Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

27
Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947 Diposkan oleh And The Story Goes di yogyakarta Selasa, Juni 23, 2009 Serangan kilat (Blitz Kreig) serdadu Belanda yang dilancarkan terhadap Republik Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947 yang dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I dengan mudah dapat menerobos pertahan kita di segala front waktu itu. Akhirnya Belanda berhasil merebut beberapa lokasi dalam daerah kekuasaan Reublik Indonesia di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan. TNI/Laskar segera melaksanakan strategi penarikan pasukan ke garis belakang dengan melakukan bumi hangus, pembuatan rintangan dan pemasangan ranjau. Sementara gerakan mundur dilakukan pasukan TNI/Laskar segera mengadakan konsolidasi kedudukannya untuk melancarkan perlawanan secara gerilya. Pasukan Belanda kian gencar menguasai wilayah- wilayah yang ada di Sumatera Selatan terutama daerah- daerah yang sumber daya alam (tambang minyak, batubara dan perkebunan) yang merupakan sumber devisa negara dan vital bagi kepentingan militer.

description

peristiwa serangan balas

Transcript of Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

Page 1: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

Diposkan oleh And The Story Goes di yogyakarta Selasa, Juni 23, 2009

Serangan kilat (Blitz Kreig) serdadu Belanda yang dilancarkan terhadap

Republik Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947 yang dikenal dengan nama Agresi

Militer Belanda I dengan mudah dapat menerobos pertahan kita di segala front

waktu itu. Akhirnya Belanda berhasil merebut beberapa lokasi dalam daerah

kekuasaan Reublik Indonesia di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara dan

Sumatera Selatan.

TNI/Laskar segera melaksanakan strategi penarikan pasukan ke garis

belakang dengan melakukan bumi hangus, pembuatan rintangan dan pemasangan

ranjau. Sementara gerakan mundur dilakukan pasukan TNI/Laskar segera

mengadakan konsolidasi kedudukannya untuk melancarkan perlawanan secara

gerilya.

Pasukan Belanda kian gencar menguasai wilayah-wilayah yang ada di

Sumatera Selatan terutama daerah-daerah yang sumber daya alam (tambang

minyak, batubara dan perkebunan) yang merupakan sumber devisa negara dan

vital bagi kepentingan militer.

Dari kota Palembang Belanda terus bergerak menuju kota Bengkulu,

Jambi, Lampung hingga ke front-front pertahanan TNI/Laskar hingga radius 20

KM yang sebelumnya masih di kuasai oleh pasukan kita sebagai

pertahanan.Wilayah-wilayah tersebut termasuk tanggung jawab Brigade

Pertempuran Garuda Merah yang berkedudukan di Prabumulih di bawah

pimpinan Kolonel Bambang Utoyo. Brigade Pertempuran Garuda Merah

membawahi Resimen 44 dan Resimen 45, Resimen 44 di bawah pimpinan Mayor

Rayad Nawawi sedangkan Resimen 45 di bawah pimpinan Mayor Dhani Effendi.

Daerah Prabumulih dan sekitarnya termasuk Mangun Jaya di bawah tanggung

jawab Resimen 45.

Page 2: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

Tepat pada jam 06.00 pagi tanggal 21 Juli 1947 pasukan Belanda

melancarkan serangan dengan mengerahkan Pesawat Pembom B.25, Pesawat

Mustang, Howitser, Mortir 8 inci, Panser dan anggota pasukan infantri bergerak

menghancurkan semua front pertahanan TNI/Laskar. Setelah front tengah dapat

dipatahkan, maka dengan cepat pasukan Belanda bergerak ke Prabumulih, dan

tepat pukul 15.00 WIB kota itu dapat diduduki. Perlawanan yang di berikan

Detasemen 45 dapat dilumpuhkan oleh Belanda, dan akhirnya Komandan

Resimen beserta staf mengundurkan diri bergerak menuju ke Suban Jeriji.

Dengan jatuhnya kota Prabumulih ke tangan musuh yang di sebabkan

adanya kekosongan kekuatan mengingat saat itu sebagian besar pasukan kita di

Prabumulih tengah berangkat kesemua front, telah berdampak secara psychologis

meruntuhkah mental juang TRI/Laskar. Berdasarkan pertimbangan Resimen 45

dan staf, kota Prabumulih harus diserang kembali walaupun serangan itu sebagai

serangan bunuh diri (Kamikaze).

Setelah anggota pasukan Detasemen Markas BPGM berhasil di Modong,

maka mereka kembali ke induk pasukan yang telah mengundurkan diri ke Suban

Jeriji. Demikian pula setelah pertahanan tengah dapat dipatahkan oleh Belanda,

maka terpaksa + 220 anggota pasukan di bawah pimpinan Kapten Wahab Sarobu,

dari dusun Parit bergerak ke Talang Niru dan akhirnya bergabung dengan induk

pasukan Resimen 45 di Talang Kemang Tanduk dan Cempaka. Setelah melakukan

konsolidasi pasukan kemudian diadakanlah rapat kilat antar anggota staf dan para

komandan yang menghasilkan kata sepakat untuk menyerang balas kota

Prabumulih di bawah pimpinan Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendi.

Sehubungan dengan rencana tersebut, maka disusunlah struktur organisasi

penyerangan sebagai berikut :

1. Staf :

Page 3: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

a. Komandan : Mayor Dhani Effendi

b. Kepala Staf : Kapten Mahyudin

c. Pa. Inteligen : Letnan R. Itehd.

Pa. Operasi : Letnan Nurdine.

Pa. Logistik : Letda Ibrachim Nasution

2. Kesatuan Penyerang

a Sektor I : Dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu dengan anggota pasukan

dari Front Tengah.

b. Sektor II : Dipimpin oleh Kapten Abdul Haq dengan wakil D. Silitonga.

c. Sektor III : Dipimpin oleh Lettu Yahya Bahar dengan anggota pasukan

PT (Polisi Tentara) dan pasukan dari front lain.

d. Sektor IV: Dipimpin oleh Lettu Kms. Ali dengan wakilnya Vandrig

Kasim Djaki dengan anggota pasukan yang berasal dari Kawal Detasemen 45

beserta anggota pasukan dari front lain.

Jumlah angota pasukan yang telah dipersiapkan untuk operasi serangan

balas ini + 1100 orang. Jumlah tersebut nampaknya cukup memadai untuk

menghadapi kekuatan pasukan Belanda yang telah menduduki kota Prabumulih.

Sementara pasukan Belanda diperkirakan 1 kompi Angkat Darat plus Angkatan

Udara yang setiap waktu dapat didatangkan dari pelabuhan udara Talang Betutu

dan kekuatan Panser beserta Tank-baja yang sewaktu-waktu dapat didatangkan

Page 4: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

dari Karang Endah. Sementara senjata yang digunakan oleh TNI/Lasykar beratus-

ratus senapan Kecepek, Stand Gun, Brend, LE, Hambuerg, Terny, Juky Kanju,

Granat, Golok, ratusan bambu runcing dan termasuk senjata andalan Kikangho

12,7 mm. Perencanaan dan persiapan operasi ke Prabumulih, merupakan dasar

pemikiran yang sangat mendasar sehingga perlu di pertanyakan. Mengapa

Komandan Resimen 45 beserta para komanadan mengambil kebijakan untuk

melakukan serangan balas ke Prabumulih, tidak ke Palembang atau ke kota lain.

Hal ini bukan merupakan hal yang mustahil. Dipilihnya kota Prabumulih

tentu saja karena ada faktor-faktor yang mengacu kepada kepentingan militer,

politik maupun psikologis. Asumsi dasar pemikiran tersebut tidak dapt terlepas

pada tingkat kepentingan :

1. Politik

Serangan balas ke Prabumulih diharapkan akan menjadi tonggak kekuatan

dalam setiap perjuangan diplomasi di pusat maupun di daerah. Hal ini akan

memberikan pengaruh yang tidak kecil, di mana Prabumulih merupakan daerah

yang vital secara ekonomis yang dapat dimanfaatkan oleh pasukan Belanda untuk

tujuan-tujuan politis.

1. Militer

Kota Prabumulih adalah termasuk wilayah tanggung jawab Pertahanan dan

Keamanan Resimen 45 yang di dalamnya bermarkas Brigade Pertempuran Garuda

Merah. Apabila dilihat dari keseluruhan pasukan Belanda di pedalaman waktu itu,

pasukan Belanda di Prabumulih termasuk pasukan terbesar untuk menghadapi

pasukan TNI/Laskar. Selain itu juga untuk membuktikan kepada Belanda bahwa

TNI/Laskar dengan kekuatan persenjataan terbatas yang masih konvensional

sanggup menyerang kedudukan pasukan Belanda di Prabumulih yang memiliki

struktur organisasi dan persenjataan yang modern.

Page 5: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

3. Psikologis

a. Eksternal

Diharapkan akan meyakinkan pemerintah Belanda, bahwa gezag (wibawa)

pemerintah pusat dan markas tinggi TNI terutama instuksi-instruksi dari panglima

besar Jenderal Sudirman dengan segala ordernya, masih tetap dipatuhi oleh

daerah-daerah yang ingin membuktikan bahwa perjuangan melawan agresi militer

Belanda I tidak hanya di Pulau Jawa saja, tapi juga perjuangan melawan Belanda

terjadi di Sumatera Selatan.

b. Internal

Memberikan dorongan semangat juang dan kejuangan kepada anggota

kesatuan lain, serta menimbulkan kembali kepercayaan rakyat kepada TNI/Laskar

yang masih sanggup berada di garis depan. Tujuan mulia dan perjuangan bangsa

harus menjadi milik seluruh rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan. Asumsi

dasar pemikiran tadi, nampaknya menjadi dasar timbulnya semangat tempur

anggota-anggota pasukan penyerang, sehingga keputusan untuk serangan balas

Prabumulih sebagai alternatif yang tak dapat diganti dengan kebijakan yang lain.

Untuk merealisir tujuan itu tidaklah mudah, sebab walaupun konsentrasi kekuatan

Belanda terbesar di Prabumulih, namun kedudukan pasukan Belanda tidak hanya

di satu tempat saja tetapi tersebar secara sporadis di : eks. Kantor Komandan

Brigade ; eks. Kantor Kepala Staf Brigade ; tempat kediaman Komandan BPGM ;

eks. Tempat kediaman Komandan Resimen 45 ; Markas Angkutan Darat

(sekarang) ; Kantor Penerangan BPGM dan Gudang ; eks. Asrama Detasemen ;

Asrama CPM (sekarang) ; Stasion Kereta Api Prabumulih ; Rumah Tuan Cila ;

dan Rumah Tuan Van Der Wyck.

Page 6: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

Sesuai dengan keadaan inilah maka pasukan TNI/Laskar menyerang

pasukan Belanda yang terbagi menjadi beberapa sektor.

PELAKSANAAN OPERASI

1. Tahap Infiltrasi

Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendy bertanggung jawab penuh

dan langsung terhadap berhasil tidaknya rencana serangan ke Prabumulih.

Perencanaan dan persiapan operasi penyerangan telah disusun dalam suatu

rencana operasi yang berskala waktu dan bersifat sektoral. Efektifitas dan efisiensi

penyerbuan lebih ditekankan pada gerak yang mendadak, sehingga daya kejut,

daya tembak dan daya serang dalam pelaksanaan penyerbuan memegang peranan

penting. Kendati serangan ini hanya bersifat kependudukan sementara sehingga

berhasil tidaknya serangan tersebut bukanlah secara mutlak bergantung pada

rencana operasi, daya dukung alat-alat tempur, cuaca, medan dan musuh saja,

tetapi yang lebih penting adalah kemapanan mental anggota pasukan. Komandan

Resimen 45 selaku Komandan serangan balas menyadari betul hal tersebut,

sehingga beliau berupaya membekali mental juang personil agar memiliki

keyakinan. Ada beberapa point yang diberikan beliau kepada anggota pasukan

pada waktu itu :

- Kita harus menyerang Prabumulih untuk tujuan politik

- Dengan kepergian kita ini, mungkin ada diantara kita yang tidak kembali

lagi, namun kita akan melakukan perjuangan bangsa mempertahankan Republik

Indonesia

- Walaupun serangan ini adalah serangan bunuh diri dengan menggunakan

senjata apa saja, Prabumulih harus kita duduki dan serangan harus kita lakukan.

Page 7: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

- Tiada kekuatan apapun yang dapat mencegah, kecuali Allah Yang Maha

Pengasih menghendaki yang lain

- Pistol saya ini bukan untuk menembak Belanda, tapi akan menembaki

betis-betis siapa saja diantara kamu yang mundur tanpa komando

- Ada kekasih ada Negara dan ada Negara ada kekasih, namun yang

diutamakan adalah kepentingan Negara.

Sesuai dengan rencana setelah amanat disampaikan maka tepat jam 14.00

tanggal 26 Juli 1947 pasukan TNI/Laskar mulai bergerak menuju kota

Prabumulih. Perjalanan dari Suban Jeriji ke Talang Kemang Tanduk memakan

waktu dua hari satu malam, suatu lokasi sebagai tempat persiapan karena letaknya

cukup strategis dan aman. Tempat ini juga dijadikan titik temu pemunduran

anggota pasukan dari segala front. Di samping itu tempat tersebut merupakan

jalan pendekat utama ke garis awal antara Talang Bandung dengan kota

Prabumulih.

Pada tanggal 31 Juli 1947 jam 23.00 anggota pasukan sudah berada di

daerah persiapan, di mana kompi Lettu Yahya Bahar di lambung kiri untuk

melakukan serangan dan anggota pasukan Detasemen Markas yang dipimpin oleh

D.Silitonga berada di seberang jalan di depan kantor eks. Kantor Panglima

Brigade. Pasuka senjata berat Kikangho 12,7 mm dipimpin oleh Sersan Dua

Oemar. Dalam regu ini prajurit pembantu Abdullatif bergabung dan ditempatkan

di Simpang Tiga untuk menjangkau semua tempat yang menjadi sasaran

penyerangan. Gerakan pengepungan dilakukan secara hati-hati tanpa suara agar

mereka tidak diketahui oleh Belanda.

Menjelang tengah malam semua anggota pasukan kita telah menempati

posisi masing-masing dalam keadaan siap-siaga. Tinggal beberapa detik lagi

menjelang pukul 00.00 semua pasukan beserta peralatan telah siap mengepung

Page 8: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

kubu musuh, dan Kapten Abdul Haq telah berangkat menuju peledakan dinamit

sebagai tanda serangan dimulai (di rel Kereta Api + 500 meter kearah Muara

Niru). Di saat-saat menantikan ledakan dinamit sebagai tanda serangan dimulai,

tiba-tiba terdengar jeritan serdadu Belanda kesakitan (menurut perkiraan, serdadu

Belanda yang ingin buang air kecil di tepat di depan posisi Abdullatif yang sedang

bersembunyi, langsung di tusuk dengan bambu runcing oleh Abdullatif) yang

disusul tembakan otomatis sekitar pukul 00.45 WIB, lebih awal dari ketentuan

semula. Dengan kata lain, serangan pasukan kita lebih awal 15 menit karena

adanya peristiwa Abdullatif yang dikencingi oleh serdadu Belanda dan langsung

menusukkan bambu runcing kepada serdadu tersebut. Jeritan kesakitan serdadu

Belanda itu telah memaksa para penjaga serdadu Belanda menembakkan senjata

mereka ke udara yang telah membuat situasi berubah, yang mendengar suara

tembakan tersebut, sehingga semua komandan pasukan kita mengomandokan

pasukan masing-masing untuk melakukan serangan.

b. Tahap Eksploitasi

Pertempuran jarak dekat berlangsung antara anggota pasukan kita dengan

serdadu Belanda, di mana pasukan kita yang dibantu oleh tembakan gencar

senjata berat dan senjata lainnya untuk merebut dan menduduki sasaran-sasaran

yang ditentukan.

- Sektor I

Sektor ini dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu dan sasaran utama

ditujukan pada dua tempat sehingga pasukan dibagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama menyerang di lapang bola kaki, sedangkan kelompok lain

harus menyerang musuh di Kantor Angkutan Darat AD (sekarang). Penyerangan

dengan taktik kepung yang memaksa serdadu Belanda tidak dapat bertahan lama

pada kedua tempat itu sehingga pasukan kita dapat mendudukinya.

Page 9: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

- Sektor II

Sektor ini dipimpin oleh Kapten Abdul Haq dengan wakilnya D. Silitonga

yang bertugas menyerbu eks. Kantor Panglima BPGM dan eks. Kantor Staf

BPGM. Serbuan yang serba mendadak dengan mengandalkan senjata Kikango

12,7 mm. Telah menciptakan suasana panik diantara serdadu Belanda, mereka

pontang panting keluar rumah lari ke lapangan tennis di belakang kantor tersebut.

Komandan Resimen 45 Mayor Dhani Effendi sendiri ikut dalam sektor ini dan

aktif mengikuti jalannya peperangan sambil memberikan komando pada sektor

lain. Setelah pasukan kita memasuki gedung-gedung tersebut selama + 5 jam,

tiba-tiba terdengar tembakan beruntun dari tank-tank Belanda yang datang dari

arah pasar. Pasukan Belanda semakin dekat jaraknya dengan pasukan kita

sehingga tepat pukul 06.00 tanggal 1 Agustus1947, sesuai dengan komando

Komandan Resimen 45 memutuskan pertempuran.

- Sektor III

Sektor ini dipimpin oleh Lettu Yahya Bahar yang ditugaskan untuk

menduduki eks. Kediaman Panglima BGM/P (sekarang menjadi Yon Zipur), yang

letaknya tidak begitu jauh dari eks. Kantor Komandan Brigade. Kompi ini

termasuk kompi yang utuh baik dilihat dari segi personil maupun persenjataanya.

Pengalaman bertempur di Payakabung telah membuat kompi ini mampu

menyerang secara efektif dengan daya serang yang cukup tinggi, sehingga ketika

penyerangan dilakukan di eks. Rumah Komandan Brigade dapat diduduki oleh

pasukan kita meskipun serdadu mempertahankannya mati-matian. Setelah berhasil

menduduki tempat tesebut, pasukan ini akhirnya mendengar perintah dari

Komandan Resimen 45 untuk memutuskan pertempuran dan kembali bergerak

menuju titik kumpul yang telah ditentukan sebelumnya.

- Sektor IV

Page 10: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

Sektor ini dipimpin oleh Lettu Winarto (Polisi Tentara) dengan sasaran

utama adalah Asrama Militer Polisi, Rumah Dinas PJKA, SD Pertamina dan

Stasiun Kereta Api Prabumulih dan dibantu oleh sektor V. Pertempuran

berlangsung dengan sengit antara kedua belah pihak, sehingga adakalanya terjadi

kontak senjata jarak dekat di sela-sela dinding rumah. Tekanan yang dilakukan

oleh pihak TNI/Lasykar mengakibatkan pihak Belanda berada dalam posisi

kurang menguntungkan dan sekaligus berdampak gugurnya enam orang di pihak

kita dan tujuh orang di pihak Belanda. Tetapi stasiun Kereta Api tidak dapat

direbut mengingat kuatnya pertahanan Belanda.

- Sektor V

Sektor V dipimpin oleh Lettu Kms. Ali dan terkadang dipimpin oleh

Vandrig Kasim Djaki. Tugas yang diemban sektor ini adalah melakukan sabotase

pada semua sarana perhubungan /komunikasi yang digunakan oleh Belanda di

Prabumulih supaya tidak mendapat bantuan dari luar sekaligus membantu sektor

IV merebut stasiun Kereta Api, menduduki rumah Tuan Cilla dan rumah Tuan

Van Der Wyek. Serangan yang dilakukan oleh sektor ini terlambat karena

menunggu ledakan dinamit sebagai dimulainya serangan,padahal peperangan

telah dimulai 15 menit sebelumnya. Tepat pukul 06.00 sektor ini diperintahkan

untuk memutuskan pertempuran dan menuju titik kumpul dengan kejaran Pesawat

Pembom B.25 Mitchell dan Helikopter oleh serdadu Belanda dari Bandara Talang

Betutu.

- Sektor Pasukan Berdiri Sendiri

Sektor ini dipimpin oleh Vandrig S. Toyib dengan kekuatan satu seksi

dengan tugas mengganggu/menghambat gerak maju pasukan Belanda pada route-

route yang akan dilalui mereka di sepanjang jalan Jenderal Sudirman. Ketika

Panser Belanda datang pada pukul 05.30 WIB, maka anggota pasukan ini

bersembunyi dipinggir jalan yang kemudian menyerang, sehingga menyebabkan

Page 11: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

sebuah Panser terbakar beserta tiga orang personilnya. Sedangkan dipihak kita,

satu orang yang bernama Asri menjadi korban.

c. Tahap Konsolidasi

Tanggal 1 Agustus 1947 pukul 00.45 WIB pertempuran di kota

Prabumulih berlangsung dengan sengit yang telah berhasil memukul pasukan

Belanda mundur dari kedudukannya. Tepat pukul 06.15 semua pasukan yang

menduduki semua sasaran sektor yang ditentukan memutusakan pertempuran

dengan Belanda dan mulai bergerak menuju titik kumpul (konsolidasi) di desa

Negeri Agung. Setelah mengadakan konsolidasi, semua pasukan bergerak ke

Lubuk Batang yang kebetulan bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri dan

bersama-sama merayakannya dengan suka cita di dusun ini dan seksi Sersan

Mayor Toby Gazoli yang tadinya bertugas mempertahankan dusun Tanjung

Rambang bergabung kembali. Setelah itu anggota pasukan meninggalkan Lubuk

Batang bergerak ke kota Martapura.

Pada saat melakukan gerakan ke Martapura, ternyata dusun Tambangan

Rambang telah diduduki Belanda sehingga terjadi kontak senjata tanpa memakan

korban. Setelah pasukan tiba di Martapura mereka disambut oleh Mayor Arif yang

mewakili Komandan BGH (Brigade Garuda Hitam), selanjutnya dengan Kereta

Api bergerak ke Tanjung Karang. Setelah itu Resimen 45 ditugaskan kembali ke

front depan dan pasukan Abdul Haq di front Banten sementara pasukan yang

dipimpin oleh Kapten Wahab Sarobu di front Gillas dan Markas Komando 45

tetap berada di Martapura. Setelah dua bulan bertugas di daerah ini, seluruh

anggota pasukan pindah ke Lubuk Linggau atas instruksi Komandan Markas

BPGM.

Sesampai di Lubuk Linggau Komandan Resimen 45 memberikan laporan

kepada Panglima BPGM (Kol. Bambang Utoyo) mengenai kegiatan yang pernah

dilakukan oleh Resimen 45 di Payakabung, Modong, Prabumulih, kegiatan di

Page 12: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

front Gillas dan front Banten. Khusus mengenai Serangan Balas Prabumulih

dilaporkan pada Panglima sebagai berikut :

- TNI/Laskar : 60 orang lebih gugur dan 200 orang lebih hilang.

- Pasukan Belanda : 40 orang lebih gugur dan 80 orang luka berat dan

ringan. ( sumber ada pada dokumen MABES AD di Jakarta).

Dampak Serangan Balas ke Kota Prabumulih

a. Militer

Keberhasilan dalam serangan balas ke Prabumulih telah membuktikan

semangat juang dan kejuangan yang dimiliki TNI dan Lasykar meskipun di pihak

Belanda sendiri memiliki persenjataan yang lebih modern dan organisasi pasukan

yang lebih baik. Meskipun banyak korban di pihak kita, namun peristiwa tersebut

justru menimbulkan efek positif bagi perjuangan bangsa, yakni :

- Selama 3 x 24 jam setelah pertempuran di Prabumulih selesai,

Komandan Resimen 44 BPGM Mayor Rasyad Nawawi berkunjung kepada Mayor

Dhani Effendi untuk minta petunjuk tentang langkah-langkah yang patut diambil

setelah keberhasilan serangan balas.

- Pengalam tempur TNI/Laskar yang tergabung dalam Resimen 45/BPGM

makin bertambah sehingga pengalaman tersebut menjadi modal dalam

menghadapi Agresi Militer Belanda II

- Dengan adanya serangan balas ke Prabumulih, terjadi pergeseran taktik

perang yang tadinya bersifat frontal beralih menja sistem gerilya yang

menguntungkan pihak kita.

Page 13: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

- Mengingat sistem pertempuran sudah beralih ke sistem gerilya,

sementara kondisi Sumatera Selatan 95 % terdiri dari hutan, maka pada Agresi

Militer Belanda II ruang gerak pasukan kita tidak hanya terbatas pada kota-kota

saja.

b. Politis

Setelah Agresi Militer Belanda I dilancarkan pada tanggal 21 Juli 1947

pukul 06.00, mendorong Panglima Besar APRI memberikan istruksi pada hari itu

juga pukul 10.00, agar seluruh pasukan TNI dan Laskar mengadakan perlawanan

di semua tempat demi mempertahankan negara dari Agresi Militer Belanda.

Berdasarkan instruksi tersebut, BPGM termasuk Resmen yang serentak

melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda. Pertempuran-pertempuran

yang terjadi di setiap daerah kepulauan Indonesia termasuk serangan balas ke

Prabumulih, mendukung usaha diplomasi pemerintah pusat di forum

Internasional, yang pada akhirnya Dewan Keamanan PBB bersidang pada tanggal

31 Juli 1947 dan mengeluarkan Nota Nomor 173 yang berisi : mendesak agar

kedua belah pihak segera menghentikan tembak-menembak dan kemudian

mengadakan perundingan untuk menyelesaikan persengketaan yang sedang

berlangsung. Sebagai tindak lanjut dari resolusi DK-PBB itu, maka pada tanggal 4

Agustus 1947 Presiden Soekarno dan Jendral Spoor mengeluarkan perintah

penghentian tembak-menembak. Khusus di Sumatera Selatan oleh Komandan

Brigade Pertempuran Garuda Merah (BPGM) tanggal 5 Agustus 1947 pukul

01.00 malam baru dapat diberlakukan Cease Fire.

Diberlakukannya Case Fire tersebut, memberikan peluang politis bagi

Belanda yang telah menduduki beberapa kota dan tempat termasuk kota

Prabumulih. Peluang politis yang dimaksudkan adalah terhadap daerah-daerah

yang telah diduduki oleh pasukan Belanda diberlakukan Dreamline van Mook,

dan pemerintah Belanda dapat berunding dengan Indonesia dengan syarat RI

harus menerima garis demarkasi model Van Mook. Mengingat revolusi Indonesia

Page 14: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

ditentukan oleh faktor internal dan eksternal, maka tuntutan Belanda tersebut

diterima dengan konsekuensinya pasukan TNI/Laskar harus ditarik ke belakang

garis Van Mook.

Di Sumatera Selatan garis demarkasi meliputi :

1. de Onderafdeeling Ogan en Komering Ilir

2. het zuidelijk deel van de Onderafdeeling Musi Ilir en de Kubustreken,

in het noorden begrends door de Air Banyuasin en de Teluk Tenggulung (beide

inbegrepen), in het Westen door de pijplijn Keluang en Karang Angin, geleden

van:

a. de Moesi, Pengabang en door het stroomgebeid van de Sungai Keruh,

ten Westen daar van:

b. de Onderafdeeling Lematang Ulu en Lematang Ilir van de Afdeeling

Palembangse bovenlanden.

c. de Onderafdeeling Ogan Ulu en het gebied van de Onderafdeeling

Komering Ulu tennoorden de spoor lijn en dezilweg Baturaja-Martapura van de

Afdeeling Ogan en Komering Ulu (inbegrepen) Diantara daerah-daerah yang

tersebut di atas ini terdapat kantong-kantong TNI/Laskar Resimen 45 pimpinan

Mayor Dhani Effendi, setelah mereka melakukan serangan balas ke Prabumulih;

mengambil tempat di Mangunjaya sebagai pusat Komando, Staf Brigade

Pertempuran Garuda Merah di Muara Beliti dan SUBKOSS di Lubuklinggau.

c. Psikologis

Dampak psykologis dari serangan balas tersebut, cukup dirasakan oleh

pihak TNI/Lasykar bersama masyarakat dan pihak Belanda, yang masing-masing

pihak mengukur dari tingkat kepentingan sendiri yaitu:

Page 15: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

Bagi pasukan Belanda:

1. Setelah terjadi serang balas ke Prabumulih, pasukan Belanda jarang

sekali melakukan gerakan di malam hari baik patroli maupun gerakan-gerakan

yang lain. Kini pasukan TNI/Laskar setelah serangan balas tersebut,

melaksanakan pemunduran dan mengalihkan cara perang gerilya di waktu siang

atau malam seperti yang terjadi di Musi Banyuasin, Lematang, Komering, dan

Ogan. Pencegatan dan penyerangan yang datang tiba-tiba telah membuat pasukan

Belanda tidak tenang.

2. Pasukan Belanda sedikit banyak merasa gentar meghadapi pasukan

TNI/Lasykar, walaupun mereka memiliki senjata yang lebih modern. Keberanian

dan kegigihannya melawan musuh di kandang sendiri jauh lebih tinggi semangat

juangnya dari pada di negeri orang lain.

3. Kewaspadaan dan keamanan pada setiap kedudukan pasukan Belanda di

daerah Sumatra Selatan meningkat, karena khawatir akan terjadi lagi seperti

serangan balas ke Prabumulih yang datangnya tiba-tiba.4. Memberi keyakinan

pada Belanda, bahwa wibawa Pemerintah Pusat dan Markas Tinggi TNI di

Yogyakarta dipatuhi di Sumatra Selatan.

Bagi pasukan TNI/Laskar :

1. Membentuk heroisme dan patriotisme yang tinggi dalam membela dan

mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI.

2. Meningkatkan rasa percaya diri yang mendalam untuk membela negara

dan bangsa Indonesia.

Page 16: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

3. Menumbuhkan sikap loyal pada atasan dan soludaritas perjuangan

sesama pasukan TNI dan Laskar.

4. Mengembangkan identitas diri TNI sebagai Prajurit Pejuang dan

Pejuang Prajurit.

Bagi Masyarakat :

1. Memupuk kembali kepercayaan rakyat terhadap TNI/Laskar, bahwa

TNI/Laskar masih kuat dan mampu melawan serdadu Belanda walaupun memiliki

senjata yang terbatas.

2 Memupuk keyakinan rakyat terhadap kekuatan dan kemampuan

TNI/Laskar dalam meneruskan Perjuangan Nasional.

3. Secara tidak langsung, telah mengurangi anggapan masyarakat desa

bahwa Belanda sebagai bangsa yang superior.

PENUTUP

Kesimpulan

Serangan balas ke Prabumulih yang dilaksanakan oleh TNI dan Laskar

yang tergabung dalam Resimen 45 Brigade Garuda Merah Pertempuran (BGM/P)

pada tanggal 1 Agustus 1947, dan berhasil menduduki kota Prabumulih selama

kurang lebih 5 jam.

a. Situasi

Page 17: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

Dilaksanakan setelah 10 hari pasukan Belanda melaksanakan AMB I, yang

telah melibatkan kekuatan 3 matra sekaligus dan masih dalam kondisi siap

tempur.

b. Persenjataan

Tidak adanya keseimbangan kekuatan anatara peralatan tempur yang

dimiliki oleh pasukan kita yang dimiliki oleh pasukan Belanda. Justru dengan

keberhasilan serangan tersebut, membuktikan organisasi pasukan yang sederhana

dengan persenjataan yang konvensional, mampu mengimbangi kekuatan

persenjataan yang dimiliki Belanda. Oleh karena itu organisasi yang baik dan

senjata yang modern yang dimiliki oleh Belanda, tidaklah mutlak harus unggul

dalam setiap front pertempuran menghadapi TNI/Lasykar.

c. Kedudukan

Kedudukan pasukan Belanda di Prabumulih tidak terkonsentrasi pada satu

tempat, tetapi tersebar di beberapa lokasi. Resimen 45 membagi operasi

penyerangan dalam 5 sektor, satu jalur penyerangan Seksi Istimewa. Jarak satu

sektor ke sektor lain hanya dihubungkan dengan kurir sehingga komunikasi antar

pasukan tidak lancar. Di samping itu timbul peristiwa Prajurit Abdullatif,

sehingga penyerangan terpaksa dilakukan lebih awal 15 menit dari rencana

semula.

d. Personil

Personil yang terlibat penyerangan tidak hanya anggota TNI dari Resimen

45 saja, tapi juga kesatuan-kesatuan lain seperti: Resimen 44 ALRI Detasemen

Markas BPGM Batalyon Garuda Merah (Mayor Iskandar) dan Laskar-Laskar

Rakyat (Hizbullah, Napindo, Pesindo, lain-lain). Kekuatan pasukan tersebut

merupakan sisa-sisa pasukan yang dikonsulidasikan di Suban Jeriji, di Talang

Page 18: Serangan Balas Kota Prabumulih Tahun 1947

Kemang Tanduk dan Talang Cempaka. Konsolidasi tersebut dilaksanakan setelah

semua front pertempuran (kanan-tengah dan kiri) dapat diterobos oleh pasukan

Belanda. Secara psikologis pasukan-pasukan tadi mengalami kegoncangan mental

yang memberi dampak terhadap kemunduran semangat juang, karena Belanda

melancarkan sestem perang psy-war. Komandan serangan balas Mayor Dhani

Effendi menyadari hal itu, dan untuk mengatasi masalah psikologis tadi di

samping memberikan dorongan semangat kepada seluruh anggota pasukan, juga

menerapkan pola kepemimpinan yang bersifat intimidasi seperti yang pernah

dikatakan oleh beliau, bahwa “Pistol saya ini bukanlah untuk menembak Belanda,

tapi akan menembaki betis-betis siapa saja diantara kamu yang mundur tanpa

komando”.

Sumber :

Laporan Tematis yang saya buat ini bersumber pada Surat Keputusan

Panglima Daerah Militer II Sriwijaya Nomor : 61 yang telah membentuk suatu

kelompok kerja untuk menyusun kisah sejarah yang pernah terjadi di kota

Prabumulih pada masa revolusi Kemerdekaan. Kelompok kerja dimaksud

dipimpin oleh Bapak H.A Kasim Djaki Cs. Dalam rangka penulisan ini KODAM

II Sriwijaya meminta bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya berdasarkan surat

nomor : B/32/I/1994 tanggal 17 Januari 1994. Berdasarkan surat keputusan Rektor

Universitas Sriwijaya nomor : 219RT/PT11.1.1/U/1994 tanggal 26 Januari 1994,

ditunjuklah sdr. Drs. H. Ma’moen Abdullah sebagai anggota dalam kelompok

tersebut