SI 3212: Struktur Baja (3 sks) · PDF file4 Batang Tekan (2 x 100 mt) 3(23/2), 4(26/2) 28/2...

228
H:\Misc\Lecture Notes\PROGRAM.rtf SI 3212: Struktur Baja (3 sks) (Created 24/1/07) Semester II/06_07; NIM: 150xx041-150xx080 (Dosen: Sindur P. Mangkoesoebroto) Tujuan: Memberikan pemahaman dan kemampuan dalam merencanakan tahanan komponen struktur baja beserta sambungannya. Penekanan diarahkan pada perilaku dan modus keruntuhan komponen struktur terhadap berbagai kombinasi pembebanan. Silabus: Pengantar LRFD dan material, batang tarik (LRFD dan probabilistik), batang tekan, balok (lentur, geser, beban terpusat, dan analisis plastis), sambungan (baut dan las), elemen pelat tipis, torsi, tekuk torsi lateral, balok pelat berdinding penuh, perencanaan plastis rangka sederhana, kombinasi lentur-tekan. Waktu: Senin: jam 09:00-10:40 Jum’at: jam 09:00-10:40 Tempat: 3202 Mulai kuliah: 5 Februari 2007 UTS: 26 ~ 30 Maret 2007 (minggu ke 8) Akhir kuliah: 18 Mei 2007 Prasyarat: Mekanika Teknik, Mekanika Bahan, Statistik & Probabilitas Text: Salmon & Johnson, “Steel Structures: Design and Behavior,” 4th ed., HarperCollins, 1996. Satuan Acara Perkuliahan: Materi Tatap Muka (minggu ke & tgl) KT (2007) 1 Pengantar LRFD dan Material (2 x 100 mt) 1(5/2, 9/2) 14/2 2 Batang Tarik (LRFD) (1,5 x 100 mt) 2(12/2, 16/2) 3 Batang Tarik (Probabilistik) (1,5 x 100 mt) 2(16/2), 3(19/2) 21/2 4 Batang Tekan (2 x 100 mt) 3(23/2), 4(26/2) 28/2 5 Balok: Lentur, Geser, Beban Terpusat, & Analisis Plastis (3 x 100 mt) 4(2/3), 5(5/3, 9/3) 14/3 6 Sambungan: Baut dan Las (3 x 100 mt) 6(12/3, 16/3), 7(23/3) 28/3 7 Elemen Pelat Tipis (1,5 x 100 mt) 9(2/4), 10(9/4) 8 Torsi (3 x 100 mt) 10(9/4, 13/4), 11(16/4, 20/4) 9 Tekuk Torsi Lateral (1,5 x 100 mt) 11(20/4), 12(23/4) 25/4 10 Balok Pelat Berdinding Penuh (3 x 100 mt) 12(27/4), 13(30/4, 4/5) 9/5 11 Perencanaan Plastis Rangka Sederhana (100 mt) 14(7/5) 12 Kombinasi Lentur-Tekan (2 x 100 mt) 14(11/5), 15(14/5) 16/5 13 Ujian Komprehensif UAS TU Handout: Versi e-file (format PDF) dapat di down load di www.icfee.info (gratis). Presence Ticket: One grade down on the upper bound for each missing-ticket. Nilai: Kegiatan Terstruktur (KT) setiap topik (2~3 soal) dan ujian komprehensif (100%) dan Tugas-tugas (15%) A 92 92 B 82 82 C 72 72 D 62 Rujukan lainnya: 1. SNI 03-1729-2000 (Tatacara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung); [dan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (1984) – optional] 2. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987, UDC: 624.042). 3. AISC Asisten: Ayu Wulandari; Agnylla Palupi Arthi; Elias E. Pinem; Seto Wahyudi

Transcript of SI 3212: Struktur Baja (3 sks) · PDF file4 Batang Tekan (2 x 100 mt) 3(23/2), 4(26/2) 28/2...

H:\Misc\Lecture Notes\PROGRAM.rtf

SI 3212: Struktur Baja (3 sks) (Created 24/1/07)

Semester II/06_07; NIM: 150xx041-150xx080 (Dosen: Sindur P. Mangkoesoebroto)

Tujuan: Memberikan pemahaman dan kemampuan dalam merencanakan tahanan komponen struktur baja beserta sambungannya. Penekanan diarahkan pada perilaku dan modus keruntuhan komponen struktur terhadap berbagai kombinasi pembebanan.

Silabus: Pengantar LRFD dan material, batang tarik (LRFD dan probabilistik), batang tekan, balok (lentur, geser, beban terpusat, dan analisis plastis), sambungan (baut dan las), elemen pelat tipis, torsi, tekuk torsi lateral, balok pelat berdinding penuh, perencanaan plastis rangka sederhana, kombinasi lentur-tekan.

Waktu: Senin: jam 09:00-10:40 Jum’at: jam 09:00-10:40Tempat: 3202

Mulai kuliah: 5 Februari 2007 UTS: 26 ~ 30 Maret 2007 (minggu ke 8) Akhir kuliah: 18 Mei 2007

Prasyarat: Mekanika Teknik, Mekanika Bahan, Statistik & Probabilitas Text: Salmon & Johnson, “Steel Structures: Design and Behavior,” 4th ed., HarperCollins, 1996.

Satuan Acara Perkuliahan: Materi Tatap Muka

(minggu ke & tgl) KT

(2007) 1 Pengantar LRFD dan Material (2 x 100 mt) 1(5/2, 9/2) 14/2 2 Batang Tarik (LRFD) (1,5 x 100 mt) 2(12/2, 16/2) 3 Batang Tarik (Probabilistik) (1,5 x 100 mt) 2(16/2), 3(19/2)

21/2

4 Batang Tekan (2 x 100 mt) 3(23/2), 4(26/2) 28/2 5 Balok: Lentur, Geser, Beban Terpusat, & Analisis Plastis (3 x 100 mt) 4(2/3), 5(5/3, 9/3) 14/3 6 Sambungan: Baut dan Las (3 x 100 mt) 6(12/3, 16/3), 7(23/3) 28/3 7 Elemen Pelat Tipis (1,5 x 100 mt) 9(2/4), 10(9/4) 8 Torsi (3 x 100 mt) 10(9/4, 13/4), 11(16/4, 20/4) 9 Tekuk Torsi Lateral (1,5 x 100 mt) 11(20/4), 12(23/4)

25/4

10 Balok Pelat Berdinding Penuh (3 x 100 mt) 12(27/4), 13(30/4, 4/5) 9/5 11 Perencanaan Plastis Rangka Sederhana (100 mt) 14(7/5) 12 Kombinasi Lentur-Tekan (2 x 100 mt) 14(11/5), 15(14/5)

16/5

13 Ujian Komprehensif UAS TU

Handout: Versi e-file (format PDF) dapat di down load di www.icfee.info (gratis).

Presence Ticket: One grade down on the upper bound for each missing-ticket. Nilai: Kegiatan Terstruktur (KT) setiap topik (2~3 soal) dan ujian komprehensif (100%) dan Tugas-tugas (15%) A 92 92 B 82 82 C 72 72 D 62

Rujukan lainnya: 1. SNI 03-1729-2000 (Tatacara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung); [dan Peraturan

Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (1984) – optional] 2. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987, UDC: 624.042). 3. AISC

Asisten: Ayu Wulandari; Agnylla Palupi Arthi; Elias E. Pinem; Seto Wahyudi

Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 1

BAB I Pengantar

Perencanaan struktur adalah kombinasi seni dan ilmu pengetahuan yang menggabungkan intuisi para ahli struktur mengenai perilaku struktur dengan pengetahuan prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisis struktur, untuk menghasilkan struktur yang aman dan ekonomis selama masa layannya.

Metode perhitungan yang berdasarkan keilmuan harus menjadi pedoman dalam proses pengambilan keputusan, namun tidak untuk diikuti secara membabi buta. Kemampuan intuisi yang dirasionalkan oleh hasil-hasil perhitungan dapat menjadi dasar poses pengambilan keputusan yang baik.

Struktur optimum dicirikan sebagai berikut: a. biaya minimum, b. bobot minimum, c. periode konstruksi minimum, d. kebutuhan tenaga kerja minimum, e. biaya manufaktur minimum, f. manfaat maksimum pada saat layan.

Kerangka perencanaan struktur adalah proses penentuan jenis struktur dan pendimensian komponen struktur demikian sehingga beban kerja dapat dipikul secara aman, dan perpindahan yang terjadi dapat ditolerir oleh syarat-syarat yang berlaku.

Prosedur perencanaan secara iterasi dilakukan sebagai berikut: 1. Perancangan. Penetapan fungsi-fungsi struktur dan kriteria keberhasilan

yang optimum. 2. Penetapan konfigurasi struktur preliminari berdasarkan Step 1. 3. Penetapan beban-beban kerja yang harus dipikul. 4. Pemilihan tipe dan ukuran preliminari komponen-komponen struktur

berdasarkan Step 1, 2, 3. 5. Analisis struktur untuk menetapkan gaya-gaya-dalam dan perpindahan. 6. Evaluasi perancangan struktur optimum. 7. Perencanaan ulang dari Step 1 s/d 6. 8. Perencanaan akhir untuk menguji Step 1 s/d 7.

Beban

Beban kerja pada struktur atau komponen struktur bisa ditetapkan berdasarkan peraturan pembebanan yang berlaku.

Beban mati adalah beban–beban yang bersifat tetap selama masa layan, antara lain berat struktur, pipa-pipa, saluran-saluran listrik, AC/heater, lampu-lampu, penutup

Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 2

lantai/atap, dan plafon.

Beban hidup adalah beban-beban yang berubah besar dan lokasinya selama masa layan, antara lain berat manusia, perabotan, peralatan yang dapat dipindah-pindah, kendaraan, dan barang-barang lainnya.

Beban angin adalah tekanan-tekanan yang berasal dari gerakan-gerakan angin. Umumnya perlu diperhitungkan pada luas bidang tangkap angin yang relatif luas pada bangunan dengan beban-beban yang relatif ringan.

Beban gempa adalah gaya-gaya yang berasal dari gerakan-gerakan tanah dikombinasi dengan sifat-sifat dinamis struktur. Karena seringkali percepatan horizontal tanah lebih besar daripada percepatan vertikal, dan struktur secara umum lebih sensitif terhadap gerakan horizontal daripada gerakan vertikal, maka pengaruh gempa horizontal seringkali lebih menentukan daripada pengaruh gempa vertikal.

Tahanan komponen struktur dalam memikul gaya mengikuti preferensi berikut ini:

tarik: baik keruntuhan leleh bersifat daktail tekan: kurang baik stabilitas (tekuk lentur, tekuk lokal) lentur: sedang stabilitas (tekuk torsi, tekuk lokal, tekuk lateral) geser: lemah getas, tekuk lokal torsi: buruk getas, tekuk lokal

Belakangan ini komponen struktur tarik makin digemari mengingat efisiensinya dalam memikul beban.

Etika profesi: Perencana bertanggungjawab penuh dalam menghasilkan struktur yang aman dan ekonomis.

Falsafah Perencanaan LRFD (Load And Resistance Factor Design) Metode ASD telah digunakan selama kurun waktu 100 tahun, dan dalam 20 tahun terakhir telah bergeser ke perencanaan batas (LRFD) yang lebih rasional dan berdasakan konsep probabilitas.

Keadaan batas adalah kondisi struktur diambang batas kemampuan dalam memenuhi fungsi-fungsinya. Keadaan batas dibagi dalam dua katagori yaitu tahanan dan kemampuan layan. Keadaan batas tahanan (atau keamanan) adalah perilaku struktur saat mencapai tahanan plastis, tekuk, leleh, fraktur, guling, dan gelincir. Keadaan batas kemampuan layan berkaitan dengan kenyamanan penggunaan bangunan, antara lain masalah lendutan, getaran, perpindahan permanen, dan retak-retak. Kriteria penerimaan (acceptance criteria) harus mencakup kedua keadaan batas tersebut.

Konsep probabilitas dalam mengkaji keamanan struktur adalah metode keandalan

Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 3

mean value first-order second-moment dimana pengaruh beban (Q) dan tahanan (R) dianggap sebagai variabel acak yang saling tak bergantung, dengan frekuensi distribusi tipikal sebagai berikut,

Agar lebih sederhana maka akan dipelajari variabel R/Q atau ln(R/Q) dengan ln(R/Q)<0 menunjukkan kegagalan seperti ditunjukkan oleh gambar berikut ini,

Besaran Q

Rn menjadi definisi kegagalan. Varibel disebut indeks keandalan (reliability index), dan bermanfaat untuk beberapa hal sebagai berikut:

1. Menunjukkan konsistensi perencanaan berbagai-bagai jenis komponen struktur.

2. Dapat digunakan untuk menemukan metode baru dalam perencanaan komponen struktur.

3. Dapat digunakan sebagai indikator dalam mengkalibrasi tingkat faktor keamanan komponen struktur.

Secara umum, suatu struktur atau komponen struktur dikatakan aman bila hubungan berikut ini terpenuhi,

Rn i Qi

Frekuensi

Tahanan (R)Beban (Q)

Q R

Q R

Frekuensi

Gagal

0n ( R/Q )

n ( R/Q )

n (R/Q)

Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 4

dimana adalah faktor tahanan, Rn adalah tahanan nominal,

i adalah fakfor beban, Qi adalah (pengaruh) beban,

Rn adalah tahanan rencana, iQi adalah (pengaruh) beban terfaktor.

Kombinasi Pengaruh Beban

Kombinasi pengaruh beban ditentukan berikut ini, 1,4D1,2D + 1,6L + 0,5 (La atau H)1,2D + 1,6 (La atau H) + ( L L atau 0,8 W)1,2D + 1,3W + L L +0,5 (La atau H)1,2D + 1,0E + L L0,9D+ (1,3W atau 1,0E)

dimana D adalah pengaruh beban mati, L adalah pengaruh beban hidup, La adalah pengaruh beban hidup pada atap, W adalah pengaruh angin, E adalah pengaruh gempa, H adalah pengaruh hujan.

Secara umum D, L, La, W, E, dan H masing-masing dapat berupa lentur, geser, aksial, dan torsi. Tahanan setiap komponen struktur harus diperiksa terhadap semua kombinasi pembebanan tersebut diatas.

Faktor Tahanan-LRFD

Faktor tahanan berikut ini digunakan dalam perencanaan menggunakan metode LFRD.

Komponen struktur tarik: t = 0,9 keadaan batas leleh t = 0,75 keadaan batas fraktur

Komponen struktur tekan: c = 0,85

Komponen struktur lentur: b = 0,9 untuk lentur v = 0,9 untuk geser

Untuk las: mengikuti diatas.

Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Alat pengencang (baut/keling): = 0,75

Dengan faktor beban dan faktor tahanan yang telah ditentukan diatas maka dapat dihitung indeks keandalan berikut,

QR=(R/Q) nn

22

QR VV

QRn

dimana (R/Q)n ~ V + VR Q2 2

RV RR

QV QQ

QR , masing-masing adalah nilai-nilai rerata tahanan dan beban, R Q, adalah standar deviasi untuk tahanan dan beban.

Kombinasi Beban Indeks Keandalan, Peluang Kegagalan, pf(‰)

D & L 3,0 untuk komponen struktur 4,5 untuk hubungan

~ 1,35 ~ 0,0034

D & L & W 2,5 untuk komponen struktur ~ 6,2 D & L & E 1,75 untuk komponen struktur ~ 40

Hubungan/ nilai-nilai indeks keandalan ( ) versus peluang kegagalan (pf ) untuk distribusi normal adalah sebagai berikut:

Indeks Keandalan, Peluang Kegagalan, pf(‰)

2,33 3,09

101

3,72 0,1 4,26 0,01

Material Sindur P. Mangkoesoebroto 1

BAB II MATERIAL

Baja yang biasa digunakan untuk keperluan struktur adalah dari jenis:

rendah ( 0,15%)

sedang (0,15 0,29%) umum untuk struktur bangunan (misalnya BJ 37)

baja karbon (fy = 210 250 MPa) medium (0,30 0,50%)

tinggi (0,60 1,70%)

Baja karbon memiliki titik peralihan leleh yang tegas; peningkatan kadar karbon akan meningkatkan kuat leleh tapi mengurangi daktilitas dan menyulitkan proses pengelasan.

baja mutu tinggi (fy = 275 480 MPa) menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas. didapat dengan menambahkan unsur aloi (chromium, nickel, vanadium, dll) kedalam baja karbon untuk mendapatkan bentuk mikrostruktur yang lebih halus.

baja aloi (fy = 550 760 MPa) tidak menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas. titik peralihan leleh ditentukan menggunakan metode tangens 2‰ atau metode regangan 5‰.

Hubungan tegangan – regangan tipikal.

Teg

anga

n (M

Pa)

Kuat tarik, fu

Baja aloi

Kuat leleh minimumfy = 700 MPa

Baja mutu tinggi

Baja karbon; BJ 37

5 10 15 20 25 30 35

fy = 350 MPa

fy = 240 MPa

Regangan (%)

100

200

300

400

500

Tipi

700

800

Material Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Baja yang biasa digunakan untuk baut adalah baut mutu standar (fub=415 MPa) atau baut mutu tinggi (fub=725 825 MPa; fyb=550 650 MPa).

Kawat las yang biasa digunakan dalam pengelasan struktur adalah E60xx (fyw=345 MPa; fuw=415 MPa) atau E70xx (fyw=415 MPa; fuw=500 MPa).

Diagram tegangan-regangan dalam daerah yang lebih rinci diperlihatkan pada gambar dibawah ini.

Hubungan tegangan – regangan pada daerah lebih rinci.

Metode ASD menggunakan tegangan ijin yang lebih kecil daripada kuat leleh baja. Metode LRFD menggunakan kuat leleh baja.

Seperti jenis baja lainnya, baja aloi juga memiliki daerah “plastis”. Namun, dalam daerah “plastis” tersebut hubungan tegangan-regangan menunjukkan penguatan. Karena baja tersebut tidak memiliki daerah “plastis” yang betul-betul datar maka baja tersebut (fy > 450 MPa) tidak boleh digunakan dalam perencanaan plastis.

Tegangan Multiaksial

Teori keruntuhan Huber-von Mises-Hencky untuk kondisi tegangan triaksial dinyatakan sebagai berikut:

Teg

anga

n (M

Pa)

2‰ tangens

5 10 15 20 25

2‰ tangens, fy= 700 MPa

Kuat leleh

st

Daerah elastisDaerah plastis Penguatan regangan

hingga regangan kuat tarik

E

Est

(a)

(b)

Tipikal untuk fy > 450 MPa

(c)

5‰ regangan, fy = 700 MPa

Regangan (‰)

400

500

600

700

800

100

200

300

Tipikal untuk fy < 450 MPa

Material Sindur P. Mangkoesoebroto 3

2y

213

232

221

2e f

21

dimana e adalah tegangan efektif.

Untuk kondisi tegangan biaksial ( 3 = 0) persamaan tersebut menjadi,

2y21

22

21

2e f

atau 1fff y

212

y

22

2y

21

dengan ilustrasi gambar sebagai berikut:

Kriteria leleh energi distorsi untuk tegangan bidang.

Tegangan geser maksimum untuk keadaan biaksial dapat ditulis sebagai berikut

221

max12

max

45o

Keadaan tegangan geser murni

2 = 1

2 = 1

1 1

Keadaan tegangan hidrostatis

-1,0

-1,0

+1,0

+1,0

2 = 1

2 = 1

1 1

2 = 1

2 = 1

1 1

= 1

2

fy

1

fy

Material Sindur P. Mangkoesoebroto 4

untuk keadaan berikut ini berlaku

dan 111

max 2e y yf3 31

2 2 2

y y yf f13

0 6,

Modulus geser dinyatakan sebagai berikut,

12EG

dengan Poisson’s ratio = 0,3 untuk daerah elastis =0,5 untuk daerah plastisdan E = 200.000 MPa maka G 80.000 MPa.

Perilaku Baja pada Suhu Tinggi

Bila suhu mencapai 90 C, hubungan tegangan-regangan baja menjadi tidak lagi proporsional dan peralihan kuat leleh menjadi tidak tegas. Modulus elastisitas, E,kuat leleh, fy, dan kuat tarik, fu, tereduksi dengan sangat nyata. Reduksi tersebut sangat besar pada rentang suhu 430 C ~ 540 C. Pada suhu sekitar 260 ~ 320 C,baja memperlihatkan sifat rangkak.

11

2 = | 1|

2 = | 1|

1

2 = -| 1|

max

Kurva 1: Rasio kuat leleh Kurva 2: Rasio modulus elastisitas

Ras

io k

uat l

eleh

ata

u m

odul

us e

last

isita

s

Material Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Pengerjaan Dingin dan Penguatan Regangan Pengerjaan dingin terhadap baja akan menghasilkan regangan permanen. Terjadinya regangan permanen akan mengurangi daktilitas baja. Daktilitas baja, ,didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan fraktur, f , terhadap regangan

leleh, y, atau daktilitas y

f .

Pengaruh peregangan diluar daerah elastis.

Strain Aging Bila baja dibebani hingga mencapai daerah penguatan regangan dan kemudian dibebas-bebankan untuk beberapa lama maka baja tersebut akan menunjukkan hubungan tegangan-regangan yang sama sekali berbeda dari aslinya dan disebut telah mengalami strain aging. Baja yang telah mengalami strain aging akan memperlihatkan kuat leleh yang lebih tinggi, daerah tegangan konstan plastis yang lebih tinggi, kuat tarik dan kuat fraktur yang lebih besar, namun daktilitasnya lebih kecil.

Pengaruh ‘strain aging’ akibat peregangan hingga mencapai daerah penguatan regangan dan bebas beban.

Regangan

Regangan permanen

Daerah plastis

Kemiringan elastis

Hubungan tegangan - regangan elastis - plastis

Penguatan regangan

Kuat tarik

Kuat fraktur

Peningkatan kuat leleh karena penguatan regangan

A

C E

FDB0

Daerah elastis

Tega

ngan

Daerah regangan setelah penguatan regangan dan

‘strain aging’

Regangan

Peningkatan tegangan akibat ‘strain aging’

C

E

D

Tega

ngan

Peningkatan kuat leleh karena penguatan regangan

Material Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Keruntuhan Getas

Meskipun umumnya keruntuhan baja bersifat daktail, namun dalam beberapa kondisi baja dapat mengalami keruntuhan secara getas. Keruntuhan getas adalah jenis keruntuhan yang terjadi tanpa didahului oleh deformasi plastis dan terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Keruntuhan getas dipengaruhi oleh suhu, kecepatan pembebanan, tingkat tegangan, tebal pelat, dan geometri detailing.

Pada suhu normal, keruntuhan getas berpotensi untuk terjadi bila keadaan tegangan cenderung bersifat multiaksial. Karena perubahan geometri yang tiba-tiba sering menimbulkan keadaan tegangan multiaksial, konfigurasi dan perubahan penampang harus dibuat sehalus mungkin untuk menghindari terjadinya keruntuhan getas.

Hal-hal berikut ini perlu diperhatikan dalam mengantisipasi keruntuhan getas: 1. Temperatur rendah meningkatkan resiko keruntuhan getas 2. Keruntuhan getas terjadi karena tegangan tarik 3. Pelat baja tebal meningkatkan resiko 4. Geometri tiga dimensi meningkatkan resiko 5. Adanya cacat baja meningkatkan resiko 6. Kecepatan pembebanan yang tinggi meningkatkan resiko 7. Sambungan las menimbulkan resiko

Sobekan lamelar

Sobekan lamelar adalah jenis keruntuhan getas yang terjadi pada bidang gilas akibat gaya tarik yang besar bekerja tegak lurus ketebalan elemen pelat profil. Karena regangan yang diakibatkan oleh beban layan biasanya < y maka beban layan biasanya tidak perlu diperhatikan sebagai penyebab sobekan lamelar. Dalam sambungan las yang terkekang, regangan akibat susut logam las dalam arah tegak lurus ketebalan sering terjadi secara lokal dan lebih besar daripada y. Hal ini yang sering menyebabkan terjadinya sobekan lemelar.

Material Sindur P. Mangkoesoebroto 7

Buruk Baik

Sebagai akibat proses gilas baja panas, profil baja memiliki sifat yang berbeda-beda dalam arah gilas, transversal, dan ketebalan. Pada daerah elastis, sifat-sifat baja dalam arah gilas dan arah transversal hampir sama (tahanan dalam arah transversal sedikit bebih kecil daripada tahanan dalam arah gilas). Namun, daktilitas dalam arah ketebalan jauh lebih kecil daripada dalam arah gilas. Bila proses pembebanan adalah demikian sehingga diperlukan redistribusi maka daktilitas yang terbatas tidak dapat mengakomodasi redistribusi yang diperlukan; bahkan yang terjadi dapat berupa sobekan lamelar.

Transversal

Arah gilas

Z = ketebalan

Material Sindur P. Mangkoesoebroto 8

Keruntuhan Lelah

Tegangan tarik yang bersifat siklis dapat menyebabkan keruntuhan meskipun kuat leleh baja tidak pernah tercapai. Gejala tersebut dinamakan keruntuhan lelah, dan terjadi akibat tegangan tarik yang bersifat siklis. Keruntuhan atau keretakan yang terjadi bersifat progresif hingga mencapai keadaan instabilitas.

Keruntuhan lelah dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1. Jumlah siklus pembebanan 2. Taraf tegangan tarik yang terjadi (dibandingkan dengan kuat leleh) 3. Ukuran cacat-cacat dalam material baja

Dalam hal keruntuhan lelah, tegangan yang terjadi pada saat layan merupakan pertimbangan utama, sedangkan mutu baja tidak memegang peranan penting. Pengaruh beban mati juga tidak cukup sensitif. Namun, geometri penampang dan kehalusan penyelesaian detailing memberikan pengaruh yang dominan.

Pengantar Sindur P. Mangkoesoebroto 6

6.2.2 Kombinasi pembebanan

Berdasarkan beban-beban tersebut di atas maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan terfaktor di bawah ini:

1,4D (6.2-1) 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) (6.2-2) 1,2D + 1,6 (La atau H) + ( L L atau 0,8 W) (6.2-3) 1,2D + 1,3 W + L L + 0,5 (La atau H) (6.2-4) 1,2D + 1,0 E + L L (6.2-5) 0,9D + (1,3 W atau 1,0E) (6.2-6)

Keterangan:

D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap;

L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain;

La adalah beban hidup diatap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak;

H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air; W adalah beban angin; E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989,

atau penggantinya; dengan,

L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan L = 1 bila L 5 kPa. Kekecualian: Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada Persamaan (6.2-3), (6.2-4), dan (6.2-5) harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar dari 5 kPa.

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 1

BAB III KOMPONEN STRUKTUR TARIK

Batang tarik dapat terbuat dari profil bulat ( ), pelat ( ), siku ( ), dobel

siku ( ), siku bintang ( ), kanal tunggal/dobel ( , ), dan lain lain.

Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu (a) leleh penampang pada daerah yang jauh dari hubungan (las), (b) fraktur pada penampang efektif neto pada lubang-lubang baut di hubungan, (c) keruntuhan blok geser pada lubang-lubang baut di hubungan.

Untuk kasus (a) berlaku, tahanan tarik nominal

Nn = fy Ag …………………………………………….. (1)

yang mana fy adalah kuat leleh (MPa) Ag adalah luas penampang bruto

Untuk kasus (b). Pada hubungan yang menggunakan baut maka senantiasa terjadi konsentrasi tegangan disekitar lubang baut.

Pada kasus (b) yang mana leleh terjadi secara lokal menyebabkan terjadinya fraktur pada luas penampang neto maka tahanan nominal,

Nn = fu Ae …………………………………………….. (2)

yang mana fu adalah kuat tarik Ae adalah luas penampang efektif.

fy < fy

< y y

T1T1

fy

y

T2 > T1 T2 > T1

fy

y

T3 > T2 T3 > T2

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Perhatikan bahwa fu telah digunakan dalam Pers. (2) untuk daerah lokal sedangkan fy digunakan pada Pers. (1) untuk daerah yang lebih panjang. Sebetulnya fu juga dapat digunakan pada Pers. (1) namun hal ini akan menyebabkan perpanjangan total yang cukup besar sehingga menimbulkan redistribusi gaya yang berlebihan kepada komponen-komponen struktur lainnya. Karena koefisien variasi dari fu lebih besar daripada koefisien variasi dari fy maka faktor tahanan = f (untuk fu) juga lebih kecil daripada faktor tahanan = y(untuk fy).

Luas neto

Lubang-lubang baut dapat dibuat dengan beberapa cara. Cara yang termurah dan termudah adalah menggunakan metode punching dengan diameter lubang 1,5 mm lebih besar daripada diameter alat pengencang (keling atau baut). Metode tersebut akan mengurangi kekuatan daerah pinggiran lubang baut, sehingga dalam analisis diameter lubang diambil sebagai diameter lubang + 1,5 mm atau diameter alat pengencang + 3 mm.

Metode pelubangan kedua adalah dengan cara punching dengan diameter yang lebih kecil daripada diameter rencana kemudian melakukan reaming hingga mendapatkan diameter rencana. Metode tersebut memberikan ketelitian yang lebih baik daripada cara sebelumya, namun lebih mahal.

Metode ketiga adalah dengan cara langsung membor lubangnya sebesar diameter alat pengencang + 0,75 mm. Metode tersebut biasa digunakan pada pelat-pelat yang tebal dan adalah cara yang termahal diantara ketiga cara tersebut di atas.

Luas neto penampang batang tarik yang relatif pendek (komponen penyambung) tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas brutonya, An 0,85 Ag.

Contoh:

Ag = t . d = 6 * 75 = 450 mm2

An = [d – ( + 1,5)] * t

= [75 – (10 + 1,5)] * 6 = 381 mm2 (~ 85% Ag)

Luas Neto Akibat Lubang Selang-seling

d = 75 mm T T

= 10 mm (punching)

t = 6 mm

T T

sp

a

sg

diameter lubang = (punching) b

c

df

e

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 3

Panjang neto a – d = (a – d) – 2 ( + 1,5)

Panjang neto a – b – e – f = (a – d) – 2 ( + 1,5) + g

2p

s4s

Contoh:

Garis a-b-c-d : 400 – 2 (17,5 + 1,5) = 362 mm

a-b-e-c-d : 400 – 3 (17,5 + 1,5) + 2 100*4

302 = 347,5 mm

a-b-f-g : 400 – 3 (17,5 + 1,5) + 2 100*4

302

= 347,5 mm

menentukan (~ 86% Ag) OK

Untuk profil siku nilai sg = sg1 + sg2 – t

Contoh:

TT

30

a

= 17,5 mm (punching)

b

c

dg

f

e100

100

30

400

sg2

sg1

t

t

33 27

33

27

t

60

sp

60.60.6

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 4

sg1 = sg2 = 33 mm sg = sg1 + sg2 – t = 33 + 33 – 6 = 60 mm

= 10 mm (punching) Ag = 691 mm2

Panjang a-b-c-d : (60 + 54 ) – ( + 1,5) = 114 – (10 + 1,5) = 102,5 mm

Panjang a-b-e-f : (60 + 54 ) – 2 ( + 1,5) + 60*4

302

= 114 – 2 * 11,5 + 60*4

302 = 94,75 mm (~ 83% Ag)

Luas Neto Efektif

Luas neto yang diperoleh sebelumnya harus dikalikan dengan faktor efektifitas penampang, U, akibat adanya eksentrisitas pada sambungan; demikian sehingga didapat Ae = U An

yang mana Ae adalah luas neto efektif U adalah koefisien reduksi An adalah luas neto penampang

Koefisien reduksi U untuk hubungan yang menggunakan baut atau keling diperoleh dari persamaan berikut:

U = 1 - Lx 0,9

dimana x adalah jarak dari titik berat penampang yang tersambung secara eksentris ke bidang pemindahan beban;

L adalah panjang sambungan dalam arah kerja beban

sg = 60

27

sp = 30

27

60a

b

c

d

e

f

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Untuk hubungan dengan las.

1) Bila komponen struktur tarik dilas kepada pelat menggunakan las longitudinal di kedua sisinya,

Ae = U Ag w

2w U = 1,0 1,5w 2w U = 0,87 w < 1,5w U = 0,75

2) Bila komponen struktur tarik dihubungkan menggunakan las transversal saja,

Ae = U Ag = Akontak

3) Bila komponen struktur tarik dihubungkan kepada baja bukan pelat menggunakan las longitudinal/transversal

Ae = U Ag = AgContoh:

w

Akontak

WF 300.300.10.15

T/2

T/2

T

50 50 L = 50 + 50 = 100 mm

c.g

= max ( , )x x1 x2

x2

x1c.g dari penampang ½ I

x

x

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 6

10*13515*300

152

135*10*1357,5*15*300x

= 24,80 mm

U = 1 – 100

80,24 = 0,75

Ae = 0,75 An

Geser Blok

Suatu keruntuhan dimana mekanisme keruntuhannya merupakan kombinasi geser dan tarik dan terjadi melewati lubang-lubang baut pada komponen struktur tarik disebut keruntuhan geser blok. Keruntuhan jenis ini sering terjadi pada sambungan dengan baut terhadap pelat badan yang tipis pada komponen struktur tarik. Keruntuhan tersebut juga umum dijumpai pada sambungan pendek, yaitu sambungan yang menggunakan dua baut atau kurang pada garis searah dengan bekerjanya gaya.

Pengujian menunjukkan bahwa keruntuhan geser blok dapat dihitung dengan menjumlahkan tarik leleh (atau tarik fraktur) pada satu irisan dengan tahanan geser fraktur (atau geser leleh) pada bidang lainnya yang saling tegak lurus. Tahanan tarik blok geser nominal ditentukan oleh Pers. (a) atau (b) berikut ini, dengan fraktur mendahului leleh atau rasio fraktur/leleh terbesar.

Tn = 0,6 fy Agv (leleh) + fu Ant (fraktur) ….………………………... (a)

Tn = 0,6 fu Anv (fraktur) + fy Agt (leleh) ...…………………………. (b)

Contoh: = 23,5 mm (punching)

t = 6 mm BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)

300

150

15x

10Penampang ½ I

a b

c

geser

tarik T

geser tarik

60 80 60

60

80

200

1 2 1

Tn

geser

tarik

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 7

Blok geser :

½ Tn = 0,6 fy Agv + fu Ant = 0,6 * 240 * 6 * (80 + 60)

+ 370 * 6 * [60 – ½ (23,5 + 1,5)] = 120960 + 105450

= 22,6 ton

atau ½ Tn = 0,6 fu Anv + fy Agt = 0,6 * 370 * 6 [80 + 60 – 1½ (23,5 + 1,5)]

+ 240 * 6 * 60 = 136530 + 86400

= 22,3 ton

Tn = 44,6 ton

Blok geser :

Tn = 0,6 fy Agv + fu Ant = 0,6 * 240 * 2 * 6 * (80 + 60)

+ 370 * 6 * [80 – (23,5 + 1,5)] = 241920 + 122100

= 36,4 ton

Tn = 0,6 fu Anv+fy Agt= 0,6 * 370 * 2 * 6 * [80 + 60 – 1½ (23,5 + 1,5)]

+ 240 * 6 * 80 = 273060 + 115200

= 38,8 ton

Tn = 38,8 ton (menentukan)

Jadi tahanan nominal akibat blok geser adalah Tn = 38,8 ton

leleh : 0,6 fy Agv geser fraktur : 0,6 fu Anv

leleh : fy Agt tarik fraktur : fu Ant

Kriteria Kelangsingan Komponen Struktur Tarik

Kelangsingan komponen struktur tarik, = L/r, dibatasi sebesar 240 untuk batang tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. Ketentuan tersebut tidak berlaku untuk profil bulat.

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 8

Penyaluran Gaya pada Sambungan

Anggapan dasar: Alat pengencang (baut atau keling) dengan ukuran yang sama akan menyalurkan gaya yang sama besarnya bila diletakkan secara simetris terhadap garis netral komponen struktur tarik.

Contoh:

t = 8 mm = 23,5 mm (punching)

BJ 37: (fy = 240, fu = 370)

Satu alat pengencang menyalurkan 101 Tn

Potongan 1-3-1:

Gaya yang bekerja pada potongan 1-3-1 sebesar 100% Tn

An = 8 [300 – 3 (23,5 + 1,5)] = 1800 mm2 ( 75% Ag)

Tn = Ae fu = U An fu

U = 1 – 30*3

4 = 0,96 0,9 U = 0,9

Tn = 0,9 * 1800 * 370 = 60 ton

Potongan 1-2-3-2-1:

Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-3-2-1 sebesar 100% Tn

An = 8 [300 – 5(23,5 + 1,5) + 40*4

302 * 4] = 1580 mm2 ( 66% Ag)

Tn = Ae fu = U An fu

= 0,9 * 1580 * 370 = 52,6 ton (menentukan)

30

Tn

60

80

80

60

30

30040

40

1

2

3

2

1

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 9

Potongan 1-2-2-1:

Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-2-1 sebesar 90% Tn

An = 8 [300 – 4(23,5 + 1,5) + 40*4

302 * 2] = 1690 mm2 ( 70% Ag)

90% Tn = Ae fu = U An fu

= 0,9 * 1690 * 370 = 56,3 ton

Tn = 62,5 ton

Resume Komponen Struktur Tarik

t Tn Tu

(1) Leleh pada penampang bruto,

y Tn = 0,9 fy Ag

(2) Fraktur tarik pada penampang efektif,

f Tn = 0,75 fu Ae

(3) Fraktur geser pada penampang neto,

Vn = 0,75 (0,6 fu) Anv

(4) Fraktur tarik pada penampang neto,

Tn = 0,75 fu Ant

(5) Kombinasi geser-tarik:

a) Bila fu Ant 0,6 fu Anv

Rbs = 0,75 (0,6 fy Agv + fu Ant)

b) Bila 0,6 fu Anv > fu Ant

Rbs = 0,75 (0,6 fu Anv + fy Agt)

Keruntuhanblok geser

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 10

Contoh:

Bila D = 2/3 L, tentukan beban kerja yang dapat dipikul oleh komponen struktur tarik berikut.

BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa) = 18 mm (punching)

b = 16 mm

(a) Tahanan pada penampang bruto,

y Tn = y Ag fy = 0,9 * 1876 * 240 = 40 ton

(b) Tahanan pada penampang neto,

An1 = 1876 – ( + 1,5) * 8

= 1876 – (18 + 1,5) * 8 = 1720 mm2 (91% Ag)

An2 = 1876 – 2 ( + 1,5) * 8 + 60*4

302 * 8

= 1876 – 2 (18 + 1,5) * 8 + 60*4

302 * 8

= 1594 mm2 (85% Ag)

An = 1594 mm2

U = 1 – Lx 0,9

= 1 – 180

4,32 = 0,82

Ae = U An = 0,82 * 1594 = 1307 mm2

120.120.8

x

= 32,4 mm

Ag = 1876 mm2

x

120 60

30

30

L = 180

30 30 30

Tu(D,L)

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 11

f Tn = f Ae fu = 0,75 * 1307 * 370 = 36,3 ton (menentukan)

Jadi nilai tahanan rencana, Td = 36,3 ton

Td Tu = 1,2 D + 1,6 L

= 1,2 * 32 L + 1,6 L = 2,4 L

L 4,2

Td = 15 ton

D L32 = 15*

32 = 10 ton

D + L = 10 + 15 = 25 ton

Bila digunakan beberapa baut berukuran besar, atau bila tebal pelat sayap profil cukup tipis, maka perlu ditinjau kemungkinan keruntuhan blok geser.

Contoh:Tentukan tahanan rencana komponen struktur tarik berikut ini.

BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa) = 18 mm (punching)

b = 16 mm

(a) Tahanan pada penampang bruto,

y Tn = y Ag fy = 0,9 * 813 * 240 = 17,6 ton

(b) Tahanan pada penampang neto,

An = 813 – ( + 1,5) * 6

= 813 – (18 + 1,5) * 6 = 696 mm2 (86% Ag)

U = 1 – Lx 0,9

= 19,3 mm

Ag = 813 mm2

X

70.70.6

x

70

40

30

30 50 50 50

geser

tarik Tu

Komponen Struktur Tarik Sindur P. Mangkoesoebroto 12

= 1 – 3*50

3,19 = 0,89

f Tn = f U An fu = 0,75 * 0,89 * (0,85*813) * 370

= 17 ton

(c) Tahanan blok geser,

0,6 fu Anv = 0,6 * 370 * [180 – 3½ * ( + 1,5)] * 6

Anv/t = 111,75 = 14,9 ton

fu Ant = 370 * [40 – ½ * ( + 1,5)] * 6 = 6,72 ton

Ant/t = 30,25

Karena 0,6 fu Anv > fu Ant maka

f Rbs = 0,75 (0,6 fu Anv + fy Agt)

= 0,75 (0,6 * 370 * 111,75 + 240 * 40) * 6

= 15,5 ton (menentukan)

Jadi nilai tahanan rencana komponen tarik adalah 15,5 ton (akibat blok geser).

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 1

PENGANTAR ANALISIS KEANDALAN Analisis keandalan berikut ini didasarkan pada mean value first order second moment (MVFOSM). Pada dasarnya metode ini tidak terlalu teliti namun dapat dianggap memadai untuk digunakan sebagai pengantar pada analisis yang lebih canggih misalnya FORM (first order reliability method) dan SORM (second order reliability method). Contoh: Akibat beban-beban hidup dan mati yang ditetapkan berdasarkan peraturan muatan diketahui gaya-gaya tarik yang bekerja pada batang CE adalah TD = 9,75 * 104 N dan TL = 14,6 * 104 N. Batang CE terbuat dari 70.70.6 (A = 2 * 812,7 mm2) dengan kuat leleh fy = 240 MPa. Tentukan indeks keandalan ( ), peluang kegagalan (pf), faktor-faktor beban ( D,

L), faktor tahanan ( ), dan faktor keamanan tunggal (SF), batang CE tersebut. Untuk menjawab pertanyaan tersebut diatas perlu pengetahuan mengenai distribusi dari R, D, L. Dalam bahasan selanjutnya akan ditinjau bila R, D, L adalah normal dan lognormal. R, D, L Normal dan Tak-bergantung Formulasinya adalah sebagai berikut: g(R,S) = R � S dimana g(R,S) adalah fungsi kinerja S = D + L adalah (pengaruh) beban luar R adalah tahanan tarik batang CE D adalah gaya tarik akibat beban mati L adalah gaya tarik akibat beban hidup. Karena R, D, L adalah normal maka g(R,S) juga normal seperti ditunjukan gambar berikut.

A

B

I

J D

C

F

E

H

G

R, S

S, normal

Sn S Rn R

R, normal

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Pada gambar diatas, adalah nilai rerata dan adalah deviasi standar. Dari kedua besaran tersebut didefinisikan koefisien variasi (V) adalah deviasi standar dibagi nilai rerata, dan indeks keandalan ( ) adalah invers dari koefisien variasi, atau

Koefisien variasi, V , dan

Indeks keandalan, V 1-

Nilai rerata dan deviasi standar dari g (R, S) dapat diperoleh berikut ini (R, S adalah dua varibel acak yang tak-bergantung), SRG -

2S

2R

2G

Sehingga indeks keandalan ( ) menjadi

2

S2

R

SR

G

G

- .................................................. (1)

dan peluang kegagalan (pf) adalah

dg g f p0

-Gf

G

G

G

G - - -

- 0

0-

-

2S

2R

SR

- 1 p f dimana adalah fungsi peluang kumulatif normal standar. Persamaan (1) dapat ditulis kembali sebagai 2

S2

RSR

fG (g)

gagal

0 g = R � S

G

G

g = R � S (normal)

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 3

SRSR

2S

2R

S

atau SSRR V - 1 ........................................... (2) dimana

SR

2S

2R

R

RR V

Karena LDS

2L

2DS dan maka Persamaan (2) menjadi

LDLDRR V - 1

LLDD V 1 V 1 yang mana

LD

2L

2D

atau

DDLD

2L

2D

SR

SRRR

SR

SR V

- 1 V

- - 1

+ LLLD

2L

2D

SR

SR V

- 1 ....................... (3)

Jadi

RSR

SR V -

- 1

DLD

2L

2D

SR

SRD V

- 1

LLD

2L

2D

SR

SRL V

-

1

dimana adalah faktor tahanan tengah D adalah faktor keamanan tengah untuk D L adalah faktor keamanan tengah untuk L Faktor bias ( ) didefinisikan sebagai berikut:

R

nR

R

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 4

D

nD

D

L

nL

L

maka Persamaan (3) menjadi,

nD

DLD

2L

2D

SR

SR

nR

RSR

SR

D V

- 1

R V

- - 1

+ nL

LLD

2L

2D

SR

SR

L V

- 1

dan faktor keamanan nominal menjadi:

R

D

DD

L

LL

dan angka kemanan tunggal (SF) adalah:

nn

n

L DR SF

Persamaan (3) dapat ditulis sebagai berikut:

nL

Ln

D

Dn

R

R L V 1 D V 1 RV 1

dimana ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan sebagai nilai awal = 0,75 dan

= 0,85; dan prosesnya dilakukan secara iterasi. Untuk contoh diatas diberikan TD = Dn = 9,75 * 104 N TL = Ln = 14,6 * 104 N Rn = 240 * 2 * 812,7 = 39 * 104 N

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Anggap R = 0,952 VR = 0,11 D = 1,05 VD = 0,1 L = 1,00 VL = 0,3

N 10 * 40,97 0,952

10 * 39 R 44

R

nR

N 10 * 9,28 1,05

10 * 9,75 T D 44

D

D

D

nD

N 10 * 14,6 1

10 * 14,6 L 44

L

nL

R = R . VR = 40,97 * 104 * 0,11 = 4,51 * 104 N D = 0,928 * 104 N L = 4,38 * 104 N

S = D + L = 23,9 * 104 N

24242L

2DS 10 * 4,38 10 * 0,928

= 4,5 * 104 N

0,19 10*9,2310 * 4,5 V 4

4

S

SS

R - S = 17,07 * 104 N R + S = 9,01 * 104 N D + L = 5,31 * 104 N

N 10 * 4,48 42L

2D

N 10 * 6,37 42S

2R

Indeks keandalan ( ),

2,68 10 * 6,3710 * 17,07

- 4

4

2S

2R

SR

Peluang kegagalan, pf = 1 - ( ) = 1 - (2,68) = 3,68 � Angka keamanan tengah,

0,79 0,11 10 * 9,0110 * 17,07 - 1 V

-

- 1 4

4

RSR

SR

1,16 0,110 * 5,3110 * 4,48

10 * 9,0110 * 17,07 1 V

- 1 4

4

4

4

DLD

2L

2D

SR

SRD

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 6

1,48 0,310 * 5,3110 * 4,48

10 * 9,0110 * 17,07 1 V

-

1 4

4

4

4

LLD

2L

2D

SR

SRL

Angka keamanan nominal,

0,83 0,9520,79

R

1,10 1,051,16

D

DD

1,48 1

1,48 L

LL

Jadi Rn = D . TD + L . TL 0,83 Rn = 1,10 TD + 1,48 TL atau 0,9 Rn = 1,20 TD + 1,60 TL Angka keamanan tunggal (SF),

1,60 10 * 14,6 10 * 9,75

10 * 39 T T

R SF 44

4

LD

n

R, D, L Lognormal dan Tak-bergantungSuatu variabel acak X terdistribusi lognormal bila XY n terdistribusi normal, jadi:

Y adalah mean value, dy y f y Y-

Y

Ym adalah median, 21 y F y m YY

y

-YY d f y F :imanad

y f Y

YY m

- < y <

y = n x

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 7

Median:

XXY m Y F m X F m Y F 21 n

maka XYY mm n dan XY n Fungsi kerapatan normal adalah:

2

Y

Y

YY

-y 21- exp

2 1 y f

2

Y

Y

YYX

-y 21- exp

2 1

x1

dxdyyf x f

m

x 1 21- exp

2 x 1

2

XYYn

Momen ke-r:

dxxf x XE0

Xrr

dxmx 1

21- exp

2 x

2

XY0 Y

1r-n

gunakan

XY m

x 1 p n p x

X

p

mx e Y - p 0 x

dp e m dx e m x YY pYX

pX

diperoleh:

dp e 2

m XE

-

rp p21-r

Xr Y2

x fX

normal

x

x 0 X , Y n

emodXm,median X,mean

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 8

Catatan:

0 a , 4ab exp

a dxbx xa- exp 2

222

untuk

2

1 a 21 a 2

Yr b

2 r 21 exp dx rx x

21- exp 22

YY2

sehingga 2

Y2

21r

Xr r exp m XE

untuk 2

Y21

XX exp m XE 1 r 2

Y2X

2 2 exp m XE 2 r 2Ye m - 2 expm XE 2

X2Y

2X

2X

22X

1e 1e e m 2Y

2Y

2Y 2

X2X

2Y2

1

e m XX

1e V2Y

2X

2X2

X

atau 1 V 2

X2Y n

2YXXY

21 - m nn

Catatan: 0,3 untuk x x~ x 1 22n sehingga bila 0,3 VX maka 2

X2Y V ~ atau XY V ~

dan XY ~ n Bila R adalah tahanan dan S = D + L adalah beban maka bila R, S lognormal dan tak-bergantung maka

lognormal SR S R, g

normal S R - g nnn SRg nnn -

2S

2R

2g nnn

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 9

Untuk lognormal 2

R21

RR - nn n

2R

2R V 1 nn

Sehingga 2

S21

S2

R21

Rg - - nnn nn

2R

2S2

1

S

R V 1 - V 1 nnn

2R

2S

21

S

R

V 1 V 1 nn

2R

2S

S

R

V 1 V 1 n

dan 2

S2R

2S

2R

2g V 1 V 1 nnnnn

2S

2R V 1 V 1 n

2S

2Rg V 1 V 1 nn

sehingga

2S

2R

2R

2S

S

R

g

g

V 1 V 1

V 1 V 1

n

n

n

n ............................. (4a)

Untuk VR, VS 0,3 berlaku

2S

2R

S

R

V V

~

n ............................................................... (4b)

Persamaan (4a) dapat ditulis sebagai berikut

2S

2R2

S

2R

SR V 1 V 1 exp V 1 V 1 n

atau

2S

2S

SR2R

2R

V 1

V 1 exp

V 1

V 1 exp

nn

2L

2L

L2D

2D

D V 1

V 1 exp

V 1

V 1 exp

nn ..... (5)

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 10

dimana

2S

2R

2S

2R

V 1 V 1

V 1 V 1

nn

n

dan nilai diperoleh dari persamaan berikut

2L

2L

L2D

2D

D2S

2S

S V 1

V 1 exp

V 1

V 1 exp

V 1

V 1 exp

nnn

Untuk keperluan perencanaan Persamaan (5) dapat ditulis

n2LL

2L

n2DD

2D

n2RR

2R

L V 1

V 1 exp D

V 1

V 1 exp R

V 1

V 1 exp nnn

Sehingga angka keamanan tengah menjadi,

2R

2R

V 1

V 1 exp

n

2D

2D

D V 1

V 1 exp

n

2L

2L

L V 1

V 1 exp

n

dan angka keamanan nominal adalah

R

D

DD

L

LL

dan angka keamanan tunggal

nn

n

L DR SF

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 11

Kembali pada contoh sebelumnya dapat dihitung 00

0f 5,54 ~ patau 2,54

0,73 0,85

= 0,81 = 0,85 SF = 1,60 D = 1,17 D = 1,11

L = 1,53 L = 1,53 atau 0,85 Rn = 1,11 Dn + 1,53 Ln atau 0,9 Rn = 1,17 Dn + 1,61 Ln Terlihat bahwa kedua jawaban tersebut tidak memberikan hasil yang identik untuk satu persoalan yang sama. Hal ini karena digunakan fungsi distribusi yang berbeda dan metode pendekatan mean value first order second moment (MVFOSM). Bila digunakan metode yang lebih canggih seperti first order reliability method (FORM) maka akan didapat hasil yang sama untuk persoalan yang sama seperti contoh tersebut diatas. Penggunaan FORM memungkinkan peninjauan terhadap semua variabel acak dengan fungsi distribusi yang berbeda (normal, lognormal, Type I, Type II, dan seterusnya) dan fungsi kinerja g (R, S) yang sedikit nonlinier. Inkonsistensi pada Metode Faktor Keamanan Tunggal Pada metode faktor keamanan tunggal berlaku

LD SF

sehingga akan timbul D dan L yang nilainya berbeda dengan peluang kegagalan yang berbeda pula terhadap beban hidup dan mati. Pada contoh sebelumnya (lognormal) D = 4,0 pf ~ 0,03 � L = 2,1 pf ~ 18 � Jadi peluang kegagalan akibat beban hidup (18 �) jauh lebih besar daripada peluang kegagalan akibat beban mati(0,03 �). Pada perencanaan LRFD untuk batang tarik digunakan (leleh lapangan) 0,9 Rn = 1,2 Dn + 1,6 Ln

atau n

n

n

nD

L 1,78 1,33 DR ........................................................ (6)

Karena dalam metode ASD, Rn = SF (Dn + Ln)

atau n

n

n

nD

L 1 SF DR ........................................................... (7)

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 12

maka dari Persamaan (6) & (7) dapat diperoleh

n

n

n

n

DL 1

DL 1,78 1,33

SF ........................................................ (8)

Kurva Persamaan (8) adalah sebagai berikut: Pada contoh sebelumnya telah dihitung SF = 1,60 maka nn DL = 1,5. Untuk

nn DL < 1,5 metode ASD dapat memberikan hasil yang sama dengan metode LRFD bila SF diambil < 1,6. Bila digunakan SF = 1,6 untuk nn DL < 1,5 maka metode ASD akan memberikan hasil yang lebih berat dengan indeks keandalan yang lebih tinggi. Sebaliknya bila digunakan SF = 1,6 untuk nn DL > 1,5 maka metode ASD akan memberikan hasil yang lebih ringan dengan indeks keandalan yang lebih rendah. Hasil yang diberikan oleh metode LRFD adalah demikian sehingga memberikan nilai indeks keandalan yang konstan.

Pada struktur baja, umumnya 2 DL 1

n

n , sedangkan pada struktur beton,

umumnya 1,5 DL ,50

n

n .

Factor of Safety vs Ln / Dnfor Tension Member

Ln / Dn

1.55

1.575

1.6

1.625

1.65

1 1.25 1.5 1.75 2

SF

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 13

Biaya Struktur Biaya struktur terdiri dari biaya awal/ investasi dan biaya (resiko) kegagalan. Biaya investasi tergantung daripada nilai yang dipilih; makin besar nilai maka makin besar biaya investasinya, dan sebaliknya, makin kecil maka makin kecil biaya investasi. Sebaliknya biaya (resiko) kegagalan meliputi biaya kerugian akibat korban jiwa, biaya oportuniti, biaya sosial, dan biaya perbaikan baik stuktural maupun non-struktural. Kedua biaya tersebut menjumlah menjadi biaya struktur menurut persamaan berikut ini. Ct = Ci( ) + Pf( ) Cf

atau CC

C ( )C

P ( )t

f

i

ff

dimana Ct adalah biaya struktur/ total, Ci adalah biaya investasi, Cf adalah biaya (resiko) kegagalan, Pf adalah peluang kegagalan. Biaya investasi dapat didekati dengan persamaan Ci( ) = a (1 + b ) sedang Pf ( ) = c exp (- /d), sehingga biaya struktur menjadi, Ct = a (1 + b ) + Cf c exp (- /d)

atau CC

a 1 bC

c exp(- / d)t

f f

dimana konstanta a, b, c, dan d ditentukan menurut keadaan lapangan dan diskusi sebelumnya. Sebagai contoh adalah suatu struktur bangunan yang dikonstruksi dengan biaya investasi Ci= Rp. 7,5 M, dan dengan a= Rp. 5 M, b= 0,25. Sedangkan parameter peluang keruntuhannya adalah c= 3,1 dan d= 0,4. Perhitungan simulasi memberikan biaya keruntuhan sebesar Cf= Rp. 25 M. Untuk kasus tersebut kurva Ct/Cf adalah sebagai berikut:

Pengantar Analisis Keandalan Sindur P. Mangkoesoebroto 14

Nilai (Ct/Cf)min= 0,32 dan terjadi pada indeks keandalan target T= 2,0 dengan peluang kegagalan sebesar 2%. Sehingga biaya total adalah Ct= 0,32 x Cf= 0,32 x Rp. 25 M= Rp. 8 M atau Rp. 0,5 M lebih tinggi daripada biaya investasinya. Suatu peraturan yang optimum adalah peraturan yang menghasilkan nilai indeks keandalan, , sama dengan T. Perhatikan juga bahwa, secara umum, untuk > T kurva Ct/Cf adalah linier sedangkan untuk < T kurva Ct/Cf adalah exponensial. Hal ini menunjukan bahwa cost penalty untuk yang terlalu kecil lebih berat daripada untuk yang terlalu besar. Level dalam Metode Perencanaan Struktur Metode perencanaan dapat dilakukan dengan beberapa taraf ditinjau dari sudut sofistikasinya sebagai berikut: Level 1: Adalah metode perencanaan menggunakan cara deterministik. Dalam

cara ini termasuk metode perencanaan menggunakan angka keamanan tunggal (ASD) atau angka keamanan parsial (LRFD). Metode LRFD diturunkan menggunakan konsep perencanaan Level 2.

Level 2: Metode perencanaan dengan kriteria kedekatan indeks keandalan

perencanaan terhadap suatu indeks keandalan target atau parameter keamanan lainnya.

Level 3: Metode perencanaan menggunakan analisis keandalan secara penuh

untuk mendapatkan peluang keruntuhan struktur akibat berbagai-bagai kombinasi pembebanan. Kriteria perencanaan didasarkan pada kedekatan indeks keandalan aktual terhadap indeks keandalan optimum.

Level 4: Metode perencanaan dimana biaya total menjadi kriteria optimasi.

Metode ini memaksimumkan fungsi kinerja yang membedakan keuntungan dan biaya sehubungan dengan perencanaan struktur tertentu.

Cost Ratio vs Reliability Index

0.250

0.300

0.350

0.400

0.450

0.500

0.550

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 1

M(x) M(x)

x

u(x)

BAB IV KOMPONEN STRUKTUR TEKAN

Analisis tekuk elastis dilakukan sebagai berikut:

M(x) = P u(x)

0 u(x) EIP

dx)x(u d

EIu(x) P -

EIM(x) -

dxud

2

2

2

2

dan solusinya adalah u(x) = sin kx + cos kx, dimana k2 = EIP

saat x = 0 u(x = 0) = 0 = . 0 + . 1 = 0 x = L u(x = L) = 0 = sin kL solusi exist bila 0 sin kL = 0 atau kL = n , n = 1, 2, �..

sehingga k2 = 2

22

Ln dan P = 2

22

Ln EI, n = 1, 2, ��..

nilai n ditetapkan demikian sehingga P memberikan tingkat energi yang minimum. Energi regangan adalah

U = L

0

22dx

EA2P

EI2)x(M

dimana M(x) = P u(x) = P sin n x/L

M2(x) = P2 2 sin2 n x/L

L

x

u(x)P P

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Energi, U = dx 2EAP dx

2EIx/Ln sin P L

0

2L

0

222

= 1 r2EA2

LP EA

LP 2 1

EI4LP

2

22222

yang mana r2 = I/A dengan r adalah jari-jari girasi. Gaya P > 0 yang memberikan energi terkecil (minimum) adalah bila n = 1 dan

Pcr = 2

2

LEI . Gaya P tersebut dinamakan gaya tekuk Euler, dan energi pada saat

menjelang tekuk ( 0) adalah

Ucr = LEI

2 1 2

4

yang mana r

L adalah faktor kelangsingan.

Gaya tekuk Euler, Pcr = 2

2

2

2 EA L

EI hanya berlaku bila pada setiap titik

pada penampang kolom nilai 2

2cr

crE A

P lebih kecil daripada fy. Hal

ini hanya dapat terjadi bila nilai cukup besar ( > 110). Untuk nilai yang cukup kecil ( < 110) maka yang terjadi adalah tekuk in-elastis atau bahkan leleh pada seluruh titik pada suatu penampangnya ( 20). Pada banyak kasus, yang terjadi adalah tekuk in-elastis. Pengaruh Tegangan Sisa Tegangan sisa pada penampang gilas panas sangat berpengaruh dalam menentukan tahanan tekuk kolom, sedangkan faktor-faktor lainnya seperti kelengkungan dan eksentrisitas awal tidak terlalu berpengaruh. Pengukuran tegangan sisa pada flens profil gilas panas dapat mencapai 140 MPa. Besar tegangan sisa tidak tergantung pada kuat leleh material, namun bergantung pada dimensi dan konfigurasi penampang, karena faktor-faktor tersebut mempengaruhi kecepatan pendinginan. Modulus elastisitas baja dengan memperhatikan tegangan sisa ditunjukkan secara skematis sebagai berikut:

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 3

Pada daerah in-elastis dilakukan formulasi pendekatan sebagai berikut:

2,0dxdu

IE'M(x)- 1

dxud2

2

M(x) = dA E 1

y - dA

catatanLihat

E-y dA y t

y

t

= dAyE IE'

M(x) dAyE1 2t

2t

dA y E I1 E' 2

t

x

u,y

P

1y

1/

x

fy

fy /2 elastis: 2

E2cr

200 110

in-elastis: 2'E2

cr

Daerah leleh (penguatan regangan): cr = fy

(fy = 240)

fy

fy<fy

90

Py /A

Pp /A

Akibat teg. Sisa & pengaruh geometri

P/A

E E’

elastis ( > 110)

in-elastis (20 < < 110)

leleh ( < 20)

0

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 4

Catatan: 1. Penyerdahanaan dari hubungan tersebut telah menimbulkan ketidaktelitian

dalam hasilnya, namun, dalam konteks praktis hal tersebut dapat diterima. 2. Dalam bahasan diatas Et adalah point-to-point tangent modulus dan E� adalah

sectional modulus of elasticity. Untuk material elasto-plastis berlaku berikut E (A) y, elastis Et (A) = 0 (A) > y, plastis

ycr0

ye

2

2

2

2

cr

elastis

e2

flim

fIIE 'E

II E dAy

IE 'E

Bila Ie = I dan cr = fy berlaku

cr = 2y

2 E = fy y

2

y fE

(A) > y, (plastis)

(A) y, (elastis)

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Contoh: Namakan A

P f . Saat bekerja 0 < f (= P/A) < fy/2

cr = 2f

A

P E y21

2

2f

E y

2

1

Saat bekerja: ½ fy < f (= P/A) < (½ + ½) fy

8 1

b t)2/b( t

II

3f12

1

3f12

1e

cr = /II E

2f

22

e2

y y

2

2 fE

2 1

cr = fy = /II E

23

e2

y

2

3 fE

2 2 1

Namakan Ef

yc , untuk E = 200 GPa dan fy = 240 MPa,

– –

+

fy/2

fy/2

+ f = fy/2 = P/A

– – fy =

– – –

b/2 b/4b/4

– –

+

b

fy /2

fy /2

diabaikan

Sumbu tekuk (lemah)

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 6

b/4b/4

– –+

b

fy /2fy /2

web diabaikan

b/4b/4fy /2

sumbu tekuk (lemah)

fy

fy /2

3 = 32 0

Reduksi akibat tegangan sisa

2 = 45 y = 91 1 = 128

c0 0,35 0,5 1 1,4

fy/ c2

1 = 128, c1 = 1,4 cr = fy /2

2 = 45, c2 = 0,5 cr = fy /2

3 = 32, c3 = 0,35 cr = fy

y = 91, cy = 1

Contoh: Saat bekerja: 0 < f (= P/A) < fy /2:

cr = 2f

E y21

2 2

fE

y

2

1

fy /2

– –

+

fy

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 7

Saat bekerja: fy /2 < f (= P/A) < (½ + ½) fy

Ie = ? , f = P/A

x0 = (1 - f /fy) b

3y3

f121

30f12

1e )ff - (1 8

bt)x2(t

II

cr = f II

E e22

2

dimana fy /2 < f (= P/A) < fy

y

3y

y

2

3y

yy

2e

222

f/f)/ff - (1 8

fE

)/ff - (1 8 f/ff

E II

fE

atau y

3y

y

2

2 /ff)/ff - (1 8

fE dimana ½ < f /fy < 1

Bila Ef

yc maka 2 1c dan

y

3y

2c f/f)/ff - (1 8

x0

elastis

fy

1

0,5

Reduksi akibat tegangan sisa

1 c2

ffy

Kom

pone

n St

rukt

ur T

ekan

Si

ndur

P. M

angk

oeso

ebro

to

8

AIS

C

SNI

1

f ycr

Ef

yc

(1,1

) (0

.9,1

)

(1.2

,0.5

6)

(1.4

,0.5

)

2 c1

Lele

h In

-ela

stik

43,167,0

6,1c

Elas

tik

2 c125,11

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 9

Tahanan Tekan Nominal Persamaan tegangan kritis untuk daerah elastis dapat ditulis sebagai berikut:

2c

2

2y

y2

2

y

cr 1

f E

f

dimana ;f

E

yc

y

2

y

Untuk penampang dengan elemen-elemen yang memiliki perbandingan lebar terhadap tebal lebih kecil daripada r pada Tabel 7.5-1 berlaku

Nn = Ag cr di mana cr = fy /

1 f Af

f A N ygy

crygn

Untuk c 0,25 = 1 (leleh)

0,25 < c < 1,2 = c 67,06,1

43,1 (tekuk in-elastis)

c 1,2 = 1,25 2c (tekuk elastis)

yang mana c = E/f y

Nilai di tetapkan dengan memperhatikan tegangan sisa dan eksentrisitas tak terduga yang merupakan faktor-faktor penting dalam masalah tekuk kolom namun faktor-faktor tersebut tidak dapat di kuantifikasi secara teliti. Tahanan tekan rencana adalah

Nd = c Nn Nu dengan c = 0,85 adalah faktor tahanan tekan, dan Nu adalah gaya tekan

terfaktor.

Komponen Struktur Tekan Tersusun Komponen struktur tersusun dari dua profil siku sama kaki di mana xy di analisis sebagai berikut:

ra

hy

y

xx

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 10

Untuk pelat kopel yang di baut kencang tangan 22

02m

dimana 0 adalah kelangsingan seluruh batang tersusun yang di anggap sebagai satu kesatuan, terhadap sumbu �y,

adalah kelangsingan terbesar batang tunggal, a adalah jarak antar pelat kopel, r adalah jari-jari girasi minimum profil tunggal. Untuk pelat kopel yang dilas atau di baut kencang penuh

21y2

220

2m

1 0,82

dimana m adalah kelangsingan profil tersusun,

1y = y1r

a , adalah kelangsingan batang tunggal sepanjang a

terhadap sumbu yang melalui titik berat profil tunggal dan sejajar sumbu-y,

r1y adalah jari-jari girasi batang tungal terhadap sumbu yang melalui titik berat profil tunggal dan sejajar sumbu �y,

1rr

rh/2

2

y1

y

1y adalah perbandingan separasi

h adalah jarak antara titik berat masing-masing profil tunggal. Catatan: Secara umum harus dipenuhi, x75,0 . Panjang Tekuk Dalam perhitungan kelangsingan, = Lk/r , harus digunakan panjang tekuk, Lk, yang sesui dengan kondisi ujung-ujung batang tekan. Panjang tekuk di tentukan berikut ini.

L

Lk = 0,65L Lk = 0,8L Lk = 1,0L Lk = 2,1L Lk = 2L (Teoritis: 0,5) (0,7) (1,0) (2,0) (2,0)

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 11

Untuk kasus-kasus lainnya, gunakan nomogram tekuk untuk kasus dengan goyangan atau tanpa goyangan dimana

G = b

k

)L/I()L/I(

dimana I adalah momen inersia L adalah panjang balok/kolom k adalah notasi untuk kolom b adalah notasi untuk balok Kelangsingan batang tekan dibatasi demikian sehingga:

200 r

L maxk

max

Contoh:

d = 300 mm r0 = 18 mm b = 300 mm h = 234 mm tw = 10 mm rx = 131 mm tf = 15 mm ry = 75,1 mm BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa) Ag = 11980 mm2

Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni) Flens Web

10 15

2300 t

2b

f

f 23,4 10234

th

w

10,97 240

170 f

170

yp 32,27

240500

f500

yp

yf

f

f170

t2/b Pen. kompak

yw f500

th Pen. kompak

Penampang kompak

L = 4000 mm

IWF 300.300.10.15

Nu = 200 t

h = d – 2 (tf + r0)

h

bf

tf

tw

xx

y

y

d

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 12

Panjang tekuk: kc = 0,8

L = 4000 mm

Lk = kc L = 0,8 * 4000 = 3200 mm

x = 1313200

rL

x

k = 24,42

y = 75,13200

rL

y

k = 42,6

Arah � x: (sumbu kuat)

0,27 10 * 200

240 24,42 Ef

3yx

cx

0,25 < cx (= 0,27) < 1,2 x = cx 0,67 - 6,1

43,1

= 1,01 0,27 * 0,67 - 6,1

43,1

cr = 1,01240

f

x

y = 238 MPa

Nn = Ag cr = 11980 * 238 = 285 ton

285 * 0,85

200 N

N

nc

u = 0,83 < 1 OK

Arah � y: (sumbu lemah)

0,47 10 * 200

240 42,6 Ef

3yy

cy

0,25 < cy (= 0,47) < 1,2 y = 1,11 0,47 * 0,67 - 6,1

43,1

cr = 1,11240

f

y

y = 216 MPa

Nn = Ag cr = 11980 * 216 = 258 ton

258 * 0,85

200 N

N

nc

u = 0,91 < 1 OK

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 13

Contoh:

Untuk 1 profil: rx = ry = 30,4 mm b = 100 mm r = 19,5 mm t = 10 mm Ag1 = 1900 mm2 I1y = I1x = 175 * 104 mm4

BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa) Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni)

10 mm 10mm 100

t b

12,9 240

200 f

200

y

t b (= 10) <

yf200 (= 12,9) Penampang tak-kompak

Analisis dalam arah � x: (sumbu lemah) kc = 0,8 Lk = kc L = 0,8 * 4000 mm = 3200 mm rx = 30,4 mm L = 4000 mm

105 30,43200

rL

x

kx

1,16 10 * 200

240 105 Ef

3yx

cx

0,25 < cx (= 1,16) < 1,2 x = cx 0,67 - 6,1

43,1 = 1,74 1,16 * 0,67 - 6,1

43,1

L = 4000

Nu

Nu = 40 t

8 mm

y

y

xx

100.100.10

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 14

cr = 1,74240

f

x

y = 138 MPa

Nn = Ag cr = 2 * 1900 * 138 = 52 ton

52 * 0,85

40 N

N

nc

u = 0,90 < 1 OK

Analisis dalam arah � y: Kelangsingan batang tekan dalam arah � y akan dibuat lebih kecil daripada dalam arah � x, karena mekanisme tekuk akan dibuat terjadi dalam arah � x. Hal ini diupayakan untuk meningkatkan efisiensi penampang tersusun. Anggap tebal pelat kopel 8 mm.

½ Iy = I1y + s2 A1 = 175 * 104 + 32,22 * 1900 = 372 * 104 mm4

ry = mm 44 1900

10 * 372 A

I 4

1

y21

0 = 73 44

3200 rL

y

k

a). Bila kopel dibaut kencang tangan dan ada 3 bentang terkopel,

68 19,5

4000/3 r

L/3 ra

9953 68 73 22220

2m

m = 100 < x (= 105) tekuk terjadi pada sumbu � x b). Bila kopel dibaut kencang penuh atau las dan ada 3 bentang terkopel,

44

30,44000/3

30,4L/3

ra

y1y1

1,06 30,432,2

rs

r/2s2

rh/2

1y1y1y

6169 44 * 1,06 1

1,06 0,82 73 1

0,82 22

222

1y2

220

2m

m = 79 < x (= 105) tekuk terjadi terhadap sumbu � x dengan lebih

meyakinkan daripada bila kopel dipasang dengan baut kencang tangan.

8 mm

y

s

1y

1y

s = 32,2 mm

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 15

Contoh:

b = 300 mm Ag = 59,90 * 102 mm2 d = 150 mm rx = 36,4 mm tw = 10 mm ry = 75,1 mm tf = 15 mm BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)

Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni) Flens Web

Tidak ada ketentuan 15 10

150 td

w

21,62 240

335 f

335

y

wtd (= 15) <

yf335 (= 21,62)

Penampang tak-kompak Kelangsingan batang: kc = 0,8 ; L = 4000 mm Lk = kc L = 0,8 * 4000 = 3200 mm

88 36,43200

rL

x

kx tekuk terjadi pada arah � x

43 75,13200

rL

y

ky

L = 4000 mm

Nu

Nu = 80 t

T 150.300

150

300

tf = 15 mm

tw = 10 mm

y

y

xx

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 16

Arah � x: (sumbu lemah)

0,97 10 * 200

240 88 Ef

3yx

cx

0,25 < cx (= 0,97) < 1,2 x = 1,51 0,97 * 0,67 - 6,1

43,1

cr = 1,51240

f

x

y = 159 MPa

Nn = Ag cr = 5990 * 159 = 96 ton

96 * 0,85

80 N

N

nc

u = 0,98 < 1 OK

Arah � y: (sumbu kuat)

0,47 10 * 200

240 43 Ef

3yy

cy

1,12 0,47 * 0,67 - 1,6

1,43 y

cr = 1,12240 = 215 MPa

Nn = 5990 * 215 = 129 ton

129 * 0,85

80 N

N

nc

u = 0,73 < 1 OK

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 17

Tabel 7.5-1 Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan ( yf dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).

Jenis Elemen Perbandingan lebar terhadap

tebal

Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal

( ) p (kompak)

r (tak-kompak)

Pelat sayap balok-I dan kanal dalam lentur

b/t yf/170 [c] ry ff/370 [e]

Pelat sayap balok-I hibrida atau balok tersusun yang di las dalam lentur

b/t yff/170

eryf k/)ff(420

[e][f]

Pelat sayap dari komponen-komponen struktur tersusun dalam tekan

b/t - ey k/f/290 [f]

Sayap bebas dari profil siku kembar yang menyatu pada sayap lainnya, pelat sayap dari komponen struktur kanal dalam aksial tekan, profil siku dan plat yang menyatu dengan balok atau komponen struktur tekan

b/t - yf/250

Sayap dari profil siku tunggal pada penyokong, sayap dari profil siku ganda dengan pelat kopel pada penyokong, elemen yang tidak diperkaku, yaitu, yang ditumpu pada salah satu sisinya

b/t - 200 / f y

Pelat badan dari profil T d/t - 335 / f y

Catatan: Berdasarkan kelangsingan pelat penyusunnya (b/t), penampang profil baja dikelasifikasikan kedalam tiga kategori:

1. penampang kompak, ptb

;

2. penampang tak-kompak, rp tb

;

3. penampang langsing, rtb

.

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 18

Tabel 7.5-1 (Lanjutan) Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal untuk elemen tertekan ( yf dinyatakan dalam MPa, simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).

Jenis Elemen Perbandingan lebar

Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal

terhadap tebal ( )

p (kompak)

r (tak-kompak)

Pelat badan dari penampang persegi panjang dan bujursangkar berongga dengan ketebalan seragam yang dibebani lentur atau tekan; pelat penutup dari pelat sayap dan pelat diafragma yang terletak di antara baut-baut atau las

b/t yf/500

yf/625

Bagian lebar yang tak terkekang dari pelat penutup berlubang [b]

b/t - yf/830

Bagian-bagian pelat badan dalam tekan akibat lentur [a]

h/twyf/680.1 [c] yf/550.2 [g]

Bagian-bagian pelat badan dalam kombinasi tekan dan lentur

h/tw Untuk Nu / bNy<0,125 [c]

yb

u

y NN

f75,2

1680.1

[g]

yb

u

y NN

f74,01550.2

Untuk Nu/ bNy>0,125 [c]

yyb

u

y fNN

f66533,2500

Elemen-elemen lainnya yang diperkaku dalam tekan murni; yaitu dikekang sepanjang kedua sisinya

b/t h/tw

- yf/665

Penampang bulat berongga Pada tekan aksial Pada lentur

D/t [d] -

14.800/fy

22.000/fy 62.000/fy

[a] Untuk balok hibrida, gunakan tegangan leleh pelat sayap fyf sebagai ganti fy. [b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar. [c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3. Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar. [d] Untuk perencanaan plastis gunakan 9.000/fy.

[e] fr = tegangan tekan residual pada pelat sayap = 70 MPa untuk penampang gilas = 115 MPa untuk penampang tersusun

[f] w

e t/hk 4

tapi, 0,35 < ke < 0,763

[g] yf adalah kuat leleh minimum.

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 19

Gambar 7.5-1

Simbol untuk beberapa variabel penampang.

Gambar 7.6-1 Nilai kc untuk kolom dengan ujung-ujung yang ideal.

b

hw

tf

tw

tf t

t

hc

b

h

b

hc

h

bb

hw

Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 20

Gambar 7.6-2 (a) Nilai kc untuk komponen struktur tak bergoyang, dan (b) untuk komponen struktur bergoyang.

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 1

BAB V KOMPONEN STRUKTUR LENTUR

(Flens Tekan Terkekang Penuh Secara Lateral) Komponen struktur lentur adalah komponen stuktur yang menggabungkan batang tarik dan batang tekan dengan suatu separasi. Besar separasi tersebut dapat bersifat tetap atau berubah sebagai fungsi dari posisi. Untuk penampang komponen struktur lentur yang memiliki satu sumbu simetri atau lebih dan terbebas dari semua jenis tekuk serta dibebani pada pusat gesernya, tegangan lentur dapat ditentukan dengan cara berikut ini,

y

y

x

x

SM

SM

= y

xy

x

yx

IcM

IcM

yang mana: Sx, Sy adalah modulus penampang masing-masing terhadap sumbu-x dan sumbu-y, Ix, Iy adalah momen inersia masing-masing terhadap sumbu-x dan sumbu-y, cx, cy adalah jarak dari garis netral terhadap serat-serat extreem masing-masing terhadap sumbu-x dan sumbu-y,

Untuk balok dengan pengaku lateral yang memenuhi syarat dan kelangsingan elemen-elemen penampangnya lebih kecil daripada p, berlaku berikut ini,

cy

x x y y x x

cx

cy

y

xx c

ISx

yy c

IS

y

xx c

IS

zM

< y, < fy = y, = fy > y, = fy y, = fy

M < My M = My My < M < Mp M = Mp

1 2 3 4

cy

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Kondisi : M = )f(SIc

dAzc

dAzc

zyxx

y

2

yy

: M = yxxyy

xy

2

y

y

yy MSf

cIfdAz

cf

dAzczf

: M = Mpx = xyyy ZfdAzfdAzf

yang mana Zx = dAz adalah modulus plastis penampang.

Dengan demikian faktor penampang yx

pxx M

M adalah:

x

x

y

px S

ZMM

Faktor penampang terhadap sumbu-x, x, dari profil IWF bervariasi antara 1,09 ~ 1,18. Sedangkan terhadap sumbu-y, y, dapat mencapai 1,5.

Contoh:Tentukan faktor penampang terhadap sumbu-y, y, dari profil IWF berikut:

Zy = 4t

2t

2t-d4b t

2b22 ww

ff 2

= 2wf

2f t2t-d

41b t

21

Iy = 3wf

3f t2t-d

1212b t

121

= 3wf

3f t2t-d

121b t

61

Sy = b2 t2t-d

121

b2b t

61

2bI 3

wf3

fy

= 3w

f2f t

b t2-d

61b t

31

tw

y

tf tf

yb

d

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 3

y = tb

2tdb t

t2t-db tSZ

3w

-612

f31

2wf4

12f2

1

y

y

f

1,523~

Sendi Plastis

Bila tahanan lentur plastis penampang balok telah tercapai maka penampang balok tersebut akan berdeformasi secara plastis tanpa memberikan tambahan tahanan lentur, keadaan ini disebut balok telah membentuk sendi plastis. Diagram momen-kelengkungan (M - ) dari suatu penampang balok yang telah mengalami plastifikasi adalah sebagai berikut:

Agar suatu penampang dapat mencapai u maka harus dipenuhi tiga persyaratan yaitu kekangan lateral balok, t

b pada flens tekan, dan w

wt

h pada web.

Balok yang Terkekang Secara Lateral

Syarat tahanan, unb MM

yang mana, b = 0,9 adalah faktor tahanan, Mn adalah tahanan nominal, Mu adalah momen lentur terfaktor.

M

Mp

My

Mr

Pengaruh tegangan sisa, cacat, dan geometri penampang

Plastifikasi

y u

Daktilitas kelengkungan,

p

u

Kompak, p

Penampang Tak kompak, p r

Langsing, r …………… (lihat balok pelat)

p

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 4

Penampang kompak (0 < < p) Mn = fy Z yang mana, Z adalah modulus plastis penampang, fy adalah kuat leleh.

Untuk penampang dengan = r maka tahanan lentur nominal Mn = Mr. Momen residual, Mr, ditetapkan sebagai: Mr = (fy – fr) S

yang mana S adalah modulus penampang, fr adalah tegangan sisa, fy adalah kuat leleh.

Untuk penampang balok dengan p < < r maka tahanan lentur nominal ditetapkan dengan cara interpolasi linier sebagai berikut,

Mn = rpr

pp

pr

r M--

M-- , rp

yang mana adalah kelangsingan penampang balok (flens dan web), p, r lihat Tabel 7.5 – 1 (Peraturan Baja Indonesia).

Untuk penampang balok hibrida dimana fyf > fyw maka perhitungan Mr harus berdasarkan pada nilai yang lebih kecil dari (fyf – fr) dan fyw.

Contoh:Rencanakan balok berikut dengan beban mati D = 300 kg/m’ dan L = 1200 kg/m’. Bentang balok adalah = 10 m. Sisi tekan flens terkekang secara lateral. Gunakan profil I dengan dua jenis baja masing-masing BJ 37 dan BJ 55.

Jawab:qn

= 10.000

Mn

Mp

Mr

p r

(= b/t)

kompak tak kompak langsing

0

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 5

qu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 300 + 1,6 * 1200 = 2280 kg/m

Mu = *q*81

u2

= m- t28,5mm10.000*mmN

22,8*81 22 =

unb MM

atau Mn m- t31,70,9

m- t28,5M

b

u

p r

Flens f2t

byf

170ry f-f

370

Webw

w

th

yf1680

yf2550

fr = 70 MPa untuk profil gilas.

BJ 37 : (fu = 370 MPa, fy = 240 MPa)

Coba profil IWF 300.300.10.15 (ro = 18 mm)

p r

1015*2

3002tb

ff 10,97 28,4

23,410

15)(182-300th

w

ww 108 165

Penampang kompak.

Zx = b tf (d – tf) + tw (2d - tf)2

Zy = 21 tf b2 +

41 (d – 2tf) tw

2

hw = d – 2 (ro + tf)

d

b

y

y

x x

tw

tf

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Zx = 2

fwff t-2d t t-dtb

= 2

15-2

3001015-30015*300

= 1.464.750 mm3

Mp = fy Zx = 240 * 1.464.750 = 35 t-m

Mp (= 35 t – m) > b

uM (= 31,7 t-m) OK

Catatan: 33300

10.000d

BJ 55 : (fu = 550 MPa ; fy = 410 MPa)

Coba IWF 300.300.10.15 (ro = 18 mm) Ix = 20,4 * 107 mm4

p r

f (= 10) 8,4 20 ………… penampang tak kompak w (= 23,4) 83 126

Mp = fy . Zx = 410 * 1.464.750 = 60 t – m

Mr = (fy – fr) Sx = (fy – fr)2

dI x

= (410 – 70) 2

30010*4,20 7

= 46 t-m ……………… terlalu kuat

Coba IWF 250.250.9.14 (ro = 16 mm) Ix = 10,8 * 107 mm4

p r

f 8,914125 8,4 20 …… penampang tak kompak

w 219

190 83 126

Zx = b tf (d – tf) + tw2

ft-2d

= 250 * 14 (250 – 14) + 9 2

14-2

250

= 936.889 mm3

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 7

Sx = 2

25010*10,8

2dI 7

x = 864.000 mm3

Mp = fy Zx = 410 * 936.889 = 38 t – m

Mr = (410 – 70) * 864.000 = 29,4 t – m

Mn = rpr

pp

pr

r M--

M--

= m- t 37,629,4*8,4-208,4-,9838*

8,4-208,9-20

Mn (= 37,6 t – m) > b

uM (= 31,7 t-m) ………………. OK

Lendutan Balok

Lendutan balok untuk beberapa skenario pembebanan adalah sebagai berikut:

EIM

485

EIq

81

485

EIq

3845 2

o2

2o

4o

s

dimana 2oo q

81M

2b)b4-(3EI48

Pb 22s

M1s

EI16M-

21

s

qo

S/2 /2

S

aP

/2

b

/2

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 8

EI16M-

EI16M-

EIM

485 2

22

12

os

21o

2

3M-3M-5MEI48

1

Karena Mo = Ms + 2

MM 21 maka

2121s

2

s 3M-3M-M25M

255M

EI481

21s

2

M0,1-M0,1-MEI48

5

Lendutan tersebut harus dibatasi sesuai dengan Bab 6.4.3 pada Tatacara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung di Indonesia.

Geser pada Profil Gilas

Secara umum persamaan tegangan geser adalah:

y tIyQVv

yang mana, V adalah gaya lintang yang bekerja pada suatu penampang

qo

S

M1 M2

2oq

81

M1M2

M1M2

MsMo

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 9

Q(y) = 2

d

ydA adalah statis momen terhadap garis netral,

I adalah momen inersia, t adalah ketebalan penampang.

Dalam perencanaan dapat digunakan:

v = wtd

V

yang mana d adalah tinggi total penampang, tw adalah tebal web.

atau Vn = y d tw = 0,58 fyw d tw ~ 0,6 fyw d tw ……………………. (*)

yang mana fyw adalah kuat leleh web.

Persamaan (*) dapat digunakan bila persyaratan berikut ini dipenuhi,

yww f1100

th

Tahanan geser rencana adalah:

v Vn Vu

yang mana v = 0,9 , Vn adalah tahanan geser nominal, Vu adalah gaya lintang terfaktor.

Contoh:

Tentukan tahanan geser rencana profil IWF 300.300.10.15 d = 300 mm BJ 37: fu = 370 MPa tw = 10 mm fy = 240 MPa tf = 15 mm r0 = 18 mm

2d

y

dA

garis netral

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 10

Jawab : h = d – 2 (ro + tf) = 300 – 2 (18 + 15) = 234 mm

Vn = 0,6 fyw d tw = 0,6 * 240 * 300 * 10 = 43,2 ton

Vd = v Vn = 0,9 * 43,2 = 38,9 ton

Teori Umum Lentur

Tinjau suatu balok prismatis dengan penampang sembarang yang dibebani lentur pada bidang berikut ini,

adalah bidang kerja beban ; M

Persamaan kesetimbangan balok adalah: Nx = 0 x dA = 0 ............................................... (1) My = 0 My = - x z dA ........................................ (2) Mz = 0 Mz = - x y dA ........................................ (3)

23,410234

th

w

71240

1100f

1100

yw

yww f1100

th

y

z

x

My

M

Mz

x

tan = -zy My = M cos

Mz = M sin tan =

y

zMM

z

P

y

garis netral

Bidang

My

Mz

M

Cat.: Arah vektor momen positif ditentukan konsisten terhadap asumsi tensor tegangan.

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 11

Bidang netral adalah suatu bidang dimana lenturan terjadi tegak lurus terhadap bidang tersebut. Bidang netral dianggap bersudut terhadap sumbu z. Berikut adalah beberapa tinjauan untuk kasus = 0, = 2 , dan sembarang.

Kasus = 0: (Lentur terjadi pada bidang xy) Dalam kasus tersebut tegangan x dapat dinyatakan sebagai berikut:

x = -k1 y Persamaan (1), (2), dan (3) menjadi:

x dA = k1 y dA = 0 ..................................... (4) My = - x z dA = k1 yz dA = k1 Iyz ............... (5) Mz = - x y dA = k1 y2 dA = k1 Iz ................. (6)

Persamaan (4) menyatakan bahwa sumbu z adalah garis berat. Persamaan (5) dan (6) memberikan

z

z

yz

y1 I

MIM

k

atau tan II

MM

yz

z

y

z

Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari sumbu simetri maka Iyz 0 dan 2 , artinya garis netral tidak tegak lurus bidang kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0, = 2 , dan My = 0, artinya garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xy.

Kasus = 2 : (Lentur terjadi pada bidang xz) Persamaan tegangan x dapat dinyatakan sebagai berikut:

x = -k2 z Persamaan (1), (2), dan (3) menjadi:

x dA = k2 z dA = 0 ...................................... (7) My = - x z dA = k2 z2 dA = k2 Iy ................. (8) Mz = - x y dA = k2 yz dA = k2 Iyz ............... (9)

Persamaan (7) menyatakan bahwa sumbu y adalah garis berat. Persamaan (8) dan (9) memberikan

yz

z

y

y2 I

MI

Mk

atau tan II

MM

y

yz

y

z

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 12

Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari sumbu simetri maka Iyz 0 dan 0, artinya garis netral tidak tegak lurus bidang kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0, = 0, dan Mz = 0, artinya garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xz.

Kasus sembarang:Tegangan x dinyatakan sebagai superposisi (kasus elastis) dari dua kasus sebelumnya,

x =-k1 y - k2 z My = k1 Iyz + k2 Iy

Mz = k1 Iz + k2 Iyz

atau 1

2

zyz

yzy

z

y

kk

IIII

MM

z

y

yyz

yzz2

yzzy1

2

MM

II-I-I

I-II1

kk

2yzzy

yzyyz12

yzzy

yzzzy2 I-II

IM-IMk;

I-II

IM-IMk

dan zI-II

IM-IMy

I-IIIM-IM

- 2yzzy

yzzzy2

yzzy

yzyyzx ..... (10)

yang berlaku secara umum untuk kasus lentur. Anggapan yang perlu diingat dalam menurunkan Persamaan (10) adalah: a) balok adalah lurus b) prismatis c) sumbu –y dan –z adalah dua sumbu berat yang saling tegak lurus d) material adalah elastis linier e) tidak ada pengaruh puntir (semua beban bekerja pada pusat geser) f) Arah vektor momen positif sesuai perjanjian tensor tegangan.

Bila sumbu –y dan –z adalah dua sumbu utama yang saling tegak lurus atau bagian dari sumbu simetri dari suatu penampang yang paling tidak memiliki satu sumbu simetri maka Iyz = 0 dan Persamaan (10) untuk tegangan menjadi,

zI

My

IM-

y

y

z

zx (pada sumbu utama)

Bila pada serat-serat extreem dibatasi x fy maka berlaku:

1Sf

MSf

M

yy

y

zy

z

Komponen Struktur Lentur Sindur P. Mangkoesoebroto 13

adalah persamaan interaksi untuk Mz, My dan berlaku untuk daerah elastis linier saja. Garis netral adalah tempat kedudukan titik material dengan tegangan x = 0. Dengan me-nol-kan Persamaan (10) dan disusun kembali diperoleh,

yzyMM

yzMM

z

I-I

I-I tan

zy

yz

yz

yzy

yzz

I- tan I tan I-I

Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0 diperoleh,

tan1

IItan

y

z

artinya bila = /2 maka =0 terlepas dari nilai Iz dan Iy. Namun bila /2 maka nilai menjadi sangat bergantung kepada nilai Iz dan Iy; dalam hal ini bidang beban tidak tegak lurus bidang netral. Khusus untuk penampang dengan Iz = Iy,seperti penampang bujur sangkar, maka bidang beban senantiasa tegak lurus bidang netral.

Persamaan-persamaan yang dikembangkan diatas hanya berlaku untuk material elastis linier ( x < fy). Bila material telah mencapai daerah plastis seperti halnya untuk perencanaan lapangan maka persamaan berikut dapat digunakan untuk profil-profil yang paling tidak memiliki satu sumbu simetri,

1,0M

MM

M

nzb

uz

nyb

uy

yang mana Mu adalah momen terfaktor, Mn adalah tahanan lentur nominal,

b = 0,9 adalah faktor tahanan.

Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 1

BAB VI BEBAN TERPUSAT PADA PROFIL

1) Lentur Lokal pada Flens

Pu Rn tidak perlu stiffener = 0,9

Rn = 6,25 2ft fyf [N]

1 j > 10 tf =

½ j 10 tf

Bila 0,15 b tidak perlu stiffener

Leleh pada flens Lipat Tekuk Torsi Lateral

Tekuk Vertikal

bj

tfstiffener las Tepi

terbuka

Pu

stiffener

Pu

Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 2

2) Leleh Lokal pada Web

Ru Rn = ( k + N) fyw tw [=N] tidak perlu stiffener

dimana = 1,0 N k , pada tumpuan

5 bila j > d =

2,5 bila j d

3) Lipat pada Web (gambar sama dengan di atas)

Ru Rn = w

fyw

5,1

f

w2w t

tftt

1t [=N] tidak perlu stiffener

dimana = 0,75

355 bila j > d/2 ; = 3 dN

=

= 3 dN bila

dN 0,2

175 bila j d/2

= 0,2-dN4 bila

dN > 0,2

4) Tekuk Web Bergoyang

Ru Rn tidak perlu stiffener

dimana = 0,85

Ru Ru

(a) (b)

j

Tepi terbuka

Ru

N

j

d

N

Ru

N+2,5k

N + 5kfyw

k

tf

Ru

tw

k

k

Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 3

a) Sisi tekan flens fixed terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya Ru

Untuk b

f

w Lb

th 2,3 maka

Rn =3

b

f

w2

f3wr

Lb

th0,41

httC [=N]

Untuk b

f

w Lb

th > 2,3 Rn

Solusi: Ditempat bekerjanya Ru dipasang 1. Bresing lateral lokal di flens tarik, atau 2. Sepasang pengaku vertikal atau pelat pengganda

b) Sisi flens tekan bebas terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya Ru

Untuk b

f

w Lb

th 1,7 maka

Rn =3

b

f

w2

f3wr

Lb

th0,4

httC

Untuk b

f

w Lb

th > 1,7 Rn

Solusi: Dipasang bresing lateral lokal di flens tarik dan tekan ditempat bekerjanya Ru.

dimana Lb adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara lateral pada salah satu flens balok.

6,6 * 106 bila Mu < My dititik kerja RuCr =

3,3 * 106 bila Mu My dititik kerja Ru

5) Tekuk Web akibat Dua Gaya Simetris

tw h

bf

j

Tepi terbuka

RuRu

tw

Ru Ru

Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 4

Ru Rn tanpa stiffener = 0,9

Rn = 10.750 yw

3w fht [=N]

1 bila j > d/2 =

0,5 bila j d/2

6) Geser Web pada Daerah Panel

Vu Vn pelat pengganda atau pelat diagonal dimana = 0,90

a) Bila tidak dilakukan analisis khusus daerah panel terhadap stabilitas struktur.

Nu 0,4 Ny , Vn = 0,60 fy dc tw

Nu > 0,4 Ny , Vn = 0,60 fy dc twy

u

NN-1,4

b) Bila dilakukan analisis khusus daerah panel terhadap stabilitas struktur.

Nu 0,75 Ny , Vn = 0,6 fy dc twwcb

2cfcf

tddtb31

Nu > 0,75 Ny , Vn = 0,60 fy dc twy

u

wcb

2cfcf

NN1,2-1,9

tddtb31

dimana Ny = fy Ag

tcf

db

bcf

pelat diagonal

pelat terusan

pelat pengganda

dc

Nu

Nu

tw

fy

Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 5

7) Persyaratan Stiffener untuk Beban Terpusat

Pengaku vertikal atau diagonal, a) Lebar dua stiffener di kedua sisi web ditambah tebal web tidak boleh

kurang dari 2/3 lebar flens. b) Tebal stiffener tidak boleh kurang dari ½ tebal flens, dan tidak boleh

kurang dari lebar pelat stiffener dikalikan yf2501 .

Pengaku vertikal yang dipasang secara penuh dari flens atas hingga flens bawah karena gaya tekan yang bekerja terhadap flens balok biasa atau balok berdinding penuh harus direncanakan sesuai dengan persyaratan perencanaan komponen struktur tekan dengan persyaratan tambahan berikut ini: a) Panjang tekuk efektif 0,75 h b) Ada satu pasang pengaku vertikal c) Bagian dari pelat badan selebar 25 tw untuk pengaku interior atau 12 tw

untuk pengaku exterior.

8) Lain-lain

a) Pada ujung-ujung komponen struktur yang tidak merangka ke komponen struktur yang lain, harus dipasang sepasang pengaku vertikal penuh setinggi balok.

b) Pelat pengganda harus direncanakan sesuai dengan Standar Struktur Bangunan Baja Indonesia, Bab 12.

9) Contoh:

2500Pu2 = 50 ton

5000 2500300

Pu2 = 50 ton

Pu1 = 50 ton Pu1 = 50 ton

Pu1 + Pu2 = 100 ton

Pengaku vertikal

tw

Pengaku vertikal

25 tw

Interior

Pengaku vertikal

tw

12 tw

Exterior

Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 6

fyw = 240 MPa fyf = 240 MPa

k = 52 mm

N = 150 mm

(1) Leleh lokal pada web

Lapangan: Rn = ( k + N) fyw tw

(j > d) = 1,0 (5 * 52 + 150) * 240 * 13

= 128 ton > Pu1 (= 50 ton) OK

Tumpuan: Rn = ( k + N) fyw tw

(j < d) = 1,0 (2,5 * 52 + 150) * 240 * 13

= 87 ton < Pu1 + Pu2 (= 100 ton) perlu pengaku vertikal

(2) Lentur lokal pada flens

Lapangan: Rn = (6,25 2ft fyf)

(j > 10 tf) = 0,9 * 1,0 * (6,25 * 242 * 240)

= 78 ton > Pu2 (= 50 ton) OK

(3) Lipat pada Web

Lapangan: Rn = f

wyw

5,1

f

w2w t

tf

tt

1t

= 149

7001503

dN3

= 355

Rn = 0,75 * 355 * 132

1324*240

2413

1491

5,1

= 119 ton > Pu1 (= 50 ton) OK

Tumpuan: j = 300 j < d/2 = 175 d/2 = 350

13

24

300

700

(j > d/2)

Beban Terpusat pada Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 7

0,2-dN40,20,21~

143

dN

= 0,2-1434 = 0,66

Rn = 0,75 * 175 * 132

1324*240

24130,661

5,1

= 59 ton < Pu1 + Pu2 (= 100 ton) perlu pengaku vertikal

(4) Tekuk Web Bergoyang

Sisi tekan flens fixed terhadap rotasi

2,32,755000300

13

52-2

7002

Lb

th

b

f

w

Rn OK

Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 1

ANALISIS PLASTIS BALOK

Suatu balok dapat mencapai tahanan plastisnya menjelang kegagalannya. Hal ini dapat tercapai bila masalah tekuk lokal dan tekuk torsi lateral dapat dicegah. Bila suatu balok sederhana yang dibebani dengan suatu beban terpusat ditengah bentangnya mencapai plastifikasi maka panjang sendi plastis dapat ditentukan sebagai berikut:

lZS

MM

p

y

p

y

Dari diagram momen dapat di turunkan hubungan

1MM

2

21

p

y

1-1

/2 /2

(1- ) /2

¼ P My Mp

P

py

My

Mp

M

4

Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Untuk profil-I yang terlentur terhadap sumbu kuat penampang ~ 1,13 maka

0,121,13

1-1 ; dan untuk profil-I yang terlentur terhadap sumbu lemah ~ 1,5

maka 31

1,51-1 . Meskipun demikian, didalam praktek sendi plastis umumnya

dianggap berupa titik.

Lendutan di tegah bentang adalah

EIP

481 3

Pada saat leleh y

y41

4MPMP

EIM

1214M

EI481 2

yy3

y

Pada saat plastis

EIM

121

S

2y

yp

Redistribusi Gaya-dalam

Pada struktur-struktur statis tertentu hanya diperlukan satu sendi plastis untuk mencapai mekanisme keruntuhan. Pada struktur-struktur statis tak tentu yang sangat khusus, mekanisme keruntuhan juga dapat di capai melalui terbentuknya seluruh sendi plastis pada saat yang bersamaan. Dalam hal ini terbentuknya mekanisme keruntuhan pada stuktur statis tak tentu identik dengan pada struktur statis tertentu. Namun demikian, secara umum, pada stuktur statis tak tentu, terbentuknya sendi plastis atau kelompok sendi plastis akan terjadi secara berurutan hingga tercapainya mekanisme keruntuhan yang menjadi akhir dari riwayat suatu struktur.

My

Mp

y p

Pengaruh geometri penampang

Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 3

Tinjau contoh berikut ini,

P8896000

4000*2000*PbaPM 2

2

2

2

A

P5936000

4000*2000*2Pba2PM 3

22

3

22

B

P4446000

4000*2000*PbaPM 2

2

2

2

C

EIP10*790

6000*34000*2000

EIP

IE3baP 6

3

33

3

33

B

Saat titik A mencapai sendi plastisnya maka

MA = MP

889MPatauMP889 P

P

Untuk profil IWF 300.300.10.15 dimana Zx = 1.464.750 mm3, Ix = 20,4 * 107 mm4,dan MP = 35 * 107 N-mm

Maka ton 39889

10*35P7

75

466

B 10*20,4*10*210*3910*790

EIP10*790

= mm55,7

dan strukturnya menjadi

P

B

a = 2000 b = 4000

= 6000

A C

P = 39 ton

B C

Mp = 35 t-m

A

Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 4

dengan MB = 593 P = 593 * 39 * 104 = 23 * 107 N – mm MC = 444 P = 444 * 39 * 104 = 17 * 107 N – mm

sehingga sisa tahanan di B & C adalah MB = MP – MB = 35 * 107 – 23 * 107 = 12 * 107 N – mm MC = MP – MC = 35 * 107 – 17,3 * 107 = 17,7 * 107 N – mm

Bila kepada beban P diberikan tambahan menjadi P + 'P maka momen di A tak akan bertambah, sedang momen-momen di B dan C akan bertambah, hingga terjadi sendi plastis di B dengan struktur termodifikasi sebagai berikut.

2a2abP''M 3

2

B

= P'10376000*220002

4000*2000*'P3

2

a2

baP''M 2C

= P'889600020006000*2

4000*2000*'P2

a3IE12

baP'' 3

32

B

= EIP'10*1,97520006000*3

6000*EI*124000*2000*'P 9

3

32

Saat titik B mencapai plastifikasi maka BB M'M

1037 P’ = 12 * 107

P’ = 11,6 ton

mm-N10*10,310*11,6*889P'889'M 74C

EIP'10*1,975' 9

B

mm5,6210*20,4*10*2

10*11,6*10*1,975 75

49

P’

B C A

a = 2000 b = 4000

Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 5

dan strukturnya menjadi,

dengan sisa tahanan di C adalah 'M-M'M CCC

mm-N10*7,410*10,3-10*17,7 777

Kepada beban 'P masih dapat diberikan tambahan menjadi 'P + "P . Momen di B tidak akan bertambah, namun momen di C akan bertambah dengan struktur statis tertentu berikut,

MC = "P 4000

EIP"10*2,13P"

EI4000

31

EIbP"

31" 10

33

B

Saat titik C mencapai plastifikasi maka

'MM CC

4000 "P = 7,4 * 107 "P = 1,85 * 104 N

10*20,4*10*210*1,85*10*2,13

EIP"10*2,13" 75

41010

B

= 9,67 mm

P’

B C A

Mp Mp

P”

B C

b = 4000

Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Ringkasan:

Saat terbentuk satu sendi plastis: P1 = 39 ton

B1 = 7,55 mm

Saat terbentuk dua sendi plastis: P2 = P1 + 'P = 39 + 11,6 = 50,6 ton

B2 = B1 + 'B = 7,55 + 5,62 = 13,17 mm

Saat terbentuk tiga sendi plastis: P3 = P2 + "P = 50,6 + 1,85 = 52,45 ton

B3 = B2 + "B = 13,17 + 9,67 = 22,84 mm

Sehingga kurva beban vs defleksi adalah:

Dengan demikian, meskipun batas elastis struktur terjadi pada P = 39 ton, namun dengan melakukan redistribusi gaya-dalam, maka struktur tersebut dapat memikul P = 52,45 ton.

Beban Plastis – Cara Kesetimbangan

Bila tidak diperlukan informasi mengenai kurva beban vs defleksi maka penentuan beban plastis dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pertama-tama tentukan konfigurasi sendi plastis sehingga terbentuk struktur statis tertentu. Pada saat tersebut lakukan analisis kesetimbangan, maka akan diperoleh beban plastis yang menyebabkan mekanisme.

runtuh

P

P3 = 52,45 P2 = 50,6

00 B1 = 7,55 B2 = 13,17 B3 = 22,84 B

P1 = 39

Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 7

Contoh:

1)

pA MP41M

M4P p

2)

bP

ppB MM-abPM

7p 10*35*2*

4000*200060002M

baP

= 52,5 ton

3) PR:

P

B

a b

P

B C A

MpMp

2000

PP

1000 3000

6000

P

A

Analisis Plastis Balok Sindur P. Mangkoesoebroto 8

Beban Plastis – Cara Energi

Cara energi lebih mudah dilakukan daripada cara kesetimbangan. Prinsipnya adalah energi-dalam harus sama dengan energi-luar pada saat terbentuknya mekanisme keruntuhan. Energi terjadi bila gaya melakukan translasi dan momen melakukan rotasi. Lakukan hal ini untuk seluruh kemungkinan mekanisme keruntuhan. Beban plastis yang terkecil dari seluruh mekanisme yang mungkin adalah beban plastis yang menentukan.

Contoh1)

22MP p

pM4P

2)

2M2abMbP pp

P b1

a12M p

ton52,54000

12000

110*35*2 7

3) PR:

Catatan: Semua ketentuan pada Peraturan Struktur Baja Indonesia, Butir 7.5, harus dipenuhi.

MpMp

2 / 2 /

P

2000

PP

1000 3000

6000

MpMp

b/a

P

Mp Mp

b

ba

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 1

BAB VII SAMBUNGAN

7.1 BAUT DAN KELING

Sambungan baut dapat terbuat dari baut mutu tinggi atau mutu normal. Sambungan keling umumnya terbuat dari mutu normal. Sambungan baut mutu tinggi mengandalkan gaya tarik awal yang terjadi karena pengencangan awal. Gaya tersebut dinamakan proof load. Gaya tersebut akan memberikan friksi. Sehingga sambungan baut mutu tinggi hingga taraf gaya tertentu dapat merupakan tipe friksi (serviceability limit state); sambungan jenis ini baik untuk gaya bolak-balik. Untuk taraf gaya yang lebih tinggi, sambungan tersebut merupakan tipe tumpu (strength limit state). Baut mutu normal dipasang tanpa gaya tarik awal dan merupakan tipe tumpu. Sedangkan sambungan keling dipasang dengan pemanasan awal. Pada saat membara material keling diselipkan ke lubang keling dan salah satu ujungnya dipukul sementara ujung lainnya ditahan. Pukulan tersebut akan membentuk kepala keling pada ujungnya dan badan keling akan mengisi penuh lubang keling. Pada saat pendinginan, lubang keling akan memberikan gaya tarik awal, sehingga sambungan akan menjadi sangat �fit�. Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi dipasang dengan mula-mula melakukan kencang tangan dan diikuti dengan setengah putaran setelah kencang tangan; atau menggunakan kunci torsi yang telah dikalibrasi demikian sehingga menghasilkan setengah putaran setelah kencang tangan. Pada saat ini sambungan dengan baut biasanya lebih ekonomis daripada dengan keling. Berikut adalah spesifikasi baut dan keling,

Baut Mutu db Proof Stress Kuat Tarik (mm) (70% fu, MPa) (fu, MPa)

A307 Normal 6,4 � 10,4 - 410 A325 Tinggi 12,5 � 25,4 585 825 28,6 � 38,1 510 725 Keling Normal - 370

Perhitungan proof load adalah sebagai berikut:

Proof load = Proof Stress * As

As = 2

b n0,9743 - d

4 mm2

dimana db adalah diameter nominal baut, dan n adalah jumlah ulir per mm

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Tahanan Tarik Baut/Keling Tahanan tarik nominal satu baut/keling, Rn: Rn = b

uf As

Dimana buf adalah kuat tarik baut (MPa)

As = 2

b n0,9743 - d

4 mm2

n adalah jumlah ulir per mm Karena As = 0,75 0,79 Ab maka

Rn = buf (0,75 Ab)

dimana Ab adalah luas bruto satu baut Tahanan Geser Baut Tahanan geser nominal satu baut/keling, Rn: Rn = m Ab u * faktor reduksi m Ab (0,6 b

uf ) * 0,8 tanpa ulir pada bidang geser = m (0,75 Ab) (0,6 b

uf ) * 0,8 dengan ulir pada bidang geser 0,50 m b

uf Ab tanpa ulir pada bidang geser ~ 0,40 m b

uf Ab dengan ulir pada bidang geser Disini telah dianggap luas neto adalah 0,75 luas bruto, u = 0,60 b

uf , dan m adalah jumlah bidang geser. Tahanan Tumpu

pu = 0,6 p

uf untuk material pelat

L

d

t

Tu p

u

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 3

uT Rn = 2 t [L � d/2] p

u

= 1,2 puf dt [L/d � ½]

Untuk 322

dL Rn = 2,6 p

uf dt

Untuk baut tepi Rn = L t puf

Dalam peraturan diambil

Rn = 2,4 puf dt untuk semua jenis lubang

Rn = 2,0 puf dt untuk lubang sela panjang arah gaya.

Jarak antar baut 3d; jarak baut tepi dengan ujung pelat 1½ d. Untuk mengurangi bahaya korosi, jarak baut tepi terhadap ujung pelat 12 t 150 mm. Lubang Tersusun

Potongan 1 leleh Ag = b t

Potongan ABCDE fraktur An = t [b � 3 (d + 1½ mm)]

Potongan ABFDE fraktur An = t 2

21

1

21

21

g4s

g4s)mm1 (d 3 - b

Potongan ABFGH fraktur An = t 2

22

1

21

21

g4s

g4s)mm1 (d 3 - b

s1

A

Pu

b

s2

g1

g2

B

C

D

E H

G

F

I

tarik

geser

geser

fraktur

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 4

g = ga - 2t a + gb - 2

t b

= ga + gb � ½ (ta + tb)

umumnya ta = tb = t

g = ga + gb - t Contoh: Baut: jumlah 4 Pelat: tebal = 18 mm db = 22 mm lebar = 200 mm b

uf = 825 MPa lubang � standar jumlah bidang geser, m = 1 fy = 240 MPa p

uf = 370 MPa Tanpa ulir pada bidang geser

Leleh pada pelat: Tn = fy Ag = 0,9 * 240 * 18 * 200 = 78 ton Fraktur pada pelat: Tn = fu An

= 0,75 * 370 * [200 � 2 (22 + 3)] * 18 = 75 ton

Geser pada baut: Rn = 0,75 * (0,5 buf ) m (Ab * 4)

= 0,75 * 0,5 * 825 * 1 * ¼ * 222 * 4 = 47 ton

ga

gb

ta

tb

tarik

geser

75/2

T

75/275

T

TT

200

18

80

60

60

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Tumpu pada pelat: Rn = 0,75 (2,4 puf d t) * 4

= 0,75 [2,4 * 370 * (22 + 1½) * 18] * 4 = 112 ton Tahanan sambungan adalah 47 ton Rn Tu 47 ton 1,2D + 1,6L Bila D = L/2 maka 47 ton 2,2 L L 21,4 ton D 10,7 ton Jadi beban kerja yang boleh terjadi adalah W = L + D = 32,1 ton

Sambungan Tipe Friksi (BMT) – LRFD Vu Vn Vn = 1,13 * Proof load * m untuk satu baut

dimana m adalah jumlah bidang geser. = 0,35 1 untuk lubang standar 0,85 untuk lubang besar dan sela pendek 0,7 untuk lubang sela panjang arah gaya 0,6 untuk lubang sela panjang // arah gaya Pada kombinasi geser + tarik untuk b.m.t pada sambungan tipe friksi berlaku:

LoadProof 1,13

nT - 1 V

nV u

nu

dimana Tu/n adalah gaya tarik terfaktor untuk satu baut

=

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Kombinasi Geser dan Tarik pada Sambungan Tipe Tumpu Ada dua kriteria yang harus dipenuhi:

0,4 buf m dengan ulir pada bidang geser

1) fuv = b

u

AnV

0,5 buf m tanpa ulir pada bidang geser

2) Rn = ft Ab n

Tu

dimana 807 � 1,9 fuv 621 dengan ulir pada bidang geser A325: ft 807 � 1,5 fuv 621 tanpa ulir pada bidang geser A307: ft 410 � 1,9 fuv 310 = 0,75 ; n adalah jumlah baut; m adalah jumlah bidang geser Penjelasan persamaan di atas adalah sebagai berikut. Persamaan interaksi geser tarik merupakan persamaan lingkaran berikut ini,

1 R

R R

R2

nv

uv2

nt

ut

dimana Rut , Ruv masing-masing adalah gaya tarik dan geser terfaktor Rnt , Rnv masing-masing adalah tahanan nominal tarik dan geser t , v masing-masing adalah faktor tahanan tarik dan geser ( t = v = 0,75) Dalam peraturan digunakan persamaan linier berikut ini

nvv

uv

ntt

ut

RR

RR C

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 7

R

R

ntt

ut

nvv

uv

RR

Untuk persamaan linier digunakan nilai C = 1,3. Persamaan linier tersebut ditulis kembali sebagai berikut:

Rut 1,3 t Rnt � nvv

uv

RR t Rnt

atau fut t ft

dimana, fut = b

ut

AR

ft = 1,3 nvv

nt

b

nt

RR

- AR

fuv

fuv = b

uv

AR

mengingat, b

nt

AR = 0,75 b

uf dan

0,4 m b

uf dengan ulir pada bidang geser

b

nv

AR =

0,5 m buf tanpa ulir pada bidang geser

1,0

1,0

lingkaran

linier

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 8

maka

v m 4,0

75,0 fuv dengan ulir pada bidang geser

ft = 1,3 * 0,75 buf �

v m 5,0

75,0 fuv tanpa ulir pada bidang geser

ft 0,75 b

uf atau dalam peraturan digunakan untuk A325 (fu

b = 825 MPa (untuk diameter baut

25,4 mm), v = 0,75 dan m = 1)

1,9 fuv dengan ulir pada bidang geser ft = 807 � 1,5 fuv tanpa ulir pada bidang geser ft 621 MPa

0,4 m buf dengan ulir pada bidang geser

fuv b

uv

AR

0,5 m buf tanpa ulir pada bidang geser

Contoh:

A325 buf = 825 MPa

n = 6 Pw = 30 ton db = 22 mm D = 2 L

D + L = 3 L = 30 ton L = 10 ton D = 20 ton Pu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 20 + 1,6 * 10 = 40 ton

Tu = 54 * 40 = 32 ton

Vu = 53 * 40 = 24 ton

PW

43

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 9

(a) Untuk sambungan tipe tumpu tanpa ulir pada bidang geser

Geser: fuv = 24

1

4

b

u

22 * * 610 * 24

AnV = 105 MPa

0,5 buf m = 0,5 * 0,75 * 825 * 1 = 309 MPa

fuv < 0,5 buf m OK

Tarik: ft = 807 � 1,5 fuv 621 = 807 � 1,5 * 105 = 650 MPa ft = 621 MPa

Rn = ft Ab = 0,75 * 621 * ¼ * 222 = 17,7 ton

632

nTu = 5,3 ton

Rn > n

Tu OK

(b) Untuk sambungan tipe friksi (LRFD) Vn = 1,13 * Proof Load * m = 1,13 * 0,35 * 1 * Proof Load Proof Load = 0,75 Ab * Proof Stress = 0,75 * ¼ * * 222 * 585 = 16,7 ton Vn = 1,13 * 0,35 * 1 * 16,7 = 6,6 ton Vn = 1 * 6,6 ton = 6,6 ton

624

nVu = 4 ton

Vn 16,7 * 1,13632 - 1 6,6

1,13nT - 1 u

LoadProof = 4,7 ton

LoadProof 1,13

nT - 1V

nV u

nu OK

Contoh:

Vu Mu

40

200

150

260

370410

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 10

Vu = 6,5 * 104 N db = 16 mm Mu = 6,3 * 107 N-mm n = 8 Proof Stress = 585 MPa Tanpa ulir pada bidang geser b

uf = 825 MPa

Geser: fuv = 24

1

4

b

u

16 * * 810 * 6,5

AnV

= 40 MPa

0,5 buf m = 0,5 * 0,75 * 825 * 1 = 309 MPa

fuv < 0,5 buf m OK

ft = 807 � 1,5 fuv = 807 � 1,5 * 40 = 747 621 ambil ft = 621 MPa a fy b = n * (ni Ab ft)

a = 200 * 240

)621 * 16 * * * (2 * 4

bf)f A (n *n 2

41

y

tbi = 20,8 mm

Mn = ni Ab ft (40 + 150 + 260 + 370) � a fy b 2a

= 25 * 104 * 820 � ½ * 20,82 * 240 * 200 = 19,5 t-m Md = Mn = 0,75 * 19,5 = 14,6 t-m > Mu (= 6,3 t-m) OK Geser Eksentris

Mu = 6,3 t-m 40

b = 200

150

260

370410

afy

ni Ab ft = 2 * ¼ * 162 * 621 = 25 ton

P

M = P . e

e

=

P

+c.g

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 11

a) Analisis elastis bebas friksi, pelat kaku, baut elastis Dua cara

b) Analisis plastis pusat rotasi sesaat, deformasi baut sebanding terhadap jarak baut dari pusat rotasi sesaat.

a) Analisis Elastis

n

1 ixiyiyixi M )e R e R (

n adalah jumlah baut

Asumsi: Rxj = yi

yj

ee

Rxi

Ryj = xi

xj

ee

Ryi

Persamaan momen menjadi, Rx1 ey1 + Rx2 ey2 + ���.. + Rxn eyn + Ry1 ex1 + Ry2 ex2 + ���.. + Ryn exn = M

Rx1 ey1 + Rx1 1y

22y

ee

+ ���.. + Rx1 1y

2yn

ee

+ Ry1 ex1 + Ry1 1x

22x

ee + ���.. + Ry1

1x

2xn

ee = M

Rx1 = 1x

1y

ee

Ry1

M

exi

y

xc.g

Ryi Ri

Rxi

eyi

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 12

Jadi, )e ........ (e )e ........ e(eR 2

xn2x1

2yn

21y

1x

1y = M

)e ...... (e )e ...... (ee M R 2

xn2x1

2yn

2y1

x11y

)e ...... (e )e ...... (ee M

R 2xn

2x1

2yn

2y1

y1x1

nP R v

R1 = 2

x12

v1y R )R R(

Ryi = 2yj

2xj

xi

e eeM ; Rxi = 2

yj2xj

yi

e e

eM

Ri = 2

xi2

vyi R )R R( Contoh:

2xje = 502 * 6 = 15000 mm2

2yje = 752 * 4 = 22500 mm2

Mu = 11 * (50 + 75) * 104 = 1,375 t-m

Baut 4: Ry4 = 37500

50 * 10 * 1,375 2250015000

eM 74xu = 1,8 ton

Rx4 = 37500

75 * 10 * 1,375 2250015000

eM 74yu = 2,75 ton

Rv = 6000.110 = 1,8 ton

R4u = 22 2,75 1,8) (1,8 = 4,53 ton

R4n = 0,5 buf Ab m (tanpa ulir pada bidang geser)

R4n = R4u db = 13,7 mm ambil db = 14 mm Pu = 11,6 ton

50

75

50 75

3

2

1

6

5

4

75

Pu = 11 ton

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 13

R4n = 0,75 * 0,5 fub Ab m

= 0,75 * 0,5 * 825 * ¼ * 142 * 1 = 4,76 * 104 N Pu = 1,2 D + 1,6 L anggap D = 2 L 11,6 = 2,4 L + 1,6 L = 4 L L = 2,9 , D = 5,8 dan W = L + D = 8,7 ton

Baut friksi pada lubang standar ( = 1) Vn = 1 * 1,13 * * Proof Load * m = 1,13 * 0,35 * [¼ * 142 * 585 * 0,75] * 1 = 2,7 ton

Pu = 76,47,2 * 11,6 = 6,6 = 1,2 * 2 L + 1,6 L

L = 1,65 D = 3,3

W = 4,95 ton b) Analisis Plastis: (Paling rasional) i) Tipe tumpu

sin i = i

pi

dy - y

; cos i = i

pi

d x- x

di = [(xi � xp)2 + (yi � yp)2] ½ r0 = - xp cos - yp sin

H = 0 Rdi sin i � Pu sin = 0 ................................ (1)

V = 0 Rdi cos i � Pu cos = 0 ............................... (2)

M = 0 Rdi di � Pu (e + r0) = 0 .................................. (3)

yi

e

r0

di

i

iRdi

c.g -yp

xi

- xp

prs

Pu

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 14

Rdi = Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55

dimana Rni adalah tahanan nominal satu baut i adalah perpindahan baut i dalam mm, dengan max = 8,6 mm Selesaikan Persamaan (2) untuk Pu diperoleh

Pu = cos

Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i

pi

d x- x

............. (4)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (1) diperoleh

Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i

pi

dy - y

tan Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i

pi

d x- x

= 0 ................. (5)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (3) diperoleh Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55 di � [e � (xp cos + yp sin )] *

cos

1 Rni [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i

pi

d x- x

= 0 ............. (6)

Bila digunakan baut-baut yang identik maka Persamaan(5) dan (6) menjadi:

[1 � exp (-0,4 i)]0,55 i

pi

dy - y

tan [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i

pi

d x- x

= 0 ............. (7)

[1 � exp (-0,4 i)]0,55 di � [e � (xp cos + yp sin )] *

cos

1 [1 � exp (-0,4 i)]0,55 i

pi

d x- x

= 0 .......... (8)

Persamaan (7) dan (8) akan diselesaikan untuk xp, yp dan Pu diperoleh melalui Persamaan (4).

Catatan: i = max

i

dd * max =

max

i

dd 8,6

dmax = max {di}

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 15

Contoh: Ulangi contoh sebelumnya dengan cara analisis plastis dan tanpa ulir pada bidang geser. Gunakan baut mutu tinggi (A325) dengan db = 14 mm.

= 0

Rni = 0,5 buf Ab m untuk i = 1, ��, 6

= 0,5 * 825 * ¼ * 142 * 1

= 6,35 ton

db = 14 mm xp = -51,46 mm Pers. (7) = 0

= 0 rad yp = 0 mm Pers. (8) = -0,0029

e = 125 mm dmax = 126

r1 = 0,5 Rdi = 4,76E+04 N

f = 0,75 Pu,geser = 1,31E+05 N

tp = 12 mm Pu,tumpu = 6,71E+05 N

fu = 370 MPa Pu = 1,31E+05 N

Pers. (7) Pers. (8) No. baut xi yi di i Sum 1 Sum 2 Sum 1 Sum 2

1

2

3

4

5

6

-50

-50

-50

50

50

50

75

0

-75

75

0

-75

75,01

1,46

75,01

126,17

101,46

126,17

5,11

0,10

5,11

8,60

6,92

8,60

0,93

0,00

-0,93

0,58

0,00

-0,58

0,02

0,17

0,02

0,79

0,96

0,79

69,51

0,25

69,51

123,93

97,90

123,93

0,02

0,17

0,02

0,79

0,96

0,79

0,00 2,75 485,03 2,75

yi

xi

1

2

3

4

5

6

75

75

755050

Pu

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 16

Pu = 13 ton vs 11,6 ton dengan cara elastis 13 = 1,2 (2 L) + 1,6 L = 4 L L = 3,25 D = 6,5 + W = 9,75 ton

ii) Tipe friksi Serupa dengan tipe tumpu tapi Rdi konstan sebagai berikut: Rdi = Rn = * 1,13 * * Proof Load * m dimana m adalah jumlah bidang geser = 0,35

1 untuk lubang standar 0,85 untuk lubang besar dan sela pendek 0,7 untuk lubang sela panjang arah gaya 0,6 untuk lubang selan panjang // arah gaya

Jadi persamaan kesetimbangan menjadi

H = 0 Rn hi sin i � Pu sin = 0 .......................... (1)

V = 0 Rn hi cos i � Pu cos = 0 ......................... (2)

M = 0 Rn hi di � Pu (e + r0) = 0 ............................ (3)

dimana hi = maxi

i

)d(d adalah fungsi deformasi untuk baut friksi.

Selesaikan Persamaan (2) untuk Pu diperoleh

Pu = maxi

n

)d(R

cos (xi � xp) ................................... (4)

Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (1) dan sederhanakan diperoleh

(yi � yp) � tan (xi � xp) = 0 .................................... (5) Substitusi Persamaan (4) ke Persamaan (3) dan sederhanakan diperoleh

cos

1 - d2i [e - (xp cos + yp sin )] (xi � xp) = 0 .... (6)

Persamaan (5) dan (6) akan diselesaikan untuk xp, yp dan Pu dan diperoleh dari Persamaan (4). Contoh: Selesaikan contoh sebelumnya untuk sambungan tipe friksi.

Rdi = Rn = * 1,13 * * Proof Load * m

=

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 17

= 1 * 1,13 * 0,35 * [¼ * 142 * 0,75 * 585] * 1

= 2,7 ton

f = 1 xp = -50 mm Pers. (5) = 0 Rdi = 2,70E+04 N yp = 0 mm Pers. (6) = -0 = 0 rad Pu = 6,48E+04 N

e = 125 mm dmax = 125,00 mm

Pers. (5) Pers. (6) No. baut xi yi di hi

Sum 1 Sum 2 Sum 1 Sum 2

1

2

3

4

5

6

-50

-50

-50

50

50

50

75

0

-75

75

0

-75

75,00

0,00

75,00

125,00

100,00

125,00

0,60

0,00

0,60

1,00

0,80

1,00

75,00

0,00

-75,00

75,00

0,00

-75,00

0,00

0,00

0,00

100,00

100,00

100,00

5625,00

0,00

5625,00

15625,00

10000,00

15625,00

0,00

0,00

0,00

100,00

100,00

100,00

0,00 300,00 52500,00 300,00

Pu = 6,50 ton = 1,2 (2 L) + 1,6 L = 4 L L = 1,63

D = 3,25 + W = 4,88 ton

Resume: Anatomi Baut Dalam Tarik Saat pengencangan

Ci = Tb

p� = tEA

C

pp

i

b� = tEA

T

bb

b

Sambungan geser eksentris

plastis

elastis

tumpu: Pu = 13 ton (100%)

friksi: Pu = 6,5 ton (50%) tumpu: Pu = 11,6 ton (90%)

friksi: Pu = 6,6 ton (50%)

t

p’

Ap

Ep

Ab

Eb

b’

Tb

Ci

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 18

Saat pembebanan sambungan

Tf = Cf + P Cf 0

Ada dua kasus yang akan ditinjau 1) Cf > 0 Tf = Cf + P

2) Cf = 0 Tf = P

p

b

Tf

Cf

P/2P/2

Cf

Tb = Ci

P > 0

Ci = Tb

P > 0 P = 0

P

Tf

pelat baut P = 0

Cf = 0

Tb = CiP

P

P

~ b

~ p

Cf

Tf

Tfbaut

pelat

Ab/Ap Tb

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 19

Kasus 1) Cf > 0 b = tEAT - T

bb

bf

b = p

p = tEAC - C

pp

fi

pp

bbbf EA

EA T - T (Tb � Tf + P)

PEAEA

EAEA

1T EAEA

1Tpp

bb

pp

bbb

pp

bbf

Tf = Tb + bbpp

bb

EA EAEA P ------- Cf > 0

Kasus 2) Cf = 0 Tf = P

P � Tb = pp

bb

EAEA Tb

pp

ppbb

EAEA EA

P Tb

Resume: (Eb = Ep)

P p

pb

AA A

Tb Tf = Tb + pb

b

A AA P

P > p

pb

AA A

Tb Tf = P

Contoh: Suatu sambungan tarik dengan baut A325, db = 22 mm, jumlah baut 4 buah, Ap = 25000 mm2. Berapakah beban kerja maksimum yang dapat diberikan sebelum terjadi separasi pada pelat sambungan. Anggap D = ¼ L

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 20

Jawab: buf = 825 MPa

Proof Stress = 585 MPa

Tb = Proof Stress * n * 0,75 Ab

= 585 * 4 * 0,75 * ¼ * 222 = 67 ton Saat terjadi separasi,

P = p

pb

AA A

Tb

= 67 * 25000

25000 22 * 4 24

1 = 71 ton

71 = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 (¼ L) + 1,6 L = 1,9 L L = 37 D = 9 + W = 46 ton 7.2 SAMBUNGAN LAS Las: Ukuran las adalah seperti ditunjukkan berikut ini: Bila t < 6,4 mm maka amax = t , dan Bila t 6,4 mm maka amax = t � 2 mm Bila t = t1 = t2 maka te = t

amax = t

t < 6,4 mm

t1 t2

te = t1

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 21

Bila 45o < < 60o maka te = D � 3 mm Bila 60o maka te = D Tahanan Nominal Las Las tumpul:

Tarik/tekan: Rnw = te fy per mm� Geser: Rnw = te (0,6 fy) per mm�

dimana fy adalah kuat leleh material baja yang disambung

Las sudut: Rnw = te (0,6 fuw) ............................... las

atau: Rnw = te (0,6 fu) ................................. bahan dasar

Perencanaan Las – LRFD Rnw Ru

= 0,90 untuk leleh

= 0,75 untuk fraktur Las Tumpul (penetrasi penuh) 1) Tarik/tekan normal terhadap luas efektif Rnw = 0,9 te fy ........................... bahan dasar

Rnw = 0,9 te fyw .......................... las 2) Geser terhadap luas efektif Rnw = 0,9 te (0,6 fy) ................... bahan dasar Rnw = 0,8 te (0,6 fuw) ................. las

D te te = 0,707a

a

a

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 22

Las Sudut: Rnw = 0,75 te (0,6 fuw) ............... las

Rnw = 0,75 t (0,6 fu) .................. bahan dasar Contoh:

fuw = 490 MPa

fu = 370 MPa amax = t � 2 mm

= 7 � 2 = 5 mm te = 0,707 * amax = 0,707 * 5 = 3,54 mm a) Rnw = 0,75 te (0,6 fuw) ............... las = 0,75 * 3,54 * 0,6 * 490 Lw 30 * 104 Lw 384 mm (menentukan) b) Rnw = 0,75 t (0,6 fu) ................ bahan dasar = 0,75 * 7 * 0,6 * 370 Lw 30 * 104 Lw 257 mm Lw = 390 mm

20

t = 7 mm

70Pu = 60 ton

70

Lw1 = 244

Lw3 = 76

Lw2 =

x = 20

70

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 23

20 390

L 70 70 *

L L L70 * L 2L * L

x w32

21

w3w2w1

w3w2w2

Lw3 = 76 mm Lw1 = 390 � 70 � 76 = 244 mm Sambungan Geser Eksentris

Cara Elastis Prosedur: 1) Tentukan Ix , Iy Ip

2) Tentukan A

3) Hitung A

P dan

AP uy'

uyux'

ux

4) Tentukan titik terjauh dari c.g xmax , ymax dan hitung

p

maxu"ux I

y T

p

maxu"uy I

xT

5) 2

12"ux

'ux

2"uy

'uyu ) ( ) ( 0,6 fuw

dimana = 0,75

L2

L1

L1

Pux

Puy

c.g

te

te

x

y

T

te

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 24

Contoh:

ee t500 t200) 150 * (2 A

mm 45 t t500

75 * 150 * 2 x ee

D = L Pw = D + L = 2L = 8 ton L = 4 ton D = 4 ton

Pu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 4 + 1,6 * 4 = 11,2 ton

4e

62e

3ex mm t10 * 3,67 2 * 100 * t* 150 200 * t*

121 I

2 * 45 - 75 * 150 * t 150 * t* 121 45 * t* 200 I 2

e3

e2

ey

4

e6 mm t10 * 1,24

4

e6

yxp mm t10 * 4,91 I I I

0 'x

ee

4uy

y t224

t50010 * 11,2

AP

'

ee6

4

p

maxux t

696 t10 * 4,91

100 * 305 * 10 * 11,2 Iy T "

ee6

4

p

maxuy t

731 t10 * 4,91

105 * 305 * 10 * 11,2 I xT "

uwe

21

2

ee

2

eu f 0,6

t1182

t731

t224

t696

fuw = 490 MPa te 5,34 mm

= 0,75 atau a 7,58 mm

y

305

te

100

100

200 x

45 105

150

Pu = 11,2 ton

x

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 25

Cara Plastis

sin y - cos x- r pp0

0 sin P - sin R 0 H uidi .................................................. (1) 0 cos P - cos R 0 V uidi ................................................. (2) 0 )r (e P - d R 0 M 0uidi .................................................. (3)

iei1,5

uwinidi h t sin 0,5 1 f 0,6 h R R

dimana hi = 0,3

mi

i

mi

i 0,9 - 1,9

a 2 10 * 8,23 32,0

i3-

mi

32,0i

3-e 2 10 * 8,23 * 0,707

t

derajat dalam 2 t0,0116 i

32,0ie

a 6 0,0428 65,0

iui e

-365,0ie t10 * 9,47 6 t0,0605

minj

ujii d d

Lw

i

2 0 i

y

x

Lw

-xp

c.g

i i

Rdi

-yp di

prs

Pu

e

r0

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 26

minj

e3-65,0

jei d

t10 * 9,47 6 t0,0605 d

min

j

3-65,0j

ei d10 * 9,47 6 0,0605

td

i + i - i = 2

i = 2 + i - i

i

pii d

y - y sin

212

pi2

pii y - y x- x d

i

pii d

x- x osc

minj

3-65,0j

32,0ie

ei

mi

i

d10 * 9,47 6 0,0605

2 t0,0116

td

min

j

3-65,0j

32,0i

i

d10 * 9,47 6 0,0605

2 0,0116

d

Selesaikan Persamaan (2) untuk Pu diperoleh

cos R cos

1 P idiu .............................................. (4)

Sustitusi Pu ke Persamaan (1) dan (3) di dapat Rdi sin i � tan Rdi cos i = 0

0 i 2

c.g xi

xp

prs

yp

yi i

di i

i

i - i

i

i

Rdi

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 27

Rdi di - 0 cos R cos

1 sin y cos x - e idipp

Untuk nilai fuw te yang identik diperoleh

0 d x- x

h sin 0,5 1 tan - d

y - y h sin 0,5 1

i

piii

1,5

i

piii

1,5 �.. (5)

cos

1 * sin y cos x - e - d h sin 0,5 1 ppiii1,5

0 d x- x

h sin 0,5 1 *i

piii

1,5 ........................................................... (6)

Persamaan (5) dan (6) di selesaikan untuk xp, yp, dan Pu diperoleh dari Persamaan (4) atau

cosL

cos h sin 0,5 1 f t0,6 P wiii

1,5uweu

Contoh: Selesaikan contoh soal las sebelumnya dengan cara plastis (te = 5,34 mm, Lw = 50 mm).

Pu = 20 ton 100 % Cara elastis: Pu = 11,2 ton 56 %

1 2 3

4

5

6

7

10 9 8

150

100

100

105 45

305 x

y

Pu = ?

Sam

bung

anSi

ndur

P. M

angk

oeso

ebro

to

28

STR

ENG

TH O

F FI

LLET

WEL

D

f =

0,75

x p

=

-41,

73 m

m

Pers

amaa

n (5

) =

1.11

02E-

16

f uw =

490

MPa

y p

=

0 m

m

Pers

amaa

n (6

) =

- 0.0

151

=

0 ra

d P u

=

202,

243

N

e =

305

mm

t e

= 5,

34 m

m

L w

= 50

mm

Pe

rsam

aan

(5)

Pers

amaa

n (6

)

i x i

y i

0<

i<1,

57d i

0<

i<1,

57

i i/

mi

h i

Sum

1

Sum

2

Sum

1

Sum

2

1 80

10

0 0.

0000

15

7.54

0.

8831

0.

6877

1.

34

0.98

0.

831

1.01

20

6.32

1.

01

2 30

10

0 0.

0000

12

3.07

0.

6222

0.

9486

0.

94

1.00

0.

991

0.71

15

0.07

0.

71

3 -2

0 10

0 0.

0000

10

2.83

0.

2140

1.

3568

0.

58

0.93

0.

957

0.21

10

0.21

0.

21

4 -4

5 75

1.

5708

75

.07

1.52

72

1.61

44

0.76

0.

98

1.46

3 -0

.06

109.

92

-0.0

6

5 -4

5 25

1.

5708

25

.21

1.44

07

1.70

09

0.25

0.

77

1.14

1 -0

.15

29.0

2 -0

.15

6 -4

5 -2

5 1.

5708

25

.21

1.44

07

-1.7

009

0.25

0.

77

-1.1

4 -0

.15

29.0

2 -0

.15

7 -4

5 -7

5 1.

5708

75

.07

1.52

72

-1.6

144

0.76

0.

98

-1.4

6 -0

.06

109.

92

-0.0

6 8

-20

-100

0.

0000

10

2.33

0.

2140

-1

.356

8 0.

58

0.93

-0

.96

0.21

10

0.21

0.

21

9 30

-1

00

0.00

00

123.

07

0.62

22

-0.9

486

0.94

1.

00

-0.9

9 0.

71

150.

07

0.71

10

80

-1

00

0.00

00

157.

54

0.88

31

-0.6

877

1.34

0.

98

-0.8

3 1.

01

206.

32

1.01

0.00

3.

44

1191

.08

3.44

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 29

Beban Eksentris Normal pada Las

we

umax ,u L 2t

P

23

we

uu L 2t

P

2we

u3

we121

wu

u L te P 3

L t2 2

L M

uw

2

wwe

u22uR f 0,6

Le 9

41

L tP

dan a = te / 0,707 = 0,75 fuw adalah kuat tarik material las Contoh:

Tentukan ukuran las, a? fuw = 490 MPa Pu = (1,2 + 1,6) 2

1 Pw = 28 ton

uw

2

wwe

u f 0,6 Le 9

41

L tP

Pu e 2te

Lw

u u u, max

Vu Mu

Vu

Pw = 20 t

100

300

D = L

Sambungan Sindur P. Mangkoesoebroto 30

2

wwuw

ue L

e 9 41

L f 0,6P

t

24

300100 9

41

300 * 490 * 0,75 * 0,610 * 28

= 4,73 mm

mm 6,7 a 0,7074,73 a

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 1

Tahanan Elemen Pelat akibat Tekanan Seragam Kuat tekuk elastis elemen pelat akibat tekan seragam adalah

fcr = k 22

2

(b/t) ) - (1 12E

dimana k adalah konstanta yang besarnya bergantung pada tipe tegangan, kondisi

tumpuan sisi pelat, perbandingan lebar terhadap panjang, dan terhadap tebal pelat [lihat Grafik A].

Grafik A

16

kaku

A kaku

kaku

B sendi

sendi

Csendi

kaku

Dbebas

a

b

sendiE

bebas

sisi beban kaku

sisi beban sendi

14

12

10

8

6

4

2

0 1 2 3 4 5

kmin = 0,425

kmin = 1,277

kmin = 4,00

kmin = 5,42

kmin = 6,97A

B

C

D

E

a/b

Koe

fisie

n Te

kuk

k

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Elemen pelat yang tertekan dari suatu komponen struktur pada umumnya dikategorikan dalam dua kelas yaitu elemen dengan pengaku (elemen yang ditumpu pada kedua sisinya yang sejajar dengan arah kerja gaya, kasus A s/d C), dan elemen tanpa pengaku (elemen yang ditumpu pada salah satu sisinya yang sejajar dengan arah kerja gaya, sedang sisi lainnya berada pada posisi bebas, kasus D & E).

Elemen pelat dengan pengaku

Elemen pelat tanpa pengaku

Hubungan antara regangan aksial dengan gaya normal pada suatu elemen pelat digambarkan berikut ini.

Perhatikan bahwa kuat pasca tekuk lebih besar pada elemen dengan b/t yang lebih besar. Untuk nilai b/t yang lebih kecil kuat pasca tekuk menjadi lebih kecil, dan seluruh elemen pelat dapat mencapai batas lelehnya atau bahkan hingga strain � hardening sehingga fcr/fy > 1. Persamaan kuat tekuk elastis dapat ditulis sebagai berikut:

2cy

22

2

y

cr 1 f (b/t) ) - (1 12

Ek ff

b

t

b

b

t

t

b

t

fcr

fcr

fy

Pasca tekuk

Pasca tekuk

tb

<<

tb

>>

aksial

bt

b

t

t

b

bt

b

t

P

Sendi

P

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 3

atau Ek

f ) - (1 12

tb 2

y2

c

Tahanan pelat akibat tekan pada sisinya dapat ditentukan oleh salah satu dari berikut ini:

1) Strain hardening untuk c 2) Leleh pada c ~ 0,5 ~ 0,6 3) Tekuk inelastis 4) Tekuk elastis, c ~ 1,4 5) Pasca tekuk, c > 1,5

Batasan r: Batas kelangsingan r adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat dicapai kuat leleh tanpa terjadi tekuk lokal. Secara ideal hal ini diperoleh bila fcr = fy atau c = 1 yaitu pada titik A, atau

y22

2

cr f (b/t) ) - (1 12

Ek f

atau dengan mengambil = 0,3 dan E = 200.000 MPa maka

yfk 425 t

b

sh ~ 15 ~ 20 yy

Daerah plastis Daerah strain hardening

fy

0,5

1,0

0,17 0,46 0,58 1,0 2 1,5

A

Tekuk elastis

Tekuk inelastis: Teg. sisa dan cacat

leleh

Pelat tanpa pengaku Pelat dengan pengaku kolom

Strain hardening

yfcrf

c0,70

r

2c

1

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 4

Mengingat adanya tegangan sisa dan cacat maka c umumnya diambil < 1, dan c = 0,7 dianggap cukup mewakili.

Jadi yy

c fk 297,5

fk 425 t

b

Lihat Tabel 4.5-1 Konsep Peraturan Baja Indonesia.

Tabel 4.5-1 Perbandingan Maksimum Lebar terhadap Tebal untuk Elemen Tertekan

(Simbol mengacu pada Gambar 4.5-1).

Jenis Elemen Perbandingan lebar terhadap

tebal

Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal

( ) p (kompak)

r (tak-kompak)

Pelat sayap balok-I dan kanal dalam lentur

b/tyf/170 [c] ry ff/370 [e]

Pelat sayap balok-I hibrida atau balok tersusun yang di las dalam lentur

b/tyff/170

eryf k/)ff(420

[e][f]

Pelat sayap dari komponen-komponen struktur tersusun dalam tekan

b/t - ey k/f/290 [f]

Sayap bebas dari profil siku kembar yang menyatu pada sayap lainnya, pelat sayap dari komponen struktur kanal dalam aksial tekan, profil siku dan plat yang menyatu dengan balok atau komponen struktur tekan

b/t - yf/250

(k = 0,70)

Sayap dari profil siku tunggal pada penyokong, sayap dari profil siku ganda dengan pelat kopel pada penyokong, elemen yang tidak diperkaku, yaitu, yang ditumpu pada salah satu sisinya

b/t - 200 / f y (k = 0,425)

Pelat badan dari profil T d/t - 335 / f y (k = 1,277)

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Tabel 4.5-1 (Lanjutan) Perbandingan Maksimum Lebar terhadap Tebal untuk Elemen Tertekan

(Simbol mengacu pada Gambar 7.5-1).

Jenis Elemen Perbandingan lebar

Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal

terhadap tebal ( )

p (kompak)

r (tak-kompak)

Pelat sayap dari penampang persegi panjang dan bujursangkar berongga dengan ketebalan seragam yang dibebani lentur atau tekan; pelat penutup dari pelat sayap dan pelat diafragma yang terletak di antara baut-baut atau las

b/t yf/500

yf/625 (k = 4,4)

Bagian lebar yang tak terkekang dari pelat penutup berlubang [b]

b/t - yf/830

(k = 6,97)

Bagian-bagian pelat badan dalam tekan akibat lentur [a]

h/twyf/680.1 [c] yf/550.2 [g]

Bagian-bagian pelat badan dalam kombinasi tekan dan lentur

h/tw Untuk Nu / bNy<0,125 [c]

yb

u

y NN

f75,2

1680.1

[g]

yb

u

y NN

f74,01550.2

Untuk Nu/ bNy>0,125 [c]

yyb

u

y fNN

f665

33,2500

Elemen-elemen lainnya yang diperkaku dalam tekan murni; yaitu dikekang sepanjang kedua sisinya

b/t h/tw

- yf/665

(k = 5,0)

Penampang bulat berongga Pada tekan aksial Pada lentur

D/t [d] -

14.800/fy

22.000/fy 62.000/fy

[a] Untuk balok hibrida, gunakan kuat leleh pelat sayap fyf sebagai ganti fy. [b] Ambil luas neto plat pada lubang terbesar. [c] Dianggap kapasitas rotasi inelastis sebesar 3. Untuk struktur-struktur pada zona gempa tinggi diperlukan kapasitas rotasi yang lebih besar. [d] Untuk perencanaan plastis gunakan 9.000/fy.

[e] fr = tegangan tekan residual pada pelat sayap = 70 MPa untuk penampang dirol = 115 MPa untuk penampang dilas

[f] w

e t/hk 4

tapi, 0,35 < ke < 0,763

[g] yf adalah kuat leleh minimum.

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Gambar 4.5-1 Simbol untuk beberapa variabel penampang.

Batasan p: Batas kelangsingan p adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat dicapai penguatan regangan atau strain hardening ( sh ~ 15 ~ 20 y) tanpa terjadi tekuk lokal. Meskipun hal ini umumnya menjadi perhatian pada flens tekan dan sejenisnya dari suatu komponen struktur lentur, namun tidak menjadi pertimbangan utama pada batang tekan. Untuk elemen tanpa pengaku diambil c = 0,5 dan k = 0,425 sehingga diperoleh,

yf138 t

b

Namun, mengingat didalam kenyataannya regangan yang terjadi hanya mencapai 7 ~ 9 y maka persyaratan tersebut diatas menjadi

yf

170 tb

Untuk kasus elemen dengan pengaku diambil c = 0,6 dan k = 4 sehingga diperoleh,

yf500 t

b

Lihat Tabel 4.5-1 Konsep Peraturan Baja Indonesia.

b

h

tf

tw

tft

t

hc

b

h

b

hc

h

bb

h

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 7

Tahanan Tekuk dan Pasca-Tekuk Elemen Pelat Elemen pelat dengan pengaku (a) Elemen pelat tanpa pengaku (s) Pengaruh terhadap Tahanan Tekan Kolom Untuk pelat dengan pengaku,

Pn = Aef . fmax = g

ef

AA fmax Ag = Qa Ag fmax

Aef dimana Qa = Aef /Ag 1 Untuk pelat tanpa pengaku,

Pn = rerataf Ag = max

rerata

ff fmax Ag = Qs fmax Ag

rerataf

dimana, Qs = max

rerata

ff 1

fmax

b

f(x)

X

f(x) simetri

sendi

fmax

be /2

=

be /2 be adalah lebar efektif

Daerah tak efektif pada pasca tekuk

fmax

b

f(x)

X

f(x) tak simetri

sendi

frerata < fmax

=

Tegangan tereduksi supaya tidak terjadi tekuk

bebas sendi bebas

b

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 8

Untuk suatu penampang tekan yang mengandung pelat dengan pengaku dan pelat tanpa pengaku,

Pn = rerataf Aef = max

rerata

ff

g

ef

AA

fmax Ag

= Qs Qa fmax Ag = Q fmax Ag dimana Q = Qs Qa 1 Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebal elemen lebih besar daripada nilai r pada Tabel 4.5-1, tahanan aksial rencana komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut: Nd = c Nn dimana c = 0,85 Nn = Ag fcr = Ag yf atau fcr = yf untuk c Q25,0 maka Q

1

untuk Q25,0 < c < Q2,1 maka Q 0,67 - 1,6

1,43/Q c

untuk c Q2,1 maka 2c 1,25

dimana Ag adalah luas penampang bruto fcr adalah kuat kritis penampang

fy adalah kuat leleh material

iL dan

Ef ky

c

0.0

0.5

1.0

0 1 2c

Q=1.00

Q=0.90

Q=0.80

Q=0.70

Q=0.60

Q=0.50

Q=0.40

Q=0.30

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 9

Hasil perhitungan tekuk lentur tersebut harus dibandingkan dengan hasil perhitungan tekuk lentur torsi dan/atau tekuk torsi (lihat topik bahasan selanjutnya), serta tahanannya diambil yang terkecil diantara ketiganya. Faktor Bentuk untuk Penampang dengan Elemen dengan Pengaku Bila perbandingan lebar terhadap tebal (b/t) dari elemen dengan pengaku yang dibebani secara seragam melebihi r, maka lebar efektif, be, harus digunakan untuk menghitung besaran-besaran penampang komponen struktur. a) Untuk flens-flens bujur sangkar dan persegi panjang dengan tebal seragam:

bila f

625 tb maka

be = b)t/b(

1f

170 - 1 ft 855

b) Untuk elemen lainnya yang dibebani secara seragam:

bila f

665 tb maka

be = b)t/b(

1f

150 - 1 ft 855

dimana b adalah lebar elemen be adalah lebar efektif t adalah tebal f = gu AP

dan Qa = g

eg

g

ef

A t)b - (b - A

AA

Ag adalah luas bruto penampang komponen struktur.

c) Untuk penampang bulat yang dibebani secara seragam: 22.000/fy < D/t < 90.000/fy

Qa = 32

)t/D(f7600

y

dimana D adalah diameter luar t adalah tebal penampang

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 10

Faktor Bentuk untuk Penampang dengan Elemen tanpa Pengaku Bila perbandingan lebar terhadap tebal dari elemen tanpa pengaku yang dibebani secara seragam melebihi r maka harus digunakan faktor reduksi Qs. a) Untuk siku tunggal:

bila yf200 < b/t < yf400 Qs = 1,340 � 1,7 * 10-3 (b/t) yf bila b/t > yf400

Qs = 2y (b/t)

1 f

000.106

b) Untuk flens, siku, dan pelat yang �melekat� (projecting) pada profil rol atau

komponen struktur tekan lainnya, bila yf250 < b/t < yf460

Qs = 1,415 � 1,65 * 10-3 (b/t) yf

bila b/t > yf460

Qs = 2y (b/t)

1 f000.138

c) Untuk flens, siku, dan pelat yang melekat pada profil tersusun atau komponen

struktur tekan lainnya, bila ey kf285 < b/t < ey kf525

Qs = 1,415 � 1,43 * 10-3 (b/t) ey kf

bila b/t ey kf525

Qs = 180.000 2y

e

(b/t)1

fk

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 11

Koefisien ke dihitung sebagai berikut: (a) Untuk profil � I

ke = wt/h

4 , 0,35 ke 0,763

dimana: h adalah tinggi web tw adalah tebal web (b) Untuk profil lainnya ke = 0,763

d) Untuk badan dari profil T: bila yf335 < b/t < yf460

Qs = 1,908 � 2,7 * 10-3 (b/t) yf

bila b/t yf460

Qs = 2y (b/t)

1 f000.138

dimana b adalah lebar elemen tanpa pengaku t adalah tebal elemen tanpa pengaku fy adalah kuat leleh material

Perhitungan Tahanan Nominal Akibat Tekuk Lentur pada Penampang Langsing Untuk tekan axial: 1) Gunakan penampang bruto, Pn = fcr Ag = Ag yf 2) Gunakan penampang bruto pada perhitungan jari-jari girasi atau kc L/i Untuk lentur: Gunakan parameter penampang tereduksi untuk balok dengan flens dari elemen dengan pengaku. Untuk balok-kolom: 1) Gunakan luas bruto untuk Pn 2) Gunakan parameter penampang tereduksi untuk lentur pada penampang dengan

elemen dengan pengaku untuk Mnx dan Mny 3) Gunakan Qa dan Qs untuk menentukan Pn 4) Gunakan fcr dari perhitungan tekuk torsi-lateral untuk balok; fcr Qs fcr pada

penampang berelemen tanpa pengaku.

Elemen Pelat Tipis Sindur P. Mangkoesoebroto 12

Contoh: Tentukan tahanan rencana, Pd, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama kaki 200.100.10 di bawah ini.

A. Data material:

fy = 240 MPa; E = 200.000 MPa

B. Data penampang 200.100.10

A = 2920 mm2;

rz= 21,4 mm; ry= 66,6 mm;

Iz= 1,33 * 106 mm4; Iy= 1,3 * 107 mm4

C. Kelangsingan batang/ elemen

OK 200 766,744,21

2000*8,0r*k

z

zzz

OK 200 024,246,66

2000*8,0r*k

y

yyy

langsing Penampang 91,12240

200f

200 2010200

th

y

82,25240

400f

400 20th 91,12

240200

f200

yy

0,813 240*10200*10*7,1340,1 f*

th*10*7,1340,1Q 3

y3

s

D. Pemeriksaan tekuk lentur terhadap sumbu lemah

Ef

* yzcz 000.200

240*766,74 824,0 ; s

czs Q

1,2 0,824 Q25,0

sczs

z Q**67,06,11*

Q43,1

813,0*824,0*67,06,11*

813,043,1 596,1

ton3,37~596,1

240*2920*85,0f

*A*85,0PPz

ygnd

y’

z’

y

z

c.g.

10

h=2

00

10

b=100

Pd

L = 2000 mm

Pd

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 1

BAB VIII TORSI

Fenomena torsi banyak dijumpai antara lain pada balok spandrel, pada balok-balok yang memiliki balok anak dengan bentang-bentang yang tidak sama panjang, dan kasus-kasus lainnya. Penampang yang paling efisien untuk memikul torsi adalah penampang bulat berongga tertutup. Irisan datar pada penampang tersebut akan tetap datar sebelum dan setelah bekerjanya torsi. Pada penampang lainnya (tidak bulat), irisan datar tidak akan tetap datar selama bekerjanya torsi dan hal ini disebut gejala warping. Pengaruh torsi murni (Saint – Venant) Torsi Pengaruh warping

Torsi Murni Pada Penampang Homogen Tinjau penampang berikut dimana pengaruh warping dapat diabaikan selama bekerjanya torsi:

d adalah perubahan sudut pada selang dx

dan kelengkungan torsi, , adalah:

dxd

serta dx = r d atau = rdxd = r ( adalah regangan geser)

Tegangan geser akibat torsi menurut hukum Hooke adalah: = G dan torsi, T, adalah demikian sehingga dT = dA r

dx

r

d

x

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 2

atau T = dAG r dA r G rdA 2

= dxd GJ dA rG 2

dimana J = dA r 2 adalah momen inersia polar terhadap pusat berat , G adalah modulus geser.

Jadi GJT

dxd dan tegangan geser, , menjadi

J

Tr G r G

artinya tegangan geser torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi.

Untuk penampang persegi panjang J = 3 tb 31 , dan untuk penampang I, , T nilai

J = 3 tb 31 .

Contoh:

J = 2

0

r

r

322

1

ddr r dA r r1 < r2

= 41

42

4 r - r 21

r

r r

41 2

1

2

= 21

221212

21

22

21

22 r r r r r - r

2 r r r - r

21

J = 21

2212 r r r r

2t

Bila r2 = r1 + t dan r2

2 = (r1 + t)2 = r12 + 2 r1 t + t2

maka J = 2t (2r1 + t) (2r1

2 + 2 r1 t + t2)

untuk r1 = 0 J = 2t t3 =

2t 4

= 32

(2t)4 = 321 d4

Meskipun pada penurunan ini J adalah momen inersia polar terhadap pusat berat namun dari

penurunan yang lebih umum dapat ditunjukkan bahwa J adalah konstanta torsi, dan tidak selalu sama dengan momen inersia polar. Untuk selanjutnya J akan dinamakan konstanta torsi.

r1

r2

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 3

max = 34321 d

T 16 d 2

d T

J2

d T

Untuk: t 0 maka J = 21

2

1

21

11 r

t rt 2 2 r

rt 2 r

2t

= 0 1 0 2 rt 3

1

= 8

2r t 2 ~ 0 1 r t 23

131

= d t 41 3

2341max d t

2T ~ d t

t 2d T

J

t 2d T

Sekarang tinjau penampang sembarang berikut ini: Keseimbangan kupon dalam arah � x memberikan

0 dsdx x

t dx ds s

t x

atau x

t - st x

d

t d

t

ds

c.g

y

z

s

dx x

xx

ds

dx

x

ds s

z

z

y2

2

EIM- 1

dxvd

y,v

Mz Mz

x

xs

y

z

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 4

dimana z I - I I

I M - I M y

I - I II M - I M

2zyzy

yzzzy2zyzy

yzyyzx

Catatan: Pada persamaan diatas, tanda negatif pada Pers. (10) Bab 8 telah berubah menjadi positif karena disini perjanjian sumbu-s mengikuti arah jarum jam, sedangkan Pers. (10) sesuai vektoral.

dan z I - I I

I V - I V y

I - I I

I V - I V

x

2zyzy

yzyzz2

zyzy

yzzyyx

sehingga s

02

zyzy

yzzyy dsyt I - I I

I V - I V - t

s

02zyzy

yzyzz dszt I - I I

I V - I V -

dimana x

M Vdan

xM V y

zz

y

Sekarang tinjau kembali penampang berikut Titik (yo, zo) adalah demikian sehingga torsi terhadap titik 0 adalah nol, jadi

0 ds ds

rdt x r - y V z V-0

ozoy

dimana r = y j + z k dr = dy j + dz k sehingga r x dr = (y j + z k) x (dy j + dz k) = (y dz � z dy) i

dan 0

ozoy dy z- dzy t - y V - z V

j

k

i

Vy

Vz

z

s=0

y

s=

r yo

0 (cg)

t

zo

sc

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 5

s

0

s

0yzzz

s

0

s

0yzyy

02yzzy

dsyt I - dszt I V dszt I - dsyt I V I - I I

1

dy z - dzy * Jadi,

0

s

0

s

0yzy2

yzzyo dy z - dzy dszt I - dsyt I

I - I I1 z

0

s

0

s

0yzz2

yzzyo dy z - dzy dsyt I - dszt I

I - I I1- y

(yo, zo) disebut koordinat pusat geser (shear center) Contoh Menentukan pusat geser penampang profil

b q x o

wf

f

td tb 2 tb

wf

w

td tb 2 td 2 - 1

0

s

0x0

s

0

s

0xyy2

xyxyo dyx -dx y ds yt

I1 dyx -dx y dsxt I - dsyt I

I - I I1 x

Ixy = 0

x sc c.g

y

s2 s1

s3 b (1 - ) b

q

d/2

d/2

b

z

s=0

y

s=

yo

zo

cg

sc

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Hitung s

0dsyt

1) 0 < s < b:

1f1f

s

0

s

0

s t2d - ds t

2d- ds yt

1

s1 = 0 x = - (1 - ) b x = s1 � (1 - ) b s1 = b x = b s1 = x + (1 - ) b

b - 1 x t2d- ds yt f

s

0

Untuk x = b b t2d- ds yt f

s

0

1

0

s

0dy x -dx y dsyt

dx 2d- b - 1 x t

2d- f

b

b - 1-

b - 1 -

b bx - 1 x

21 t

4d 2

f

2

2222

f

2

b - 1 b - 1 - b 21 t

4d

- 1 - 2 1 - 21 b t

4d 222

f

2

2

f2 b td

81

2) b < s < b + d:

2s

02wf

s

0ds y t b t

2d dsyt

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 7

s2 = 2d - s y

2d y 2

= 2w

s

02f ds t2

d - s b t2d 2

= 2w2

2w

f s t2d - s

2t

b t2d

2d y

2 td

- 2d y

2t

b t2d- dsyt w

2w

f

s

0

Untuk 2d y b t

2d- ds yt f

s

0

2

1

s

0

dy x -dx y dsyt

dy b - 2d y

2 td -

2d y

2t b t

2d -

2d

2d

w2

wf

2d

2d

2w

2d

2d

3w

2d

2d

f 2d y

21

2 td

2d y

31

2t

- y b t2d b

3

w3

wf2 d t

41 d t

61 - b td

21 b

w3

f2 td

121 b td

21 b

Karena 2

f3

w

2

f3

wx 2d b t d t

121

2d b t2 d t

121 I

maka 2

1

s

0xI b dy x -dx y dsyt

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 8

3) b + d < s < 2b + d:

3f

s

0f3

s

0ds t

2d b t

2d ds yt

3

= 3ff s t2d b t

2d

s3 = - x + b

x- b t2d b t

2d- dsyt ff

s

0

3

2

s

0dy x -dx y dsyt

dx 2d x- b t

2d b t

2d-

b - 1-

bff

b

b - 1- x- b

21 -bx -

2d t 2

2

f

22f

222

f d b t81 b

21 - b

2d t

2f

2

0

s

0x b td

41 I b dy x -dx y dsyt

x

22f2

f2

xx

o I 4b d t b b td

41 I b

I1 x

x

22f

o I 4b d t q b - x

dy x -dx y dsyt I - dsxt I I - I I

1 y0

s

0

s

0yxx

yx2

xyo

dy x -dx y ds xt I1-

0

s

0y

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 9

Hitung s

0

dsxt

1) 0 < s < b: s

0

dsxt = ds x t1s

01f

s1 = x + (1 - ) b x = s1 � (1 - ) b

12

1f1f

s

01 bs - 1 - s

21 t ds tb - 1 - s

1

b - 1 x b - 1 - b - 1 x 21 t 2

f

Untuk 1 - 2 2 tb

b - 1 - b 21 t dsx t b x f

2s

0

22f

0

s

0

dy x -dx y dsxt

dx 2d- b - 1 x b - 1 - b - 1 x

21 t

b

b - 1-

2f

b - 1-

b b - 1 x

21 b - 1 - b - 1 x

61

2 td- 23f

2

21 -

61

2b td- b - 1

21 - b

61

2 td-

3f33f

wf

f3

f3

f

td tb 2 tb 3 - 2

12b td

2 -

31

2b td

wf

fwf3f td tb 2

tb 3 - td 2 tb 4 b td

121

wf

wf3f td tb 2

td 2 tb b td 121

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 10

2) b < s2 < b + d: 2s

02w

f2

0

ds x t 1 - 2 2 tb ds xt

s

2wf

2

s tb 1 -2 2 tb

dimana y 2d satau

2d - s y 22

y 2d tb 1 -2

2 tb w

f2

untuk d tb 1 - 2 2 tb dsxt

2d y w

s

0

f2

0

s

0

dy x -dx y dsxt

dy b- 2d y tb 1 - 2

2 tb

2d

2d

wf

2

2d

2d

2

wf

2

-

2d y

21 tb y 1 - 2

2 tb b-

2

wf

2

d 21 tb 1 - 2

2d tb b-

d t 1 - 2 tb 2

d b - wf

2

0 td tb 2

td tb - td tb 2

td - tb 2

d b - wf

wf

wf

wf

2

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 11

3) b + d < s3 < 2b + d:

3s

03fw

f2s

0s d x t d tb 1- 2

2 tb ds xt

s3 = 3s - b x x -b

3s

03f3w

f2

s d ts - b d tb 1- 2 2 tb

f2

33wf

2

ts 21 - s b d tb 1- 2

2 tb

2fw

f2

x- b 21 - x- b b t d tb 1- 2

2 tb

0

s

0

dy x -dx y dsxt

dx 2d x- b

21 - x- b b t d tb 1 - 2

2 tb

b - 1-

b

2fw

f2

b

b - 1- x- b

61 x- b

21b- tb- d tb b- 1 - 2

2 tb

2d 32

fwf

2

33

fw2f

3

b 61 b

21- td tb 1 - 2

2 tb

2d

ffwff2 tb

61 tb

21 - d t - tb

21 tb b

2d

d t - tb tb 1 - b 2d wf3

2f2

12

wf

fwf

wf

ff2

12

td tb 2 tb td - tb

32

td tb 2 tb tb 1- b

2d

wfwf

f3

td 2 - tb- td tb 2

tb d 121

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 12

1) + 2) + 3):

wfwf

f3

wf

wf3f td 2 - tb-

td tb 2 tb d

121 0

td tb 2 td 2 tb

b td 121 = 0

Jadi 0

s

0yo dy x -dx y dsxt

I1- y

0 0 I

1 y

Tegangan pada Profil Gilas I Pada profil gilas I dapat dibedakan dua jenis torsi, yaitu torsi murni dan torsi warping. Pada torsi murni (atau biasa juga disebut torsi Saint-Venant), suatu irisan rata akan tetap rata selama terjadinya torsi. Besar torsi murni, Ts, sebanding dengan kelengkungan torsi, , dimana tetapan kesebandingannya adalah GJ, atau

dxd GJ Ts

yang mana Ts adalah torsi murni, G adalah modulus geser, J adalah konstanta torsi, dan

dxd adalah kelengkungan torsi.

dan tegangan geser akibat torsi murni adalah

J

r T ss

dimana r adalah jarak dari pusat berat s adalah tegangan geser akibat torsi murni untuk profil I, , T maka 3

31 bt J .

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 13

Selanjutnya torsi warping dapat dijelaskan berikut ini,

kecil untuk 2t-d w f

f

dan 3

3f

3f

3

dxd

2t-d

dx wd

Tw = + Vf (d-tf)

Untuk flens atas berlaku, f

f3

f3

f

f2

f2

EIV

- dx wd

atau EIM

- dx

wd

dan diperoleh, 3

3f

ff dx d

2t-d EI - V

sehingga torsi warping, Tw, menjadi

3

3

w3

32f

fw dx d EC -

dx d

2t-d EI - T

dimana 2t-d I C

2f

fw adalah tetapan torsi warping untuk profil � I dan torsi

total Tx menjadi:

3

3

wwsx dx d EC -

dxd GJ T T T

atau w

x

w3

3

ECT -

dxd

ECGJ -

dx d 0 < x <

Solusi homogen (Tx = 0):

0 dxd k

dx d h2

3h

3

0 < x <

dimana, w

2

ECGJ k

h = A erx ; h' = Ar erx ; h" = Ar2 erx ; h''' = Ar3 erx

y

Vf

wf

Vf

z d - tf

2 t- d f

2 t- d f

Tw

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 14

Jadi Ar3 erx � k2 Ar erx = 0

r (r2 � k2) = 0 r1 = 0; r2 = k; r3 = -k

dan h = A ekx + B e-kx + C Solusi umumnya adalah = h + p = A ekx + B e-kx + C+ p

Contoh:

0 0 dxdTx ii 0 0

dxdTx ii

p = C1 + C2 x

pi = C2 ; p

ii = 0

x 0 ECT -

dx d

k - dx

d

w

xp23

p3

2/ x 0 EC

2T

- C ECGJ - 0

w2

w

x2GJT C

GJ2

T C 1p2

Z T

2T

2T

x

+

_

2T

2T

Tx

= 0 � = 0 = 0

x = 0

x =

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 15

dan x2GJT C e B eA kx-kx

2GJ

T eBk - eAk kx-kxi

-kx2kx2 e Bk e Ak ii -kx3kx3 e Bk - e Ak iii

B- A 0 C

B A 0 0 x

C B A 0 0 x ii

x2GJ

T e - eA kx-kx

0 2GJT e eAk 2 x 2

k-2

ki

2

k2

ke e

1 2GJk

T - A

kx - e e

e - e 2GJk

T- 2

k2

k

-kxkx

Catatan: sinh z = 2

e - e -zz

cosh z = 2

e e -zz

Jadi = 2

kcosh kxsinh -kx

2GJkT

i = 2

kcosh kxcosh - 1

2GJT

ii = 2

kcosh kxsinh k -

2GJT

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 16

-1 x = 0 x =

0

+1

2 x

2TTw 2

TTs

iii = 2

k

2

cosh kxcosh k-

2GJT

Jadi Ts = GJ i = 2

kcosh kxcosh - 1

2GJT GJ

= 2

kcosh kxcosh - 1

2T

Tw = -ECw iii = 2

k2

w cosh kxcosh k-

2GJT EC-

= 2

kcosh kxcosh

2T

dan 2T T T T swx

Tegangan Torsi Akibat torsi Saint Venant, tegangan torsi, s, pada satu flens adalah sebagai berikut:

dxd Gt

J tT

ffs

s

Akibat torsi warping, tegangan torsi, w, pada satu flens adalah sebagai berikut (lihat geser pada balok):

tIS V ff

fw

dan tIS V

ff

maxfmax ,w

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 17

dimana 3

3f

ff dx d

2t-d EI - V

Smax = 8 tb

4b t

2b f

2

f

tI1

8 tb

dx d

2 t- d EI -

ff

f2

3

3f

fmax ,w

3

3f

2

dx d

2 t- d

8b E

sehingga 3

3f

2

fmax w,smax dx d

2 t- d

8

b E dxd Gt

Tegangan normal pada flens, fw, akibat warping adalah:

f

ffw I

xM

dimana 2t-d dan w

dx wd -

EIM f

f2f

2

f

f

atau 2

2f

ff dx d

2t-d EI - M

Tegangan normal maksimum pada flens akibat warping, fw,max terjadi pada x = b/2 atau

f

2

2f

ff

fmax fw, I

2b

dx

d 2t-d EI -

I2

b M

2

2f

dx d

4t-dEb -

tf

b/2

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 18

Tw

2k

ff

wf cosh

kxcosh

t- d2T

t- d

T V

f t- d

f

wf t- d

T V

ff

w

t- dT

t- dT

2kcosh kxcosh

t- d2T V

ff

f t- d2T

Sekarang perhatikan berikut ini. Torsi warping pada penampang profil � I adalah:

2

kw cosh kxcosh

2T T

dan gaya lintang ekivalen yang diakibatkannya adalah:

2

kcosh kxcosh

t-d2T

t-dT

Vff

wf

Mf = dx cosh

kxcosh t-d2

T dx V 2

k

2

0 f

2

0f

2

k2

k

f cosh sinh

k1

t-d2T

2k tanh

k2

4T

cosh sinh

k1

2T t-d M

2k

2k

ff

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 19

atau 4

T t-d M ff

dimana 2k tanh

2k

1

k /2 0,25 0,50 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 4,0 5,0

0,98 0,92 0,76 0,60 0,48 0,39 0,33 0,25 0,20 Untuk kasus-kasus lainnya lihat tabel. Catatan: Dalam penurunan metoda diatas telah dianggap bahwa torsi warping sama dengan torsi luar dan torsi murni adalah nol (T=Tw, Ts=0). Hal ini hanya

terjadi pada saat dx d 0, atau pada potongan simetri. Dengan demikian

pemeriksaan tahanan torsi dengan metode tersebut diatas tidak dapat dilakukan disebarang potongan kecuali pada potongan simetri.

Prosedur pemeriksaan tahanan torsi pada potongan simetri menjadi sebagai

berikut:

Pada ujung bebas tepi flens:

1. Cari

2. Hitung Mf (d-tf) = * M0 Mf = ����

(M0 = ¼ T atau 81 T 2, dan seterusnya)

3. Hitung fw, max = f

f

I2bM

4. Hitung pengaruh-pengaruh fw, max terhadap tahanan penampang.

Pada tengah flens (titik pertemuan dengan web):

1. Tentukan torsi yang bekerja pada potongan simetri Tx (=T/2, T /2, dst),

atau gambar bidang torsinya. Pada bidang simetri tersebut Tw= Tx dan

Ts=0.

/2 /2

T

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 20

2. Tentukan f

wf td

TV dan hitung

ff

maxfw It

SV .

3. Periksa kombinasi & menggunakan lingkaran Mohr, dan

bandingkan dengan kuat rencana.

Contoh: Suatu profil IWF 300x300x10x15 dengan panjang = 8 m dibebani oleh D = 400 kg/m� dan L = 600 kg/m� terhadap sumbu kuatnya. Kedua beban D dan L tersebut membuat eksentrisitas sebesar 100 mm terhadap sumbu y-y sebagai berikut: Periksa tahanan ditumpuan. Jawab: qu = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 * 400 + 1,6 * 600 = 1440 kg/m� = 14,4 N/mm� Tu = qu 100 mm = 14,40 N/mm� * 100 mm = 1440 N-mm/mm� Lentur: Mux = 12

1 qu 2 = 121 * 14,4 N/mm� * 80002 mm2

= 7,68 * 107 N-mm Torsi: Mf (d-tf) = ( 12

1 Tu 2) (d-tf) = 300 � tf = 300 - 15 = 285 mm

k2 = wEC

GJ Cw = If 2td 2

f G = ) (1 2

E J = 31 b t3

x

y

Tu

D & L

x x

y

y100 mm

= 8000

D & L

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 21

22f2

max mm750.16815*300*81

8tbS

If = 121 tf b3 = 12

1 * 15 * 3003 = 33,75 * 106 mm4 J = 3

1 b t3 = 2 * [ 31 * 300 * 153] + 3

1 * (300 � 2 * 15 ) * 103 = 0,765 * 106 mm4

Cw = If 2td 2

f = 33,75 * 106 * 2

2852

= 1,37 * 1012 mm6

k2 = 27-

6

4

12

6

w mm110 * 2,15

mmmm

10 * 37,110 * 765,0

0,3) (1 21

CJ

) (1 21

k = 4,63 * 10-4 mm

1

k = 4,63 * 10-4 mm

1 * 8000 mm = 3,7065

Tabel 8.6.3, SJ 4th, hal. 449 k

3,0 0,88 k = 3,7065 4,0 0,81 = 0,83

Mf (d-tf) = 2u12

1 T

= 0,83 * 2212

1 mm 8000 * mm'

mm-N 1440 *

= 6,37 * 109 N-mm2

Mf = mm

mmN285

10 * 6,37 29 = 2,24 * 107 N-mm

Periksa penampang ditumpuan: Ujung bebas flens:

un = y

uy

x

ux

SM

S

M b fy

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 22

Mux = 7,68 * 107 N-mm

Muy = 2 * 2,24 * 107 N-mm = 4,48 * 107 N-mm

Sx = 1360 * 103 mm3 ; Sy = 450 * 103 mm3

un = 33

7

33

7

mm 10 * 450mm-N 10 * 4,48

mmmmN

10*136010 * 7,68

= (56,47 + 99,56) MPa = 156,03 MPa < (0,9 * 240 = 216 MPa) OK Tengah flens:

un = 2w

2uxux

2

2 b fy

MPa24,28 mm 10 * 1360*2

mm-N 10 * 7,68S2

M2 33

7

x

uxux

N210.20mm15300

mm2/000.8*'mm/mmN440.1td

TV

f

wf

MPa74,610*75,33*15750.168*210.20

ItSV

6ff

maxfw

un = MPa27,5774,624,2824,28 22 < (0,9*240 = 216 MPa) OK

Tekuk Lentur Torsi: Persamaan tekuk Euler adalah sebagai berikut:

EI 2

2

dxud + P u = 0

atau EI x

1 = -M(x) = -P u(x)

Turunkan dua kali diperoleh

-q(x) = P 2

2

dxud

Catatan: x

MV xx , 2

2xx

x xM

xVq

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 23

Perhatikan batang tekan dengan panampang berikut

q(x,r) = -P 2

2

dx)r,x(ud = - x t dr 2

2

dxd (r ) = - x t r dr 2

2

dxd

-d2 Tx = q(x,r) dx r = - x t r2 2

2

dxd dx dr

dTx = x 2

2

dxd dx A

2tr dr ��������������� (*)

Telah didapat sebelumnya

Tx = GJ dxd - E Cw 3

3

dxd

Turunkan sekali didapat

4

4

w2

2x

dxdC E -

dxd GJ

dxTd

= x 2

2

dxd

A2tr dr [dari (*)]

x

y

z

x

x

t

tu(x,r) = r

xx

rdx

dr

x

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 24

sehingga didapat, 4

4

dxd + p2 2

2

dxd = 0

dimana p2 = w

A2

xCE

GJ - drtr

Solusinya adalah,

2

2

dxd = A1

* sin px + A2* cos px

dxd = -

pA *

1 cos px + p

A *2 sin px + A3

= - 2

*1

pA sin px - 2

*2

pA cos px + A3 x + A4

atau (x) = A1 sin px + A2 cos px + A3 x + A4 Bila ujung-ujungnya tak dapat berotasi maka = 0 pada x = 0, , dan harus harmonik A3 = A4 = 0 dan A2 = 0 , (x = ) = 0 = A1 sin p p = n , n = 1, 2, �

p2 = w

A2

x2Kx

22

CEGJ - drtr

n

Untuk n = 1 x = e = GJ CEI1

2Kx

w2

ps

...................................(1)

dimana Ips =

A2tr dr = Izs + Iys terhadap pusat geser.

Persamaan tekuk torsi tersebut di atas berlaku dengan cukup teliti untuk penampang-penampang dengan dua sumbu simetri yang orthogonal, dan umumnya digunakan untuk penampang langsing, > r. Dalam hal ini tekuk torsi terjadi terhadap pusat geser yang berimpit dengan pusat berat. Pada penampang dengan satu sumbu simetri maka tekuk torsi yang terjadi terhadap pusat gesernya senantiasa dibarengi dengan translasi pusat beratnya terhadap sumbu simetrinya sehingga menghasilkan apa yang dinamakan tekuk lentur torsi. Untuk tekuk lentur torsi pada sebarang penampang dengan satu sumbu simetri digunakan,

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 25

e = 2eyex

eyexeyex

)(H 4

- 1 - 1H2

...................................(2)

ex = ps

2Kx

w2

I1GJCE

ey = E2y

2

; y = y

Ky

i

H = 1 � ps

pc2

0

20

20

II

ry z

A

I I y z r yz2

020

20

Ips = A 20r

dimana A adalah luas penampang, z0, y0 adalah koordinat pusat geser terhadap sumbu utama yang melalui

pusat berat, Iz, Iy adalah momen inersia terhadap sumbu utama yang melalui pusat

berat, 0r adalah jari-jari girasi polar terhadap pusat geser, Sumbu�y adalah sumbu simetri. Untuk penampang yang tidak memiliki sumbu simetri maka tekuk lentur torsi pada sebarang penampang dihitung menurut persamaan pangkat tiga berikut ini, dengan e adalah akar terkecilnya:

0ry

rz

2

0

0eze

2e

2

0

0eye

2eezeeyeexe ......(3)

dimana ez = E2z

2

; z = z

Kz

i.

Tahanan Tekan Tahanan tekan komponen struktur tekan dengan juga memperhatikan tekuk torsi dan/atau tekuk lentur torsi ditetapkan berikut ini, e = eyf

1) e Q25,0 maka = 1/Q

cg

sc

z

y

y0

cg

sc

z

y

y0

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 26

2) Q25,0 < e <

Q2,1 maka =

Q 0,67 - 6,1Q/43,1

e

3) e Q2,1 maka = 1,25 2

e

dan fcr = yf

Nn = Ag fcr = Ag fy/ Contoh:

A = 5.990 mm2 rz = 36,4 mm ry = 75,1 mm BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)

3w

3f ht bt

31J ; 3

w3

3f

3

W th 4tb

361C ; Q: adalah pusat geser (SC)

J=(300*153+142,5*103)/3= 385.000 mm4;

CW=(0,25*3003*153+142,53*103)/36=71,32*107 mm6

Ips= A (ry2+rz

2+y02)

AI

r ps20 75,12+36,42+17,312=7.264,61 0r 85,23 mm

Periksa kelangsingan penampang: (tekan murni) Flens Web

Tidak ada ketentuan 15 10

150 td

w

21,62 240

335 f

335

y

wtd (= 15) <

yf335 (= 21,62)

Penampang tak-kompak Q=1

L = 4000 mm

Nu

Nu = 80 t

T 150.300

150

b=300

tf = 15

tw = 10

y

y

zzy0 = 17,31

Q

h = 142,5

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 27

Arah � z: (sumbu lemah)

Lkz = kcz L = 0,8 * 4000 = 3200 mm; 88 36,43200

rL

z

kz

0,97 10 * 200

240 88 Ef

3yz

cz

96 * 0,8580

NN

nc

u = 0,98 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)

Arah � y: (sumbu kuat)

Lky = kcy L = 0,8 * 4000 = 3200 mm; 43 75,13200

rL

y

ky

0,47 10 * 200

240 43 Ef

3yy

cy

129 * 0,8580

NN

nc

u = 0,73 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)

Arah � x: (torsi) Lkx = kcx L = 1,0 * 4000 = 4000 mm

ex = ps

2Kx

w2

I1GJCE

= 61,264.7*990.5

1000.385*10*80000.4

10*32,71*000.200 32

72=710 MPa

ey = 2

2

2y

2

43000.200E 1.068 MPa

H= 0,9588 7.264,61

36,475,1 yrrA

rrAII 22

20

2z

2y

2z

2y

ps

pc

e = 2eyex

eyexeyex

)(H 4

- 1 - 1H2

= 2)068.1710(9588,0*068.1*107 *4 - 1 - 1

9588,0*2068.1710 =665 MPa

0,25< 0,6 665240

f

e

ye <1,2 1,19

0,6 * 0,67 - 1,61,43 x

cr = 1,19240 = 200 MPa; Nn = 5.990 * 200 = 120 ton

120 * 0,8580

NN

nc

u = 0,78 < 1 OK

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 28

Dari contoh tersebut terlihat bahwa untuk penampang tak-kompak (dan kompak) tekuk lentur torsi lebih kritis daripada tekuk lentur terhadap sumbu kuat. Contoh: Tentukan tahanan rencana, Pd, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama kaki 200.100.10 di bawah ini.

A. Data material:

fy = 240 MPa E = 200.000 MPa = 0,3

B. Data penampang 200.100.10

A = 2920 mm2 rz = 21,34 mm

Iz = 1,33 * 106 mm4 ry = 66,72 mm

Iy = 1,3 * 107 mm4 z0 = 58,26 mm

y0 = 31,12 mm

C. Perhitungan G, J, Cw, 20r

MPa 10*692,73,01*2

000.2001*2EG 4

443333 mm 10 * 9,66710*195 10*95*31 t*h t*b*

31J

6833333333w mm 10 * 298,210*195 10*95*

361 t*h t*b*

361C

276

22yz20

20

20 mm 22,9270

292010*1,3 10*,33112,3126,58

AI I

yzr

Q: shear center

y’

z’

y

z

Q

c.g.

y0 = 31.12

b=95 20.1

10

z0 = 58.26

69.3

h=19

5

10

14.9° Pd

L = 2000 mm

Pd

32

31 ht bt

31J

32

331

3W th tb

361C

c.g. Q

t1

t2

b

h h’

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 29

D. Kelangsingan batang/ elemen

OK 200 97,7434,212000*8,0

r*k

z

zzz

OK 200 98,2372,662000*8,0

r*k

y

yyy

langsing Penampang 91,12240

200f

200 2010200

t'h

y

82,25240

400f

400 20t'h 91,12

240200

f200

yy

0,813 240*10200*10*7,1340,1 f*

t'h*10*7,1340,1Q 3

y3

s

E. Pemeriksaan tekuk lentur - torsi

MPa 81,343298,23

000.200*E* MPa 20,35197,74

000.200*E*2

2

2y

2

ey2

2

2z

2

ez

20

2x

w2

ex r*A1*J*G

*kC*E*

22,9270*2920

1*10*667,9*10*692,72000*8,0

10*298,2*000.200* 442

82

MPa 25,281

Persamaan pangkat tiga untuk menentukan tekuk lentur-torsi:

0 ry - -

rz - - - - -

2

0

0eze

2e

2

0

0yee

2ezeeyeexee

Persamaan tersebut diatas dapat dituliskan sebagai berikut:

0 c-*b*a - e2

e3

e

dimana:

H

*Hry*H

rz

aey2

0

20

ez20

20

ex

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 30

H

*** b eyezeyexezex

H

** c ezeyex

2

02

0zy

zy

ps

pc

zy*AII

IIII

H

529,010*707,210*433,1

26,5812,31*292010*33,110*3,1

10*33,110*3,17

7

2267

67

Akar-akar real persamaan pangkat tiga tersebut dapat ditentukan dengan:

a 31

3 cos 2S 1e

2TQ- cos 1-

a 31 120

3 cos 2S o

2e b - a 31 R 2

a 31 240

3 cos 2S o

3e 3a 272 - c - b . a .

31 Q

R 31 S 3R

271 T

3

22

10*236,5529,0

81,3432*529,022,9270

12,3120,351*529,022,9270

26,5825,281a

610*288,4529,0

81,3432*20,35125,28120,351*25,281b

810*405,6529,0

20,351*81,3432*25,281c

66232 10*850,410*288,410*236,531ba

31R

36 10*271,110*850,4*31R

31S

9363 10*055,210*850,4*271R*

271T

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 31

93863 10*788,310*236,5*27210*405,610*288,4*10*236,5*

31Q

o9

91 831,22

10*055,2*210*788,3cos

MPa 4265,65 10*236,5*31

3831,22cos*10*271,1*2 3

o3

1e

MPa 193,34 10*236,5*31120

3831,22cos*10*271,1*2 3o

o3

2e

MPa 776,63 10*236,5*31240

3831,22cos*10*271,1*2 3o

o3

3e

MPa 193e

11,1193240f

e

ye

331,1813,02,1

Q2,1

s

277,0813,025,0

Q25,0

s

895,1 0,813*11,1*67,06,1

1*813,043,1

Q**67,06,11*

Q43,1

Q1,2 11,1

Q25,0

sesse

s

ton4,31~895,1

240*2920*85,0f

*A*85,0PP ygnd

G. Pemeriksaan tekuk lentur terhadap sumbu lemah

ton3,37~596,1

240*2920*85,0f

*A*85,0PPz

ygnd

(Lihat contoh pada Bab Elemen Pelat Tipis.)

H. Kesimpulan

Pd = 31,4 ton (mekanisme yang menentukan: tekuk lentur torsi)

Dari contoh tersebut terlihat bahwa untuk penampang langsing tekuk lentur torsi dapat menjadi lebih kritis daripada tekuk lentur terhadap sumbu lemah.

Torsi Sindur P. Mangkoesoebroto 32

Resume Profil dengan dua sumbu simetri Untuk penampang kompak dan tak-kompak ( < r) dari komponen struktur tekan yang memiliki dua sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil I dan palang, maka Q=1 dan gejala tekuk torsi tidak perlu diperhatikan. Bila penampangnya langsing ( > r) maka gejala tekuk torsi harus diperhitungkan menggunakan Pers. (1). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk torsi. Profil dengan satu sumbu simetri Untuk penampang kompak dan tak-kompak ( < r) dari komponen struktur tekan yang memiliki satu sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil siku ganda sama kaki dan profil T sama kaki, maka Q=1; gejala tekuk lentur torsi diperhitungkan menggunakan Pers. (2). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk lentur torsi. Bila penampangnya kompak atau tak-kompak maka pengaruh warping dapat diabaikan (Cw=0). Profil tanpa sumbu simetri Untuk penampang komponen struktur tekan yang tak memiliki sumbu simetri, termasuk didalamnya adalah profil siku tak sama kaki, profil Z dan profil T tak sama kaki, maka gejala tekuk lentur torsi harus diperhatikan menggunakan Pers. (3). Gejala tekuk lentur terhadap sumbu lemah sesuai Bab Komponen Struktur Tekan tetap harus diperhatikan. Tahanan tekannya diambil dari yang menentukan antara tekuk lentur terhadap sumbu lemah dan tekuk lentur torsi. Bila penampangnya kompak atau tak-kompak maka pengaruh warping dapat diabaikan (Cw=0). Secara umum bila pusat berat tidak sama dengan pusat geser maka tiga persamaan diferensial akan saling bergantung yaitu persamaan diferensial tekuk lentur terhadap sumbu lemah � z, persamaan diferensial tekuk lentur terhadap sumbu kuat � y, dan persamaan tekuk torsi terhadap pusat geser.

Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 1

d

(R – 1) pp

Mp

My

Mr

0 max

2

3

1

4

Elastis

Inelastis

Plastis

Mom

en

Defleksi

b tf

tw

Lb

M M

Gambar1 Suatu balok sederhana berpenampang kompak dibebani momen konstan, M, dengan bentang tak-terkekang Lb.

TEKUK TORSI LATERAL

Perhatikan gambar balok berikut ini:

Tinjau suatu balok profil-I yang dibebani tehadap sumbu kuatnya . Titik-titik pada potongan A & B dikekang dalam arah lateral, dan flens atas dalam keadaan tertekan sehingga berpotensi mengalami tekuk. Karena web memberikan kekangan menerus pada arah vertikal maka kemungkinan terjadinya tekuk flens adalah dalam arah lateral. Namun, karena sisi tarik berada dalam keadaan yang relatif stabil maka proses tekuk lentur dalam arah lateral tersebut akan dibarengi dengan proses torsi sehingga terjadi tekuk torsi lateral.

Secara umum keruntuhan balok disebabkan oleh: 1) Tekuk lokal flens akibat tekan 2) Tekuk lokal web akibat tekan lentur 3) Tekuk torsi lateral

Ketiga penyebab tersebut dapat terjadi pada kondisi elastis ataupun inelastis. Perhatikan Gambar 1 berikut ini:

Tekuk torsi lateral tidak perlu ditinjau bila balok dibebani terhadap sumbu lemah; namun pengaruh

kelangsingan penampang tetap harus diperhitungkan.

tekan

A B

Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Bila Lb cukup kecil, Lb Lpd, maka M dapat mencapai Mp dengan deformasi yang besar yang ditunjukkan oleh kapasitas rotasi R p dimana faktor daktilitas R 3. Hal tersebut digambarkan oleh kurva 1.

Bila Lb diperbesar Lpd < Lb < Lp maka besar M dapat mencapai Mp namun dengan kapasitas rotasi yang lebih kecil, R < 3. Lihat kurva 2. Bila Lp < Lb < Lr maka M hanya dapat mencapai Mr = Sx (fy – fr) < My dengan kapasitas rotasi yang terbatas - kurva 3. Bila Lb > Lr maka M < Mr dengan kapasitas rotasi yang sangat terbatas – kurva 4.

Tekuk torsi lateral elastis (Lb Lr).

x y z

x’ 1 dxdv

dxdw

y’ -dxdv

1

z’ -dxdw

- 1

dxdw

L

yw

x’

z’ z

x

y

M0

z

dxdv

y’

-v

x’

x

M0

x

Tampak atas

Tampak samping

y

z

z’

w

-v M0

M0

M0 cos M0

y’

M0 sin M0

Mz’ = M0 cos M0

My’ M0

M0

Mx’

Mz’

Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 3

Dengan anggapan sudut dan perpindahan kecil maka, pada bidang x’ y’.

cosMM1IE 0z'y

z

atau

02

2

z Mdx

vdIE

pada bidang x’ z’.

M-M-1IE 0y'z

y

atau

-Mdx

wdIE 02

2

y ................................................................. (1)

Persamaan untuk torsi pada profil I adalah

3

3

w'x dxdCE-

dxdGJT

yang mana 0x''x MdxdwMT

Jadi 3

3

w0 dxdCE-

dxdGJ

dxdwM

turunkan: 4

4

w2

2

2

2

0 dxdCE-

dxdGJ

dxwdM

gunakan Pers. (1)

4

4

w2

2

y

20

dxdCE-

dxdGJ

IEM

sederhanakan diperoleh

0CIE

M-

dxd

CEGJ-

dxd

wy2

20

2

2

w4

4

atau

0-dxd2-

dxd

2

2

4

4

......................................................... (2)

dengan wy

2

20

w CIEMdan

CEGJ2

Persamaan karakteristik dari Pers. (2) adalah 0-r2-r 24

r 22

r 2

Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 4

r 21 riil, positif

-ir 222 imajiner, positif

-r 23 riil, negatif

-i--r 224 , imajiner, negatif

danxr

4xr

3xr

2xr

14321 eAeAeAeA

Karena harmonik maka A1 = A3 = 0 -iqx4

iqx2 eAeA

dimana -q 2

qxsiniqxcosAqxsiniqxcosA 42

qxsinAqxcosA 65

Karena = 0 pada x = 0 dan x = L maka A5 = 0 dan sin qL = 0 qL = n

untuk n = 1 -L

q 2

dan -L

22

2

wwy2

20

2

w 2ECGJ

CIEM

2ECGJ

Pada saat M0 menyebabkan instabilitas maka

CIE2EC

GJ-2EC

GJL

MM wy2

2

w

2

w2

2

cr0

w

2

2

4

4

wy ECGJ

LLCIE

EIGJCILE

LM ywy

2

cr

Bila momen yang bekerja tidak konstan maka persamaan diatas menjadi

GJIECILE

LCM ywy

2

bcr

atau 2

2

w2

y

2

bcrL

121

CJ1

iL

ECf * (1~1,5) (buktikan)

Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Tekuk torsi lateral inelastis (Lb < Lr)Sekarang perhatikan Gambar 2 berikut ini:

Gambar 2

Bila Lb < Lr pada Gambar 1, maka sebagian serat tekan akan teregang hingga > y = fy / E dan M > Mr. Potensi tekuk yang terjadi pada keadaan ini adalah tekuk torsi lateral inelastis. Meskipun kekakuan torsi tidak terlalu terpengaruh oleh tegangan sisa, namun tahanan flens tekan sangat terpengaruh oleh tegangan sisa tersebut. Dalam keadaan ini tahanan momen elastis maksimum Mr menjadi,

Mr = Sx (fyf – fr)

dimana Sx adalah modulus penampang fyf adalah kuat leleh flens fr adalah tegangan sisa

Panjang bentang tak terkekangBila diharapkan tahanan lentur balok dapat mencapai Mp dengan kapasitas rotasi yang tidak terlalu besar (R ~ 1) maka pada keadaan ini M0 = Mcr = Mp. Pada situasi ini umumnya pengaruh kekakuan torsi murni dapat diabaikan terhadap pengaruh warping sehingga diperoleh

ICEL

MM yw2b

2

p0

untuk Mp = Zx fy Cw = If (d – tf)2 / 2 = Iy (d – tf)2 / 4

dan substitusikan diperoleh 2

f2y

2b

2

yx 4 t-dI

EL

fZ

2 t-diAE

L2 t-dIE

Lf2

y2b

2f

y2b

2

Mp

p sh

M M

Kapasitas rotasi perlu

Rotasi

Mom

en Mp

y sh

Regangan flens rerata

Awal penguatan regangan

(R – 1) p (R – 1) y

Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 6

dan x

f

y

2

y

b

ZA t-d

f2E

iL

2

fwffx t-2d tt-d tbZ

fwf 2t-dt tb2A

ffwff

ffwf

x

f

t-2d t-2

d t t-d tb

t-d2t-dt tb2Z

t-dA = 2 ~ 2,7

namun dalam kasus ini diambil 1,5Z

t-dA

x

f sehingga

yy

2

y

b

f1200

f21,5*200.000*

iL

Bila dikehendaki suatu kapasitas rotasi yang lebih besar (1 < R < 3) maka nilai E pada persamaan diatas direduksi menjadi 42,5% untuk mendapatkan

yfy

p

f790

iL

Bila diinginkan suatu kapasitas rotasi R yang lebih besar lagi untuk keperluan analisis plastis dimana R 3 maka nilai E direduksi menjadi 25% atau 60 E/fy (untuk fy = 240 MPa) sehingga diperoleh

y2y

2

y

pd

f95001,5

fE60

2iL

untuk kasus momen konstan.

Untuk kasus dengan momen gradien, percobaan menunjukan bahwa persamaan diatas menjadi

y

21

y

pd

fMM1500025000

iL

dimana 1MM 21 adalah negatif untuk kelengkungan tunggal dan positif untuk kelengkungan ganda.

Untuk perencanaan sendi plastis pada daerah gempa besar dimana diperlukan R = 7 ~ 9

maka reduksi E dapat dilakukan menjadi 20% untuk memperoleh yy

ps

f8500

iL

untuk

kasus momen konstan.

Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 7

Bila karena sesuatu dan lain hal hanya diperlukan tahanan momen M = Mr maka hal ini dapat dicapai dengan mengatur panjang tak terkekang Lb = Lr dengan

EIGJCIL

EL

f-fSMM ywy2r

22

rryfxrcr

atau 0CIE-LEIGJ-Lf-fS wy222

ry2

4r2

ryf2x

atau 0f-fS2

CIE-L

f-fS2

EIGJ-L

21

2ryf

2x

wy24

2r2

ryf2x

2y4

r

2ryf

2x

wy242

2ryf

2x

2y

2ryf

2x

2y2

r f-fS

CIE

f-fS2

EIGJ

f-fS2

EIGJL

karena 2yy iAI dan

12EG maka

JA1

Ef-fS4

JiC

14111JA

f-fS2E

iL

22

2ry

2x2

2y

w

2

ryfx

2

y

r

atau *2

*1

y

r X11XiL

dimana 1JA

f-fS2EX

ryfx

*1 ;

2

*1

2y

w*2 XJi

C14X .

Hubungan antara panjang bentang tak terkekang (Lb) terhadap tahanan lentur balok diperlihatkan pada Gambar 3 berikut ini,

Gambar 3

Teori

Perencanaan W16 x 26

Mp

Mr

0,5 Mp

IPlastis

IIInelastis

III Elastis

80 16 24 Lb

LrLpLpdLps

Cb = 1.0

MM

M0.5 M

Cb = 1.3

Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 8

Perencanaan Balok I terhadap Lentur pada Sumbu Kuat (LRFD)

Persyaratan berikut harus dipenuhi b Mn Mu

dimana b = 0,9 Mn adalah tahanan lentur nominal Mu adalah momen batas atau terfaktor

Perhatikan Gambar 4 berikut ini,

Gambar 4

Kasus 1a (Lb Lps):Mn = Mp

Kapasitas rotasi R = 7 ~ 9 sesuai untuk perencanaan gempa Penampang harus kompak ( < p)Lihat juga ketentuan perencanaan tahan gempa pada peraturan baja yang baru.

yy

ps

f8500

iL

Kasus 1b (Lb Lpd):Mn = Mp

Kapasitas rotasi 3 R < 7 sesuai untuk perencanaan plastis Penampang kompak ( < p)

y

21

y

pd

fMM15.00025.000

iL

Kasus 2

Kasus 3a & 3b

inelastis elastis

0 Lps Lpd Lp Lr

Mr

Mp

Kasus 1, Mn = Mp (1a & 1b) daerah perencanaan plastis

Taha

nan

Lent

ur N

omin

al, M

n

Panjang bentang tak terkekang, Lb

Kasus 4a & 4b

Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 9

dimana 1MM 21 adalah negatif untuk kelengkungan tunggal, dan positif untuk kelengkungan ganda; fy adalah kuat leleh profil (MPa).

Kasus 2 (Lpd < Lb < Lp):Mn = Mp

Kapasitas rotasi 1 < R < 3 sesuai untuk perencanaan umum Penampang kompak ( < p)

yfy

p

f790

iL

dimana fyf adalah kuat leleh flens (MPa).

Kasus 3a (Lp < Lb < Lr):Mr Mn < Mp

Kapasitas rotasi sangat terbatas, R < 1 Penampang kompak ( < p)

prpr

pbp

pr

brbn MM

L-LL-L

ML-LL-L

CM

dimana

CBAmax

maxb M3M4M3M5,2

M12,5C

dan*2

*1

y

r X11XiL

1JA

f-fS000.315X

ryfx

*1 ;

2

*1

2y

w*2 XJi

C14X

dan

ryfxr f-fSM

Cb adalah faktor modifikasi momen gradien sepanjang bentang tak-terkekang yang ditinjau

MA adalah momen pada ¼ bentang tak-terkekang MB adalah momen pada ½ bentang tak-terkekang MC adalah momen pada ¾ bentang tak-terkekang Mmax adalah momen maximum pada bentang tak-terkekang yang ditinjau

Sx adalah modulus penampang fyf adalah kuat leleh flens

fr adalah tegangan sisa = lasprofiluntukMPa115

gilasprofiluntukMPa70

Tekuk Torsi Lateral Sindur P. Mangkoesoebroto 10

J adalah konstanta torsi, 3tb31J

adalah konstanta Poisson

Cw adalah konstanta warping, [profil-I: 2f

3f

2f

fw tdbt241

2tdIC ]

A adalah luas penampang profil-I, Iy adalah momen inersia dua flens profil-I terhadap sumbu-y,

AI

i yy adalah jari-jari giras terhadap sumbu-y.

Kasus 3b (Lp < Lb < Lr):Mr Mn < Mp

Kapasitas rotasi sangat terbatas, R < 1 Penampang tak kompak ( p < < r)

prpr

pp

pr

r1n MM

--

M--M

prpr

pbp

pr

brb2n MM

L-LL-L

ML-LL-LCM

Mn = min {Mn1, Mn2}

Kasus 4a (Lb > Lr):Mn < Mr

Penampang tak kompak ( p < < r)

GJIECIL

EL

CM ywy

2

bbbn

Kasus 4b (Lb > Lr):Mn < Mr

Penampang langsing ( > r)

Lihat topik balok pelat berdinding penuh.

Perencanaan bresingBresing direncanakan terhadap gaya axial sebesar N = 0,02 P dimana P adalah gaya axial yang bekerja pada komponen struktur tekan yang dikekang.

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 1

Balok Pelat Berdinding Penuh

Struktur balok pelat berdinding penuh pada kasus tertentu dapat memberikan efisiensi

yang lebih baik dan untuk bentang antara 20 ~ 50 meter dapat menjadi lebih ekonomis.

1) Keadaan batas tekuk torsi lateral (penampang kompak).

2) Keadaan batas tekuk lokal flens

3) Keadaan batas tekuk lokal web

Tahanan lentur dan geser balok pelat berdinding penuh sangat bergantung pada pelat

web. Pelat web yang terlalu langsing dapat bermasalah:

1) Tekuk lentur pada web akan mengurangi tahanan lentur elastis penampang;

2) Tekuk lokal flens pada arah vertikal;

3) Tekuk web karena geser.

Mp

Mr

p = yf

790 r = y

r

iL

= y

b

iL

Mn

C b=1

Mn

Mp

Mr

p = yf

170 r = eyf k115

420 =

f

f

t2/b

tak kompak langsing

kompak

kompak

tak kompak langsingMp

Mr

p = y

1680 r = y

2550 5,1

ha bila

11595000

yfyf

= t/h

(Balok pelat berdinding penuh)

5,1ha

bila5250

yf

Mn

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Pada balok pelat berdinding penuh umumnya dijumpai pengaku vertikal untuk

meningkatkan tahanan geser pelat web.

Tekuk Vertikal Pelat Flens

Batas kelangsingan maximum pelat web dimaksudkan untuk beberapa tujuan yaitu

menghambat tekuk vertikal dan tekuk torsi pelat flens.

Analisis tekuk vertikal dilakukan sebagai berikut:

Tegangan vertikal akibat gaya flens adalah

c = h

2 t

A tdx

dA f

w

ff

w

ff

Tekuk vertikalTekuk torsi

Tekuk lateral

Af f

Af f d

Af f

d

h h h

d

h/2

h/2

d

dx = d

d

dxd

2h f

Af f

Af f

Af f

Af f

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 3

Persamaan kuat kritis pada pelat tipis adalah

h/t 1 12

E k 2w

2

2

cr

Untuk kasus seperti sketsa diatas k = 1, dan dari c = cr diperoleh

2w

2

2

w

fff

h/t -1 12E

th A2

atau

fff

w2

2

w

1 AA

-1 42E

th

dimana Aw = h tw

Bila pada pelat flens diperhitungkan adanya tegangan sisa r dan f = yf maka

f = ( r + yf)/E

sehingga ryfyff

2w

22

w A -1 24

A E th

bila Aw/Af = 0,5 dan r = 115 MPa maka

115

95000 th

yfyfw................................................................ (1)

Persamaan (1) dikembangkan untuk web tanpa pengaku vertikal.

Nilai maximum h/tw – LRFD

Pada peraturan Persamaan (1) menjadi

115

95000 th

yfyfw untuk 5,1

ha

sendi

bebas

sendi

h

dx

c

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 4

a

Parameter kekakuan rotasi tepi pelat

sendi h

44 39.6

36

28

23.9

0.3 0.7 1.1 1.5 1.9 2.3

= 0 (sendi)

= 3

= 10

= 100

= (jepit)

Nila

i k

sendi

a / h

dan yfw

5250 th untuk 5,1

ha

Tekuk Lentur Web

Pada saat balok pelat berdinding penuh memikul lentur maka bagian pelat web yang

dekat dengan flens tekan cenderung mengalami tekuk seperti skema dibawah ini.

Persamaan stabilitas pelat adalah

cr = 2w

2

2

t/h 1 12E k

dengan k dijelaskan pada gambar berikut

Jadi dengan E = 200 GPa dan = 0,3 maka

cr = 2wt/h000.320.4 untuk k = 23,9 (sendi-sendi)

dan cr = 2wt/h000.158.7 untuk k = 39,6 (jepit-jepit)

h

a

t w

web tekan

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Karena kondisi jepitan pelat web sangat bervariasi dari kasus-ke-kasus dan kondisi jepit

ini hampir sunguh-sunguh terjadi pada pelat web yang dilas terhadap flens maka

umumnya diambil kondisi 90% kearah jepitan,

cr = 2wt/h000.450.6

atau agar tekuk lentur pada web dapat dihindari maka

crcrw

2550000.450.6th

Bila pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens tidak ditinjau, dan hanya

memperhatikan kelangsingan web saja maka hubungan Mn/My versus = h/tw untuk BJ

37 diperlihatkan secara skematis berikut ini,

Bila pengaruh tekuk lentur web diperhitungkan dalam menghitung tahanan lentur balok

pelat maka

rry

n )( 1MM

Dari eksperimen dapat ditunjukan bahwa

r

r

a 3001200a

dimana ar = 10AA

fc

w

y

y

2550

Tegangan sisa pada web diabaikan

cr

2550

wt/h

y

n

MM

1,0

Penguatan regangan

y

y daerah perencanaan balok pelat minimum

tekuk lentur web

cr

2550 Tekuk vertikal flens

= h/tw

= 339

untuk 5,1ha

= 325

untuk 5,1ha

r = 165 p = 108

BJ 37

2402550

2401680

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 6

y

r2550

wth

1,5 ha bila

)115(95000

5,1ha bila 5250

yfyf

yf

My = Sx y

Sehingga diperoleh,

Mn = Sx yyfwr

r 2550th

a 3001200a1

Persamaan tersebut berlaku tanpa mempertimbangkan tekuk torsi lateral dan tekuk lokal

flens. Bila hal tersebut diperhitungkan maka kuat leleh harus diganti dengan kuat kritis

akibat pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens, sehingga didapat

Mn = Sx cr yfwr

r 2550th

a 3001200a1

= Sx cr RPG

dimana

cr ditentukan dengan memperhatikan pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk

lokal flens tekan.

RPG = 1- 0,12550th

a 3001200a

yfwr

r

ar = 10 AA

fc

w

Jadi dengan adanya pengaruh tekuk lentur pada web, tahanan lentur balok pelat sama

dengan kuat kritisnya dikalikan modulus penampang terkoreksi akibat tekuk lentur pada

web. Pada balok pelat hibrida dimana pada umumnya kuat leleh web lebih rendah

daripada kuat leleh flens maka faktor koreksi akibat perbedaan kuat leleh tersebut

diperhitungkan dalam perhitungan tahanan lentur balok pelat, sehingga

Mn = Sx cr RPG Re

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 7

dimana 1,0 a 212

)mm3(a12R0r

3r

e . Untuk balok homogen Re=1.

m = yfc

yw

Tahanan Geser Pelat Web

Tegangan normal kritis untuk pelat tipis ditentukan oleh persamaan berikut ini:

cr = 22

2

tb 1 12Ek

Persamaan tersebut untuk tegangan geser pada balok pelat menjadi

cr = h/t 112

Ek22

v2

......................................................................... (2)

dengan kv = 5 + 2)h/a(5 .

Namakan Cv = cr/ yw maka Persamaan (2) menjadi

Cv = yw

22v

2

yw

cr

(h/t) )(1 12E k

Dengan E = 200 GPa , = 0,3 dan yw = 0,6 yw

diperoleh C = yw

2w )t/h(

k 000.304

Persamaan tersebut diatas berlaku untuk daerah tekuk elastis.

Untuk daerah tekuk inelastis, tegangan kritis dinyatakan sebagai

cr, inel = ecr,alproporsion batas

Tegangan geser batas proporsional diambil sebesar 0,8 yw dan ywe,ve,cr C

sehingga

e,inel,vyw

inel,cr C 8,0C

= yw

2w )t/h(

k 304.000 8,0

= yww

kt/h

490

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 8

Untuk cr = y maka C , inel = 1 dan diperoleh

yww

k490th

Untuk cr = 0,8 y maka C , inel = C , e = 0,8 dan diperoleh

yww

k610

th

Sehingga tahanan geser nominal menjadi

Vn = cr Aw = wyy

cr A

= C y Aw = C (0,6 yw)Aw

dan Vd = Vn wywv A6,0C9,0

= 0,54 C yw Aw

dengan

C = 1 bila yw

v

w

k490th (web leleh)

C = yww

kt/h

490 bila 490ywwyw

k610thk (tekuk web inelastis)

Cv = yw

2w )(h/t

k 000.304 bila

yww

k 610th (tekuk web elastis)

Catatan: Bila 260thw

maka pengaku vertikal harus senantiasa terpasang.

C , el=yw

2w )t/h(

k 000.304

C =y

cr C , inel=

yww

kt/h

490 1,0

0,8

leleh inelastis elastis

yw

k490 yw

k610

wt/h

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 9

Tahanan Geser Nominal termasuk Aksi Medan Tarik

Suatu balok pelat berdinding penuh dapat mengalami tekuk akibat geser. Tahanan pasca

tekuk dapat diperoleh dari mekanisme rangka batang yang digambarkan sebagai berikut:

Mekanisme rangka batang tersebut yang terjadi pada pasca tekuk dinamakan aksi

medan tarik (tension-field action) karena tarikan-tarikan dipikul oleh pelat web

sedangkan tekanan-tekanan dipikul oleh pengaku vertikal.

Kurva Cv vs h/tw dengan memperhatikan tahanan pasca tekuk adalah sebagai berikut:

Tahanan geser Vn yang disumbangkan oleh tahanan tekuk, Vcr, dan tahanan medan

tarik, Vtf, adalah sebagai berikut:

Vn = Vcr + Vtf

dimana Vcr = Cv y Aw sedangkan Vtf didapat berikut ini.

Arah Optimum Aksi Medan Tarik

h tw

h cos

t

T

Vtf

P

C =y

cr

1,0

0,8

penguatan regangan

dapat tanpa pengaku vertikal

perlu pengaku vertikal

Pasca tekuk - Aksi Medan Tarik (perlu pengaku vertikal)

490yw

k

610yw

k

260 h/tw

Tanpa tekuk akibat geser

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 10

Vtf = T sin

T = t tw h cos

cos tan a -h S

sin a - cosh

S t T wt

sin S t sin T V wttf

sin a - cosh sin t wt

sin a - 2sin 2h t 2

wt

Bila diberikan h dan a maka sudut akan menjadi demikian sehingga Vtf maximum

atau

cos sin 2a - 2 cosh 0 d

V d tf

2sin a - 2 cosh

atau h

a1

ah 2 tan

2

ha 1

1 2 sin

2

2

ha 1

ha

- 1 21

22 cos - 1 sin

Vtf S

h � a tan

a

a tan

T h

t

1

2

a/h

2

ha 1

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 11

Kesetimbangan horizontal memberikan

cos sin a t F wtf

2sin a t 21 wt

Dari kesetimbangan momen diperoleh

0 a 2

V - 2h F tf

f

atau ah F V ftf

2sin h t 21 wt

2wt

ha 1

1 h t 21

Teori keruntuhan berdasarkan energi distorsi memberikan (untuk kasus dua dimensi):

2y21

22

21 - ........................................................................... (3)

tan =

31

311

= 1- 3

- y / 3

1

y B

y/ 3 1 = - 2 = cr (geser murni)

- y

A

- y

2 y

a

h

a sin

a

h/2 Fw

Ff

a

Ff + Ff

Fw 2

Vtf

PS

t

2Vtf

a/2 a/2

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 12

crt1

cr2

Persamaan (3) pada segmen AB dapat didekati sebagai berikut:

2y1 1 - 3

atau crycrt 1 - 3 -

cryt 3 -

maka Vy

cr

y

cr

y

t C - 1 - 1 3 - 1

dan yVt C - 1

dan tahanan aksi medan tarik menjadi,

2wttf

ha 1

1 h t 21 V

= 2wywv

a/h1

1 h t C-121

dan tahanan geser nominal, Vn, menjadi

tfcrn V V V

2wywvwyv

ha 1

1 A C - 1 21 A C

2

vvwy

ha 1 2

C - 1 3 C A

2

vvwywn

ha 1 ,151

C - 1 C A 0,6 V

t

t

cr

1

t

cr cr

2

cr cr

t

1

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 13

Gaya pada pengaku vertikal menjadi

sin

sin sin a t P2

wts

2wywv

ha 1

ha

- 1 21 a t C - 1

bila a/h dianggap 1 maka

wvyws ta C - 1 0,15 P

dan luas pengaku vertikal Ast

yst

wvyw

yst

sst

ta C - 1 0,15 P A

di peraturan di syaratkan

0 t18 - V

V C - 1 h t D 0,15 A 2

wnv

uvw

yst

ywst

dimana: yst adalah kuat leleh pengaku vertikal

pelat rtikalpengaku vesatu untuksiku rtikalpengaku vesatu untuk

rtikalpengaku ve sepasanguntuk

2,41,8 1

D

Persamaan Interaksi Geser – Lentur

Bila balok pelat berdinding penuh direncanakan memikul geser dengan

memperhitungkan pengaruh aksi medan tarik maka persamaan interaksi geser-lentur

harus dipenuhi.

n

u

MM

1,0

0,75

A

B

0,6 n

u

VV

1

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 14

Persamaan garis AB adalah

1,375 VV

0,40,25-

MM

n

u

n

u

atau 375,1VV 0,625

MM

n

u

n

u

Jadi bila 0,6 < 1 VV

n

u

dan 0,75 < 1 MM

n

u

atau 0,6u

n

MV <

u

u

MV <

u

n

MV ............................................................ (4)

dan u

n

VM 75,0 <

u

u

VM <

u

n

VM

n

u

u

u

n

u

M 75,0V

MV

M V .................................................................... (5)

atau bila 0,6 n

n

u

u

n

n

M 75,0V

MV

MV .......................................................... (6)

maka persamaan interaksi geser-lentur berikut harus dipenuhi,

1,375 VV

0,625 MM

n

u

n

u

dimana = 0,9

Mn & Vn masing-masing adalah tahanan lentur dan geser nominal balok pelat

berdinding penuh.

Mu & Vu masing-masing adalah momen dan geser terfaktor yang bekerja pada

balok pelat berdinding penuh.

n

n

MV

6,0

u

n

MV

6,0

u

u

MV

Persamaan (4)

n

u

MV

u

n

MV

n

n

MV

n

u

M 75,0V

n

n

M 75,0V

Persamaan (5)

Persamaan (6)

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 15

Bila Persamaan (6) tidak terjadi maka

Mu Mn

dan Vu Vn

Balok Biasa

Suatu balok pelat akan menjadi balok biasa bila pengaku vertikalnya dihapuskan.

Penghapusan tersebut dilakukan bila h/tw 260 dan bila persyaratan berikut dipenuhi.

Dalam kasus tanpa pengaku vertikal nilai kv = 5.

1. Rezim penguatan regangan

ywyw

v

w

1100 k 490 th

dan tahanan geser nominal menjadi (Cv = 1)

wywn A 0,6 V

2. Rezim tekuk geser inelastis

ywwyw

1380 th 1100

vwywn C A 0,6 V

t

h1100 C

yww

v

3. Rezim tekuk geser elastis

yww

1380 th260

vwywn C A 0,6 V

t

h

000.520.1 C

yw

2

w

v

Bila 260 th

w harus selalu digunakan pengaku vertikal.

Jadi pengaku vertikal tidak diperlukan bila,

1) 260 th

w

dan 2) vwywn C A 0,6 V

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 16

Persyaratan Aksi Medan Tarik

Bila 260 th

w harus selalu digunakan pengaku vertikal,

dan bila wywvu A 0,6 C V maka diperlukan sumbangan dari aksi medan tarik

sehingga juga diperlukan pengaku vertikal, dan

2

vvwyw

u

ha 1 1,15

C - 1 C A 0,6 V

Aksi medan tarik hanya boleh dipertimbangkan bila 3 ,th

260min ha

2

w

. Bila

persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka nilai Cv dihitung dengan kv = 5 + 2)h/a(5 ; bila

3)h/a( maka kv = 5. Aksi medan tarik tidak boleh digunakan pada panel ujung atau

panel yang berdekatan dengan panel berlubang, semua pada panel balok hibrida, panel

pada web-tapered. Tahanan geser dihitung sebagai wywvn A 0,6 C V .

Flens tarik

Flens tekan

Las intermiten

tw

4 tw minimum 6 tw maksimum

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 17

Perencanaan Balok Pelat Berdinding Penuh

a) Bila 1,5 ha maka

yfw

5250 th

b) Bila 1,5 ha maka

115

95.000 th

yfyfw

dimana:

a adalah jarak bersih antar pengaku vertikal

h adalah jarak bersih seperti ditunjukkan sketsa berikut

yf adalah kuat leleh pelat sayap

Pada balok tanpa pengaku vertikal, 260 th

w

Tahanan Lentur Rencana

Parameter kelangsingan

a) Tekuk torsi � lateral

T

b

rL

yfp

790

yfr

2000

bPG C 1.970.000 C

CBAmax

maxb 3M M 4 M 3 M 5,2

M 12,5 C

h

a a

h h h

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 18

A B C

Lb / 4 Lb / 4 Lb / 4 Lb / 4

Mmax

Lb

rT adalah jari-jari girasi dari pelat sayap tekan + 1/3 dari pelat badan tertekan

terhadap sumbu T.

Lb adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara lateral pada suatu

balok.

b) Tekuk lokal pelat sayap

f

f

t2b

yf

p170

yf

er

k 600

CPG = 180.000 ke

Cb = 1

dimana w

e th4 k dan 0,35 ke 0,763

T

1/6 h

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 19

Kuat kritis

Bila < p maka cr = yc

p < < r maka ycpr

pycbcr

- -

21 - 1 C

> r maka 2PG

crC

Kuat kritis, cr, diambil untuk kedua kasus pada (a) dan (b), dan diambil nilai terkecil.

Tahanan Lentur Nominal

a) Pelat sayap tertarik hingga leleh

ytextn R S M

b) Tekuk pelat sayap tekan

crePGxcn R R S M

dimana:

1,0 2550 - th

a 300 1200

a - 1 Rcrw

c

r

rPG

Re adalah faktor penampang hibrida

1 2a 12

m - 3m a 12 R0r

3r

e . Untuk balok homogen Re=1.

10 AA

afc

wr , adalah perbandingan luas penampang pelat badan terhadap luas

penampang pelat sayap tekan

cr

yw

yc

yw ,max m

cr adalah kuat kritis pelat sayap tekan

yt adalah kuat leleh pelat sayap tarik

yc adalah kuat leleh pelat sayap tekan

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 20

Sxc adalah modulus penampang terhadap pelat sayap tekan, Ix / yc

Sxt adalah modulus penampang terhadap pelat sayap tarik, Ix / yt

hc adalah dua kali jarak dari titik berat penampang ke lokasi baut terdekat pada

pelat badan tekan atau jarak dari sisi-sisi dalam dari pelat sayap atas dan bawah

bila digunakan las pada penampang simetris.

Tahanan Lentur Rencana

Md = b Mn

dimana b = 0,9

Tahanan Geser Rencana dengan Aksi Medan Tarik

a. Untuk yw

v

w

k 490 th

ywwnvd A 0,6 0,9 V V

b. Untuk yw

v

w

k 490 th

2v

vywwnvd

ha 1 1,15

C - 1 C * A 0,6 0,9 V V

dimana y

crv C dihitung sebagai berikut:

Bila yw

v

wyw

v k 610

th

k 490

w

ywvv th

k 490 C

Bila yw

v

w

k 610 th

2w

ywvv th

k 304.000 C

Nilai kv ditentukan dengan 2v

ha

5 5 k .

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 21

Untuk panel-panel ujung balok pelat berdinding penuh homogen, semua panel pada

balok hibrida dan balok dengan perubahan pelat badan (web-tapered), serta bila a/h > 3

atau a/h > [ 260 / (h/tw)]2, aksi medan tarik tidak boleh diperhitungkan, dan

Vd = v Vn = (0,9) (0,6 Aw yw Cv)

dimana Cv dihitung dengan kv = 5 + 2)h/a(5 , kecuali bila a/h>3 maka kv = 5.

Pengaku Vertikal

Pengaku vertikal tidak diperlukan bila

a) 260 th

w

dan b) vwywvu CA 0,6 V

dimana Cv ditentukan dengan kv = 5 + 2)h/a(5 dan v = 0,9.

Bila direncanakan untuk aksi medan tarik, luas pengaku vertikal Ast ditentukan sebagai

berikut:

0 t18 - C - 1 h t D 0,15 A 2wvw

sty

ywst

dimana :

y st adalah kuat leleh pengaku vertikal

Namun demikian, pengaku vertikal dapat dipasang atau dipertahankan atau bahkan

ditambah untuk meningkatkan kv dalam upaya menaikkan tahanan geser.

tw

a a

tw

a

I a tw3 j

0,5 2 - h

a2,5 j 2

a

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 22

pelat rtikalpengaku vesatu untuk siku rtikalpengaku vesatu untuk

rtikalpengaku ve sepasanguntuk

4,28,1 1

D

Interaksi Geser – Lentur

Bila n

n

u

u

n

n

M 0,75V

MV

MV 6,0 untuk balok-balok pelat berdinding penuh dengan pelat

badan yang direncanakan terhadap aksi medan tarik harus memenuhi persyaratan

tambahan dibawah ini

1,375 V

V 0,625 M

M

n

u

n

u

dimana Mn dan Vn masing-masing adalah tahanan lentur dan geser nominal balok

pelat berdinding penuh, = 0,9

Perencanaan Pelat Sayap

1. Perbandingan lebar pelat sayap terhadap tinggi, bf / d, antara 0,3 (untuk balok

rendah) hingga 0,2 (untuk balok tinggi).

2. Lebar pelat sayap adalah kelipatan 50 mm.

3. Ketebalan pelat sayap adalah kelipatan 2 mm (tf 18 mm), 3 mm (18 mm < tf 36

mm), 6 mm (tf > 36 mm).

4. Bila ada bahaya stabilitas lateral maka buat = pf

f ~ t

2b pada posisi momen

maksimum, tf dapat direduksi pada posisi-posisi lainnya.

5. Pada balok pelat yang stabil dalam arah lateral, reduksi luas flens dapat dilakukan

dengan mengurangi tebal, lebar atau kedua-duanya. Dari sisi lelah, reduksi lebar

lebih baik dari pada reduksi tebal. Transisi tebal atau lebar tidak melebihi 1 : 2,5.

Tinggi Optimum Balok Pelat

w

w th tetap

Tinggi Optimum, ycr3

cr

wu 2 M 3 h

Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 23

Luas balok pelat, w

2

w

2

w

2

fwth 2 h h A A A

23

w22

2u mm

M 18

Berat per satuan panjang,

mmN

M 18 10 * 7,84 A 3

w22

2u5-

t

Catatan: = 7,84 * 10-5 N/mm3

Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 1

DIAGRAM ALIR PERENCANAAN BALOK PELAT BERDINDING PENUH

Diberikan: bt tt fyt fyw Vu rT1 b = 0,9 bc tc fyc Mu Mmax fyst D MA kb MB

ww t

h ha Lb MC

Tekuk torsi - lateral

Tb/rL =

ycp f790/ =

ycr f2000/ =

Cb CBAmax

max

3M + 4M + 3M + M 2,5M 12,5

bPG C 1.970.000 = C

Tekuk lokal pelat sayap

)/(2tb = cc

ycp f170/ =

0,763 4 = k < 35,0w

e

ycer /fk600 =

ePG k180.000 = C

Cb 1

Call fcr1 fcr = min [fcr1, fcr2] Call fcr2

f

M 23 = h 3

cr

wu

At = bt tt Ac = bc tc tw = h/ w Aw = tw h = h2/ w a = h d = h� + tt + tc

At

Aw

x x

ycg

tw

Ac tc kb

bt

bc

tt

h� d hc/2

h

kb

Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 2

ycg = twc

tttwccA + A + A

2/ tA + t+/2h' A + /2)t-(d A ; hc = 2 (d - tc - kb - ycg)

IT = 3w

3cc t/6)(h' 12

1 +b t121 ; AT = wcc t/6h'+ b t

rT = T

TA

I ; is it close to rT1 ? write rT

Ix = 2cgc c

3c c )y - /2t-(dA + tb 12

1 + 2tcgw

3 w /2)h' - t-(y A + h' t12

1

+ 2tcgt

3tt 12

1 /2)t-(y A + tb Sxt = Ix / ycg; Sxc = Ix / (d - ycg)

ar = Aw / Ac 10; cr

yw

yc

yw

ff

,ff

max m

1 2a + 12

)m - (3m a + 12R0r

3r

e ; untuk balok homogen Re=1.

RPG = 1 - a1200 + 300 a

ht

- 2550f

1r

r

c

w cr

(SNI Baja: h hc, fyf fcr)

Catatan:

1. 2

2

w2

y

2

bcrL

121

CJ1

iL

E C f

Bila 0CJ

w

untuk kasus tekuk torsi lateral elastis maka

iL

C1.970.000 f 2

y

bcr .

Bila fcr=fr=fy/2 dan Cb=1 maka yyy

rr f

2.000 f

1.970.000 * 2iL .

2. See Table 4.5-1.

yf

e

eyferyf

r fk600

kf240

115240

420

kff

420

2y

e2

y2

2

2cy

cr

tbfk000.180

t/b1Ek

f112

1ff .

Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 3

revise

t

Md = b Mn

Mu Md

y

revise

Mn1 = Sxt Re fyt Mn = min [Mn1, Mn2] Mn2 = Sxc RPG Re fcr

Vu Vd

revise

Call pengaku

t

y tanpa aksi medan tarik

stop

aksi medan tarik (perlu pengaku)

Vu Vd

t

y

stop

Call PIGL

Call pengaku

Vd = 0,9 . 0,6 . w2

yw /hf *

CV + 1- C1,15 1 +

V

2

(260/ w)2 t

Cv=1

Untuk panel-panel ujung, panel dekat lubang, panel balok hibrida, web-tapered TFA=0; untuk lainnya TFA=1. Bila >3, TFA=0, kv=5; bila

3, kv= kv+5/ 2

ycw f

5250 = a/h 1,5

revise

1,5

t

ty

w > 490 kf

v

yw

t

y

)115f(f000.95

ycycw

t

TFA

Call CV

0

1

y

TFA=0 y

Vd = 0,9 . 0,6 . Cv w2

yw /hf

Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 4

return t

y

MM

VV

u

d

u

d

+ 0,625 1,375revise t

y

return

n

n

u

u

n

n

M75,0V

MV

M

V6,0

y

t

j = 0,5j < 0,5

Ast = ff

yw

yst

0,15 D h / (1- C ) VV

- 18 h2w v

u

d w

2

return

j = 2 - 5,22

3w

4 j/h I

w < 490 kf

v

yw

No need of vertical stiffener

y

t

1

TFA 0

w 260

y

t

(no requirement on Ast

only on I )

kv=5 y

t(no requirement on Ast only on I )

Subroutine Persamaan Interaksi Geser - Lentur (PIGL) Subroutine Pengaku

Balok Pelat Berdinding Penuh-Flow Chart Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Subroutine fcr: Subroutine Cv : w

v

yw

kf490

wv

yw

kf610

490 610kf

kf

v

yww

v

yw

w

return

return

Cv = 1,0 Cvw

= 304.000(k / f )v yw

2

Cv = k / fv yw

w

490

return

< p (kompak)

> r (langsing)

p < < r (non-kompak)

return

returnfcr = fyc fcr = CPG2

ycpr

p21

ycbcr f -

- -1 f C = f

return

Sindur P. Mangkoesoebroto 1

Irwan Kurniawan

Perencanaan Plastis Rangka Sederhana

PERENCANAAN PLASTIS RANGKA SEDERHANA

Pendahuluan Dalam perencanaan elastis struktur rangka (frame dan gable frame) yang menjadi dasar perhitungan tahanan struktur adalah kapasitas tahanan penampang pada lokasi dimana terjadi gaya-gaya-dalam maksimum atau lokasi kritis. Sedangkan dalam perencanaan plastis, tahanan struktur ditentukan oleh tahanan seluruh struktur pada saat terjadinya mekanisme; pada saat mana penambahan beban tidak lagi dimungkinkan mengingat deformasi yang terjadi telah menjadi terlalu besar. Profil yang umum digunakan dalam perencanaan plastis adalah bentuk IWF atau H yang masuk dalam kategori kompak dan dimaksudkan agar penampang komponen struktur dapat mencapai tahanan plastisnya tanpa mengalami local buckling dengan kapasitas rotasi yang cukup besar, R=3~7. Selanjutnya, untuk menjamin terpenuhinya kapasitas rotasi tersebut maka disetiap lokasi terbentuknya sendi plastis kedua flens harus terkekang secara lateral. Disamping itu, panjang bentang tak-terkekang maksimum Lb, adalah sesuai dengan pasal 7.5.2 SNI 03 1729-2000, Lb Lpd. Perlu diperhatikan pula peryaratan perencanaan sambungan rangka kaku (rigid frame knee) untuk menjamin terbentuknya sendi plastis. Sambungan harus mempunyai tahanan yang lebih tinggi daripada komponen struktur yang dihubungkan padanya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai indeks keandalan, untuk komponen struktur adalah =3 sedangkan untuk sambungan 4,5. Selanjutnya diharapkan sendi plastis terbentuk di luar daerah sambungan yaitu disalah satu ujung komponen struktur yang terhubung pada sambungan. Menurut SNI 1729 2000, pada pasal 15.7.2.1 disebutkan bahwa untuk perencanaan sambungan balok-ke-kolom pada Sistem Pemikul Beban Gempa maka rotasi inelastis sekurang-kurangnya harus dapat mencapai 0,03 radian. Disamping itu perencanaan sambungan harus memperhatikan tiga hal berikut: 1. Mampu mentransfer momen ujung balok dan kolom; 2. Mampu mentransfer geser ujung balok ke kolom; 3. Mampu mentransfer geser pada ujung kolom ke balok. Perencanaan sambungan balok-ke-kolom dan daerah panel untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus harus selalu memperhatikan pasal 15.7 pada SNI 1729 2000. Lihat juga materi kuliah Beban Terpusat Pada Balok sebagai referensi perencanaan daerah panel dan pengaku yang diperlukan.

Mekanisme Keruntuhan Plastis Sebelum tahanan plastis struktur rangka ditentukan, terlebih dulu perlu diketahui mekanisme-mekanisme yang mungkin terjadi pada struktur. Pada umumnya masing-masing mekanisme keruntuhan akan menghasilkan beban batas yang berbeda-beda. Nilai beban batas terkecil yang akan menentukan tahanan struktur.

Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Irwan Kurniawan

Perencanaan Plastis Rangka Sederhana

Beberapa mekanisme yang mungkin terjadi pada struktur rangka adalah: 1. Mekanisme balok; 2. Mekanisme panel; 3. Mekanisme join; 4. Mekanisme gable; 5. Mekanisme kombinasi. Ilustrasi masing-masing mekanisme keruntuhan dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini. (a) Mekanisme balok (b) Mekanisme panel (c) Mekanisme join (d) Mekanisme gable

Sindur P. Mangkoesoebroto 3

Irwan Kurniawan

Perencanaan Plastis Rangka Sederhana

(e) Mekanisme kombinasi

Metode Analisis Plastis Metode yang umum digunakan dalam analisis plastis adalah metode kesetimbangan dan metode energi. Dalam bahasan ini akan diuraikan metode energi yang untuk beberapa kasus lebih mudah digunakan, dapat dilihat pada contoh-contoh dibawah ini. Contoh 1 Mekanisme keruntuhan diperlihatkan dalam gambar dibawah. Lokasi sendi plastis diasumsikan, dan dari hubungan geometri dapat ditentukan sudut . Kerja eksternal yang dilakukan oleh beban luar sama dengan energi regangan internal akibat momen-momen plastis yang bekerja membentuk rotasinya masing-masing.

Kerja eksternal = Kerja internal

)2(M 2LW pn

L8M

W pn

L/2 Wn

L

Wn

2

L

Sindur P. Mangkoesoebroto 4

Irwan Kurniawan

Perencanaan Plastis Rangka Sederhana

2

1

3 4

5 6

7

0,5Wn

Wn Wn

9 m

2,25 m

4,5 m

Contoh 2

Mekanisme 1 Mekanisme 2

Kemungkinan-kemungkinan mekanisme keruntuhan diperlihatkan dalam gambar diatas. (a) Mekanisme 1

h4M

W

)(Mh W0,5

pn

pn

(b) Mekanisme 2

1hL

2hM4

hL8M

W

)2(2M2L Wh W0,5

ppn

pnn

Contoh 3

Mekanisme 1

2

h

0,5Wn

Wn

3 2

1 4

L

Sindur P. Mangkoesoebroto 5

Irwan Kurniawan

Perencanaan Plastis Rangka Sederhana

Mekanisme 2

Mekanisme 3

a. Mekanisme 1

np

pn

W251,1M .2M 4,5 W0,5

b. Mekanisme 2

Untuk membahas mekanisme yang lebih kompleks ini, digunakan konsep pusat sesaat (instantaneous center). Bila sendi plastis terbentuk pada titik 5 dan 6, maka ada tiga benda rigid, yang berotasi pada saat struktur tersebut mulai bergerak. Segmen 1-2-3-4-5 berotasi terhadap titik 1; segmen 6-7 berotasi terhadap titik 7; segmen 5-6 berotasi

1

2

3

4

5

6

7

2

2

5

23

23

6

0

3

4,5

9

x

43

1

43

2

3

3

4

5

6 6

7

4

4

0

18

4,5

x

Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Irwan Kurniawan

Perencanaan Plastis Rangka Sederhana

dan bertranslasi yang besarnya ditentukan oleh gerakan titik 5 dan 6 pada segmen-segmen kaku di dekatnya. Bila benda tersebut kaku, titik 5� tegak lurus terhadap garis 1-5, dan titik 6� tegak lurus terhadap garis 6-7. Dengan demikian titik 5 dan 6 dapat dianggap berotasi terhadap titik 0, perpotongan dari garis 1-5 dan garis 6-7; yakni pusat sesaatnya. Langkah pertama dalam metode energi yang menggunakan pusat sesaat adalah menentukan lokasi titik pusat sesaat; karena titik 5 adalah 6,75 m ke arah horisontal dan 5,625 m kearah vertikal dari titik 1, sedang jarak vertikal ke titik 0 dari titik 7 adalah:

m 7,5 x; 6,75

5,6259x

Selanjutnya, sudut acuan ditentukan seperti terlihat dalam gambar diatas (Mekanisme 2). Dengan perbandingan, sudut rotasi terhadap titik 0 adalah 3 2. Segmen benda kaku 5-6 berotasi melalui sudut 3 2 ini. Dengan proporsi inversi sebagai jarak 0-5 adalah ke 1-5, rotasi benda kaku 1-2-3-4-5 terhadap titik 1 adalah:

2

,23

4341

Rotasi sendi plastis relatif pada titik 5 adalah:

22

32

Rotasi sendi plastis relatif pada titik 6 adalah:

5,22

3

Untuk menghitung kerja eksternal yang dilakukan oleh beban-beban luar, perlu dihitung perpindahan vertikal pada titik 3 dan 5, dan perpindahan horisontal pada titik 2.

Perpindahan vertikal titik 3 sama dengan sudut rotasi kali proyeksi horisontal titik 2 ke 3. Beban pada titik 3 bergerak secara vertikal menempuh jarak:

. 1,125(2,25)2

Sindur P. Mangkoesoebroto 7

Irwan Kurniawan

Perencanaan Plastis Rangka Sederhana

Beban pada titik 5 bergerak vertikal sejarak:

3,375(6,75)2

Beban pada titik 2 bergerak horisontal sejarak:

2,25(4,5)2

Maka, persamaan energi selengkapnya menjadi: Kerja eksternal = Kerja internal )2,5(2M) (3,375W) (1,125W) (2,250,5W pnnn

nnp W1,25W4,5

5,625M

c. Mekanisme 3

Pusat sesaat ditentukan dengan memotongkan garis 1-3 dengan garis 6-7:

m 5,22 x; 25,2

625,59x

Bila didefinisikan pada gambar diatas (Mekanisme 3), sudut rotasi terhadap titik 0 adalah /4, karena jarak 0-6 adalah empat kali jarak 6-7. Karena jarak 0-3 adalah tiga kali jarak 3-1, sudut 3-1-3� adalah 3 /4 (3 kali sudut rotasi terhadap 0).

Kerja eksternal yang dilakukan oleh berbagai beban adalah:

Beban pada 2, W4

6,754,5 43 W0,5 nn

Beban pada 3, W4

6,752,254

3W nn

Beban pada 5, W4

2,252,254

W nn

Energi regangan internalnya adalah:

Momen pada 3, M44

3M pp

Sindur P. Mangkoesoebroto 8

Irwan Kurniawan

Perencanaan Plastis Rangka Sederhana

Momen pada 6, 4

5M4

M pp

Kerja eksternal = Kerja internal

451pM

42,25

46,75

46,75

n W

49M

415,75W pn

W1,75W9

15,75M nnp Menentukan

Perencanaan Plastis dengan Metode LRFD (Dikutip dari SNI 03-1729-2000 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung)

7.5 Analisis plastis

7.5.1 Penerapan

Pengaruh gaya-dalam di sebagian atau seluruh struktur dapat ditetapkan menggunakan analisis plastis selama batasan pada Butir 7.5.2 dipenuhi. Distribusi gaya-gaya�dalam harus memenuhi syarat keseimbangan dan syarat batas.

7.5.2 Batasan

Bila metode plastis digunakan, semua persyaratan dibawah ini harus dipenuhi, yaitu: a) Kuat leleh baja yang digunakan tidak melebihi 450 MPa; b) Pada daerah sendi plastis, tekuk setempat harus dapat dihindari dengan

mensyaratkan bahwa perbandingan lebar terhadap tebal b/t, lebih kecil daripada p. Nilai p tersebut ditetapkan sesuai dengan Tabel 7.5-1;

c) Pada rangka dengan bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom yang diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban horizontal terfaktor tidak diperkenankan melampaui 0,85 Ab fy. Pada rangka tanpa bresing, gaya aksial tekan terfaktor pada kolom yang diakibatkan oleh beban gravitasi terfaktor dan beban horizontal terfaktor tidak diperkenankan melampaui 0,75 Ab fy

Sindur P. Mangkoesoebroto 9

Irwan Kurniawan

Perencanaan Plastis Rangka Sederhana

d) Parameter kelangsingan kolom c tidak boleh melebihi 1,5 kc. Nilai kc ditetapkan sesuai dengan Butir 7.6.3.2 atau 7.6.3.3 (

yfE5,1r

L =

yf2100 , dimana L adalah panjang teoritis). e) Untuk komponen struktur dengan penampang kompak yang terlentur

terhadap sumbu kuat penampang, panjang bagian pelat sayap tanpa pengekang lateral, Lb, yang mengalami tekan pada daerah sendi plastis yang mengalami mekanisme harus memenuhi syarat Lb Lpd, yang ditetapkan berikut ini: (i) Untuk profil � I simetris tunggal dan simetris ganda dengan lebar

pelat sayap tekan sama dengan atau lebih besar daripada lebar pelat sayap tarik dan dibebani pada bidang pelat sayap

Lpd = y

y2

1

f

r MM 15.000 25.000

(7.5-1)

Keterangan: fy adalah kuat leleh material, MPa M1 adalah momen ujung yang terkecil, N-mm M2 adalah momen ujung yang terbesar, N-mm ry adalah jari-jari girasi terhadap sumbu lemah, mm (M1/M2) bertanda positif untuk kasus kelengkungan ganda dan negatif untuk kasus kelengkungan tunggal Lpd dinyatakan dalam mm

(ii) Untuk komponen struktur dengan penampang persegi pejal dan balok kotak simetris

Lpd = y

y

y

y2

1

fr 21.000

f

r MM 21.000 35.000

(7.5-2)

Tidak ada batasan terhadap Lb untuk komponen struktur dengan penampang melintang bulat, atau bujursangkar, atau penampang yang terlentur terhadap sumbu lemah.

f) Tahanan komponen struktur harus direncanakan sesuai dengan Butir 7.4.3.3;

g) Tahanan lentur komponen struktur komposit harus ditentukan berdasarkan distribusi tegangan plastis.

Sindur P. Mangkoesoebroto 10

Irwan Kurniawan

Perencanaan Plastis Rangka Sederhana

7.5.3 Anggapan analisis Gaya � gaya-dalam ditetapkan menggunakan analisis plastis kaku. Dalam analisis plastis harus dapat dianggap bahwa sambungan-sambungan dapat memobilisasikan kekuatan penuhnya atau sebagian dari kekuatan penuhnya, selama kekuatan sambungan-sambungan tersebut direncanakan untuk tujuan ini, dan selama: a) untuk sambungan dengan kekuatan penuh, yang kapasitas momen

sambungannya tidak kurang dari kapasitas momen penampang komponen-komponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa sehingga kapasitas rotasi sambungan pada setiap sendi plastis tidak terlampaui pada saat terjadinya mekanisme;

b) untuk sambungan dengan sebagian dari kekuatan penuhnya, yang kapasitas momen sambungannya dapat lebih kecil daripada kapasitas momen komponen-komponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya semua sendi plastis yang diperlukan untuk terjadinya mekanisme, sedemikian rupa sehingga kapasitas rotasi sambungan pada setiap sendi plastis tidak terlampaui.

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 1

KOMBINASI LENTUR DAN TEKAN

Perhatikan balok diatas dua tumpuan dengan beban terdistribusi, momen-momen dan gaya-gaya aksial dikedua ujungnya, berikut ini,

Kelengkungan EI

M-1 x

dan EI1- v.PMMMM pspx

dimana Mp adalah momen orde pertama, dan Ms adalah momen orde kedua.

Secara umum untuk dua dimensi, kelengkungan dinyatakan sebagai berikut,

232i

ii

v1

v1

untuk iii v1maka1v dan diperoleh

EIM

- vEIPv pii

atau EI

M- v

EIPv

iipiiiv

Karena EI

M- vEI

M-vii

xivxii maka

EIM

-EI

M-EIP

EIM-

iipx

iix

atau Mxii + k2 Mx = Mp

ii = -q(x)

dimana EIPk 2 dan 2

2

dxxMd-xq

V

M1

XV

P

q M2

P x

Mx

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 2

Solusi homogen dari persamaan di atas adalah

Mxh = A sin kx + B cos kx

Dan solusi umumnya

Mx = Mxh + Mxk (q) = A sin kx + B cos kx + Mxk (q)

dimana EIPk

Kasus 1:

xL

M-MMM 12

1p

Mpii = 0

Jadi Mx = A sin kx + B cos kx

x = 0 Mx = M1 = B x = L Mx = M2 = A sin kL + B cos kL

kLsin

kLcosM-MA 12

dan kxcosMkLsinkxsinkLcosM-MM 112x

Supaya Mx menjadi maximum maka 0dx

dM x

atau 0kxsinMk-kLsinkxcoskkLcosM-M

dxdM

112x

tan kLsinM

kLcosM-Mkx1

12

kLsinMkLcosM-M 221

212

M1 sin kL

M2 - M1 cos kL

kx

v

M1

P

L

M2 M1

P X

M2

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 3

sin kLsinMkLcosM-M

kLcosM-Mkx22

12

12

12

cos kLsinMkLcosM-M

kLsinMkx22

12

12

1

Jadi kLsinMkLcosM-M

kLcosM-MkLsin

kLcosM-MM

221

212

1212maxx

kLsinMkLcosM-M

kLsinMM22

12

12

11

kLsinMkLcosM-MkLsin

1 221

212

2121

22 MkLcosMM2-M

kLsin1

kLsinMMkLcos

MM2-1MM 2

2

2

1

2

12maxx ..................... (1)

Bila M1 = 0 maka kLsin

MM 2maxx

Bila sin kL = 0 2,1,nnLEIPkL

1nL

EIP 2

2

Mx max

Ms

P.v

M2

PP

Mp

M2

X

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 4

Bila M2 = M1 = M maka kLsin

kLcos2-2MM 2maxx .................................... (2a)

kLcos1

2MkLcos-1kLcos-12M 2

2kLsecM2kLcos

1M ........................ (2b)

Pada saat tekuk M1n22

kLmaxx

Kasus 2:

Mp = ½ qx (L – x), Mpi = ½ qL – qx, Mp

ii = -q

Solusi khusus, Mxk = Cx + D Mxk

i = C Mxk

ii = 0

Jadi 0 + k2 (Cx + D) = -q C = 0 ; D = -q/k2

Mxk = -q/k2

dan Mx = A sin kx + B cos kx – q/k2

pada x = 0 Mx = 0 = B – q/k2 B = q/k2

x = L Mx = 0 = A sin kL + q/k2 cos kL - q/k2

kLcos-1kLsink

qA 2

Ms

M

P

M

P

Mp M

P.v

xPP

q

L

v

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 5

dan 222x kq-kxcos

kqkxsin

kLsinkkLcos-1qM

kxsinkq-kxcos

kLsinkkLcos-1q0

dxdM x

kLsinkLcos-1kxtan

kLsinkLcos-1

kLcos-1kxsin22

kLsinkLcos-1

kLsinkxosc22

1-kLsinkLcos-1

kLsin

kLsinkLcos-1

kLcos-1kLsin

kLcos-1kqM

22222maxx

1-kLsin

kLsinkLcos-1kq 22

2

1-2

kLseckq

2

)1-2 / kLsec(kL

8qL81M 2

2maxx

Perbesaran Momen

Komponen struktur dengan satu kelengkungan tanpa translasi pada ujungnya

x

dianggap bentuk sinus

P

V

PO

SO

P

V

PO~

)(P SOPOP.v

Mp

Ms

SO

R R

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 6

Anggap, L xsinPM sopos

Reaksi balok konjugate adalah

dxLxsinPdxMR

2L

o

2L

o sopos

02L

LxcosLP- sopo

LP sopo

Lendutan so adalah:

2L

o ssoposo dx x-2LM-

2LLPIE

2L

osoposopo dxLxsin x -

Lxsin

2L*P-

2LLP

dxLxsin x L

2L-

2LP

2L

o

2

sopo

02L

LxsinLP 2

2

sopo

sopo2

2LP

atau e

sopo22soposo PP

LEIP

dimana 22e LEIP dan

ePP

atau poso -1

jadi popoposopo -11

-1v

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 7

dan sopoposopomaxx PMMMM

-1P

M popo

dimana EEI

PLPP

2

2

2

2

e

atau -11

MP

1MMpo

popomaxx

-11

MLEI1M

po

po2

2

po

-111-

MLEI

1Mpo

2po

2

po

*1pomaxx BMM ............................................................................ (3)

dimana *1B =

-111-

ML

EI1

po2

po2

= -1

C*m

dan *mC = 1 + 11-

MLEI

po2

po2

dan 1-MLEI

po2

po2

Perhatikan komponen struktur dengan momen-momen ujung berikut ini

M1

xM1

PP

M2

Mx max M2

M2 M1

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 8

Demikian sehingga Mx max > M 2 dan terjadi diantara kedua tumpuan. Akan di cari MEdemikian sehingga menjadi

Jadi dari Persamaan (1) dan (2) 2

2

1

2

12maxx M

MkLcosMM2-1

kLsinMM

kL/2cos

M)kLcos-1(2

kLsinM EE

)Lkcos-1(2MMkLcos

MM2-1

MM

2

2

1

2

1

2E

Dari Persamaan (3) Mx max = Mpo

*1B = M E

*1B

dimana *1B =

-111-

MLEI

1po

2po

2

Lendutan orde pertama ditengah bentang akibat momen ME, po, ditentukan sebagai berikut:

EI po = M E 2L

2L - M E 8/LM

4L

2L 2

E

Sehingga *1B =

-10,23371

-111-

81

2

= kLkLLkEI

PLPP 2

2

2

22

2

2

e

MEME

Mx max

L/2 L/2

MEME

2LME

2LME

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 9

kL2/kLcos

1 *1B

0,1 0,99 1,137 1,137 0,2 1,4050 1,3102 1,3084 0,3 1,7207 1,5333 1,5287 0,4 1,9869 1,8322 1,8225

Jadi Mx max = -1

0,23371M~kL/2cos

ME

E

= -1

0,23371*kL)cos-(12

MMkLcos

MM21

M

2

2

1

2

1

2

= 12m

2 BM-1

CM

dimana Cm = *mC

0,23371*kL)cos-(12

MMkLcos

MM21

2

2

1

2

1

.................. (4)

-1CB m

1

Dalam peraturan digunakan hubungan yang lebih sederhana, yaitu:

Cm = 0,6 + 0,4 (M1 / M 2 ) ............................................................. (5)

dan ketelitiannya diperlihatkan berikut ini untuk nilai 1Cm :

Persamaan (1) Persamaan (4) Persamaan (5) M1/M2 0.8 0.5 0 -0.5 -0.8 0.8 0.5 0 -0.5 -0.8 0.8 0.5 0 -0.5 -0.8

kL 0.05 0.70 1.00 1.00 0.97 0.1 0.99 1.05 1.00 1.04 1.00 1.02 0.89 0.2 1.40 1.19 1.06 1.01 1.19 1.05 1.01 1.15 1.00 0.75 0.3 1.72 1.39 1.20 1.01 1.38 1.19 1.01 1.31 1.14 0.86 0.4 1.99 1.65 1.41 1.09 1.64 1.40 1.09 1.53 1.33 1.00 0.5 2.22 2.03 1.71 1.26 1.01 2.01 1.70 1.25 1.00 1.84 1.60 1.20 0.80 0.6 2.43 2.60 2.18 1.54 1.08 2.57 2.15 1.52 1.06 2.30 2.00 1.50 1.00 0.7 2.63 3.55 2.97 2.04 1.25 1.01 3.49 2.92 2.00 1.23 0.99 3.07 2.67 2.00 1.33 0.93 0.8 2.81 5.45 4.55 3.07 1.69 1.10 5.34 4.46 3.01 1.66 1.07 4.60 4.00 3.00 2.00 1.40 0.9 2.98 11.18 9.32 6.23 3.19 1.54 10.89 9.08 6.07 3.11 1.50 9.20 8.00 6.00 4.00 2.80

Kom

bina

si L

entu

r dan

Tek

anSi

ndur

P. M

angk

oeso

ebro

to

10

0,8

-MM

21

0,5

-MM

21

21

MM0,

8 0,

5 0

Pers

amaa

n (4

) Pe

rsam

aan

(5)

21

MM>

0 un

tuk

kele

ngku

ngan

tung

gal

P uM

1

P u

M2

M2

M1

Mmax/M2

=Pu/P

e

= Cm/(1-)

M1

M2

M1

M2

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 11

Catatan: e

u

PP

Kasus Cm

*

(Momen positif)

1P

1+ 0,2 Mm

1,0

M M

w

P

P P

2L

P P Q

wP P

wP P

Q2L

P P

P P2L

Q

2

3

4

5

6

7

+

Mm

+

Mm

+ -

-- +

+-

--+

Mm

Mm

Mm

+

Cm*

(Momen negatif)

1- 0,3

1- 0,2

1- 0,4

1- 0,4

1- 0,6

1- 0,4

1- 0,4

1- 0,3

1- 0,2

-

-

-

Nilai Cm* untuk balok tanpa translasi pada tumpuan

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 12

Tahanan nominal - Instabilitas pada Bidang Lentur Tahanan balok-kolom, dimana tekuk torsi lateral dan tekuk lokal dapat dihindarkan dan lentur terjadi terhadap satu sumbu, akan tercapai bila terjadi instabilitas pada bidang lentur (tanpa torsi).

Persamaan diferensial balok-kolom, termasuk pengaruh orde kedua, menunjukkan bahwa pengaruh gaya normal dan momen tidak dapat disuperposisikan, ini adalah kasus non-linier.

Kurva persamaan interaksi untuk profil-I tertentu tanpa goyangan dengan fy = 230 MPa, fr = 70 MPa, dan terlentur terhadap sumbu kuat adalah seperti berikut ini.

Persamaan interaksi menjadi:

1MM

PP

n

u

n

u ................................................................................ (6)

dimana Pu adalah gaya tekan terfaktor Pn adalah tahanan nominal sebagai fungsi dari Mu adalah momen terfaktor termasuk pengaruh orde kedua

Mu = Mpo*1B = Mpo -1

C*m ; Mpo = ME =coef x Mp max

Mp max adalah momen orde pertama terfaktor maksimum

EILP

PP

2

2u

e

u

*mC = Lihat bahasan sebelumnya

Mn = Mp untuk balok kompak yang terkekang secara lateral.

atau Persamaan (6) dapat ditulis sebagai berikut:

1-1

CMM

PP m

n

u

n

u

0 0.2 0.4 0.6 1.00.8

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

0=xr

L

20406080

100120

M2P

P

LM

M

y

u

PP

M u / M p

(M1 / M2 = 1)

0 0.2 0.4 0.6 1.00.8

4060

0=xr

L

80100120

M2

L

P

P

M

0.5 M

M u / M p

(M1 / M2 = -0.5)

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 13

1,0

0 0,5 1,0

1,181

-1PP

y

u

0rL

x

y

u

PP

1,0M1,18

MPP

p

u

y

u

0,5

Solusi eksak

x x

pu MM

Tahanan Nominal – Persamaan Interaksi Perencanaan balok-kolom dilakukan dengan bantuan persamaan interaksi.

Kasus 1 - Tanpa Instabilitas Pada lokasi dimana tidak dapat terjadi instabilitas ( 0) berlaku

1,0M1,18

MPP

p

u

y

u

dan 1,0MM

p

u

dimana ygy AP

Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 1.

Kasus 2 - Instabilitas pada Bidang Lentur

1-1M

MPP

p

E

n

u

dimana Pn adalah tahanan nominal sebagai fungsi dari ME = Cm Mui

Cm=coef x *mC ; *

mC = 1 + Pe = 2 EI / L2

= Pu / Pe Mui adalah momen orde pertama terfaktor maksimum pada arah – i.

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 14

Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 2.

Kasus 3 - Instabilitas akibat Tekuk Torsi Lateral

1P/P-1M

MCPP

eun

uim

n

u

Kasus 4 - Lentur Dua Arah

1PP-1M

CM

PP-1MCM

PP

eyuny

myuy

exunx

mxux

n

u

Cara Perencanaan LRFD

1) Untuk 0,2P

P

nc

u

1,0M

MM

M98

PP

nyb

uy

nxb

ux

nc

u

2) Untuk 0,2P

P

nc

u

1,0M

MM

MP2

P

nyb

uy

nxb

ux

nc

u

1,0

0

0,5

1,0C

1,0PP-1M

MPP

m

eup

ui

n

u

Solusi eksak

40rL

x80

120

0,5

x x

n

u

PP

P

MM

P

pui MM

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 15

dimana Pu adalah gaya aksial terfaktor Pn adalah tahanan minimum sebagai fungsi dari Mu adalah momen terfaktor termasuk pengaruh orde kedua Mn adalah tahanan lentur dengan memperhatikan semua pengaruh

instabilitas, bila ada, c adalah faktor tahanan tekan = 0,85 b adalah faktor tahanan lentur = 0,9

tx2xntx1xux MBMBM adalah momen terfaktor dalam arah-x termasuk pengaruh orde kedua

Mnx adalah tahanan lentur dalam arah-x Muy, Mny serupa Mux, Mnx untuk arah-y

Koefisien Perbesaran Momen - LRFD

Komponen struktur pada rangka tak bergoyang

1,0P / P-1

CBe1u

m1

a) Untuk komponen struktur pada rangka tak bergoyang dengan beban transversal diantara kedua tumpuannya,

Cm=coef x *mC dan *

mC = 1PP

11e

u

Cm = 1 bila kedua tumpuan tak terkekang terhadap rotasi = 0,85 bila kedua tumpuan terkekang terhadap rotasi

b) Untuk komponen struktur pada rangka tak bergoyang tanpa beban-beban transversal, tapi dengan momen ujung-ujung M1, M2 dengan M2 M1

Cm = 0,6 + 0,4 M1 / M2 bila M1 dan M2 menyebabkan kelengkungan tunggal Cm = 0,6 - 0,4 M1 / M2 bila M1 dan M2 menyebabkan kelengkungan ganda

Pe1 adalah tahanan tekan kolom yang ditinjau, dalam keadaan tak bergoyang.

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 16

Komponen struktur pada rangka bergoyang

Berikut diberikan faktor perbesaran untuk rangka bergoyang bila pengaruh P- tidak ditinjau.

M t1 + M t2 = Hu L

dan u

OHhuhOH H

fHf

Bila pengaruh P - di tinjau maka M t1 B2 M t1 dan M t2 B2 M t2

serta OH SH (lihat gambar berikut).

B2 (M t1 + M t2) = Hu L + Pu SH ..................................................... (7)

LPHf SHu

uhSH

LP

HH

SHuu

u

OH

OHu

SHuOH HL

P

OHuu

uOHSH P-HL

HL

Pu

B2 M t1 Hu

Hu

B2 M t2

Pu

L

Pu

LP

H SHuu

Pu

SH

LP

H SHuu

Pu

M t1 Hu

Hu

M t2

Pu

L

Pu

Hu

Hu

Pu

OH

Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 17

Dari Persamaan (7) di peroleh

OHuu

uOHuuu2 P-HL

HLPLHHLB

OHuu

OHuOHuu2 P-HL

PP-HLB

u

OHu2

HLP

-1

1B

Untuk suatu kolom yang berada diantara dua lantai diafragma maka

uuuu HHdanPP

Sehingga

LHP-1

1BOH

u

u2

Sebagai alternatif dapat di hitung

e2

u2

PP

-1

1B

dan Mu = B1 Mnt + B2 M t

dimana Mnt adalah momen yang timbul hanya akibat beban gravitasi tanpa ada goyangan

M t adalah momen akibat goyangan dan gaya-gaya lateral lainnya.

Nilai Mu juga dapat diperoleh dari analisis P - dimana semua pengaruh non-linieritas langsung di perhitungkan.

Pu adalah jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban gravitasi untuk seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjau,

Pe2 adalah jumlah tahanan tekan seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjau, dalam keadaan bergoyang,

Hu adalah jumlah gaya horizontal terfaktor yang menghasilkan OH pada tingkat yang ditinjau,

L adalah tinggi tingkat.