SI 3212: Struktur Baja (3 sks) · PDF file4 Batang Tekan (2 x 100 mt) 3(23/2), 4(26/2) 28/2...
Transcript of SI 3212: Struktur Baja (3 sks) · PDF file4 Batang Tekan (2 x 100 mt) 3(23/2), 4(26/2) 28/2...
H:\Misc\Lecture Notes\PROGRAM.rtf
SI 3212: Struktur Baja (3 sks) (Created 24/1/07)
Semester II/06_07; NIM: 150xx041-150xx080 (Dosen: Sindur P. Mangkoesoebroto)
Tujuan: Memberikan pemahaman dan kemampuan dalam merencanakan tahanan komponen struktur baja beserta sambungannya. Penekanan diarahkan pada perilaku dan modus keruntuhan komponen struktur terhadap berbagai kombinasi pembebanan.
Silabus: Pengantar LRFD dan material, batang tarik (LRFD dan probabilistik), batang tekan, balok (lentur, geser, beban terpusat, dan analisis plastis), sambungan (baut dan las), elemen pelat tipis, torsi, tekuk torsi lateral, balok pelat berdinding penuh, perencanaan plastis rangka sederhana, kombinasi lentur-tekan.
Waktu: Senin: jam 09:00-10:40 Jum’at: jam 09:00-10:40Tempat: 3202
Mulai kuliah: 5 Februari 2007 UTS: 26 ~ 30 Maret 2007 (minggu ke 8) Akhir kuliah: 18 Mei 2007
Prasyarat: Mekanika Teknik, Mekanika Bahan, Statistik & Probabilitas Text: Salmon & Johnson, “Steel Structures: Design and Behavior,” 4th ed., HarperCollins, 1996.
Satuan Acara Perkuliahan: Materi Tatap Muka
(minggu ke & tgl) KT
(2007) 1 Pengantar LRFD dan Material (2 x 100 mt) 1(5/2, 9/2) 14/2 2 Batang Tarik (LRFD) (1,5 x 100 mt) 2(12/2, 16/2) 3 Batang Tarik (Probabilistik) (1,5 x 100 mt) 2(16/2), 3(19/2)
21/2
4 Batang Tekan (2 x 100 mt) 3(23/2), 4(26/2) 28/2 5 Balok: Lentur, Geser, Beban Terpusat, & Analisis Plastis (3 x 100 mt) 4(2/3), 5(5/3, 9/3) 14/3 6 Sambungan: Baut dan Las (3 x 100 mt) 6(12/3, 16/3), 7(23/3) 28/3 7 Elemen Pelat Tipis (1,5 x 100 mt) 9(2/4), 10(9/4) 8 Torsi (3 x 100 mt) 10(9/4, 13/4), 11(16/4, 20/4) 9 Tekuk Torsi Lateral (1,5 x 100 mt) 11(20/4), 12(23/4)
25/4
10 Balok Pelat Berdinding Penuh (3 x 100 mt) 12(27/4), 13(30/4, 4/5) 9/5 11 Perencanaan Plastis Rangka Sederhana (100 mt) 14(7/5) 12 Kombinasi Lentur-Tekan (2 x 100 mt) 14(11/5), 15(14/5)
16/5
13 Ujian Komprehensif UAS TU
Handout: Versi e-file (format PDF) dapat di down load di www.icfee.info (gratis).
Presence Ticket: One grade down on the upper bound for each missing-ticket. Nilai: Kegiatan Terstruktur (KT) setiap topik (2~3 soal) dan ujian komprehensif (100%) dan Tugas-tugas (15%) A 92 92 B 82 82 C 72 72 D 62
Rujukan lainnya: 1. SNI 03-1729-2000 (Tatacara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung); [dan Peraturan
Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (1984) – optional] 2. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987, UDC: 624.042). 3. AISC
Asisten: Ayu Wulandari; Agnylla Palupi Arthi; Elias E. Pinem; Seto Wahyudi
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB I Pengantar
Perencanaan struktur adalah kombinasi seni dan ilmu pengetahuan yang menggabungkan intuisi para ahli struktur mengenai perilaku struktur dengan pengetahuan prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisis struktur, untuk menghasilkan struktur yang aman dan ekonomis selama masa layannya.
Metode perhitungan yang berdasarkan keilmuan harus menjadi pedoman dalam proses pengambilan keputusan, namun tidak untuk diikuti secara membabi buta. Kemampuan intuisi yang dirasionalkan oleh hasil-hasil perhitungan dapat menjadi dasar poses pengambilan keputusan yang baik.
Struktur optimum dicirikan sebagai berikut: a. biaya minimum, b. bobot minimum, c. periode konstruksi minimum, d. kebutuhan tenaga kerja minimum, e. biaya manufaktur minimum, f. manfaat maksimum pada saat layan.
Kerangka perencanaan struktur adalah proses penentuan jenis struktur dan pendimensian komponen struktur demikian sehingga beban kerja dapat dipikul secara aman, dan perpindahan yang terjadi dapat ditolerir oleh syarat-syarat yang berlaku.
Prosedur perencanaan secara iterasi dilakukan sebagai berikut: 1. Perancangan. Penetapan fungsi-fungsi struktur dan kriteria keberhasilan
yang optimum. 2. Penetapan konfigurasi struktur preliminari berdasarkan Step 1. 3. Penetapan beban-beban kerja yang harus dipikul. 4. Pemilihan tipe dan ukuran preliminari komponen-komponen struktur
berdasarkan Step 1, 2, 3. 5. Analisis struktur untuk menetapkan gaya-gaya-dalam dan perpindahan. 6. Evaluasi perancangan struktur optimum. 7. Perencanaan ulang dari Step 1 s/d 6. 8. Perencanaan akhir untuk menguji Step 1 s/d 7.
Beban
Beban kerja pada struktur atau komponen struktur bisa ditetapkan berdasarkan peraturan pembebanan yang berlaku.
Beban mati adalah beban–beban yang bersifat tetap selama masa layan, antara lain berat struktur, pipa-pipa, saluran-saluran listrik, AC/heater, lampu-lampu, penutup
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 2
lantai/atap, dan plafon.
Beban hidup adalah beban-beban yang berubah besar dan lokasinya selama masa layan, antara lain berat manusia, perabotan, peralatan yang dapat dipindah-pindah, kendaraan, dan barang-barang lainnya.
Beban angin adalah tekanan-tekanan yang berasal dari gerakan-gerakan angin. Umumnya perlu diperhitungkan pada luas bidang tangkap angin yang relatif luas pada bangunan dengan beban-beban yang relatif ringan.
Beban gempa adalah gaya-gaya yang berasal dari gerakan-gerakan tanah dikombinasi dengan sifat-sifat dinamis struktur. Karena seringkali percepatan horizontal tanah lebih besar daripada percepatan vertikal, dan struktur secara umum lebih sensitif terhadap gerakan horizontal daripada gerakan vertikal, maka pengaruh gempa horizontal seringkali lebih menentukan daripada pengaruh gempa vertikal.
Tahanan komponen struktur dalam memikul gaya mengikuti preferensi berikut ini:
tarik: baik keruntuhan leleh bersifat daktail tekan: kurang baik stabilitas (tekuk lentur, tekuk lokal) lentur: sedang stabilitas (tekuk torsi, tekuk lokal, tekuk lateral) geser: lemah getas, tekuk lokal torsi: buruk getas, tekuk lokal
Belakangan ini komponen struktur tarik makin digemari mengingat efisiensinya dalam memikul beban.
Etika profesi: Perencana bertanggungjawab penuh dalam menghasilkan struktur yang aman dan ekonomis.
Falsafah Perencanaan LRFD (Load And Resistance Factor Design) Metode ASD telah digunakan selama kurun waktu 100 tahun, dan dalam 20 tahun terakhir telah bergeser ke perencanaan batas (LRFD) yang lebih rasional dan berdasakan konsep probabilitas.
Keadaan batas adalah kondisi struktur diambang batas kemampuan dalam memenuhi fungsi-fungsinya. Keadaan batas dibagi dalam dua katagori yaitu tahanan dan kemampuan layan. Keadaan batas tahanan (atau keamanan) adalah perilaku struktur saat mencapai tahanan plastis, tekuk, leleh, fraktur, guling, dan gelincir. Keadaan batas kemampuan layan berkaitan dengan kenyamanan penggunaan bangunan, antara lain masalah lendutan, getaran, perpindahan permanen, dan retak-retak. Kriteria penerimaan (acceptance criteria) harus mencakup kedua keadaan batas tersebut.
Konsep probabilitas dalam mengkaji keamanan struktur adalah metode keandalan
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 3
mean value first-order second-moment dimana pengaruh beban (Q) dan tahanan (R) dianggap sebagai variabel acak yang saling tak bergantung, dengan frekuensi distribusi tipikal sebagai berikut,
Agar lebih sederhana maka akan dipelajari variabel R/Q atau ln(R/Q) dengan ln(R/Q)<0 menunjukkan kegagalan seperti ditunjukkan oleh gambar berikut ini,
Besaran Q
Rn menjadi definisi kegagalan. Varibel disebut indeks keandalan (reliability index), dan bermanfaat untuk beberapa hal sebagai berikut:
1. Menunjukkan konsistensi perencanaan berbagai-bagai jenis komponen struktur.
2. Dapat digunakan untuk menemukan metode baru dalam perencanaan komponen struktur.
3. Dapat digunakan sebagai indikator dalam mengkalibrasi tingkat faktor keamanan komponen struktur.
Secara umum, suatu struktur atau komponen struktur dikatakan aman bila hubungan berikut ini terpenuhi,
Rn i Qi
Frekuensi
Tahanan (R)Beban (Q)
Q R
Q R
Frekuensi
Gagal
0n ( R/Q )
n ( R/Q )
n (R/Q)
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 4
dimana adalah faktor tahanan, Rn adalah tahanan nominal,
i adalah fakfor beban, Qi adalah (pengaruh) beban,
Rn adalah tahanan rencana, iQi adalah (pengaruh) beban terfaktor.
Kombinasi Pengaruh Beban
Kombinasi pengaruh beban ditentukan berikut ini, 1,4D1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)1,2D + 1,6 (La atau H) + ( L L atau 0,8 W)1,2D + 1,3W + L L +0,5 (La atau H)1,2D + 1,0E + L L0,9D+ (1,3W atau 1,0E)
dimana D adalah pengaruh beban mati, L adalah pengaruh beban hidup, La adalah pengaruh beban hidup pada atap, W adalah pengaruh angin, E adalah pengaruh gempa, H adalah pengaruh hujan.
Secara umum D, L, La, W, E, dan H masing-masing dapat berupa lentur, geser, aksial, dan torsi. Tahanan setiap komponen struktur harus diperiksa terhadap semua kombinasi pembebanan tersebut diatas.
Faktor Tahanan-LRFD
Faktor tahanan berikut ini digunakan dalam perencanaan menggunakan metode LFRD.
Komponen struktur tarik: t = 0,9 keadaan batas leleh t = 0,75 keadaan batas fraktur
Komponen struktur tekan: c = 0,85
Komponen struktur lentur: b = 0,9 untuk lentur v = 0,9 untuk geser
Untuk las: mengikuti diatas.
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Alat pengencang (baut/keling): = 0,75
Dengan faktor beban dan faktor tahanan yang telah ditentukan diatas maka dapat dihitung indeks keandalan berikut,
QR=(R/Q) nn
22
QR VV
QRn
dimana (R/Q)n ~ V + VR Q2 2
RV RR
QV QQ
QR , masing-masing adalah nilai-nilai rerata tahanan dan beban, R Q, adalah standar deviasi untuk tahanan dan beban.
Kombinasi Beban Indeks Keandalan, Peluang Kegagalan, pf(‰)
D & L 3,0 untuk komponen struktur 4,5 untuk hubungan
~ 1,35 ~ 0,0034
D & L & W 2,5 untuk komponen struktur ~ 6,2 D & L & E 1,75 untuk komponen struktur ~ 40
Hubungan/ nilai-nilai indeks keandalan ( ) versus peluang kegagalan (pf ) untuk distribusi normal adalah sebagai berikut:
Indeks Keandalan, Peluang Kegagalan, pf(‰)
2,33 3,09
101
3,72 0,1 4,26 0,01
Material Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB II MATERIAL
Baja yang biasa digunakan untuk keperluan struktur adalah dari jenis:
rendah ( 0,15%)
sedang (0,15 0,29%) umum untuk struktur bangunan (misalnya BJ 37)
baja karbon (fy = 210 250 MPa) medium (0,30 0,50%)
tinggi (0,60 1,70%)
Baja karbon memiliki titik peralihan leleh yang tegas; peningkatan kadar karbon akan meningkatkan kuat leleh tapi mengurangi daktilitas dan menyulitkan proses pengelasan.
baja mutu tinggi (fy = 275 480 MPa) menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas. didapat dengan menambahkan unsur aloi (chromium, nickel, vanadium, dll) kedalam baja karbon untuk mendapatkan bentuk mikrostruktur yang lebih halus.
baja aloi (fy = 550 760 MPa) tidak menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas. titik peralihan leleh ditentukan menggunakan metode tangens 2‰ atau metode regangan 5‰.
Hubungan tegangan – regangan tipikal.
Teg
anga
n (M
Pa)
Kuat tarik, fu
Baja aloi
Kuat leleh minimumfy = 700 MPa
Baja mutu tinggi
Baja karbon; BJ 37
5 10 15 20 25 30 35
fy = 350 MPa
fy = 240 MPa
Regangan (%)
100
200
300
400
500
Tipi
700
800
Material Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Baja yang biasa digunakan untuk baut adalah baut mutu standar (fub=415 MPa) atau baut mutu tinggi (fub=725 825 MPa; fyb=550 650 MPa).
Kawat las yang biasa digunakan dalam pengelasan struktur adalah E60xx (fyw=345 MPa; fuw=415 MPa) atau E70xx (fyw=415 MPa; fuw=500 MPa).
Diagram tegangan-regangan dalam daerah yang lebih rinci diperlihatkan pada gambar dibawah ini.
Hubungan tegangan – regangan pada daerah lebih rinci.
Metode ASD menggunakan tegangan ijin yang lebih kecil daripada kuat leleh baja. Metode LRFD menggunakan kuat leleh baja.
Seperti jenis baja lainnya, baja aloi juga memiliki daerah “plastis”. Namun, dalam daerah “plastis” tersebut hubungan tegangan-regangan menunjukkan penguatan. Karena baja tersebut tidak memiliki daerah “plastis” yang betul-betul datar maka baja tersebut (fy > 450 MPa) tidak boleh digunakan dalam perencanaan plastis.
Tegangan Multiaksial
Teori keruntuhan Huber-von Mises-Hencky untuk kondisi tegangan triaksial dinyatakan sebagai berikut:
Teg
anga
n (M
Pa)
2‰ tangens
5 10 15 20 25
2‰ tangens, fy= 700 MPa
Kuat leleh
st
Daerah elastisDaerah plastis Penguatan regangan
hingga regangan kuat tarik
E
Est
(a)
(b)
Tipikal untuk fy > 450 MPa
(c)
5‰ regangan, fy = 700 MPa
Regangan (‰)
400
500
600
700
800
100
200
300
Tipikal untuk fy < 450 MPa
Material Sindur P. Mangkoesoebroto 3
2y
213
232
221
2e f
21
dimana e adalah tegangan efektif.
Untuk kondisi tegangan biaksial ( 3 = 0) persamaan tersebut menjadi,
2y21
22
21
2e f
atau 1fff y
212
y
22
2y
21
dengan ilustrasi gambar sebagai berikut:
Kriteria leleh energi distorsi untuk tegangan bidang.
Tegangan geser maksimum untuk keadaan biaksial dapat ditulis sebagai berikut
221
max12
max
45o
Keadaan tegangan geser murni
2 = 1
2 = 1
1 1
Keadaan tegangan hidrostatis
-1,0
-1,0
+1,0
+1,0
2 = 1
2 = 1
1 1
2 = 1
2 = 1
1 1
= 1
2
fy
1
fy
Material Sindur P. Mangkoesoebroto 4
untuk keadaan berikut ini berlaku
dan 111
max 2e y yf3 31
2 2 2
y y yf f13
0 6,
Modulus geser dinyatakan sebagai berikut,
12EG
dengan Poisson’s ratio = 0,3 untuk daerah elastis =0,5 untuk daerah plastisdan E = 200.000 MPa maka G 80.000 MPa.
Perilaku Baja pada Suhu Tinggi
Bila suhu mencapai 90 C, hubungan tegangan-regangan baja menjadi tidak lagi proporsional dan peralihan kuat leleh menjadi tidak tegas. Modulus elastisitas, E,kuat leleh, fy, dan kuat tarik, fu, tereduksi dengan sangat nyata. Reduksi tersebut sangat besar pada rentang suhu 430 C ~ 540 C. Pada suhu sekitar 260 ~ 320 C,baja memperlihatkan sifat rangkak.
11
2 = | 1|
2 = | 1|
1
2 = -| 1|
max
Kurva 1: Rasio kuat leleh Kurva 2: Rasio modulus elastisitas
Ras
io k
uat l
eleh
ata
u m
odul
us e
last
isita
s
Material Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Pengerjaan Dingin dan Penguatan Regangan Pengerjaan dingin terhadap baja akan menghasilkan regangan permanen. Terjadinya regangan permanen akan mengurangi daktilitas baja. Daktilitas baja, ,didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan fraktur, f , terhadap regangan
leleh, y, atau daktilitas y
f .
Pengaruh peregangan diluar daerah elastis.
Strain Aging Bila baja dibebani hingga mencapai daerah penguatan regangan dan kemudian dibebas-bebankan untuk beberapa lama maka baja tersebut akan menunjukkan hubungan tegangan-regangan yang sama sekali berbeda dari aslinya dan disebut telah mengalami strain aging. Baja yang telah mengalami strain aging akan memperlihatkan kuat leleh yang lebih tinggi, daerah tegangan konstan plastis yang lebih tinggi, kuat tarik dan kuat fraktur yang lebih besar, namun daktilitasnya lebih kecil.
Pengaruh ‘strain aging’ akibat peregangan hingga mencapai daerah penguatan regangan dan bebas beban.
Regangan
Regangan permanen
Daerah plastis
Kemiringan elastis
Hubungan tegangan - regangan elastis - plastis
Penguatan regangan
Kuat tarik
Kuat fraktur
Peningkatan kuat leleh karena penguatan regangan
A
C E
FDB0
Daerah elastis
Tega
ngan
Daerah regangan setelah penguatan regangan dan
‘strain aging’
Regangan
Peningkatan tegangan akibat ‘strain aging’
C
E
D
Tega
ngan
Peningkatan kuat leleh karena penguatan regangan
Material Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Keruntuhan Getas
Meskipun umumnya keruntuhan baja bersifat daktail, namun dalam beberapa kondisi baja dapat mengalami keruntuhan secara getas. Keruntuhan getas adalah jenis keruntuhan yang terjadi tanpa didahului oleh deformasi plastis dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Keruntuhan getas dipengaruhi oleh suhu, kecepatan pembebanan, tingkat tegangan, tebal pelat, dan geometri detailing.
Pada suhu normal, keruntuhan getas berpotensi untuk terjadi bila keadaan tegangan cenderung bersifat multiaksial. Karena perubahan geometri yang tiba-tiba sering menimbulkan keadaan tegangan multiaksial, konfigurasi dan perubahan penampang harus dibuat sehalus mungkin untuk menghindari terjadinya keruntuhan getas.
Hal-hal berikut ini perlu diperhatikan dalam mengantisipasi keruntuhan getas: 1. Temperatur rendah meningkatkan resiko keruntuhan getas 2. Keruntuhan getas terjadi karena tegangan tarik 3. Pelat baja tebal meningkatkan resiko 4. Geometri tiga dimensi meningkatkan resiko 5. Adanya cacat baja meningkatkan resiko 6. Kecepatan pembebanan yang tinggi meningkatkan resiko 7. Sambungan las menimbulkan resiko
Sobekan lamelar
Sobekan lamelar adalah jenis keruntuhan getas yang terjadi pada bidang gilas akibat gaya tarik yang besar bekerja tegak lurus ketebalan elemen pelat profil. Karena regangan yang diakibatkan oleh beban layan biasanya < y maka beban layan biasanya tidak perlu diperhatikan sebagai penyebab sobekan lamelar. Dalam sambungan las yang terkekang, regangan akibat susut logam las dalam arah tegak lurus ketebalan sering terjadi secara lokal dan lebih besar daripada y. Hal ini yang sering menyebabkan terjadinya sobekan lemelar.
Material Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Buruk Baik
Sebagai akibat proses gilas baja panas, profil baja memiliki sifat yang berbeda-beda dalam arah gilas, transversal, dan ketebalan. Pada daerah elastis, sifat-sifat baja dalam arah gilas dan arah transversal hampir sama (tahanan dalam arah transversal sedikit bebih kecil daripada tahanan dalam arah gilas). Namun, daktilitas dalam arah ketebalan jauh lebih kecil daripada dalam arah gilas. Bila proses pembebanan adalah demikian sehingga diperlukan redistribusi maka daktilitas yang terbatas tidak dapat mengakomodasi redistribusi yang diperlukan; bahkan yang terjadi dapat berupa sobekan lamelar.
Transversal
Arah gilas
Z = ketebalan
Material Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Keruntuhan Lelah
Tegangan tarik yang bersifat siklis dapat menyebabkan keruntuhan meskipun kuat leleh baja tidak pernah tercapai. Gejala tersebut dinamakan keruntuhan lelah, dan terjadi akibat tegangan tarik yang bersifat siklis. Keruntuhan atau keretakan yang terjadi bersifat progresif hingga mencapai keadaan instabilitas.
Keruntuhan lelah dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1. Jumlah siklus pembebanan 2. Taraf tegangan tarik yang terjadi (dibandingkan dengan kuat leleh) 3. Ukuran cacat-cacat dalam material baja
Dalam hal keruntuhan lelah, tegangan yang terjadi pada saat layan merupakan pertimbangan utama, sedangkan mutu baja tidak memegang peranan penting. Pengaruh beban mati juga tidak cukup sensitif. Namun, geometri penampang dan kehalusan penyelesaian detailing memberikan pengaruh yang dominan.
Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 6
6.2.2 Kombinasi pembebanan
Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan terfaktor di bawah ini:
1,4D (6.2-1) 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) (6.2-2) 1,2D + 1,6 (La atau H) + ( L L atau 0,8 W) (6.2-3) 1,2D + 1,3 W + L L + 0,5 (La atau H) (6.2-4) 1,2D + 1,0 E + L L (6.2-5) 0,9D + (1,3 W atau 1,0E) (6.2-6)
Keterangan:
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap;
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain;
La adalah beban hidup diatap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak;
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air; W adalah beban angin; E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989,
atau penggantinya; dengan,
L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan L = 1 bila L 5 kPa. Kekecualian: Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada Persamaan (6.2-3), (6.2-4), dan (6.2-5) harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar dari 5 kPa.
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB III KOMPONEN STRUKTUR TARIK
Batang tarik dapat terbuat dari profil bulat ( ), pelat ( ), siku ( ), dobel
siku ( ), siku bintang ( ), kanal tunggal/dobel ( , ), dan lain lain.
Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu (a) leleh penampang pada daerah yang jauh dari hubungan (las), (b) fraktur pada penampang efektif neto pada lubang-lubang baut di hubungan, (c) keruntuhan blok geser pada lubang-lubang baut di hubungan.
Untuk kasus (a) berlaku, tahanan tarik nominal
Nn = fy Ag …………………………………………….. (1)
yang mana fy adalah kuat leleh (MPa) Ag adalah luas penampang bruto
Untuk kasus (b). Pada hubungan yang menggunakan baut maka senantiasa terjadi konsentrasi tegangan disekitar lubang baut.
Pada kasus (b) yang mana leleh terjadi secara lokal menyebabkan terjadinya fraktur pada luas penampang neto maka tahanan nominal,
Nn = fu Ae …………………………………………….. (2)
yang mana fu adalah kuat tarik Ae adalah luas penampang efektif.
fy < fy
< y y
T1T1
fy
y
T2 > T1 T2 > T1
fy
y
T3 > T2 T3 > T2
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Perhatikan bahwa fu telah digunakan dalam Pers. (2) untuk daerah lokal sedangkan fy digunakan pada Pers. (1) untuk daerah yang lebih panjang. Sebetulnya fu juga dapat digunakan pada Pers. (1) namun hal ini akan menyebabkan perpanjangan total yang cukup besar sehingga menimbulkan redistribusi gaya yang berlebihan kepada komponen-komponen struktur lainnya. Karena koefisien variasi dari fu lebih besar daripada koefisien variasi dari fy maka faktor tahanan = f (untuk fu) juga lebih kecil daripada faktor tahanan = y(untuk fy).
Luas neto
Lubang-lubang baut dapat dibuat dengan beberapa cara. Cara yang termurah dan termudah adalah menggunakan metode punching dengan diameter lubang 1,5 mm lebih besar daripada diameter alat pengencang (keling atau baut). Metode tersebut akan mengurangi kekuatan daerah pinggiran lubang baut, sehingga dalam analisis diameter lubang diambil sebagai diameter lubang + 1,5 mm atau diameter alat pengencang + 3 mm.
Metode pelubangan kedua adalah dengan cara punching dengan diameter yang lebih kecil daripada diameter rencana kemudian melakukan reaming hingga mendapatkan diameter rencana. Metode tersebut memberikan ketelitian yang lebih baik daripada cara sebelumya, namun lebih mahal.
Metode ketiga adalah dengan cara langsung membor lubangnya sebesar diameter alat pengencang + 0,75 mm. Metode tersebut biasa digunakan pada pelat-pelat yang tebal dan adalah cara yang termahal diantara ketiga cara tersebut di atas.
Luas neto penampang batang tarik yang relatif pendek (komponen penyambung) tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas brutonya, An 0,85 Ag.
Contoh:
Ag = t . d = 6 * 75 = 450 mm2
An = [d – ( + 1,5)] * t
= [75 – (10 + 1,5)] * 6 = 381 mm2 (~ 85% Ag)
Luas Neto Akibat Lubang Selang-seling
d = 75 mm T T
= 10 mm (punching)
t = 6 mm
T T
sp
a
sg
diameter lubang = (punching) b
c
df
e
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Panjang neto a – d = (a – d) – 2 ( + 1,5)
Panjang neto a – b – e – f = (a – d) – 2 ( + 1,5) + g
2p
s4s
Contoh:
Garis a-b-c-d : 400 – 2 (17,5 + 1,5) = 362 mm
a-b-e-c-d : 400 – 3 (17,5 + 1,5) + 2 100*4
302 = 347,5 mm
a-b-f-g : 400 – 3 (17,5 + 1,5) + 2 100*4
302
= 347,5 mm
menentukan (~ 86% Ag) OK
Untuk profil siku nilai sg = sg1 + sg2 – t
Contoh:
TT
30
a
= 17,5 mm (punching)
b
c
dg
f
e100
100
30
400
sg2
sg1
t
t
33 27
33
27
t
60
sp
60.60.6
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 4
sg1 = sg2 = 33 mm sg = sg1 + sg2 – t = 33 + 33 – 6 = 60 mm
= 10 mm (punching) Ag = 691 mm2
Panjang a-b-c-d : (60 + 54 ) – ( + 1,5) = 114 – (10 + 1,5) = 102,5 mm
Panjang a-b-e-f : (60 + 54 ) – 2 ( + 1,5) + 60*4
302
= 114 – 2 * 11,5 + 60*4
302 = 94,75 mm (~ 83% Ag)
Luas Neto Efektif
Luas neto yang diperoleh sebelumnya harus dikalikan dengan faktor efektifitas penampang, U, akibat adanya eksentrisitas pada sambungan; demikian sehingga didapat Ae = U An
yang mana Ae adalah luas neto efektif U adalah koefisien reduksi An adalah luas neto penampang
Koefisien reduksi U untuk hubungan yang menggunakan baut atau keling diperoleh dari persamaan berikut:
U = 1 - Lx 0,9
dimana x adalah jarak dari titik berat penampang yang tersambung secara eksentris ke bidang pemindahan beban;
L adalah panjang sambungan dalam arah kerja beban
sg = 60
27
sp = 30
27
60a
b
c
d
e
f
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Untuk hubungan dengan las.
1) Bila komponen struktur tarik dilas kepada pelat menggunakan las longitudinal di kedua sisinya,
Ae = U Ag w
2w U = 1,0 1,5w 2w U = 0,87 w < 1,5w U = 0,75
2) Bila komponen struktur tarik dihubungkan menggunakan las transversal saja,
Ae = U Ag = Akontak
3) Bila komponen struktur tarik dihubungkan kepada baja bukan pelat menggunakan las longitudinal/transversal
Ae = U Ag = AgContoh:
w
Akontak
WF 300.300.10.15
T/2
T/2
T
50 50 L = 50 + 50 = 100 mm
c.g
= max ( , )x x1 x2
x2
x1c.g dari penampang ½ I
x
x
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 6
10*13515*300
152
135*10*1357,5*15*300x
= 24,80 mm
U = 1 – 100
80,24 = 0,75
Ae = 0,75 An
Geser Blok
Suatu keruntuhan dimana mekanisme keruntuhannya merupakan kombinasi geser dan tarik dan terjadi melewati lubang-lubang baut pada komponen struktur tarik disebut keruntuhan geser blok. Keruntuhan jenis ini sering terjadi pada sambungan dengan baut terhadap pelat badan yang tipis pada komponen struktur tarik. Keruntuhan tersebut juga umum dijumpai pada sambungan pendek, yaitu sambungan yang menggunakan dua baut atau kurang pada garis searah dengan bekerjanya gaya.
Pengujian menunjukkan bahwa keruntuhan geser blok dapat dihitung dengan menjumlahkan tarik leleh (atau tarik fraktur) pada satu irisan dengan tahanan geser fraktur (atau geser leleh) pada bidang lainnya yang saling tegak lurus. Tahanan tarik blok geser nominal ditentukan oleh Pers. (a) atau (b) berikut ini, dengan fraktur mendahului leleh atau rasio fraktur/leleh terbesar.
Tn = 0,6 fy Agv (leleh) + fu Ant (fraktur) ….………………………... (a)
Tn = 0,6 fu Anv (fraktur) + fy Agt (leleh) ...…………………………. (b)
Contoh: = 23,5 mm (punching)
t = 6 mm BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)
300
150
15x
10Penampang ½ I
a b
c
geser
tarik T
geser tarik
60 80 60
60
80
200
1 2 1
Tn
geser
tarik
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Blok geser :
½ Tn = 0,6 fy Agv + fu Ant = 0,6 * 240 * 6 * (80 + 60)
+ 370 * 6 * [60 – ½ (23,5 + 1,5)] = 120960 + 105450
= 22,6 ton
atau ½ Tn = 0,6 fu Anv + fy Agt = 0,6 * 370 * 6 [80 + 60 – 1½ (23,5 + 1,5)]
+ 240 * 6 * 60 = 136530 + 86400
= 22,3 ton
Tn = 44,6 ton
Blok geser :
Tn = 0,6 fy Agv + fu Ant = 0,6 * 240 * 2 * 6 * (80 + 60)
+ 370 * 6 * [80 – (23,5 + 1,5)] = 241920 + 122100
= 36,4 ton
Tn = 0,6 fu Anv+fy Agt= 0,6 * 370 * 2 * 6 * [80 + 60 – 1½ (23,5 + 1,5)]
+ 240 * 6 * 80 = 273060 + 115200
= 38,8 ton
Tn = 38,8 ton (menentukan)
Jadi tahanan nominal akibat blok geser adalah Tn = 38,8 ton
leleh : 0,6 fy Agv geser fraktur : 0,6 fu Anv
leleh : fy Agt tarik fraktur : fu Ant
Kriteria Kelangsingan Komponen Struktur Tarik
Kelangsingan komponen struktur tarik, = L/r, dibatasi sebesar 240 untuk batang tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. Ketentuan tersebut tidak berlaku untuk profil bulat.
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Penyaluran Gaya pada Sambungan
Anggapan dasar: Alat pengencang (baut atau keling) dengan ukuran yang sama akan menyalurkan gaya yang sama besarnya bila diletakkan secara simetris terhadap garis netral komponen struktur tarik.
Contoh:
t = 8 mm = 23,5 mm (punching)
BJ 37: (fy = 240, fu = 370)
Satu alat pengencang menyalurkan 101 Tn
Potongan 1-3-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-3-1 sebesar 100% Tn
An = 8 [300 – 3 (23,5 + 1,5)] = 1800 mm2 ( 75% Ag)
Tn = Ae fu = U An fu
U = 1 – 30*3
4 = 0,96 0,9 U = 0,9
Tn = 0,9 * 1800 * 370 = 60 ton
Potongan 1-2-3-2-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-3-2-1 sebesar 100% Tn
An = 8 [300 – 5(23,5 + 1,5) + 40*4
302 * 4] = 1580 mm2 ( 66% Ag)
Tn = Ae fu = U An fu
= 0,9 * 1580 * 370 = 52,6 ton (menentukan)
30
Tn
60
80
80
60
30
30040
40
1
2
3
2
1
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Potongan 1-2-2-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-2-1 sebesar 90% Tn
An = 8 [300 – 4(23,5 + 1,5) + 40*4
302 * 2] = 1690 mm2 ( 70% Ag)
90% Tn = Ae fu = U An fu
= 0,9 * 1690 * 370 = 56,3 ton
Tn = 62,5 ton
Resume Komponen Struktur Tarik
t Tn Tu
(1) Leleh pada penampang bruto,
y Tn = 0,9 fy Ag
(2) Fraktur tarik pada penampang efektif,
f Tn = 0,75 fu Ae
(3) Fraktur geser pada penampang neto,
Vn = 0,75 (0,6 fu) Anv
(4) Fraktur tarik pada penampang neto,
Tn = 0,75 fu Ant
(5) Kombinasi geser-tarik:
a) Bila fu Ant 0,6 fu Anv
Rbs = 0,75 (0,6 fy Agv + fu Ant)
b) Bila 0,6 fu Anv > fu Ant
Rbs = 0,75 (0,6 fu Anv + fy Agt)
Keruntuhanblok geser
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Contoh:
Bila D = 2/3 L, tentukan beban kerja yang dapat dipikul oleh komponen struktur tarik berikut.
BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa) = 18 mm (punching)
b = 16 mm
(a) Tahanan pada penampang bruto,
y Tn = y Ag fy = 0,9 * 1876 * 240 = 40 ton
(b) Tahanan pada penampang neto,
An1 = 1876 – ( + 1,5) * 8
= 1876 – (18 + 1,5) * 8 = 1720 mm2 (91% Ag)
An2 = 1876 – 2 ( + 1,5) * 8 + 60*4
302 * 8
= 1876 – 2 (18 + 1,5) * 8 + 60*4
302 * 8
= 1594 mm2 (85% Ag)
An = 1594 mm2
U = 1 – Lx 0,9
= 1 – 180
4,32 = 0,82
Ae = U An = 0,82 * 1594 = 1307 mm2
120.120.8
x
= 32,4 mm
Ag = 1876 mm2
x
120 60
30
30
L = 180
30 30 30
Tu(D,L)
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 11
f Tn = f Ae fu = 0,75 * 1307 * 370 = 36,3 ton (menentukan)
Jadi nilai tahanan rencana, Td = 36,3 ton
Td Tu = 1,2 D + 1,6 L
= 1,2 * 32 L + 1,6 L = 2,4 L
L 4,2
Td = 15 ton
D L32 = 15*
32 = 10 ton
D + L = 10 + 15 = 25 ton
Bila digunakan beberapa baut berukuran besar, atau bila tebal pelat sayap profil cukup tipis, maka perlu ditinjau kemungkinan keruntuhan blok geser.
Contoh:Tentukan tahanan rencana komponen struktur tarik berikut ini.
BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa) = 18 mm (punching)
b = 16 mm
(a) Tahanan pada penampang bruto,
y Tn = y Ag fy = 0,9 * 813 * 240 = 17,6 ton
(b) Tahanan pada penampang neto,
An = 813 – ( + 1,5) * 6
= 813 – (18 + 1,5) * 6 = 696 mm2 (86% Ag)
U = 1 – Lx 0,9
= 19,3 mm
Ag = 813 mm2
X
70.70.6
x
70
40
30
30 50 50 50
geser
tarik Tu
Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 12
= 1 – 3*50
3,19 = 0,89
f Tn = f U An fu = 0,75 * 0,89 * (0,85*813) * 370
= 17 ton
(c) Tahanan blok geser,
0,6 fu Anv = 0,6 * 370 * [180 – 3½ * ( + 1,5)] * 6
Anv/t = 111,75 = 14,9 ton
fu Ant = 370 * [40 – ½ * ( + 1,5)] * 6 = 6,72 ton
Ant/t = 30,25
Karena 0,6 fu Anv > fu Ant maka
f Rbs = 0,75 (0,6 fu Anv + fy Agt)
= 0,75 (0,6 * 370 * 111,75 + 240 * 40) * 6
= 15,5 ton (menentukan)
Jadi nilai tahanan rencana komponen tarik adalah 15,5 ton (akibat blok geser).
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 1
PENGANTAR ANALISIS KEANDALAN Analisis keandalan berikut ini didasarkan pada mean value first order second moment (MVFOSM). Pada dasarnya metode ini tidak terlalu teliti namun dapat dianggap memadai untuk digunakan sebagai pengantar pada analisis yang lebih canggih misalnya FORM (first order reliability method) dan SORM (second order reliability method). Contoh: Akibat beban-beban hidup dan mati yang ditetapkan berdasarkan peraturan muatan diketahui gaya-gaya tarik yang bekerja pada batang CE adalah TD = 9,75 * 104 N dan TL = 14,6 * 104 N. Batang CE terbuat dari 70.70.6 (A = 2 * 812,7 mm2) dengan kuat leleh fy = 240 MPa. Tentukan indeks keandalan ( ), peluang kegagalan (pf), faktor-faktor beban ( D,
L), faktor tahanan ( ), dan faktor keamanan tunggal (SF), batang CE tersebut. Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas perlu pengetahuan mengenai distribusi dari R, D, L. Dalam bahasan selanjutnya akan ditinjau bila R, D, L adalah normal dan lognormal. R, D, L Normal dan Tak-bergantung Formulasinya adalah sebagai berikut: g(R,S) = R � S dimana g(R,S) adalah fungsi kinerja S = D + L adalah (pengaruh) beban luar R adalah tahanan tarik batang CE D adalah gaya tarik akibat beban mati L adalah gaya tarik akibat beban hidup. Karena R, D, L adalah normal maka g(R,S) juga normal seperti ditunjukan gambar berikut.
A
B
I
J D
C
F
E
H
G
R, S
S, normal
Sn S Rn R
R, normal
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Pada gambar diatas, adalah nilai rerata dan adalah deviasi standar. Dari kedua besaran tersebut didefinisikan koefisien variasi (V) adalah deviasi standar dibagi nilai rerata, dan indeks keandalan ( ) adalah invers dari koefisien variasi, atau
Koefisien variasi, V , dan
Indeks keandalan, V 1-
Nilai rerata dan deviasi standar dari g (R, S) dapat diperoleh berikut ini (R, S adalah dua varibel acak yang tak-bergantung), SRG -
2S
2R
2G
Sehingga indeks keandalan ( ) menjadi
2
S2
R
SR
G
G
- .................................................. (1)
dan peluang kegagalan (pf) adalah
dg g f p0
-Gf
G
G
G
G - - -
- 0
0-
-
2S
2R
SR
- 1 p f dimana adalah fungsi peluang kumulatif normal standar. Persamaan (1) dapat ditulis kembali sebagai 2
S2
RSR
fG (g)
gagal
0 g = R � S
G
G
g = R � S (normal)
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 3
SRSR
2S
2R
S
atau SSRR V - 1 ........................................... (2) dimana
SR
2S
2R
R
RR V
Karena LDS
2L
2DS dan maka Persamaan (2) menjadi
LDLDRR V - 1
LLDD V 1 V 1 yang mana
LD
2L
2D
atau
DDLD
2L
2D
SR
SRRR
SR
SR V
- 1 V
- - 1
+ LLLD
2L
2D
SR
SR V
- 1 ....................... (3)
Jadi
RSR
SR V -
- 1
DLD
2L
2D
SR
SRD V
- 1
LLD
2L
2D
SR
SRL V
-
1
dimana adalah faktor tahanan tengah D adalah faktor keamanan tengah untuk D L adalah faktor keamanan tengah untuk L Faktor bias ( ) didefinisikan sebagai berikut:
R
nR
R
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 4
D
nD
D
L
nL
L
maka Persamaan (3) menjadi,
nD
DLD
2L
2D
SR
SR
nR
RSR
SR
D V
- 1
R V
- - 1
+ nL
LLD
2L
2D
SR
SR
L V
- 1
dan faktor keamanan nominal menjadi:
R
D
DD
L
LL
dan angka kemanan tunggal (SF) adalah:
nn
n
L DR SF
Persamaan (3) dapat ditulis sebagai berikut:
nL
Ln
D
Dn
R
R L V 1 D V 1 RV 1
dimana ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan sebagai nilai awal = 0,75 dan
= 0,85; dan prosesnya dilakukan secara iterasi. Untuk contoh diatas diberikan TD = Dn = 9,75 * 104 N TL = Ln = 14,6 * 104 N Rn = 240 * 2 * 812,7 = 39 * 104 N
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Anggap R = 0,952 VR = 0,11 D = 1,05 VD = 0,1 L = 1,00 VL = 0,3
N 10 * 40,97 0,952
10 * 39 R 44
R
nR
N 10 * 9,28 1,05
10 * 9,75 T D 44
D
D
D
nD
N 10 * 14,6 1
10 * 14,6 L 44
L
nL
R = R . VR = 40,97 * 104 * 0,11 = 4,51 * 104 N D = 0,928 * 104 N L = 4,38 * 104 N
S = D + L = 23,9 * 104 N
24242L
2DS 10 * 4,38 10 * 0,928
= 4,5 * 104 N
0,19 10*9,2310 * 4,5 V 4
4
S
SS
R - S = 17,07 * 104 N R + S = 9,01 * 104 N D + L = 5,31 * 104 N
N 10 * 4,48 42L
2D
N 10 * 6,37 42S
2R
Indeks keandalan ( ),
2,68 10 * 6,3710 * 17,07
- 4
4
2S
2R
SR
Peluang kegagalan, pf = 1 - ( ) = 1 - (2,68) = 3,68 � Angka keamanan tengah,
0,79 0,11 10 * 9,0110 * 17,07 - 1 V
-
- 1 4
4
RSR
SR
1,16 0,110 * 5,3110 * 4,48
10 * 9,0110 * 17,07 1 V
- 1 4
4
4
4
DLD
2L
2D
SR
SRD
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 6
1,48 0,310 * 5,3110 * 4,48
10 * 9,0110 * 17,07 1 V
-
1 4
4
4
4
LLD
2L
2D
SR
SRL
Angka keamanan nominal,
0,83 0,9520,79
R
1,10 1,051,16
D
DD
1,48 1
1,48 L
LL
Jadi Rn = D . TD + L . TL 0,83 Rn = 1,10 TD + 1,48 TL atau 0,9 Rn = 1,20 TD + 1,60 TL Angka keamanan tunggal (SF),
1,60 10 * 14,6 10 * 9,75
10 * 39 T T
R SF 44
4
LD
n
R, D, L Lognormal dan Tak-bergantungSuatu variabel acak X terdistribusi lognormal bila XY n terdistribusi normal, jadi:
Y adalah mean value, dy y f y Y-
Y
Ym adalah median, 21 y F y m YY
y
-YY d f y F :imanad
y f Y
YY m
- < y <
y = n x
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Median:
XXY m Y F m X F m Y F 21 n
maka XYY mm n dan XY n Fungsi kerapatan normal adalah:
2
Y
Y
YY
-y 21- exp
2 1 y f
2
Y
Y
YYX
-y 21- exp
2 1
x1
dxdyyf x f
m
x 1 21- exp
2 x 1
2
XYYn
Momen ke-r:
dxxf x XE0
Xrr
dxmx 1
21- exp
2 x
2
XY0 Y
1r-n
gunakan
XY m
x 1 p n p x
X
p
mx e Y - p 0 x
dp e m dx e m x YY pYX
pX
diperoleh:
dp e 2
m XE
-
rp p21-r
Xr Y2
x fX
normal
x
x 0 X , Y n
emodXm,median X,mean
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Catatan:
0 a , 4ab exp
a dxbx xa- exp 2
222
untuk
2
1 a 21 a 2
Yr b
2 r 21 exp dx rx x
21- exp 22
YY2
sehingga 2
Y2
21r
Xr r exp m XE
untuk 2
Y21
XX exp m XE 1 r 2
Y2X
2 2 exp m XE 2 r 2Ye m - 2 expm XE 2
X2Y
2X
2X
22X
1e 1e e m 2Y
2Y
2Y 2
X2X
2Y2
1
e m XX
1e V2Y
2X
2X2
X
atau 1 V 2
X2Y n
2YXXY
21 - m nn
Catatan: 0,3 untuk x x~ x 1 22n sehingga bila 0,3 VX maka 2
X2Y V ~ atau XY V ~
dan XY ~ n Bila R adalah tahanan dan S = D + L adalah beban maka bila R, S lognormal dan tak-bergantung maka
lognormal SR S R, g
normal S R - g nnn SRg nnn -
2S
2R
2g nnn
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Untuk lognormal 2
R21
RR - nn n
2R
2R V 1 nn
Sehingga 2
S21
S2
R21
Rg - - nnn nn
2R
2S2
1
S
R V 1 - V 1 nnn
2R
2S
21
S
R
V 1 V 1 nn
2R
2S
S
R
V 1 V 1 n
dan 2
S2R
2S
2R
2g V 1 V 1 nnnnn
2S
2R V 1 V 1 n
2S
2Rg V 1 V 1 nn
sehingga
2S
2R
2R
2S
S
R
g
g
V 1 V 1
V 1 V 1
n
n
n
n ............................. (4a)
Untuk VR, VS 0,3 berlaku
2S
2R
S
R
V V
~
n ............................................................... (4b)
Persamaan (4a) dapat ditulis sebagai berikut
2S
2R2
S
2R
SR V 1 V 1 exp V 1 V 1 n
atau
2S
2S
SR2R
2R
V 1
V 1 exp
V 1
V 1 exp
nn
2L
2L
L2D
2D
D V 1
V 1 exp
V 1
V 1 exp
nn ..... (5)
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 10
dimana
2S
2R
2S
2R
V 1 V 1
V 1 V 1
nn
n
dan nilai diperoleh dari persamaan berikut
2L
2L
L2D
2D
D2S
2S
S V 1
V 1 exp
V 1
V 1 exp
V 1
V 1 exp
nnn
Untuk keperluan perencanaan Persamaan (5) dapat ditulis
n2LL
2L
n2DD
2D
n2RR
2R
L V 1
V 1 exp D
V 1
V 1 exp R
V 1
V 1 exp nnn
Sehingga angka keamanan tengah menjadi,
2R
2R
V 1
V 1 exp
n
2D
2D
D V 1
V 1 exp
n
2L
2L
L V 1
V 1 exp
n
dan angka keamanan nominal adalah
R
D
DD
L
LL
dan angka keamanan tunggal
nn
n
L DR SF
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Kembali pada contoh sebelumnya dapat dihitung 00
0f 5,54 ~ patau 2,54
0,73 0,85
= 0,81 = 0,85 SF = 1,60 D = 1,17 D = 1,11
L = 1,53 L = 1,53 atau 0,85 Rn = 1,11 Dn + 1,53 Ln atau 0,9 Rn = 1,17 Dn + 1,61 Ln Terlihat bahwa kedua jawaban tersebut tidak memberikan hasil yang identik untuk satu persoalan yang sama. Hal ini karena digunakan fungsi distribusi yang berbeda dan metode pendekatan mean value first order second moment (MVFOSM). Bila digunakan metode yang lebih canggih seperti first order reliability method (FORM) maka akan didapat hasil yang sama untuk persoalan yang sama seperti contoh tersebut diatas. Penggunaan FORM memungkinkan peninjauan terhadap semua variabel acak dengan fungsi distribusi yang berbeda (normal, lognormal, Type I, Type II, dan seterusnya) dan fungsi kinerja g (R, S) yang sedikit nonlinier. Inkonsistensi pada Metode Faktor Keamanan Tunggal Pada metode faktor keamanan tunggal berlaku
LD SF
sehingga akan timbul D dan L yang nilainya berbeda dengan peluang kegagalan yang berbeda pula terhadap beban hidup dan mati. Pada contoh sebelumnya (lognormal) D = 4,0 pf ~ 0,03 � L = 2,1 pf ~ 18 � Jadi peluang kegagalan akibat beban hidup (18 �) jauh lebih besar daripada peluang kegagalan akibat beban mati(0,03 �). Pada perencanaan LRFD untuk batang tarik digunakan (leleh lapangan) 0,9 Rn = 1,2 Dn + 1,6 Ln
atau n
n
n
nD
L 1,78 1,33 DR ........................................................ (6)
Karena dalam metode ASD, Rn = SF (Dn + Ln)
atau n
n
n
nD
L 1 SF DR ........................................................... (7)
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 12
maka dari Persamaan (6) & (7) dapat diperoleh
n
n
n
n
DL 1
DL 1,78 1,33
SF ........................................................ (8)
Kurva Persamaan (8) adalah sebagai berikut: Pada contoh sebelumnya telah dihitung SF = 1,60 maka nn DL = 1,5. Untuk
nn DL < 1,5 metode ASD dapat memberikan hasil yang sama dengan metode LRFD bila SF diambil < 1,6. Bila digunakan SF = 1,6 untuk nn DL < 1,5 maka metode ASD akan memberikan hasil yang lebih berat dengan indeks keandalan yang lebih tinggi. Sebaliknya bila digunakan SF = 1,6 untuk nn DL > 1,5 maka metode ASD akan memberikan hasil yang lebih ringan dengan indeks keandalan yang lebih rendah. Hasil yang diberikan oleh metode LRFD adalah demikian sehingga memberikan nilai indeks keandalan yang konstan.
Pada struktur baja, umumnya 2 DL 1
n
n , sedangkan pada struktur beton,
umumnya 1,5 DL ,50
n
n .
Factor of Safety vs Ln / Dnfor Tension Member
Ln / Dn
1.55
1.575
1.6
1.625
1.65
1 1.25 1.5 1.75 2
SF
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 13
Biaya Struktur Biaya struktur terdiri dari biaya awal/ investasi dan biaya (resiko) kegagalan. Biaya investasi tergantung daripada nilai yang dipilih; makin besar nilai maka makin besar biaya investasinya, dan sebaliknya, makin kecil maka makin kecil biaya investasi. Sebaliknya biaya (resiko) kegagalan meliputi biaya kerugian akibat korban jiwa, biaya oportuniti, biaya sosial, dan biaya perbaikan baik stuktural maupun non-struktural. Kedua biaya tersebut menjumlah menjadi biaya struktur menurut persamaan berikut ini. Ct = Ci( ) + Pf( ) Cf
atau CC
C ( )C
P ( )t
f
i
ff
dimana Ct adalah biaya struktur/ total, Ci adalah biaya investasi, Cf adalah biaya (resiko) kegagalan, Pf adalah peluang kegagalan. Biaya investasi dapat didekati dengan persamaan Ci( ) = a (1 + b ) sedang Pf ( ) = c exp (- /d), sehingga biaya struktur menjadi, Ct = a (1 + b ) + Cf c exp (- /d)
atau CC
a 1 bC
c exp(- / d)t
f f
dimana konstanta a, b, c, dan d ditentukan menurut keadaan lapangan dan diskusi sebelumnya. Sebagai contoh adalah suatu struktur bangunan yang dikonstruksi dengan biaya investasi Ci= Rp. 7,5 M, dan dengan a= Rp. 5 M, b= 0,25. Sedangkan parameter peluang keruntuhannya adalah c= 3,1 dan d= 0,4. Perhitungan simulasi memberikan biaya keruntuhan sebesar Cf= Rp. 25 M. Untuk kasus tersebut kurva Ct/Cf adalah sebagai berikut:
Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 14
Nilai (Ct/Cf)min= 0,32 dan terjadi pada indeks keandalan target T= 2,0 dengan peluang kegagalan sebesar 2%. Sehingga biaya total adalah Ct= 0,32 x Cf= 0,32 x Rp. 25 M= Rp. 8 M atau Rp. 0,5 M lebih tinggi daripada biaya investasinya. Suatu peraturan yang optimum adalah peraturan yang menghasilkan nilai indeks keandalan, , sama dengan T. Perhatikan juga bahwa, secara umum, untuk > T kurva Ct/Cf adalah linier sedangkan untuk < T kurva Ct/Cf adalah exponensial. Hal ini menunjukan bahwa cost penalty untuk yang terlalu kecil lebih berat daripada untuk yang terlalu besar. Level dalam Metode Perencanaan Struktur Metode perencanaan dapat dilakukan dengan beberapa taraf ditinjau dari sudut sofistikasinya sebagai berikut: Level 1: Adalah metode perencanaan menggunakan cara deterministik. Dalam
cara ini termasuk metode perencanaan menggunakan angka keamanan tunggal (ASD) atau angka keamanan parsial (LRFD). Metode LRFD diturunkan menggunakan konsep perencanaan Level 2.
Level 2: Metode perencanaan dengan kriteria kedekatan indeks keandalan
perencanaan terhadap suatu indeks keandalan target atau parameter keamanan lainnya.
Level 3: Metode perencanaan menggunakan analisis keandalan secara penuh
untuk mendapatkan peluang keruntuhan struktur akibat berbagai-bagai kombinasi pembebanan. Kriteria perencanaan didasarkan pada kedekatan indeks keandalan aktual terhadap indeks keandalan optimum.
Level 4: Metode perencanaan dimana biaya total menjadi kriteria optimasi.
Metode ini memaksimumkan fungsi kinerja yang membedakan keuntungan dan biaya sehubungan dengan perencanaan struktur tertentu.
Cost Ratio vs Reliability Index
0.250
0.300
0.350
0.400
0.450
0.500
0.550
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 1
M(x) M(x)
x
u(x)
BAB IV KOMPONEN STRUKTUR TEKAN
Analisis tekuk elastis dilakukan sebagai berikut:
M(x) = P u(x)
0 u(x) EIP
dx)x(u d
EIu(x) P -
EIM(x) -
dxud
2
2
2
2
dan solusinya adalah u(x) = sin kx + cos kx, dimana k2 = EIP
saat x = 0 u(x = 0) = 0 = . 0 + . 1 = 0 x = L u(x = L) = 0 = sin kL solusi exist bila 0 sin kL = 0 atau kL = n , n = 1, 2, �..
sehingga k2 = 2
22
Ln dan P = 2
22
Ln EI, n = 1, 2, ��..
nilai n ditetapkan demikian sehingga P memberikan tingkat energi yang minimum. Energi regangan adalah
U = L
0
22dx
EA2P
EI2)x(M
dimana M(x) = P u(x) = P sin n x/L
M2(x) = P2 2 sin2 n x/L
L
x
u(x)P P
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Energi, U = dx 2EAP dx
2EIx/Ln sin P L
0
2L
0
222
= 1 r2EA2
LP EA
LP 2 1
EI4LP
2
22222
yang mana r2 = I/A dengan r adalah jari-jari girasi. Gaya P > 0 yang memberikan energi terkecil (minimum) adalah bila n = 1 dan
Pcr = 2
2
LEI . Gaya P tersebut dinamakan gaya tekuk Euler, dan energi pada saat
menjelang tekuk ( 0) adalah
Ucr = LEI
2 1 2
4
yang mana r
L adalah faktor kelangsingan.
Gaya tekuk Euler, Pcr = 2
2
2
2 EA L
EI hanya berlaku bila pada setiap titik
pada penampang kolom nilai 2
2cr
crE A
P lebih kecil daripada fy. Hal
ini hanya dapat terjadi bila nilai cukup besar ( > 110). Untuk nilai yang cukup kecil ( < 110) maka yang terjadi adalah tekuk in-elastis atau bahkan leleh pada seluruh titik pada suatu penampangnya ( 20). Pada banyak kasus, yang terjadi adalah tekuk in-elastis. Pengaruh Tegangan Sisa Tegangan sisa pada penampang gilas panas sangat berpengaruh dalam menentukan tahanan tekuk kolom, sedangkan faktor-faktor lainnya seperti kelengkungan dan eksentrisitas awal tidak terlalu berpengaruh. Pengukuran tegangan sisa pada flens profil gilas panas dapat mencapai 140 MPa. Besar tegangan sisa tidak tergantung pada kuat leleh material, namun bergantung pada dimensi dan konfigurasi penampang, karena faktor-faktor tersebut mempengaruhi kecepatan pendinginan. Modulus elastisitas baja dengan memperhatikan tegangan sisa ditunjukkan secara skematis sebagai berikut:
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Pada daerah in-elastis dilakukan formulasi pendekatan sebagai berikut:
2,0dxdu
IE'M(x)- 1
dxud2
2
M(x) = dA E 1
y - dA
catatanLihat
E-y dA y t
y
t
= dAyE IE'
M(x) dAyE1 2t
2t
dA y E I1 E' 2
t
x
u,y
P
1y
1/
x
fy
fy /2 elastis: 2
E2cr
200 110
in-elastis: 2'E2
cr
Daerah leleh (penguatan regangan): cr = fy
(fy = 240)
fy
fy<fy
90
Py /A
Pp /A
Akibat teg. Sisa & pengaruh geometri
P/A
E E’
elastis ( > 110)
in-elastis (20 < < 110)
leleh ( < 20)
0
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Catatan: 1. Penyerdahanaan dari hubungan tersebut telah menimbulkan ketidaktelitian
dalam hasilnya, namun, dalam konteks praktis hal tersebut dapat diterima. 2. Dalam bahasan diatas Et adalah point-to-point tangent modulus dan E� adalah
sectional modulus of elasticity. Untuk material elasto-plastis berlaku berikut E (A) y, elastis Et (A) = 0 (A) > y, plastis
ycr0
ye
2
2
2
2
cr
elastis
e2
flim
fIIE 'E
II E dAy
IE 'E
Bila Ie = I dan cr = fy berlaku
cr = 2y
2 E = fy y
2
y fE
(A) > y, (plastis)
(A) y, (elastis)
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Contoh: Namakan A
P f . Saat bekerja 0 < f (= P/A) < fy/2
cr = 2f
A
P E y21
2
2f
E y
2
1
Saat bekerja: ½ fy < f (= P/A) < (½ + ½) fy
8 1
b t)2/b( t
II
3f12
1
3f12
1e
cr = /II E
2f
22
e2
y y
2
2 fE
2 1
cr = fy = /II E
23
e2
y
2
3 fE
2 2 1
Namakan Ef
yc , untuk E = 200 GPa dan fy = 240 MPa,
– –
+
fy/2
fy/2
+ f = fy/2 = P/A
– – fy =
– – –
b/2 b/4b/4
– –
+
b
fy /2
fy /2
diabaikan
Sumbu tekuk (lemah)
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 6
b/4b/4
– –+
b
fy /2fy /2
web diabaikan
b/4b/4fy /2
sumbu tekuk (lemah)
fy
fy /2
3 = 32 0
Reduksi akibat tegangan sisa
2 = 45 y = 91 1 = 128
c0 0,35 0,5 1 1,4
fy/ c2
1 = 128, c1 = 1,4 cr = fy /2
2 = 45, c2 = 0,5 cr = fy /2
3 = 32, c3 = 0,35 cr = fy
y = 91, cy = 1
Contoh: Saat bekerja: 0 < f (= P/A) < fy /2:
cr = 2f
E y21
2 2
fE
y
2
1
fy /2
– –
+
fy
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Saat bekerja: fy /2 < f (= P/A) < (½ + ½) fy
Ie = ? , f = P/A
x0 = (1 - f /fy) b
3y3
f121
30f12
1e )ff - (1 8
bt)x2(t
II
cr = f II
E e22
2
dimana fy /2 < f (= P/A) < fy
y
3y
y
2
3y
yy
2e
222
f/f)/ff - (1 8
fE
)/ff - (1 8 f/ff
E II
fE
atau y
3y
y
2
2 /ff)/ff - (1 8
fE dimana ½ < f /fy < 1
Bila Ef
yc maka 2 1c dan
y
3y
2c f/f)/ff - (1 8
x0
elastis
fy
1
0,5
Reduksi akibat tegangan sisa
1 c2
ffy
Kom
pone
n St
rukt
ur T
ekan
Si
ndur
P. M
angk
oeso
ebro
to
8
AIS
C
SNI
1
f ycr
Ef
yc
(1,1
) (0
.9,1
)
(1.2
,0.5
6)
(1.4
,0.5
)
2 c1
Lele
h In
-ela
stik
43,167,0
6,1c
Elas
tik
2 c125,11
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Tahanan Tekan Nominal Persamaan tegangan kritis untuk daerah elastis dapat ditulis sebagai berikut:
2c
2
2y
y2
2
y
cr 1
f E
f
dimana ;f
E
yc
y
2
y
Untuk penampang dengan elemen-elemen yang memiliki perbandingan lebar terhadap tebal lebih kecil daripada r pada Tabel 7.5-1 berlaku
Nn = Ag cr di mana cr = fy /
1 f Af
f A N ygy
crygn
Untuk c 0,25 = 1 (leleh)
0,25 < c < 1,2 = c 67,06,1
43,1 (tekuk in-elastis)
c 1,2 = 1,25 2c (tekuk elastis)
yang mana c = E/f y
Nilai di tetapkan dengan memperhatikan tegangan sisa dan eksentrisitas tak terduga yang merupakan faktor-faktor penting dalam masalah tekuk kolom namun faktor-faktor tersebut tidak dapat di kuantifikasi secara teliti. Tahanan tekan rencana adalah
Nd = c Nn Nu dengan c = 0,85 adalah faktor tahanan tekan, dan Nu adalah gaya tekan
terfaktor.
Komponen Struktur Tekan Tersusun Komponen struktur tersusun dari dua profil siku sama kaki di mana xy di analisis sebagai berikut:
ra
hy
y
xx
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Untuk pelat kopel yang di baut kencang tangan 22
02m
dimana 0 adalah kelangsingan seluruh batang tersusun yang di anggap sebagai satu kesatuan, terhadap sumbu �y,
adalah kelangsingan terbesar batang tunggal, a adalah jarak antar pelat kopel, r adalah jari-jari girasi minimum profil tunggal. Untuk pelat kopel yang dilas atau di baut kencang penuh
21y2
220
2m
1 0,82
dimana m adalah kelangsingan profil tersusun,
1y = y1r
a , adalah kelangsingan batang tunggal sepanjang a
terhadap sumbu yang melalui titik berat profil tunggal dan sejajar sumbu-y,
r1y adalah jari-jari girasi batang tungal terhadap sumbu yang melalui titik berat profil tunggal dan sejajar sumbu �y,
1rr
rh/2
2
y1
y
1y adalah perbandingan separasi
h adalah jarak antara titik berat masing-masing profil tunggal. Catatan: Secara umum harus dipenuhi, x75,0 . Panjang Tekuk Dalam perhitungan kelangsingan, = Lk/r , harus digunakan panjang tekuk, Lk, yang sesui dengan kondisi ujung-ujung batang tekan. Panjang tekuk di tentukan berikut ini.
L
Lk = 0,65L Lk = 0,8L Lk = 1,0L Lk = 2,1L Lk = 2L (Teoritis: 0,5) (0,7) (1,0) (2,0) (2,0)
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Untuk kasus-kasus lainnya, gunakan nomogram tekuk untuk kasus dengan goyangan atau tanpa goyangan dimana
G = b
k
)L/I()L/I(
dimana I adalah momen inersia L adalah panjang balok/kolom k adalah notasi untuk kolom b adalah notasi untuk balok Kelangsingan batang tekan dibatasi demikian sehingga:
200 r
L maxk
max
Contoh:
d = 300 mm r0 = 18 mm b = 300 mm h = 234 mm tw = 10 mm rx = 131 mm tf = 15 mm ry = 75,1 mm BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa) Ag = 11980 mm2
Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni) Flens Web
10 15
2300 t
2b
f
f 23,4 10234
th
w
10,97 240
170 f
170
yp 32,27
240500
f500
yp
yf
f
f170
t2/b Pen. kompak
yw f500
th Pen. kompak
Penampang kompak
L = 4000 mm
IWF 300.300.10.15
Nu = 200 t
h = d – 2 (tf + r0)
h
bf
tf
tw
xx
y
y
d
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 12
Panjang tekuk: kc = 0,8
L = 4000 mm
Lk = kc L = 0,8 * 4000 = 3200 mm
x = 1313200
rL
x
k = 24,42
y = 75,13200
rL
y
k = 42,6
Arah � x: (sumbu kuat)
0,27 10 * 200
240 24,42 Ef
3yx
cx
0,25 < cx (= 0,27) < 1,2 x = cx 0,67 - 6,1
43,1
= 1,01 0,27 * 0,67 - 6,1
43,1
cr = 1,01240
f
x
y = 238 MPa
Nn = Ag cr = 11980 * 238 = 285 ton
285 * 0,85
200 N
N
nc
u = 0,83 < 1 OK
Arah � y: (sumbu lemah)
0,47 10 * 200
240 42,6 Ef
3yy
cy
0,25 < cy (= 0,47) < 1,2 y = 1,11 0,47 * 0,67 - 6,1
43,1
cr = 1,11240
f
y
y = 216 MPa
Nn = Ag cr = 11980 * 216 = 258 ton
258 * 0,85
200 N
N
nc
u = 0,91 < 1 OK
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 13
Contoh:
Untuk 1 profil: rx = ry = 30,4 mm b = 100 mm r = 19,5 mm t = 10 mm Ag1 = 1900 mm2 I1y = I1x = 175 * 104 mm4
BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa) Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni)
10 mm 10mm 100
t b
12,9 240
200 f
200
y
t b (= 10) <
yf200 (= 12,9) Penampang tak-kompak
Analisis dalam arah � x: (sumbu lemah) kc = 0,8 Lk = kc L = 0,8 * 4000 mm = 3200 mm rx = 30,4 mm L = 4000 mm
105 30,43200
rL
x
kx
1,16 10 * 200
240 105 Ef
3yx
cx
0,25 < cx (= 1,16) < 1,2 x = cx 0,67 - 6,1
43,1 = 1,74 1,16 * 0,67 - 6,1
43,1
L = 4000
Nu
Nu = 40 t
8 mm
y
y
xx
100.100.10
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 14
cr = 1,74240
f
x
y = 138 MPa
Nn = Ag cr = 2 * 1900 * 138 = 52 ton
52 * 0,85
40 N
N
nc
u = 0,90 < 1 OK
Analisis dalam arah � y: Kelangsingan batang tekan dalam arah � y akan dibuat lebih kecil daripada dalam arah � x, karena mekanisme tekuk akan dibuat terjadi dalam arah � x. Hal ini diupayakan untuk meningkatkan efisiensi penampang tersusun. Anggap tebal pelat kopel 8 mm.
½ Iy = I1y + s2 A1 = 175 * 104 + 32,22 * 1900 = 372 * 104 mm4
ry = mm 44 1900
10 * 372 A
I 4
1
y21
0 = 73 44
3200 rL
y
k
a). Bila kopel dibaut kencang tangan dan ada 3 bentang terkopel,
68 19,5
4000/3 r
L/3 ra
9953 68 73 22220
2m
m = 100 < x (= 105) tekuk terjadi pada sumbu � x b). Bila kopel dibaut kencang penuh atau las dan ada 3 bentang terkopel,
44
30,44000/3
30,4L/3
ra
y1y1
1,06 30,432,2
rs
r/2s2
rh/2
1y1y1y
6169 44 * 1,06 1
1,06 0,82 73 1
0,82 22
222
1y2
220
2m
m = 79 < x (= 105) tekuk terjadi terhadap sumbu � x dengan lebih
meyakinkan daripada bila kopel dipasang dengan baut kencang tangan.
8 mm
y
s
1y
1y
s = 32,2 mm
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 15
Contoh:
b = 300 mm Ag = 59,90 * 102 mm2 d = 150 mm rx = 36,4 mm tw = 10 mm ry = 75,1 mm tf = 15 mm BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)
Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni) Flens Web
Tidak ada ketentuan 15 10
150 td
w
21,62 240
335 f
335
y
wtd (= 15) <
yf335 (= 21,62)
Penampang tak-kompak Kelangsingan batang: kc = 0,8 ; L = 4000 mm Lk = kc L = 0,8 * 4000 = 3200 mm
88 36,43200
rL
x
kx tekuk terjadi pada arah � x
43 75,13200
rL
y
ky
L = 4000 mm
Nu
Nu = 80 t
T 150.300
150
300
tf = 15 mm
tw = 10 mm
y
y
xx
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 16
Arah � x: (sumbu lemah)
0,97 10 * 200
240 88 Ef
3yx
cx
0,25 < cx (= 0,97) < 1,2 x = 1,51 0,97 * 0,67 - 6,1
43,1
cr = 1,51240
f
x
y = 159 MPa
Nn = Ag cr = 5990 * 159 = 96 ton
96 * 0,85
80 N
N
nc
u = 0,98 < 1 OK
Arah � y: (sumbu kuat)
0,47 10 * 200
240 43 Ef
3yy
cy
1,12 0,47 * 0,67 - 1,6
1,43 y
cr = 1,12240 = 215 MPa
Nn = 5990 * 215 = 129 ton
129 * 0,85
80 N
N
nc
u = 0,73 < 1 OK
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 17
Tabel 7.5-1 Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan ( yf dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
Jenis Elemen Perbandingan lebar terhadap
tebal
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal
( ) p (kompak)
r (tak-kompak)
Pelat sayap balok-I dan kanal dalam lentur
b/t yf/170 [c] ry ff/370 [e]
Pelat sayap balok-I hibrida atau balok tersusun yang di las dalam lentur
b/t yff/170
eryf k/)ff(420
[e][f]
Pelat sayap dari komponen-komponen struktur tersusun dalam tekan
b/t - ey k/f/290 [f]
Sayap bebas dari profil siku kembar yang menyatu pada sayap lainnya, pelat sayap dari komponen struktur kanal dalam aksial tekan, profil siku dan plat yang menyatu dengan balok atau komponen struktur tekan
b/t - yf/250
Sayap dari profil siku tunggal pada penyokong, sayap dari profil siku ganda dengan pelat kopel pada penyokong, elemen yang tidak diperkaku, yaitu, yang ditumpu pada salah satu sisinya
b/t - 200 / f y
Pelat badan dari profil T d/t - 335 / f y
Catatan: Berdasarkan kelangsingan pelat penyusunnya (b/t), penampang profil baja dikelasifikasikan kedalam tiga kategori:
1. penampang kompak, ptb
;
2. penampang tak-kompak, rp tb
;
3. penampang langsing, rtb
.
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 18
Tabel 7.5-1 (Lanjutan) Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan ( yf dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
Jenis Elemen Perbandingan lebar
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal
terhadap tebal ( )
p (kompak)
r (tak-kompak)
Pelat badan dari penampang persegi panjang dan bujursangkar berongga dengan ketebalan seragam yang dibebani lentur atau tekan; pelat penutup dari pelat sayap dan pelat diafragma yang terletak di antara baut-baut atau las
b/t yf/500
yf/625
Bagian lebar yang tak terkekang dari pelat penutup berlubang [b]
b/t - yf/830
Bagian-bagian pelat badan dalam tekan akibat lentur [a]
h/twyf/680.1 [c] yf/550.2 [g]
Bagian-bagian pelat badan dalam kombinasi tekan dan lentur
h/tw Untuk Nu / bNy<0,125 [c]
yb
u
y NN
f75,2
1680.1
[g]
yb
u
y NN
f74,01550.2
Untuk Nu/ bNy>0,125 [c]
yyb
u
y fNN
f66533,2500
Elemen-elemen lainnya yang diperkaku dalam tekan murni; yaitu dikekang sepanjang kedua sisinya
b/t h/tw
- yf/665
Penampang bulat berongga Pada tekan aksial Pada lentur
D/t [d] -
14.800/fy
22.000/fy 62.000/fy
[a] Untuk balok hibrida, gunakan tegangan leleh pelat sayap fyf sebagai ganti fy. [b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar. [c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3. Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar. [d] Untuk perencanaan plastis gunakan 9.000/fy.
[e] fr = tegangan tekan residual pada pelat sayap = 70 MPa untuk penampang gilas = 115 MPa untuk penampang tersusun
[f] w
e t/hk 4
tapi, 0,35 < ke < 0,763
[g] yf adalah kuat leleh minimum.
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 19
Gambar 7.5-1
Simbol untuk beberapa variabel penampang.
Gambar 7.6-1 Nilai kc untuk kolom dengan ujung-ujung yang ideal.
b
hw
tf
tw
tf t
t
hc
b
h
b
hc
h
bb
hw
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 20
Gambar 7.6-2 (a) Nilai kc untuk komponen struktur tak bergoyang, dan (b) untuk komponen struktur bergoyang.
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB V KOMPONEN STRUKTUR LENTUR
(Flens Tekan Terkekang Penuh Secara Lateral) Komponen struktur lentur adalah komponen stuktur yang menggabungkan batang tarik dan batang tekan dengan suatu separasi. Besar separasi tersebut dapat bersifat tetap atau berubah sebagai fungsi dari posisi. Untuk penampang komponen struktur lentur yang memiliki satu sumbu simetri atau lebih dan terbebas dari semua jenis tekuk serta dibebani pada pusat gesernya, tegangan lentur dapat ditentukan dengan cara berikut ini,
y
y
x
x
SM
SM
= y
xy
x
yx
IcM
IcM
yang mana: Sx, Sy adalah modulus penampang masing-masing terhadap sumbu-x dan sumbu-y, Ix, Iy adalah momen inersia masing-masing terhadap sumbu-x dan sumbu-y, cx, cy adalah jarak dari garis netral terhadap serat-serat extreem masing-masing terhadap sumbu-x dan sumbu-y,
Untuk balok dengan pengaku lateral yang memenuhi syarat dan kelangsingan elemen-elemen penampangnya lebih kecil daripada p, berlaku berikut ini,
cy
x x y y x x
cx
cy
y
xx c
ISx
yy c
IS
y
xx c
IS
zM
< y, < fy = y, = fy > y, = fy y, = fy
M < My M = My My < M < Mp M = Mp
1 2 3 4
cy
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Kondisi : M = )f(SIc
dAzc
dAzc
zyxx
y
2
yy
: M = yxxyy
xy
2
y
y
yy MSf
cIfdAz
cf
dAzczf
: M = Mpx = xyyy ZfdAzfdAzf
yang mana Zx = dAz adalah modulus plastis penampang.
Dengan demikian faktor penampang yx
pxx M
M adalah:
x
x
y
px S
ZMM
Faktor penampang terhadap sumbu-x, x, dari profil IWF bervariasi antara 1,09 ~ 1,18. Sedangkan terhadap sumbu-y, y, dapat mencapai 1,5.
Contoh:Tentukan faktor penampang terhadap sumbu-y, y, dari profil IWF berikut:
Zy = 4t
2t
2t-d4b t
2b22 ww
ff 2
= 2wf
2f t2t-d
41b t
21
Iy = 3wf
3f t2t-d
1212b t
121
= 3wf
3f t2t-d
121b t
61
Sy = b2 t2t-d
121
b2b t
61
2bI 3
wf3
fy
= 3w
f2f t
b t2-d
61b t
31
tw
y
tf tf
yb
d
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 3
y = tb
2tdb t
t2t-db tSZ
3w
-612
f31
2wf4
12f2
1
y
y
f
1,523~
Sendi Plastis
Bila tahanan lentur plastis penampang balok telah tercapai maka penampang balok tersebut akan berdeformasi secara plastis tanpa memberikan tambahan tahanan lentur, keadaan ini disebut balok telah membentuk sendi plastis. Diagram momen-kelengkungan (M - ) dari suatu penampang balok yang telah mengalami plastifikasi adalah sebagai berikut:
Agar suatu penampang dapat mencapai u maka harus dipenuhi tiga persyaratan yaitu kekangan lateral balok, t
b pada flens tekan, dan w
wt
h pada web.
Balok yang Terkekang Secara Lateral
Syarat tahanan, unb MM
yang mana, b = 0,9 adalah faktor tahanan, Mn adalah tahanan nominal, Mu adalah momen lentur terfaktor.
M
Mp
My
Mr
Pengaruh tegangan sisa, cacat, dan geometri penampang
Plastifikasi
y u
Daktilitas kelengkungan,
p
u
Kompak, p
Penampang Tak kompak, p r
Langsing, r …………… (lihat balok pelat)
p
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Penampang kompak (0 < < p) Mn = fy Z yang mana, Z adalah modulus plastis penampang, fy adalah kuat leleh.
Untuk penampang dengan = r maka tahanan lentur nominal Mn = Mr. Momen residual, Mr, ditetapkan sebagai: Mr = (fy – fr) S
yang mana S adalah modulus penampang, fr adalah tegangan sisa, fy adalah kuat leleh.
Untuk penampang balok dengan p < < r maka tahanan lentur nominal ditetapkan dengan cara interpolasi linier sebagai berikut,
Mn = rpr
pp
pr
r M--
M-- , rp
yang mana adalah kelangsingan penampang balok (flens dan web), p, r lihat Tabel 7.5 – 1 (Peraturan Baja Indonesia).
Untuk penampang balok hibrida dimana fyf > fyw maka perhitungan Mr harus berdasarkan pada nilai yang lebih kecil dari (fyf – fr) dan fyw.
Contoh:Rencanakan balok berikut dengan beban mati D = 300 kg/m’ dan L = 1200 kg/m’. Bentang balok adalah = 10 m. Sisi tekan flens terkekang secara lateral. Gunakan profil I dengan dua jenis baja masing-masing BJ 37 dan BJ 55.
Jawab:qn
= 10.000
Mn
Mp
Mr
p r
(= b/t)
kompak tak kompak langsing
0
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 5
qu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 300 + 1,6 * 1200 = 2280 kg/m
Mu = *q*81
u2
= m- t28,5mm10.000*mmN
22,8*81 22 =
unb MM
atau Mn m- t31,70,9
m- t28,5M
b
u
p r
Flens f2t
byf
170ry f-f
370
Webw
w
th
yf1680
yf2550
fr = 70 MPa untuk profil gilas.
BJ 37 : (fu = 370 MPa, fy = 240 MPa)
Coba profil IWF 300.300.10.15 (ro = 18 mm)
p r
1015*2
3002tb
ff 10,97 28,4
23,410
15)(182-300th
w
ww 108 165
Penampang kompak.
Zx = b tf (d – tf) + tw (2d - tf)2
Zy = 21 tf b2 +
41 (d – 2tf) tw
2
hw = d – 2 (ro + tf)
d
b
y
y
x x
tw
tf
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Zx = 2
fwff t-2d t t-dtb
= 2
15-2
3001015-30015*300
= 1.464.750 mm3
Mp = fy Zx = 240 * 1.464.750 = 35 t-m
Mp (= 35 t – m) > b
uM (= 31,7 t-m) OK
Catatan: 33300
10.000d
BJ 55 : (fu = 550 MPa ; fy = 410 MPa)
Coba IWF 300.300.10.15 (ro = 18 mm) Ix = 20,4 * 107 mm4
p r
f (= 10) 8,4 20 ………… penampang tak kompak w (= 23,4) 83 126
Mp = fy . Zx = 410 * 1.464.750 = 60 t – m
Mr = (fy – fr) Sx = (fy – fr)2
dI x
= (410 – 70) 2
30010*4,20 7
= 46 t-m ……………… terlalu kuat
Coba IWF 250.250.9.14 (ro = 16 mm) Ix = 10,8 * 107 mm4
p r
f 8,914125 8,4 20 …… penampang tak kompak
w 219
190 83 126
Zx = b tf (d – tf) + tw2
ft-2d
= 250 * 14 (250 – 14) + 9 2
14-2
250
= 936.889 mm3
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Sx = 2
25010*10,8
2dI 7
x = 864.000 mm3
Mp = fy Zx = 410 * 936.889 = 38 t – m
Mr = (410 – 70) * 864.000 = 29,4 t – m
Mn = rpr
pp
pr
r M--
M--
= m- t 37,629,4*8,4-208,4-,9838*
8,4-208,9-20
Mn (= 37,6 t – m) > b
uM (= 31,7 t-m) ………………. OK
Lendutan Balok
Lendutan balok untuk beberapa skenario pembebanan adalah sebagai berikut:
EIM
485
EIq
81
485
EIq
3845 2
o2
2o
4o
s
dimana 2oo q
81M
2b)b4-(3EI48
Pb 22s
M1s
EI16M-
21
s
qo
S/2 /2
S
aP
/2
b
/2
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 8
EI16M-
EI16M-
EIM
485 2
22
12
os
21o
2
3M-3M-5MEI48
1
Karena Mo = Ms + 2
MM 21 maka
2121s
2
s 3M-3M-M25M
255M
EI481
21s
2
M0,1-M0,1-MEI48
5
Lendutan tersebut harus dibatasi sesuai dengan Bab 6.4.3 pada Tatacara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung di Indonesia.
Geser pada Profil Gilas
Secara umum persamaan tegangan geser adalah:
y tIyQVv
yang mana, V adalah gaya lintang yang bekerja pada suatu penampang
qo
S
M1 M2
2oq
81
M1M2
M1M2
MsMo
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Q(y) = 2
d
ydA adalah statis momen terhadap garis netral,
I adalah momen inersia, t adalah ketebalan penampang.
Dalam perencanaan dapat digunakan:
v = wtd
V
yang mana d adalah tinggi total penampang, tw adalah tebal web.
atau Vn = y d tw = 0,58 fyw d tw ~ 0,6 fyw d tw ……………………. (*)
yang mana fyw adalah kuat leleh web.
Persamaan (*) dapat digunakan bila persyaratan berikut ini dipenuhi,
yww f1100
th
Tahanan geser rencana adalah:
v Vn Vu
yang mana v = 0,9 , Vn adalah tahanan geser nominal, Vu adalah gaya lintang terfaktor.
Contoh:
Tentukan tahanan geser rencana profil IWF 300.300.10.15 d = 300 mm BJ 37: fu = 370 MPa tw = 10 mm fy = 240 MPa tf = 15 mm r0 = 18 mm
2d
y
dA
garis netral
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Jawab : h = d – 2 (ro + tf) = 300 – 2 (18 + 15) = 234 mm
Vn = 0,6 fyw d tw = 0,6 * 240 * 300 * 10 = 43,2 ton
Vd = v Vn = 0,9 * 43,2 = 38,9 ton
Teori Umum Lentur
Tinjau suatu balok prismatis dengan penampang sembarang yang dibebani lentur pada bidang berikut ini,
adalah bidang kerja beban ; M
Persamaan kesetimbangan balok adalah: Nx = 0 x dA = 0 ............................................... (1) My = 0 My = - x z dA ........................................ (2) Mz = 0 Mz = - x y dA ........................................ (3)
23,410234
th
w
71240
1100f
1100
yw
yww f1100
th
y
z
x
My
M
Mz
x
tan = -zy My = M cos
Mz = M sin tan =
y
zMM
z
P
y
garis netral
Bidang
My
Mz
M
Cat.: Arah vektor momen positif ditentukan konsisten terhadap asumsi tensor tegangan.
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Bidang netral adalah suatu bidang dimana lenturan terjadi tegak lurus terhadap bidang tersebut. Bidang netral dianggap bersudut terhadap sumbu z. Berikut adalah beberapa tinjauan untuk kasus = 0, = 2 , dan sembarang.
Kasus = 0: (Lentur terjadi pada bidang xy) Dalam kasus tersebut tegangan x dapat dinyatakan sebagai berikut:
x = -k1 y Persamaan (1), (2), dan (3) menjadi:
x dA = k1 y dA = 0 ..................................... (4) My = - x z dA = k1 yz dA = k1 Iyz ............... (5) Mz = - x y dA = k1 y2 dA = k1 Iz ................. (6)
Persamaan (4) menyatakan bahwa sumbu z adalah garis berat. Persamaan (5) dan (6) memberikan
z
z
yz
y1 I
MIM
k
atau tan II
MM
yz
z
y
z
Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari sumbu simetri maka Iyz 0 dan 2 , artinya garis netral tidak tegak lurus bidang kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0, = 2 , dan My = 0, artinya garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xy.
Kasus = 2 : (Lentur terjadi pada bidang xz) Persamaan tegangan x dapat dinyatakan sebagai berikut:
x = -k2 z Persamaan (1), (2), dan (3) menjadi:
x dA = k2 z dA = 0 ...................................... (7) My = - x z dA = k2 z2 dA = k2 Iy ................. (8) Mz = - x y dA = k2 yz dA = k2 Iyz ............... (9)
Persamaan (7) menyatakan bahwa sumbu y adalah garis berat. Persamaan (8) dan (9) memberikan
yz
z
y
y2 I
MI
Mk
atau tan II
MM
y
yz
y
z
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 12
Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari sumbu simetri maka Iyz 0 dan 0, artinya garis netral tidak tegak lurus bidang kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0, = 0, dan Mz = 0, artinya garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xz.
Kasus sembarang:Tegangan x dinyatakan sebagai superposisi (kasus elastis) dari dua kasus sebelumnya,
x =-k1 y - k2 z My = k1 Iyz + k2 Iy
Mz = k1 Iz + k2 Iyz
atau 1
2
zyz
yzy
z
y
kk
IIII
MM
z
y
yyz
yzz2
yzzy1
2
MM
II-I-I
I-II1
kk
2yzzy
yzyyz12
yzzy
yzzzy2 I-II
IM-IMk;
I-II
IM-IMk
dan zI-II
IM-IMy
I-IIIM-IM
- 2yzzy
yzzzy2
yzzy
yzyyzx ..... (10)
yang berlaku secara umum untuk kasus lentur. Anggapan yang perlu diingat dalam menurunkan Persamaan (10) adalah: a) balok adalah lurus b) prismatis c) sumbu –y dan –z adalah dua sumbu berat yang saling tegak lurus d) material adalah elastis linier e) tidak ada pengaruh puntir (semua beban bekerja pada pusat geser) f) Arah vektor momen positif sesuai perjanjian tensor tegangan.
Bila sumbu –y dan –z adalah dua sumbu utama yang saling tegak lurus atau bagian dari sumbu simetri dari suatu penampang yang paling tidak memiliki satu sumbu simetri maka Iyz = 0 dan Persamaan (10) untuk tegangan menjadi,
zI
My
IM-
y
y
z
zx (pada sumbu utama)
Bila pada serat-serat extreem dibatasi x fy maka berlaku:
1Sf
MSf
M
yy
y
zy
z
Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 13
adalah persamaan interaksi untuk Mz, My dan berlaku untuk daerah elastis linier saja. Garis netral adalah tempat kedudukan titik material dengan tegangan x = 0. Dengan me-nol-kan Persamaan (10) dan disusun kembali diperoleh,
yzyMM
yzMM
z
I-I
I-I tan
zy
yz
yz
yzy
yzz
I- tan I tan I-I
Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0 diperoleh,
tan1
IItan
y
z
artinya bila = /2 maka =0 terlepas dari nilai Iz dan Iy. Namun bila /2 maka nilai menjadi sangat bergantung kepada nilai Iz dan Iy; dalam hal ini bidang beban tidak tegak lurus bidang netral. Khusus untuk penampang dengan Iz = Iy,seperti penampang bujur sangkar, maka bidang beban senantiasa tegak lurus bidang netral.
Persamaan-persamaan yang dikembangkan diatas hanya berlaku untuk material elastis linier ( x < fy). Bila material telah mencapai daerah plastis seperti halnya untuk perencanaan lapangan maka persamaan berikut dapat digunakan untuk profil-profil yang paling tidak memiliki satu sumbu simetri,
1,0M
MM
M
nzb
uz
nyb
uy
yang mana Mu adalah momen terfaktor, Mn adalah tahanan lentur nominal,
b = 0,9 adalah faktor tahanan.
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB VI BEBAN TERPUSAT PADA PROFIL
1) Lentur Lokal pada Flens
Pu Rn tidak perlu stiffener = 0,9
Rn = 6,25 2ft fyf [N]
1 j > 10 tf =
½ j 10 tf
Bila 0,15 b tidak perlu stiffener
Leleh pada flens Lipat Tekuk Torsi Lateral
Tekuk Vertikal
bj
tfstiffener las Tepi
terbuka
Pu
stiffener
Pu
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 2
2) Leleh Lokal pada Web
Ru Rn = ( k + N) fyw tw [=N] tidak perlu stiffener
dimana = 1,0 N k , pada tumpuan
5 bila j > d =
2,5 bila j d
3) Lipat pada Web (gambar sama dengan di atas)
Ru Rn = w
fyw
5,1
f
w2w t
tftt
1t [=N] tidak perlu stiffener
dimana = 0,75
355 bila j > d/2 ; = 3 dN
=
= 3 dN bila
dN 0,2
175 bila j d/2
= 0,2-dN4 bila
dN > 0,2
4) Tekuk Web Bergoyang
Ru Rn tidak perlu stiffener
dimana = 0,85
Ru Ru
(a) (b)
j
Tepi terbuka
Ru
N
j
d
N
Ru
N+2,5k
N + 5kfyw
k
tf
Ru
tw
k
k
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 3
a) Sisi tekan flens fixed terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya Ru
Untuk b
f
w Lb
th 2,3 maka
Rn =3
b
f
w2
f3wr
Lb
th0,41
httC [=N]
Untuk b
f
w Lb
th > 2,3 Rn
Solusi: Ditempat bekerjanya Ru dipasang 1. Bresing lateral lokal di flens tarik, atau 2. Sepasang pengaku vertikal atau pelat pengganda
b) Sisi flens tekan bebas terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya Ru
Untuk b
f
w Lb
th 1,7 maka
Rn =3
b
f
w2
f3wr
Lb
th0,4
httC
Untuk b
f
w Lb
th > 1,7 Rn
Solusi: Dipasang bresing lateral lokal di flens tarik dan tekan ditempat bekerjanya Ru.
dimana Lb adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara lateral pada salah satu flens balok.
6,6 * 106 bila Mu < My dititik kerja RuCr =
3,3 * 106 bila Mu My dititik kerja Ru
5) Tekuk Web akibat Dua Gaya Simetris
tw h
bf
j
Tepi terbuka
RuRu
tw
Ru Ru
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Ru Rn tanpa stiffener = 0,9
Rn = 10.750 yw
3w fht [=N]
1 bila j > d/2 =
0,5 bila j d/2
6) Geser Web pada Daerah Panel
Vu Vn pelat pengganda atau pelat diagonal dimana = 0,90
a) Bila tidak dilakukan analisis khusus daerah panel terhadap stabilitas struktur.
Nu 0,4 Ny , Vn = 0,60 fy dc tw
Nu > 0,4 Ny , Vn = 0,60 fy dc twy
u
NN-1,4
b) Bila dilakukan analisis khusus daerah panel terhadap stabilitas struktur.
Nu 0,75 Ny , Vn = 0,6 fy dc twwcb
2cfcf
tddtb31
Nu > 0,75 Ny , Vn = 0,60 fy dc twy
u
wcb
2cfcf
NN1,2-1,9
tddtb31
dimana Ny = fy Ag
tcf
db
bcf
pelat diagonal
pelat terusan
pelat pengganda
dc
Nu
Nu
tw
fy
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 5
7) Persyaratan Stiffener untuk Beban Terpusat
Pengaku vertikal atau diagonal, a) Lebar dua stiffener di kedua sisi web ditambah tebal web tidak boleh
kurang dari 2/3 lebar flens. b) Tebal stiffener tidak boleh kurang dari ½ tebal flens, dan tidak boleh
kurang dari lebar pelat stiffener dikalikan yf2501 .
Pengaku vertikal yang dipasang secara penuh dari flens atas hingga flens bawah karena gaya tekan yang bekerja terhadap flens balok biasa atau balok berdinding penuh harus direncanakan sesuai dengan persyaratan perencanaan komponen struktur tekan dengan persyaratan tambahan berikut ini: a) Panjang tekuk efektif 0,75 h b) Ada satu pasang pengaku vertikal c) Bagian dari pelat badan selebar 25 tw untuk pengaku interior atau 12 tw
untuk pengaku exterior.
8) Lain-lain
a) Pada ujung-ujung komponen struktur yang tidak merangka ke komponen struktur yang lain, harus dipasang sepasang pengaku vertikal penuh setinggi balok.
b) Pelat pengganda harus direncanakan sesuai dengan Standar Struktur Bangunan Baja Indonesia, Bab 12.
9) Contoh:
2500Pu2 = 50 ton
5000 2500300
Pu2 = 50 ton
Pu1 = 50 ton Pu1 = 50 ton
Pu1 + Pu2 = 100 ton
Pengaku vertikal
tw
Pengaku vertikal
25 tw
Interior
Pengaku vertikal
tw
12 tw
Exterior
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 6
fyw = 240 MPa fyf = 240 MPa
k = 52 mm
N = 150 mm
(1) Leleh lokal pada web
Lapangan: Rn = ( k + N) fyw tw
(j > d) = 1,0 (5 * 52 + 150) * 240 * 13
= 128 ton > Pu1 (= 50 ton) OK
Tumpuan: Rn = ( k + N) fyw tw
(j < d) = 1,0 (2,5 * 52 + 150) * 240 * 13
= 87 ton < Pu1 + Pu2 (= 100 ton) perlu pengaku vertikal
(2) Lentur lokal pada flens
Lapangan: Rn = (6,25 2ft fyf)
(j > 10 tf) = 0,9 * 1,0 * (6,25 * 242 * 240)
= 78 ton > Pu2 (= 50 ton) OK
(3) Lipat pada Web
Lapangan: Rn = f
wyw
5,1
f
w2w t
tf
tt
1t
= 149
7001503
dN3
= 355
Rn = 0,75 * 355 * 132
1324*240
2413
1491
5,1
= 119 ton > Pu1 (= 50 ton) OK
Tumpuan: j = 300 j < d/2 = 175 d/2 = 350
13
24
300
700
(j > d/2)
Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 7
0,2-dN40,20,21~
143
dN
= 0,2-1434 = 0,66
Rn = 0,75 * 175 * 132
1324*240
24130,661
5,1
= 59 ton < Pu1 + Pu2 (= 100 ton) perlu pengaku vertikal
(4) Tekuk Web Bergoyang
Sisi tekan flens fixed terhadap rotasi
2,32,755000300
13
52-2
7002
Lb
th
b
f
w
Rn OK
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 1
ANALISIS PLASTIS BALOK
Suatu balok dapat mencapai tahanan plastisnya menjelang kegagalannya. Hal ini dapat tercapai bila masalah tekuk lokal dan tekuk torsi lateral dapat dicegah. Bila suatu balok sederhana yang dibebani dengan suatu beban terpusat ditengah bentangnya mencapai plastifikasi maka panjang sendi plastis dapat ditentukan sebagai berikut:
lZS
MM
p
y
p
y
Dari diagram momen dapat di turunkan hubungan
1MM
2
21
p
y
1-1
/2 /2
(1- ) /2
¼ P My Mp
P
py
My
Mp
M
4
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Untuk profil-I yang terlentur terhadap sumbu kuat penampang ~ 1,13 maka
0,121,13
1-1 ; dan untuk profil-I yang terlentur terhadap sumbu lemah ~ 1,5
maka 31
1,51-1 . Meskipun demikian, didalam praktek sendi plastis umumnya
dianggap berupa titik.
Lendutan di tegah bentang adalah
EIP
481 3
Pada saat leleh y
y41
4MPMP
EIM
1214M
EI481 2
yy3
y
Pada saat plastis
EIM
121
S
2y
yp
Redistribusi Gaya-dalam
Pada struktur-struktur statis tertentu hanya diperlukan satu sendi plastis untuk mencapai mekanisme keruntuhan. Pada struktur-struktur statis tak tentu yang sangat khusus, mekanisme keruntuhan juga dapat di capai melalui terbentuknya seluruh sendi plastis pada saat yang bersamaan. Dalam hal ini terbentuknya mekanisme keruntuhan pada stuktur statis tak tentu identik dengan pada struktur statis tertentu. Namun demikian, secara umum, pada stuktur statis tak tentu, terbentuknya sendi plastis atau kelompok sendi plastis akan terjadi secara berurutan hingga tercapainya mekanisme keruntuhan yang menjadi akhir dari riwayat suatu struktur.
My
Mp
y p
Pengaruh geometri penampang
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Tinjau contoh berikut ini,
P8896000
4000*2000*PbaPM 2
2
2
2
A
P5936000
4000*2000*2Pba2PM 3
22
3
22
B
P4446000
4000*2000*PbaPM 2
2
2
2
C
EIP10*790
6000*34000*2000
EIP
IE3baP 6
3
33
3
33
B
Saat titik A mencapai sendi plastisnya maka
MA = MP
889MPatauMP889 P
P
Untuk profil IWF 300.300.10.15 dimana Zx = 1.464.750 mm3, Ix = 20,4 * 107 mm4,dan MP = 35 * 107 N-mm
Maka ton 39889
10*35P7
75
466
B 10*20,4*10*210*3910*790
EIP10*790
= mm55,7
dan strukturnya menjadi
P
B
a = 2000 b = 4000
= 6000
A C
P = 39 ton
B C
Mp = 35 t-m
A
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 4
dengan MB = 593 P = 593 * 39 * 104 = 23 * 107 N – mm MC = 444 P = 444 * 39 * 104 = 17 * 107 N – mm
sehingga sisa tahanan di B & C adalah MB = MP – MB = 35 * 107 – 23 * 107 = 12 * 107 N – mm MC = MP – MC = 35 * 107 – 17,3 * 107 = 17,7 * 107 N – mm
Bila kepada beban P diberikan tambahan menjadi P + 'P maka momen di A tak akan bertambah, sedang momen-momen di B dan C akan bertambah, hingga terjadi sendi plastis di B dengan struktur termodifikasi sebagai berikut.
2a2abP''M 3
2
B
= P'10376000*220002
4000*2000*'P3
2
a2
baP''M 2C
= P'889600020006000*2
4000*2000*'P2
a3IE12
baP'' 3
32
B
= EIP'10*1,97520006000*3
6000*EI*124000*2000*'P 9
3
32
Saat titik B mencapai plastifikasi maka BB M'M
1037 P’ = 12 * 107
P’ = 11,6 ton
mm-N10*10,310*11,6*889P'889'M 74C
EIP'10*1,975' 9
B
mm5,6210*20,4*10*2
10*11,6*10*1,975 75
49
P’
B C A
a = 2000 b = 4000
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 5
dan strukturnya menjadi,
dengan sisa tahanan di C adalah 'M-M'M CCC
mm-N10*7,410*10,3-10*17,7 777
Kepada beban 'P masih dapat diberikan tambahan menjadi 'P + "P . Momen di B tidak akan bertambah, namun momen di C akan bertambah dengan struktur statis tertentu berikut,
MC = "P 4000
EIP"10*2,13P"
EI4000
31
EIbP"
31" 10
33
B
Saat titik C mencapai plastifikasi maka
'MM CC
4000 "P = 7,4 * 107 "P = 1,85 * 104 N
10*20,4*10*210*1,85*10*2,13
EIP"10*2,13" 75
41010
B
= 9,67 mm
P’
B C A
Mp Mp
P”
B C
b = 4000
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Ringkasan:
Saat terbentuk satu sendi plastis: P1 = 39 ton
B1 = 7,55 mm
Saat terbentuk dua sendi plastis: P2 = P1 + 'P = 39 + 11,6 = 50,6 ton
B2 = B1 + 'B = 7,55 + 5,62 = 13,17 mm
Saat terbentuk tiga sendi plastis: P3 = P2 + "P = 50,6 + 1,85 = 52,45 ton
B3 = B2 + "B = 13,17 + 9,67 = 22,84 mm
Sehingga kurva beban vs defleksi adalah:
Dengan demikian, meskipun batas elastis struktur terjadi pada P = 39 ton, namun dengan melakukan redistribusi gaya-dalam, maka struktur tersebut dapat memikul P = 52,45 ton.
Beban Plastis – Cara Kesetimbangan
Bila tidak diperlukan informasi mengenai kurva beban vs defleksi maka penentuan beban plastis dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pertama-tama tentukan konfigurasi sendi plastis sehingga terbentuk struktur statis tertentu. Pada saat tersebut lakukan analisis kesetimbangan, maka akan diperoleh beban plastis yang menyebabkan mekanisme.
runtuh
P
P3 = 52,45 P2 = 50,6
00 B1 = 7,55 B2 = 13,17 B3 = 22,84 B
P1 = 39
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Contoh:
1)
pA MP41M
M4P p
2)
bP
ppB MM-abPM
7p 10*35*2*
4000*200060002M
baP
= 52,5 ton
3) PR:
P
B
a b
P
B C A
MpMp
2000
PP
1000 3000
6000
P
A
Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Beban Plastis – Cara Energi
Cara energi lebih mudah dilakukan daripada cara kesetimbangan. Prinsipnya adalah energi-dalam harus sama dengan energi-luar pada saat terbentuknya mekanisme keruntuhan. Energi terjadi bila gaya melakukan translasi dan momen melakukan rotasi. Lakukan hal ini untuk seluruh kemungkinan mekanisme keruntuhan. Beban plastis yang terkecil dari seluruh mekanisme yang mungkin adalah beban plastis yang menentukan.
Contoh1)
22MP p
pM4P
2)
2M2abMbP pp
P b1
a12M p
ton52,54000
12000
110*35*2 7
3) PR:
Catatan: Semua ketentuan pada Peraturan Struktur Baja Indonesia, Butir 7.5, harus dipenuhi.
MpMp
2 / 2 /
P
2000
PP
1000 3000
6000
MpMp
b/a
P
Mp Mp
b
ba
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB VII SAMBUNGAN
7.1 BAUT DAN KELING
Sambungan baut dapat terbuat dari baut mutu tinggi atau mutu normal. Sambungan keling umumnya terbuat dari mutu normal. Sambungan baut mutu tinggi mengandalkan gaya tarik awal yang terjadi karena pengencangan awal. Gaya tersebut dinamakan proof load. Gaya tersebut akan memberikan friksi. Sehingga sambungan baut mutu tinggi hingga taraf gaya tertentu dapat merupakan tipe friksi (serviceability limit state); sambungan jenis ini baik untuk gaya bolak-balik. Untuk taraf gaya yang lebih tinggi, sambungan tersebut merupakan tipe tumpu (strength limit state). Baut mutu normal dipasang tanpa gaya tarik awal dan merupakan tipe tumpu. Sedangkan sambungan keling dipasang dengan pemanasan awal. Pada saat membara material keling diselipkan ke lubang keling dan salah satu ujungnya dipukul sementara ujung lainnya ditahan. Pukulan tersebut akan membentuk kepala keling pada ujungnya dan badan keling akan mengisi penuh lubang keling. Pada saat pendinginan, lubang keling akan memberikan gaya tarik awal, sehingga sambungan akan menjadi sangat �fit�. Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi dipasang dengan mula-mula melakukan kencang tangan dan diikuti dengan setengah putaran setelah kencang tangan; atau menggunakan kunci torsi yang telah dikalibrasi demikian sehingga menghasilkan setengah putaran setelah kencang tangan. Pada saat ini sambungan dengan baut biasanya lebih ekonomis daripada dengan keling. Berikut adalah spesifikasi baut dan keling,
Baut Mutu db Proof Stress Kuat Tarik (mm) (70% fu, MPa) (fu, MPa)
A307 Normal 6,4 � 10,4 - 410 A325 Tinggi 12,5 � 25,4 585 825 28,6 � 38,1 510 725 Keling Normal - 370
Perhitungan proof load adalah sebagai berikut:
Proof load = Proof Stress * As
As = 2
b n0,9743 - d
4 mm2
dimana db adalah diameter nominal baut, dan n adalah jumlah ulir per mm
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Tahanan Tarik Baut/Keling Tahanan tarik nominal satu baut/keling, Rn: Rn = b
uf As
Dimana buf adalah kuat tarik baut (MPa)
As = 2
b n0,9743 - d
4 mm2
n adalah jumlah ulir per mm Karena As = 0,75 0,79 Ab maka
Rn = buf (0,75 Ab)
dimana Ab adalah luas bruto satu baut Tahanan Geser Baut Tahanan geser nominal satu baut/keling, Rn: Rn = m Ab u * faktor reduksi m Ab (0,6 b
uf ) * 0,8 tanpa ulir pada bidang geser = m (0,75 Ab) (0,6 b
uf ) * 0,8 dengan ulir pada bidang geser 0,50 m b
uf Ab tanpa ulir pada bidang geser ~ 0,40 m b
uf Ab dengan ulir pada bidang geser Disini telah dianggap luas neto adalah 0,75 luas bruto, u = 0,60 b
uf , dan m adalah jumlah bidang geser. Tahanan Tumpu
pu = 0,6 p
uf untuk material pelat
L
d
t
Tu p
u
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 3
uT Rn = 2 t [L � d/2] p
u
= 1,2 puf dt [L/d � ½]
Untuk 322
dL Rn = 2,6 p
uf dt
Untuk baut tepi Rn = L t puf
Dalam peraturan diambil
Rn = 2,4 puf dt untuk semua jenis lubang
Rn = 2,0 puf dt untuk lubang sela panjang arah gaya.
Jarak antar baut 3d; jarak baut tepi dengan ujung pelat 1½ d. Untuk mengurangi bahaya korosi, jarak baut tepi terhadap ujung pelat 12 t 150 mm. Lubang Tersusun
Potongan 1 leleh Ag = b t
Potongan ABCDE fraktur An = t [b � 3 (d + 1½ mm)]
Potongan ABFDE fraktur An = t 2
21
1
21
21
g4s
g4s)mm1 (d 3 - b
Potongan ABFGH fraktur An = t 2
22
1
21
21
g4s
g4s)mm1 (d 3 - b
s1
A
Pu
b
s2
g1
g2
B
C
D
E H
G
F
I
tarik
geser
geser
fraktur
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 4
g = ga - 2t a + gb - 2
t b
= ga + gb � ½ (ta + tb)
umumnya ta = tb = t
g = ga + gb - t Contoh: Baut: jumlah 4 Pelat: tebal = 18 mm db = 22 mm lebar = 200 mm b
uf = 825 MPa lubang � standar jumlah bidang geser, m = 1 fy = 240 MPa p
uf = 370 MPa Tanpa ulir pada bidang geser
Leleh pada pelat: Tn = fy Ag = 0,9 * 240 * 18 * 200 = 78 ton Fraktur pada pelat: Tn = fu An
= 0,75 * 370 * [200 � 2 (22 + 3)] * 18 = 75 ton
Geser pada baut: Rn = 0,75 * (0,5 buf ) m (Ab * 4)
= 0,75 * 0,5 * 825 * 1 * ¼ * 222 * 4 = 47 ton
ga
gb
ta
tb
tarik
geser
75/2
T
75/275
T
TT
200
18
80
60
60
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Tumpu pada pelat: Rn = 0,75 (2,4 puf d t) * 4
= 0,75 [2,4 * 370 * (22 + 1½) * 18] * 4 = 112 ton Tahanan sambungan adalah 47 ton Rn Tu 47 ton 1,2D + 1,6L Bila D = L/2 maka 47 ton 2,2 L L 21,4 ton D 10,7 ton Jadi beban kerja yang boleh terjadi adalah W = L + D = 32,1 ton
Sambungan Tipe Friksi (BMT) – LRFD Vu Vn Vn = 1,13 * Proof load * m untuk satu baut
dimana m adalah jumlah bidang geser. = 0,35 1 untuk lubang standar 0,85 untuk lubang besar dan sela pendek 0,7 untuk lubang sela panjang arah gaya 0,6 untuk lubang sela panjang // arah gaya Pada kombinasi geser + tarik untuk b.m.t pada sambungan tipe friksi berlaku:
LoadProof 1,13
nT - 1 V
nV u
nu
dimana Tu/n adalah gaya tarik terfaktor untuk satu baut
=
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Kombinasi Geser dan Tarik pada Sambungan Tipe Tumpu Ada dua kriteria yang harus dipenuhi:
0,4 buf m dengan ulir pada bidang geser
1) fuv = b
u
AnV
0,5 buf m tanpa ulir pada bidang geser
2) Rn = ft Ab n
Tu
dimana 807 � 1,9 fuv 621 dengan ulir pada bidang geser A325: ft 807 � 1,5 fuv 621 tanpa ulir pada bidang geser A307: ft 410 � 1,9 fuv 310 = 0,75 ; n adalah jumlah baut; m adalah jumlah bidang geser Penjelasan persamaan di atas adalah sebagai berikut. Persamaan interaksi geser tarik merupakan persamaan lingkaran berikut ini,
1 R
R R
R2
nv
uv2
nt
ut
dimana Rut , Ruv masing-masing adalah gaya tarik dan geser terfaktor Rnt , Rnv masing-masing adalah tahanan nominal tarik dan geser t , v masing-masing adalah faktor tahanan tarik dan geser ( t = v = 0,75) Dalam peraturan digunakan persamaan linier berikut ini
nvv
uv
ntt
ut
RR
RR C
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 7
R
R
ntt
ut
nvv
uv
RR
Untuk persamaan linier digunakan nilai C = 1,3. Persamaan linier tersebut ditulis kembali sebagai berikut:
Rut 1,3 t Rnt � nvv
uv
RR t Rnt
atau fut t ft
dimana, fut = b
ut
AR
ft = 1,3 nvv
nt
b
nt
RR
- AR
fuv
fuv = b
uv
AR
mengingat, b
nt
AR = 0,75 b
uf dan
0,4 m b
uf dengan ulir pada bidang geser
b
nv
AR =
0,5 m buf tanpa ulir pada bidang geser
1,0
1,0
lingkaran
linier
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 8
maka
v m 4,0
75,0 fuv dengan ulir pada bidang geser
ft = 1,3 * 0,75 buf �
v m 5,0
75,0 fuv tanpa ulir pada bidang geser
ft 0,75 b
uf atau dalam peraturan digunakan untuk A325 (fu
b = 825 MPa (untuk diameter baut
25,4 mm), v = 0,75 dan m = 1)
1,9 fuv dengan ulir pada bidang geser ft = 807 � 1,5 fuv tanpa ulir pada bidang geser ft 621 MPa
0,4 m buf dengan ulir pada bidang geser
fuv b
uv
AR
0,5 m buf tanpa ulir pada bidang geser
Contoh:
A325 buf = 825 MPa
n = 6 Pw = 30 ton db = 22 mm D = 2 L
D + L = 3 L = 30 ton L = 10 ton D = 20 ton Pu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 20 + 1,6 * 10 = 40 ton
Tu = 54 * 40 = 32 ton
Vu = 53 * 40 = 24 ton
PW
43
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 9
(a) Untuk sambungan tipe tumpu tanpa ulir pada bidang geser
Geser: fuv = 24
1
4
b
u
22 * * 610 * 24
AnV = 105 MPa
0,5 buf m = 0,5 * 0,75 * 825 * 1 = 309 MPa
fuv < 0,5 buf m OK
Tarik: ft = 807 � 1,5 fuv 621 = 807 � 1,5 * 105 = 650 MPa ft = 621 MPa
Rn = ft Ab = 0,75 * 621 * ¼ * 222 = 17,7 ton
632
nTu = 5,3 ton
Rn > n
Tu OK
(b) Untuk sambungan tipe friksi (LRFD) Vn = 1,13 * Proof Load * m = 1,13 * 0,35 * 1 * Proof Load Proof Load = 0,75 Ab * Proof Stress = 0,75 * ¼ * * 222 * 585 = 16,7 ton Vn = 1,13 * 0,35 * 1 * 16,7 = 6,6 ton Vn = 1 * 6,6 ton = 6,6 ton
624
nVu = 4 ton
Vn 16,7 * 1,13632 - 1 6,6
1,13nT - 1 u
LoadProof = 4,7 ton
LoadProof 1,13
nT - 1V
nV u
nu OK
Contoh:
Vu Mu
40
200
150
260
370410
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Vu = 6,5 * 104 N db = 16 mm Mu = 6,3 * 107 N-mm n = 8 Proof Stress = 585 MPa Tanpa ulir pada bidang geser b
uf = 825 MPa
Geser: fuv = 24
1
4
b
u
16 * * 810 * 6,5
AnV
= 40 MPa
0,5 buf m = 0,5 * 0,75 * 825 * 1 = 309 MPa
fuv < 0,5 buf m OK
ft = 807 � 1,5 fuv = 807 � 1,5 * 40 = 747 621 ambil ft = 621 MPa a fy b = n * (ni Ab ft)
a = 200 * 240
)621 * 16 * * * (2 * 4
bf)f A (n *n 2
41
y
tbi = 20,8 mm
Mn = ni Ab ft (40 + 150 + 260 + 370) � a fy b 2a
= 25 * 104 * 820 � ½ * 20,82 * 240 * 200 = 19,5 t-m Md = Mn = 0,75 * 19,5 = 14,6 t-m > Mu (= 6,3 t-m) OK Geser Eksentris
Mu = 6,3 t-m 40
b = 200
150
260
370410
afy
ni Ab ft = 2 * ¼ * 162 * 621 = 25 ton
P
M = P . e
e
=
P
+c.g
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 11
a) Analisis elastis bebas friksi, pelat kaku, baut elastis Dua cara
b) Analisis plastis pusat rotasi sesaat, deformasi baut sebanding terhadap jarak baut dari pusat rotasi sesaat.
a) Analisis Elastis
n
1 ixiyiyixi M )e R e R (
n adalah jumlah baut
Asumsi: Rxj = yi
yj
ee
Rxi
Ryj = xi
xj
ee
Ryi
Persamaan momen menjadi, Rx1 ey1 + Rx2 ey2 + ���.. + Rxn eyn + Ry1 ex1 + Ry2 ex2 + ���.. + Ryn exn = M
Rx1 ey1 + Rx1 1y
22y
ee
+ ���.. + Rx1 1y
2yn
ee
+ Ry1 ex1 + Ry1 1x
22x
ee + ���.. + Ry1
1x
2xn
ee = M
Rx1 = 1x
1y
ee
Ry1
M
exi
y
xc.g
Ryi Ri
Rxi
eyi
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 12
Jadi, )e ........ (e )e ........ e(eR 2
xn2x1
2yn
21y
1x
1y = M
)e ...... (e )e ...... (ee M R 2
xn2x1
2yn
2y1
x11y
)e ...... (e )e ...... (ee M
R 2xn
2x1
2yn
2y1
y1x1
nP R v
R1 = 2
x12
v1y R )R R(
Ryi = 2yj
2xj
xi
e eeM ; Rxi = 2
yj2xj
yi
e e
eM
Ri = 2
xi2
vyi R )R R( Contoh:
2xje = 502 * 6 = 15000 mm2
2yje = 752 * 4 = 22500 mm2
Mu = 11 * (50 + 75) * 104 = 1,375 t-m
Baut 4: Ry4 = 37500
50 * 10 * 1,375 2250015000
eM 74xu = 1,8 ton
Rx4 = 37500
75 * 10 * 1,375 2250015000
eM 74yu = 2,75 ton
Rv = 6000.110 = 1,8 ton
R4u = 22 2,75 1,8) (1,8 = 4,53 ton
R4n = 0,5 buf Ab m (tanpa ulir pada bidang geser)
R4n = R4u db = 13,7 mm ambil db = 14 mm Pu = 11,6 ton
50
75
50 75
3
2
1
6
5
4
75
Pu = 11 ton
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 13
R4n = 0,75 * 0,5 fub Ab m
= 0,75 * 0,5 * 825 * ¼ * 142 * 1 = 4,76 * 104 N Pu = 1,2 D + 1,6 L anggap D = 2 L 11,6 = 2,4 L + 1,6 L = 4 L L = 2,9 , D = 5,8 dan W = L + D = 8,7 ton
Baut friksi pada lubang standar ( = 1) Vn = 1 * 1,13 * * Proof Load * m = 1,13 * 0,35 * [¼ * 142 * 585 * 0,75] * 1 = 2,7 ton
Pu = 76,47,2 * 11,6 = 6,6 = 1,2 * 2 L + 1,6 L
L = 1,65 D = 3,3
W = 4,95 ton b) Analisis Plastis: (Paling rasional) i) Tipe tumpu
sin i = i
pi
dy - y
; cos i = i
pi
d x- x
di = [(xi � xp)2 + (yi � yp)2] ½ r0 = - xp cos - yp sin
H = 0 Rdi sin i � Pu sin = 0 ................................ (1)
V = 0 Rdi cos i � Pu cos = 0 ............................... (2)
M = 0 Rdi di � Pu (e + r0) = 0 .................................. (3)
yi
e
r0
di
i
iRdi
c.g -yp
xi
- xp
prs
Pu
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 14
Rdi = Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55
dimana Rni adalah tahanan nominal satu baut i adalah perpindahan baut i dalam mm, dengan max = 8,6 mm Selesaikan Persamaan (2) untuk Pu diperoleh
Pu = cos
Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i
pi
d x- x
............. (4)
Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (1) diperoleh
Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i
pi
dy - y
�
tan Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i
pi
d x- x
= 0 ................. (5)
Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (3) diperoleh Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55 di � [e � (xp cos + yp sin )] *
cos
1 Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i
pi
d x- x
= 0 ............. (6)
Bila digunakan baut-baut yang identik maka Persamaan(5) dan (6) menjadi:
[1 � exp (-0,4 i)]0,55 i
pi
dy - y
�
tan [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i
pi
d x- x
= 0 ............. (7)
[1 � exp (-0,4 i)]0,55 di � [e � (xp cos + yp sin )] *
cos
1 [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i
pi
d x- x
= 0 .......... (8)
Persamaan (7) dan (8) akan diselesaikan untuk xp, yp dan Pu diperoleh melalui Persamaan (4).
Catatan: i = max
i
dd * max =
max
i
dd 8,6
dmax = max {di}
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 15
Contoh: Ulangi contoh sebelumnya dengan cara analisis plastis dan tanpa ulir pada bidang geser. Gunakan baut mutu tinggi (A325) dengan db = 14 mm.
= 0
Rni = 0,5 buf Ab m untuk i = 1, ��, 6
= 0,5 * 825 * ¼ * 142 * 1
= 6,35 ton
db = 14 mm xp = -51,46 mm Pers. (7) = 0
= 0 rad yp = 0 mm Pers. (8) = -0,0029
e = 125 mm dmax = 126
r1 = 0,5 Rdi = 4,76E+04 N
f = 0,75 Pu,geser = 1,31E+05 N
tp = 12 mm Pu,tumpu = 6,71E+05 N
fu = 370 MPa Pu = 1,31E+05 N
Pers. (7) Pers. (8) No. baut xi yi di i Sum 1 Sum 2 Sum 1 Sum 2
1
2
3
4
5
6
-50
-50
-50
50
50
50
75
0
-75
75
0
-75
75,01
1,46
75,01
126,17
101,46
126,17
5,11
0,10
5,11
8,60
6,92
8,60
0,93
0,00
-0,93
0,58
0,00
-0,58
0,02
0,17
0,02
0,79
0,96
0,79
69,51
0,25
69,51
123,93
97,90
123,93
0,02
0,17
0,02
0,79
0,96
0,79
0,00 2,75 485,03 2,75
yi
xi
1
2
3
4
5
6
75
75
755050
Pu
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 16
Pu = 13 ton vs 11,6 ton dengan cara elastis 13 = 1,2 (2 L) + 1,6 L = 4 L L = 3,25 D = 6,5 + W = 9,75 ton
ii) Tipe friksi Serupa dengan tipe tumpu tapi Rdi konstan sebagai berikut: Rdi = Rn = * 1,13 * * Proof Load * m dimana m adalah jumlah bidang geser = 0,35
1 untuk lubang standar 0,85 untuk lubang besar dan sela pendek 0,7 untuk lubang sela panjang arah gaya 0,6 untuk lubang selan panjang // arah gaya
Jadi persamaan kesetimbangan menjadi
H = 0 Rn hi sin i � Pu sin = 0 .......................... (1)
V = 0 Rn hi cos i � Pu cos = 0 ......................... (2)
M = 0 Rn hi di � Pu (e + r0) = 0 ............................ (3)
dimana hi = maxi
i
)d(d adalah fungsi deformasi untuk baut friksi.
Selesaikan Persamaan (2) untuk Pu diperoleh
Pu = maxi
n
)d(R
cos (xi � xp) ................................... (4)
Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (1) dan sederhanakan diperoleh
(yi � yp) � tan (xi � xp) = 0 .................................... (5) Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (3) dan sederhanakan diperoleh
cos
1 - d2i [e - (xp cos + yp sin )] (xi � xp) = 0 .... (6)
Persamaan (5) dan (6) akan diselesaikan untuk xp, yp dan Pu dan diperoleh dari Persamaan (4). Contoh: Selesaikan contoh sebelumnya untuk sambungan tipe friksi.
Rdi = Rn = * 1,13 * * Proof Load * m
=
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 17
= 1 * 1,13 * 0,35 * [¼ * 142 * 0,75 * 585] * 1
= 2,7 ton
f = 1 xp = -50 mm Pers. (5) = 0 Rdi = 2,70E+04 N yp = 0 mm Pers. (6) = -0 = 0 rad Pu = 6,48E+04 N
e = 125 mm dmax = 125,00 mm
Pers. (5) Pers. (6) No. baut xi yi di hi
Sum 1 Sum 2 Sum 1 Sum 2
1
2
3
4
5
6
-50
-50
-50
50
50
50
75
0
-75
75
0
-75
75,00
0,00
75,00
125,00
100,00
125,00
0,60
0,00
0,60
1,00
0,80
1,00
75,00
0,00
-75,00
75,00
0,00
-75,00
0,00
0,00
0,00
100,00
100,00
100,00
5625,00
0,00
5625,00
15625,00
10000,00
15625,00
0,00
0,00
0,00
100,00
100,00
100,00
0,00 300,00 52500,00 300,00
Pu = 6,50 ton = 1,2 (2 L) + 1,6 L = 4 L L = 1,63
D = 3,25 + W = 4,88 ton
Resume: Anatomi Baut Dalam Tarik Saat pengencangan
Ci = Tb
p� = tEA
C
pp
i
b� = tEA
T
bb
b
Sambungan geser eksentris
plastis
elastis
tumpu: Pu = 13 ton (100%)
friksi: Pu = 6,5 ton (50%) tumpu: Pu = 11,6 ton (90%)
friksi: Pu = 6,6 ton (50%)
t
p’
Ap
Ep
Ab
Eb
b’
Tb
Ci
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 18
Saat pembebanan sambungan
Tf = Cf + P Cf 0
Ada dua kasus yang akan ditinjau 1) Cf > 0 Tf = Cf + P
2) Cf = 0 Tf = P
p
b
Tf
Cf
P/2P/2
Cf
Tb = Ci
P > 0
Ci = Tb
P > 0 P = 0
P
Tf
pelat baut P = 0
Cf = 0
Tb = CiP
P
P
~ b
~ p
Cf
Tf
Tfbaut
pelat
Ab/Ap Tb
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 19
Kasus 1) Cf > 0 b = tEAT - T
bb
bf
b = p
p = tEAC - C
pp
fi
pp
bbbf EA
EA T - T (Tb � Tf + P)
PEAEA
EAEA
1T EAEA
1Tpp
bb
pp
bbb
pp
bbf
Tf = Tb + bbpp
bb
EA EAEA P ------- Cf > 0
Kasus 2) Cf = 0 Tf = P
P � Tb = pp
bb
EAEA Tb
pp
ppbb
EAEA EA
P Tb
Resume: (Eb = Ep)
P p
pb
AA A
Tb Tf = Tb + pb
b
A AA P
P > p
pb
AA A
Tb Tf = P
Contoh: Suatu sambungan tarik dengan baut A325, db = 22 mm, jumlah baut 4 buah, Ap = 25000 mm2. Berapakah beban kerja maksimum yang dapat diberikan sebelum terjadi separasi pada pelat sambungan. Anggap D = ¼ L
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 20
Jawab: buf = 825 MPa
Proof Stress = 585 MPa
Tb = Proof Stress * n * 0,75 Ab
= 585 * 4 * 0,75 * ¼ * 222 = 67 ton Saat terjadi separasi,
P = p
pb
AA A
Tb
= 67 * 25000
25000 22 * 4 24
1 = 71 ton
71 = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 (¼ L) + 1,6 L = 1,9 L L = 37 D = 9 + W = 46 ton 7.2 SAMBUNGAN LAS Las: Ukuran las adalah seperti ditunjukkan berikut ini: Bila t < 6,4 mm maka amax = t , dan Bila t 6,4 mm maka amax = t � 2 mm Bila t = t1 = t2 maka te = t
amax = t
t < 6,4 mm
t1 t2
te = t1
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 21
Bila 45o < < 60o maka te = D � 3 mm Bila 60o maka te = D Tahanan Nominal Las Las tumpul:
Tarik/tekan: Rnw = te fy per mm� Geser: Rnw = te (0,6 fy) per mm�
dimana fy adalah kuat leleh material baja yang disambung
Las sudut: Rnw = te (0,6 fuw) ............................... las
atau: Rnw = te (0,6 fu) ................................. bahan dasar
Perencanaan Las – LRFD Rnw Ru
= 0,90 untuk leleh
= 0,75 untuk fraktur Las Tumpul (penetrasi penuh) 1) Tarik/tekan normal terhadap luas efektif Rnw = 0,9 te fy ........................... bahan dasar
Rnw = 0,9 te fyw .......................... las 2) Geser terhadap luas efektif Rnw = 0,9 te (0,6 fy) ................... bahan dasar Rnw = 0,8 te (0,6 fuw) ................. las
D te te = 0,707a
a
a
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 22
Las Sudut: Rnw = 0,75 te (0,6 fuw) ............... las
Rnw = 0,75 t (0,6 fu) .................. bahan dasar Contoh:
fuw = 490 MPa
fu = 370 MPa amax = t � 2 mm
= 7 � 2 = 5 mm te = 0,707 * amax = 0,707 * 5 = 3,54 mm a) Rnw = 0,75 te (0,6 fuw) ............... las = 0,75 * 3,54 * 0,6 * 490 Lw 30 * 104 Lw 384 mm (menentukan) b) Rnw = 0,75 t (0,6 fu) ................ bahan dasar = 0,75 * 7 * 0,6 * 370 Lw 30 * 104 Lw 257 mm Lw = 390 mm
20
t = 7 mm
70Pu = 60 ton
70
Lw1 = 244
Lw3 = 76
Lw2 =
x = 20
70
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 23
20 390
L 70 70 *
L L L70 * L 2L * L
x w32
21
w3w2w1
w3w2w2
Lw3 = 76 mm Lw1 = 390 � 70 � 76 = 244 mm Sambungan Geser Eksentris
Cara Elastis Prosedur: 1) Tentukan Ix , Iy Ip
2) Tentukan A
3) Hitung A
P dan
AP uy'
uyux'
ux
4) Tentukan titik terjauh dari c.g xmax , ymax dan hitung
p
maxu"ux I
y T
p
maxu"uy I
xT
5) 2
12"ux
'ux
2"uy
'uyu ) ( ) ( 0,6 fuw
dimana = 0,75
L2
L1
L1
Pux
Puy
c.g
te
te
x
y
T
te
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 24
Contoh:
ee t500 t200) 150 * (2 A
mm 45 t t500
75 * 150 * 2 x ee
D = L Pw = D + L = 2L = 8 ton L = 4 ton D = 4 ton
Pu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 4 + 1,6 * 4 = 11,2 ton
4e
62e
3ex mm t10 * 3,67 2 * 100 * t* 150 200 * t*
121 I
2 * 45 - 75 * 150 * t 150 * t* 121 45 * t* 200 I 2
e3
e2
ey
4
e6 mm t10 * 1,24
4
e6
yxp mm t10 * 4,91 I I I
0 'x
ee
4uy
y t224
t50010 * 11,2
AP
'
ee6
4
p
maxux t
696 t10 * 4,91
100 * 305 * 10 * 11,2 Iy T "
ee6
4
p
maxuy t
731 t10 * 4,91
105 * 305 * 10 * 11,2 I xT "
uwe
21
2
ee
2
eu f 0,6
t1182
t731
t224
t696
fuw = 490 MPa te 5,34 mm
= 0,75 atau a 7,58 mm
y
305
te
100
100
200 x
45 105
150
Pu = 11,2 ton
x
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 25
Cara Plastis
sin y - cos x- r pp0
0 sin P - sin R 0 H uidi .................................................. (1) 0 cos P - cos R 0 V uidi ................................................. (2) 0 )r (e P - d R 0 M 0uidi .................................................. (3)
iei1,5
uwinidi h t sin 0,5 1 f 0,6 h R R
dimana hi = 0,3
mi
i
mi
i 0,9 - 1,9
a 2 10 * 8,23 32,0
i3-
mi
32,0i
3-e 2 10 * 8,23 * 0,707
t
derajat dalam 2 t0,0116 i
32,0ie
a 6 0,0428 65,0
iui e
-365,0ie t10 * 9,47 6 t0,0605
minj
ujii d d
Lw
i
2 0 i
y
x
Lw
-xp
c.g
i i
Rdi
-yp di
prs
Pu
e
r0
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 26
minj
e3-65,0
jei d
t10 * 9,47 6 t0,0605 d
min
j
3-65,0j
ei d10 * 9,47 6 0,0605
td
i + i - i = 2
i = 2 + i - i
i
pii d
y - y sin
212
pi2
pii y - y x- x d
i
pii d
x- x osc
minj
3-65,0j
32,0ie
ei
mi
i
d10 * 9,47 6 0,0605
2 t0,0116
td
min
j
3-65,0j
32,0i
i
d10 * 9,47 6 0,0605
2 0,0116
d
Selesaikan Persamaan (2) untuk Pu diperoleh
cos R cos
1 P idiu .............................................. (4)
Sustitusi Pu ke Persamaan (1) dan (3) di dapat Rdi sin i � tan Rdi cos i = 0
0 i 2
c.g xi
xp
prs
yp
yi i
di i
i
i - i
i
i
Rdi
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 27
Rdi di - 0 cos R cos
1 sin y cos x - e idipp
Untuk nilai fuw te yang identik diperoleh
0 d x- x
h sin 0,5 1 tan - d
y - y h sin 0,5 1
i
piii
1,5
i
piii
1,5 �.. (5)
cos
1 * sin y cos x - e - d h sin 0,5 1 ppiii1,5
0 d x- x
h sin 0,5 1 *i
piii
1,5 ........................................................... (6)
Persamaan (5) dan (6) di selesaikan untuk xp, yp, dan Pu diperoleh dari Persamaan (4) atau
cosL
cos h sin 0,5 1 f t0,6 P wiii
1,5uweu
Contoh: Selesaikan contoh soal las sebelumnya dengan cara plastis (te = 5,34 mm, Lw = 50 mm).
Pu = 20 ton 100 % Cara elastis: Pu = 11,2 ton 56 %
1 2 3
4
5
6
7
10 9 8
150
100
100
105 45
305 x
y
Pu = ?
Sam
bung
anSi
ndur
P. M
angk
oeso
ebro
to
28
STR
ENG
TH O
F FI
LLET
WEL
D
f =
0,75
x p
=
-41,
73 m
m
Pers
amaa
n (5
) =
1.11
02E-
16
f uw =
490
MPa
y p
=
0 m
m
Pers
amaa
n (6
) =
- 0.0
151
=
0 ra
d P u
=
202,
243
N
e =
305
mm
t e
= 5,
34 m
m
L w
= 50
mm
Pe
rsam
aan
(5)
Pers
amaa
n (6
)
i x i
y i
0<
i<1,
57d i
0<
i<1,
57
i i/
mi
h i
Sum
1
Sum
2
Sum
1
Sum
2
1 80
10
0 0.
0000
15
7.54
0.
8831
0.
6877
1.
34
0.98
0.
831
1.01
20
6.32
1.
01
2 30
10
0 0.
0000
12
3.07
0.
6222
0.
9486
0.
94
1.00
0.
991
0.71
15
0.07
0.
71
3 -2
0 10
0 0.
0000
10
2.83
0.
2140
1.
3568
0.
58
0.93
0.
957
0.21
10
0.21
0.
21
4 -4
5 75
1.
5708
75
.07
1.52
72
1.61
44
0.76
0.
98
1.46
3 -0
.06
109.
92
-0.0
6
5 -4
5 25
1.
5708
25
.21
1.44
07
1.70
09
0.25
0.
77
1.14
1 -0
.15
29.0
2 -0
.15
6 -4
5 -2
5 1.
5708
25
.21
1.44
07
-1.7
009
0.25
0.
77
-1.1
4 -0
.15
29.0
2 -0
.15
7 -4
5 -7
5 1.
5708
75
.07
1.52
72
-1.6
144
0.76
0.
98
-1.4
6 -0
.06
109.
92
-0.0
6 8
-20
-100
0.
0000
10
2.33
0.
2140
-1
.356
8 0.
58
0.93
-0
.96
0.21
10
0.21
0.
21
9 30
-1
00
0.00
00
123.
07
0.62
22
-0.9
486
0.94
1.
00
-0.9
9 0.
71
150.
07
0.71
10
80
-1
00
0.00
00
157.
54
0.88
31
-0.6
877
1.34
0.
98
-0.8
3 1.
01
206.
32
1.01
0.00
3.
44
1191
.08
3.44
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 29
Beban Eksentris Normal pada Las
we
umax ,u L 2t
P
23
we
uu L 2t
P
2we
u3
we121
wu
u L te P 3
L t2 2
L M
uw
2
wwe
u22uR f 0,6
Le 9
41
L tP
dan a = te / 0,707 = 0,75 fuw adalah kuat tarik material las Contoh:
Tentukan ukuran las, a? fuw = 490 MPa Pu = (1,2 + 1,6) 2
1 Pw = 28 ton
uw
2
wwe
u f 0,6 Le 9
41
L tP
Pu e 2te
Lw
u u u, max
Vu Mu
Vu
Pw = 20 t
100
300
D = L
Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 30
2
wwuw
ue L
e 9 41
L f 0,6P
t
24
300100 9
41
300 * 490 * 0,75 * 0,610 * 28
= 4,73 mm
mm 6,7 a 0,7074,73 a
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 1
Tahanan Elemen Pelat akibat Tekanan Seragam Kuat tekuk elastis elemen pelat akibat tekan seragam adalah
fcr = k 22
2
(b/t) ) - (1 12E
dimana k adalah konstanta yang besarnya bergantung pada tipe tegangan, kondisi
tumpuan sisi pelat, perbandingan lebar terhadap panjang, dan terhadap tebal pelat [lihat Grafik A].
Grafik A
16
kaku
A kaku
kaku
B sendi
sendi
Csendi
kaku
Dbebas
a
b
sendiE
bebas
sisi beban kaku
sisi beban sendi
14
12
10
8
6
4
2
0 1 2 3 4 5
kmin = 0,425
kmin = 1,277
kmin = 4,00
kmin = 5,42
kmin = 6,97A
B
C
D
E
a/b
Koe
fisie
n Te
kuk
k
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Elemen pelat yang tertekan dari suatu komponen struktur pada umumnya dikategorikan dalam dua kelas yaitu elemen dengan pengaku (elemen yang ditumpu pada kedua sisinya yang sejajar dengan arah kerja gaya, kasus A s/d C), dan elemen tanpa pengaku (elemen yang ditumpu pada salah satu sisinya yang sejajar dengan arah kerja gaya, sedang sisi lainnya berada pada posisi bebas, kasus D & E).
Elemen pelat dengan pengaku
Elemen pelat tanpa pengaku
Hubungan antara regangan aksial dengan gaya normal pada suatu elemen pelat digambarkan berikut ini.
Perhatikan bahwa kuat pasca tekuk lebih besar pada elemen dengan b/t yang lebih besar. Untuk nilai b/t yang lebih kecil kuat pasca tekuk menjadi lebih kecil, dan seluruh elemen pelat dapat mencapai batas lelehnya atau bahkan hingga strain � hardening sehingga fcr/fy > 1. Persamaan kuat tekuk elastis dapat ditulis sebagai berikut:
2cy
22
2
y
cr 1 f (b/t) ) - (1 12
Ek ff
b
t
b
b
t
t
b
t
fcr
fcr
fy
Pasca tekuk
Pasca tekuk
tb
<<
tb
>>
aksial
bt
b
t
t
b
bt
b
t
P
Sendi
P
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 3
atau Ek
f ) - (1 12
tb 2
y2
c
Tahanan pelat akibat tekan pada sisinya dapat ditentukan oleh salah satu dari berikut ini:
1) Strain hardening untuk c 2) Leleh pada c ~ 0,5 ~ 0,6 3) Tekuk inelastis 4) Tekuk elastis, c ~ 1,4 5) Pasca tekuk, c > 1,5
Batasan r: Batas kelangsingan r adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat dicapai kuat leleh tanpa terjadi tekuk lokal. Secara ideal hal ini diperoleh bila fcr = fy atau c = 1 yaitu pada titik A, atau
y22
2
cr f (b/t) ) - (1 12
Ek f
atau dengan mengambil = 0,3 dan E = 200.000 MPa maka
yfk 425 t
b
sh ~ 15 ~ 20 yy
Daerah plastis Daerah strain hardening
fy
0,5
1,0
0,17 0,46 0,58 1,0 2 1,5
A
Tekuk elastis
Tekuk inelastis: Teg. sisa dan cacat
leleh
Pelat tanpa pengaku Pelat dengan pengaku kolom
Strain hardening
yfcrf
c0,70
r
2c
1
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Mengingat adanya tegangan sisa dan cacat maka c umumnya diambil < 1, dan c = 0,7 dianggap cukup mewakili.
Jadi yy
c fk 297,5
fk 425 t
b
Lihat Tabel 4.5-1 Konsep Peraturan Baja Indonesia.
Tabel 4.5-1 Perbandingan Maksimum Lebar terhadap Tebal untuk Elemen Tertekan
(Simbol mengacu pada Gambar 4.5-1).
Jenis Elemen Perbandingan lebar terhadap
tebal
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal
( ) p (kompak)
r (tak-kompak)
Pelat sayap balok-I dan kanal dalam lentur
b/tyf/170 [c] ry ff/370 [e]
Pelat sayap balok-I hibrida atau balok tersusun yang di las dalam lentur
b/tyff/170
eryf k/)ff(420
[e][f]
Pelat sayap dari komponen-komponen struktur tersusun dalam tekan
b/t - ey k/f/290 [f]
Sayap bebas dari profil siku kembar yang menyatu pada sayap lainnya, pelat sayap dari komponen struktur kanal dalam aksial tekan, profil siku dan plat yang menyatu dengan balok atau komponen struktur tekan
b/t - yf/250
(k = 0,70)
Sayap dari profil siku tunggal pada penyokong, sayap dari profil siku ganda dengan pelat kopel pada penyokong, elemen yang tidak diperkaku, yaitu, yang ditumpu pada salah satu sisinya
b/t - 200 / f y (k = 0,425)
Pelat badan dari profil T d/t - 335 / f y (k = 1,277)
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Tabel 4.5-1 (Lanjutan) Perbandingan Maksimum Lebar terhadap Tebal untuk Elemen Tertekan
(Simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).
Jenis Elemen Perbandingan lebar
Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal
terhadap tebal ( )
p (kompak)
r (tak-kompak)
Pelat sayap dari penampang persegi panjang dan bujursangkar berongga dengan ketebalan seragam yang dibebani lentur atau tekan; pelat penutup dari pelat sayap dan pelat diafragma yang terletak di antara baut-baut atau las
b/t yf/500
yf/625 (k = 4,4)
Bagian lebar yang tak terkekang dari pelat penutup berlubang [b]
b/t - yf/830
(k = 6,97)
Bagian-bagian pelat badan dalam tekan akibat lentur [a]
h/twyf/680.1 [c] yf/550.2 [g]
Bagian-bagian pelat badan dalam kombinasi tekan dan lentur
h/tw Untuk Nu / bNy<0,125 [c]
yb
u
y NN
f75,2
1680.1
[g]
yb
u
y NN
f74,01550.2
Untuk Nu/ bNy>0,125 [c]
yyb
u
y fNN
f665
33,2500
Elemen-elemen lainnya yang diperkaku dalam tekan murni; yaitu dikekang sepanjang kedua sisinya
b/t h/tw
- yf/665
(k = 5,0)
Penampang bulat berongga Pada tekan aksial Pada lentur
D/t [d] -
14.800/fy
22.000/fy 62.000/fy
[a] Untuk balok hibrida, gunakan kuat leleh pelat sayap fyf sebagai ganti fy. [b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar. [c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3. Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar. [d] Untuk perencanaan plastis gunakan 9.000/fy.
[e] fr = tegangan tekan residual pada pelat sayap = 70 MPa untuk penampang dirol = 115 MPa untuk penampang dilas
[f] w
e t/hk 4
tapi, 0,35 < ke < 0,763
[g] yf adalah kuat leleh minimum.
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Gambar 4.5-1 Simbol untuk beberapa variabel penampang.
Batasan p: Batas kelangsingan p adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat dicapai penguatan regangan atau strain hardening ( sh ~ 15 ~ 20 y) tanpa terjadi tekuk lokal. Meskipun hal ini umumnya menjadi perhatian pada flens tekan dan sejenisnya dari suatu komponen struktur lentur, namun tidak menjadi pertimbangan utama pada batang tekan. Untuk elemen tanpa pengaku diambil c = 0,5 dan k = 0,425 sehingga diperoleh,
yf138 t
b
Namun, mengingat didalam kenyataannya regangan yang terjadi hanya mencapai 7 ~ 9 y maka persyaratan tersebut diatas menjadi
yf
170 tb
Untuk kasus elemen dengan pengaku diambil c = 0,6 dan k = 4 sehingga diperoleh,
yf500 t
b
Lihat Tabel 4.5-1 Konsep Peraturan Baja Indonesia.
b
h
tf
tw
tft
t
hc
b
h
b
hc
h
bb
h
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Tahanan Tekuk dan Pasca-Tekuk Elemen Pelat Elemen pelat dengan pengaku (a) Elemen pelat tanpa pengaku (s) Pengaruh terhadap Tahanan Tekan Kolom Untuk pelat dengan pengaku,
Pn = Aef . fmax = g
ef
AA fmax Ag = Qa Ag fmax
Aef dimana Qa = Aef /Ag 1 Untuk pelat tanpa pengaku,
Pn = rerataf Ag = max
rerata
ff fmax Ag = Qs fmax Ag
rerataf
dimana, Qs = max
rerata
ff 1
fmax
b
f(x)
X
f(x) simetri
sendi
fmax
be /2
=
be /2 be adalah lebar efektif
Daerah tak efektif pada pasca tekuk
fmax
b
f(x)
X
f(x) tak simetri
sendi
frerata < fmax
=
Tegangan tereduksi supaya tidak terjadi tekuk
bebas sendi bebas
b
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Untuk suatu penampang tekan yang mengandung pelat dengan pengaku dan pelat tanpa pengaku,
Pn = rerataf Aef = max
rerata
ff
g
ef
AA
fmax Ag
= Qs Qa fmax Ag = Q fmax Ag dimana Q = Qs Qa 1 Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebal elemen lebih besar daripada nilai r pada Tabel 4.5-1, tahanan aksial rencana komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut: Nd = c Nn dimana c = 0,85 Nn = Ag fcr = Ag yf atau fcr = yf untuk c Q25,0 maka Q
1
untuk Q25,0 < c < Q2,1 maka Q 0,67 - 1,6
1,43/Q c
untuk c Q2,1 maka 2c 1,25
dimana Ag adalah luas penampang bruto fcr adalah kuat kritis penampang
fy adalah kuat leleh material
iL dan
Ef ky
c
0.0
0.5
1.0
0 1 2c
Q=1.00
Q=0.90
Q=0.80
Q=0.70
Q=0.60
Q=0.50
Q=0.40
Q=0.30
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Hasil perhitungan tekuk lentur tersebut harus dibandingkan dengan hasil perhitungan tekuk lentur torsi dan/atau tekuk torsi (lihat topik bahasan selanjutnya), serta tahanannya diambil yang terkecil diantara ketiganya. Faktor Bentuk untuk Penampang dengan Elemen dengan Pengaku Bila perbandingan lebar terhadap tebal (b/t) dari elemen dengan pengaku yang dibebani secara seragam melebihi r, maka lebar efektif, be, harus digunakan untuk menghitung besaran-besaran penampang komponen struktur. a) Untuk flens-flens bujur sangkar dan persegi panjang dengan tebal seragam:
bila f
625 tb maka
be = b)t/b(
1f
170 - 1 ft 855
b) Untuk elemen lainnya yang dibebani secara seragam:
bila f
665 tb maka
be = b)t/b(
1f
150 - 1 ft 855
dimana b adalah lebar elemen be adalah lebar efektif t adalah tebal f = gu AP
dan Qa = g
eg
g
ef
A t)b - (b - A
AA
Ag adalah luas bruto penampang komponen struktur.
c) Untuk penampang bulat yang dibebani secara seragam: 22.000/fy < D/t < 90.000/fy
Qa = 32
)t/D(f7600
y
dimana D adalah diameter luar t adalah tebal penampang
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Faktor Bentuk untuk Penampang dengan Elemen tanpa Pengaku Bila perbandingan lebar terhadap tebal dari elemen tanpa pengaku yang dibebani secara seragam melebihi r maka harus digunakan faktor reduksi Qs. a) Untuk siku tunggal:
bila yf200 < b/t < yf400 Qs = 1,340 � 1,7 * 10-3 (b/t) yf bila b/t > yf400
Qs = 2y (b/t)
1 f
000.106
b) Untuk flens, siku, dan pelat yang �melekat� (projecting) pada profil rol atau
komponen struktur tekan lainnya, bila yf250 < b/t < yf460
Qs = 1,415 � 1,65 * 10-3 (b/t) yf
bila b/t > yf460
Qs = 2y (b/t)
1 f000.138
c) Untuk flens, siku, dan pelat yang melekat pada profil tersusun atau komponen
struktur tekan lainnya, bila ey kf285 < b/t < ey kf525
Qs = 1,415 � 1,43 * 10-3 (b/t) ey kf
bila b/t ey kf525
Qs = 180.000 2y
e
(b/t)1
fk
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Koefisien ke dihitung sebagai berikut: (a) Untuk profil � I
ke = wt/h
4 , 0,35 ke 0,763
dimana: h adalah tinggi web tw adalah tebal web (b) Untuk profil lainnya ke = 0,763
d) Untuk badan dari profil T: bila yf335 < b/t < yf460
Qs = 1,908 � 2,7 * 10-3 (b/t) yf
bila b/t yf460
Qs = 2y (b/t)
1 f000.138
dimana b adalah lebar elemen tanpa pengaku t adalah tebal elemen tanpa pengaku fy adalah kuat leleh material
Perhitungan Tahanan Nominal Akibat Tekuk Lentur pada Penampang Langsing Untuk tekan axial: 1) Gunakan penampang bruto, Pn = fcr Ag = Ag yf 2) Gunakan penampang bruto pada perhitungan jari-jari girasi atau kc L/i Untuk lentur: Gunakan parameter penampang tereduksi untuk balok dengan flens dari elemen dengan pengaku. Untuk balok-kolom: 1) Gunakan luas bruto untuk Pn 2) Gunakan parameter penampang tereduksi untuk lentur pada penampang dengan
elemen dengan pengaku untuk Mnx dan Mny 3) Gunakan Qa dan Qs untuk menentukan Pn 4) Gunakan fcr dari perhitungan tekuk torsi-lateral untuk balok; fcr Qs fcr pada
penampang berelemen tanpa pengaku.
Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 12
Contoh: Tentukan tahanan rencana, Pd, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama kaki 200.100.10 di bawah ini.
A. Data material:
fy = 240 MPa; E = 200.000 MPa
B. Data penampang 200.100.10
A = 2920 mm2;
rz= 21,4 mm; ry= 66,6 mm;
Iz= 1,33 * 106 mm4; Iy= 1,3 * 107 mm4
C. Kelangsingan batang/ elemen
OK 200 766,744,21
2000*8,0r*k
z
zzz
OK 200 024,246,66
2000*8,0r*k
y
yyy
langsing Penampang 91,12240
200f
200 2010200
th
y
82,25240
400f
400 20th 91,12
240200
f200
yy
0,813 240*10200*10*7,1340,1 f*
th*10*7,1340,1Q 3
y3
s
D. Pemeriksaan tekuk lentur terhadap sumbu lemah
Ef
* yzcz 000.200
240*766,74 824,0 ; s
czs Q
1,2 0,824 Q25,0
sczs
z Q**67,06,11*
Q43,1
813,0*824,0*67,06,11*
813,043,1 596,1
ton3,37~596,1
240*2920*85,0f
*A*85,0PPz
ygnd
y’
z’
y
z
c.g.
10
h=2
00
10
b=100
Pd
L = 2000 mm
Pd
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 1
BAB VIII TORSI
Fenomena torsi banyak dijumpai antara lain pada balok spandrel, pada balok-balok yang memiliki balok anak dengan bentang-bentang yang tidak sama panjang, dan kasus-kasus lainnya. Penampang yang paling efisien untuk memikul torsi adalah penampang bulat berongga tertutup. Irisan datar pada penampang tersebut akan tetap datar sebelum dan setelah bekerjanya torsi. Pada penampang lainnya (tidak bulat), irisan datar tidak akan tetap datar selama bekerjanya torsi dan hal ini disebut gejala warping. Pengaruh torsi murni (Saint – Venant) Torsi Pengaruh warping
Torsi Murni Pada Penampang Homogen Tinjau penampang berikut dimana pengaruh warping dapat diabaikan selama bekerjanya torsi:
d adalah perubahan sudut pada selang dx
dan kelengkungan torsi, , adalah:
dxd
serta dx = r d atau = rdxd = r ( adalah regangan geser)
Tegangan geser akibat torsi menurut hukum Hooke adalah: = G dan torsi, T, adalah demikian sehingga dT = dA r
dx
r
d
x
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 2
atau T = dAG r dA r G rdA 2
= dxd GJ dA rG 2
dimana J = dA r 2 adalah momen inersia polar terhadap pusat berat , G adalah modulus geser.
Jadi GJT
dxd dan tegangan geser, , menjadi
J
Tr G r G
artinya tegangan geser torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi.
Untuk penampang persegi panjang J = 3 tb 31 , dan untuk penampang I, , T nilai
J = 3 tb 31 .
Contoh:
J = 2
0
r
r
322
1
ddr r dA r r1 < r2
= 41
42
4 r - r 21
r
r r
41 2
1
2
= 21
221212
21
22
21
22 r r r r r - r
2 r r r - r
21
J = 21
2212 r r r r
2t
Bila r2 = r1 + t dan r2
2 = (r1 + t)2 = r12 + 2 r1 t + t2
maka J = 2t (2r1 + t) (2r1
2 + 2 r1 t + t2)
untuk r1 = 0 J = 2t t3 =
2t 4
= 32
(2t)4 = 321 d4
Meskipun pada penurunan ini J adalah momen inersia polar terhadap pusat berat namun dari
penurunan yang lebih umum dapat ditunjukkan bahwa J adalah konstanta torsi, dan tidak selalu sama dengan momen inersia polar. Untuk selanjutnya J akan dinamakan konstanta torsi.
r1
r2
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 3
max = 34321 d
T 16 d 2
d T
J2
d T
Untuk: t 0 maka J = 21
2
1
21
11 r
t rt 2 2 r
rt 2 r
2t
= 0 1 0 2 rt 3
1
= 8
2r t 2 ~ 0 1 r t 23
131
= d t 41 3
2341max d t
2T ~ d t
t 2d T
J
t 2d T
Sekarang tinjau penampang sembarang berikut ini: Keseimbangan kupon dalam arah � x memberikan
0 dsdx x
t dx ds s
t x
atau x
t - st x
d
t d
t
ds
c.g
y
z
s
dx x
xx
ds
dx
x
ds s
z
z
y2
2
EIM- 1
dxvd
y,v
Mz Mz
x
xs
y
z
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 4
dimana z I - I I
I M - I M y
I - I II M - I M
2zyzy
yzzzy2zyzy
yzyyzx
Catatan: Pada persamaan diatas, tanda negatif pada Pers. (10) Bab 8 telah berubah menjadi positif karena disini perjanjian sumbu-s mengikuti arah jarum jam, sedangkan Pers. (10) sesuai vektoral.
dan z I - I I
I V - I V y
I - I I
I V - I V
x
2zyzy
yzyzz2
zyzy
yzzyyx
sehingga s
02
zyzy
yzzyy dsyt I - I I
I V - I V - t
s
02zyzy
yzyzz dszt I - I I
I V - I V -
dimana x
M Vdan
xM V y
zz
y
Sekarang tinjau kembali penampang berikut Titik (yo, zo) adalah demikian sehingga torsi terhadap titik 0 adalah nol, jadi
0 ds ds
rdt x r - y V z V-0
ozoy
dimana r = y j + z k dr = dy j + dz k sehingga r x dr = (y j + z k) x (dy j + dz k) = (y dz � z dy) i
dan 0
ozoy dy z- dzy t - y V - z V
j
k
i
Vy
Vz
z
s=0
y
s=
r yo
0 (cg)
t
zo
sc
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 5
s
0
s
0yzzz
s
0
s
0yzyy
02yzzy
dsyt I - dszt I V dszt I - dsyt I V I - I I
1
dy z - dzy * Jadi,
0
s
0
s
0yzy2
yzzyo dy z - dzy dszt I - dsyt I
I - I I1 z
0
s
0
s
0yzz2
yzzyo dy z - dzy dsyt I - dszt I
I - I I1- y
(yo, zo) disebut koordinat pusat geser (shear center) Contoh Menentukan pusat geser penampang profil
b q x o
wf
f
td tb 2 tb
wf
w
td tb 2 td 2 - 1
0
s
0x0
s
0
s
0xyy2
xyxyo dyx -dx y ds yt
I1 dyx -dx y dsxt I - dsyt I
I - I I1 x
Ixy = 0
x sc c.g
y
s2 s1
s3 b (1 - ) b
q
d/2
d/2
b
z
s=0
y
s=
yo
zo
cg
sc
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Hitung s
0dsyt
1) 0 < s < b:
1f1f
s
0
s
0
s t2d - ds t
2d- ds yt
1
s1 = 0 x = - (1 - ) b x = s1 � (1 - ) b s1 = b x = b s1 = x + (1 - ) b
b - 1 x t2d- ds yt f
s
0
Untuk x = b b t2d- ds yt f
s
0
1
0
s
0dy x -dx y dsyt
dx 2d- b - 1 x t
2d- f
b
b - 1-
b - 1 -
b bx - 1 x
21 t
4d 2
f
2
2222
f
2
b - 1 b - 1 - b 21 t
4d
- 1 - 2 1 - 21 b t
4d 222
f
2
2
f2 b td
81
2) b < s < b + d:
2s
02wf
s
0ds y t b t
2d dsyt
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 7
s2 = 2d - s y
2d y 2
= 2w
s
02f ds t2
d - s b t2d 2
= 2w2
2w
f s t2d - s
2t
b t2d
2d y
2 td
- 2d y
2t
b t2d- dsyt w
2w
f
s
0
Untuk 2d y b t
2d- ds yt f
s
0
2
1
s
0
dy x -dx y dsyt
dy b - 2d y
2 td -
2d y
2t b t
2d -
2d
2d
w2
wf
2d
2d
2w
2d
2d
3w
2d
2d
f 2d y
21
2 td
2d y
31
2t
- y b t2d b
3
w3
wf2 d t
41 d t
61 - b td
21 b
w3
f2 td
121 b td
21 b
Karena 2
f3
w
2
f3
wx 2d b t d t
121
2d b t2 d t
121 I
maka 2
1
s
0xI b dy x -dx y dsyt
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 8
3) b + d < s < 2b + d:
3f
s
0f3
s
0ds t
2d b t
2d ds yt
3
= 3ff s t2d b t
2d
s3 = - x + b
x- b t2d b t
2d- dsyt ff
s
0
3
2
s
0dy x -dx y dsyt
dx 2d x- b t
2d b t
2d-
b - 1-
bff
b
b - 1- x- b
21 -bx -
2d t 2
2
f
22f
222
f d b t81 b
21 - b
2d t
2f
2
0
s
0x b td
41 I b dy x -dx y dsyt
x
22f2
f2
xx
o I 4b d t b b td
41 I b
I1 x
x
22f
o I 4b d t q b - x
dy x -dx y dsyt I - dsxt I I - I I
1 y0
s
0
s
0yxx
yx2
xyo
dy x -dx y ds xt I1-
0
s
0y
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Hitung s
0
dsxt
1) 0 < s < b: s
0
dsxt = ds x t1s
01f
s1 = x + (1 - ) b x = s1 � (1 - ) b
12
1f1f
s
01 bs - 1 - s
21 t ds tb - 1 - s
1
b - 1 x b - 1 - b - 1 x 21 t 2
f
Untuk 1 - 2 2 tb
b - 1 - b 21 t dsx t b x f
2s
0
22f
0
s
0
dy x -dx y dsxt
dx 2d- b - 1 x b - 1 - b - 1 x
21 t
b
b - 1-
2f
b - 1-
b b - 1 x
21 b - 1 - b - 1 x
61
2 td- 23f
2
21 -
61
2b td- b - 1
21 - b
61
2 td-
3f33f
wf
f3
f3
f
td tb 2 tb 3 - 2
12b td
2 -
31
2b td
wf
fwf3f td tb 2
tb 3 - td 2 tb 4 b td
121
wf
wf3f td tb 2
td 2 tb b td 121
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 10
2) b < s2 < b + d: 2s
02w
f2
0
ds x t 1 - 2 2 tb ds xt
s
2wf
2
s tb 1 -2 2 tb
dimana y 2d satau
2d - s y 22
y 2d tb 1 -2
2 tb w
f2
untuk d tb 1 - 2 2 tb dsxt
2d y w
s
0
f2
0
s
0
dy x -dx y dsxt
dy b- 2d y tb 1 - 2
2 tb
2d
2d
wf
2
2d
2d
2
wf
2
-
2d y
21 tb y 1 - 2
2 tb b-
2
wf
2
d 21 tb 1 - 2
2d tb b-
d t 1 - 2 tb 2
d b - wf
2
0 td tb 2
td tb - td tb 2
td - tb 2
d b - wf
wf
wf
wf
2
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 11
3) b + d < s3 < 2b + d:
3s
03fw
f2s
0s d x t d tb 1- 2
2 tb ds xt
s3 = 3s - b x x -b
3s
03f3w
f2
s d ts - b d tb 1- 2 2 tb
f2
33wf
2
ts 21 - s b d tb 1- 2
2 tb
2fw
f2
x- b 21 - x- b b t d tb 1- 2
2 tb
0
s
0
dy x -dx y dsxt
dx 2d x- b
21 - x- b b t d tb 1 - 2
2 tb
b - 1-
b
2fw
f2
b
b - 1- x- b
61 x- b
21b- tb- d tb b- 1 - 2
2 tb
2d 32
fwf
2
33
fw2f
3
b 61 b
21- td tb 1 - 2
2 tb
2d
ffwff2 tb
61 tb
21 - d t - tb
21 tb b
2d
d t - tb tb 1 - b 2d wf3
2f2
12
wf
fwf
wf
ff2
12
td tb 2 tb td - tb
32
td tb 2 tb tb 1- b
2d
wfwf
f3
td 2 - tb- td tb 2
tb d 121
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 12
1) + 2) + 3):
wfwf
f3
wf
wf3f td 2 - tb-
td tb 2 tb d
121 0
td tb 2 td 2 tb
b td 121 = 0
Jadi 0
s
0yo dy x -dx y dsxt
I1- y
0 0 I
1 y
Tegangan pada Profil Gilas I Pada profil gilas I dapat dibedakan dua jenis torsi, yaitu torsi murni dan torsi warping. Pada torsi murni (atau biasa juga disebut torsi Saint-Venant), suatu irisan rata akan tetap rata selama terjadinya torsi. Besar torsi murni, Ts, sebanding dengan kelengkungan torsi, , dimana tetapan kesebandingannya adalah GJ, atau
dxd GJ Ts
yang mana Ts adalah torsi murni, G adalah modulus geser, J adalah konstanta torsi, dan
dxd adalah kelengkungan torsi.
dan tegangan geser akibat torsi murni adalah
J
r T ss
dimana r adalah jarak dari pusat berat s adalah tegangan geser akibat torsi murni untuk profil I, , T maka 3
31 bt J .
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 13
Selanjutnya torsi warping dapat dijelaskan berikut ini,
kecil untuk 2t-d w f
f
dan 3
3f
3f
3
dxd
2t-d
dx wd
Tw = + Vf (d-tf)
Untuk flens atas berlaku, f
f3
f3
f
f2
f2
EIV
- dx wd
atau EIM
- dx
wd
dan diperoleh, 3
3f
ff dx d
2t-d EI - V
sehingga torsi warping, Tw, menjadi
3
3
w3
32f
fw dx d EC -
dx d
2t-d EI - T
dimana 2t-d I C
2f
fw adalah tetapan torsi warping untuk profil � I dan torsi
total Tx menjadi:
3
3
wwsx dx d EC -
dxd GJ T T T
atau w
x
w3
3
ECT -
dxd
ECGJ -
dx d 0 < x <
Solusi homogen (Tx = 0):
0 dxd k
dx d h2
3h
3
0 < x <
dimana, w
2
ECGJ k
h = A erx ; h' = Ar erx ; h" = Ar2 erx ; h''' = Ar3 erx
y
Vf
wf
Vf
z d - tf
2 t- d f
2 t- d f
Tw
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 14
Jadi Ar3 erx � k2 Ar erx = 0
r (r2 � k2) = 0 r1 = 0; r2 = k; r3 = -k
dan h = A ekx + B e-kx + C Solusi umumnya adalah = h + p = A ekx + B e-kx + C+ p
Contoh:
0 0 dxdTx ii 0 0
dxdTx ii
p = C1 + C2 x
pi = C2 ; p
ii = 0
x 0 ECT -
dx d
k - dx
d
w
xp23
p3
2/ x 0 EC
2T
- C ECGJ - 0
w2
w
x2GJT C
GJ2
T C 1p2
Z T
2T
2T
x
+
_
2T
2T
Tx
= 0 � = 0 = 0
x = 0
x =
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 15
dan x2GJT C e B eA kx-kx
2GJ
T eBk - eAk kx-kxi
-kx2kx2 e Bk e Ak ii -kx3kx3 e Bk - e Ak iii
B- A 0 C
B A 0 0 x
C B A 0 0 x ii
x2GJ
T e - eA kx-kx
0 2GJT e eAk 2 x 2
k-2
ki
2
k2
ke e
1 2GJk
T - A
kx - e e
e - e 2GJk
T- 2
k2
k
-kxkx
Catatan: sinh z = 2
e - e -zz
cosh z = 2
e e -zz
Jadi = 2
kcosh kxsinh -kx
2GJkT
i = 2
kcosh kxcosh - 1
2GJT
ii = 2
kcosh kxsinh k -
2GJT
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 16
-1 x = 0 x =
0
+1
2 x
2TTw 2
TTs
iii = 2
k
2
cosh kxcosh k-
2GJT
Jadi Ts = GJ i = 2
kcosh kxcosh - 1
2GJT GJ
= 2
kcosh kxcosh - 1
2T
Tw = -ECw iii = 2
k2
w cosh kxcosh k-
2GJT EC-
= 2
kcosh kxcosh
2T
dan 2T T T T swx
Tegangan Torsi Akibat torsi Saint Venant, tegangan torsi, s, pada satu flens adalah sebagai berikut:
dxd Gt
J tT
ffs
s
Akibat torsi warping, tegangan torsi, w, pada satu flens adalah sebagai berikut (lihat geser pada balok):
tIS V ff
fw
dan tIS V
ff
maxfmax ,w
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 17
dimana 3
3f
ff dx d
2t-d EI - V
Smax = 8 tb
4b t
2b f
2
f
tI1
8 tb
dx d
2 t- d EI -
ff
f2
3
3f
fmax ,w
3
3f
2
dx d
2 t- d
8b E
sehingga 3
3f
2
fmax w,smax dx d
2 t- d
8
b E dxd Gt
Tegangan normal pada flens, fw, akibat warping adalah:
f
ffw I
xM
dimana 2t-d dan w
dx wd -
EIM f
f2f
2
f
f
atau 2
2f
ff dx d
2t-d EI - M
Tegangan normal maksimum pada flens akibat warping, fw,max terjadi pada x = b/2 atau
f
2
2f
ff
fmax fw, I
2b
dx
d 2t-d EI -
I2
b M
2
2f
dx d
4t-dEb -
tf
b/2
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 18
Tw
2k
ff
wf cosh
kxcosh
t- d2T
t- d
T V
f t- d
f
wf t- d
T V
ff
w
t- dT
t- dT
2kcosh kxcosh
t- d2T V
ff
f t- d2T
Sekarang perhatikan berikut ini. Torsi warping pada penampang profil � I adalah:
2
kw cosh kxcosh
2T T
dan gaya lintang ekivalen yang diakibatkannya adalah:
2
kcosh kxcosh
t-d2T
t-dT
Vff
wf
Mf = dx cosh
kxcosh t-d2
T dx V 2
k
2
0 f
2
0f
2
k2
k
f cosh sinh
k1
t-d2T
2k tanh
k2
4T
cosh sinh
k1
2T t-d M
2k
2k
ff
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 19
atau 4
T t-d M ff
dimana 2k tanh
2k
1
k /2 0,25 0,50 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0
0,98 0,92 0,76 0,60 0,48 0,39 0,33 0,25 0,20 Untuk kasus-kasus lainnya lihat tabel. Catatan: Dalam penurunan metoda diatas telah dianggap bahwa torsi warping sama dengan torsi luar dan torsi murni adalah nol (T=Tw, Ts=0). Hal ini hanya
terjadi pada saat dx d 0, atau pada potongan simetri. Dengan demikian
pemeriksaan tahanan torsi dengan metode tersebut diatas tidak dapat dilakukan disebarang potongan kecuali pada potongan simetri.
Prosedur pemeriksaan tahanan torsi pada potongan simetri menjadi sebagai
berikut:
Pada ujung bebas tepi flens:
1. Cari
2. Hitung Mf (d-tf) = * M0 Mf = ����
(M0 = ¼ T atau 81 T 2, dan seterusnya)
3. Hitung fw, max = f
f
I2bM
4. Hitung pengaruh-pengaruh fw, max terhadap tahanan penampang.
Pada tengah flens (titik pertemuan dengan web):
1. Tentukan torsi yang bekerja pada potongan simetri Tx (=T/2, T /2, dst),
atau gambar bidang torsinya. Pada bidang simetri tersebut Tw= Tx dan
Ts=0.
/2 /2
T
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 20
2. Tentukan f
wf td
TV dan hitung
ff
maxfw It
SV .
3. Periksa kombinasi & menggunakan lingkaran Mohr, dan
bandingkan dengan kuat rencana.
Contoh: Suatu profil IWF 300x300x10x15 dengan panjang = 8 m dibebani oleh D = 400 kg/m� dan L = 600 kg/m� terhadap sumbu kuatnya. Kedua beban D dan L tersebut membuat eksentrisitas sebesar 100 mm terhadap sumbu y-y sebagai berikut: Periksa tahanan ditumpuan. Jawab: qu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 400 + 1,6 * 600 = 1440 kg/m� = 14,4 N/mm� Tu = qu 100 mm = 14,40 N/mm� * 100 mm = 1440 N-mm/mm� Lentur: Mux = 12
1 qu 2 = 121 * 14,4 N/mm� * 80002 mm2
= 7,68 * 107 N-mm Torsi: Mf (d-tf) = ( 12
1 Tu 2) (d-tf) = 300 � tf = 300 - 15 = 285 mm
k2 = wEC
GJ Cw = If 2td 2
f G = ) (1 2
E J = 31 b t3
x
y
Tu
D & L
x x
y
y100 mm
= 8000
D & L
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 21
22f2
max mm750.16815*300*81
8tbS
If = 121 tf b3 = 12
1 * 15 * 3003 = 33,75 * 106 mm4 J = 3
1 b t3 = 2 * [ 31 * 300 * 153] + 3
1 * (300 � 2 * 15 ) * 103 = 0,765 * 106 mm4
Cw = If 2td 2
f = 33,75 * 106 * 2
2852
= 1,37 * 1012 mm6
k2 = 27-
6
4
12
6
w mm110 * 2,15
mmmm
10 * 37,110 * 765,0
0,3) (1 21
CJ
) (1 21
k = 4,63 * 10-4 mm
1
k = 4,63 * 10-4 mm
1 * 8000 mm = 3,7065
Tabel 8.6.3, SJ 4th, hal. 449 k
3,0 0,88 k = 3,7065 4,0 0,81 = 0,83
Mf (d-tf) = 2u12
1 T
= 0,83 * 2212
1 mm 8000 * mm'
mm-N 1440 *
= 6,37 * 109 N-mm2
Mf = mm
mmN285
10 * 6,37 29 = 2,24 * 107 N-mm
Periksa penampang ditumpuan: Ujung bebas flens:
un = y
uy
x
ux
SM
S
M b fy
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 22
Mux = 7,68 * 107 N-mm
Muy = 2 * 2,24 * 107 N-mm = 4,48 * 107 N-mm
Sx = 1360 * 103 mm3 ; Sy = 450 * 103 mm3
un = 33
7
33
7
mm 10 * 450mm-N 10 * 4,48
mmmmN
10*136010 * 7,68
= (56,47 + 99,56) MPa = 156,03 MPa < (0,9 * 240 = 216 MPa) OK Tengah flens:
un = 2w
2uxux
2
2 b fy
MPa24,28 mm 10 * 1360*2
mm-N 10 * 7,68S2
M2 33
7
x
uxux
N210.20mm15300
mm2/000.8*'mm/mmN440.1td
TV
f
wf
MPa74,610*75,33*15750.168*210.20
ItSV
6ff
maxfw
un = MPa27,5774,624,2824,28 22 < (0,9*240 = 216 MPa) OK
Tekuk Lentur Torsi: Persamaan tekuk Euler adalah sebagai berikut:
EI 2
2
dxud + P u = 0
atau EI x
1 = -M(x) = -P u(x)
Turunkan dua kali diperoleh
-q(x) = P 2
2
dxud
Catatan: x
MV xx , 2
2xx
x xM
xVq
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 23
Perhatikan batang tekan dengan panampang berikut
q(x,r) = -P 2
2
dx)r,x(ud = - x t dr 2
2
dxd (r ) = - x t r dr 2
2
dxd
-d2 Tx = q(x,r) dx r = - x t r2 2
2
dxd dx dr
dTx = x 2
2
dxd dx A
2tr dr ��������������� (*)
Telah didapat sebelumnya
Tx = GJ dxd - E Cw 3
3
dxd
Turunkan sekali didapat
4
4
w2
2x
dxdC E -
dxd GJ
dxTd
= x 2
2
dxd
A2tr dr [dari (*)]
x
y
z
x
x
t
tu(x,r) = r
xx
rdx
dr
x
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 24
sehingga didapat, 4
4
dxd + p2 2
2
dxd = 0
dimana p2 = w
A2
xCE
GJ - drtr
Solusinya adalah,
2
2
dxd = A1
* sin px + A2* cos px
dxd = -
pA *
1 cos px + p
A *2 sin px + A3
= - 2
*1
pA sin px - 2
*2
pA cos px + A3 x + A4
atau (x) = A1 sin px + A2 cos px + A3 x + A4 Bila ujung-ujungnya tak dapat berotasi maka = 0 pada x = 0, , dan harus harmonik A3 = A4 = 0 dan A2 = 0 , (x = ) = 0 = A1 sin p p = n , n = 1, 2, �
p2 = w
A2
x2Kx
22
CEGJ - drtr
n
Untuk n = 1 x = e = GJ CEI1
2Kx
w2
ps
...................................(1)
dimana Ips =
A2tr dr = Izs + Iys terhadap pusat geser.
Persamaan tekuk torsi tersebut di atas berlaku dengan cukup teliti untuk penampang-penampang dengan dua sumbu simetri yang orthogonal, dan umumnya digunakan untuk penampang langsing, > r. Dalam hal ini tekuk torsi terjadi terhadap pusat geser yang berimpit dengan pusat berat. Pada penampang dengan satu sumbu simetri maka tekuk torsi yang terjadi terhadap pusat gesernya senantiasa dibarengi dengan translasi pusat beratnya terhadap sumbu simetrinya sehingga menghasilkan apa yang dinamakan tekuk lentur torsi. Untuk tekuk lentur torsi pada sebarang penampang dengan satu sumbu simetri digunakan,
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 25
e = 2eyex
eyexeyex
)(H 4
- 1 - 1H2
...................................(2)
ex = ps
2Kx
w2
I1GJCE
ey = E2y
2
; y = y
Ky
i
H = 1 � ps
pc2
0
20
20
II
ry z
A
I I y z r yz2
020
20
Ips = A 20r
dimana A adalah luas penampang, z0, y0 adalah koordinat pusat geser terhadap sumbu utama yang melalui
pusat berat, Iz, Iy adalah momen inersia terhadap sumbu utama yang melalui pusat
berat, 0r adalah jari-jari girasi polar terhadap pusat geser, Sumbu�y adalah sumbu simetri. Untuk penampang yang tidak memiliki sumbu simetri maka tekuk lentur torsi pada sebarang penampang dihitung menurut persamaan pangkat tiga berikut ini, dengan e adalah akar terkecilnya:
0ry
rz
2
0
0eze
2e
2
0
0eye
2eezeeyeexe ......(3)
dimana ez = E2z
2
; z = z
Kz
i.
Tahanan Tekan Tahanan tekan komponen struktur tekan dengan juga memperhatikan tekuk torsi dan/atau tekuk lentur torsi ditetapkan berikut ini, e = eyf
1) e Q25,0 maka = 1/Q
cg
sc
z
y
y0
cg
sc
z
y
y0
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 26
2) Q25,0 < e <
Q2,1 maka =
Q 0,67 - 6,1Q/43,1
e
3) e Q2,1 maka = 1,25 2
e
dan fcr = yf
Nn = Ag fcr = Ag fy/ Contoh:
A = 5.990 mm2 rz = 36,4 mm ry = 75,1 mm BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)
3w
3f ht bt
31J ; 3
w3
3f
3
W th 4tb
361C ; Q: adalah pusat geser (SC)
J=(300*153+142,5*103)/3= 385.000 mm4;
CW=(0,25*3003*153+142,53*103)/36=71,32*107 mm6
Ips= A (ry2+rz
2+y02)
AI
r ps20 75,12+36,42+17,312=7.264,61 0r 85,23 mm
Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni) Flens Web
Tidak ada ketentuan 15 10
150 td
w
21,62 240
335 f
335
y
wtd (= 15) <
yf335 (= 21,62)
Penampang tak-kompak Q=1
L = 4000 mm
Nu
Nu = 80 t
T 150.300
150
b=300
tf = 15
tw = 10
y
y
zzy0 = 17,31
Q
h = 142,5
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 27
Arah � z: (sumbu lemah)
Lkz = kcz L = 0,8 * 4000 = 3200 mm; 88 36,43200
rL
z
kz
0,97 10 * 200
240 88 Ef
3yz
cz
96 * 0,8580
NN
nc
u = 0,98 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)
Arah � y: (sumbu kuat)
Lky = kcy L = 0,8 * 4000 = 3200 mm; 43 75,13200
rL
y
ky
0,47 10 * 200
240 43 Ef
3yy
cy
129 * 0,8580
NN
nc
u = 0,73 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)
Arah � x: (torsi) Lkx = kcx L = 1,0 * 4000 = 4000 mm
ex = ps
2Kx
w2
I1GJCE
= 61,264.7*990.5
1000.385*10*80000.4
10*32,71*000.200 32
72=710 MPa
ey = 2
2
2y
2
43000.200E 1.068 MPa
H= 0,9588 7.264,61
36,475,1 yrrA
rrAII 22
20
2z
2y
2z
2y
ps
pc
e = 2eyex
eyexeyex
)(H 4
- 1 - 1H2
= 2)068.1710(9588,0*068.1*107 *4 - 1 - 1
9588,0*2068.1710 =665 MPa
0,25< 0,6 665240
f
e
ye <1,2 1,19
0,6 * 0,67 - 1,61,43 x
cr = 1,19240 = 200 MPa; Nn = 5.990 * 200 = 120 ton
120 * 0,8580
NN
nc
u = 0,78 < 1 OK
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 28
Dari contoh tersebut terlihat bahwa untuk penampang tak-kompak (dan kompak) tekuk lentur torsi lebih kritis daripada tekuk lentur terhadap sumbu kuat. Contoh: Tentukan tahanan rencana, Pd, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama kaki 200.100.10 di bawah ini.
A. Data material:
fy = 240 MPa E = 200.000 MPa = 0,3
B. Data penampang 200.100.10
A = 2920 mm2 rz = 21,34 mm
Iz = 1,33 * 106 mm4 ry = 66,72 mm
Iy = 1,3 * 107 mm4 z0 = 58,26 mm
y0 = 31,12 mm
C. Perhitungan G, J, Cw, 20r
MPa 10*692,73,01*2
000.2001*2EG 4
443333 mm 10 * 9,66710*195 10*95*31 t*h t*b*
31J
6833333333w mm 10 * 298,210*195 10*95*
361 t*h t*b*
361C
276
22yz20
20
20 mm 22,9270
292010*1,3 10*,33112,3126,58
AI I
yzr
Q: shear center
y’
z’
y
z
Q
c.g.
y0 = 31.12
b=95 20.1
10
z0 = 58.26
69.3
h=19
5
10
14.9° Pd
L = 2000 mm
Pd
32
31 ht bt
31J
32
331
3W th tb
361C
c.g. Q
t1
t2
b
h h’
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 29
D. Kelangsingan batang/ elemen
OK 200 97,7434,212000*8,0
r*k
z
zzz
OK 200 98,2372,662000*8,0
r*k
y
yyy
langsing Penampang 91,12240
200f
200 2010200
t'h
y
82,25240
400f
400 20t'h 91,12
240200
f200
yy
0,813 240*10200*10*7,1340,1 f*
t'h*10*7,1340,1Q 3
y3
s
E. Pemeriksaan tekuk lentur - torsi
MPa 81,343298,23
000.200*E* MPa 20,35197,74
000.200*E*2
2
2y
2
ey2
2
2z
2
ez
20
2x
w2
ex r*A1*J*G
*kC*E*
22,9270*2920
1*10*667,9*10*692,72000*8,0
10*298,2*000.200* 442
82
MPa 25,281
Persamaan pangkat tiga untuk menentukan tekuk lentur-torsi:
0 ry - -
rz - - - - -
2
0
0eze
2e
2
0
0yee
2ezeeyeexee
Persamaan tersebut diatas dapat dituliskan sebagai berikut:
0 c-*b*a - e2
e3
e
dimana:
H
*Hry*H
rz
aey2
0
20
ez20
20
ex
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 30
H
*** b eyezeyexezex
H
** c ezeyex
2
02
0zy
zy
ps
pc
zy*AII
IIII
H
529,010*707,210*433,1
26,5812,31*292010*33,110*3,1
10*33,110*3,17
7
2267
67
Akar-akar real persamaan pangkat tiga tersebut dapat ditentukan dengan:
a 31
3 cos 2S 1e
2TQ- cos 1-
a 31 120
3 cos 2S o
2e b - a 31 R 2
a 31 240
3 cos 2S o
3e 3a 272 - c - b . a .
31 Q
R 31 S 3R
271 T
3
22
10*236,5529,0
81,3432*529,022,9270
12,3120,351*529,022,9270
26,5825,281a
610*288,4529,0
81,3432*20,35125,28120,351*25,281b
810*405,6529,0
20,351*81,3432*25,281c
66232 10*850,410*288,410*236,531ba
31R
36 10*271,110*850,4*31R
31S
9363 10*055,210*850,4*271R*
271T
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 31
93863 10*788,310*236,5*27210*405,610*288,4*10*236,5*
31Q
o9
91 831,22
10*055,2*210*788,3cos
MPa 4265,65 10*236,5*31
3831,22cos*10*271,1*2 3
o3
1e
MPa 193,34 10*236,5*31120
3831,22cos*10*271,1*2 3o
o3
2e
MPa 776,63 10*236,5*31240
3831,22cos*10*271,1*2 3o
o3
3e
MPa 193e
11,1193240f
e
ye
331,1813,02,1
Q2,1
s
277,0813,025,0
Q25,0
s
895,1 0,813*11,1*67,06,1
1*813,043,1
Q**67,06,11*
Q43,1
Q1,2 11,1
Q25,0
sesse
s
ton4,31~895,1
240*2920*85,0f
*A*85,0PP ygnd
G. Pemeriksaan tekuk lentur terhadap sumbu lemah
ton3,37~596,1
240*2920*85,0f
*A*85,0PPz
ygnd
(Lihat contoh pada Bab Elemen Pelat Tipis.)
H. Kesimpulan
Pd = 31,4 ton (mekanisme yang menentukan: tekuk lentur torsi)
Dari contoh tersebut terlihat bahwa untuk penampang langsing tekuk lentur torsi dapat menjadi lebih kritis daripada tekuk lentur terhadap sumbu lemah.
Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 32
Resume Profil dengan dua sumbu simetri Untuk penampang kompak dan tak-kompak ( < r) dari komponen struktur tekan yang memiliki dua sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil I dan palang, maka Q=1 dan gejala tekuk torsi tidak perlu diperhatikan. Bila penampangnya langsing ( > r) maka gejala tekuk torsi harus diperhitungkan menggunakan Pers. (1). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk torsi. Profil dengan satu sumbu simetri Untuk penampang kompak dan tak-kompak ( < r) dari komponen struktur tekan yang memiliki satu sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil siku ganda sama kaki dan profil T sama kaki, maka Q=1; gejala tekuk lentur torsi diperhitungkan menggunakan Pers. (2). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk lentur torsi. Bila penampangnya kompak atau tak-kompak maka pengaruh warping dapat diabaikan (Cw=0). Profil tanpa sumbu simetri Untuk penampang komponen struktur tekan yang tak memiliki sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil siku tak sama kaki, profil Z dan profil T tak sama kaki, maka gejala tekuk lentur torsi harus diperhatikan menggunakan Pers. (3). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk lentur torsi. Bila penampangnya kompak atau tak-kompak maka pengaruh warping dapat diabaikan (Cw=0). Secara umum bila pusat berat tidak sama dengan pusat geser maka tiga persamaan diferensial akan saling bergantung yaitu persamaan diferensial tekuk lentur terhadap sumbu lemah � z, persamaan diferensial tekuk lentur terhadap sumbu kuat � y, dan persamaan tekuk torsi terhadap pusat geser.
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 1
d
(R – 1) pp
Mp
My
Mr
0 max
2
3
1
4
Elastis
Inelastis
Plastis
Mom
en
Defleksi
b tf
tw
Lb
M M
Gambar1 Suatu balok sederhana berpenampang kompak dibebani momen konstan, M, dengan bentang tak-terkekang Lb.
TEKUK TORSI LATERAL
Perhatikan gambar balok berikut ini:
Tinjau suatu balok profil-I yang dibebani tehadap sumbu kuatnya . Titik-titik pada potongan A & B dikekang dalam arah lateral, dan flens atas dalam keadaan tertekan sehingga berpotensi mengalami tekuk. Karena web memberikan kekangan menerus pada arah vertikal maka kemungkinan terjadinya tekuk flens adalah dalam arah lateral. Namun, karena sisi tarik berada dalam keadaan yang relatif stabil maka proses tekuk lentur dalam arah lateral tersebut akan dibarengi dengan proses torsi sehingga terjadi tekuk torsi lateral.
Secara umum keruntuhan balok disebabkan oleh: 1) Tekuk lokal flens akibat tekan 2) Tekuk lokal web akibat tekan lentur 3) Tekuk torsi lateral
Ketiga penyebab tersebut dapat terjadi pada kondisi elastis ataupun inelastis. Perhatikan Gambar 1 berikut ini:
Tekuk torsi lateral tidak perlu ditinjau bila balok dibebani terhadap sumbu lemah; namun pengaruh
kelangsingan penampang tetap harus diperhitungkan.
tekan
A B
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Bila Lb cukup kecil, Lb Lpd, maka M dapat mencapai Mp dengan deformasi yang besar yang ditunjukkan oleh kapasitas rotasi R p dimana faktor daktilitas R 3. Hal tersebut digambarkan oleh kurva 1.
Bila Lb diperbesar Lpd < Lb < Lp maka besar M dapat mencapai Mp namun dengan kapasitas rotasi yang lebih kecil, R < 3. Lihat kurva 2. Bila Lp < Lb < Lr maka M hanya dapat mencapai Mr = Sx (fy – fr) < My dengan kapasitas rotasi yang terbatas - kurva 3. Bila Lb > Lr maka M < Mr dengan kapasitas rotasi yang sangat terbatas – kurva 4.
Tekuk torsi lateral elastis (Lb Lr).
x y z
x’ 1 dxdv
dxdw
y’ -dxdv
1
z’ -dxdw
- 1
dxdw
L
yw
x’
z’ z
x
y
M0
z
dxdv
y’
-v
x’
x
M0
x
Tampak atas
Tampak samping
y
z
z’
w
-v M0
M0
M0 cos M0
y’
M0 sin M0
Mz’ = M0 cos M0
My’ M0
M0
Mx’
Mz’
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Dengan anggapan sudut dan perpindahan kecil maka, pada bidang x’ y’.
cosMM1IE 0z'y
z
atau
02
2
z Mdx
vdIE
pada bidang x’ z’.
M-M-1IE 0y'z
y
atau
-Mdx
wdIE 02
2
y ................................................................. (1)
Persamaan untuk torsi pada profil I adalah
3
3
w'x dxdCE-
dxdGJT
yang mana 0x''x MdxdwMT
Jadi 3
3
w0 dxdCE-
dxdGJ
dxdwM
turunkan: 4
4
w2
2
2
2
0 dxdCE-
dxdGJ
dxwdM
gunakan Pers. (1)
4
4
w2
2
y
20
dxdCE-
dxdGJ
IEM
sederhanakan diperoleh
0CIE
M-
dxd
CEGJ-
dxd
wy2
20
2
2
w4
4
atau
0-dxd2-
dxd
2
2
4
4
......................................................... (2)
dengan wy
2
20
w CIEMdan
CEGJ2
Persamaan karakteristik dari Pers. (2) adalah 0-r2-r 24
r 22
r 2
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 4
r 21 riil, positif
-ir 222 imajiner, positif
-r 23 riil, negatif
-i--r 224 , imajiner, negatif
danxr
4xr
3xr
2xr
14321 eAeAeAeA
Karena harmonik maka A1 = A3 = 0 -iqx4
iqx2 eAeA
dimana -q 2
qxsiniqxcosAqxsiniqxcosA 42
qxsinAqxcosA 65
Karena = 0 pada x = 0 dan x = L maka A5 = 0 dan sin qL = 0 qL = n
untuk n = 1 -L
q 2
dan -L
22
2
wwy2
20
2
w 2ECGJ
CIEM
2ECGJ
Pada saat M0 menyebabkan instabilitas maka
CIE2EC
GJ-2EC
GJL
MM wy2
2
w
2
w2
2
cr0
w
2
2
4
4
wy ECGJ
LLCIE
EIGJCILE
LM ywy
2
cr
Bila momen yang bekerja tidak konstan maka persamaan diatas menjadi
GJIECILE
LCM ywy
2
bcr
atau 2
2
w2
y
2
bcrL
121
CJ1
iL
ECf * (1~1,5) (buktikan)
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Tekuk torsi lateral inelastis (Lb < Lr)Sekarang perhatikan Gambar 2 berikut ini:
Gambar 2
Bila Lb < Lr pada Gambar 1, maka sebagian serat tekan akan teregang hingga > y = fy / E dan M > Mr. Potensi tekuk yang terjadi pada keadaan ini adalah tekuk torsi lateral inelastis. Meskipun kekakuan torsi tidak terlalu terpengaruh oleh tegangan sisa, namun tahanan flens tekan sangat terpengaruh oleh tegangan sisa tersebut. Dalam keadaan ini tahanan momen elastis maksimum Mr menjadi,
Mr = Sx (fyf – fr)
dimana Sx adalah modulus penampang fyf adalah kuat leleh flens fr adalah tegangan sisa
Panjang bentang tak terkekangBila diharapkan tahanan lentur balok dapat mencapai Mp dengan kapasitas rotasi yang tidak terlalu besar (R ~ 1) maka pada keadaan ini M0 = Mcr = Mp. Pada situasi ini umumnya pengaruh kekakuan torsi murni dapat diabaikan terhadap pengaruh warping sehingga diperoleh
ICEL
MM yw2b
2
p0
untuk Mp = Zx fy Cw = If (d – tf)2 / 2 = Iy (d – tf)2 / 4
dan substitusikan diperoleh 2
f2y
2b
2
yx 4 t-dI
EL
fZ
2 t-diAE
L2 t-dIE
Lf2
y2b
2f
y2b
2
Mp
p sh
M M
Kapasitas rotasi perlu
Rotasi
Mom
en Mp
y sh
Regangan flens rerata
Awal penguatan regangan
(R – 1) p (R – 1) y
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 6
dan x
f
y
2
y
b
ZA t-d
f2E
iL
2
fwffx t-2d tt-d tbZ
fwf 2t-dt tb2A
ffwff
ffwf
x
f
t-2d t-2
d t t-d tb
t-d2t-dt tb2Z
t-dA = 2 ~ 2,7
namun dalam kasus ini diambil 1,5Z
t-dA
x
f sehingga
yy
2
y
b
f1200
f21,5*200.000*
iL
Bila dikehendaki suatu kapasitas rotasi yang lebih besar (1 < R < 3) maka nilai E pada persamaan diatas direduksi menjadi 42,5% untuk mendapatkan
yfy
p
f790
iL
Bila diinginkan suatu kapasitas rotasi R yang lebih besar lagi untuk keperluan analisis plastis dimana R 3 maka nilai E direduksi menjadi 25% atau 60 E/fy (untuk fy = 240 MPa) sehingga diperoleh
y2y
2
y
pd
f95001,5
fE60
2iL
untuk kasus momen konstan.
Untuk kasus dengan momen gradien, percobaan menunjukan bahwa persamaan diatas menjadi
y
21
y
pd
fMM1500025000
iL
dimana 1MM 21 adalah negatif untuk kelengkungan tunggal dan positif untuk kelengkungan ganda.
Untuk perencanaan sendi plastis pada daerah gempa besar dimana diperlukan R = 7 ~ 9
maka reduksi E dapat dilakukan menjadi 20% untuk memperoleh yy
ps
f8500
iL
untuk
kasus momen konstan.
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Bila karena sesuatu dan lain hal hanya diperlukan tahanan momen M = Mr maka hal ini dapat dicapai dengan mengatur panjang tak terkekang Lb = Lr dengan
EIGJCIL
EL
f-fSMM ywy2r
22
rryfxrcr
atau 0CIE-LEIGJ-Lf-fS wy222
ry2
4r2
ryf2x
atau 0f-fS2
CIE-L
f-fS2
EIGJ-L
21
2ryf
2x
wy24
2r2
ryf2x
2y4
r
2ryf
2x
wy242
2ryf
2x
2y
2ryf
2x
2y2
r f-fS
CIE
f-fS2
EIGJ
f-fS2
EIGJL
karena 2yy iAI dan
12EG maka
JA1
Ef-fS4
JiC
14111JA
f-fS2E
iL
22
2ry
2x2
2y
w
2
ryfx
2
y
r
atau *2
*1
y
r X11XiL
dimana 1JA
f-fS2EX
ryfx
*1 ;
2
*1
2y
w*2 XJi
C14X .
Hubungan antara panjang bentang tak terkekang (Lb) terhadap tahanan lentur balok diperlihatkan pada Gambar 3 berikut ini,
Gambar 3
Teori
Perencanaan W16 x 26
Mp
Mr
0,5 Mp
IPlastis
IIInelastis
III Elastis
80 16 24 Lb
LrLpLpdLps
Cb = 1.0
MM
M0.5 M
Cb = 1.3
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Perencanaan Balok I terhadap Lentur pada Sumbu Kuat (LRFD)
Persyaratan berikut harus dipenuhi b Mn Mu
dimana b = 0,9 Mn adalah tahanan lentur nominal Mu adalah momen batas atau terfaktor
Perhatikan Gambar 4 berikut ini,
Gambar 4
Kasus 1a (Lb Lps):Mn = Mp
Kapasitas rotasi R = 7 ~ 9 sesuai untuk perencanaan gempa Penampang harus kompak ( < p)Lihat juga ketentuan perencanaan tahan gempa pada peraturan baja yang baru.
yy
ps
f8500
iL
Kasus 1b (Lb Lpd):Mn = Mp
Kapasitas rotasi 3 R < 7 sesuai untuk perencanaan plastis Penampang kompak ( < p)
y
21
y
pd
fMM15.00025.000
iL
Kasus 2
Kasus 3a & 3b
inelastis elastis
0 Lps Lpd Lp Lr
Mr
Mp
Kasus 1, Mn = Mp (1a & 1b) daerah perencanaan plastis
Taha
nan
Lent
ur N
omin
al, M
n
Panjang bentang tak terkekang, Lb
Kasus 4a & 4b
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 9
dimana 1MM 21 adalah negatif untuk kelengkungan tunggal, dan positif untuk kelengkungan ganda; fy adalah kuat leleh profil (MPa).
Kasus 2 (Lpd < Lb < Lp):Mn = Mp
Kapasitas rotasi 1 < R < 3 sesuai untuk perencanaan umum Penampang kompak ( < p)
yfy
p
f790
iL
dimana fyf adalah kuat leleh flens (MPa).
Kasus 3a (Lp < Lb < Lr):Mr Mn < Mp
Kapasitas rotasi sangat terbatas, R < 1 Penampang kompak ( < p)
prpr
pbp
pr
brbn MM
L-LL-L
ML-LL-L
CM
dimana
CBAmax
maxb M3M4M3M5,2
M12,5C
dan*2
*1
y
r X11XiL
1JA
f-fS000.315X
ryfx
*1 ;
2
*1
2y
w*2 XJi
C14X
dan
ryfxr f-fSM
Cb adalah faktor modifikasi momen gradien sepanjang bentang tak-terkekang yang ditinjau
MA adalah momen pada ¼ bentang tak-terkekang MB adalah momen pada ½ bentang tak-terkekang MC adalah momen pada ¾ bentang tak-terkekang Mmax adalah momen maximum pada bentang tak-terkekang yang ditinjau
Sx adalah modulus penampang fyf adalah kuat leleh flens
fr adalah tegangan sisa = lasprofiluntukMPa115
gilasprofiluntukMPa70
Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 10
J adalah konstanta torsi, 3tb31J
adalah konstanta Poisson
Cw adalah konstanta warping, [profil-I: 2f
3f
2f
fw tdbt241
2tdIC ]
A adalah luas penampang profil-I, Iy adalah momen inersia dua flens profil-I terhadap sumbu-y,
AI
i yy adalah jari-jari giras terhadap sumbu-y.
Kasus 3b (Lp < Lb < Lr):Mr Mn < Mp
Kapasitas rotasi sangat terbatas, R < 1 Penampang tak kompak ( p < < r)
prpr
pp
pr
r1n MM
--
M--M
prpr
pbp
pr
brb2n MM
L-LL-L
ML-LL-LCM
Mn = min {Mn1, Mn2}
Kasus 4a (Lb > Lr):Mn < Mr
Penampang tak kompak ( p < < r)
GJIECIL
EL
CM ywy
2
bbbn
Kasus 4b (Lb > Lr):Mn < Mr
Penampang langsing ( > r)
Lihat topik balok pelat berdinding penuh.
Perencanaan bresingBresing direncanakan terhadap gaya axial sebesar N = 0,02 P dimana P adalah gaya axial yang bekerja pada komponen struktur tekan yang dikekang.
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 1
Balok Pelat Berdinding Penuh
Struktur balok pelat berdinding penuh pada kasus tertentu dapat memberikan efisiensi
yang lebih baik dan untuk bentang antara 20 ~ 50 meter dapat menjadi lebih ekonomis.
1) Keadaan batas tekuk torsi lateral (penampang kompak).
2) Keadaan batas tekuk lokal flens
3) Keadaan batas tekuk lokal web
Tahanan lentur dan geser balok pelat berdinding penuh sangat bergantung pada pelat
web. Pelat web yang terlalu langsing dapat bermasalah:
1) Tekuk lentur pada web akan mengurangi tahanan lentur elastis penampang;
2) Tekuk lokal flens pada arah vertikal;
3) Tekuk web karena geser.
Mp
Mr
p = yf
790 r = y
r
iL
= y
b
iL
Mn
C b=1
Mn
Mp
Mr
p = yf
170 r = eyf k115
420 =
f
f
t2/b
tak kompak langsing
kompak
kompak
tak kompak langsingMp
Mr
p = y
1680 r = y
2550 5,1
ha bila
11595000
yfyf
= t/h
(Balok pelat berdinding penuh)
5,1ha
bila5250
yf
Mn
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Pada balok pelat berdinding penuh umumnya dijumpai pengaku vertikal untuk
meningkatkan tahanan geser pelat web.
Tekuk Vertikal Pelat Flens
Batas kelangsingan maximum pelat web dimaksudkan untuk beberapa tujuan yaitu
menghambat tekuk vertikal dan tekuk torsi pelat flens.
Analisis tekuk vertikal dilakukan sebagai berikut:
Tegangan vertikal akibat gaya flens adalah
c = h
2 t
A tdx
dA f
w
ff
w
ff
Tekuk vertikalTekuk torsi
Tekuk lateral
Af f
Af f d
Af f
d
h h h
d
h/2
h/2
d
dx = d
d
dxd
2h f
Af f
Af f
Af f
Af f
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Persamaan kuat kritis pada pelat tipis adalah
h/t 1 12
E k 2w
2
2
cr
Untuk kasus seperti sketsa diatas k = 1, dan dari c = cr diperoleh
2w
2
2
w
fff
h/t -1 12E
th A2
atau
fff
w2
2
w
1 AA
-1 42E
th
dimana Aw = h tw
Bila pada pelat flens diperhitungkan adanya tegangan sisa r dan f = yf maka
f = ( r + yf)/E
sehingga ryfyff
2w
22
w A -1 24
A E th
bila Aw/Af = 0,5 dan r = 115 MPa maka
115
95000 th
yfyfw................................................................ (1)
Persamaan (1) dikembangkan untuk web tanpa pengaku vertikal.
Nilai maximum h/tw – LRFD
Pada peraturan Persamaan (1) menjadi
115
95000 th
yfyfw untuk 5,1
ha
sendi
bebas
sendi
h
dx
c
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 4
a
Parameter kekakuan rotasi tepi pelat
sendi h
44 39.6
36
28
23.9
0.3 0.7 1.1 1.5 1.9 2.3
= 0 (sendi)
= 3
= 10
= 100
= (jepit)
Nila
i k
sendi
a / h
dan yfw
5250 th untuk 5,1
ha
Tekuk Lentur Web
Pada saat balok pelat berdinding penuh memikul lentur maka bagian pelat web yang
dekat dengan flens tekan cenderung mengalami tekuk seperti skema dibawah ini.
Persamaan stabilitas pelat adalah
cr = 2w
2
2
t/h 1 12E k
dengan k dijelaskan pada gambar berikut
Jadi dengan E = 200 GPa dan = 0,3 maka
cr = 2wt/h000.320.4 untuk k = 23,9 (sendi-sendi)
dan cr = 2wt/h000.158.7 untuk k = 39,6 (jepit-jepit)
h
a
t w
web tekan
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Karena kondisi jepitan pelat web sangat bervariasi dari kasus-ke-kasus dan kondisi jepit
ini hampir sunguh-sunguh terjadi pada pelat web yang dilas terhadap flens maka
umumnya diambil kondisi 90% kearah jepitan,
cr = 2wt/h000.450.6
atau agar tekuk lentur pada web dapat dihindari maka
crcrw
2550000.450.6th
Bila pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens tidak ditinjau, dan hanya
memperhatikan kelangsingan web saja maka hubungan Mn/My versus = h/tw untuk BJ
37 diperlihatkan secara skematis berikut ini,
Bila pengaruh tekuk lentur web diperhitungkan dalam menghitung tahanan lentur balok
pelat maka
rry
n )( 1MM
Dari eksperimen dapat ditunjukan bahwa
r
r
a 3001200a
dimana ar = 10AA
fc
w
y
y
2550
Tegangan sisa pada web diabaikan
cr
2550
wt/h
y
n
MM
1,0
Penguatan regangan
y
y daerah perencanaan balok pelat minimum
tekuk lentur web
cr
2550 Tekuk vertikal flens
= h/tw
= 339
untuk 5,1ha
= 325
untuk 5,1ha
r = 165 p = 108
BJ 37
2402550
2401680
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 6
y
r2550
wth
1,5 ha bila
)115(95000
5,1ha bila 5250
yfyf
yf
My = Sx y
Sehingga diperoleh,
Mn = Sx yyfwr
r 2550th
a 3001200a1
Persamaan tersebut berlaku tanpa mempertimbangkan tekuk torsi lateral dan tekuk lokal
flens. Bila hal tersebut diperhitungkan maka kuat leleh harus diganti dengan kuat kritis
akibat pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens, sehingga didapat
Mn = Sx cr yfwr
r 2550th
a 3001200a1
= Sx cr RPG
dimana
cr ditentukan dengan memperhatikan pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk
lokal flens tekan.
RPG = 1- 0,12550th
a 3001200a
yfwr
r
ar = 10 AA
fc
w
Jadi dengan adanya pengaruh tekuk lentur pada web, tahanan lentur balok pelat sama
dengan kuat kritisnya dikalikan modulus penampang terkoreksi akibat tekuk lentur pada
web. Pada balok pelat hibrida dimana pada umumnya kuat leleh web lebih rendah
daripada kuat leleh flens maka faktor koreksi akibat perbedaan kuat leleh tersebut
diperhitungkan dalam perhitungan tahanan lentur balok pelat, sehingga
Mn = Sx cr RPG Re
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 7
dimana 1,0 a 212
)mm3(a12R0r
3r
e . Untuk balok homogen Re=1.
m = yfc
yw
Tahanan Geser Pelat Web
Tegangan normal kritis untuk pelat tipis ditentukan oleh persamaan berikut ini:
cr = 22
2
tb 1 12Ek
Persamaan tersebut untuk tegangan geser pada balok pelat menjadi
cr = h/t 112
Ek22
v2
......................................................................... (2)
dengan kv = 5 + 2)h/a(5 .
Namakan Cv = cr/ yw maka Persamaan (2) menjadi
Cv = yw
22v
2
yw
cr
(h/t) )(1 12E k
Dengan E = 200 GPa , = 0,3 dan yw = 0,6 yw
diperoleh C = yw
2w )t/h(
k 000.304
Persamaan tersebut diatas berlaku untuk daerah tekuk elastis.
Untuk daerah tekuk inelastis, tegangan kritis dinyatakan sebagai
cr, inel = ecr,alproporsion batas
Tegangan geser batas proporsional diambil sebesar 0,8 yw dan ywe,ve,cr C
sehingga
e,inel,vyw
inel,cr C 8,0C
= yw
2w )t/h(
k 304.000 8,0
= yww
kt/h
490
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Untuk cr = y maka C , inel = 1 dan diperoleh
yww
k490th
Untuk cr = 0,8 y maka C , inel = C , e = 0,8 dan diperoleh
yww
k610
th
Sehingga tahanan geser nominal menjadi
Vn = cr Aw = wyy
cr A
= C y Aw = C (0,6 yw)Aw
dan Vd = Vn wywv A6,0C9,0
= 0,54 C yw Aw
dengan
C = 1 bila yw
v
w
k490th (web leleh)
C = yww
kt/h
490 bila 490ywwyw
k610thk (tekuk web inelastis)
Cv = yw
2w )(h/t
k 000.304 bila
yww
k 610th (tekuk web elastis)
Catatan: Bila 260thw
maka pengaku vertikal harus senantiasa terpasang.
C , el=yw
2w )t/h(
k 000.304
C =y
cr C , inel=
yww
kt/h
490 1,0
0,8
leleh inelastis elastis
yw
k490 yw
k610
wt/h
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Tahanan Geser Nominal termasuk Aksi Medan Tarik
Suatu balok pelat berdinding penuh dapat mengalami tekuk akibat geser. Tahanan pasca
tekuk dapat diperoleh dari mekanisme rangka batang yang digambarkan sebagai berikut:
Mekanisme rangka batang tersebut yang terjadi pada pasca tekuk dinamakan aksi
medan tarik (tension-field action) karena tarikan-tarikan dipikul oleh pelat web
sedangkan tekanan-tekanan dipikul oleh pengaku vertikal.
Kurva Cv vs h/tw dengan memperhatikan tahanan pasca tekuk adalah sebagai berikut:
Tahanan geser Vn yang disumbangkan oleh tahanan tekuk, Vcr, dan tahanan medan
tarik, Vtf, adalah sebagai berikut:
Vn = Vcr + Vtf
dimana Vcr = Cv y Aw sedangkan Vtf didapat berikut ini.
Arah Optimum Aksi Medan Tarik
h tw
h cos
t
T
Vtf
P
C =y
cr
1,0
0,8
penguatan regangan
dapat tanpa pengaku vertikal
perlu pengaku vertikal
Pasca tekuk - Aksi Medan Tarik (perlu pengaku vertikal)
490yw
k
610yw
k
260 h/tw
Tanpa tekuk akibat geser
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Vtf = T sin
T = t tw h cos
cos tan a -h S
sin a - cosh
S t T wt
sin S t sin T V wttf
sin a - cosh sin t wt
sin a - 2sin 2h t 2
wt
Bila diberikan h dan a maka sudut akan menjadi demikian sehingga Vtf maximum
atau
cos sin 2a - 2 cosh 0 d
V d tf
2sin a - 2 cosh
atau h
a1
ah 2 tan
2
ha 1
1 2 sin
2
2
ha 1
ha
- 1 21
22 cos - 1 sin
Vtf S
h � a tan
a
a tan
T h
t
1
2
a/h
2
ha 1
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Kesetimbangan horizontal memberikan
cos sin a t F wtf
2sin a t 21 wt
Dari kesetimbangan momen diperoleh
0 a 2
V - 2h F tf
f
atau ah F V ftf
2sin h t 21 wt
2wt
ha 1
1 h t 21
Teori keruntuhan berdasarkan energi distorsi memberikan (untuk kasus dua dimensi):
2y21
22
21 - ........................................................................... (3)
tan =
31
311
= 1- 3
- y / 3
1
y B
y/ 3 1 = - 2 = cr (geser murni)
- y
A
- y
2 y
a
h
a sin
a
h/2 Fw
Ff
a
Ff + Ff
Fw 2
Vtf
PS
t
2Vtf
a/2 a/2
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 12
crt1
cr2
Persamaan (3) pada segmen AB dapat didekati sebagai berikut:
2y1 1 - 3
atau crycrt 1 - 3 -
cryt 3 -
maka Vy
cr
y
cr
y
t C - 1 - 1 3 - 1
dan yVt C - 1
dan tahanan aksi medan tarik menjadi,
2wttf
ha 1
1 h t 21 V
= 2wywv
a/h1
1 h t C-121
dan tahanan geser nominal, Vn, menjadi
tfcrn V V V
2wywvwyv
ha 1
1 A C - 1 21 A C
2
vvwy
ha 1 2
C - 1 3 C A
2
vvwywn
ha 1 ,151
C - 1 C A 0,6 V
t
t
cr
1
t
cr cr
2
cr cr
t
1
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 13
Gaya pada pengaku vertikal menjadi
sin
sin sin a t P2
wts
2wywv
ha 1
ha
- 1 21 a t C - 1
bila a/h dianggap 1 maka
wvyws ta C - 1 0,15 P
dan luas pengaku vertikal Ast
yst
wvyw
yst
sst
ta C - 1 0,15 P A
di peraturan di syaratkan
0 t18 - V
V C - 1 h t D 0,15 A 2
wnv
uvw
yst
ywst
dimana: yst adalah kuat leleh pengaku vertikal
pelat rtikalpengaku vesatu untuksiku rtikalpengaku vesatu untuk
rtikalpengaku ve sepasanguntuk
2,41,8 1
D
Persamaan Interaksi Geser – Lentur
Bila balok pelat berdinding penuh direncanakan memikul geser dengan
memperhitungkan pengaruh aksi medan tarik maka persamaan interaksi geser-lentur
harus dipenuhi.
n
u
MM
1,0
0,75
A
B
0,6 n
u
VV
1
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 14
Persamaan garis AB adalah
1,375 VV
0,40,25-
MM
n
u
n
u
atau 375,1VV 0,625
MM
n
u
n
u
Jadi bila 0,6 < 1 VV
n
u
dan 0,75 < 1 MM
n
u
atau 0,6u
n
MV <
u
u
MV <
u
n
MV ............................................................ (4)
dan u
n
VM 75,0 <
u
u
VM <
u
n
VM
n
u
u
u
n
u
M 75,0V
MV
M V .................................................................... (5)
atau bila 0,6 n
n
u
u
n
n
M 75,0V
MV
MV .......................................................... (6)
maka persamaan interaksi geser-lentur berikut harus dipenuhi,
1,375 VV
0,625 MM
n
u
n
u
dimana = 0,9
Mn & Vn masing-masing adalah tahanan lentur dan geser nominal balok pelat
berdinding penuh.
Mu & Vu masing-masing adalah momen dan geser terfaktor yang bekerja pada
balok pelat berdinding penuh.
n
n
MV
6,0
u
n
MV
6,0
u
u
MV
Persamaan (4)
n
u
MV
u
n
MV
n
n
MV
n
u
M 75,0V
n
n
M 75,0V
Persamaan (5)
Persamaan (6)
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 15
Bila Persamaan (6) tidak terjadi maka
Mu Mn
dan Vu Vn
Balok Biasa
Suatu balok pelat akan menjadi balok biasa bila pengaku vertikalnya dihapuskan.
Penghapusan tersebut dilakukan bila h/tw 260 dan bila persyaratan berikut dipenuhi.
Dalam kasus tanpa pengaku vertikal nilai kv = 5.
1. Rezim penguatan regangan
ywyw
v
w
1100 k 490 th
dan tahanan geser nominal menjadi (Cv = 1)
wywn A 0,6 V
2. Rezim tekuk geser inelastis
ywwyw
1380 th 1100
vwywn C A 0,6 V
t
h1100 C
yww
v
3. Rezim tekuk geser elastis
yww
1380 th260
vwywn C A 0,6 V
t
h
000.520.1 C
yw
2
w
v
Bila 260 th
w harus selalu digunakan pengaku vertikal.
Jadi pengaku vertikal tidak diperlukan bila,
1) 260 th
w
dan 2) vwywn C A 0,6 V
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 16
Persyaratan Aksi Medan Tarik
Bila 260 th
w harus selalu digunakan pengaku vertikal,
dan bila wywvu A 0,6 C V maka diperlukan sumbangan dari aksi medan tarik
sehingga juga diperlukan pengaku vertikal, dan
2
vvwyw
u
ha 1 1,15
C - 1 C A 0,6 V
Aksi medan tarik hanya boleh dipertimbangkan bila 3 ,th
260min ha
2
w
. Bila
persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka nilai Cv dihitung dengan kv = 5 + 2)h/a(5 ; bila
3)h/a( maka kv = 5. Aksi medan tarik tidak boleh digunakan pada panel ujung atau
panel yang berdekatan dengan panel berlubang, semua pada panel balok hibrida, panel
pada web-tapered. Tahanan geser dihitung sebagai wywvn A 0,6 C V .
Flens tarik
Flens tekan
Las intermiten
tw
4 tw minimum 6 tw maksimum
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 17
Perencanaan Balok Pelat Berdinding Penuh
a) Bila 1,5 ha maka
yfw
5250 th
b) Bila 1,5 ha maka
115
95.000 th
yfyfw
dimana:
a adalah jarak bersih antar pengaku vertikal
h adalah jarak bersih seperti ditunjukkan sketsa berikut
yf adalah kuat leleh pelat sayap
Pada balok tanpa pengaku vertikal, 260 th
w
Tahanan Lentur Rencana
Parameter kelangsingan
a) Tekuk torsi � lateral
T
b
rL
yfp
790
yfr
2000
bPG C 1.970.000 C
CBAmax
maxb 3M M 4 M 3 M 5,2
M 12,5 C
h
a a
h h h
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 18
A B C
Lb / 4 Lb / 4 Lb / 4 Lb / 4
Mmax
Lb
rT adalah jari-jari girasi dari pelat sayap tekan + 1/3 dari pelat badan tertekan
terhadap sumbu T.
Lb adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara lateral pada suatu
balok.
b) Tekuk lokal pelat sayap
f
f
t2b
yf
p170
yf
er
k 600
CPG = 180.000 ke
Cb = 1
dimana w
e th4 k dan 0,35 ke 0,763
T
1/6 h
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 19
Kuat kritis
Bila < p maka cr = yc
p < < r maka ycpr
pycbcr
- -
21 - 1 C
> r maka 2PG
crC
Kuat kritis, cr, diambil untuk kedua kasus pada (a) dan (b), dan diambil nilai terkecil.
Tahanan Lentur Nominal
a) Pelat sayap tertarik hingga leleh
ytextn R S M
b) Tekuk pelat sayap tekan
crePGxcn R R S M
dimana:
1,0 2550 - th
a 300 1200
a - 1 Rcrw
c
r
rPG
Re adalah faktor penampang hibrida
1 2a 12
m - 3m a 12 R0r
3r
e . Untuk balok homogen Re=1.
10 AA
afc
wr , adalah perbandingan luas penampang pelat badan terhadap luas
penampang pelat sayap tekan
cr
yw
yc
yw ,max m
cr adalah kuat kritis pelat sayap tekan
yt adalah kuat leleh pelat sayap tarik
yc adalah kuat leleh pelat sayap tekan
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 20
Sxc adalah modulus penampang terhadap pelat sayap tekan, Ix / yc
Sxt adalah modulus penampang terhadap pelat sayap tarik, Ix / yt
hc adalah dua kali jarak dari titik berat penampang ke lokasi baut terdekat pada
pelat badan tekan atau jarak dari sisi-sisi dalam dari pelat sayap atas dan bawah
bila digunakan las pada penampang simetris.
Tahanan Lentur Rencana
Md = b Mn
dimana b = 0,9
Tahanan Geser Rencana dengan Aksi Medan Tarik
a. Untuk yw
v
w
k 490 th
ywwnvd A 0,6 0,9 V V
b. Untuk yw
v
w
k 490 th
2v
vywwnvd
ha 1 1,15
C - 1 C * A 0,6 0,9 V V
dimana y
crv C dihitung sebagai berikut:
Bila yw
v
wyw
v k 610
th
k 490
w
ywvv th
k 490 C
Bila yw
v
w
k 610 th
2w
ywvv th
k 304.000 C
Nilai kv ditentukan dengan 2v
ha
5 5 k .
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 21
Untuk panel-panel ujung balok pelat berdinding penuh homogen, semua panel pada
balok hibrida dan balok dengan perubahan pelat badan (web-tapered), serta bila a/h > 3
atau a/h > [ 260 / (h/tw)]2, aksi medan tarik tidak boleh diperhitungkan, dan
Vd = v Vn = (0,9) (0,6 Aw yw Cv)
dimana Cv dihitung dengan kv = 5 + 2)h/a(5 , kecuali bila a/h>3 maka kv = 5.
Pengaku Vertikal
Pengaku vertikal tidak diperlukan bila
a) 260 th
w
dan b) vwywvu CA 0,6 V
dimana Cv ditentukan dengan kv = 5 + 2)h/a(5 dan v = 0,9.
Bila direncanakan untuk aksi medan tarik, luas pengaku vertikal Ast ditentukan sebagai
berikut:
0 t18 - C - 1 h t D 0,15 A 2wvw
sty
ywst
dimana :
y st adalah kuat leleh pengaku vertikal
Namun demikian, pengaku vertikal dapat dipasang atau dipertahankan atau bahkan
ditambah untuk meningkatkan kv dalam upaya menaikkan tahanan geser.
tw
a a
tw
a
I a tw3 j
0,5 2 - h
a2,5 j 2
a
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 22
pelat rtikalpengaku vesatu untuk siku rtikalpengaku vesatu untuk
rtikalpengaku ve sepasanguntuk
4,28,1 1
D
Interaksi Geser – Lentur
Bila n
n
u
u
n
n
M 0,75V
MV
MV 6,0 untuk balok-balok pelat berdinding penuh dengan pelat
badan yang direncanakan terhadap aksi medan tarik harus memenuhi persyaratan
tambahan dibawah ini
1,375 V
V 0,625 M
M
n
u
n
u
dimana Mn dan Vn masing-masing adalah tahanan lentur dan geser nominal balok
pelat berdinding penuh, = 0,9
Perencanaan Pelat Sayap
1. Perbandingan lebar pelat sayap terhadap tinggi, bf / d, antara 0,3 (untuk balok
rendah) hingga 0,2 (untuk balok tinggi).
2. Lebar pelat sayap adalah kelipatan 50 mm.
3. Ketebalan pelat sayap adalah kelipatan 2 mm (tf 18 mm), 3 mm (18 mm < tf 36
mm), 6 mm (tf > 36 mm).
4. Bila ada bahaya stabilitas lateral maka buat = pf
f ~ t
2b pada posisi momen
maksimum, tf dapat direduksi pada posisi-posisi lainnya.
5. Pada balok pelat yang stabil dalam arah lateral, reduksi luas flens dapat dilakukan
dengan mengurangi tebal, lebar atau kedua-duanya. Dari sisi lelah, reduksi lebar
lebih baik dari pada reduksi tebal. Transisi tebal atau lebar tidak melebihi 1 : 2,5.
Tinggi Optimum Balok Pelat
w
w th tetap
Tinggi Optimum, ycr3
cr
wu 2 M 3 h
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 23
Luas balok pelat, w
2
w
2
w
2
fwth 2 h h A A A
23
w22
2u mm
M 18
Berat per satuan panjang,
mmN
M 18 10 * 7,84 A 3
w22
2u5-
t
Catatan: = 7,84 * 10-5 N/mm3
Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 1
DIAGRAM ALIR PERENCANAAN BALOK PELAT BERDINDING PENUH
Diberikan: bt tt fyt fyw Vu rT1 b = 0,9 bc tc fyc Mu Mmax fyst D MA kb MB
ww t
h ha Lb MC
Tekuk torsi - lateral
Tb/rL =
ycp f790/ =
ycr f2000/ =
Cb CBAmax
max
3M + 4M + 3M + M 2,5M 12,5
bPG C 1.970.000 = C
Tekuk lokal pelat sayap
)/(2tb = cc
ycp f170/ =
0,763 4 = k < 35,0w
e
ycer /fk600 =
ePG k180.000 = C
Cb 1
Call fcr1 fcr = min [fcr1, fcr2] Call fcr2
f
M 23 = h 3
cr
wu
At = bt tt Ac = bc tc tw = h/ w Aw = tw h = h2/ w a = h d = h� + tt + tc
At
Aw
x x
ycg
tw
Ac tc kb
bt
bc
tt
h� d hc/2
h
kb
Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 2
ycg = twc
tttwccA + A + A
2/ tA + t+/2h' A + /2)t-(d A ; hc = 2 (d - tc - kb - ycg)
IT = 3w
3cc t/6)(h' 12
1 +b t121 ; AT = wcc t/6h'+ b t
rT = T
TA
I ; is it close to rT1 ? write rT
Ix = 2cgc c
3c c )y - /2t-(dA + tb 12
1 + 2tcgw
3 w /2)h' - t-(y A + h' t12
1
+ 2tcgt
3tt 12
1 /2)t-(y A + tb Sxt = Ix / ycg; Sxc = Ix / (d - ycg)
ar = Aw / Ac 10; cr
yw
yc
yw
ff
,ff
max m
1 2a + 12
)m - (3m a + 12R0r
3r
e ; untuk balok homogen Re=1.
RPG = 1 - a1200 + 300 a
ht
- 2550f
1r
r
c
w cr
(SNI Baja: h hc, fyf fcr)
Catatan:
1. 2
2
w2
y
2
bcrL
121
CJ1
iL
E C f
Bila 0CJ
w
untuk kasus tekuk torsi lateral elastis maka
iL
C1.970.000 f 2
y
bcr .
Bila fcr=fr=fy/2 dan Cb=1 maka yyy
rr f
2.000 f
1.970.000 * 2iL .
2. See Table 4.5-1.
yf
e
eyferyf
r fk600
kf240
115240
420
kff
420
2y
e2
y2
2
2cy
cr
tbfk000.180
t/b1Ek
f112
1ff .
Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 3
revise
t
Md = b Mn
Mu Md
y
revise
Mn1 = Sxt Re fyt Mn = min [Mn1, Mn2] Mn2 = Sxc RPG Re fcr
Vu Vd
revise
Call pengaku
t
y tanpa aksi medan tarik
stop
aksi medan tarik (perlu pengaku)
Vu Vd
t
y
stop
Call PIGL
Call pengaku
Vd = 0,9 . 0,6 . w2
yw /hf *
CV + 1- C1,15 1 +
V
2
(260/ w)2 t
Cv=1
Untuk panel-panel ujung, panel dekat lubang, panel balok hibrida, web-tapered TFA=0; untuk lainnya TFA=1. Bila >3, TFA=0, kv=5; bila
3, kv= kv+5/ 2
ycw f
5250 = a/h 1,5
revise
1,5
t
ty
w > 490 kf
v
yw
t
y
)115f(f000.95
ycycw
t
TFA
Call CV
0
1
y
TFA=0 y
Vd = 0,9 . 0,6 . Cv w2
yw /hf
Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 4
return t
y
MM
VV
u
d
u
d
+ 0,625 1,375revise t
y
return
n
n
u
u
n
n
M75,0V
MV
M
V6,0
y
t
j = 0,5j < 0,5
Ast = ff
yw
yst
0,15 D h / (1- C ) VV
- 18 h2w v
u
d w
2
return
j = 2 - 5,22
3w
4 j/h I
w < 490 kf
v
yw
No need of vertical stiffener
y
t
1
TFA 0
w 260
y
t
(no requirement on Ast
only on I )
kv=5 y
t(no requirement on Ast only on I )
Subroutine Persamaan Interaksi Geser - Lentur (PIGL) Subroutine Pengaku
Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Subroutine fcr: Subroutine Cv : w
v
yw
kf490
wv
yw
kf610
490 610kf
kf
v
yww
v
yw
w
return
return
Cv = 1,0 Cvw
= 304.000(k / f )v yw
2
Cv = k / fv yw
w
490
return
< p (kompak)
> r (langsing)
p < < r (non-kompak)
return
returnfcr = fyc fcr = CPG2
ycpr
p21
ycbcr f -
- -1 f C = f
return
Sindur P. Mangkoesoebroto 1
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana
PERENCANAAN PLASTIS RANGKA SEDERHANA
Pendahuluan Dalam perencanaan elastis struktur rangka (frame dan gable frame) yang menjadi dasar perhitungan tahanan struktur adalah kapasitas tahanan penampang pada lokasi dimana terjadi gaya-gaya-dalam maksimum atau lokasi kritis. Sedangkan dalam perencanaan plastis, tahanan struktur ditentukan oleh tahanan seluruh struktur pada saat terjadinya mekanisme; pada saat mana penambahan beban tidak lagi dimungkinkan mengingat deformasi yang terjadi telah menjadi terlalu besar. Profil yang umum digunakan dalam perencanaan plastis adalah bentuk IWF atau H yang masuk dalam kategori kompak dan dimaksudkan agar penampang komponen struktur dapat mencapai tahanan plastisnya tanpa mengalami local buckling dengan kapasitas rotasi yang cukup besar, R=3~7. Selanjutnya, untuk menjamin terpenuhinya kapasitas rotasi tersebut maka disetiap lokasi terbentuknya sendi plastis kedua flens harus terkekang secara lateral. Disamping itu, panjang bentang tak-terkekang maksimum Lb, adalah sesuai dengan pasal 7.5.2 SNI 03 1729-2000, Lb Lpd. Perlu diperhatikan pula peryaratan perencanaan sambungan rangka kaku (rigid frame knee) untuk menjamin terbentuknya sendi plastis. Sambungan harus mempunyai tahanan yang lebih tinggi daripada komponen struktur yang dihubungkan padanya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai indeks keandalan, untuk komponen struktur adalah =3 sedangkan untuk sambungan 4,5. Selanjutnya diharapkan sendi plastis terbentuk di luar daerah sambungan yaitu disalah satu ujung komponen struktur yang terhubung pada sambungan. Menurut SNI 1729 2000, pada pasal 15.7.2.1 disebutkan bahwa untuk perencanaan sambungan balok-ke-kolom pada Sistem Pemikul Beban Gempa maka rotasi inelastis sekurang-kurangnya harus dapat mencapai 0,03 radian. Disamping itu perencanaan sambungan harus memperhatikan tiga hal berikut: 1. Mampu mentransfer momen ujung balok dan kolom; 2. Mampu mentransfer geser ujung balok ke kolom; 3. Mampu mentransfer geser pada ujung kolom ke balok. Perencanaan sambungan balok-ke-kolom dan daerah panel untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus harus selalu memperhatikan pasal 15.7 pada SNI 1729 2000. Lihat juga materi kuliah Beban Terpusat Pada Balok sebagai referensi perencanaan daerah panel dan pengaku yang diperlukan.
Mekanisme Keruntuhan Plastis Sebelum tahanan plastis struktur rangka ditentukan, terlebih dulu perlu diketahui mekanisme-mekanisme yang mungkin terjadi pada struktur. Pada umumnya masing-masing mekanisme keruntuhan akan menghasilkan beban batas yang berbeda-beda. Nilai beban batas terkecil yang akan menentukan tahanan struktur.
Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana
Beberapa mekanisme yang mungkin terjadi pada struktur rangka adalah: 1. Mekanisme balok; 2. Mekanisme panel; 3. Mekanisme join; 4. Mekanisme gable; 5. Mekanisme kombinasi. Ilustrasi masing-masing mekanisme keruntuhan dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini. (a) Mekanisme balok (b) Mekanisme panel (c) Mekanisme join (d) Mekanisme gable
Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana
(e) Mekanisme kombinasi
Metode Analisis Plastis Metode yang umum digunakan dalam analisis plastis adalah metode kesetimbangan dan metode energi. Dalam bahasan ini akan diuraikan metode energi yang untuk beberapa kasus lebih mudah digunakan, dapat dilihat pada contoh-contoh dibawah ini. Contoh 1 Mekanisme keruntuhan diperlihatkan dalam gambar dibawah. Lokasi sendi plastis diasumsikan, dan dari hubungan geometri dapat ditentukan sudut . Kerja eksternal yang dilakukan oleh beban luar sama dengan energi regangan internal akibat momen-momen plastis yang bekerja membentuk rotasinya masing-masing.
Kerja eksternal = Kerja internal
)2(M 2LW pn
L8M
W pn
L/2 Wn
L
Wn
2
L
Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana
2
1
3 4
5 6
7
0,5Wn
Wn Wn
9 m
2,25 m
4,5 m
Contoh 2
Mekanisme 1 Mekanisme 2
Kemungkinan-kemungkinan mekanisme keruntuhan diperlihatkan dalam gambar diatas. (a) Mekanisme 1
h4M
W
)(Mh W0,5
pn
pn
(b) Mekanisme 2
1hL
2hM4
hL8M
W
)2(2M2L Wh W0,5
ppn
pnn
Contoh 3
Mekanisme 1
2
h
0,5Wn
Wn
3 2
1 4
L
Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana
Mekanisme 2
Mekanisme 3
a. Mekanisme 1
np
pn
W251,1M .2M 4,5 W0,5
b. Mekanisme 2
Untuk membahas mekanisme yang lebih kompleks ini, digunakan konsep pusat sesaat (instantaneous center). Bila sendi plastis terbentuk pada titik 5 dan 6, maka ada tiga benda rigid, yang berotasi pada saat struktur tersebut mulai bergerak. Segmen 1-2-3-4-5 berotasi terhadap titik 1; segmen 6-7 berotasi terhadap titik 7; segmen 5-6 berotasi
1
2
3
4
5
6
7
2
2
5
23
23
6
0
3
4,5
9
x
43
1
43
2
3
3
4
5
6 6
7
4
4
0
18
4,5
x
Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana
dan bertranslasi yang besarnya ditentukan oleh gerakan titik 5 dan 6 pada segmen-segmen kaku di dekatnya. Bila benda tersebut kaku, titik 5� tegak lurus terhadap garis 1-5, dan titik 6� tegak lurus terhadap garis 6-7. Dengan demikian titik 5 dan 6 dapat dianggap berotasi terhadap titik 0, perpotongan dari garis 1-5 dan garis 6-7; yakni pusat sesaatnya. Langkah pertama dalam metode energi yang menggunakan pusat sesaat adalah menentukan lokasi titik pusat sesaat; karena titik 5 adalah 6,75 m ke arah horisontal dan 5,625 m kearah vertikal dari titik 1, sedang jarak vertikal ke titik 0 dari titik 7 adalah:
m 7,5 x; 6,75
5,6259x
Selanjutnya, sudut acuan ditentukan seperti terlihat dalam gambar diatas (Mekanisme 2). Dengan perbandingan, sudut rotasi terhadap titik 0 adalah 3 2. Segmen benda kaku 5-6 berotasi melalui sudut 3 2 ini. Dengan proporsi inversi sebagai jarak 0-5 adalah ke 1-5, rotasi benda kaku 1-2-3-4-5 terhadap titik 1 adalah:
2
,23
4341
Rotasi sendi plastis relatif pada titik 5 adalah:
22
32
Rotasi sendi plastis relatif pada titik 6 adalah:
5,22
3
Untuk menghitung kerja eksternal yang dilakukan oleh beban-beban luar, perlu dihitung perpindahan vertikal pada titik 3 dan 5, dan perpindahan horisontal pada titik 2.
Perpindahan vertikal titik 3 sama dengan sudut rotasi kali proyeksi horisontal titik 2 ke 3. Beban pada titik 3 bergerak secara vertikal menempuh jarak:
. 1,125(2,25)2
Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana
Beban pada titik 5 bergerak vertikal sejarak:
3,375(6,75)2
Beban pada titik 2 bergerak horisontal sejarak:
2,25(4,5)2
Maka, persamaan energi selengkapnya menjadi: Kerja eksternal = Kerja internal )2,5(2M) (3,375W) (1,125W) (2,250,5W pnnn
nnp W1,25W4,5
5,625M
c. Mekanisme 3
Pusat sesaat ditentukan dengan memotongkan garis 1-3 dengan garis 6-7:
m 5,22 x; 25,2
625,59x
Bila didefinisikan pada gambar diatas (Mekanisme 3), sudut rotasi terhadap titik 0 adalah /4, karena jarak 0-6 adalah empat kali jarak 6-7. Karena jarak 0-3 adalah tiga kali jarak 3-1, sudut 3-1-3� adalah 3 /4 (3 kali sudut rotasi terhadap 0).
Kerja eksternal yang dilakukan oleh berbagai beban adalah:
Beban pada 2, W4
6,754,5 43 W0,5 nn
Beban pada 3, W4
6,752,254
3W nn
Beban pada 5, W4
2,252,254
W nn
Energi regangan internalnya adalah:
Momen pada 3, M44
3M pp
Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana
Momen pada 6, 4
5M4
M pp
Kerja eksternal = Kerja internal
451pM
42,25
46,75
46,75
n W
49M
415,75W pn
W1,75W9
15,75M nnp Menentukan
Perencanaan Plastis dengan Metode LRFD (Dikutip dari SNI 03-1729-2000 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung)
7.5 Analisis plastis
7.5.1 Penerapan
Pengaruh gaya-dalam di sebagian atau seluruh struktur dapat ditetapkan menggunakan analisis plastis selama batasan pada Butir 7.5.2 dipenuhi. Distribusi gaya-gaya�dalam harus memenuhi syarat keseimbangan dan syarat batas.
7.5.2 Batasan
Bila metode plastis digunakan, semua persyaratan dibawah ini harus dipenuhi, yaitu: a) Kuat leleh baja yang digunakan tidak melebihi 450 MPa; b) Pada daerah sendi plastis, tekuk setempat harus dapat dihindari dengan
mensyaratkan bahwa perbandingan lebar terhadap tebal b/t, lebih kecil daripada p. Nilai p tersebut ditetapkan sesuai dengan Tabel 7.5-1;
c) Pada rangka dengan bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom yang diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban horizontal terfaktor tidak diperkenankan melampaui 0,85 Ab fy. Pada rangka tanpa bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom yang diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban horizontal terfaktor tidak diperkenankan melampaui 0,75 Ab fy
Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana
d) Parameter kelangsingan kolom c tidak boleh melebihi 1,5 kc. Nilai kc ditetapkan sesuai dengan Butir 7.6.3.2 atau 7.6.3.3 (
yfE5,1r
L =
yf2100 , dimana L adalah panjang teoritis). e) Untuk komponen struktur dengan penampang kompak yang terlentur
terhadap sumbu kuat penampang, panjang bagian pelat sayap tanpa pengekang lateral, Lb, yang mengalami tekan pada daerah sendi plastis yang mengalami mekanisme harus memenuhi syarat Lb Lpd, yang ditetapkan berikut ini: (i) Untuk profil � I simetris tunggal dan simetris ganda dengan lebar
pelat sayap tekan sama dengan atau lebih besar daripada lebar pelat sayap tarik dan dibebani pada bidang pelat sayap
Lpd = y
y2
1
f
r MM 15.000 25.000
(7.5-1)
Keterangan: fy adalah kuat leleh material, MPa M1 adalah momen ujung yang terkecil, N-mm M2 adalah momen ujung yang terbesar, N-mm ry adalah jari-jari girasi terhadap sumbu lemah, mm (M1/M2) bertanda positif untuk kasus kelengkungan ganda dan negatif untuk kasus kelengkungan tunggal Lpd dinyatakan dalam mm
(ii) Untuk komponen struktur dengan penampang persegi pejal dan balok kotak simetris
Lpd = y
y
y
y2
1
fr 21.000
f
r MM 21.000 35.000
(7.5-2)
Tidak ada batasan terhadap Lb untuk komponen struktur dengan penampang melintang bulat, atau bujursangkar, atau penampang yang terlentur terhadap sumbu lemah.
f) Tahanan komponen struktur harus direncanakan sesuai dengan Butir 7.4.3.3;
g) Tahanan lentur komponen struktur komposit harus ditentukan berdasarkan distribusi tegangan plastis.
Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Irwan Kurniawan
Perencanaan Plastis Rangka Sederhana
7.5.3 Anggapan analisis Gaya � gaya-dalam ditetapkan menggunakan analisis plastis kaku. Dalam analisis plastis harus dapat dianggap bahwa sambungan-sambungan dapat memobilisasikan kekuatan penuhnya atau sebagian dari kekuatan penuhnya, selama kekuatan sambungan-sambungan tersebut direncanakan untuk tujuan ini, dan selama: a) untuk sambungan dengan kekuatan penuh, yang kapasitas momen
sambungannya tidak kurang dari kapasitas momen penampang komponen-komponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa sehingga kapasitas rotasi sambungan pada setiap sendi plastis tidak terlampaui pada saat terjadinya mekanisme;
b) untuk sambungan dengan sebagian dari kekuatan penuhnya, yang kapasitas momen sambungannya dapat lebih kecil daripada kapasitas momen komponen-komponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya semua sendi plastis yang diperlukan untuk terjadinya mekanisme, sedemikian rupa sehingga kapasitas rotasi sambungan pada setiap sendi plastis tidak terlampaui.
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 1
KOMBINASI LENTUR DAN TEKAN
Perhatikan balok diatas dua tumpuan dengan beban terdistribusi, momen-momen dan gaya-gaya aksial dikedua ujungnya, berikut ini,
Kelengkungan EI
M-1 x
dan EI1- v.PMMMM pspx
dimana Mp adalah momen orde pertama, dan Ms adalah momen orde kedua.
Secara umum untuk dua dimensi, kelengkungan dinyatakan sebagai berikut,
232i
ii
v1
v1
untuk iii v1maka1v dan diperoleh
EIM
- vEIPv pii
atau EI
M- v
EIPv
iipiiiv
Karena EI
M- vEI
M-vii
xivxii maka
EIM
-EI
M-EIP
EIM-
iipx
iix
atau Mxii + k2 Mx = Mp
ii = -q(x)
dimana EIPk 2 dan 2
2
dxxMd-xq
V
M1
XV
P
q M2
P x
Mx
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Solusi homogen dari persamaan di atas adalah
Mxh = A sin kx + B cos kx
Dan solusi umumnya
Mx = Mxh + Mxk (q) = A sin kx + B cos kx + Mxk (q)
dimana EIPk
Kasus 1:
xL
M-MMM 12
1p
Mpii = 0
Jadi Mx = A sin kx + B cos kx
x = 0 Mx = M1 = B x = L Mx = M2 = A sin kL + B cos kL
kLsin
kLcosM-MA 12
dan kxcosMkLsinkxsinkLcosM-MM 112x
Supaya Mx menjadi maximum maka 0dx
dM x
atau 0kxsinMk-kLsinkxcoskkLcosM-M
dxdM
112x
tan kLsinM
kLcosM-Mkx1
12
kLsinMkLcosM-M 221
212
M1 sin kL
M2 - M1 cos kL
kx
v
M1
P
L
M2 M1
P X
M2
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 3
sin kLsinMkLcosM-M
kLcosM-Mkx22
12
12
12
cos kLsinMkLcosM-M
kLsinMkx22
12
12
1
Jadi kLsinMkLcosM-M
kLcosM-MkLsin
kLcosM-MM
221
212
1212maxx
kLsinMkLcosM-M
kLsinMM22
12
12
11
kLsinMkLcosM-MkLsin
1 221
212
2121
22 MkLcosMM2-M
kLsin1
kLsinMMkLcos
MM2-1MM 2
2
2
1
2
12maxx ..................... (1)
Bila M1 = 0 maka kLsin
MM 2maxx
Bila sin kL = 0 2,1,nnLEIPkL
1nL
EIP 2
2
Mx max
Ms
P.v
M2
PP
Mp
M2
X
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Bila M2 = M1 = M maka kLsin
kLcos2-2MM 2maxx .................................... (2a)
kLcos1
2MkLcos-1kLcos-12M 2
2kLsecM2kLcos
1M ........................ (2b)
Pada saat tekuk M1n22
kLmaxx
Kasus 2:
Mp = ½ qx (L – x), Mpi = ½ qL – qx, Mp
ii = -q
Solusi khusus, Mxk = Cx + D Mxk
i = C Mxk
ii = 0
Jadi 0 + k2 (Cx + D) = -q C = 0 ; D = -q/k2
Mxk = -q/k2
dan Mx = A sin kx + B cos kx – q/k2
pada x = 0 Mx = 0 = B – q/k2 B = q/k2
x = L Mx = 0 = A sin kL + q/k2 cos kL - q/k2
kLcos-1kLsink
qA 2
Ms
M
P
M
P
Mp M
P.v
xPP
q
L
v
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 5
dan 222x kq-kxcos
kqkxsin
kLsinkkLcos-1qM
kxsinkq-kxcos
kLsinkkLcos-1q0
dxdM x
kLsinkLcos-1kxtan
kLsinkLcos-1
kLcos-1kxsin22
kLsinkLcos-1
kLsinkxosc22
1-kLsinkLcos-1
kLsin
kLsinkLcos-1
kLcos-1kLsin
kLcos-1kqM
22222maxx
1-kLsin
kLsinkLcos-1kq 22
2
1-2
kLseckq
2
)1-2 / kLsec(kL
8qL81M 2
2maxx
Perbesaran Momen
Komponen struktur dengan satu kelengkungan tanpa translasi pada ujungnya
x
dianggap bentuk sinus
P
V
PO
SO
P
V
PO~
)(P SOPOP.v
Mp
Ms
SO
R R
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Anggap, L xsinPM sopos
Reaksi balok konjugate adalah
dxLxsinPdxMR
2L
o
2L
o sopos
02L
LxcosLP- sopo
LP sopo
Lendutan so adalah:
2L
o ssoposo dx x-2LM-
2LLPIE
2L
osoposopo dxLxsin x -
Lxsin
2L*P-
2LLP
dxLxsin x L
2L-
2LP
2L
o
2
sopo
02L
LxsinLP 2
2
sopo
sopo2
2LP
atau e
sopo22soposo PP
LEIP
dimana 22e LEIP dan
ePP
atau poso -1
jadi popoposopo -11
-1v
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 7
dan sopoposopomaxx PMMMM
-1P
M popo
dimana EEI
PLPP
2
2
2
2
e
atau -11
MP
1MMpo
popomaxx
-11
MLEI1M
po
po2
2
po
-111-
MLEI
1Mpo
2po
2
po
*1pomaxx BMM ............................................................................ (3)
dimana *1B =
-111-
ML
EI1
po2
po2
= -1
C*m
dan *mC = 1 + 11-
MLEI
po2
po2
dan 1-MLEI
po2
po2
Perhatikan komponen struktur dengan momen-momen ujung berikut ini
M1
xM1
PP
M2
Mx max M2
M2 M1
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Demikian sehingga Mx max > M 2 dan terjadi diantara kedua tumpuan. Akan di cari MEdemikian sehingga menjadi
Jadi dari Persamaan (1) dan (2) 2
2
1
2
12maxx M
MkLcosMM2-1
kLsinMM
kL/2cos
M)kLcos-1(2
kLsinM EE
)Lkcos-1(2MMkLcos
MM2-1
MM
2
2
1
2
1
2E
Dari Persamaan (3) Mx max = Mpo
*1B = M E
*1B
dimana *1B =
-111-
MLEI
1po
2po
2
Lendutan orde pertama ditengah bentang akibat momen ME, po, ditentukan sebagai berikut:
EI po = M E 2L
2L - M E 8/LM
4L
2L 2
E
Sehingga *1B =
-10,23371
-111-
81
2
= kLkLLkEI
PLPP 2
2
2
22
2
2
e
MEME
Mx max
L/2 L/2
MEME
2LME
2LME
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 9
kL2/kLcos
1 *1B
0,1 0,99 1,137 1,137 0,2 1,4050 1,3102 1,3084 0,3 1,7207 1,5333 1,5287 0,4 1,9869 1,8322 1,8225
Jadi Mx max = -1
0,23371M~kL/2cos
ME
E
= -1
0,23371*kL)cos-(12
MMkLcos
MM21
M
2
2
1
2
1
2
= 12m
2 BM-1
CM
dimana Cm = *mC
0,23371*kL)cos-(12
MMkLcos
MM21
2
2
1
2
1
.................. (4)
-1CB m
1
Dalam peraturan digunakan hubungan yang lebih sederhana, yaitu:
Cm = 0,6 + 0,4 (M1 / M 2 ) ............................................................. (5)
dan ketelitiannya diperlihatkan berikut ini untuk nilai 1Cm :
Persamaan (1) Persamaan (4) Persamaan (5) M1/M2 0.8 0.5 0 -0.5 -0.8 0.8 0.5 0 -0.5 -0.8 0.8 0.5 0 -0.5 -0.8
kL 0.05 0.70 1.00 1.00 0.97 0.1 0.99 1.05 1.00 1.04 1.00 1.02 0.89 0.2 1.40 1.19 1.06 1.01 1.19 1.05 1.01 1.15 1.00 0.75 0.3 1.72 1.39 1.20 1.01 1.38 1.19 1.01 1.31 1.14 0.86 0.4 1.99 1.65 1.41 1.09 1.64 1.40 1.09 1.53 1.33 1.00 0.5 2.22 2.03 1.71 1.26 1.01 2.01 1.70 1.25 1.00 1.84 1.60 1.20 0.80 0.6 2.43 2.60 2.18 1.54 1.08 2.57 2.15 1.52 1.06 2.30 2.00 1.50 1.00 0.7 2.63 3.55 2.97 2.04 1.25 1.01 3.49 2.92 2.00 1.23 0.99 3.07 2.67 2.00 1.33 0.93 0.8 2.81 5.45 4.55 3.07 1.69 1.10 5.34 4.46 3.01 1.66 1.07 4.60 4.00 3.00 2.00 1.40 0.9 2.98 11.18 9.32 6.23 3.19 1.54 10.89 9.08 6.07 3.11 1.50 9.20 8.00 6.00 4.00 2.80
Kom
bina
si L
entu
r dan
Tek
anSi
ndur
P. M
angk
oeso
ebro
to
10
0,8
-MM
21
0,5
-MM
21
21
MM0,
8 0,
5 0
Pers
amaa
n (4
) Pe
rsam
aan
(5)
21
MM>
0 un
tuk
kele
ngku
ngan
tung
gal
P uM
1
P u
M2
M2
M1
Mmax/M2
=Pu/P
e
= Cm/(1-)
M1
M2
M1
M2
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 11
Catatan: e
u
PP
Kasus Cm
*
(Momen positif)
1P
1+ 0,2 Mm
1,0
M M
w
P
P P
2L
P P Q
wP P
wP P
Q2L
P P
P P2L
Q
2
3
4
5
6
7
+
Mm
+
Mm
+ -
-- +
+-
--+
Mm
Mm
Mm
+
Cm*
(Momen negatif)
1- 0,3
1- 0,2
1- 0,4
1- 0,4
1- 0,6
1- 0,4
1- 0,4
1- 0,3
1- 0,2
-
-
-
Nilai Cm* untuk balok tanpa translasi pada tumpuan
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 12
Tahanan nominal - Instabilitas pada Bidang Lentur Tahanan balok-kolom, dimana tekuk torsi lateral dan tekuk lokal dapat dihindarkan dan lentur terjadi terhadap satu sumbu, akan tercapai bila terjadi instabilitas pada bidang lentur (tanpa torsi).
Persamaan diferensial balok-kolom, termasuk pengaruh orde kedua, menunjukkan bahwa pengaruh gaya normal dan momen tidak dapat disuperposisikan, ini adalah kasus non-linier.
Kurva persamaan interaksi untuk profil-I tertentu tanpa goyangan dengan fy = 230 MPa, fr = 70 MPa, dan terlentur terhadap sumbu kuat adalah seperti berikut ini.
Persamaan interaksi menjadi:
1MM
PP
n
u
n
u ................................................................................ (6)
dimana Pu adalah gaya tekan terfaktor Pn adalah tahanan nominal sebagai fungsi dari Mu adalah momen terfaktor termasuk pengaruh orde kedua
Mu = Mpo*1B = Mpo -1
C*m ; Mpo = ME =coef x Mp max
Mp max adalah momen orde pertama terfaktor maksimum
EILP
PP
2
2u
e
u
*mC = Lihat bahasan sebelumnya
Mn = Mp untuk balok kompak yang terkekang secara lateral.
atau Persamaan (6) dapat ditulis sebagai berikut:
1-1
CMM
PP m
n
u
n
u
0 0.2 0.4 0.6 1.00.8
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
0=xr
L
20406080
100120
M2P
P
LM
M
y
u
PP
M u / M p
(M1 / M2 = 1)
0 0.2 0.4 0.6 1.00.8
4060
0=xr
L
80100120
M2
L
P
P
M
0.5 M
M u / M p
(M1 / M2 = -0.5)
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 13
1,0
0 0,5 1,0
1,181
-1PP
y
u
0rL
x
y
u
PP
1,0M1,18
MPP
p
u
y
u
0,5
Solusi eksak
x x
pu MM
Tahanan Nominal – Persamaan Interaksi Perencanaan balok-kolom dilakukan dengan bantuan persamaan interaksi.
Kasus 1 - Tanpa Instabilitas Pada lokasi dimana tidak dapat terjadi instabilitas ( 0) berlaku
1,0M1,18
MPP
p
u
y
u
dan 1,0MM
p
u
dimana ygy AP
Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 1.
Kasus 2 - Instabilitas pada Bidang Lentur
1-1M
MPP
p
E
n
u
dimana Pn adalah tahanan nominal sebagai fungsi dari ME = Cm Mui
Cm=coef x *mC ; *
mC = 1 + Pe = 2 EI / L2
= Pu / Pe Mui adalah momen orde pertama terfaktor maksimum pada arah – i.
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 14
Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 2.
Kasus 3 - Instabilitas akibat Tekuk Torsi Lateral
1P/P-1M
MCPP
eun
uim
n
u
Kasus 4 - Lentur Dua Arah
1PP-1M
CM
PP-1MCM
PP
eyuny
myuy
exunx
mxux
n
u
Cara Perencanaan LRFD
1) Untuk 0,2P
P
nc
u
1,0M
MM
M98
PP
nyb
uy
nxb
ux
nc
u
2) Untuk 0,2P
P
nc
u
1,0M
MM
MP2
P
nyb
uy
nxb
ux
nc
u
1,0
0
0,5
1,0C
1,0PP-1M
MPP
m
eup
ui
n
u
Solusi eksak
40rL
x80
120
0,5
x x
n
u
PP
P
MM
P
pui MM
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 15
dimana Pu adalah gaya aksial terfaktor Pn adalah tahanan minimum sebagai fungsi dari Mu adalah momen terfaktor termasuk pengaruh orde kedua Mn adalah tahanan lentur dengan memperhatikan semua pengaruh
instabilitas, bila ada, c adalah faktor tahanan tekan = 0,85 b adalah faktor tahanan lentur = 0,9
tx2xntx1xux MBMBM adalah momen terfaktor dalam arah-x termasuk pengaruh orde kedua
Mnx adalah tahanan lentur dalam arah-x Muy, Mny serupa Mux, Mnx untuk arah-y
Koefisien Perbesaran Momen - LRFD
Komponen struktur pada rangka tak bergoyang
1,0P / P-1
CBe1u
m1
a) Untuk komponen struktur pada rangka tak bergoyang dengan beban transversal diantara kedua tumpuannya,
Cm=coef x *mC dan *
mC = 1PP
11e
u
Cm = 1 bila kedua tumpuan tak terkekang terhadap rotasi = 0,85 bila kedua tumpuan terkekang terhadap rotasi
b) Untuk komponen struktur pada rangka tak bergoyang tanpa beban-beban transversal, tapi dengan momen ujung-ujung M1, M2 dengan M2 M1
Cm = 0,6 + 0,4 M1 / M2 bila M1 dan M2 menyebabkan kelengkungan tunggal Cm = 0,6 - 0,4 M1 / M2 bila M1 dan M2 menyebabkan kelengkungan ganda
Pe1 adalah tahanan tekan kolom yang ditinjau, dalam keadaan tak bergoyang.
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 16
Komponen struktur pada rangka bergoyang
Berikut diberikan faktor perbesaran untuk rangka bergoyang bila pengaruh P- tidak ditinjau.
M t1 + M t2 = Hu L
dan u
OHhuhOH H
fHf
Bila pengaruh P - di tinjau maka M t1 B2 M t1 dan M t2 B2 M t2
serta OH SH (lihat gambar berikut).
B2 (M t1 + M t2) = Hu L + Pu SH ..................................................... (7)
LPHf SHu
uhSH
LP
HH
SHuu
u
OH
OHu
SHuOH HL
P
OHuu
uOHSH P-HL
HL
Pu
B2 M t1 Hu
Hu
B2 M t2
Pu
L
Pu
LP
H SHuu
Pu
SH
LP
H SHuu
Pu
M t1 Hu
Hu
M t2
Pu
L
Pu
Hu
Hu
Pu
OH
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 17
Dari Persamaan (7) di peroleh
OHuu
uOHuuu2 P-HL
HLPLHHLB
OHuu
OHuOHuu2 P-HL
PP-HLB
u
OHu2
HLP
-1
1B
Untuk suatu kolom yang berada diantara dua lantai diafragma maka
uuuu HHdanPP
Sehingga
LHP-1
1BOH
u
u2
Sebagai alternatif dapat di hitung
e2
u2
PP
-1
1B
dan Mu = B1 Mnt + B2 M t
dimana Mnt adalah momen yang timbul hanya akibat beban gravitasi tanpa ada goyangan
M t adalah momen akibat goyangan dan gaya-gaya lateral lainnya.
Nilai Mu juga dapat diperoleh dari analisis P - dimana semua pengaruh non-linieritas langsung di perhitungkan.
Pu adalah jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban gravitasi untuk seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjau,
Pe2 adalah jumlah tahanan tekan seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjau, dalam keadaan bergoyang,
Hu adalah jumlah gaya horizontal terfaktor yang menghasilkan OH pada tingkat yang ditinjau,
L adalah tinggi tingkat.