SIFAT FISIKA KAYU JATI PADA DUA KETINGGIAN TEMPAT …. Prosiding SNTT SV 2015.pdfSIFAT FISIKA KAYU...
-
Upload
trankhuong -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of SIFAT FISIKA KAYU JATI PADA DUA KETINGGIAN TEMPAT …. Prosiding SNTT SV 2015.pdfSIFAT FISIKA KAYU...
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2015 94
SIFAT FISIKA KAYU JATI PADA DUA KETINGGIAN
TEMPAT TUMBUH YANG BERBEDA DI HUTAN RAKYAT
KABUPATEN KULON PROGO
Agus Ngadianto1 , Dinar Ayu Agustin2, Nurati Oktavia Putri2 dan Elsa Rosalia2
1 Staf Pengajar Pengelolaan Hutan, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
2 Mahasiswa Pengelolaan Hutan, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada [email protected]
Intisari- Pertumbuhan penduduk yang meningkat
berbanding lurus terhadap kebutuhan kayu, namun
potensi kayu semakin menurun akibat ekploitasi yang
berlebihan dan kerusakan alam yang menyebabkan
kesulitan dalam pemenuhan terhadap kebutuhan
kayu. Oleh karena itu diperlukan upaya pemanfaatan
kayu yang optimal dengan menggunakan semua hasil
tebangan yang ada sehingga diharapkan dapat
mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu jenis
kayu yang sering digunakan di Indonesia adalah kayu
jati (Tectona grandis L.f.). Pengelolaan tumbuhan jati
di pulau Jawa dilakukan dalam dua bentuk
pengelolaan yaitu tanaman jati yang berasal dari
hutan rakyat dan tanaman yang dikelola oleh Perum
Perhutani. Secara garis besar, penelitian ini
difokuskan untuk mengetahui sifat fisika kayu jati yang
berasal dari hutan rakyat pada variasi kedudukan aksial
dan radial yang ditanam pada dua ketinggian tempat
tumbuh yang berbeda yang berasal dari Kabupaten Kulon
Progo, Yogyakarta.Penelitian menggunakan rancangan
acak lengkap dengan 3 faktor dan 4 ulangan yaitu
ketinggian tempat tumbuh (±300 m dpl dan ±600 m
dpl), kedudukan aksial batang (Pangkal dan ujung
batang) serta kedudukan radial batang (dekat hati,
tengah dan dekat kulit). Pembuatan contoh uji dan
pengujian sifat fisika dan mekanika mengikuti British
Standard Method 373 Tahun 1957. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Interaksi antara faktor arah
aksial dan radial kayu jati baik yang tumbuh di lokasi
1 (± 300 mdpl) maupun yang tumbuh dilokasi 2 (± 600
mdpl) tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap nilai kadar air, berat jenis, warna dan
perubahan dimensi. Sifat kayu jati yang tumbuh di
lokasi 1 (± 300 mdpl) maupun yang tumbuh dilokasi 2
(± 600 mdpl) masih memiliki sifat fisika yang rendah,
hal ini dikarenakan umur kayu yang dipanen masih
terlalu muda.
Kata kunci : Kayu jati, Hutan rakyat, Kedudukan
aksial,Kedudukan radial, Sifat fisika
PENDAHULUAN
Kayu merupakan bahan baku yang tidak
lepas dari kehidupan manusia sebagai alat
pemenuhan kebutuhan seperti bahan bakar, mebel
dan bahan baku industri. Pertumbuhan penduduk
yang meningkat berbanding lurus terhadap
kebutuhan kayu, namun potensi kayu semakin
menurun akibat ekploitasi yang berlebihan dan
kerusakan hutan yang menyebabkan kesulitan
dalam pemenuhan terhadap kebutuhan kayu
tersebut. Oleh karena itu diperlukan upaya
pemanfaatan kayu seoptimal mungkin dengan
menggunakan semua hasil tebangan yang ada
sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan
tersebut.
Pemilihan dan penggunaan kayu untuk suatu
tujuan pemakaian memerlukan pengetahuan tentang
sifat-sifat kayu. Sifat-sifat ini penting dalam
industri pengolahan kayu karena dengan
pengetahuan sifat tersebut dapat dipilih jenis kayu
yang tepat untuk berbagai tujuan penggunaan.
Berdasarkan beberapa sifat yang diketahui, salah
satu jenis kayu yang sering digunakan di Indonesia
adalah kayu jati (Tectona grandis L.f.). Kayu jati
merupakan salah satu jenis kayu yang memiliki
banyak keunggulan antara lain sifat keawetan dan
kekuatan yang tinggi dimana termasuk dalam kelas
awet I-II dan kelas kuat II, mudah dalam
pengerjaan dan memiliki penampakan yang
menarik.
Pengelolaan tanaman jati di pulau Jawa
dilakukan dalam dua bentuk pengelolaan yaitu
tanaman jati yang berasal dari hutan rakyat dan
tanaman jati yang dikelola oleh Perum Perhutani.
Hutan jati yang dikelola oleh Perum Perhutani
seluas 2.442.101 Ha lahan dengan luas lahan
produktif sekitar 1.750.860 Ha. Tanaman jati
Perum Perhutani dapat dijumpai pada tiga Divisi
Regional pengelolaan yang ada di pulau Jawa yaitu
Divisi Regional Jawa Tengah, Divisi Regional Jawa
Timur dan Divisi Regional Jawa Barat. Penghasil
utama kayu Jati di Perum Perhutani Divisi Regional
Jawa Tengah antara lain KPH Kebonharjo, KPH
Cepu, KPH Randublatung dan KPH Kendal [1].
Sementara itu, pada tahun 2009 luas hutan rakyat di
Indonesia mencapai 3.589.434 Ha. Dari total luas
hutan rakyat tersebut, seluas 2.799.181 Ha atau
77,98% berada di Pulau Jawa. Potensi hutan rakyat
dalam bentuk standing stock sebanyak 125.627.018
m3, sementara potensi siap panen mencapai
20.937.836 m3. Potensi panen hutan rakyat
terbesar berada di Jawa yaitu mencapai 16,3 juta
m3[2]. Sementara itu jumlah rumah tangga yang
mengusahakan hutan rakyat pada tahun 2003
dengan jenis jati sebanyak 1,7 juta rumah tangga,
mahoni sebanyak 2,3 juta rumah tangga, sengon
sebanyak 2,3 juta rumah tangga dan akasia
sebanyak 235 ribu rumah tangga [3].
Pengelolaan hutan rakyat selama ini masih
dilakukan secara individual oleh pemiliknya. Baru
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2015 95
pada akhir-akhir ini mulai dilakukan pengelolaan
hutan rakyat secara berkelompok dengan
kelembagaan yang lebih teratur sehingga
kelestarian dan keberlanjutan pengelolaan hutan
yang dilihat dari skala pengelolaan mulai
diperhatikan meskipun baru pada beberapa daerah.
Bentuk kelembagaan dalam pengelolaan hutan
rakyat contohnya adalah dalam bentuk koperasi
seperti yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa
Yogyakarta memiliki potensi hutan rakyat seluas
17.510,75 Ha dimana pengelolaannya sudah pada
bentuk kelembagaan salah satunya adalah Koperasi
Wana Lestari Menoreh (KWLM). Koperasi Wana
Lestari Menoreh (KWLM) merupakan sebuah
koperasi yang didirikan oleh masyarakat petani
hutan di kawasan hutan rakyat Pegunungan
Menoreh, Kabupaten Kulon Progo, Daerah
Istimewa Yogyakarta. KWLM berdiri pada tanggal
2 Agustus 2008. Koperasi ini menaungi masyarakat
petani hutan yang menjadi anggota koperasi di tiga
kecamatan yaitu Samigaluh, Kalibawang dan
Girimulyo. Jenis tanaman atau kayu yang
diusahakan dalam kegiatan pengelolaan hutan
rakyat di koperasi ini adalah Jati, Mahoni, Sengon
dan Sonokeling dimana tanaman atau kayu jati
menjadi produk utama pengelolaan hutan rakyat di
koperasi ini. Sifat-sifat kayu atau tanaman berkayu
yang dikelola oleh hutan rakyat dibawah lembaga
Koperasi Wana Lestari Manoreh ini belum
diketahui secara pasti, sehingga diperlukan suatu
penelitian untuk mengetahui sifat dan kualitas kayu
yang ditanam agar memiliki nilai ekonomi yang
tinggi salah satunya adalah kayu jati yang
merupakan kayu primadona dalam pembuatan
mebel. Dengan mengetahui sifat dan kualitas kayu
jati ini, Koperasi Wana Lestari Manoreh dapat
menggolongkan dan mengklasifikasikan kayu jati
sesuai dengan kayu jati yang dikelola oleh Perum
Perhutani yang pada akhirnya dapat ditentukan
kisaran harga jual kayu untuk kesejahteraan bagi
anggota koperasi yang dalam hal ini adalah petani
hutan rakyat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sifat fisika kayu jati yang berasal dari hutan
rakyat pada variasi kedudukan aksial dan radial
yang ditanam di dua ketinggian tempat tumbuh
yang berbeda di Kabupaten Kulon Progo,
Yogyakarta. Dengan informasi ini diharapkan
masyarakat dapat menentukan harga jual kayu jati
jika dibandingkan dengan kayu jati yang berasal
dari Perum Perhutani.
METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah kayu Jati (Tectona Grandis) berumur ± 7
tahun yang diperoleh dari hutan rakyat di
Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta pada variasi
ketinggian tempat tumbuh yang berbeda yaitu di
ketinggian ±300 m dpl (Desa Banjarsari Kecamatan
Kalibawang) dan ±600 m dpl (Desa Pagerharjo
Kecamatan Samigaluh).Alat penelitian yang
digunakan pada penelitian ini berupa gergaji
bundar, planer, mesin ketam, grinder, timbangan
analitik, gelas ukur, oven pengering, desikator,
kaliper dan spectrophotometer.
B. Pembuatan contoh uji
Kayu jati yang digunakan berupa log yang
dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian pangkal dan
ujung dengan panjang masing-masing 50 cm.
jumlah ulangan yang digunakan sebanyak 4 log
pada masing-masing lokasi tempat tumbuh. Kayu
berupa log digergaji dengan irisan radial
(quartersawn) menjadi papan-papan dengan tebal
20 mm dan lebar 20 mm. Papan-papan tersebut
dikeringkan sampai mencapai kadar air kering
udara. Selanjutnya papan-papan tersebut dipotong
menjadi contoh uji dengan ukuran yang sesuai
dengan parameter pengamatan yaitu kadar air dan
berat jenis ukuran 2 cm x 2cm x 2cm, perubahan
dimensi 2 cm x 2cm x 4cm dan pengujian warna
kayu dengan ukuran 2 cm x 2cm x 30cm.
C. Pengujian Sifat Fisika Kayu
Pengujian sifat fisika kayu jati dari hutan
rakyat ini meliputi kadar air, berat jenis, perubahan
dimensi dan pengujian warna kayu. Standar
pengujian yang digunakan adalah British Standar
BS 373-1957 [4].
D. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada
penelitian ini berupa Rancangan Acak Lengkap
dengan percobaan faktorial, untuk masing-masing
tahap penelitian. Uji statistik yang dilakukan berupa
analisis keragaman dan jika terdapat perbedaan
yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Honestly
Significant Difference(Tukey).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kadar air kayu
TABEL 1.
NILAI KADAR AIR KAYU
No Sampel KA (%) Lokasi 1
KA (%) Lokasi 2
1 Ujung, dekat hati 8,48 10,57
2 Ujung, tengah 8,08 10,38 3 Ujung, dekat kulit 9,21 12,46
4 Pangkal, dekat hati 7,99 15,89
5 Pangkal, tengah 7,80 12,62 6 Pangkal, dekat kulit 8,54 15,77
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2015 96
TABEL 2.
ANALISIS VARIANS KADAR AIR KAYU
No Sampel perlakuan Aksial Radial Interaksi
1 Kadar air lokasi 1 0,031* 0,005** 0,573ns
2 Kadar air lokasi 2 0,055ns 0,578ns 0,270ns
Keterangan : ** = Nilai sangat berbeda nyata pada taraf uji 1%
* = Nilai sangat berbeda nyata pada taraf uji 5% ns = Nilai tidak berbedanyata
Keterangan : Lokasi 1 = ketinggian ±300 m dpl. Lokasi 2 = ketinggian ±600 m dpl.
Kadar air merupakan nilai yang
menunjukkan besarnya air di dalam suatu kayu.
Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis
yaitu mempunyai afinitas (daya tarik) yang tinggi
terhadap air dan cairan polar lainnya baik dalam
bentuk polar maupun dalam bentuk uap [5]. Hasil
penelitian pada Tabel 1. menunjukkan nilai kadar
air pada kondisi kering udara berkisar antara7,80%-
9,21% pada kayu jati yang tumbuh pada lokasi 1
atau pada lokasi yang berada di ketinggian ± 300
mdpl. Sementara itu, nilai kadar air kayu jati yang
berada pada lokasi 2 atau pada lokasi tumbuh
diketinggian ± 600 mdpl berkisar antara 10,38%-
15,89%.
Hasil analisis varian Pada Tabel 2
menunjukkan bahwa nilai kadar air kayu jati yang
tumbuh pada lokasi 1 memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata pada arah radial dan berbeda
nyata pada faktor arah aksial sedangkan
interaksinya tidak memberikan pengaruh yang
berbeda. Untuk kayu jati yang tumbuh dilokasi 2,
hasil analisis varian tidak memberikan pengaruh
yang nyata pada semua faktor dan interaksi antara
keduanya.
Perbedaan nilai kadar air kering udara pada
kayu jati yang berasal dari 2 ketinggian tempat
tumbuh yang berbeda ini disebabkan oleh iklim
yang ada namun masih berada pada kisaran yang
sesuai. Kadar air kering udara iklim di Indonesia
adalah 15% tetapi untuk masing-masing kayu
memiliki kadar air kering udara yang berbeda-beda
[6].
B. Berat jenis kayu (kerapatan dasar)
TABEL 3.
NILAI BERAT JENIS KAYU
No Sampel BJ
Lokasi 1 BJ
Lokasi 2
1 Ujung, dekat hati 0,56 0,59
2 Ujung, tengah 0,62 0,57 3 Ujung, dekat kulit 0,58 0,64
4 Pangkal, dekat hati 0,53 0,59
5 Pangkal, tengah 0,58 0,60 6 Pangkal, dekat kulit 0,58 0,64
TABEL 4.
ANALISIS VARIANS BERAT JENIS KAYU
No Sampel Perlakuan Aksial Radial Interaksi
1 Berat jenis lokasi 1 0,192ns 0,093ns 0,731ns
2 Berat jenis lokasi 2 0,816ns 0,131ns 0,861ns
Keterangan : ** = Nilai sangat berbeda nyata pada taraf uji 1% * = Nilai sangat berbeda nyata pada taraf uji 5%
ns = Nilai tidak berbeda nyata
Keterangan : Lokasi 1 = ketinggian ±300 m dpl.
Lokasi 2 = ketinggian ±600 m dpl.
Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan
bahwa nilai berat jenis kayu jati pada lokasi 1 atau
pada lokasi tumbuh di ketinggian ± 300 mdpl
memberikan kisaran nilai sebesar 0,53-0,62,
sedangkan nilai berat jenis kayu jati yang berada di
lokasi 2 atau pada lokasi tumbuh diketinggian ±
600 mdpl memberikan kisaran nilai sebesar 0,57-
0,64. Hasil analisis varian pada Tabel 4
menunjukkan bahwa baik faktor aksial, faktor
radial maupun interaksi antara keduanya tidak
memberikan pengaruh yang berbeda baik pada
berat jenis kayu jati yang berasal dari lokasi 1
ataupun lokasi 2.
Kisaran nilai berat jenis ini lebih besar jika
dibandingkan dengan nilai berat jenis hasil
penelitian Nugroho (2012) [7] pada kayu jati hasil
penjarangan umur 12-25 tahun di KPH
Randublatung yaitu sebesar 0,516 – 0,576. Nilai
berat jenis pada penelitian ini juga lebih besar jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Nugroho
(2013) [8] kayu jati hasil penjarangan umur 12-25
tahun di KPH Kendal yaitu sebesar 0,46 – 0,56.
Berat jenis semua kondisi pada kedudukan radial
memiliki variasi yang sesuai dengan pendapat
Panshin dan de Zeeuw (1980) bahwa berat jenis
akan mengalami kenaikan dari bagian dekat hati
menuju kulit. Variasi berat jenis pada arah radial
yaitu bagian dekat hati, berat jenisnya rendah
dikarenakan masih berupa kayu juvenile yang
terpusat disekitar empulur yang umumnya memiliki
dinding sel yang tipis, ruang antar sel banyak
sehingga kerapatan kayunya lebih rendah dan berat
jenisnya juga rendah [5].
C. Warna Kayu
Secara teoritis, warna disebabkan oleh
penyerapan, penyebaran dan pantulan dalam
kisaran cahaya tampak oleh molekul-molekul
tertentu yang disebut kromofor [9]. Pengujian
warna dalam penelitian ini diuji saat kondisi kayu
dalam keadaan kering udara. Dalam pengujian ini
diuji tingkat kecerahan pada kayu yang
dilambangkan dengan L*, tingkat warna merah
dalam kayu yang dilambangkan dengan a*, dan
tingkat warna kuning dalam kayu yang
dilambangkan b*.Untuk warna, Jati dengan
permukaan gelap lebih disukai, terutama untuk
produk ekspor sebagai penanda ’ketropisan’
kayunya. Dua sifat tersebut secara teknis
dipengaruhi oleh zat ekstraktif dalam suatu kayu [9]
dan faktor genetisnya [10].
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2015 97
Hasil penelitian pada gambar 1 menunjukkan
bahwa nilai warna kayu jati pada lokasi 1 atau pada
lokasi tumbuh di ketinggian ± 300 mdpl
memberikan kisaran nilai kecerahan sebesar 48,51-
63,67, nilai kemerahan sebesar 9,16-12,72 dan nilai
kekuningan sebesar 16,46-20,63. Sementara itu,
gambar 2 menunjukkan nilai warna kayu jati yang
berada di lokasi 2 atau pada lokasi tumbuh
diketinggian ± 600 mdpl memberikan kisaran nilai
kecerahan sebesar 45,19-54,34, nilai kemerahan
sebesar 11,65-14,30 dan nilai kekuningan sebesar
14,53-17,60.
Gambar 1. Grafik nilai warna kayu pada lokasi 1
Gambar 2. Grafik nilai warna kayu pada lokasi 2
TABEL 5.
ANALISIS VARIANS WARNA KAYU
No Sampel Perlakuan Aksial Radial Interaksi
1 Kecerahan lokasi 1 0,488ns 0,001** 0,193ns
2 Kecerahan lokasi 2 0,257ns 0,034* 0,730ns
3 Kemerahan lokasi 1 0,154ns 0,001** 0,797ns
4 Kemerahan lokasi 2 0,108ns 0,016* 0,808ns
5 Kekuningan lokasi 1 0,100ns 0,028* 0,819ns
6 Kekuningan lokasi 2 0,484ns 0,009** 0,913ns
Keterangan : ** = Nilai sangat berbeda nyata pada taraf uji 1% * = Nilai sangat berbeda nyata pada taraf uji 5%
ns = Nilai tidak berbeda nyata
Keterangan : Lokasi 1 = ketinggian ±300 m dpl.
Lokasi 2 = ketinggian ±600 m dpl.
Hasil analisis varian Pada Tabel 5
menunjukkan bahwa nilai warna kayu jati baik
yang tumbuh pada lokasi 1 maupun lokasi 2
memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
dan berbeda nyata pada faktor arah radial untuk
tingkat kecerahan, kemerahan dan kekuningannya.
Sementara itu untuk faktor arah aksial ataupun
interaksi anatara faktor aksial dan radial tidak
memberikan pengaruh nyata pada tingkat
kecerahan, kemerahan dan kekuningan kayu jati.
D. Perubahan dimensi kayu
Kayu merupakan bahan yang bersifat
higroskopis, hal ini akan berakibat pada terjadinya
perubahan dimensi pada kayu baik berupa
penyusutan maupun pengembangan. Kayu selain
memiliki sifat higroskopis juga mempunyai sifat
anisotropis yaitu adanya perbedaan sifat pada ketiga
arah utamanya.
Hasil penelitian pada gambar 3 menunjukkan
bahwa nilai penyusutan kayu jati pada lokasi 1 atau
pada lokasi tumbuh di ketinggian ± 300 mdpl
memberikan kisaran nilai penyusutan arah
longitudinal sebesar 0,14%-1,32%, nilai penyusutan
arah radial sebesar 1,86%-2,78% dan nilai
penyusutan arah tangensial sebesar 3,98%-5,28%.
Sementara itu, gambar 4 menunjukkan nilai
penyusutan kayu jati yang berada di lokasi 2 atau
pada lokasi tumbuh diketinggian ± 600 mdpl
memberikan kisaran nilai penyusutan arah
longitudinal sebesar 0,51%-0,62%, nilai penyusutan
arah radial sebesar 0,61%-0,78% dan nilai
penyusutan arah tangensial sebesar 0,70%-0,85%.
Hasil analisis varian pada Tabel 6
menunjukkan bahwa hampir semua faktor baik
aksial dan radial maupun interaksi antara keduanya
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
semua nilai penyusutan kayu jati baik yang tumbuh
dilokasi 1 maupun lokasi 2 kecuali nilai penyusutan
arah longitudinal pada kayu jati yang berasal dari
lokasi 1 dan faktor arah radialnya.
Nilai penyusutan kayu dipengaruhi oleh
banyak faktor. Penyusutan kayu selain dipengaruhi
oleh kadar air juga dipengaruhi oleh berat jenis
kayu. Berat jenis memberikan pengaruh hubungan
yang linier positif terhadap penyusutan kayu,
semakin tinggi berat jenis suatu kayu maka
penyusutan kayu akan semakin tinggi [11].
Gambar 3. Grafik nilai penyusutan kayu pada lokasi 1
0
10
20
30
40
50
60
70
Ujungdekathati
Ujungtengah
Ujungdekatkulit
Pangkaldekathati
Pangkaltengah
Pangkaldekatkulit
Kecerahan
Kemerahan
Kekuningan
0
10
20
30
40
50
60
Ujungdekathati
Ujungtengah
Ujungdekatkulit
Pangkaldekathati
Pangkaltengah
Pangkaldekatkulit
Kecerahan
Kemerahan
Kekuningan
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
Ujungdekathati
Ujungtengah
Ujungdekatkulit
Pangkaldekathati
Pangkaltengah
Pangkaldekatkulit
Penyusutan L
Penyusutan R
Penyusutan T
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2015 98
Gambar 4. Grafik nilai penyusutan kayu pada lokasi 2
TABEL 6.
ANALISIS VARIANS PERUBAHAN DIMENSI KAYU
No Sampel Perlakuan Aksial Radial Interaksi
1 Penyusutan L lokasi 1 0,122ns 0,002 ** 0,140ns
2 Penyusutan L lokasi 2 0,338ns 0,747ns 0,620ns
3 Penyusutan R lokasi 1 0,198ns 0,554ns 0,579ns
4 Penyusutan R lokasi 2 0,421ns 0,684ns 0,565ns
5 Penyusutan T lokasi 1 0,797ns 0,178ns 0,379ns
6 Penyusutan T lokasi 2 0,247ns 0,619ns 0,960ns
7 Pengembangan L lokasi 1 0,012* 0,154ns 0,593ns
8 Pengembangan L lokasi 2 0,544ns 0,295ns 0,799ns
9 Pengembangan R lokasi 1 0,007** 0,899ns 0,523ns
10 Pengembangan R lokasi 2 0,709ns 0,883ns 0,745ns
11 Pengembangan T lokasi 1 0,401ns 0,050* 0,343ns
12 Pengembangan T lokasi 2 0,934ns 0,781ns 0,977ns
Keterangan : ** = Nilai sangat berbeda nyata pada taraf uji 1%
* = Nilai sangat berbeda nyata pada taraf uji 5% ns = Nilai tidak berbeda nyata
Keterangan : Lokasi 1 = ketinggian ±300 m dpl. Lokasi 2 = ketinggian ±600 m dpl.
Hasil penelitian pada gambar 5 menunjukkan
bahwa nilai pengembangan kayu jati pada lokasi 1
atau pada lokasi tumbuh di ketinggian ± 300 mdpl
memberikan kisaran nilai pengembangan arah
longitudinal sebesar 0,09%-3,07%, nilai
pengembangan arah radial sebesar 1,99%-3,09%
dan nilai pengembangan arah tangensial sebesar
3,72%-6,85%. Sementara itu, gambar 6
menunjukkan nilai pengembangan kayu jati yang
berada di lokasi 2 atau pada lokasi tumbuh
diketinggian ± 600 mdpl memberikan kisaran nilai
pengembangan arah longitudinal sebesar 0,32%-
0,44%, nilai pengembangan arah radial sebesar
0,45%-0,51% dan nilai pengembangan arah
tangensial sebesar 0,51%-0,55%.
Hasil analisis varian pada Tabel 6
menunjukkan bahwa hampir semua faktor baik
aksial dan radial maupun interaksi antara keduanya
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
semua nilai pengembangan kayu jati baik yang
tumbuh dilokasi 1 maupun lokasi 2 kecuali nilai
pengembangan kayu jati yang berasal dari lokasi 1
pada arah longitudinal di faktor aksialnya, pada
arah radial di faktor aksialnya, dan pada arah
tangensial di faktor radialnya.
Gambar 5. Grafik nilai pengembangan kayu pada lokasi 1
Gambar 6. Grafik nilai pengembangan kayu pada lokasi 2
KESIMPULAN
1. Interaksi antara faktor arah aksial dan radial
kayu jati baik yang tumbuh di lokasi 1 (± 300
mdpl) maupun yang tumbuh dilokasi 2 (± 600
mdpl) tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap nilai kadar air, berat jenis, warna dan
perubahan dimensi.
2. Faktor arah aksial kayu jati memberikan
pengaruh sangat nyata pada nilai pengembangan
arah radial serta memberikan pengaruh nyata
saja pada nilai kadar air dan pengembangan
arah longitudinal pada kayu jati yang tumbuh
dilokasi 1 (± 300 mdpl).
3. Faktor arah radial kayu jati memberikan
pengaruh yang sangat nyata pada nilai kadar air
dan pengembangan arah tangensial pada kayu
jati yang tumbuh dilokasi 1 (± 300 mdpl).
Sementara itu memberikan pengaruh yang
sangat nyata dan nyata pada semua parameter
pengujian warna baik untuk kayu jati yang
tumbuh di lokasi 1 (± 300 mdpl) maupun yang
tumbuh dilokasi 2 (± 600 mdpl)
4. Sifat kayu jati yang tumbuh di lokasi 1 (± 300
mdpl) maupun yang tumbuh dilokasi 2 (± 600
mdpl) masih memiliki sifat fisika yang rendah,
hal ini dikarenakan umur kayu yang dipanen
masih terlalu muda.
REFERENSI
0,400,450,500,550,600,650,700,750,800,850,90
Ujungdekathati
Ujungtengah
Ujungdekatkulit
Pangkaldekathati
Pangkaltengah
Pangkaldekatkulit
Penyusutan L
Penyusutan R
Penyusutan T
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
Ujungdekathati
Ujungtengah
Ujungdekatkulit
Pangkaldekathati
Pangkaltengah
Pangkaldekatkulit
Pengembangan L
Pengembangan R
Pengembangan T
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
0,55
0,60
Ujungdekathati
Ujungtengah
Ujungdekatkulit
Pangkaldekathati
Pangkaltengah
Pangkaldekatkulit
Pengembangan L
Pengembangan R
Pengembangan T
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2015 99
[1] Perum Perhutani. 2012. Wilayah Kerja Perum
Perhutani.www.perumperhutani/profil/wilayah-
kerja. di unduh pada Tanggal 10 Januari 2015.
[2] Departemen Kehutanan. 2009. Menghijaukan
Tanah Jawa : Strategi Pengembangan Ekonomi
dan Penyelamatan Lingkungan Melalui Hutan
Rakyat. Wana Aksara. Jakarta.
[3] Anonim. 2004. Potensi Hutan Rakyat Indonesia
2003. Kerjasama Pusat Inventarisasi dan
Statistik Kehutanan Departemen Kehutanan
dengan Direktorat Statistik Pertanian Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
[4] Anonim. 1957. British Standard 373, 1957.
Method of Testing Small Clear Specimen of
Timber. London
[5] Bowyer, J.L., R. Shmulsky dan J.G. Haygreen.
2003. Forest Product and Wood Science. An
Introduction 4th. Lowa State Press, USA.
[6] Marsoem, S.N., 1996. Sifat-sifat Kayu untuk
Bahan Baku Industri. Diklat Manajer Industri
Kayu. Kerjasama antara Fakultas Kehutanan
UGM Yogyakarta dengan PT. Focus Jakarta.
[7] Nugroho, A.F. 2012. Variasi Umur dan Arah
Radial Terhadap Sifat Fisika dan Mekanika
Kayu Jati Hasil Penjarangan di KPH
Randublatung. Fakultas Kehutanan UGM.
Yogyakarta
[8] Nugroho, R.A. 2013. Variasi Radial Terhadap
Sifat Dimensi Serat, Fisika dan Mekanika Kayu
Jati Hasil Penjarangan pada Berbagai Umur
dari KPH Kendal. Fakultas Kehutanan UGM.
Yogyakarta.
[9] Hon, D.N.S and N. Minemura. 2001. Wood and
Cellulosic Chemistry. Marcel Dekker Inc. New
York.
[10] Rink, G., Phelps, J.E., 1989: Variation in
Heartwood and Sapwood Properties among 10-
year Old Black Walnut Trees. Wood and Fiber
Scienca, 21, 2, Pp. 177 – 182
[11] Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of
Wood (Structure, Properties, Utilization). Van
Nostrand Reinhold Company. New York.