simbol memiliki daya kekuatan yang melekat secara gaib,

mistis, religius atau rohaniah, dan (4) simbol mendapat dukungan dari masyarakat.

6. Simbol dalam Kanre Jawana Mangkasarak

Simbol dalam kanre jawana Mangkasarakdapat dilihat berikut ini.

25

.

a. Simbol Kejujuran

Jujur mengacu pada pengertian lurus hati, tidak berbohong dengan mengatakan

apa adanya, tidak curang, tulus dan iklas (Sugono,2012:591).

Tingkat kejujuran seseorang dapat dilihat dari (1) kejujuran dalam ucapan yaitu

kesesuaian ucapan dengan realita, (2) kejujuran dalam perbuatan yaitu kesesuaian

ucapan dengan perbuatan, dan (3) kejujuran dalam niat yaitu kesesuaian tertinggi di

mana ucapan dan perbuatan hanya untuk Allah ( Dullah, 2011). Sedangkan faktor

yang mempengaruhi kejujuran seseorang adalah (1) tingkat keimanan sesorang

terhadap sesuatu ajaran yang diterimanya, (2) lingkungan tempat tinggal, (3)

sensitivitas atau tingkat kepekaan nurani, dan (3) keadaan masa lalu.

Untuk mewujudkan kejujuran dalam pribadi diri seseorang, maka langkah awal

yang dilakukan adalah melatih pribadi untuk berusaha menjadi manusia seutuhnya,

yaitu menyadari bahwa adalah makhluk Tuhan, makhluk sosial dan makhluk pribadi.

Bila tiga unsur tersebut sudah berada pada suatu posisi yang benar, maka nilai

kejujuran akan muncul karena kesadaran akan tiga hal tersebut (Sharfang, 2011).

Nilai suatu kejujuran tidak akan dapat dibeli dengan harta dan benda, hanya

dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Betapa damainya dan sejahteranya

orang-orang yang masih memunyai sifat jujur di hatinya, tanpa perlu rasa takut akan

terhina oleh orang lain. Di sisi Tuhan pun, akan ditulis sebagai orang jujur yang

kelak akan membawa diri seseorang ke surga yang luasnya, seluas langit dan bumi

(Rania,2012).

26

.

Jadi simbol kejujuran yaitu simbol yang mengacu pada sifat kelurusan hati,

berkata apa adanya, tidak mengenal kata curang serta hati yang tulus dan ikhlas.

b.Simbol Kebahagiaan

Kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang

dirasakan individu serta aktivitas positif yang yang tidak memunyai komponen

perasaan sama sekali. Seligman memberikan gambaran individu yang mendapatkan

kebahagiaan yang autentik (sejati) yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi

dan mengolah atau melatih kekuatan dasar (terdiri dari kekuatan dan keutamaan)

yang dimilikinya dan menggunakannya pada kehidupan sehari-hari, baik dalam

pekerjaan, cinta, permainan, dan pengasuhan.

Kebahagiaan adalah konsep yang subjektif karena setiap individu memiliki tolak

ukur yang berbeda-beda.Setiap individu juga memiliki faktor yang berbeda sehingga

bisa mendatangkan kebahagiaan untuknya. Faktor-faktor itu antara lain uang, status

pernikahan, kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi negatif, pendidikan, iklim, ras,

dan jenis kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas seseorang.

Dengan demikian,kebahagiaan adalah suatu keadaan individu yang berada dalam

aspek positif (perasaan yang positif) dan untuk mencapai kebahagiaan yang autentik,

individu harus dapat mengidentifikasikan, mengolah, dan melatih serta menggunakan

kekuatan (strength) serta keutamaan (virtue) yang dimilikinya dalam kehidupan

sehari-hari. (Seligman ,2005: 57-67).

27

.

c. Simbol Kesabaran

Sabar (al-shabru) menurut bahasa adalah menahan diri dari keluhkesah.Bersabar

artinya berupaya sabar. Ada pula al-shibrudengan meng-kasrah-kan shadartinya obat

yang pahit, yakni sari pepohonan yang pahit. Menyabarkannya berarti menyuruhnya

sabar. Bulan sabar, artinya bulan puasa.Ada yang berpendapat, "Asal kalimat sabar

adalah keras dan kuat.Al-Shibrutertuju pada obat yang terkenal sangat pahit dan

sangat tak enak. Al Ushmu'i mengatakan, "Jika seorang lelaki menghadapi kesulitan

secara bulat, artinya ia menghadapi kesulitan itu secara sabar. Ada pula Al-

Shubrudengan men-dhamah-kan shad, tertuju pada tanah yang subur karena

kerasnya.

Ada pula yang berpendapat, sabar itu diambil dari kata mengumpulkan,

memeluk, atau merangkul.Sebab, orang yang sabar itu yang merangkul atau memeluk

dirinya dari keluh-kesah.Ada pula kata shabrahyang tertuju pada makanan.Pada

dasarnya, dalam sabar itu ada tiga arti, menahan, keras, mengumpulkan, atau

merangkul, sedang lawan sabar adalah keluh-kesah.

Dari arti-arti yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesabaran

menuntut ketabahan dalam menghadapi sesuatu yang sulit, berat, dan pahit, yang

harus diterima dan dihadapi dengan penuh tanggung jawab. Berdasar kesimpulan

tersebut, para agamawan menurut M. Quraish Shihab merumuskan pengertian sabar

sebagai "menahan diri atau membatasi jiwa dari keinginannya demi mencapai sesuatu

yang baik atau lebih baik (luhur)”( Jauhari, 2006:342).

28

.

d. Keberanian

Keberanian adalah suatu sikap untuk berbuat sesuatu dengan tidak terlalu

merisaukan kemungkinan-kemungkinan buruk. Aristoteles menyatakan bahwa,

“Kemampuan menaklukkan rasa takut merupakan awal dari kebijaksanaan.” Artinya,

orang yang memunyai keberanian akan mampu bertindak bijaksana tanpa dibayangi

ketakutan-ketakutan yang sebenarnya merupakan halusinasi belaka. Orang-orang

yang memunyai keberanian akan sanggup menghidupkan mimpi-mimpi dan

mengubah kehidupan pribadi sekaligus orang-orang di sekitarnya.Hanya diri pribadi

yang mampu mengukur apakah keberanian. Marilyn King mengatakan bahwa

keberanian seseorang secara garis besar dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu visi (vision),

tindakan nyata (action), dan semangat (passion). Ketiga hal tersebut mampu

mengatasi rasa khawatir, ketakutan, dan memudahkan seseorang meraih impian-

impian (Indra, 2010).

Menurut Irons keberanian adalah suatu tindakan memperjuangkan sesuatu yang

dianggap penting dan mampu menghadapi segala sesuatu yang dapat menghalanginya

karena percaya kebenarannya. Sementara Findley mengemukakan bahwa keberanian

adalah suatu sifat mempertahankan dan memperjuangkan apa yang dianggap benar

dengan menghadapi segala bentuk bahaya, kesulitan, kesakitan, (Ironis, 2003: 34;

Findley, 1995: 89).

29

.

B. Kerangka Pikir

Alur penelitian yang telah dilakukan dimulai dengan pemahaman mengenai latar

belakang kanre jawana Mangkasarak sebagai sajian tradisional. Dengan mengetahui

latar belakang tersebut, akan lebih mempermudah untuk menemukan latar belakang

munculnya kue tersebut dalam upacara tertentu di Makassar..Sehingga dalam upacara

tersebut (adat) menggunakan sesaji beberapa macam kue (kanre jawa).Unsur rupa

yang digunakan untuk mengkaji kanre jawa adalah bentuk menurut yang telah

disepakati seperti umba-umba bentuknya bulat, barongko terbungkus daun layaknya

nasi bungkus, lapisi, katarisalah, ketiganya harus menggunakan wadah yang disebut

talam berbentuk segi empat persegi. Selanjutnya yaitu menentukan makna, dengan

menggunakan teori kejujuran oleh Sugiono (2012:591); teori kebahagiaan oleh

Seligma (2005:57); teori kesabaran ol0h Jauhari (2006:342); dan teori keberanian

oleh Indra (2010). Dengan mengadopsi teori tersebut maka akan lebih jelas dan

mudah dalam menganalisa makna dari sudut pandang peneliti. Maknabeberapa

macam kanre jawa dapat dijelaskan secaramendalam bukan sekedar diungkapkan

latar belakang, prosesnya, serta aktivitas penyajiannya saja, tetapi melakukan

penafsiran atau memisahkan makna-makna secara logis dan empiris, dan saling

berhubungan satu sama lain. Sehingga makna dari keseluruhan kanre jawana

Mangkasarak ini akan disimpulkan. Karena semua makna dari keseluruhan bahan-

bahan sampai menjadi bentuk kanre jawa sampai penyajiannya pada upacara

tradisional yang akan menghasilkan sebuah budaya, budaya inilah yang dianalogikan

pada sebuah nilai seni. Makna kanre jawana Mangkasarakyang dianalogikan secara

30

.

teks maupun secara kontekstual merupakan suatu fenomena kebudayaan yang tidak

bisa dipisahkan.

Dengan menganalisis wujud rupa melalui unsur-unsur visual dapat ditemukan

makna darisemua bentuk kanre jawa yang ada perlu ditransformasikan melalui

analisis makna berdasarkan simbol yang terdapat dalam kanre jawa tersebut yang

disepakati secara konvensional dan untuk mengungkap maksud-maksud tertentu

secara visual penyajian kanre jawana Mangkarak.

Untuk mengungkapsimbol dalam kanre jawana Mangkasarak perlu adanya

kesadaran dari generasi penerus dalam memperhatikan wujud rupa dan makna,

sehingga budaya Mangkasarak lestari sepanjang zaman Dengan demikian budaya

Makassar terealisasikan melalui pesta adat (panngadakang)sebagai kebanggaan

masyarakat Makassar.

Mengacu dari uraian tersebut, maka berikut ditampilkan bagan kerangka piker

sebagai alur dalam penelitian ini.

Bagan Kerangka Pikir

Kanre jawanaMangkasarak

Semiotik

Simbol Kebahagiaan

Simbol Kejujuran

Simbol Kesabaran

Analisis Temuan

31

.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Bentuk penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu

penelitian yang bertujuan untuk mendiskripsikan suatu objek atau kegiatan yang

menjadi perhatian penting dalam penelitian. Strategi yang dipakai dalam penelitian

ini menggunakan strategi studi kasus tunggal. Karena bentuk penelitian ini tertuju

pada kegiatan penelitian yang diadakan pada satu sub-judul dan satu tempat

penelitian sehingga dalamkegiatan pengumpulan data lebih terarah.

B. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini berupa simbol-simbol yang terkandung dalam kanre

jawana Mangkasarak berupa symbol kebahagian, kejujuran,dan kesabaran.

Sumber data berup akue (kanrejawa) tradisional yang bahan-bahannya terdiri

atas: gula, telur, kelapa (santan), tepung (terigu, berasputih, berasketan), garam,

pewangi. Sumber-sumber tersebut dapat memberikan informasi akurat tentang simbol

yang terdapat dalam kue tersebut.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

31

32

.

1. Observasi atau Pengamatan

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa

peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, (Sutopo, 2002: 64).

Dikarenakan pengamatan dilaksanakan secara langsung di mana terdapat

penyajian kue-kue tradisional Makassar. Tempat yang dimaksud antara lain pada

gelaran pesta adat seperti perkawinan, sunatan, dan memasuki rumah baru, maka

jenis observasi yang digunakan adalah observasi langsung, yaitu pengamatan dan

pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya

peristiwa, sehingga observasi berada bersama objek yang diselidiki. Dalam penelitian

ini observasi dilakukan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan tempat

peristiwa dan situasi pada saat penelitian berlangsung. Selain dengan pengamatan

langsung di lokasi penelitian, observasi juga dibantu dengan alat bantu perekam dan

kamera.

Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati bentuk sesaji kanre jawana

Mangkasarak,serangkaian jalannya prosesi upacara tradisi Makassar, dan terakhir

mengamati proses peletakan sesaji kanre jawana Mangkasarak. Sehingga

pengumpulan data-mengena ipenelitian ini lebih jelas dan lengkap.

2. Interview atau Wawancara

Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan

responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya, wawancara yang digunakan

dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara yang baik sebaiknya

33

.

menggunakan wawancara mendalam yaitu wawancara yang tidak berterstruktur,

biasanya dilakukan secara tidak formal terstruktur. Alasan digunakan jenis

wawancara ini karena garis besar dari hal-hal yang ingin ditanyakan sudah terlebih

dahulu dirancang sesuai kerangka berpikir dalam penelitian, namun pertanyaan

tersebut tetap mengalir (fleksibel) sesuai dengan pernyataan informan. Wawancara

dilaksanakan secara lisan dengan alat bantu berupa alat tulis dan alat perekam,

sehingga diperoleh data hasil wawancara secara lengkap.

Dalam hal ini wawancara langsung tertuju kepada ibu-ibu yang sedang

mengadoni kue (kanrejawa) tersebut sebagai informan pokok dalam penelitian ini

dan dibantu beberapa anggta keluarga yang melaksanakan hajat. Sehingga didapatkan

data-data secara langsung tentang symbol dalam kanre jawana Mangkasarak.

3. Analisis Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dalam penelitian ini,

dokumentasi yang digunakan menggunakan cara analisis isiya itu menganalisis foto-

foto kanrejawana Mangkasarak, karena foto menghasilkan data deskriptif yang

cukup berharga dan sering digunakan dalam penelitian-penelitian kualitatif, serta

merupakan sumber data yang akurat. Dalam penelitan ini analisis dokumen dilakukan

untuk mendapatkan data yang berupa : kanre jawana Mangkasarak dan penyajiannya

dalam acara-acara syukuran yang digelar oleh masyarakat Makassar.

34

.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis interaktif yaitu, proses

analisis dilakukan dengan empat tahap, yaitu:

1. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dicatat

dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua bagian yaitu deskriptif dan reflektif.

Catatan deskriptif adalah catatan alami, (catatan tentang apa yang dilihat, didengar,

disaksikan dan dialami sendiri oleh penelititan paadanya pendapat dan penafsiran dari

peneliti terhadapfenomena yang dialami.

2. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Menurut pendapat Sutopo (2002: 91) bahwa,

reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses

seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan absraksi data dari fieldnote. Proses ini

berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Bahkan prosesnya diawali

sebelum pelaksanaan pengumpulan data.

Reduksi yang dilakukan oleh peneliti proses pemusatan bentuk sesaji kanre jawa

kue Makassar yang sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian tanda dan symbol

35

.

sesaji kanre jawa ditranformasikan dengan menganalisis dan mendiskripsikan makna

berdasarkan kecenderungan pada analisis semiotika.

3. Penyajian Data

Penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang member

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Hasil

informasi tersebut disusun secara teratur sehingga mudah dibaca dan dipahami dalam

bentuk kompleknya. Penyajian pada penelitian ini disusun berdasarkan observasi,

wawancara, dokumentasi, analisis dan deskripsi karya yang sudah direduksi dan

disesuaikan dengan catatan lapangan membandingkan hasil pengamatan dengan

wawancara terhadap data tertulis tentang analisis makna kanre jawa sehingga

member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan selama proses penelitian berlangsung seperti

halnya proses reduksi data, setelah data terkumpul cukup memadai maka selanjutnya

diambil kesimpulan sementara, dan setelah data benar-benar lengkap maka diambil

kesimpulan akhir. Sejak awal penelitian, peneliti selalu berusaha mencari makna data

yang terkumpul. Untuk itu perlu mencari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal

yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya. Data mengenai informasi yang

dirasakan sama disatukan kedalam satu kategori, sehingga memungkinkan untuk

timbulnya ketegori baru dari kategori yang sudah ada.

36

.

Dalam penelitian ini setelah melalui proses pengumpulan, reduksi, dan penyajian

data, peneliti mengambil penilaian dan keputusan tentang makna visualisasi kanre

jawana Mangkasarak.

37

.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan menyajikan hasil analisis data berdasarkan jawaban rumusan

masalahpenelitian.Adapun yang dianalisis yaitu berdasarkan (1) simbol kebahagian,

(2) simbol kejujuran , dan (3) simbol kesabaran.

Kue tradisional Makassar atau kanre jawana Mangkasarak disajikan pada acara-

acara tertentu, misal acara: perkawinan, sunatan, masuk rumah baru, atau acara sakral

lainnya. Alasan disajikan kue tersebut karena sarat akan makna. Mulai dari bahan

baku kue-kue seperti kelapa/santan, gula pasir, gula merah, tepung terigu, tepung

beras putih, tepung beras ketan, kesemuanya sarat akan makna. Selanjutnya, dari

bahan tersebut tercipta kue seperti umba-umba, barongko, karasa, lapisi, sikaporo,

katerisalak, rokok-rokok unti, rokok-rokok cangkuni, dodorok, sekrok-sekrok,

cucuruk teknek, cucuruk bayao, dan biji nangka. Semua kue tradisional dalam

jamuan adat Bugis Makassar merupakan simbol dan harapan bagi penghajat serta

bagi kelangsungan rumah tangganya kelak. Untuk lebih jelasnya makna yang terdapat

dalam kue tradisioanal dapat dilihat pada berikut ini.

37

38

.

1. Simbol Kebahagiaan

Kue onde-onde atau umba-umba, wajib ada pada pesta perkawinan, karena

umba-umba bahan dasarnya antara lain: parutan kelapa, gula merah, beras ketan

putih. Semua bahan ini diperhatikan kualitasnya baik. Mengapa dikatakan umba-

umba (bahasa Makassar) karena prosespembuatannya apabila sudah terbentuk

dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air mendidih, kalau bentuk tersebut terapung

menandakan kue sudah masak ditiris lalu dioleni dengan parutan kelapa. Makanan ini

merupakan makanan yang wajib ada, dan menjadi salah satu kue tradisional dalam

paket erang-erang (seserahan).

Sebagaimana uraian tersebut, dalam proses pembuatannya, umba-umba yang

belum matang akan berada di dasar panci sementara yang matang akan naik ke

permukaan, inilah yang disebut ammumba. Umba-umba ini mengandung makna agar

hal-hal yang baik akan tampak dalam kehidupan rumah tangga baru apabila

disuguhkan pada upacara pernikahan. Maknanya mengandung harapan-harapan dan

doa-doa untuk kebahagiaan pengantin baru dalam menjalani lembaran kehidupan

yang baru. Sudah menjadi kultur bagi masyarakat Makassar selain selalu menjadi

makanan wajib untuk acara pengantin dan sunatan, umba-umbapun akan selalu hadir

bila ada yang sesuatu baru. Rumah baru, motor baru, sepeda baru, pekerjaan baru,

dianggap sah kalau ada umba-umba sudah tersaji.

Sama halnya kue barongko. merupakan makanan khas Bugis-Makassar yang

terbuat dari pisang yang dihaluskan, telur, santan, gula pasir, dan garam. Kemudian

dibungkus daun pisang.Dahulu, Barongko disajikan sebagai hidangan penutup bagi

39

.

para Raja Bugis Makassar. Selain itu, sering disajikan saat acara adat seperti sunatan,

pernikahan, dan syukuran. Hingga kinipun Barongko masih biasa disajikan saat pesta

adat.

Mengikuti perkembangan zaman, barongko telah menjadi kue tradisional yang

membumi, siapapun bisa membuat dan mencicipinya. Meski demikian, untuk

menjaga kualitas cita rasanya yang khas, dibutuhkan orang yang sudah

berpengalaman saat membuat barongko.Karena itulah barongko tidak mudah

dijumpai di pasaran. Kue barongko tidak hanya unggul dicita rasa, manfaatnya bagi

tubuh juga ada, pisang yang menjadi bahan dasar utama barongko berkhasiat

memperlancar, menurunkan tekanan darah dan memberikan tambahan energi bagi

tubuh.

Selain umba-umba dan barongko, kue lapisi (Makassar) menjadi menu utama

dalam perayaan sakral masyarakat Makassar dikarenakan kue lapis memiliki arti

tersendiri. Kue ini menjadi lambang harapakan agar rezeki yang datang akan berlapis-

lapis dan tumpang tindih sehingga pemakan kue ini akan mengalami hidup yang legit

dan manis. Secara sederhana, arti kue lapis adalah doa agar rejeki yang datang

berlimpah ruah sehingga hidup akan lebih bahagia untuk hari-hari selanjutnya.

Kepercayaan ini merupakan warisan turun temuran dari nenek moyang dan selalu

dilakukan hingga sekarang. Boleh dibilang, budaya ini bertahan hingga sekarang.

Budaya tidak akan pudar bila dilestarikan dengan cara yang tepat dan diwariskan

kepada generasi muda.

40

.

Demikianlah kanre jawana Mangkasarak (kue tradisional Makassar) sarat akan

makna bahagia, kendatipun kebahagiaan itu merupakan hal yang subjektif,

bergantung bagaimana masing-masing orang memaknai dan merasakannya. Bahagia

adalah hak setiap orang dan dapat dimiliki oleh siapapun tanpa memandang status

maupun usia. Meskipun rasa bahagia merupakan anugrah Tuhan yang diberikan

secara cuma-cuma kepada manusia, namun pada kenyataannya sedikit sekali orang

bisa merasakan kebahagiaan secara utuh.

Banyak orang memaknai kebahagiaan atau mendefinisikannya sebagai sebuah

bentuk kondisi atau keadaan pikiran serta emosi perasaan yang mampu merasakan

kehadiran dari rasa senang, puas, cinta, kenikmatan ataupun kesuksesan dengan

berbagai macam aktivitas yang bisa menjadi pemicunya. Beberapa filosofi juga

mengaitkan kebahagiaan dengan kondisi emosi yang mengarah kepada sifat religius

seperti bentuk kesyukuran dan penerimaan atas suatu keadaan (tawakal) tanpa

berkeluh kesah.

Kebahagiaan, bukan terletak dalam penuhnya gudang uang yang tersimpan rapi

dalam rumah, namun lebih dari itu adalah gabungan dari besarnya penghambaan diri

kepada Allah, ketiadaan meminta pada manusia karena tercukupi, dan penguasaan

hati serta nafsu, yang tersimpan rapi dalam sebuah kalbu manusia yang berhati suci.

Tetapi kebahagiaan adalah ketika seseorang dapat melakukan lebih banyak hal untuk

kebahagiaan orang lain, bahkan saat diri mereka tidak lagi dapat membahagiakan

dirinya sendiri. Dengan definisi apapun, ternyata kebahagiaan hanya berarti satu.

Kebahagiaan adalah karena Allah, bersama Allah, dekat dengan Allah, mengenal-Nya

41

.

dan merasa memiliki-Nya dalam jiwa dan keseharian.Dengan demikian, untuk

merasakan bahagia, maka senantiasa-lah melekatkan hati, mensandarkan harapan

hanya kepada Allah dan tidak mengkhianatinya. Dan tahu bagaimana cara

mensyukuri sebuah kebahagiaan dan pandai berterimakasih selalu kepada sang

pemberinya.

Oleh karena itu, masyarakat Makassar saat menggelar acara sakral seperti

pernikahan, sunata, masuk rumah baru, wajib menghidangkan kue tradisional yang

disebut kanre jawana Mangkasarak dengan harapan bahagia dalam kaitan dengan

kehidupan yang baik dan tidak hanya sekadar sebagai suatu emosi.

2. Simbol Kejujuran

Kue tradisional Makassar (kanre jawana Mangkasarak) pun memiliki simbol

kejujuran. Hal ini disebabkan karena membuat kue tersebut harus taat aturan, artinya

bahan-bahan dasar dipilih yang terbaik, seperti kue barongko dipilih pisang yang

matang bukan karbitan, gula pasir yang bersih, kelapa yang tidak terlalu tua dan tidak

terlalu muda, daun pembungkusnya pun harus yang baru. Di samping itu, takaran

harus sesuai aturan sehingga hasilnya memuaskan. Sama halnya dengan kue lapis,

bahannya adalah pilihan, harus seimbang antara gula, santan, tepung, dan air.

Seandainya ada di antara bahan tersebut tidak se-imbang maka hasilnya tidak

memuaskan. Adakalnya terlalu manis, terlalu berair, bahkan tidak gurih sehingga

siapa saja yang mencicipinya cepat bosan.

42

.

Demikian pula tepung yang digunakan untuk membuat umba-umba adalah

tepung ketan putih.Adapun umba-umba yang berwarna hijau, artinya sudah diberi air

daun kasturi (warna hijau) sehingga umba-umba dihidangkan lebih berselera. Di sisi

lain, gula merah yang digunakan harus kering betul, sama halnya kelapa tidak terlalu

muda dan tidak terlalu tua. Karena kelapa tua kurang nyaman dikunyah.Panci yang

digunakan untuk memasak umba-umba pun panci putih bersih, sehingga lebih jelas

umba-umba ke permukaan panci apabila sudah matang/masak.

Kue barongko, lapisi, dan umba-umba adalah refresentatif kue tradisional

Makassar yang memiliki simbol kejujuran.Mengapa ada simbol kejujuran karena bagi

masyarakat Bugis Makassar kejujuran adalah roh dalam kehidupan di mana saja

berada dan kapan saja.Lambusuk (jujur) adalah memiliki kejujuran atau dapat

dipercaya. Orang yang jujur adalah orang yang ketika diberikan suatu amanah tidak

menyalahgunakan amanah tersebut. Kejujuran dalam konteks ini adalah: (1) tutui

(Makassar), artinya bekerja dengan teliti, cermat dan berhati-hati dalam setiap gerak

dan langkahnya; (2) bajik bicara (Makassar)artinya memiliki tutur kata dan adab

berbicara yang baik dan sopan atau selalu mengucapkan perkataan yang baik, sopan

dan tidak menyinggung perasaan orang lain; (3) aggau bajik (Makassar) memiliki

perbuatan yang baik sesuai dengan adab yang berlaku dalam masyarakat atau selalu

melakukan perbuatan yang tidak melanggar norma masyarakat; dan (4) kuntu tanjeng

(Makassar) bekerja dengan penuh semangat dan memiliki tanggung jawab yang besar

terhadap pekerjaannya.

43

.

Bagi masyarakat Makassar, orang yang jujur adalah manusia yang menjadikan

dirinya sebagai titik tolak. Dalam ungkapan disebutkan kabbiliki kalengnu nampa

kabilik ton tauua (cubit dirimu lebih dahulu sebelum engkau mencubit orang lain).

Dalam ungkapan lain disebutkan, bahwa apabila engkau menghendaki agar sesuatu

dikerjakan orang banyak, umpamakanlah perahu, apabila engkau suka menaikinya,

perahu itulah yang engkau gunakan untuk memuat orang lain, itulah yang dimaksud

kejujuran. Maksud kutipan ini adalah setiap orang haruslah bersikap fair. Orang yang

jujur selalu memperlakukan orang lain menurut standar yang diharapkan

dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Menghormati orang lain, sebagaimana

menghormati dirinya sendiri, menghormati hak-hak orang lain sebagaimana

menghormati hak-haknya. Manusia yang dapat berlaku jujur terhadap orang lain

adalah manusia yang dapat berlaku jujur pada dirinya sendiri, tokdok puli panngainna

(teguh tak tergoyahkan kepada sesama/kasih sayang).

Panngai (Makassar), assimellereng (Bugis) mengandung makna kesolideran,

kesehatian, kerukunan, kesatupaduan antara satu anggota keluarga dengan anggota

keluarga yang lain, atau antara seorang sahabat dengan sahabat yang lain. Memiliki

rasa kekeluargaan yang tinggi, setia kawan, cepat merasakan penderitaan orang lain,

tidak tega membiarkan saudaranya berada dalam keadaan menderita, dan cepat

mengambil tindakan penyelamatan atas musibah yang menimpa seseorang juga

dikenal dengan konsep si kamaseang (saling memelihara). Sebaliknya, orang yang

tidak memperdulikan kesulitan sanak keluarga, tetangganya, atau orang lain sekali

pun disebut palla parru (sampai hati). Bagi manusia Bugis-Makassar, kesetiaan pada

44

.

persaudaraan adalah keharusan. Dalam kehidupan sehari-hari, manisfestasi tentang

kesehatian dan kerukunan itu disebutkan dalam sebuah ungkapan: takjali taktapperek

kupanngadakkan (kami tidak memunyai apa-apa untuk kami suguhkan kepada Tuan:

tiada permadani, sofa empuk untuk mendudukkan Tuan. Yang kami miliki hanyalah

kasih sayang).Bagi manusia Bugis-Makassar menghargai tetamu adalah keharusan.

Maka tidak jarang dijumpai seorang tuan rumah sibuk mempersiapkan makanan yang

sangat lezat bagi tetamunya, padahal dia sendiri tidak melakukannya dalam

kehidupanya sehari-hari. Hal ini dilakukan hanyalah semata-mata untuk memberikan

yang terbaik kepada saudara, sesamanya.

Oleh karena itu, tanggungjawab yang sangat tinggi dan menyangkut hidup mati

seseorang, adalah melaksanakan tugas dengan penuh kejujuran merupakan sebuah

keharusan.Jujur pada diri sendiri, jujur kepada sesama manusia, jujur kepada cita-cita,

dan jujur kepada Tuhan Semesta Alam.

Dengan demikian, karakter masyarakat Makassar dimaknai sebagai sikap mental

yang menjadi ciri, menjadi karakter bangsa terefleksi pada cara berpikir, bertutur dan

bertindak pada sesama, baik perseorangan maupun kelompok. Karena , karakter

masyarakat Makassar adalah sesuatu yang melekat pada eksistensinya, bukan sesuatu

yang dipertontonkan pada bangsa lain, melainkan keberadaannya disebabkan

penilaian nyata oleh bangsa-bangsa lainnya. Manusia Bugis Makassar memegang

teguh kepercayaan sebagai ajaran moral yang diajarkan sejak dini, falsafah lambusuk

menjadi item kurikulum pendidikan dan lingkungan keluarga bangsa ini,

menempatkan kejujuran sebagai pesan-pesan yang selalu mengalir bagi setiap

45

.

manusia Bugis Makassar. Sangksi dan hukuman sebagai bentuk pembelajaran kerap

berdampak serius jika terjadi pelanggaran atas nilai dan pesan kejujuran. Masyarakat

Bugis Makassar membangun kejujuran, menghidari kecurangan, berani melakukan

hal yang benar untuk membentuk reputasi dan loyalitas pada lingkungannya.

3. Simbol Kesabaran

Membuat kue taradisional Makassar memerlukan kesabaran, karena tampa

kesabaran hasil yang diharapkan tidak maksimal. Misalnya membuat kue bannang-

bannang, terbuat dari tepung beras putih dan gula merah. Bentuknya menyerupai

benang yang saling kait berkait seperti benang kusutmenyerabut dengan beratnya

yang sangat ringan.

Adonan yang terbuat dari tepung beras, dicampur gula merah dan air sesuai

takaran. Setelah itu dimasukkan dalam batok kelapa yang dibentuk menyerupai

timba (dengan pegangan), dan bagian bawahnya dilubangi untuk keluarnya adonan

berbentuk cair. Setelah minyak goreng dalam wajan telah panas, maka cairan

dimasukkan seperti membuat kue dadar, dilipat dalam minyak, berbentuk segi empat

(atau segitiga, sesuai keinginan).Diangkat saat kue sudah berwarna coklat,

didinginkan, lalu disiram gula merah yang telah dilelehkan.

Hal tersebut dibuat dengan kehati-hatian dan lambat-lambat untuk menghindari

minyak tidak tumpah saat adonan yang berwarna coklat dililit sesuai bentuk yang

diinginkan. Demikian pula saat bannang-bannang sudah terbentuk dan dingin

46

.

disiram dengan gula merah yang sudah didihkan. Hal ini pun dikerjakan dengan

kesabaran untuk menghindari tumpahan gula tidak tepat pada bannang-bannang.

Selain kue bannang-bannang, dikenal pula kue sekrok-sekro.Namun

sebelumnya perlu diketahui mengapa dikatakan sekrok-sekrok. Dalam bahasa

Makassar kata serok diartikan sebagai timba atau gayung yang biasa digunakan

untuk mandi, jika diartikan menyeluruh, serok-serok adalah mainan timba.Lalu

mengapa harus timba, semantara bentuk yang melekat pada kue ini lebih menyerupai

bulan sabit. Ternyata, setelah ditelusuri, dulunya selain batok kelapa, serok atau

timba yang digunakan umumnya terbuat dari daun lontar dengan bentuk menyerupai

bulan sabit. Hal inilah menjadi salah satu penyebab kue ini disebut serok-serok.

Membuat kue sekro memerlukan kesabaran. Bahannya dari tepung beras putih

dicampur kuning telur.Setelah tercampur dibentuk seperti bulan sabit lalu

dimasukkan dalam pembakaran yang suhunya sedang. Setelah matang didinginkan

lalu dijemur pada panas matahari tinggi, sehingga bentuk sekrok yang kecil menjadi

besar akibat panas matahari. Terakhir didihkan gula pasir putih lalu diturunkan kue

sekrok tadi. Dengan demikian bentuk kue tersebut terdapat tumpukan kembang gula

warna putih, karena saat memengadoni dengan gula cair mendidih tidak merata. Hal

ini dilakukan dengan segaja menarik perhatian atau selera untuk mencicipi.

Selanjutnya,diperhatikan kuebiji nangka membuatnya harus dengan penuh

kesabaran, tampa sabar tidak mungkin akan terbentuk dan menghasilkan rasa nikmat

dan gurih. Kue biji nangka tidak terbuat dari biji buah nangka sesungguhnya, hanya

47

.

bentuknya saja yang mirip.Kue ini terbuat dari kentang yang dikukus dan dihaluskan,

lalu dicampur gula, kenari, dan banyak kuning telur.

Setelah kentang dikukus dan dihaluskan, dicampur gula dan kenari cincang lalu

diadoni dalam wajan teflon atau anti lengket, diaduk sampai matang. Hal ini

dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan kesabaran, sampai adonan tadi tidak ber-

air dan kering. Setelah itu, didinginkan lalu dibentuk menyerupai buah nangka.

Terakhir dididihkan gula pasir dalam wadah yang bersih, lalu diturunkan.Adonan

yang sudah dibentuk biji nangka diolesi kuning telur dimasukkan dalam air gula

mendidih. Hal ini pun harus dikerjakan dengan sabar dan telaten karena biasanya

olesan kuning telur apabila dimasukkan ke dalam air gula mengecewakan karena

olesan telur tidak merata sehingga kurang sedap dipandang.

Sama halnya dengan rokok-rokok cangkuning. Dalam Bahasa Makassar, rokok

artinya bungkus, sedangkan rokok-rokok berarti kue yang dibungkus daun pisang.

Bahan dasarnya antara lain: tepung beras putih, tepung ketan, gula merah, gula pasir,

kelapa parut, santan, garam, dan, air, serta daun pisang. Membuat rokok-rokok

cangkuning, pun harus dengan kesungguhan kesabaran. Bahan dasar terdiri dari

bahan pertama yaitu tepung beras putih, gula, santan dan garam dicampur dalam

wadah di-didihkan sampai masak.Bahan kedua, tepung beras ketan (biasanya

dicampur air pandan kasturi, sehingga warnanya hijau kasturi) ditambahkan air

secukupnya hingga bisa dibentuk bulat-bulat menyerupai onde-onde. Bahan ketiga

cangkuning, (unti, dalam bahasa boga), yaitu parutan kelapa (kelapa tidak terlalu tua

48

.

atau terlalu mudah) dicampu gula merah di-didihkan dalam wajan sampai kering

dapat dibentuk bulat-bulat.

Adonan kedua dibentuk sama dengan umba-umba (onde-onde) tetapi isinya

cangkuning atau adonan ketiga. Diturunkan dalam air mendidih, sebelum masak

tampak didasar panci, sesudah masak muncul ke permukaan. Diangkat lalu di-

dinginkan diturunkan keadonan pertama, diangkat pelan-pelan dibungkus

menyerupai piramida, terakhir dikukus. Oleh karena itu, membuat kue tradisional

Makassar perlu kehati-hatian dan kesabaran, karena tanpa kesabaran tidak akan

tercipta apa yang diinginkan atau hasil yang maksimal.

Dipahami bahwa kesabaran adalah filar yang dipanuti oleh masyarakat Makassar,

sehingga dapat tercipta pengendalian emosi dan pengendalian keinginan.

Pengendalian emosi biasanya disampai-kan responden dalam berbagai

bentukungkapan, antara lain: tidak lekas marah, tidak mudah marah, tidak meledak-

ledak, tidak memunculkan energi negatif bagi diri dan lingkungan, mengendalikan

emosi, menahan diri, pengekangan perasaan, mengontrol ekspresi emosi, tidak

mengum-pat, dan tidak mencaci. Di samping itu, tetap berusaha walau belum

berhasil, berusaha untuk mencari jalan keluar, tidak cepat patah hati, terus ber-usaha,

optimis, dan berusaha dalam meraih tujuan yang baik.

Selanjutnya diperhatikan kue bolu golla eja di Bugis disebut bolu pecak.

Membuatnya dengan kesabaran dan kehati-hatian.Hal tersebut tersebut disebabkan

karena diperoses dua tahap.Pertama, adonan yang bahan berupa telur, gula dan

baking powder dikocok dengan kecepatan tinggi sampai mengembang dan berwarna

49

.

putih ditambahkan tepung beras diaduk, lalu dikukus. Dalam proses mengukus

sering-sering tutup kukusan dibuka sehingga air pada kukusan tidak merembes pada

adonan yang sementara dikukus. Setelah masak dipotong-potong lalu didinginkan.

Selama proses pendinginan kue tidak ditutup karena akan mengeluarkan bau telur

yang tidak semua orang menyukainya.

Kedua, gula merah dicairkan dengan campuran air yang tidak banyak, lalu

diturunkan kue atau direndam sampai gula meresap dan berwarna merah gula,

diangkat lalu didinginkan dan disajikan.

Demikianlah membuat kue bolu golla eja atau bolu pecak harus dengan

kesabaran, tampa kesabaran hasil tidak memuaskan, bentuknya keras, direndam

dengan gula cair berlama-lama pun tidak akan mengembang yang akhirnya tidak

termakan, lalu dibuang.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data, bahwa kue tradisional Makassar yang disebut

kanre jawana Mangkasarak ditinjau dari sudut pandang linguistik memiliki simbol

arti atau makna yang sangat mendalam, sebagaimana yang dikemukakan oleh

Herusatoto, 2000: 10, simbol tidak berupa kata-kata, melainkan suatu objek yang

menjadi wakil dari sebuah artian. Sejalan dengan hal itu, Aprila, 2004: 10,

mengemukakan bahwa pemahaman secara mendalam tersebut dapat terjadi

diberbagai ilmu, demikian halnya dengan kebudayaan yang memiliki beberapa bagian

salah satunya simbol atau lambang yang digunakan sebagai wakil dari sesuatu.

50

.

Hasil analisis data, selanjutnya memperlihatkan bahwa kanre jawana

Mangkasarak memiliki simbol kebahagiaan karena dihidangkan pada acara-acara

misalnya perkawinan, sunatan, masuk rumah baru, dan syukuran.Makanan ini

merupakan makanan yang wajib ada, dan menjadi salah satu kue tradisional dalam

paket erang-erang (seserahan).

Onde-onde atau umba-umba, bermakna setelah di bawah akan muncul di

permukaan, barongko bahan-dasarnya semuanya manis dan gurih, sementara kue

lapisi menjadi lambang harapakan agar rezeki yang datang akan berlapis-lapis dan

tumpang tindih sehingga pemakan kue ini akan mengalami hidup yang legit dan

manis. Secara sederhana, arti kue tradisional adalah doa agar rejeki yang datang

berlimpah ruah sehingga hidup akan lebih bahagia untuk hari-hari selanjutnya.

Kepercayaan ini merupakan warisan turun temuran dari nenek moyang dan selalu

dilakukan hingga sekarang. Boleh dibilang, budaya ini bertahan hingga sekarang.

Budaya tidak akan pudar bila dilestarikan dengan cara yang tepat dan diwariskan

kepada generasi muda.

Selain simbol kebahagian, kue tradisional Makassar (kanre jawana

Mangkasarak) pun memiliki simbol kejujuran. Kejujuran dalam hal ini artinya semua

bahan dasar kue sesuai takaran, jenis, dan aturan.Dikerjakan dengan tulus ikhlas,

yaitu merelakan sesuatu yang terasa berat. Tulus itu adalah kerelaan hati karena

faktor adanya rasa senang atau tidak ada beban. Ikhlas memiliki kedudukan atau

derajat yang tinggi di mata Tuhan, sehingga salahlah orang yang mengatakan

percuma saja membatu jika tidak ikhlas. Persepsi orang selama ini terbalik. Jika

51

.

orang terlihat berat membantu atau memberi sesuatu disebut tidak ikhlas dan

demikian pula sebaliknya. Berbuat ikhlas meskipun berat, seorang muslim senantiasa

dilandasi dengan nama Sang Maha Pencipta.

Kanre jawana Mangkasarakmerupakan simbol kesabaran, karena dikerjakan

dengan hati, yaitu bekerja dengan sunggung-sungguh. Melibatkan hati dalam bekerja

memang penting karena secata totalitas diri terlibat dalam pekerjaan yang dilakukan,

hasil yang didapatkan pun akan berbeda antara orang yang bekerja dengan hati dan

bekerja asal-asalan. Orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh serta tekun dalam

mengerjakan setiap pekerjaan akan merasakan kepuasan tersendiri dalam

batinnya. Oleh karena itu, ketika bekerja dengan hati kemauan untuk bekerja sangat

kuat, pikiran akan semakin tajam sehingga akan lebih produktif dibanding bekerja

tanpa hati atau asal-asalan. Dorongan hatilah yang menggerakan pikiran, kemauan

dan tindakan.

Dengan demikian, kanre jawana Mangkasarak merupakan simbol kebahagiaan,

karena diperadakan dalam acara-acara kebahagiaan, dan merupakan pula simbol

kejujuran karena dibuat dengan aturan dan takaran yang tepat tidak direkayasa. Pun

merupakan simbol kesabaran, karena dikerjakan dengan ketenangan dan

kesungguhan.

52

.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, simpulan dalam penelitian ini dapat dilihat

berikut:

1. Kanre Jawana Mangkasarak seperti umba-umba, barongko, lapisi, merupakan

simbol kebahagiaan karena wajib dihidangkan pada pesta atau acara

kebahagian, misalnya perkawina, sunatan, masuk rumah baru, dan syukuran.

2. Kanre jawana Mangkasarak merupakan symbol kejujuran, karena dibuat

berdasarkan takaran yang tepat bahan dasarnya yang terbaik dan tidak

rekayasa sehingga hasilnya memuaskan.

3. Kanre Jawana Mangkasarak merupakan simbol kesabaran, karena dikerjakan

dengan kehati-hatian tidak tergesa-gesa sehingga hasilnya memuaskan dan

mengundang selera untuk menyantapnya.

B. Saran

1. Hendaknya kanre jawana Mangkasarak (kue tradisional Makassar) tetap

dilestarikan sederet dengan budaya yang lain seperti tarian, alat musik, dan

rumah adat, karena hal trsebut merupakan asset dan jati diri masyarakat

Makassar.

52

53

.

2. Diharapkan kanre jawana Mangkasarak (kue tradisional Makassar)

diperkenalkan kepada generasi didik mulai dari sekolah dasar, sampai lanjutan

atas, bahkan sampai lanjutan tinggi, karena kue tersebut merupakan simbol

kebahagian, kejujuran, dan kesabaran yang relatif tidak dimiliki daerah lain

dalam jagat Indonesia.

3. Hendaknya masyarakat Makassar perlu mengartikan kanre jawana

Mangkasarak lewat unsur-unsur visual yang ada, sehingga paham mengenai

makna saat disaji. Makna simbol/ lambang sesaji tersebut perlu dipahami

agar dimanfaatkan oleh masyarakat Makassar agar tidak semakin terlupakan

sehingga tidak terjadi pergeseran makna.

54

.

DAFTAR PUSTAKA

Afif HM, M.Si dan Saeful Bahri, S.Ag. (ed) 2009. Harmonisasi Agama dan Budayadi Indonesia 1. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta.

Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Azis, Siti Aida. 2012.a. Apresiasi dan Kajian Prosa Fiksi. Surabaya: PenerbitBintang Surabaya

Dullah, Rohimia. 2011. “ Makna Kejujuran” tanggal 11 September 2011 dalambarataerwe.blog.com.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : FBSUniversitas Negeri.

Fausan. 2011. “ Keberkahan Hidup” tanggal 12 Mei 2011 dalam just anotherstaff.undip.ac.id/sastra-webblog.

Hakim, Chaeruddin. 2006. Kitab Kelong Makassar. Gowa: Gora Pustaka Indonesia.

Halliday, MAK. 1992. Bahasa Konteks dan Teks. Terjemahan Hasan Rugaiya.Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Hasdin, Nita. 2014. “Mempertahankan Nilai Budaya”. Selasa 16 Februari 2016 dalamhttp://artikel-opiniku.blogspot.co.id.

Imania, Khairani Larasati, dkk. 2014. “Pemanfaatan Produk Budaya Modern dalamBentuk Game untuk Mobile Gadget sebagai Media Pelestarian BudayaTradisional” (Dengan Studi Kasus Kue Tradisional Jawa Barat). Jurnal.Faculty of Art and Design, Bandung Institute of Technology.

Jabrohim (ed.) 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT HaninditaGraha Widya.

Matthes B.F. 1985. Beberapa Etika dalam Sastra Makassar. Jakarta: DepartemenPendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbit Buku Sastra Indonesia danDaerah

54

55

.

Miles, Matthew B. & Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif : BukuSumber Tentang Metode-Metode Baru. Tjetjep Rohendi Rohidi (penerjemah).Jakarta: UI Press.

Nurgiyantoro,Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press.

Ode, Ramin. 2014. “Kompilasi Teori Semiotik dalam Lirik Lagu Slank Karya Slank”Tesis. Makassar: PPs Unismuh Makassar.

Pradopo Pangesti, Emy Hariyati. 2014. “Analisis Semiotika Makna Sesaji JolenSelamatan Giling (Studi Kasus Di Pabrik Gula Tasikmadu KabupatenKaranganyar)”. Skripsi. Surakarta: FKIP.

Rachmah dan Aminah Hamzah. 2006. Adat dan Upacara Perkawinan DaerahSulawesi Selatan. Makassar. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata PropinsiSulawesi Selatan

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Saleh , Nur Alam. 2001.” Memahami Nilai Budaya Sirik Na Pacce Dalam KehidupanRumah Tangga Masyarakat Suku Bangsa Makassar”. Buletin Bosara.Makassar. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Makassar. Nomor 18tahun VIII/2001, hlm 22- 29.

Sharfang. 2011.“ Kejujuran” tanggal 25 Juni 2011 dalamhttp://ide.shfoong.com/humanities/1932259-kejujuran/#ixzz2cev8vCWz.

Seligman, M. (2005). Authentic Happiness: Using The New Positive Psychology toRealize Your Potential for Lasting Fulfi llment (Eva Yulia Nukman,Penerjemah). Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Sulkarnaen, Andi. 2010. “Tradisi Royong”: Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komonikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugihastuti dan Rossi Abi Allsyad.2007. Teori Fiksi Robert Stanton (Terjemahandari An Introduction to Fistion karya Robert Stanton). Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Sugiono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD. Bandung: Alfabeta.

Sugono, Dendy, dkk. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, EdisiKeempat. Jakarta:PT Gramedia.

56

.

Sutopo, H B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannyadalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Wahab, Abdul. 2006a. Butir-Butir Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press

Wahab, Abdul. 2006c. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University Press.

Yatim , Nurdin. 2001. “Mengenal dan Memahami Latar Belakang Sosial BudayaMasyarakat Makassar sebagai Upaya Merakit Kesatuan Bangsa”. BuletinBosara Makassar: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Makassar.Nomor 18 tahun VIII/2001, hlm 7-13

L

A

M

P

I

R

A

N

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Nur Alam lahir di Ujung Pandang pada

tanggal 30 November 1993. Bertempat tinggal di Jl. Poros

Malino Kel. Bontoramba Kec. Somba Opu Kab. Gowa No.

135 . Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Ridwan dan

Na’ima.

Riwayat pendidikan yang telah dituntaskan oleh penulis, Sekolah Dasar

(SD) Inpres Beroanging Kabupaten Gowa tahun ajaran 2000-2006. SMP Negeri 4

Sungguminasa Kabupaten Gowa tahun ajaran 2006-2009. SMA Negeri 1

Bontomarannu tahun Kabupaten Gowa ajaran 2009-2012. Perguruan tinggi

Universitas Muhammadiyah Makassar, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia pada tahun 2012.

Tugas akhir yang harus dibuat oleh setiap mahasiswa untuk mendapatkan

gelar sarjana memanglah tidak mudah, banyak yang harus diperjuangkan. Pada

akhirnya syukur Alhamdulillah tugas akhir tersebut dapat penulis selesaikan, atas

bimbingan dosen pembimbing dan dukungan dari orang tua, teman-teman senasib

dan seperjuangan, penulis dapat menyelesaikan dengan baik.

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Nur Alam lahir di Ujung Pandang pada

tanggal 30 November 1993. Bertempat tinggal di Jl. Poros

Malino Kel. Bontoramba Kec. Somba Opu Kab. Gowa No.

135 . Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Ridwan dan

Na’ima.

Riwayat pendidikan yang telah dituntaskan oleh penulis, Sekolah Dasar

(SD) Inpres Beroanging Kabupaten Gowa tahun ajaran 2000-2006. SMP Negeri 4

Sungguminasa Kabupaten Gowa tahun ajaran 2006-2009. SMA Negeri 1

Bontomarannu tahun Kabupaten Gowa ajaran 2009-2012. Perguruan tinggi

Universitas Muhammadiyah Makassar, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia pada tahun 2012.

Tugas akhir yang harus dibuat oleh setiap mahasiswa untuk mendapatkan

gelar sarjana memanglah tidak mudah, banyak yang harus diperjuangkan. Pada

akhirnya syukur Alhamdulillah tugas akhir tersebut dapat penulis selesaikan, atas

bimbingan dosen pembimbing dan dukungan dari orang tua, teman-teman senasib

dan seperjuangan, penulis dapat menyelesaikan dengan baik.

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Nur Alam lahir di Ujung Pandang pada

tanggal 30 November 1993. Bertempat tinggal di Jl. Poros

Malino Kel. Bontoramba Kec. Somba Opu Kab. Gowa No.

135 . Penulis adalah anak tunggal dari pasangan Ridwan dan

Na’ima.

Riwayat pendidikan yang telah dituntaskan oleh penulis, Sekolah Dasar

(SD) Inpres Beroanging Kabupaten Gowa tahun ajaran 2000-2006. SMP Negeri 4

Sungguminasa Kabupaten Gowa tahun ajaran 2006-2009. SMA Negeri 1

Bontomarannu tahun Kabupaten Gowa ajaran 2009-2012. Perguruan tinggi

Universitas Muhammadiyah Makassar, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia pada tahun 2012.

Tugas akhir yang harus dibuat oleh setiap mahasiswa untuk mendapatkan

gelar sarjana memanglah tidak mudah, banyak yang harus diperjuangkan. Pada

akhirnya syukur Alhamdulillah tugas akhir tersebut dapat penulis selesaikan, atas

bimbingan dosen pembimbing dan dukungan dari orang tua, teman-teman senasib

dan seperjuangan, penulis dapat menyelesaikan dengan baik.

LD{TVERSITAS MUHAMMADIYAHFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

MAKASSARPENDIDIKAN

HALAMAN PENGESAIUN

Skripsi atas Nama MUHAMN,IAI) NUR ALAM, NIM: 10533707312

irtenrna dan disahkan oleh Panitia Uiian Skripsi berdasarkan Surat Keputixan

f.ektor Universitas Muhammadiyah Makassar Nomor: 105 Tahun 1437 HZArc.

. anggal 10 Oltober 2016 M, sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

:arjana Pendidikan pada Jumsan Fendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

. akrrltas Keguruan dan llmu.Peadidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

:ada hari Sabtu tang€al,j5 Oktc&.Er 2016,

ffi&sar- 25 5ailh1iiah=r 1437 H,d=@*ffif

[.€E#$-FrI"t UJIAN

h*#%; *ur,** Rahim, s E "

M. M

e"An& sukd syamsuri. M. Hum.G

;- tchaenffdin, S. Pd., tvt. Pd.*/.

''

tffff.ffiFn,H, M.ilde said Drv{, M. pd.

'fiei, s. Pd., M. Pd.

3. Drs. Kamaruddin Moha, M. Pd.

4. Dr. Djuanda, M. Hum.

f,r P*ru"H,*2. Kefimlf, 'A

3. s.t.tuk A4. Penguji \

(

(

(

Obh:uhammad i Makassar:I6{P

.fl.

wea;" I

[ffi6s"u*.rri.tu.Ho*

L}TT,TRSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSARFAKLLTAS KEGURUAN DAI{ ILMU PEIIDIDIKAN

HALAMAN PENGESAHAN

Siinpsi atas Nama MUHAMMAD NUR ALAM, NIir4: 1053 3707312

: :::rria dan disahkan oleh panitia uiian skripsi berdasarkan surat Kepuhrsan

=,::,-,r Lruversitas Muhammadiirah Makassar Nomor: 105 Tahun 1437 HlZ0l6,-.:.:-:a1 10 oltober 2016 M, sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

:'rrjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

' 'o':ltas Keguruan ddti'ttmq Pendidikan Universitas Muhamrnadiyah Maiiassar

:. j.a han Sabfu tanryp1.16 Oktoo-er 2016"

M%s$,@$. '+F".* 27 Srymber..g.*' 2016 M

2

I

Penge.was Urnum

KeRra

5e[retafis

PANI?IA UJIAN

: Dr. H. Abrtul Rairnm ttahirn" S. 8.. h,{ N4

'Bt,H. Andi Snkri Syanrsuri, tui" F{un:.

Khaeruddin, S. I-!d., h.,I. pd.

1. Prof. XJr. H. M. Ide Said DNl, M. pd.

2. Tarman A. Arief. S. pd.. M. pd.

3. Drs. Karnaruddin Moha. N..{. pd

4. Dr. Djuanda, M. Hum.

Makassar

d. Penguji

(

t(.

t'*

(l

M.H

'bir"nd