Septian - Paper Defisit APBN

8
Privatisasi Sebagai Elemen Pembiayaan Defisit Anggaran Septian Fachrizal 1) 1) 8A DIV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang Selatan [email protected] Abstrak Sistem anggaran defisit yang diterapkan di Indonesia sebagai bagian dari reformasi anggaran menuntut adanya elemen pembiayaan baik utang maupun non utang untuk menutup defisit anggaran. Salah satu elemen pembiayaan non utang adalah privatisasi. Dalam implementasinya selama ini privatisasi terkesan lebih terfokus kepada kepentingan jangka pendek. Selain itu juga beberapa kali privatisasi dianggap tidak menguntungkan sehingga justru bertentangan dengan peran pemerintah menciptakan kemakmuran rakyat. Kebijakan privatisasi ini harus dikelola dengan manajemen yang handal dengan memperhatikan tujuan jangka panjang sehingga dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Kata Kunci: defisit anggaran, privatisasi,kesejahteraan rakyat 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menganut sistem berimbang (balanced budget), Sejak tahun anggaran (TA) 2000, kebijakan APBN menganut sistem defisit (deficit buidget). Kebijakan ini ditempuh dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Untuk menutup defisit anggaran tersebut pemerintah mengupayakan program financing melalui pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Pembiayaan dalam negeri salah satunya bersumber dari program privatisasi BUMN. Kebijakan privatisasi BUMN untuk menutup defisit anggaran seiring dengan penerapannya telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. 1.2 Maksud dan Tujuan Paper ini bertujuan untuk mengkaji kebijakan privatisasi BUMN sebagai salah satu instrumen pembiayaan defisit 1.3 Perumusan Masalah 1.3.1 Bagaimanakah privatisasi di Indonesia? 1.3.2 Permasalahan apa yang timbul dalam implementasi privatisasi sebagai sumber pembiayaan defisit? 1.3.3 Apa yang sebaiknya diperhatikan pemerintah dalam melakukan privatisasi? 2. LANDASAN TEORI 2.1 Metode penelitian Metode pengkajian untuk paper Privatisasi Sebagai Elemen Pembiayaan Defisit Anggaranini dilakukan melalui observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet.

description

dsfsdfs

Transcript of Septian - Paper Defisit APBN

Privatisasi Sebagai Elemen Pembiayaan Defisit AnggaranSeptian Fachrizal1)

1) 8A DIV Akuntansi Kurikulum Khusus, STAN, Tangerang [email protected]

Abstrak Sistem anggaran defisit yang diterapkan di Indonesia sebagai bagian dari reformasi anggaran menuntut adanya elemen pembiayaan baik utang maupun non utang untuk menutup defisit anggaran. Salah satu elemen pembiayaan non utang adalah privatisasi. Dalam implementasinya selama ini privatisasi terkesan lebih terfokus kepada kepentingan jangka pendek. Selain itu juga beberapa kali privatisasi dianggap tidak menguntungkan sehingga justru bertentangan dengan peran pemerintah menciptakan kemakmuran rakyat. Kebijakan privatisasi ini harus dikelola dengan manajemen yang handal dengan memperhatikan tujuan jangka panjang sehingga dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Kata Kunci: defisit anggaran, privatisasi,kesejahteraan rakyat

1.PENDAHULUAN1.1Latar BelakangSelama masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menganut sistem berimbang (balanced budget), Sejak tahun anggaran (TA) 2000, kebijakan APBN menganut sistem defisit (deficit buidget). Kebijakan ini ditempuh dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Untuk menutup defisit anggaran tersebut pemerintah mengupayakan program financing melalui pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Pembiayaan dalam negeri salah satunya bersumber dari program privatisasi BUMN. Kebijakan privatisasi BUMN untuk menutup defisit anggaran seiring dengan penerapannya telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

1.2 Maksud dan Tujuan Paper ini bertujuan untuk mengkaji kebijakan privatisasi BUMN sebagai salah satu instrumen pembiayaan defisit 1.3 Perumusan Masalah1.3.1Bagaimanakah privatisasi di Indonesia?1.3.2Permasalahan apa yang timbul dalam implementasi privatisasi sebagai sumber pembiayaan defisit?1.3.3Apa yang sebaiknya diperhatikan pemerintah dalam melakukan privatisasi?2.LANDASAN TEORI2.1Metode penelitianMetode pengkajian untuk paper Privatisasi Sebagai Elemen Pembiayaan Defisit Anggaran ini dilakukan melalui observasi kepustakaan dan pencarian data melalui internet. 2.2Landasan TeoriSteve H. Hanke (1987) mendefinisikan privatisasi sebagai transfer fungsi aset dan jasa dari pemerintah ke swasta yang meliputi aktivitas mulai dari penjualan perusahaan negara (State Owned Enterprise atau SOE) sampai pengalihan pengelolaan jasa publik kepada kontraktor swasta.Megginson dan Netter (2001) menemukan bahwa ada 3 (tiga) macam bentuk privatisasi yang paling umum, yaitu:a. Penjualan perusahaan milik negara (BUMN) yang telah adab. Penggunaan sumber pembiayaan dan manajemen dari swasta daripada dari pemerintah untuk pembangunan infrastruktur baruc. Outsourcing (mengontrak agen luar dari pihak swasta)Bunyi pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut :a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.c. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Sejahtera menurut W.J.S Poerwadarimta adalah aman, sentosa, dan makmur. Sehingga arti kesejahteraan itu meliputi kemanan, keselamatan dan kemakmuran.

3.HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 Anggaran DefisitPembiayaan defisit anggaran, adalah semua jenis pembiayaan yang digunakan untuk menutup defisit anggaran negara dalam APBN. Konsep utama dalam defisit anggaran adalah penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan tidak mencukupi untuk membiayai seluruh pengeluaran pemerintah. Konsekuensi dari kebijakan ini, dibutuhkan pembiayaan untuk menutup defisit yang dipenuhi dari sumber utang maupun nonutang. Dari sisi instrumen, pembiayaan nonutang bisa berasal dari: a) penggunaan saldo rekening pemerintah di Bank Indonesia, b) hasil pelunasan piutang pemerintah,c) hasil privatisasi BUMN, d) hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan, e) sisa anggaran lebih (SAL), dan f) sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA).

3.2 Privatisasi di IndonesiaProgram privatisasi ini sebagian dana yang diperoleh dapat digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan APBN dan sebagian lainnya masuk kas perusahaan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas perusahaan.Di Indonesia, Pemerintah baru sejak 1988 memberlakukan upaya privatisasi secara bertahap yakni dengan dikeluarkannya Inpres No 5 (oktober 1998), tiga Keputusan Menteri Keuangan (740/KMK.00/1989,74/KMK/.99/1989,1232/KMK.013/1989) dan Surat Edaran SE-648/MK013/1990. Dimulai dengan menetapkan standar kesehatan BUMN yang mencakup profitabilitas, likuiditas dan solvabilitas untuk merangking BUMN saat itu dengan kategori : sangat sehat, sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Kriteria kesehatan finansial dan macam barang dan jasa yang disediakan oleh BUMN digunakan sebagai kriteria untuk menentukan pilihan restrukturisasi BUMN, yaitu mengubah status hukum, menjual saham di bursa saham, penggantian saham secara langsung, konsolidasi dan merger, menjual perusahaan kepada pihak ketiga, melakukan patungan atau likuidasi (Kuncoro, 2010).Dalam praktiknya, di Indonesia secara garis besar dapat digolongkan dalam dua gelombang privatisasi. Pada gelombang pertama, privatisasi berjalan lambat. Dalam program privatisasi gelombang pertama sampai dengan akhir maret 1999, pemerintah hanya mampu mendapatkan 394 juta dolar AS jauh lebih rendah dari target awal sebesar 1,5 miliar dolar AS. Pada akhir bulan April pemerintah berhasil meningkatkan pendapatan dari privatisasi sebesar 1 miliar dolar AS yang berasal dari penjualan kedua Indofood, Telkom dan Pelindo II. Pada tahun 2008, program privatisasi tidak dapat dilaksanakan dikarenakan kondisi pasar keuangan yang tidak kondusif. Sedangkan realisasi privatisasi dalam tahun 2008 tersebut berasal dari penutupan saldo privatisasi Bank BNI dalam tahun 2007. Pada tahun 2009, pemerintah tidak menargetkan penerimaan privatisasi. Hal tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan BUMN dan faktor-faktor eksternal, antara lain krisis keuangan global yang belum mengalami perbaikan, fluktuasi harga komoditi yang sulit diperkirakan, dan faktor geopolitik yang tidak pasti. Pada tahun 2010, realisasi penerimaan privatisasi berasal dari hasil penjualan saham :a) PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk,b) Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, c) divestasi saham Pemerintah pada PT Kertas Blabak,d) divestasi saham Pemerintah pada PT Intirub. Pada tahun 2011, realisasi penerimaan privatisasi berasal dari :a) HMETD PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Kertas Basuki Rahmat, b) kekurangan setoran PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Atmindo, dan PT Jakarta International Hotel Development. Selanjutnya pada tahun 2012, realisasi penerimaan privatisasi berasal dari penjualan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, dan setoran kedua dari kegiatan privatisasi yang telah dilakukan pada tahun 2010 pada PT Kertas Blabak, PT Intirub, PT Kertas Basuki Rahmat, PT Atmindo dan PT Jakarta International Hotel Development. Sedangkan pada tahun 2013, pemerintah tidak menargetkan penerimaan privatisasi.3.3 PermasalahanMetode privatisasi BUMN di Indonesia yang banyak dilakukan dengan IPO dan strategis sales. Strategic Sales merupakan strategi privatisasi untuk menjual saham BUMN yang dikuasai pemerintah kepada investor tunggal, atau sekelompok investor tertentu. Initial Public offering merupakan strategi privatisasi BUMN dengan cara menjual sebagian saham yang dikuasai pemerintah kepada investor publik untuk yang pertama kalinya. Investor itu sendiri merupakan individu yang melakukan investasi. Jadi tidak mungkin privatisasi akan menciptakan kepemilikan masyarakat, sebab kehidupan masyarakat sudah sangat sulit dengan mahalnya harga-harga barang pokok, pendidikan, dan kesehatan, bagaimana bisa mereka dapat berinvestasi di pasar modal. Kontroversi privatisasi BUMN dapat diidentifikasi dari pengertian privatisasi dalam Pasal 1 (12) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang menyebutkan :Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.Esensi dari pasal tersebut adalah bahwa memungkinkan saham BUMN untuk dapat seluruhnya dijual kepada pihak swasta sehingga jika saham BUMN dijual seutuhnya kepada pihak swasta maka menjadi perusahaan swasta sedangkan fungsi yang melekat menguasai hajat hidup orang banyak masih disandangnya. Fenomena ini akan bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 dimana Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh NegaraKebijakan pemerintah untuk menjadikan privatisasi sebagai salah satu sumber pembiayaan defisit APBN seringkali dirasa kurang tepat. Defisit anggaran pada tahun berjalan yang ditutup dengan privatisasi ini kurang memperhatikan long-term cost and benefit. Kebijakan ini lebih terfokus pada pemenuhan kebutuhan jangka pendek untuk menutup defisit anggaran tahun berjalan daripada memaksimalkan nilai dalam jangka panjang. Selain itu potensi sektor-sektor strategis bagi publik akan hilang sehingga justru peran pemerintah untuk menciptakan kemakmuran rakyat dari pengelolaan bumi,air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya menjadi tidak optimal. Kondisi tersebut jelas akan menjauhkan pemerintah dari amanat mulia UUD 1945.Permasalahan lain yang timbul dari privatisasi ini adalah beberapa privatisasi yang telah dilakukan pemerintah dinilai tidak menguntungkan. Contohnya adalah sebagai berikut :a. Semen Gresik tahun 1998Privatisasi atas Semen Gresik pada tahun 1998 merugikan negara dalam dua hal. Pertama, transaksi ini menghasilkan kontrak jual beli (conditional sale and purchase agreement) yang merugikan Pemerintah RI. Kedua, Pemerintah RI tidak memperoleh harga yang adil.b. BCA tahun 2002Divestasi 51% saham BCA pada tahun 2002 dengan perolehan dana sekitar Rp5,345 trliun sangat merugikan. Ini mengingat, dana rekapitalisasi BCA mencapai Rp59,7 triliun. Setelah mendapatkan Rp5,345 triliun, Pemerintah RI masih menanggung biaya bunga obligasi rekap. Pada akhir 2002, BCA memiliki portofolio obligasi rekap Rp47,7 triliun. Bila menggunakan bunga SBI 8% sebagai patokan (konservatif), dengan rata-rata obligasi rekap BCA (2002-2006) sekitar Rp36,5 triliun, berarti BCA membukukan pendapatan bunga dari pembayaran obligasi rekap sebesar Rp2,9 triliun. Sementara, rata-rata laba bersih BCA dalam kurun waktu 5 tahun terakhir sekitar Rp3,2 triliun. Itu artinya, sekitar 90% dari laba bersih BCA berasal dari pembayaran bunga rekap Pemerintah RI.c. Indosat tahun 2002Pada Oktober 2002, STT Telemedia (Singapura) membeli 41,94% saham pemerintah di PT. Indosat dengan harga $624 juta. Namun pada pelaksanaanya terkait saham Satelindo, maka 41,94% saham pemerintah di Indosat yang dibeli STT hanya dihargai sebesar $79 juta. Dengan harga $79 juta tersebutSTT telah menguasai bisnis satelit dan hak operator fixed-line. Dengan harga $79 juta tadi, STT juga menjadi penguasa mayoritas bisnis seluler di Indonesia.d. Perusahaan Gas Negara tahun 2006Penjualan saham PGN telah direncanakan sejak Agustus 2005. Saham PGN yang akan dijual sebanyak 5,8% (185 juta lembar saham). Ketika itu, harga saham PGN baru sekitar Rp5.500 per lembar. Namun, pelaksanaan privatisasi PGN baru dieksekusi pada Desember 2006 pada harga Rp11.350 atau premium Rp50 per lembar dibandingkan harga penutupan sebesar Rp11.300, namun lebih rendah dibandingkan harga pada Agustus 2006 yang mencapai Rp13.600.e. BNI tahun 2007Pemerintah memutuskan melepas sebanyak 3,95 miliar saham BNI dengan harga Rp2.050 per saham. Harga itu lebih murah 28% atau Rp800 dari harga pasar tertingginya Rp2.850 pada penutupan 25 Juli 2007. Selain itu, harga penjualan saham BNI juga ditetapkan di batas terbawah dari kisaran harga awal, yakni Rp2.050-Rp2.700 per saham. Dengan selisih Rp800 per saham, negara berpotensi kehilangan Rp3,16 triliun.

4. KESIMPULANPosisi privatisasi sebagai salah satu instrumen pembiayaan defisit APBN ini menjadi suatu agenda krusial bagi pemerintah untuk dikelola dengan optimal dan dengan prinsip kehati-hatian. Berdasarkan implementasi selama ini privatisasi cenderung memenuhi kepentingan jangka pendek pemerintah yaitu untuk menutup defisit APBN tahun berjalan. Apabila untuk kepentingan jangka pendek ini BUMN terus menerus dijual ke sektor private, maka apa yang terjadi jika BUMN suatu saat telah mayoritas dimiliki oleh swasta?. Selain itu beberapa privatisasi juga dianggap gagal karena tidak menguntungkan. Kondisi kondisi tersebut justru menjadi jauh dari terciptanya kemakmuran rakyat yang diamanatkan UUD 1945. Beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan pemerintah adalaha. Privatisasi harus berdimensi jangka panjang yakni hasil privatisasi diharapkan dapat memotong biaya-biaya (beban) krisis, sehingga pemulihan dapat berlangsung. Jika privatisasi sekadar menutup defisit anggaran, biaya yang dikeluarkan seolah hanya bersifat sementara, sedangkan manfaat untuk mengatasi krisis menjadi tidak terasa hasilnya.b. Pemerintah juga harus mempertimbangkan sejauh mana privatisasi dapat memberikan hasil yang optimal. Apakah privatisasi melalui bursa sehingga mendorong masyarakat untuk memiliki saham BUMN, melalui private placement, atau melalui strategic sale ataukah melalui kerja sama pengelolaan built operate transfer (BOT).c. Pelaksanaan privatisasi sebaiknya dikelola dengan manajemen perencanaan yang handal dimana dapat mengitung perkiraan potensi future cost and benefit secara profesional.DAFTAR REFERENSI[1] Dwijowijoto, Riant Nugroho. Analisa Privatisasi BUMN di Indonesia. Jurnal Ilmu Sospol Volume 6 Nomor 3. Universitas Terbuka.2003[2] Ika, Syahrir dan Agunan P. Samosir. Analisis Privatisasi Bumn Dalam Rangka Pembiayaan APBN. Kajian Ekonomi Dan Keuangan, Vol. 6, No. 4 Desember 2002[3] Bastian, Indra. Privatisasi di Indonesia: Teori dan Implementasi. Edisi pertama, cetakan pertama, Penerbit Salemba Empat, 2002.[4] Rolandro, Septo. Kontroversi Antara Pemerintah Dan Pengelola Bumn Tentang Privatisasi.Universitas Brawijaya. Fakultas Hukum. Malang. 2009[5] Gunoto Saparie, Perkembangan dan Peranan BUMN dalam era Globalisasi. Usahawan No. 10 tahun XXV, Jakarta, 2005.[6] Stiglitz, Joseph. Economics of Public Sector. New York :W.W. Northon Company[7] Romli, Muhammad. Mengoptimalkan Pembiayaan Anggaran Nonutang. Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu. 2009[8] Restrukturisasi Dan Privatisasi Bumn. http://cafe-ekonomi.blogspot.com/search/label/Restrukturisasi%20dan%20Privatisasi%20BUMN%20Indonesia. Diakses tanggal 10 Februari 2014[9] Pembiayaan dan Defisit Anggaran. http://drummerfan.wordpress.com/2010/01/18/pembiayaan-defisit-anggaran/Diakses tanggal 10 Februari 2014[10] Kontroversi & Optimalisasi PrivatisasiBUMNhttp://fspbumnbersatu.wordpress.com/2007/04/09/kontroversi-optimalisasi-privatisasi-bumn/ Diakses tanggal 10 Februari 2014[11] Tambal Defisit dengan Setoran BUMN.http://tekno.kompas.com/read/2008/04/17/14411378/tambal.defisit.dengan.setoran.bumn Diakses tanggal 10 Februari 2014[12] DPR: Jangan Tutup Defisit APBN dengan Privatisasihttp://finance.detik.com/read/2005/08/23/133337/427416/4/dpr-jangan-tutup-defisit-apbn-dengan-privatisasi Diakses tanggal 10 Februari 2014[13] Mencari Format Privatisasi BUMN Yang Tepat Bagi Indonesiahttp://www.sunarsip.com/index.php?option=com_content&view=article&id=83&catid=37:bumn&Itemid=129Diakses tanggal 10 Februari 2014[14] Kontribusi Privatisasi Bumn Dalam Pembiayaan Pembangunanhttp://soebandhiagus.blog.ugm.ac.id/2012/02/14/kontribusi-privatisasi-bumn-dalam-pembiayaan-pembangunan/Diakses tanggal 10 Februari 2014[15] Jual BUMN Menutup Defisit. http://home.indo.net.id/~hirasps/BUMN/TAPM55-1.html. Diakses tanggal 10 Februari 2014[16] _____________,Nota Keuangan dan UU Nomor 23 Tahun 2013 tentang APBN Tahun 2014[17] _____________, Master Plan Badan Usaha Milik Negara 2010-1014, BUMN.2009