SGD 1 Seminar Jurnal

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses menua (aging) merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut secara alamiah) yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia dapat mengenai sistem muskuloskeletal, yaitu rasa nyeri sendi pada ekstremitas bawah adalah keluhan yang paling sering muncul pada lansia (Yohanita & Dewi, 2010). Diperkirakan pada tahun 2010 jumlah lansia di Indonesia meningkat menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48% dari total penduduk Indonesia. Sekitar 80% lansia mengalami kondisi kronis yang dihubungkan dengan nyeri dan hampir 8% orang-orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada sendinya. Nyeri sendi yang paling banyak adalah pada sendi-sendi penahan berat tubuh (panggul, lutut dan kaki) (Yohanita & Dewi, 2010). Beberapa kelainan akibat perubahan sendi yang banyak terjadi pada lansia antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout (Yohanita & Dewi, 2010). Osteoarthritis adalah kelainan degenerative kronis dengan penyebab yang belum diketahui, ditandai denga hilangnya kartilago sendi secara bertahap. Penyakit ini dapat mengenai satu sendi atau lebih, terutama mengenai sendi yang menyangga berat badan seperti sendi lutut dan panggul. Degenerasi kartilago sendi biasanya disertai dengan perubahan-perubahan di sekitar sendi yang terkena, misalnya kelemahan otot, dan pertumbuhan tulang baru, yang berakibat berkurangnya mobilitas dan fungsi sendi. Program latihan yang didesain dengan baik, meliputi latihan aerobic dan ketahanan, fleksibilitas dan mobilisasi sendi, disertai dengan pengaturan

Transcript of SGD 1 Seminar Jurnal

Page 1: SGD 1 Seminar Jurnal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua (aging) merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut

secara alamiah) yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua

makhluk hidup. Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia dapat mengenai

sistem muskuloskeletal, yaitu rasa nyeri sendi pada ekstremitas bawah

adalah keluhan yang paling sering muncul pada lansia (Yohanita & Dewi,

2010).

Diperkirakan pada tahun 2010 jumlah lansia di Indonesia meningkat

menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48% dari total penduduk Indonesia. Sekitar 80%

lansia mengalami kondisi kronis yang dihubungkan dengan nyeri dan hampir

8% orang-orang berusia 50 tahun ke atas mempunyai keluhan pada

sendinya. Nyeri sendi yang paling banyak adalah pada sendi-sendi penahan

berat tubuh (panggul, lutut dan kaki) (Yohanita & Dewi, 2010).

Beberapa kelainan akibat perubahan sendi yang banyak terjadi pada

lansia antara lain osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout (Yohanita & Dewi,

2010). Osteoarthritis adalah kelainan degenerative kronis dengan penyebab

yang belum diketahui, ditandai denga hilangnya kartilago sendi secara

bertahap. Penyakit ini dapat mengenai satu sendi atau lebih, terutama

mengenai sendi yang menyangga berat badan seperti sendi lutut dan

panggul. Degenerasi kartilago sendi biasanya disertai dengan perubahan-

perubahan di sekitar sendi yang terkena, misalnya kelemahan otot, dan

pertumbuhan tulang baru, yang berakibat berkurangnya mobilitas dan fungsi

sendi. Program latihan yang didesain dengan baik, meliputi latihan aerobic

dan ketahanan, fleksibilitas dan mobilisasi sendi, disertai dengan pengaturan

berat badan, obat-obatan, fisioterapi, proteksi sendi, dan pembedahan

apabila diperlukan akan memperbaiki keluhan dan mengurangi dampak

osteoarthritis pada kehidupan pasien (Rachmah, 2007).

Olahraga jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobik yang

banyak direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak

memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk

lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot maupun

persendian. Berdasarkan hal tersebut kami tertarik menganalisis sebuah

Page 2: SGD 1 Seminar Jurnal

jurnal yang berjudul “A four-week walking exercise programme in patients

with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a

randomized controlled trial”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan ini adalah sebagai

berikut:

1.2.1 Bagaimana analisis berdasarkan PICOT dari jurnal yang berjudul “A

four-week walking exercise programme in patients with knee

osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a

randomized controlled trial”?

1.2.2 Bagaimanakah analisis jurnal yang berjudul “A four-week walking

exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the

ability of dual-task performance: a randomized controlled trial” terkait

dengan teori yang ada?

1.2.3 Apakah kelemahan dan kelebihan dari jurnal yang berjudul “A four-

week walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis

improves the ability of dual-task performance: a randomized

controlled trial”?

1.2.4 Bagaimana implikasi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat

dalam mengaplikasikan teori yang dikemukakan dalam jurnal yang

berjudul “A four-week walking exercise programme in patients with

knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a

randomized controlled trial”?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui analisis berdasarkan PICOT dari jurnal yang

berjudul “A four-week walking exercise programme in patients with

knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a

randomized controlled trial”.

1.3.2 Untuk mengetahui analisis jurnal yang berjudul “A four-week walking

exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves the

ability of dual-task performance: a randomized controlled trial” terkait

dengan teori yang ada.

Page 3: SGD 1 Seminar Jurnal

1.3.3 Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari jurnal yang berjudul

“A four-week walking exercise programme in patients with knee

osteoarthritis improves the ability of dual-task performance: a

randomized controlled trial”.

1.3.4 Untuk mengetahui implikasi keperawatan yang dapat dilakukan oleh

perawat dalam mengaplikasikan teori yang dikemukakan dalam jurnal

yang berjudul “A four-week walking exercise programme in patients

with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task performance:

a randomized controlled trial”.

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa

pihak, antara lain :

1.4.1 Pelayanan Kesehatan

Memberikan informasi mengenai terapi atau latihan yang dapat

diajarkan kepada pasien dengan Osteoartritis lutut maupun

keluarganya.

1.4.2 Ilmu Pengetahuan

Menambah perbendaharaan referensi mengenai terapi atau latihan

yang dapat diajarkan kepada pasien dengan Osteoartritis lutut

1.4.3 Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai terapi atau

latihan yang dapat dilakukan pada pasien dengan osteoartritis lutut,

sehingga masyarakat dapat menerapkannya di rumah.

1.4.4 Peneliti Lain

Sebagai bahan kajian pustaka bagi peneliti lain, terutama sebagai

bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian lanjutan atau

melakukan penelitian yang sejenis.

Page 4: SGD 1 Seminar Jurnal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoarthritis

Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif dengan etiologi

dan patogenesis yang belum jelas serta mengenai populasi luas. Pada

umumnya penderita OA berusia di atas 40 tahun dan populasi bertambah

berdasarkan peningkatan usia. Osteoartritis merupakan gangguan yang

disebabkan oleh multifaktorial antara lain usia, mekanik, genetik, humoral

dan faktor kebudayaan. Osteoartritis merupakan suatu penyakit dengan

perkembangan slow progressive, ditandai adanya perubahan metabolik,

biokimia, struktur rawan sendi serta jaringan sekitarnya, sehingga

menyebabkan gangguan fungsi sendi. Kelainan utama pada OA adalah

kerusakan rawan sendi yang dapat diikuti dengan penebalan tulang

subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan peradangan

ringan pada sinovium, sehingga sendi yang bersangkutan membentuk efusi.

Osteoartritis diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu OA primer dan OA

sekunder. Osteoartritis primer disebut idiopatik, disebabkan faktor genetik,

yaitu adanya abnormalitas kolagen sehingga mudah rusak. Sedangkan OA

sekunder adalah OA yang didasari kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,

pertumbuhan, mikro dan makro trauma, imobilitas yang terlalu lama serta

faktor risiko lainnya, seperti obesitas dan sebagainya (Soeharyo & Henry,

2007).

2.2 Tanda dan gejala (Soeharyo & Henry, 2007)

Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang

dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan.

Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :

a. Nyeri sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah

dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa

gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang

melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih

tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan

semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan dan

Page 5: SGD 1 Seminar Jurnal

menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah

gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja). Kartilago tidak

mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi tidak

diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri

yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.

Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari

nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi

sendi, dan edema sumsum tulang. Osteofit merupakan salah satu

penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular

menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke

osteofit yang sedang berkembang. Hal ini menimbulkan nyeri. Nyeri dapat

timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber

nyeri yang umum di lutut adalah aakibat dari anserine bursitis dan

sindrom iliotibial band.

b. Hambatan gerakan sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan

dengan pertambahan rasa nyeri.

c. Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak

melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam

waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.

d. Krepitasi

Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala

ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa

perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau

dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi

dapat terdengar hingga jarak tertentu.

a. Pembesaran sendi (deformitas)

Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.

b. Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi

yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit,

sehingga bentuk permukaan sendi berubah.

c. Tanda-tanda peradangan

Page 6: SGD 1 Seminar Jurnal

Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan

gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai

pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol

dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering

dijumpai pada OA lutut.

d. Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan

ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien

lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi

tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.

2.3 Penatalaksanaan (Soeharyo & Henry, 2007)

Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya

OA yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu:

Terapi non-farmakologis

a. Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien

dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,

bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar

persendiaanya tetap terpakai.

b. Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini

dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai

dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.

Latihan adalah jenis aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur

dengan gerakan yang berulang untuk mempertahankan atau

memperbaiki kesehatan dan kebugaran jasmani (Kozier dkk, 2004).

Banyak strategi untuk memperbaiki kebugaran dan aktivitas fisik pada

lansia, antara lain dengan cara memperbaiki satu tahap saja dari

keadaan aktivitas sebelumnya. Lansia yang sebelumnya kadang aktif

menjadi dapat melakukan aktivitas teratur dan yang sebelumnya telah

melakukan aktivitas teratur kemudian melakukan olahraga secara

teratur (Darmojo & Martono, 2004). Edward dan Larson (cit. Darmojo &

Martono, 2004) menyatakan bahwa :

Page 7: SGD 1 Seminar Jurnal

1. Latihan dan olah raga dengan intensitas sedang dapat memberikan

keuntungan bagi para lansia melalui berbagai hal, antara lain

pengurangan resiko fraktur peningkatan status kardiovaskuler dan

kemampuan fungsional serta proses mental.

2. Peningkatan aktivitas, hanya akan sedikit sekali menimbulkan

komplikasi.

3. Latihan dan olah raga pada lansia harus disesuaikan secara

individual, dengan tujuan yang khusus pada individu tersebut.

Perhatian khusus harus diberikan pada jenis dan intensitas latihan,

antara lain : aerobic, kekuatan, fleksibilitas dan keadaan dalam hal

apa latihan diberikan.

4. Latihan menahan beban (weight bearing exercise) yang ringan

secara intensif misalnya berjalan.

5. Lansia yang tidak aktif (sedentary) harus dirangsang untuk

melakukan latihan secara tetap.

Jenis latihan yang dapat dilakukan yaitu:

a. Latihan fleksibilitas (ROM)

Mobilitas sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang gerak

sendi, meningkatkan kinerja otot, mengurangi risiko cedera, dan

memperbaiki nutrisi kartilago. Latihan fleksibilitas, yang dilakukan

pada latihan fisik tahap pertama, dapat meningkatkan panjang dan

elastisitas otot dan jaringan sekitar sendi. Untuk pasien

aosteoartritis, latihan fleksibilitas ditujukan untuk mengurangi

kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan mencegah kontraktur

jaringan lunak. Latihan fleksibilitas sering dilakukan selama periode

pemanasan atau tergabung dalam latihan ketahanan atau aktivitas

aerobic.

Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak

sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan

otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan sekitar sendi. Semua gerakan

sebaiknya menjangkau ruang gerak sendi yang tidak menimbulkan

rasa nyeri dan meningkatkan gerakan.

Latihan fleksibilitas dapat dimulai dari latihan peregangan tiap

kelompok otot, setidaknya tiga kali seminggu. Apabila sudah

terbiasa, latihan ditingkatkan repetisinya per kelompok otot secara

Page 8: SGD 1 Seminar Jurnal

bertahap. Latihan harus melibatkan otot dan tendon utama pada

ekstremitas atas dan bawah.

b. Latihan kekuatan

Latihan kekuatan mempunyai efek yang sama dengan latihan

aerobic dalam memperbaiki disabilitas, nyeri, dan kinerja. Latihan

kekuatan ada 3 macam, yaitu: latihan isometric, latihan isotonic,

dan isokinetik. Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic,

maupun isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta

memeperbaiki kecepatan berjalan pada pasien osteoarthritis.

Latihan isotonic memberikan perbaikan lebih besar dalam

menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan kekuatan

awal pada pasien osteoarthritis dengan nyeri lutut saat latihan.

Latihan isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan berjalan

paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi dan saat

evaluasi, sehingga latihan ini disarankan untuk memperbaiki

stabilitas sendi atau ketahanan berjalan.

Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami

peradangan akut atau senti tidak stabil. Kontraksi isometric

memberikan tekanan ringan pada sendi ditoleransi baik oleh

penderita osteoarthritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi.

Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan otot dan ketahanan statis

(static endurance) dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan

yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan.

Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometric dikenakan

pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat.

Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih. Apabila

instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan secara

bertahap diubah ke latihan yang dinamis (isotonic).

Latihan kekuatan isometric harus memperhatikan tipe latihan,

intensitas, volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan

kelompok otot utama. Kontraksi isometric dimulai pada intensitas

rendah. Untuk menetapkan intensitas latihan, diberitahukan pada

pasien untuk memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target

penguatan. Intensitas latihan dimulai sekitar 30% usaha maksimal

(maximal effort). Jika bisa ditoleransi oleh pasien intensitas

Page 9: SGD 1 Seminar Jurnal

ditingkatkan secara bertahap sampai 75% kontraksi maksimal.

Kontraksi dipertahankan tidak lebih dari enam detik. Pada awalnya

satu kontraksi untuk tiap kelompok otot, kemudian jumlah

pengulangan ditingkatkan menjadi 8-10, sesuai toleransi pasien.

Pasien diinstruksikan untuk bernafas selama masing-masing

kontraksi. Jarak antar kontraksi dianjurkan 20 detik. Latihan

dilakukan dua kali sehari pada periode peradangan akut.

Selanjutnya jumalah latihan secara bertahap ditingkatkan menjadi

5-10 kali per hari, disesuaikan dengan kondisi pasien. Hal yang

harus diperhatikan adalah adanya risiko peningkatan tekanan darah

bila kontraksi dilakukan lebih dari 10 detik.

Kontraksi isotonic digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Latihan

kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism

energy, kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada

orang sehat. Jika tidak terdapat peradangan akut maupun

instabilitas sendi, bentuk latihan ini ditoleransi baik oleh pasien

osteoarthritis.

c. Latihan aerobic

Latihan aerobic (berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic, dan

latihan aerobic di kolam renang) dapat meningkatkan kapasitas

aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi

berat badan, dan mengurangi konsumsi obat pada pasien

osteoarthritis. Suatu systemic review memperlihatkan bahwa latihan

aerobic efektif menghilangkan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi.

Pemilihan aktivitas aerobic tergantung pada beberapa faktor, yaitu

status penyakit, stabilitas sendi, sumber daya dan minat pasien.

Latihan aerobic di kolam air hangat dapat mengurangi nyeri otot

dan sendi, mengurangi beban sendi, meningkatkan gerakan yang

tidak dapat menimbulkan nyeri, dan memperkuat otot-otot di

sekitar sendi yang sakit.

c. Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.

Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan

diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat

badan berlebih.

Page 10: SGD 1 Seminar Jurnal

Terapi farmakologis

Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang

timbul, mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi

manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.

a. Obat Antiinflamasi Nonsteroid ( AINS ), Inhibitor Siklooksigenase-2

(COX-2), dan Asetaminofen

Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan

obat AINS dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan

asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi

daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan

pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk

mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara

mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.

b. Chondroprotective Agent

Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau

merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obat-obatan

yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah : tetrasiklin, asam

hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan

sebagainya.

Terapi pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk

mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi

deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.

2.4 Walking Exercise / Latihan Jalan Kaki

Jalan kaki atau berjalan kaki merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik

yang juga merupakan olahraga, karena berjalan kaki merupakan

serangkaian gerak yang dilakukan secara sistematis dan fungsional juga,

dalam bentuk latihan low impact. Jalan kaki dikelompokkan jenis olahraga

aerobik yaitu jenis olahraga yang dilakukan dan memerlukan oksigen

sebagai sumber energinya dan biasanya dilakukan di lapangan. Aktivitas

jalan kaki memang baru bisa disebut olahraga jika dilakukan secara

kontiniu, minimum 30 menit setiap harinya. Berjalan adalah gerakan siklis

yang diatur oleh medulla spinalis pada tingkat neuron mototris. Berjalan

diawali dengan mencondongkan badan ke depan, menyebabkan posisi

Page 11: SGD 1 Seminar Jurnal

tubuh tidak stabil, kemudian melangkahkan kaki ke depan untuk

mendapatkan keseimbangan kembali (Rachmah Laksmi, 2007). Olahraga

jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak

direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak

memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk

lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot

maupun persendian (Lungit Wicaksono, 2011).

Teknik berjalan menurut Lungit Wicaksono (2011) adalah sebagai berikut:

1. Badan tegak kepala lurus dengan badan dan dagu ampir sejajar dengan

pundak

2. Bengkokkan lengan dan siku dengan sudut yang benar (kira-kira 90

derajat), lalu ayunkan sejajar dengan tubuh atau boleh juga sedikit

menyilang (diagonal) depan badan.

3. Kecepatan gerak lengan harus disesuaikan dan seirama dengan gerak

tungkai, gerakan tersebut bisa membantu mempercepat jalan anda.

4. Pompa lengan untuk menambah momentum jalan, namun lengan tetap

rileks dan hindari gerak lengan yang berlebihan (overacting).

5. Telapak kaki depan harus terus kontak dengan tanah sebelum ujung

kaki belakang (toe) diangkat dari tanah. Dengan kata lain, salah satu

kaki harus kontak dengan tanah. Sebab jika tidak begitu maka akan

terjadi gerakan jongging.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yohanita Pamungkas dan

Dewi Ika tahun 2010 pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera GBI Setia

Bakti Kediri, setelah dilakukan latihan gerak kaki (Stretching) didapatkan

mayoritas responden (lebih dari 90%) mengalami penurunan nyeri sendi

ekstremitas bawah. Latihan dilakukan dengan frekuaensi 3 atau 5 kali per

minggu secara teratur dan terus-menerus dengan lama latihan 15-30 menit.

2.5 Keuntungan Jalan Kaki

Keuntungan yang diperoleh dari jalan kaki adalah:

a. Jalan merupakan aktivitas aerobic yang sangat baik, dengan banyak

sekali manfaatnya bagi jantung, paru-paru dan peredaran darah.

b. Jalan merupakan cara yang tepat untuk mengurangi stress

c. Jalan merupakan aktivitas yang dapat mengurangi berat badan bagi

yang memerlukannya. Bagi orang-orang yang kelebihan berat

Page 12: SGD 1 Seminar Jurnal

badannya, jalan kaki dapat membakar kalori yang banyaknya hamper

sama dengan jogging pada jarak yang sama dengan stress fisik yang

kecil

d. Jalan merupakan aktivitas yang dapat dikatakan bebas dari cedera,

mudah sekali dilakukan oleh telapak kaki, pergelangan kaki, tungkai,

lutut, pinggul, dan pinggang.

e. Jalan dapat dimanfaatkan untuk terapi latihan, untuk orang-orang yang

mengalami cedera persendian

f. Jalan merupakan latihan olahraga yang dapat dilakukan oleh orang dari

berbagai macam usia, dan khususnya bagi para manula (manusia usia

lanjut) sangat baik untuk menghambat proses degenerasi (Nanang

Kusnandi, 2012).

BAB III

ANALISIS PICOT

Kami menganalisis sebuah jurnal yang berjudul “A four-week walking exercise

programme in patients with knee osteoarthritis improves the ability of dual-task

performance: a randomized controlled trial” dengan menggunakan metode

PICOT.

Populasi: Responden yang digunakan pada penelitian dalam junal ini adalah 40

orang lansia yang terdiagnosa osteoarthritis lutut, yang dipilih berdasarkan

kriteria meliputi tidak sedang mengalami kelemahan kondisi (seperti kanker yang

Page 13: SGD 1 Seminar Jurnal

telah metastasis, stroke atau arthritis), tidak sedang menderita gangguan lain

pada sistem musculoskeletal atau bukan merupakan osteoarthritis sekunder,

atau tidak mengalami gangguan fungsi kognitif. Responden kemudian dibagi

secara acak menjadi 2 kelompok , yaitu kelompok “walking” dan kelompok

“control” yang masing-masing berjumlah 20 orang dengan rata-rata usia untuk

kelompok “walking” adalah 71,9 tahun dan rata-rata 73,8 tahun untuk kelompok

“control”.

Intervensi: Penelitian dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui apakah

program latihan berjalan pada pasien lansia dengan osteoarthritis lutut akan

berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam melakukan dua kegiatan

bersamaan (dalam hal ini berjalan dan kegiatan terkait kognitif). Dalam

penelitian tersebut responden yang ada dipilih secara acak menjadi 2 kelompok

yaitu kelompok “control” dan kelompok “walking”, yang masing-masing

berjumlah 20 orang. Kedua kelompok tersebut mendapat terapi fisik dan

menerima terapi es, latihan ROM, serta latihan penguatan otot di rumah. Selain

itu untuk kelompok “walking” diminta untuk meningkatkan jumlah langkah

berjalan setiap hari hingga 3000 langkah lebih dari hasil perhitungan jumlah

langkah mereka sebelumnya. Intervensi diberikan selama 4 minggu dan jumlah

langkah dihitung setiap hari menggunakan sebuah alat pedometer yang dipasang

pada ikat pinggang reponden dan selalu digunakan kecuali ketika berada di

rumah.

Compare: Dalam penelitian ini ada beberapa hal yang dibandingkan diantara

kedua kelompok yang ada pada tahap awal pengkajian dan setelah diberikan

intervensi, yaitu parameter berjalan dan parameter lutut. Parameter berjalan

berisi perbandingan perhitungan jumlah langkah pada tahap pengkajian awal dan

setelah diberikan intervensi, perhitungan kecepatan berjalan untuk yang berjalan

saja ataupun yang dengan ditambahkan kegiatan lain terkait fungsi kognitif pada

tahap pengkajian awal dan setelah diberikan intervensi, perhitungan jumlah

pertanyaan yang mampu dijawab terkait kondisi dengan melakukan dua kegiatan

sekaligus pada tahap pengkajian awal dan setelah diberikan intervensi. Dan

untuk parameter lutut berisikan perbandingan ROM baik pada pada tahap

pengkajian awal dan setelah diberikan intervensi.

Page 14: SGD 1 Seminar Jurnal

Outcome: Penelitian ini mendapatkan bahwa ada perbedaan baik dari segi

parameter berjalan maupun parameter lutut pada kedua kelompok responden.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latihan berjalan dapat

mengurangi nyeri yang kemudian akan meningkatkan kemampuan kognitif dan

kemampuan untuk melakukan dua kegiatan bersamaan.

Time: Penelitian ini membutuhkan waktu 1 minggu untuk pengkajian awal dan

intervensi selama 4 minggu. Untuk intervensi kedua kelompok tersebut

mendapat terapi fisik satu kali dalam seminggu dan menerima terapi es, latihan

ROM, serta latihan penguatan otot setiap hari di rumah.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Analisis jurnal terkait dengan teori yang ada

Berdasarkan teori yang ada, osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi

degeneratif dengan etiologi dan patogenesis yang belum jelas serta

mengenai populasi luas, dengan tanda dan gejala adanya nyeri sendi,

kekakuan, deformitas dan hambatan pergerakan sendi. Nyeri dan

ketidakmampuan akibat osteoarthritis pada lansia merupakan factor resiko

penting terjadinya resiko jatuh. Dalam jurnal yang kami bahas, disebutkan

bahwa di Jepang lebih dari 50% orang dengan osteoarthritis lutut mengalami

jatuh pada tahun sebelumnya, dengan estimasi jumlah kasus osteoarthritis

lutut adalah 10 juta orang yang sebagian besar adalah lansia. Karena hal

Page 15: SGD 1 Seminar Jurnal

inilah penulis jurnal melakukan penelitian dengan menggunakan responden

lansia dengan osteostritis pada lutut.

Teori yang ada menjelaskan ada beberapa latihan yang dapat dilakukan

pada usia lanjut dengan osteoartritis, yaitu:

a. Latihan fleksibilitas (ROM), yang ditujukan untuk osteoarthritis dapat

mengurangi kekakuan sendi, meningkatkan mobilitas sendi, dan

mencegah kontraktur jaringan lunak. Teknik peregangan dilakukan untuk

memperbaiki ruang gerak sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan

menggerakkan otot-otot, sendi-sendi, dan jaringan sekitar sendi.

b. Latihan kekuatan, yang terdiri dari latihan isometric, latihan isotonic, dan

isokinetik. Latihan kekuatan otot secara isometric, isotonic, maupun

isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memeperbaiki

kecepatan berjalan pada pasien osteoarthritis. Latihan isotonic

memberikan perbaikan lebih besar dalam menghilangkan nyeri. Latihan

kekuatan isotonic memperlihatkan efek positif pada metabolism energy,

kerja insulin, kepadatan tulang, dan status fungsional pada orang sehat.

Jika tidak terdapat peradangan akut maupun instabilitas sendi, bentuk

latihan ini ditoleransi baik oleh pasien osteoarthritis.

Latihan isometric diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan akut

atau senti tidak stabil. Kontraksi isometric memberikan tekanan ringan

pada sendi ditoleransi baik oleh penderita osteoarthritis dengan

pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan

otot dan ketahanan statis (static endurance) dengan cara menyiapkan

sendi untuk gerakan yang lebih dinamis dan merupakan titik awal

program penguatan. Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometric

dikenakan pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat.

Perbaikan kekuatan terutama pada sudut otot yang dilatih. Apabila

instabilitas sendi dan nyeri berkurang, program latihan secara bertahap

diubah ke latihan yang dinamis (isotonic).

Latihan kekuatan isometric harus memperhatikan tipe latihan, intensitas,

volume, dan frekuensi. Latihan sebaiknya melibatkan kelompok otot

utama. Kontraksi isometric dimulai pada intensitas rendah. Untuk

menetapkan intensitas latihan, diberitahukan pada pasien untuk

memaksimalkan kontraksi otot yang menjadi target penguatan.

Page 16: SGD 1 Seminar Jurnal

c. Latihan aerobic, seperti berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobic,

dan latihan aerobic di kolam renang dapat meningkatkan kapasitas

aerobic, memperkuat otot, meningkatkan ketahanan, mengurangi berat

badan, dan mengurangi konsumsi obat pada pasien osteoarthritis. Suatu

systemic review memperlihatkan bahwa latihan aerobic efektif

menghilangkan nyeri dan memperbaiki fungsi sendi.

Olahraga jalan kaki merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak

direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak

memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk

lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot

maupun persendian.

Terkait dengan jurnal yang kami bahas, penulis menggunakan latihan

berjalan yang merupakan salah satu dari bagian latihan kekuatan dan latihan

aerobic. Penulis menggunakan latihan berjalan didasari oleh alasan karena

latihan berjalan adalah salah satu latihan yang mudah dan menyenangkan

untuk dilakukan yang tidak hanya berpengaruh pada terhadap kesehatan

tetapi juga dapat mengurangi nyeri pada penderita osteoarthritis lutut, serta

berpengaruh terhadap fungsi kognitif. Selain itu penelitian dalam jurnal yang

kami bahas juga menggunakan latihan ROM, tetapi pada hasil akhir

penelitian latihan ROM yang diberikan tidak menimbulkan pengaruh yang

signifikan antara saat awal pengkajian dengan setelah diberikan intervensi.

Oleh karena itu dalam jurnal yang kami bahas dikatakan bahwa latihan

berjalan tidak memberikan kontribusi dalam mempengaruhi range of motion

dari lutut, tetapi dapat mengurangi nyeri sendi yang kemudian akan

meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk melakukan dua

kegiatan secara bersamaan yang terkait dengan fungsi kognitif.

Dalam teori yang telah ada sebelumnya diketahui bahwa ada beberapa

manfaat dari latihan berjalan, yaitu merupakan aktivitas aerobic yang

bermanfaat bagi jantung, paru-paru dan peredaran darah, merupakan cara

yang tepat untuk mengurangi stress, merupakan aktivitas yang dapat

mengurangi berat badan, merupakan aktivitas yang mudah dilakukan dan

dikatakan bebas dari cedera, dapat dimanfaatkan untuk terapi latihan, untuk

orang-orang yang mengalami cedera persendian dan latihan berjalan

merupakan latihan olahraga yang dapat dilakukan oleh orang dari berbagai

Page 17: SGD 1 Seminar Jurnal

macam usia, dan khususnya bagi para manula (manusia usia lanjut) sangat

baik untuk menghambat proses degenerasi (Nanang Kusnandi, 2012).

Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan dalam jurnal, diketahui

bahwa latihan berjalan dapat mengurangi nyeri sendi yang kemudian akan

meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk melakukan dua

kegiatan secara bersamaan yang terkait dengan fungsi kognitif.

4.2. Kelemahan dan kelebihan terkait jurnal

Kelemahan dari jurnal yang kami bahas adalah ketidaksesuaian antara judul

dengan intervensi yang digunakan dalam penelitian, selain itu dalam

penarikan kesimpulan akhir dari penelitian yang dilakukan terdapat

kekurangan data yang mendukung.

Kelebihan dari jurnal yang kami bahas adalah pemilihan tema dan penelitian

yang sederhana yaitu menggunakan latihan berjalan pada lansia. Diman

latihan berjalan merupakan salah satu olehraga aerobic yang banyak

direkomendasikan bagi lansia. Selain mudah dilakukan dan tidak

memerlukan keterampilan khusus, olahraga jalan kaki juga aman untuk

lansia karena memiliki risiko yang sangat kecil terjadinya cidera otot maupun

persendian (Lungit Wicaksono, 2011).

4.3. Implementasi keperawatan

Hasil penelitian dan teori-teori yang ada menunjukkan bahwa latihan berjalan

yang merupakan bagian dari latihan kekuatan isototonik yang berpengaruh

dalam mengurangi nyeri sendi, serta mudah dan dilakukan setiap hari

sehingga cocok untuk dilakukan oleh lansia dengan osteoarthritis lutut.

Selain itu berdasarkan hasil penelitian dalam jurnal yang dibahas, diketahui

bahwa dengan mengurangi nyeri latihan berjalan akan mampu

meningkatkan fungsi kognitif sehingga bagus diterapkan pada lansia yang

cenderung mengalami penurunan kognitif karena pengaruh usia.

Impelementasi keperawatan terkait dengan manfaat latihan berjalan

berdasarkan pada teori dan hasil penelitian yang ada, berhubungan dengan

peran dan fungsi perawat, yaitu :

a. Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan

Berdasarkan pada efektifitas latihan berjalan terhadap peningkatan

kemampuan pergerakan dan pengurangan nyeri pada penderita

Page 18: SGD 1 Seminar Jurnal

osteoartritis, sebagai perawat kita dapat menggunakan latihan tersebut

sebagai salah satu intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan

yang akan diberikan kepada pasien khususnya pada lansia.

b. Peran perawat sebagai educator

Sebagai educator atau pemberi pengetahuan, perawat bisa

meningkatkan pengetahuan pasien dengan osteoarthritis khususnya

pada lansia tentang latihan berjalan yang mudah dilakukan tetapi dapat

meningkatkan kemampuan pergerakan pasien, menjelaskan keuntungan

dari latihan berjalan terhadap kondisi penyakit, mengajarkan tentang

teknik latihan berjalan yang efektif.

c. Peran perawat dalam kolaborasi

Terkait dengan pelayanan kesehatan yang akan diberikan, sebagai

perawat perlu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk

meningkatkan kondisi kesehatan pasien, seperti berkolaborasi dengan

ahli gizi untuk meningkatkan status gizi pasien, berkolaborasi dengan

dokter dalam penatalaksaan medis terkait penyakit.

BAB V

PENUTUP

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap sebuah jurnal yang berjudul “A four-week

walking exercise programme in patients with knee osteoarthritis improves

the ability of dual-task performance: a randomized controlled trial”, diketahui

bahwa latihan berjalan dapat mengurangi nyeri yang kemudian akan

meningkatkan kemampuan kognitif dan kemampuan untuk melakukan dua

kegiatan bersamaan lansia dengan osteoarthritis lutut. Sehubungan dengan

hal itu, implementasi keperawatannya terkait dengan peran perawat sebagai

pemberi asuhan keperawatan, sebagai educator, dan dalam kolaborasi

dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan,

dimana latihan berjalan ini bisa menjadi salah satu intervensi keperawatan

yang tepat yang diberikan pada lansia dengan osteoarthritis.

Page 19: SGD 1 Seminar Jurnal

5.2.Saran

Berhubungan dengan penatalaksanaan berikutnya diharapkan diadakan

penelitian lebih lanjut berhubungan dengan latihan berjalan yang bisa

meningkatkan fungsi kognitif. Selain itu berdasarkan data yang ada tentang

manfaat dan fungsi latihan berjalan terhadap penderita osteoarthritis,

diharapkan latihan ini bisa dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut untuk

perawatan pasien.

Page 20: SGD 1 Seminar Jurnal

DAFTAR PUSTAKA

Kusnadi, Nanang. 2012. Motivasi Pria Lanjut Usia Melakukan Olahraga

Bulutangkis Dan Jalan Kaki Serta Hubungannya Dengan Kebugaran Jasmani.

Universitas Pendidikan Indonesia.

Laksmi, Rachmah. 2007. Peran Latihan Fisik Dalam Manajemen Terpadu

Osteoartritis. Yogyakarta: FIK UNY.

Lungit Wicaksono. 2011. Terapi Sederhana Menekan Gejala Penyakit

Degenerative. Universitas Pendidikan Indonesia.

Soeharyo & Henry. 2007. Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis Lutut. Semarang:

UNDIP.

Yohanita & Dewi. 2010. Pengaruh Latihan Gerak Kaki (Stretching) Terhadap

Penurunan Nyeri Sendi Ekstremitas Bawah Pada Lansia Di Posyandu Lansia

Sejahtera Gbi Setia Bakti Kediri. STIKES RS Baptis.

SEMINAR JURNAL PENELITIAN KEPERAWATAN

Page 21: SGD 1 Seminar Jurnal

“A Four-Week Walking Exercise Programme In Patients With Knee

Osteoarthritis Improves The Ability Of Dual-Task Performance: A

Randomized Controlled Trial”

OLEH : SGD I

1. Putu Krisna Siantarini (1102105004)

2. Anak Agung Ari Novia (1102105008)

3. Ni Kadek Diyantini ( 1102105023)

4. Luh Amanda Titi Suryani (1102105025)

5. Ni Luh Made Dwi Padma Sari ( 1102105026)

6. Ni Putu Nariska Rahayuni ( 1102105030)

7. Komang Asrini Widya Tri Lestari ( 1102105036)

8. I Putu Arya Sedana ( 1102105041)

9. Anak Agung Istri Dwi Mayuni ( 1102105060)

10. Ni Putu Oktariani ( 1102105066)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FALKUTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2013