SIGNIFIKANSI PERAN ASIA-PACIFIC ECONOMIC … · terpisahkan dari kehidupan manusia utamanya...
Transcript of SIGNIFIKANSI PERAN ASIA-PACIFIC ECONOMIC … · terpisahkan dari kehidupan manusia utamanya...
0
LAPORAN KEMAJUAN
HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA
SIGNIFIKANSI PERAN ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION
(APEC) BAGI PENGUATAN PENGATURAN PARIWISATA
BERKELANJUTAN DI INDONESIA
TIM PENGUSUL
Ketua
AYU PUTU LAKSMI DANYATHI, SH., M.KN. (0021048203)
Anggota
IGN PARIKESIT WIDIATEDJA,SH.,M.Hum.,LLM (0021038108)
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
AGUSTUS 2015
Kode/Bidang Ilmu: 569/Hukum
1
HALAMAN PENGESAHAN
HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Judul Penelitian : Signifikansi Peran Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) bagi
Penguatan Pengaturan Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia
Bidang Ilmu : Hukum
Ketua Peneliti
a. Nama : Ayu Putu Laksmi Danyathi, SH., M.Kn.
b. Pangkat/golongan : Penata Muda Tk I/IIIb
c. NIP/NIDN : 19820421 200912 2 004/0021048203
d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli e. Pengalaman penelitian: (terlampir dalam CV)
f. Jurusan : Ilmu Hukum
g. Fakultas : Hukum h. Alamat Rumah/HP : Jl.Buluh Indah Gang IV No.17 Denpasar/081933052477
i. Email : [email protected] Jumlah Tim Peneliti : 2 (Dua) orang
Pembimbing a. Nama : Dr. Putu Tuny Cakabawa,SH.,M.Hum.
b. Pangkat/golongan : Penata//IIIC
c. NIP : 19580321 198602 1001
d. Jabatan Fungsional : Lektor
e. Pengalaman penelitian: (terlampir dalam CV)
f. Jurusan : Ilmu Hukum
g. Fakultas : Hukum
Lokasi Penelitian : Provinsi Bali
Kerjasama (Jika Ada)
a.Nama Instansi
b. ALamat
Jangka waktu Penelitian : 6 (enam bulan)
Biaya Penelitian : Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah)
Denpasar,5 Februari 2015 Mengetahui,
Ketua Jurusan Hukum Internasional Ketua Peneliti
Ida Bagus Erwin Ranawijaya ,SH.,MH. Ayu Putu Laksmi Danyathi,SH.,MKn
NIP: 19530401 198003 1 004 NIP: 19820421 200912 2 004
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Prof.Dr. I Gusti Ngurah Wairocana,SH.,MH.
NIP: 19530401 198003 1 004
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
RINGKASAN
JUDUL PENELITIAN
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
BAB IV. METODE PENELITIAN
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB VI. RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
3
RINGKASAN
Sebagai salah satu industri terbesar di dunia, pariwisata telah menjadi lokomotif
penggerak ekonomi, terlebih apabila dilihat dari daya serap tenaga kerja yang tinggi dan
kontribusinya bagi PDB. Pariwisata Indonesia sejatinya menyimpan potensi alam dan budaya
yang luar biasa dan dapat dijadikan modal dasar sekaligus keunggulan komparatif untuk
mengembangkan sektor pariwisata. Kendatipun demikian, telah terjadi akselerasi pembangunan Pariwisata secara terus menerus dan ambisius yang mengakibatkan penurunan
kemampuan lingkungan dalam mengimbangi kecepatan pembangunan tersebut. Tidak hanya itu, telah banyak lahan pertanian yang telah beralih fungsi, pembangunan sarana pariwisata
yang tak memperhatikan tata ruang wilayah hingga intervensi budaya asing yang menghilangkan identitas dan kearifan lokal masyarakatdi sekitar area destinasi pariwisata.
Untuk mengatasi masalah di atas, konsep dan pelaksanaan pembangunan pariwisata berkelanjutan menjadi solusi di masa depan. Isu pariwisata berkelanjutan merupakan salah
satu isu utama dalam setiap pertemuan APEC. Sebagai langkah konkret, negara anggota
APEC sepakat membentuk Tourism Working Group (TWG) pada tahun 1991. Forum ini
telah bersama-sama untuk berbagi informasi, bertukar pandangan dan mengembangkan
bidang kerjasama perdagangan pariwisata dan kebijakan.
Keberadaan forum APEC yang memberikan perhatian lebih terhadap isu pariwisata
berkelanjutan dapat menjadi momentum berharga dalam menguatkan pengaturan pariwisata
berkelanjutan. Indonesia harus memanfaatkan momentum ini untuk mengajak negara-negara
anggota APEC untuk menggelorakan kembali komitmen pembangunan berkelanjutan dalam
pariwisata. Tak dapat disangkal bahwa beberapa negara anggota memiliki andil dalam proses
degradatif kondisi pariwisata Indonesia, terutama ketika mereka secara proaktif ikut
meramaikan industri pariwisata melalui kehadiran secara komersiil di wilayah Indonesia.
Dengan menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan
(statue approach), dan pendekatan konseptual, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengapa forum APEC dapat dijadikan sarana dalam penguatan pengaturan pariwisata
berkelanjutan di Indonesia. Selanjutnya, penelitian ini memaparkan bagaimanakah peran APEC dalam menguatkan pengaturan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
4
JUDUL PENELITIAN
SIGNIFIKANSI PERAN ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC) BAGI
PENGUATAN PENGATURAN PARIWISATA BERKELANJUTAN DI INDONESIA
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu industri terbesar di dunia, pariwisata telah menjadi lokomotif
penggerak ekonomi, terlebih apabila dilihat dari daya serap tenaga kerja yang tinggi dan
kontribusinya bagi PDB. Pada 2004, pariwisata memberikan kontribusi pada PDB dunia
sebesar 10,4%, penyerapan tenaga kerja 8,1%, ekspor 12,2% dan penanaman modal 9,4%.
Disamping itu, pariwisata juga menjadi satu dari lima kategori ekspor utama dari 83%
negara-negara di dunia, dan telah menjadi sumber devisa utama sedikitnya 38% dari negara-
negara itu. Nantinya, pariwisata akan terus tumbuh dengan baik dan World Tourism
Organization (WTO) memproyeksikan pada 2020 akan terdapat sekitar 1,6 miliar wisatawan
mancanegara.1
Berbagai organisasi internasional antara lain: PBB, Bank Dunia dan World Tourism
Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan manusia utamanya menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi.
Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif
kaya pada awal abad ke-202, kini telah berkembang menjadi bagian dari hak asasi manusia
sebagaimana diutarakan oleh John Naisbitt dalam bukunya Global Paradox. Beliau
menyatakan bahwa “where once travel was considered a privilege of the money elite, now it
is considered a basic human right.3
Pariwisata Indonesia sejatinya menyimpan potensi alam dan budaya yang luar biasa
dan dapat dijadikan modal dasar sekaligus keunggulan komparatif untuk mengembangkan
sektor pariwisata. Potensi yang dimiliki dapat dikonversi menjadi sesuatu yang bernilai
ekonomi dengan daya saing yang tinggi. Selain itu, bahan baku usaha pariwisata
1 Oka A. Yoeti. 2006. Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya. Jakarta: Pradnya Paramita, h.32.
2 Dalam I Gde Pitana dan Putu G. Gayatri,2005. Sosiologi Pariwisata, Yogyakarta: Penerbit Andi,h.
40 disebutkan tonggak-tonggak sejarah pariwisata dapat ditelusuri melalui perjalanan Marco Polo (1254-1324),
perjalanan Pangeran Henry (1394-1460), Christopher Columbus (1451-1506) dan Vasco da Gama (akhir abad XV)
3 Setyanto P. Santosa, 14 Februari 2002, Pengembangan Pariwisata Indonesia,
http://kolom.pacific.net.id/ind/setyanto_p_santosa/artikel/pengembanganpariwisata_Indonesia, diakses pada 7
juni 2008 pukul 15.45 wib.
5
sesungguhnya tidak akan pernah habis-habis, sedangkan bahan baku usaha-usaha lainnya
sangatlah terbatas.4
Eksistensi pariwisata sebagai industri terbesar di dunia telah melahirkan sederet
peluang dan tantangan bagi negara-negara yang menggantungkan harapan pada sektor tanpa
cerobong asap tersebut. Apabila ditelusuri dari berbagai faktor produksi seperti: modal,
tanah, tenaga kerja, teknologi, dan manajemen, pariwisata dapat berkontribusi signifikan
sebagai katalisator dalam mengembangkan pembangunan (agent of development) dan
pemerataan pendapatan masyarakat (re-distribution of income).5
Pada era globalisasi dan liberalisasi yang ditandai dengan hiperkonsumerisme,
Pemerintah Indonesia telah menetapkan sederet kebijakan yang menempatkan pariwisata
sebagai salah satu penghasil devisa potensial. Akibatnya, terjadi akselerasi pembangunan
Pariwisata secara terus menerus dan ambisius yang mengakibatkan penurunan kemampuan
lingkungan dalam mengimbangi kecepatan pembangunan tersebut. Tidak hanya itu, telah
banyak lahan pertanian yang telah beralih fungsi, pembangunan sarana pariwisata yang tak
memperhatikan tata ruang wilayah hingga intervensi budaya asing yang menghilangkan
identitas dan kearifan lokal masyarakatdi sekitar area destinasi pariwisata.
Untuk mengatasi masalah di atas, konsep dan pelaksanaan pembangunan pariwisata
berkelanjutan menjadi solusi di masa depan. Sejak sepuluh tahun terakhir, proses diskusi
akan urgensi pembangunan berkelanjutan semakin kuat dipromosikan berbagai kalangan.
Pembangunan berkelanjutan sejatinya merupakan sebuah proses pembangunan yang
memperhatikan daya dukung (carrying capacity )dari sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang tersedia. Berkelanjutan dapat berarti pemberian konsentrasi pada sinergisitas
pelestarian yang meliputi dimensi ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup. Secara
singkat, pengembangan pariwisata berkelanjutan merupakan perpaduan kelayakan secara
ekonomi, keadilan secara sosial budaya,dan berkewajaran dari sisi lingkungan.
Langkah pertama untuk kembali mempromosikan dan mengembalikan urgensi
pengembangan pariwisata berkelanjutan tentu disandarkan pada kemampuan dan kemauan
pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang benar-benar mengedepankan prinsip
perlindungan, pengendalian, dan pemanfaatan pariwisata. Jika ini dapat dilaksanakan, maka
pengelolaan pariwisata akan berjalan secara wajar, terencana, dan berkelanjutan baik ditinjau
dari sisi ekonomi, sosial budaya dan juga lingkungan sebagai representasi ideal pembangunan
pariwisata berkelanjutan.
4 James J. Spillane,1991.Ekonomi Pariwisata, Yogyakarta:Kanisius,h.46
5 Oka A. Yoeti. 2006. Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya. Jakarta: Pradnya Paramita, h.2.
6
Pada 2013, Bali menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asia-Pacific Economic
Cooperation, atau APEC yang merupakan forum untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi,
kerjasama, perdagangan dan investasi di kawasan Asia-Pasifik. APEC merupakan forum
kerjasama antar pemerintah yang beroperasi atas dasar komitmen yang tidak mengikat,
mengutamakan dialog terbuka dan rasa saling menghormati antar peserta. APEC memiliki 21
anggota yang menyumbang sekitar 40 persen dari populasi dunia, sekitar 55 persen dari GDP
dunia dan sekitar 44 persen dari perdagangan dunia.6 APEC juga merupakan forum utama
untuk liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia-Pasifik dan telah menetapkan
target untuk perdagangan bebas dan terbuka selambat-lambatnya tahun 2010 untuk negara-
negara industri, dan 2020 untuk ekonomi berkembang.7
Isu pariwisata berkelanjutan merupakan salah satu isu utama dalam setiap pertemuan
APEC. Pariwisata berkelanjutan merupakan pendorong utama ekonomi untuk kawasan Asia-
Pasifik, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi dan pembangunan. Sebagai
langkah konkret, negara anggota APEC sepakat membentuk Tourism Working Group
(TWG) pada tahun 1991. Forum ini telah bersama-sama untuk berbagi informasi, bertukar
pandangan dan mengembangkan bidang kerjasama perdagangan pariwisata dan kebijakan.
Tujuannya dari kelompok ini adalah untuk mendorong pembangunan ekonomi di kawasan
Asia-Pasifik melalui pariwisata yang berkelanjutan, mengakui bahwa: pariwisata merupakan
salah satu industri yang paling cepat di wilayah ini berkembang dan mempunyai arti penting
bagi pembangunan ekonomi ekonomi APEC, pariwisata adalah penting dalam
mengembangkan pemahaman regional dan kerjasama, industri pariwisata di negara anggota
berada pada tingkat perkembangan yang berbeda, dan negara anggota berbagi tujuan umum
dari pengembangan kualitas dan pelayanan.8
Pentingnya isu pembangunan berkelanjutan dapat terlihat dari visi pemimpin ekonomi
APEC yang terlihat melalui deklarasi di Blake Island, Seattle, Amerika Serikat pada bulan
November 1993. Para pemimpin tersebut mengatakan bahwa “Lingkungan kita meningkat
seperti yang kita melindungi kualitas udara, air dan ruang hijau dan mengelola sumber daya
energi kita dan sumber daya terbarukan untuk menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan
dan memberikan masa depan yang lebih aman bagi rakyat kita". Tak ayal, pernyataan ini
memberikan kewajiban untuk APEC dalam bekerjasama secara intensif dengan
6 Coba lihat http://www.apec.org/About-Us/About-APEC/History.aspx diunduh pada 9 Februari 2013
7 Coba lihat dalam http://www.apec.org/About-Us/About-APEC/Achievements-and-Benefits.aspx
diunduh pada 10 Februari 2013 8 Coba lihat dalam http://www.apec.org/Home/Groups/SOM-Steering-Committee-on-Economic-and-
Technical-Cooperation/Working-Groups/Tourism diunduh pada 10 Februari 2013.
7
memprioritaskan pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.9
Keberadaan forum APEC yang memberikan perhatian lebih terhadap isu pariwisata
berkelanjutan dapat menjadi momentum berharga dalam menguatkan pengaturan pariwisata
berkelanjutan di Indonesia. Pola pengelolaan pariwisata yang eksploitatif dan komersiil telah
menghadirkan sederet dampak negatif baik bersifat ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan
hidup. Dengan demikian, Indonesia harus memanfaatkan momentum ini untuk mengajak
negara-negara anggota APEC untuk menggelorakan kembali komitmen pembangunan
berkelanjutan dalam pariwisata. Tak dapat disangkal bahwa beberapa negara anggota
memiliki andil dalam proses degradatif kondisi pariwisata Indonesia, terutama ketika mereka
secara proaktif ikut meramaikan industri pariwisata melalui kehadiran secara komersiil di
wilayah Indonesia.
Berangkat dari kerisauan di atas, maka penelitian ini mengambil judul “Signifikansi
Peran Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) bagi Penguatan Pengaturan
Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dalam mencermati dan membahas tentang Signifikansi Peran Asia-Pacific Economic
Cooperation (APEC) bagi Penguatan Pengaturan Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia,
terdapat dua permasalahan yang menjadi fokus perhatian penelitian ini yaitu:
1. Mengapa forum APEC dapat dijadikan sebagai sarana penguatan pengaturan
pariwisata berkelanjutan di Indonesia?
2. Bagaimanakah peran Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) dalam
menguatkan pengaturan pariwisata berkelanjutan di Indonesia?
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah dan Konsep Pengaturan Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan:
Perspektif Internasional dan Nasional
Sejatinya, pembangunan berkelanjutan merupakan konsep alternatif yang bersifat
kontradiktif bagi konsep pembangunan konservatif. Terdapat sederet persyaratan kompulsif
di dalamnya seperti pemberian skala prioritas dari sisi ekologis, pemenuhan kebutuhan dasar
manusia, prinsip keadilan bagi generasi mendatang, dan penentuan nasib sendiri bagi
masyarakat setempat. Menelusuri jejak sejarahnya, konsep pembangunan berkelanjutan
pertama kali tercetus dalam konferensi di Stockholm pada tahun 1972 tentang “Stockholm
9 Coba lihat http://www.apec.org/Home/Groups/Other-Groups/Sustainable-Development.aspx diunduh
pada 10 Februari 2013
8
Conference on Human and Environment”. Secara singkat definisi pembangunan
berkelanjutan adalah: Sustainable development is defined as a process of meeting the present
needs without compromising the ability of the future generations to meet their own needs.
Dalam perkembangan selanjutnya, Pacific Ministers Conference on Tourism and
Environment di Maldivest tahun 1997 lantas menyebutkan prinsip-prinsip pariwisata
berkelanjutan yang meliputi kesejahteraan lokal, penciptaan lapangan kerja, konservasi
sumber daya alam, pemeliharaan dan peningkatan kualitas hidup, serta keseimbangan inter
dan antar generasi dalam distribusi kesejahteraan. Sebagai proses tindak lanjut, Konferensi
Dunia tentang Pariwisata Berkelanjutan pada tahun 1995 merumuskan secara elaboratif
Piagam Pariwisata Berkelanjutan yang isinya sebagai berikut:
1. Pembangunan pariwisata harus berdasarkan kriteria keberlanjutan yang antara lain
dapat didukung secara ekologis dalam waktu yang lama, layak secara ekonomi, adil
secara etika dan sosial bagi masyarakat setempat.
2. Pariwisata harus berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan dan diintegrasikan
dengan lingkungan alam, budaya, dan manusia.
3. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat setempat harus mengambil
tindakan reaktif untuk mengintegrasikan perencanaan pariwisata kedalam
pembangunan berkelanjutan.
4. Pemerintah dan organisasi multilateral harus memprioritaskan dan memperkuat
bantuan terhadap proyek-proyek pariwisata yang berkontribusi bagi perbaikan
kualitas lingkungan.
5. Ruang-ruang dengan lingkungan dan budaya yang rentan saat ini maupun di masa
depan harus diberi prioritas khusus dalam hal kerjasama teknis dan bantuan keuangan
untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan.
6. Promosi atau dukungan terhadap berbagai bentuk alternatif kegiatan pariwisata yang
sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
7. Pemerintah harus mendukung dan berpartisipasi dalam penciptaan jaringan untuk
penelitian, diseminasi informasi, dan transfer pengetahuan tentang pariwisata dan
teknologi pariwisata berkelanjutan.
8. Penetapan kebijakan pariwisata berkelanjutan memerlukan dukungan dan sistem
pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan, studi kelayakan untuk transformasi
sektor, dan pelaksanaan berbagai proyek percontohan dan pengembangan program
kerjasama internasional.
9
Berdasarkan kerangka postulasi tersebut, maka langkah strategis selanjutnya adalah
menjabarkannya dalam serangkaian kebijakan yang tentunya berikhtiar untuk mendorong,
memperkuat, dan menegakkan konsep pengembangan pariwisata secara berkelanjutan.
Dalam tataran nasional, Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam konsideran mengamanatkan bahwa pembangunan
ekonomi nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan. Selanjutnya, pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai
upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Menyentuh sektor pariwisata, Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan mengamanatkan bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan,
dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama,
budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta
kepentingan nasional. Pasal 2 lalu menegaskan bahwa salah satu prinsip penyelenggaraan
kepariwisataan adalah berkelanjutan.
Beranjak dari serangkaian konstruksi di atas, pengembangan pariwisata berkelanjutan
merupakan suatu serangkaian proses secara terukur dan terencana yang berikhtiar untuk
memenuhi kebutuhan di masa sekarang untuk selanjutnya diwariskan kepada generasi
mendatang. Pada spektrum ideal selanjutnya, generasi sekarang dan generasi yang akan
datang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati alam beserta isinya ini.
Untuk itulah dibutuhkan suatu instrumen kebijakan yang efektif, transparan, terperinci
dan terpadu sebagai pengejahwantahan prinsip good governance.yang melibatkan partisipasi
aktif dan seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata.
2.2 Urgensi APEC sebagai Forum Kerjasama Internasional
Forum kerjasama Internasional Asia Pacific Economic Cooperation yang dalam
penulisan selanjutnya disebut APEC lahir atas cetusan ide mantan Perdana Menteri
Australia, Bob Hawke. Forum ini merupakan forum kerja sama ekonomi yang bersifat
terbuka, informal, tidak mengikat, dan tetap berjalan searah dengan aturan WTO (World
Trade Organization). Pertemuan pertama diadakan pada bulan Januari 1989 di Canberra,
Australia yang dihadiri oleh 12 negara, yaitu enam negara anggota ASEAN, Kanada,
10
Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang, yang secara resmi
menyepakati pendirian APEC. Pertemuan ini menyetujui beberapa hal, antara lain:10
1. APEC didirikan bukan menjadi suatu blok perdagangan;
2. Kerja sama ini akan terpusat pada hal-hal praktis yang bertujuan menguatkan
saling ketergantungan ekonomi di kawasan Asia Pasifik.
Pertemuan pertama ini juga merumuskan visi APEC, yaitu untuk mewujudkan
komunitas ekonomi Asia Pasifik yang berdasarkan pada semangat keterbukaan dan
kemitraan, serta upaya kerja sama untuk menghadapi tantangan perubahan, pertukaran
barang, jasa dan investasi secara bebas, pertumbuhan ekonomi yang luas serta standar
kehidupan dan pendidikan yang jauh lebih tinggi, dan pertumbuhan yang berkesinambungan
dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan. 11
Sebagai satu-satunya forum yang hanya bersifat mengikat secara moral dan politik,
Negara-negara anggota APEC memiliki jumlah penduduk sebesar 2,7 miliar atau 40% dari
jumlah penduduk dunia, memiliki USD 16,8 triliun pada perdagangan intra kawasan atau 44
dari total keseluruhan perdagangan dunia. Berdasarkan purchasing power parity (PPP)
jumlah GDP di kawasan sebesar USD 35,8 triliun atau 53% dari total GDP dunia.12
Dengan
proporsi kontribusi seperti itu, tentu keberadaan APEC memiliki peran strategis bagi
Indonesia dalam mengimplementasikan politik luar negeri bebas aktif sekaligus
meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam pergaulan internasional. Tidak hanya itu, peran
aktif Indonesia dalam APEC harus memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan sektor-
sektor vital yang berpengaruh pada laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dari sisi perdagangan, total perdagangan Indonesia di tahun 1989 ke seluruh ekonomi
anggota APEC adalah 29,9 milyar dollar, atau sekitar 78% dari total perdagangan Indonesia
ke seluruh dunia. Di tahun 2011, ekspor Indonesia ke seluruh ekonomi anggota APEC
mencapai 289,3 milyar dollar, atau sekitar 75% dari total perdagangan Indonesia ke seluruh
dunia. Dengan demikian, telah terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat, dari tahun 1989 ke
tahun 2011. Nilai investasi dari ekonomi APEC ke Indonesia pada tahun 2010, berjumlah
9,26 milyar dolar dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 10,7 milyar dolar. Selain itu, pada
10 Coba lihat dalam http://www.apec.org/About-Us/About-APEC/Achievements-and-Benefits.aspx
diunduh pada 12 Februari 2013 11
Coba lihat dalam http://www.apec.org/About-Us/About-APEC/History.aspx diunduh pada 11 Februari 2013
12 Coba Lihat”APEC 2013: Indonsia Harus Bilang Wow Gitu dalam
http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/14/apec-2013-indonesia-harus-bilang-wow-gitu-486810.html diunduh
pada 12 Februari 2013
11
tahun 2011, 10 dari 20 anggota ekonomi APEC termasuk dalam 20 investor terbesar
Indonesia.13
Merujuk pada hasil kesepakatan APEC Summit 2011, para pemimpin negara anggota
APEC sepakat untuk mengembangkan daftar barang ramah lingkungan demi mendukung
pertumbuhan ekonomi hijau, termasuk juga untuk mengurangi tarif rata-rata hingga lima
persen atau kurang hingga pada akhir 2015.14 Dengan kata lain, semenjak 2011, negara-
negara anggota APEC menyepakati keberadaan green growth yang harus dielaborasi melalui
pola-pola pengelolaan pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Memasuki tahun 2013, Indonesia telah mengawali peran sebagai pemimpin APEC
dan telah menentukan lokasi pertemuan APEC Summit 2013 di Bali pada pertengahan
Oktober 2013. Mengusung tema "Resilient Asia-Pasific, Engine of Global Growth",
kepemimpinan Indonesia ini akan dimanfaatkan untuk mengusung suatu visi bagi kawasan
Asia Pasifik untuk mewujudkan kawasan yang tangguh, berketahanan, dan ketahanan di
tengah krisis ekonomi. Pada alur ekspektasi berikutnya, perwujudan visi ini diharapkan dapat
menjadikan kawasan Asia Pasifik sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia.15
Tema-
tema yang diangkat dalam pertemuan APEC ini antara lain: Attaining the Bogor Goals
(mewujudkan Bogor Goals); Sustainable Growth with Equity (mencapai pertumbuhan yang
berkelanjutan dan merata); dan Promoting Connectivity (memperkuat konektivitas).16
2.3 Kerangka Teori
2.3.1. Teori Negara Welfare State dan Konstruksi Pengaturan Pengelolaan Pariwisata
Berkelanjutan
Teori Negara Welfare State ini akan digunakan sebagai pisau analisis dalam
menjawab permasalahan pertama tentang mengapa forum APEC dapat dijadikan sebagai
sarana penguatan pengaturan pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Teori negara Welfare
State merupakan fenomena penting di akhir abad ke-19 dengan gagasan bahwa Negara
13
Coba Lihat “ Indonesia Tuan Rumah Pertemuan APEC 2013 dalam
http://www.gatra.com/ekonomi/23598-indonesia-tuan-rumah-pertemuan-apec-2013.html diunduh pada 12
Februari 2013. 14
Coba lihat dalam “KTT ASEAN Rumuskan Langkah Sesuai Hasil APEC dalam
http://www.gatra.com/internasional/amerika/4703-ktt-asean-rumuskan-langkah-sesuai-hasil-apec.html diunduh
pada 11 Februari 2013 15
Coba lihat” Pemimpin dan Serikat Pekerja Se-Asia-Pasifik Disarankan Duduk Bersama” dalam
http://www.medanbisnisdaily.com/new/news/read/2013/01/16/7395/pemimpin_dan_serikat_pekerja_se-asia_pasifik_disarankan_duduk_bersama/ diunduh pada 11 Februari 2013
16 Coba lihat dalam “Tuan Rumah APEC 2013: Indonesia Gelar Pertemuan Tingkat Pejabat dalam
http://www.pedomannews.com/asean/19231-tuan-rumah-apec-2013-indonesia-gelar-pertemuan-tingkat-pejabat
diunduh pada 14 Februari 2013.
12
didorong untuk semakin meningkatkan perannya dalam mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi masyarakat, termasuk masalah-masalah perekonomian yang dalam tradisi
liberalisme sebelumnya cenderung dianggap sebagai urusan masyarakat sendiri.17
Ketika
bangsa memasuki konsep Welfare State, tuntutan terhadap intervensi pemerintah melalui
pembentukan hukum yang melindungi pihak yang lemah sangatlah kuat.18
Pada periode ini,
negara mulai memperhatikan antara lain kepentingan tenaga kerja, konsumen, usaha kecil
dan lingkungan hidup.19
Terkait dengan konstruksi pengaturan pengelolaaan pariwisata berkelanjutan,
pemerintah selaku pemilik legitimasi dan pengambil keputusan dan sejalan dengan teori
Negara Welfare State, harus mendorong dan memperkuat pengaturan pengelolaan pariwisata
berkelanjutan baik dari sisi ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup. Eksistensi APEC
ini harus dimanfaatkan dalam upaya penyadaran dan penguatan terhadap pengelolaan
pariwisata berkelanjutan secara internasional dan menggalang dukungan dari Negara-negara
anggota APEC untuk menyelamatkan masa depan industri pariwisata Indonesia.
2.3.2 Teori Social Engineering dan Rekonstruksi Pengaturan Pengelolaan Pariwisata
Berkelanjutan
Teori mengenai social engineering ini akan digunakan untuk menjawab
permasalahan kedua mengenai bagaimanakah signifikansi peran Asia-Pacific Economic
Cooperation (APEC) bagi penguatan pengaturan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
Pemerintah dituntut untuk menetapkan suatu strategi yang dalam konteks ini adalah pelibatan
forum APEC dalam menguatkan pengaturan sebagai sarana sosial engineering khususnya
terkait fenomena perubahan yang terjadi sebagai hasil dari implementasi strategi yang telah
dilakukan.
Teori ini dikemukakan oleh Roscoe Pound dengan teori law is a tool of social
engineering yang menyatakan bahwa hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu
lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial.20
Ini
berarti hukum harus dipandang bukan sebagai keadaan tetapi suatu proses. Dan bahwa
hukum itu hendaknya dihubungkan dengan fakta-fakta sosial dimana hukum itu dibuat dan
17 Jimly Asshiddiqie,2000. Pergeseran-pergeseran Kekuasaan Legislatif & Eksekutif,
Jakarta:Universitas Indonesia, h. 97
18
Erman Rajagukguk,2000. Peranan hukum di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan Ekonomi
dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Jakarta: Universitas Indonesia, h. 14 19
Karen S. Fishman,1986. An Overview of Consumer Law dalam Donald P. Rothschild & David W
Carroll: Consumer Protection Reporting Service, Maryland, h.7-9
20
Roscoe Pound dalam Soejono Soekanto,1980. Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali, ,h.
37.
13
ditujukan.21 Dengan pendapatnya tersebut Roscoe Pound digolongkan ke dalam aliran
Pragmatic Legal Realism, disamping dimasukkan pula dalam aliran Sociological
Jurisprudence.22
Konstruksi inilah yang sering dikatakan sebagai social engineering dimana orientasi
hukum dimaksudkan untuk menimbulkan perubahan-perubahan sosial dalam tingkah laku
anggota masyarakat. Dengan demikian, sistem hukum yang ada sebisa mungkin
mempertahankan kelangsungan hidup di tengah-tengah tarikan perubahan-perubahan.
Tantangan ini bisa dijawab dengan memberikan jawaban, atau hancur, atau mampu
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan tersebut sehingga bisa mempertahankan
kelangsungan hidupnya.23
Pada konsep sistem perkonomian di dunia, perubahan-perubahan yang terjadi adalah
menuju ke dalam suasana perubahan ke arah sistem ekonomi kapitalis, yang dalam sistem
tersebut kapital yang dimiliki seseorang mendorong dan merangsang pemupukan kapital yang
lebih besar. Sebagai ilustrasi, suatu konsep hukum baru fungsinya adalah memiliki dan
menguasai. Kalau dulu konsep memiliki itu hanya memberikan kekuasaan untuk
menggunakan barang menurut kehendaknya, sekarang sudah dirubah menjadi kekuasaan
serta dominasi atas orang.24
Terkait dengan penelitian ini, maka perubahan pengaturan pasti akan terjadi sebagai
implikasi pelaksanaan strategi penguatan pengaturan pariwisata berkelanjutan. Disinilah
dibutuhkan suatu pengaturan yang bersifat sebagai social engineering yang mampu
mengakomodiir dan menjangkau seluruh aspek pembangunan berkelanjutan di sektor
pariwisata dan menggalang dukungan secara internasional dari Negara-negara anggota
APEC.
21
Roscoe Pound dalam Mulyana W. Kusumah,1981. Beberapa Perkembangan& Masalah Dalam
Sosiologi Hukum, Bandung: Alumni, h.3
dalam Edgar Bodenheimer, 1978. Seventy-Five Years Of Evolution In Legal Philosophy, American
Jurnal of Jurisprudence, h.191 disebutkan bahwa upaya membuat dan menerapkan hukum sebagai social
engineering memerlukan peran aktif pemerintah. Disini pemerintah dapat melakukan upaya paksaan agar social
engineering tersebut memperoleh pengakuan dalam masyarakat. Hal ini juga dibenarkan oleh Mochtar
Kusumaatmadja dalam Soetandyo Wignjoesoebroto, 1995. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, Jakarta:
Raja Grafindo Persada,h. 231 yang menyatakan bahwa pendayagunaan hokum sebagai sarana merekayasa
masyarakat adalah menurut skenario kebijakan pemerintah. 22
Lili Rasjidi&Ira Rasjidi, 2001. Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti,
,h. 68 23
Satjipto Rahardjo, op.cit., h. 194 24
ibid
14
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan
Pada langkah pertama, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan
menganalisis keberadaan forum APEC sebagai sarana penguatan pengaturan pariwisata
berkelanjutan di Indonesia. Kedua, penelitian ini bertujuan menganalisis peran Asia-Pacific
Economic Cooperation (APEC) dalam menguatkan pengaturan pariwisata berkelanjutan di
Indonesia.
3.2 Manfaat
Terdapat beberapa manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini. Bagi
masyarakat, penelitian ini akan memberikan pengetahuan dan informasi yang berharga terkait
keberadaan forum APEC sebagai sarana penguatan pengaturan pariwisata berkelanjutan di
Indonesia. Bagi pemerintah, penelitian ini bermanfaat dalam membantu pemerintah untuk
terus bekerjasama secara intensif dalam forum APEC dan menjadikannya sebagai sarana
dalam menguatkan pengaturan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan
Secara umum penelitian yang diambil disini adalah penelitian hukum normatif
(normative legal research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji peraturan-
perundang-undangan yang berlaku atau diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum
tertentu. Soerjono Soekanto mengidentikkan penelitian hukum normatif tersebut sebagai
penelitian hukum kepustakaan, yang mencakup penelitian terhadap asas- asas hukum,
sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan
hukum, serta sejarah hukum.25
Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis tata hukum positif untuk
memahami ius constitutum yang dalam konteks ini adalah konstruksi pengaturan pariwisata
berkelanjutan di Indonesia. Tidak hanya itu, penelitian ini juga merupakan penelitian dalam
asas-asas hukum untuk menemukan ius constituendum yang dalam penelitian ini terlihat
dalam menganalisis signifikansi peran Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) bagi
penguatan pengaturan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
4.2. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.12.
15
Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah jenis data
sekunder yang dalam penelitian ini dijadikan bahan utama.26
Data ini diperoleh dari sumber
kepustakaan. Macam data hukum dalam penelitian ini antara lain:
a. Bahan Hukum Primer: yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma
atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan-peraturan perundang-undangan yang
mengatur pengelolaan pariwisata berkelanjutan dalam dimensi nasional dan
internasional, yang terdiri atas:
1. Undang-undang No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan
2. Undnag-undang N0.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
3. Undang-undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan
4. Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
5. Hasil Kesepakatan Stockholm Conference on Human and Environment 1972
6. Hasil Kesepakatan Pacific Ministers Conference on Tourism and Environment
1997
7. Hasil Kesepakatan Working Group on Tourism APEC 2010, 2011, 2012,
2013, dan 2014.
b. Bahan hukum sekunder: yaitu bahan-bahan hokum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer yang ada sehingga dapat dilakukan
analisis dan pemahaman yang lebih mendalam, yang terdiri atas: 27
1. Penjelasan dari peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai bahan
hukum primer;
2. Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan mengenai pengaturan
pengelolaan pariwisata berkelanjutan dan keberadaan APEC.
3. Hasil-hasil penelitian tentang pengaturan pengelolaan pariwisata berkelanjutan
dan keberadaan APEC.
4. Kasus-kasus yang ada di berbagai laporan.
5. Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian penulis
6. Artikel atau tulisan dari para ahli
7. Sarana elektronika yang membahas tentang pengaturan pengelolaan pariwisata
berkelanjutan.
26
Soejono dan H. Abdurahman, op.cit., h.57 27
S. Soekanto dan Sri Mamudji, 2003.Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta
:Raja Grafindo Persada, h.23
16
c. Bahan hukum tersier: bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdapat dalam
penelitian yaitu: 28
1. Kamus Bahasa Indonesia
2. Kamus Hukum
3. Kamus Ilmiah Populer
4.3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah dengan cara menggali
kerangka normatif menggunakan buku-buku yang membahas tentang pengaturan pengelolaan
pariwisata berkelanjutan dan eksistensi APEC sebagai forum kerjasama internasional.
a. Bahan Hukum Primer didapat dengan cara:
Mempelajari ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang pengelolaan pariwisata
berkelanjutan.
b. Bahan Hukum Sekunder didapat dengan cara:
1. Mengutip penjelasan dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan
2. Menelusuri pendapat para ahli hukum dan para ahli yang berkompeten dalam
penelitian penulis yang ada di buku-buku pustaka.
3. Melakukan akses di internet atau tulisan artikel yang berkaitan.
4.4. Metode Analisis Bahan Hukum
Berbagai informasi dan bahan yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan
menggunakan metode analisis isi (content analysis).29
Metode ini menguraikan materi
peristiwa hukum atau produk hukum secara rinci guna memudahkan interpretasi dalam
pembahasan. Terdapat dua content analysis method, yaitu:30
1. Tinjauan Yuridis, yaitu suatu bentuk analisis dari berbagai aspek dan
mengungkapkan segi positif dan negatif suatu produk hukum dengan
menitiberatkan pada penggunaan data sekunder yakni produk hukum.
2. Analisis Yuridis, yaitu suatu bentuk analisis dari berbagai aspek dan
mengungkapkan segi positif dan negatif suatu produk hukum dengan
menitiberatkan pada penggunaan data primer yang bersumber dari para intelektual
dan lapisan masyarakat bawah serta data sekunder.
28
ibid, h.56 29
Valerina JL Kriekhoff, Analisis Kontent Dalam Penelitian Hukum : Suatu Telaah Awal, Era Hukum No.6
Tahun 2002.hlm. 27 30
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.1 (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004),
hlm. 52
17
Penelitian ini lebih menitikberatkan pada tinjauan yuridis dengan mengungkapkan sisi
negatif dalam suatu peraturan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.seperti potensi kekaburan
norma dan konflik norma dalam pengaturan pariwisata berkelanjutan sehingga membutuhkan
forum APEC dalam memperkuat pengaturan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Signifikasi Isu Pariwisata Berkelanjutan dalam APEC
Negara-negara anggota APEC mengakui bahwa pembangunan pariwisata
berkelanjutan merupakan pendorong utama ekonomi untuk kawasan Asia-Pasifik,
menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi dan pembangunan.
Untuk membantu mempromosikan pertumbuhan dalam perjalanan dan pariwisata di wilayah
tersebut, Tourism Working Group (TWG) dibentuk pada tahun 1991. Tentu ini akan media
untuk berbagi informasi, bertukar pandangan dan mengembangkan bidang kerjasama
perdagangan pariwisata dan kebijakan.31
TWG memiliki tujuan untuk mendorong pembangunan ekonomi di kawasan Asia-
Pasifik melalui pariwisata yang berkelanjutan, mengakui pariwisata merupakan salah satu
industri yang paling cepat berkembang di wilayah ini dan mempunyai arti penting bagi
pembangunan ekonomi ekonomi APEC, pariwisata adalah penting dalam mengembangkan
pemahaman regional dan kerjasama, industri pariwisata di negara anggota berada pada
tingkat perkembangan yang berbeda.32
Sebagai langkah konkret, Piagam Pariwisata APEC, disahkan pada Rapat Pariwisata
1st Menteri di Korea pada tahun 2000. Hal ini merupakan dasar bagi kerjasama pariwisata
APEC. Piagam tersebut mencerminkan komitmen bersama untuk meningkatkan ekonomi,
budaya, sosial dan lingkungan kesejahteraan ekonomi anggota APEC melalui pariwisata. Ini
menetapkan empat tujuan kebijakan utama dan proses yang disepakati untuk mewujudkan
tujuan tersebut antara lain: Penghapusan hambatan untuk usaha pariwisata dan investasi,
Meningkatkan mobilitas pengunjung dan permintaan akan barang dan jasa pariwisata,
Meningkatkan pengakuan dan pemahaman tentang pariwisata sebagai kendaraan untuk
pembangunan ekonomi dan sosial.33
31
Coba lihat dalam
http://www.ret.gov.au/tourism/policies/nltts/workinggrps/Indigenous/Pages/default.aspx diunduh pada 15 Februari 2013.
32 Coba lihat dalm http://www.apec.org/Home/Groups/SOM-Steering-Committee-on-Economic-and-
Technical-Cooperation/Working-Groups/Tourism diunduh pada 12 Februari 2013 33
ibid
18
Pada 2012, tiga kesepakatan dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan oleh
negara-negara anggota APEC meliputi: 34
1. Menciptakan Peluang Bisnis Pertumbuhan Ekonomi di bidang pariwisata. Proyek
ini bertujuan untuk mengidentifikasi peluang pertumbuhan bisnis dan tantangan
yang perlu ditangani.
2. Penyelenggaraan konferensi dalam meningkatkan pengembangan pariwisata dan
konektivitas Air Transport di Wilayah Asia-Pasifik.
3. Penguatan pembangunan berkelanjutan di sektor pariwisata. Proyek ini bertujuan
untuk mengidentifikasi dan mempromosikan penerapan prinsip pariwisata yang
berkelanjutan bagi bisnis pariwisata.
5.2 Peran APEC dalam pengaturan pariwisata berkelanjutan di Indonesia.
5.2.1 Peran dalam Perumusan Pengaturan Pariwisata Berkelanjutan
5.2.2 Peran dalam Pelaksanaan Pengaturan Pariwisata Berkelanjutan
5.2.3 Peran dalam Penegakan Pengaturan Pariwisata Berkelanjutan
VI. RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA
DAFTAR PUSTAKA
Adolf,Huala,1997. Hukum Ekonomi Internasional, Suatu Pengantar, Jakarta :Raja Grafindo
Persada.
Ali, Achmad ,2002. Menguak Tabir Hukum,Jakarta: Toko Gunung Agung
Bain, Gofar.2001. Uruguay Round dan Sistem Perdagangan Masa Depan, Jakarta
:Djambatan
Bodenheimer,Edgar 1978. Seventy-Five Years Of Evolution In Legal Philosophy, tanpa kota: American Jurnal of Jurisprudence
Campbell,Henry.1990. Black’s Law Dictionary, Paul West Publishing Co
Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral Direktorat Jenderal Multilateral
Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan Departemen Luar Negeri, 2005. Sekilas WTO
(edisi ketiga), Jakarta: Deplu RI.
34
Coba lihat dalam http://www.apec.org/Home/Groups/Other-Groups/Sustainable-Development.aspx
diunduh pada 12 Februari 2013
19
Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional, Departemen Perdagangan RI, 1997. Kamus
Lengkap Perdagangan Internasional, Jakarta: Departemen Perdagangan RI.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------,1998.
Perkembangan Tatanan Perdagangan Dunia, Jakarta: Departemen Perdagangan RI
Direktorat Jenderal Pariwisata,1990. Pengantar Pariwisata Indonesia, Jakarta
Dixon, Martin & Mccorquodale, Robert, 1991. Cases & Materials on International Law, London: Blackstone Press Limited
Hamid, Edy Suandi dan M.B. Hendrie Anto,2000. Ekonomi Indonesia Memasuki Milenium
III, Jakarta:UI-Press.
Hartono, Sunarjati. 1991. Kapita Selekta Perbandingan Hukum, Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Hadjon, Philipus M, 1988. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina
Ilmu.
Indrati Soeprapto,Maria Farida. 1998, Ilmu Perundang-undangan: Dasar-Dasar dan
Pembentukannya, Yogyakarta :Kanisius.
J.G Starke, 2001. Pengantar Hukum Internasional 1, Diterjemahkan oleh Bambang Iriana
Djaatmadja. Jakarta :Sinar Grafika.
--------------. 2001. Pengantar Hukum Internasional 2, Diterjemahkan oleh Bambang Iriana Djaatmadja Jakarta :Sinar Grafika
J. Spillane,James,1990. Ekonomi Pariwisata,Yogyakarta: Kanisius.
Kartadjomena,H.S,1996. GATT dan WTO, Sistem Forum dan Lembaga Internasional Di
Bidang Perdagangan, Jakarta: UI-Press.
--------------------, 1997.GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, Jakarta:UI-Press.
Kusumah,Mulyana W,1981. Beberapa Perkembangan & Masalah Dalam Sosiologi Hukum,
Bandung:Alumni.
Kusumaatmadja, Mochtar, 1990. Pengantar Hukum Internasional, Bandung :Bina Cipta
Lindert, Kindleberger ,2003. Ekonomi Internasional Indonesia,Diterjemahkan oleh Arifin
Sitompul Jakarta: Erlangga.
Masud Khasan Abdul Qohar,tanpa tahun Kamus Istilah Ilmiah Indonesia, Jakarta :Bintang
Pelajar.
Marpaung,Happy,2002. Pengetahuan Kepariwisataan, Bandung:Alfabeta.
Mardiasmo,2002. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta : Penerbit ANDI.
20
McCoubrey Hilairedan D. White, Nigel,1999. Textbook On Jurisprudence, London:
Blackstone Press Limited
Meier, Gerald M,1985. Ekonomi Pembangunan Negara Berkembang: Teori dan
Kebijaksanaan, diterjemahkan oleh Sahat Simamora, Jakarta: Bina Aksara.
Panglaykim,Jusuf,1985. Bisnis Internasional dalam Lingkungan yang Berubah, Jakarta :Sinar
Harapan.
Pasha, Kamal Musthafa dkk, 2003. Pancasila, Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosofis,
Yogyakarta : Citra Karsa Mandiri.
Pendit, Nyoman S. 2003. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, Jakarta: Pradnya
Paramitha.
P. Todaro,Michael,1995. Ekonomi Untuk Negara Berkembang, Diterjemahkan oleh Haris
Munandar. Jakarta:Bumi Aksara.
Rahardjo, Satjipto, 1996 .Ilmu Hukum, Bandung :Citra Aditya Bakti
Erman Rajagukguk, 2000. Peranan Hukum di Indonesia: Menjaga Persatuan, Memulihkan
Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Rakhmawati,N.Rosyidah,2002. Diktat Mata Kuliah Penanaman Modal, Malang :FH-
Unibraw.
---------------------------------2004 Diktat Hukum Ekonomi Internasional,Malang: FH-
UNIBRAW
Rajidi,Lili dan Wyasa,I.B Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung :Mandar Maju.
Rasjidi, Lili & Rasjidi Ira,2001. Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Salvatore, Dominick, 1997 Ekonomi Internasional, Diterjemahkan oleh Rudy Sitompul
Jakarta:Erlangga.
Sampford, Charles, 1989. The Disorder of Law: A Critique of Legal Theory, New York: Basil
Blackwell Inc.
Sidharta, Bernard Arief ,2000. Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Mandar Maju,
Bandung, 2000
Siregar, Mahmul. 2005. Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal, Medan: Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Soekanto,Soejono,1980. Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta:Rajawali.
--------------------,1986., Pengantar Penelitian Hukum Normatif,Jakarta: Rajawali Pers
21
Soemitro,Ronny Hanitijo,1990. Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta:Ghalia
Indonesia.
Suhendro, 2005. Hukum Investasi Di Era Otonomi Daerah, Yogyakarta: Gita Nagari
Sumantoro,1986. Hukum Ekonomi, Jakarta :UI-Press.
Sunny, Ismail dan Rochmat, Radioro 1968. Tinjauan dan Pembahasan Undang-Undang
Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, Jakarta : Pradnya Paramita.
Syam Noor, Mohammad, 1998., Penjabaran Filsafat Pancasila Dalam Filsafat Hukum,
Malang :Laboratorium Pancasila IKIP Malang.
Syahrir, 2004. Transisi Menuju Indonesia Baru, Jakarta: Yayasan Indonesia Baru
Todaro,Michael P. 1983, Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Diterjemahkan oleh Haris
Munandar, Jakarta : Ghalia Indonesia
Tim Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1997. Refleksi Pancasila Dalam Pembangunan,
Surabaya: Usaha Nasional
Tjiptoherijanto,Prijono,1997. Prospek Perekonomian Indonesia dalam Rangka Globalisasi,
Jakarta:Rineka Cipta.
Tsani, Mohd. Bursan 1990., Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta :Liberty
Valerina JL Kriekhoff, Analisis Kontent Dalam Penelitian Hukum : Suatu Telaah Awal, Era
Hukum No.6 Tahun 2002.
Warassih Esmi, 2005., Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: Suryandaru Utama
-------------------- 2004. Diktat Mata Kuliah Metode Penelitian Hukum, Semarang, Tidak
Dipublikasikan
Wijaya, I.G. Rai ,2000. Penanaman Modal, Jakrta :Pradnya Paramita
Wignjosoebroto, Soetandyo, 1995. Dari Hukum Kolonial Ke Hukum Nasional, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
-------------------------------------, 2002. Hukum; Paradigma, Metode dan dinamika
Permasalahannya, Jakarta: Elsam Huma.
Wyasa Putra,Ida Bagus (ed), 2003 Hukum Bisnis Pariwisata, Bandung :Refika Aditama
Widiatedja, IGN Parikesit.2010. Liberalisasi Jasa dan Masa Depan Pariwisata Kita. Denpasar: Udayana University Press.
22
-----------------------------------.2010. Bunga Rampai Pemikiran Hukum Kontemporer.
Denpasar: Udayana University Press.
Yuhassarie , Emmy(ed), 2004. Transaksi Perdagangan Internasional: prosiding rangkaian
Lokakarya Terbatas Masalah-masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis
Lainnya; Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum.