Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · Untuk fitoplankton terdiri dari...

6
Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (pPN-04) - 1 Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012 PERTUMBUHAN DAN SINTASAN TOKOLAN UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei DENGAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN BERBEDA Erfan A. Hendrajat Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros Jalan Abdul Hamid 17 Maros - Sulawesi Selatan 90512 E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan, Marana bertujuan untuk mengetahui frekuensi pemberian pakan yang terbaik pada pentokolan udang vaname menggunakan sistim hapa di tambak tanpa menggunakan aerasi. Bobot awal rata-rata hewan uji 0,015 g/ekor ditebar dalam hapa berukuran 1 x 1 x 1 m dengan kepadatan 1000 ekor/hapa. Pentokolan dilakukan selama 32 hari. Pakan yang diberikan adalah pakan komersial dalam bentuk powder dengan dosis 50 – 100% dari bobot biomassa, diberikan sesuai perlakuan yaitu: A = 1 kali sehari (pagi), B = 2 kali sehari (pagi dan sore) dan C = 3 kali sehari (pagi, siang dan sore), masing-masing dengan dua ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan frekuensi pemberian pakan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan (P<0,05), tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap sintasan (P>0,05). Pertumbuhan udang vaname pada perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B dan C namun antara perlakuan B dan C tidak berbeda nyata. Pertumbuhan mutlak dan sintasan udang vaname pada perlakuan A masing-masing adalah 0,175 g/ekor dan 80,4%, perlakuan B 0,245 g/ekor dan 79,35% serta perlakuan C 0,298 g/ekor dan 82,90%. Frekuensi pemberian pakan yang terbaik untuk pentokolan udang vaname sistim hapa adalah 3 kali sehari. Kata kunci: frekuensi pemberian pakan, pentokolan, pertumbuhan, sintasan, udang vaname Pengantar Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis komoditas budidaya tambak selain udang windu, ikan bandeng, ikan nila, ikan kakap, kepiting bakau dan rumput laut Gracilaria sp yang saat ini perkembangannya sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi di Indonesia dengan adanya pemanfaatan teknologi pertambakan baik pada tradisional, tradisional plus, semi intensif dan intensif. Udang vaname ini mulai dibudidayakan oleh petambak di tanah air pada tahun 2001 dan disebut sebagai varietas unggul karena dinilai memiliki beberapa kelebihan antara lain: Lebih tahan terhadap penyakit dan fluktuasi kondisi lingkungan; Tumbuh lebih cepat; Waktu pemeliharaan relatif pendek, yakni sekitar 90 – 100 hari per siklus; Tingkat survival rate (SR) tergolong tinggi serta hemat pakan (Amri & Kanna, 2008). Perkembangan budidaya udang vaname sudah menyebar di sentra-sentra budidaya udang nasional seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Sulawesi Selatan (Poernomo, 2004). Sejak diperkenalkannya udang vaname sebagai salah satu komoditas budidaya unggulan, kinerja perudangan nasional menunjukkan produksi udang nasional yang signifikan. Produksi udang tahun 2003 mencapai 192.666 ton dan tahun 2004 meningkat menjadi 242.650 ton (Anonim, 2005). Salah satu cara untuk meningkatkan produksi pada budidaya udang vaname adalah dengan cara menggunakan benih tokolan. Hasil riset Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros menunjukkan bahwa sintasan dan produksi udang vaname lebih tinggi pada pembesaran menggunakan benih tokolan yaitu masing-masing 96,24% dan 1.262 kg/petak dibandingkan dengan penebaran langsung yaitu 80,47% dan 901,6 kg/petak. Demikian pula konversi pakan lebih rendah pada pembesaran menggunakan benih tokolan (1,248) dibanding dengan penebaran langsung yakni 1,497 (Anonim, 2006). Pentokolan adalah tahap pemeliharaan benur pascalarva sampai mencapai ukuran cukup dewasa (juvenil) atau sudah cukup kuat hidup di petak pembesaran yang berlangsung pPN-04

Transcript of Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · Untuk fitoplankton terdiri dari...

Page 1: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · Untuk fitoplankton terdiri dari Oscillatoria sp ... pH 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 ... oksigen terlarut tidak

Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (pPN-04) - 1

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

PERTUMBUHAN DAN SINTASAN TOKOLAN UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei DENGAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN BERBEDA

Erfan A. Hendrajat

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros Jalan Abdul Hamid 17 Maros - Sulawesi Selatan 90512

E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan, Marana bertujuan untuk mengetahui frekuensi pemberian pakan yang terbaik pada pentokolan udang vaname menggunakan sistim hapa di tambak tanpa menggunakan aerasi. Bobot awal rata-rata hewan uji 0,015 g/ekor ditebar dalam hapa berukuran 1 x 1 x 1 m dengan kepadatan 1000 ekor/hapa. Pentokolan dilakukan selama 32 hari. Pakan yang diberikan adalah pakan komersial dalam bentuk powder dengan dosis 50 – 100% dari bobot biomassa, diberikan sesuai perlakuan yaitu: A = 1 kali sehari (pagi), B = 2 kali sehari (pagi dan sore) dan C = 3 kali sehari (pagi, siang dan sore), masing-masing dengan dua ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan frekuensi pemberian pakan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan (P<0,05), tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap sintasan (P>0,05). Pertumbuhan udang vaname pada perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B dan C namun antara perlakuan B dan C tidak berbeda nyata. Pertumbuhan mutlak dan sintasan udang vaname pada perlakuan A masing-masing adalah 0,175 g/ekor dan 80,4%, perlakuan B 0,245 g/ekor dan 79,35% serta perlakuan C 0,298 g/ekor dan 82,90%. Frekuensi pemberian pakan yang terbaik untuk pentokolan udang vaname sistim hapa adalah 3 kali sehari. Kata kunci: frekuensi pemberian pakan, pentokolan, pertumbuhan, sintasan, udang

vaname Pengantar

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis komoditas budidaya tambak selain udang windu, ikan bandeng, ikan nila, ikan kakap, kepiting bakau dan rumput laut Gracilaria sp yang saat ini perkembangannya sudah mencapai tingkat yang cukup tinggi di Indonesia dengan adanya pemanfaatan teknologi pertambakan baik pada tradisional, tradisional plus, semi intensif dan intensif.

Udang vaname ini mulai dibudidayakan oleh petambak di tanah air pada tahun 2001 dan disebut sebagai varietas unggul karena dinilai memiliki beberapa kelebihan antara lain: Lebih tahan terhadap penyakit dan fluktuasi kondisi lingkungan; Tumbuh lebih cepat; Waktu pemeliharaan relatif pendek, yakni sekitar 90 – 100 hari per siklus; Tingkat survival rate (SR) tergolong tinggi serta hemat pakan (Amri & Kanna, 2008). Perkembangan budidaya udang vaname sudah menyebar di sentra-sentra budidaya udang nasional seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Sulawesi Selatan (Poernomo, 2004). Sejak diperkenalkannya udang vaname sebagai salah satu komoditas budidaya unggulan, kinerja perudangan nasional menunjukkan produksi udang nasional yang signifikan. Produksi udang tahun 2003 mencapai 192.666 ton dan tahun 2004 meningkat menjadi 242.650 ton (Anonim, 2005).

Salah satu cara untuk meningkatkan produksi pada budidaya udang vaname adalah dengan cara menggunakan benih tokolan. Hasil riset Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros menunjukkan bahwa sintasan dan produksi udang vaname lebih tinggi pada pembesaran menggunakan benih tokolan yaitu masing-masing 96,24% dan 1.262 kg/petak dibandingkan dengan penebaran langsung yaitu 80,47% dan 901,6 kg/petak. Demikian pula konversi pakan lebih rendah pada pembesaran menggunakan benih tokolan (1,248) dibanding dengan penebaran langsung yakni 1,497 (Anonim, 2006).

Pentokolan adalah tahap pemeliharaan benur pascalarva sampai mencapai ukuran cukup dewasa (juvenil) atau sudah cukup kuat hidup di petak pembesaran yang berlangsung

pPN-04

Page 2: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · Untuk fitoplankton terdiri dari Oscillatoria sp ... pH 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 ... oksigen terlarut tidak

2 - Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (pPN -04)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

antara 15 – 45 hari, atau tergantung dari kesehatan dan ukuran benur. Dewasa ini teknologi produksi tokolan udang vaname sudah cukup beragam misalnya produksi tokolan di petakan tambak yang dipersiapkan khusus dan menggunakan hapa dalam petakan tambak yang dilengkapi dengan aerasi. Sedangkan sistim pentokolan lain dapat menggunakan bak terkontrol dari bahan fiber glass atau bak beton. Dari beberapa teknologi yang ada, pentokolan sistim hapa yang sering digunakan di tambak Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros karena memiliki beberapa kelebihan yaitu: biaya pembuatan persatuan luas hapa lebih murah, panen tokolan lebih mudah dilakukan, wadah hapa bebas dari organisme kompetitor/predator serta lokasi pentokolan dapat dipindah-pindahkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi pemberian pakan yang terbaik pada pentokolan udang vaname menggunakan sistim hapa di tambak.

Bahan dan Metode

Penelitian dilakukan di Instalasi Tambak Percobaan, Marana menggunakan 6 buah hapa terbuat dari waring hijau yang masing-masing berukuran 1 x 1 x 1 m. Hapa tersebut ditempatkan dalam tambak berukuran 0,25 ha dengan kedalaman air 1 m tanpa menggunakan aerasi. Bobot awal rata-rata hewan uji 0,015 g/ekor ditebar dengan kepadatan 1000 ekor/hapa. Pentokolan dilakukan selama 32 hari. Pakan yang diberikan adalah pakan komersial dalam bentuk powder dengan dosis 50 – 100% dari bobot biomassa, diberikan sesuai perlakuan yaitu : A = 1 kali sehari (pagi), B = 2 kali sehari (pagi dan sore) dan C = 3 kali sehari (pagi, siang dan sore), masing-masing dengan dua ulangan.

Komposisi pakan komersial yang digunakan adalah:

� Protein 28 – 32% � Lemak 4% � Serat 5% � Kadar air 12%.

Pengamatan kualitas air meliputi salinitas, suhu, oksigen terlarut, pH dan alkalinitas serta jenis dan kelimpahan plankton dianalisis secara deskriptif. Pada akhir penelitian dilakukan penghitungan pertumbuhan dan sintasan. Pertumbuhan mutlak dihitung berdasarkan Zonneveld et al., (1991) dan sintasan menurut Effendie (1978), data yang diperoleh dianalisis anova dengan menggunakan Program SPSS.

Gambar 1. Wadah pentokolan.

Hasil dan Pembahasan

Pentokolan udang vaname menggunakan sistim hapa di tambak dengan frekuensi pemberian pakan berbeda, berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan tetapi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap sintasan udang vaname. Dari ketiga perlakuan yang dicobakan, pertumbuhan tertinggi dicapai pada perlakuan pemberian pakan 3 kali sehari dengan pertumbuhan mutlak 0,298 g/ekor, tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan

Page 3: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · Untuk fitoplankton terdiri dari Oscillatoria sp ... pH 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 ... oksigen terlarut tidak

Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (pPN-04) - 3

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

pemberian pakan 2 kali sehari (0,245 g/ekor) namun pertumbuhan mutlak pada kedua perlakuan ini berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan pemberian pakan 1 kali sehari (0,175 g/ekor). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian frekuensi pemberian pakan sebanyak 2, 3, 4 dan 5 kali sehari untuk budidaya udang windu secara semiintensif tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan (Yakob et al., 1992). Menurut Haliman & Adijaya (2005), frekuensi pemberian pakan pada udang kecil cukup 2 – 3 kali sehari karena masih mengandalkan pakan alami. Selanjutnya Effendi et al. (2005), menyatakan bahwa frekuensi pemberian pakan berkaitan erat dengan laju pengosongan lambung dan daya tampung lambung terhadap jumlah pakan yang diterimanya. Sebagai perbandingan dari beberapa hasil penelitian pada komoditas perikanan lainnya yang menunjukkan bahwa pemberian pakan beberapa kali sehari memberikan laju pertumbuhan dan tingkat efisiensi pemberian pakan yang lebih baik jika dibandingkan dengan sekali sehari (Thorpe et al., 1990, Jorgensen & Jobling, 1992 & Kayano et al., 1993 cit Widyastuti et al., 2008). Untuk larva kerapu macan, Epinephelus fuscoguttatus umur 1 – 10 hari bertumbuh lebih cepat pada frekuensi pemberian ransum 2 kali sehari dan juga memiliki kelangsungan hidup yang lebih baik dibanding dengan frekuensi pemberian ransum 1, 3 dan 4 kali sehari (Mayunar et al., 1991).

Gambar 2. Benih udang vaname hasil pentokolan selama 32 hari. Tabel 1. Pertumbuhan dan sintasan benih udang vaname pada setiap perlakuan.

Peubah Frekuensi pemberian pakan

A (1 kali sehari) B (2 kali sehari) C (3 kali sehari) Lama pemeliharaan (hari) 32 32 32 Berat awal (g/ekor) 0,015 0,015 0,015 Berat akhir (g/ekor) 0,190a 0,260b 0,313b Pertumbuhan mutlak (g/ekor) 0,175a 0,245b 0,298b Sintasan (%) 80,40a 79,35a 82,90a Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Sintasan yang diperoleh dari ketiga perlakuan cukup tinggi dan relatif sama karena didukung oleh kualitas air yang layak selama pentokolan (Tabel 2) serta kualitas pakan komersial yang digunakan cukup baik (protein 28 – 32%, lemak 4%, serat 5% dan kadar air 12%). Kadar protein yang dianjurkan dalam pakan udang vaname minimal 28% (Amri & Kanna, 2008). Selain itu populasi plankton yang ditemukan di petak pentokolan sampai akhir pemeliharaan cukup tinggi. Untuk fitoplankton terdiri dari Oscillatoria sp (163 individu/liter) dan Coscinodescus sp (18 individu/liter) sedangkan zooplankton terdiri dari Tortanus sp (55 individu/liter) dan Naupli copepoda (18 individu/liter) yang kesemuanya merupakan pakan alami yang baik bagi benih udang vaname. Menurut Haliman & Adijaya (2005), pakan alami perlu disediakan sedini mungkin karena ketergantungan benur udang vaname pada pakan alami di awal budidaya sangat tinggi. Pakan alami memberikan konstribusi 60 – 70% bagi pertumbuhan benur. Pemberian pakan alami juga berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh dan pelengkap nutrisi yang tidak bisa dipenuhi oleh pakan buatan.

Page 4: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · Untuk fitoplankton terdiri dari Oscillatoria sp ... pH 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 ... oksigen terlarut tidak

4 - Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (pPN -04)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Sintasan yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 79,35 - 82,90% lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Hendrajat (2008) yang melakukan pentokolan benur udang vaname menggunakan sistim hapa tanpa aerasi pada padat penebaran 1000 ekor/m2

dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari, sintasan yang diperoleh mencapai 98,6% karena masa pemeliharaannya lebih singkat yaitu hanya berlangsung 15 hari. Sintasan ini juga lebih rendah dibanding dengan yang diperoleh Mangampa & Hendrajat (2006) yang mendapatkan sintasan tokolan udang vaname 93,17% pada padat penebaran 4000 ekor/m3 selama 15 hari pemeliharaan menggunakan sistim hapa yang dilengkapi aerasi.

Hasil pengamatan kualitas air selama penelitian tertera pada Tabel 2 dengan nilai parameter kualitas air relatif seragam untuk semua perlakuan karena unit hapa ditempatkan dalam satu petakan tambak.

Tabel 2. Kisaran nilai parameter kualitas air pada setiap perlakuan.

Parameter Kisaran A B C

Salinitas (ppt) 31 – 37 31 – 37 31 – 37 Suhu (oC) 29 – 32,6 29,1 – 32 28,9 – 32 Oksigen terlarut (ppm) 1,5 – 7,2 1,5 – 7,2 1,4 – 7,2 pH 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 Alkalinitas (ppm) 156,8 – 196 156,8 - 196 156,8 - 196

Salinitas yang diperoleh pada semua perlakuan berkisar antara 31- 37 ppt. Salinitas terus mengalami peningkatan sampai akhir penelitian karena masa pemeliharaan memasuki musim kemarau. Kisaran salinitas yang diperoleh masih layak untuk pertumbuhan udang vaname. Udang vaname dapat mentolerir salinitas 1 – 50 ppt namun salinitas optimalnya 10 – 20 ppt (Anonim, 2003). Menurut Haliman & Adijaya (2005), kisaran salinitas optimal untuk udang vaname berkisar 15 – 30 ppt.

Suhu air yang diperoleh berkisar antara 29 – 32,6oC, suhu air terendah diperoleh pada pagi hari dan tertinggi diperoleh pada sore hari. Kisaran tersebut masih berada dalam kisaran yang layak untuk pertumbuhan dan kehidupan udang vaname. Menurut Haliman & Adijaya (2005), kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan udang vaname berkisar 26 - 32oC. Udang vaname memiliki toleransi suhu yang tinggi berkisar 16 - 36oC (Anonim, 2003).

Kisaran oksigen terlarut pada ketiga perlakuan selama penelitian berkisar 1,4 – 7,2 ppm. Konsentrasi oksigen terendah diperoleh pada saat pagi hari karena aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton belum optimal. Sebaliknya konsentrasi oksigen tertinggi diperoleh pada siang hari karena adanya proses fotosintesis oleh fitoplankton yang menghasilkan oksigen. Pada saat konsentrasi oksigen rendah (jam 6 – jam 7 pagi terutama pada minggu keempat pemeliharaan) biasanya udang memperlihatkan gejala abnormal yakni berenang di permukaan air. Hal ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas media budidaya yang dikenal dengan gejala oksigen terlarut rendah (Schmittou, 1990). Menurut Rogers (1997), selama kandungan oksigen terlarut tidak kurang dari 2 ppm maka pada umumnya keadaan tambak belum kritis. Wardoyo (1975) menyarankan agar kandungan oksigen terlarut 2,0 ppm harus tidak terjadi selama lebih dari 8 jam dalam priode 24 jam. Haliman & Adijaya (2005) menyatakan bahwa kadar oksigen terlarut yang baik berkisar 4 sampai 6 ppm. Standar kualitas air budidaya udang vaname untuk oksigen terlarut dengan nilai optimal 4 ppm dengan batas toleransi > 0,8ppm (Anonim, 2003). pH air pada ketiga perlakuan berfluktusai pada kisaran 7,5 – 8,0. Kisaran pH yang diperoleh cukup optimal untuk pertumbuhan udang vaname. Menurut Haliman & Adijaya (2005), kisaran pH yang ideal bagi kehidupan dan pertumbuhan udang vaname adalah antara 7,5 – 8,5. Nilai alkalinitas yang diperoleh seragam untuk semua perlakuan yakni berkisar 156,8 – 196 ppm. Nilai alkalinitas yang diperoleh dari ketiga perlakuan masih layak untuk pertumbuhan udang vaname. Menurut Adiwijaya et al. (2003), nilai alkalinitas untuk pertumbuhan optimal udang 90 – 150 ppm. Selanjutnya menurut Cole (1998 cit Effendi, 2000) nilai alkalinitas yang normal untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang berkisar 30 – 500 ppm CaCO3.

Page 5: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · Untuk fitoplankton terdiri dari Oscillatoria sp ... pH 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 ... oksigen terlarut tidak

Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (pPN-04) - 5

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Kesimpulan dan Saran

Frekuensi pemberian pakan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap sintasan. Pertumbuhan mutlak pada perlakuan pemberian pakan 3 kali sehari tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pakan 2 kali sehari namun pertumbuhan mutlak pada kedua perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pakan 1 kali sehari. Pertumbuhan mutlak dan sintasan udang vaname pada perlakuan pemberian pakan 1 kali sehari masing-masing adalah 0,175 g/ekor dan 80,4%, pemberian pakan 2 kali sehari 0,245 g/ekor dan 79,35% serta pemberian pakan 3 kali sehari adalah 0,298 g/ekor dan 82,90%. Frekuensi Pemberian pakan 3 kali sehari menghasilkan pertumbuhan dan sintasan tertinggi. Frekuensi pemberian pakan yang terbaik untuk pentokolan udang vaname sistim hapa adalah 3 kali sehari. Daftar Pustaka Adiwijaya, D., Sapto P.R., E. Sutikno, Sugeng & Subiyanto. 2003. Budidaya udang vaname

(Litopenaeus vannamei) sistem tertutup yang ramah lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Dirjen Perikanan Budidaya. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. 29 hlm.

Amri, K. & I. Kanna. 2008. Budidaya Udang Vaname Secara Intensif, Semi Intensif dan

Tradisional. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 161 hlm. Anonim, 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alternatif budidaya udang saat ini. PT. Central

Proteinaprima (Charoen Pokphand Group). Surabaya. 16 hlm. Anonim. 2005. Membangun kembali udang Indonesia. Sinar Tani Edisi Mei 2005. No. 3098.

Tahun XXXV. Hlm 11 – 17. Anonim. 2006. Laporan teknis tahun anggaran 2006. Riset budidaya udang vaname. Badan

Riset Kelautan dan Perikanan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. 79 hlm.

Effendie, M.I. 1978. Biologi Perikanan, Bagian 1. Study natural history, Fakultas Perikanan, IPB,

Bogor. 105 hlm. Effendi, H. 2000. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya lingkungan perairan.

Jurusan Sumberdaya Perairan dan Kelautan. IPB. Bogor. 258 hlm. Effendi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo & Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan. Pencernaan dan

Penyerapan Makanan. Institut Pertanian Bogor. 168 hlm. Haliman, R.W. & D. Adijaya S. 2005. Udang Vaname, Pembudidayaan dan Prospek Pasar

Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta. 75 hlm. Hendrajat, E.A. 2008. Pentokolan udang vaname (Litopenaeus vannamei) menggunakan sistim

hapa tanpa aerasi dengan padat penebaran berbeda. Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. Hlm. 1 – 6.

Mangampa, M. & E. Hendrajat. 2006. Optimalisasi padat tebar udang vaname (Litopenaeus

vannamei) pada pentokolan sistim hapa. Laporan hasil penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. 7 hlm.

Mayunar, S. Redjeki & S. Murtiningsih. 1991. Pemeliharaan larva kerapu macan Epinephelus

fuscoguttatus dengan berbagai frekuensi pemberian ransum rotifer. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai. 7 (2) : 35 – 41.

Page 6: Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan ... · Untuk fitoplankton terdiri dari Oscillatoria sp ... pH 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 7,5 – 8,0 ... oksigen terlarut tidak

6 - Semnaskan _UGM / Pakan & Nutrisi Ikan (pPN -04)

Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14 Juli 2012

Poernomo, A. 2004. Teknologi Probiotik untuk Mengatasi Permasalahan Tambak Udang dan Lingkungan Budidaya. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Pengembangan Ilmu dan Inovasi Teknologi dalam Budidaya. Semarang , 27 – 29 Januari. 2004. 24 hlm.

Rogers, G.L. 1987. Perlunya aerasi dalam akuakultur dalam Kumpulan Makalah Seminar Teknik

Budidaya Udang Intensif. PT Kalorin Kreasi Bahang. Jakarta. Schmittou, H.R. 1990. Petunjuk pemeliharaan ikan karnivor carp, catfish dan tilapia dalam

keramba di lingkungan kolam, danau dan waduk. Makalah disajikan pada Temu Lapang II Budidaya Keramba Apung. Pare-Pare, 11 Juli 1990. Balai Penelitian Budidaya Pantai, Maros.

Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelolaan kualitas air. Bagian Akuakultur. Fakultas Perikanan IPB

Bogor. 38 hlm. Widyastuti, Y.R., R. Samsudin, I.I. Kusmini & A. Saputra. 2008. Pengaruh frekuensi pemberian

pakan berbeda dalam kondisi gelap terhadap pertumbuhan dan sintasan benih ikan baung (Mystus nemerus). Buku Teknologi Perikanan Budidaya. Pusat Riset Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hlm. 45-50.

Yakob, M.J.R., N. Kabangnga & A. Ismail. 1992. Frekuensi dan dosis pemberian pakan pada

budidaya udang windu, Penaeus monodon secara semiintensif. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai. 8 (2) : 49 – 55.

Zonneveld, M., E.A. Huisman & J.H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. P.T. Gramedia

Pustaka Jakarta. 318 hlm.

Tanya Jawab -