SIKAP BERBAHASA MASYARAKAT DESA PAUH TERHADAP …
Transcript of SIKAP BERBAHASA MASYARAKAT DESA PAUH TERHADAP …
SIKAP BERBAHASA MASYARAKAT DESA PAUH TERHADAP
BAHASA INDONESIA DAN BAHASA MELAYU MALAYSIA
E-JOURNAL
OLEH:
MOHAMMAD ARIF ADITYA
NIM. 120388201221
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
2
SIKAP BERBAHASA MASYARAKAT DESA PAUH TERHADAP
BAHASA INDONESIA DAN BAHASA MELAYU MALAYSIA
Mohammad Arif Aditya
NIM. 120388201221
Pembimbing I: Tety Kurmalasari, M.sc. P.hd
Pembimbing II: Indah Pujiastuti, M.Pd.
Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
ABSTRAK
Kata Kunci: Sikap Bahasa
Pada hakikatnya, Sikap Bahasa adalah kesopanan beraksi pada suatu
keadaan. Dengan demikian, Sikap Bahasa menunjukan sikap mental dan sikap
perilaku dalam berbahasa. Sikap Bahasa dapat diamati antara lain melaluiperilaku
berbahasa atau perilaku bertutur. Oleh karena itu, masyarakat harus memiliki
sikap dalam berbahasa sebagai wujud rasa bangga dan cintanya terhadap Bahasa
Indonesia.
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui Sikap
Bahasa Masyarakat Desa pauh terhadap Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu
Malaysia. Jenis penelitian ini yaitu deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner yang berisi pertanyaan untuk
dijawab oleh masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa Sikap Bahasa
Masyarakat Desa Pauh Kecamatan Moro terhadap Bahasa Indonesia ialah Negatif
hal ini dapat dilihat dari jumlah pernyataan positif dan pernyataan negative yang
memiliki hasil yang sama. Berbeda halnya dengan Sikap Bahasa Masyarakat Desa
Pauh Kecamatan Moro terhadap Bahasa Melayu Malaysia yang terbilang Tinggi
hal ini dikarenakan pernyataan positif mendapatkan jumlah yang lebih besar
berbanding dengan pernyataa negatif, dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa
Masyarakat Desa Pauh Kecamatan Moro lebih cenderung untuk menggunakan
Bahasa Melayu Malaysia atau Bahasa Melayu Daerah berbanding dengan
menggunakan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi, tidak hanya itu
Masyarakat Desa Pauh juga lebih lancar dalam mengunakan Bahasa Melayu
Malaysia berbanding dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
3
ATTITUDE LANGUAGE LANGUAGE PAUH VILLAGE AGAINST
INDONESIAN AND MALAY MALAYSIAN
Muhammad Arif Aditya
NIM. 120388201221
Prodi of Indonesian Language and Literature Education
Supervisor I Tety Kurmalasari, M.sc. P.hd
Supervisor II Indah Pujiastuti, M.Pd.
Faculty of Teacher Training and Education, Maritime university Raja Ali Haji
Tanjungpinang
ABSTRAK
Keywords: Language Attitude
In essence, Language Attitude is decency in action in a state. Thus,
Attitude Language shows the attitude of mental attitude and behavior in language.
Language Attitudes can be observed, among others, through language behavior
or behavior of speech. Therefore, the public must have an attitude in the language
as a form of pride and love of the Indonesian language.
The purpose of this research is to know the attitude of Pauh Village
Society Language against Indonesian and Malay Malaysian. This type of research
is descriptive quantitative. Data collection is done by distributing questionnaires
containing questions to be answered by the community.
Based on the results of the above analysis can be concluded that the
Attitude Language Society Village Pauh Moro District against Indonesian is
Negative this can be seen from the number of positive statements and negative
statements that have the same results. Unlike the case of Pauh Moro Village
Society's Language toward High Malay Malaysia, this is due to positive
statements of getting larger amounts compared with negative statements, with this
result it can be said that Pauh Sub-District of Moro Village is more likely to use
Malay Malay Or Melayu Language Island is proportional to using Indonesian
language in communicating, not only that Pauh Village Community is also more
fluent in using Malay Malaysia compared to using Indonesian language.
4
I. PENDAHULAUN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa masyarakat, dan budaya
adalah tiga entitas yang erat berpadu.
Ketiadaan yang satu menyebabkan
ketidakadaan yang lainnya. Budaya dan
masyarakat adalah dua hal yang juga
tidak dapat saling terpisahkan, dimana
ada masyarakat di situ ada budaya,
demikian sebaliknya. Sosok Bahasa
sering disebut penanda eksistensi
budaya dari masyarakat yang
bersangkutan. Bahasa yang baik juga
dapat menunjukkan keberadaan
masyarakatnya karena Bahasa
merupakan cermin masyarakat.
Pada UUD 1945 Pasal 36 ayat (1)
menyatakan bahwa Bahasa Indoneisa
berfungsi sebagai jati diri bangsa,
kebanggaan nasional, sarana pemersatu
berbagai suku bangsa, serta komunikasi
antar daerah dan antar budaya daerah.
Sedangkan di Pasal 29 ayat 1
disebutkan Bahasa Indonesia wajib
digunakan sebagai Bahasa pengantar
dalam pendidikan nasional. Yang
artinya dalam setiap kegiatan belajar
mengajar tenaga pendidik dituntut untuk
menggunakan Bahasa Indonesia dengar
tujuan agar pendidik tidak merasa asing
terhadap bahasanya sendiri, namun
pengenalan dan pengembangan Bahasa
Indonesia ini tidak hanya menjadi tugas
tenaga pendidik saja pemerintah juga
punya andil dalam hal ini seperti yang
disebutkan pada UUD Pasal 41 ayat (1)
yang menyatakan bahwa pemerintah
wajib mengembangkan, membina, dan
melindungi Bahasa dan Sastra Indonesia
agar tetap memenuhi kedudukan dan
fungsinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara,
sesuai dengan perkembangan zaman.
Di desa Pauh, Kecamatan Moro,
Kabupaten Karimun.Bahasa Indonesia
jarang sekali digunakan dalam
berkomunikasi antar sesama. Selain
itu,Bahasa Indonesia dianggap sebagai
bahasanya orang-orang kota, di desa ini
Bahasa Indonesia tidak berkembang
dengan baik, sehingga ketika mereka
menggunakan Bahasa Indonesia banyak
terjadi kesalahan-kesalahan dalam
Berbahasa. Masyarakat di desa ini lebih
sering menggunakan Bahasa Melayu
Daerah dan Bahasa Melayu Malaysia
berbanding dengan menggunakan
Bahasa Indonesia yang merupakan
5
Bahasa Nasional dari negaranya sendiri,
mereka merasa tidak nyaman dan
sedikit kaku ketika masyarakat pesisir
seperti mereka berbahasa Indonesia dan
apabila dalam berbicara salah satu dari
lawan bicaranya tidak sengaja
mengunakan Bahasa Indonesia tidak
jarang mereka akan disebut orang kota
namun ketika seseorang sengaja
menggunakan Bahasa Melayu Malaysia
orang tersebut justru akan mendapat
respon positif dari lawan bicaranya.
Contoh,
a. geliii aku tengok pakai bahasa
indonesia diee, ngomong-ngomong apa
ngentam,
b. sorry la beb kite orang tak sengaje
pon tecakap cam thu,
c. kite orang geli la beb tengok awak
cakap bahase indon thu, tak suai tau,
d. ape daa cam thu aja nak gadoh, jom
lah kite pegi !
Seperti yang dikutip dari buku
“sosiologi perkenalan awal”. Pada
halaman (151). Menurut Anderson,
Sikap Bahasa adalah tata keyakinan
atau kognisi yang relatif berjangka
panjang sebagian mengenai Bahasa,
mengenai objek Bahasa, yang
memberikan kecenderungan kepada
seseorang untuk bereaksi dengan cara
tertentu yang disenanginya.
Penggunaan Bahasa Indonesia yang
sangat jarang ini tidak hanya terjadi
dikalangan masyarakat saja, namun hal
ini juga terjadi dilingkungan sekolah.
Dalam kegiatan belajar mengajar hanya
tiga orang tenaga pendidik saja yang
menggunakan Bahasa Indonesia dan
selebihnya mereka menggunakan
Bahasa Melayu Daerah dalam
menyampaikan materi pelajaran yang
mereka ajarkan kepada anak didik
mereka, hal ini berdasarkan hasil
wawancara dengan ibu Kartini selaku
guru agama pada hari minggu jam
setengah tiga waktu Indonesia barat.
Dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa Bahasa Indonesia sangat jarang
sekali digunakan dalam dalam
kehidupan sehari-hari dan tidak
berkembang dengan baik, bahkan
Bahasa lain seperti Bahasa Melayu
Malaysia seolah-olah terlihat seperti
bahasa mereka sendiri berbangding
dengan Bahasa Indonesia yang
merupakan Bahasa Nasional bangsa
Indonesia. Itulah alasan mengapa
6
penulis ingin melakukan penelitian
mengenai Sikap Bahasa dengan judul,
“Sikap Berbahasa Masyarakat Desa
Pauh terhadap Bahasa Indonesia dan
Bahasa Melayu Malaysia”.
1.1 Pembeberan Masalah
Bahasa Indonesia merupakan
Bahasa resmi bangsa Indonesia dan
sebagai warga negara Indonesia
tentulah bangga terhadap Bahasanya
sendiri, namun hal tersebut tidak
tercermin pada semua warga negara
Indonesia seperti halnya mereka yang
tinggal dipesisir dan berdekatan dengan
negara tengga, kebanggaan mereka
tehadap Bahasa Indonesia tidaklah
begitu tinggi berbanding kebanggaan
mereka dalam menggunakan Bahasa
asing (Bahasa Melayu Malaysia).
Daerah pesisir seperti Desa Pauh,
Bahasa Indonesia malah terlihat seperti
Bahasa asing dan jarang sekali
dipergunakan dalam berkomunikasi
sehari-hari, tidak hanya dikalangan
masyarkat saja bahkan dilingkungan
sekolah pun demikian, hal ini tentulah
bertolak belakang dengan kebijakan
dan UUD yang ada tanpa adanya upaya
ataupun tindakan untuk
memperkenalkan, membina dan
mengembangkan Bahasa Indonesia
tentunya akan membawa dampak buruk
terhadapa Bahasa Indonesia itu sendiri
dan akan menjadi asing di negeri
sendiri.
Sudah seharusnya selaku
warga negara Indonesia yang baik
menyadari akan adanya norma dalam
Bahasa Indonesia, dan sudah
selayaknya dalam berkomunikasi
menggunakan Bahasa Indonesia yang
baik dan benar sesuai kaidah yang telah
ditetapkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka penulis akan merumuskan
masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah Sikap Berbahasa
Masyarakat Karimun khususnya Desa
Pauh Kecamatan Moro terhadap
Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu
Malaysia?
7
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini ada
tujuan yang ingin dicapai oleh penulis,
tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
Ingin mengetahui dan mengkaji
menegenai sikap berbahasa masyarkat
desa Pauh kecamatan Moro terhadap
Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu
Malaysia?
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian
di atas, maka penelitian ini diharapkan
akan bermanfaat baik secara teoritis
maupun praktis. Adapun manfaat
tersebut adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat untuk
mengembangkan pengetahuan dibidang
ilmu kebahasaan, khususnya
Sosiolinguistik. Selain itu diharapkan
dapat menambah pengetahuan
mengenai penyimpangan dalam
menggunakan Bahasa Indonesia baik
penyimpangan dalam bentuk lisan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi peneliti, melalui penelitian ini
penulis bisa mengetahui Sikap
Berbahasa Masyarakat Desa Pauh
Kecamatan Moro terhadap Bahasa
Indonesia.
2) Bagi pembaca, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menumbuhkan
kecintaan dan kebanggaan dalam
berkomunikasi menggunakan
Bahasa Indonesia.
1.5 Definisi Istilah
Sikap Bahasa adalah tata
keyakinan atau kognisi yang relatif
berjangka panjang sebagian mengenai
bahasa, mengenai objek bahasa, yang
memberikan kecenderungan kepada
seseorang untuk bereaksi dengan cara
tertentu yang disenanginya. Bahasa
Melayu Malaysia merupakan bahasa
kebangsaan negara Malaysia yang
ditetapkan oleh Dewan bahasa dan
pustaka Malaysia. Lebih dari 80%
Bahasa Melayu Malaysia berhubungan
dekat dengan Bahasa Indonesia dan
dituturkan asli oleh lebih dari 10 juta
orang. Bahasa Melayu Malaysia
dituturkan sebagai Bahasa kedua oleh
8
18 juta orang, sebagian besar dari etnik
minoritas negara Malaysia.
II. LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Sikap Bahasa
Untuk memahami apa yang
disebut Sikap Bahasa terlebih dahulu
haruslah apa itu sikap dalam Bahasa
Indonesia kata sikap dapat mengacu
pada bentuk tubuh, posisi berdiri yang
tegak, perilaku atau gerak-gerik, dan
perbuatan atau tindakan yang dilakukan
berdasarkan pandangan (pendirian,
keyakinan, dan pendapat) sebagai
reaksi atas adanya suatu hal atau
kejadian. Sesungguhnya sikap itu
adalah fenomena kejiwaan yang
biasanya termanifestasi dalam bentuk
tindakan atau perilaku.
Menurut penelitian tidak selalu
yang dilakukan secara lahiriah
merupakan cerminan dari sikap dari
batiniah. Atau yang terdapat dalam
batin selalu keluar dalam bentuk
perilaku yang sama ada dalam batin.
Banyak faktor yang mempengaruhi
hubungan sikap batin dan perilaku
lahir.Oleh karena yang namanya sikap
ini yang berupa pendirian (pendapat
atau pandangan) berada dalam batin
maka tidak dapat disamakan secara
empiris. Namun, menurut kebiasaan
jika tidak ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi, sikap yang ada dalam
batin itu dapat diduga dari tindakan dan
perilaku lahir.
Anderson (dalam Chaer dan
Agutina, 2010:151). Membagi sikap
atas dua macam, yaitu (1) sikap
kebahasaan, dan (2) sikap
nonkebahasaan, seperti sikap politik,
sikap sosial, sikap estetis, dan sikap
keagamaan. Kedua jenis sikap ini
(kebahasaan dan nonkebahasaan) dapat
menyangkut atau kognisi mengenai
bahasa.Maka dengan demikian.
Menurut andeson, sikap bahasa adalah
tata keyakinan atau kognisi yang relatif
berjangka panjang sebagian mengenai
bahasa, mengenai objek bahasa, yang
memberikan kecenderungan kepada
seseorang untuk bereaksi dengan cara
tertentu yang disenanginya. Namun,
perlu diperhatikan karna sikap itu bisa
positif (kalau dinilai baik atau disukai)
dan bisa negatif (kalau dinilai tidak
baik atau tidak disukai), maka sikap
terhadap Bahasa pun demikian.
9
Umpamanya, sampai akhir tahun lima
puluhan masih banyak golongan
intelektual di Indonesia yang masih
bersikap negatif terhadap Bahasa
Indonesia di samping mereka yang
bersikap positif.
Setelah mengetahui pengertian
sikap dan Sikap Bahasa menurut
Anderson dapat disimpulkan bahwa
Sikap Bahasa merupakan pandangan
atau penilaian terhadap suatu Bahasa
yang memberikan kecenderungan
kepada seseorang untuk beraksi
dengan cara tertentu yang
disenanginya, dengan kata lain apabila
seseorang menganggap suatu Bahasa
itu mudah atau senang untuk digunakan
maka hal tersebut akan memberikan
kecenderungan kepada seseorang untuk
menggunakan Bahasa tersebut
berbanding dengan menggunakan
Bahasa lainnya.
2.2. Jenis dan Indikator Sikap
Bahasa
Jenis Sikap Bahasa
diklasifikasikan menjadi dua macam,
yaitu sikap positif dan sikap negatif.
1. Sikap Positif
Sikap positif terhadap Bahasa
tertentu akan mempertinggi
keberhasilan belajar Bahasa itu. Sikap
positif itu merupakam kontributor
utama bagi keberhasilan belajar Bahasa
(Marcama dalam Shuy dan Fasold
melalui Sumarsono, 2004:363).
Karsana (2009:78). Mengungkapkan
bahwa Sikap positif itu adalah:
Sikap positif terhadap suatu Bahasa
dapat dilihat dari perilakunya dari
suatu Bahasa itu, ditunjukkan antara
lain jika seseorang lebih lebih
banyak menggunakan Bahasa
tersebut sebagai alat komunikasi
dalam berbagai situasi dan kondisi
pembicaraan, memiliki tingkat
penguasaan yang relatif tinggi
terhadap Bahasa tersebut, tidak
banyak dialek-dialek lain yang akan
merusak keberadaan Bahasa tersebut
dalam dirinya dan juga turut
memperjuangkan Bahasa tersebut
dari hal-hal yang merugikan.
a. Indikator Sikap Bahasa Positif, yaitu
sebagai berikut:
1) Penutur menyukai Bahasa
Indonesia.
10
2) Penutur sering menggunakan
Bahasa Indonesia.
3) Penutur bangga menggunakan
Bahasa Indonesia.
4) Penutur lancar dalam
menggunakan Bahasa Indonesia.
5) Penutur tidak gengsi dan merasa
percaya diri dalam menggunakan
Bahasa Indonesia.
2. Sikap Negatif
Chaer (2004: 152).
Mengungkapkan bahwa Sikap negatif
terhadap suatu Bahasa bisa terjadi
apabila seseorang atau sekelompok
orang sudah tidak lagi mempunyai rasa
bangga terhadap Bahasanya, serta
mengalihkan Bahasa lain yang bukan
miliknya. Ada beberapa faktor yang
bisa menyebabkan hilangnya rasa
bangga terhadap Bahasa sendiri, dan
menumbuhkan pada Bahasa lain, antara
lain faktor politik, ras, etnik, gengsi,
dan lain sebagainya.
Hal tersebut seiring dengan
pernyataan Karsana (2009: 78), yang
mengungkapkan bahwa Sikap negatif
terhadap suatu Bahasa dapat terlihat di
dalam perilakunya, seseorang sama
sekali tidak mendukung dan menjaga
keberadaan Bahasa tersebut. Hal
tersebut dapat dilihat dari sikap kurang
peduli, tidak mau tau dengan
perkembangan Bahasa tersebut, serta
tidak akan menggunakannya dalam
kesempatan pembicaraan, walaupun
seseorang tersebut mempunyai banyak
kemungkinan untuk menggunakan
Bahasa tersebut.
a. Indikator Sikap Bahasa negatif,
yaitu sebagai berikut:
1) Penuutur menyukai Bahasa lain.
2) Penutur lebih sering
menggunakan Bahasa lain.
3) Penutur tidak bangga
menggunakan Bahasa Indonesia.
4) Penutur tidak malu
menggunakan Bahasa lain.
5) Penutur lebih memilih umtuk
menggunakan Bahasa lain.
11
2.3. Kerangka Konseptual
Berdasarkan deskripsi teoritis yang
telah dipaparkan, maka dibangun
kerangka konseptual sebagai berikut:
Teoretis :
Konseptual :
Operasional :
III. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karekteristik tertentu yang
ditetapkan oleh oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Jadi populasi bukan
hanya orang, tetapi juga obyek dan
benda-benda alam yang lain. populasi
juga bukan sekedar jumlah yang ada
pada obyek/subyek yang dipelajari,
tetapi meliputi seleruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh
subyek atau obyek itu. Pengertian
mengenai populasi ini dikutip buku,
“Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif Dan R&D” (Sugiyono,
2008:80). Jadi yang menjadi populasi
yang akan diteliti dalam penelitian ini
adalah keseluruhan dari masyarakat
desa Pauh dalam empat belas RT yang
berjumlah 2135 orang.
3.1.2 Sampel
Berdasarkan buku “Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan
R&D” ( Sugiyono, 2008 :81). Sampel
adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar,
dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi,
misalnya karena keterbatasan dana,
tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari
populasi itu. Apa yang dipelajari dari
sampel itu, kesimpulannya akan dapat
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu
sampel yang diambil dari populasi
harus representatif (mewakili). Jumlah
sampel yang ditentukan pada penelitian
Sikap Bahasa Indonesia
Sikap Bahasa Melayu
Malaysia
Sikap Berbahasa
masyarakat Desa Pauh
terhadap Bahasa
Indonesia dan Bahasa
Melayu Malaysia
12
ini yaitu sebanyak 20% dari jumlah
populasi atau sekitar 100 orang.
Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan Cluster Sampling (Area
Sampilng). Teknik sampling daerah
digunakan untuk menentukan sampel
bila obyek yang akan diteliti atau
sumber data sangat luas, misalnya
penduduk dari suatu Negara, Provinsi
atau Kabupaten. Untuk menentukan
penduduk mana yang akan dijadikan
sumber data, maka pengambilan
sampelnya berdasarkan daerah populasi
yang telah ditetapkan (Sugiyono,
2008:83).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian yaitu Desa
Pauh Kecamatan Moro, Kabupaten
Karimun. Desa Pauh ini terletak 4
kilometer dari kecamatan Moro,
Kabupaten Karimun.
3.2.2 Waktu Penelitian
Adapaun waktu penelitian yang
direncanakan peneliti mulai pengajuan
judul, seminar proposal,
mengumpulkan data, menganalisis, dan
menyajikan data yaitu dari November
sampai April 2017.
3.2 Metode Penelitian
Setiap penelitian selalu
berangkat dari masalah, ketika akan
melalukan penelitian harus jelas
metode apa yang akan digunakan,
misalnya metode penelitian kuantitatif,
penggunaan metode kuantitatif ini
dikarenakan peneliti hanya menentukan
persenan dari masyarakat mengenai
Sikap Berbahasa.
Berdasarkan penjelasan di atas,
maka metode penelitian yang kami
gunakan pada penelitian, “Sikap
Berbahasa Masyarakat Desa Pauh
terhadap Bahasa Indonesia dan
Bahasa Melayu Malaysia” adalah
metode penelitian kuantitatif, sebab
masalah yang peneliti bawa sudah jelas
mengenai Sikap Berbahasa Masyarakat
Desa Pauh.
3.4 Teknik Penelitian
Teknik penelitian merupakan
suatu teknik atau cara yang dilakukan
oleh peneliti dalam pengumpulan data
penelitian. Teknik penelitian dibagi
13
menjadi dua bagian, yaitu: teknik
penelitian data/teknik pengumpulan
data dan teknik pengolahan data.
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik
penelitian data/teknik pengumpulan
data yang kami gunakan yaitu dengan
cara memberikan seperangkat
pertanyaan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya (kuesioner/angket).
Alasan kami menggunakan teknik
kuesioner sebab teknik ini lebih efisien,
selain itu teknik kuesioner cocok
dengan penelitian ini mengingat
responden yang kami teliti cukup
banyak.
3.4.2 Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini teknik
pengolahan data yang digunakan yaitu
Skala Guttman tujuannya yaitu untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya
diberlakukan untuk populasi.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan
alat pada suatu penelitian dalam
penelitian kuantitatif yang menjadi
instrumen atau alat penelitian adalah
penelitian itu sendiri. Dalam penelitian
ini instrumen penelitian yang
digunakan dengan cara memberikan
seperangkat pertanyaan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya
(kuesioner/angket).Kuesioner adalah
metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden. Angket diisi
oleh responden sesuai dengan yang
“dia”
kehendaki/ketahui/rasakan.Angket
adalah instrumen untuk jenis penelitian
kuantitatif. dan skala penelitian yang
digunakan adalah Skala Guttman.
pengukuran dengan tipe ini akan
didapat jawaban yang tegas seperti, “
Ya-Tidak”.
IV. Hasil Penelitian
4.1. Sejarah Desa Pauh
Desa Pauh merupakan salah
satu desa yang ada di kecamatan Moro,
kabupaten Karimun. Desa Pauh terdiri
dari empat belas RT dan penduduknya
berjumlah dua ribu seratus tiga puluh
lima (2135) orang. Desa ini merupakan
14
satu-satunya desa yang memiliki
jembatan penghubung antara desa Pauh
dan kecamatan Moro, tidak hanya itu
desa pauh ini juga memiliki pantun
yang cukup unik dan singkat, “daun
senudok becabang due, duduk sehari
nak due” pantun ini dibuat
dikarenakan banyaknya pendatang yang
tak ingin pulang atau ingin berlama-
lama di desa Pauh ini meskipun niat
awal mereka hanya ingin singgah
sebentar atau bermalam sehari.
Masyarakat desa Pauh ini percaya jika
seseorang datang berkunjung ke desa
ini orang tersebut pasti akan merasa
betah dan seakan tidak mau kembali
setelah mereka bermalam di desa Pauh
ini
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dimulai dari
menyebarkan angket. Angket terdari
dari 10 butir pertanyaan tertulis untuk
dijawab oleh responden yaitu
masyarakat desa Pauh yang berjumlah
seratus responden . adapun pertanyan
yang termuat dalam angket tersebut
menjadi data yang dapat diolah
sehingga dapat diketahui jumlah
responden yang sesuai dengan
petanyaan yang diajukan penulis di
setiap masing-masing butir pertanyaan.
Pada BAB III telah penulis kemukakan
bahwa instrumen yang digunakan
dalam laporan penelitian ini adalah
dengan angket. Angket disusun
berdasarkan pokok penelitian yang
diteliti. Angket dibuat terdiri dari 10
pertanyan 5 pertanyaan mengenai
Bahasa Indonesia dan 5 pertanyaan
mengenai Bahasa Melayu Malaysia dan
berdasarkan angket yang telah di
sebarkan kepada responden yang
berjumlah 100 orang didapatlah data
sebagai berikut.
15
4.2.1 Data Hasil Penelitian
TABEL III
SIKAP BERBAHASA
MASYARAKAT TERHADAP
BAHASA INDONESIA
NO PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah anda
menyukai Bahasa
Indonesia?
96 4
2 Apakah anda sering
menggunakan Bahasa
Indonesia?
27
73
3 Apakah anda bangga
mengunakan Bahasa
Indonesia?
76
24
4 Apakah anda percaya
diri ketika
menggunakan Bahasa
Indonesia?
24
76
5 Apakah anda lancar
dalam menggunakan
Bahasa Indonesia
27
73
Berdasarkan tabel diatas dapat
diketahui bahwa sikap Berbahasa
Masyarakat Desa Pauh terhadap Bahasa
Indonesia Negatif, ini dapat dilihat dari
sedikitnya pernyaataan positif yang
hanya terdapat pada nomor 1 (satu) dan
3 (tiga).
TABEL IV
SIKAP BERBAHASA
MASYARAKAT TERHADAP
BAHASA MELAYU MALAYSIA
NO PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah anda
menyukai Bahasa
Melayu Malaysia ?
97 3
2 Apakah anda sering
menggunakan Bahasa
Melayu Malaysia ?
78
22
3 Apakah anda bangga
menggunakan Bahasa
Melayu Malaysia ?
44
56
4 Apakah anda tidak
merasa malu ketika
menggunakan Bahasa
Melayu Malaysia?
35
65
5 Apakah dalam
berkomunikasi Bahasa
melayu Malaysia lebih
mudah untuk
digunakan dari pada
Bahasa Indonesia ?
68
32
Berdasarkan tabel diatas dapat
diketahui bahwa sikap Berbahasa
Masyarakat Desa Pauh terhadap Bahasa
Melayu Malaysia Positif, ini dapat
16
dilihat dari banyaknya pernyaataan
positif berbanding dengan pernyataan
negatif yang terdapat pada nomor 1
(satu), 2 (dua), dan 5 (lima).
V. ANALISIS DATA
5.1. Sikap Bahasa Positif
Setelah melakukan
pengambilan data dan melakukan
penghitungan terhadap responden yang
memilki pernyataan positif paling
banyak, maka data yang dihasilkan
ialah sebagai berikut. Dari 100
responden yang memilki Sikap Positif
yaitu sebanyak 46 responden yang
ditandai dengan adanya indikator Sikap
Bahasa Positif sebagai berikut:
1. Penutur menyukai Bahasa Indonesia.
2. Penutur sering menggunakan Bahasa
Indonesia.
3. Penutur bangga mengunakan Bahasa
Indonesia.
4. Penutur lancar dalam menggunakan
Bahasa Indonesia.
5. Penutur tidak gengsi dan merasa
percaya diri dalam menggunakan
Bahasa Indonesia.
Responden pertama sampai responden
ke Sembilan belas memenuhi tiga
indikator di atas antara lain indikator
1,2, dan 3. Hasil ini menunjukkan
bahwa responden masih memiliki
kebangaan terhadap Bahasa Indonesia,
kebanggaan terhadap suatu Bahasa
mampu mendorong masyarakat suatu
Bahasa mengembangkan Bahasanya
dan menggunakannya sebagai lambang
identitas dan kesatuan masyarakat. Dari
kelima indikator di atas responden
pertama tidak memenuhi indikator ke
4,dan 5. yang menjadi alasan tidak
terpenuhinya kedua indikator ini
disebabkan oleh ketidak lancaran dan
tidak adanya kepercayaan diri pada
responden dalam mengunakan Bahasa
Indonesia.
Responden ke duapuluh
memenuhi tiga indikator antara lain
indikator 1,2,dan 5. Dengan hasil ini
dapat diketahui bahwa kesetian
responden terhadap Bahasa Indonesia
masih terjaga, kesetian terhadap suatu
Bahasa mampu mendorong seoseorang
mempertahankan Bahasanya. Dalam
penelitian ini responden tidak
memenuhi indikator ke 3 dan 4, hal ini
17
dikarenakan responden tidak lancar dan
tidak bangga dalam mengunakan
Bahasa Indonesia.
Responden ke duapuluh satu
sampai reponden ke duapuluh empat
memenuhi tiga indikator yang ada,
antara lain indikator 1,3, dan 4. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa
kelancaran responden dalam
menggunakan Bahasa Indonesia
membuat responden masih menyukai
dan Bangga terhadapa Bahasa
Indonesia, namun dikarenakan tidak
adanya rasa percaya diri pada
responden menyebabkan Bahasa
Indonesia tidak sering digunakan oleh
responden itu sendiri sehingga
indikator ke 2 dan 5 tidak dapat
dipenuhi.
Responden ke duapuluh lima
sampai responden ke tigapuluh satu
memenuhi tida indikator antara lain
yaitu indikator ke 1,3, dan 5.
Sedangkan indikator ke 2 dan 4 tidak
penuhi oleh responden dengan alasan
ketidak lancaran responden dalam
menggunakan Bahasa Indonesia
sehingga penggunaan Bahasa Indonesia
tidak sering digunakan oleh responden,
namun meskipun demikian hal tersebut
tidak membuat responden gengsi dalam
menggunakan Bahasa Indonesia serta
kebangaan dan kecintaan responden
terhadapa Bahasa Indonesia masih
terjaga.
Responden ke tigapuluh dua
sampai responden ke tigapuluh enam
juga memenuhi tiga indikator antara
lain yaitu indikator ke 1.4, dan 5.
Dengan hasil ini diketahui bahwa para
responden lancar dan tidak gengsi
dalam menggunakan Bahasa Indonesia,
akan tetapi penggunakan Bahasa
Indonesia dalam berkomunikasi tidak
sering dipergunakan sehingga
kebanggaan responden terhadap Bahasa
Indonesia mulai melemah. Hal inilah
yang membuat para responden tidak
dapat memenuhi indikator ke 2 dan 3.
Responden ke tigapuluh tujuh
dari kelima indikator yang ada
memenuhi empat indikator antaran lain
yaitu indikator ke 1,2,3, dan 4. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa
responden masih memiliki kesetiaan
dan kebanggaan terhadap Bahasa
Indonesia hal ini tentunya mampu
mendorong responden untuk
18
mempertahankan Bahasanya dan
menjaga adanya pengaruh dari Bahasa
lain. Sedangkan indikator ke 5 tidak
dapat dipenuhi oleh responden dengan
alasan tidak adanya kepercayaan diri
pada responden dalam menggunakan
Bahasa Indonesia.
Responden ke tigapuluh delapan
memenuhi semua indikator Sikap
Bahasa positif antara lain yaitu
indikator 1,2,3,4, dan 5. Hasil ini
menunjukkan bahwa responden masih
memjunjung tinggi Bahasa Indonesia
dan sering memnggukannya dalam
berkomunikasi berbanding dengan
menggunakan Bahasa lain yang bukan
miliknya, responden juga memiliki
kesadaran akan adanya norma Bahasa
yang mendorong responden
menggunakan Bahasanya dengan
cermat dan santun dan hal ini
merupakan factor yang sangat besar
pengarunya terhadap kegiatan
menggunakan Bahasa.
Responden ke tigapuluh
sembilan sampai responden ke empat
puluh satu hanya memenuhi empat
indikator Sikap Bahasa positif,
indikator yang terpenuhi antara lain
1,2,3, dan 5. Ketidak lancaran para
responden dalam menggunakan Bahasa
Indonesia menjadi alasan utama tidak
terpenuhinya indikator ke 4, meskipun
demikian hal tersebut tidak
menghilangkan kecintaan dan
kebanggaan responden terhadap Bahasa
Indonesia. Ketidak lancaran ini
karenakan responden lebih sering
menggunakan Bahasa daerah
berbanding dengan mengunakan
Bahasa Indonesia, derngan ini sangat
diperlukan pendidikan Bahasa dalam
suatu masyarakat agar seluruh
masyarakat Indonesia mampu
menggunakan Bahasa Indoneia dengan
lancar.
Responden ke empat puluh dua
sampai responden ke empat puluh enam
memenuhi empat indikator antara lain
indicator ke 1,3,4, dan 5. Hasil ini
menunjukkan bahwa responden suka
dan bangga terhadap Bahasa Indonesia,
responden juga lancar dan tidak gengsi
dalam mengunakan Bahasa Indonesia
akan tetapi penggunaan Bahasa
Indonesia tidak sering dipergunakan
dalam berkomunikasi hal itulah yang
menyebabkan responden tidak dapat
19
memenuhi indikator yang ke 2, hal ini
disebabkan oleh faktor lingkungan
yang dimana masyarakatnya lebin
dominan menggunakan Bahasa daerah
berbanding mengunakan Bahasa
Indonesia.
5.2 Sikap Bahasa Negatif
Dalam penelitian ini dari 100
responden jumlah responden yang
memiliki Sikap negatif yaitu sebanyak
54 orang hal ini ditandai dengan adanya
kelima indicator Sikap Bahasa negatif
sebagai berikut:
1. Penutur menyukai Bahasa lain.
2. Penutur sering menggunakan Bahasa
lain.
3. Penutur tidak bangga menggunakan
Bahasa Indonesia.
4. Penutur gengsi menggunakan
Bahasa Indonesia.
5. Penutur lebih memilih menggunakan
Bahasa lain.
Responden pertama sampai
responden ke enam berdasarkan
jawaban pada kuesioner yang telah
diberikan dapat diketahui bahwa
responden lebih sering menggunkan
Bahasa lain seperti Bahasa Melayu
Malaysia berbanding dengan
menggunakan Bahasa Indonesia,
responden juga tidak memilki
kebanggaan terhadap Bahasa Indonesia
dan hal ini sesuai dengan indikator ke
1,2, dan 3. Responden ketujuh sampai
responden ke sebelas juga sama seperti
responden sebelumnya yang lebih
sering menggunakan Bahasa lain
Berbangding dengan menggunakan
Bahasa Indonesia tidak hanya itu
responden juga lebih memilih untuk
menggunakan Bahasa lain, dengan
terpenuhinya indikator 1,2, dan 5
menandakan bahwa tidak adanya
kesetian terhadap Bahasa Indonesia
sehingga tidak ada dorongan untuk
responden mempertahankan Bahasanya
sendiri.
Responden ke duabelas sampai
responden ke tigapuluh memenuhi
empat indikator diatas antara lain
indikator ke 1,2,3, dan 5. Dengan hasil
ini dapat dikatakan bahwa para
responden lebih bangga menggunkan
Bahasa lain berbanding menggunaka
Bahasa Indonesia. Hilangnya
kebanggaan terhadap sutau Bahasa
membuat seseorang mengalihkan pada
20
Bahasa lain yang bukan miliknya hal
ini tentu akan berdampak buruk
terhadap Bahasa Indonesia itu sendiri.
Responden ke tigapuluh satu
sampai responden ke empat puluh lima
memenuhi indikator ke 2,4, dan 5.
Dengan demikian dapat diketahui
bahwa masih memilki rasa suka
terhadap Bahasa Indonesia namun hal
tersebut tidak membuat responden
menggunakannya dalam berkomunikasi
justru responden lebih memilih untuk
menggunakan Bahasa lain seperti
Bahasa Melayu Malaysia berbanding
dengan menggunkan Bahasa Indonesia.
Hal ini dikarenakan responden tidak
memiliki kepercayaan diri dalam
menggunakan Bahasa Indonesia.
Responden ke empat puluh enam
sampai responden ke lima puluh
memenuhi empat indikator antara lain
indikator 1,2,4, dan 5. Hasil ini
menunjukkan bahwa kebanggaan
responden terhadap Bahasa Indonesia
telah melemah dan mengalihkan
kebanggaan tersebut kepada Bahasa
lain yang bukan miliknya. Responden
ke lima puluh empat memenuhi semua
indikator Sikap Bahasa negatif yaitu
indikator 1,2,3,4, dan 5. Dengan hasil
ini dapat dikatakan bahwa responden
tidak lagi menjunjung tinggi Bahasa
Indonesia dan tidak memilki kesadaran
akan adanya norma Bahasa, hal seperti
ini tentu akan memberi dampak buruk
bagi Bahasa Indonesia itu sendiri dan
membuatnya sangat jarang sekali
dipergunkan dalam berkomunikasi.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dalam penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa Sikap Bahasa
Masyarakat Desa Pauh Kecamatan
Moro terhadap Bahasa Indonesia ialah
Negatif hal ini dapat dilihat dari
jumlah pernyataan positif dan
pernyataan negative yang memiliki
hasil yang sama. Berbeda halnya
dengan Sikap Bahasa Masyarakat Desa
Pauh Kecamatan Moro terhadap
Bahasa Melayu Malaysia yang
terbilang Tinggi hal ini dikarenakan
pernyataan positif mendapatkan jumlah
yang lebih besar berbanding dengan
pernyataa negatif, dengan hasil ini
dapat dikatakan bahwa Masyarakat
21
Desa Pauh Kecamatan Moro lebih
cenderung untuk menggunakan Bahasa
Melayu Malaysia atau Bahasa Melayu
Daerah berbanding dengan
menggunakan Bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi, tidak hanya itu
Masyarakat Desa Pauh juga lebih
lancar dalam mengunakan Bahasa
Melayu Malaysia berbanding dengan
menggunakan Bahasa Indonesia.
Sebagai Masyarakat Indonesia
mereka tetap menyukai dan bangga
terhadap Bahasa Indonesia akan tetapi
hal tersebut tidak membuat mereka
sering menggunkannnya, ini
dikarenakan meraka tidak percaya diri
dan tidak lancar dalam berbahasa
Indonesia, sedangkan terhadap Bahasa
Melayu Malaysia masyarakat Desa
Pauh tidak hanya menyukainya saja
namun juga sering menggunakannya
ketika Berbahasa, dalam penggunaan
Bahasa Melayu Malaysia masyarakat
Desa Pauh merasa malu dan tidak
bangga akan mereka menilai bahwa
Bahasa Melayu Malaysia lebih mudah
untuk digunakan Berbanding dengan
Bahasa Indonesia. Meskipun ada
kecenderungan masyarakat lebih sering
menggunakan menggunakan Bahasa
Melayu Malaysia, namun masih ada
sebagian masyarakat yang setia dan
bangga terhadap Bahasa Indonesia dan
lebih memlih untuk menggunakanya
berbanding dengan menggunakan
Bahasa lain baik dalam keadaan formal
maupun non formal.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan maka saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan Bahasa Indonesia di
Desa Pauh Kecamatan Moro
Kabupaten Karimun hendaknya
lebih ditingkatkan lagi baik dalam
kondisi yang formal maupun non
formal mengingat bahwa Bahasa
Indonesia adalah Bahasa pemersatu
republik Indonesia.
2. Sebagai masyarakat Indonesia tidak
perlu malu dan takut untuk
menggunakan Bahasa Indonesia
karena bahasa Indonesia merupakan
Bahasa kita sendiri dan hendaknya
lebih mengutamakan penggunaan
22
Bahasa Indonesia berbanding
menggunakan Bahasa melayu
Malaysia yang merupakan bahasa
dari Negara lain.
3. Pemerintah hendaknya melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai
sikap Berbahasa masyarakat yang
lebih mendalam.
4. Peneliti selanjutnya kemungkinan
dapat memanfaatkan instrumen
dalam penelitian ini untuk
melakukan penelitian yang terkait
dengan memperbaiki atau
menyesuaikannya dengan tujuan
dari penelitian yang dikehendaki.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni,
(2010). Sosiolinguistik
perkenalan awal.
Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul, (2007). Linguistik
Umum. Jakarta : Rineka Cipta
Hamid, Darmadi, (2011). Metode
Penelitian Pendidikan.
Bandung: Alfabeta
Kunjana, Rahardi, (2009). Bahasa
Indonesia Untuk Peguruan
Tinggi. Jakarta: Erlangga
Nasir, Mohammad, (2005). Metode
Penelitian. Bogor: Ghalia
Indonesia
Rahmadini, Nurul, (2016). Sikap
Bahasa Indonesia Siswa XI IPA
SMA AN- NAJAH
Sukamulya Rumpin Bogor.
Skripsi. Jakarta. Universitas
Islam Negeri
Riduwan, (2010). Metode dan Teknik
menyusun Proposal. Bandung:
Alfabeta
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif Dan
R&D. Bandung: Alfabeta
http://www.seocontoh.com/2013/12/co
ntoh-angket-contoh-kuesioner-
penelitian.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_M
alaysia
https://pusatbahasaalazhar.wordpress.c
om/hakikat-hakiki-
kemerdekaan/sikap- bahasa-
language-attitude/