‘Sesungguhnya’ di Laut Kita Jaya (!)_ Fakta Historis _ Geotrek Indonesia
-
Upload
indische-tuinbloemen -
Category
Documents
-
view
20 -
download
4
description
Transcript of ‘Sesungguhnya’ di Laut Kita Jaya (!)_ Fakta Historis _ Geotrek Indonesia
Geotrek Indonesia
“MEMANDANG ALAM DENGAN PENGERTIAN, JAUH LEBIH
BERARTI DAN MENYUKAKAN HATI DARIPADA HANYA
MENYAKSIKAN KEELOKANNYA.” (ALBERT HEIM, 1878)
Oleh: Awang Harun Satyana
Jangan lupakan sejarah, sejarah akan penting bila tidak tinggal di
masa lalu, tetapi menginspirasi masa kini dan masa depan. Miris
rasanya saat ini melihat sektor agraris terbengkalai dan maritim tidak
menjadi andalan, bahkan seperti cenderung menjadi pemisah, bukan
pemersatu Nusantara.
Dalam sejarah terdapat tesis bahwa kerajaan yang berhasil adalah
kerajaan yang menguasai seluruh aliran sungai dari hulu sampai hilir
sebab ini mengkombinasi pedalaman yang agraris dan muara sungai
sampai laut yang maritim. Sejarah Indonesia telah membuktikan
kerajaan-kerajaan yang berhasil semacam itu, yaitu Kahuripan
Erlangga, Singhasari Kertanegara, dan Majapahit Raden Wijaya-Hayam
Wuruk.
Indonesia masa kini: sektor agraris terbengkalai sehingga bahan-bahan
pangan banyak diimpor, laut yang luas banyak didatangi kapal2 asing
pencuri ikan dan tepi wilayah lautnya, pagar Nusantara, dirongrong
terus banyak negara tetangga mengganggu kedaulatan wawasan
Nusantara. Seharusnya kita menggali kembali kejayaan masa lalu.
Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa “jalesveva jayamahe” –
justru di laut kita jaya !
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, laut
menghubungkan sekitar 17.800 pulau-pulaunya. Maka, seharusnya
budaya bahari mengakar kuat di setiap manusia Indonesia.
Kejayaan bahari pertama dalam skala besar ditunjukkan oleh Kerajaan
Sriwijaya. Bagaimana konstruksi kapal mereka saat itu (abad ke-7)
bisa dilihat di sebuah relief di dinding Candi Borobudur yang terkenal
itu. Van Erp, seorang ahli arkeologi zaman Belanda di Indonesia,
pernah khusus mempelajari sebelas relief kapal laut di candi Budha
‘Sesungguhnya’ di Laut Kita Jaya (!):Fakta Historis
Jun
12
terbesar di dunia ini. Ia berkesimpulan bahwa kapal2 itu dapat
digolongkan ke dalam tiga kelompok : perahu lesung sederhana,
perahu lesung yang dipertinggi dengan cadik, dan perahu tanpa cadik.
Bagaimana Sriwijaya bisa menguasai lautan Nusantara di wilayah
seluruh Sumatra sampai Malaya sekarang adalah karena
kebijaksanaannya dalam memperkerjakan suku Orang Laut yang piawai
dalam teknologi pembuatan kapal dan strategi perang laut. Suku
Orang Laut mendiami daerah muara sunga-sungai dan hutan bakau di
pantai timur Sumatera, Kepulauan Riau, dan pantai barat Semenanjung
Malaya. Waktu itu, Sriwijaya telah berhasil menjadi kekuatan perdana
dalam sejarah Nusantara yang mendominasi wilayah sekitar perairan
timur Pulau Sumatera, yang merupakan jalur kunci perdagangan dan
pelayaran internasional (sampai saat ini). Ia bergerak ke perairan Laut
Jawa untuk menguasai jalur pelayaran rempah-rempah dan bahan
pangan hasil pertanian.
Sayang, Sriwijaya hanya negara maritim dan bukan agraris juga, maka
ia tak bertahan lama. Seperti saya sebutkan di awal, pengalaman
sejarah menunjukkan bahwa kota pelabuhan harus ditopang oleh hasil
pertanian yang menjadi komoditas unggulan dari wilayah pedalaman.
Ketangguhan agraria dan maritim adalah pilar-pilar utama untuk
kejayaan Nusantara.
Ketangguhan agraris dan maritim pertama kali ditunjukkan oleh
Singhasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Cikal
bakal kerajaan ini sejak abad ke-10 oleh Medang, Kahuripan, lalu Kediri
telah punya basis yang kuat menguasai seluruh aliran sungai Brantas
dari hulu sampai hilirnya, meramu kekuatan agraria dan maritim. Maka
saat Kertanegara tampil, politik ekspansinya menguasai lautan
Nusantara menjadi mulus.
Dalam Kakawin (babad, cerita, kitab) Negarakertagama Kertanegara
telah mendengungkan perluasan cakrawala mandala ke luar Pulau
Jawa, yang meliputi daerah seluruh dwipantara. Dengan kekuatan
armada laut yang tidak ada tandingannya, pada tahun 1275
Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan
Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama2 dapat
menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun
1284, ia menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur. Dua pilar
utama kekuatan agraris dan maritim telah membawa Kertanegara
menaklukan : Pahang, Melayu, Gurun (Indonesia Timur), Bakulapura
(Kalimantan Baratdaya), Sunda, Madura, dan seluruh Jawa. Sekalipun
lautan menjadi perhatian utamanya, Kertanegara tidak pernah “luput
ing madal” (lupa daratan), ia memperkuat sektor agrarianya.
Puncak kejayaan bahari tercapai pada abad ke-14 ketika Majapahit
menguasai seluruh Nusantara bahkan pengaruhnya meluas sampai ke
negara-negara asing tetangganya. Kerajaan Majapahit di bawah
Raden Wijaya, Hayam Wuruk, dan Gajah Mada telah berkembang pesat
menjadi kerajaan besar yang mampu memberikan jaminan bagi
keamanan perdagangan di wilayah Nusantara.
Visi dan keinginan kuat untuk membangun kerajaan yang
mengedepankan kekuatan maritim dan agrarian telah menjadi tekad
Raden Wijaya, anak menantu Kertanegara. Visi itu diwujudkan dengan
memilih lokasi ibukota Kerajaan Majapahit di daerah Tarik di hilir sungai
Brantas dengan maksud memudahkan pengawasan perdagangan
pesisir dan sekaligus dapat mengendalikan produksi pertanian di
pedalaman.
Penyatuan Nusantara oleh Majapahit melalui ekspedisi2 bahari dimulai
tak lama setelah Mahapatih Gajah Mada mengucapkan sumpah Palapa
yang terkenal itu pada tahun 1334 : tan amukti palapa, “Sira Gajah
Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukita palapa. Sira Gajah Mada
lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring
Gurun, ring Seram, ring Doran, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang,
Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang,Tumasik, samana ingsun amukti
Palapa”
Ekspansi bahari ini tercatat dalam Negara Kertagama anggitan Mpu
Prapanca pada tahun 1365. Buku ini membagi wilayah kekuasaan
Majapahit dalam empat kelompok wilayah : (1) wilayah2 Melayu dan
Sumatera : Jambi, Palembang, Samudra dan Lamori (Aceh), (2)
wilayah2 di Tanjung Negara (Kalimantan) dan Tringgano (Trengganu),
(3) wilayah2 di sekitar Tumasik (Singapura), (4) wilayah2 di sebelah
timur Pulau Jawa (Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku sampai
Irian). Daftar lengkap nama2 wilayah taklukan Majapahit tersebut ada
di buku Fruin-Mess (1919) “Geschiedenis van Java” halaman 82-84
(Fruin-Mess mengumpulkannya berdasarkan Pararaton, Negara
Kertagama, dan Hikayat Raja-Raja Pasai). Fruin-Mess (1919) menulis
di halaman 84 (diterjemahkan dari bahasa Belanda), “Dengan demikian,
orang akan melihat bahwa luas wilayah Majapahit kurang lebih sama
dengan wilayah Hindia Belanda dikurangi dengan Jawa Barat karena
dalam daftar tak disebutkan nama Pasundan”
Bahkan juga terungkap dalam catatan sejarah bahwa pengaruh
Kerajaan Majapahit telah sampai kepada beberapa wilayah negara
asing : Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina,
China.
Keberhasilan Kerajaan Majapahit mewujudkan visi Sumpah Palapa,
selain dibakar semangat kebangsaan patriotik di bawah komando
Mahapatih Gajah Mada, juga banyak disumbang oleh keberhasilan
Majapahit dalam mengembangkan teknologi bahari berupa kapal
bercadik yang menjadi tumpuan utama kekuatan armada lautnya.
Gambaran model konstruksi kapal bercadik sejak zaman Sriwijaya,
Singhasari, dan Majapahit telah terpahat rapih pada relief Candi
Borobudur seperti diterangkan di atas. Armada laut Majapahit ini
didukung oleh persenjataan andalan berupa meriam hasil rampasan dari
bala tentara Kubilai Khan ketika menyerang Kediri (atas tipudaya
Raden Wijaya) dan roket (sekarang peluru kendali) yang ditiru
Majapahit dari peralatan perang Kubilai Khan itu. Peralatan militer
Majapahit ini dapat dibaca lebih lanjut di buku Jawaharlal Nehru
(1964): A Glimpses of World History – Oxford University Press, New
York, atau Pramudya Toer (1998): Hoakiau di Indonesia – Garba
Budaya, Jakarta. Sementara kapal2 armada zaman Sriwijaya-
Singhasari bisa dilihat di buku Anthony Reid (1996): Indonesian
Heritage: Early Modern History – Archipelago Press, Jakarta, atau
Djoko Pramono (2005): Budaya Bahari – Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Tradisi Kerajaan Majapahit tidak banyak mendirikan candi, di pusat
kerajaannya pun dan di seluruh Jawa Timur tak banyak candi yang
ditinggalkannya, tak sampai lima candi telah ditemukan (misalnya
candi Tikus di utara Tulung Agung dan Bajang Ratu di Trowulan), itu
pun sangat sederhana, terbuat dari bata merah, tanah lempung yang
dibakar; berbeda dengan candi-candi Mataram Budha, Hindu atau
Syiwa di Jawa Tengah yang raja-rajanya gemar mendirikan candi yang
massif dan besar terbuat dari batuan andesit. Maka, di wilayah pusat
Kerajaan Majapahit pun langka ditemukan candi2 atau bentuk
bangunan peninggalan lain, apalagi di daerah taklukannya. Kalaupun
ada, seberapa besar daya tahan bangunan terbuat dari bata merah
dibandingkan andesit ? Bukti2 wilayah penaklukan Majapahit tercatat
dalam babad-babad sejarah yang sezaman atau hampir sezaman
dengan periode penaklukannya.
Demikian, semoga kejayaan bahari masa lalu membuat kita menghargai
lautan dan sekitar 17.800 pulau yang menyusun Nusantara. Jangan
lupakan sejarah, sejarah akan penting bila tidak tinggal di masa lalu,
tetapi menginspirasi masa kini dan masa depan.
← Lima Karya Utama Charles
Darwin (Ditulis 1839-1876)
Darwin
Compendium: Postscriptum →
Leave a Reply
Share this:
Like this:
Be the first to like this.
Like
Posted in Geo-Histori, Geologi, Ilmu Alam, Indonesia, Sejarah
Tagged Gajah Mada, Indonesia, Majapahit, Mpu Prapanca, Nusantara,
Pasundan, Raden Wijaya, Singhasari, Singhasari Kertanegara
Edit
Press This Twitter 4 Facebook
Enter your comment here...
My Tweets
Search Search
REC ENT POSTS
The Molluca Sea Collisional Orogen
Lima Puluh Tahun Eksplorasi Angkasa Luar
Flora Pegunungan Jawa (van Steenis, 1972, 2006)
Cekungan Pembuang Dibuang Sayang: Fenomena Terbaru
Mengeluarkan Meratus dan Bayat dari Jalur Subduksi Kapur Akhir (?)
Geotrek Pacet, 23-24 November 2013
Di Atas Wajah Merapi
Gumuk Pasir Pantai Parangkusumo, Yogyakarta: Pahami, Cintai, Jaga
Indonesia: A Mozaic of Puzzles, A Mozaic of Terranes
Terangkat dari Lautan 16-8 Juta Tahun yang Lalu
Kaitan Tektonik Madura – Sidoarjo (?)
Pulau Madura: Kerumitan Deformasi Geologi
Ekstremitas Van der Tuuk (1824-1894)
Metta: Arkeolog Sangiran Pertama Kelahiran Sangiran
Right Understanding of Regional Geology will Result in Right Steps
of Exploration
Meneliti Geologi, Menggali Artefak dan Fosil (Sangiran, 6-8
September 2013)
Kepulauan Seribu
Sidik Jari Batu
Dibelah-belah Sesar Sumatra
Konglomerat Bancuh FM., Menanga, Lampung: Benturan Kapur Tengah
Terrane Woyla Vs. Mergui (?)
ARC HIVES
Select Month
TOPIC S
Buku
Geo-Histori
Geologi
Geotrek Indonesia
Gunung Api
Ilmu Alam
Indonesia
Sejarah
Tokoh
REC ENT COMMENTS
wispaten on Relasi Hominid dan “Adam…
wispaten on Kronologi “Manusia Perta…
Oi on Sultan Agung 1628-1629 M: Meng…
agus on Perbukitan Menoreh dan Nanggul…
Herman Moechtar on Relasi S1 – S2 – S3 dan P…
META
Site Admin
Log out
Entries RSS
Blog at WordPress.com. | The Reddle Theme.
Comments RSS
WordPress.com