Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947
-
Upload
muhammad-sanwijaya -
Category
Documents
-
view
106 -
download
2
description
Transcript of Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947
Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947
Diposkan oleh And The Story Goes di yogyakarta Selasa, Juni 23, 2009
Serangan kilat (Blitz Kreig) serdadu Belanda yang dilancarkan terhadap
Republik Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947 yang dikenal dengan nama Agresi
Militer Belanda I dengan mudah dapat menerobos pertahan kita di segala front
waktu itu. Akhirnya Belanda berhasil merebut beberapa lokasi dalam daerah
kekuasaan Reublik Indonesia di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara dan
Sumatera Selatan.
TNI/Laskar segera melaksanakan strategi penarikan pasukan ke garis
belakang dengan melakukan bumi hangus, pembuatan rintangan dan pemasangan
ranjau. Sementara gerakan mundur dilakukan pasukan TNI/Laskar segera
mengadakan konsolidasi kedudukannya untuk melancarkan perlawanan secara
gerilya.
Pasukan Belanda kian gencar menguasai wilayah-wilayah yang ada di
Sumatera Selatan terutama daerah-daerah yang sumber daya alam (tambang
minyak, batubara dan perkebunan) yang merupakan sumber devisa negara dan
vital bagi kepentingan militer.
Dari kota Palembang Belanda terus bergerak menuju kota Bengkulu,
Jambi, Lampung hingga ke front-front pertahanan TNI/Laskar hingga radius 20
KM yang sebelumnya masih di kuasai oleh pasukan kita sebagai
pertahanan.Wilayah-wilayah tersebut termasuk tanggung jawab Brigade
Pertempuran Garuda Merah yang berkedudukan di Prabumulih di bawah
pimpinan Kolonel Bambang Utoyo. Brigade Pertempuran Garuda Merah
membawahi Resimen 44 dan Resimen 45, Resimen 44 di bawah pimpinan Mayor
Rayad Nawawi sedangkan Resimen 45 di bawah pimpinan Mayor Dhani Effendi.
Daerah Prabumulih dan sekitarnya termasuk Mangun Jaya di bawah tanggung
jawab Resimen 45.
Tepat pada jam 06.00 pagi tanggal 21 Juli 1947 pasukan Belanda
melancarkan serangan dengan mengerahkan Pesawat Pembom B.25, Pesawat
Mustang, Howitser, Mortir 8 inci, Panser dan anggota pasukan infantri bergerak
menghancurkan semua front pertahanan TNI/Laskar. Setelah front tengah dapat
dipatahkan, maka dengan cepat pasukan Belanda bergerak ke Prabumulih, dan
tepat pukul 15.00 WIB kota itu dapat diduduki. Perlawanan yang di berikan
Detasemen 45 dapat dilumpuhkan oleh Belanda, dan akhirnya Komandan
Resimen beserta staf mengundurkan diri bergerak menuju ke Suban Jeriji.
Dengan jatuhnya kota Prabumulih ke tangan musuh yang di sebabkan
adanya kekosongan kekuatan mengingat saat itu sebagian besar pasukan kita di
Prabumulih tengah berangkat kesemua front, telah berdampak secara psychologis
meruntuhkah mental juang TRI/Laskar. Berdasarkan pertimbangan Resimen 45
dan staf, kota Prabumulih harus diserang kembali walaupun serangan itu sebagai
serangan bunuh diri (Kamikaze).
Setelah anggota pasukan Detasemen Markas BPGM berhasil di Modong,
maka mereka kembali ke induk pasukan yang telah mengundurkan diri ke Suban
Jeriji. Demikian pula setelah pertahanan tengah dapat dipatahkan oleh Belanda,
maka terpaksa + 220 anggota pasukan di bawah pimpinan Kapten Wahab Sarobu,
dari dusun Parit bergerak ke Talang Niru dan akhirnya bergabung dengan induk
pasukan Resimen 45 di Talang Kemang Tanduk dan Cempaka. Setelah melakukan
konsolidasi pasukan kemudian diadakanlah rapat kilat antar anggota staf dan para
komandan yang menghasilkan kata sepakat untuk menyerang balas kota
Prabumulih di bawah pimpinan Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendi.
Sehubungan dengan rencana tersebut, maka disusunlah struktur organisasi
penyerangan sebagai berikut :
1. Staf :
a. Komandan : Mayor Dhani Effendi
b. Kepala Staf : Kapten Mahyudin
c. Pa. Inteligen : Letnan R. Itehd.
Pa. Operasi : Letnan Nurdine.
Pa. Logistik : Letda Ibrachim Nasution
2. Kesatuan Penyerang
a Sektor I : Dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu dengan anggota pasukan
dari Front Tengah.
b. Sektor II : Dipimpin oleh Kapten Abdul Haq dengan wakil D. Silitonga.
c. Sektor III : Dipimpin oleh Lettu Yahya Bahar dengan anggota pasukan
PT (Polisi Tentara) dan pasukan dari front lain.
d. Sektor IV: Dipimpin oleh Lettu Kms. Ali dengan wakilnya Vandrig
Kasim Djaki dengan anggota pasukan yang berasal dari Kawal Detasemen 45
beserta anggota pasukan dari front lain.
Jumlah angota pasukan yang telah dipersiapkan untuk operasi serangan
balas ini + 1100 orang. Jumlah tersebut nampaknya cukup memadai untuk
menghadapi kekuatan pasukan Belanda yang telah menduduki kota Prabumulih.
Sementara pasukan Belanda diperkirakan 1 kompi Angkat Darat plus Angkatan
Udara yang setiap waktu dapat didatangkan dari pelabuhan udara Talang Betutu
dan kekuatan Panser beserta Tank-baja yang sewaktu-waktu dapat didatangkan
dari Karang Endah. Sementara senjata yang digunakan oleh TNI/Lasykar beratus-
ratus senapan Kecepek, Stand Gun, Brend, LE, Hambuerg, Terny, Juky Kanju,
Granat, Golok, ratusan bambu runcing dan termasuk senjata andalan Kikangho
12,7 mm. Perencanaan dan persiapan operasi ke Prabumulih, merupakan dasar
pemikiran yang sangat mendasar sehingga perlu di pertanyakan. Mengapa
Komandan Resimen 45 beserta para komanadan mengambil kebijakan untuk
melakukan serangan balas ke Prabumulih, tidak ke Palembang atau ke kota lain.
Hal ini bukan merupakan hal yang mustahil. Dipilihnya kota Prabumulih
tentu saja karena ada faktor-faktor yang mengacu kepada kepentingan militer,
politik maupun psikologis. Asumsi dasar pemikiran tersebut tidak dapt terlepas
pada tingkat kepentingan :
1. Politik
Serangan balas ke Prabumulih diharapkan akan menjadi tonggak kekuatan
dalam setiap perjuangan diplomasi di pusat maupun di daerah. Hal ini akan
memberikan pengaruh yang tidak kecil, di mana Prabumulih merupakan daerah
yang vital secara ekonomis yang dapat dimanfaatkan oleh pasukan Belanda untuk
tujuan-tujuan politis.
1. Militer
Kota Prabumulih adalah termasuk wilayah tanggung jawab Pertahanan dan
Keamanan Resimen 45 yang di dalamnya bermarkas Brigade Pertempuran Garuda
Merah. Apabila dilihat dari keseluruhan pasukan Belanda di pedalaman waktu itu,
pasukan Belanda di Prabumulih termasuk pasukan terbesar untuk menghadapi
pasukan TNI/Laskar. Selain itu juga untuk membuktikan kepada Belanda bahwa
TNI/Laskar dengan kekuatan persenjataan terbatas yang masih konvensional
sanggup menyerang kedudukan pasukan Belanda di Prabumulih yang memiliki
struktur organisasi dan persenjataan yang modern.
3. Psikologis
a. Eksternal
Diharapkan akan meyakinkan pemerintah Belanda, bahwa gezag (wibawa)
pemerintah pusat dan markas tinggi TNI terutama instuksi-instruksi dari panglima
besar Jenderal Sudirman dengan segala ordernya, masih tetap dipatuhi oleh
daerah-daerah yang ingin membuktikan bahwa perjuangan melawan agresi militer
Belanda I tidak hanya di Pulau Jawa saja, tapi juga perjuangan melawan Belanda
terjadi di Sumatera Selatan.
b. Internal
Memberikan dorongan semangat juang dan kejuangan kepada anggota
kesatuan lain, serta menimbulkan kembali kepercayaan rakyat kepada TNI/Laskar
yang masih sanggup berada di garis depan. Tujuan mulia dan perjuangan bangsa
harus menjadi milik seluruh rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan. Asumsi
dasar pemikiran tadi, nampaknya menjadi dasar timbulnya semangat tempur
anggota-anggota pasukan penyerang, sehingga keputusan untuk serangan balas
Prabumulih sebagai alternatif yang tak dapat diganti dengan kebijakan yang lain.
Untuk merealisir tujuan itu tidaklah mudah, sebab walaupun konsentrasi kekuatan
Belanda terbesar di Prabumulih, namun kedudukan pasukan Belanda tidak hanya
di satu tempat saja tetapi tersebar secara sporadis di : eks. Kantor Komandan
Brigade ; eks. Kantor Kepala Staf Brigade ; tempat kediaman Komandan BPGM ;
eks. Tempat kediaman Komandan Resimen 45 ; Markas Angkutan Darat
(sekarang) ; Kantor Penerangan BPGM dan Gudang ; eks. Asrama Detasemen ;
Asrama CPM (sekarang) ; Stasion Kereta Api Prabumulih ; Rumah Tuan Cila ;
dan Rumah Tuan Van Der Wyck.
Sesuai dengan keadaan inilah maka pasukan TNI/Laskar menyerang
pasukan Belanda yang terbagi menjadi beberapa sektor.
PELAKSANAAN OPERASI
1. Tahap Infiltrasi
Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendy bertanggung jawab penuh
dan langsung terhadap berhasil tidaknya rencana serangan ke Prabumulih.
Perencanaan dan persiapan operasi penyerangan telah disusun dalam suatu
rencana operasi yang berskala waktu dan bersifat sektoral. Efektifitas dan efisiensi
penyerbuan lebih ditekankan pada gerak yang mendadak, sehingga daya kejut,
daya tembak dan daya serang dalam pelaksanaan penyerbuan memegang peranan
penting. Kendati serangan ini hanya bersifat kependudukan sementara sehingga
berhasil tidaknya serangan tersebut bukanlah secara mutlak bergantung pada
rencana operasi, daya dukung alat-alat tempur, cuaca, medan dan musuh saja,
tetapi yang lebih penting adalah kemapanan mental anggota pasukan. Komandan
Resimen 45 selaku Komandan serangan balas menyadari betul hal tersebut,
sehingga beliau berupaya membekali mental juang personil agar memiliki
keyakinan. Ada beberapa point yang diberikan beliau kepada anggota pasukan
pada waktu itu :
- Kita harus menyerang Prabumulih untuk tujuan politik
- Dengan kepergian kita ini, mungkin ada diantara kita yang tidak kembali
lagi, namun kita akan melakukan perjuangan bangsa mempertahankan Republik
Indonesia
- Walaupun serangan ini adalah serangan bunuh diri dengan menggunakan
senjata apa saja, Prabumulih harus kita duduki dan serangan harus kita lakukan.
- Tiada kekuatan apapun yang dapat mencegah, kecuali Allah Yang Maha
Pengasih menghendaki yang lain
- Pistol saya ini bukan untuk menembak Belanda, tapi akan menembaki
betis-betis siapa saja diantara kamu yang mundur tanpa komando
- Ada kekasih ada Negara dan ada Negara ada kekasih, namun yang
diutamakan adalah kepentingan Negara.
Sesuai dengan rencana setelah amanat disampaikan maka tepat jam 14.00
tanggal 26 Juli 1947 pasukan TNI/Laskar mulai bergerak menuju kota
Prabumulih. Perjalanan dari Suban Jeriji ke Talang Kemang Tanduk memakan
waktu dua hari satu malam, suatu lokasi sebagai tempat persiapan karena letaknya
cukup strategis dan aman. Tempat ini juga dijadikan titik temu pemunduran
anggota pasukan dari segala front. Di samping itu tempat tersebut merupakan
jalan pendekat utama ke garis awal antara Talang Bandung dengan kota
Prabumulih.
Pada tanggal 31 Juli 1947 jam 23.00 anggota pasukan sudah berada di
daerah persiapan, di mana kompi Lettu Yahya Bahar di lambung kiri untuk
melakukan serangan dan anggota pasukan Detasemen Markas yang dipimpin oleh
D.Silitonga berada di seberang jalan di depan kantor eks. Kantor Panglima
Brigade. Pasuka senjata berat Kikangho 12,7 mm dipimpin oleh Sersan Dua
Oemar. Dalam regu ini prajurit pembantu Abdullatif bergabung dan ditempatkan
di Simpang Tiga untuk menjangkau semua tempat yang menjadi sasaran
penyerangan. Gerakan pengepungan dilakukan secara hati-hati tanpa suara agar
mereka tidak diketahui oleh Belanda.
Menjelang tengah malam semua anggota pasukan kita telah menempati
posisi masing-masing dalam keadaan siap-siaga. Tinggal beberapa detik lagi
menjelang pukul 00.00 semua pasukan beserta peralatan telah siap mengepung
kubu musuh, dan Kapten Abdul Haq telah berangkat menuju peledakan dinamit
sebagai tanda serangan dimulai (di rel Kereta Api + 500 meter kearah Muara
Niru). Di saat-saat menantikan ledakan dinamit sebagai tanda serangan dimulai,
tiba-tiba terdengar jeritan serdadu Belanda kesakitan (menurut perkiraan, serdadu
Belanda yang ingin buang air kecil di tepat di depan posisi Abdullatif yang sedang
bersembunyi, langsung di tusuk dengan bambu runcing oleh Abdullatif) yang
disusul tembakan otomatis sekitar pukul 00.45 WIB, lebih awal dari ketentuan
semula. Dengan kata lain, serangan pasukan kita lebih awal 15 menit karena
adanya peristiwa Abdullatif yang dikencingi oleh serdadu Belanda dan langsung
menusukkan bambu runcing kepada serdadu tersebut. Jeritan kesakitan serdadu
Belanda itu telah memaksa para penjaga serdadu Belanda menembakkan senjata
mereka ke udara yang telah membuat situasi berubah, yang mendengar suara
tembakan tersebut, sehingga semua komandan pasukan kita mengomandokan
pasukan masing-masing untuk melakukan serangan.
b. Tahap Eksploitasi
Pertempuran jarak dekat berlangsung antara anggota pasukan kita dengan
serdadu Belanda, di mana pasukan kita yang dibantu oleh tembakan gencar
senjata berat dan senjata lainnya untuk merebut dan menduduki sasaran-sasaran
yang ditentukan.
- Sektor I
Sektor ini dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu dan sasaran utama
ditujukan pada dua tempat sehingga pasukan dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama menyerang di lapang bola kaki, sedangkan kelompok lain
harus menyerang musuh di Kantor Angkutan Darat AD (sekarang). Penyerangan
dengan taktik kepung yang memaksa serdadu Belanda tidak dapat bertahan lama
pada kedua tempat itu sehingga pasukan kita dapat mendudukinya.
- Sektor II
Sektor ini dipimpin oleh Kapten Abdul Haq dengan wakilnya D. Silitonga
yang bertugas menyerbu eks. Kantor Panglima BPGM dan eks. Kantor Staf
BPGM. Serbuan yang serba mendadak dengan mengandalkan senjata Kikango
12,7 mm. Telah menciptakan suasana panik diantara serdadu Belanda, mereka
pontang panting keluar rumah lari ke lapangan tennis di belakang kantor tersebut.
Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendi sendiri ikut dalam sektor ini dan
aktif mengikuti jalannya peperangan sambil memberikan komando pada sektor
lain. Setelah pasukan kita memasuki gedung-gedung tersebut selama + 5 jam,
tiba-tiba terdengar tembakan beruntun dari tank-tank Belanda yang datang dari
arah pasar. Pasukan Belanda semakin dekat jaraknya dengan pasukan kita
sehingga tepat pukul 06.00 tanggal 1 Agustus1947, sesuai dengan komando
Komandan Resimen 45 memutuskan pertempuran.
- Sektor III
Sektor ini dipimpin oleh Lettu Yahya Bahar yang ditugaskan untuk
menduduki eks. Kediaman Panglima BGM/P (sekarang menjadi Yon Zipur), yang
letaknya tidak begitu jauh dari eks. Kantor Komandan Brigade. Kompi ini
termasuk kompi yang utuh baik dilihat dari segi personil maupun persenjataanya.
Pengalaman bertempur di Payakabung telah membuat kompi ini mampu
menyerang secara efektif dengan daya serang yang cukup tinggi, sehingga ketika
penyerangan dilakukan di eks. Rumah Komandan Brigade dapat diduduki oleh
pasukan kita meskipun serdadu mempertahankannya mati-matian. Setelah berhasil
menduduki tempat tesebut, pasukan ini akhirnya mendengar perintah dari
Komandan Resimen 45 untuk memutuskan pertempuran dan kembali bergerak
menuju titik kumpul yang telah ditentukan sebelumnya.
- Sektor IV
Sektor ini dipimpin oleh Lettu Winarto (Polisi Tentara) dengan sasaran
utama adalah Asrama Militer Polisi, Rumah Dinas PJKA, SD Pertamina dan
Stasiun Kereta Api Prabumulih dan dibantu oleh sektor V. Pertempuran
berlangsung dengan sengit antara kedua belah pihak, sehingga adakalanya terjadi
kontak senjata jarak dekat di sela-sela dinding rumah. Tekanan yang dilakukan
oleh pihak TNI/Lasykar mengakibatkan pihak Belanda berada dalam posisi
kurang menguntungkan dan sekaligus berdampak gugurnya enam orang di pihak
kita dan tujuh orang di pihak Belanda. Tetapi stasiun Kereta Api tidak dapat
direbut mengingat kuatnya pertahanan Belanda.
- Sektor V
Sektor V dipimpin oleh Lettu Kms. Ali dan terkadang dipimpin oleh
Vandrig Kasim Djaki. Tugas yang diemban sektor ini adalah melakukan sabotase
pada semua sarana perhubungan /komunikasi yang digunakan oleh Belanda di
Prabumulih supaya tidak mendapat bantuan dari luar sekaligus membantu sektor
IV merebut stasiun Kereta Api, menduduki rumah Tuan Cilla dan rumah Tuan
Van Der Wyek. Serangan yang dilakukan oleh sektor ini terlambat karena
menunggu ledakan dinamit sebagai dimulainya serangan,padahal peperangan
telah dimulai 15 menit sebelumnya. Tepat pukul 06.00 sektor ini diperintahkan
untuk memutuskan pertempuran dan menuju titik kumpul dengan kejaran Pesawat
Pembom B.25 Mitchell dan Helikopter oleh serdadu Belanda dari Bandara Talang
Betutu.
- Sektor Pasukan Berdiri Sendiri
Sektor ini dipimpin oleh Vandrig S. Toyib dengan kekuatan satu seksi
dengan tugas mengganggu/menghambat gerak maju pasukan Belanda pada route-
route yang akan dilalui mereka di sepanjang jalan Jenderal Sudirman. Ketika
Panser Belanda datang pada pukul 05.30 WIB, maka anggota pasukan ini
bersembunyi dipinggir jalan yang kemudian menyerang, sehingga menyebabkan
sebuah Panser terbakar beserta tiga orang personilnya. Sedangkan dipihak kita,
satu orang yang bernama Asri menjadi korban.
c. Tahap Konsolidasi
Tanggal 1 Agustus 1947 pukul 00.45 WIB pertempuran di kota
Prabumulih berlangsung dengan sengit yang telah berhasil memukul pasukan
Belanda mundur dari kedudukannya. Tepat pukul 06.15 semua pasukan yang
menduduki semua sasaran sektor yang ditentukan memutusakan pertempuran
dengan Belanda dan mulai bergerak menuju titik kumpul (konsolidasi) di desa
Negeri Agung. Setelah mengadakan konsolidasi, semua pasukan bergerak ke
Lubuk Batang yang kebetulan bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri dan
bersama-sama merayakannya dengan suka cita di dusun ini dan seksi Sersan
Mayor Toby Gazoli yang tadinya bertugas mempertahankan dusun Tanjung
Rambang bergabung kembali. Setelah itu anggota pasukan meninggalkan Lubuk
Batang bergerak ke kota Martapura.
Pada saat melakukan gerakan ke Martapura, ternyata dusun Tambangan
Rambang telah diduduki Belanda sehingga terjadi kontak senjata tanpa memakan
korban. Setelah pasukan tiba di Martapura mereka disambut oleh Mayor Arif yang
mewakili Komandan BGH (Brigade Garuda Hitam), selanjutnya dengan Kereta
Api bergerak ke Tanjung Karang. Setelah itu Resimen 45 ditugaskan kembali ke
front depan dan pasukan Abdul Haq di front Banten sementara pasukan yang
dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu di front Gillas dan Markas Komando 45
tetap berada di Martapura. Setelah dua bulan bertugas di daerah ini, seluruh
anggota pasukan pindah ke Lubuk Linggau atas instruksi Komandan Markas
BPGM.
Sesampai di Lubuk Linggau Komandan Resimen 45 memberikan laporan
kepada Panglima BPGM (Kol. Bambang Utoyo) mengenai kegiatan yang pernah
dilakukan oleh Resimen 45 di Payakabung, Modong, Prabumulih, kegiatan di
front Gillas dan front Banten. Khusus mengenai Serangan Balas Prabumulih
dilaporkan pada Panglima sebagai berikut :
- TNI/Laskar : 60 orang lebih gugur dan 200 orang lebih hilang.
- Pasukan Belanda : 40 orang lebih gugur dan 80 orang luka berat dan
ringan. ( sumber ada pada dokumen MABES AD di Jakarta).
Dampak Serangan Balas ke Kota Prabumulih
a. Militer
Keberhasilan dalam serangan balas ke Prabumulih telah membuktikan
semangat juang dan kejuangan yang dimiliki TNI dan Lasykar meskipun di pihak
Belanda sendiri memiliki persenjataan yang lebih modern dan organisasi pasukan
yang lebih baik. Meskipun banyak korban di pihak kita, namun peristiwa tersebut
justru menimbulkan efek positif bagi perjuangan bangsa, yakni :
- Selama 3 x 24 jam setelah pertempuran di Prabumulih selesai,
Komandan Resimen 44 BPGM Mayor Rasyad Nawawi berkunjung kepada Mayor
Dhani Effendi untuk minta petunjuk tentang langkah-langkah yang patut diambil
setelah keberhasilan serangan balas.
- Pengalam tempur TNI/Laskar yang tergabung dalam Resimen 45/BPGM
makin bertambah sehingga pengalaman tersebut menjadi modal dalam
menghadapi Agresi Militer Belanda II
- Dengan adanya serangan balas ke Prabumulih, terjadi pergeseran taktik
perang yang tadinya bersifat frontal beralih menja sistem gerilya yang
menguntungkan pihak kita.
- Mengingat sistem pertempuran sudah beralih ke sistem gerilya,
sementara kondisi Sumatera Selatan 95 % terdiri dari hutan, maka pada Agresi
Militer Belanda II ruang gerak pasukan kita tidak hanya terbatas pada kota-kota
saja.
b. Politis
Setelah Agresi Militer Belanda I dilancarkan pada tanggal 21 Juli 1947
pukul 06.00, mendorong Panglima Besar APRI memberikan istruksi pada hari itu
juga pukul 10.00, agar seluruh pasukan TNI dan Laskar mengadakan perlawanan
di semua tempat demi mempertahankan negara dari Agresi Militer Belanda.
Berdasarkan instruksi tersebut, BPGM termasuk Resmen yang serentak
melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda. Pertempuran-pertempuran
yang terjadi di setiap daerah kepulauan Indonesia termasuk serangan balas ke
Prabumulih, mendukung usaha diplomasi pemerintah pusat di forum
Internasional, yang pada akhirnya Dewan Keamanan PBB bersidang pada tanggal
31 Juli 1947 dan mengeluarkan Nota Nomor 173 yang berisi : mendesak agar
kedua belah pihak segera menghentikan tembak-menembak dan kemudian
mengadakan perundingan untuk menyelesaikan persengketaan yang sedang
berlangsung. Sebagai tindak lanjut dari resolusi DK-PBB itu, maka pada tanggal 4
Agustus 1947 Presiden Soekarno dan Jendral Spoor mengeluarkan perintah
penghentian tembak-menembak. Khusus di Sumatera Selatan oleh Komandan
Brigade Pertempuran Garuda Merah (BPGM) tanggal 5 Agustus 1947 pukul
01.00 malam baru dapat diberlakukan Cease Fire.
Diberlakukannya Case Fire tersebut, memberikan peluang politis bagi
Belanda yang telah menduduki beberapa kota dan tempat termasuk kota
Prabumulih. Peluang politis yang dimaksudkan adalah terhadap daerah-daerah
yang telah diduduki oleh pasukan Belanda diberlakukan Dreamline van Mook,
dan pemerintah Belanda dapat berunding dengan Indonesia dengan syarat RI
harus menerima garis demarkasi model Van Mook. Mengingat revolusi Indonesia
ditentukan oleh faktor internal dan eksternal, maka tuntutan Belanda tersebut
diterima dengan konsekuensinya pasukan TNI/Laskar harus ditarik ke belakang
garis Van Mook.
Di Sumatera Selatan garis demarkasi meliputi :
1. de Onderafdeeling Ogan en Komering Ilir
2. het zuidelijk deel van de Onderafdeeling Musi Ilir en de Kubustreken,
in het noorden begrends door de Air Banyuasin en de Teluk Tenggulung (beide
inbegrepen), in het Westen door de pijplijn Keluang en Karang Angin, geleden
van:
a. de Moesi, Pengabang en door het stroomgebeid van de Sungai Keruh,
ten Westen daar van:
b. de Onderafdeeling Lematang Ulu en Lematang Ilir van de Afdeeling
Palembangse bovenlanden.
c. de Onderafdeeling Ogan Ulu en het gebied van de Onderafdeeling
Komering Ulu tennoorden de spoor lijn en dezilweg Baturaja-Martapura van de
Afdeeling Ogan en Komering Ulu (inbegrepen) Diantara daerah-daerah yang
tersebut di atas ini terdapat kantong-kantong TNI/Laskar Resimen 45 pimpinan
Mayor Dhani Effendi, setelah mereka melakukan serangan balas ke Prabumulih;
mengambil tempat di Mangunjaya sebagai pusat Komando, Staf Brigade
Pertempuran Garuda Merah di Muara Beliti dan SUBKOSS di Lubuklinggau.
c. Psikologis
Dampak psykologis dari serangan balas tersebut, cukup dirasakan oleh
pihak TNI/Lasykar bersama masyarakat dan pihak Belanda, yang masing-masing
pihak mengukur dari tingkat kepentingan sendiri yaitu:
Bagi pasukan Belanda:
1. Setelah terjadi serang balas ke Prabumulih, pasukan Belanda jarang
sekali melakukan gerakan di malam hari baik patroli maupun gerakan-gerakan
yang lain. Kini pasukan TNI/Laskar setelah serangan balas tersebut,
melaksanakan pemunduran dan mengalihkan cara perang gerilya di waktu siang
atau malam seperti yang terjadi di Musi Banyuasin, Lematang, Komering, dan
Ogan. Pencegatan dan penyerangan yang datang tiba-tiba telah membuat pasukan
Belanda tidak tenang.
2. Pasukan Belanda sedikit banyak merasa gentar meghadapi pasukan
TNI/Lasykar, walaupun mereka memiliki senjata yang lebih modern. Keberanian
dan kegigihannya melawan musuh di kandang sendiri jauh lebih tinggi semangat
juangnya dari pada di negeri orang lain.
3. Kewaspadaan dan keamanan pada setiap kedudukan pasukan Belanda di
daerah Sumatra Selatan meningkat, karena khawatir akan terjadi lagi seperti
serangan balas ke Prabumulih yang datangnya tiba-tiba.4. Memberi keyakinan
pada Belanda, bahwa wibawa Pemerintah Pusat dan Markas Tinggi TNI di
Yogyakarta dipatuhi di Sumatra Selatan.
Bagi pasukan TNI/Laskar :
1. Membentuk heroisme dan patriotisme yang tinggi dalam membela dan
mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI.
2. Meningkatkan rasa percaya diri yang mendalam untuk membela negara
dan bangsa Indonesia.
3. Menumbuhkan sikap loyal pada atasan dan soludaritas perjuangan
sesama pasukan TNI dan Laskar.
4. Mengembangkan identitas diri TNI sebagai Prajurit Pejuang dan
Pejuang Prajurit.
Bagi Masyarakat :
1. Memupuk kembali kepercayaan rakyat terhadap TNI/Laskar, bahwa
TNI/Laskar masih kuat dan mampu melawan serdadu Belanda walaupun memiliki
senjata yang terbatas.
2 Memupuk keyakinan rakyat terhadap kekuatan dan kemampuan
TNI/Laskar dalam meneruskan Perjuangan Nasional.
3. Secara tidak langsung, telah mengurangi anggapan masyarakat desa
bahwa Belanda sebagai bangsa yang superior.
PENUTUP
Kesimpulan
Serangan balas ke Prabumulih yang dilaksanakan oleh TNI dan Laskar
yang tergabung dalam Resimen 45 Brigade Garuda Merah Pertempuran (BGM/P)
pada tanggal 1 Agustus 1947, dan berhasil menduduki kota Prabumulih selama
kurang lebih 5 jam.
a. Situasi
Dilaksanakan setelah 10 hari pasukan Belanda melaksanakan AMB I, yang
telah melibatkan kekuatan 3 matra sekaligus dan masih dalam kondisi siap
tempur.
b. Persenjataan
Tidak adanya keseimbangan kekuatan anatara peralatan tempur yang
dimiliki oleh pasukan kita yang dimiliki oleh pasukan Belanda. Justru dengan
keberhasilan serangan tersebut, membuktikan organisasi pasukan yang sederhana
dengan persenjataan yang konvensional, mampu mengimbangi kekuatan
persenjataan yang dimiliki Belanda. Oleh karena itu organisasi yang baik dan
senjata yang modern yang dimiliki oleh Belanda, tidaklah mutlak harus unggul
dalam setiap front pertempuran menghadapi TNI/Lasykar.
c. Kedudukan
Kedudukan pasukan Belanda di Prabumulih tidak terkonsentrasi pada satu
tempat, tetapi tersebar di beberapa lokasi. Resimen 45 membagi operasi
penyerangan dalam 5 sektor, satu jalur penyerangan Seksi Istimewa. Jarak satu
sektor ke sektor lain hanya dihubungkan dengan kurir sehingga komunikasi antar
pasukan tidak lancar. Di samping itu timbul peristiwa Prajurit Abdullatif,
sehingga penyerangan terpaksa dilakukan lebih awal 15 menit dari rencana
semula.
d. Personil
Personil yang terlibat penyerangan tidak hanya anggota TNI dari Resimen
45 saja, tapi juga kesatuan-kesatuan lain seperti: Resimen 44 ALRI Detasemen
Markas BPGM Batalyon Garuda Merah (Mayor Iskandar) dan Laskar-Laskar
Rakyat (Hizbullah, Napindo, Pesindo, lain-lain). Kekuatan pasukan tersebut
merupakan sisa-sisa pasukan yang dikonsulidasikan di Suban Jeriji, di Talang
Kemang Tanduk dan Talang Cempaka. Konsolidasi tersebut dilaksanakan setelah
semua front pertempuran (kanan-tengah dan kiri) dapat diterobos oleh pasukan
Belanda. Secara psikologis pasukan-pasukan tadi mengalami kegoncangan mental
yang memberi dampak terhadap kemunduran semangat juang, karena Belanda
melancarkan sestem perang psy-war. Komandan serangan balas Mayor Dhani
Effendi menyadari hal itu, dan untuk mengatasi masalah psikologis tadi di
samping memberikan dorongan semangat kepada seluruh anggota pasukan, juga
menerapkan pola kepemimpinan yang bersifat intimidasi seperti yang pernah
dikatakan oleh beliau, bahwa “Pistol saya ini bukanlah untuk menembak Belanda,
tapi akan menembaki betis-betis siapa saja diantara kamu yang mundur tanpa
komando”.
Sumber :
Laporan Tematis yang saya buat ini bersumber pada Surat Keputusan
Panglima Daerah Militer II Sriwijaya Nomor : 61 yang telah membentuk suatu
kelompok kerja untuk menyusun kisah sejarah yang pernah terjadi di kota
Prabumulih pada masa revolusi Kemerdekaan. Kelompok kerja dimaksud
dipimpin oleh Bapak H.A Kasim Djaki Cs. Dalam rangka penulisan ini KODAM
II Sriwijaya meminta bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya berdasarkan surat
nomor : B/32/I/1994 tanggal 17 Januari 1994. Berdasarkan surat keputusan Rektor
Universitas Sriwijaya nomor : 219RT/PT11.1.1/U/1994 tanggal 26 Januari 1994,
ditunjuklah sdr. Drs. H. Ma’moen Abdullah sebagai anggota dalam kelompok
tersebut