shigellosis

18
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SHIGELLOSIS 2.1.1 DEFINISI Disentri basiler, shigellosis adalah infeksi akut yang mengakibatkan radang pada kolon, yang disebabkan kuman genus Shigella, yang ditandai gejala diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, serta nyeri perut dan tenesmus (Tjokroprawiro, 2007). 2.1.2 EPIDEMIOLOGI Shigellosis terjadi di seluruh dunia dan merupakan penyebab tersering ketiga diare bakterial di negara maju (Mandal, 2004). Disentri basiler terdapat, terutama di negara sedang berkembang dengan lingkungan yang kurang dan penghuni yang padat. Disentri mudah menyebar pada kondisi lingkungan yang jelek (Tjokroprawiro, 2007). Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centres for Disease Control and Prevention (CDC). Hasil penelitian yang dilakukan di berbagai rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% bakteri shigella (Sudoyo, 2007). Setiap tahun, sekitar 14.000 kasus Shigellosis dilaporkan di Amerika Serikat. Karena banyak kasus ringan yang tidak didiagnosis atau dilaporkan, jumlah infeksi mungkin dua puluh kali lebih besar (CDC, 2009).

description

file

Transcript of shigellosis

  • 6BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 SHIGELLOSIS

    2.1.1 DEFINISI

    Disentri basiler, shigellosis adalah infeksi akut yang mengakibatkan

    radang pada kolon, yang disebabkan kuman genus Shigella, yang ditandai gejala

    diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, serta nyeri perut dan tenesmus

    (Tjokroprawiro, 2007).

    2.1.2 EPIDEMIOLOGI

    Shigellosis terjadi di seluruh dunia dan merupakan penyebab tersering

    ketiga diare bakterial di negara maju (Mandal, 2004). Disentri basiler terdapat,

    terutama di negara sedang berkembang dengan lingkungan yang kurang dan

    penghuni yang padat. Disentri mudah menyebar pada kondisi lingkungan yang

    jelek (Tjokroprawiro, 2007). Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000

    kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Di

    Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang dari

    500.000 kasus yang dilaporkan ke Centres for Disease Control and Prevention

    (CDC). Hasil penelitian yang dilakukan di berbagai rumah sakit di Indonesia dari

    Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita diare berat,

    ditemukan 5% bakteri shigella (Sudoyo, 2007).

    Setiap tahun, sekitar 14.000 kasus Shigellosis dilaporkan di Amerika

    Serikat. Karena banyak kasus ringan yang tidak didiagnosis atau dilaporkan,

    jumlah infeksi mungkin dua puluh kali lebih besar (CDC, 2009).

  • 72.1.3 ETIOLOGI

    Disentri basiler atau shigellosis disebabkan kuman genus Shigella.

    Shigella adalah basil nonmotil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. ada 4

    spesies shigella yaitu S. dysenteriae, S. flexneri, S. boydii, dan S. sonnei. Terdapat

    43 serotipe O dari shigella. S. sonnei adalah satu-satunya spesies yang memiliki

    serotipe tunggal (Sudoyo, 2007). Dengan pengecualian S. sonnei, masing-masing

    spesies dapat dibagi lagi menjadi serotipe berdasarkan reaktivitas dengan serum

    hiperimun: S. dysenteriae (15 serotipe), S. flexneri (6 serotipe dan 2 varian), & S.

    boydii (20 serotipe) (serotyping shigella) (WHO, 2010). Jumlah bakteri yang

    diperlukan untuk menginfeksi rendah (10-100 organisme) (Mandal, 2004).

    2.1.4 PATOGENESIS

    Shigella masuk ke dalam tubuh per oral. Karena mampu bertahan terhadap

    pH rendah, ia dengan mudah melewati asam lambung. Terjadi invasi sel epitel

    kolon, yang diawali dengan melekatnya bakteri, masuk sel dengan cara

    endositosis dan berada di sitoplasma. Multiplikasi intraseluler menyebabkan

    kerusakan dan kematian sel yang akan berakibat ulserasi mukosa. Sifat penting

    lain adalah kemampuan membuat enterotoksin. Toksin berperan atas patogenesis

    komplikasi mikroangiopati, hemolytic uremic syndrome, thrombotic

    thrombocytopenic purpura. Enterotoksin lain menyebabkan gangguan transportasi

    elektrolit dan menyebabkan sekresi cairan ke lumen usus.

    Pada shigellosis permukaan epitel mengalami ulserasi yang ekstensif.

    Dengan eksudat terdiri dari sel kolon yang terkelupas, leukosit PMN, eritrosit.

    Lamina propria mengalami edema dan hemoragik, serta mengalami infiltrasi

  • 8neutrofil dan sel plasma. Ulserasi pada tempat tertentu menyerupai

    pseudomembran. Perubahan histologi diduga akibat endotoksin kuman. Imunitas

    dapat timbul dan bersifat serotipe spesifik (Tjokroprawiro, 2007).

    2.1.5 MANIFESTASI KLINIS

    Masa tunas dari beberapi jam-3 hari. Mulai gejala awal sampai timbulnya

    gejala khas biasanya cepat. Gejala yang khas adalah defekasi sedikit-sedikit, terus

    menerus, sakit perut kolik, tenesmus, muntah-muntah. Suhu badan tinggi, sakit

    kepala, nadi cepat. Sakit perut dirasakan di sebelah kiri. Tinja biasanya encer,

    berlendir, warna kemerah-merahan atau lendir bening, dan berdarah. Pada

    pemeriksaan mikroskopis tinja dijumpai sel darah putih, sel darah merah, sel

    makrofag.

    Pada bentuk yang berat fulminan dijumpai tanda dehidrasi dan bisa terjadi

    renjatan septik. Daerah anus terdapat luka, nyeri, kadang-kadang prolaps.

    Hemoroid yang ada sebelumnya mungkin muncul keluar. Kematian karena :

    1. gangguan sirkulasi perifer, anuria, koma uremikum

    2. sering pada malnutrisi, kelaparan

    (Tjokroprawiro, 2007).

    Pada lebih dari setengah kasus pada orang dewasa, demam dan diare

    menghilang spontan dalam 2-5 hari. Namun, pada anak-anak dan lanjut usia,

    kehilangan air dan elektrolit dapat menimbulkan dehidrasi, asidosis dan bahkan

    kematian. Penyakit yang disebabkan oleh S. dysenteriae kadang-kadang dapat

    sangat parah.

  • 9Pada pemulihan, kebanyakan orang mengeluarkan basil disentri dalam

    waktu singkat, tetapi beberapa orang tetap menjadi carrier usus kronik dan dapat

    mengalami serangan penyakit secara berulang. Setelah sembuh dari infeksi,

    kebanyakan orang membentuk antibodi sirkulasi terhadap shigella, tetapi

    antibodi ini tidak mencegah terjadinya infeksi ulang (Jawtez, 2008).

    2.1.6 KOMPLIKASI

    Dapat timbul komplikasi shigellosis:

    1. Ekstraintestinal terutama oleh S. dysenteriae tipe 1, S. flexneri

    2. Bakteremia pada AIDS

    3. Artritis: masa penyembuhan, sendi besar (lutut)

    4. Neuritis perifer, iritis, iridosiklitis, peritonitis jarang.

    Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) dapat timbul akibat infeksi oleh S.

    dysenteriae tipe 1, dengan gejala:

    1. Oligouria, anuria yang progresif, gagal ginjal

    2. Penurunan hematokrit, anemia progresif

    3. Reaksi leukomoid, trombositopenia

    4. Hiponatremia, hipoglikemia

    5. Gejala susunan saraf pusat, ensefalopatia, perubahan kesadaran.

    (Tjokroprawiro, 2007).

    2.1.7 PENGOBATAN

    Pasien perlu istirahat, mencegah-memperbaiki dehidrasi. Penyebab

    kematian terutama akibat dehidrasi. Untuk rehidrasi dapat dipakai cairan

  • 10

    intravena/oral, sesuai derajat dehidrasi. Perbaikan gizi untuk menghilangkan

    malnutrisi. Untuk pengobatan antibakterial:

    1. Pilihan trimethoprim sulfamethoxazole 2x2 tablet selama 5 hari

    2. Siprofloksasin 2x500-750 mg

    3. Ampisilin 4x500 mg

    4. Asam nalidiksik

    (Tjokroprawiro, 2007).

    Trimethoprim sulfamethoxazole

    Trimethoprim yang diberikan bersama dengan sulfonamid menghasilkan

    hambatan yang beruntun dalam jalur metabolik, menyebabkan peningkatan

    (sinergisme) aktivitas kedua obat.

    Secara farmakokinetik, trimethoprim biasanya diberikan per oral, tunggal

    atau dalam kombinasi dengan sulfametoksazol. Sulfonamid ini dipilih karena

    memiliki waktu paruh yang sama. Kombinasi terakhir ini dapat juga diberikan

    secara intravena. Karena trimethoprim lebih bersifat larut dalam lipid daripada

    sulfametoksazol, maka trimetoprim memiliki volume distribusi yang lebih besar

    dibandingkan dengan sulfametoksazol. Karena itu bila 1 bagian dari trimetoprim

    diberikan dengan 5 bagian sulfametoksazol (rasio dalam formulasi), konsentrasi

    puncak dalam plasma berada dalam rasio 1:20, yang opimal untuk efek kombinasi

    dari obat ini in vitro (Katzung, 1998) Sulfonamid tidak lagi merupakan obat

    terpilih untuk disentri basiler karena banyak strain yang telah resisten.

    Dampak dari trimethoprim menghasilkan efek samping dari obat-obatan

    antifolat yang dapat diramalkan, terutama anemia megaloblastik, leukopenia, dan

  • 11

    granulositopenia. Kombinasi trimethoprim-sulfametoksazol dapat menyebabkan

    semua reaksi tidak menguntungkan yang berkaitan dengan sulfonamid. Kadang-

    kadang, terdapat juga mual dan muntah, demam obat, vaskulitis, kerusakan ginjal,

    atau gangguan susunan saraf puat. Pasien AIDS dan pneumonia Pneumosistis

    terutama mempunyai frekuensi tidak menguntungkan yang tinggi terhadap

    trimethoprim-sulfametoksazol, terutama demam, rashes, leukopenia, dan diare

    (Katzung, 1998).

    Siprofloksasin

    Siprofloksasin merupakan golongan fluorokuinolon yang dapat digunakan

    untuk infeksi sistemik. Golongan fluorokuinolon menghambat kerja enzim DNA

    girase pada kuman dan bersifat bakterisidal. Mekanisme resistensi melalui

    plasmid seperti yang banyak terjadi pada antibiotika lain tidak dijumpai pada

    golongan kuinolon (golongan kuinolon baru yang beratom fluor pada cincin

    kuinolon adalah fluorokuinolon), namun dapat terjadi dengan mekanisme mutasi

    pada DNA atau membran sel kuman. Golongan fluorokuinolon aktif sekali

    terhadap enterobacteriaceae termasuk Shigella. Berbagai kuman yang telah

    resisten terhadap aminoglikosida dan betalaktam ternyata masih peka terhadap

    fluorokuinolon. Secara farmakokinetik, fluorokuinolon diserap dengan cepat

    melalui saluran cerna. Semua fluorokuinolon mencapai kadar puncaknya dalam 1-

    2 jam setelah pemberian obat. Penyerapan siprofloksasin terhambat bila diberikan

    bersama antasida. Siprofloksasin dapat mencapai kadar tinggi dalam cairan

    serebrospinal bila ada meningitis. Efek samping golongn obat ini yang trepenting

    adalah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat. Manifestasi pada saluran

  • 12

    cerna, terutama berupa mual dan hilang nafsu makan, merupakan efek samping

    yang paling sering dijumpai. Fluorokuinolon jarang menimbulkan ganguan

    keseimbangan flora usus bila dibandingkan dengan antimikroba lain yang

    berspektrum luas. Efek samping pada susunan saraf pusat umumnya bersifat

    ringan berupa sakit kepala, vertigo, dan insomnia (Ganiswara, 1995).

    Ampisilin

    Ampisilin merupakan salah satu golongan penisilin yang serupa dengan

    penisilin G (dihancurkan dengan -laktamase) tetapi stabil terhadap asam dan

    lebih aktif terhadap bakteri gram negatif. Penisilin dinamakan obat beta laktam

    karena mempunyai cincin laktam. Obat beta-laktam mempunyai mekanisme kerja

    antibakteri yang secara umum menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri. Secara

    singkat, langkah-langkah tersebut yaitu (1) perlekatan pada protein mengikat

    penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlakun sebagai obat reseptor pada bakteri,

    (2) penghambatan sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidase dari

    peptidoglikan, dan (3) pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang

    menghasilkan kerusakan sehingga akibatnya bakteri mati (Katzung, 1998).

    Ampisilin dapat diberikan oral untuk mengobati infeksi saluran kemih

    oleh baktri koli (Jawetz, 1996). Secara farmakokinetik, jumlah ampisilin dan

    senyawa sejenisnya yang diabsorbsi pada pemberian oral dipengaruhi besarnya

    dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan dosis lebih kecil

    persentase yang diabsorpsi relatif lebih besar. Adanya makanan dalam saluran

    cerna akan menghambat absorpsi obat.

  • 13

    Reaksi alergi merupakan bentuk efek samping yang terserig dijumpai pada

    golongan penisilin. Reaksi alergi yang paling sering terjadi adalah kemerahan

    kulit. Ampisilin dapat menimbulkan nefropati yang ada hubungannya dengan

    kadar obat yang tinggi dalam serum (Ganiswara, 1995).

    Asam Nalidiksat

    Asam nalidiksat aadalah prototip golongan kuinolon lama yang

    mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram negative, tetapi

    eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu cepat sehingga sulit dicapai kadar

    terapeutik dalam darah.

    Kristal asam nalidiksat berupa bubuk putih atau kuning muda.

    Secara farmakokinetik, pada pemberian per oral, 96% obat akan diserap.

    Konsentrasinya dalam plasma kira-kira 20-50 g/ml, tetapi 95% terikat dengan

    protein plasma. Dalam tubuh, sebagian dari obat ini akan diubah menjadi asam

    hidroksinalidiksat yang juga mempunyai daya antimikroba. Pemberian asam

    nalidiksat secara per oral kadang-kadang menimbulkan mual, muntah, ruam kulit

    dan urtikaria. Diare, demam, eosinofilia dan fotosensitivitas kadang-kadang

    timbul. Asam nalidiksat tidak boleh diberikan pada bayi kurang dari 3 bulan dan

    juga pada trimester pertama kehamilan. Daya antibakterinya akan berkurang bila

    diberikan bersama nitrofurantoin (Ganiswara, 1995).

    Pengobatan simtomatis: untuk demam (antipiretik), nyeri perut

    (antispasmodik). Pemakaian obat antimotilitas (misalnya loperamide) bersifat

    kontroversi, dapat mengurangi diare, namun dapat menyebabkan penyakit lebih

    berat karena mengurangi pengeluaran bakteri, mempermudah invasi mukosa serta

  • 14

    timbulnya toksik megakolon. Pada bentuk berat apabila tidak diobati dini angka

    kematian shigellosis tinggi. Infeksi oleh S. dysenteriae biasanya berat,

    penyembuhan lama. Infeksi S. flexneri angka kematian rendah

    Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigellosis pasien diobati

    dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi

    diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan antibiotika diganti dengan jenis

    yang lain. Jika dengan pengobatan dengan antibiotika yang kedua pasien tidak

    menunjukkan perbaikan diagnosis harus ditinjau ulang dan dilakukan

    pemeriksaan mikroskop tinja, kultur, dan resistensi mikroorganisme.

    Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan

    tetrasiklin, hampir universal terjadi dan banyak shigella saat ini resisten terhadap

    ampisilin dan sulfametoksazol.

    Situasi pada setiap wabah penyakit ini menimbulkan resistensi yang

    berbeda-beda, karena itu pada wabah sebaiknya disiapkan obat khusus yang

    hanya diberikan pada pasien-pasien yang gawat. Sangat ideal bila pada setiap

    kasus dilakukan uji resistensi terhadap kuman penyebabnya, tetapi tindakan ini

    mengakibatkan pengobatan dengan antibiotika jadi tertunda (Sudoyo, 2007).

    2.2 Shigella dysenteriae

    2.2.1 KLASIFIKASI

    Divisio : Monomychota

    Subdivisio : Schizomycetea

    Clasiss : Schizomycetes

    Ordo : Eubacteriales

  • 15

    Familia : Enterobacteriaceae

    Tribe : Eschericeae

    Genus : Shigella

    Species : Shigella dysenteriae

    (Fajariah, 2009)

    2.2.2 MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI

    2.2.2.1 CIRI KHAS SHIGELLA

    Shigella adalah batang gram-negatif yang ramping; bentuk kokobasil

    ditemukan pada biakan yang muda.

    2.2.2.2 BIAKAN

    Shigella bersifat fakultatif anaerob tetapi tumbuh paling baik secara aerob.

    Koloni bebrbentuk konveks, bulat, transparan dengan tepi yang utuh dan

    mencapai diameter sekitar 2 mm dalam 24 jam.

    2.2.2.3 SIFAT PERTUMBUHAN

    Semua Shigella memfermentasikan glukosa. Kecuali Shigella sonnei,

    shigella tidak memfermentasikan laktosa. Ketidakmampuannya

    memfermentasikan laktosa membedakan shigella pada medium diferensial.

    Shigella membentuk asam dari karbohidrat tetapi jarang menghasilkan gas.

    Organisme ini dapat dibagi menjadi organisme yang memfermentasikan manitol

    dan tidak memfermentasikan manitol.

  • 16

    2.2.3 STRUKTUR ANTIGEN

    Shigella memiliki struktur antigen yang kompleks. Terdapat banyak

    tumpang tindih pada sifat serologik berbagai spesies, dan sebagian besar

    organisme memiliki antigen O yang sama dengan basil enterik yang lain.

    Antigen O somatic shigella adalah lipopolisakarida. Spesifitas

    serologiknya bergantung pada polisakarida. ada lebih dari 40 serotipe.

    Klasifikasi shigella berdasarkan pada karakteristik biokimiawi dan antigennya.

    2.2.4 TOKSIN

    2.2.4.1 ENDOTOKSIN

    Pada autolysis, semua shigella melepaskan lipopolisakarida yang toksik.

    Endotoksin ini kemungkinan yang menimbulkan iritasi pada dinding usus.

    2.2.4.2 EKSOTOKSIN Shigella dysenteriae

    S. dysenteriae tipe I (basil Shiga) menghasilkan eksotoksin yang tidak

    tahan panas yang dapat mengenai usus dan sistem saraf pusat. Eksotoksin ini

    adalah protein yang bersifat antigenik (merangsang produksi antitoksin) dan

    bersifat mematikan untuk hewan percobaan. Sebagai enterotoksin, zat ini

    menimbulkan diare seperti verotoksin E. coli, mungkin melalui mekanisme yang

    sama. Pada manusia, enterotoksin juga menghambat absorbsi gula dan asam

    amino di usus halus. Sebagai neurotoksin, materi ini menyebabkan infeksi S.

    dysenteriae yang sangat berat dan fatal serta menimbulkan reaksi susunan saraf

    pusat yang berat (misalnya meningismus, koma). Pasien yang menderita infeksi

    Shigella flexneri atau Shigella sonnei membentuk antitoksin yang menetralisir

    eksotoksin S. dysenteriae secara in vitro. Aktivitas yang bersifat toksik ini

  • 17

    berbeda dengan sifat invasiv shigella pada disentri. keduanya dapat bekerja

    berurutan, toksin menyebabkan diare awal yang tidak berdarah, encer, dan

    banyak kemudian invasi usus besar mengakibatkan disentri lanjut dengan feses

    yang disertai dengan darah dan nanah (Jawetz, 2008).

    2.2.5 MEKANISME RESISTENSI

    Sebagian besar resistensi obat pada bakteri usus disebabkan oleh perluasan

    penularan plasmid resistensi pada berbagai genus. Pada saat ini banyak tempat di

    dunia kira-kira separuh strain Shigella sp. resisten terhadap obat. Shigella

    dysenteriae type 1, resistan terhadap asam nalidiksat seperti pada co-trimoxazole

    (trimethoprim-sulfametoksazol) dan ampisilin (Munshi, 1987). Trimetoprim-

    sulfametoksazol agaknya masih efektif pada pemberian per oral, meskipun di

    beberapa tempat telah terjadi resistensi (Ganiswara, 1995). Trimethoprim, suatu

    trimetoksibenzilpirimidin, menghambat asam dihidrofolat reduktase bakteri kira-

    kira 50.000 kali lebih efisien daripada enzim yang sama dari sel mamalia. Asam

    dihidrofolat reduktase adalah enzim yang mengubah asam dihidrofolat menjadi

    asam tetrahirofolat, suatu langkah yang mengarah ke sintesis purin dan akhirnya

    menjadi DNA. Mikroorganisme yang kekurangan langkah yang dihambat oleh

    trimethoprim (dihidrofolat reduktase) dapat muncul dengan mutasi atau dengan

    transmisi secara konjugasi dari plasmid. Plasmid seperti ini yang menginduksi

    resistensi trimetropim terhadap bakteri koliform. (Katzung, 1998).

    Sejak penisilin mulai digunakan jenis mikroba yang tadinya sensitif makin

    banyak yang menjadi resisten. Mekanisme resisten terhadap penisilin ialah:

  • 18

    1. Pembentukan enzim beta-laktamase misalnya pada kuman S. aureus, H.

    influenza, gonokokus dan berbagai batang gram negatif. Kebanyakan jenis

    betalaktamase dihasilkan oleh kuman melalui kendali genetik oleh plasmid.

    2. Enzim autolisin kuman tidak bekerja sehingga timbul sifat toleran kuman

    terhadap obat.

    3. Kuman tidak mempunyai dinding sel (misalnya mikoplasma).

    4. Perubahan Penicillin Binding Protein (PBP) atau obat tidak dapat mencapai

    PBP.

    Asam nalidiksat bekerja dengan menghambat enzim DNA girase bakteri

    dan biasanya bersifat bakterisid terhadap kebanyakan kuman patogen penyebab

    infeksi saluran kemih. Resistensi terhadap asam nalidiksat tidak dipindahkan

    melalui plasmid (faktor R), tetapi dengan mekanisme lain. Resistensi terhadap

    asam nalidiksat telah menimbulkan masalah klinik (Ganiswara, 2007).

    2.2.6 UJI DIAGNOSTIK LABORATORIUM

    2.2.6.1 SPESIMEN

    Feses segar, lendir, dan usapan rectum dapat digunakan untuk biakan.

    Ditemukan banyak leukosit pada feses dan kadang-kadang juga ditemukan

    beberapa sel darah merah pada pemeriksaan mikroskopik. Spesimen serum,

    apabila dibutuhkan, harus diambil dengan jarak 10 hari untuk melihat kenaikan

    titer antibodi aglutinasi.

    2.2.6.2 BIAKAN

    Bahan digoreskan pada medium diferensial (misalnya, agar MacConkey

    atau EMB) dan pada medium selektif (agar enteric Hektoen atau agar

  • 19

    salmonella-shigella) yang menekan Enterobacteriaceae lain dan organisme gram

    positif. Koloni yang tidak berwarna (laktosa-negatif) diinokulasi pada agar triplet

    gula besi. Organisme yang tidak menghasilkan H2S, yang menghasilkan asam

    tetapi tidak menghasilkan gas pada pangkal dan bagian miring pada yang basa di

    medium agar triplet gula besi, dan tidak motil sebaiknya dilakukan pemeriksaan

    aglutinasi slide dengan antiserum spesifik shigella.

    2.2.6.3 SEROLOGI

    Orang normal sering memiliki aglutinin terhadap beberapa spesies

    shigella. Namun, serangkaian penentuan titer antibodi dapat menunjukkan

    peningkatan antibodi yang spesifik. Serologi tidak digunakan untuk

    mendiagnosis infeksi shigella (Jawetz, 2008).

    2.2.7 IMUNITAS

    Infeksi diikuti oleh respons antibodi tipe spesifik. Injeksi shigella yang

    telah mati merangsang produksi antibodi di serum tetapi tidak dapat melindungi

    manusia dari infeksi. Antibodi IgA di usus mungkin penting dalam membatasi

    infeksi ulang; antibodi ini dapat distimulasi dengan pemberian strain shigella

    hidup yang telah dilemahkan melalui oral seperti vaksin percobaan. Antibodi

    serum terhadap antigen somatik shigella adalah IgM (Jawetz, 2008).

  • 20

    2.3 KAMBOJA (Plumeria acuminata)

    2.3.1 KLASIFIKASI Plumeria acuminata

    Gambar 2.1 Plumeria acuminata (Gupta, 2008).

    Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

    Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

    Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

    Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

    Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

    Sub Kelas : Asteridae

    Ordo : Gentianales

    Famili : Apocynaceae

    Genus : Plumeria

    Spesies : Plumeria acuminata Ait

    (Anonim, 2008).

    2.3.2 DESKRIPSI

    Daerah asal tumbuhan ini dari Amerika tropis dan Afrika, termasuk

    tanaman hias, varietas tumbuhan kamboja terdiri dari beberapa jenis antara lain:

  • 21

    kamboja putih dan kamboja merah/kamboja jepang. Batangnya berkayu keras,

    mencapai 6 meter, percabangannya banyak, batang utama besar, cabang muda

    lunak, batangnya cenderung bengkok dan bergetah. Daunnya hijau, berbentuk

    lonjong dengan kedua ujungnya meruncing dan agak keras dengan urat-urat daun

    yang menonjol, sering rontok terutama saat berbunga lebat. bunganya berbentuk

    terompet, muncul pada ujung-ujung tangkai, daun bunga berjumlah 5 buah,

    berbunga sepanjang tahun (Yuniarti, 2008).

    2.3.3 HABITAT

    Bunga dari Plumeria terlihat banyak pada awal musim semi dan musim

    panas di iklim yang hangat ini. Sementara mereka adalah spesies di daerah tropis,

    menarik untuk mengetahui Plumeria liar ditemukan pada tempat yang panas,

    sering pada tanah yang tandus dan tebing berbatu kapurkhas seperti yang

    dialami di lingkungan kebun di San Antonio.

    Pohon plumeria berkembang dalam sinar matahari penuh, mereka

    mengatur tunas sangat sedikit saat dinaungi pohon-pohon tinggi atau bangunan.

    Sangat sedikit pertumbuhan atau pembungaan terjadi setelah suhu turun di bawah

    60 F (Santos, 2006).

    2.3.4 KANDUNGAN

    Getah pohon kamboja mengandung senyawa sejenis karet, tripenoid

    amyrin, lupeol, kautscuk dan damar (Yuniarti, 2008). Batang dan daunnya

    mengandung fulvoplumierin serta minyak menguap yang terdiri dari geranio,

    sitronellol, linallol, famrnesa, dan fenil alkohol (Hariana, 2008). Pohon kamboja

    (Plumeria acuminata) mengandung, plumierida, plumericin, isoplumiericin, -

  • 22

    dihidroplumiericin, -dihidromiericin acid, dan pigmen kuning fluroplumiericin

    (Abe et.al dalam Suzana et.al, 1996). Salah satu kandungan tanaman ini adalah

    plumierida yang merupakan glikosida iridoid (Kitagawa et.al. dalam Suzana et.al.;

    1996)

    2.3.5 KEGUNAAN

    Senyawa plumierida yang terkandung dalam tanaman kamboja (Plumeria

    acuminata) memiliki struktur mirip dengan glikosida iridoid lain (pulosariosida)

    yang telah diketahui memiliki aktivitas anti mikroba (Kitagawa et.al. dalam

    Suzana et.al., 1996).

    Efek farmakologi yang dimiliki oleh kamboja diantaranya penurun panas

    (antipiretik), peluruh kencing (antidiuretik), dan obat batuk (antitusif). Kulit

    kayunya digunakan sebagai laxant (pelancar buang air besar). Getah, daun, kulit

    batang, akar, serta seluruh bagian tumbuhan untuk mencegah pingsan akibat udara

    panas (heat stroke), disentri basiler, gangguan pencernaan, (dispepsia), gangguan

    penyerapan makanan pada anak, kurang gizi (malnutrisi), radang hati (hepatitis

    infeksiosa), radang saluran napas (bronchitis), jantung berdebar keras (palpitasi),

    TBC (tuberkulosa), cacingan, sembelit (konstipasi), kencing nanah (gonorrhoea),

    beri-beri, busung air, kapalan (klavus), telapak kaki bengkak dan pecah-pecah,

    sakit gigi berlubang, tertusuk duri atau terkena pecahan kaca, bisul (furunculus),

    patek (frambusia), serta benjolan keras (tumor) (Hariana, 2008).

    2.4 PLUMIERIDA

    Plumierida mempunyai nama alternatif agoniadin dan (1S, 2R, 4aS, 7aS)-

    1-(-D-Glucophyranosyloxy)-4a, 71-dyhidro-4-[(1S)-1-hydroxyethyl]-5-

  • 23

    oxospiro[cyclopental[c]piran-7(1H), 2(5H)-furan]-4 carboxylic acid methyl

    ester. Rumus molekulnya C21H26O12, berat molekul 470.42, komposisi C

    53,62%, H 5,57%, O 40,81%, ditemukan pada kulit batang Plumeria

    (Apocynaceae. Merupakan Kristal pahit yang mempunyai struktur kimi di bawah

    ini (ONeil et al, 2006)

    Gambar 2.2. Struktur kimia Plumierida (Dobhal, et.al, 2004).