Serba-Serbi DK, Untuk Profesional Medis

download Serba-Serbi DK, Untuk Profesional Medis

of 5

Transcript of Serba-Serbi DK, Untuk Profesional Medis

1

Serba-serbi Dokter KeluargaBahan selebaran untuk untuk Dokter Praktik Umum (DPU) maupun Dokter Spesialis (DSp), termasuk Dokter Gigi Disusun oleh: Dr. Sugito Wonodirekso Ditulis ulang oleh: dr. Cholis Abrori, M.Kes Artikel dalam bentuk tanya jawab ini bersifat dinamis yang berarti akan diperbaharui terus sesuai dengan tambahan pertanyaan dan koreksi yang masuk serta informasi terbaru dari berbagai pihak dan negara. Pertanyaan yang dibahas sekarang adalah kumpulan pertanyaan yang sering muncul dalam berbagai diskusi mengenai kedokteran keluarga dalam kesempatan informal dan formal seperti simposium, seminar, lokakarya, kongres, dsb. Bahan selebaran ini dipublikasikan pertama kali di Samarinda tgl 29 Januari 2006 bersamaan dengan pembukaan Cabang PDKI baru di Kaltim dalam rangka Lokakarya Pengembangan Konsep Dokter Keluarga Pengantar Sampai sekarang sebagian Dokter Praktik Umum (DPU) maupun Dokter Spesialis (DSp) masih mempertanyakan sosok Dokter Keluarga (DK). Sebagian dengan sadar menerima kehadiran DK ini karena menginginkan penataan kembali sistem pelayanan medis sehingga menjadi merata, terjangkau, dan menguntungkan semua pihak. Namun ada pula yang skeptis seolah-olah upaya ini akan berakhir dengan perubahan besar-besaran yang sangat menyulitkan, makan biaya besar, dan membuat urusan semakin ruwet. Gejolak seperti itu merupakan hal yang wajar pada setiap perubahan dan semuanya berakar pada keinginan mempertahankan yang sudah baik yang sudah berjalan selama ini dan sebagian lagi merasa perlu berubah karena melihat berbagai kelemahan yang ada sekarang. Persepsi yang beragam itu pada dasarnya disebabkan antara lain oleh kekurangpahaman tentang Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK). Kerisauan itu semakin menjadi setelah diberlakukannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di setiap Fakultas Kedoketran (FK) atau Program Studi Pendidikan Kedokteran Dasar (PSPKD) yang lulusannya adalah Dokter Layanan Primer yang menerapkan pendekatan kedokteran keluarga. Kerisauan ini sangat beralasan mengingat belum semua staf pengajar FK maupun PSPKD memahami betul Sistem Pelayanan Dokter Keluarga. Muara kerisauan itu bukan tidak mungkin adalah kegamangan untuk mencetak dokter seperti yang diamanahkan oleh KBK. Berikut ini disampaikan kumpulan pertanyaan dan jawaban yang mungkin dapat membantu semua yang berpraktik maupun yang terlibat dalam proses pendidikan kedokteran dasar. 1. Siapakah sebenarnya DK? Dokter keluarga adalah dokter yang khusus dididik menjadi dokter layanan primer yang menerapkan pendekatan kedokteran keluarga atau menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga. Jadi sebenarnya DK adalah seorang generalis yang memperoleh pendidikan khusus untuk mencapai kompetensi tertinggi sebagai dokter layanan primer. 2. Kalau begitu lulusan pendidikan kedokteran dasar dapat berpredikat dokter keluarga? Belum. Predikat lulusan pendidikan kedokteran dasar adalah Dokter. Kewenangannya adalah menyelenggarakan layanan kesehatan tingkat primer menggunakan kompetensi ilmu dan keterampilan yang diperolehnya selama pendidikan kedokteran dasar. Masa pendidikan yang singkat tidak memungkinkan mencapai kompetensi tertinggi sebagai dokter layanan primer. Oleh karena itu di beberapa negara misalnya Inggris, setelah menjadi dokter harus internsip selama tiga tahun untuk kemudian memperoleh sertifikat kompetensi sebagai praktisi generalis (general practitioner) yang sebenarnya setara dengan DK di negara lain misalnya di Amerika yang menganggap DK sebagai sebuah spesialisasi. 3. Kalau lulusan FK/PSPKD pasca-internsip disebut Dokter saja, lalu kapan Ilmu Kedokteran Keluarga diajarkan atau dilatihkan? Yang diajarkan adalah pendekatan kedokteran keluarga. Pendekatan ini diintegrasikan pada setiap modul mulai semester awal sehingga di akhir pendidikan para mahasiswa dapat menerapkan pendekatan kedokteran keluarga dalam situasi apa pun. Kemampuan ini dimahirkan ketika menjalani internsip sebagai dokter yang praktik di lapangan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga berlandaskan ilmu dan keterampilan kedokteran dasar yang diperolehnya selama pendidikan. 4. Mengapa memerlukan pendidikan khusus untuk menjadi DK? Apakah khusus itu berarti pendidikan tambahan? Pendidikan khusus maksudnya pendidikan untuk mencapai kompetensi tertentu lebih dari yang telah dimahirinya selama pendidikan kedokteran dasar. Benar, ini merupakan pendidikan tambahan yang diperolehnya melalui program Pendidikan Kedokteran Bersinambung (PKB) dan Pengembangan Profesionalisme Bersinambung (PPB) yang biasanya dikenal dengan singkatan CME/CPD. Program pendidkan tambahan diselenggarakan secara terstruktur oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia

2(PDKI) di bawah supervisi Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga (KIKKI). Bukan tidak mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama akan ditawarkan CME jarak jauh yang diselenggarakan badan internasional. 5. Apakah kompetensi khusus itu belum dapat dicapai dalam pendidikan kedokteran dasar? Belum. Alokasi waktu dalam pendidikan kedokteran dasar tidak mencukupi untuk memahiri semua bidang ilmu yang diperlukan sebagai dokter keluarga sekalipun sudah dapat melakukan praktik mandiri dengan pendekatan kedokteran keluarga. Dengan pengalaman praktik dan ikut secara aktif dalam PKB/PPB terstruktur selama 5 tahun sebelum resertifikasi diharapkan setiap dokter akan dapat memperoleh sertifkat kompetensi sebagai dokter keluarga. 6. Apakah kompetensi yang dicapai dalam pendidikan kedokteran dasar tidak cukup untuk berpraktik mandiri? Untuk berpraktik mandiri cukup akan tetapi masih terbatas dan perlu ditambah lagi agar dapat mencapai kompetensi dokter layanan primer yang lebih memadai. Sebagai contoh, tidak semua FK/PSPKD memberikan keterampilan menyelenggarakan health screening atau ACLS yang jelas-jelas tugas seorang dokter layanan primer pada umumnya tidak ada waktu untuk pemahirannya selama pendidikan kedokteran dasar. Belum lagi manajemen Klinik Dokter Keluarga yang seharusnya dikuasai oleh seorang DPU agar dapat bernegosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan secara proporsional. 7. Bukankah health screening merupakan kewenangan dokter spesialis? Bukan. Penyelengara dan koordinatornya adalah dokter layanan primer yang akan menyimpulkan hasilnya untuk kemudian merujuk pasien yang ternyata memerlukan pemeriksaan lanjutan spesilistis. Agaknya kurang pada tempatnya atau terlalu berlebihan jika health screening yang sifatnya masih umum dilakukan oleh dokter spesialis. Selain itu mekanisme kontrol menjadi bias seandainya harus dikonsulkan kepada dirinya sendiri (dokter spesialis yang melakukan health screening) 8. PDKI itu organisasi profesi dokter layanan primer sementara yang baru lulus pun bekerja sebagai dokter layanan primer. Apakah dokter yang baru lulus dapat menjadi anggota PDKI supaya dapat mengukuti PKB/PPB yang diselenggarakan? Dapat. Bahkan dianjurkan agar segera mendaftarkan diri dalam program PKB/PPB terstruktur. Dalam AD/ART PDKI, dokter yang baru lulus disebut sebagai anggota muda PDKI. Anggota muda ini boleh praktik mandiri sambil mengikuti PKB/PPB (wajib) untuk mencapai angka kredit tertentu agar pada waktu resertifikasi sudah memperoleh sertifikat kopmtensi sebagai DK. 9. Secara singkat dapatkah digambarkan perbedaan antara Dokter dan Dokter Keluarga? Di bawah ini dicantumkan tabel sederhana untuk melihat sekilas perbedaan Dokter dengan Dokter Keluarga No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kompetensi Tujuh area kompetensi dalam KIPDI III Ilmu dan keterampilan klinis layanan primer cabang ilmu utama * Keterampilan klinis layanan primer lanjut** Ilmu dan keterampilan klinis layanan primer cabang ilmu pelengkap*** Ilmu dan keterampilan penunjang**** Ilmu dan keterampilan manajemen klinik D + + DK + + + + + +

Keterangan: 1. No 1 dan 2 diperoleh selama pendidikan kedokteran dasar 2. No 3 dst. diperoleh melalui CME/CPD 3. * Terdiri atas Ilmu Bedah, Interna, Anak, Obgin, saraf, kulit, Mata, THT, Jiwa, IKK, dsb yang diperoleh selama pendidikan kedokteran dasar 4. ** Health screening and risk assessment, diagnositik holistic, menginterpretasikan hasil pemerikasan laboratorium lanjut, ATLS, ACLS, APLS, dsb 5. *** Kedokteran Pariwisata, Olah Raga, Kegawat-daruratan, Epidemiologi, dsb

6. 10.

**** Riset dan keterampilan mengajar/mendidik

Apakah Kedokteran Keluarga merupakan sebuah spesilisasi? Bukan. Lebih baik berupa pendidikan lanjutan guna mencapai kompetensi tertinggi sebagai dokter layanan primer yang handal yang dapat menerapkan pendekatan kedokteran keluarga dengan dasar keilmuan dan keterampilan klinik yang lebih baik. Apakah yang disebut prinsip-prisip kedokteran keluarga? Dokter keluarga menyelenggarakan atau menyediakan

11.

1. 2. 3. 4. 5.

Pelayanan yang holistik dan komprehensif Pelayanan yang kontinu Pelayanan yang mengutamakan pencegahan Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari keluarganya

3

6. 7. 8. 9.12.

Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan tempat tinggalnya Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan

Kalau begitu dokter sebagian besar DPU sudah melaksanaannya. Memang demikian adanya. Namun demikian selama ini tidak diformulasikan sehingga dengan formulasi itu diharapkan agar prinsip-prinsip itu diterapkan secara utuh. Sebenarnya dokter tempo doeloe sudah memulainya sehingga tidak terlampau berlebihan kalau disebut bahwa menerapkan kedokteran keluarga adalah mengembalikan profesionalisme DPU ke khitahnya. Dengan kata lain praktik dokter keluarga adalah bentuk generik dari praktik dokter pada umumnya dan kedokteran keluarga adalah bentuk generik dari ilmu kedokteran. Apakah prinsip-prinsip kedokteran keluarga itu hanya diterapkan oleh DK? Ini pertanyaan mendasar yang sangat penting yang perlu mendapat perhatian semua pihak. Sebenarnya prinsip-prinsip pelayanan itu sifatnya universal seperti juga tujuh area kompetensi yang harus dimiliki dan dilaksakanakan oleh setiap dokter. Dengan kata lain setiap dokter dari setiap tingkat pelayanan harus menyadari dan menerapkannya. Kalau tidak, mekanisme konsultasi dan rujukan tidak dapat berjalan lancar dan kontinuitas pelayanan menjadi terganggu.

13.

14. Kalau demikian semua dokter dan staf rumah sakit harus memahami dan menghayati Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK)? Seharusnya begitu. Bahkan seluruh pengandil (stake holders) lainnya yang terlibat dalam sistem ini pun termasuk perusahaan asuransi, pabrik farmasi, apoteker, paramedik, dokter gigi, dokter spesialis, dan masyarakat pasien atau pengguna layanan medis lainnya juga harus secara bertahap mendapat penataran mengenai SPDK. Sistem tidak akan berjalan mulus jika tidak ada harmoni kerjasama segenap pengandil tadi. 15. Apakah pelayanan DK dapat berjalan tanpa dukungan asuransi kesehatan? Inilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi pesimisme ataupun skeptisisme dalam menerapkan pendekatan kedokteran keluarga dalam praktik. Harus dibedakan antara keterlaksanaan sistem pelayanan DK (SPDK) dan keterlaksanaan pelayanan DK. Sistem pelayanan DK harus dibedakan dari pelayanan DK secara individu. Sistem memang menghendaki asuransi kesehatan yang membantu mengontrol penerapannya sedangkan pelayanan DK secara individu dapat diberikan oleh setiap DPU/DK dan keberhasilannya benar-benar mengandalkan kepiawaian DPU/DK ybs. Agar sistem dapat berjalan mulus perusahaan asuransilah yang mengharuskan bahwa setiap pasien terlebih dahulu berobat atau berkonsutasi dengan dokter layanan primer. Jika diperlukan dokter layanan primer itulah yang akan mengkonsultasikan atau merujuk pasien ke fasilitas layanan sekunder. Mekanisme ini dapat berjalan baik jika diatur dalam bentuk skema layanan asuransi kesehatan. Dalam hal layanan kepada pasien secara individu, DPU/DK-lah yang berupaya agar sistem pelayanan dapat berjalan sebaik mungkin. Dalam hal ini DK dapat membangun hubungan personal kesejawatan maupun kerjasama institusional yang baik dengan laboratorium medis dan atau pusat layanan sekunder. Hubungan kerjasama profesional yang harmonis ini tidak memerlukan campur tangan perusahaan asuransi. Cukup dengan tanggung jawab profesional dan kesejawatan yang saling menghormati. Dengan hubungan yang harmonis itu, setiap kali mengirim pasien ke laboratorium, akan selalu memperoleh laporan segera dan atau langsung jika diperlukan. Setiap merujuk pasien ke pusat layanan sekunder juga akan menjadi lebih mudah dan yakin pasien sampai ke tujuan dan dilayani sebagaimana mestinya karena semua individu yang terlibat saling mengenal secara professional dalam kesejawatan dan kekeluargaan sehinga merasa menjadi bagian dari pelayanan tadi. Dalam hal ini seandainya ada peran serta asuransi kesehatan, sifatnya hanya membantu menyediakan dukungan dananya tanpa mengatur meknismenya yang sudah berjalan dengan sendirinya. 16. Bagaimana caranya bergabung ke PDKI? Mudah saja. Isilah borang atau formulir pendaftaran dan serahkan kepada pengurus cabang atau langsung ke pusat. Jangn lupa bayar uang pangkal dan iuran bulanan untk kelancaran administrasi. Apakah keuntungannya menjadi anggota PDKI? PDKI akan membantu sedapat mungkin untuk mengantisipasi konsekuensi pemberlakuan Undang-undang Praktik Kedokteran bagi setiap anggotanya.

17.

4PDKI berusaha sedapat mungkin membantu perolehan angka kredit untuk proses sertifikasi dan resertifikasi dengan menyelenggarakan program konversi dalam masa sertifikasi awal dan PKB/CME terstruktur dengan administrasi yang cermat. PDKI tidak akan memberikan janji muluk atau angin sorga karena keuntungan itu pada dasarnya bukan diberikan oleh panitia atau pengurus akan tetapi lebih merupakan hasil kerjasama seluruh anggota dan pengurusnya secara profesional. PDKI akan berusaha (dengan bantuan angotanya) untuk ikut berpartisipasi untuk mengatur letak tempat praktik DK sehinga jangan sampai terjadi persaingan yang tidak perlu. Keuntungan yang paling penting adalah memperoleh kepercayaan dari pasien dari hasil kerjasama professional yang harmonis dengan semua pihak. 18. Siapa saja yang boleh menjadi anggota? Setiap Dokter dan Dokter Keluarga dapat menjadi anggota dengan catatan Dokter yang baru lulus akan menjadi anggota muda dan yang telah berpredikat DK (sampai sekarang belum ada) akan menjadi anggota penuh. Bagaimana caranya memperoleh gelar DK? Dalam waktu dekat akan ada program konversi bagi dokter yang lulus sebelum 6 Oktober 2005 (akan diralat jika keliru) untuk menjadi DK yang diselengarakan oleh PDKI di bawah supervisi Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia (KIKKI). Perangkatnya telah disepakati dan sedang disempurnakan untuk sesegera mungkin dilaksanakan. Proses konversi ini memungkikan seorang DPU a. Langsung memperoleh gelar DK b. Harus melengkapi sejumlah angka kredit untuk memperoleh gelar DK melalui penataran terstruktur yang diselenggrakan oleh PDKI atau institusi yang diakreditasi oleh KIKKI 20. Apakah DSp dapat menjadi anggota? Dapat tetapi sebagai anggota luar biasa yang pengakuan, hak dan kewajibannya diatur dalam AD/ART PDKI Apakah DSp boleh praktik sebagai DK? Hal ini tidak dianjurkan karena akan mempersulit diri sendiri. Berdasaran UUPK no 29 agaknya sulit bagi DSp untuk berpraktik sebagai DK sekaligus sebagai seorang spesialis bidang ilmu tertentu karena hal itu mempunyai konsekuensi ybs harus memperoleh 2 sertifikat keprofesian yang tentunya akan sangat berat dalam proses sertifikasi maupun resertifikasi. Yang terbaik adalah praktik spesialis agar ilmunya cepat berkembang dalam menyelsaikan kasus-kasus spesialistik. Apakah DK akan menjadi pesaing bagi DSp? Sama sekali tidak. Lahan tempat kerjanya berbeda DK, berwenang menyelenggarakan layanan primer sedangkan DSp layanan sekunder. Yang terjadi adalah kerjasama untuk meningkatkan mutu layanan medis demi kepentingan pasien. Memang menjadi kenyataan bahwa selama ini ada bidang layanan primer yang masih dikerjakan oleh para spesialis. Secara bertahap, dengan diberlakukannya UPPK dan SKN secara konsekuen, hal itu akan berubah dengan sendirinya. Namun harus diakui bahwa perubahan ini memerlukan waktu karena menyangkut perubahan perilaku dokter dan masyarakat pasien. Bukankah DSp mampu menylengarakan layanan primer di bidangnya masing-masing? Hal itu sangat benar, akan tetapi jika para spesialis selalu direpotkan dengan masalah-masalah layanan primer, bidang spesialisasinya akan lambat, sulit, atau bahkan tidak berkembang. Sangat disayangkan biaya pendidikan spesialisasi yang demikian besar jika para lulusannya tidak berpartisipasi dalam pengembangan ilmunya sendiri.

19.

21.

22.

23.

24. Saya DPU senior yang telah sukses berpraktik mandiri selama lebih dari 20 tahun tanpa cela. Apakah saya harus ikut penataran yang diselenggarakan PDKI yang hampir seluruh stafnya lebih muda daripada saya? Memang demikian seharusnya. Keharusan ini bukan kemauan PDKI akan tetapi amanat Undang-undang No 29 tentang Praktik Kedokteran. PDKI hanya membantu menfasilitasi agar setiap DPU secara legal mempunyai sertifikat kompetensi sebagai dokter layanan primer yang menerapkan pendekatan kedokteran keluarga. Untuk itu PDKI di bawah supervisi KIKKI menyelenggarakan program konversi DPU menjadi DK. Program ini akan sangat membantu bukan menyulitkan semua DPU termasuk yang sudah makan garam untuk

5memperoleh sertifikat kompetensi tsb. Bukan tidak mungkin para DPU senior yang aktif dalam praktik dan peningkatan keilmuan akan langsung memperoleh sertifikat kompetensi itu tanpa diuji. Selanjutnya masih dalam cakupan amanah Undang-undang No 29 dan peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) setiap 5 tahun setiap dokter harus melakukan resertifikasi. Kembali di sini peran PDKI adalah adminstrasi peserta PKB/PBB secara cermat sehingga akan segera terlihat siapa yang masih belum memenuhi angka kredit resertifikasi dan mengingatkannya jauh sebelum waktu resertifikasi. Oleh karena itu kerjasama seluruh anggota sangat penting. 25. Bagaimana sebaiknya DK berpraktik agar dapat menyelenggarakan layanan 24 jam dengan cakupan layanan primer yang lengkap? Mungkinkah ada waktu istirahat yang menjadi hak azasinya sebagai manusia biasa? Memang benar DK harus dapat dihubungi setiap saat akan tetapi bukan berarti DK tak dapat istirahat. Kesempatan istirahat akan menjadi lebih mungkin jika DK praktik berkelompok dalam sebuah klinik praktik bersama 26. Bagaimana sebenarnya gambaran Klinik DK secara garis besar? Klinik DK adalah klinklayanan primer biasa. Yang membedakannya hanyalah cakupan layanan dan cara pendekatannya. Klinik pribadi (solo) ataupun praktik bersama yang ada sekarang umumnya menggunakan paradigma sakit artinya hanya mengelola dan menyembuhkan pasien yang memang sudah sakit. Sesudah diobati atau diberikan resep seolah-olah tugas dokter sudah selesai. Artinya pelayanan kuratif sangat dominan, segi holistik dan komprehensif, dan kontinuitas layanan nyaris tak terjamah. Sebaliknya klinik DK menggunakan paradigma sehat, menerapkan kelima tahap pencegahan yang mau tidak mau harus menyelenggarakan kontinuitas layanan mengunakan berbagai cara terutama penyelenggaraan rekam medis yang memadai. Dengan kata lain, Klinik DK menyelenggarakan pendekatan kedokteran keluarga dengan menerapkan seluruh prinsip-prinsip kedokteran keluarga

27. Apakah mungkin DK berpraktik solo? Mungkin bisa tidak tidur karena dapat harus dihubungi kapan pun. Kenyataannya banyak DK berpraktik solo dan tetap dapat menjalani hidup normal sekalipun menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga. Kuncinya adalah hubungan dokter-pasien yang baik sehingga terjadi hubungan yang saling menguntungkan, saling percaya, saling menghormati, dan saling bertenggang rasa. Berikan layanan secara holistik dan komprehensif setiap kali berobat atau konsultasi sehingga pasien merasa terayomi dan puas karena diajak berdiskusi dan ambil bagian dalam menyelesaikan masalah kesehatannya. Boleh saja pasien diberikan no HP dokter keluarganya tanpa perlu harus terganggu sekalipun HP itu dibuka 24 jam. Anjurkan untuk SMS lebih dahulu jika hendak telepon pada jam kerja (untuk dokter yang praktik sore saja) atau bahkan anjurkan telepon langsung kapanpun jika sakitnya memang memerlukan pemantauan khusus tetapi masih belum perlu dirawat. Hubungan baik yang saling menghormati akan menjadikan pasien berpikir dua kali untuk menelpon dokternya jika tidak perlu benar. 28. Apakah izin klinik DK berbeda dengan klinik layanan primer lainnya? Sampai saat ini perizinannya sama

29. Apakah sarana dan prasarana klinik DK berbeda dengan klinik layanan primer lainnya sehinga perlu mendirikan klinik baru atau paling tidak renovasi besar? Klinik DK sama dengan klinik layanan primer lainya sehingga tidak perlu mendirikan yang baru. Bahkan WHO dan WONCA (Organisasi DK sedunia) menganjurkan mengembangkan klinik yang sudah ada saja sehingga cakupan layanan dan pendekatannya memenuhi syarat sebagai klinik DK. Kepustakaan:1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Boelen C, Haq C, Hunt V, Rivo M, Sahadhy E. Improving Health Systems: The Contribution of Family Medicine. A Guide Book. WONCA World. Best Printing Company. Singapore. 2002. McWhinney IR. Principles of Family Medicine. In: Texbook of family Medicine. Oxford University Press, 2nd ed, New York, 13-28, 1997. Rakel RE. The Family Physician. In: Essential of Family Practice. Rakel RE. Ed. WB Saunders Company. Philadelphia. Second Ed. 3-20. 1998. Saultz JW. A Theorethical framework for the Discipline of Family Medicine. In: Textbook of Family Medicine; Defining and reexamining the Discipline. Saultz JW. Ed. Mc.Graw-Hill Health Professions Division. New York. 17-30. 2000. Saultz JW. An Overview and History of the Specialty of Family Practice. In: Textbook of Family Medicine; Defining and reexamining the Discipline. Saultz JW. Ed. Mc.Graw-Hill Health Professions Division. New York. 3-16. 2000. Shahady JE. Principles of Family Medicine. An Overview. In: Essestials of Family Medicine. Sloan PD, Slatt LM, Curtis P. Eds. William Wilkins. Baltimore. Second Ed. 3-8.1993. Stoeckle JD, in Primary care Medicine, Gorol AH, May LA, Mulley AG, eds. JB Lippincott Company, Philadelphia, 3rd ed, 1-28, 1995. Wonodirekso S. Praktik Dokter Keluarga. Majalah Kedokteran Indonesia, Editorial. September, 2003 Wonodirekso S. Sistem Pelayanan Dokter Keluarga. Majalah Kedokteran Indonesia, Editorial. Oktober, 2003 Wonodirekso S. Model Klinik dan performa DK. Rakernas PDKI, Bandung 2-4 September 2005 Wonodirekso S, dkk. Draft-5, final, Standar Profesi DK, Januari 2006