sepsis.docx

18
SUMBER : repository.usu.ac.id Definisi Sepsis Neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama bulan pertama kehidupan (Nelson, 2004). Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik (Doenges, Marylyn E. 2000). Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. Klasifikasi Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis). Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.

description

sepsis

Transcript of sepsis.docx

Page 1: sepsis.docx

SUMBER : repository.usu.ac.id

Definisi

Sepsis Neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah bayi selama bulan

pertama kehidupan (Nelson, 2004). Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-

tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia

dan syok septik (Doenges, Marylyn E. 2000). Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom

klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama

kehidupan. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai

definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences

(ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari

infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya

kematian.

Klasifikasi

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua

bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis

neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).

Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam

periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran

atau in utero. Di negara maju, kuman tersering yang ditemukan pada kasus SAD adalah

Streptokokus Grup B (SGB) [(>40% kasus)], Escherichia coli, Haemophilus influenza, dan

Listeria monocytogenes, sedangkan di negara berkembang termasuk Indonesia,

mikroorganisme penyebabnya adalah batang gram negatif. Sepsis neonatorum awitan dini

memiliki kekerapan 3,5 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan angka mortalitas sebesar 15-

50%. Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang

diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi pasien

semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas SAL lebih

rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%. Di negara maju, Coagulase-negative

Staphilococci (CoNS) dan Candida albicans merupakan penyebab utama SAL, sedangkan di

negara berkembang didominasi oleh mikroorganisme batang gram negatif (E. coli, Klebsiella,

Page 2: sepsis.docx

dan Pseudomonas aeruginosa). Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas

karena sebagian besar bayi tidak dilahirkan di rumah sakit. Oleh karena itu, penyebab infeksi

tidak dapat diketahui apakah berasal dari jalan lahir (SAD) atau diperoleh dari lingkungan

sekitar (SAL).

Etiologi

Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu

menyebabkan sepsis. Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat

menyebabkan infeksi berat yang mengarah kepada terjadinya sepsis. Dalam kajian ini, saya

hanya membahas sepsis yang disebabkan oleh bakteri oleh kerana keterbatas waktu. Pola

kuman penyebab sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke

waktu. Bahkan di negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun

bakteri gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum. Penyebab

paling sering dari sepsis ialah Escherichia coli dan SGB (dengan angka morbiditas sekitar 50

– 70 %. Diikuti dengan malaria, sifilis, dan toksoplasma. Streptococcus grup A, dan

streptococcus viridans, patogen lainnya gonokokus, Candida alibicans, virus herpes simpleks

(tipe II) dan organisme listeria, rubella, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza dan parotitis.

Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh

World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat negara

berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan Gambia. Dalam penelitian

tersebut mengemukakan bahwa isolate yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah

Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). Pada cairan

serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri

gram negatif terutama Klebsiella sp dan E. coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri

gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan

pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada usap vagina wanita-wanita di

daerah pedesaan. Sementara Klebsiella sp. biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di

rumah sakit. Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah

Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus aureus.

Pola penyebab sepsis ternyata tidak hanya berbeda antar klinik dan antar waktu, tetapi

terdapat perbedaan pula bila awitan sepsis tersebut berlainan. Dari survei yang dilakukan oleh

NICHD Neonatal Network Survey pada tahun 1998-2000 terhadap 5447 pasien BBLR

Page 3: sepsis.docx

(BL<1500 gram) dengan SAD dan pada 6215 pasien BBLR dengan SAL, didapatkan hasil

bakteremia sebanyak 1,5% pada SAD dan 21,1% pada SAL. Pada SAD, ditemukan bakteri

gram negatif pada 60,7% kasus bakteremia, dan pada SAL bakteremia lebih sering

disebabkan oleh bakteri gram positif (70,2%). Bakteri gram negatif tersering pada SAD

adalah E.coli (44%) sedangkan Coagulase-negative Staphylococcus merupakan penyebab

tersering (47,9%) pada SAL. Selain itu, faktor lain seperti pertolongan persalinan yang tidak

higiene, partus lama, partus dengan tindakan, kelahiran kurang bulan, BBLR dan cacat

bawaan dapat menyebabkan terjadinya infeksi dan kemudian sepsis.

Faktor Resiko

Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor resiko pada ibu, neonatal dan

lain-lain. Antara faktor resiko ibu ialah ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18

jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1%

dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya. Infeksi

dan demam (>38°C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih,

kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan

komplikasi obstetrik lainnya. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau. Status paritas (wanita

multipara atau gravida lebih dari 3 kali) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35

tahun). Persalinan dan kehamilan kurang bulan. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar

belakang mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi

rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya yang padat dan tidak higienis.

Antara faktor resiko pada neonatal pula ialah prematuritas dan berat badan lahir

rendah (<2500 gram). Umumnya imunitas bayi BBLR dan tidak cukup bulan lebih rendah

daripada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada

paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus

menurun, menyebabkan hipogamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan

pertahanan kulit. BBLR ini sangat mudah mengalami infeksi. Hal ini berhubungan dengan

keadaan imunoglobulin yang masih rendah, aktivitas bakterisidal, neutrofil serta efek

sitotoksik limfosit masih rendah. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang

mengalami fetal distress dan trauma pada proses persalinan. Prosedur invasif seperti intubasi

endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter

intratorakal. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun,

Page 4: sepsis.docx

atau asplenia. Bayi mengalami cacat bawaan. Bayi yang tidak diberi air susu ibu (ASI).

Pemberian nutrisi secara parenteral pada bayi. Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir

yang terlalu lama. Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang overcrowded dan bayi kulit

hitam lebih banyak mengalami infeksi daripada bayi berkulit putih.

Antara faktor resiko lain-lain ialah beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis

neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam

daripada kulit putih, pada bayi dengan status ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat

prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga

pasien, serta buruknya kebersihan di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Semua faktor-

faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi masalah sampai

saat ini. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab tidak adanya perubahan pada angka

kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor resiko ini walaupun tidak

selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila

disertai gambaran klinis.

Perjalanan Penyakit/Patogenesis

Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam darah

(bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan dari infeksi ke

Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, syok septik,

kegagalan multi organ, dan akhirnya kematian (tabel 1).

Tabel 1: Perjalanan penyakit infeksi pada neonatus.

Bila ditemukan dua atau lebih keadaan:

Laju nafas >60x/m dengan/tanpa retraksi

dan desaturasi oksigen(O2)

Suhu tubuh tidak stabil (<36ºC atau

>37.5ºC)

Waktu pengisian kapiler > 3 detik

Hitung leukosit <4000x109/L atau

>34000x109/L

CRP >10mg/dl IL-6 atau IL-8 >70pg/ml 16

SIRS

Page 5: sepsis.docx

S rRNA gene PCR : Positif

Terdapat satu atau lebih kriteria SIRS

disertai dengan gejala klinis infeksi

SEPSIS

Sepsis disertai hipotensi dan disfungsi organ

tunggal

SEPSIS BERAT

Sepsis berat disertai hipotensi dan

kebutuhan resusitasi cairan dan obat-obat

inotropik

SYOK SEPTIK

Terdapat disfungsi multi organ meskipun

telah mendapatkan pengobatan optimal

SINDROM

DISFUNGSI

MULTIORGAN

Disfungsi multi organ yang berkelanjutan KEMATIAN

Sesuai dengan proses tumbuh kembang anak, variabel fisiologis dan laboratorium

pada konsep SIRS akan berbeda menurut umur pasien. Pada International Concensus

Conference on Pediatric Sepsis tahun 2002, telah dicapai kesepakatan mengenai definisi

SIRS, Sepsis, Sepsis berat, dan Syok septik (Tabel 2 dan 3). Berdasarkan kesepakatan

tersebut, definisi sepsis neonatorum ditegakkan bila terdapat SIRS yang dipicu oleh infeksi,

baik tersangka infeksi (suspected) maupun terbukti infeksi (proven).

Tabel 2: Kriteria SIRS

Page 6: sepsis.docx

Catatan: Definisi SIRS pada neonatus ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria dalam tabel

(salah satu di antaranya kelainan suhu atau leukosit)

Tabel 3: Kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat, syok septik

Patofisiologi

Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena

terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, korion, dan beberapa

faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi kuman

dapat timbul melalui berbagai jalan. Blanc (1961) membahaginya dalam 3 golongan, yaitu:

Pada masa antenatal atau sebelum lahir, pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati

plasenta dan umbilicus, masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman

penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella,

herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur

ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma, triponema pallidum dan listeria.

Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi

daripada cara yang lain. Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina

dan serviks naik mencapai korion dan amnion, akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis,

selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Pada saat ketuban pecah, paparan

kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini

kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui

saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang

belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam. Selain melalui

cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kontak langsung pada kuman saat

bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi seperti herpes genitalis, Candida albicans dan

Page 7: sepsis.docx

gonorea. Pada masa pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah

kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi yang diperoleh (acquired infection) yaitu infeksi

nosokomial dari lingkungan diluar rahim misalnya melalui alat-alat; pengisap lendir, selang

endotrakea, infus, selang nasagastrik dan botol minuman.

Bayi yang mendapat prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi

dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan a/anti sepsis, rawat inap yang terlalu lama

dan hunian terlalu padat juga mudah mendapat infeksi nosokomial ini. Perawat atau profesi

lain yang ikut menangani bayi dapat juga menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial.

Infeksi pascanatal ini sebetulnya sebahagian besar dapat dicegah. Hal ini penting karena

mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi lahir di rumah sakit terkena

infeksi dengan kuman-kuman yang sudah tahan terhadap banyak jenis antibiotika, sehingga

menyulitkan pengobatannya. Bila paparan kuman pada kelompok ini berlanjut dan memasuki

aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari

tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran

gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat

akan berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus

memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.

Gambar Mekanisme terjadinya gangguan klinis.

Page 8: sepsis.docx

Respons inflamasi

Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu.

Meskipun memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang memicu

respon sepsis berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapannya

sama dan tidak bergantung pada organisme penyebab.

Respon sepsis terhadap bakteri gram negatif dimulai dengan pelepasan

lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Lipopolisakarida

merupakan komponen penting pada membran luar bakteri gram negatif dan memiliki peranan

penting dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida mengikat protein spesifik dalam plasma

yaitu lipoprotein binding protein (LPB). Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan

CD14, yaitu reseptor pada membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-

like receptor 4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag.

Bakteri gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme, yaitu dengan

menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan dengan melepaskan fragmen

dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan sejumlah besar sel T untuk

menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang sangat banyak. Bakteri gram positif yang

tidak mengeluarkan eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun non

spesifik melalui mekanisme yang sama dengan bakteri gram negatif. Kedua kelompok organisme

diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan mediator inflamasi sepsis (Gambar

2).

Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan

mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan komplemen. Infeksi akan dilawan oleh

tubuh, baik melalui sistem imunitas selular yang meliputi monosit, makrofag, dan netrofil serta

melalui sistem imunitas humoral dengan membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur

komplemen. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2

serta TLR-4 di membran monosit dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk

mengaktifkan sistem imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T akan berdiferensiasi

menjadi sel T helper-1 (Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1 mensekresikan sitokin

proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon γ (IFN- γ), interleukin 1-β (IL-1β),

IL-2, IL-6 dan IL-12 serta menjadi. Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, -10,

dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi diatur melalui mekanisme umpan

balik yang kompleks. Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk

melawan kuman penyebab.

Page 9: sepsis.docx

Gambar patofisiologi kaskade sepsis

Namun demikian, pembentukan sitokin proinflamasi yang berlebihan dapat

membahayakan dan dapat menyebabkan syok, kegagalan multi organ serta kematian.

Sebaliknya, sitokin anti inflamasi berperan penting untuk mengatasi proses inflamasi yang

berlebihan dan mempertahankan keseimbangan agar fungsi organ vital dapat berjalan dengan

baik. Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau secara

tidak langsung melalui mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, Platelet

Activating Factor (PAF), prostaglandin), dan komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi

makrofag terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta

pembentukan mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ.

Aktivasi endotel akan meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel

untuk melokalisasi koagulasi pada tempat yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini

juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah

reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul antitrombik. Selain itu,

inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah.

Manisfestasi Klinis

Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang

ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam

Page 10: sepsis.docx

menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat

sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap

masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia

dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan

tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang

hiperglikemia, tampak tidak sehat dan malas minum.

Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain

itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah

kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang),

kelainan kardiovaskular (hipotensi, takikardi, bradikardi, pucat, sianosis, dingin dan clummy

skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik (ikterus, splenomegali, petekie,

dan pendarahan), kelainan gastrointestinal (distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare dan

hepatomegali), ataupun gangguam respirasi (apnea, dispnea, takipnea, napas cuping hidung,

merintih dan sianosis).

Selain itu, menurut Buku Pedoman Integrated Management of Childhood Illnesses

tahun 2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis Sepsis Neonatorum Berat bila ditemukan

satu atau lebih dari gejala-gejala berikut ini: laju napas > 60 kali per menit, retraksi dada yang

dalam, cuping hidung kembang kempis,bayi merintih, ubun-ubun besar membonjol, bayi

mengalami kejang, keluar pus dari telinga, kemerahan di sekitar umbilikus yang melebar ke

kulit, suhu >37,7°C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5°C (atau akral teraba dingin), letargi

atau tidak sadar, penurunan aktivitas atau gerakan, tidak dapat minum,tidak dapat melekat

pada payudara ibudan tidak mau menetek. Bervariasinya gejala klinik ini merupakan

penyebab sulitnya diagnosis pasti pada pasien. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang

berupa pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya perlu dilakukan.

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Berbagai penelitian dan pengalaman para ahli telah digunakan untuk menyusun

kriteria sepsis neonatorum ini baik berdasarkan anamnesis (termasuk adanya faktor resiko ibu

dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Kriteria sepsis

ini berbeda tergantung pada karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap

masuknya kuman ini. Kriteria sepsis juga berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Bagi pemeriksaan penunjang dilakukan berbagai pemeriksaan termasuk pemeriksaan

darah rutin untuk memeriksa hemoglobin (Hb), leukosit, trombosit, laju endap darah (LED),

Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase(SGOT), dan Serum Glutamic Pyruvic

Page 11: sepsis.docx

Transaminase (SGPT). Analisa kultur urin dan cairan sebrospinal (CSS) dengan lumbal

fungsi dapat mendeteksi kuman. Laju endah darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan

meningkat menandakan adanya inflamasi. Tetapi sampai saat ini pemeriksaan biakan darah

merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai

kelemahan karena hasil biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil

kultur perlu dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan

dari jenis kuman yang biasa ditemukan di masing-masing klinik. Kultur darah dapat

dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum awitan dini maupun lanjut.

Penatalaksanaan

Penanganan sepsis dilakukan secara suportif dan kausatif. Tindakan suportif antara

lain ialah dilakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa, koreksi jika terjadi

hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia, atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolik,

awasi adanya hiperbilirubinemia dan pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat

menerima nutrisi enteral. Tidakan kausatif dengan pemberian antibiotik sebelum kuman

penyebab diketahui. Biasanya digunakan golongan penicilin seperti ampicillin ditambah

aminoglikosida seperti gentamicin. Pada sepsis nasokomial, antibiotic diberikan dengan

mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya diberikan

vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosforin generasi ketiga. Setelah didapat hasil

biakan dan uji sistematis, diberikan antibiotik yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10-14

hari, bila terjadi meningitis, antibiotik diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk

meningitis.

Komplikasi

Komplikasi sepsis neonatorum antara lain ialah meningitis, neonatus dengan

meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular,

hipoglikemia, asidosis metabolik, koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan

intrakranial dan pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi Acute

Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Selain itu ada komplikasi yang berhubungan dengan

penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal, komplikasi

akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan

sampai dengan retardasi mental dan komplikasi kematian.

Page 12: sepsis.docx

Prognosis

Angka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10-40 %. Angka tersebut

berbeda-beda tergantung pada cara dan waktu awitan penyakit, agen etiologik, derajat

prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang

bayi atau unit perawatan. Angka kematian pada bayi BBLR adalah 2 kali lebih besar. Dengan

diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik; tetapi bila tanda dan gejala awal

serta faktor resiko sepsis neonatorum terlewat, akan meningkatkan angka kematian. Pada

meningitis terdapat sequele pada 15-30% kasus neonatus. Rasio kematian pada sepsis

neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada bayi kurang bulan dibandingkan bayi cukup bulan.

Rasio kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 – 40% (pada infeksi SGB pada SAD adalah

2 – 30 %) dan pada sepsis awitan lambat adalah 10 – 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira

– kira 2 %).