SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

92
i SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN AlSiZn TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin Disusun oleh : Aloysius Fidyan Susanto NIM : 035214040 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

Transcript of SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

Page 1: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

i

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al­Si­Zn

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh :

Aloysius Fidyan Susanto

NIM : 035214040

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

Page 2: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

ii

THE PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF

Al­Si­Zn ALLOYS

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements

To Obtain the Sarjana Teknik Degree

In Mechanical Engineering

By :

Aloysius Fidyan Susanto

Student Number : 035214040

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

ENGINEERING FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2007

Page 3: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

iii

TUGAS AKHIR

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al­Si­Zn

Disusun oleh :

Aloysius Fidyan Susanto NIM : 035214040

Telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama

I Gusti Ketut Puja S.T., M.T. Tanggal : 28 Maret 2007

Page 4: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

iv

TUGAS AKHIR

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al­Si­Zn

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Aloysius Fidyan Susanto NIM: 035214040

Telah dipertahankan didepan panitia penguji

Pada tanggal : 14 Maret 2007

dan dinyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Ketua : Ir. Rines Alapan, M.T.

Sekretaris : Budi Setyahandana, S.T., M.T.

Anggota : I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T.

Yogyakarta, 28 Maret 2007

Fakultas Teknik

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Dekan

(Ir.Greg. Heliarko, SJ., SS., B.ST., M.A., M.Sc.)

Page 5: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 15 Maret 2007

Aloysius Fidyan Susanto

Page 6: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

vi

Halaman Persembahan

Tugas Akhir ini aku persembahkan untuk Tuhan

Yesus Kristus Raja Manusia atas talenta dan berkat yang

indah ini.

Almarhum bapakku Hipolitus Kusmarsanto dan

ibuku Aloysia Sukartina atas cinta dan kasih sayang yang

tidak akan ada habisnya, untuk adik-adikku Dicky dan Sylvia

atas perhatian dan pengertiannya.

Pastur Norbert Betan SVD atas semua bantuan

moril maupun materil yang sudah banyak sekali diberikan.

Evarista Susani Fau atas waktu dan cinta yang

sangat berarati.

Get Up, Stand Up Don’t Give Up Keep Fight, JAH

Never Gone Let Us Down

Page 7: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

vii

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari penambahan unsur seng (Zn) terhadap sifat fisis dan mekanis dari paduan aluminium­silikon. Bahan utama pada penelitian ini adalah paduan Al­Si yang didapatkan dari pelek mobil. Bahan utama ini kemudian ditambahkan variasi seng (Zn) sebesar 1%, 2%, 3% dan 4%.

Untuk mengetahui sifat fisisnya maka dilakukan pengamatan struktur mikro, pengamatan struktur makro, pengamatan porositas, pengujian berat jenis dan pengujian komposisi kimia, dan untuk mengetahui sifat mekanisnya dilakukan pengujian tarik dan pengujian kekerasan

Hasil dari penelitian ini mempelihatkan bahwa kekuatan tarik optimal terdapat pada paduan Al­Si dengan variasi Zn sebanyak 2%, sedangkan kekerasan tertinggi terdapatt pada paduan Al­Si dengan variasi Zn sebanyak 4%. Penambahan unsur Zn meningkatkan berat jenis coran.

Page 8: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

viii

KATA PENGANTAR

Kiranya layak bagi saya bersyukur atas kekuatan akal, budi dan perasaan

yang diberikan oleh Sang Pencipta. Karena dengan ”harta” itulah saya mampu

menyelesaikan penelitian dan tulisan ini pada waktu yang tepat

Ketika penelitian yang berjudul ” Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al­Si­

Zn ” ini saya mulai, saya hanya berfikir melakukannya dengan penuh kesenangan

tanpa menafikan kaidah­kaidah ilmiah. Bukan rahasia umum kalo tulisan seperti

ini akhirnya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana teknik.

Dengan segala kegembiraan dan kendala yang saya alami akhirnya tulisan selesai

juga.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini selayaknya pula saya menghaturkan

terima kash kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus Raja Alam Semesta yang selalu menyertai, melindungi,

memberkati dan selalu memberikan kesempatan kepada penulis untuk selalu

berubah menjadi lebih baik dan mempunyai arti dalam kehidupan ini.

2. Alm. Bapakku Hipolitus Kusmarsanto atas cinta dan kasih sayang yang tidak

akan tergantikan oleh apapun.

3. Ibuku Aloysia Sukartina, dan kedua adikku Dicky dan Silvya atas perhatian

4. Ir. Gregorius Heliarko, SJ., SS., B.ST., MA., M.Sc. selaku Dekan Fakultas

Teknik Universitas Sanata Dharma.

5. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin

Universitas Sanata Dharma

Page 9: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

ix

6. I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma

yang telah mendidik dan memberikan berbagai Ilmu Pengetahuan yang

sangat membantu penyelesaian Tugas Akhir ini.

8. Pastur Norbert Betan SVD yang telah banyak memberikan dukungan moril

maupun materil pada keluarga dan penulis.

9. Segenap karyawan dan laboran Fakultas Teknik Mesin Universitas Sanata

Dharma, Mas Martono, Mas Intan, Mas Ronny dan yang lainnya, terima

kasih untuk kerjasamanya selama ini.

10. Rekan­rekan Tugas Akhir yang telah berbagi suka dan duka serta pendorong

dalam penyelesaian Tugas Akhir ini : Ahsanudin, Mei Tri Widiatmoko,

Yusak Adi Nugroho, Jimmy Norel, Robert Bob N. P., dll.

11. Rekan­rekan Teknik Seluruhnya

12. Rekan­rekan yang pernah satu atap.

13. Evarista Susani Fau yang selalu membantu dan menyemangati.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata teriring dengan harapan dari penulis semoga tugas akhir ini dapat

berguna sebagai masukan bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 15 Maret 2007

Aloysius Fidyan Susanto Penulis

Page 10: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. vi

INTISARI.................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

Latar Belakang........................................................................................ 1

Rumusan Masalah ................................................................................... 2

Tujuan Penelitian .................................................................................... 2

Batasan Masalah .................................................................................... 3

BAB II DASAR TEORI ........................................................................... 4

Sejarah Pengecoran ................................................................................. 4

Proses pengecoran................................................................................... 6

Perencanaan pengecoran.............................................................. 6

Pencairan logam .......................................................................... 10

Pembuatan cetakan ...................................................................... 11

Alumunium dan Paduannya..................................................................... 14

Produksi Aluminium.................................................................... 14

Aluminium Murni........................................................................ 17

Paduan Aluminium...................................................................... 19

Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium............................. 23

Tinjauan Pustaka..................................................................................... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................ 28

Diagram Alir ........................................................................................... 28

Jenis Penelitian ....................................................................................... 29

Metode Penelitian ................................................................................... 29

Page 11: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

xi

Data yang Dikumpulkan.......................................................................... 30

Pelaksanaan Pengecoran.......................................................................... 31

Bahan coran................................................................................. 31

Alat­alat yang digunakan ............................................................. 31

Proses peleburan logam ............................................................... 32

Pelepasan hasil coran................................................................... 34

Pembuatan Benda Uji.............................................................................. 35

Peralatan Pengujian................................................................................. 38

Pengujian Hasil Coran............................................................................. 38

Pengujian Tarik ........................................................................... 38

Pengujian Kekerasan ................................................................... 41

Pengamatan Struktur Mikro ........................................................ 44

Pengamatan Struktur Makro ....................................................... 46

Pengamatan Porositas Hasil Coran............................................... 46

Pengujian Berat Jenis Coran ........................................................ 47

Pengujian Komposisi Kimia ........................................................ 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 51

Pengujian Tarik....................................................................................... 51

Pengujian Kekerasan ............................................................................... 53

Pengamatan Struktur Mikro..................................................................... 54

Pengamatan Struktur Makro.................................................................... 57

Pengamatan Porositas.............................................................................. 59

Pengamatan Berat Jenis........................................................................... 63

Pengamatan Komposisi Kimia ................................................................ 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 65

Kesimpulan............................................................................................. 65

Saran....................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 67

LAMPIRAN ................................................................................................ 68

Page 12: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada jaman sekarang ini pemanfaatan barang­barang usang atau barang

rongsokan sangat maju pesat, terlebih pada barang yang mempunyai kemampuan

untuk dibentuk kembali. Aluminium merupakan salah satu bahan yang paling

diminati, selain sifatnya yang tahan terhadap korosi, kekuatan aluminium juga

baik. Sifat aluminium tersebut juga dapat diperbaiki dengan memadukan unsur

lain dengan cara pengecoran. Pemanfaatan aluminium sudah banyak hasilnya,

salah satunya adalah pelek untuk kendaraan bermotor, tetapi untuk mendapatkan

komposisi yang baik harus dilakukan penelitian. Pada penelitian sebelumnya

penambahan unsur tembaga (Cu) dapat meningkatkan kekuatannya (Sigit, 2006),

tetapi menyebabkan porositas yang sangat besar, sedangkan penambahan unsur

magnesium (Mg) dapat meningkatkan kekerasan bahan (Luis, 2006)

Pada penelitian kali ini akan dibahas mengenai pemanfaatan aluminium

bekas yang mungkin hasil dari penelitian ini dapat digunakan. Aluminium yang

digunakan didapat dari pelek mobil yang akan ditambahkan dengan unsur seng

(Zn) yang didapatkan dari baut furnitur yang gagal produksi (reject). Unsur seng

(Zn) yang akan dipadukan bervariasi dari 1%, 2%, 3%, dan 4%. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mendapatkan paduan yang baik dengan pemanfaatan

barang bekas.

Page 13: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

2

Rumusan Masalah

Penelitian ini meneliti perubahan sifat fisis dan mekanis hasil coran

paduan Al­Si dengan variasi kadar seng (Zn), yang mana Al­Si diperoleh dari

pelek mobil, dengan komposisi kadar Al sebanyak 92% dan Si sebanyak 7%.

Coran yang ingin dibuat dan diteliti terdiri dari lima jenis coran, yaitu :

1. Paduan Coran aluminium­silikon (100%)

2. Paduan Coran Al­Si (99%) dengan Zn (1%).

3. Paduan Coran Al­Si (98%) dengan Zn (2%)

4. Paduan Coran Al­Si (97%) dengan Zn (3%)

5. Paduan Coran Al­Si (96%) dengan Zn (4%)

Hasil dari setiap coran akan dibandingkan dan dilihat akibat pengaruh unsur seng

yang ditambahkan, diperkirakan akan membuat paduan Al­Si akan lebih kuat dan

tahan terhadap korosi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh

dari unsur seng (Zn) pada paduan aluminium­silikon terhadap :

1. Pengujian tarik (tegangan dan regangan) hasil coran

2. Pengujian kekerasan Brinell

3. Pengamatan struktur mikro hasil coran

4. Pengamatan struktur makro hasil coran

5. Porositas hasil coran

Page 14: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

3

6. Berat jenis hasil coran.

7. Komposisi kimia

Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan tetap berada dalam jangkauan

penulis, maka perlu adanya batasan masalah. Untuk itu, dalam penelitian tentang “

Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al­Si­Zn ”. Penulis memberikan batasan­batasan

supaya penulisan ini tidak terlalu luas serta mengenai sasaran yang dituju.

Pembatasan penulisan adalah sebagai berikut :

1. Bahan yang akan diteliti adalah Al­Si­Zn maka bahan­bahan

lainnya hanya akan dibahas sekilas saja.

2. Pengecoran aluminium menggunakan cetakan yang terbuat dari

logam (permanent moulding), maka bentuk cetakan yang lainya

tidak akan dibahas di sini

3. Tidak adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh

kecacatan yang terjadi pada penelitian karena penulis lebih

menitik beratkan pada aspek teknik pengecoran

4. Pengujian hasil coran dilakukan sesuai standar yang ada dan

umum dipakai

Page 15: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

4

BAB II

DASAR TEORI

Sejarah Pengecoran

Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan,

kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pengecoran

dimulai ketika manusia mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana

membuat cetakan. Hal itu terjadi kira­kira 4000 sebelum Masehi, sedangkan tahun

yang pasti tidak diketahui. Awal penggunaan logam adalah ketika manusia

membuat perhiasan atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau

mata bajak dengan menempa tembaga. Hal itu dimungkinkan karena logam­logam

ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah dapat

menempanya. Kemudian secara kebetulan manusia menemukan tembaga mencair,

selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair ke dalam cetakan, dengan

demikian untuk pertama kalinya manusia dapat membentuk coran yang rumit,

umpamanya perabot rumah, perhiasan atau hiasan makam. Coran tersebut dibuat

dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik­cairnya

lebih rendah dari tembaga.

Pengecoran perunggu pertama kali dilakukan di Mesopotamia kira­kira

3000 tahun sebelum Masehi, teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan

Cina. Penerusan ke Cina kira­kira 2000 tahun sebelum Masehi, dan dalam zaman

Cina kuno semasa Yin, yaitu kira­kira 1500­1000 tahun sebelum Masehi. Pada

masa itu tangki­tangki besar yang halus dibuat dengan cara dicor. Sementara itu

Page 16: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

5

teknik pengecoran Mesopotamia juga diteruskan ke Eropa, dan dalam tahun 1500­

1400 sebelum Masehi barang­barang sepeti mata bajak, pedang, mata tombak,

perhiasan, tangki, dan perhiasan makan dibuat di Spanyol, Swiss, Jerman, Austria,

Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan Prancis. Teknik pengecoran perunggu

di India dan Cina diteruskan ke Jepang dan Asia Tenggara, sehingga Jepang

banyak arca­arca Budha dibuat antara tahun 600 dan 800.

Penggunaan besi dimulai dengan penempaan, sama halnya dengan

tembaga. Orang­orang Asiria dan Mesir mempergunakan perkakas besi dalam

tahun 2800­2700 sebelum Masehi. Kemudian di Cina dalam tahun 800­700

sebelum Masehi, ditemukan cara membuat coran dari besi kasar yang mempunyai

titik­cair rendah dan mengandung fosfor tinggi dengan mempergunakan tanur

beralas datar. Teknik produksi ini kemudian diteruskan ke Negara­negara di

sekitar Laut Tengah. Di Yunani 600 tahun sebelum Masehi, arca­arca raksasa

Epaminondas atau Hercules, berbagai senjata, dan perkakas dibuat dengan jalan

pengecoran. Di India zaman itu pengecoran besi kasar dilakukan dan diekspor ke

Mesir dan Eropa. Walaupun demikian baru pada abat ke 14 saja pengecoran besi

kasar dilakukan secara besar­besaran, yaitu ketika Jerman dan Itali meningkatkan

tanur beralas datar yang primitif itu menjadi tanur tiup berbentuk silinder, di mana

pencairan dilakukan dengan jalan meletakan biji besi dan arang batu berselang­

seling. Produk­produk yang dihasilkan pada waktu itu adalah : meriam, peluru

meriam, tungku, pipa, dan lain­lain. Cara pengecoran pada zaman itu ialah

menuangkan secara langsung logam cair yang didapat dari biji besi ke dalam

cetakan. Kokas ditemukan di Inggris pada abad 18, yang kemudian di Prancis

Page 17: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

6

disahkan agar kokas dapat dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam

tanur kecil pada pembuatan coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur

kupola yang ada sekarang dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang

dilakukan sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang. Walaupun sejak masa

kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun sejak H. Bessemer atau W.

Siemens sajalah telah diusahakan untuk membuat baja dari besi kasar, dan coran

baja diproduksi pada akhir pertengahan abad 19. Coran paduan aluminium dibuat

pada akhir abad 19 dengan cara pemurnian dengan elektrolisa ditemukan.

Proses Pengecoran

Perencanaan Pengecoran

Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan

logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembongkaran coran,

pembersihan dan proses daur ulang pasir cetakan, dan hasilnya disebut coran.

Berdasarkan proses pencetakan dan bahan cetakannya, pengecoran dibedakan

menjadi :

1. Pengecoran menggunakan cetakan pasir (Sand Mould).

2. Pengecoran menggunakan cetakan pasir dengan pengikat

khusus.

3. Pengecoran menggunakan cetakan dengan model lilin

(Investment Moulding).

4. Pengecoran dengan cetakan logam (Permanent Moulding).

5. Pengecoran dengan penuangan cetak (Die Casting).

Page 18: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

7

Coran dibuat dari logam yang dicairkan dan dituang ke dalam cetakan,

kemudian dibiarkan dingin dan membeku. Untuk mencairkan logam digunakan

bermacam­macam tanur, memilih tanur yang tepat bisa mempercepat pengecoran.

Oleh karena itu sebelum membuat coran harus dibuat perencanaan yang matang

untuk mencapai keberhasilan akan hasil coran. Adapun perencanaan proses

pengecoran adalah sebagai berikut :

1. Penentuan pola

Pola adalah tiruan benda coran (tidak sama dengan benda coran,

baik dari bahan maupun ukurannya). Perbedaan pola dengan

benda coran diakibatkan oleh beberapa alasan, yaitu :

• Benda coran pasti menyusut.

• Benda coran bukan produk akhir, masih melalui proses

permesinan.

• Bentuk pola biasanya terjadi penirusan yang dimaksudkan

untuk mempermudah pengangkatan coran dari cetakan.

Pola dibuat dengan proses permesinan secara langsung pada

cetakan logam, yaitu dengan memakai mesin milling.

2. Menetapkan kup, drag, dan permukaan pisah

Untuk mendapatkan hasil coran yang baik penentuan kup, drag,

dan permukaan pisah harus memperhatikan ketentuan dibawah

ini :

Page 19: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

8

• Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan

pisah harus satu bidang, pada dasarnya kup dibuat agak lebih

dangkal.

• Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan

utama harus ditentukan dengan teliti.

• Sistim saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan

aliran logam cair yang optimal.

• Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak

waktu dalam proses pembuatan cetakan.

3. Penentuan penambahan penyusutan

Untuk menentukan tambahan penyusutan digunakan mistar

susut, adanya tambahan penyusutan karena coran menyusut pada

waktu pembekuan dan pendinginan. Besarnya penyusutan

tergantung dari : bahan coran, bentuk coran, tempat, tebalnya

coran.

4. Penuangan logam cair.

Setelah peleburan logam dan cetakan sudah siap, maka proses

penuangan logam cair dapat dilaksanakan. Hal­hal yang harus

diperhatikan dalam proses penuangan, yaitu :

• Pengeringan ladel. Ladel yang digunakan harus benar­benar

kering, sebab jika tidak benar­benar kering bisa menurunkan

temperatur logam cair sehimgga dapat nmenimbulkan cacat

pada coran.

Page 20: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

9

• Pembuangan terak. Sebelum penuangan, terak yang ada di

atas cairan logam yang ada dalam ladel harus dibuang.

Supaya pada saat penuangan tidak ikut ke dalam cetakan.

• Temperatur penuangan. Temperatur logam cair harus dijaga

agar logam cair tidak cepat membeku dan untuk

mendapatkan coran berkualitas tinggi.

• Waktu penuangan. Penuangan harus dilakukan dengan

tenang, capat dan cermat.

5. Pembongkaran cetakan

Pembongkaran cetakan dilakukan untuk mengetahui hasil coran.

Pembongkaran cetakan dengan cara memukul cetakan hingga

coran lepas dari cetakan.

6. Pemeriksaan hasil coran

Tujuan dari pemeriksaan coran adalah :

• Penyempurnaan teknis. Cacat pada coran harus dideteksi

sebaik mungkin sehingga dapat dengan cepat dilakukan

penyempurnaan teknis dan selanjutnya kualitas coran

tersebut dapat dipelihara.

• Memlihara kualitas. Kualitas hasil coran harus tetap

dipertahankan, karena akan berpengaruh langsung pada

konsumen. Pemeriksaan yang kontinyu dimaksudkan untuk

mengawasi coran yang mengalami kegagalan dalam

pengecoran.

Page 21: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

10

Pencairan logam

Untuk mencairkan logam dapat menggunakan berbagai macam tanur.

Pada umumnya dapur kupola atau tanur frekuensi rendah dipergunakan untuk besi

cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi untuk baja tuang, dan

tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan karena tanur­tanur ini

dapat menghasilkan logam cair yang baik dan ekonomis untuk logam­logam

tersebut. Karena pengecoran yang akan dilakukan menggunakan aluminium yang

termasuk logam paduan ringan sebagai bahan dasar maka tanur yang dibahas

hanya tanur krus saja.

Gambar 2.2 Tanur Krus Tampak Atas (kiri) dan Tampak Samping (kanan)

Peleburan dengan krus besi cor dan krus karbon dilakukan sebagai berikut.

Pertama diisikan sekrap, kemudian logam baru dan paduan dasar. Magnesium

harus ditenggelamkan ke dasar cairan dengan mempergunakan alat yang khusus

seperti alat untuk pemberi fosfor. Magnesium yang tenggelam kemudian mencair

sedangkan magnesium yang terapung akan hilang karena oksidasi.

Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena

oksidasi, lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemudian

Page 22: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

11

dipanaskan. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditambahkan untuk

mencegah oksidasi dan absorpsi gas. Selama pencairan permukaan harus ditutup

dengan fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah

segregasi.

Pembuatan cetakan

Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang

dipakai kadang­kadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah

lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal asal dipakai pasir yang

cocok, kadang­kadang dicampurkan juga pengikat khusus, umpamanya air kaca,

semen, resin furan, resin fenol atau minyak pengering karena pengunaan zat­zat

tersebut dapat memperkuat cetakan. Tentu saja penggunaan zat­zat tersebut

mahal, sehingga perlu memilih dengan mempertimbangkan bentuk, bahan dan

jumlah produk hasil coran.

Dalam pengecoran menggunakan cetakan dari pasir. Cetakan dibuat

dalam rangka cetak (flask) yang terdiri atas dua bagian, bagian atas disebut Kup

dan bagian bawah disebut Drag. Belahan pola diletakkan diatas papan kayu yang

rata, drag diletakkan di atas papan kemudian diisi penuh pasir dan ditekan keras.

Bila pasir kurang padat cetakannya mudah rusak pada waktu pengerjaan atau

rusak akibat aliran logam cair. Bila terlalu padat, gas dan uap sulit menguap, hal

ini dapat mengakibatkan cacat pada benda cor. Drag dan kup dipasang jadi satu

sesudah diberi grafit, kegunaan grafit adalah untuk mencegah melekatnya pasir

dari kedua bagian cetakan dan memperhalus permukaan hasil cor. Penampang

Page 23: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

12

saluran masuk dekat cetakan jangan terlalu besar untuk memudahkan

pematahannya dan untuk memudahkan penyusutan aluminium, pada kup juga

biasanya dibuat saluran cadangan atau riser (penambah).

Fungsi saluran masuk perlu dirancang dengan mempertimbangkan faktor­faktor

berikut ini :

1. Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan dekat

dasarnya dengan turbulensi seminimal mungkin, khususnya pada

benda tuang yang berukuran kecil.

2. Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga

cetakan harus ditekan dengan mengatur aliran logam cair.

3. Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian rupa

sehingga terjadi solidifikasi yang terarah. Solidifikasi hendaknya

dimulai dari permukaan cetakan ke arah logam cair sehingga

selalu ada logam cair cadangan untuk menutupi kekurangan

akibat penyusutan.

4. Usahakan kotoran dan partikel asing tidak dapat masuk ke dalam

rongga cetakan.

Dalam sebuah cetakan terdapat sistem saluran yang berfungsi sebagai

jalan untuk logam cair ke dalam cetakan. Saluran turun berfungsi untuk

mengalirkan logam cair ke dalam cetakan. Selain itu ada saluran penambah yang

berfungsi untuk menambahkan logam cair pada saat logam cair membeku.

Besarnya penambahan tergantung pada besar kecilnya penyusutan. Adapun

urutan­urutan dari sistem saluran adalah :

Page 24: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

13

1. Cawan tuang

Cawan tuang adalah penerima pertama yang menerima logam

cair langsung dari ladel. Cawan ini biasanya berbentuk corong,

cawan ini harus mempunyai kontruksi yang tidak dapat

melewatkan kotoran/terak yang terbawa logam cair dari ladel.

Cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal, perbandingan

kedalaman dan diameter yang terlalu kecil akan menjadi pusaran

yang akan menampung kotoran/terak sisa pada logam cair,

sehingga tidak ikut masuk kedalam cetakan.

2. Saluran turun

Saluran turun saluran yang pertama membawa logam cair dari

cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran ini

dibuat tegak lurus dengan irisan yang berupa lingkaran, biasanya

irisannya sama dari atas sampai bawah atau sebaliknya. Saluran

turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan

satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.

3. Pengalir

Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran

turun kebagian­bagian pada cetakan. Bagian ini mempunyai

irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran karena mudah

dibuat pada permukaan pisah. Pengalir lebih baik dibuat sebesar

mungkin, karena untuk memperlambat pendinginan logam cair.

4. Saluran masuk

Page 25: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

14

Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari

pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan

irisan yang lebih kecil dari pada pengalir. Bentuk irisan biasanya

berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga, atau setengah bola

yang membesar ke arah rongga cetakan.

Gambar 2.3 Bagian­Bagian Sistem Saluran dalam Cetakan

Aluminium Dan Paduannya

Produksi Aluminium

Aluminium diproduksi dari bauksit yang merupakan campuran mineral

gibbsite [Al(OH)3], diaspore [AlO(OH)] dan mineral lempung seperti kaulinit

[Al2Si2O5(OH)4]. Proses produksi aluminium dari bauksit meliputi dua tahap,

yaitu : proses pengolahan alumina (Al2O3) dan proses elektrolisa alumina menjadi

aluminium. Kedua proses tersebut merupakan proses awal terbentuknya

aluminium. Proses pengolahan bauksit menjadi alumina melalui suatu rangkaian

Page 26: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

15

proses yang disebut proses Bayer. Bauksit dimasukan ke dalam larutan NaOH dan

alumina didalamnya membentuk sodium alumina.

Al2O3 + 2NaOH → 2NaAlO2 + H2O (160˚ ­ 170˚ C)

Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat cair lainnya, lalu

didinginkan secara perlahan sampai temperature 25˚­ 35˚ C untuk mengendapkan

aluminium hidroksida [Al(OH)3] menurut reaksi.

NaAlO2 + 2H2O → Al(OH)3 + NaOH

Kemudian Al(OH)3 dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai temperatur

1100˚ ­ 1200˚C untuk menghasilkan aluminium oksida (Al2O3) menurut reaksi

berikut. 2Al(OH)3 → Al2O3 + 3H2O

Alumina yang diperoleh melalui proses pengolahan bauksit, diproses lagi secara

elektrolisa pada temperatur tinggi dengan proses Hall­Herlout karena alumina

mempunyai titik leleh yang tinggi (2000˚C), maka alumina tersebut dilarutkan ke

dalam cairan cryolite (Na3AlF6) yang bertindak sebagai elektrolit sehingga titik

leleh menjadi lebih rendah (1000˚C).

Aluminium merupakan logam non­ferro yang banyak digunakan karena

memiliki sifat­sifat yang baik, yaitu :

1. Kerapatan (density).

2. Berat jenis dari suatu Aluminium adalah 2,7 g/m 3 .

3. Tahan terhadap korosi (corrosion resistance).

4. Salah satu ciri dari logam non ferro adalah jika suatu logam non

ferro mempunyai kerapatan yang tinggi maka daya tahan

terhadap korosi yang dimiliki logam tersebut juga semakin baik.

Page 27: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

16

Hal tersebut tidak berlaku untuk aluminium, walaupun

aluminium merupakan alah satu jenis logam non ferro. Karena

aluminium memiliki lapisan atau selaput tipis oksida transparan

dan jenuh terhadap oksigen di seluruh permukaan. Lapisan

tersebut dapat mengendalikan laju korosi serta sekaligus

melindungi lapisan di bawahnya.

5. Sifat mekanis (mechanical properties).

6. Aluminium mempunyai sifat mekanis yang sebanding dengan

paduan bukan besi (non ferrous alloy) juga beberapa jenis baja.

Adapun sifat mekanis tersebut adalah kekuatan tarik, dan

kekerasan.

7. Penghantar panas dan listrik yang baik (heat and electrical

conductivity).

8. Aluminium mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Daya

hantar listrik yang dimiliki aluminium adalah sekitar 65% dari

daya hantar tembaga. Dalam hal ini digunakan Al dengan

kemurnian 99,0%. Selain sifat­sifat di atas, aluminium juga

mempunyai sifat anti magnet.

9. Tidak beracun (nontoxicity).

10. Aluminium merupakan bahan yang tidak beracun. Maka dari itu

aluminium sering digunakan sebagai bahan pembungkus atau

kaleng makan dan minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia

Page 28: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

17

antara makanan dan minuman dengan aluminium tidak

menghasilkan zat beracun yang dapat membahayakan manusia.

11. Sifat mampu bentuk (formability).

12. Sifat mampu bentuk aluminium yang baik memungkinkan

aluminium dapat dibuat menjadi lembaran tipis atau plat. Sifat

mampu bentuk ini disebut juga mampu tempa (malleability).

13. Titik lebur rendah.

14. Titik lebur aluminium adalah ± 660 ºC sehingga aluminium

sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan

relatif singkat dan dengan biaya operasi relatif murah.

Aluminium Murni

Alumnium didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, pada

umumnya mencapai kemurnian 99,85 % berat. Dengan mengelektrolisa kembali

dapat dicapai kemurnian 99,99 yakni dicapai bahan dengan angka sembilan

berjumlah empat.

Tabel 2.1 Sifat­sifat fisik aluminium

Kemurnian Al (%) Sifat­sifat

99,996 >99,0

Massa jenis (20ºC) 2,6989 2,71

Titik cair 660,2 653­657

Page 29: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

18

Panas jenis (cal/gr ºC) (100ºC) 0,2226 0,2297

Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil)

Tahanan listrik koefisien temperatur (/ºC) 0,00429 0,0115

Koefisien pemuaian (20­100ºC) 6 10 86 , 23 − × 6 10 5 , 23 − ×

Jenis kristal, konstanta kisi Fcc, α=4,013

kX

Fcc, α=4,04

kX

Catatan : fcc : face centered cubic = kubik berpusat muka

Tabel 2.2 Sifat­sifat mekanik aluminium

Kemurnian Al (%)

99,996 >99,0

Sifat­sifat

Dianil 75% dirol dingin Dianil H18

Kekuatan tarik (kg/mm²) 4,9 11,6 9,3 16,9

Kekuatan mulur (0,2%)

(kg/mm²)

1,3 11,0 3,5 14,8

Perpanjangan (%) 48,8 5,5 35 5

Kekerasan Brinell 17 27 23 44

Catatan : fcc : face centered cubic = kubik berpusat muka

Sumber : Surdia T, Saito S : Pengetahuan Bahan Teknik, hal : 134

Page 30: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

19

Paduan Aluminium

Penggunaan aluminium murni terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu

mengutamakan faktor kekuatan, seperti : penghantar panas dan listrik,

perlengkapan bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan aluminium adalah dengan

proses pengerasan regangan, tetapi cara ini tidak senantiasa memuaskan bila

tujuan utamanya adalah untuk menaikan kekuatan bahan. Pada perkembangan

selanjutnya peningkatan kekuatan aluminium dapat dicapai dengan penambahan

unsur­unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur­unsur yang biasa dipakai dalam

paduan aluminium adalah : tembaga (Cu), mangan (Mn), silikon (Si), magnesium

(Mg), seng (Zn), dan lain sebagainya, serta sifat lainnya seperti mampu cor dan

mampu mesin juga bertambah baik. Dengan demikian penggunaan aluminium

paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni. Paduan aluminium

diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara di dunia. Saat ini

klasifikasi yang sangat terkenal dan sangat sempurna adalah standar Aluminium

Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa

(Aluminium Company of America). Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi

dua kelompok umum, yaitu : paduan aluminium tuang/cor (cast aluminium alloys)

dan paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys). Setiap kelompok

tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu dengan perlakuan panas (heat

treatable alloys) dan paduan tanpa perlakuan panas (non heat treatable alloys).

Struktur mikro paduan aluminium (berhubungan erat dengan sifat­sifat

mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran

Page 31: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

20

dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan.

Dengan cetakan logam, laju pendinginan akan berlangsung lebih cepat

dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan

akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Berikut ini

adalah beberapa contoh aluminium paduan:

1. Paduan Al­Cu.

Paduan Al­Cu sangat jarang digunakan karena tingkat

kecairannya jelek. Sebagai coran dipergunakan paduan yang

mengandung 4 – 5 %Cu, ternyata dari fasanya paduan ini

mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang

besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi

retakan pada coran. Paduan ini juga memiliki sifat­sifat mekanis

dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cor bahan ini

agak jelek. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi

keadaan itu dan penambahan Ti sangat efektif untuk

memperhalus butir, dan juga dapat memperbaiki mempu cornya.

Dengan perlakuan panas pada coran dapat dibuat bahan yang

mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi.

2. Paduan Al­Si, Al­Si­Mg, dan Al­Si­Cu.

Paduan Al­Si merupakan paduan aluminium yang paling banyak

digunakan dengan kadar Si bervariasi dari 5 – 20 %.

Kebanyakan paduan ini memiliki struktur mikro eutektik atau

hypoeutektik (komposisi eutektik 12,7 % Si). Paduan ini

Page 32: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

21

mempunyai visikositas yang baik dan tahan terhadap korosi

serta memiliki mampu cor yang baik, sehingga dipakai untuk

elemen­elemen utama mesin. Paduan ini relatif ringan, koefisien

pemuaian rendah, penghantar panas dan listrik yang baik. Bila

Paduan ini dicor, akan mempunyai sifat mekanis yang rendah

karena butiran­butiran Si cukup besar, sehingga pada saat

pengecoran perlu ditambahkan natrium untuk membuat kristal

halus dan memperbaiki sifat­sifat mekanisnya, tetapi cara ini

tidak efektif untuk coran tebal. Sifat­sifat mekanik paduan Al­Si

dapat diperbaiki dengan menambahkan Mg, Cu, atau Mn, dan

selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas. Penambahan

unsur Mg ( 0,3 ­ 1 % ) pada paduan Al­Si akan menghasilkan

peningkatan cukup besar terhadap sifat­sifat mekanisnya. Dalam

hal ini unsur Mg meningkatkan respon terhadap perlakuan panas

bahan. Peningkatan tersebut karena adanya presipitasi Mg2Si.

Penambahan unsur Cu ( 3 – 5 %) pada paduan AL­Si dapat juga

meningkatkan sifat­sifat mekanis paduan. Paduan AL­Si­Cu,

dengan komposisi Si mendekati komposisi eutektik, dapat

digunakan pada suhu tinggi dengan koefisien muai panjang

relatif kecil. Paduan ini banyak digunakan untuk bahan piston

mesin motor bakar (internal combustion engine). Duralumin

merupakan salah satu paduan popular dari Al dengan komposisi

standar Al – 4 % Cu – 0,5 % Mg – 0,5 % Mn. Bila kandungan

Page 33: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

22

unsur Mg ditingkatkan sehingga komposisi standarnya berubah

menjadi Al – 4,5 % Cu – 1,5 % Mg – o,5 % Mn dinamakan

paduan duralumin super.

3. Paduan Al­Mg.

Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 %

mempunyai ketahanan korosi dan sifat­sifat mekanis yang baik.

Paduan ini mempunyai kekuatan tarik di atas 300 Mpa dan

perpanjangan di atas 12 % setelah perlakuan panas. Paduan Al­

Mg (disebut juga hidronalium) dipakai untuk bagian­bagian dari

alat­alat industri kimia, kapal laut, kapal terbang yang

membutuhkan daya tahan yang baik terhadap korosi. Paduan ini

mempunyai daya tahan yang sangat baik terhadap korosi dalam

air laut dan udara dengan kadar garam relatif tinggi. Paduan Al

dengan 2 – 3 % Mg dapat dengan mudah ditempa, dirol dan

diekstrusi. Paduan Al dengan 4,5 % Mg setelah dianil

merupakan paduan cukup kuat dan mudah dilas. Paduan ini

banyak dipakai sebagai bahan tangki LNG.

4. Paduan Al­Mn.

Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium

tanpa mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk

membuat paduan tahan korosi.

Page 34: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

23

5. Paduan Al­Mg­Zn.

Aluminium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan

senyawa antar logam Mg­Zn dan kelarutannya menurun apabila

temperaturnya turun. Telah diketahui sejak lama bahwa paduan

sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah

perlakuan pelarutan. Paduan bersifat keras dan getas oleh korosi

tegangan. Paduan tersebut dinamakan ESD (duralumin super

ekstra).

6. Paduan Aluminium Tahan Panas.

Paduan Al­Cu­Ni­Mg mempunyai kekuatan konstan sampai

suhu 300˚C sehimgga paduan ini banyak dipakai untuk piston

atau tutup silinder. Paduan Al­Si­Cu­Ni­Mg mempunyai

koefisien muai rendah dan tahan terhadap suhu tinggi sehingga

paduan ini banyak dipakai untuk piston.

Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium

Dalam coran aluminium unsur­unsur paduan sangat mempengaruhi hasil

dari coran aluminium tersebut, ada yang memberi pengaruh baik dan ada juga

yang memberikan pengaruh kurang baik. Berikut ini adalah pengaruh unsur­unsur

pada paduan aluminium.

1 Unsur silikon (Si)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu :

− Mempermudah proses pengecoran.

Page 35: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

24

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Memperbaiki sifat­sifat atau karakteritik coran.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur silikon (Si), yaitu :

− Penurunan keuletan bahan terhadap beban kejut.

− Hasil cor akan rapuh jika kandungan Si terlalu tinggi.

2. Unsur tembaga (Cu)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu), yaitu

− Meningkatkan kekerasan bahan

− Memperbaiki kekuatan tarik.

− Mempermudah proses pengerjaan mesin.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur tembaga (Cu),

yaitu :

− Menurunkan daya tahan terhadap korosi.

− Mengurangi keuletan bahan.

− Mengurangi mampu bentuk dan mampu rol.

3. Unsur mangan (Mn)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn),

yaitu :

− Meningkatkan kekuatan dan daya tahan pada

temperatur tinggi.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Mengurangi pengaruh buruk unsur besi.

Page 36: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

25

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur mangan (Mn),

yaitu :

− Menurunkan kemampuan penuangan.

− Meningkatkan kekasaran butiran partikel.

4. Unsur magnesium (Mg)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg),

yaitu :

− Mempermudah proses penuangan.

− Meningkatkan kemampuan pengerjaan mesin.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

− Meningkatkan kekuatan mekanis.

− Menghaluskan butiran kristal secara efektif.

− Meningkatkan ketahanan terhadap beban kejut/impak.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur magnesium (Mg),

yaitu :

− Meningkatkan kemungkinan timbulnya cacat pada

hasil coran.

5. Unsur nikel (Ni)

• Pengaruh yang ditimbulkan unsur nikel (Ni), yaitu :

− Meningkatkan kekuatan dan ketahanan bahan pada

temperatur tinggi.

− Menurunkan pengaruh buruk unsur Fe dalam paduan.

− Meningkatkan daya tahan terhadap korosi.

Page 37: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

26

6. Unsur besi (Fe)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :

− Mencegah terjadinya penempelan logam cair pada

cetakan selama proses penuangan.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur besi (Fe), yaitu :

− Penurunan sifat mekenis.

− Penurunan kekuatan tarik.

− Timbulnya bintik keras pada hasil cor.

− Peningkatan cacat porositas.

7 Unsur seng (Zn)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu :

− Meningkatkan sifat mampu cor..

− Mempermudah dalam pembentukan.

− Meningkatkan keuletan bahan.

− Meningkatkan kekuatan terhadap beban kejut.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan unsur seng (Zn), yaitu :

− Menurunkan ketahanan korosi.

− Menurunkan pengaruh baik dari unsur besi (Fe).

− Menimbulkan cacat rongga udara.

8 Unsur titanium (Ti)

• Pengaruh positif yang ditimbulkan titanium (Ti), yaitu :

− Meningkatkan kekuatan hasil cor pada temperatur

tinggi.

Page 38: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

27

− Memperhalus butiran kristal dan permukaan.

− Mempermudah proses penuangan.

• Pengaruh negatif yang ditimbulkan titanium (Ti), yaitu :

− Menaikan viskositan logan cair

− Mengurangi fluiditas logam cair.

Tinjauan Pustaka

Menurut penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, pengaruh

penambahan unsur paduan pada aluminium menghasilkan :

1. Paduan Al­Ag­Mg.

Beberapa pengaruh yang ditimbulkan akibat penambahan unsur

Mg yaitu : dapat meningkatkan kekuatan tarik, menambah nilai

kekerasan menjadi tinggi, butiran kristal mrnjadi lebih rapat hal

ini berpengaruh terhadap sifat mekanis bahan. Sedangkan

penambahan unsur Ag akan memperlambat waktu pembekuan.

2. Paduan Al­Cu­Ag.

Pengaruh unsur Ag dapat menurun kekuatan tariknya dan angka

kekerasannya juga menurun, tetapi unsur Ag membuat paduan

tersebut menjadi lebih padat hal ini disebabkan oleh lamanya

waktu pembekuan ditunjukan oleh angka porositas yang

semakin menurun.

Page 39: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Diagram Alir

Diagram alir penelitian pengecoran dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengadaan bahan coran

Proses pengecoran Al­Si dengan variasi kadar Zn : ­ Al­Si 100%

­ Al­Si dengan Zn 1% ­ Al­Si dengan Zn 2% ­ Al­Si dengan Zn 3% ­ Al­Si dengan Zn 4%

Pengujian benda uji

Uji komposisi

Pembuatan benda uji

Data hasil penelitian

Analisa data penelitian

Kesimpulan

Referensi

Uji komposisi 2% Zn

Page 40: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

29

Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus dan bersifat deskriptif

kualitatif, yaitu suatu penelitian terhadap obyek tertentu dan kesimpulan yang

diambil hanya terbatas pada obyek yang diteliti berdasarkan hasil analisa data

yang telah dilakukan. Dalam hal ini obyek yang diteliti adalah pengaruh

penambahan seng (Zn) dengan variasi penambahan antara 1% hingga 4% terhadap

paduan aluminium dan silikon. Sedangkan sebagai bahan perbandingan digunakan

coran aluminium murni sebagai pembanding.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk memperoleh data­data atau informasi

yang dibutuhkan dalam penelitian dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu :

1. Tahap persiapan

Tahap ini merupakan tahap perumusan masalah yang akan

diangkat menjadi topik dalam penulisan, pengumpulan pustaka

sebagai sumber informasi yang mendukung penelitian, dan

penentuan batasan masalah agar penelitian tidak menyimpang

dari topik rencana.

2. Tahap penelitian

Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode penelitian,

dengan harapan untuk mencapai hasil seobyektif mungkin,

yaitu:

• Penelitian pendahuluan

Page 41: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

30

Yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

keadaan dan sifat­sifat bahan sebelum diadakan pengecoran.

• Pelaksanaan penelitian

Yaitu penelitian yang dilakukan setelah penelitian

pendahuluan selesai dilakukan dan pada tahap ini mulai

dilakukan penelitian terhadap pengaruh penambahan variasi

Zn (1 ­ 4%) pada pengecoran Al­Si yang sesungguhnya.

3. Penelitian Kepustakaan

Suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan landasan

teori mengenai masalah yang akan diteliti. Dasar­dasar teoritis

diperoleh dari membaca literatur­literatur, jurnal dan sebagainya

yang ada sangkut pautnya dengan masalah yang diteliti.

Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini meliputi :

1. Data pengecoran logam

2. Data dan grafik pengujian tarik

3. Data pengujian kekerasan Brinell

4. Data dan gambar pemotretan struktur mikro dan makro

5. Data perhitungan porositas benda hasil pengecoran

6. Data berat jenis coran

7. Data komposisi kimia.

Page 42: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

31

Pelaksanaan Pengecoran

Bahan Coran

Bahan yang digunakan dalam pengecoran ini adalah aluminium­silikon

(Al­Si). Paduan aluminium­silikon (Al­Si) yang dipakai didapat dari pelek

kendaraan bermotor (mobil), untuk seng (Zn) yang digunakan berasal dari mur

pengikat meubel.

Alat­alat yang digunakan

Alat­alat yang digunakan dalam proses pengecoran antara lain :

1. Tangki kompor minyak bertekanan + selang bahan bakar

2. Burner

3. Kompresor

4. Tang penjepit

5. Tungku dan kowi tanah liat

6. Thermokopel

7. Stopwatch

8. Kunci ring 14

9. Kapur (mencegah hasil coran menempel ke cetakan)

10. Cetakan logam + baut pengunci ukuran ring 14

11. Palu, gergaji tangan , dan kikir

Page 43: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

32

Proses peleburan logam

Mula­mula pelek dipotong menjadi bagian kecil­kecil menggunakan

gergaji agar dapat mempermudah dalam proses peleburan. Setelah dipotong­

potong aluminium kemudian dimasukkan dalam kowi yang berada di dalam

tungku yang sebelumnya sudah dipanaskan dengan burner.

Gambar 3.1 Burner dan Tangki Minyak Bertekanan serta Kompresor

Gambar 3.2 Kowi dan Tungku Tanah Liat

Aluminium mempunyai titik lebur sekitar 754° C. Setelah aluminium mencair/

melebur potongan seng (Zn) dengan prosentase 1% dapat dimasukkan, kemudian

diaduk hingga seluruh bahan mencair dan menjadi satu, cetakan logam disiapkan

untuk melakukan proses penuangan (dicatat lama waktu penuangannya) kemudian

Page 44: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

33

coran ditunggu sampai logam cair membeku/mengeras (dicatat waktu

pembekuannya), demikian pula dengan variasi 2%, 3% dan 4%.

Gambar 3.3 Cetakan Logam dilengkapi Baut dan Tang Penjepit

Prosedur Pengecoran secara lebih jelas adalah sebagai berikut :

1. Aluminium­silikon (Al­Si) dipotong­potong dan ditimbang

menurut komposisinya

2. Seng (Zn) ditimbang masing­masing komposisinya

3. Bahan bakar berupa solar disiapkan bersama corong pengisian

4. Mula­mula tangki kompor minyak + burner di isi solar

secukupnya lalu diberi tekanan angin dengan memakai

kompresor

5. Cetakan dilabur dengan kapur supaya hasil coran tidak

menempel pada cetakan lalu disiapkan untuk pengecoran.

6. Kowi diletakan sedemikian rupa pada tungku yang sudah

dipasangi burner

7. Api dihidupkan dan dicari yang paling baik nyalanya (dilakukan

penyetelan nyala api burner)

Page 45: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

34

8. Pada saat kowi mulai memanas bahan cor dimasukkan kurang

lebih 5 menit dari pengapian sempurna

9. Setelah aluminium mencair sekitar 18 menit seng dapat

dimasukan.

10. Agar bahan paduan tercampur dan melebur dengan baik kowi

ditutup supaya panas yang dihasilkan sesuai

11. Sekitar 2 menit semua bahan sudah melebur menjadi satu

12. Saat inilah kowi dapat diambil dari tungku dengan menggunakan

tang penjepit untuk selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan

logam yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu

13. Dalam penuangan membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 8

detik

14. Tunggu sampai logam cair membeku sekitar 24 detik baru

cetakan dibongkar.

Pelepasan hasil coran

Karena cetakan menggunakan cetakan logam yang tetap, maka proses

pelepasannya dilakukan dengan cara memisahkan bagian kup dan drag dengan

cara melepas baut­baut yang menyatukan kedua bagian tadi. Cetakan kemudian

dipukul­pukul hingga coran terlepas dari cetakan, barulah setelah lepas dilakukan

pembersihan dan pembuangan bekas lubang saluran turun dan keluar

menggunakan gergaji tangan dan kikir, setelah itu baru dilanjutkan pada proses

selanjutnya yaitu proses pembentukan benda uji.

Page 46: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

35

Pembuatan Benda Uji

Hasil coran yang berupa plat kotak dengan ukuran 150 mm × 150 mm ×

5 mm kemudian dihaluskan dan diratakan dengan menggunakan mesin milling

hingga dicapai ketebalan yang sudah ditentukan yaitu antara 2,7­3,8 mm

(disesuaikan dengan kemampuan mesin uji tarik yang akan digunakan).

Gambar 3.4 Mesin Milling

Selanjutnya hasil coran dipotong menjadi enam bagian dengan menggunakan

mesin sekrap, ukuran potongan disesuaikan dengan bentuk pengujian tarik,

pembuatan fillet kembali dilakukan dengan mesin milling dengan menggunakan

cutter dengan diameter 16 mm.

Page 47: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

36

Gambar 3.5 Mesin Sekrap

Langkah­langkah Pembuatan Benda Uji dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Meratakan permukaan benda kerja menggunakan mesin

frais/milling hingga diperoleh tebal benda uji antara 2,7­3,8 mm.

2. Membuat batang­batang benda uji, dengan lebar batang benda uji

22 mm dengan menggunakan mesin sekrap kemudian difinishing

dengan menggunakan mesin frais/milling hingga rata.

3. Pembuatan benda uji dengan menggunakan standar ASTM

(American Society for Testing Materals ) seperti tertera pada

tabel 3.1, dengan urutan perhitungan sebagai berikut :

Untuk benda uji berupa lembaran/plat

5 , 4 / = Ao Lo (1)

Ao Lo × = 5 , 4 (2)

Page 48: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

37

dengan;

t w Ao × = (3)

Ao = luas permukaan benda uji t = tebal benda uji

w = lebar benda uji Lo = panjang ukur

L = panjang total benda uji r = fillet

Tabel 3.1 Dimensi Benda Uji Tarik yang digunakan diantara Negara yang Berbeda­beda

(Sumber ; Dieter.G.E, Djaprie.S, : Metalurgi Mekanik Jilid I, hlm 296)

Gambar 3.6 Gambar Benda Uji Tarik

Sisa dari potongan plat akan dipakai untuk melakukan pengujian kekerasan

brinnel, foto mikro, foto makro, porositas, berat jenis dan uji komposisi.

Jenis Benda Uji Amerika Serikat Inggris Raya Jerman

(ASTM) Sebelum 1962 Sekarang

Lembaran (Lo/√Ao) 4,5 4,0 5,65 11,3

Bulatan (Lo/Do) 4,0 3,54 5,0 10,0

Page 49: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

38

Peralatan Pengujian

Peralatan yang digunakan dalam proses pengujian antara lain :

1. Mesin uji tarik dengan kemampuan uji 1 ton (1000 kg), milik

Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta

2. Mesin uji kekerasan "Brinell hardness tester MOD 100 MR"

milik Laboratorium Ilmu Logam Jurusan Teknik Mesin

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

3. Lup mikrometer untuk mengukur bekas injakan (kekerasan

Brinell)

4. Mikroskop merek Union buatan Jepang, untuk mengetahui

porositas dan struktur mikro bahan

5. Kamera Nikon FM 2 dengan film berwarna ASA 200, untuk

pemotretan struktur mikro

6. Gelas ukur dan timbangan digital

7. Jangka sorong

8. Amplas tahan air ukuran kehalusan 200, 400, 800, 1000

9. Autosol, kain, batu hijau, stopwatch, dan millimeter blok

Pengujian Hasil Coran

Pengujian Tarik

Pengujian tarik merupakan salah satu jenis pengujian destruktif

(pengujian yang sifatnya merusak benda uji). Pengujian tarik dilakukan dengan

Page 50: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

39

jalan memberikan beban tarik pada benda uji secara perlahan­lahan sampai putus.

Batas mulur, kekuatan tarik, perpanjangan, pengecilan luas diukur dalam

pengujian ini. Pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut :

a. Untuk langkah pertama ukuran­ukuran benda uji dan nomor

benda uji dicatat.

b. Kemudian benda uji dipasang pada penjepit atas dan bawah pada

mesin uji, dan diatur posisinya agar penjepitan benda uji benar­

benar vertikal setelah itu kedua penjepit dikencangkan

secukupnya saja

c. Power printer hidupkan dan kertas milimeter blok dipasang pada

printer

d. Mesin dijalankan dan angka yang ditampilkan pada data display

dicatat sampai benda uji patah.

Gambar 3.7 Mesin Uji Tarik

Page 51: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

40

Beban tarik yang bekerja pada benda uji akan menimbulkan pertambahan panjang

disertai pengecilan penampang benda uji. Dari data yang diperoleh dari pengujian

tarik kita dapat melakukan perhitungan untuk mencari nilai dari tegangan

maksimum dan regangan dari benda uji tersebut, perhitungan dilakukan dengan

menggunakan rumus berikut ini :

1. Kekuatan Tarik Maksimum :

2 max kg/mm A P

u = σ (4)

dengan : P.Max = gaya maksimum (kg)

A = luas penampang (mm 2 )

2. Regangan :

ε = 0 0

0

L L

L L L ∆

= −

(5)

dengan : Lo = panjang awal/sebelum pengujian(mm)

L = panjang akhir/sesudah pengujian (mm)

Δ L = pertambahan panjang (mm)

Semakin besar panjang ukur semakin besar pula nilai regangan karena

pertambahan panjang akan semakin besar dan rumus dari regangan sendiri

berbanding lurus dengan perubahan panjang dan berbanding terbalik dengan

panjang ukur awal benda uji. Percobaan tarik diadakan untuk hampir semua

bahan, oleh karena dengan demikian kita dapat memperoleh kesimpulan dari sifat­

sifat mekanik sebagai berikut

1. Kekuatan tarik adalah ukuran untuk kekuatan suatu bahan. Suatu

bahan dengan kekuatan tarik yang lebih tinggi kita sebut lebih

Page 52: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

41

kuat. Suatu bahan dengan kekuatan tarik yang lebih rendah kita

sebut lebih lemah

2. Regangan adalah ukuran untuk sifat dapat dibentuk dari suatu

bahan. Suatu bahan dengan regangan yang lebih besar kita sebut

lebih dapat dibentuk. Bahan dengan regangan yang lebih kecil

kita sebut kurang dapat dibentuk

Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan yaitu untuk mengetahui kekerasan bahan yang

merupakan ukuran ketahanan terhadap deformasi plastis. Pengujian dilakukan

dengan pengujian Brinell. Cara pengukuran kekerasannya adalah bola baja

berdimeter 5 mm, ditekankan ke permukaan bagian dari benda uji dengan beban

tertentu. Kemudian diameter bekas injakan penetrator diukur dengan

menggunakan alat ukur optik. Cara Brinell ini dilakukan dengan penekanan

sebuah bola (penetrator) yang terbuat dari baja krom ke permukaan benda uji

Tekanan yang digunakan berupa gaya tekan statis. Permukaan yang diuji harus

bersih dan rata. Setelah gaya tekan ditiadakan pada benda uji akan terdapat bekas

injakan penetrator, kemudian diameter bekas injakan tadi diukur secara teliti

untuk dipakai dalam perhitungan uji kekerasan. Kekerasan ini disebut “Kekerasan

Brinell” yang disingkat dengan HB atau BHN (Brinell Hardness Number).

Besarnya harga kekerasan brinell dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

HB = ) (

2 2 2 d D D D

P

− − π 2 mm

kg (6)

Page 53: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

42

dengan :

P = gaya yang bekerja pada penetrator (kg)

D = diameter penetrator (mm)

d = diameter bekas injakan (mm)

Bola Brinell tidak boleh terdeformasi saat pengujian benda uji. Bola Brinell

mempunyai standar dengan diameter (D). Saat pengujian Brinell ini, perlu

diperhatikan beban tekan (P), diameter bola dan jenis logam uji. Besar beban yang

bekerja tergantung pada diameter bola dan jenis benda uji. Diameter penetrator

yang digunakan tergantung pada tabel benda uji. Diameter penetrator yang sering

digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Pemilihan Diameter Penetrator

Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator 1 ­ 3 D = 2,5 3 ­ 6 D = 5 > 6 D = 10

HB rata­rata 2 D P Bahan

160 30 Baja, besi cor 160 ­ 80 10 kuningan 80 ­ 20 5 Aluminium, tembaga

5 2 = D P 10 2 =

D P 30 2 =

D P Diameter

penetrator (D = mm) Gaya (kg) 2,5 31,25 62,5 187,5

5 125 250 750 10 500 1000 3000

Page 54: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

43

Langkah – langkah pelaksanaan pengujian

1. Permukaan pada benda uji harus dibersihkan dan dihaluskan

dengan amplas supaya permukaannya rata dan halus.

2. Setelah itu harus menentukan diameter penetrator dan besarnya

gaya penekanan.

3. Penekanan injektor dilakukan dengan cara memutar hendel

penekan, hingga mencapai gaya penekanan yang diinginkan,

lama penekanan diukur dengan stopwatch selama 30 detik

Pengujian ini dilakukan hingga mendapat 10 bekas injakan

dengan tempat yang berbeda.

4. Benda uji yang telah selesai diuji dipindahkan dari alat uji untuk

diamati besarnya lubang bekas penetrator dengan lup

mikrometer.

5. Data yang ada dari hasil pengujian yang dilakukan dicatat dan

dihitung harga kekerasan untuk tiap benda uji.

Page 55: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

44

Gambar 3.8 Mesin uji kekerasan "Brinell Hardness Tester MOD 100 MR" Pengamatan Struktur Mikro

Dalam pengujian ini kualitas bahan ditentukan dengan mengamati

struktur benda uji dengan menggunakan mikroskop, disamping itu dapat pula

mengamati cacat dan bagian yang tidak teratur. Struktur mikro dari suatu bahan

dapat diketahui dengan cara memfoto yang sudah dietsa. Pengamatan struktur

mikro dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari sifat­sifat logam dan akibat

dari perlakuan panas dengan mikroskop, serta memeriksa struktur logam. Bila

cahaya yang dipantulkan masuk ke dalam lensa mikroskop metal, permukaan

akan tampak terlihat dengan jelas. Bila berkas dipantulkan dan tidak mengenai

lensa, daerah itu akan tampak hitam. Batas butir akan tampak seperti mengelilingi

setiap butir dan cahaya tidak dipantulkan ke dalam lensa. Jadi batas butir tampak

seperti garis­garis hitam. Pada gambar berikut akan tampak arah pemantulan

cahaya.

A­ contoh sedang diamati

B­ tampilan contoh di okuler

Gambar 3.9 Pemantulan cahaya pada benda

Page 56: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

45

Prosedur Pengujian :

1. Permukaan benda uji dihaluskan dan dibersihkan pada sisinya

sehingga permukaan tersebut rata dan sejajar dengan

menggunakan amplas mulai dari yang kasar sampai amplas yang

halus.

2. Benda uji tersebut digosok dengan autosol hingga permukaannya

mengkilat, kemudian benda uji cuci dengan air kemudian

keringkan.

3. Benda uji dipasang di bawah mikroskop, dan lensa diatur dengan

perbesaran 50× dan gambarnya amati dan ambil dengan kamera.

4. Gambar yang difoto sebelum benda uji dietsa ini nantinya akan

digunakan untuk perhitungan porositas bahan.

5. Benda uji dietsa dengan menggunakan larutan NaOH 50%.

6. Setelah itu benda uji dimasukan ke dalam cairan alkohol untuk

menetralkan bahan etsa kemudian dilap dan dikeringkan.

7. Benda uji dipasang di bawah mikroskop, dan lensa diatur dengan

perbesaran 50× dan 100× dan masing­masing gambarnya amati

dan ambil dengan kamera.

Gambar 3.10 Mikroskop Mikro dilengkapi dengan Kamera

Page 57: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

46

Pengamatan Struktur Makro

Pengamatan struktur makro bertujuan untuk mengetahui bagaimana

bentuk penampang patahan dari dari benda uji tarik dan juga untuk mengetahui

porositas secara visual. Cara pengamatan struktur makro adalah dengan memfoto

bentuk patahan dari benda uji tarik secara vertikal dan horisontal.

Pengamatan Porositas Hasil Coran

Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan molekul dari

benda tersebut. Pada pengujian ini yang patut diketahui adalah sedikit banyaknya

pori­pori, dengan kita mengetahui sedikit banyaknya pori­pori yang ada di benda

tersebut dapat memberi kesimpulan pada kita bahwa semakin sedikit pori­pori

suatu benda berarti semakin padat molekul yang terdapat pada benda tersebut dan

sebaliknya. Porositas atau cacat lubang jarum dapat terjadi apabila gas hidrogen

yang terbawa dalam logam cair terjebak selama proses pembekuan. Penyebab

utamanya adalah adanya gas yang terserap dalam logam cair selama penuangan

coran. Beberapa upaya untuk mencegah timbulnya cacat pori­pori ini diantaranya

dengan melakukan perencanaan sistem saluran masuk yang baik

Tujuan dari pengujian porositas adalah untuk :

1. Mengetahui cacat rongga udara yang terdapat dalam coran.

2. Menghitung persentase cacat rongga udara pada setiap coran.

Page 58: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

47

Proses pengujiannya adalah sebagai berikut :

1. Foto mikro dengan perbesaran 50 × tempelkan di bawah kertas

millimeter blok yang sudah dijadikan transparasi sehingga foto

tersebut terbagi ke dalam blok­blok kecil dan kemudian

dihitung..

2. Seluruh daerah hitam (pori­pori) yang mengisi kotak millimeter

blok juga dijumlahkan, langkah ini dilakukan sebanyak dua kali,

agar data perhitungan bisa lebih akurat

3. Kedua luasan dibagi dan hasilnya kemudian dikalikan 100%,

maka akan didapatkan persentase porositas.

Perhitungan dilakukan dengan cara membagi hasil coran menjadi blok­

blok kecil kemudian dilakukan perhitungan jumlah pori hitam pada foto.

Perhitungan dilakukan menggunakan persamaan berikut :

% 100 × = total luasan jumlah

porositas luasan jumlah porositas Persentase (7)

Pengujian Berat Jenis Coran

Tujuan diadakannya perhitungan berat jenis coran adalah untuk

mengetahui perbedaan massa jenis dari setiap hasil coran. Pengukuran berat jenis

dilakukan di Laboratorium. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dengan

memakai gelas ukur dan timbangan digital.

Page 59: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

48

Gambar 3.11 Timbangan Digital

Proses pengujian berat jenis adalah sebagai berikut :

1. Berat (w) spesimen dihitungan secara tepat dengan menggunakan

timbangan digital.

2. Volume air diukuran dalam gelas ukur sebelum spesimen benda

uji dicelupkan.

3. Pertambahan volume air dalam gelas ukur dihitung sesudah

spesimen benda uji dicelupkan, diperoleh volume (v) spesimen.

4. Perhitungan berat jenis dilakukan dengan menggunakan rumus

berikut ini:

v w

= ρ (8)

dengan : ρ = berat jenis (gram/cm 3 )

w = berat (gram)

v = volume (cm 3 )

Page 60: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

49

Gambar 3.12 Gelas Ukur

Pengujian Komposisi Kimia

Pengujian komposisi kimia adalah untuk mengetahui apakah komposisi

kimia dari benda coran sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian kita

dapat mengetahui seberapa banyak unsur paduan yang larut ke dalam coran.

Jalanya pengujian komposisi kimia dalah sebagai berikut :

1. Nyalakan semua peralatan pendukung dan sambungkan dengamn

arus listrik dan tunggu beberapa saat sampai spektrometer siap

melakukan pengujian.

2. Setelah spektrometer siap, pilih program yang akan diuji.

3. Lakukan standarisasi benda uji.

4. Setelah selesai distandarisasi, lakukan pengujia pada sampel

benda uji.

5. Lakukan analisa sampel benda uji :

Page 61: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

50

• Letakan sampel benda uji pada dudukan kerja, kemudian

tekan start pada alat dimana analisa sampel mulai

dilakukan, penekanan sampel jangan dilepas sampai bunyi

spark terdengar.

• Lakukan penembakan minimal 4 kali pada tempat yang

berbeda.

• Setiap selesai penembakan lakukan pembersihan pada pin

penembakan.

• Print out hasil uji komposisi kimia didapatkan.

6. Proses analisa selesai.

Gambar 3.13 Mesin Uji Komposisi

Page 62: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam pengujian paduan aluminium­silikon ini, penambahan unsur seng

yang diberikan sebesar 1%, 2%, 3% dan 4%. Sebagaimana sudah dibahas pada

bab II, penambahan unsur seng dapat berpengaruh pada sifat mampu cor,

meningkatkan keuletan bahan, meningkatkan kekuatan. Penambahan variasi Zn

adalah untuk mengetahui perubahan sifat­sifat fisis dan mekanisnya.

Pengujian Tarik

Dalam pelaksanaan pengujian tarik ini, setiap variasi benda uji

menggunakan lima buah spesimen dengan variasi Zn 1%, 2%, 3% dan 4%. Dari

kelima spesimen yang telah diuji itu kemudian ditentukan rata­ratanya, sehingga

dengan melakukan pengujian tarik ini akan diperoleh harga rata­rata kekuatan

tarik dan persentase regangan. Dari hasil pengujian tarik didapatkan grafik seperti

di bawah ini.

Kekuatan Tarik

0

5

10

15

20

25

30

mula­mula cor ulang Al­Si 1%Zn Al­Si 2%Zn Al­Si 3%Zn Al­Si 4%Zn

Paduan

Kekuatan Tarik

(kg/mm

2 )

Gambar 4.1. Grafik Kekuatan Tarik

Page 63: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

52

Dari gambar grafik kekuatan tarik diatas dapat dilihat bahwa kekuatan

tarik terbesar terdapat pada paduan Al­Si (benda mula­mula), karena pada paduan

ini proses pembekuannya menggunakan penekanan. Kekuatan tariknya mencapai

27,9 kg/mm 2 . Setelah benda mula­mula dicor ulang kekuatan tariknya malah

mengalami penurunan, besarnya kekuatan tarik setelah mengalami pengecoran

ulang adalah sebesar 14,7 kg/mm 2 , karena pada benda mula­mula yang

mengalami proses pengecoran ulang pada waktu pembekuan hanya menggunakan

grafitasi. Penambahan unsur Zn menyebabkan peningkatan pada kekuatan

tariknya jika dibandingkan dengan paduan Al­Si yang mengalami pengecoran

ulang. Kekuatan tarik tertinggi terdapat pada paduan Al­Si yang telah

ditambahkan unsur Zn sebanyak 2%, kekuatan tariknya adalah sebesar 17,4

kg/mm 2 . Besarnya kekuatan tarik dari seluruh variasi adalah sebagai berikut

(seperti terlihat pada lampiran hal 69) :

Tabel 4.1 Tabel kekuatan tarik

Paduan Kekuatan Tarik (σ u ),

kg/mm 2

Mula­mula

Cor ulang

Al­Si­1% Zn

Al­Si­2% Zn

Al­Si­3% Zn

Al­Si­4% Zn

27. 9

14.7

10.7

17.4

14.1

10.8

Selain menghasilkan kekuatan tarik yang bervariasi, penambahan Zn juga

menyebabkan nilai persentase regangan yang bervariasi. Dari Gambar 4.2 dapat

Page 64: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

53

dilihat bahwa regangan terbesar terdapat pada paduan Al­Si dengan variasi Zn 2%

dan regangan terkecil terdapat pada paduan Al­Si dengan variasi Zn 1%

Regangan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

mula­mula cor ulang Al­Si 1%Zn Al­Si 2%Zn Al­Si 3%Zn Al­Si 4%Zn

Paduan

Persentase Regangan (%)

Gambar 4.2 Grafik Regangan

Tabel 4.2 Tabel regangan

Paduan Regangan Total (%)

Mula­mula

Cor ulang

Al­Si­1% Zn

Al­Si­2% Zn

Al­Si­3% Zn

Al­Si­4% Zn

3.9

4.3

2.0

8.4

2.3

2.0

Pengujian Kekerasan

Kekerasan

0

20

40

60

80

100

120

mula­mula Cor ulang Al­Si 1%Zn Al­Si 2%Zn Al­Si 3%Zn Al­Si 4%Zn

Paduan

BHN

Gambar 4.3 Grafik Pengujian Kekerasan

Page 65: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

54

Pada pengujian kekerasan ini dilakukan dengan cara memberikan

penekanan pada setiap variasi dengan alat uji kekerasan. Setiap variasi diberikan

10 kali penekanan pada tempat yang berbeda, tekanan yang diberikan sebesar 125

kg. Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa benda mula­mula merupakan benda

yang paling keras setelah diuji kekerasan. Angka kekerasannya mencapai 96,5

BHN. Benda awal yang mengalami pengecoran ulang justru malah turun

kekerasannya. Setelah mendapatkan unsur variasi Zn kekerasannya justru

mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan benda mula­mula yang

mengalami pengecoran ulang. Kekerasan tertinggi terdapat pada penambahan

variasi Zn sebanyak 4% yaitu sebesar 64.2 BHN dan kekerasan terendah terdapat

pada variasi Zn 1%. Besarnya paduan pada masing­masing variasi dapat dilihat

pada tabel berikut ini (seperti terlihat pada lampiran hal 72) :

Tabel 4.3 Tabel pengujian kekerasan

Paduan BHN

Mula­mula

Cor ulang

Al­Si­1% Zn

Al­Si­2% Zn

Al­Si­3% Zn

Al­Si­4% Zn

96.5

56.2

48.8

52.2

60.7

64.2

Pengamatan Struktur Mikro

Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk mengamati perubahan besar

butir yang terjadi pada setiap variasi coran. Pengamatan struktur mikro dilakukan

Page 66: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

55

pada benda uji yang sudah dietsa, adapun fungsi etsa adalah untuk mengkorosi

permukaan benda uji supaya strukturnya jadi lebih jelas.

Gambar 4.4 Al­Si mula­mula

Gambar 4.5 Al­Si setelah dicor ulang

Gambar 4.6 Al­Si 1% Zn

Page 67: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

56

Gambar 4.7 Al­Si 2% Zn

Gambar 4.8 Al­Si 3% Zn

Gambar 4.9 Al­Si 4% Zn

Dari gambar­gambar di atas dapat dilihat bahwa pada setiap variasi

memiliki struktur mikro yang berbeda­beda. Pada benda mula­mula struktur lebih

merata, ini menyebabakan kekuatan tarik dan kekerasannya sangat baik. Lain

Page 68: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

57

halnnya dengan benda mula­mula yang mengalami proses pengecoran ulang,

dapat dilihat bahwa bentuk butirannya tidak sama satu dengan yang lainnya, ada

yang berbentuk oval ada juga yang berbentuk bulat besarnya pun tidak sama

antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan untuk paduan yang telah diberi

variasi 1% sampai dengan 4% Zn. Pada paduan dengan variasi Zn 2% strukturnya

oval dan agak besar, ini menyebabkan kekuatan tariknya baik, dan pada paduan

dengan variasi 4% Zn strukturnya lebih rapat ini menyebabkan kekerasanya baik.

Pengamatan Struktur Makro

Gambar 4.10 mula­mula

Gambar 4.11 Cor ulang

Page 69: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

58

Gambar 4.12 1% Zn

Gambar 4.13 2% Zn

Gambar 4.14 3% Zn

Page 70: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

59

Gambar 4.15 4% Zn

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada setiap benda uji pada

bagian patahan ukurannya mengecil dan juga jika dilihat dari bentuk patahannya

yang tidak beraturan menandakan bahwa paduan variasi Zn ini merupakan benda

yang ulet. Pada bagian patahan ukuran yang mengecil disebabkan oleh gaya tarik

dari mesin uji tarik itu sendiri.

Pengamatan Porositas

Grafik Porositas

0

0.002

0.004

0.006

0.008

0.01

0.012

0.014

mula­mula cor ulang Al­Si 1%Zn Al­Si 2%Zn Al­Si 3%Zn Al­Si 4%Zn

Paduan

Persentase (%)

Gambar 4.16 Grafik Porositas

Page 71: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

60

Tabel 4.4 Tabel uji porositas

Paduan Persentase (%)

Mula­mula

Cor ulang

Al­Si­1% Zn

Al­Si­2% Zn

Al­Si­3% Zn

Al­Si­4% Zn

0

0.006

0.010

0.004

0.008

0.012

Porositas didapatkan dari benda uji struktur mikro tetapi yang belum

dietsa, caranya adalah dengan memfoto benda uji yang belum dietsa dengan

bantuan mikroskop. Kemudian hasil cetakan foto tersebut diletakan dibawah

millimeter blok yang sudah ditransparasi, Warna hitam yang terdapat pada foto

tersebut diasumsikan sebagai porositas. Dari Gambar 4.16 terlihat bahwa benda

mula­mula tidak mempunyai porositas, walaupun ada itu samgat kecil sekali.

Porositas terbanyak terdapat pada paduan dengan variasi Zn sebanyak 4%, hal ini

disebabkan karena adanya udara yang terjebak pada waktu proses penuangan dan

proses pembekuan, ditambah juga pada waktu proses pembekuan tidak diberikan

tekanan sehingga kemungkinan terjadi proses pembekuan yang tidak merata.

Terbentuknya cacat dalam coran dapat dipengaruhi oleh unsur paduan yang

memiliki titik cair yang berbeda serta proses pembekuan yang tidak sama,

biasanya cacat banyak terjadi pada bagian yang paling lambat membeku. Berbeda

dengan benda uji mula­mula yang tidak terdapat porositas, ini disebabkan karena

proses pengecoran yang dilakukan di pabrik pastilah lebih baik dan memakai

peralatan yang lebih canggih (perhitungan porositas terlampir pada hal 74).

Page 72: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

61

Gambar 4.17 mula­mula

Gambar 4.18 Cor ulang

Gambar 4.19 1% Zn

Page 73: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

62

Gambar 4.20 2% Zn

Gambar 4.21 3% Zn

Gambar 4.22 4% Zn

Page 74: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

63

Pengujian Berat Jenis

Dari gambar grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa semakin banyak

penambahan unsur Zn semakin besar berat jenisnya. Dilihat dari benda mula­mula

yang dicor ulang mengalami penurunan berat jenisnya dari benda mula­mula

tanpa proses pengecoran ulang, setelah diberikan penambahan variasi Zn 1%

sampai dengan 4% berat jenisnya meningkat bahkan melebihi berat jenis benda

mula­mula. Hal ini disebabkan karena berat jenis Zn lebih besar dari berat jenis Al

yaitu sebesar 7,1 g/cm 3 , sedangkan berat jenis Al hanya 2,7 g/cm 3 (perhitungan

porositas terlampir pada hal 75).

Berat Jenis

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

Mula­mula Cor Ulang Al­Si 1%Zn Al­Si 2%Zn Al­Si 3%Zn Al­Si 4%Zn

Paduan

Berat Jenis (g/cm 3 )

Gambar 4. 23 Grafik Berat Jenis

Tabel 4.5 Tabel Berat Jenis

Paduan Berat Jenis (g/cm 3 )

Mula­mula

Cor ulang

Al­Si­1% Zn

Al­Si­2% Zn

Al­Si­3% Zn

Al­Si­4% Zn

2,625

2,262

2,483

2,750

2,916

3,066

Page 75: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

64

Pengujian Komposisi Kimia

Pengujian komposisi kimia adalh untuk mengetahui unsur variasi paduan

yang masuk ke dalam coran apakah sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian

komposisi kimia ini dilakuakan di Politeknik Manufaktur Ceper yang berada di

Klaten.

Dari hasil pengujian komposisi kimia (pada lampiran hal 81) dapat

dilihat bahwa variasi unsur Zn yang ada sebesar 2,10%, komposisi kimia ini

sesuai dengan yang diharapkan sebesar 2%. Walaupun kelebihan sebesar 0,10%

tetapi masih dapat ditoleransi, kelebihan unsur ini disebabkan oleh kelebihan pada

saat penimbangan yang tidak akurat. Karena pada saat penimbangan untuk

mendapatkan berat yang tepat sangat sulit karena benda yang terlalu kecil, dan

juga pada hasil pengujian komposisi kimia awal benda uji mula­mula sudah ada

kandungan Zn nya.

Page 76: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

65

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pengujian dan pembahasan diatas dapat di tarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Kekuatan tarik tertinggi ada pada paduan Al­Si dengan variasi

Zn 2%, yaitu sebesar 17,4 kg/mm 2 . Dan kekuatan tarik terendah

terdapat pada paduan Al­Si dengan variasi Zn 1%, yaitu sebesar

10,7 kg/mm 2 . Regangan tertinggi juga terdapat pada variasi 2%

Zn yaitu sebesar 8.4 %

2. Nilai kekerasan tertinggi ada pada paduan Al­Si dengan variasi

Zn 4%, sebesar 64,2 BHN. Sedangkan untuk nilai kekerasan

terendah ada pada paduan Al­Si dengan variasi Zn 1% dengan

nilai 48,810 BHN.

3. Pada analisis struktur mikro terjadi perubahan besar butir pada

setiap variasi paduan yang dapat menyebabkan meningkatnya

angka kekerasan.

4. Porositas terbanyak ada pada paduan Al­Si dengan variasi 4% Zn

yaitu sebesar 0,012%, dan porositas terkecil ada pada paduan Al­

Si dengan variasi Zn 2% yaitu sebesar 0,004%.

5. Pada pengujian berat jenis semakin banyak unsur Zn yang

ditambahkan berarti semakin besar pula berat jenisnya, terbukti

pada paduan Al­Si dengan variasi Zn 4% dengan nilai berat

Page 77: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

66

jenisnya sebesar 3.006 gr/cm 3 , dan berat jenis terendah ada pada

paduan Al­Si dengan variasi Zn 1% sebesar 2.483 gr/cm 3 .

6. Pada pengamatan struktur makro dapat disimpulkan bahwa

pengaruh penambahan unsur Zn dapat membuat benda uji

menjadi lebih ulet, karena pada daerah sekitar patahan

penempangnya menjadi lebih kecil.

7. Pada pengujian komposisi kimia unsur variasi Zn yang masuk ke

dalam coran Al­Si­ 2% Zn sebanyak 2,10%, itu dikarenakan pada

saat penimbangan tidak akurat

Saran

1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, pada penelitian yang

masih menggunakan variasi seperti ini sebaiknya pada waktu

proses pembekuan diberikan tekanan untuk memperkecil

porositas.

2. Alat­alat uji dan alat­alat yang mendukung tugas akhir sebaiknya

harus dirawat dengan baik, atau yang sudah rusak harus segera

dibelikan yang baru karena itu sangat berpengaruh pada

pengambilan data.

Page 78: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

67

DAFTAR PUSTAKA

Dieter, G. E., 1996, Metalurgi Mekanik, Edisi ketiga, alih bahasa, Djaprie, S., Erlangga, Jakarta

Prasetyo, S., 2006, Pengaruh Cu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al­Si, Skripsi, Fakultas Teknik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Putro, A. E. A. C., 2006, Pengaruh Aging Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al­Si­Cu­Mg, Skripsi, Fakultas Teknik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Surdia, T., Chijiiwa, K., 1981, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta.

Surdia, T., Chijiiwa, K., 1976, Teknik Pengecoran Logam, Pradnya Paramita, Jakarta.

Page 79: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

68

Page 80: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

69

Perhitungan kekuatan tarik dan persentase regangan

• Perhitungan kekuatan tarik

rata rata

rata rata maks rata rata A

P T

− − = σ

1. Untuk benda uji mula­mula (Al­Si tanpa cor ulang)

=

+ + +

+ + +

4 96 , 24 07 , 26 96 , 24 76 , 25

4 6 , 695 7 , 735 2 , 713 3 , 604

= 27.889 kg/mm 2

2. Untuk benda uji yang dicor ulang

=

+ +

+ +

3 28 . 53 62 . 51 8 . 51

3 788 3 . 756 1 . 756

= 14.680 kg/mm 2

3. Untuk benda uji dengan variasi 1% Zn

=

+ +

+ +

3 06 . 51 35 . 46 52 . 47

3 7 . 630 7 . 488 9 . 434

= 10.724 kg/mm 2

Page 81: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

70

4. Untuk benda uji dengan variasi 2% Zn

=

+ +

+ +

3 46 . 53 91 . 49 72 . 41

3 8 . 917 1 . 886 6 . 714

= 17.358 kg/mm 2

5. Untuk benda uji dengan variasi 3% Zn

=

+ +

+ +

3 5 . 55 54 5 . 52

3 754 1 . 786 9 . 728

= 14.006 kg/mm 2

6. Untuk benda uji dengan variasi 4% Zn

=

+ +

+ +

3 06 . 56 54 13 . 55

3 5 . 613 574 4 . 606

= 10.859 kg/mm 2

Paduan Kekuatan Tarik

Maksimum (kg/mm 2 )

Mula­mula

Cor ulang

Al­Si­1% Zn

Al­Si­2% Zn

Al­Si­3% Zn

Al­Si­4% Zn

27.899

14.680

10.724

17.358

14.006

10.859

Page 82: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

71

• Perhitungan persentase regangan

rata rata

rata rata rata rata L

L

− −

∆ =

ο ε

1. Untuk benda uji mula­mula (Al­Si tanpa cor ulang)

= % 100

4 25 25 25 25

4 8 . 0 1 . 1 1 1

×

+ + +

+ + +

= 3.9 %

2. Untuk benda uji yang dicor ulang

= % 100

3 068 . 33 068 . 33 068 . 33

3 6 . 1 4 . 1 3 . 1

×

+ +

+ +

= 4.3 %

3. Untuk benda uji dengan variasi 1% Zn

= % 100

3 068 . 33 068 . 33 068 . 33

3 4 . 1 4 . 0 2 . 0

×

+ +

+ +

= 2.0 %

4. Untuk benda uji dengan variasi 2% Zn

= % 100

3 068 . 33 068 . 33 068 . 33

3 6 . 3 6 . 2 2 . 2

×

+ +

+ +

Page 83: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

72

= 8.4 %

5. Untuk benda uji dengan variasi 3% Zn

= % 100

3 068 . 33 068 . 33 068 . 33

3 7 . 0 9 . 0 7 . 0

×

+ +

+ +

= 2.3 %

6. Untuk benda uji dengan variasi 4% Zn

= % 100

3 068 . 33 068 . 33 068 . 33

3 5 . 0 6 . 0 9 . 0

×

+ +

+ +

= 2.0 %

Paduan Regangan Total (%)

Mula­mula

Cor ulang

Al­Si­1% Zn

Al­Si­2% Zn

Al­Si­3% Zn

Al­Si­4% Zn

3.9

4.3

2.0

8.4

2.3

2.0

Perhitungan kekerasan Brinell

) ( 2

2 2 d D D D P HB

− − =

π 2 mm

kg

dengan :

HB = Angka kekerasan Brinell (BHN)

Page 84: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

73

P = gaya yang bekerja pada penetrator = 125 kg

D = diameter penetrator = 5 mm

d = diameter bekas injakan

Perhitungan :

Untuk diameter bekas injakan pertama pada benda uji mula­mula (d = 1.27 mm)

) 27 . 1 5 5 ( 5 ) 125 ( 2

2 2 − − =

π HB

= 97.107 BHN

Untuk hasil perhitungan yang lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Mula­mula Cor ulang 1% Zn 2% Zn 3% Zn 4% Zn

d HB d HB d HB d HB d HB d HB

1.27 97.107 1.67 55.456 1.82 46.423 1.67 55.456 1.61 59.795 1.57 62.967

1.29 94.068 1.62 58.665 1.75 50.350 1.79 48.050 1.61 59.795 1.55 64.646

1.27 97.107 1.64 57.566 1.74 50.950 1.73 51.561 1.8 47.499 1.53 66.391

1.29 94.068 1.67 55.456 1.74 50.950 1.71 52.814 1.73 51.561 1.56 63.799

1.26 98.681 1.67 55.456 1.82 46.423 1.75 50.350 1.69 54.112 1.56 63.799

1.27 97.107 1.69 54.112 1.75 50.350 1.69 54.112 1.71 52.814 1.52 67.290

1.28 95.570 1.66 56.147 1.78 48.611 1.7 53.457 1.73 51.561 1.58 62.151

1.26 98.681 1.65 56.850 1.82 46.423 1.72 52.182 1.65 56.850 1.57 62.967

96.549 56,214 48,810 52,248 60,693 64,251

Page 85: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

74

Perhitungan persentase porositas

% 100 × = total luasan jumlah

porositas luasan jumlah porositas Persentase

1. Untuk benda uji mula­mula (Al­Si tanpa cor ulang)

= % 100 11008 0

×

= 0

2. Untuk benda uji yang dicor ulang

= % 100 11008 73

×

= 0.006%

3. Untuk benda uji dengan variasi 1% Zn

= % 100 11008 115

×

= 0.010%

4. Untuk benda uji dengan variasi 2% Zn

= % 100 11008 54

×

= 0.004%

5. Untuk benda uji dengan variasi 3% Zn

= % 100 11008 90

×

= 0.008%

6. Untuk benda uji dengan variasi 4% Zn

= % 100 11008 137

×

Page 86: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

75

= 0.012%

Paduan Persentase porositas (%)

Mula­mula

Cor ulang

1% Zn

2% Zn

3% Zn

4% Zn

0

0.006

0.010

0.004

0.008

0.012

Perhitungan berat jenis

Berat jenis (ρ) = volume berat

) ( ) (

V W

1. Untuk benda uji mula­mula (Al­Si tanpa cor ulang)

V W

= ρ

= 8 . 0 1 . 2

= 2.625 g/cm 3

2. Untuk benda uji yang dicor ulang

V W

= ρ

= 8 . 0 81 . 1

= 2. 262 g/cm 3

Page 87: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

76

3. Untuk benda uji dengan variasi 1% Zn

V W

= ρ

= 6 . 0 49 . 1

= 2.483 g/cm 3

4. Untuk benda uji dengan variasi 2% Zn

V W

= ρ

= 6 . 0 65 . 1

= 2.750 g/cm 3

5. Untuk benda uji dengan variasi 3% Zn

V W

= ρ

= 6 . 0 75 . 1

= 2.916 g/cm 3

6. Untuk benda uji dengan variasi 4% Zn

V W

= ρ

= 6 . 0 84 . 1

= 3.066 g/cm 3

Page 88: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

77

Paduan Berat Jenis (g/cm 3 )

Mula­mula

Cor ulang

1% Zn

2% Zn

3% Zn

4% Zn

2.625

2.262

2.483

2.750

2.916

3.066

Perhitungan perbesaran foto

Pada gambar terlihat ukuran kawat adalah 10 mm, dan ukuran kawat asli

adalah 0.11 mm. Jadi perbesarannya adalah :

perbesaran asli kawat ukuran

foto dalam kawat ukuran =

90 . 90 11 . 0 10

= = 91 x

1 cm dalam foto = 91 1 = 0.0109 cm dari ukuran asli, atau sama dengan 109 µ m.

109 µ m = 1 cm

100 µ m = 0.9 cm

200 µ m = 1.8 cm

Gambar L.1 Foto Perbesaran Kawat

Page 89: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

78

POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG

Lab No. = 050/sp lab/Ex Polman/II/2006

Order No. = PF­80112

LAPORAN HASIL ANALISA (REPORT OF ANALYSIS)

Kode sample = Al/13.02.06

Analisa = Spectrometer

Program = AlSiCu

Hasil/Result =

Unsur (%) Si

Fe

Cu

Mn

Mg

Zn

Ti

Cr

Ni

Pb

Sn

Na

Sb

Al

7,11247

0,14114

0,02844

0,00348

0,27885

0,00448

0,12808

0,00179

0,00358

0,00005

0,00288

0,00005

0,00031

92,29343

Page 90: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

79

Page 91: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

80

Page 92: SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al SiZn

81