irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri...

260
Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 1 MENUJU INDEKS BIAYA KONSTRUKSI RUMAH SEJAHTERA MURAH (IBK-RSM) Andreas Wibowo 1 , Arief Sabaruddin 1 , Edi Nur 1 , Rian Wulan Desriani 1 1 Peneliti, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum, E-mail korespondensi: [email protected] ABSTRAK Salah satu isu program pembangunan rumah nasional bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah menentukan indeks biaya konstruksi (IBK) yang berlaku untuk suatu daerah atau waktu tertentu. Sejauh ini belum ada IBK yang dipublikasikan, baik oleh instansi Pemerintah atau lembaga lainnya. Tulisan ini menyajikan diskursus penyusunan IBK spesifik untuk rumah sejahtera murah (IBK-RSM) dan alternatif metodologi perhitungan IBK-RSM menggunakan pendekatan simulasi dan regresi. Analisis sensitivitas memperlihatkan dari sekian banyak komponen biaya konstruksi, enam item biaya mempunyai pengaruh terbesar terhadap variasi biaya konstruksi secara keseluruhan: semen, besi, kayu kelas II, pasir pasang, upah pekerja, dan upah tukang. Menggunakan salah satu referensi biaya di lebih dari 20 ibu kota provinsi, model IBK-RSM ini diaplikasikan sebagai ilustrasi. Beberapa isu terkait dengan upaya mendefinisikan IBK-RSM, termasuk standarisasi terminologi harga satuan yang berlaku di daerah dan keterbatasan studi didiskusikan dalam tulisan ini. Kata kunci: rumah murah, indeks biaya konstruksi, simulasi, sensitivitas, regresi 1. PENDAHULUAN Salah satu isu pembangunan perumahan di Indonesia adalah backlog yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mencapai 13,6 juta unit rumah untuk tahun 2012. Angka ini ditengarai akan terus meningkat setiap tahun bila laju kenaikan permintaan tidak diimbangi dengan laju pasokan yang signifikan. Di satu sisi kebutuhan perumahan demikian besar; di sisi lain, masih banyak kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR) yang memiliki daya beli terbatas. Pemerintah telah mengeluarkan program pembangunan rumah (sejahtera) murah (RSM) bagi MBR. Terlepas dari pro dan kontra program tersebut, isu harga rumah perlu dieksaminasi lebih lanjut. Kebijakan yang menetapkan harga rumah yang seragam sangat tidak direkomendasikan mengingat komponen harga rumah berbeda secara geografis. Kebijakan harga yang tidak tepat dapat berdampak negatif bagi pasokan dan permintaan rumah sederhana yang pada gilirannya berkonsekuensi pada kesinambungan program itu sendiri. Penetapan harga bisa didasarkan pada indeks harga konsumen yang diterbitkan BPS tiap bulannya. Namun, indeks ini tidak merefleksikan biaya konstruksi sebenarnya karena merupakan agregasi kelompok barang konsumsi yang sebagian besar tidak berkaitan dengan proses konstruksi. Untuk itu perlu disusun sebuah indeks biaya yang lebih spesifik yaitu indeks biaya konstruksi (IBK). Secara prinsip, IBK seharusnya merefleksikan perbandingan perubahan harga dari waktu ke waktu suatu produk barang atau jasa yang sifatnya tetap. [1] Indeks ini sangat bermanfaat bagi kepentingan penyesuaian atau perkiraan biaya aktivitas konstruksi di masa mendatang. [2,3] Tulisan ini mempunyai dua motivasi yaitu mengusulkan disusunnya suatu IBK spesifik untuk rumah sejahtera murah (IBK-RSM) yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih luas seperti zonasi harga atau

Transcript of irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri...

Page 1: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 1

MENUJU INDEKS BIAYA KONSTRUKSI

RUMAH SEJAHTERA MURAH (IBK-RSM)

Andreas Wibowo1, Arief Sabaruddin

1, Edi Nur

1, Rian Wulan Desriani

1

1Peneliti, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan

Umum, E-mail korespondensi: [email protected]

ABSTRAK Salah satu isu program pembangunan rumah nasional bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah

menentukan indeks biaya konstruksi (IBK) yang berlaku untuk suatu daerah atau waktu tertentu. Sejauh

ini belum ada IBK yang dipublikasikan, baik oleh instansi Pemerintah atau lembaga lainnya. Tulisan ini

menyajikan diskursus penyusunan IBK spesifik untuk rumah sejahtera murah (IBK-RSM) dan alternatif

metodologi perhitungan IBK-RSM menggunakan pendekatan simulasi dan regresi. Analisis sensitivitas

memperlihatkan dari sekian banyak komponen biaya konstruksi, enam item biaya mempunyai pengaruh

terbesar terhadap variasi biaya konstruksi secara keseluruhan: semen, besi, kayu kelas II, pasir pasang,

upah pekerja, dan upah tukang. Menggunakan salah satu referensi biaya di lebih dari 20 ibu kota

provinsi, model IBK-RSM ini diaplikasikan sebagai ilustrasi. Beberapa isu terkait dengan upaya

mendefinisikan IBK-RSM, termasuk standarisasi terminologi harga satuan yang berlaku di daerah dan

keterbatasan studi didiskusikan dalam tulisan ini.

Kata kunci: rumah murah, indeks biaya konstruksi, simulasi, sensitivitas, regresi

1. PENDAHULUAN

Salah satu isu pembangunan perumahan di Indonesia adalah backlog yang menurut

Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mencapai 13,6 juta unit rumah untuk tahun 2012.

Angka ini ditengarai akan terus meningkat setiap tahun bila laju kenaikan permintaan

tidak diimbangi dengan laju pasokan yang signifikan. Di satu sisi kebutuhan perumahan

demikian besar; di sisi lain, masih banyak kelompok masyarakat yang berpenghasilan

rendah (MBR) yang memiliki daya beli terbatas.

Pemerintah telah mengeluarkan program pembangunan rumah (sejahtera) murah

(RSM) bagi MBR. Terlepas dari pro dan kontra program tersebut, isu harga rumah

perlu dieksaminasi lebih lanjut. Kebijakan yang menetapkan harga rumah yang

seragam sangat tidak direkomendasikan mengingat komponen harga rumah berbeda

secara geografis. Kebijakan harga yang tidak tepat dapat berdampak negatif bagi

pasokan dan permintaan rumah sederhana yang pada gilirannya berkonsekuensi pada

kesinambungan program itu sendiri.

Penetapan harga bisa didasarkan pada indeks harga konsumen yang diterbitkan

BPS tiap bulannya. Namun, indeks ini tidak merefleksikan biaya konstruksi sebenarnya

karena merupakan agregasi kelompok barang konsumsi yang sebagian besar tidak

berkaitan dengan proses konstruksi. Untuk itu perlu disusun sebuah indeks biaya yang

lebih spesifik yaitu indeks biaya konstruksi (IBK).

Secara prinsip, IBK seharusnya merefleksikan perbandingan perubahan harga

dari waktu ke waktu suatu produk barang atau jasa yang sifatnya tetap.[1]

Indeks ini

sangat bermanfaat bagi kepentingan penyesuaian atau perkiraan biaya aktivitas

konstruksi di masa mendatang.[2,3]

Tulisan ini mempunyai dua motivasi yaitu

mengusulkan disusunnya suatu IBK spesifik untuk rumah sejahtera murah (IBK-RSM)

yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih luas seperti zonasi harga atau

Page 2: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 2

penetapan perubahan harga rumah dari waktu ke waktu dan menawarkan alternatif

metodologi perhitungan IBK-RSM menggunakan pendekatan simulasi dan regresi yang

menjadi fokus dalam tulisan ini.

2. METODOLOGI

Struktur biaya sebuah proyek konstruksi merupakan suatu hal yang kompleks, bahkan

untuk rumah sederhana sekalipun. Selain biaya tidak langsung, biaya langsung terdiri

dari puluhan atau ratusan item biaya yang berasal dari upah, material, dan peralatan.

Bila seluruh item biaya dimasukkan sebagai komponen IBK-RSM, penyusunan indeks

tentunya menjadi proses yang membutuhkan biaya dan waktu yang besar karena

melibatkan survei harga untuk waktu dan lokasi yang berbeda. Oleh karena itu

diperlukan adanya seleksi item-item biaya yang berpengaruh secara signifikan terhadap

biaya total dan perhatian dapat difokuskan pada item-item biaya ini.

Pada studi ini digunakan satu desain rumah dengan luas 36 m2 dengan asumsi

variasi desain rumah sederhana relatif terbatas untuk perhitungan volume pekerjaan

(Gambar 1). Spesifikasi RSM yang digunakan dalam model adalah fondasi batu kali,

dinding dengan pasangan conblock tanpa plesteran, lantai beton tumbuk, pekerjaan

kusen kayu kelas II, plafon eternit dengan rangka kayu, dan atap asbes gelombang

mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku seperti Keputusan Menteri

Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) No. 403/KPTS/M/2002 dan

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 25 tahun 2011.

Adapun harga satuan pekerjaan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)

tentang tata cara perhitungan harga satuan untuk bangunan gedung dan perumahan

yang relevan seperti SNI 2835:2008, SNI 2836:2008, dan SNI 2837:2008. Dengan

demikian konsep rumah murah dalam tulisan ini tidak merujuk pada desain rumah

dengan kualitas rendah melainkan pada konsep yang tetap mengacu pada standar teknis

tetapi dengan beberapa item finising yang dihilangkan untuk mereduksi biaya.

Pengaruh suatu item biaya ditentukan dari seberapa sensitif biaya total terhadap

variabilitas item biaya tersebut.Untuk mendapatkan sensitivitas semua item biaya

digunakan pendekatan Simulasi Monte Carlo (SMC). Piranti lunak yang digunakan

adalah @Risk versi 5.5.[4]

Pendekatan simulasi dilakukan dengan alasan kepraktisan

semata di mana setiap item biaya yaitu upah dan material dianggap sebagai variabel

acak dan diasumsikan mengikuti distribusi normal dengan skenario koefisien variasi

(coefficient of variation) 10%, 20%, dan 30%.

Biaya tidak langsung diasumsikan persentase biaya langsung sehingga biaya

total merupakan fungsi biaya langsung. Berdasarkan analisis sensitivitas output SMC

dapat diketahui item-item biaya yang paling berpengaruh terhadap biaya total.

Pengaruh ini dinilai dari dua metrik yaitu koefisien korelasi Spearman dan koefisien

regresi standar yang produknya, berdasarkan Metode Pratt, menghasilkan koefisien

determinasi (R2) model.

[5,6]

2

1 1 2 2 n nR r r r (1)

dengan i=koefisien regresi standar item i, ri=koefisien korelasi Spearman item i dan

biaya langsung total. Nilai R2 digunakan untuk menetapkan jumlah item biaya yang

akan menjadi komponen IBK. Sebagai konsiderannya adalah jumlah item diupayakan

minimal namun menghasilkan R2 yang masih dapat diterima. Penggunaan jumlah item

Page 3: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 3

yang minimal mempunyai dua manfaat. Pertama, jumlah item yang besar akan

meningkatkan time lag antara verifikasi harga dan perhitungan indeks, dan kedua,

indeks dengan jumlah elemen yang lebih lebih sedikit justru lebih sensitif terhadap

perubahan harga ketimbang indeks dengan komponen yang banyak.[7]

RUANG INTI

SKALA 1 : 100

POTONGAN B - B

3.00

POTONGAN A - A

3.00

Pond. BT. Kali

Setempat

Pasir Urug

SKALA 1 : 100

BB

RUANG INTI

SKALA 1 : 100

DENAH

3.00

A

SLOOF BETON

10/20

3.00

HALAMAN

A

KM / WC

1.50

1.20

0.00

+ 2.40

20

- 0.20

- 0.80

+ 4.10

+ 2.40

0.00RUANG INTI

0.00

+2.40

IKATAN ANGIN 5/7GORDING 5/7

KUDA-KUDA KAYU 5/10

3.00

- 0.80

- 0.200.00

+ 2.40

GORDING 5/7

SENG GELOMBANG

KUDA-KUDA KAYU 5/10

+ 4.10

SKALA 1 : 100

TAMPAK SAMPING KIRITAMPAK SAMPING KANAN

SKALA 1 : 100

TAMPAK BELAKANG

SKALA 1 : 100

TAMPAK DEPAN

SKALA 1 : 100

3.00

3.00

3.00

3.00

4.80

A B C D

1

2

3

4

6

5

2 3 4 B C

Pasir UrugPond. BT. Kali

Setempat

TERAS

RUANG INTI

RUANG INTI

3.00

D

1.50

1.50

7.50

Gambar 1: Desain Rumah (Sejahtera) Murah

Setelah terpilih, data output hasil simulasi item-item biaya diregresikan linear

terhadap data output biaya total dengan intersep nol (zero-intercept linear regression).

Pendekatan ini digunakan untuk memaksimumkan kontribusi item biaya terhadap IBK.

Koefisien regresi yang diperoleh menjadi koefisien pengali item biaya dan berdasarkan

koefisien-koefisien ini, biaya langsung dapat dihitung sebagai:

1 1 2 2 m mC b X b X b X (2)

dengan C=biaya langsung RSM, bi=koefisien regresi item terpilih i, Xi=harga item

biaya terpilih i. Untuk menentukan IBK ditentukan lokasi dan tahun basis dengan

indeks pada lokasi dan tahun tersebut=100. Dengan demikian,

, , , , ,

1 1

100m m

k t i i k t i i K T

i i

IBK b X b X

(3)

dengan IBKk,t=IBK pada kota k periode t, Xi,k,t=harga item i pada lokasi k periode t,

Xi,K,T=harga item pada lokasi basis K periode basis T. Secara diagramatis, metodologi

perhitungan IBK diillustrasikan dalam Gambar 2.

Page 4: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 4

Desain Rumah Sederhana

Murah (RSM) Standar Hitung Volume Pekerjaan

Hitung Analisis Harga

Satuan Pekerjaan

Asumsi Distribusi Item

Biaya dan Parameternya

Simulasi Biaya Langsung

Total RSM

Analisis Sensititivitas dan

Tentukan Item Biaya yang

Paling Berpengaruh

Regresi Linear Output Data

Simulasi Item Biaya

Terseleksi terhadap Biaya

Total

Ekstrak Koefisien Regresi Formulasi Indeks Biaya

Konstruksi RSM (IBK-RSM)Susun IBK-RSM

Gambar 2: Metodologi Perhitungan IBK

3. APLIKASI PERHITUNGAN

Lokasi dan tahun dasar dalam studi ini dipilih Jakarta dan 2011. Harga upah dan

material berasal dari data sekunder Jurnal Harga Satuan Bangunan Konstruksi dan

Interior Edisi XXXI tahun 2011-2012. Simulasi dengan asumsi-asumsi yang telah

ditetapkan dilakukan dengan iterasi 1000 kali. Dengan berbagai pertimbangan seperti

simplifikasi perhitungan, dipilih 6 (enam) item biaya yang mampu menjelaskan 67%

variasi biaya langsung RSM. Tidak ada perbedaan berarti terhadap item-item biaya

untuk koefisien variasi yang berbeda. Tabel 1 memberikan contoh statistik lebih detil

untuk keenam item biaya terseleksi saat koefisien variasi=10%.

Tabel 1: Koefisien Regresi dan Korelasi Simulasi, cov=10% Jenis

Biaya Uraian Biaya

Koefisien

Regresi ()

Koefisien

Korelasi (r)

Produk

.r

Kumulatif

.r

Upah Upah tukang/OH 0,547 0,471 0,26 0,26

Upah Upah pekerja/OH 0,519 0,485 0,25 0,51

Material Semen/kg 0,291 0,315 0,09 0,60

Material Kayu kelas II/m3 0,181 0,181 0,03 0,63

Material Besi polos/kg 0,170 0,157 0,03 0,66

Material Pasir pasang/m3 0,103 0,101 0,01 0,67

Tabel 2 memperlihatkan koefisien regresi linear dengan biaya langsung dan

enam item biaya sebagai variabel independen berdasarkan 1000 data iterasi SMC untuk

masing-masing skenario koefisien variasi. Bila setiap koefisien regresi dikalikan

dengan harga satuannya masing-masing diperoleh kontribusi item biaya terhadap IBK-

RSM di lokasi dan tahun basis (Gambar 3). Tidak ada perbedaan substansial, hanya 1

sampai 2%, yang bisa diamati dari koefisien variasi yang berbeda. Dengan hasil ini

disimpulkan IBK-RSM cukup didasarkan pada koefisien regresi dari salah satu

skenario koefisien variasi saja yang dalam kajian ini diambil 10%. Secara proporsi,

Page 5: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 5

komponen penyusun IBK-RSM menurut harga di lokasi dan tahun basis adalah upah

pekerja (26%), besi polos (22%), upah tukang (19%), kayu kelas II (13%), pasir pasang

(10%), dan semen (9%).

Tabel 2: Koefisien Nonstandar Regresi Linear dengan Intersep Nol Item Biaya Koefisien Variasi (%)

10 20 30

Pasir pasang/m3 25,31 26,03 27,38

Semen/kg 5.421,86 5.362,18 5.959,63

Kayu kelas II/m3 2,42 2,34 2,39

Besi polos /kg 1.718,07 1.616,20 1.605,58

Upah tukang/OH 134,35 135,20 124,46

Upah pekerja/OH 206,62 213,73 201,16

Gambar 3: Kontribusi Item Biaya terhadap IBK-RSM di Lokasi dan Tahun Basis

Karena indeks sifatnya rasio, koefisien regresi dapat dibagi dengan bilangan apa

pun tanpa mengubah besaran indeksnya yang dalam hal ini diambil 36 yaitu luas

bangunan RSM. Hasilnya akhirnya, IBK-RSM tersusun dari 0,70m3 pasir pasang;

150,61 kg semen; 0,07m3 kayu kelas II; 47,72 kg besi polos; 3,73 OH tukang (tenaga

kerja terampil); dan 5,74 OH pekerja. Bila dibandingkan dengan construction cost

index (CCI) dan building cost index (BCI) yang dipublikasikan secara periodik oleh

Engineering News Record (ENR) sejak tahun 1908/1915, misal, komponen penyusun

indeks berbeda. Penyusun CCI adalah 200 jam pekerja, 25 cwt (1 cwt=100 pon) baja

profil, 1,128 ton semen, 1.088 board-ft (1 board-ft=0,002360 m3) kayu 24 sementara

penyusun BCI adalah sama kecuali untuk komponen upah yaitu 68,28 jam tukang.[8]

Tabel 3 memperlihatkan beberapa statistik harga item biaya upah/material

penyusun IBK-RSM tahun 2011 berasal dari 22 ibu kota provinsi atau lokasi terdekat,

bila data tidak tersedia. Sebagaimana tersaji, harga sangat beragam antara satu lokasi

dan lokasi lainnya sehingga menjastifikasi perlunya IBK-RSM dibangun.

Menggunakan referensi harga yang tersedia, IBK-RSM dapat dengan mudah dihitung

menggunakan Persamaan (3). Tabel 4 memperlihatkan agregasi IBK-RSM beberapa

wilayah di Indonesia. Gambar 4 menyajikan sebaran IBK-RSM di 22 ibu kota provinsi

9% 9% 10%

9% 9% 10%

13% 13% 13%

23% 22% 22%

20% 20% 19%

26% 27% 26%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

10% 20% 30%

Koefisien Variasi

Upah pekerja

Upah tukang

Besi polos

Kayu kelas II

Semen

Pasir pasang

Page 6: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 6

sampel. Standar deviasi terhitung adalah 11 di mana seluruh nilai indeks tidak

homogen.

Tabel 3: Statistik Harga Item Biaya Upah/Material

Item Biaya

Harga 2011 (Rp.)

Rata-rata Min Max

Pasir pasang/m3 134.444 60.000 225.000

Semen/kg 1.217 1.000 1.507

Kayu kelas II/m3 3.438.323 2.500.000 5.007.000

Besi polos /kg 11.590 19.260 6.356

Upah tukang/OH 63.064 42.500 98.000

Upah pekerja/OH 48.214 32.500 84.000

Sumber: Jurnal Harga Satuan Bangunan Konstruksi dan Interior Edisi XXXI Tahun 2011-2012, data

diolah

Tabel 4: Statistik IBK-RSM Tahun 2011

Wilayah

IBK-RSM Tahun 2011a

Rata-rata Min Max

Jawa 81 68 100

Sumatera 91 76 103

Bali, NTB, NTT 89 74 109

Kalimantanb 95 89 101

Sulawesic 82 77 88

Nasionald 87 68 109

Cat:

a) Data berasal harga upah/material dari ibu kota provinsi

b) Hanya meliputi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan

c) Hanya meliputi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah

d) Data sekunder berasal dari survei di 22 ibu kota provinsi

Gambar 4: IBK-RSM 2011 di 22 Ibu Kota Provinsi

Untuk memperoleh laju inflasi harga RSM di suatu lokasi dan tahun tertentu,

Persamaan (3) dengan mudah diadaptasi sebagai berikut:

,

, , 1

, 1

1k t

k t t

k t

IBKf

IBK

(5)

Page 7: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 7

dengan fk,t,t-1=laju inflasi harga RSM di lokasi k dari tahun t – 1 ke tahun t.

Tantangan ke Depan

Penyusunan IBK-RSM memberikan banyak manfaat seperti memberikan informasi

tentang ekskalasi harga RSM di beberapa wilayah di Indonesia sehingga Pemerintah

bisa mengambil kebijakan yang pas untuk akselerasi pembangunan RSM. Namun

demikian ada sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan bila IBK-RSM memang akan

disusun dan dipublikasikan.

Implementasi peraturan tentang spesifikasi teknis RSM dalam praktik yang

masih menjadi isu besar bagi pembangunan RSM di Indonesia. Pada dasarnya

konstruksi RSM harus tetap memenuhi spesifikasi teknis rumah sesuai dengan SNI

guna memberikan jaminan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi

penghuninya. Tantangan terbesarnya tentu terletak pada aspek biaya konstruksi

mengingat RSM disediakan bagi MBR yang memiliki daya beli sangat terbatas. Label

‘murah’ tidak seharusnya berkonotasi dengan kualitas substandar, sebagaimana telah

disinggung sebelummnya. Selain dukungan fasilitas fiskal, upaya reduksi biaya dapat

diupayakan melalui eliminasi sejumlah komponen nonstruktural, sebagaimana

diterapkan dalam kajian ini.

Persoalan kedua menyangkut perbedaan harga. Variasi harga merupakan

sesuatu yang sifatnya alamiah namun perbedaan ini setidaknya mampu merefleksikan

perbedaan spesifikasi atau kompetensi. Sampai saat ini klasifikasi dan terminologi

pekerja terampil dan nonterampil masih kabur sementara kualitas besi tulangan yang

merupakan salah satu komponen penting IBK masih banyak yang nonstandar di

pasaran. Beragamnya spesifikasi dan kompetensi material dan pekerja konstruksi

menyebabkan perhitungan indeks kurang akurat disebabkan komparasi yang tidak

setara. Pada konteks ini, definisi spesifikasi dan kompetensi item biaya yang akan

disurvei yang lebih spesifik sangat dibutuhkan. Pun, hal-hal teknisnya lainnya seperti

metode sampling dan periode survei perlu didesain dengan matang bila data primer

yang digunakan.

Keterbatasan Studi

Studi ini memiliki sejumlah keterbatasan yang membuat hasil kajian ini perlu

digunakan secara berhati-hati. Sejauh ini kajian hanya mengandalkan data sekunder

yang berasal dari satu referensi yang perlu divalidasi, terutama bila dikaitkan dengan

berbagai tantangan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Data primer berdasarkan

metode sampling yang andal sangat direkomendasikan untuk penyusunan indeks yang

lebih akurat.

Koefisien dalam perhitungan indeks didasarkan pada asumsi item biaya

terdistribusi normal dengan tiga skenario koefisien variasi. Meski koefisien variasi

tidak menyebabkan perubahan berarti bagi pemilihan item biaya penyusun IBK-RSM,

asumsi normalitas perlu diverifikasi dalam kajian mendatang.

Keterbatasan lain yang perlu dipertimbangkan adalah teknologi konstruksi yang

digunakan di mana dalam kajian ini masih konvensional berbasis semen. Bila bahan

bangunan lokal dengan perlakuan teknologi tertentu mampu memenuhi persyaratan

minimum dengan biaya yang tentunya diharapkan lebih ekonomis digunakan,

perhitungan IBK-RSM dengan sendirinya perlu disesuaikan.

Metodologi perhitungan IBK-RSM dalam tulisan ini hanya satu dari sekian

banyak alternatif yang bisa dipertimbangkan. Dengan sejumlah keterbatasan yang ada,

Page 8: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 8

tulisan ini meninggalkan sejumlah isu dan tantangan yang menarik untuk dikaji dalam

studi lanjutan.

4. KESIMPULAN

Penyusunan IBK mempunyai peran strategis dalam program pembangunan RSM bagi

MBR. Melalui IBK Pemerintah dapat menetapkan zonasi dan estimasi harga RSM

untuk kurun waktu berbeda secara lebih akurat untuk pengambilan kebijakan. Tulisan

ini menawarkan dua hal. Pertama, diskursus penyusunan IBK-RSM dan, kedua,

alternatif metodologi perhitungan IBK-RSM menggunakan pendekatan simulasi dan

regresi.

Melalui analisis sensitivitas diperoleh enam item biaya penyusun IBK-RSM

yaitu harga pasir pasang, semen, kayu kelas II, besi polos, upah tukang, dan pekerja.

Simulasi memperlihatkan keenam item biaya tersebut mampu menjelaskan 67% variasi

biaya langsung RSM. Menggunakan daftar harga dari satu jurnal referensi, IBK-RSM

dapat dihitung. Hasil perhitungan memperlihatkan sebaran indeks yang luas yang

mengkonfirmasi argumentasi bahwa penetapan harga RSM tidak dapat distandarkan

yang berlaku generik secara nasional.

Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam perhitungan dan

pemberlakuan IBK-RSM, termasuk isu implementasi spesifikasi teknis RSM dan

variasi spesifikasi dan kompetensi komponen penyusun IBK-RSM. Dengan segala

keterbatasan yang ada, kajian yang disampaikan dalam tulisan perlu penelaahan lebih

lanjut untuk bisa diaplikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Williams, T P (1994) Predicting Changes in Construction Cost Indexes using

Neural Networks. Journal of Construction Engineering and Management, 120(2),

306-320.

2. Hwang, S (2009) Dynamic Regression Models for Prediction of Construction

Costs. Journal of Construction Engineering and Management, 135(5), 360-375.

3. Brown, J A and Hajdaj, E (2001) Government Computerized Cost Index. AACE

International Transaction, EST.05.1-EST.05.8.

4. Palisade Corporation (2009) Guide to Using @Risk: Risk Analysis and

Simulation Add-in for Microsoft Excel. N.Y: Palisade Corporation.

5. Bring, J (1996) A Geometry Approach to Compare Variables in a Regression

Model. The American Statistician, 50(1), 57-62.

6. Pratt, J W (1987) Dividing the Indivisible: Using Simple Symmetry to Partition

Variance Explained. Proceeding of the 2nd International Tampere Conference,

245-260.

7. Hassanein, A A G and Khalil, B N L (2006) Building Egypt1- A General

Indicator Cost Index for the Egyptian Construction Industry. Engineering,

Construction, and Architectural Management, 13(5), 463-480.

8. Engineering News Record (2013) Construction Economics

<http://enr.construction.com/economics> (diakses 17 Januari 2013).

Page 9: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 9

KONSEP WHOLESALE INFRASTRUCTURE BERBASIS

MODIFIED SHADOW TOLL UNTUK PEMBANGUNAN

JALAN TOL NASIONAL

Andreas Wibowo1

1Profesor Riset, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum, Jalan

Panyawungan Cileunyi Wetan Kabupaten Bandung, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Sebagai sebuah infrastruktur ritel, jalan tol mengandung risiko permintaan yang tinggi yang kerap

menjadi kendala masuknya investasi di sektor ini. Tulisan ini menyajikan wacana implementasi konsep

infrastruktur borongan (wholesale infrastructure) yang biasa dikenal dalam proyek air minum dan

kelistrikan untuk pengusahaan jalan tol. Dengan konsep ini badan usaha jalan tol menjual jasanya

kepada penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK) berdasarkan usulan desain tarif dan realisasi

volume lalulintas. Desain tarif didasarkan pada model tol bayangan (shadow toll) di mana tarif tidak

ditetapkan rata melainkan bervariasi mengikuti volume lalulintas. User-pays principles tetap

diberlakukan dengan tarif awal dan penyesuaiannya mengikuti tarif yang ditetapkan PJPK. Aplikasi tol

bayangan memungkinkan risiko teralokasi secara lebih seimbang antara PJPK dan badan usaha. Skim

penjaminan Pemerintah dapat diberlakukan tanpa berkonflik dengan peraturan perundangan yang

berlaku. Aplikasi model tol bayangan yang dimodifikasi (modified shadow toll/MST) ini diharapkan

dapat menjadi salah satu alternatif yang bisa dipertimbangkan untuk membuat sektor jalan tol menjadi

lebih atraktif bagi calon badan usaha. Beberapa isu yang relevan dengan implementasi MST juga

didiskusikan dalam tulisan ini.

Kata kunci: jalan tol, infrastuktur borongan, risiko lalulintas, tol bayangan, penjaminan

1. PENDAHULUAN

Sejak diperkenalkan tahun 1978, panjang total jalan tol nasional sampai akhir tahun

2012 hanya lebih kurang 742 km atau tumbuh sekitar 21 km per tahun.[1]

Laju ini jauh

di bawah kebutuhan pembangunan infrastruktur jalan tol yang demikian besar untuk

mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan keterbatasan fiskal yang ada,

Pemerintah terus mendorong badan usaha, khususnya badan usaha milik swasta, untuk

ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan pengelolaannya. Namun, upaya ini tidak

semudah yang diperkirakan. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah investasi

infrastruktur khususnya jalan tol memiliki karakteristik yang spesifik yang salah

satunya adalah risiko investasi yang tinggi.

Selain pembebasan lahan yang masih menjadi masalah klasik, salah satu sumber

risiko adalah ketidakpastian volume lalulintas. Di lain pihak, sumber pendapatan utama

untuk pemulihan biaya termasuk biaya modal berasal dari realisasi volume saat jalan tol

beroperasi. Persoalannya, estimasi untuk jangka pendek sudah demikian sulit, apalagi

untuk jangka panjang karena volume lalulintas dipengaruhi banyak faktor.[2]

Banyak

studi empiris yang mengkonfirmasi adanya bias optimisme (optimism bias) dalam

perkiraan volume lalulintas.[3-5]

Untuk menarik minat calon badan usaha, beberapa pemerintah berupaya

memitigasi risiko bagi badan usaha dengan bersedia menyerap sebagian risiko lalulintas

melalui berbagai inovasi kontrak. Least present value for revenue (LPRV), misal,

merupakan salah satu inovasi kontrak pengadaan badan usaha yang dilatarbelakangi

Page 10: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 10

faktor tingginya ketidakpastian volume lalulintas.[2]

Penjaminan pendapatan minimum

(minimum revenue guarantee) untuk memberikan proteksi bagi badan usaha atas risiko

rendahnya volume dari yang dijanjikan sudah jamak diaplikasikan di banyak jalan

tol.[6,7]

Saat ini jalan tol nasional masih bersifat infrastruktur ritel (retail infrastructure)

yang menyediakan jasa dan layanan langsung kepada penggunanya.[8]

Tulisan ini

menawarkan wacana infrastruktur jalan tol sebagai infrastruktur borongan (wholesale

infrastructure) sebagaimana dipraktikkan untuk sektor air minum dan kelistrikan.[9]

Model ini dikombinasikan dengan konsep tol bayangan (shadow toll) untuk pembagian

risiko yang lebih efisien antara Pemerintah dan badan usaha. Beberapa isu dan kendala

terkait dengan implementasi wacana ini juga dibahas secara detil dalam tulisan. Tujuan

dari tulisan ini adalah memberikan alternatif model pengusahaan jalan tol untuk

meningkatkan minat calon badan usaha berinvestasi di sektor jalan tol.

2. INFRASTRUKTUR BORONGAN VERSUS RITEL

Beberapa sektor infrastruktur mempunyai karakteristik infrastruktur borongan di mana

ada satu pembeli tunggal (sole offtaker) dari layanan atau jasa yang dihasilkan. Pada

sektor listrik, misal, independent power producers (IPPs) menjual listriknya kepada

Perusahaan Listrik Negara (PLN) selalu penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK)

melalui perjanjian jual beli (offtake agreement) yang di dalamnya mengatur, inter alia,

kuantitas output yang diperjualbelikan, struktur tarif, dan skedul pembayarannya.

Secara prinsip hal yang sama berlaku pula untuk sektor air minum dengan perusahaan

daerah air minum (PDAM) bertindak sebagai PJPK.

Dengan adanya perjanjian jual beli, risiko permintaan bertransformasi menjadi

risiko wanprestasi oleh PJPK. Gambar 1 memperlihatkan hubungan kontraktual yang

terjadi antarpemangku kepentingan dalam sebuah proyek investasi infrastruktur

borongan. Ada satu pembeli tunggal (offtaker)–dalam konteks ini adalah PJPK–output

yang dihasilkan oleh badan-badan usaha dalam kontrak terpisah yang nantinya akan

didistribusikan oleh PJPK kepada konsumen (lihat Gambar 2).

Berbeda dengan infrastruktur borongan, pada infrastruktur ritel badan usaha

menjual langsung outputnya kepada pengguna sementara antara PJPK dan badan usaha

tetap diikat oleh perjanjian kerjasama (lihat Gambar 3). Struktur inilah yang terjadi

untuk sektor jalan tol nasional sampai saat ini. Karakteristik yang demikian

mengekspos badan usaha langsung ke risiko permintaan; artinya, lebih rendah atau

tingginya permintaan dibandingkan ekspektasi sepenuhnya menjadi risiko badan usaha.

Tol Bayangan (Shadow Toll)

Model tol bayangan sebagai alternatif user-pays principle dikembangkan di Inggris

sekitar tahun 1990-an. Model ini diikuti oleh banyak negara, salah satunya Portugal

yang secara masif mengaplikasikannya.[10]

Dalam model ini tarif tidak dikenakan

langsung kepada penggunanya melainkan dibayar oleh pemerintah kepada badan usaha.

Tarif tidak diset rata (flat) tetapi bervariasi tergantung pada realisasi permintaan dengan

laju kenaikan yang biasanya menurun.

Volume lalulintas dibagi menjadi beberapa ban (band), biasanya didesain

sampai empat kategori. Pada kategori tertinggi di mana volume lalulintas melebihi

ambang tertinggi yang diijinkan umumnya tidak ada pembayaran oleh pemerintah

kepada badan usaha dengan tujuan untuk tidak memberikan keuntungan berlebihan

Page 11: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 11

bagi badan usaha (lihat Gambar 4). Secara matematis, pendapatan yang diterima badan

usaha dengan sistem tol bayangan ini pada suatu periode tertentu adalah:

1 1 1

1 1 2

2 2 3

3 3 4

untuk 0

untuk

untuk

untuk

A A

B A A B

C B B C

D C C

R V T V V

R R T V V V VR

R R T V V V V

R R T V V V

(1)

dengan R=pendapatan, RA=pendapatan bila volume lalulintas berada dalam ban

A,VA=volume lalulintas realisasi berada dalam ban A, T=selisih volume lalulintas

antardua ban, V=selisih volume lalulintas antardua ban.

Ditilik dari hubungan antara otoritas dan badan usaha, jalan tol berbasis tol

bayangan dapat dikategorikan sebagai infrastruktur borongan karena tidak terjadi

transaksi langsung antara badan usaha dan pengguna. Dengan mengasosiasikan tarif

dengan volume lalulintas realisasi, model tol bayangan sebenarnya mengandung

elemen penjaminan atas risiko lalulintas.[11]

Elemen ini menarik untuk dikaji lebih

lanjut mengingat penjaminan langsung atas risiko permintaan sulit diimplementasikan

bila merujuk pada peraturan perundangan yang berlaku.

Penanggung Jawab Proyek

Kerjasama

Badan Usaha

Pengguna

Kontraktor

KonstruksiKonsultan Perencana

Pemasok

KreditorSponsor Proyek

Kontraktor Operasi

dan Pemeliharaan

(O&M)

Kontr

ak K

redit

Kontrak

Konstruksi

Kontrak O

M

Kontrak

Perencanaan

Kontr

ak P

asoka

n

Ko

ntr

ak

Ju

al B

eli

Gambar 1: Struktur Infrastuktur Borongan Tipikal

Page 12: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 12

Badan Usaha

Badan Usaha

Badan Usaha

Badan Usaha

PJPK (Offtaker)

Pengguna

Pengguna

Pengguna

Produsen Jasa/Layanan Distributor Konsumen

Gambar 2: Model Single-Buyer

(diadaptasi dari Workshop on Economic Cooperation in Central Asia

and Asian Development Bank [8]

)

Penanggung Jawab Proyek

Kerjasama

Badan Usaha

Pengguna

Kontraktor

KonstruksiKonsultan Perencana

Pemasok

KreditorSponsor Proyek

Kontraktor Operasi

dan Pemeliharaan

(O&M)

Kontr

ak K

redit

Kontrak

Konstruksi

Kontrak O

M

Kontrak

Perencanaan

Kontr

ak P

asoka

n

Ko

ntr

ak

Ke

rja

sa

ma

Gambar 3: Struktur Infrastuktur Ritel Tipikal

Volume Lalulintas Realisasi (V)

Le

ve

l T

ari

f (T

)

V1=V2 – V1

Band A Band B Band C Band D

V2 V3

T1 T2 – T1

V2=V3 – V2

T1

T2

T3

T4

V3=V4 – V3

V4

T2 T3 – T2

T3 T4 – T3

Pe

nd

ap

ata

n

Pendapatan

Tarif

V1

Gambar 4: Struktur Tarif Model Tol Bayangan

Page 13: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 13

3. MODIFIED SHADOW TOLL

Rezim tarif yang berlaku saat ini yaitu price-cap, sesuai Peraturan Pemerintah No. 15

tahun 2005 (PP 15/2005) tentang Jalan Tol, tidak mengaitkan penyesuaian tarif dengan

tinggi rendahnya volume realisasi, kecuali dengan laju inflasi. Di tengah tingginya

risiko dan ketidakpastian volume lalulintas, keberadaan penjaminan pendapatan

minimum diperlukan dalam banyak kasus. Namun Peraturan Presiden No. 78 tahun

2010 (Perpres 78/2010) secara tegas menyatakan Pemerintah hanya bersedia menjamin

risiko yang bersumber dari PJPK dan/atau instansi Pemerintah. Dengan kata lain, skim

penjaminan lebih bersifat memproteksi badan usaha hanya dari risiko politis atau

kuasikomersial. Penulis berargumentasi bahwa dengan batasan ini, penjaminan

pendapatan minimum secara umum sulit diberikan.

Karakteristik tol bayangan sebagai infrastruktur borongan untuk memitigasi

risiko permintaan dapat dimanfaatkan. Modifikasi diperlukan karena model tol

bayangan tidak dikenal di sektor jalan tol nasional. Beberapa perubahan dari model

aslinya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Badan usaha dan PJPK melakukan perjanjian kerjasama di mana badan usaha

mempunyai kewajiban untuk merencanakan, membangun, membiayai, dan

mengoperasikan jalan tol selama masa konsesi. Kontrak standar Build, Operate,

Transfer (BOT) dapat digunakan. Badan usaha dianggap sebagai penyedia layanan

yang menjual jasanya kepada PJPK dalam bentuk borongan (wholesale) dengan

tarif dan volume yang diatur dalam kontrak.

b. Tarif yang dikenakan kepada pengguna berbeda dengan tarif yang diberikan

kepada badan usaha. Tarif pengguna berdasarkan tarif awal yang ditetapkan

sebelumnya oleh PJPK dengan penyesuaian tarif tetap mengikuti PP 15/2005.

Sementara itu tarif yang berlaku bagi badan usaha adalah tarif berdasarkan

penawaran yang diajukan badan usaha mengikuti model tol bayangan (lihat

Persamaan 1). Dalam konteks ini badan usaha diberi kebebasan menentukan empat

ban volume lalulintas dan tarif yang berlaku untuk masing-masing ban. Tentunya

dalam menetapkan batas bawah-atas tiap ban dan tarifnya, calon badan usaha

mempertimbangkan tarif awal PJPK.

c. Badan usaha bertransaksi dengan pengguna atas nama PJPK menggunakan tarif

yang ditetapkan PJPK. Hasil pendapatan dapat dimasukkan dalam suatu rekening

khusus (escrow account) yang akan digunakan PJPK membayar badan usaha

sesuai dengan tarif dan volume realisasi yang telah disepakati dalam perjanjian

kerjasama. Di sini PJPK bertindak sebagai kuasi pembeli tunggal (quasi-offtaker)

atas layanan yang diberikan badan usaha.

d. PJPK dapat mengajukan usulan penjaminan kepada PT Penjaminan Infrastruktur

Indonesia (PII) selaku satu-satunya badan usaha penjaminan infrastruktur (BUPI).

Penjaminan dibutuhkan untuk memberikan proteksi dari risiko wanprestasi

pembayaran oleh PJPK. Risiko ini dapat dijamin karena bersumber dari janji PJPK

untuk bisa memenuhi kewajiban kontraktualnya, sesuai kriteria Perpres 78/2010.

Selanjutnya, Perpres 78/2010 memberikan hak bagi BUPI untuk menagih PJPK

atas pembayaran kepada badan usaha bila penjaminan aktif (called). Hak ini

dikenal dengan hak regres yang gunanya mencegah aji mumpung (moral hazard)

PJPK saat mengajukan usulan penjaminan. Gambar 5 memperlihatkan secara

skematik hubungan kontraktual dalam kontrak MST yang diusulkan.

Page 14: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 14

Badan Usaha

Pengguna

Kontraktor

KonstruksiKonsultan Perencana

Pemasok

PT Penjaminan

Infrastruktur

Indonesia (PII)

Sponsor Proyek

Kontraktor Operasi

dan Pemeliharaan

(O&M)

Kontr

ak

Pen

jam

inan

Kontrak

Konstruksi

Kontrak O

M

Kontrak

Perencanaan

Kontr

ak P

asoka

n

Ko

ntr

ak

Ke

rja

sa

ma

Penanggung Jawab

Proyek Kerjasama

Kontrak

Regres

Kreditor

Ko

ntra

k K

red

it

Gambar 5: Struktur Infrastruktur Modified Shadow Toll

Ada beberapa keunggulan yang dapat diidentifikasi dengan mengaplikasikan MST ini.

Pertama, badan usaha tetap mempunyai insentif untuk mengoperasikan jalan tol secara

efisien dan berusaha meningkatkan realisasi volume lalulintas karena hal tersebut akan

meningkatkan pendapatan. Kedua, ketidakpastian risiko yang dihadapi badan usaha

tereduksi dengan diberlakukannya tol bayangan. Di satu sisi, badan usaha terproteksi

dari rendahnya realisasi lalulintas dari prediksi secara substansial; di sisi lain, badan

usaha juga dicegah menikmati pendapatan berlebihan saat realisasi lalulintas jauh di

atas prediksi. Ketiga, usulan model memungkinkan skim penjaminan sebagaimana

diatur Perpres 78/2010 diberlakukan. Dengan fitur keunggulan ini, investasi jalan tol

diyakini akan menjadi lebih atraktif bagi calon badan usaha.

4. ISU YANG RELEVAN

Untuk MST bisa diaplikasikan ada sejumlah isu yang perlu diperhatikan. Dari

perspektif institusional, PJPK akan mengelola portofolio jalan tol yang diselenggarakan

menggunakan model ini dan berbagi risiko volume lalulintas dengan badan-badan

usaha. Saat ini, PJPK di sektor jalan tol adalah Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT),

sebuah badan pengatur yang dibentuk sesuai dengan amanat PP 15/2005. Bila ditilik

dari tugas dan fungsi yang dibebankan Pemerintah, pengelolaan risiko bukan menjadi

domain BPJT sehingga perlu dicari institusi spesifik yang lebih pas.

Salah satu kandidat ideal adalah Badan Layanan Umum (BLU) Bidang

Pendanaan Sekretariat BPJT karena pada dasarnya BLU adalah semibadan usaha.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 406/KMK.05/2009, Bidang

Pendanaan Sekretariat BPJT ditetapkan sebagai instansi pemerintah yang menerapkan

pengelolaan keuangan BLU. Instansi ini bertanggung jawab langsung kepada Menteri

Pekerjaan Umum.

Disebut ideal karena BLU tidak dibentuk untuk mengutamakan keuntungan

tetapi tetap dituntut menjalankan praktik bisnis yang sehat. Meski demikian fungsi

BLU Bidang Pendanaan Sekretariat BPJT perlu diperluas dari kondisi eksisting. Saat

ini di samping mengelola dana bergulir pembebasan lahan untuk pembangunan jalan

tol, BLU hanya mengelola hasil pengusahaan jalan tol penugasan Pemerintah.

Perluasan fungsi BLU tentunya harus dibarengi dengan peningkatan infrastruktur

pendukung BLU, terutama dari sumber daya manusianya. Persoalan lain yang perlu

Page 15: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 15

dikaji adalah hubungan antara Bidang Pendanaan Sekretariat BPJT dan BPJT sendiri

selaku regulator jalan tol nasional.

Isu kedua adalah pengadaan badan usaha menggunakan model tol bayangan.

Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan ada tiga metode pengusahaan jalan tol,

biasa disebut metode A, metode B, dan metode C. Pada metode A, parameter lelang

adalah tarif terendah, metode B besaran dukungan terendah yang diminta, dan metode

C nilai skor berdasarkan kewajaran biaya, rencana konstruksi, tarif awal golongan I,

dan masa konsesi. Lelang menggunakan tol bayangan di mana calon badan usaha

mengusulkan proposal baik untuk tarif maupun ban volume lalulintas tidak termasuk

tiga metode yang disebutkan.

Salah satu alternatif yang bisa dipertimbangkan – mengingat calon badan usaha

diberikan opsi menentukan ban dan tarif untuk masing-masing ban – adalah

menggunakan nilai sekarang (present value/PV) pendapatan terendah sebagai

parameter lelang. Dalam banyak hal model ini mirip dengan LPRV meski ada sejumlah

perbedaan. Berbeda dengan tol bayangan yang memberikan alokasi risiko yang relatif

seimbang (balanced), LPRV tidak memberikan proteksi atas risiko pendapatan rendah

sementara membatasi pendapatan yang diterima badan usaha yang menyebabkan

pendekatan ini tidak banyak diminati oleh badan usaha.[12]

PJPK perlu mengumumkan dari awal tingkat diskonto (discount rate) yang akan

digunakan untuk mengevaluasi proposal yang diusulkan calon badan usaha.

Masalahnya adalah menentukan tingkat diskonto yang tepat untuk mendapatkan nilai

PV pendapatan sementara tingkat diskonto sendiri berkaitan dengan risiko. Semakin

rendah tingkat diskonto, semakin tinggi risiko yang harus ditanggung.[12]

Hal lain

adalah struktur pembayaran tol bayangan. Bila badan usaha memberi bobot lebih besar

untuk ban bawah yang lebih konservatif, risiko yang ditanggung PJPK lebih besar

dibandingkan bila badan usaha membagi relatif rata bobot untuk semua ban.[13]

Untuk

isu-isu tersebut perlu kajian yang lebih mendalam sebelum MST diaplikasikan.

5. KESIMPULAN

Tulisan ini menawarkan sebuah alternatif pengusahaan jalan tol menggunakan konsep

infrastrukur borongan untuk jalan tol yang sebenarnya berkarakter sebagai infrastruktur

ritel. Pada model yang diusulkan, badan usaha jalan tol memperoleh pendapatan

dengan menjual layanannya ke PJPK menggunakan desain tarif dan realisasi volume

lalulintas. Desain tarif diusulkan memanfaatkan model tol bayangan di mana tarif tidak

diset rata melainkan mengikuti volume lalulintas. Model ini memungkinkan alokasi

risiko yang lebih seimbang antara PJPK dan badan usaha. Skim penjaminan pemerintah

juga bisa diaplikasikan untuk memberikan proteksi badan usaha atas risiko wanprestasi

pembayaran oleh PJPK. Tulisan ini juga mendiskusikan tiga isu tentang perluasan tugas

dan fungsi BLU Bidang Pendanaan Sekretariat BPJT, struktur pembayaran tol

bayangan, dan penentuan tingkat diskonto untuk mengevaluasi proposal calon badan

usaha untuk MST bisa diaplikasikan di sektor jalan tol nasional.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pengatur Jalan Tol (2013) Progres Pembangunan <www.bpjt.net>

(diakses 25 Januari 2013)

Page 16: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 16

2. Engel E, Fischer R, and Galetovic A (2001) Least Present Value of Revenue

Auctions and Highway Franchising. Journal of Political Economy, 109(5), 993-

1020.

3. Flyvbjerg B, Holm M K S and Buhl S L (2005) How (In)accurate Are Demand

Forecasts in Public Work Projects? Journal of the American Planning Association,

71(2), 131-146.

4. Flyvbjerg B, Holm M K S and Buhl S L (2006) Inacccuracy in Traffic Forecasts.

Transport Reviews, 26(1), 1-24.

5. Bain R (2009) Error and Optimism Bias. Transportation, 36, 469-482.

6. Kerf M et al. (1998) Concessions for Infrastructure: A Guide to Their Design and

Award. Washington, D.C.: World Bank.

7. Estache A, Juan E and Trujillo L (2007) Public-Private Partnerships in Transport.

Washington, D.C.: World Bank.

8. Workshop on Economic Cooperation in Central Asia and Asian Development

Bank (1999) Challenges and Opportunities in Transportation. Manila: Asian

Development Bank.

9. Lovei L (2000) The Single-Buyer Model. Public Policy for the Private Sector

<www.worldbank.org/html/fpd/notes> (diakses 24 Januari 2013).

10. Yescombe E R (2007) Public-Private Partnerships: Principles of Policy and

Finance, Oxford: Butterworth-Heinemann.

11. Charoenpornpattana A, Minato T and Nakahama S (2003) Government Supports as

Bundle of Real Options in Built-Operate-Transfer

<http://www.realoptions.org/papers2003/CharoenMinatoNakahama.pdf.> (diakses

24 Januari 2013).

12. Vassallo J M (2010) The Role of Discount Rate in Tendering Highway

Concessions under the LPRV Approach. Transportation Research Part A: Policy

and Practice, 44, 806-814.

13. Reddel P (2004) Payment Mechanisms Issue Paper

<wwwhttp://www.ppiaf.org/sites/ppiaf.org/files/documents/toolkits/highwaystoolk

it/6/bibliography/pdf/payment_mechanisms.pdf> (diakses 25 Januari 2013).

Page 17: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 17

ANALISIS RISIKO PADA PELAKSANAAN

PROYEK FLY-OVER PASAR KEMBANG SURABAYA

Cahyono Bintang Nurcahyoi, M. Arif Rohman

2 dan Bernadus Bayu Baskoro

3

1,2,3

Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp

031-5939925, email: [email protected]

ABSTRAK

Proyek konstruksi merupakan proyek yang memiliki banyak ketidakpastian dan risiko. Diperlukan

sebuah pendekatan manajemen risiko untuk mengetahui dan mengendalikan risiko yang mungkin akan

terjadi. Salah satu tahap terpenting dari manajemen risiko ialah analisis risiko yang bertujuan untuk

mengetahui risiko-risiko yang signifikan terhadap proyek tersebut. Dalam penelitian ini akan dilakukan

analisis risiko pada Proyek Pembangunan Fly-Over Pasar Kembang Surabaya. Tahapan penelitan ini

dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu identifikasi risiko, analisis risiko dan respon risiko. Identifikasi

adalah tahap mencari variabel-variabel risiko yang relevan pada proyek. Analisis risiko adalah proses

mencari beberapa risiko yang signifikan pada aspek waktu maupun aspek biaya. Metode yang digunakan

dalam analisis risiko adalah Severity Index dan Matriks Probabilitas-Dampak. Tahap terakhir adalah

menentukan respon risiko terhadap risiko yang signifikan. Respon risiko diperoleh dengan melakukan

wawancara terstruktur dengan para responden yaitu personel kontraktor yang menangani proyek

pembangunan Fly-Over Pasar Kembang Surabaya ini. Berdasarkan hasil analisis risiko didapatkan 5

macam variabel risiko yang signifikan terhadap aspek waktu, yaitu kerusakan peralatan, kemacetan pada

lalu lintas, kerusakan lingkungan sekitar akibat proyek, kendala saat pengeboran, dan kebisingan saat

pemancangan. Sedangkan 6 variabel risiko yang signifikan terhadap aspek biaya, yaitu kerusakan

lingkungan sekitar akibat proyek, kerusakan peralatan, keterlambatan pengiriman material, kerusakan

material hotmix saat pengiriman, kerusakan material saat pengiriman dan kendala saat pengeboran.

Secara umum, kontraktor cenderung mengambil respon mengurangi dan mengalihkan risiko yang

signifikan, baik terhadap aspek waktu ataupun aspek biaya.

Kata kunci: analisis risiko, Fly-Over Pasar Kembang, severity index, matriks probabilitas-dampak.

1. PENDAHULUAN

Risiko merupakan suatu sebab dan akibat yang mengiringi perjalanan baik buruknya

suatu pekerjaan proyek. Dalam setiap detail pekerjaan proyek pembangunan maka akan

ada risiko baik besar maupun kecil yang terdapat didalamnya. Hal ini harus

diperhatikan dan diperhitungkan oleh tim manajemen risiko terlebih dahulu untuk

menghindari membengkaknya biaya pelaksanaan proyek dan kerugian yang didapat.

Proyek Pembangunan Fly-Over Pasar Kembang merupakan proyek skala menengah

yang tidak luput dari berbagai risiko. Kesalahan dalam penanganan risiko akan

menyebabkan kerugian cukup besar. Pembangunan proyek Fly-Over Pasar Kembang

Surabaya ini bernilai Rp. 122.990.000.000,00 (Seratus Dua Puluh Dua Miliar Sembilan

Ratus Sembilan Puluh Juta Rupiah) termasuk PPN 10%. Proyek ini dikerjakan oleh tiga

kontraktor dengan menggunakan sistem joint operation atau kerjasama operasi, yaitu

PT. Pembangunan Perumahan, PT. Gorip Nanda Putra dan PT Bangkit Lestari Jaya.

Dalam penerapan joint operation, maka ketiga kontraktor tersebut menjadi satu

organisasi dalam pelaksanaan proyek. Pada bulan September 2012 pelaksanaan proyek

telah mencapai sekitar 20%, yaitu mencapai pekerjaan pondasi pier head. Beberapa

kendala sudah terjadi sampai tahap ini diantaranya terhentinya proyek akibat sengketa

penggunaan lahan dengan PT KAI. Kemacetan di lokasi proyek juga turut menghambat

hampir semua tahap pelaksanaan.

Page 18: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 18

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan manajemen risiko untuk

mengantisipasi risiko yang mungkin akan terjadi. Salah satu proses terpenting dari

manajemen risiko adalah identifikasi risiko. Proses ini merupakan proses menentukan

risiko-risiko mana yang mungkin akan memberikan efek terhadap proyek serta

mendokumentasikan risiko-risiko yang telah teridentifikasi tersebut [1]. Proses ini

dikatakan penting karena pada bagian proses inilah semua risiko yang berpotensi terjadi

akan dapat diketahui untuk selanjutnya dilakukan tindakan lebih lanjut. Pada proses ini

semua risiko yang mungkin terjadi harus terdata dan tidak boleh ada yang tertinggal,

karena jika ini terjadi tidak ada yang bisa memastikan bahwa nantinya risiko yang

belum terdata tadi dapat terjadi dan belum ada kesiapan penanganannya. Dan dilakukan

analisis untuk mengetahui seberapa potensial risiko-risiko tersebut dalam

mempengaruhi tercapainya sasaran kegiatan dan selanjutnya dilakukan respon pada

risiko tersebut.

2. METODOLOGI

Tahapan awal adalah identifikasi variabel risiko. Variabel risiko diperoleh dari studi

pustaka, yang kemudian digunakan pada survei pendahuluan kepada para responden

terpilih, untuk mengetahui relevansi dari risiko. Selain itu, survei pendahuluan juga

bertujuan untuk menambahkan risiko lain yang sesuai kondisi lapangan, yang belum

muncul dari studi pustaka.

Hasil dari survei pendahuluan akan digunakan pada survei utama. Pada survei utama,

responden diberi pertanyaan melalui kuesioner mengenai tingkat probabilitas dan

dampak yang terjadi pada suatu risiko menurut pandangan responden.

Langkah selanjutnya adalah menganalisis data hasil dari survei utama untuk

mengetahui tingkat probabilitas dan dampak terjadinya risiko terhadap kelangsungan

proyek. Hasil analisis diatas akan dipetakan ke dalam matriks probabilitas-dampak

untuk mengetahui tingkat risiko, terhadap aspek waktu maupun aspek biaya.

Untuk mengetahui bagaimana respon yang ditentukan pada suatu risiko dilakukan

wawancara terhadap beberapa responden yang telah dipilih sebelumya. Adapun cara-

cara penanganan risiko terdiri dari beberapa cara, yaitu risk retention (menerima

risiko), risk avoidance (menghindari risiko), risk mitigation (mengurangi risiko) dan

risk transfer (mengalihkan risiko). [2]

3. ANALISIS

A. Identifikasi Risiko

Hasil identifikasi risiko yang didapat dari beberapa literatur, dapat dilihat pada tabel 1

berikut ini.

Tabel 1: Identifikasi Risiko Awal

Variabel Risiko Sumber literatur

1 2 3 4 5 6 7

A. Risiko Alam

- Pekerjaan terhambat kondisi cuaca hujan - Terjadi genangan air di sekitar lokasi ptoyek

B. Risiko Tenaga Kerja

- Kurangnya tenaga kerja terampil - -

Page 19: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 19

- Produktivitas tenaga kerja kurang - C. Risiko Kecelakaan Kerja

- Pekerja terjatuh dari ketinggian - - Pekerja tertimpa material - - Pekerja terbentur alat berat -

D. Risiko Material dan Peralatan

- Kesulitan mendatangkan peralatan - - - Kerusakan peralatan - - - - Pencurian alat dan material - - Kualitas material tidak sesuai spesifikasi - - - - Kerusakan material saat penyimpanan - - - Kerusakan material saat pengiriman - - - Keterlambatan pengiriman material - - - Kerusakan material hotmix saat pengiriman - -

E. Risiko Teknis

- Pekerjaan tidak memenuhi spesifikasi - - Kesalahan saat pemasangan pracetak U-Ditch - - - - Ketidaksempurnaan hasil pekerjaan karena tidak

sesuai JMF (Job Mixing Formula)

- -

- Terjadi penurunan permukaan karena lapis pondasi

agregat tidak memenuhi spesifikasi

-

- Terjadi keruntuhan pada struktur - - - Keterlambatan pelaksanaan pemancangan - - - Kendala saat pengeboran - - - -

F. Risiko Sosial dan Lingkungan

- Demo protes dari warga - - - - Kemacetan lalu lintas - - - - -

- Kerusakan lingkungan sekitar akibat proyek - - -

- Kebisingan saat pemancangan - - - - -

Keterangan :

1 = Kartam and Kartam, 2001 [3] ; 2 = Han and Diekmann, 2001 [4] ; 3 = Mulholland and Christian,

1999 [5] ; 4 = Kangari, 1995 [6] ; 5 = Charoenngam and Yeh, 1999 [7] ; 6 = Zhi,1995 [8] ; 7 = Hastak &

Shaked, 2000 [9]

B. Responden Penelitian

Pemilihan responden dalam penelitian ini didasarkan atas kompetensi responden pada

bidangnya. Responden dari penelitian ini adalah Project Manager, Site Engineer

Manager, Site Operations Manager, Quality Control, Logistik, Quantity Survey, Cost

Control dan Pelaksana.

Informasi profil responden berupa jenjang pendidikan dan pengalaman responden

dalam menangani proyek konstruksi, dapat dibaca pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2 : Jenjang pendidikan responden Jenjang Pendidikan Jumlah %

S1 3 30

D3 4 40

SMA / Sederajat 3 30

Tabel 3 : Pengalaman responden Jumlah Proyek Yang Pernah Dikerjakan Jumlah %

< 5 proyek 2 20

6 - 10 proyek 3 30

11 -15 proyek 3 30

16 - 20 proyek 1 10

>20 proyek 1 10

Page 20: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 20

C. Relevansi Variabel Risiko

Penentuan relevansi variabel risiko dilakukan melalui analisis sederhana. Apabila

terdapat satu responden saja yang menyatakan risiko tersebut relevan, maka risiko

tersebut dinyatakan relevan. Dalam penelitian ini, semua risiko yang telah diidentifikasi

dinyatakan relevan.

D. Analisis Variabel Risiko

Survei utama dilakukan melalui instrumen kuesioner kepada responden. Survei tersebut

menggunakan variabel-variabel yang relevan dari hasil survei pendahuluan, yang

diterapkan pada setiap tahapan pelaksanaan proyek.

Analisis variabel risiko dilakukan untuk menganalisis survey utama. Analisis dilakukan

terhadap penilaian probabilitas risiko dan dampak risiko terhadap aspek waktu maupun

aspek biaya. Analisis menggunakan metode Severity Index (SI) menggunakan

Persamaan 1 berikut. [10]

%100

44

0

4

0

ii

iii

x

xa

SI

...………………………………………...……………………………(1)

dimana, ai = konstanta penilaian ; xi = probabilitas responden ; i = 0, 1, 2, 3, 4, ..., n ; x0, x1, x2, x3, x4,

adalah respon probabilitas responden ; a0 = 0, a1 = 1, a2 = 2, a3= 3, a4 = 4 ; x0 = probabilitas responden

‘sangat rendah’ dari survei ; x1= probabilitas responden ‘rendah’ dari survei ; x2 = probabilitas responden

‘cukup’ dari survei ; x3 = probabilitas responden ‘tinggi/besar’ dari survei ; x4 = probabilitas responden

‘sangat tinggi’ dari survei

Untuk keterangan skala penilaian probabilitas, skala dampak pada aspek waktu dan

aspek biaya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 : Skala Penilaian Probabilitas, Dampak Terhadap Waktu dan Biaya

Skala

Probabilitas (%)

Dampak

tambahan waktu

(dalam hari)

tambahan biaya

(dalam Rp)

Sangat Rendah (SR) ≤ 20 ≤ 1 ≤ 10 juta

Rendah (R) > 20 – 40 > 1 – 7 > 10 - 25 juta

Cukup (C) > 40 – 60 > 7 – 14 > 25 - 50 juta

Tinggi (T) > 60 – 80 > 14 – 21 > 50 - 100 juta

Sangat Tinggi (ST) > 80 – 100 > 21 – 28 > 100 juta

Dari kuesioner utama didapat penilaian responden terhadap probabilitas terjadinya

variabel risiko pekerjaan terhambat kondisi cuaca hujan pada tahap mobilitas utilitas

jaringan, kabel Telkom, kabel PLN, traffic light, PDAM pipa gas, CCTV. 2 responden

menyatakan bahwa probabilitas terjadinya sangat rendah, 4 responden menyatakan

bahwa probabilitas terjadinya rendah, 3 responden menyatakan bahwa probabilitas

terjadinya cukup atau sedang, dan 1 responden menyatakan bahwa probabilitas

terjadinya risiko tersebut tinggi. Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut:

%5,32%100)10(4

))04()13()32()41()20((

x

xxxxxSI

Dari perhitungan menggunakan rumus, didapatkan nilai SI bernilai 32,5%. Adapun,

klasifikasi dari skala penilaian pada probabilitas dan dampak pada perhitungan severity

index adalah: [11]

Page 21: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 21

1. Sangat Rendah / Kecil (SR/SK) 0.00 ≤ SI < 12.5

2. Rendah / Kecil (R/K) 12.5 ≤ SI < 37.5

3. Cukup/ Sedang (C) 37.5 ≤ SI < 62.5

4. Tinggi / Besar (T/B) 62.5 ≤ SI < 87.5

5. Sangat Tinggi / Besar (ST/SB) 87.5 ≤ SI < 100

E. Perhitungan Tingkat Risiko

Sebelum melakukan analisis nilai risiko, kategori risiko (probabilitas dan dampak) yang

telah didapat sebelumnya, dapat dikonversikan dalam bentuk angka, sebagai berikut:

Sangat Rendah / Very Low SR / VL = 1

Rendah / Low R / L = 2

Cukup / Medium C / M = 3

Tinggi / High T / H = 4

Sangat Tinggi / Very High ST / VH = 5

Setelah mendapatkan kategori probabilitas dan dampak, maka dapat dilakukan analisis

nilai risiko dengan melakukan pemetaan pada tiga matriks probabilitas-dampak, seperti

terlihat pada gambar 1.

Matriks I Matriks II Matriks III

PMBOK Guide by PMI Risk Assessment and

Allocation

for Highway Construction

Management

JISC

Gambar 1: Matriks probabilitas-dampak

Penggunaan tiga skenario matriks probabilitas-dampak tersebut, selain bertujuan untuk

mendapatkan hasil tingkat risiko yang bervariasi, juga untuk memilih yang lebih sesuai

dengan kondisi di lapangan.

F. Risiko Yang Berdampak Signifikan

Dari hasil analisis, diambil variabel-variabel risiko yang memiliki kategori tinggi pada

aspek waktu dan aspek biaya. Terdapat tiga macam skenario yang didapat dari tiga

hasil pemetaan dimana risiko dominan tersebut akan dikonsultasikan kepada responden

dari pihak kontraktor. Selanjutnya responden akan memilih salah satu skenario tingkat

risiko yang paling sesuai dengan kondisi lapangan. Dalam penelitian ini responden

menentukan bahwa hasil pemetaan pada matriks III adalah yang paling mendekati

kondisi riil di lapangan.

Risiko signifikan terhadap aspek waktu pada tiap tahap pelaksanaan, dapat dilihat pada

tabel 5. Sedangkan risiko signifikan terhadap aspek biaya pada tiap tahap pelaksanaan,

dijelaskan pada tabel 6.

Page 22: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 22

Tabel 5 : Risiko signifikan terhadap aspek waktu pada tiap tahap pelaksanaan Kode Variabel Risiko P I R (P,I)

A. Mobilisasi Utilitas Jaringan, Kabel Telkom, Kabel PLN, Traffic Light, PDAM, Pipa Gas, dll

9 Kerusakan peralatan 3 3 T

12 Kemacetan lalu lintas 4 3 T

13 Kerusakan lingkungan sekitar akibat proyek 3 3 T

B. Pekerjaan Saluran Drainase Pracetak U-Ditch

19 Kerusakan peralatan 3 3 T

27 Kerusakan lingkungan sekitar akibat proyek 3 3 T

28 Kemacetan lalu lintas 3 3 T

C. Pekerjaan Pengaspalan

36 Kerusakan peralatan 3 3 T

42 Kemacetan lalu lintas 3 3 T

D. Pekerjaan Pemancangan dan Pengeboran Pondasi

52 Kerusakan peralatan 3 3 T

59 Kendala saat pengeboran 3 3 T

61 Kebisingan saat pemancangan 3 3 T

E. Pekerjaan Struktur

70 Kerusakan peralatan 3 3 T

78 Kemacetan lalu linat 3 3 T

Tabel 6 : Risiko signifikan terhadap aspek biaya pada tiap tahap pelaksanaan Kode Variabel Risiko P I R (P,I)

A. Mobilisasi Utilitas Jaringan, Kabel Telkom, Kabel PLN, Traffic Light, PDAM, Pipa Gas, dll

9 Kerusakan peralatan 3 3 T

13 Kerusakan lingkungan sekitar akibat proyek 3 3 T

B. Pekerjaan Saluran Drainase Pracetak U-Ditch

19 Kerusakan peralatan 3 3 T

23 Keterlambatan pengiriman material 3 3 T

27 Kerusakan lingkungan sekitar akibat proyek 3 3 T

C. Pekerjaan Pengaspalan

36 Kerusakan peralatan 3 3 T

38 Kerusakan material hotmix saat pengiriman 2 4 T

39 Keterlambatan pengiriman material 3 3 T

D. Pekerjaan Pemancangan dan Pengeboran Pondasi

52 Kerusakan peralatan 3 3 T

55 Kerusakan material saat pengiriman 2 4 T

56 Keterlambatan pengiriman material 3 3 T

59 Kendala saat pengeboran 3 3 T

E. Pekerjaan Struktur

70 Kerusakan peralatan 3 3 T

74 Keterlambatan pengiriman material 3 3 T

G. Respon Terhadap Risiko Yang Signifikan

Pada penelitian ini, respon risiko hanya dilakukan pada risiko yang berkategori tinggi.

Respon risiko tersebut diperoleh melalui survei ketiga berupa wawancara dengan

responden. Tabel 7 menjelaskan respon risiko terhadap aspek waktu, sedangkan tabel 8

memperlihatkan respon risiko terhadap aspek waktu.

Tabel 7 : Respon risiko terhadap aspek waktu No Variabel Risiko Respon Risiko

1 Kerusakan peralatan - Melakukan pemeriksaan awal terhadap alat berat

- Berkoordinasi dengan vendor penyedia alat berat

2 Kemacetan lalu lintas - Berkoordinasi dengan pihak terkait

- Melakukan manajemen lalu lintas

Page 23: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 23

3 Kerusakan lingkungan sekitar akibat

proyek

- Melakukan sosialisasi kepada warga dan pengguna jalan

- Menerapkan S.H.E Management

4 Kendala saat pengeboran - Memastikan alat dalam kondisi baik

- Opsi alat pengganti yang lebih baik

5 Kebisingan saat pemancangan Melakukan penjadwalan yang lebih baik

Tabel 8 : Respon risiko terhadap aspek biaya No Variabel Risiko Respon Risiko

1 Kerusakan peralatan - Melakukan pemeriksaan awal terhadap alat berat

- Berkoordinasi dengan vendor penyedia alat berat

2 Kerusakan lingkungan sekitar akibat

proyek

- Melakukan sosialisasi kepada warga dan pengguna jalan

- Menerapkan S.H.E Management

3 Keterlambatan pengiriman material - Mengatur ulang jadwal pengiriman

- Menambah vendor material

4 Kerusakan material hotmix saat

pengiriman

- Melengkapi truk pengangkut dengan penutup

- Mengatur ulang jadwal pengiriman

5 Kerusakan material saat pengiriman Memastikan kontrak bahwa kualitas material adalah

tanggung jawab vendor

6 Kendala saat pengeboran - Memastikan alat dalam kondisi baik

- Opsi alat pengganti yang lebih baik

4. KESIMPULAN

Risiko yang signifikan terhadap aspek waktu adalah kerusakan peralatan, kemacetan

pada lalu lintas, kerusakan lingkungan sekitar akibat proyek, kendala saat pengeboran,

dan kebisingan saat pemancangan. Sedangkan risiko-risiko yang signifikan terhadap

aspek biaya adalah kerusakan lingkungan sekitar akibat proyek, kerusakan peralatan,

keterlambatan pengiriman material, kerusakan material hotmix saat pengiriman,

kerusakan material saat pengiriman dan kendala saat pengeboran

Ada beberapa variasi respon kontraktor terhadap risiko. Secara umum, kontraktor

cenderung mengambil respon mengurangi dan mengalihkan risiko yang signifikan, baik

terhadap aspek waktu ataupun aspek biaya.

DAFTAR PUSTAKA

1. PMI (2008) A Guide to the Project Management Of Body Knowledge (PMBOK

Guide) 4th

edition. USA : Project Management Institute.

2. Kezner, Harold (2001) Project Management 7th

edition. New York : John Wiley &

Sons, Inc.

3. Kartam, N A and Kartam, S A (2001) Risk and Its Management in The Kuwaiti

Construction Industry : A contractors' perspective. International Journal of Project

Management, 19(6), 325-335.

4. Han, S H and Diekmann, J E (2001) Making A Risk-based Bid Decision for

Overseas Construction Projects. Construction Management and Economics, 19(8),

765-776.

5. Mulholland, B and Christian, J (1999) Risk Assessment in Construction Schedules.

Journal of Construction Engineering and Management, 125(1), 8-15.

6. Kangari, R (1995) Risk Management Perceptions and Trends of US Construction.

Journal of Construction Engineering and Management-Asce, 121(4), 422-429.

Page 24: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 24

7. Charoenngam, C and Yeh, C-Y (1999) Contractual Risk and Liability Sharing in

Hydropower Construction. International Journal of Project Management, 17(1), 29-

37.

8. Zhi, H (1995) Risk Management for Overseas Construction Projects. International

Journal of Project Management, 13(4), 231-237.

9. Hastak, M and Shaked, A (2000) Icram-1: Model for International Construction

Risk Assessment. Journal of Management in Engineering, 16(1), 59-69.

10. Al Hammad, A.M. (2000) Common Interface Problems among Various

Construction Parties. Journal Performance Construction Facilities.

11. Abd.Majid, M.Z. and McCaffer, R. (1997) Assessment of Work Performance of

Maintenance Contractors in Saudi Arabia. Journal of Management in Engineering.

Page 25: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 25

PENENTUAN HARGA PRODUK PERUMAHAN

(WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO)

Lila Ayu Ratna Winanda

1, Ripkianto

2 dan Ekky Cahya Ramadhan

3

1Dosen Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional Malang

email: [email protected] 2Dosen Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional Malang

email: [email protected] 3Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional Malang

email: [email protected]

ABSTRAK

Kabupaten Sidoarjo sebagai salah satu kabupaten yang perkembangan penduduknya begitu

pesat, sangat berpengaruh pada kondisi ekonomi dan pendapatan masyarakatnya. Hal ini sangat

berdampak terhadap permintaan masyarakat akan hunian atau sebagai tempat kegiatan yang nyaman

berupa perumahan. Tingginya permintaan masyarakat Sidoarjo terhadap hunian atau sebagai tempat

kegiatan yang nyaman, menuntut masyarakat untuk menentukan harga, lokasi dan tipe rumah yang sesuai

dengan jenis pekerjaan dan daya beli masyarakat.

Data primer dalam penelitian ini didapatkan dari wawancara dan kuisioner terhadap masyarakat

sidoarjo dan sebelum dilakukan analisa deskriptif terhadap data perlu adanya validitas terhadap data

primer. Data sekunder adalah berupa harga satuan upah dan bahan untuk wilayah Kabupaten Sidoarjo,

Perda izin mendirikan bangunan dan hasil penelitian terdahulu. Metode analisa kelayakan investasi

perumahan baru wilayah Kabupaten Sidoarjo ini adalah Net Present Value (NPV) dan Internal Rate of

Return (IRR).

Hasil analisa data yang didapatkan menurut minat konsumen adalah produk perumahan baru di

Kecamatan Krian dengan daya beli masyarakat untuk rumah tipe 36 dengan harga 150 juta dan angsuran

sebesar 1,5 – 2 juta. Dari analisa kelayakan investasi untuk perumahan baru yang akan dibangun

menggunakan metode Net Present Value (NPV) didapat nilai NPV = Rp. 35,879,305.27 dan bernilai

positif, maka pembangunan perumahan layak untuk dilaksanakan. Dari metode Internal Rate of Return

(IRR) didapatkan nilai IRR = 15,01793 % yang artinya pembangunan perumahan tersebut bernilai > 12

% ( tingkat suku bunga ), maka pembangunan perumahan layak untuk dilaksanakan. Harga untuk produk

perumahan adalah Rp. 224,920,660.26 dan dari perhitungan Capital Recovery untuk menghitung

didapatkan nilai angsuran sebesar Rp. 1,481,986.55 untuk masa angsuran selama 15 tahun.

Kata kunci: produk perumahan, harga produk, sidoarjo

1. LATAR BELAKANG

Kebutuhan akan perumahan bagi masyarakat luas semakin hari semakin

meningkat sehingga berbagai upaya dan inovasi dilakukan oleh pemerintah maupun

oleh pengembang dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat yang

terjangkau. Dewasa ini masyarakat membutuhkan perumahan yang dapat dijangkau

dengan tingkat pendapatan dan juga pemenuhan kebutuhan yang lain sehingga apabila

disediakan banyak perumahan tidak selamanya mampu memenuhi kebutuhan karena

harga yang cukup tinggi sehingga masyakarat sulit untuk membelinya.

Kota Sidoarjo merupakan kota dengan sektor industry yang berkembang cukup

pesat dikarenakan lokasinya berdekatan dengan pusat bisnis yaitu Surabaya. Kota

Sidoarjo sebagai salah satu kota kabupaten yang perkembangannya penduduknya

begitu pesat berpengaruh pada kondisi ekonomi atau pendapatan dari tahun ke tahun

Page 26: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 26

yang semakin meningkat sehingga berpengaruh terhadap permintaan masyarakat

terhadap hunian atau sebagai tempat kegiatan yang nyaman berupa perumahan. Dengan

tingginya permintaan masyarakat sidoarjo terhadap hunian atau sebagai tempat

kegiatan yang nyaman berupa perumahan, menuntut masyarakat menentukan harga,

lokasi, dan tipe rumah yang sesuai dengan, jenis pekerjaan, kemampuan beli

masyarakat maupun, tingkat kenyamanan serta, akses jalan sehingga kebutuhan

masyarakat akan hunian yang nyaman dapat diwujudkan atau direncanakan. Selain

untuk memenuhi permintaan masyarakat sidoarjo, perumahan yang direncanakan

diharapkan juga dapat memenuhi kriteria kelayakan bagi pengembangnya.

2. KAJIAN PUSTAKA

Perumahan

Sesuai dengan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah

Republik Indonesia No 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan

Rumah Sehat terdapat beberapa pengertian yang terkait dengan perumahan, yaitu:

a. Rumah

Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

keluarga. Rumah sebagai tempat membina keluarga, tempat berlindung dari iklim

dan tempat menjaga kesehatan keluarga.

b. Perumahan

Kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan

hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

c. Standar dan Ketentuan Perumahan :

Sebagai wadah kehidupan manusia, rumah dituntut untuk dapat memberikan

sebuah lingkungan binaan yang aman, sehat dan nyaman. Untuk itulah Pemerintah

dengan wewenang yang dimilikinya memberikan arahan, standar peraturan dan

ketentuan yang harus diwujudkan oleh pihak pengembang.Pembangunan perumahan

dapat dilaksanakan oleh pemerintah ataupun pihak swasta. Sesuai dengan UU No 4

Tahun 1992, selain membangun unit rumah, pengembang juga diwajibkan untuk :

a. Membangun jaringan prasarana lingkungan rumah mendahului pembangunan

rumah, memelihara dan mengelolanya sampai pengesahan dan penyerahan

kepada Pemerintah Daerah.

b. Mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum.

c. Melakukan penghijauan lingkungan.

d. Menyediakan tanah untuk sarana lingkungan.

Harga Jual Produk

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa harga adalah jumlah

uang atau alat tukar lain yang senilai, yang harus dibayarkan untuk produk atau jasa

pada waktu tertentu dan di pasar tertentu. Harga adalah satu-satunya unsur dalam

bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan. Pada perusahaan-

perusahaan besar, penetapan harga biasanya ditangani oleh manajer divisi atau lini

produk, akan tetapi pihak manajemen teras tetap menentukan tujuan dan kebijakan

umum mengenai harga jual, dan sering juga menyetujui usulan harga yang diajukan

oleh para manajernya (Philip Kotler 1998 : 120). Terdapat enam langkah pokok dalam

Page 27: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 27

penetapan harga jual suatu produk yang dapat dilakukan oleh produsen (Philip Kotler

1998 : 162), yaitu dengan :

1. Penetapan tujuan pemasaran. Seperti misalnya bertahan hidup, maksimalisasi

keuntungan jangka pendek, unggul dalam pangsa pasar, atau unggul dalam

kualitas produk.

2. Penentuan kurva permintaan yang akan memperlihatkan jumlah produk yang

akan dibeli di pasar dalam waktu tertentu, pada berbagai tingkat harga. Makin

inelastis permintaan, makin mampu perusahaan menaik - turunkan harganya.

3. Perusahaan memperkirakan perilaku biaya pada berbagai tingkat produksi dan

perilaku biaya dalam kurva pengalamannya.

4. Perusahaan menguji dan mengambil harga - harga pesaing sebagai dasar

penetapan harga jualnya sendiri.

5. Perusahaan memilih salah satu dari berbagai metode harga, yaitu : cost plus,

analysis break even dan target profit, perceived value, going rate dan sealedbid

pricing.

Pemilihan Lokasi

Menurut Sudharto P.Hadi (2005:104) tahapan dalam pengembangan

permukiman secara garis besar dibagi ke dalam tahap perencanaan awal dan pada tahap

operasional (ketika permukiman telah mulai dihuni). Dilihat dari sisi lingkungan,

setidaknya ada dua persoalan yang muncul ketika letak pembangunan permukiman

telah diputuskan. Pertama, apakah daerah tersebut layak secara ekologis. Karena

banyak permukiman yang dibangun di daerah yang seharusnya menjadi daerah

konservasi seperti di daerah perbukitan atau daerah resapan air. Sehingga menimbulkan

banjir dan berkurangnya cadangan air tanah. Kedua, permukiman yang dibangun oleh

suatu badan usaha (real estate) hampir seluruhnya menempati daerah pinggiran kota.

Menurut Leaf (1995) kondisi ini dianggap memperburuk dampak lingkungan di

perkotaan. Karena menciptakan penghuni kota yang bergantung pada alat transportasi

kendaraan bermotor, terutama mobil. UU No 4 Tahun 1992 dan PP No 29 Tahun 1986

tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan merupakan salah satu sarana untuk

melakukan pencegahan terhadap suatu rencana kegiatan, misalnya proyek yang

mungkin dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk mencapai maksud tersebut

diusahakan dengan cara sebagai berikut (Soeharto, Iman, 1996 : 371) :

a. Memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan lokasi proyek dan alam

di sekitarnya.

b. Mengelola penggunaan sumber daya secara bijaksana dengan merencanakan,

memantau, dan mengendalikan secara bijaksana.

c. Memperkecil dampak negatif dan memperbesar dampak positif.Dua

halpenting yang perlu diperhatikan sebagai dasar pertimbangan lokasi

(Surowiyono, Tutu TW, 2007:13) adalah kondisi lingkungan secara geografis

dan kondisi lingkungan menurut kebutuhan strategis.

Aliran Kas Proyek

Aliran kas proyek dikelompokkan menjadi tiga,yaitu aliran kas awal, aliran kas

periode operasi, dan aliran kas terminal.

- Aliran kas awal ( initial cash flow).

Page 28: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 28

Aliran kas awal adalah pengeluaran untuk merealisasi gagasan sampai menjadi

kenyataan fisik. Termasuk dalam initial cash flow adalah pengeluaran. Pengeluaran

kas untuk investasi pada awal periode.Misalnya pembayaran untuk tanah,

pembangunan gedung pabrik, pembelian peralatan, dan juga termasuk biaya –

biaya pendahuluan dan sebelum operasional termasuk penyiapan modal kerja.Initial

cash flow ini mungkin dapat terjadi tidak hanya pada awal investasi tapi dapat juga

terjadi beberapa kali sepanjang usia investasi.

- Aliran kas operasi (operasional cash flow).

Yaitu aliran kas yang timbul selama operasi proyek investasi yang bersangkutan.

Pada periode ini jumlah pendapatan dari hasil penjualan produk telah

melampaui pengeluaran biaya operasi dan produksi.

- Aliran kas terminal.

Yaitu aliran kas yang terjadi pada saat investasi berakhir. Aliran kas terminal

terdiri atas nilai sisa (salvage value ) dari asset dan pengembalian (recovery)

modal kerja.

- Kriteria Penilaian Investasi.

Telah diutarakan sebelumnya, bahwa sebelum menyetujui usulan suatu proyek

(investasi), perlu dikaji klayakannya dari segala macam aspek. Langkah berikutnya

adalah menganalisis aliran kas tersebut dengan memakai metode dan criteria yang

telah dipakai secara luas untuk memilah – memilah mana yang dapat diterima dan

harus ditolak. Kriteria tersebut banyak berhubungan dengan disiplin ilmu

engineering diantaranya adalah konsep ekuivalen yaitu pengaruh waktu terhadap

nilai mata uang. Nilai waktu terhadap uang dari arus kas pada investasi yang

mencakup waktu yang lama dan bertahun-tahun, ini dirimuskan sebagai bunga (

interest ) atau tingkat/ arus pengembalian (rate of return ).

3. METODOLOGI PENELITIAN

Data dan Pengumpulan Data

Penentuan harga produk perumahan meninjau wilayah kabupaten Sidoarjo

dengan terlebih dahulu mengetahui minat, daya beli dan lokasi masyarakat terhadap

produk baru perumahan. Variabel penelitian ini ternagi dalam variabel terikat dan

bebas. Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang menjadi

perhatian utama dalam sebuah pengamatan. Pengamat akan dapat memprediksi ataupun

menerangkan variabel dalam variabel terikat beserta perubahannya yang terjadi

kemudian. Variabel terikat beserta perubahannya yang terjadi kemudian. Variabel

terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah keputusan pembelian. Sedangkan

variabel bebas (independent variable) adalah variabel dapat mempengaruhi perubahan

dalam variabel terikat dan mempunyai hubungan bagi variabel terikat nantinya.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah minat, daya beli dan lokasi.

Metode yang digunakan dalam penentuan harga produk perumahan ini adalah

pengolahan data primer dari hasil kuisioner dan wawancara serta data sekunder yang

merupakan sumber data pendukung penelitian yang membahas tentang variabel yang

mempengaruhi pemilihan terhadap hunian berupa perumahan yang nyaman menurut

Page 29: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 29

masyarakat kabupaten sidoarjo yang nantinya juga akan dilakukan analisis investasi

terhadap bangunan yang akan dibangun.

Analisa Data Pendahuluan

Langkah awal yang dilakukan dalam dalam penelitian ini adalah menentukan

minat konsumen terhadap pembelian perumahan di wilayah Sidoarjo. Dalam analisis

data statistik deskriptif antara lain penyajian data melalui tabel, grafik, diagram,

persentase, frekuensi, perhitungan mean, median atau modus. Analisa disini dilakukan

dengan mendeskripsikan minat konsumen dengan melakukan perhitungan mean

terhadap data minat konsumen yang telah diperoleh dari pengumpulan data dari sampel

dan disajikan melalui tabel, grafik, prosentase dan diagram.

Analisa Daya Beli Konsumen disini dilakukan untuk menganalisa daya beli

masyarakat Sidoarjo terhadap tipe sebuah produk perumahan, harga produk, serta

kemampuan cicilan masyarakat terhadap tipe produk perumahan yang telah dipillih.

Analisa yang dilakukan adalah analisa deskriptif dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul dan didapatkan dari sampel dengan

disajikan melalui tabel, dan prosentase dengan melakukan perhitungan mean atau rata –

rata dari data terlebih dahulu.

Analisa Kelayakan Investasi

Sebelum menyetujui usulan suatu proyek ( investasi ), perlu dikaji

kelayakannya dari beberapa aspek. Langkah awal adalah dengan menganalisa aliran kas

proyek yang direncanakan dengan memakai metode yang telah dipakai secara luas

untuk memilah – milah mana yang dapat diterima atau ditolak, yang nantinya dapat

dipakai sebagai acuan dalam melakukananalisa kelayakan investasi. Analisa kelayakan

investasi dalam aspek kelayakan financial dipandang sebagai salah satu langkah awal

yang mengharuskan obyektifitas perhitungan – perhitungan yang dimaterialkan berupa

uang. Agar didapatkan akurasi tepat maka setiap perumusan maupun dasar perhitungan

harus dilakukan secara teoritis. Agar didapatkan akurasi yang tepat maka setiap

perumusan maupun dasar perhitungan harus dilakukan secara teoritis. Hal ini dilakukan

agar tergali teori – teori yang konsisten dengan perhitungan teknis terhadap

pengambilan keputusan investasi. Metode analisa kelayakan investasi yang digunakan

dalam perspektif perhitungan ekonomi teknik disini adalah Metode Net Present Value

(NPV) dan Internal Rate of Return ( IRR ).

Harga Produk Perumahan

Harga Produk Perumahan disini adalah hasil yang ingin dicapai dan diketahui

setelah dilakukannya analisa terhadap aliran kas proyek yang direncanakan, dan analisa

kelayakan investasi terhadap proyek perumahan yang telah direncanakan. Dari

beberapa aspek analisa yang telah disebut dan dilakukan, kita dapat mengetahui berapa

harga sebuah produk perumahan, dan apakah harga sebuah produk perumahan yang

telah ditentukan sesuai dengan minat dan daya beli masyarakat kabupaten Sidoarjo.

Page 30: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 30

4. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Analisa Deskriptif Untuk Minat Konsumen

Dari hasil kuisioner yang telah dilakukan terhadap warga perumahan Sidoarjo

dengan diambil sampel secara acak dari populasi masyarakat wilayah sidoarjo yaitu 50

responden, maka didapatkan data sebagai berikut :

a. Lokasi

Berdasarkan wawancara dan survey yang telah dilakukan, didapatkan beberapa

informasi mengenai kondisi dari beberapa Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo yang

merupakan lokasi survey untuk penentuan lokasi perumahan, antara lain:

1. Kecamatan Sedati

- Masih terdapat lahan kosong untuk pengembangan perumahan.

- Akses jalan masuk di beberapa perumahan di sekitar lokasi kurang mudah.

- Termasuk daerah tambak terluas di Sidoarjo.

- Kondisi lalu lintas jalan raya di sekitar lokasi padat.

- Kondisi air di daerah ini mulai payau.

2. Kecamatan Krian

- Daerah sekitar lokasi masih bersih.

- Lahan untuk pengembangan perumahan masih luas.

- Jauh dari lokasi lumpur lapindo.

- Kondisi air bersih.

- Lokasi dekat dan akses lebih mudah menuju Kota Surabaya.

- Harga rumah relatif lebih murah dibandingkan daerah lain dengan bentuk,

desain dan ukuran bangunan yang tidak jauh berbeda dengan perumahan di

lokasi lain.

- Prioritas warga yang bekerja di Kota Surabaya memilih rumah di Kecamatan

Krian daripada di Kota Surabaya disebabkan oleh perbedaan harga yang tinggi.

3. Kecamatan Kahuripan

- Lokasi di tengah kota, dekat dengan jalan TOL.

- Posisi jauh dari lokasi Lumpur Lapindo.

- Lahan untuk pengembangan perumahan sedikit.

- Kondisi sosial lokasi yang kurang begitu baik.

4. Kecamatan Gedangan

- Lokasi jauh dengan Lumpur Lapindo.

- Salah satu daerah industry di Sidoarjo.

- Dekat dengan pusat kota.

- Lahan untuk pengembangan perumahan masih luas.

- Kondisi lalu lintas pada sangat padat.

- Kondisi air mulai kurang bersih.

5. Kecamatan Buduran

- Sangat dekat dengan pusat kota.

- Kondisi lalu lintas atau akses jalan padat.

- Kondisi air tanah kurang bersih.

- Lahan untuk pengambangan perumahan masih tersedia.

6. Kecamatan Tulangan

- Lahan untuk pengembangan perumahan masih sangat luas.

Page 31: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 31

- Lokasi cukup dekat dengan Lumpur Lapindo.

- Untuk pengembangan perumahan kurang begitu bagus dikarenakan jalan.

- Akses masuk ke Kecamatan tersebut kurang mudah.

7. Kecamatan Waru

- Akses jalan mudah dan sangat dekat dengan kota Surabaya.

- Jauh dari pusat kota Sidoarjo.

- Perbedaan harga yang tinggi untuk sebuah produk perumahan di lokasi ini

dibandingkan kecamatan lain.

8. Kecamatan Tarik

- Lokasi jauh dari Lumpur Lapindo.

- Akses jalan menuju lokasi Kecamatan Tarik kurang mudah.

- Jauh dari pusat kota.

- Daerah ini dirasa kurang maju dibandingkan kecamatan lain di Kabupaten

Sidoarjo.

b. Alasan Pemilihan Lokasi

Untuk minat konsumen terhadap alasan pemilihan lokasi rata - rata adalah karena

kedekatan dengan pusat kota, tempat kerja dan beraktifitas dengan prosentase 66%

dengan responden sebanyak 33 orang.

Fasilitas tambahan disini juga diberikan untuk melengkapi perumahan yang

direncanakan, sesuai data dari kuisioner fasilitas tambahan yang diinginkan oleh

responden untuk sebuah perumahan adalah taman/taman bermain dengan prosentase

38% dengan responden sebanyak 19 orang yang memilih.

B. Analisa Daya Beli Konsumen

a. Tipe dan Harga Produk Perumahan

Untuk tipe dan harga produk perumahan, rata – rata daya beli warga Kabupaten

Sidoarjo terhadap produk perumahan dengan prosentase responden 68% dengan jumlah

responden 34 orang adalah pada Tipe rumah 36 dengan harga 150 juta.Untuk desain

rumah juga sebelumnya warga terlebih dahulu mengevaluasi sebelum menentukan

untuk memilih rumah, dan desain rumah yang rata – rata diminati untuk perumahan di

wilayah kabupaten sidoarjo adalah desain rumah yang dilengkapi carport, 2 kamar tidur

dan tinggi plafond 4 meter.

b. Cicilan Perbulan

Untuk cicilan perbulan yang warga Kabupaten Sidoarjo sanggupi atau inginkan

sesuai dengan jenis pekerjaan adalah cicilan 1,5–2 juta perbulan untuk sebuah peroduk

perumahan menengah. Sesuai data dari kuisioner didapatkan rata – rata 88% atau 44

orang dari jumlah responden memilih cicilan perbulan 1,5–2 juta karena menyesuaikan

dengan pendapatan dan kemampuan mereka untuk cicilan perbulannya.

Pemilihan cicilan untuk sebuah produk perumahan yang responden pilih disini

sangat dipengaruhi oleh kesesuaian dengan pendapatan warga atau sumber dari

pendapatan lain.

Page 32: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 32

C. Analisa Biaya

a. Modal Investasi dan Pembiayaan

Dalam proyek pembangunan perumahan ini dialokasikan untuk pembangunan rumah

sederhana sebanyak 30 unit dengan satu tipe pembangunan rumah yaitu tipe 36/90.

Struktur biaya modal investasi, maka modal pembiayaan pekerjaan adalah sebagai

berikut :

1. Pengeluaran biaya untuk pengadaan tanah dan perencanaan diasumsikan keluar

pada bulan ke-0 dengan anggapan bahwa proyek sudah mulai dikerjakan.

2. Perencanaan pelaksanaan pematangan tanah yang mencakup :

a. Pembuatan sarana dan prasarana yaitu jalan dan pembuatan saluran drainase

sudah dikerjakan mulai bulan ke-0 dengan anggapan bahwa proyek sudah mulai

dikerjakan.

b. Penyambungan listrik perumahan sudah dikerjakan mulai bulan ke-0 dengan

anggapan bahwa proyek sudah dikerjakan dan penyambungan PLN

direncanakan untuk 30 Rumah sesuai yang direncanakan.

c. Pembangunan rumah dilakukan setiap 2 bulan sekali, mulai bulan ke dua dan

setelah pembangunan rumah selesai dilakukan

3. instalasi listrik terhadap rumah yang telah dibangun.

4. Selain dana untuk pengadaan tanah, perencanaan, pematangan tanah serta biaya

pembangunan rumah masih ada dana yang dialokasikan untuk pengurusan IMB.

b. Analisa Arus Kas

Bila tingkat bunga efektif tahunan untuk pinjaman modal sebesar i = 12%.

Sehingga bunga pinjaman yang harus dibayar pada bank sebesar 12,68 % /12 yaitu

1,057% per bulan.

Menghitung biaya modal (Cost of Capital) dilakukan dengan

mempertimbangkan struktur pendanaan dari sisi pengembang, baik biaya pribadi

maupun biaya hutang. Total biaya investasinya sebesar Rp. 6,230,669,637.15.

Alternatif pendanaannya adalah sebagai berikut:

1. Alternatif I, 100% modal Investasi

2. Alternatif II, 20% modal sendiri dan 80% pinjaman bank

Dengan tingkat bunga 12% dan bunga efektif pemajemukan pertahun sebesar

12,68% maka tingkat bunga efektif pemajemukan per bulan sebesar 1,057% sehingga

alternatif nilai angsurannya adalah Rp. 444,122,131.74

Analisa Harga

Pendapatan pengembang diperoleh dari nilai penjualan 30 unit rumah. Sebelum

memprediksi pendapatan penjualan rumah setiap per bulannya, perlu dilakukan analisa

terhadap rumah untuk menentukan harga rumah yang akan dijual beserta angsuran per

bulannya selama 15 tahun. Berdasarkan analisa diperoleh keuntungan perusahaan yaitu

10% dari harga rumah Rp. 204,473,327.51 yaitu sebesar Rp. 20,447,332.75 untuk

setiap penjualan per unit rumah dan untuk uang muka (down payment) digunakan uang

muka sebesar 30% dari harga jual rumah yaitu 30% dari Rp. 224,920,660.26,

didapatkan uang muka sebesar Rp. 67,476,198.08.

Analisa perhitungan untuk mengetahui nilai angsuran perbulandilakukan

berdasarkan nilai jumlah uang (present) untuk harga jual rumah yang didapatkan dari

Page 33: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 33

analisa harga rumah yang didapatkan untuk setiap penjualan rumah per unitnya maka

dapat nilai angsuran perbulan dapat diketahui dengan menggunakan rumus pemasukan

kembali modal (capital recovery). Untuk rumus yang digunakan sebagai berikut:

A = 1)1(

)1(

n

n

i

iPi

Nilai tahunan (Annual) dihitung berdasarkan data nilai sekarang dengan tingkat

bunga tertentu serta periode waktu tertentu. Dapat dikatakan juga sebagai suatu

angka (Annual) yang dikumpulkan sebagai suatu pengembalian modal (Capital

Recovery Factor).

Untuk perhitungan angsuran perbulan pada masa angsuran 15 tahun Rumah Tipe

36/90 m2, Tabel 4.6 :

A = 1)1(

)1(

n

n

i

iPi

A = 1)0065,01(

)0065,01(0065,0 x 0.26224,920,66180

180

= Rp. 1,481,986.55

Harga Jual Rumah :

= Harga rumah tipe 36/90 m2 + Keuntungan 10% dari harga rumah

= Rp. 204,473,327.51+ Rp. 20,447,332.75

= Rp. 224,920,660.26

Analisa Pendapatan

Langkah selanjutnya adalah memprediksikan penjualan rumah dalam 1 tahun

beserta total pendapatan dari penjualan 30 unit rumah. Untuk harga rumah pada

penjualan di setiap bulannya selalu berbeda sesuai prinsip time value of money. Sebagai

contoh untuk perhitungan harga jual rumah pada bulan ke-4 atau tepatnya 2 bulan

setelah penjualan pertama pada bulan ke-2 sebagai berikut:

P = nr

F)1(

1

= 224,920,660.26 x2)0065,01(

1

= Rp. 222,043,339.02

Penilaian Kelayakan Investasi

Net Present Value ( NPV )

Tingkat bunga untuk menentukan nilai NPV yaitu 12%. Hasil analisa NPV

menunjukan nilai positif maka proyek perumahan tersebut dinilai layak dan dapat

dipertimbangkan karena NPV > 0. Dari perhitungan NPV dianggap layak diterima

karena sesuai dengan hasil olah kuisioner yaitu terhadap cicilan perumahan, sesuai

yang diinginkan. Hasil NPV yang didapatkan terhadap tingkat bunga 12% adalah

sebesar Rp. 35,879,305.27 karena penerimaanya mampu menutupi semua biaya

pengeluaran dan hasil untuk cicilan/angsuran memenuhi sesuai permintaan yaitu

didapatkan nilai angsuran perbulan Rp. 1,481,986.55 masa angsuran selama 15 tahun.

Page 34: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 34

Internal Rate of Return (IRR)

Untuk mendapatkan nilai IRR dilakukan dengan mencari besarnya NPV dengan

memberikan nilai i variable (berubah-ubah) sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu

nilai i saat NPV mendekati nol yaitu NPV+ dan NPV- dengan cara coba-coba (trial and

error), selanjutnya dilakukan interpolasi untuk mendapatkan IRR sebesar 15, 01793%

sehingga melebihi tingkat bunga 12% sehingga dapat dikatakan bahwa proyek

perumahan yang akan dilaksanakan layak.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Minat masyarakat Sidoarjo terhadap lokasi perumahan yang terpilih adalah Krian

dengan alasan dekat pusat kota, tempat kerja dan sebagian berdasarkan pemenuhan

fasilitas taman. Daya beli masyarakat Sidoarjo terhadap produk perumahan adalah

rumah tipe 36 dengan harga 150 juta, sedangkan untuk cicilan perbulan yang dipilih

adalah sebesar 1,5 - 2 juta.

2. Hasil analisa kelayakan dengan perhitungan Net Present Value (NPV)= Rp.

35,879,305.27 dan Internal Rate of Return (IRR) = 15,01793 % sehingga memenuhi

syarat kelayakan investasi.

3. Berdasarkan analisa, harga produk perumahan sebesar Rp. 224,920,660.26 dengan

nilai angsuran sebesar Rp. 1,481,986.55 untuk tipe rumah 36/90 selama 15 tahun

angsuran.

Saran

1. Kajian serupa hendaknya dapat dikembangkan pada produk-produk bangunan

komersial yang lain sehingga mencakup segala aspek (seperti pembangunan

rusun dan rusunawa).

2. Wilayah studi dapat diperluas pada penelitian selanjutnya sehingga diperoleh

generelisasi hasil yang lebih bermanfaat bagi masyarakat banyak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hariadi, M.Wahyu Tri. (2010). Studi Kelayakan Investasi Dengan Analisa

Ekonomi Teknik Pada Perumahan Permata Regency. ITN-Malang.

2. Kodoatie, Robert J. (1995). Analisis Ekonomi Teknik. Penerbit Andi Yogyakarta

3. Soeharto, I. 1999. Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai Operasional),

Jilid I, Erlangga, Jakarta.

4. Djamin, Z. 1984. Perencanaan & Analisa Proyek, Edisi Satu,Universitas

Indonesia, Jakarta.

5. Kuswadi, 2007. Analisis Keekonomian Proyek. Penerbit Andi Yogyakarta

6. Pujawan, I Nyoman. 1995. Ekonomi Teknik, Edisi 1, Penerbit PT. GunaWidya

Indonesia, Jakarta.

7. Aliludin, Arson. 2007. Ekonomi Teknik. Penerbit PT Raja Grafindo Persada

Indonesia, Jakarta.

Page 35: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 35

KETAHANAN TENAGA KERJA PROYEK KONSTRUKSI

DENGAN MENGGUNAKAN SURVIVAL ANALYSIS

Feri Harianto

1 dan Andik Widiyanto

2

1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, FTSP,ITATS, Telp. 031-5945043, e-mail:[email protected] 2 Alumni Jurusan Teknik Sipil, FTSP, ITATS, Telp. 031-5945043, e-mail:[email protected]

ABSTRAK Tenaga kerja mempunyai batas kejenuhan dalam bekerja di suatu proyek, tingginya tingkat turnover

tenaga kerja dapat diprediksi dari seberapa besar keinginan untuk berpindah yang dimiliki oleh anggota

suatu organisasi(perusahaan).Turnover tenaga kerja yang tinggi menyita perhatian perusahaan karena

mengganggu pelaksanaan proyek dan menelan biaya yang tinggi, oleh karena itu perusahaan perlu

menguranginya sampai pada batas yang dapat diterima.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh usia,kepemimpinan,lingkungan kerja,kepuasan kerja terhadap tingkat lamanya

bekerja(ketahanan)tenaga kerja di Proyek Pembangunan Rusunawa PT.Sier dan Proyek Hunian di

Komplek Darmo Hill. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan menggunakan

kuesioner, analisis yang digunakan adalah survival analysis.Responden penelitian ini yaitu tukang dan

pekerja.Hasil penelitian ini adalah ketahanan tertinggi tenaga kerja berdasarkan usia adalah kelompok

21-30 tahun dengan rata – rata bertahan 2,3 bulan,tenaga kerja dengan kepemimpinan mandor kurang

baik dapat bertahan lebih dari 3 bulan,tenaga kerja dengan lingkungan kerja yang baik dapat bertahan

rata-rata 2,19 bulan,tenaga kerja dengan kepuasan kerja yang baik dapat bertahan rata-rata 2,35 bulan.

Sedangkan faktor usia,kepuasan kerja,kepemimpinan,lingkungan kerja tidak berpengaruh

signifikan(α>5%) terhadap tingkat lamanya bekerja tenaga kerja.

Kata kunci: survival, ketahanan, turnover intention

1. PENDAHULUAN

Para pengusaha sulit mengikat tenaga kerja konstruksi dalam kontrak(karyawan

tetap) karena tidak ada jaminan selalu ada proyek,selain itu tenaga kerja konstruksi

juga ingin bekerja freelance dan ada pekerjaan lainnya guna menambah pendapatan

mereka[18].Dinamika yang tinggi di pekerjaan konstruksi membuat para pekerja

mudah mengalami kejenuhan sehingga para pekerja mudah pindah dari proyek yang

satu ke proyek yang lainnya.Turnover para pekerja yang tinggi menjadi perhatian

perusahaan karena mengganggu pelaksanaan proyek konstruksi dan menelan biaya

yang tinggi.Oleh karena itu perusahaan perlu mengurangi turnover tersebut sampai

pada batas yang diterima.Menurut Rubianto faktor-faktor yang mempengaruhi

turnover intention adalah usia,gaji,kepemimpinan,lingkungan kerja,dan kepuasan

kerja[12].Menurut Sunjoto dan Harsono yang mempengaruhi turnover intention adalah

kepuasan kepuasan kerja[15].Menurut Rita Andini kepuasan gaji,kepuasan kerja dan

komitmen organisasi berpengaruh terhadap turnover intention[9].Sedangkan menurut

Kusmono yang mempengaruhi turnover intention adalah matangnya efektifitas

kepemimpinan dan hasil kerja maksimal[3].Menurut Maier pekerja muda mempunyai

tingkat turnover yang lebih tinggi dari pada pekerja yang lebih tua[5].Pada

kenyataannya besarnya gaji(upah) tenaga kerja di konstruksi relatif sama antar proyek

yang satu dengan yang lain.Untuk itu pada penelitian ini ingin mengetahui pengaruh

usia,kepemimpinan,lingkungan kerja dan kepuasan kerja terhadap tingkat lamanya

Page 36: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 36

bekerja(ketahanan) pada proyek pembangunan rusunawa PT.Sier dan proyek hunian di

kompleks Darmo Hill di Surabaya.

2. DASAR TEORI

2.1 Turnover Intention

Turnover intention diartikan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi

dan mencari alternatif pekerjaan lain[16].Menurut Lum et.al[4] menyatakan turnover

intentions adalah keinginan seseorang untuk keluar dari organisasi,yaitu evaluasi

mengenai posisi seseorang saat ini berkenan dengan ketidakpuasan dapat memicu

keinginan seseorang untu keluar dan mencari pekerjaan lain.Pendapat tersebut juga

relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya,bahwa turnover

intentions pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari

perusahaan.

2.2 Pengaruh Usia

Usia merupakan salah satu faktor demografi yang mempengaruhi diferensiasi

tenaga kerja dalam sikap dan perilaku [14]. Hubungan antara usia dengan kinerja

menjadi isu penting yang semakin meningkat selama dekade yang akan datang

[11].Maier [5] mengemukakan pekerja muda mempunyai tingkat turnover yang lebih

tinggi daripada pekerja-pekerja yang lebih tua.Penelitian-penelitian terdahulu

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan turnover intention

dengan arah hubungan negatif,artinya semakin tinggi usia seseorang,semakin rendah

turnover intentionnya[7].Hal ini disebabkan pekerja yang lebih tua enggan berpindah-

pindah tempat kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga,mobilitas

yang menurun,tidak mau repot pindah kerja,dan lebih lagi karena senioritas yang belum

tentu diperoleh di tempat kerja yang baru walaupun gaji dan fasilitasnya lebih besar.

2.3 Pengaruh Kepemimpinan

Pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat agar apa yang

diharapkan dapat diwujudkan secara bersama dengan stafnya dan bukan menyebabkan

stress kerja bagi bawahannya.Menurut Ivancevich dan Matteson Kepemimpinan

merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan

organisasi[19].Pada hakekatnya kepemimpinan merupakan hubungan dimana diri

seseorang atau seorang pemimpin, mempengaruhi orang-orang lain untuk mau bekerja

sama secara sukarela,sehubungan dengan tugasnya untuk mencapai yang diinginkan

pemimpin.Mengingat setiap orang pemimpin mempunyai cara tersendiri dalam

menjalankan kepemimpinannya maka dalam mencapai tujuan organisasi akan

menggunakan seefektif mungkin kekuasaannya agar orang lain dapat diarahkan

perilakunya dalam berbagai kondisi.

2.4 Pengaruh Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan dapat

mempengaruhi dalam bekerja meliputi pengaturan penerangan, pengontrolan suara

gaduh, pengaturan kebersihan tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja.

Perusahaan harus dapat memperhatikan kondisi yang ada dalam peusahaan baik di

dalam maupun di luar ruangan tempat kerja, sehingga karyawan dapat bekerja dengan

lancar dan merasa aman.Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting

Page 37: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 37

untuk diperhatikan manajemen.Kemajuan perusahaan dipengaruhi oleh kondisi

internal dan eksternal,sejauh mana tujuan perusahaan tercapai dapat dilihat dari

seberapa besar perusahaan memenuhi tunutan lingkungannya[13].

2.5 Pengaruh Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah sebagai konsep praktis yang sangat penting, karena

merupakan dampak dari keefektifan kinerja dan kesuksesan dalam bekerja, sementara

kepuasan yang rendah pada organisasi adalah sebagai rangkaian penurunan moral

organisasi dan meningkatnya absensi.Davis dan Newton [1] menyatakan bahwa

kepuasan kerja sebagai seperangkat peraturan yang menyangkut tentang perasaan

menyenangkan dan tidak menyenangkan berhubungan dengan pekerjaan mereka.

Pegawai yang bergabung dalam suatu organisasi akan membawa keinginan,

kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang membentuk harapan kerja sehingga

kepuasan kerja menunjukan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul

berkaitan dengan pekerjaan yang disediakan sebagai sekumpulan perasaan, kepuasan

kerja yang bersifat dinamik[17].Turnover tenaga kerja berhubungan dengan

ketidakpuasan kerja[6].Faktor-faktor yang mendorong kepuasan kerja adalah kerja

yang secara mental menantang,kondisi kerja yang mendukung,rekan sekerja yang

mendukung,kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan[11].

3. METODOLOGI

Penelitian dilakukan di Proyek Pembangunan Rusunawa PT. Sier dan Proyek

Hunian di Kompleks Darmo Hill Surabaya.Metode penelitian yang digunakan adalah

metode survei dengan menggunakan kuesioner.Reponden pada penelitian ini adalah

tukang dan pekerja(kuli) dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang.Skala pengukuran

yang digunakan pada kuesioner untuk mengukur variabel kepemimpinan,lingkungan

kerja,dan kepuasan kerja dengan pemberian skor,yaitu :

Untuk jawaban baik, diberi skor 3.

Untuk jawaban cukup, diberi skor 2.

Untuk jawaban kurang, diberi skor 1.

Sedangkan variabel usia dari responden pemberian skornya,yaitu:

Untuk jawaban ≤20tahun, diberi skor 1.

Untuk jawaban 20-30tahun, diberi skor 2.

Untuk jawaban ≥30tahun, diberi skor 3.

Sedangkan variabel lama bekerja dari responden pemberian skornya,yaitu:

Untuk jawaban <1 bulan, diberi skor 1.

Untuk jawaban 1-3 bulan, diberi skor 2.

Untuk jawaban >3 bulan, diberi skor 3.

Indikator-indikator yang digunakan untuk membuat kuesioner dalam penelitian

ini seperti pada tabel 1.

Page 38: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 38

Tabel 1. Indikator-Indikator Penelitian Indikator

Kepemimpinan

Kalimat dalam menyapaikan pesan

Bahasa dalam menyapaikan informasi

Sikap dalam memberi perintah kerja

Memberikan contoh yang baik pada bawahannya

Kecepatan analisis

Melibatkan bawahan

Bersikap adil bijaksana

Mendiskusikan masalah pekerjaan

Mengarahkan tugas-tugas bawahan

Mengorganisir aktivitas lapangan

Memberikan pekerjaansesuai kemampuan

Kelebihan dan kekurangan bawahan

Semangat kerja keras

Memberikan pengahargaan

Mendengar ide bawahan

Menerima kritikan bawahan

Lingkungan Kerja

Mendapatkan bonus

Promosi kenaikan posisi

Ingin lebih baik dari yang lain

Saling membantu dengan yang lain

Dorongan moral dari teman

Cakap dalam kerja tim

Informasi bersifat umum untuk semua

Bersedia tukar sift bila ada keperluan mendesak

Teman yang sportif

Atasan yang bijaksana

Job diskripsi yang jelas

Peraturan kerja yang jelas

Jam kerja jelas

Fasilitas tempat kerja yang memadai

Kepuasan Kerja

Adanya kebebasan berpendapat dalam pekerjaan

Tak ada kekangan dalam berinovasi

Promosi kenaikan posisi

Kesempatan yang sama tiap individu

Adanya pujian dari atasan

Pujian untuk kerja tim yang bagus

Sebelum kuesioner disebarkan dilakukan uji validitas dan reliabilitas.Uji ini

dimaksudkan untuk mengetahui apakah kuesioner sudah tepat dan handal untuk

mengukur variabel penelitian.Pengujian reliabilitas menggunakan formula cronbach

alpha (koefisien alfa cronbach), dimana secara umum yang dianggap reliabel (andal)

apabila nilai alfa cronbachnya > 0,6.Sedangkan pengujian validitas menggunakan

metode korelasi product moment pearson.Suatu alat ukur dikatakan valid jika

corrected item total correlation lebih besar atau sama dengan nilai r tabel (N=50) yaitu

0,279 atau nilai signifikansi < 0,05 (α = 5%).Analisis penelitian ini menggunakan

metode survival analysis dan regresi Cox (nonparamatrik) dimana tidak perlu lagi

mencari distribusi yang cocok untuk data life time yang digunakan.Fungsi-fungsi yang

dianalisis dalam metode nonparametrik yaitu fungsi ketahanan dan fungsi

hazard,rumus umum fungsi ketahanan dan fungsi hazard seperti pada persamaan 1 dan

2[2;8].

Page 39: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 39

Gambar 1. Fungsi Ketahanan Lama

Bekerja Berdasarkan Variabel Usia

Gambar 2. Fungsi Hazard Lama

Bekerja Berdasarkan Variabel Usia

St = S0(t)e^y

............................(1)

Ht = H0(t)e^y

............................(2)

Dimana : Ht : hazard pada waktu tertentu. H0 : baseline hazard pada waktu tertentu.

St : survival pada waktu terntu. S0 : baseline survival pada waktu tertentu.

e : bilangan natural=2,714. y=b1x1+b2x2+b3x3+.......+bnxn.

4. HASIL DAN DISKUSI

Berdasarkan variabel usia ketahanan lama bekerja(gambar 1) kelompok tenaga

kerja yang berusia 21-30 tahun dan di atas 31 tahun secara umum memiliki ketahanan

kerja lebih tinggi dibandingkan kelompok tenaga kerja yang berusia di bawah 20 tahun.

Sedangkan pada gambar 2 menjelaskan bahwa kelompok tenaga kerja usia di bawah 20

tahun memiliki peluang kegagalan kerja yang lebih cepat dibandingkan kelompok

tenaga kerja lainnya. Berdasarkan hasil analisis lifetime keplan-Meier kelompok tenaga

kerja usia di bawah 20 tahun rata-rata dapat bertahan di proyek selama 1,63

bulan,sedangkan kelompok usia 21-30 tahun rata-rata bertahan selama 2,3 bulan, dan

kelompok usia di atas 30 tahun dapat bertahan selama 2,25 bulan.

Berdasarkan variabel kepemimpinan(gambar 3) kelompok tenaga kerja dengan

kepemimpinan mandor yang kurang baik memiliki ketahanan kerja lebih tinggi

dibandingkan kelompok tenaga kerja dengan kepemimpinan mandor yang baik maupun

yang cukup baik. Pada gambar 4 kelompok tenaga kerja dengan kepemimpinan mandor

yang baik dan cukup baik memiliki peluang kegagalan kerja yang lebih cepat

dibandingkan kelompok tenaga kerja lainnya.Sedangkan hasil analisis lifetime Keplan-

Meier kelompok tenaga kerja dengan kepemimpinan mandor baik dapat bertahan di

proyek rata-rata 2,26 bulan,sedangkan kelompok tenaga kerja dengan kepemimpinan

mandor yang cukup baik rata-rata dapat bertahan selama 2,08 bulan,dan kelompok

tenaga kerja dengan kepemimpinan mandor yang kurang baik dapat bertahan selama

lebih dari 3 bulan.

3.02.52.01.51.00.50.0

100

80

60

40

20

0

LAMA BEKERJA

Pe

rce

nt 1.62500 1 1

2.30769 2 1

2.25000 2 1

Mean Median IQ R

Table of Statistics

1

2

3

USIA

Survival Plot for LAMA

Complete Data

Kaplan-Meier Method

3.02.52.01.51.00.50.0

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

LAMA BEKERJA

Ra

te

1.62500 1 1

2.30769 2 1

2.25000 2 1

Mean Median IQ R

Table of Statistics

1

2

3

USIA

Hazard Plot for LAMA

Complete Data

Empirical Hazard Function

Page 40: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 40

Gambar 3. Fungsi Ketahanan Lama

Bekerja Berdasarkan Variabel

Kepemimpinan

Gambar 4. Fungsi Hazard Lama Bekerja

Berdasarkan Variabel Kepemimpinan

Gambar 5. Fungsi Ketahanan Lama

Bekerja Berdasarkan Variabel

Lingkungan Kerja

Gambar 6. Fungsi Hazard Lama Bekerja

Berdasarkan Variabel Lingkungan Kerja

3.02.52.01.51.00.50.0

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

LAMA BEKERJA

Ra

te

3.00000 3 0

2.07692 2 1

2.26087 2 1

Mean Median IQ R

Table of Statistics

1

2

3

PEMIMPIN

Hazard Plot for LAMA

Complete Data

Empirical Hazard Function

3.02.52.01.51.00.50.0

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

LAMA BEKERJA

Ra

te

2.12500 2 0

2.19048 2 1

Mean Median IQ R

Table of Statistics

2

3

LINGKUNGAN

Hazard Plot for LAMA

Complete Data

Empirical Hazard Function

Berdasarkan variabel lingkungan kerja(gambar 5) kelompok tenaga kerja dengan

lingkungan kerja yang baik secara umum memiliki ketahanan kerja lebih tinggi

dibandingkan kelompok tenaga kerja dengan lingkungan kerja yang cukup baik.Pada

gambar 6 menjelaskan bahwa kelompok tenaga kerja dengan lingkungan kerja yang

cukup baik memiliki peluang kegagalan kerja yang lebih cepat dibandingkan kelompok

tenaga kerja dengan lingkungan kerja yang baik.Hasil analisis lifetime Keplan-Meier

untuk kelompok tenaga kerja dengan lingkungan kerja baik dapat bertahan di proyek

rata-rata 2,19 bulan,sedangkan kelompok tenaga kerja dengan lingkungan kerja yang

cukup baik rata-rata dapat bertahan selama 2,13 bulan.Pada variabel ini tidak

ditemukan tenaga kerja yang menyatakan bahwa lingkungan kerja di tempatnya bekerja

itu kurang baik.

Berdasarkan Variabel kepuasan kerja(gambar 7) kelompok tenaga kerja dengan

kepuasan kerja yang baik secara umum memiliki ketahanan kerja lebih tinggi

dibandingkan kelompok tenaga kerja dengan ketahanan lama bekerja kelompok tenaga

kerja yang lain.Pada gambar 8 kelompok tenaga kerja dengan kepuasan kerja yang

kurang memiliki peluang kegagalan kerja yang lebih cepat dibandingkan kelompok

tenaga kerja lainnya.Hasil analisis lifetime Keplan-Meier kelompok tenaga kerja

dengan kepuasan kerja baik dapat bertahan di proyek rata-rata 2,35 bulan, sedangkan

kelompok tenaga kerja dengan kepuasan kerja yang cukup baik rata-rata dapat bertahan

3.02.52.01.51.00.50.0

100

80

60

40

20

0

LAMA BEKERJA

Pe

rce

nt 3.00000 3 0

2.07692 2 1

2.26087 2 1

Mean Median IQ R

Table of Statistics

1

2

3

PEMIMPIN

Survival Plot for LAMA

Complete Data

Kaplan-Meier Method

3.02.52.01.51.00.50.0

100

80

60

40

20

0

LAMA BEKERJA

Pe

rce

nt

2.12500 2 0

2.19048 2 1

Mean Median IQ R

Table of Statistics

2

3

LINGKUNGAN

Survival Plot for LAMA

Complete Data

Kaplan-Meier Method

Page 41: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 41

Gambar 7. Fungsi Ketahanan Lama

Bekerja Berdasarkan Variabel Kepuasan

Kerja

selama 2,08 bulan,dan untuk kelompok tenaga kerja dengan kepuasan kerja yang

kurang baik rata-rata dapat bertahan selama 2 bulan.

Dari tabel 2 berdasarkan uji wald bahwa variabel usia(1) dan usia(2) tingkat

signifikansinya 0.276 dan 0.803. Koefisien regresi untuk variabel usia(1) dan usia(2)

tersebut tidak signifikan(p-value>5%).Hasil perhitungan tersebut diinterpretasikan

bahwa tidak ada perbedaan signifikan lamanya bekerja antara kelompok tenaga kerja

dengan usia di atas 30 tahun dengan kelompok tenaga kerja usia 20-30 tahun, maupun

antara kelompok tenaga kerja usia di atas 20-30 tahun dengan kelompok tenaga kerja

usia dibawah 20 tahun.Hasil tersebut berseberangan dengan pendapat Mobley[7] bahwa

semakin tinggi usia seseorang, semakin rendah turnover intentionnya.

Untuk variabel pemimpin(1) dan pemimpin(2) berdasarkan uji wald tingkat

signifikansinya 0.630 dan 0.941(tabel 1). Koefisien regresi untuk variabel pemimpin(1)

dan pemimpin(2) tersebut tidak signifikan(p-value>5%),hal ini berarti bahwa tidak ada

perbedaan signifikan lamanya bekerja antara kelompok pekerja kepemimpinan baik

dengan kelompok pekerja kepemimpinan cukup baik, maupun antara kelompok pekerja

kepemimpinan cukup baik dengan kelompok pekerja kepemimpinan kurang baik.Hasil

tersebut berseberangan dengan pendapat Koesmono[3] bahwa matangnya efektifitas

kepemimpinan dan hasil kerja maiksimal serta tuntutan kerja yang menyenangkan

dapat mendorong dan mengembangkan komitmen organisasi.

Untuk variabel lingkungan kerja berdasarkan uji wald tingkat signifikansinya

0.749(tabel 1). Koefisien regresi untuk variabel lingkungan kerja tersebut tidak

signifikan(p-value>5%),ini berarti bahwa tidak ada perbedaan signifikan lamanya

bekerja antara kelompok tenaga kerja pada lingkungan kerja yang baik dengan

kelompok tenaga kerja pada lingkungan cukup baik.Hasil tersebut berseberangan

dengan pendapat Rivai[13] bahwa kemajuan perusahaan di pengaruhi oleh faktor-

faktor lingkungan yang bersifat intenal dan eksternal.

Untuk variabel kepuasan(1) dan kepuasan(2) tersebut baru signifikan pada

tingkat signifikansi 0.637 dan 0.533 berdasarkan uji wald.Koefisien regresi untuk

variabel kepuasan(1) dan kepuasan(2) tersebut tidak signifikan(p-value>5%),hal ini

berarti bahwa tidak ada perbedaan signifikan lamanya bekerja antara kelompok pekerja

dengan kepuasan baik,kelompok pekerja dengan kepuasan cukup baik,kelompok

pekerja dengan kepuasan cukup baik dan kelompok pekerja dengan kepuasan kurang

baik.Hasil tersebut berseberangan dengan pendapat Mathis dan Jackson[6] bahwa

masuk-keluar(turnover) tenaga kerja berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.

3.02.52.01.51.00.50.0

100

80

60

40

20

0

LAMA BEKERJA

Pe

rce

nt 2.00000 1 2

2.07692 2 1

2.35000 2 1

Mean Median IQ R

Table of Statistics

1

2

3

KEPUASAN

Survival Plot for LAMA

Complete Data

Kaplan-Meier Method

3.02.52.01.51.00.50.0

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

LAMA BEKERJA

Ra

te

2.00000 1 2

2.07692 2 1

2.35000 2 1

Mean Median IQ R

Table of Statistics

1

2

3

KEPUASAN

Hazard Plot for LAMA

Complete Data

Empirical Hazard Function

Gambar 8. Fungsi Hazard Lama Bekerja

Berdasarkan Variabel Kepuasan Kerja

Page 42: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 42

Berdasarkan tabel 2 dibentuk persamaan fungsi regresi cox seperti persamaan 5 :

H(t/X) = exp (0.493 usia(1) – 0.092 usia(2) – 0.512 pemimpin(1) + 0.022 pemimpin(2)

+ 0.145 lingkungan kerja + 0.275 kepuasan(1) + 0.192 kepuasan(2) ..........(5)

Tabel 2.Variabel Persamaan Regresi Cox

Variabel B SE Wald df Sig. Exp(B)

Usia

1,738 2 0,419

Usia(1) 0,493 0,453 1,185 1 0,276 1,637

Usia(2) -0,092 0,368 0,062 1 0,803 0,912

Pemimpin

0,252 2 0,882

Pemimpin(1) -0,512 1,063 0,232 1 0,630 0,599

Pemimpin(2) 0,022 0,300 0,005 1 0,941 1,022

Lingkungan kerja 0,145 0,452 0,102 1 0,749 1,156

Kepuasan

0.499 2 0,779

Kepuasan(1) 0,275 0,584 0,223 1 0,637 1,317

Kepuasan(2) 0,192 0,309 0,388 1 0,533 1,212

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Berdasarkan variabel usia kelompok tenaga kerja usia 21-30 tahun dan di atas 30

tahun cenderung lebih lama bertahan selama lebih dari 2,25 bulan di proyek.

2. Berdasarkan variabel kepemimpinan kelompok tenaga kerja dengan kepemimpinan

mandor yang kurang baik dapat bertahan selama lebih dari 3 bulan.

3. Berdasarkan variabel lingkungan kerja diketahui bahwa kelompok tenaga kerja

dengan lingkungan kerja baik dapat bertahan di proyek rata-rata 2,19 bulan,tidak

ditemukan lingkungan kerja yang kurang baik.

4. Berdasarkan variabel kepuasan kerja diketahui bahwa kelompok tenaga kerja

dengan kepuasan kerja baik dapat bertahan di proyek rata-rata 2,35 bulan.

5. Berdasarkan regresi cox variabel usia, kepemimpinan, lingkungan kerja, dan

kepuasan kerja tidak ada yang berpengaruh terhadap lamanya bekerja para tenaga

kerja.

Model yang ditulis dalam penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut dengan

penambahan variabel lainnya yang berpengaruh terhadap lamanya ketahanan tenaga

kerja di proyek konstruksi,juga perlunya suasana yang tepat dalam mengisi kuesioner

sehingga responden mengisi dengan konsentrasi.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Davis, Keith and W. Newstrom.(1999). Perilaku Dalam Organisasi, Edisi Ketujuh.

Terjemahan.Jakarta:Erlangga.

2. Hardius Usman,Nurdin Sobari.(2009).Teknik Analisis Data Life Time Dalam Riset

Marketing.Jakarta:Salemba Empat.

3. Koesmono, Teman. (2007).Pengaruh Kepemimpinan dan Tuntutan Tugas Terhadap

Komitmen Organisasi Dengan Variabel Moderasi Motivasi Perawat Rumah Sakit

Swasta Surabaya, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol.9, No.1, Maret 2007.

Page 43: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 43

4. Lum, Lille,John Kervin,Kathleen Clark,Frank Reid & Wendy Sola.(1998).

Explaining Nursing Turnover Intent:Job Satisfaction, Pay Satisfaction, or

Organizational Commitment.Journal of Organizational Behavior.

5. Maier, N, R, F.(1971). Psychology in Industry. Cambridge: The Riverside Press.

6. Mathis, Robert.L, & John Jackson.(2001).Manajemen Sumber Daya Manusia.

Jakarta:PT. Salemba Empat.

7. Mobley,W.H.(1986).Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat dan Pengendaliannya.

Terjemahan Jakarta:PT Pustaka Binaman Pressindo.

8. M.Sopiyudin Dahlan.(2009).Analisis Survival.Jakarta:Sagung Seto.

9. Rita Andini.(2006).Analisa Pengaruh Peran kepemimpinan dan pengembangan

karir terhadap komitmen organisasi dalam meningkatkan kinerja karyawan,Tesis

tidak di terbitkan Universitas Diponegoro semarang.

10. Robbins,Stephen,(2001).Perilaku Organisasi (Organizatonal Behaviour).

Jakarta:PT.Prehalindo.

11. Robbins, Stephen P.(1996).Organizational Behaviour Concept, Controversiest,

Applications, Prentice Hall. Inc,Englewoods Cliffs

12. Rubiyanto.(2011).Analisis Ketahanan Tenaga Kerja Proyek Konstruksi Dengan

Menggunakan Life Time Analysis,Skripsi sarjana tak diterbitkan, Institut Teknologi

Adhi Tama Surabaya.

13. Rivai, Harif, A.(2001).Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, dan Komitmen

Organisasional Terhadap Intensi Keluar.Tesis,Universitas Gajah Mada

Yogyakarta.

14. Rhodes, S.R.(1983).Age-related differences in work attitudes and behavior: a

revies and conceptual analysi psychological bulletin,Maret 1983

15. Sunjoyo, dan Harsono.(2003).Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komintmen

Organisasional Terhadap Turnover Intention, Sosiohumanika,16A(1),Januari 2003.

16. Suwandi, dan Nur Indriantoro.(1999).Pengujian Model Turnover Pasewark dan

Strawser: Studi Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik, Jurnal Riset Akuntansi

Indonesia,

17. Tett, R.T and Meyer J.P.(1993), Job Satisfaction, Organizational Commitment,

Turnover intention and Turnover. Personnel Psychology. 46: 259-293

18. Thomas Mola.(2013), SDM Konstruksi : Peningkatan Ketrampilan Dinilai Urgen,

http://www.bisnis.com/articles/sdm-konstruksi-peningkatan-keterampilan-dinilai-

urgen,diunduh 19 Januari 2013.

19. Wahyuningsih, T.(2001). Dampak Pergantian Pimpinan Pada Kinerja Organisasi,

Jurnal Administrasi dan Bisnis, Vol 1, No. 2 Hal. 29-42.

Page 44: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 44

PENGARUH PORSI IDR DAN USD

TERHADAP ESKALASI HARGA

KONTRAK KONSTRUKSI

Suhariyanto1

1Dosen Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang, Jalan Soekarno-Hatta No. 9 Malang,

Telp 0341-404424, email : [email protected]

ABSTRAK

Dalam rangka program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI) di sektor Pekerjaan Umum (2011-2025) dibutuhkan dana sebesar Rp. 481,18 triliun. Sekitar

73% atau senilai Rp356,80 triliun kebutuhan dana tersebut akan didanai dari badan usaha atau investor

swasta nasional maupun asing. Pendanaan melalui investor asing biasanya akan menggunakan mata uang

asing, misalnya USD dan dana pendamping mata uang IDR.

Dalam kontrak kontruksi di Indonesia, pemerintah menghimbau agar semaksimal mungkin menggunakan

kandungan lokal, yang dalam direpresentasikan dengan penggunaan mata uang IDR. Dalam studi ini

dilakukan kajian pengaruh porsi IDR dan USD terhadap besaran eskalasi kontrak konstruksi.

Kajian dilakukan dengan melakukan simulasi eskalasi dengan menggunakan variasi porsi IDR dan USD

pada pada proyek XYZ, salah satu proyek di Indonesia dengan standar kontrak internasional dan didanai

oleh Loan Asing.

Hasil kajian menunjukkan bahwa semakin besar porsi IDR maka eskalasi yang terjadi akan semakin

besar. Untuk mengurangi besar eskalasi maka porsi IDR dalam kontrak seharusnya dibuat seminimal

mungkin, hal ini kontradiktif dengan himbauan pemerintah agar semaksimal mungkin menggunakan

IDR. Kata kunci: porsi, eskalasi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia (MP3EI) di sektor Pekerjaan Umum (2011-2025) dibutuhkan dana sebesar

Rp. 481,18 triliun. Sekitar 73% atau senilai Rp356,80 triliun kebutuhan dana tersebut

akan didanai dari badan usaha atau investor swasta nasional maupun asing. Pendanaan

melalui investor asing biasanya akan menggunakan mata uang asing, misalnya USD

dan dana pendamping mata uang IDR.

Dalam kontrak kontruksi di Indonesia, pemerintah menghimbau agar semaksimal

mungkin menggunakan kandungan lokal, yang direpresentasikan dengan penggunaan

mata uang IDR. Dalam studi ini dilakukan kajian pengaruh porsi IDR dan USD

terhadap besaran eskalasi kontrak konstruksi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai

berikut:

”Bagaimana pengaruh porsi IDR dan USD terhadap eskalasi harga kontrak konstruksi’?

Page 45: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 45

1.3 Batasan Masalah

Kajian dilakukan dengan batasan masalah sebagai berikut:

a) Definisi “content” dalam Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan luar

negeri direpresentasikan dalam porsi currency IDR dan USD.

b) Simulasi eskalasi dilakukan dengan variasi porsi IDR 100%, 50% , 25% dan 0%.

2. METODE KAJIAN

Kajian dilakukan dengan melakukan simulasi eskalasi dengan menggunakan variasi

porsi IDR dan USD pada proyek XYZ, salah satu proyek di Indonesia dengan standar

kontrak internasional dan didanai oleh Loan Asing.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Proyek

Proyek yang dijadikan obyek kajian adalah proyek XYZ yang merupakan salah satu

proyek di Indonesia yang menggunakan standart kontrak FIDIC dan didanai oleh loan

asing dan dana pendamping dari APBN. Komposisi pendanaan adalah 90% Loan dan

10% dana pendamping. Untuk Loan menggunakan mata uang USD, sedangkan untuk

dana pendamping menggunakan mata uang IDR. Perbandingan Tingkat Komponen

Dalam Negeri (TKDN) dan luar negeri diperkirakan 25% komponen dalam negeri dan

75% komponen luar negeri.

Proyek merupakan proyek multiyear dengan nilai kontrak USD 178 juta dan durasi

penyelesaian tiga tahun.

Perhitungan eskalasi (price adjustment) dihitung menggunakan formula sesuai yang

tercantum dalam dokumen kontrak FIDIC klausul 70.1 dan FIDIC, Part II Condition of

Particular Application sebagai berikut:

Increase and Decrease of Cost will be calculated as follows :- (i) Local Currency

portion by reference to the Wholesale Price Indices of Construction Materials by Type

of Construction published by the Badan Pusat Statistik, Jakarta, Table 1.15 item 3

Public Works on Roads, Bridges and Ports and (ii) Foreign Currency portion by

reference to a single suitable index [to be specified by the Contractor] published in the

country from which goods will be imported into Indonesia. The value of work executed

each month in each currency, less not applicable amounts which are items for

mobilisation, demobilisation, Contractor’s temporary works, Provisional Sums,

Dayworks and Engineer and Other Forms of Technical Studies, will be adjusted by

applying a non adjustable factor of 20% and then using the formula “current index

minus base index divided by base index”.

Value of price adjustment = ((V – N) x 80%) x ((C – B) ÷ B)

V = value of work executed in a particular month

N = value of not applicable work items executed in a particular month

(mobilization, demobilization, Contractor’s temporary works, Provisional

Sums, Daywork and Engineer and Other Forms of Technical Studies)

C = Current index (the index applicable for the month in which the work was

executed)

B = Base index (the index applicable at a date 28 days before the submission of the

tender)

Page 46: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 46

Perhitungan indek masing-masing currency pada perhitungan price adjustment adalah

sebagai berikut:

(i) Local Currency portion by reference to the Wholesale Price Indices of Construction

Materials by Type of Construction published by the Badan Pusat Statistik, Jakarta,

Table 1.15 item 3 Public Works on Roads, Bridges and Ports and

(ii) Foreign Currency portion by reference to a single suitable index [to be specified by

the Contractor] published in the country from which goods will be imported into

Indonesia

Price adjustment dihitung setiap bulan sesuai realisasi pelaksanaan pekerjaan di

lapangan dan adjustment factor yang berlaku saat itu.

Local dan Foreign Content

Dalam perhitungan price adjustment, pengertian Tingkat Komponen Dalam Negeri

(TKDN) atau Local Content dan Tingkat Komponen Luar Negeri (TKLN) atau Foreign

Content belum dipahami secara sama antara penyedia jasa, pengguna jasa dan auditor.

Tingkat komponen dalam negeri untuk barang adalah perbandingan antara harga barang

jadi dikurangi harga komponen luar negeri terhadap harga barang jadi, sedangkan

tingkat komponen dalam negeri untuk jasa adalah perbandingan antara harga jasa yang

diperlukan dikurangi harga komponen jasa luar negeri terhadap harga seluruh jasa yang

diperlukan.

Meskipun secara definisi “content” tidaklah sama dengan “currency”, maka dalam

prakteknya “currency” dianggap merupakan representasi dari “content”. Meskipun

anggapan ini tidak sepenuhnya benar tetapi dalam perhitungan price adjustment

digunakan “content” karena lebih aplikatif .

Simulasi Eskalasi

Berdasarkan simulasi variasi besarnya Tingkat Komponen Dalam Negeri (local

currency) dan (foreign currency) maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Simulasi Variasi Besarnya Local dan Foreign Currency

Simulasi

Tingkat

Komponen Estimasi Eskalasi

Local Foreign Local (IDR) Foreign (USD) Total (IDR

Equivalent)

Keadaan 1 100% 0% 1,067,441,982,458.90 - 1,067,441,982,458.90

Keadaan 2 50% 50% 533,720,991,229.45 16,670,528.02 683,172,274,901.74

Keadaan 3 25% 75% 266,860,495,614.73 25,005,792.03 491,037,421,123.16

Keadaan 4 0% 100% - 33,341,056.03 298,902,567,344.58

Catatan : USD 1 ~ IDR 8.965,00

Pembahasan

Hasil kajian menunjukkan bahwa semakin besar porsi IDR maka eskalasi yang terjadi

akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena faktor penyesuaian harga (adjustment

factor = ((C – B) ÷ B)) untuk local currency (IDR) lebih besar dibandingkan dengan

foreign currency (USD)

Page 47: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 47

Perbandingan trend faktor penyesuaian harga (adjustment factor) untuk local currency

(IDR) dan foreign currency (USD) dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Gambar 1. Trend Adjustment Factor

Berdasarkan Gambar 1, dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

Slope adjustment factor untuk local currency factor lebih curam dibandingkan

dengan foreign currency factor.

Adjustment factor untuk porsi foreign currency relatif stabil dibandingkan untuk

porsi local currency.

Adjustment factor untuk local currency antara 30 s/d 70% sedangkan untuk foreign

currency antara 5 s/d 20%

Kondisi politik dan perekonomian Indonesia sangat mempengaruhi adjustment

factor porsi local currency, sebagai contoh jika terdapat kebijakan kenaikan BBM

oleh pemerintah maka secara signifikan adjustment factor untuk local currency akan

mengalami kenaikan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasakan kajian yang dilakukan maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Semakin besar porsi IDR maka nilai eskalasi akan semakin besar. Hal ini

disebabkan karena faktor penyesuaian harga (adjustment factor) untuk local

currency (IDR) lebih besar dibandingkan dengan foreign currency (USD)

2. Adjustment factor untuk porsi foreign currency relatif stabil dibandingkan untuk

porsi local currency

4.2 Saran

Untuk kontrak multiyear yang didanai oleh loan, maka perlu dilakukan kajian yang

mendalam berkaitan dengan besarnya Tingkat Komponen Dalam Negeri karena akan

mempengaruhi besarnya eskalasi.

5. DAFTAR PUSTAKA

1. Federation Internationale Des Ingenieurs Conseils , 1992, Condition of Contract for

Works of Civil Engineering Construction, Fourth Edition 1987, Reprinted 1992

Page 48: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 48

with further amendments, FIDIC, Part I General Conditions With Forms of Tender

and Agreement.

2. Federation Internationale Des Ingenieurs Conseils , 1992, Condition of Contract for

Works of Civil Engineering Construction, Fourth Edition 1987, Reprinted 1992

with further amendments, FIDIC, Part II Condition of Particular Application with

Guidelines for Preparation of Part II Clauses

3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

Page 49: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 49

ANALISA PENETAPAN TARIF SEWA ASRAMA BALAI

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEKERJAAN UMUM

(STUDI KASUS PADA BALAI DIKLAT PU WILAYAH

VIII BANJARMASIN)

Kristo Putranto1, Tri Joko Wahyu Adi

2, dan Retno Indryani

2

1Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS

Sukolilo Surabaya. E-Mail: [email protected] 2Dosen Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya

ABSTRAK

Balai Diklat Pekerjaan Umum (PU) sebagai Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan

Umum yang bertugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan pegawai bidang pekerjaan umum

dilengkapi dengan sarana asrama yang ditujukan untuk keperluan akomodasi. Namun dalam

perkembangannya, asrama ini juga ditujukan sebagai salah satu sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP). Besarnya tarif sewa untuk kamar asrama Balai Diklat PU ditetapkan melalui Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 38 Tahun 2012 tetapi panduan perhitungan untuk

mendapatkan tarif tersebut tidak diuraikan.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang usulan panduan perhitungan tarif sewa untuk asrama

di lingkungan Balai Diklat PU dengan mengacu pada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat

Nomor 18 Tahun 2007 serta memberikan contoh aplikasi panduan perhitungan tarif tersebut pada

Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin.Penelitian ini dimulai dengan identifikasi

pendapatan dan biaya-biaya yang terjadi dalam kegiatan operasional Asrama Balai Diklat PU secara

umum. Selanjutnya dikaji cara pengestimasian besaran dari tiap-tiap biaya untuk merumuskan komponen

perhitungan tarifnya. Terakhir, komponen perhitungan tarif tersebut diaplikasikan pada Asrama Balai

Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin.

Hasil dari penelitian ini berupa komponen perhitungan tarif sewa Asrama Balai Diklat PU

yaitu pendapatan, biaya investasi, biaya operasional tetap, biaya operasional variabel, biaya

pemeliharaan, dan biaya perawatan. Hasil aplikasi komponen perhitungan tarif pada objek penelitian

menghasilkan besaran tarif sewa sebesar Rp 192.000,-/kamar/hari pada tingkat hunian 50%, Rp

154.000,-/kamar/hari pada tingkat hunian 75%, dan Rp 143.000,-/kamar/hari pada tingkat hunian 90%.

Kata Kunci: Operasional dan Pemeliharaan Aset, Penetapan Tarif Sewa, Asrama Balai Diklat PU.

1. PENDAHULUAN

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan sumber penerimaan pajak negara

selain dari penerimaan pajak. PNBP memiliki kontribusi yang cukup signifikan bagi

penerimaan negara. Balai Pendidikan dan Pelatihan Pekerjaan Umum (Balai Diklat PU)

merupakan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan Umum yang melaksanakan

pendidikan dan pelatihan pegawai bidang pekerjaan umum.. Salah satu fungsi Balai

Diklat PU sebagaimana disebutkan pada pasal 18 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

nomor 21/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Laksana Unit Pelaksana Teknis

Kementerian Pekerjaan Umum adalah pelaksanaan penerimaan negara bukan pajak

(PNBP) bagi Balai Diklat yang sudah berstatus PNBP.Jenis PNBP yang

diselenggarakan dan dikelola oleh Balai Diklat PU salah satunya merupakan PNBP

yang bersumber dari Jasa Penggunaan Prasarana/Sarana Kamar Asrama.Tujuan dari

pembangunan Asrama Balai Diklat PU ini adalah untuk menunjang pelaksanaan tugas

Page 50: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 50

pokoknya. Namun dalam perkembangannya, Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII

Banjarmasin juga ditujukan sebagai salah satu sumber PNBP.

Besarnya tarif sewa untuk kamar asrama Balai Diklat PU ditetapkan melalui Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 38 Tahun 2012, tetapi panduan

perhitungan yang digunakan untuk mendapatkan tarif tersebut tidak dicantumkan.

Sebagai pembanding, Kementerian Negara Perumahan Rakyat, melalui Peraturan

Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 18/PERMEN/M/2007 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Perhitungan Tarif Sewa Rumah Susun Sederhana yang Dibiayai APBN

dan APBD, telah memberikan panduan perhitungan tarif sewa Rumah Susun Sederhana

Sewa (Rusunawa) bagi masyarakat menengah bawah khususnya masyarakat

berpenghasilan rendah. Ruang lingkup peraturan tersebut meliputi kebijakan penetapan

tarif, dasar perhitungan, komponen, serta struktur perhitungan tarif. Hal semacam ini

belum dapat ditemukan pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2012. Oleh karena

itu, perlu dilakukan kajian terhadapperhitungan dan penetapan tarif sewa kamar

Asrama Balai Diklat PU berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2012.

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengkaji komponen perhitungan besaran tarif sewa untuk Asrama Balai Diklat PU

untuk merumuskan konsep panduan perhitungan tarif sewa untuk Asrama Balai

Diklat PU

2. Mengaplikasikan komponen perhitungan tarif sewa Asrama Balai Diklat PU dalam

penentuan besaran tarif sewa per hari per kamar untuk Asrama Balai Diklat PU

Wilayah VIII Banjarmasin.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Agar dapat mencapai tujuan penelitian di atas, penelitian ini akan menggunakan metode

deskriptif dan perhitungan, dengan data yang dikumpulkan melalui:

1. Kajian pustaka pada literatur, peraturan terkait, dan penelitian terdahulu.

2. Observasi ke lokasi objek penelitian serta wawancara dengan pihak terkait.

Tahapan penelitian dan metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Identifikasi Komponen Perhitungan Tarif Sewa

Tahap ini dimulai dengan studi literatur mengenai biaya-biaya yang harus

dipertimbangkan dalam pengelolaan suatu hotel atau penginapan dan cara

pengestimasian nilainya, pendapatan-pendapatan yang mungkin terjadi, serta tingkat

hunian. Komponen-komponen ini yang akan mempengaruhi perhitungan tarif sewa

untuk Asrama Balai Diklat PU dan selanjutnya akan berujung sebagai konsep panduan

perhitungan tarif sewa untuk Asrama Balai Diklat PU. Langkah selanjutnya yaitu

menentukan cara untuk mengestimasi masing-masing komponen.

Konsep panduan perhitungan tarif sewa Asrama Balai Diklat PU pada penelitian ini

akan mengacu pada pedoman perhitungan tarif sewa pada Permenpera Nomor 18

Tahun 2007, dengan melakukan penyesuaian pada pengklasifikasian biayanya sesuai

kondisi di lingkungan Balai Diklat PU.

Perhitungan tarif sewa ini akan menggunakan prinsip dasar yang menyatakan bahwa

jumlah pendapatan minimal harus sama dengan jumlah pengeluaran.

2. Penentuan Besaran Tarif Sewa

Page 51: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 51

Tahap ini dimulai dengan pengidentifikasian dan pengestimasian nilai dari seluruh

biaya yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan Balai Diklat PU Wilayah VIII

Banjarmasin, termasuk juga pendapatan serta tingkat huniannya. Karena asrama ini

belum dioperasionakan maka akan digunakan tiga asumsi tingkat hunian dalam

penelitian ini, yaitu tingkat hunian sebesar 50%, 75%, dan 90%. Seluruh kamar pada

asrama ini memiliki luas dan fasilitas yang serupa.

Hasil identifikasi komponen-komponen tersebut selanjutnya dimasukkan dalam

perhitungan berdasarkan konsep panduan perhitungan tarif sewa untuk Asrama Balai

Diklat PU untuk mendapatkan besaran tarif sewa Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII

Banjarmasin per kamar per hari.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Komponen Perhitungan Tarif Sewa Asrama Balai Diklat PU

Wiyasha (2007: 10) mengadaptasi struktur pendapatan dan biaya pada industri

perhotelan dari Laventhol & Howardsebagaimana disajikan pada tabel 1 berikut:

Tabel 1. Struktur Pendapatan dan Biaya Hotel menurut Wiyasha

Sumber Pendapatan Proporsi (%) Kamar 59,9 Makanan 24,3 Minuman 9,0 Lain-lain 6,8

Sumber Biaya Proporsi (%) Biaya operasional departemen hotel 10,4 Gaji dan upah 37,0 Biaya bunga 7,2 Biaya depresiasi 6,7 Harga Pokok Makanan 7,5 Harga Pokok Minuman 1,9 Adiministrasi dan Umum 4,7 Pemasaran 4,3 Energi dan Daya 5,2 Pemeliharaan Sarana Fisik 3,4 Fee Manajemen 2,6 Lain-lain 6,9 Laba 2,2

Hasil observasi pada Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin menunjukkan

bahwa pendapatan yang terjadi hanya berasal dari penyewaan kamar. Sedangkan biaya-

biaya yang terjadi antara lain biaya investasi, pemakaian listrik fasilitas bersama dan

listrik kamar, pencetakan leaflet untuk keperluan promosi, pemakaian air, pemeliharaan

rutin gedung, penggantian komponen gedung, pemakaian internet, laundry, dan

penyediaan bahan habis pakai. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa komponen

biaya untuk perhitungan tarif sewa Asrama Balai Diklat PU adalah:

Page 52: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 52

Tabel 2. Komponen Perhitungan Tarif Sewa Asrama Balai Diklat PU

No Komponen Rincian Komponen Keterangan \K

Keterangan

1 Pendapatan Tarif sewa

Tingkat hunian

2 Biaya Investasi

Biaya pra konstruksi

Biaya konstruksi

Biaya pengawasan

Tingkat bunga

Periode investasi

Dikeluarkan pada awal investasi, dihitung dalam nilai tahunan

3 Biaya Operasional Tetap

Biaya Pemasaran

Biaya Listrik Fasum

Biaya Internet

Harga satuan

Dikeluarkan per tahun

4 Biaya Operasional Variabel

Biaya Operasional Departemen

Biaya Listrik Ruangan

Biaya Air

Harga satuan

Dikeluarkan per tahun

5 Biaya Pemeliharaan

Jenis dan besaran komponen yang rutin dipelihara

Harga satuan

Dikeluarkan per tahun

6 Biaya Perawatan

Jenis dan besaran komponen yang rusak/habis umur ekonomisnya

Harga satuan

Dikeluarkan sesuai usia perawatan komponen

3.2. Perhitungan Tarif Sewa Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin

3.2.1. Perhitungan Biaya Investasi

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, rekapitulasi biaya investasi Asrama

Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin tanpa memasukkan nilai wajar tanahnya

adalah:

Tabel 3. Rekapitulasi Biaya Investasi Asrama

Tahun Besaran Biaya (Rp) 2011 1.307.081.000 2012 996.404.000

3.2.2. Perhitungan Biaya Operasional Tetap

3.2.2.1. Perhitungan Biaya Pemasaran

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, rekapitulasi biaya pemasaran Asrama

Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin adalah sebagai berikut:

Page 53: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 53

Tabel 4. RekapitulasiBiaya Pemasaran Asrama

Uraian Jumlah (lbr) Harga per Lembar (Rp) Total (Rp) Cetak Leaflet 300 10.000 3.000.000

3.2.2.2. Perhitungan Biaya Listrik Fasilitas Umum

Kebutuhan listrik fasilitas umum yang dihitung meliputi kebutuhan listrik untuk

penerangan luar, penerangan ruangan bersama, dan pengoperasian pompa air. Tiap

komponen memiliki daya dan waktu pemakaian yang berbeda. Perhitungan kebutuhan

biaya listrik dilakukan dengan mengalikan antara tarif listrik yang berlaku dengan besar

daya yang dibutuhkan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2010

tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan PT

Perusahaan Listrik Negara, besarnya persentase batas hemat terhadap jam nyala rata-

rata nasional x daya tersambung (kVA) atau H1 untuk Kota Banjarmasin ditetapkan

sebesar 1391,5 kWhsehingga pemakaian sampai dengan 1391,5 kWh dihitung dengan

tarif Rp 885,-/kWh dan selebihnya dihitung dengan tarif Rp 1.380,-/kWh

Tabel 5. Rekapitulasi Biaya Total Listrik Fasilitas Umum

No Rincian Biaya Total Biaya per Tahun 1 Penerangan Luar Rp 833.676,- 2 Penerangan Ruangan Rp 37.722.900,- 3 Listrik Pompa Rp 2.384.640,-

Total Rp 40.941.216,-

3.2.2.3. Perhitungan Biaya Internet

Rekapitulasi biaya penggunaan internet Asrama adalah:

Tabel 6. Rekapitulasi Biaya Internet Asrama

Rincian Jumlah (unit)

Biaya per Bulan (Rp)

Total per Bulan (Rp)

Total per Tahun (Rp)

Akses Internet 1 1.100.500 1.100.500 13.206.000

3.2.3. Perhitungan Biaya Operasional Variabel

3.2.3.1. Perhitungan Biaya Operasional Departemen

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, rekapitulasi biaya operasional

departemen Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin adalah sebagai berikut:

Tabel 7. RekapitulasiBiaya Operasional Departemen

Rincian Biaya per Kamar per Bulan (Rp) Laundry 219.500

Bahan Habis Pakai 740.000 Total per Kamar per Bulan 959.500

3.2.3.2. Perhitungan Biaya Listrik Ruangan

Page 54: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 54

Dengan cara perhitungan yang sama dengan biaya listrik fasilitas umum, rekapitulasi

biaya listrik ruangan Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin adalah:

Tabel 8. Rekapitulasi Biaya Total Listrik Ruangan

No Rincian Daya

(kWh/hari)

Tarif (Rp/kWh) Total (a) (b) (c=ab)

1 Pemakaian

Listrik

591,72 1380 Rp 816,573,6 Total Biaya/kamar/bulan Rp 816,573,6

3.2.3.3. Perhitungan Biaya Air

Masih menggunakan cara perhitungan yang sama dengan perhitungan biaya listrik

fasilitas umum, rekapitulasi biaya air Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII

Banjarmasin adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Rekapitulasi Biaya Air Asrama

Pemakaian Air (m3) Tarif (Rp/m3) Sub Total (Rp) Total (Rp) 6 7.280 43.680 43.680

Total per Kamar per Bulan 43.680

Selanjutnya untuk mengetahui nilai biaya operasional variabel total tahunan pada

tingkat hunian tertentu, nilai masing-masing biaya per kamar per bulan di atas dikalikan

dengan jumlah bulan tersewa sesuai asumsi tingkat hunian yang dikehendaki. Sebagai

contoh, jika asumsi tingkat hunian yang digunakan adalah 50% atau seluruh kamar

tersewa selama 6 bulan, maka perhitungan biaya operasional variabel tahunannya yaitu:

Tabel 10. Besaran Biaya Operasional Variabel pada Tingkat Hunian 50%

Jenis Biaya Biaya per Kamar per Bulan (Rp)

Jumlah Kamar

Tersewa (unit)

Jumlah Bulan Tersewa (Bulan)

Total Biaya Tahun 2011

(Rp)

a B c d e = bcd

Biaya Listrik 816.573,6 17 6 83.290.507

Biaya Air 43.680 17 6 4.455.360

Biaya BHP 219.500 17 6 22.389.000

Biaya Laundry 740.000 17 6 75.480.000

3.2.4. Perhitungan Biaya Pemeliharaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, rekapitulasi biaya pemeliharaan rutin

Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin adalah sebagai berikut:

Tabel 11. Perhitungan Estimasi Biaya Pemeliharaan Asrama

Uraian Kegiatan

Waktu Satuan

Volume Harga Satuan

(Rp) Total Biaya (Rp)

AC Split Per 3 bulan unit 20 210.000 4.200.000 Total Biaya per Tahun (12 Bulan) 16.800.000

3.2.5. Perhitungan Biaya Perawatan

Page 55: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 55

Rekapitulasi biaya perawatan Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin adalah:

Tabel 12. Perhitungan Biaya Penggantian Komponen

No Jenis

Penggantian

Satu-an

Vol Usia

Komponen

Harga Satuan

(Rp)

% Peng-

gantian

Total Biaya (Rp)

1 Pompa Air unit 1 15 1.500.000

100 3.000.000 2 TV LCD 22’ unit 17 4 3.500.00

0 100 59.500.000

3 TV LCD 32’ unit 2 4 5.365.000

100 10.730.000 4 Dispenser unit 2 4 2.000.00

0 100 4.000.000

5 AC unit 20 8 3.500.000

100 70.000.000 6 Lemari unit 17 8 2.812.50

0 100 47.812.500

7 Pengecatan dinding, kolom, balok

m2 1230 7 35.000 100% 43.050.000

8 Pengecatan daun pintu

m2 87,5 7 35.000 100% 3.062.500

9 Pengecatan plafon

m2 306 7 35.000 100% 10.710.000

10 Pengurasan septic tank

unit 1 3 300.000 100% 300.000

11 Plester m2 821,3

5 45.000 10% 36.958.500

3.2.6. Estimasi Kenaikan Biaya

Setelah diketahui besaran dari masing-masing biaya, selanjutnya dihitung estimasi

kebutuhan biaya untuk periode perhitungan selama 20 tahun mendatang terhitung mulai

tahun 2011 sampai dengan 2030. Estimasi kebutuhan biaya dilakukan untuk masing-

masing komponen dengan asumsi kenaikan berdasarkan tingkat inflasi atau hasil

perhitungan rata-rata kenaikan komponen yang bersangkutan dari tahun ke tahun.

Tingkat inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0,66% berdasarkan

tingkat inflasi rata-rata pada Kota Banjarmasin dari tahun 2006 sampai dengan 2011

sesuai data BPS Wilayah Kalimantan Selatan.

3.2.7. Perhitungan Tarif Sewa

Perhitungan dari masing-masing komponen biaya pada saat ini telah dilakukan pada

sub bab sebelumnya. Selanjutnya akan diestimasi kebutuhan biaya total tiap tahun

selama periode pengamatan yaitu 20 tahun dengan mempertimbangkan Present Value

(PV) dan Annual Value (AV). Perhitungan dilakukan dengan BI Rate (i) yang

digunakan sebesar 7,5% tiap tahun berdasarkan rata-rata BI Rate selama 5 tahun

terakhir, yaitu mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Metode yang digunakan

dalam perhitungan tarif sewa adalah Analisis Titik Impas. Tarif didapatkan berdasarkan

kondisi impas antara pendapatan dan pengeluaran pada tingkat hunian tertentu.

Tabel 13. Rekapitulasi Total Biaya Asrama pada Tingkat Hunian 50%

Tahun Biaya

Investasi Biaya Op.

Tetap Biaya Op. Variabel

Biaya Pemeliharan

Biaya Perawatan

Total Nilai pada

Tahun 2011

2011 1,307,081,000 57,147,216 185,614,867 16,800,000 1,566,643,083 1,566,643,083

Page 56: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 56

2012 996,404,000 67,402,320 207,528,965 16,910,880 1,288,246,165 1,198,368,526

2013 67,422,251 208,669,253 17,022,492 293,113,996 253,641,100

2014 67,442,313 209,862,842 17,134,840 305,979 294,745,974 237,258,887

2015 67,462,508 211,114,660 17,247,930 74,155,833 369,980,931 277,041,917

2016 67,482,835 212,430,127 17,361,767 38,194,336 335,469,065 233,673,873

2017 67,503,298 213,815,201 17,476,354 312,078 299,106,931 193,809,781

2018 67,523,895 215,276,436 17,591,698 59,500,254 359,892,283 216,926,837

2019 67,544,628 216,821,034 17,707,803 152,880,004 454,953,469 255,093,426

2020 67,565,498 218,456,919 17,824,675 318,298 304,165,390 158,647,640

2021 67,586,505 220,192,803 17,942,318 39,471,497 345,193,123 167,485,607

2022 80,401,782 248,066,548 18,060,737 346,529,067 156,403,534

2023 80,423,067 250,032,123 18,179,938 78,487,553 427,122,681 179,329,221

2024 80,444,494 252,129,398 18,299,925 350,873,817 137,037,973

2025 80,466,062 254,371,114 18,420,705 62,304,198 415,562,079 150,979,301

2026 80,487,772 256,771,285 18,542,282 44,433,598 400,234,937 135,265,808

2027 80,509,625 259,345,323 18,664,661 161,141,015 519,660,624 163,374,542

2028 80,531,623 262,110,178 18,787,847 361,429,648 105,701,191

2029 80,553,766 265,084,492 18,911,847 337,712 364,887,817 99,267,482

2030 80,576,055 268,288,768 19,036,665 367,901,488 93,104,511

Total 5,979,054,243

Total Biaya per Tahun A = P(A/P, 7,5%, 20) 586,498,534.57

Tabel 14. Perhitungan Tarif Sewa pada Tingkat Hunian 50%

Tingkat Hunian

Unit Kamar

Tersewa

Hari Tersewa

Unit kamar x hari

tersewa

Total Biaya Tahunan

(Rp)

Tarif Sewa (Rp)

a b c d = bc e f = e/d 50% 17 180 3060 586.498.53

5 191.666

Kedua langkah di atas diulang untuk tingkat hunian 75% dan 90% dengan

menggunakan data biaya operasional variabel dan hari tersewa yang sesuai.

Rekapitulasi hasil perhitungan tarif sewa pada tingkat hunian 50%, 75%, dan 90% akan

disajikan dalam tabel 15 berikut:

Tabel 15. Rekapitulasi Tarif Sewa Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin

pada berbagai Tingkat Hunian

Tingkat Hunian Tarif Sewa per Kamar per Hari (Rp) 50% 192.000 75% 154.000 90% 143.000

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penyempurnaan bagi PP Nomor 38

Tahun 2012 berupa penyertaan komponen perhitungan tarif sewa Asrama Balai Diklat

PU agar tarif yang dihasilkan mampu menutup biaya-biaya yang terjadi atau bahkan

dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi negara serta dapat digunakan selama

umur ekonomis aset.

Page 57: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 57

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya, kesimpulan

yang didapat antara lain:

1. Komponen perhitungan tarif sewa Asrama Balai Diklat PU meliputi:

a. Pendapatan

b. Biaya Investasi

c. Biaya Operasional Tetap, meliputi:

Biaya Pemasaran

Biaya Energi dan Daya (Biaya Listrik Fasilitas Umum dan internet)

d. Biaya Operasional Variabel, meliputi: Biaya Operasional Departemen (housekeeping)

Biaya Energi dan Daya (biaya listrik ruangan dan biaya air)

e. Biaya Pemeliharaan

f. Biaya Perawatan

2. Tarif sewa untuk Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin yang

dihitung berdasarkan komponen perhitungan tarif sewa di atas adalah:

a. Pada tingkat hunian sebesar 50%, besaran tarif sewa yang dapat dikenakan adalah

Rp 192.000,-/kamar/hari

b. Pada tingkat hunian sebesar 75%, besaran tarif sewa yang dapat dikenakan adalah

Rp 154.000,-/kamar/hari

c. Pada tingkat hunian sebesar 90%, besaran tarif sewa yang dapat dikenakan adalah

Rp 143.000,-/kamar/hari

4.2. Saran

Penelitian ini baru memperhitungkan tarif sewa asrama yang mempertimbangkan

pengembalian investasi dan tanpa memasukkan nilai wajar tanahnya. Berdasarkan

struktur taruf sewa pada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 18

Tahun 2007, tarif ini dikategorikan sebagai tarif sewa komersial. Tarif sewa komersial

ini mengindikasikan bahwa Asrama Balai Diklat PU harus bersaing dengan hotel atau

penginapan sejenis di sekitarnya. Sementara, dalam kenyataannya Asrama Balai Diklat

PU umumnya juga menerapkan tarif yang lebih rendah bagi penyewa dari kalangan

instansi pemerintah. Tarif yang lebih rendah ini didapatkan dengan perhitungan tanpa

mempertimbangkan biaya investasi. Tarif semacam ini dikategorikan dalam struktur

tarif sewa dasar. Penelitian ini belum memperhitungkan tarif sewa dasar yang dapat

dikenakan bagi Asrama Balai Diklat PU Wilayah VIII Banjarmasin.

Penelitian selanjutnya dapat menyempurnakan hasil penelitian ini dengan

memperhitungkan tarif sewa komersial dengan memperhitungkan nilai wajar tanah,

memperhitungkan tarif sewa dasar yang dapat dikenakan, dan sekaligus merumuskan

struktur tarif sewa yang sesuai bagi Asrama Balai Diklat PU.

5. DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim (2007) Petunjuk Pelaksanaan Perhitungan Tarif Sewa Rumah Susun

Sederhana yang Dibiayai APBN dan APBD. Peraturan Menteri Negara Perumahan

Rakyat Nomor 18/PERMEN/M/2007.

Page 58: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 58

2. Anonim (2008) Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 Tahun 1983

tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun

2008.

3. Anonim (2010) Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian

Pekerjaan Umum. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2010.

4. Isramaulana, Aulia (2011) Analisis Penetapan Harga Sewa Rumah Susun

Sederhana Sewa Mahasiswa Unlam Banjarmasin). Tesis Magister, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

5. Waldiyono (2008) Ekonomi Teknik: Konsepsi, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

6. Widayati, Farida (2005) Analisis Penetapan Tarif Klas VVIP dan VIP Ruang

Paviliun Wijaya Kusuma: Studi Kasus BPRSUD Salatiga. Tesis Magister,

Universitas Diponegoro.

7. Wiyasha, IBM (2007) Akuntansi Manajemen untuk Hotel dan Restoran.

Yogyakarta: Andi.

Page 59: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 59

METODE SISTEM PENGUKURAN DAN PENILAIAN

KINERJA INDUSTRI KONSTRUKSI

Elizar

Dosen Jurusan Teknik Sipil FT, Universitas Islam Riau, Kampus UIR Jl.Kaharuddin Nst Km.13

No.113,Pekanbaru, Riau , email: [email protected]

ABSTRAK Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan langkah

awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan termasuk 10 (sepuluh) negara besar di dunia

pada tahun 2025. Tantangan dari suatu negara besar adalah penyediaan infrastruktur untuk mendukung

aktivitas ekonomi.

Untuk mendukung pelaksanaan proyek MP3EI, industri konstruksi mempunyai peranan strategis dalam

pembangunan nasional sehingga dituntut memiliki potensi dan kehandalan kinerja yang baik untuk

menghadapi tantangan dalam pembangunan infrastruktur Indonesia.

Pengukuran dan penilaian kinerja merupakan suatu proses pengamatan dalam berbagai sistem

pencapaian sasaran, tujuan, misi dan visi melalui hasil-hasil produksi, jasa maupun proses pelaksanaan

dalam suatu kegiatan.

Paper ini membahas tentang berbagai metode yang dapat digunakan sebagai alat pengukuran dan

penilaian kinerja industri konstruksi berdasarkan referensi penelitian sebelumnya maupun literatur yang

berkaitan dengan metode sistem pengukuran dan penilaian kinerja. Metode yang dibahas dalam paper ini

untuk mengukur kinerja proyek konstruksi antara lain : Performance Prism, Project Performance

Monitoring System (PPMS), Integrated Performance Measurement System (IPMS), Key Performance

Indicators (KPI), Balanced Scorecard dan Diversity Scorecard.

Berdasarkan hasil tinjauan terhadap berbagai metode pengukuran dan penilaian diusulkan menggunakan

metode Performance Prism yang memberikan pengukuran dan penilaian kinerja secara komprehensif

untuk industri konstruksi.

Kata kunci: pengukuran, penilaian, kinerja, industri konstruksi.

1. PENDAHULUAN

Konstruksi Indonesia adalah sarana informasi dan komunikasi dunia konstruksi

nasional untuk menumbuhkembangkan kepercayaan dan kebanggaan masyarakat

terhadap kemampuan pelaku konstruksi dalam menghasilkan produk-produk

insfrastruktur dan upaya meningkatkan kompetensi serta profesionalisme pelaku

industri konstruksi.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan

termasuk 10 (sepuluh) negara besar di dunia pada tahun 2025. Tantangan dari suatu

negara besar adalah penyediaan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi.

Untuk mendukung pelaksanaan proyek MP3EI, industri konstruksi mempunyai

peranan strategis dalam pembangunan nasional sehingga dituntut memiliki potensi dan

kehandalan kinerja yang baik untuk menghadapi tantangan dalam pembangunan

infrastruktur Indonesia.

Kinerja merupakan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan suatu organisasi khususnya

pekerjaan konstruksi dengan sumber daya yang terbatas sesuai sasaran dan tujuan

perencanaan dalam pembangunan.

Page 60: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 60

Pengukuran dan penilaian kinerja menjadi suatu proses yang sangat penting dalam

pengamatan berbagai sistem sehingga pencapaian sasaran, tujuan, misi dan visi melalui

hasil-hasil produksi, jasa maupun proses pelaksanaan dalam suatu kegiatan dapat

diketahui tingkat keberhasilannya. Penilaian kinerja dapat menganalisis kemungkinan

terjadi penyimpangan dan melakukan tindakan koreksi agar sumber daya dapat

digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka pencapaian suatu sasaran dan tujuan

proyek konstruksi.

Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian review terhadap beberapa metode yang

dapat digunakan sebagai instrumen pengukuran dan penilaian kinerja industri

konstruksi. Metode yang diambil berdasarkan beberapa referensi penelitian terdahulu

yaitu : Performance Prism, Project Performance Monitoring System (PPMS),

Integrated Performance Measurement System (IPMS), Key Performance Indicators

(KPI), Balanced Scorecard dan Diversity Scorecard.

2. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran dan Penilaian Kinerja

Kinerja adalah hasil yang dapat dicapai oleh sekelompok atau individu pada suatu

organisasi dengan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya terbatas sesuai dengan

spesifikasi, biaya, waktu yang telah ditetapkan

Kinerja merupakan penilaian secara individu, kelompok, departemen atau organisasi

yang mencakup dua kelompok pengukuran yaitu efisiensi (produktivitas) dan

efektivitas. Efisiensi berfokus terhadap rasio operasional (volume pekerjaan/orang

jam). Efektivitas meliputi pengukuran yang berfokus pada seberapa dekat tujuan jangka

panjang terpenuhi, termasuk trend peningkatan terakhir. Jumlah pekerjaan ulang,

jumlah kecelakaan, kepuasan pemilik terhadap proyek yang talah selesai [2].

Untuk melakukan penilaian dan pengukuran kinerja perlu diidentifikasikan indikator-

indikator standar yang sesuai dengan sasaran dan tujuan perusahaan.

Indikator-indikator tujuan akhir pencapaian proyek haruslah ditampilkan dan dijadikan

pegangan selama pelaksanaan proyek. Indikator-indikator yang biasanya menjadi

sasaran pencapaian tujuan akhir proyek adalah sebagai barikut: [5]

a. Indikator kinerja biaya, untuk memantau keuangan proyek diperlukan indikator arus

kas proyek rencana dan penggunaan biaya dalam periode waktu proyek.

b. Indikator kinerja waktu, dalam monitor dan evaluasi proyek menggunakan kurva S,

yaitu plotting dan kumulatif persentase bobot pekerjaan yang mempresentasikan

kemajuan dari awal hingga akhir proyek.

c. Indikator kinerja mutu, menggunakan kurva S dengan 2 indikator yaitu Produk

Sesuai Mutu (PSM) atau Produk Tidak Sesuai Mutu (PTSM)

d. Indikator Kinerja K3, kurva S dapat dijadikan indikator yang menunjukkan biaya

kumulatif dari Kondisi Tanpa Kecelakaan (KTK) dan Kondisi Dengan Kecelakaan

(KDK)

2.2. Metode Performance Prism

Performance Prism merupakan pengembangan dari teknik pengukuran kinerja sebagai

suatu kerangka kerja (framework) yaitu bantuan pemikiran yang berusaha

mengintegrasikan lima perspektif dan struktur untuk memikirkan jawaban atas lima

pertanyaan mendasar [7] :

Page 61: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 61

1. Stakeholder Satisfaction, siapa yang menjadi stakeholder dan apa yang mereka

inginkan serta apa yang mereka perlukan?

2. Stakeholder Contribution, kontribusi apa yang kita inginkan dan perlukan dari

stakeholder?

3. Strategies, strategi apa yang telah diterapkan untuk memenuhi apa yang diinginkan

dan diperlukan stakeholder?

4. Processes, proses apa yang diperlukan untuk menjalankan strategi yang sudah

ditetapkan?

5. Capabilities, kemampuan apa saja yang diperlukan untuk mengoperasikan proses

lebih efektif dan efisien?

Gambar 1. Ruang Lingkup Performance Prism [7]

Filosofi performance prism berasal dari sebuah bangun prisma yang memiliki lima segi

yaitu untuk atas dan bawah adalah satisfaction dari stakeholder dan kontribusi

stakeholder. Sedangkan untuk ketiga sisi berikutnya adalah strategy, process dan

capability. Prisma juga dapat membelokkan cahaya yang datang dari salah satu bidang

ke bidang yang lainnya.

2.3. Metode Performance Monitoring System (PPMS)

Performance Monitoring System (PPMS) merupakan aliran pengumpulan data dan

penyebarluasan data. PPMS dapat membantu manajer proyek dan staff menilai kinerja

proyek pada waktu yang tepat. Kategori pengukuran kinerja proyek dapat ditambah dan

dikurangi sesuai dengan tujuan proyek. Penggunaan PPMS memungkinkan manajer

Page 62: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 62

proyek membandingkan dan menyajikan data dengan mudah dalam bentuk grafik dan

kurva. Sistem menyediakan sarana identifikasi daerah-daearh mana saja yang dinilai

berkinerja rendah untuk segera ditangani. Banyaknya parameter kinerja yang digunakan

tergantung pada tingkat kecanggihan proyek dan sejauh mana upaya monitoring dicari.

Data proyek yang berhubungan dengan parameter di simpan dalam database untuk

dianalisa dan dibuat laporan [3].

Gambar 2. Pengembangan Framework PPMS [3]

Kategori penilaian kinerja proyek terdiri dari 8 (delapan) kategori penting yaitu people,

cost, time, quality, safety and health, environment, customer satisfaction dan

communication. Penerapan indikator lingkungan dan masyarakat merupakan tanggapan

terhadap keprihatinan terhadap masalah lingkungan dengan pendekatan sistem kontrak.

2.4. Integrated Performance Measurement System (IPMS)

Integrated Performance Measurement System (IPMS) merupakan sistem pengukuran

kinerja yang dibuat di Centre of Strategic Manufacturing, University of Strathclyde,

Glasglow [9], dengan tujuan mendeskripsikan arti yang tepat bentuk integrasi, efektif

dan efisien Sistem Pengukuran Kinerja (SPK), untuk mencapai tujuan tersebut maka

dideskripsikan sebagai berikut [10] :

Corrective Action

To improve

Performance

PPMS

Computing

Framework

AC

TIO

N

AC

TIO

N

REP

OR

TIN

G

DA

TAB

ASE

D

ATA

EN

TRY

Contractor Client Consultans

Database

Reporting

Page 63: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 63

1.Komponen pokok dari sistem pengukuran kinerja.

2.Membuat garis arahan pengukuran kinerja terbaik yang sebaiknya digunakan.

Model IPMS membagi level bisnis suatu organisasi menjadi 4 (empat) level yaitu :

Business (Corporate-Bisnis Induk), Business Unit, Business Process dan Activity.

Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja dengan Model IPMS harus mengikuti

tahapan-tahapan identifikasi stakeholder dan requirement, melakukan eksternal monitor

(benchmarking), menetapkan objectives bisnis, mendefinisikan indikator, melakukan

validasi dan spesifikasi indikator kinerja.

Gambar 3. Konsep Framework IPMS [8]

Gambar 3 menunjukkan bagaimana kegiatan operasional selaras dan terintegrasi

dengan tujuan strategi objektif organisasi melalui pemilihan indikator kinerja yang

tepat. Kerangka kerja terdiri dari serangkaian 4 (empat) bidang tindakan yang seimbang

berdasarkan visi dan strategi organisasi yaitu sebagai berikut [8] :

1. Customer, bagaimana memenuhi keinginan pelanggan?

2. Learning and Growth, bagaimana mendukung inovasi, perubahan, perbaikan

berkelanjutan?

3. Financial, bagaimana tindakan memenuhi strategi tujuan keuangan?

4. Internal Business Processes, seberapa jauh kinerja proses internal bisnis?

2.5. Key Performance Indicator (KPI)

Key Performance Indicator merupakan suatu pengukuran secara kuantitatif dan

kualitatif yang digunakan untuk meninjau kemajuan organisasi terhadap tujuannya.

Indikator diuraikan dan ditetapkan sebagai faktor pencapaian target pada suatu

kelompok maupun individu. Pencapaian target ditinjau dan dilakukan secara berkala.

Karakteristik KPI telah diidentifikasikan dari beberapa literatur, KPI tidak harus

memenuhi semua karakteristik yang berguna untuk penilaian suatu lembaga. Pada

umumnya perspektif KPI mencakup sebagai barikut [1] :

1. Financial, mengukur dampak ekonomi terhadap pertumbuhan, keuntungan dan

resiko dari perspektif pemegang saham (net income, ROI, ROA, cash flow)

Page 64: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 64

2. Customer, mengukur kemampuan organisasi untuk memberikan kualitas barang dan

jasa yang memenuhi harapan pelanggan (customer retention, provitability,

satisfaction and loyality)

3. Internal Business Processes, mengukur proses bisnis internal yang menciptakan

kepuasan pelanggan dan pemegang saham (project management and total quality

management)

4. Learning and Growth, mengukur lingkungan organisasi yang mendorong terjadinya

perubahan, inovasi, pertukaran informasi dan perkembangan (moral staff, pelatihan

dan pertukaran pengetahuan)

Gambar 4. Perspektif KPI [1]

Strategi pengelolaan dokumen harus berbentuk level-level dimana Key Performance

Incators strategi untuk pencatatan seluruh bagian perusahaan. Untuk pencapaian proses

tersebu maka strategi pengelolaan dokumen harus searah dengan strategi perusahaan.

2.6. Balanced Scorecard (BSC)

Balanced Scorecard dikembangkan oleh Robert Kaplan seorang akutansi, Professor di

Havard University dan David Norton konsultan di daerah Boston. Pada Tahun 1990

Kaplan dan Norton memimpin sebuah penelitian pada beberapa perusahaan untuk

menerapkan metode pengukuran kinerja. Kriteria pertimbangan Balanced Scorecard

terdiri atas sebagai berikut [6]:

1. Customer, organisasi harus menjawab tiga pertanyaan secara kritis : Siapa pelanggan

yang menjadi target pencapaian tujuan?, apa saja proposisi nilai layanan pelanggan?,

apa saja yang diharapkan dan kebutuhan pelanggan?

2. Internal Processes, untuk memenuhi keinginan pelanggan, harus

mengidentifikasikan proses internal sebagai perbaikan kegiatan yang ada.

3. Employee Learning and Growth, untuk mencapai hasil proses internal, pelanggan

dan pemegang saham maka diperlukan pengukuran perspsektif pembelajaran dan

pertumbuhan karyawan terhadap skill karyawan, kepuasan karyawan, ketersediaan

informasi dan kesesuaian tempat.

Page 65: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 65

4. Financial, pengukuran financial merupakan komponen penting dari Balanced

Scorecard terutama dalam mencari keuntungan.

5.

Gambar 5. Framework Balanced Scorecard [6]

Gambar 5 menunjukkan kerangka kerja Balanced Scorecard. BSC menetapkan

pengukuran financial sebagai ukuran hasil utama dari keberhasilan suatu perusahaan

dengan tambahan pengukuran tiga perspektif Costomer, Internal Business process,

Learning and Growth.

2.7. Diversity Scorecard

Diversity Scorecard digambarkan sebagai keragamanan scorecard yang seimbang,

tujuan dipilih secara teliti dan pengukuran berdasarkan dari strategi organisasi yang

memiliki hubungan dengan keragamanan strategi. Pengukuran dipilih untuk

merepresentasikan alat Diversity Scorecard bagi keragaman pemimpin yang digunakan

dalam berkomunikasi dengan eksekutif, manajer, karyawan dan stakeholder eksternal

untuk mencapai keragaman misi dan keragaman strategi tujuan. Tujuan dasar dan

ukuran Diversity Scorecard umumnya melihat kinerja keragaman organisasi

berdasarkan 6 (enam) sudut pandang yaitu sebagai berikut [4] :

1. Financial impact, untuk sukses finacial, bagaimana seharusnya diketahui oleh

pemegang saham?

2. Diverse customer/community partnership, untuk mencapai visi, bagaimana kita

memberikan produk dan melayani masyarakat pelanggan yang beragam?

3. Workforce profile, untuk memotivasi tenaga kerja, bagaimana kita mendukung

produktivitas, iklim kerja yang inklusif?

4. Workplace climate/culture, untuk mengetahui keinginan pelanggan, bagaimana

menerapkan tenaga kerja?, bagaimana mempertahankan mereka?

Page 66: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 66

5. Diversity leadership commitment, untuk mencapai visi, bagaimana kita mendukung

akuntabilitas kepemimpinan yang beragam.

6. Learning and growth, untuk mencapai visi, bagaimana kita mendukung kemampuan

untuk perubahan dan perbaikan?

7.

Gambar 6. Framework Diversity Scorecard [4]

Gambar 8 menggambarkan penjabaran strategi organisasi dan menghubungkan ke

strategi keanekaragaman. Diversity Scorecard berakar dari visi dan strategi organisasi

serta didukung kepemimpinan.

3. METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa review berdasarkan

pada beberapa referensi dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan.

Berdasarkan dari berbagai referensi tersebut dilakukan identifikasi terhadap berbagai

metode pengukuran dan penilaian kinerja yang dapat diterapkan pada industri

konstruksi. Selanjutnya dianalisa tingkatan masing-masing kelebihan dan sistem analisa

dari metode-metode tersebut.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kajian dari beberapa referensi mengenai metode pengukuran dan

penilaian kinerja industri konstruksi maka dapat dirangkum dalam bentuk matrik

sebagai berikut ini.

Tabel 1. Hasil Perbandingan Perspektif Metode Pengukuran dan Penilaian Kinerja

Page 67: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 67

Keterangan:

PP: Performance Prism, PPMS: Project Performance Monitoring System, IPMS:

Integrated Performance Measurement System, KPI: Key Performance Indicators, BSc:

Balanced Scorecard dan DSc: Diversity Scorecard

5. KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa Integrated Performance

Measurement System (IPMS), Key Performance Indicators (KPI), Balanced Scorecard

(BSc) dan Diversity Scorecard (DSc) memiliki perspektif kinerja yang sama hanya

pada masing-masing metode memiliki fokus pengukuran yang berbeda. Pada Project

Performance Monitoring System (PPMS) lebih berfokus terhadap pengukuran kinerja

internal sedangkan pada metode Performance Prism berfokus pada kepuasan

stakeholder baik pemerintah maupun swasta dengan kontribusi stakeholder secara

terintegrasi memungkinkan dapat menentukan strategi untuk mencapai keinginan dan

kebutuhan stakeholder dengan maksimal.

Berdasarkan kesimpulan tersebut metode pengukuran dan penilaian diusulkan

menggunakan metode Performance Prism yang memberikan pengukuran dan penilaian

kinerja secara komprehensif untuk industri konstruksi. Metode Performance Prism

akan lebih komprehensif jika berkolaborasi dengan metode Diversity Scorecard.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Bauer, Kent, (2004), Key Performance Indicators: The Multiple Dimensions,

Information Management and Source Media Inc., Brookfield USA.

www.information-management.com

2. Bernold L.E and Abourizk S.M (2010), Managing Performance in Construction,

Jhon Wiley and Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.

Perspektif Kinerja PP PPMS IPMS KPI BSc DSc

Stakeholder Satisfaction

Stakeholder Contribution

Strategies

Processes

Capabilities

People

Cost / Financial

Time

Quality

Safety and Health

Environment

Customer Satisfaction

Communication

Learning and Growth

Internal Business Processes

Workforce profile

Workplace climate/culture

leadership commitment

Page 68: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 68

3. Cheung,SO; Suen,HCH and Cheung KKW (2004), PPMS: a Wab-base

Construction Project Performance Monitoring System, Elsevier, Automation in

Construction 13, 361-376.

4. Hubbard, Edward E (2004), The Diversity Scorecard: Evaluating The Impact of

Diversity on Organizational Performance, Elsevier Butterworth-Heinemann.

5. Husen, Abrar (2011), Manajemen Proyek: Perencanaan, Penjadwalan dan

Pengendalian Proyek, Andi Offset, Yogyakarta.

6. Kaplan, RS (2010), Conceptual Foundation of the Balanced Scorecard, Harvard

Business School, Harvard University.

7. Nelly, A; Adams, C and Crowe, P (2001), The Performance Prism In Practise,

Measuring Busness Excellence 5, 22001, pp . 6 - 1 2, MCB University Press,

1368 – 3047.

8. Powell,D and Netland, T (2010), Towards an Integrated Performance

Measurement System for Cellular Manufacturing: Insights from the Case of

Volvo Aero Norway, POMS 21st Annual Conference, Vancouver.

9. Suartika,I Made; Suwignjo, Patdono dan Syairuddin, Bambang (2007),

Perancangan dan Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Dengan Metode

Integrated Performance Measurement Systems, Jurnal Teknik Industri, Vol 9

No.2, 131-143.

10. Suwignjo, P., 2000, “Sistem Pengukuran Kinerja: Sejarah Perkembangan dan

Agenda Penelitian ke Depan”, Proceeding Seminar Nasional Performance

Management, Bagian C, Hotel Wisata, Jakarta.

Page 69: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 69

KAJIAN KERANGKA LEGISLATIF PENERAPAN GREEN

CONSTRUCTION DALAM PROYEK BANGUNAN

GEDUNG DI INDONESIA

Wulfram I. Ervianto1, Biemo W. Soemardi

2, Muhamad Abduh

3 dan Surjamanto

4

1Kandidat Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

email: [email protected] 2Staf Pengajar Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan

Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, email: [email protected] 3Staf Pengajar Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan

Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, email: [email protected] 4Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Institut Teknologi Bandung, email:

[email protected]

ABSTRAK

Fenomena pemanasan global yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca di Bumi diyakini oleh para

peneliti disebabkan salah satunya adalah pembangunan. Sebuah gagasan yang dianggap berpotensi dapat

mengurangi pemanasan global adalah dengan menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep

ini mengandung tiga pilar utama yang saling terkait dan saling menunjang yaitu pembangunan ekonomi,

pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup. Salah satu terjemahan konsep pembangunan

berkelanjutan di tingkat praktis dikenal dengan green construction dimana implementasinya mulai

mendapat perhatian dari berbagai pihak. Kajian tentang green construction ditinjau dari aspek teknis

telah banyak dilakukan untuk meyakinkan dapat diterapkannya di Indonesia. Selain kajian aspek teknis

tentu dibutuhkan kepastian apakah kerangka legislatif yang telah ada di Indonesia dapat mengakomodasi

secara komprehensif bila green construction diterapkan. Sampai dengan saat ini belum ada informasi

yang lengkap tentang pemetaan kerangka legislatif yang mendukung penerapan green construction.

Tujuan penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap berbagai peraturan yang telah mengakomodasi

konsep green construction dalam bentuk mapping kerangka legislatif untuk mendukung penerapan green

construction untuk bangunan gedung baru di Indonesia. Data dan informasi diperoleh melalui dokumen

dalam bentuk undang-undang, peraturan menteri, peraturan daerah dan peraturan lain yang terkait dengan

bangunan ramah lingkungan, yaitu Undang-Undang Bangunan Gedung Nomor 28 tahun 2002, Peraturan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010, Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen)

Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Teknis Bangunan Hijau. Peraturan Daerah (Perda) berupa Peraturan

Gubernur DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012. Hasil kajian menyatakan bahwa dalam tahap perencanaan

terdapat 42 Pasal/ayat yang mengatur tentang perencanaan bangunan hijau, 53 pasal/ayat pada tahap

pelaksanaan, dan 26 pasal/ayat pada tahap operasional bangunan.

Kata kunci: Landasan Legislatif; Green Construction, Bangunan gedung.

1. PENDAHULUAN Fenomena global warming yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca menjadi topik

yang banyak dibahas dalam berbagai forum ilmiah. Salah satu indikator bahwa bumi

tengah mengalami perubahan adalah tingginya konsentrasi karbondioksida (CO2) di

udara yang bersifat menghalangi pelepasan panas dari bumi. Konsumsi energi yang

besar dengan pertumbuhan 2% per tahun sampai tahun 2020 akan menghasilkan emisi

global CO2 dan gas rumah kaca lainnya naik menjadi dua kali lipat dari tahun 1965-

1998 yang berdampak pada perubahan iklim dunia [11]. Bila cara-cara pembangunan

tetap dilakukan seperti biasanya tanpa perubahan, maka pada tahun 2050 diperkirakan

konsentrasi CO2 akan mencapai 500 part per million (ppm) atau menjadi dua kali lipat

konsentrasinya bila dibandingkan sebelum revolusi industri [13]. Secara global,

Page 70: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 70

Indonesia berada di urutan ke lima dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca atau

sekitar 4,63% [14].

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi ke-13 tentang Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa

Bangsa (PBB) yang diselenggarakan di Bali pada bulan Desember 2007, Indonesia

sepakat untuk menurunkan konsentrasi CO2 di udara sebesar 26% sampai dengan 41%

di akhir tahun 2020 dan disepakati tentang “peta jalur hijau” dengan pola pembangunan

abad ke-21 yang berkadar rendah karbon. Salah satu agenda yang diusulkan adalah

melakukan promosi sustainable construction untuk penghematan bahan dan

pengurangan limbah (bahan sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca

konstruksi [12]. Kedua hal tersebut diatas terkait erat dengan daya dukung lingkungan

yang dapat dikelompokan menjadi dua komponen, yaitu: kapasitas penyediaan

(supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity).

Tujuan sustainable construction adalah menciptakan bangunan berdasarkan disain yang

memperhatikan ekologi, menggunakan sumberdaya alam secara efisien dan ramah

lingkungan selama operasional bangunan [6]. Bagian dari sustainable construction

adalah green construction yang merupakan proses holistik yang bertujuan untuk

mengembalikan dan menjaga keseimbangan antara lingkungan alami dan buatan [7].

Green construction didefinisikan suatu perencanaan dan pelaksanaan proses konstruksi

untuk meminimalkan dampak negatif proses konstruksi terhadap lingkungan agar

terjadi keseimbangan antara kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia

untuk generasi sekarang dan mendatang [8].

Green construction mencakup aspek, faktor, dan indikator. Faktor green construction

di Indonesia dapat disintesakan menjadi 16 faktor [9]. Dalam setiap faktor green

construction terdapat sejumlah indikator green construction. Indikator green

construction untuk bangunan gedung di Indonesia adalah 142 indikator, yang terdiri

dari 77 indikator prioritas I dan 65 indikator prioritas II. Secara rinci indikator prioritas

I terbagi menjadi 16% kategori perilaku, 34,67%, kategori minimum waste, dan

49,33% kategori maksimum value. Sedangkan dalam prioritas II terbagi menjadi

27,69% kategori perilaku, 12,31% kategori minimum waste, dan 60% kategori

maksimum value. Komposisi indikator green construction secara keseluruhan adalah

21,43% dalam kategori perilaku, 24,29% dalam kategori minimum waste, dan 54,29%

dalam kategori maksimum value. [8].

Dengan terdefinisikannya faktor dan indikator green construction tersebut diatas

tentunya semakin besar posibilitas diterapkannya green construction dalam proses

pembangunan di tingkat praktis. Namun demikian masih perlu dikaji lebih mendalam

dalam hal-hal sebagai berikut: peraturan legislatif, risiko yang akan ditanggung oleh

pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan, kesiapan kontraktor, kesiapan konsultan

pengawas, kesiapan pemasok material bangunan pabrikasi maupun bukan pabrikasi,

kesiapan pekerja konstruksi secara keseluruhan. Tentu saja semua hal tersebut tidak

dapat ditunggu kesiapannya secara simultan, akan tetapi harus direncanakan dan

dikelola secara strategis agar green construction secara perlahan dapat diterapkan di

Indonesia. Dari berbagai hal tersebut diatas aspek yang berkekuatan untuk mendorong

penerapan green construction di Indonesia adalah peraturan yang berkekuatan hukum

yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah sebagai regulator.

Page 71: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 71

2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan kesepakatan Indonesia dalam Konferensi di Bali pada bulan Desember

2007 tentang “peta jalur hijau” dengan pola pembangunan abad ke-21 yang berkadar

rendah karbon. Merujuk pada agenda dalam Konstruksi Indonesia untuk melakukan

promosi sustainable construction melalui penghematan bahan dan pengurangan limbah

(bahan sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca konstruksi. Dimulainya era

green dengan terdefinisikannya konsep green secara komprehensif dalam berbagai

infrastruktur seperti green building dan green construction, maka diperlukan berbagai

peraturan yang berkekuatan hukum sebagai dasar dalam implementasinya di tingkat

praktis.

3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dalam penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap kerangka legislatif yang

telah ada untuk mendukung dalam penerapan green construction pada bangunan

gedung di Indonesia.

4. KAJIAN PUSTAKA Definisi “kerangka” adalah garis besar atau rancangan [10], sedangkan legislatif berasal

dari kata legislate yang berarti lembaga yang bertugas membuat undang-undang [10].

Lembaga legislatif berwenang untuk menentukan kebijakan dan membuat undang

undang disertai dengan hak-hak tertentu yang dimilikinya. Keanggotaan lembaga

legislatif dianggap sebagai perwakilan rakyat, karena itulah lembaga legislatif sering

dinamakan sebagai badan atau Dewan Perwakilan Rakyat. Jenis dan hirarki peraturan

perundang-undangan adalah sebagai berikut [4]: (a) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945; (b) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang; (c) Peraturan Pemerintah; (d) Peraturan Presiden; (e) Peraturan

Daerah.

Terkait dengan green construction, aspek legislatif yang telah ada saat ini adalah

Undang-Undang Bangunan Gedung Nomor 28 tahun 2002. Sedangkan peraturan yang

mengatur secara spesifik tentang bangunan ramah lingkungan adalah Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010. Di tingkat Peraturan Daerah (Perda)

yang mengatur tentang Bangunan Gedung Hijau adalah Peraturan Gubernur DKI

Jakarta Nomor 38 Tahun 2012. Peraturan setingkat menteri yang sedang dipersiapkan

adalah Rancangan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Teknis

Bangunan Hijau.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan

Gedung terdiri dari 10 Bab dan 49 Pasal, bertujuan untuk mewujudkan bangunan

gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan

selaras dengan lingkungannya. Pasal-pasal yang terkait dengan aspek lingkungan

adalah pasal 11; pasal 14, terciptanya ruang luar bangunan gedung dan ruang ruang

terbuka hijau yang seimbang; pasal 15, tentang persyaratan pengendalian dampak

lingkungan; pasal 22, tentang sirkulasi dan pertukaran udara; pasal 23, tentang

keharusan mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami; pasal 24, tentang sistem

pembuangan air kotor/kotoran/sampah dan penyaluran air hujan; pasal 25 ayat 1,

tentang penggunaan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan; pasal 26 ayat 4,

Page 72: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 72

tentang kenyamanan kondisi udara dalam ruang, pasal 26 ayat 6, kenyamanan tingkat

getaran; pasal 39 tentang dekonstruksi bangunan.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010. Dalam peraturan

ini mencakup tiga hal, yaitu: (a) Kriteria bangunan ramah lingkungan; (b) Sertifikasi

bangunan ramah lingkungan; (c) Registrasi lembaga sertifikasi bangunan ramah

lingkungan. Bagian yang terkait langsung dengan bangunan ramah lingkungan adalah

Bab II tentang Kriteria Bangunan Ramah Lingkungan yang diatur dalam pasal 4.

Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen) Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Teknis

Bangunan Hijau. Tujuan adanya rapermen ini adalah terselenggaranya fungsi bangunan

gedung yang telah memenuhi persyaratan keandalan teknis dan mengutamakan aspek

bangunan hijau yang meliputi: (a) efisiensi dalam penggunaan energi; (b) efisiensi

dalam penggunaan air; (c) mutu udara dalam bangunan gedung; (d) pengelolaan

limbah; (e) manajemen penyelenggaraan bangunan gedung. Kriteria bangunan hijau

dibedakan menjadi dua, yaitu: pertama, kriteria pembangunan yang mencakup aspek

perencanaan dan pelaksanaan. Lebih spesifik kriteria yang memuat tahap pelaksanaan

adalah: (a) manajemen efisiensi energi; (b) manajemen efisiensi air; (c) manajemen

penggunaan material; (d) manajemen pelaksanaan konstruksi. Kedua, kriteria

pemanfaatan yang mencakup aspek pemeliharaan, aspek perawatan, dan aspek

pemeriksaan berkala.

Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan

Hijau. Peraturan ini mulai diberlakukan sejak bulan April 2012. Dalam peraturan ini

dibedakan menjadi dua, yaitu bangunan baru (new building) dan bangunan lama

(eksisting). Aspek yang perhatikan dalam bangunan baru adalah disain yang menjadi

standar teknis bangunan yang memiliki lima kriteria, yaitu: (a) pengelolaan bangunan

masa konstruksi; (b) pengelolaan lahan dan limbah; (c) efisiensi energi; (d) efisiensi air;

(e) kualitas udara dan kenyamanan termal. Sedangkan aspek yang diperhatikan dalam

bangunan lama adalah konsumsi energi yang memiliki empat kriteria, yaitu: (a)

pengelolaan bangunan masa operasional; (b) konservasi dan efisensi energi; (c)

konservasi dan efisiensi air (d) serta kualitas udara dan kenyamanan termal. Peraturan

ini bersifat wajib atau mandatori, oleh karenanya bagi pihak-pihak yang tidak

melaksanakan aturan tersebut akan dikenakan sanksi berupa tidak akan mendapat Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) bagi bangunan baru (new building) dan tidak akan

mendapat Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bangunan untuk bangunan lama (existing

building).

5. DATA DAN ANALISIS

Untuk mendapatkan kerangka legislatif yang mendukung penerapan green construction

pada bangunan gedung di Indonesia didahului dengan melakukan pendataan terkait

dengan Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu),

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah. Sejumlah peraturan

tersebut selanjutnya diinterpretasikan secara detil untuk menentukan bagian-bagian

yang terkait dengan penerapan green construction pada bangunan gedung. Mengingat

konsep ini masih relatif baru di Indonesia, saat ini belum banyak regulasi yang

mengatur penerapannya di Indonesia. Namun demikian terdapat beberapa yang

Page 73: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 73

mengatur dalam pembangunan gedung terkait dengan aspek lingkungan dan merupakan

bagian dari konsep green construction.

Analisis data yang digunakan secara deskriptif mengingat karakter data berupa paparan

dalam berbagai regulasi. Untuk mengidentifikasi pasal dan ayat dalam peraturan yang

terkait dengan tahapan dalam proyek konstruksi akan dibedakan menjadi dua, yaitu

langsung (L) dan tidak langsung (TL). Langsung didefinisikan jika aktivitas tersebut

diciptakan pada tahapan proyek tersebut, sedangkan Tidak Langsung jika aktivitas

terjadi sebagai akibat dari aktivitas tahapan proyek lainnya.

Tabel 1 : Pasal dan ayat dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun

2002 tentang bangunan gedung yang terkait dengan lingkungan.

Deskripsi Pr. Pl. Op.

Pasal 14, terciptanya ruang luar bangunan gedung dan ruang ruang terbuka hijau yang seimbang.

L - -

Pasal 15, persyaratan pengendalian dampak lingkungan. L - -

Pasal 22, sirkulasi dan pertukaran udara. L - TL

Pasal 23, keharusan mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami. L - TL

Pasal 24, sistem pembuangan air kotor/kotoran/sampah dan penyaluran air hujan.

L L TL

Pasal 25 ayat 1, Penggunaan bahan bangunan yang aman bagi kesehatan.

L L /TL TL

Pasal 26 ayat 4, Kenyamanan kondisi udara dalam ruang. L - TL

Pasal 26 ayat 6, Kenyamanan tingkat getaran. L L TL

Pasal 39, Dekonstruksi bangunan. L L /TL - Catatan: Pr: Perencanaan; Pl: Pelaksanaan; Op: Operasional; L: Langsung; TL: Tidak Langsung.

Tabel 2 : Pasal dan ayat dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 08

tahun 2010 yang terkait dengan aspek lingkungan

Deskripsi Pr. Pl. Op.

Pasal 4 – a, Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan.

Material bangunan yang bersertifikat eco-label. L TL TL

Material bangunan lokal. L L -

Pasal 4 – b, Terdapat fasilitas, sarana, dan rasarana untuk konservasi sumber daya Air dalam bangunan gedung

Mempunyai sistem pemanfaatan air yang dapat dikuantifikasi.

L L TL

Menggunakan sumber air yang memperhatikan konservasi sumber daya air.

L L -

Mempunyai sistem pemanfaatan air hujan. L L TL

Pasal 4 – c, Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi Energi

Menggunakan sumber energi alternatif terbarukan yang rendah emisi gas rumah kaca.

L L TL

Menggunakan sistem pencahayaan dan pengkondisian udara buatan yang hemat energi.

L L TL

Pasal 4 – d, Menggunakan bahan yang bukan bahan perusak ozon dalam bangunan Gedung

Refrigeran untuk pendingin udara yang bukan bahan perusak ozon.

L L TL

Melengkapi bangunan gedung dengan peralatan pemadam kebakaran yang bukan bahan perusak ozon.

L L TL

Page 74: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 74

Deskripsi Pr. Pl. Op.

Pasal 4 – e, Terdapat fasilitas,sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik Pada bangunan gedung

Melengkapi bangunan gedung dengan sistem pengolahan air limbah domestik pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus.

L L TL

Melengkapi bangunan gedung dengan sistem pemanfaatan kembali air limbah domestik hasil pengolahan pada bangunan gedung fungsi usaha dan fungsi khusus.

L L TL

Pasal 4 – f, Terdapat fasilitas pemilahan sampah

- L L -

Pasal 4 – g, Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan

Melakukan pengelolaan sistem sirkulasi udara bersih.

L L TL

Memaksimalkan penggunaan sinar matahari. L L TL

Pasal 4 – g, Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan tapak berkelanjutan

Melengkapi bangunan gedung dengan ruang terbuka hijau sebagai taman dan konservasi hayati, resapan air hujan dan lahan parkir.

L - TL

Mempertimbangkan variabilitas iklim mikro dan perubahan iklim.

L - TL

Mempunyai perencanaan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan tata ruang.

L - -

Menjalankan pengelolaan bangunan gedung sesuai dengan perencanaan.

L - TL

Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana

Mempunyai sistem peringatan dini terhadap bencana dan bencana yang terkait dengan perubahan iklim.

L - TL

Menggunakan material bangunan yang tahan terhadap iklim atau cuaca ekstrim intensitas hujan yang tinggi, kekeringan dan temperatur yang meningkat.

L L -

Catatan: Pr: Perencanaan; Pl: Pelaksanaan; Op: Operasional; L: Langsung; TL: Tidak Langsung.

Tabel 3 : Pedoman teknis pelaksanaan dalam Rancangan Peraturan Menteri

(Rapermen) Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Teknis Bangunan Hijau.

Item Deskripsi Pr. Pl. Op.

II.2.2, Manajemen efisiensi energi

Memanfaatkan semaksimal mungkin sumber daya listrik yang tersedia dan/atau menyediakan sumber catu daya mandiri (generator power supply).

- L -

Menggunakan alat transportasi vertikal/lif konstruksi (material/passenger hoist) yang hemat energi.

- L -

Menggunakan seoptimal mungkin pencahayaan alami.

- L -

Memasang alat ukur beban listrik atau kWh meter terpisah untuk masing-masing kelompok beban >100 kVa sehingga memudahkan untuk

- L -

Page 75: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 75

Item Deskripsi Pr. Pl. Op.

memantau penggunaan daya listrik masing-masing kelompok.

Mendorong penggunaan sumber daya non-fosil dalam kegiatan pelaksanaan.

- L -

II.2.3, Manajemen efisiensi air

Menyediakan penampungan air hujan dengan kapasitas semaksimal mungkin untuk dimanfaatkan sebagai sumber air bersih proyek.

- L -

Melakukan manajemen air dewatering - L -

Sumur resapan dan/atau kolam penampungan air hujan digunakan untuk menjaga keseimbangan air tanah, mengurangi aliran permukaan dan/atau untuk alternatif sumber air bersih

- L -

Manajemen penggunaan air dengan memisahkan kegiatan yang memerlukan air untuk kebersihan dengan kegiatan yang membutuhkan air dengan kualitas lebih rendah

- L -

II.2.4, Manajemen penggunaan material

Menggunakan material secara efisien dan cermat untuk mengurangi sisa bahan tak terpakai (zero waste, zero defect, dan sistem pracetak)

- L -

Menggunakan material yang bahan baku dan proses produksinya ramah lingkungan.

- L -

Menyiapkan area pemilahan dan menyelenggarakan manajemen sampah untuk tempat material sisa pelaksanaan proyek sebelum digunakan kembali dan/atau didaur ulang.

- L -

Mengutamakan penggunaan material lokal hasil olahan yang mudah diperoleh di sekitar kawasan proyek.

- L -

Menggunakan pemasok bahan konstruksi yang bersedia membawa/mengambil kembali kemasan pembungkus, pallets, dan material yang tidak terpakai atau material sisa yang ditimbulkan oleh produk yang disediakannya.

- L -

Melakukan penjadwalan pengadaan material secara akurat untuk mengurangi penyimpanan.

- L -

Mendorong penggunaan kembali material untuk kantor proyek, bedeng pekerja konstruksi, dan gudang.

- L -

Mendorong penggunaan kembali alat bantu konstruksi seperti cetakan beton, perancah, dan alat bantu lainnya.

- L -

II.2.5, Manajemen pelaksanaan konstruksi bangunan gedung

Manajemen Kebisingan, Getaran, dan Debu 1. Manajemen kebisingan dan getaran dari

kegiatan pelaksanaan konstruksi yang - L -

Page 76: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 76

Item Deskripsi Pr. Pl. Op.

dirasakan di luar area konstruksi. 2. Manajemen debu konstruksi yang dirasakan

di luar area konstruksi.

Testing – Commissioning 1. Testing Commissioning dilakukan oleh pihak

ketiga independen. 2. Aktifitas testing commissioning dimulai sejak

proses desain hingga penyusunan bahan training untuk manajemen gedung.

3. Pelaksanaan testing commissioning harus mengacu kepada pedoman tertentu.

- L -

Catatan: Pr: Perencanaan; Pl: Pelaksanaan; Op: Operasional; L: Langsung; TL: Tidak Langsung.

Tabel 4 : Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 38 Tahun

2012 tentang Bangunan Hijau.

Kriteria Deskripsi Pr. Pl. Op.

Efisiensi energi

Pasal 6, Ayat 1, 2, 3. Sistem selubung bangunan. L - -

Pasal 7, Ayat 1-3. Sistem ventilasi. L - -

Pasal 8, Ayat 1-3; Pasal 9, Ayat 1-9. Sistem pengkondisian udara.

L - -

Pasal 10, Ayat 1, 2; Pasal 11, Ayat 1-6. Sistem pencahayaan.

L - -

Pasal 12, Ayat 1-3. Sistem transportasi dalam gedung. L - -

Pasal 13, Ayat 1-6. Sistem kelistrikan. L - -

Kriteria efisiensi air

Pasal 15, Ayat 1, 2. Perencanaan peralatan saniter hemat air.

L - -

Pasal 16, Ayat 1, 2; Pasal 17, Ayat 1-3. Perencanaan pemakaian air.

L - -

- - L

Kualitas udara dalam ruang

Pasal 18, Ayat 1-5. Kualitas udara dalam ruang. L - -

Pengelolaan Lahan dan Limbah

Pasal 20; Pasal 21, Ayat 1-6; Pasal 22, Ayat 1-4; Pasal 23, Ayat 1, 2, 3. Persyaratan tata ruang.

L - -

Pasal 26, Ayat 1,2; Fasilitas pendukung.

L -

Pasal 26, Ayat 3,4. - - L

Pasal 8, Ayat 1-3. Pengelolaan limbah padat dan limbah cair.

L - -

Pasal 9, Ayat 1-9. L - -

Pelaksanaan Kegiatan Konstruksi

Pasal 28, Ayat 1, 2; Pasal 29, Ayat 1-3. Keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan.

- L -

Pasal 30, Ayat 1, 2. Konservasi air pada saat pelaksanaan kegiatan konstruksi.

- L -

Pasal 31, Ayat 1, 2, 3. Pengelolaan limbah B3 kegiatan konstruksi .

- L -

Keselamatan, kesehatan kerja Dan lingkungan

Pasal 29, Ayat 1. Pelaksana konstruksi wajib menyediakan fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK)dan bedeng pekerja.

- L -

Pasal 29, Ayat 2. Pelaksana konstruksi harus membuat sumur resapan sementara untuk air limbah kegiatan

- L -

Page 77: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 77

Kriteria Deskripsi Pr. Pl. Op.

konstruksi dan menyediakan kolam pengendapan (sump pit) untuk penampungan limbah bentonite, lumpur dan sisa beton.

Pasal 29, Ayat 3. Penggunaan jaring pengaman di sekeliling bangunan (full safety net) untuk mengendalikan sebaran debu dan puing

- L -

Konservasi air pada saat kegiatan konstruksi

Pasal 30, Ayat 1. Air bersih untuk kebutuhan pelaksanaan kegiatan konstruksi harus menggunakan tempat penampungan air (water reservoir).

- L -

Pasal 30, Ayat 2. Melaksanaan kegiatan konstruksi yang melakukan pemompaan air (dewatering)

- L -

Pengelolaan b3 kegiatan konstruksi

Pasal 31, Ayat 1. Apabila pelaksana konstruksi menggunakan B3 harus menyediakan absorban untuk penyimpanannya

- L -

Pasal 31, Ayat 2. Pelaksana konstruksi juga harus melakukan pemilahan sampah berdasarkan sampah organik, sampah anorganik dan sampah B3 dan menyediakan tempat sampah sementara serta mengatur posisi/letak penempatannya sehingga tidak mengganggu lingkungan

- L -

Pasal 31, Ayat 3. Pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mengikuti prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

- L -

Tabel 5 : Rekapitulasi pasal/ayat yang mengatur tentang bangunan hijau dibedakan

berdasarkan perencanaan, pelaksanaan, dan operasional.

No. Nama Peraturan Perencanaan Pelaksanaan Operasional

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

9 pasal/ayat 6 pasal/ayat 6 pasal/ayat

2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 yang Terkait Dengan Aspek Lingkungan.

20 pasal/ayat 15

pasal/ayat 15

pasal/ayat

3. Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen) Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Teknis Bangunan Hijau.

- 18

pasal/ayat -

4. Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Hijau.

13 pasal/ayat 11

pasal/ayat 2 pasal/ayat

Jumlah 42 pasal/ayat 50

pasal/ayat 23

pasal/ayat

Page 78: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 78

Gambar 1: Rekapitulasi komposisi peraturan yang mengakomodasi green construction

pada tahap perencanaan, pelakasanaan, dan operasional.

6. KESIMPULAN Berdasarkan kajian dari masing-masing peraturan tentang bangunan hijau yang ada di

Indonesia (tabel 1-4), dapat dinyatakan bahwa terdapat 42 Pasal/ayat yang mengatur

tentang perencanaan bangunan hijau di Indonesia, sedangkan banyaknya pasal/ayat

yang mengatur pada tahap pelaksanaan adalah 53 dan pada tahap operasional bangunan

sebanyak 26 pasal/ayat.

Dari empat peraturan tersebut diatas yang mengakomodasi tentang green construction

terbanyak berturut-turut adalah: (1) Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen)

Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Teknis Bangunan Hijau; (2) Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 tentang Kriteria Dan Sertifikasi

Bangunan Ramah Lingkungan; (3) Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Khusus

Ibukota Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Hijau; (4) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

7. DAFTAR PUSTAKA

1. …….., Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 tentang

Bangunan Hijau.

2. ……., Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010

Tentang Kriteria Dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan.

9

20

0

13

42

9

15 18

11

53

9

15

0 2

26

Undang-UndangRepublik Indonesia

Nomor 28 Tahun2002

Peraturan MenteriNegara Lingkungan

Hidup Nomor 08Tahun 2010

RapermenPekerjaan UmumTentang PedomanTeknis Bangunan

Hijau

Pergub DKI JakartaNomor 38 Tahun

2012

Total

Peraturan Tentang Bangunan Hijau di Indonesia

Perencanaan

Pelaksanaan

Operasional

Page 79: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 79

3. ……., Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen) Pekerjaan Umum Tentang

Pedoman Teknis Bangunan Hijau.

4. ……., Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

5. ……., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang

Bangunan Gedung.

6. Conseil International Du Batiment (1994).

7. Plessis, D., Chrisna, Edit (2002) : Agenda 21 for Sustainable Construction in

Developing Countries’ Pretoria: Capture Press.

8. Ervianto, W.I. (2012), Laporan Penelitian “Identifikasi Faktor Green

Construction Pada Bangunan Gedung di Indonesia”, ITB-JICA.

9. Ervianto, W.I. (2012), Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau, Penerbit

ANDI, Yogyakarta.

10. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

11. Kwanda T. (2003), Pembangunan permukiman yang berkelanjutan untuk

mengurangi polusi udara , Dimensi Teknik Arsitektur, vol. 31, no.1, hh. 20-27.

12. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (2007), Konstruksi Indonesia

2030 Untuk Kenyamanan Lingkungan Terbangun, Lembaga Pengembangan Jasa

Konstruksi Nasional, Jakarta.

13. Salim, E. (2010), Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi, Gramedia, Jakarta.

14. World Resources Institute (2005).

Page 80: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 80

KAJIAN POTENSI PENERAPAN ASURANSI GEMPA

BUMI UNTUK RUMAH TINGGAL DI INDONESIA

Vetivera Kumala Dewi1

1Mahasiswa Magister Teknik Sipil, Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Institut

Teknologi Bandung, email: [email protected].

ABSTRAK

Indonesia terletak di jalur cincin api pasifik , dimana lempeng Australia dan lempeng Pasifik terhujam di

bawah lempeng Eurasia menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap letusan gunung berapi dan

gempa bumi. Peristiwa gempa bumi di Indonesia menduduki peringkat kesembilan di dunia dalam

jumlah korban selama abad ke 20. Berdasarkan studi dan simulasi yang dilakukan oleh World Bank,

potensi dampak ekonomi yang diakibatkan oleh gempa bumi di Indonesia dapat mencapai 30 milyar

dolar amerika atau tiga persen dari nilai Pendapatan Domestik Bruto indonesia, dimana kerugian terbesar

disumbangkan oleh keperluan untuk merekonstruksi rumah tinggal. Berdasarkan fakta tersebut diatas

mungkinkah risiko akibat gempa bumi dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga, dengan harapan seluruh

masyarakat yang kehilangan tempat tinggal dapat memperoleh kembali infrastrukturnya. Dalam hal ini

peran pemerintah menjadi penting sebagai bentuk tanggung jawab sosial terhadap masyarakat, salah satu

opsi yang dapat dilakukan adalah membentuk kerjasama dengan pihak swasta melalui mekanisme

tertentu. Studi terhadap penerapan pengalihan risiko melalui mekanisme asuransi dilakukan pada negara

Turki yang juga rentan terhadap bencana gempa bumi untuk melihat potensi penerapannya di Indonesia.

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa di Indonesia telah ada regulasi yang dapat digunakan sebagai dasar

untuk memulai kerjasama pemerintah dengan swasta, diantaranya adalah Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dalam pasal 4. Peraturan Pemerintah

Nomor 22 Tahun 2008Tentang Pendanaan Dan Pengelolaan Bantuan Bencana dalam pasal 4 dan 5.

Perusahaan asuransi di Indonesia yang berfungsi sebagai pool asuransi gempa bumi telah dibentuk dan

diberi nama Maskapai Asuransi Indonesia Pengelola Asuransi Risiko Khusus (MAIPARK).

Kata kunci: bencana alam; pengalihan risiko; kerjasama pemerintah swasta

1. PENDAHULUAN

Secara geografis Indonesia terletak dalam wilayah yang berpotensi terjadinya bencana

yang diakibatkan oleh gempa bumi dan tsunami dengan intensitas yang cukup tinggi.

Banyaknya gunung aktif serta bentuk negara yang berupa kepulauan adalah sebagian

faktor yang mempengaruhi seringnya terjadi bencana di Indonesia. Beberapa catatan

tentang gempa yang terjadi beberapa tahun terakhir adalah: (a) pada tahun 2005 di

pulau Nias dan sekitarnya menelan korban sekitar 1000 jiwa; (b) gempa yang terjadi

pada akhir tahun 2006 yang yang terjadi di Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah yang

menelan korban 6.234 jiwa. Kejadian gempa di Indonesia secara rinci dapat dilihat

dalam tabel 1. Terjadinya gempa tersebut diatas dikarenakan posisi Indonesia yang

dikelilingi oleh tiga lempeng tektonik dunia yakni Lempeng Indo-Australia, Eurasia

dan Lempeng Pasifik. Apabila lempeng-lempeng tersebut bertemu akan menghasilan

energi yang cukup besar. Selain itu, Indonesia juga berada pada Pacific Ring of Fire

yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia yang setiap saat dapat

meletus dan mengakibatkan datangnya bencana. Dampak yang terjadi adalah rusaknya

berbagai jenis infrastruktur salah satunya adalah rumah tinggal. Menurut data dari

World Bank, kehilangan/kerugian terbesar akibat gempa bumi terjadi pada rumah

tinggal. Selain itu, tingginya arus urbanisasi menambah kerentanan masyarat di

Page 81: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 81

perkotaan terhadap bahaya gempa bumi apabila pembangunan rumah tinggal tidak

mengikuti standar pedoman bangunan tahan gempa di Indonesia.

Tabel 1. Bencana Gempa Bumi di Indonesia

No. Tanggal Lokasi Kekuatan

(SR)

Jumlah

korban

1 26 November 2007 Raba, Sumbawa 6,7 +3

2 12 September 2007 Lepas pantai Bengkulu 7,9 9+

3 6 Maret 2007 Padang 6,4 >60

4 11 Agustus 2006 Pulau Simeuleu, Sibolga 6,0 *

5 17 Juli 2006 Selatan Tasikmalaya 7,7 >400

6 27 Mei 2006 Imogiri, Bantul 5,9 6234

7 28 Maret 2005 Sibolga 8,5 – 8,7 *

8 26 Desember 2004 Sebelah Barat Laut Banda Aceh 9,3 230.000

9 4 Juni 2000 Bengkulu (Laut Hindia) 7,3 >100

10 12 Desember 1992 Pulau Flores 7,6 >2.100

11 1938 Laut Banda 8,5 *

12 24 November 1833 Sumatera 8,7 * Sumber: Pengelolaan Resiko Bencana Gempa Bumi melalui penataan ruang

catatan: * tidak ada data

2. TUJUAN KAJIAN

Berdasarkan aspek lokasi wilayah Indonesia yang berada dalam daerah rawan bencana

gempa bumi yang berpotensi menimbulkan kerugian finansial dalam jumlah relatif

besar maka perlu adanya kajian mengenai potensi penerapan asuransi gempa bumi

melalui kerjasama pemerintah swasta.

3. KAJIAN PUSTAKA

Berdasarkan studi dan simulasi yang dilakukan oleh world bank, potensi kerugian

akibat gempa bumi dengan periode ulang 250 tahun diperkirakan mencapai 30 milyar

dolar amerika, atau tiga persen dari Gross Domestic Product (GDP). Kerusakan dan

kerugian secara konsisten disumbangkan paling besar dari keperluan untuk rekonstruksi

rumah tinggal, yang disusul oleh infrastruktur publik misalnya: jalan, sekolah, dan

fasilitas kesehatan.

Belajar pada kejadian gempa Yogyakarta dengan korban ± 6.234 orang, gempa selatan

Tasikmalaya dengan korban lebih dari 400 orang, serta gempa di sebelah selatan laut

Banda Aceh dengan korban ± 230.000 orang maka ketiga lokasi tersebut pantas untuk

diteliti jenis kerusakan terhadap bangunan infrastruktur lebih spesifik tempat tinggal.

Jenis kerusakan pada bangunan rumah tinggal satu lantai dan bangunan bertingkat

bangunan akibat gempa di Yogyakarta dapat dilihat dalam tabel 2 [8].

Tabel 2. Jenis Kerusakan Bangunan Akibat Gempa Yogyakarta

No. Jenis kerusakan

Bangunan bertingkat > 2 lantai Rumah tinggal

1. Dinding retak (NS) Dinding miring (NS)

2. Gunungan miring (NS) Dinding pecah pada sudut-sudut bangunan (NS)

3. Tangga retak (S) Plesteran retak-retak (NS)

Page 82: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 82

No. Jenis kerusakan

Bangunan bertingkat > 2 lantai Rumah tinggal

4. Plat lantai retak (S) Retakan/patahan di lantai (NS)

5. Tulangan kolom patah (S) Dinding diatas pintu patah (NS)

6. Kolom lantai bergeser (S) Plafon rusak, runtuh (NS)

7. Balok diatas pintu terpuntir (S) Dinding roboh (NS)

8. Pertemuan balok dan kolom retak (S) Gunungan retak horisontal (NS)

9. Retak Dinding (NS) Kolom (pasangan bata) pecah (S)

10. - Ikatan angin lepas (S) Sumber: laporan kerusakan gempa UAJY, 2006.

Catatan. S : kerusakan struktural, NS : kerusakan non struktural.

Jenis kerusakan bangunan akibat gempa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1)

kerusakan ringan, (2) kerusakan sedang, (3) kerusakan berat. Jenis kerusakan yang

dapat dikategorikan dalam rusak ringan adalah suatu bangunan yang tidak diperlukan

perbaikan dan masih aman untuk dihuni, misalnya retak rambut pada dinding. Jenis

kerusakan yang dapat dikategorikan dalam rusak sedang adalah sebuah bangunan yang

perlu perbaikan ringan. Jenis kerusakan yang dapat dikategorikan dalam rusak berat

adalah bangunan yang perlu perbaikan berat agar bangunan aman untuk dihuni.

Secara umum kerangka pikir dalam kajian ini melibatkan tiga aspek yaitu aspek

finansial, aspek regulasi dan aspek teknis seperti dalam gambar 1.

Pemerintah

Rumah sederhana Rumah menengah Rumah mewah

Asuransi

KPS

Aspek finansial

Aspek teknis

Aspek regulasi

Gambar 1. Kerangka Pikir Dalam Kajian Kerjasama Pemerintah Swasta

Aspek Finansial

Instrumen anggaran utama pemerintah Indonesia untuk membiayai pengeluaran pasca

bencana melalui pendanaan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Rekonstruksi pasca

bencana sebagian besar dibiayai melalui dana cadangan di Bendahara Umum Negara,

yang pencairannya memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pada tahun 2010 dan 2011, alokasi dana untuk rekonstruksi adalah 450 juta dolar

amerika (≈Rp. 4 triliun) per tahun, Berdasarkan pengalaman sebelumnya untuk

penarikan dana ini membutuhkan beberapa bulan, dan berakibat pada keterlambatan

dalam pemulihan pasca bencana, termasuk untuk memenuhi kebutuhan hidup dan

program ganti rugi rumah. Angka ini cukup besar dan untuk memperoleh manfaat yang

Page 83: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 83

optimum perlu dipikirkan mekanisme pengelolaan dana. Dalam kajian ini

diprioritaskan pada rumah tinggal sederhana dengan pertimbangan bahwa masyarakat

dalam klas bawah ini akan terkendala dalam mengembalikan infrastruktur yang

mengalami kerusakan.

Aspek Teknis

Secara teknis telah banyak dipublikasikan persyaratan bangunan tahan gempa, salah

satunya oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Maksud dari bangunan

tahan gempa adalah meminimalkan resiko kerugian penghuni dan sekitarnya (yakni

keselamatan nyawa serta harta benda) akibat bencana gempa. Tujuan utama persyaratan

konstruksinya adalah: bahwa bangunan tidak rusak dalam bencana gempa ringan,

bangunan rusak sebagian namun tidak roboh pada waktu bencana gempa sedang, dan

bila roboh pada gempa dasyat, bangunan dapat diperbaiki lagi. Persyaratan bangunan

tahan gempa adalah: (1) Bangunan harus terletak di atas tanah yang stabil, (2) Denah

bangunan sebaiknya sederhana, simetris atau seragam, (3) Pondasi harus diikat kaku

dengan balok pondasi (sloof), (4) Pada setiap luasan dinding 12 m2, harus dipasang

kolom, dapat menggunakan bahan kayu, beton bertulang, baja, pilaster ataupun bambu,

kolom diikat kaku dengan sloof, (5) Harus dipasang balok keliling yang diikat kaku

dengan kolom, (6) Keseluruhan kerangka bangunan harus terikat secara kokoh dan

kaku, (7) Gunakan kayu kering sebagai konstruksi kuda-kuda, pilih bahan atap yang

seringan mungkin, dan ikat kaku dengan konstruksi kuda-kuda, (8) Bahan dinding pilih

yang seringan mungkin, papan, papan berserat, papan lapis, bilik, ikat bahan dinding

dengan kolom, (9) Bila bahan dinding menggunakan pasangan bata/batako, perhatikan

mutu bahan bata/batako, bahan tidak patah, dan berbunyi nyaring ketika diadukan. Pada

setiap jarak vertikal 30 cm, pasangan diberi anker yang dijangkarkan ke kolom, panjang

anker 50 cm, diameter 6 mm, (10) Perhatikan bahan spesi/adukan, setiap jenis tras,

pasir atau semen mempunyai sifat khusus, sebaiknya perbandingan campuran

mengikuti standar yang ada, (11) Demikian pula pemilihan perbandingan campuran

bahan beton, ikutilah standar yang ditentukan (12) Terakhir, pelaksanaan konstruksi,

hendaknya dilakukan oleh orang yang cukup mempunyai keahlian dan berpengalaman

[7].

Aspek Regulasi

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana, definisi bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa

gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah

longsor. Dalam pasal 4 disebutkan bahwa tujuan penanggulangan bencana antara lain

adalah: butir a, memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;

butir c, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,

terkoordinasi, dan menyeluruh; butir e, membangun partisipasi dan kemitraan publik

serta swasta.

Secara eksplisit dalam undang-undang tersebut diatas dapat dimaknai bahwa

pemerintah akan memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana,

salah satunya adalah kehilangan infrastruktur berupa tempat tinggal. Dalam butir lain

disebutkan adanya posibilitas pemerintah untuk menjalin kerjasama dengan pihak

swasta melalui skema kemitraan. Terkait dengan hal ini, infrastruktur vital bagi

masyarakat pasca bencana gempa adalah tidak berfungsinya atau rusaknya tempat

Page 84: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 84

tinggal. Bagi masyarakat kurang mampu, hal ini tentu menjadi beban berat untuk

memulihkan kembali tempat tinggal mereka.

Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan

Bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin

terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,

terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada

masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana. Dalam pasal 3 disebutkan

bahwa Penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, saat

tanggap darurat, dan pascabencana. Dalam pasal 4 butir b disebutkan bahwa

penyelenggaraan penanggulangan pra bencana dapat dilakukan bila dalam sistuasi

terdapat potensi terjadinya bencana. Berdasarkan pernyataan tersebut jelas bahwa

wilayah Indonesia berada pada situasi potensi bencana.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008tentangPendanaan dan Pengelolaan

Bantuan Bencana, pasal 4menyatakan beberapa hal sebagai berikut: (1) Dana

penanggulangan bencana menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah dan

pemerintah daerah; (2) Dana penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) berasal dari: (a) Anggaran Pendapatan Belanja Negara; (b). Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah; dan/atau (c) masyarakat. Sedangkan dalam pasal 5, dalam

anggaran penanggulangan bencana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menyediakan pula:

(a) dana kontinjensi bencana, yaitu dana yang dicadangkan untuk menghadapi

kemungkinan terjadinya bencana tertentu; (b) dana siap pakai, yaitu dana yang selalu

tersedia dan dicadangkan oleh Pemerintah untuk digunakan pada saat tanggap darurat

bencana sampai dengan batas waktu tanggap darurat berakhir; dan(c) dana bantuan

sosial berpola hibah, adalah dana yang disediakan pemerintah kepada pemerintah

daerah sebagai bantuan penanganan pascabencana. Mekanisme untuk memperoleh

bantuan dari pemerintah dapat dilihat dalam gambar 2.

Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2008 Tentang Peran Serta Lembaga Internasional

Dan Lembaga Asing Nonpemerintah Dalam Penanggulangan Bencana bertujuan untuk

mendukung penguatan upaya penanggulangan bencana, pengurangan ancaman dan

risiko bencana, pengurangan penderitaan korban bencana, serta mempercepat

pemulihan kehidupan masyarakat. Dalam peraturan ini lebih cenderung keterlibatan

lembaga internasional setelah terjadinya gempa.

Permohonan tertulis pemerintah daerah kepada BNPB

BNPB melakukan evaluasi, verifikasi, dan koordinasi dengan instansi terkait

Penetapan oleh Kepala BNPB, disampaikan kepada Menteri Keuangan

Dewan Perwakilan Rakyat Menyetujui untuk mendapatkan dana bantuan sosial berpola hibah

Gambar 2. Mekanisme Pengajuan Bantuan Sosial Berpola Hibah

Page 85: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 85

Terkait dengan aspek legislatif tentang perusahaan asuransi dan reasuransi diatur

dalam:

Peraturan Pemerintah no 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian

dalam Pasal 12 ayat (1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi harus

memiliki dan menerapkan Retensi Sendiri, yang besarnya didasarkan pada kemampuan

keuangan dan tingkat risiko yang dihadapi. Pasal 12 ayat (2) Perusahaan Asuransi

Kerugian dan Perusahaan Reasuransi harus menjaga perimbangan yang sehatantara

jumlah premi neto dengan jumlah premi bruto, dan perimbangan antara jumlah premi

neto dengan modal sendiri. Pasal 20, Premi harus ditetapkan pada tingkat yang

mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak diterapkan secara diskriminatif.Pasal 21,

Penetapan tingkat premi asuransi harus didasarkan pada perhitungan analisis risiko

yang sehat.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 422 tahun 2003 tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dalam Pasal

13 ayat (1) Dalam hal pembayaran premi dan atau klaim dari polis asuransi dengan

mata uang asing dilakukan dengan mata uang rupiah, pembayaran tersebut harus

menggunakan kurs yang ekuivalen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada saat

pembayaran.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 481 tahun 1999 tentang

Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Pasal 21 ayat

(1) Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi harus memiliki retensi sendiri

untuk setiap penutupan risiko. (2) Penetapan retensi sendiri harus didasarkan pada

profil risiko yang dibuat secara tertib, teratur, relevan, dan akurat. (3) Besarnya retensi

sendiri untuk setiap risiko didasarkan pada Modal Sendiri. (4) Ketentuan lebih lanjut

mengenai besarnya retensi sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan

dengan Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

Peraturan Pemerintah nomor 63 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Usaha

Perasuransian. Pasal 16A, Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dapat

melakukan upaya bersama untuk menutup suatu jenis risiko khusus

Penerapan Asuransi Gempa di Negara Lain.

Beberapa negara yang lebih dahulu menerapkan asuransi gempa antara lain adalah

Turki, China, dan Jepang. Di negara Turki, pihak yang bertanggung jawab untuk

memantau program dan melakukan audit terhadap operasional Turkish Catastrophe

Insurance Pool (TCIP) adalah sebuah reasuransi yaitu Milli Re. TCIP ini dibebaskan

dari semua pajak, retribusi, dan biaya dan akumulasi dana ini akan disimpan dalam

rekening yang terpisah Sedangkan untuk melakukan audit rekening setiap tahun

dilakukan oleh perusahaan audit independen agar dihasilkan hasil audit yang dapat

dipercaya publik. Bagi pembeli infrastruktur tempat tinggal wajib mematuhi segala

peraturan yang berlaku serta dapat menunjukan polis asuransi pada saat

pembelian.Salah satu syarat yang diwajibkan bagi penduduk Turki dalam membuka

rekening gas, air, listrik, dan telepon adalah kepesertaan dalam asuransi yang

dibuktikan dengan polis asuransi. Hal ini juga merupakan syarat bagi penduduk Turki

dalam hal pengajukan kredit perumahan serta menjamin bahwa infrastruktur yang akan

dibangun memenuhi spesifikasi bangunan tahan gempa sesuai dengan undang-undang

yang berlaku di negara tersebut.

Page 86: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 86

4. DISKUSI

Beberapa poin penting dalam aspek regulasi yang berpotensi digunakan sebagai

landasan dalam membentuk mekanisme kerjasama pemerintah swasta dalam

rekonstruksi infrastruktur pasca bencana. Secara detil mekanisme yang akan digunakan

perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam.

Tabel 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana.

No. Pasal Deskripsi

1 pasal 4

butir a Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana.

butir c Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.

butir e Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta.

Tabel4.Peraturan Pemerintah Nomor21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana.

No. Pasal Deskripsi

1 Pasal 3 - Penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tahap

prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana.

2 Pasal 4 butir b Penyelenggaraan penanggulangan pra bencana dapat dilakukan

bila dalam sistuasi terdapat potensi terjadinya bencana.

Tabel 5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008Tentang Pendanaan Dan

Pengelolaan Bantuan Bencana.

No. Pasal Deskripsi Sumber dana

1 Pasal 4

Dana penanggulangan bencana menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah

1. Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

2. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah; dan/atau

3. Masyarakat

2 Pasal 5

Pemerintah menyediakan pula: 1. Dana kontinjensi bencana, 2. Dana siap pakai, 3. Dana bantuan sosial berpola

hibah

-

Secara jelas dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana (tabel 3), Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 Tentang

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (tabel 4), dan Peraturan Pemerintah Nomor

22 Tahun 2008Tentang Pendanaan Dan Pengelolaan Bantuan Bencana (tabel 5)

mengakomodasi potensi untuk melakukan kerjasama pemerintah dengan pihak ketiga

dan pengalokasian dana untuk rekonstruksi seteleah bencana.

Page 87: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 87

Beberapa hal yang perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam adalah mengenai

besarnya premi yang ditetapkan oleh asuransi jika dibandingkan dengan serapan dana

yang digunakan untuk kegiatan rekonstruksi bagi masyarakat. Perlu dilakukan

perhitungan dalam jangka waktu tertentu untuk mendapatkan informasi secara detil

mengenai manfaat antara keduanya. Selain itu perlu kajian terhadap prosedur pencairan

dana/klaim jika terjadi bencana dalam hal aspek waktu.

Asuransi Gempa Bumi di Indonesia

Salah satu cara untuk mengelola risiko dalam berbagai kasus adalah dengan

menyertakan pihak ketiga yang berperan sebagai pihak yang mengambil risiko, dalam

hal ini adalah perusahaan asuransi. Secara detil definisi asuransi adalah cakupan dalam

kontrak dimana satu pihak menyanggupi untuk mengganti kerugian atau menjamin

kemungkinan terjadinya risiko atau bahaya tertentu. Selain asuransi juga dikenal juga

reasuransi yang didefinisikan sebagai transaksi asuransi antara perusahaan asuransi

yang mengalihkan sebagian atau semua risiko dengan perusahaan asuransi lain yang

menerima pengalihan risiko itu yang diatur dengan kontrak.Terkait dengan posisi

Indonesia yang berada dalam wilayah bencana seperti telah disampaikan diatas, perlu

kiranya pemerintah meningkatkan kepedulian terhadap kemungkinan timbulnya

kerugian akibat gempa bumi pada propinsi yang mempunyai posisi strategis dalam hal

perekonomian dan aktivitas industri. Kepedulian tersebut dapat dinyatakan dalam

bentuk kerja sama dengan pihak asuransi.

Kepedulian pemerintah terhadap kemampuan pihak asuransi akibat gempa bumi

dengan cara mewajibkan semua perusahaan asuransi umum yang beroperasi di

Indonesia untuk bekerja sama mengasuransikan risiko-risiko khusus melalui suatu

usaha bersama yang disebut dengan Pool Reasuransi Gempa Bumi di Indonesia

(PRGBI). Keikutsertaan perusahaan asuransi dan reasuransi umum pada pool gempa

bumi ini bersifat wajib. PRGBI mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2003 dan tarif

wajib untuk gempa bumi diperkenalkan dan disahkan oleh pemerintah. Pada tanggal 1

Januari 2004, PRGBI bertransformasi menjadi PT. Asuransi Maskapai Asuransi

Indonesia dan Perusahaan Asuransi Risiko Khusus (MAIPARK) Indonesia. Asuransi

ini didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan bagi industri asuransi Indonesia

dalam hal pengetahuan dan statistik mengenai risiko bencana. Obyek pertanggungan

yang dapat ditanggung sama seperti pada asuransi kebakaran, berupa bangunan,

pondasi, penggalian, persediaan barang, dll.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam kajian ini adalah:

1. Dalam hal aspek regulasi telah ada beberapa poin yang dapat digunakan sebagai

dasar untuk memulai merancang skema kerjasama pemerintah dengan swasta,

namun masih perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam dalam aspek waktu,

prosedur pencairan/klaim, besarnya premi, serta manfaat lain yang belum dapat

terlihat secara jelas dalam kajian ini.

2. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai segmentasi masyarakat yang berhak

mendapatkan asuransi yang dibiayai pemerintah, serta bagaimana mekanisme untuk

mendapatkan fasilitas tersebut

Page 88: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 88

6. DAFTAR PUSTAKA

1. ……., Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Dan

Pengelolaan Bantuan Bencana

2. …….,Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana

3. ……., Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 Tentang Peran Serta Lembaga

Internasional Dan Lembaga Asing Nonpemerintah

4. ……., Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana

5. Asuransi Maskapai Asuransi Indonesia dan Perusahaan Asuransi Risiko Khusus

(MAIPARK) Indonesia, 2011, Statistik Asuransi Gempa Bumi Indonesia.

6. Gurenko, E., Lester, R., Mahul, O., Gonulal, S. O., 2006., Earthquake insurance un

Turkey, The World Bank.

7. http://puskim.pu.go.id, diunduh 14 Januari 2013

8. Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2006, Laporan Kerusakan Gempa Yogyakarta.

9. www.gfdrr.org/drfi

Page 89: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 89

TINJAUAN PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO PADA

INDUSTRI JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA

Tampanatu P. F. Sompie1 , Syanne Pangemanan

2 dan Geertje E. Kandiyoh

3

1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Manado, Kampus Politeknik Manado, Telp 0431-

8125288, email: tpf_sompie @yahoo.com 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Manado, Kampus Politeknik Manado, Telp 0431-

815288, email: upe_sp2000 @yahoo.com 3 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Manado, Kampus Politeknik Manado, Telp 0431-

815288, email: [email protected]

ABSTRAK

Industri konstruksi seringkali dianggap sebagai suatu industri yang tingkat resikonya tinggi.

Resiko yang dihadapi pada suatu proyek konstruksi sudah ada sejak awal proyek, selama proyek berjalan

sampai proyek berakhir, bahkan tahapan awal sebelum dimulainya proyek sudah berhadapan dengan

resiko. Manajemen resiko merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur

semua resiko pada proyek yang dilaksanakan sehingga suatu keputusan yang diambil dapat diterima

untuk mengelola resiko. Cara menyeimbangkan ketidak-tentuan resiko dengan kontrak, kebutuhan

keuangan, persyaratan operasional dan organisatoris harus diketahui. Dalam rangka untuk mencapai

keseimbangan ini, identifikasi resiko dan analisis risiko yang sesuai diperlukan.

Kalangan industri dan jasa konstruksi di Indonesia pada umumnya telah menerapkan sistem

manajemen resiko pada setiap proyek konstruksi yang mereka kerjakan. Keadaan yang ideal dari suatu

proyek konstruksi pada kenyataannya sering tidak sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Resiko-

resiko yang menjadi bahan pertimbangan dalam tulisan ini berupa Perubahan dalam pekerjaan;

Perubahan dalam peraturan pemerintah; Biaya untuk proses yang legal; Desain yang tidak sesuai;

Material yang tidak sesuai; Bahaya pada lingkungan proyek; Ketersediaan pekerja, alat dan material; Ijin

dan peraturan; Kualitas pekerjaan; Keselamatan pekerjaan; dan Keselamatan kerja. Kesemua aspek

resiko ini akan dilihat terhadap pengaruh resiko yang terjadi seperti Biaya akhir; Waktu rencana; Kualitas

konstruksi; Keselamatan konstruksi; dan Lingkungan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa survey terhadap 30 perusahaan yang

bergerak di bidang industri dan jasa konstruksi, dengan menggunakan penyebaran kuisioner, kemudian

ditabulasikan menggunakan Microsoft Excel. Hasil yang diperoleh berupa resiko pada Perubahan yang

terjadi dalam Pekerjaan dan Peraturan Pemerintah serta Biaya Proses yang Legal sangat berpengaruh

pada Biaya Akhir. Kualitas Konstruksi sangat besar dipengaruhi oleh Desain serta Material yang tidak

sesuai. Sedangkan Lingkungan akan sangat besar terpengaruh oleh Bahaya pada Lingkungan Proyek

serta Keselamatan Kerja. Ketersediaan Pekerja, Alat dan Material beserta Ijin dan Peraturannya sangat

berpengaruh pada Waktu Rencana. Sementara Kualitas Konstruksi sangat dipengaruhi oleh Kualitas

Pekerjaan.

Kata kunci: manajemen resiko, industri jasa konstruksi

LATAR BELAKANG

Perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi semakin pesat dewasa ini. Hal ini

ditandai dengan banyaknya produk serta adanya berbagai inovasi-inovasi baru yang

muncul di berbagai bidang kehidupan manusia. Peralatan serta produk lainnya yang

berteknologi canggih banyak bermunculan, dimana kesemuanya itu diharapkan untuk

mempermudah manusia dalam melakukan sesuatu. Dampak dari perkembangan

teknologi ini juga dirasakan pada bidang industri dan jasa konstruksi dunia. Industri

konstruksi merupakan salah satu industri terbesar di dunia. Peralatan baru yang muncul

yang disertai hadirnya berbagai software komputer yang canggih semakin

Page 90: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 90

mempermudah pekerjaan dalam bidang konstruksi. Saat ini berbagai teknik baru

muncul yang diharapkan dapat mempercepat pekerjaan suatu proyek yang sedang

dilakukan, serta mempermudah dalam mengevaluasi suatu pekerjaan.

Akan tetapi, dengan segala kemajuan yang ada saat ini, bukan berarti industri

jasa kontruksi tidak akan diperhadapkan pada suatu resiko kegagalan. Industri

konstruksi juga merupakan suatu bisnis yang sangat kompetitif dengan tingkatan yang

tinggi kemungkinannya untuk bangkrut apabila tidak dikelola dengan baik. Pemahaman

akan aspek-aspek teknis dari konstruksi sangatlah diperlukan, disisi lain orang-orang

yang bergerak di bidang industri dan jasa konstruksi juga haruslah mempunyai

pemahaman yang baik akan aspek-aspek profesi bisnis dan manajemen. Banyak faktor

yang berpengaruh pada keberhasilan maupun kegagalan suatu proyek konstruksi yang

dilakukan. Faktor ini bukan melulu dikarenakan oleh faktor teknis pada bidang

konstruksi saja, melainkan juga melibatkan berbagai faktor lainnya diluar bidang

keteknikan.

Masih jelas dalam ingatan bagaimana industri dan jasa konstruksi di Indonesia

mengalami pukulan yang berat di penghujung akhir tahun 90an. Dimulai dengan krisis

ekonomi yang melanda kawasan Asia yang menyebar dengan cepat menghantam

perekonomian Indonesia. Akibat dari resesi ekonomi ini menjadikan industri konstruksi

Indonesia merupakan pihak yang paling merasakan dampak ini, yang ditandai dengan

terhentinya banyak proyek konstruksi yang berakibat pada ambruknya banyak

perusahaan di bidang konstruksi serta terjadi pengangguran besar-besaran dari para

pekerja dan para profesional yang terlibat di dalamnya.

Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kegagalan dalam suatu proyek

konstruksi diperlukan suatu pengelolaan yang baik dan terpadu. Pendekatan secara

keseluruhan kepada manajemen suatu resiko adalah untuk mengantisipasi apa yang bisa

terjadi, kemudian menganalisanya, dan khususnya menentukan besarannya dan menilai

kemungkinan akan timbulnya resiko tersebut dalam jangka waktu proyek.

Fungsi utama dari manajemen resiko adalah untuk mengurangi resiko.

Mengurangi resiko berarti meminimalkan resiko sampai resiko itu mencapai suatu

tingkatan yang dapat diterima oleh pengambil resiko dalam suatu proyek konstruksi.

Manajemen resiko dapat didefiniskan sebagai mengidentifikasi, menganalisa,

mengendalikan, dan meminimalkan kerugian yang berhubungan dengan suatu kejadian.

PEMBATASAN MASALAH

Berpangkal pada kenyataan bahwa setiap proyek konstruksi yang dikerjakan

berpeluang untuk mengalami kegagalan, maka diperlukan upaya untuk menurunkan

ancaman-ancaman yang memberi dampak pada keberlangsungan proyek. Sehubungan

dengan hal tersebut, maka permasalahan yang hendak ditinjau dalam makalah ini

adalah penerapan manajemen resiko dalam suatu pekerjaan konstruksi yang dibatasi

pada pengaruh resiko pada industri dan jasa konstruksi di Indonesia yang dilihat dari

aspek biaya akhir yang dikeluarkan; waktu rencana proyek; mutu dari konstruksi yang

dikerjakan; keselamatan dalam pengerjaan konstruksi; serta lingkungan dari proyek

konstruksi tersebut.

Banyak proses-proses dan rumusan-rumusan yang dirancang untuk membantu

memberikan beberapa kepastian dari berbagai macam aspek yang ditinjau. Namun

perlu disadari bahwa tidak semua kemungkinan dapat dipertimbangkan dikarenakan

dengan berbagai keterbatasan serta tujuan yang hendak dicapai.

Page 91: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 91

TINJAUAN PUSTAKA

Istilah resiko mengacu pada kemungkinan terjadinya kerugian atau kesempatan

untuk terjadinya suatu kerugian. Para pengambil resiko sering dengan sepenuh hati

beresiko untuk memperoleh beberapa keuntungan yang mungkin, terutama ketika pada

evaluasi pribadi mereka, keuntungan yang mungkin diperoleh lebih besar dibandingkan

dengan kerugian yang mungkin terjadi. Pengambilan resiko yang sukses adalah:

penghematan waktu, memperoleh status, mendapatkan sensasi, menyingkirkan bahaya,

mengambil suatu tantangan, dan menerima suatu penghargaan moneter.

Derajat pengetahuan tentang bahaya dan resiko dapat diklasifikasikan menjadi 4

golongan:

1. Resiko sepenuhnya diketahui oleh pengambil resiko;

2. Resiko tersembunyi dari pengambil resiko;

3. Informasi tentang resiko tersedia dengan mudah, tetapi para pengambil resiko tidak

memberikan perhatian untuk menggunakan atau untuk mendapatkan informasi ini;

4. Resiko merupakan hal yang tidak pasti dan tergambarkan pada semua hal; tidak ada

informasi ada tersedia.

Setiap jenis pengaturan kontrak akan melibatkan suatu resiko yang merata

resiko secara berbeda. Analisis resiko yang jelas menjadi semakin penting sebagai

suatu aspek dari konstruksi untuk diselidiki pada segala tahapan proyek. Dengan

pendekatan baru dan pandangan berbeda yang tersedia, analisis risiko akan menjadi,

jika hal itu belum ada, suatu aspek standard yang bisa diterima dari pekerjaan

manajemen proyek.

Hal yang mendasar dari berbagai proyek, dengan ketiadaan pengalaman

terdahulu yang tepat menandakan ada suatu kemungkinan yang besar, bahwa hasil yang

diharapkan tidak akan terjadi secara tepat. Dengan kata lain, ada suatu resiko yang

berkaitannya dengan capaian dari produk jadi atau biayanya, atau target waktu,

mungkin juga ada suatu penyimpangan (deviasi) dari rencana tersebut.

Langkah utama dari proses kontrak konstruksi meliputi permohonan penawaran,

persiapan penawaran, pemasukan penawaran, penerimaan kontrak, dan administrasi

kontrak. Sebelum proses penawaran dapat berlangsung, pemilik harus menentukan

kebutuhan untuk proyek dan mempunyai rencana yang diperlukan, spesifikasi, dan

dokumen lainnya yang sudah dipersiapkan. Aktivitas ini menyusun tahapan

pengembangan proyek konstruksi. Untuk proyek yang besar, langkah-langkah di dalam

proses pengembangan proyek meliputi:

- Mengenali kebutuhan proyek;

- Determinasi dari kelayakan teknis dan keuangan proyek;

- Persiapan dari rencana terperinci, spesifikasi, dan perkiraan biaya proyek;

- Persetujuan oleh badan regulasi. Hal ini meliputi memenuhi peraturan penetapan

wilayah, peraturan di bidang bangunan, lingkungan dan peraturan lainnya.

Manajemen resiko bukanlah hal yang baru, hal ini merupakan suatu sistem yang

bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur semua resiko untuk yang mana proyek

atau bisnis diarahkan sehingga suatu keputusan yang diambil dengan sadar dapat

diterima pada bagaimana cara untuk mengelola resiko.

Suatu sistem manajemen resiko haruslah praktis, realistis dan harus hemat

biaya. Manajemen resiko perlu untuk tidak terlalu rumit maupun memerlukan koleksi

tentang sejumlah data yang luas. Aspek-aspek seperti akal sehat, analisa, keputusan,

intuisi, pengalaman, dan suatu kesediaan untuk mengoperasikan suatu pendekatan yang

Page 92: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 92

disiplin kepada salah satu dari banyak ciri yang paling kritis tentang segala bisnis atau

proyek di mana resiko dihasilkan.

Proses manajemen resiko dipilah ke dalam sistem manajemen resiko yang

menunjukkan urutannya yang berhubungan dengan resiko. Secara alamiah sistem

manajemen resiko harus diaplikasikan kepada setiap pilihan dengan pertimbangan.

Umumnya, langkah-langkahnya adalah:

- Identifikasi resiko : mengidentifikasi sumber dan jenis resiko;

- Klasifikasi resiko : mempertimbangkan jenis resiko dan efek-nya baik pada

orang maupun organisasi;

- Analisis risiko : mengevaluasi segala konsekuensi yang berhubungan

dengan jenis resiko, atau kombinasi resiko, dengan menggunakan teknik analitis.

Menilai dampak resiko dengan menggunakan berbagai teknik pengukuran resiko;

- Sikap resiko : keputusan apapun tentang resiko akan dipengaruhi oleh

sikap dari orang atau organisasi yang membuat keputusan;

- Respon resiko : mempertimbangkan bagaimana resiko harus diatur oleh

baik yang mengalihkannya kepada pihak lain atau yang menahannya /

mengerjakannya.

Gambar 1: The Risk Management Framework (Sumber: Roger Flanagan & George Norman p. 46)

Sistem Manajemen Resiko adalah:

- Resiko harus diidentifikasi, diklasifikasikan dan dianalisa sebelum sesuatu tindakan

dibuat;

- Suatu resiko yang sudah teridentifikasi bukanlah suatu resiko, hal itu merupakan

suatu masalah manajemen;

- Waspada dalam menggunakan pendekatan intuitif yang semata-mata hanya untuk

mengelola resiko;

- Manajemen resiko perlu untuk berkelanjutan mulai dari awal proyek sampai proyek

tersebut berakhir;

- Suatu kelemahan dalam mendefinisikan resiko struktur akan menghasilkan resiko

yang lebih besar;

Risk Identification

Risk Classification

Risk Analysis

Risk Response

Risk Attitude

Page 93: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 93

- Gunakan lensa yang bersudut pandang luas dan suatu lensa zoom untuk visi dari apa

yang dapat terjadi di masa datang,

- Gunakan semua gagasan yang muncul baik gagasan yang kreatif maupun yang

negatif;

- Selalu mempunyai suatu rencana darurat untuk mengatasi kejadian yang terburuk

yang mungkin terjadi;

- Sistem Manajemen Resiko jangan terlalu rumit atau membebani, sistem ini perlu

untuk diintegrasikan ke dalam kegiatan operasional perusahaan sehari-hari.

Resiko dan ketidak-pastian tidak hanya terjadi pada proyek-proyek besar. Selagi

ukuran adalah merupakan suatu pertimbangan yang penting, faktor-faktor lainnya

seperti lokasi, kompleksitas, kemampuan membangun, dan jenis bangunan semuanya

dapat berkontribusi pada terjadinya resiko. Lagipula, merupakan hal yang jarang terjadi

pada dua proyek konstruksi untuk menjadi sama satu dengan yang lain. Secara alamiah,

proyek-proyek tersebut sudah berbeda, yang mana berarti bahwa pengaturan pada

setiap proyek haruslah selalu dipertimbangkan ulang. Untungnya, suatu sistem

manajemen resiko yang efektif memuat satu set teknik yang dapat diaplikasikan pada

setiap proyek.

Bukan hanya saat pelaksanaan konstruksi, kesalahan desain memberikan

kontribusi terhadap kegagalan bangunan. Bangunan yang mengalami gagal fungsi

sebelum akhir umur pemakaiannya yang direncanakan termasuk dalam kegagalan

bangunan. Bangunan yang berefek jelek terhadap lingkungan sekitarnyanya bisa karena

kesalahan dalam konsep desain, walaupun pelaksanaannya benar, itu pun termasuk

dalam kegagalan bangunan juga.

Kegagalan bangunan adalah resiko yang tidak berdiri sendiri, selalu ada sebab

akibat yang menyertainya, tanggung jawab harusnya dipikul bersama-sama. Bisa jadi

permasalahan timbul karena hal non-teknis yang mengakibatkan kegagalan teknis.

Proses perizinan dan tender sering tidak profesional. Peraturan terkadang tidak

kompatibel dengan peraturan lainnya karena dibuat sendiri-sendiri. Dari sisi pihak yang

terkait langsung dengan pekerjaan konstruksi perlu sekali penegakkan kode etik secara

benar.

METODE PENDEKATAN / PENELITIAN

Metode yang dilakukan untuk mendapatkan hasil dan pembahasan pada tulisan

ini adalah dengan melakukan survey manajemen resiko terhadap sekitar 30 perusahaan

yang bergerak di bidang industri dan jasa konstruksi. Survey yang dilakukan

menggunakan metode penyebaran kuisioner. Hasil yang diperoleh dari kuisioner ini

kemudian diolah dan ditabulasikan dengan menggunakan Microsoft Excel. Tabel yang

tersaji kemudian diinterpretasikan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari faktor-

faktor Resiko yang ada terhadap Pengaruh Resiko dari berbagai aspek yang ditinjau.

Page 94: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 94

ANALISA / PEMBAHASAN

Tabel 1: Resiko yang ditinjau NO RESIKO KONDISI IDEAL KONDISI DI LAPANGAN

P=1 KR=2KT=3 L=4 P=1 KR=2 KT=3 L=4

1 PERUBAHAN DALAM PEKERJAAN 19 1 4 6 6 9 5 10

2 PERUBAHAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH 17 0 1 12 6 9 3 12

3 BIAYA UNTUK PROSES YANG LEGAL 14 0 1 15 9 5 2 14

4 DESAIN YANG TIDAK SESUAI 1 2 22 5 2 8 17 3

5 MATERIAL YANG TIDAK SESUAI 0 22 6 2 1 26 1 2

6 BAHAYA PADA LINGKUNGAN PROYEK 8 2 3 17 3 15 3 9

7 KETERSEDIAAN PEKERJA, ALAT DAN MATERIAL 0 22 1 7 0 23 2 5

8 IJIN DAN PERATURAN 16 2 1 11 5 8 2 15

9 KUALITAS PEKERJAAN 1 14 2 13 0 17 3 10

10 KESELAMATAN KERJA 1 17 0 12 0 19 1 10

KET:

P : PEMILIK

KR : KONTRAKTOR

KT : KONSULTAN

L : PIHAK LAIN YANG TERLIBAT

Resiko berupa Perubahan yang terjadi dalam pekerjaan; Perubahan dalam

peraturan pemerintah; Biaya legal proses; Bahaya pada lingkungan proyek; Ijin dan

peraturan pada kondisi ideal berpengaruh terutama pada pemilik, akan tetapi kondisi di

lapangan paling dirasakan oleh kontraktor dan pihak lain yang terlibat. Sementara

untuk Desain yang tidak sesuai idealnya merupakan tanggung jawab dari konsultan

perencana akan tetapi pada kenyataannya selain dirasakan oleh konsultan, akan

berpengaruh juga pada kontraktor pelaksana. Resiko dari pemanfaatan material yang

tidak sesuai dan Ketersediaan dari para pekerja, peralatan yang digunakan serta

material yang dipakai pada idealnya dan pada kenyataannya akan berpengaruh pada

kontraktor yang melaksanakan proyek tersebut. Pada kondisi ideal, Kualitas pekerjaan

dan Keselamatan kerja dikerjakan oleh kontraktor, sementara kondisi di lapangan

kedua faktor resiko tersebut dialami oleh kontraktor.

Page 95: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 95

P E N G A R U H R E S I K O

NO RESIKO BA WR QK KK L

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1 PERUBAHAN DLM PEKERJAAN 0 3 2 8 17 2 0 6 12 10 2 3 17 6 2 2 22 2 3 1 23 3 2 0 2

2 PERUBAHAN DLM PERATURAN 3 1 2 7 17 0 3 11 9 7 2 4 12 8 4 6 19 0 3 2 21 4 2 1 2

3 BIAYA PROSES YG LEGAL 0 4 3 9 14 5 1 3 10 11 6 1 16 5 2 5 18 2 4 1 21 6 0 1 2

4 DESAIN YG TIDAK SESUAI 0 3 9 9 9 0 5 12 9 4 3 1 3 3 20 3 14 2 7 4 19 4 1 2 4

5 MATERIAL YG TIDAK SESUAI 0 8 6 8 8 0 3 13 9 5 2 0 2 2 24 3 11 5 7 4 20 3 1 3 3

6 BAHAYA PADA LINGK. PROYEK 3 8 11 5 3 6 8 4 9 3 8 6 8 3 5 7 7 5 7 4 3 3 1 5 18

7 TERSEDIA PEKERJA,ALAT&MATERIAL 0 4 12 8 6 2 1 3 4 20 0 3 8 11 8 0 18 3 4 5 20 3 2 1 4

8 IJIN DAN PERATURAN 3 1 7 12 7 3 2 4 3 18 1 11 12 5 1 6 12 4 8 0 16 6 1 4 3

9 KUALITAS PEKERJAAN 1 7 6 11 5 2 0 15 9 4 2 1 3 1 23 3 14 6 3 4 18 5 1 3 3

10 KESELAMATAN KERJA 4 10 10 5 1 2 7 12 7 2 2 7 2 15 4 2 1 1 0 # 15 3 4 3 4 Catatan: BA : Biaya Akhir; KK : Keselamatan Konstruksi

WR : Waktu Rencana; L : Lingkungan

QK : Kualitas Konstruksi

Page 96: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 96

Berdasarkan tabulasi di atas dapat dilihat bahwa:

- Perubahan Dalam Pekerjaan paling besar berpengaruh pada Biaya Akhir, besar

pengaruhnya pada Waktu Rencana, pengaruhnya rata-rata pada Kualitas Konstruksi,

sedikit berpengaruh pada Keselamatan Konstruksi, dan tidak berpengaruh sama

sekali pada Lingkungan.

- Perubahan Dalam Peraturan Pemerintah: sangat besar pengaruhnya pada Biaya

Akhir, rata-rata pengaruhnya pada Waktu Rencana dan Kualitas Konstruksi, sedikit

berpengaruh pada Keselamatan Konstruksi, dan tidak ada pengaruhnya pada

Lingkungan.

- Biaya Proses yang Legal paling besar berpengaruh pada Biaya Akhir dan Waktu

Rencana, pengaruhnya rata-rata pada Kualitas Konstruksi, sedikit berpengaruh pada

Keselamatan Konstruksi, dan tidak berpengaruh sama sekali pada Lingkungan.

- Desain yang Tidak Sesuai paling besar berpengaruh pada Biaya Akhir, rata-rata

pengaruhnya pada Waktu Rencana, paling besar pengaruhnya pada Kualitas

Konstruksi, sedikit berpengaruh pada Keselamatan Konstruksi, dan tidak

berpengaruh sama sekali pada Lingkungan.

- Material yang Tidak Sesuai tidak secara signifikan memberikan pengaruh pada

Biaya Akhir, rata-rata pengaruhnya pada Waktu Rencana, paling besar berpengaruh

pada Kualitas Konstruksi, sedikit berpengaruh pada Keselamatan Konstruksi, dan

tidak berpengaruh sama sekali pada Lingkungan.

- Bahaya pada Lingkungan Proyek rata-rata berpengaruh pada Biaya Akhir, besar

pengaruhnya pada Waktu Rencana, tidak secara signifikan berpengaruh pada

Kualitas Konstruksi dan Keselamatan Konstruksi, dan paling besar berpengaruh

pada Lingkungan.

- Ketersediaan Alat, Pekerja dan Material rata-rata berpengaruh pada Biaya Akhir,

paling besar pengaruhnya pada Waktu Rencana, pengaruhnya besar pada Kualitas

Konstruksi, sedikit berpengaruh pada Keselamatan Konstruksi, dan tidak

berpengaruh sama sekali pada Lingkungan.

- Ijin dan Peraturan berpengaruh besar pada Biaya Akhir, paling besar pengaruhnya

pada Waktu Rencana, pengaruhnya rata-rata pada Kualitas Konstruksi, sedikit

berpengaruh pada Keselamatan Konstruksi, dan tidak berpengaruh sama sekali pada

Lingkungan.

- Kualitas Pekerjaan besar berpengaruh pada Biaya Akhir, rata-rata pengaruhnya pada

Waktu Rencana, pengaruhnya paling besar pada Kualitas Konstruksi, sedikit

berpengaruh pada Keselamatan Konstruksi, dan tidak berpengaruh sama sekali pada

Lingkungan.

- Keselamatan Kerja berpengaruh rata-rata pada Biaya Akhir dan Waktu Rencana,

pengaruhnya besar pada Kualitas Konstruksi, paling berpengaruh pada Keselamatan

Konstruksi, dan tidak berpengaruh sama sekali pada Lingkungan.

KESIMPULAN

Dari berbagai aspek resiko yang ditinjau hasil yang diperoleh berupa resiko pada

Perubahan yang terjadi dalam Pekerjaan dan Peraturan Pemerintah serta Biaya Proses

yang Legal sangat berpengaruh pada Biaya Akhir. Kualitas Konstruksi sangat besar

dipengaruhi oleh Desain serta Material yang tidak sesuai. Sedangkan Lingkungan akan

sangat besar terpengaruh oleh Bahaya pada Lingkungan Proyek serta Keselamatan

Kerja. Ketersediaan Pekerja, Alat dan Material beserta Ijin dan Peraturannya sangat

Page 97: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 97

berpengaruh pada Waktu Rencana. Hasil pada Kualitas Konstruksi sangat dipengaruhi

oleh Kualitas Pekerjaan.

Belajar dari pengalaman terdahulu, perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam

industri dan jasa konstruksi di Indonesia pada umumnya telah menerapkan manajemen

resiko dalam pelaksanaan proyek konstruksi mereka. Pengawasan serta konsistensi

dalam implementasi dari manajemen resiko yang telah diterapkan oleh kalangan

perusahaan jasa konstruksi harus dijalankan dalam setiap tahapan pelaksanaan proyek.

DAFTAR PUSTAKA

1. Flanagan, R & Norman, G (1993) Risk Management and Construction. Blackwell

Science, UK

2. Nunnally, S. W (1998) Construction Methods and Management, Fourth Edition.

Prentice-Hall, Inc, USA

3. Pilcher, R (1992) Principle of Construction Management, Third Edition. McGraw-

Hill International (UK) Limited, UK

4. Pilcher, R (1994) Project Cost Control in Construction, Second Edition.

Blackwell Scientific Publication, UK

5. Thygerson, A. L (1992) Safety, Second Edition. Jones and Bartlett Publisgers, Inc,

Boston

6. Woodward, J. F (1997) Construction Project Management, Getting It Right First

Time. Thomas Telford Publishing, London

Page 98: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 98

ISU-ISU UTAMA YANG MENJADI

KONTRAK PSIKOLOGIS DI INDUSTRI KONSTRUKSI

Anton Soekiman1

1Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit No. 94

Bandung 40141, Tlp: 022 2033691, ext. 443, Fax: 022 2033692, Email: [email protected]

ABSTRAK

Dalam industri konstruksi kita mengenal ada dua bentuk ikatan hubungan kerja, yakni: kontrak individual

(tingkat white-collar) dan kontrak kolektif (tingkat blue-collar). Keduanya dapat berbentuk kontrak

formal maupun informal yang dikenal sebagai kontrak psikologis.

Kontrak informal atau kontrak psikologis dapat dipandang sebagai arah baru dalam melihat hubungan

antara pekerja dan pemberi kerja di industri konstruksi, di luar aspek formal dari hubungan yang ada. Kita

juga dapat melihatnya sebagai aspek subyektif untuk memahami hubungan kerja, yang memungkinkan

melihat perjanjian kerja sebagai pertukaran 2 arah.

Menarik untuk dikaji apakah ada inkompatibilitas antara harapan pekerja dan harapan pemberi kerja di

industri konstruksi, khususnya dalam situasi resesif dengan ketiadaan kepastian kerja jangka panjang. Hal

ini perlu diketahui karena gap ini dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja yang dapat berakibat pada

turunnya motivasi kerja, buruknya kinerja, bahkan putusnya kontrak.

Makalah ini menggambarkan apa saja yang menjadi ekspektasi sekaligus kontrak psikologis dari

perusahaan penyedia jasa konstruksi, staf proyek serta pekerja lapangan secara deskriptif dengan data-

data yang diperoleh melalui survei dan wawancara pada beberapa penyedia jasa konstruksi di beberapa

kota di Indonesia.

Kata kunci: Hubungan kerja, Kontrak psikologis, Harapan, Kepuasan kerja, Motivasi kerja

1. PENDAHULUAN

Dalam industri konstruksi kita mengenal ada dua bentuk ikatan hubungan kerja, yakni:

kontrak individual (tingkat white-collar) dan kontrak kolektif (tingkat blue-collar).

Keduanya dapat berbentuk kontrak formal maupun informal yang dikenal sebagai

kontrak psikologis.

Kontrak informal atau kontrak psikologis dapat dipandang sebagai arah baru dalam

melihat hubungan antara pekerja dan pemberi kerja di industri konstruksi, di luar aspek

formal dari hubungan yang ada seperti definisi dari Herriot (1998):

……….Informal beliefs of each of parties as their mutual obligations within the

employment relationship.

Kontrak psikologis juga dapat kita lihat sebagai aspek subyektif untuk memahami

hubungan kerja, yang memungkinkan melihat perjanjian kerja sebagai pertukaran 2 arah

dan bukan hanya sesuatu yang ditetapkan oleh majikan (Herriot dan Pemberton, 1997).

Menarik untuk dikaji apakah ada inkompatibilitas antara harapan pekerja dan harapan

pemberi kerja di industri konstruksi, khususnya dalam situasi resesif dengan ketiadaan

kepastian kerja jangka panjang. Hal ini perlu diketahui karena gap ini dapat

menyebabkan ketidakpuasan kerja yang dapat berakibat pada turunnya motivasi kerja,

buruknya kinerja, bahkan putusnya kontrak.

Makalah ini mencoba menggambarkan apa saja yang menjadi ekspektasi sekaligus

kontrak psikologis dari perusahaan penyedia jasa konstruksi, staf proyek serta pekerja

lapangan secara deskriptif dengan data-data yang diperoleh melalui survei dan

Page 99: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 99

wawancara pada beberapa perusahaan penyedia jasa konstruksi di beberapa kota di

Indonesia.

2. MANAJEMEN SDM DAN HUBUNGAN KERJA

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) diantaranya meliputi perencanaan

kebutuhan tenaga kerja sesuai tujuan organisasi, pengadaan, integrasi, pengembangan

dan pemeliharaan SDM. Implementasi dari fungsi ini mengarah kepada hubungan antar

pemberi kerja dengan pekerja juga antar sesama pekerja pada berbagai level, yang

dikenal sebagai hubungan kerja (lihat Gambar 1).

Gambar 1: Model hubungan kerja antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

pembentukan tim proyek (diadop dari Loosemore et al, 2003)

Pengadaan SDM merupakan proses untuk memenuhi kebutuhan organisasi akan tenaga

kerja yang sesuai dengan strategi jangka pendek maupun jangka panjang, bahkan dalam

industri konstruksi sering kali juga merupakan pemenuhan kebutuhan segera. Proses

pengadaan SDM ini meliputi perencanaan pengadaan, seleksi dan rekrutmen.

Perencanaan pengadaan terdiri dari analisa kebutuhan, evaluasi situasi yang ada, analisa

dan perencanaan pekerjaan, analisa kapasitas yang ada, analisa turn-over tenaga kerja,

mempersiapkan spesifikasi dan job descriptions. Pemenuhan kebutuhan tersebut

dipenuhi melalui seleksi yang dilakukan melalui berbagai cara seperti:

1. Wawancara, yang dapat dilakukan secara terstruktur ataupun tidak, baik

individual maupun panel.

2. Tes/ujian, yang dapat meliputi: General ability, Aptitude, Cognitive ability,

Personality, dan Integrity.

3. Metode lain, seperti: Self assessment, Peer assessment, Graphology, Bio data,

Astrology, Assessment centres (outsourcing selection process).

Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan yang dapat menutupi “gap” antara

kebutuhan organisasi dan kapasitas serta interes dari kandidat diperlukan pemahaman

dan pengenalan yang cukup dari calon tenaga kerja yang dapat diperoleh melalui

kombinasi antara wawancara dengan metode-metode lain.

Page 100: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 100

Sementara itu rekrutmen merupakan proses penempatan SDM pada posisi yang

dibutuhkan, yang dicapai melalui proses eksternal dan internal. Proses eksternal dapat

berupa iklan lowongan kerja, agen penyedia tenaga kerja, berita dari mulut ke mulut,

ataupun melalui pendekatan secara langsung pada para kandidat. Sedangkan proses

internal dapat berupa job posting secara konvensional ataupun memanfaatkan teknologi

informasi yang dikenal sebagai human resource information systems (HRISs based).

Proses pengadaan ini kemudian akan dilanjutkan dengan proses integrasi, di mana SDM

yang baru direkrut/bergabung dengan suatu organisasi diperkenalkan dengan situasi,

budaya, dan suasana kerja dari organisasi tersebut. Proses ini penting agar SDM yang

baru bisa membaur dan saling memahami dengan organisasinya sehingga tercipta irama

kerja yang diharapkan akan memberikan kinerja yang baik untuk menunjang pencapaian

tujuan organisasi.

Proses selanjutnya adalah pengembangan SDM yang dilakukan melalui program

pengembangan dan latihan secara berkelanjutan. Pengembangan SDM ini bertujuan

untuk meningkatkan kemampuan pekerja dalam kerangka tujuan organisasi.

Pembelajarannya sendiri dapat dilakukan secara internal melalui proses pembelajaran di

dalam organisasi (Keep dan Rainbird, 2000), yang meliputi: pembelajaran individu

maupun pembelajaran organisasi. Pembelajaran secara internal ini dikenal sebagai On-

the-job training, misalnya: menemukan dan memecahkan masalah-masalah dalam

operasional sehari-hari, transfer dan rotasi kerja, bimbingan dan diskusi secara intern.

Pembelajaran dapat juga dilakukan secara eksternal melalui program-program pelatihan

yang dikenal sebagai off-the-job training, misalnya: kuliah/grup diskusi oleh

perusahaan/institusi pelatihan, program belajar jarak jauh, eksternal

mentoring/coaching, kursus-kursus, akreditasi, dan sebagainya.

Semua proses manajemen SDM dari perencanaan kebutuhan tenaga kerja hingga

pengembangannya bertujuan untuk mendukung kinerja organisasi, yang diwujudkan

dalam bentuk manajemen kinerja meliputi:

Perencanaan tujuan, sasaran dan standar keberhasilan

Pengawasan pelaksanaan secara kontinu

Memberikan/menyediakan dukungan dan fasilitas yang diperlukan

Membentuk kesepakatan mengenai kinerja antara pimpinan dan bawahannya

Memanfaatkan umpan balik dari lingkup internal dari level bawah sampai atas

dan pihak-pihak eksternal.

Selanjutnya organisasi perlu melakukan langkah-langkah untuk menjaga dan

memelihara aset SDM-nya melalui manajemen karier dan manajemen penghargaan bagi

SDM-nya. Manajemen karier ini meliputi:

Perencanaan struktur dan jalur karier (structure and career path)

Sistem penilaian kinerja (performance appraisal system), meliputi: kriteria

kinerja terhadap siapa, kapan, dan bagaimana, serta frekuensinya serta penilaian

kinerjanya (assessment)

Manajemen penghargaan bertujuan untuk memberikan penghargaan pada prestasi,

loyalitas, dan komitmen kerja yang merupakan respons terhadap kebutuhan dan harapan

SDM, sekaligus untuk mempertahankan komitmen, kepuasan kerja, motivasi, dan

loyalitasnya pada organisasi (lihat Gambar 2). Bentuk penghargaan dapat berupa:

1. Penghargaan yang bersifat ekstrinsik (tangible hygiene factors), seperti: gaji,

bonus, komisi, suasana kerja, kendaraan dinas, pensiun.

Page 101: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 101

2. Penghargaan yang bersifat intrinsik (intangible hygiene factors), seperti : gaya

hidup, kenyamanan, kebanggaan, status, tantangan.

Gambar 2: Daur strategi manajemen SDM (diadop dari Loosemore et al, 2003)

Sebagai hasil dari pengelolaan berbagai faktor SDM tersebut di atas muncullah

hubungan kerja yang dapat ditinjau melalui 2 pendekatan, sebagai berikut:

1. Pendekatan tradisional yang bersifat reaktif, mengandalkan penanganan dampak

dari SDM yang buruk dan hanya menangani hubungan antara perwakilan

employee/employer

2. Pendekatan modern yang bersifat proaktif

Pendekatan tradisional fokus pada menghubungkan aturan dan prosedur yang berlaku

berkaitan dengan ketenagakerjaan, seperti: hak, kewenangan, legitimasi, dan kewajiban.

Pendekatan ini dianggap gagal memperhatikan aspek peran individu dalam hubungan

kerja, sementara serikat pekerja yang muncul hanya berfungsi melindungi kepentingan

pekerja (collective bargaining).

Pendekatan kontemporer memperhatikan aspek motivasi, ideologi, perspektif

organisasi, perspektif pekerja, di mana psychological contract menjadi penting, pekerja

dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

3. BENTUK-BENTUK HUBUNGAN KERJA DI INDUSTRI

KONSTRUKSI

Hubungan ketenagakerjaan menggambarkan hubungan antara pekerja/operatives dan

manajer serta sistem yang mengendalikan hubungan tersebut. Wujud dari hubungan

kerja tersebut bisa berbentuk formal maupun informal melalui :

1. Kontrak/perjanjian kerja formal, berdasar pasal2 dan syarat pekerjaan mengenai

apa yang diharapkan dari pekerja dan apa yang diberikan majikan sebagai

imbalannya

2. Kontrak psikologis, berdasarkan pemahaman atas ekspektasi pekerja dan

majikan (employee/employer)

Sementara itu dalam industri konstruksi kita mengenal dua jenis kontrak, yakni:

1. Kontrak individual (tingkat white-collar) pada level manajer dan tenaga

profesional

2. Kontrak kolektif (tingkat blue-collar) pada level pekerja/buruh lapangan

Page 102: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 102

Kontrak Rahasia

Pekerja sebagai manusia memiliki kebutuhan dan keperluan yang mungkin berbeda

dengan kebutuhan/keperluan pemberi kerja, untuk itu perlu dipahami apa saja yang

menjadi kebutuhan/keperluan mereka. Oleh sebab itu hubungan dengan orang lain tidak

bisa dipisahkan dengan pemahaman isi kontrak tak tertulis yang menciptakan pengaruh

riil. Kontrak tak tertulis atau kontrak rahasia inilah yang sering diistilah dengan Kontrak

psikologis (Rees dan McBain, 2004).

Menjaga hubungan tidak cukup dengan mengatakan semua yang anda tahu tentang

seseorang atau mengatakan semua yang anda tidak tahu atau hanya tahu setengah-

setengah. Dan juga tidak cukup dengan memberi reaksi terhadap aksi orang lain atau

mengabaikan semua aksi. Oleh karena itu pahamilah ‘written rule of relationship’ untuk

ditaati tetapi jangan lupa memahami ‘the unwritten rule’ dalam bentuk pengecualian

atau isyarat seperti dinyatakan oleh Suryanto (2007):

..............kemampuan dalam menjalin hubungan, dibangun di atas pemahaman bahwa

semua orang mengajukan Kontrak Tak Tertulis yang isinya sama: “tolong pahami

saya”. Supaya tidak terjadi bongkar pasang atau bertentangan dengan keinginan

anda, maka yang dituntut adalah keberanian berkorban lebih dulu untuk memahami

orang lain tanpa syarat. Sebab fakta alamiah menunjukkan kalau anda lebih dulu

memahami tidak berarti anda yang merugi tetapi justru menjadi jalan untuk dipahami

orang lain.

Kontrak psikologis Merupakan aspek subyektif untuk memahami hubungan kerja, memungkinkan melihat

perjanjian kerja sebagai pertukaran 2 arah (bukan hanya sesuatu yang ditetapkan oleh

majikan (Herriot dan Pemberton, 1997). Kontrak psikologis ini dapat dipandang sebagai

arah baru dalam melihat hubungan pekerja-majikan, di luar aspek formal dari hubungan

yang ada. Kontrak psikologis juga dapat ditinjau sebagai suatu Continuum Contract

antara Relational Contract dan transactional Contract (Rousseau, 1995), di mana

Relational Contract berorientasi pada jangka panjang (open-ended within unitary

organizations, exchange of loyalty, kepercayaan dan dukungan), sementara itu

Transactional Contract berorientasi pada jangka pendek (in pluralistic organizational

context, mutual self interest).

Isu ini perlu diperhatikan melihat kemungkinan adanya inkompatibilitas antara harapan

pekerja dan harapan majikan, khususnya dalam situasi resesif dengan ketiadaan

kepastian kerja jangka panjang. Jurang perbedaan ekspektasi antara pekerja dan majikan

ini perlu dihindari karena memberikan dampak buruk berupa penurunan motivasi kerja

yang akan berakibat pada penurunan kinerja bahkan dapat menimbulkan pelanggaran

kontrak dan putusnya kesepakatan kerja. Perbedaan ekspektasi ini dapat terjadi karena

berbagai faktor (Maslach dan Leiter, 1997), misalnya:

Work Overload (ketidaksesuaian antara beban kerja dan kapasitas pekerja)

Lack of control

Insufficient reward (intrinsic)

Breakdown of community (fragmented personal relationships)

Absence of fairness

Conflicting values

Page 103: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 103

4. KONTRAK PSIKOLOGIS DI INDUSTRI KONSTRUKSI

Para stakeholder di industri konstruksi yang memilik karakteristik tersendiri

dibandingkan dengan bidang lain, sehingga sangat mungkin memiliki kontrak

psikologis yang khas pula. Karena itu menarik untuk dilihat apa saja ekspektasi dari

perusahaan penyedia jasa konstruksi yang dalam hal ini diwakili oleh para manajer

lapangan terhadap para pekerja di level bawahnya, dan demikian juga sebaliknya apa

saja ekspektasi dari para mandor dan pekerja lapangan terhadap manajer

proyeknya/perusahaan penyedia jasa konstruksi dimana dia bekerja.

Karena variabel yang hendak dicari sangat terbuka yakni ekspektasi perusahaan/manajer

proyek terhadap mandor dan pekerjanya, dan demikian juga sebaliknya maka metode

pengumpulan data yang dipilih adalah melalui wawancara. Metode ini dipilih agar kita

dapat memperoleh gambaran dari faktor-faktor yang muncul secara bebas dan variatif.

Metoda pengumpulan data dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

1. Menentukan perusahaan yang akan diwawancara

2. Wawancara, yang dalam hal ini dilakukan secara langsung maupun melalui

berbagai alat komunikasi seperti telepon, dan email.

3. Mengelompokkan hasil wawancara ke dalam isu-isu utama, seperti:

Kesejahteraan, hubungan kerja, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), reward

dan penghargaan, pengembangan karir, dan sebagainya.

Dari isu-isu dan faktor-faktor yang diperoleh kemudian dilakukan analisis untuk

mendapatkan gambaran umum mengenai ekspektasi dari perusahaan penyedia jasa

konstruksi, para staf, maupun pekerja lapangan.

Dalam penelitian ini ada tujuh perusahaan yang berlokasi di Bandung dan sekitarnya

yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Dalam hal ini data dikumpulkan melalui

wawancara, dimana setiap perusahaan diwakili oleh seorang pekerja lapangan dan

seorang staf pada level engineer atau manajer tekniknya.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan faktor-faktor yang menjadi ekspektasi

atau harapan dari pekerja lapangan, staf pekerja/engineer, serta pihak perusahaan

penyedia jasa konstruksi.

Isu-isu ekspektasi pekerja lapangan (mandor) yang menonjol:

Kesejahteraan : Isu ini dianggap penting dan secara umum meliputi upah,

tempat tinggal, pinjaman darurat, bantuan pengobatan. Dan

yang ada sudah dianggap baik dan berada dalam kontinum

cukup sampai puas

Hubungan Kerja : Isu ini kurang mendapat perhatian, tetapi secara umum

hubungan kerja yang ada sudah dianggap baik.

Kelangsungan Kerja : Isu ini dianggap paling penting dan sangat diharapkan,

sementara kondisi yang ada berada dalam kontinum sedang

sampai puas

K3 : Isu ini dianggap penting dan secara umum hubungan kerja

yang ada sudah dianggap baik dan berada dalam kontinum

cukup sampai puas

Reward & Penghargaan : Isu ini sangat variatif dari tidak terpikirkan sampai sangat

mengharapkan.

Pegembangan Karir : Isu ini dianggap tidak penting dan secara umum memang tidak

ada program pengembangannya

Page 104: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 104

Isu-isu ekspektasi staf pekerja/engineer yang menonjol:

Kesejahteraan : Isu ini dianggap penting dan secara umum meliputi upah,

tempat tinggal, kesehatan. Dan yang ada sudah dianggap baik

dan berada dalam kontinum cukup sampai puas

Hubungan Kerja : Isu ini dianggap penting dan secara umum hubungan kerja

yang ada sudah dianggap baik dan berada dalam kontinum

cukup sampai puas

Kelangsungan Kerja : Isu ini sangat variatif dari hanya mengganggap sebagai batu

loncatan saja sampai sangat mengharapkan kelangsungan kerja

K3 : Isu ini dianggap penting dan secara umum hubungan kerja

yang ada sudah dianggap baik dan berada dalam kontinum

cukup sampai puas

Reward & Penghargaan : Isu ini dianggap penting dan secara umum yang ada dianggap

cukup

Pegembangan Karir : Isu ini sangat variatif dari tidak terpikirkan sampai

mengharapkan dan secara umum yang ada dianggap cukup

Isu-isu ekspektasi perusahaan yang menonjol:

Kinerja karyawan : Isu ini dianggap paling penting dan secara umum

perusahaan menganggap apa yang ada sekarang sudah

cukup baik tapi mengharapkan adanya peningkatan.

Hubungan Kerja : Umumnya perusahaan menganggap Isu ini penting dan

secara umum hubungan kerja yang ada sudah dianggap

baik dan berada dalam kontinum cukup sampai puas

Analisis

Untuk pegawai lapangan, faktor utama yang menjadi harapannya adalah masalah

kelangsungan kerja, diikuti kesejahteraan terutama besarnya upah/harga borongan yang

disepakati. Kemudian masalah K3 sedangkan hubungan kerja, reward, penghargaan dan

masalah pengembangan karir tidak menjadi ekspektasi utama.

Untuk pegawai pada level staf/manager, faktor utama yang menjadi harapannya adalah

masalah reward, penghargaan, dan hubungan kerja, diikuti kesejahteraan terutama

besarnya upah dan fasilitas-fasilitas lain. Kemudian masalah K3 dan masalah

pengembangan karir sedangkan kelangsungan kerja tidak menjadi ekspektasi utama

karena mereka umumnya memiliki rencana jangka panjang untuk karirnya sendiri,

seperti pindah kerja ataupun menjadi wiraswasta.

Kalau hasil ini dibandingkan dengan hierarki kebutuhan Maslow, maka nampak bahwa

pegawai lapangan/mandor lebih berorientasi kepada kebutuhan dasar (pada level 1

hierarki Maslow, sementara untuk staf/manager orientasinya ada pada level yang lebih

tinggi.

Untuk perusahaan, faktor utama yang menjadi harapannya adalah masalah kinerja

karyawan, di mana walaupun mereka umumnya cukup puas dengan kondisi sekarang

tapi mereka mengharapkan adanya peningkatan. Untuk memelihara sekaligus

meningkatkan motivasi karyawan pada level staf lapangan perusahaan menyediakan

reward dan penghargaan yang umumnya berupa bonus dan fasilitas-fasilitas lain selain

upah, sementara untuk level buruh lapangan umumnya tidak ada program reward dan

penghargaan. Hubungan kerja juga mendapat perhatian dari perusahaan karena

Page 105: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 105

dianggap dapat mempengaruhi suasana kerja dan kinerja karyawan dan hubungan kerja

yang ada sekarang umumnya sudah dianggap cukup memuaskan. Kemudian masalah

K3 umumnya perusahaan sudah menyediakan perlengkapannya dan berharap ini akan

meningkatkan motivasi karyawannya.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Isu utama yang menjadi ekspektasi dari para manajer proyek, mandor dan pekerja

lapangan serta perusahaan yang dihasilkan dari sampel penelitian ini menunjukkan

perbedaan. Ekspektasi dari para manajer proyek lebih mengarah pada pengembangan

karier, sedangkan ekspektasi dari para mandor dan pekerja lapangan lebih mengarah

pada kebutuhan dasar. Sementara ekspektasi dari perusahaan lebih mengarah pada

kinerja.

Isu-isu utama yang menjadi ekspektasi dari ketiga kelompok responden selengkapnya

adalah sebagai berikut:

Isu-isu utama yang menjadi ekspektasi para manajer proyek lebih mengarah

kepada hal-hal sebagai berikut: (1) reward, penghargaan dan hubungan kerja, (2)

kesejahteraan, (3) masalah K3, dan (4) masalah pengembangan karir. Sementara

itu kelangsungan kerja tidak menjadi ekspektasi utama bagi para manajer

proyek.

Isu utama yang menjadi ekspektasi para mandor dan pekerja lapangan lebih

mengarah kepada hal yang merupakan kebutuhan dasar sebagai berikut: (1)

kelangsungan kerja, (2) besarnya upah/harga yang diterima, dan (3) masalah K3.

Sementara hubungan kerja, reward, penghargaan dan masalah pengembangan

karir tidak menjadi ekspektasi utama bagi para mandor dan pekerja lapangan.

Sedangkan Isu utama yang menjadi ekspektasi perusahaan adalah masalah

kinerja, sementara masalah-masalah lain lebih diarahkan untuk memelihara dan

meningkatkan kinerja karyawannya.

Hasil penelitian ini diperoleh melalui wawancara yang dilakukan secara terbatas, untuk

itu dapat ditindak lanjuti dengan penelitian lanjutan pada berbagai subjek pelaku

konstruksi yang lebih rinci. Untuk itu sampel penelitian dapat diperluas agar mewakili

subjek penelitian yang hendak dicari. Misalnya dengan membagi varian sample point

berdasarkan tipe perusahaan (besar, menengah, dan kecil), atau berdasarkan jenis

perusahaan (kontraktor, konsultan, dan suplier), juga perlu dicari figur yang tepat untuk

diwawancara. Budaya organisasi dan karakter pribadi dari responden juga perlu diteliti,

karena sangat mungkin mempengaruhi pola pikir dan respon dari responden.

DAFTAR PUSTAKA

1. Herriot, P. (1998) The role of the HR function in building a new proposition for

staff. In: P. Sparrow and M. Marchington (eds.) Human Resource Management:

The New Agenda. Pitman, London.

2. Herriot, P. and Pemberton, C. (1997) Facilitating new deals. Human Resource

Management Journal, Vol. 7(1), pp. 45-56.

3. Keep, E. and Rainbird, H. (2000) Towards the learning organization? In: S. Bach

and K. Sisson (eds.) Personnel Management: A Comprehensive Guide to Theory

and Practice. Blackwell, Oxford.

Page 106: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 106

4. Loosemore, M., Dainty, A. and Lingard, H. (2003) Human Resource Management

in Construction Projects. Spon Press, London.

5. Maslach, C. and Leiter, M.P. (1997) The Truth about Burnout. San Francisco:

Jossey Bass.

6. Rees, D. and McBain, R. (2004) People Management: Challenges and

Opportunities. Basingstoke: Palgrave Macmillan.

7. Rousseau, D.M. (1995) Psychological Contracts in Organisations: Understanding

the Written and Unwritten Agreements. Sage, London.

8. Suryanto, D. (2007) Transformational Leadership. (www.pemimpin-unggul.com).

Page 107: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 107

STUDI JEJAK KARBON PADA RANTAI PASOK

DI PROYEK KONSTRUKSI

Hermawan1, Puti Farida Marzuki

2, Muhamad Abduh

2, R. Driejana

3

1 Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Pengutamaan Manajemen dan Rekayasa Konstruksi,

Fakultas Teknk Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10

Bandung, email: [email protected] 2 Dosen Teknik Sipil, Fakultas Teknk Sipil dan Lingkungan (FTSL), Kelompok Keahlian Manajemen dan

Rekayasa Konstruksi, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No. 10 Bandung 3 Dosen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil Fakultas Teknk Sipil dan Lingkungan (FTSL)

Kelompok Keahlian Pengelolaan Limbah dan Udara, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No.

10 Bandung

ABSTRAK

Konstruksi merupakan sektor yang mengkonsumsi material yang bervariasi termasuk asal material yang

dapat diperoleh langsung dari alam dan dapat pula dipabrikasi. Metode pengerjaannya pun dapat

dikerjakan di lapangan (on site) dan di luar lapangan (off site). Kegiatan yang dimulai dari ekstrasi

material, metode pengerjaannya dan pengiriman membutuhkan energi dan sekaligus menghasilkan emisi

CO2. Besarnya energi dan emisi CO2 dapat ditelusuri dengan menggunakan jejak karbon. Jejak karbon

pada masing-masing material ini bervariasi. Material yang memiliki jejak karbon CO2 yang cukup besar

adalah semen dan baja. selain menghasilkan emisi CO2, kedua material tersebut juga membutuhkan

energi yang besar. Hal ini bukan berarti bahwa material selain baja baja tulangan tidak membutuhkan

energi dan tidak menghasilkan CO2, namun energi yang dibutuhkan dan emisi CO2 yang dihasilkan tidak

sebesar baja tulangan. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengeksplorasi deskriptif terhadap kajian

jejak karbon pada rantai pasok material konstruksi. Tujuan dari tulisan ini untuk melakukan gap analysis

pada jejak karbon rantai pasok di proyek konstruksi.

Kata kunci: jejak karbon, rantai pasok, proyek konstruksi

1. PENDAHULUAN

Konstruksi merupakan sektor yang mengkonsumsi material yang jenisnya sangat

bervariasi dan berasal dari berbagai sumber. Ada material yang langsung diperoleh dari

alam seperti pasir, kayu, dan air tetapi ada juga yang harus diproduksi melalui industri.

Material yang melalui proses industri seperti semen, baja, batu bata, dan kaca memiliki

kontribusi yang dominan pada proses konstruksi. Metode pengerjaan komponen yang

digunakan dalam proses konstruksi dapat dibagi menjadi dua yaitu on site dan off site.

Penggunaan material dalam konstruksi baik menurut jenis, asal material, dan metode

pengerjaan, membutuhkan energi dan sekaligus menghasilkan emisi, salah satunya CO2.

Kegiatan yang dimulai dari penambangan bahan mentah, proses produksi, pengiriman

ke proyek konstruksi sampai instalasi material membutuhkan energi dan menghasilkan

emisi CO2. Menurut Gumaste (2006) meskipun terdapat kebutuhan energi dan emisi

CO2 sebagai hasil rangkaian kegiatan tersebut, tidak semua memiliki jumlah keperluan

dan emisi yang sama. Semen dan baja khususnya baja tulangan merupakan dua material

yang ada dalam konstruksi yang memerlukan energi yang besar dan merupakan sebagai

penghasil emisi CO2 yang besar. Hal ini bukan berarti bahwa material selain semen dan

baja khususnya baja tulangan tidak memerlukan energi dan tidak menghasilkan CO2,

namun energi yang dibutuhkan dan emisi CO2 yang dihasilkan tidak sebesar semen dan

baja tulangan.

Page 108: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 108

Meningkatnya jumlah keperluan semen dapat disebabkan karena pertumbuhan negara

berkembang termasuk Indonesia yang melibatkan penyediaan infrastruktur. Penyediaan

infrastruktur yang layak menjadi salah satu pilar untuk dapat bersaing dengan negara

lain (Scwab, 2011). Pemakaian semen dalam jumlah yang besar bukan hanya di negara

berkembang, tetapi pada beberapa negara lain juga mencapai jumlah yang sangat besar,

sebagai contoh konsumsi semen pada tahun 2006 di Uni Eropa mencapai 237 juta ton

apabila dijumlahkan di seluruh dunia jumlah pemakaian semen mencapai 2.6 miliar ton

(Glavind, 2012). Berdasarkan kondisi di atas ada sutau prediksi yang memberikan

analisis bahwa kebutuhan semen sampai tahun 2030 akan mencapai lima kali lipat dari

tahun 1990, dengan nilai yang berjumlah lima milliar di seluruh dunia atau akan

meningkat 85%. (Müller, dan Harnisch, 2012; Glavind, 2012). Pertumbuhan sektor

konstruksi di Indonesia pun menunjukkan tren yang terus meningkat. Dalam satu

dekade yang dimulai tahun 2000 sampai dengan tahun 2010. Pertumbuhan sektor

kontruksi mengalami kenaikan. Tahun 2001, sektor konstruksi tumbuh 3.6%, tahun

2002 sebesar 4.5% sampai pada tahun 2007 tumbuh 6.3%. Akan tetapi pada tahun 2008

dampak krisis finansial secara global menghambat pertumbuhan sehingga pada tahun

2009 pertumbuhannya menjadi 4.6% apabila dibandingkan tahun 2008 yang bertumbuh

sebesar 6% (Pengembangan Satelite Account Sektor Konstruksi Tahun 2011).

Berdasarkan data pertumbuhan sektor konstruksi di atas secara tidak langsung

kebutuhan material semen dalam dekade tersebut berjumlah besar. Apabila dipetakan

ke dalam jenis proyek konstruksi yang terdiri atas proyek konstruksi infrastruktur dan

noninfrastruktur, porsi kebutuhan semen di Indonesia 25%-30% digunakan pada proyek

infrastruktur dan 70%-75% digunakan oleh proyek non infrastruktur (Goeritno, 2012).

Dengan tren sektor konstruksi yang terus meningkat, konsumsi semen tentunya akan

meningkat seiring dengan arah tren sektor konstruksi. Kapasitas produksi semen yang

mampu disediakan produsen semen dari tahun 2010 sampai sekarang 53.5 juta

ton/tahun, sedangkan konsumsi semen nasional pada tahun 2010 sebesar 42.09 juta ton

dan tahun 2011 sebesar 43.57 juta ton. Dengan demikian, estimasi kebutuhan semen

nasional sampai pada tahun 2025 sebesar 70.82 juta ton (Natsir, 2011). Dengan

demikian, baik secara global atau pada skala Indonesia, kebutuhan semen memiliki

kecenderungan terus meningkat sejalan dengan penyediaan infrastruktur yang layak

yang menjadi pilar untuk berkompetisi. Sehingga industri semen menjadi komoditas

utama dan industri yang strategis bagi perekonomian suatu negara (US, EPA, 2012; Mc.

Leod, 2005). Sebagai bahan yang proses pembuatannya melalui pabrikasi yang

membutuhkan energi, industri semen pun membutuhkan energi dan juga menghasilkan

CO2. Semen dipabrikasi dari berbagai macam mineral yaitu kalsium 60% yang

diperoleh dari batu kapur sebagi bahan utamanya, silikon 20%, alumunium 10%, zat

besi 10% serta unsur lain yang dibutuhkan kemudian dipanaskan pada suhu 1.500C-

2.700C dalam klinker. CO2 yang dihasilkan dari pabrikasi semen berasal dari

pemakaian bahan bakar untuk pemanasan, mencampur semua mineral yang dibutuhkan,

dan proses kalsinasi ketika kalsium karbonat dipanaskan akan hancur menjadi kalsium

oksida dengan melepas sejumlah CO2. Sementara semen dihasilkan dari proses kalsinasi

hampir 92%-95%. Proses inilah yang menghasilkan CO2 dalam jumlah besar. Emisi

CO2 yang dihasilkan pada proses ini antara 50%-60% (NRMCA, 2010). Oleh karena

itu, pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya memberikan hasil bahwa

meskipun semen sebagai material yang penting untuk proyek konstruksi, proses yang

ada pada hulu memberikan dampak signifikan terhadap pemanasan global, yaitu CO2

yang dihasilkan selama proses pabrikasinya. Bahkan industri semen merupakan salah

Page 109: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 109

satu industri mayor sebagai penghasil CO2 (Rehan dan Nehdi 2005). Total besarnya

CO2 yang dihasilkan oleh industri semen berkisar 6%, sedangkan setiap satu kilogram

semen dari proses yang terjadi di klinker mengemisi hampir 0.8-1 kg CO2 ke atmposfer

atau setiap 1 ton semen akan menghasilkan 1 ton CO2 juga yang artinya bahwa setiap

berat semen yang dihasilkan akan memiliki perbandingan 1:1 (Mc. Caffrey,2001; Rehan

dan Nehdi, 2005; Worrel 2001; Nielsen, 2008). Sebagai bahan yang proses

pembuatannya melalui pabrikasi yang membutuhkan energi, industri semen pun

membutuhkan energi dan juga menghasilkan CO2. Semen dipabrikasi dari berbagai

macam mineral yaitu kalsium 60% yang diperoleh dari batu kapur sebagi bahan

utamanya, silikon 20%, alumunium 10%, zat besi 10% serta unsur lain yang dibutuhkan

kemudian dipanaskan pada suhu 1.500C-2.700C dalam klinker. CO2 yang dihasilkan

dari pabrikasi semen berasal dari pemakaian bahan bakar untuk pemanasan, mencampur

semua mineral yang dibutuhkan, dan proses kalsinasi ketika kalsium karbonat

dipanaskan akan hancur menjadi kalsium oksida dengan melepas sejumlah CO2.

Sementara semen dihasilkan dari proses kalsinasi hampir 92%-95%. Proses inilah yang

menghasilkan CO2 dalam jumlah besar. Emisi CO2 yang dihasilkan pada proses ini

antara 50%-60% (NRMCA, 2010). Oleh karena itu, pada beberapa penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya memberikan hasil bahwa meskipun semen sebagai material yang

penting untuk proyek konstruksi, proses yang ada pada hulu memberikan dampak

signifikan terhadap pemanasan global, yaitu CO2 yang dihasilkan selama proses

pabrikasinya. Bahkan industri semen merupakan salah satu industri mayor sebagai

penghasil CO2 (Rehan dan Nehdi 2005). Total besarnya CO2 yang dihasilkan oleh

industri semen berkisar 6%, sedangkan setiap satu kilogram semen dari proses yang

terjadi di klinker mengemisi hampir 0.8-1 kg CO2 ke atmposfer atau setiap 1 ton semen

akan menghasilkan 1 ton CO2 juga yang artinya bahwa setiap berat semen yang

dihasilkan akan memiliki perbandingan 1:1 (Mc. Caffrey,2001; Rehan dan Nehdi, 2005;

Worrel 2001; Nielsen, 2008). Material lain yang menjadi komplemen semen selain air

dan agregat adalah baja. Baja merupakan material mayor setelah semen yang juga

hampir digunakan di proyek infrastruktur dan noninfrastruktur di seluruh dunia. Bahkan

baja juga merupakan salah satu material yang dapat meningkatkan kesejahteraan

ekonomi bagi suatu negara (OECD, 2011). Secara global, produksi baja juga

memberikan indikasi yang terus meningkat. Total produksi baja kasar pada tahun 2007,

1.3435 miliar ton, sedangkan pada tahun 2008 total produksi baja kasar mengalami

kenaikan sebesar 5.6%. Sebaran distribusi produksi baja kasar terdiri atas Cina 34%,

Jepang 9.3%, Asia 10.5%, Uni Eropa 15.9%, non-Uni Eropa 2.9%, NAFTA (Argentina,

Brasil, Venezuela, dan Amerika Latin) 10.5%, CIS (Canada, Mexico dan US) 9.6%,

lain-lain 7.2%. (Kundak, 2009). Pertumbuhan produksi baja dari tahun 1950 sampai

dengan tahun 2010 dapat dlihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1: Pertumbuhan Baja Dunia Tahun 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2011

Jumlah baja

(mega ton)

595 644 717 719 770 752 849 1.144 1414 1.527

Sumber: Global economic outlook and steel demand trends Eldar Askerov, 23-24 April 2012

Penggunaan baja pada konstruksi menjadi alternatif dan memiliki tren yang meningkat

setelah adanya isu pemanasan global yang salah satunya diakibatkan oleh penebangan

hutan untuk mendapatkan kayu yang digunakan pada konstruksi. Seperti yang telah

disebutkan di atas, bahwa komoditas baja dapat menjadi pilar bagi suatu negara untuk

Page 110: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 110

berkompetisi di pasar global. Begitu pula dengan sektor konstruksi di Indonesia,

pertumbuhan pemakaian baja sebagai material konstruuksi di Indonesia pada tahun

2004-2008 rata-rata 8.25% (Natsir, 2011). Bahkan estimasi potensi kebutuhan baja

nasional menurut RPJM 2012-2014 akan terus meningkat, pada tahun 2013

diestimasikan kebutuhan baja akan mencapai 13.900.000 ton dan pada tahun 2014

sebesar 16.000.000 ton (pusbinsdi.net). Dengan demikian, pemakaian baja di Indonesia

pun memiliki tren potensi yang positif. Sebagai material yang dihasilkan dari proses

pabrikasi maka material baja memiliki potensi menghasilkan CO2. CO2 yang dihasilkan

dari industri baja berkisar antara 4%-5% (OECD, 2011; Kundak, 2009). Bahkan 90%

CO2 yang dihasilkan dari pembuatan baja berasal dari 9 negara seperti Cina, Brasil, Uni

Eropa, India, Jepang, Korea, Rusia, Ukraina, dan Amerika (Kundak, 2009). Menurut

Environmental Product Declaration/EPD, (2012) pembuatan baja menghasilkan 430 kg

CO2 eq/.ton. Berkaitan dengan kedua material tersebut yaitu semen dan baja, sektor

yang mempunyai persentase yang signifikan terhadap penggunaan material tersebut

adalah sektor konstruksi. Sementara sektor konstruksi dianalisis sebagai sektor yang

turut memberikan kontribusi CO2 yang menyebabkan meningkatnya efek gas rumah

kaca. Isu efek gas rumah kaca menjadi penting karena menjadi dasar untuk mencapai

sustainable.

2. TUJUAN

Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melakukan identifikasi gap analysis jejak karbon

pada rantai pasok di proyek konstruksi.

3. KAJIAN PUSTAKA

Rantai Pasok

Supply chain atau rantai pasok merupakan suatu konsep yang relatif baru di dunia

konstruksi, yang awal perkembangannya berasal dari industri manufaktur. Konsep

supply chain berhubungan erat dengan lahirnya konsep lean production yang berakar

pada pemikiran lean thinking yang telah mengubah paradigma produksi dalam industri

manufaktur. Tuntutan terhadap efisiensi memaksa perusahaan untuk membentuk

struktur organisasi yang lebih sederhana, mendorong perusahaan untuk lebih fokus pada

bisnis intinya, dan menyerahkan aktifitas pendukungnya pada pihak lain. Perkembangan

ini mengakibatkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu bisnis, bukan lagi

merupakan output dari satu organisasi secara individu, namun merupakan output dari

suatu rangkaian organisasi, yang disebut supply chain (Maylor, 2003). Dalam konteks

konstruksi, kompleksitas supply chain konstruksi digambarkan oleh Vaidyanathan

(2001) seperti tertera pada Gambar 1, secara makro, pihak-pihak yang terlibat dapat

dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu: penyedia jasa yang terdiri atas penyandang

dana, penyedia jasa struktur, mekanikal, elektrikal, dan arsitektur dan kelompok kedua

yaitu penyedia barang/material yang terdiri atas pemasok material/produk bangunan dan

subkontraktor.

Page 111: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 111

Gambar 1 Rantai pasok konstruksi

Sumber: Vaidyanathan (2001)

Kedua kelompok besar ini akan memberikan kontribusi sesuai dengan fungsi dari

masing-masing anggota kelompok tersebut terhadap kontraktor sebagai bagian yang

akan mewujudkan keinginan owner sehingga kontraktor secara kontinu dan langsung

akan mempunyai hubungan garis komando terhadap owner. Hubungan antara arsitek

dengan owner hanya garis koordinasi, sementara hubungan owner dengan subkontraktor

sebatas hanya untuk mengetahui aliran informasi dan aliran material. Sejalan dengan

pengertian supply chain dalam konteks manufaktur, dalam konteks konstruksi, supply

chain dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari sekumpulan aktivitas perubahan

material alam hingga menjadi produk akhir (misalnya jalan, bangunan, dan jasa

perencanaan), untuk digunakan oleh pengguna jasa dengan mengabaikan batas-batas

organisasi yang ada. Tambahan dalam definisi Tommelein dkk (2003) menyatakan

bahwa dalam jaringan yang terstruktur tersebut selain dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan owner, juga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota supply chain

tersebut. Dalam konteks pola tradisional, pembentukan supply chain konstruksi yang

terlibat dalam suatu proses produksi, dimulai pada tahap penawaran, ketika suatu

jaringan supply chain konstruksi suatu kontraktor akan memiliki daya saing tertentu

terhadap jaringan supply chain konstruksi dari kontraktor lainnya dalam memenangkan

tender. Dalam tahap ini, hal itu menunjukkan bahwa persaingan yang terjadi bukan lagi

persaingan antarperusahaan konstruksi secara individu, melainkan merupakan

persaingan antarjaringan supply chain konstruksi antar jaringan perusahaan yang

tergabung dalam suatu hubungan proses produksi konstruksi yang ditawarkan dalam

penawaran. Dalam tahap pelaksanaan, ketika terjadi proses pengadaan yang dilakukan

oleh kontraktor dalam penyusunan jaringan supply chain-nya, akan menentukan

seberapa besar tingkat efisiensi yang terjadi dalam proses produksinya. Hal ini

menghasilkan produk dan jasa yang sesuai dengan value dari owner. Apa yang terjadi

dalam konstruksi tersebut membenarkan pendapat yang menyatakan bahwa keunggulan

persaingan yang menjadi aturan main sekarang ini adalah keunggulan persaingan

antarjaringan supply chain (Christopher, 1998). Di tengah kompetisi usaha yang

semakin ketat, kontraktor dituntut untuk melakukan efisiensi dalam proses

konstruksinya. Pola supply chain yang memiliki daya saing pada tahap pengadaan,

selanjutnya akan memberikan kinerjanya pada tahap produksi (pelaksanaan). Hal itu

menunjukkan bahwa desain suatu jaringan supply chain berperan sangat penting. Suatu

Structural

Engineer

Mechanical

Engineer

Electrical

Engineer

ArsitekPenyandang

dana

General

Contractor

(Construction

Manager at risk)

Produk

Bangunan

Manufaktur I

Produk

Bangunan

Manufaktur II

Produk

Bangunan

Manufaktur n

Sub Kontraktor ISub Kontraktor

II

Pekerja

langsung

Pekerja tidak

langsung

Pekerja

langsung

Owner

Aliran m

ateria

l

Aliran in

form

asi

Page 112: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 112

studi menunjukkan bahwa desain supply chain yang buruk memiliki potensi untuk

meningkatkan biaya proyek hingga 10% (Bertelsen, 2002). Hal ini menunjukkkan

bahwa pola supply chain konstruksi akan memberikan kontribusi terhadap efisiensi

suatu pelaksanaan proyek, sehingga pola suatu supply chain konstruksi memiliki potensi

untuk menjadi salah satu ruang yang memungkinkan untuk dilakukannya peningkatan

dalam industri konstruksi. Dalam konteks konstruksi ketika fragmentasi sudah menjadi

bagian dari karakteristik industri ini, peningkatan yang dapat dilakukan adalah melalui

manajemen hubungan terhadap organisasi yang terlibat dalam suatu susunan jaringan

supply chain yang menghasilkan produk konstruksi tertentu. Konsep supply chain

management merupakan konsep yang relatif baru. Konsep ini merupakan perluasan dari

konsep logistik yang lingkupnya adalah optimasi aliran (optimizing flows) di dalam

lingkup suatu organisasi tertentu (Christopher, 1998). Konsep supply chain management

memperlihatkan bahwa konsep logistik belum mencukupi dalam usaha untuk mencapai

optimalisasi aliran yang terjadi sehingga perlu diperluas hingga keluar batas organisasi

tersebut ke hulu dengan supplier-nya dan ke hilir dengan customernya (Christopher,

1998). Dengan demikian, hal yang paling mendasar dari manajemen hubungan dalam

suatu supply chain menyangkut hubungan antar organisasi yang berbeda dalam suatu

proses produksi. Dalam konteks persaingan bisnis yang semakin ketat, melalui

penerapan konsep ini diharapkan daya saing yang berkelanjutan dapat tercapai

(Christopher, 1998). Hal inilah yang menunjukkan pentingnya penerapan supply chain

manajemen dalam praktik bisnis saat ini, termasuk dalam industri konstruksi.

Fragmentasi yang sudah menjadi karakteristik industri konstruksi, yang disebabkan

tingginya tingkat kebutuhan spesialisasi dalam industri ini, telah menyebabkan

terpecah-pecahnya suatu proses (aktivitas) menjadi paket-paket yang lebih kecil, yang

masing-masing melibatkan pihak tertentu. Akhirnya dalam suatu proyek konstruksi

bangunan, yang melibatkan item pekerjaan yang sangat banyak, yang menuntut keahlian

tertentu di dalam produksinya, telah membentuk jaringan supply chain yang kompleks.

Hal di atas menujukkan bahwa karakteristik dalam industri konstruksi pun telah

menuntut suatu konsep manajemen yang dapat mengatur hubungan antarmata rantai

yang menghasilkan output produk konstruksi sehingga peran konsep dalam industri

konstruksi menjadi penting.

Jejak karbon pada konstruksi

Analisa daur hidup/life cycle analysis merupakan kerangka utama yang digunakan

dalam beberapa penelitian jejak karbon. Dalam perkembangannya analisis daur hidup

dimodifikasi ke dalam beberapa bentuk seperti analisa daur hidup input output dan

analisis daur hidup hybrid. Analisa daur hidup dapat mempunyai batasan-batasan

sampai sejauh mana estimasi jejak karbon dalam proses konstruksi. Batasan-batasan

yang terdapat pada analisa daur hidup terdiri dari gate to gate, cradle to gate dan cradle

to cradle. Berikut ini merupakan penelitian jejak karbon dengan menggunakan kerangka

utama analisa daur hidup. Penelitian jejak karbon yang telah dilakukan pada ruang

lingkup konstruksi meliputi beberapa bagian yaitu pada objek material, industri

konstruksi, ataupun pada proyek konstruksi. Objek penelitian yang dilakukan juga

bervariasi seperti pada bangunan komersial, perumahan, perkerasan jalan atau pada

komponen bangunan seperti dinding, tangga. Penelitian jejak karbon untuk material

konstruksi yang dilakukan dalam bentuk studi perbandingan antarmaterial konstruksi

yang digunakan pada bangunan seperti kayu (Buchanan dan Levine, 1999; Pullen,

2000), material on site dan off site (Barret dan Wiedmann, 2007), kebutuhan energi dan

Page 113: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 113

emisi CO2 pada aliran material yang digunakan ready mix (Low, 2005); pada perkerasan

kaku dan fleksibel (Zapata dan Gambatese, 2005; Amlan dan Cassi, 2011) serta pada

rumah dan apartemen (Hammond and Jones 2008; Tatari dan Kucukvar, 2012). Jejak

karbon pada penggunaan beton pracetak juga dilakukan oleh Peng dan Pheng (2011)

untuk elemen kolom pada gedung dan (Wong dan Tang, 2012) pada komponen dinding,

anak tangga, dan plat lantai. Penelitian jejak karbon dilakukan berkaitan dengan

konstruksi khususnya pada industri semen (Worrel, 2001) termasuk juga emisi yang

ditimbulkan oleh transportasi yang digunakan oleh ready mix (Palaniappa, 2009).

Penelitian jejak karbon yang langsung terkait pada proyek konstruksi dengan objek

perumahan (Seol dan Hwang, 2001; Baouendi, 2005), infrastruktur dan noninfrastruktur

Hendrickson dan Horvath (2000), estimasi untuk pembangunan perumahan baru

(Hodgson, 2008) Kasozi dan Tutesigensi (2007) mengembangkan model penilaian jejak

karbon pada proyek konstruksi yang dapat diakses oleh para pengelola proyek

konstruksi. Sharrard (2008); dan Inui (2011) melakukan estimasi jejak karbon pada fase

konstruksi. Lingkup penelitian jejak karbon juga ada yang dilakukan pada level negara

dan kota khususnya yang erat hubungannya dengan kegiatan transportasi, rumah tangga,

limbah, atau bangunan industri (Kenny dan Gray 2009; Brown 2009; Brown, 2012;

Baron, 2011). Hasil dari penelitian jejak karbon juga dapat digunakan sebagai estimasi

untuk pembangunan konstruksi yang setipe sehingga optimal energi dan emisi CO2

optimal (Qi dan Chang, 20112). Khusus pada proyek konstruksi untuk memetakan

sumber emisi CO2 secara langsung dan tidak langsung juga memperhitungkan faktor

biaya dengan metode Particle Swarm Optimatization (PSO) yang dilakukan oleh Liu

(2012). Berdasarkan uraian di atas, maka identifikasi gap analysis jejak karbon pada

rantai pasok di proyek konstruksi dapat di lihat pada Tabel 2.

Tabel 2: Pemetaan penelitian jejak karbon pada konstruksi

No Tahun Studi Kasus Lingkup Jejak Karbon Pada Konstruksi

Obyek

Metode

LCA LCA-

IO LCA-EIO

Lain-lain

1 2001 CO2 Emission The Global Cement Industry (Worrel, E., et.al, 2001)

Industri Semen - - - Literature review (Gate to Gate)

2 2009 Carbon Emissions based on Ready-mix Concrete Transportation: A Production Home Building Case Study in the Greater Phoenix Arizona Area (Palaniappan , S, et. al., 2009)

Industri Beton Pracetak

Cr to Gate

- - -

3 2011 Calculation of the corporate carbon footprint of the cement industry by the application of MC3 methodology (Cajio, J., et. al., 2011)

Industri Semen - - - Literature review (Gate to Gate)

4 1999 Wood Based Building Materials and Atmospheric Carbon Emissions (Buchanan, A.H. & Honey, B.G., 1994)

Material Hostel, Kantor, Rumah & Industri

- - - Literature review (Gate to Gate)

5 2000 Estimating The Embodied Energy Of Timber Building Products (Pullen, S, 2000)

Material Gedung - - - Input Output Analysis (Cr to Gate)

6 2005 Material Flow Analysis in US (Low, Shi-Man, 2005)

Material Beton Cr to Cr - - -

7 2005 Energy Consumption of Asphalt and Reinforced Concrete Pavement Materials and Construction (Zapata,

Material Perkeras-an kaku dan

Cr to Cr - - -

Page 114: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 114

P., dan Gambatese, J.A, 2005) fleksibel

8 2007 A Comparative Carbon Footprint Analysis of On-Site Construction and an Off-Site Manufactured House (Barret, J. dan Wiedmann, T, 2007)

Material - - - - Literature review (Gate to Gate)

9 2008 Embodied energy and carbon in construction materials (G. P., Hammond,. and C. I., Jones, 2008)

Material LCI + literature review (Cr to Site)

10 2011 Managing the Embodied Carbon (Peng, W., Pheng, Low S.,2011)

Material Beton Pracetak

Gate to Gate

- - -

11 2012 Comparative Embodied Carbon Analysis of the Prefabrication Elements compared with In-Situ Elements in Residential Building Development of Hongkong (Wong, F., Tang, YT., 2012)

Material Beton Pracetak

Cr to Site

- - -

12 2000 Resource Use and Environmental Emissions of U.S. Construction Sectors Construction Sectors (Hendrickson, S., Horvath, A., 2000)

Proyek Konstruksi

Highway bridge; fasilitas industri & bangunan komersial; residentialinfra- struktur

- - Gate to

Gate

-

13 2001 Estimation of CO2 Emissions In Life Cycle of Residential Buildings (Seol, S., Hwang, Y., 2001)

Proyek Konstruksi

Resi densial

Cr to Gate

- - -

14 2005 Energy and Emission Estimator A Prototype Tool for Designing Canadian Houses (Baouendi, R. et. al. 2005)

Proyek Konstruksi

Resi densial

Gate to Gate

- - -

15 2007 A Framework for Apprasing Construction Projects Using Carbon Footprint (Kasozi, P. dan Tutesigensi, A., 2007)

Proyek Konstruksi

- Gate to Gate

- - -

16 2007 Estimating Construction Project Environmental Effects Using an Input-Output-Based Hybrid Life-Cycle Assessment Model (Sharrard, Aurora L.et. al., 2008)

Proyek Konstruksi

- - - Gate to

Gate

-

17 2008 Carbon Footprint of Single-Family Residential New Construction (Hodgson, J., etl al., 2008)

Proyek Konstruksi

Resi densial

Gate to Gate

- - -

18 2009 Comparative performance of six carbon footprint models for use in Ireland (Kenny T dan Gray, N.F., 2009)

Proyek Konstruksi

Rumah & transpor tasi

- - Literature review (Gate to Gate)

19 2009 The geography of metropolitan carbon footprints (Brown, M.,A.,2009)

Proyek Konstruksi

Resi – densial & dan tranpor- tasi

- - Gate to

Gate

-

20 2010 Forecasting the carbonfootprint of road freight transport in 2020 (Piecyk, M., McKinnon, A.C., 2010)

Proyek Konstruksi

Gate to Gate

- - -

21 2010 Twelve metropolitan carbon footprints: A preliminary comparative global assessment (Sovacool, Benyamin K., Brown, M.A, 2010)

Proyek Konstruksi

Transpor tasi, bangunan, industri,

- - - Literature review (Gate to Gate)

Page 115: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 115

pertanian & limbah

22 2011 Carbon Footprint For HMA (Hot Mix Asphalt) And PCC (Portland Cement Concrete) Pavements (Mukherjee, 2011)

Proyek Konstruksi

Rekayasa Konstruk-si, Transpor-tasi

Gate to Gate

- - -

23 2011 Carbon Footprint of High Speed Rail (Baron, T., et. al. 2011)

Proyek Konstruksi

Rekayasa Konstruk-si, Transpor-tasi

Cr to Gate

- - -

24 2011 Embodied Energy and Gas Emissions of Retaining Wall Structures (Inui, T., et. al., 2011)

Proyek Konstruksi

Struktur Gate to Gate

- - -

25 2012 Integrated carbon footprint and cost evaluation of a drinking water infrastructure system for screening expansion alternatives (Qi, Cheng dan Chang, Ni-Bin, 20112)

Proyek Konstruksi

Infra-struktur air minum

- - - Studi banding (Gate to Gate)

26 2012 Optimizing cost and CO2 emission for construction projects using particle swarm optimization (Liu, Sha. et.al., 2012)

Proyek Konstruksi

- - - - Particle Swamp Optimization (PSO) -

Gate to Gate

27 2012 Sustainability Assessment of U.S. Construction Sectors: Ecosystems Perspective (Tatari, O., dan Kucukvar, M, 2012)

Proyek Konstruksi

Resi- densial

- - Gate to

Gate

-

28 2012 Pemodelan Jejak Karbon pada Rantai Pasok Material Konstruksi di Indonesia

Industri Konstruksi (baja dan semen) dan Proyek Konstruksi

Material semen dan baja

- - - Cr to installation

4. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal

yang meliputi: (1) penelitian jejak karbon yang telah dilakukan memiliki kesamaan

yaitu menggunakan analisa daur hidup sebagai dasar estimasi jejak karbon, (2) ruang

lingkup dari masing-masing penelitian memiliki beberapa variasi yaitu dari cradle to

cradle, gate to gate, cradle to gate, sedangkan penelitian yang akan dilakukan memiliki

ruang lingkup cradle to installation, (3) objek dari penelitian jejak karbon yang telah

dilakukan memiliki variasi yaitu penggunaan material konstruksi yang digunakan di

proyek konstruksi seperti semen dan beton pracetak; estimasi energi dan CO2 dari

proses pelaksanaan konstruksi pada gedung, perumahan dan transportasi; sedangkan

penelitian yang akan dilakukan berawal dari hulu yaitu ekstrasi material semen dan

baja, kemudian delivery material sampai ke hilir yaitu proses instalasi kedua material

tersebut pada proyek infratruktur dan non infrastruktur.

Page 116: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 116

DAFTAR PUSTAKA

1. Amlan Mukherjee1 dan Cassi, D., 2011, Carbon Footprint For HMA and PCC

Pavements, Research Report and Best Practices, Michigan Department of

Transportation.

2. Baouendi, R. et. al. 2005, Energy and Emission Estimator: A Prototype Tool for

Designing Canadian Houses, Journal of Architectural Engineering.

3. Baron, T., et. al. 2011, Carbon Footprint of High Speed Rail, Research Report of

International Union of Railways.

4. Brown, M.,A.,2009, et. al., The geography of metropolitan carbon footprints, Policy

and Society 27, 285–304.

5. Barret, J. dan Wiedmann, T., A Comparative Carbon Footprint Analysis of On-Site

Construction and an Off-Site Manufactured House, Research Report, Stockholm

Environment Institute, University of York, YO10 5DD, UK, November 2007.

6. Bertelsen, Sven (2002), Complexity Construction in A New Perspective revised

paper of a report originally prepared as a contribution for an IGLC championship,

http://www.bertelsen.org/strategisk_r%E5dgivning_aps/pdf/Complexity%20

%20Construction%20in%20a%20New%20Perspective.pdf (8/20/2004 DATA 25)

7. Buchanan, A.H., Honey, B.G., 1994, Energy and carbon dioxide implications of

building construction, Journal of Energy and Building, 20, p:205-217.

8. Cass, D dan Mukherjee, A., 2011, Calculation of greenhouse gas emissions for

highway construction operations by using a hybrid life-cycle assessment approach:

case study for pavement operations, the dissertation at University of Pittsburgh.

9. Christopher, M. ( 1998), Logistics and Supply Chain Management, Second Edition,

Prentice Hall

10. EPA, 2009, Potential for Reducin Greenhouse Gas Emissions in the Construction

Sector.

11. EPD, Steel Reinforcement Products For Concrete, Celsa Steel Service A/S, 2012

12. Glavind, M., 2012, Sustainability of cement, concrete and cement replacement

materials in construction, Danish Technological Institute, Denmark.

13. Global economic outlook and steel demand trends Eldar Askerov, 23-24 April 2012

14. Goeritno, B., 2012, Supply Demand Material dan Peralatan Konstruksi Dalam

Rangka Mendukung Investasi Infrastruktur Nasional, Seminar Nasional Peluang

Pasar Material dan Peralatan Konstruksi Untuk Mendukung Penyelenggaraan

Infrastruktur Nasional, Jakarta 4 Mei 2012.

15. Gumaste, K.S., 2006, Embodied Energy Computations in Buildings, Advances in

Energy Research.

16. G. P., Hammond,. and C. I., Jones, 2008, Embodied energy and carbon in

construction materials, Proceedings of the Institution of Civil Engineers - Energy,

161 (2), pp. 87-98

17. Hendrickson, S., Horvath, A., 2000, Resource Use And Environmental Emissions of

U.S. Construction Sectors, Journal of Construction Engineering and Management,

January/February.

18. Hertwich, Edgar E and Peters, Glen P., (2009), Carbon Footprint of Nations: A

Global, Trade-Linked Analysis, Environmental Science & Technology Vol. 43 No.

16, 2009, American Chemical Society Published on Web 06/15/2009.

19. Hodgson, J., etl al., 2008, Carbon Footprint of Single-Family Residential New

Construction, California Building Industry Association

Page 117: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 117

20. Inui, T., et. al., 2011, Embodied Energy and Gas Emissions of Retaining Wall

Structures, Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering , October

2011

21. Kasozi, P. dan Tutesigensi, A., 2007, A Framework for Appraising Construction

Projects Using Carbon Footprint. Procs 23rd Annual ARCOM Conference, 3-5

September 2007, Belfast, UK,, Belfast UK.

22. Kenny T dan Gray, N.F., 2009, Comparative performance of six carbon footprint

models for use in Ireland, Environmental Impact Assessment Review 29; 1-6.

23. Kundak M., et. al., 2009, CO2 Emissions in The Steel Industry, Metalurgija 48 (2009)

3, 193-197.

24. Liu, Sha. et.al., 2012, Optimizing cost and CO2 emission for construction projects

using particle swarm optimation, Journal of Habitat International, p:1-8.

25. Low, Shi-Man, Material Flow Analysis of Concrete in the United States, Thesis of

Master of Science in Building Technology at the Massachusetts Institutute of

Technology, June 2005.

26. Maylor, H., 2003, Project Management, third edition, Prentice-Hall.

27. Mc. Caffrey, R. 2001, Climate change and the cement industry, Envriromental

Overview Climate Change, GCL Magazine.

28. Mc. Leod, R.S., Ordinary Portland Cement with extraordinarily high CO2

emissions. What can be done to reduce them? BFF Autumn, 2005.

29. Monahan, J, Powell, J.C., 2011, An embodied carbon and energy analysis of modern

methods of construction in housing: a case study using a lifecyle assessment

framework, Journal of Energy and Buildings, 43 p:179-188.

30. Müller, N dan Harnisch, J., 2012, A Blueprint for a climate friendly cement industry,

WWF International

31. National Ready Mixed Concrete Association (NRMCA), Concrete CO2 Fact Sheet,

February, 2012.

32. Natsir, M., 2011, Sistem Rantai Pasok Material Dan Peralatan Konstruksi Untuk

Mendukung Investasi Infrastruktur, Konstruksi Indonesia 2011, Penyelenggaraan

Infrastruktur Berkelanjutan Inovasi Investasi dan Dukungan Sektor Konstruksi

Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum.

33. Nielsen, C.V., 2008, Carbon Footprint of Concrete Buildings seen in the Life Cycle

Perspective, Proceedings NRMCA 2008 Concrete Technology Forum, June 2008,

Denver

34. OECD, 2011, Making Steel More Green: Challenges and opportunities, Workshop

on green growth in shipbuilging, Paris, 7-8 July 2011.

35. O’Brien W.J., et.al., 2009, Construction Supply Chain Management Handbook, CRC

Press Taylor & Francis Group.

36. Palaniappan , S, et. al., 2009, Carbon Emissions based on Ready-mix Concrete

Transportation: A Production Home Building Case Study in the Greater Phoenix

Arizona Area, download 15 Mei 2012.

37. Pengembangan Satelite Account Sektor Konstruksi Tahun 2011, Kerjasama

Kementerian Pekerjaan Umum Badan Pusat Statistik, Jakarta 2011.

38. Peng, W., Pheng, Low S., 2011, Managing the embodied carbon of precast concrete

coloumns, Journal of Materials in Civil Engineering, August 2011.

39. Piratla, Kaylan R., et.al., 2012, Estimation of CO2 emissions from the life cycle of a

potable water pipeline project, Journal of Management in Engineering, ASCE,

January 2012.

Page 118: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 118

40. Pullen, S., Estimating The Embodied Energy Of Timber Building Products, Journal

of the Institute of Wood Science, Vol. 15 No. 3 (Issue 87) Summer 2000.

41. pusbinsdi.net

42. Qi, Cheng dan Chang, Ni-Bin, 20112, Integrated carbon footprint and cost

evaluation of a drinking water infrastructure system for screening expansion

alternatives, Journal of Cleaner Production 27 (2012) 51-63

43. Rehan, R., dan Nehdi, M., Carbon Dioxide Emissions and Climate Change: Policy

Implications for The Cement Industry, Environmental Science & Policy 8 (2005),

105-114.

44. Scwab, K., 2011, The Global Competitiveness Report 2011-2012, World Economic

Forum, Geneva Switzerland

45. Seol, S., Hwang, Y., 2001, Estimation of CO2 Emissions In Life Cycle of Residential

Buildings, Journal of Construction Engineering and Management,

September/October.

46. Sharrard, Aurora L.et. al., 2008, Estimating Construction Project Environmental

Effects Using an Input-Output-Based Hybrid Life-Cycle Assessment Model, Journal

of Infrastructure System. 47. Tatari, O., dan Kucukvar, M, 2012, Sustainability Assessment of US Construction Sectors:

Ecosystems Perspective, Journal of Construction Engineering and Management, August

2012.

48. Tommelein, I.D.; Walsh, K.D.; Hershauer, J.C. (2003). Improving Capital Projects Supply

Chain Performance. Research Report PT172-11. Texas: Construction Industry Institute. 241

p.

49. US, EPA., CO2 Emissions Profile of U.S. Cement Industry?, 2012.

50. Vaidyanathan, K. ( 2001), Value of Visibility Planning in An Enginerr-to-Order

Environment, <http://strobos.cee.vt.edu/IGLC11/> 7 Desember 2004.

51. Wong, F., Tang, YT., 2012, Comparative Embodied Carbon Analysis of the Prefabrication

Elements compared with In-situ Elements in Residential Building Development, World

Academy of Science, Engineering and Technology 62.

52. Worrel, E., et.al, 2001, Carbon Dioxide Emissions From The Global Cement Industry, Rev.

Energy Environment, Vol. 26., 303-329

53. Zapata, P., dan Gambatese, J.A., Energy Consumption of Asphalt and Reinforced Concrete

Pavement Materials and Construction, Journal of Infrastructure Systems, March 2005.

Page 119: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 119

PERKEMBANGAN JOINT OPERATION

PADA PROYEK INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

Arman Jayady1, Krishna S. Pribadi

2, Muhamad Abduh

3, Senator Nur Bahagia

4

1Mahasiswa Program Studi Doktor Teknik Sipil ITB, Kampus ITB Jl. Ganesha Bandung, Telp 0852-

83641889, email: [email protected] 2Dosen Program Studi Teknik Sipil FTSL, ITB, Kampus ITB Jl. Ganesha Bandung, Telp 022-2500935,

email: [email protected], 3Dosen Program Studi Teknik Sipil FTSL, ITB, Kampus ITB Jl. Ganesha Bandung, Telp 022-2500935,

email: [email protected] 4Dosen Program Studi Teknik Industri FTI, ITB, Kampus ITB Jl. Ganesha Bandung, Telp 022-2500935,

email: [email protected]

ABSTRAK

Joint Operation (JO) diperkenalkan di Indonesia sejak 1991 sebagai bentuk kemitraan antara badan usaha

jasa konstruksi asing (BUJKA) dengan badan usaha jasa konstruksi nasional (BUJKN). JO sering

diimplementasi pada proyek infrastruktur berskala besar yang memiliki karakteristik kompleks, beresiko

besar dan berteknologi tinggi. Saat krisis moneter 1997 seiring dengan ambruknya perekonomian nasional

implementasi JO pada proyek infrastruktur juga mengalami penurunan dengan drastis, namun seiring

dengan economy recovery, maka implementasi JO pada proyek infrastruktur mulai marak. Beberapa data

yang telah dihimpun dari lembaga terkait menunjukkan trend peningkatan yang signifikan sehubungan

dengan kehadiran BUJKA serta pertumbuhan nilai proyek yang diimplementasi dengan JO. Keterlibatan

BUJKA melalui implementasi JO disatu sisi memberikan manfaat terhadap BUJKN dalam hal transfer of

knowledge namun disisi lain dapat mengganggu pertumbuhan kelangsungan BUJKN pada khususnya

serta perekonomian nasional pada umumnya. Sehubungan dengan hal tersebut pengkajian tentang faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan JO menjadi sesuatu yang penting. Kajian ini merupakan

bagian dari penelitian utama penulis dengan topik Efektifitas Joint Operation dalam Transfer of

Knowledge pada Proyek Infrastruktur di Indonesia. Studi literatur, diskusi terbatas dengan para praktisi,

birokrat, serta akademisi, dilakukan dalam pengkajian ini yang bertujuan untuk menemukan faktor-faktor

yang dominan yang mempengaruhi perkembangan JO di Indonesia. Hasil sementara kajian menunjukkan

bahwa lemahnya pendanaan pemerintah untuk infrastruktur, lemahnya daya saing BUJKN, liberalisasi

pasar konstruksi, serta perilaku strategis bisnis perusahaan jasa konstruksi menjadi faktor dominan yang

melatarbelakangi trend perkembangan implementasi JO di Indonesia.

Key Words : Joint Operation, Infrastruktur, BUJKA, BUJKN, Trend

1. Latar Belakang Joint Operation (JO) merupakan bentuk kemitraan pada sektor jasa konstruksi yang

fonomenal pada dua dekade terakhir. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya

infrastruktur yang dikerjakan dengan formasi JO antara perusahaan jasa konstruksi

asing dan perusahaan jasa konstruksi lokal, terlebih pada infrastruktur yang

berkarakteristik kompleks, beresiko berat, serta berteknologi tinggi. JO telah

diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1991 melalui regulasi Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum No. 50/PRT/1991, dan perubahan terakhir dari regulasi tersebut

adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2011.

Dalam regulasi tersebut JO didefinisikan sebagai bentuk kerjasama operasi antara satu

atau lebih Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA) dengan satu atau lebih Badan

Usaha Jasa Konstruksi Nasional (BUJKN) yang bersifat sementara dan bukan

merupakan bentuk badan hukum baru. Regulasi tersebut sebenarnya mengatur

persyaratan pemberian izin perwakilan kontraktor asing di Indonesia. Tujuan diterbitkan

Page 120: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 120

regulasi tersebut seperti dinyatakan dalam konsiderannya adalah untuk mendorong

peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional dan perekonomian nasional.

Sehingga dalam mencapai tujuan dari regulasi tersebut maka setiap BUJKA yang akan

melaksanakan aktifitas proyeknya di Indonesia diwajibkan bermitra dengan BUJKN

serta wajib melakukan transfer of knowledge kepada partner lokalnya.

Meski kini JO juga diaplikasi oleh sesama perusahaan jasa konstruksi nasional, namun

JO antara BUJKA dan BUJKN juga semakin marak terlebih beberapa tahun semenjak

Indonesia melakukan upaya pemulihan perekonomian pasca krisis moneter 1997.

Indikasi perkembangan JO di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1 yang menunjukkan

trend kehadiran BUJKA di Indonesia dan Gambar 2 menunjukkan trend nilai proyek

yang diselenggarakan dengan mekanisme JO pada Kementerian Pekerjaan Umum untuk

lima tahun terakhir.

Gambar 1: Jumlah BUJKA dalam tahun di Indonesia.

(Kementerian PU, 2012)

Gambar 2: Nilai Proyek JO (Asing – Lokal) dalam milyar rupiah

(Kementerian PU, 2012)

Page 121: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 121

Dari grafik pada kedua gambar diatas menunjukkan adanya asosiasi yang positif antara

trend pertumbuhan kehadiran BUJKA dengan nilai proyek yang diimplementasi dengan

JO antara BUJKA dan BUJKN di Indonesia pada lima tahun terakhir.

Tabel 1: Indikasi Perkembangan JO di Indonesia

Tabel 1 secara rinci menunjukkan adanya pertumbuhan kehadiran BUJKA yang

signifikan pada tahun 2011 sebesar 22.22% dari tahun sebelumnya, dan secara perlahan

tetap menunjukkan trend kenaikan sebesar 4.35% pada tahun 2012 dari tahun

sebelumnya. Sedangkan nilai proyek yang diselenggarakan dengan formasi JO antara

BUJKA dan BUJKN mengalami kenaikan drastis pada tahun 2009 sebesar 398.46%

dari tahun sebelumnya, dan secara berturut turut menunjukkan trend peningkatan

sebesar 205.56%, 170.91%, 58.69% yang dihitung berdasarkan tahun sebelumnya.

Analisa diatas merupakan fakta yang kuat terhadap trend peningkatan perkembangan

implementasi JO di Indonesia.

2. Permasalahan

Meningkatnya kehadiran BUJKA di Indonesia secara langsung dapat mengancam

perolehan pasar konstruksi infrastruktur domestik oleh BUJKN, yang berimplikasi pada

terganggunya pertumbuhan industri konstruksi di Indonesia, walaupun pada sisi lain

merupakan tantangan bagi BUJKN dalam meningkatkan kapasitas internalnya dalam

menghadapi persaingan pada tingkat domestik maupun global. Meningkatnya perolehan

pasar domestik oleh BUJKA dari sisi finansial secara langsung juga dapat mengganggu

perekonomian nasional, return finansial yang diharapkan kembali ke negara dari suatu

kegiatan pembangunan infrastruktur menjadi berkurang karena adanya aliran dana ke

luar negeri oleh pemilik BUJKA. Hal tersebut bila dibiarkan terus menerus dapat

mengganggu perekonomian nasional baik pada level mikro maupun makro, sehubungan

dengan hal tersebut maka kajian tentang faktor-faktor penyebab perkembangan

implementasi JO di Indonesia menjadi sesuatu yang sangat penting. Hasil kajian

diharapakan dapat dijadikan dasar untuk mencari solusi lanjutan dalam menyiapkan

strategi jangka panjang dalam meningkatkan daya saing industri jasa konstruksi

nasional yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan kontribusi maksimal bagi

perekonomian nasional pada umumnya.

Page 122: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 122

3. Tujuan

Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menguraikan hasil kajian sementara

sehubungan dengan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi trend perkembangan

implementasi JO di Indonesia. Hasil kajian diharapkan dapat dijadikan acuan dalam

penelitian lanjutan dalam mendisain konsep JO yang tepat sehingga dapat memberikan

manfaat maksimal bagi perkembangan industri jasa konstruksi di Indonesia baik dari

sisi kuantitas maupun kualitas sehingga pada akhirnya mampu berkontribusi secara

maksimal bagi perekonomian nasional.

Penelitian ini merupakan bagian integral dari penelitian utama penulis tentang

Efektifitas Joint Operation dalam Transfer of Knowledge pada Proyek Infrastruktur di

Indonesia. Hasil dari kajian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam hal

memperkuat argumen sehubungan dengan penelitian utama penulis.

4. Tinjauan Literatur

4.1 Joint Venture (JV)

Perkembangan terkini dalam hal bisnis pada konteks global terdapat kecenderungan dari

para pebisnis dalam merubah strategi bisnis mereka dari paradigma lama yang bersifat

individual dan kompetitif menjadi kolektif dan kooperatif. Hal tersebut nampak dari

tumbuhnya sistem kerjasama antara pebisnis baik pada lingkup domestik dalam suatu

negara maupun antar negara (cross border).

Joint Venture (JV) menjadi sesuatu hal yang populer saat ini dikarenakan manfaatnya,

khususnya sebagai konsep alternatif strategis bisnis dalam kompetisi pada tingkat global

(Ozorhon dkk, 2010). Dalam skala luas JV terjadi pada berbagai sektor baik pada

industri manufaktur maupun jasa, menurut Wallace (2004) JV adalah bertemunya dua

atau lebih pebisnis independen yang memiliki tujuan bersama dalam mencapai outcome

tertentu yang mana tidak dapat dicapai bila dijalankan secara sendiri. Selanjutnya

Wallace (2004) membagi JV dalam tiga varian berdasarkan tingkat kohesivitasnya yaitu

:

a. Loosely coupled JV. Pada tipe ini memiliki karakteristik bersifat sementara,

implementasi pada bisnis yang sederhana, kohesivitas rendah, berbasiskan

agreement.

b. Moderately coupled JV. Pada tipe ini memiliki karakteristik bersifat sementara,

implementasi pada bisnis menengah keatas, lebih formal, memiliki variabel-variable

penting yang kritis dalam pelaksanaan, seperti : waktu, kedalaman dan keluasan

kerjasama, serta kemauan dalam membuka diri (perusahaan) terhadap partner. Serta

berbasiskan agreement, bersifat sementara.

c. Tightly coupled JV. Merupakan pengembangan dari Moderately coupled JV dan

memiliki tingkat kohesivitas tinggi diwujudkan dalam interaksi yang lebih ekstensif

serta keterbukaan antara pihak yang terlibat. Kolektivitas merupakan penekanan

utama pada JV tipe ini, juga melibatkan integrasi formal dari sumber daya, proses,

infrastruktur, serta pelayanan dari pihak yang terlibat. Biasanya membentuk badan

hukum baru dan bersifat jangka panjang.

4.2 Joint Operation (JO)

Seperti halnya yang terjadi pada beberapa negara didunia, JV juga terjadi di Indonesia

pada berbagai sektor bisnis, baik pada sektor bisnis manufaktur maupun jasa. Khusus

Page 123: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 123

pada sektor jasa konstruksi, di Indonesia JV diaplikasi antar perusahaan yang

membentuk entitas legal baru (Perseroan Terbatas) yang juga merupakan bentuk JV

permanen. Di Indonesia JV permanen diatur melalui Undang-Undang No. 25 Tahun

2007. Sedangkan untuk JV pada sektor konstruksi yang bersifat sementara diaplikasi

dengan istilah yang populer disebut dengan JO. Dalam perspektif global, JO dapat

disebut sebagai JV temporer pada sektor konstruksi, hal tersebut dikarenakan adanya

kesamaan karakteristik dengan JV loosely coupled atau JV moderately coupled yang

berlaku di luar negeri khususnya pada sektor konstruksi.

5. Pembahasan

Dengan menggunakan ishikawa diagram dapat ditunjukkan pada Gambar 3 tentang hasil

kajian sementara tentang faktor-faktor dominan penyebab perkembangan implementasi

JO di Indonesia. Faktor dominan penyebab perkembangan implementasi JO di

Indonesia adalah :

1. Lemahnya pendanaan infrastruktur oleh pemerintah (masuknya pendanaan

asing);

2. Lemahnya daya saing BUJKN;

3. Liberalisasi pasar konstruksi (globalisasi pasar)

4. Perilaku strategis bisnis perusahaan jasa konstruksi

Gambar 3: Ishikawa Diagram- Perkembangan JO

pada Proyek Infrastruktur di Indonesia

5.1 Faktor Lemahnya Pendanaan Pemerintah (Masuknya Pendanaan Asing)

Pembangunan infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dalam memacu

pembangunan secara keseluruhan sebuah negara, khususnya sektor perekonomian.

World Bank Report (1994) mengibaratkan infrastruktur sebagai sebuah payung yang

menaungi aktifitas, serta memegang peran penting dalam industri perekonomian secara

keseluruhan. Infrastruktur juga dapat diartikan sebagai jasa serta fasilitas penting dalam

menunjang fungsi-fungsi ekonomi (Sullivan dan Sheffrin, 2003). World Bank (dikutip

dari Kartiwan dkk, 2010) menyatakan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi

sebesar enam persen pertahun maka Indonesia perlu menganggarkan pembiayaan

infrastruktur sebesar lima persen pertahun dari total PDB.

Perkembangan JO

Di Indonesia

Page 124: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 124

Untuk menganggarkan infrastruktur sebesar lima persen pertahun dari total PDB bukan

merupakan hal yang mudah bagi Indonesia, hal tersebut dikarenakan sangat terbatasnya

pembiayaan pemerintah melalui APBN, terlebih setelah pemerintah mencanangkan

program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI) sejak bulan Mei tahun 2011, sehingga diprediksi kebutuhan infrastruktur di

Indonesia terus membengkak pada tahun-tahun mendatang. Gambar 4 menunjukkan

pertumbuhan PDB Indonesia, serta Gambar 5 menunjukkan pembiayaan infrastruktur

APBN, Gambar 6 menunjukkan prediksi kebutuhan infrastruktur tahun 2011 – 2025

dalam menunjang MP3EI serta skema pembiayaannya.

Dari Gambar 6 diatas nampak bahwa kebutuhan akan pendanaan diluar pemerintah

sangat mendesak dalam menunjang pembangunan infrastruktur yang sekaligus akan

menunjang perekonomian nasional. Masuknya dana asing baik dalam bentuk pinjaman

luar negeri dan dalam wujud kemitraan pemerintah dan swasta (PPP) disatu sisi sangat

membantu pemerintah dalam pembiayaan infrastruktur yang terus mendesak, namun

disisi lain terkandang menjadi beban tersendiri bagi pemerintah dalam mengakomodir

persyaratan yang diberikan oleh lembaga atau negara pemilik modal (privilege), salah

satunya adalah tuntutan akan kehadiran jasa konstruksi asing dari pemilik modal, yang

berakibat meningkatnya kehadiran BUJKA serta meningkatnya nilai proyek yang

diselenggarakan dengan formasi JO di Indonesia.

Gambar 4: Pertumbuhan PDB

Indonesia (BPS, 2013)

Gambar 6: Prediksi kebutuhan infrasrtruktur (2011-2025)

dalam menunjang MP3EI (Sumber: Kemenkoekuin, 2011)

Gambar 5: Perkembangan Anggaran

Infrastruktur

2008 – 2013 dalam triliun rupiah (RAPBN,

2013)

Page 125: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 125

5.2 Faktor Lemahnya Daya Saing Perusahaan

Menurut Porter (1998) sebuah negara dikatakan memperoleh keunggulan daya saing

bila perusahaan (pada negara tersebut) kompetitif. Lebih lanjut Porter juga menjelaskan

bahwa daya saing suatu negara ditentukan oleh kemampuan industri dalam melakukan

inovasi dalam kemampuan.

Sehubungan dengan daya saing pada perusahaan industri, Ambastha dan Komaya

(2004) mendifinisikan daya saing pada level perusahaan adalah kemampuan perusahaan

untuk merancang, memproduksi produk pasar yang unggul dalam hal harga dan non-

harga dibanding yang ditawarkan oleh pesaing.

WEF (World Economic Forum) dalam menyusun rangking daya saing sebuah negara

berdasarkan 12 pilar daya saing dalam sebuah negara, salah satu pilar tersebut adalah

infrastruktur. Menurut WEF (2011) daya saing infrastruktur pada sebuah negara adalah

cerminan dari kualitas infrastruktur negara tersebut meliputi infrastruktur: jalan, jalan

kereta, pelabuhan, transportasi udara, kelistrikan, serta komunikasi.

Gambar 7: Rangking Daya Saing Infrastruktur

(World Economic Forum, 2011)

Fakta menunjukkan bahwa Indonesia menempati rangking 44 dari 139 negara pada

tahun 2011, dan khusus untuk daya saing infrastruktur Indonesia menempati peringkat

82, tertinggal jauh dibanding Singapura dan Malaysia yang masing-masing berada pada

urutan 5 dan 30 (Gambar 7). Fakta tersebut menunjukkan rendahnya daya saing

infrastruktur kita yang merupakan cerminan dari rendahnya daya saing perusahaan jasa

konstruksi kita pada tingkat global.

Rendahnya daya saing BUJKN dalam menghadapi pasar domestik merupakan salah satu

faktor penyebab meningkatnya keterlibatan BUJKA dalam proyek infrastruktur di

Indonesia terlebih pada proyek yang berkarakteristik kompleks, beresiko besar dan

berteknologi tinggi.

5.3 Faktor Liberalisasi Pasar

World Trade Organization (WTO) adalah satu-satunya lembaga multilateral di dunia

yang mengatur tentang tata perekonomian dunia. WTO dideklarasikan di Marakesh,

Maroko pada tanggal 15 April 1994. Pendeklarasian WTO saat itu dihadiri oleh 124

negara dan salah satunya adalah Indonesia. Isi deklarasi WTO sebenarnya merupakan

hasil kesepakatan dari delapan kali perundingan beberapa negara yang dilakukan di

Uruguay atau yang biasa disebut dengan Putaran Urugay. Isi kesepakatan tersebut tediri

atas 15 subyek yang menyangkut masalah Tariff, Non-Tariff Measures, Tropical Products,

Natural Resource-Based Products, Textiles and Clothing, Agriculture, GATT Articles, MTN

Page 126: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 126

Agreements and Arrangements, Subsidies and Countervailing Measures, Dispute

Settlement, Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) including trade in

counterfeit goods, Trade Related Investment Measures (TRIMs), Functioning of the GATT

system (FOGs), Safeguard, dan Trade in Services.

Pada subyek yang terakhir yaitu masalah Trade in Services berisi tentang kesepakatan

tentang aturan perdagangan jasa atau yang dikenal dengan General Agreement Trade and

Services (GATS), dimana jasa konstruksi adalah termasuk dalam bagian subyek tersebut.

Dengan kesepakatan tersebut maka seluruh anggota WTO harus berkomitmen untuk

mengurangi atau menghapus hambatan tarif maupun non-tarif melalui upaya:

1. Memperluas akses pasar barang dan jasa;

2. Menyempurnakan berbagai peraturan perdagangan;

3. Memperluas cakupan dari ketentuan dan disiplin GATT;

4. Memperkuat kelembagaan/institusi perdagangan multilateral.

Setelah masuknya Indonesia dalam wadah WTO sebagai wujud komitmen, maka

pemerintah Indonesia menindaklanjuti kesepakatan tersebut dengan meratifikasi

Undang-Undang No. 7 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade

Organizaton (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) pada tanggal 2

November 1994.

Keterlibatan Indonesia didalam WTO bermakna secara langsung Indonesia telah masuk

dalam pusaran globalisasi yang berefek pada kesediaan untuk tunduk dalam proses

liberalisasi pasar dunia termasuk pada sektor konstruksi. Pendanaan swasata asing baik

melalui modus kemitraan pemerintah swasta (PPP) serta modus lainnya yang memberi

impact pada kehadiran BUJKA tidak dapat dibendung lagi, indikator tersebut nampak

dari Gambar 1 dan 2 yang diperlihatkan sebelumnya dan juga pada Gambar 8 dibawah

yang menunjukkan meningkatnya trend penanaman modal asing di Indonesia (PMA).

Dari grafik nampak bahwa sejak tahun 1995, satu tahun setelah ratifikasi persetujuan

WTO oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1994, hingga tahun 2012

secara konsisten arus PMA terus meningkat dan secara signifikan meningkat dengan

tajam pada tahun 2009 hingga 2011, dan pada Desember 2012 tercatat nilai arus masuk

PMA telah mencapai USD 24.56 billion (BKPM, 2013). Hal tersebut berasosiasi positif

dengan peningkatan kehadiran BUJKA di Indonesia serta peningkatan proyek yang

diselenggarakan dengan formasi JO di Indonesia. Sehingga dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa kesepakatan WTO yang memberi efek terhadap liberalisasi pasar

khususnya pada sektor konstruksi turut memberi andil yang cukup besar terhadap

meningkatnya kehadiran BUJKA dan nilai proyek yang diselenggarakan dengan

formasi JO pada sektor infrastruktur di Indonesia.

Page 127: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 127

Gambar 8: Grafik Penanaman Modal Asing di Indonesia

(Sumber : Web-BKPM, 2013)

5.4 Faktor Perilaku Strategis Bisnis Perusahaan

Karakteristik industri konstruksi memiliki perbedaan signifikan dengan industri

manufaktur dalam hal produk. Pada industri manufaktur produk yang dihasilkan

cenderung sama atau replicable sehingga dalam proses produksi, metode, skill, bahan,

serta waktu yang dibutuhkan juga cenderung berulang (repeatable). Namun pada

industri konstruksi, produk yang dihasilkan cenderung unik, immobility, serta bervariasi

(Zang, 2007), dan sophisticated yang terkadang sulit ditebak baik dalam hal bentuk

serta spesifikasi yang dibutuhkan owner dimasa mendatang.

Dalam kondisi demikian setiap perusahaan jasa konstruksi berpotensi dalam terjadinya

lack terhadap sumber daya (asset/ resources) yang dimiliki dalam menghadapi

tantangan baru terhadap sebuah jenis proyek yang akan dikerjakan. Aset dalam sebuah

perusahaan dapat berwujud (tangible) maupun tak berwujud (intangible). Dalam

perspektif aset, aset tangible tidak dapat bermanfaat atau bernilai dengan maksimal bila

tidak didukung dengan aset intangible, dalam hal ini adalah knowledge.

Davenport dan Prusak (1998) menyatakan bahwa knowledge adalah sesuatu yang

critical dalam proses bisnis, juga merupakan aset yang memimpin dalam sebuah

organisasi bisnis. Lebih lanjut Davenport dan Prusak mengatakan bahwa knowledge

dapat memberikan keuntungan yang berkelanjutan (sustainable advantage) bagi sebuah

perusahaan.

Dengan karakteristik produk konstruksi yang telah disebutkan diatas sehubungan

dengan tantangan yang terus berubah pada setiap saat, maka tidaklah berlebihan bila

sebuah perusahaan jasa konstruksi menjadikan joint operation (joint venture) sebagai

perilaku strategis dalam menjalankan bisnisnya dalam memperoleh manfaat sebesar-

besarnya baik dalam hal aset tangible maupun intangible.

6. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa peningkatan kehadiran BUJKA di

Indonesia berasosiasi dengan pertumbuhan nilai proyek yang dikerjakan dengan formasi

JO di Indonesia khususnya pada proyek yang diselenggarakan pada kementerian

pekerjaan umum di Indonesia. Terjadinya peningkatan kehadiran BUJKA di Indonesia

Page 128: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 128

serta meningkatnya nilai proyek yang diimplementasi dengan JO merupakan indikasi

perkembangan implementasi JO di Indonesia. Dengan melakukan diskusi terbatas

dengan para praktisi, birokrat, akademisi, dan dengan didukung data sekunder dari

sumber terkait, serta dibantu dengan metode ishikawa diagram, dapat ditarik kesimpulan

faktor utama dari meningkatnya perkembangan implementasi JO disebabkan karena

empat faktor yang dominan. Faktor tersebut adalah lemahnya pendanaan pemerintah

dalam hal infrastruktur, yang berakibat masuknya dana asing. Faktor kedua adalah

lemahnya daya saing BUJKN, baik dalam hal tangible asset maupun dalam hal

intangible asset, faktor ketiga adalah liberalisasi pasar konstruksi, hal tersebut ditandai

dengan bergabungnya Indonesia dalam wadah WTO sehingga arus kehadiran

perusahaan jasa konstruksi manca negara ke Indonesia tidak dapat dibendung, faktor

yang terakhir adalah, perilaku strategis dari sebuah perusahaan jasa konstruksi dalam

upaya meningkatkan kapasitas internalnya khususnya dalam hal knowledge dalam

rangka mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan proyek yang akan datang.

Referensi :

Ambastha, Adjitabah., Momaya, K. (2004): Competitiveness of Firms: Review of

theory

frameworks and models, Singapore Management Review, vol. 26

Davenport, Thomas H., Prusak, Laurence. (1998) : Working Knowledge, Harvard

Business School Press, Boston, Massachusetts.

Kartiawan Irwan., Al Katuuk, Kamajaya., Soenardji, Hendra N. (2010) : Wajah Jasa

Konstruksi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, p 15.

Kementerian Pekerjaan Umum. (1991). Tentang perizinan perwakilan perusahaan jasa

konstruksi asing. No. 50/PRT/1991.

Kementerian Pekerjaan Umum. (2006). Tentang perizinan perwakilan badan usaha jasa

konstruksi asing. No. 28/PRT/M/2006.

Kementerian Pekerjaan Umum. (2011). Pedoman persyaratan pemberian izin

perwakilan badan usaha jasa konstruksi asing. No. 05/PRT/M/2011.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (2011). Tinjauan ekonomi dan

keuangan-sinergi pembangunan imfrastruktur. Edisi 02 Februari 2011.

Kementerian Perdagangan. (2012) : WTO Sebagai Lembaga Pelaksana Dalam

Mewujudkan

Liberalisasi Perdagangan Dunia, diunduh dari :

http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/files/content/4/wto200410301128

36.pdf

Nash, David J. (2009). Sustainable critical infrastructure systems: a framework for

meeting 21st century. National academic press. P. Vii, 5-7.

Senaratne, S., Priyadarshi, G.M. (2008): Knowledge /Technology Transfer Mechanisms

ini Sri Lankan Construction Organization, General Mangement

Organizational, p 189.

Ozorhon, Beliz., Arditi, David., Dikmen, Irem., Birgonul, M Talat. (2010) :

Performance of Joint Ventures in Construction, Journal of Management in

Engineering, Vol. 26, pp. 209-222.

Presiden Republik Indonesia. (1994). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7

tahun 1994 tentang pengesahan agreement establishing the world trade

Organization.

Page 129: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 129

Presiden Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25

tahun 2007 tentang penanaman modal.

Porter, Michael E. (1998) : On Competition, Havard Business Review

Sullivan, arthur; Sheffrin, Steven M. (2003). Economics: Principles in action. Upper

Saddle River, New Jersey 07458: Pearson Prentice Hall. pp. 474. ISBN 0-13-

063085-3

World Development report. (1994). Infrastructure for Development. World

Development Indicators. The World Bank, Washington D.C. Wallace, Robert. (2004) : Strategic Partnerships : An Entrepreneur's Guide to Joint Ventures

and Alliances, Chicago, IL, USA: Dearborn Trade, A Kaplan Professional Company,

p 24.

Zhang, Shuangtian. (2007) : Risk Sharing in Joint Venture Projects, JAIRO Japanese Institional

Repository Online.

Page 130: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 130

PERANCANGAN ARSITEKTUR PERANGKAT LUNAK

UNTUK PERHITUNGAN RENCANA ANGGARAN BIAYA

(RAB) PEMBANGUNAN GEDUNG DENGAN

METODE UML

Kamaludin

Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasiona-Bandung, Jl. PHH. Mustofa 23 Bandung

Email: [email protected] atau [email protected]

ABSTRAK

Salah satu bagian dari kehidupan pada masa kini yang terus mengalami perkembangan guna menjadi

sebuah alat untuk membantu penggunanya dalam melakukan pekerjaannya sehingga tercapai hasil yang

maksimal dengan efektif dan efisien adalah Perangkat lunak atau software. Banyak pendekatan untuk

pengembangan dan perancangan pada perangkat lunak. Salah satu pendekatan dalam merancang arsitektur

perangkat lunak pada bidang teknik sipil yaitu Object Oriented Development berbasis United Modelling

Language (UML). Penulis membuat arsitektur perangkat lunak dengan tujuan memperkenalkan suatu

metoda perancangan dan pengembangan suatu sistem software dibidang teknik sipil. Beberapa diagram

yang berbasis UML yang digunakan dalam perancangan arsitektur perangkat lunak ini diantaranya

diagram use case, diagram activity, diagram class, diagram sequence dan diagram collaboration yang

digunakan untuk model perancangan sistem. Diagram Use case digunakan untuk merancang sistem yaitu

user kepada komputer. Activity digunakan untuk menggambarkan proses penginputan dan perhitungan

yang terjadi. Hubungan antar tabel barang dan jenis pekerjaan, serta paramter lainnya digambarkan

dengan memakai Class diagram. Sequence diagram diperlukan untuk menggambarkan scenario yang

terjadi antar user dan komputer serta memodelkan user menginput data pada komputer menggunakan

Collaboration. Setelah hasil perancangan tersebut kemudian diaplikasikan ke dalam bahasa pemograman

untuk menggambarkan bagaimana sistem ini dapat terapkan. Hasil implementasi menggunakan metode

UML (United Modelling Language) ini dapat dipelajari bagaimana merancang perangkat lunak dibidang

teknik sipil dengan metode UML, serta hasil yang diperoleh dengan adanya perancangan arsitektur akan

mempermudah dalam perancangan dan pengembangan perangkat lunak yang berkelanjutan.

Kata kunci: Rencana Anggaran Bangunan (RAB), Perangkat Lunak, Unified Modeling Language (UML),

use case, activity diagran, class diagram.

1. PENDAHULUAN

Salah satu bagian dari kehidupan pada masa kini yang terus mengalami perkembangan

guna menjadi sebuah alat untuk membantu penggunanya dalam melakukan

pekerjaannya sehingga tercapai hasil yang maksimal dengan efektif dan efisien adalah

Perangkat lunak atau software. Banyak penemuan teknologi yang membantu kehidupan

manusia sehingga berbagai jenis objek pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat,

teratur, dan sistematis. Kemajuan teknologi komputer dan informasi memegang peranan

yang sangat penting dalam mewujudkan hal tersebut, mulai dari perindustrian, bisnis,

jasa, serta multimedia. Tak terkecuali perkembangan rekayasa perangkat lunak terutama

bidang teknik sipil. pekerjaan dalam perencanaan teknik sipil dengan menggunakan

perhitungan manual membutuhkan waktu lama serta ketelitian yang cukup besar. Oleh

karena itu, diperlukan suatu alat bantu yang dapat mempermudah pekerjaan dalam

menyelesaikan perhitungan tersebut, sehingga dapat menciptakan suatu efisiensi dalam

pekerjaan serta keakuratan yang cukup baik jika digunakan dalam perhitungan struktur.

Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk membuat suatu disain perangkat

Page 131: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 131

lunak/aplikasi teknik sipil dengan objeknya adalah Rencana Anggaran Bangunan (RAB).

Pembuatan aplikasi ini selain RAB sebagai objeknya, dapat juga digunakan struktur

beton maupun struktur kayu sebagai objek.

Membangun sistem software yang kompleks memerlukan perancangan model yang

sistematis dalam mengerjakan pekerjaan analisis dan desainnya. Pada perancangan

aplikasi ini digunakan pemodelan berorientasi objek dengan UML (United Modelling

Language). Demi membangun sebuah sistem yang lebih komplek, pengembangan

sistem tersebut dibuat dan ditampilkan dari sudut pandang yang berbeda terhadap suatu

sistem yang dihadapi. Sistem tersebut digambarkan dengan beberapa diagram UML

(United Modelling Language) diantaranya diagram use case, diagram activity, diagram

class, diagram sequence dan diagram deployment. Perancangan dengan membangun

model menggunakan notasi-notasi yang tepat, melakukan verifikasi bahwa model

yang dibuat memenuhi syarat sistem, dan menambahkan detail menjadi

implementasi.

Pemrogaman berorientasi objek merupakan suatu pendekatan pemrograman yang

menggunakan object dan class. Saat ini konsep pemrogaman berorientasi objek sudah

semakin berkembang. Pemrogaman berorientasi objek bukanlah sekedar cara penulisan

sintaks progam yang berbeda. N amun lebih dari itu, pemrogaman berorientasi objek

merupakan cara pandang dalam menganalisa sistem dan permasalahan pemrograman.

Dalam pemrogaman berorientasi objek, setiap bagian dari progam adalah object.

Sebuah object mewakili suatu bagian progam yang akan diselesaikan.

2. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk memperkenalkan cara merancang perangkat lunak

b. Untuk mendapatkan dokumentasi perancang perangkat lunak dengan metode UML.

c. Untuk mempermudah implementasi dalam pengembangan perangkat lunak.

3. METODE PENELITIAN

Dalam pengembangan perangkat lunak, penulis menggunakan teknologi berorientasi

objek dengan metoda UML (United Modelling Language), dimana tahapan

pengembangnya sebagai berikut:

a. Kebutuhan sistem, dengan mempelajari buku-buku serta referensi-referensi yang

berkaitan dengan pembuatan perangkat lunak disain struktur baja dengan metoda

UML.

b. Analisis, data-data yang telah diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui

kebutuhan sistem dan menentukan objek-objek yang diperlukan.

c. Perancangan, tahapan ini dimulai dari perancangan arsitektur sistem, proses antar

muka, dan interaksi sistem dengan pengguna.

d. Implementasi, hasil rancangan yang telah dibuat kemudian direalisasikan kedalam

kode program yang siap digunakan.

Verifikasi, setelah selesai maka dilakukan serangkain tes untuk menjamin bahwa sistem

dapat berjalan dengan baik.

Page 132: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 132

4. METODE UML

UML adalah bahasa pemodelan untuk sistem atau perangkat lunak yang berparadigma

berorientasi objek. Pemodelan sesungguhnya digunakan untuk penyederhanaan

permasalahan-permasalahan yang kompleks sedemikian rupa sehingga lebih mudah

dipelajari dan dipahami. Adapun tujuan pemodelan yaitu sebagai sarana analisis,

pemahaman, visualisasi, dan komunikasi antar anggota tim pengembang, serta sebagai

sarana dokumentasi.

Tabel 4.1 Notasi pada Uses Diagram No. Simbol Nama Deskripsi

1.

Case

Menggambarkan proses / kegiatan

yang dapat diakukan oleh aktor

2.

Actor

Menggambarkan entitas / subyek

yang dapat melakukan suatu

proses

3.

Relation

Relasi antara case dengan actor

ataupun case dengan case lain.

Tabel 4.2 Simbol Activity Diagram

Use case

Page 133: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 133

Tabel 2.4 Simbol Class Diagram

Tabel 2.5 Simbol Sequnce Diagram

5. MODEL WATER FALL

Model siklus hidup (life cycle model) adalah model utama dan dasar dari banyak model.

Salah satu model yang cukup dikenal dalam dunia rekayasa perangkat lunak adalah The

Waterfall Model. Disebut waterfall (berarti air terjun) karena memang diagram tahapan

prosesnya mirip dengan air terjun yang bertingkat. Model ini adalah model klasik yang

bersifat sistematis, berurutan dalam membangun software.

Gambar 2.5 Ilustrasi model waterfall

Page 134: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 134

Tahapan-tahapan dalam The Waterfall Model secara ringkas adalah sebagai berikut:

a. Tahap investigasi dilakukan untuk menentukan apakah terjadi suatu masalah atau

adakah peluang suatu sistem informasi dikembangkan

b. Tahap analisis bertujuan untuk mencari kebutuhan pengguna dan organisasi serta

menganalisa kondisi yang ada.

c. Tahap disain bertujuan menentukan spesifikasi detil dari komponen-komponen

sistem informasi (manusia, hardware, software, network dan data) dan produk-

produk informasi yang sesuai dengan hasil tahap analisis.

d. Tahap implementasi merupakan tahapan untuk mendapatkan atau mengembangkan

hardware dan software (pengkodean program), melakukan pengujian, pelatihan dan

perpindahan ke sistem baru.

e. Tahapan perawatan (maintenance) dilakukan ketika sistem informasi sudah

dioperasikan. Pada tahapan ini dilakukan monitoring terhadap pengembangan yang

akan dilakukan.

6. ANALISIS PERANCANGAN

6.1 Analisa program berjalan

Analisa software perhitungan RAB yang sedang berjalan ini berdasarkan pada software

RAB yang tersedia di buku terbitan Kawan Pustaka yang berjudul “Panduan Praktis

Menghitung Biaya Membangun Rumah”. Proses yang terjadi yaitu user menghitung

volume setiap pekerjaan secara manual, lalu user menginput setiap hasil perhitungan

volume ke sistem, setelah semua volume selesai diinput user melihat hasil kalkulasi

total biaya, kemudian user mencetak laporan perhitungan RAB.

Gambar 2.6 Sistem yang sedang berjalan pada Sistem RAB yang ada

6.2 Use Case

Skenario use case digunakan untuk menjelaskan bagaimana pengguna berinteraksi

dengan sistem pada setiap use case yang telah dibuat sebelumnya. Jumlah scenario

sama dengan jumlah use case yang ada dan di dalam setiap skenario dicantumkan

Page 135: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 135

skenario normal dan scenario alternatif. Skenario normal adalah aksi-reaksi yang terjadi

antara user dan sistem pada kondisi normal, sedangkanskenario alternatif adalah aksi-

reaksi yang terjadi ketika user melakukan hal lain pada setiap use case nya.

6.3 Class Diagram Conceptual

Diagram ini menggambarkan struktur sistem dari segi penamaan objek dan jalannya

sistem. Pada class diagram conceptual, dipaparkan class-class yang digunakan untuk

perancangan class diagram nantinya dan dipastikan akan digunakan, karena jika tidak

nantinya pendefinisian class tersebut sulit dipertanggungjawabkan kegunaannya.

Hubungan antar class konsep ini merupakan hubungan memakai dan dipakai dimana

dua buah objek/class akan dihubungkan oleh link jika ada objek yang dipakai oleh objek

lainnya.

Gambar 2.7 Class Concept Diagram Sistem RAB untuk Pembangunan

Page 136: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 136

6.4 Sequence Diagram

Sequence diagram menggambarkan kelakuan objek pada use case dengan

mendeskrpsikan waktu hidup objek dan message yang dikirimkan diterima antarobjek.

Oleh karena itu untuk menggambar diagram sekuen harus diketahui dahulu objek-objek

yang terlibat dalam sebuah use case beserta metode-metode yang dimiliki kelas yang

diinstantiasi menjadi objek itu. Sequence diagram dibuat sebanyak use case yang sudah

ada.

Gambar 2.8 Sequence Diagram untuk Use Case Buat Proyek Baru

7. KESIMPULAN

a. Perancangan dengan metode UML bermanfaat dalam perancangan perangkat

lunak di bidang teknik sipil.

b. Mendapatkan dokumen lengkap untuk implementasi pembuatan perangkat lunak

yang siap diimplementasikan

c. Metode UML ini mempermudah dalam merancang suatu sistem informasi

perangkat lunak dalam hal ini dengan studi kasus struktur baja.

d. Adanya perancangan arsitektur akan mempermudah dalam perancangan dan

pengembangan perangkat lunak yang berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

1. A.S, Rosa., M. Shalahuddin. 2011. Modul Pembelajaran Rekayasa Perangkat Lunak

(Terstruktur Dan Berorientasi Objek). Bandung : Modula

2. Bahrami, Ali.1999.Object Oriented Systems Development.McGraw – Hill

Singapore.

3. Bastos, R. M. dan Duncan Dubugras A. Ruiz. 2002. Extending UML Activity

Diagram for Workflow Modeling in Production Systems. Brazil.

4. Cipta Karya 2011. Daftar Harga Satuan Pekerjaan. Dinas Tata Ruang dan Cipta

Karya,Bandung.

5. Irawan, Yanto., Monica Ranala., Ariani N.S. 2010. Panduan Praktis Menghitung

Biaya Membangun

6. Rumah. Jakarta : Kawan Pustaka.

Page 137: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 137

7. Nugroho, Adi. 2010. Rekayasa Perangkat Lunak Berorientasi Objek dengan Metode

USDP. Yogyakarta : Penerbit Andi.

8. Segui, W.T. 2003. LRFD Steel Design, 3rd

ed. Brooks/Cole Publishing Company,

Pacific Grove.

9. Setiawan, Agus. 2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD. Jakarta :

Penerbit Erlangga.

10. Shalahuddin, M. dan Rosa A. S. 2010. Modul Pembelajaran Pemrograman

Berorientasi Objek dengan Bahasa Pemrograman C++, PHP, dan Java. Bandung :

Penerbit Modula.

11. Sumarta, T., B. Siswoyo, dan N. Juhana. 2004. Perancangan Model Berorientasi

Objek Menggunakan UML Studi Kasus Sistem Pengolahan Parkir Pada PT.

TRIKARYA ABADI. Bandung : Universitas Komputer Indonesia.

12. Windarti, Ira. dan Lintang Yuniar Banowosari. 2006. Sistem Informasi Bidang

Kemahasiswaan dengan Metode Berorientasi Objek Menggunakan UML. Depok :

Universitas Gunadarma.

Page 138: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 138

ANALISA KOMPETENSI KERJA MANDOR DAN

TUKANG BERDASARKAN PERSYARATAN JABATAN

KERJA DALAM STANDAR KOMPETENSI KERJA

NASIONAL INDONESIA

Irika Widiasanti2 , Rizal Z Tamin

2, dan Deni Haryanto

3

1Mahasiswa Program Doktor Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas

Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

email:[email protected] 2Staf Pengajar Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik

Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

email: [email protected] 3Almuni Jurusan Teknik Sipil, Universitas Negeri Jakarta ,

email: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kompetensi tenaga kerja mandor dan tukang pada

pekerjaan struktur . Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang berupa survei terhadap

tenaga kerja mandor dan tukang yang dimaksud. dengan melakukan pengamatan langsung menggunakan

pedoman pengamatan kepada responden yang diambil secara acak berstrata dengan teknik pengambilan

sampel stratified random sampling. Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara

observasi dan wawancara guna mendapatkan informasi yang lebih detail mengenai kompetensi tenaga

kerja mandor dan tukang berdasarkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Berdasarkan hasil penelitian kompetensi mandor dan tukang yang mengacu pada SKKNI, didapat

kompetensi mandor pembesian sebesar 57,45 % dan mandor tukang batu sebesar 50,00 %. Untuk jabatan

tukang, rata-rata kompetensi tukang besi beton sebesar 41,79 %, rata-rata kompetensi tukang batu sebesar

62,20 %, dan rata-rata kompetensi tukang bekisting sebesar 56,10 %. Tingkat kompetensi yang rendah

tersebut disebabkan oleh sebagian kriteria unjuk kerja (KUK) yang ada dalam SKKNI yang menjadi

tanggung jawab mandor dan tukang dilakukan jabatan lainnya.

Kata kunci : tenaga kerja trampil, kompetensi kerja

PENDAHULUAN

Undang-undang No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, BAB III Pasal 9,

menyebutkan bahwa tenaga kerja yang melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan, pekerjaan keteknikan konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan

atau keahlian kerja.. Kondisi tersebut mencerminkan adanya tuntutan kualitas tenaga

kerja yang professional dan memerlukan langkah nyata dalam mempersiapkan

perangkat yang dibutuhkan untuk mengukur kualitas tenaga kerja konstruksi.

Upaya pemerintah dalam menjalankan amanat UU tersebut adalah dengan

adanya sistem sertifikasi kerja. Sertifikasi kerja yang dimaksudkan untuk menjamin

bahwa suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh tenaga kerja yang berkompeten di

bidangnya. Standar kompetensi kerja yang digunakan pada sistem sertifikasi tersebut

adalah Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Page 139: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 139

SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan,

keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas

dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan[8].. Untuk tenaga kerja jasa kontruksi, SKKNI disusun berdasarkan analisis

kompetensi setiap jabatan kerja yang melibatkan para pelaku pelaksana langsung di

lapangan dan ahlinya dari jabatan kerja yang bersangkutan. Diharapkan SKKNI ini

dapat meningkatkan mutu tenaga kerja Indonesia dan hasil pekerjaannya..

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik dari Survei Angkatan Kerja Nasional

(SAKERNAS) tentang data penduduk 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan

pekerjaan utama, jumlah pekerja bangunan di Indonesia pada Agustus tahun 2010

tercatat sekitar 5.592.897 orang. Dalam struktur jasa konstruksi, tenaga kerja langsung

yang terlibat dikelompokkan menjadi tenaga ahli, tenaga terampil, dan buruh kasar.

Distribusinya adalah kelompok tenaga ahli sekitar 10%, kelompok tenaga terampil 30%,

dan kelompok buruh kasar adalah sisanya (60%)[10]. Dua kelompok pertama wajib

memiliki sertifikat[14]. Artinya, dari 5.592.897 tenaga kerja konstruksi, sebanyak 2,24

juta tenaga kerja wajib memiliki sertifikat.

Berdasarkan data Statistik Profesi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi,

jumlah tenaga kerja ahli yang bersertifikat baru mencapai sekitar 114.395 orang (20,45

% dari 559.290 tenaga ahli), dan jumlah tenaga kerja terampil yang bersertifikat baru

mencapai sekitar 299.690 orang (17,84 % dari 1,68 juta tenaga kerja terampil). Dari

data-data tersebut menunjukkan bahwa penerapan proses sertifikasi tenaga kerja masih

jauh dari harapan dan amanat Undang Undang No.18 Tahun 1999..

Tenaga kerja bidang konstruksi yang ada terkadang kurang dibekali oleh

kemampuan teknik yang memadai. Hal ini antara lain disebabkan oleh keterbatasan

kemampuan finansial maupun pendidikan yang mampu dicapai oleh masyarakat pada

umumnya. Kebanyakkan tenaga terampil jasa kontruksi, dalam hal ini mandor, tukang,

maupun buruh mendapatkan kemampuan di bidang konstruksi tersebut secara turun

temurun, atau otodidak. Tenaga kerja yang memiliki latar belakang pendidikan yang

relatif rendah merupakan jumlah tenaga kerja yang cukup dominan yang bekerja di

sektor jasa konstruksi, umumnya mereka berperan sebagai tenaga mandor dan

tukang[9]. Sehingga timbul pertanyaan, apakah tenaga kerja dengan keterbatasan

pendidikan keteknikan, serta belum memiliki sertifikat keterampilan kerja, sudah

memenuhi kompetensi kerja sesuai persyaratan jabatan kerja dan unit kompetensi dalam

SKKNI.

KAJIAN TEORI

Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan

barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk

masyarakat.[16] Tukang adalah pekerja terampil yang bertugas membuat bahan dan

produk atau fasilitas sesuai spesifikasi desain[14]. Tukang biasanya mendapatkan

keterampilan langsung di lapangan. Di bidang konstruksi,[16] tenaga kerja tukang

merupakan tenaga kerja terampil yang digunakan dalam proyek konstruksi sebagai

tenaga penggerak dan pelaksana implementasi desain di lapangan. Tenaga kerja tukang

bekerja berdasarkan perintah dan koordinasi dari mandor yang merupakan perpanjangan

tangan dari kontraktor pelaksana.

Page 140: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 140

Mandor adalah orang yang mengepalai beberapa tukang dan bertugas untuk

mengawasi pekerjaan mereka[12]. Mandor biasanya ditugaskan oleh pemborong atau

kontraktor, tetapi ada juga yang mengurus pekerjaan pemeliharaan rumah dan

sebagainya sendiri, dalam hal ini mereka bertindak sebagai pemborong kecil. Mandor

juga merupakan pekerja di lapangan yang memiliki wewenang atas pekerja

konstruksi/tukang di bawahnya dan harus dapat mengurusi tukang-tukangnya yang

dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.

Gambar berikut ini, dapat dilihat contoh sebuah struktur organisasi proyek

beserta kualifikasi keahlian atau keterampilannya. Dari bagan struktur tersebut terlihat

kedudukan mandor maupun tukang dalam pelaksanaan suatu proyek.

Gambar 1 : Tipikal Organisasi Pelaksana Proyek[7]

Kompetensi

Kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas

kinerja individu dalam pekerjaanya atau karakteristik individu yang memiliki hubungan

kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau

berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu[13]. Pendapat

lain tentang kompetensi [15], adalah kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa

membuat orang tersebut mampu memenuhi apa yang disyaratkan oleh pekerjaan dalam

suatu organisasi sehingga organisasi tersebut mampu mencapai hasil yang diharapkan.

Berdasarkan uraian tentang hakikat kompetensi diatas, dapat disimpulkan bahwa

kompetensi adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu aktivitas.

Kemampuan itu merujuk pada beberapa karakteristik, baik yang bersifat dasar, perilaku,

keterampilan, maupun pengetahuan dengan tingkat kemampuan yang dapat berubah-

ubah. Perubahan tersebut bergantung pada sejauh keterampilan, perilaku, dan

pengetahuan tersebut diasah. Apabila seseorang yang sudah menguasai standar

kompetensi dengan tingkatan yang tinggi secara terus-menerus, ia sudah masuk ke

dalam kategori orang yang berkompetensi di bidang tugas tersebut.

Standard Kompetensi

Berdasar pada arti bahasa, standar kompetensi terbentuk atas kata standar dan

kompetensi. Menurut KBBI, kata standar dapat diartikan sebagai ukuran tertentu yang

dipakai sebagai patokan, sedangkan kata kompetensi telah didefinisikan sebagai

Page 141: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 141

kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu aktivitas pekerjaan atau tugas yang

dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Standar

kompetensi menjelaskan tentang kompetensi yang dibutuhkan untuk kinerja yang

efektif dan berperan sebagai patokan pengujian[13]. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa standar kompetensi merupakan ukuran tertentu yang dipakai

sebagai patokan atau yang telah disepakati tentang kompetensi yang diperlukan pada

suatu bidang pekerjaan oleh seluruh “stake holder” di bidangnya. Dengan pernyataan

lain yang dimaksud dengan Standar Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan

yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang

didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan kriteria unjuk

kerja (KUK) yang dipersyaratkan.

Standar Kompetensi Kerja

Dalam rangka menyiapkan tenaga kerja profesional di bidang jasa konstruksi pada suatu

jabatan kerja tertentu, baik untuk pemenuhan kebutuhan nasional di dalam negeri

maupun untuk kepentingan penempatan ke luar negeri, diperlukan adanya perangkat

standar yang dapat mengukur dan menyaring tenaga kerja yang memenuhi persyaratan

sesuai dengan kompetensinya[7]. Standar kompetensi kerja yang akan menjadi tolak

ukur pada penelitian ini mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

(SKKNI) yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum melalui Badan

Pembinaan Konstruksi Dan Sumber Daya Manusia, Pusat Pembinaan Kompetensi dan

Pelatihan Konstruksi (BPKSDM–KPK).

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia ( SKKNI ) dibutuhkan sebagai tolak ukur

untuk menentukan kompetensi tenaga kerja sesuai dengan jabatan kerja yang

dimilikinya[6]. SKKNI disusun berdasarkan analisis kompetensi setiap jabatan kerja

yang melibatkan para pelaku atau pelaksana langsung di lapangan dan dengan mengacu

pada format dan ahlinya dari jabatan kerja yang bersangkutan. Selanjutnya finalisasi

konsep konsep SKKNI tersebut dilaksanakan dalam suatu Konvensi Nasional yang

melibat para Pakar dan Nara Sumber yang berkaitan dengan Jabatan Kerja tersebut.

Diharapkan dengan adanya Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia ( SKKNI )

tersebut dapat meningkatkan mutu tenaga kerja Indonesia dan hasil pekerjaan di

lapangan.

Pembahasan Penelitian Yang Relevan

Penelitian mengenai pemberlakuan standar sertifikasi keterampilan bagi tenaga kerja

mandor dan tukang telah dilakukan oleh Nur Yekti Merryardani dan Leo Willyanto

dalam Tugas Akhir yang berjudul “Kajian Relevansi Pemberlakuan Standar Sertifikasi

Keterampilan Mandor danTukang pada Proyek Konstruksi Indonesia“ (2008).

Penelitian tersebut lebih menekankan pada perlu tidaknya sertifikasi tukang diterapkan

dan seberapa jauh pengetahuan yang diperoleh dalam proses sertifikasi benar-benar

memperkaya pengetahuan mandor dan tukang yang bersangkutan.Hasil dari analisis

penelitian tersebut adalah tingkat pemahaman mandor maupun tukang atas syarat

kompetensi ketrampilannya belum memenuhi serta kompetensi mandor dan tukang

yang dipersyaratkan dalam SKKNI belum tercapai. Namun, penelitian tersebut masih

kurang memberikan gambaran pasti tentang bagaimana tingkat kompetensi kerja

mandor dan tukang pada proyek yang bernilai cukup besar (diatas 10 Milyar Rupiah).

Page 142: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 142

Karena tingkat kompetensi mandor dan tukang pada kondisi tersebut tidak diketahui

jelas. Dengan demikian, untuk menambah gambaran nyata atau acuan dilapangan dalam

upaya meningkatkan kompetensi tenaga kerja, perlu adanya pengamatan langung

tentang kompetensi kerja mandor dan tukang secara lebih mendalam pada satu proyek

(studi kasus), sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat kompetensi kerja mandor dan

tukang pada proyek yang bersangkutan

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Berpikir

Masalah yang diangkat untuk diteliti adalah tentang kompetensi tenaga kerja mandor

dan tukang pada proyek konstruksi. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan pengamatan

kepada tenaga kerja mandor dan tukang untuk mengetahui bagaimana tingkat

kompetensinya. Tingkat kompetensi dimaksudkan untuk dapat dianalisis, apakah tenaga

kerja tersebut telah memenuhi seluruh kompetensi yang ada dalam standar kompetensi

kerja atau tidak. Sehingga dapat menjadi gambaran nyata, informasi, serta sebagai

evaluasi bagi kontraktor tentang kompetensi kerja mandor dan tukang yang bekerja

pada proyek konstruksinya.

Penelitian dimulai dengan melakukan studi pustaka dan observasi pendahuluan

yang mendukung permasalahan yang dibahas. Kemudian ditentukan metode penelitian

dan pengumpulan data yang tepat untuk memperoleh data. Berdasarkan hasil

pengumpulan studi pustaka dan data lapangan, kemudian data hasil pengamatan diolah

sesuai dengan tujuan, indikator instrumen, dan memperhatikan batasan yang telah

ditentukan. Pengamatan kompetensi kerja mandor dan tukang yang dilakukan ini

mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk masing-

masing jabatan yang telah dibuat oleh pemerintah.Pada bagian akhir penelitian ini akan

disajikan kesimpulan dari tujuan permasalahan yang dibahas, yaitu tingkat kompetensi

dari tenaga kerja yang ada pada proyek tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang memfokuskan

pada studi kasus kompetensi tenaga kerja mandor dan tukang pekerjaan struktur di

proyek d’Green Pramuka Residences. Dalam penelitian ini populasi tenaga kerja

mandor dan tukang konstruksi dibatasi pada mandor pembesian, mandor tukang batu,

tukang besi beton, tukang batu, dan tukang bekisting dan perancah pada tower

Chrisyant. Instrument penelitian yang dibuat berdasarkan persyaratan kompetensi dari

SKKNI dan referensi lain yang relevan. Data yang diperoleh dari survey akan dianalisa

untuk mengetahui kompetensi kerja dari tenaga kerja.

Pengumpulan Data

Untuk menentukan jumlah sampel dari populasi yang berstrata, maka metode yang

digunakan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan tekniksampel acak

berstrata (Stratified Random Sampling). Karena jumlah populasi dari tiap strata

berbeda-beda

Tabel Error! No text of specified style in document.-1: Data populasi dan sampel

mandor dan tukang proyek d’Green Pramuka Residences

Jabatan Kerja Populasi Sampel

Mandor Pembesian 1 1

Mandor Tukang Batu 1 1

Page 143: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 143

Jabatan Kerja Populasi Sampel

Tukang Besi Beton 37 6

Tukang Batu 33 3

Tukang Bekisting dan Perancah 30 3

Jumlah 102 14

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan diantaranya : metode

observasi dan metode wawancara (interview). Metode observasi menggunakan jenis

instrument panduan pengamatan check list dengan jenis observasi sistematis untuk

pengamatan kompetensi kerja mandor dan tukang. Metode wawancara menggunakan

jenis instrument pedoman wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan

kepada pelaksana engineering dari kontraktor KMY untuk mendapatkan pendapat dan

gambaran tentang proses pelaksanaan standar kerja serta kompetensi mandor dan tukang

pekerjaan struktur yang bekerja pada proyek d’Green Pramuka Residences.

Mengenai kisi-kisi instrumen untuk panduan pengamatan check list mengacu

pada syarat jabatan kerja dan unit kompetensi yang ada dalam SKKNI dari masing-

masing jabatan kerja. Kisi-kisi instrumen terbagi menjadi 5 kelompok sesuai dengan 5

jabatan kerja yang diamati.

Metode Analisis

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menjabarkan/ mendeskripsikan

hasil penelitian kompetensi tenaga kerja mandor dan tukang dalam bentuk persentase.

Keuntungan menggunakan persentase sebagai alat untuk menyajikan informasi adalah

bahwa dengan persentase tersebut dapat diketahui seberapa besar tingkat kompetensi

dari masing-masing jabatan kerja yang menjadi fokus pengamatan. Penelitian yang

menggunakan data kualitatif ini diperoleh dari hasil pengamatan terhadap mandor dan

tukang berupa Lembar Hasil Pengamatan yang mengacu pada Standar Kompetensi

Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dari masing-masing jabatan kerja.

Setelah melakukan wawancara, diskusi, serta pengamatan kompetensi kerja

terhadap mandor dan tukang, selanjutnya data yang diperoleh tersebut dihitung

berdasarkan tingkat kesesuaiannya dengan kompetensi yang ada dalam instrumen

masing-masing jabatan serta memperhatikan batasan yang telah ditentukan. Pada bagian

akhir penelitian, persentase dari tingkat kompetensi mandor dan tukang lalu

diinterpretasikan sesuai dengan hasil analisis dan fakta yang ada di lapangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data

Responden dalam penelitian ini adalah tenaga kerja mandor dan tukang pekerjaan

struktur pada tower Chrisyant proyek d’Green Pramuka Residences, yang berjumlah 14

orang. Berikut profil seluruh responden penelitian.

Tabel Error! No text of specified style in document.-2 Profil responden

No. Nama Responden Usia (Tahun) Jabatan Kerja Pendidikan

terakhir

Pengalaman

Kerja (Tahun)

1 Sunarto 48 Mandor Pembesian SD 27 2 Gono 37 Mandor Batu/Cor dan

Mandor Pekerjaan

Galian

SD 5 3 Tarno

(1)*

27 Tukang Besi (Pabrikasi) SMP 12

Page 144: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 144

No. Nama Responden Usia (Tahun) Jabatan Kerja Pendidikan

terakhir

Pengalaman

Kerja (Tahun)

4 Nasin (2) 32 Tukang Besi (Pabrikasi) SMP 15 5 Sutrisno (3) 52 Tukang Besi (Perakitan) STN 33 6 Sunarto (4) 30 Tukang Besi (Perakitan) SMP 12 7 Indra (5) 30 Tukang Besi (Lapangan) SMP 15 8 Amin (6) 35 Tukang Besi (Lapangan) SMP 8 9 Kasmain (1) 60 Tukang Batu/cor SD 40 10 Rusdi (2) 24 Tukang Batu/cor SMP 8 11 Sarkadi (3) 51 Tukang Batu/cor SD 35 12 Tekno (1) 35 Tukang Bekisting

(Vertikal)

SMP 4 13 Ahmad (2) 23 Tukang Bekisting

(Vertikal)

SMP 1 14 Rusmanto (3) 29 Tukang Bekisting

(Vertikal)

SMP 5

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jabatan kerja tukang besi beton pada tower

Chrisyant dibagi menjadi 3 bagian, yakni pabrikasi, perakitan, dan lapangan. Menurut

Sunarto, Mandor Pembesian, pembagian kerja tersebut dimaksudkan untuk

memaksimalkan hasil pekerjaan sehingga tukang dapat fokus dan lebih bertanggung

jawab atas hasil pekerjaannya tanpa memerlukan pengawasan yang ekstra. Dipilihnya 2

orang dari setiap kelompok bertujuan sebagai perbandingan kompetensi tukang besi

dalam kelompok kerjanya.

Untuk jabatan kerja tukang batu/cor juga terdapat pembagian kerja, yaitu bagian

pekerjaan batu dan pengecoran. Pekerjaan batu yang diamati adalah pekerjaan pasangan

batako untuk bekisting pile cap, tie beam, dan lantai kerja. Sementara untuk pekerjaan

bekisting, pelaksanaannya dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pekerjaan bekisting

vertikal dan bekisting horizontal. Dalam penelitian ini yang diamati adalah pekerjaan

bekisting vertikal, yaitu pekerjaan kolom pada lantai basement 2 dan retaining wall.

Kompetensi Mandor Pembesian

Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat dihitung persentase kompetensi kerja

mandor pembesian proyek d’Green Pramuka Residences menurut SKKNI, yaitu dengan

cara menghitung kriteria unjuk kerja yang dipenuhi oleh mandor tersebut. Adapun hasil

persentase kompetensi kerja mandor pembesian disajikan pada tabel berikut.

Tabel Error! No text of specified style in document.-3 Persentase kompetensi kerja

mandor pembesian menurut SKKNI Unit

Kompetensi

(UK)

No.

KUK

Jumlah KUK

Tiap Unit

Kompetensi

Jumlah KUK

yang Sesuai

Persentase Maks.

Tiap Unit

Kompetensi

Persentase

Kompetensi Mandor

Pembesian*

1 4-10 7 3 16.67 7.14

2 11-17 7 6 16.67 14.29

3 18-22 5 2 16.67 6.67

4 23-28 6 3 16.67 8.33

5 29-38 10 8 16.67 13.33

6 39-51 13 6 16.67 7.69

Total 48 28 100 % 57,45 %

*Persentase Kompetensi : UK 1= Persentase Maks.Tiap UK x

= 16.67 x

= 7.14 %

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kompetensi mandor baru mencapai 57,45 % .

Sehingga dapat dikatakan bahwa Mandor Pembesian / Penulangan Beton pada proyek

Page 145: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 145

ini, belum memenuhi kompetensi yang disyaratkan pada Jabatan Kerja mandor

pembesian menurut SKKNI.

Kompetensi Mandor Tukang Batu

Tabel Error! No text of specified style in document.-4 Persentase kompetensi kerja

mandor tukang batu menurut SKKNI Unit

Kompetensi

(UK)

No

KUK

Jumlah KUK

Tiap Unit

Kompetensi

Jumlah KUK

yang Sesuai

Persentase maks.

Tiap Unit

Kompetensi

Persentase

Kompetensi Mandor

Tukang Batu

1 4-10 7 1 16.67 2,38

2 11-17 7 6 16.67 14,29

3 18-22 5 2 16.67 6,67

4 23-28 6 3 16.67 8,33

5 29-38 10 6 16.67 10,00

6 39-46 8 4 16.67 8,33

Total 43 22 100 % 50,00 %

Kompetensi Tukang Besi Beton

Tabel Error! No text of specified style in document.-5 Persentase kompetensi kerja

tukang besi beton menurut SKKNI

Unit

Kompetensi

(UK)

No.

Item

KUK

Jumla

h

KUK

Jumlah KUK yang

sesuai Persentase

Maks

Tiap Unit

Persentase Kompetensi

Tukang Besi Beton Tukang ke-

1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6

1 4-9 6 6 6 6 6 6 6 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11 11.11

2 10-16 7 6 6 6 4 6 4 11.11 9.52 9.52 9.52 6.35 9.52 6.35

3 17-22 6 3 3 3 3 3 3 11.11 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56 5.56

4 23-26 4 0 0 0 0 0 0 11.11 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

5 27-30 4 3 4 0 0 0 0 11.11 8.33 11.11 0.00 0.00 0.00 0.00

6 31-33 3 1 2 0 0 0 0 11.11 3.70 7.41 0.00 0.00 0.00 0.00

7 34-37 4 0 0 1 1 3 2 11.11 0.00 0.00 2.78 2.78 8.33 5.56

8 38 1 0 0 0 0 0 0 11.11 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

9 39,40 2 2 1 2 2 1 1 11.11 11.11 5.56 11.11 11.11 5.56 5.56

TOTAL 37 21 22 18 16 19 16 100 % 49.33 50.26 40.08 36.90 40.08 34.12

Kompetensi Tukang Batu

Tabel Error! No text of specified style in document.-6 Persentase kompetensi kerja

tukang batu menurut SKKNI Unit

Kompetens

i

(UK)

No.

KUK

Jumlah

KUK

Jumlah KUK yang

Sesuai Persentase

Maks. Tiap

Unit

Persentase Kompetensi Tukang

Batu Tukang ke-

1 2 3 1 2 3

1 4-9 6 6 6 6 10.00 % 10.00 10.00 10.00

2 10-15 6 4 4 4 10.00 % 6.67 6.67 6.67

3 16-21 6 3 3 3 10.00 % 5.00 5.00 5.00

4 22-24 3 3 3 3 10.00 % 10.00 10.00 10.00

5 25-27 3 3 2 3 10.00 % 10.00 6.67 10.00

6 28-30 3 1 1 1 10.00 % 3.33 3.33 3.33

7 31-33 3 1 3 1 10.00 % 3.33 10.00 3.33

8 34-36 3 3 1 3 10.00 % 10.00 3.33 10.00

9 37,38 2 0 0 0 10.00 % 0.00 0.00 0.00

10 39,40 2 1 1 1 10.00 % 5.00 5.00 5.00

Page 146: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 146

Unit

Kompetens

i

(UK)

No.

KUK

Jumlah

KUK

Jumlah KUK yang

Sesuai Persentase

Maks. Tiap

Unit

Persentase Kompetensi Tukang

Batu Tukang ke-

1 2 3 1 2 3

TOTAL 37 25 24 25 100 % 63.33 60.00 63.33

Kompetensi Tukang Bekisting

Tabel Error! No text of specified style in document.-7 Persentase kompetensi kerja

tukang bekisting menurut SKKNI

Unit

Kompetensi

(UK)

No. KUK Jumlah

KUK

Jumlah KUK yang

Sesuai Persentase

Maks. Tiap Unit

Persentase Kompetensi

Tukang Bekisting Tukang ke-

1 2 3 1 2 3

1 4-10 7 5 5 5 20.00 % 14.29 14.29 14.29

2 11-20 10 5 4 4 20.00 % 10.00 8.00 8.00

3 21-27 7 2 1 2 20.00 % 5.71 2.86 5.71

4 28-32 5 3 3 4 20.00 % 12.00 12.00 16.00

5 33-35 4 3 3 3 20.00 % 15.00 15.00 15.00

TOTAL 33 18 16 18 100 % 57.00 52.15 59.00

Pembahasan Hasil Penelitian Kompetensi Kerja

Dari hasil penelitian , tingkat kompetensi tenaga kerja bidang struktur di proyek ini

yang meliputi jabatan kerja mandor pembesian , mandor tukang batu , tukang besi

beton, tukang batu , dan tukang bekisting berkisar 50 – 60 %. Selintas terlintas bahwa

tenaga kerja tersebut kurang kompeten pada jabatan kerjanya masing-masing. Namun

pengamatan selanjutnya, menghasilkan bahwa sebagian KUK tersebut menjadi

tanggung jawab jabatan kerja lainnya.. Secara garis besar, jumlah kriteria unjuk kerja

(KUK) yang menjadi tanggung jawab jabatan kerja lain pada masing-masing jabatan

disajikan pada tabel berikut.

Tabel Error! No text of specified style in document.-8 Kriteria unjuk kerja mandor dan

tukang yang menjadi tugas jabatan lain

Jabatan kerja Jumlah

kriteria

Jumlah

kriteria

yang

dipenuhi

Jumlah kriteria

yang tidak

dipenuhi secara

keseluruhan

Jumlah kriteria

yang menjadi

tanggung

jawab orang

lain

Jabatan kerja yang

mengerjakan

sebagian kriteria

Mandor Pembesian 48 28 20 18 K3, Pelaksana,

Mandor Tukang Batu 43 22 21 17 K3, Pelaksana,

Logistik

Tukang Besi Beton 37 14 23 17 K3, Pelaksana,

Logistik

Tukang Batu 37 22 15 8 Logistik,

Kenek tukang batu

Tukang Bekisting 33 16 17 14 K3, Pelaksana,

mandor

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian kompetensi mandor dan tukang yang mengacu pada SKKNI,

didapat kompetensi mandor pembesian sebesar 57,45 % dan mandor tukang batu

Page 147: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 147

sebesar 50,00 %. Untuk jabatan tukang, rata-rata kompetensi tukang besi beton sebesar

41,79 %, tukang batu sebesar 62,20 %, dan tukang bekisting sebesar 56,10 %. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa tenaga kerja mandor dan tukang pekerjaan struktur pada

proyek d’Green Pramuka Residences tidak memenuhi kompetensi kerja yang ada dalam

SKKNI. Hal ini dikarenakan sejumlah kriteria unjuk kerja yang ada dalam SKKNI

masing-masing jabatan tersebut menjadi tanggung jawab jabatan lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. …….., (1999), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999

Tentang Jasa Konstruksi

2. …….., (2003), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan

3. …….., (2006), SKKNI : Mandor Pembesian / Penulangan Beton. Departemen

Pekerjaan Umum.

4. …….., (2006), SKKNI : Mandor Tukang Batu / Bata. Departemen Pekerjaan

Umum

5. …….., (2006), SKKNI : Tukang Batu / Bata. Departemen Pekerjaan Umum

6. …….., (2006), SKKNI: Tukang Bekisting dan Perancah. Departemen Pekerjaan

Umum.

7. …….., (2006), SKKNI: Tukang Besi Beton. Departemen Pekerjaan Umum.

8. …….., (2007), Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor :

PER.21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja

Nasional.

9. Achmad A, Cakra Nagara. (2005), . Menyikapi Era Persaingan Global di

Bidang Jasa Konstruksi dari Aspek Sumber Daya Manusia Nasional. Bulletin

BPKSDM 3:6.

10. Arifin, Doedoeng Zenal. (2010), . Evaluasi Kebijakan Sertifikasi Tenaga Ahli

Konstruksi Di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) [disertasi].

Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta.

11. Dipohusodo, Istimawan. (2007). Manajemen Proyek & Konstruksi. Yogyakarta:

Kanisius.

12. Frick, Heinz & Puja L. Setiawan. (2007). Seri Konstruksi Arsitektur 4: Ilmu

Konstruksi Struktur Bangunan. Yogyakarta: Kanisius

13. Fuad, Noor & Gofur Ahmad. (2009). Integrated Human Resources

Development. Jakarta : PT. Grasindo

14. H. Wright, Paul. (dialih bahasa oleh Harinaldi) (2005). Pengantar Engineering.

Jakarta : Erlangga

15. Hutapea P, Nurianna Thoha, (2008). Kompetensi Plus. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama

16. Nur Yekti & Leo Willyanto (2008) , Kajian Relevansi Pemberlakuan Standar

Sertifikasi Keterampilan Mandor danTukang pada Proyek Konstruksi

Indonesia., Thesis, Institut Teknologi Bandung

Page 148: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 148

Page 149: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 149

KAJIAN KEANDALAN BANGUNAN GEDUNG

TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN DI KOTA

SURAKARTA

Widi Hartono

1) Agus P Saido

1)

1)

Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta Email :

[email protected]

Abstrak

Kota Surakarta merupakan kota yang memiliki perkembangan infrastruktur yang begitu pesat. Bangunan-

bangunan infrastruktur tumbuh pesat seiring dengan perkembangan kota. Hampir di setiap penjuru kota

dapat ditemui bangunan seperti mall, pusat perbelanjaan, perkantoran, hotel, pasar, apartemen/rumah

susun, rumah sakit, perguruan tinggi atau sekolah. Potensi infrastruktur yang besar tersebut akan

meningkatkan potensi terjadinya kebakaran. Untuk itu perlu dilakukan kajian dalam rangka

mengantisipasi bahaya kebakaran atau menangani kejadian kebakaran. Dalam penelitian ini digunakan

dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data observasi lapangan dan

wawancara kepada pihak pengelola gedung. Sedangkan data sekunder berupa data cetak biru dari

bangunan, standar sistem proteksi kebakaran bangunan, hasil studi pustaka yang berbentuk jurnal, dan

buku-buku yang membahas mengenai kebakaran gedung, keandalan bangunan gedung terhadap bahaya

kebakaran. Dari hasil kajian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa nilai rata-rata

keandalan bangunan terhadap bahaya kebakaran pada empat bangunan pemerintah di kota Surakarta

sebesar 86.04 termasuk kategori baik. Dari keempat bangunan yang diamati terdapat satu bangunan yang

memiliki skor cukup yaitu bangunan PT Pos Indonesia.

Kata Kunci: Keandalan, Kebakaran, Proteksi, Bangunan Gedung, Kota Surakarta,

1. PENDAHULUAN

Kota Surakarta merupakan kota dengan perkembangan yang cukup pesat. Banyak

bangunan infrastruktur berdiri di kota Surakarta mulai dari mall, department store,

perkantoran, hotel, condotel, ruko, dan perumahan. Bangunan-bangunan gedung

tersebut semakin meramaikan pertumbuhan ekonomi di kota Bengawan.

Peningkatan jumlah bangunan gedung akan semakin meningkatkan risiko terjadinya

kebakaran di kota Surakarta. Pada tahun 2011 terjadi 47 kejadian kebakaran yang

didominasi rumah menjadi obyek yang banyak terbakar. Selama lima tahun terakhir

tahun 2011 merupakan tahun dimana rumah yang terbakar memiliki jumlah yang

terbesar.

Dilihat dari penyebab kebakaran yaitu listrik, kompor gas, kompor minyak dan lainnya,

listrik merupakan penyebab kebakaran paling banyak tiap tahunnya. Penyebab listrik ini

kebanyakan diakibatkan karena korsleting listrik. Hal ini disebabkan karena instalasi

listrik yang ada tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Penggunaan steker yang

bertumpuk-tumpuk sering ditemui, hal ini akan menjadikan instalasi tersebut sangat

riskan terjadi korsleting. Begitu pula adanya instalasi kabel tambahan yang asal-asalan,

kabel terbuat dari material yang tidak baik, ukuran kabel yang terlalu kecil kemudian

karet pelapis kabel yang mudah sobek akan menjadikan kabel mudah panas dan

terbakar.

Kerugian yang diderita akaibat kebakaran tidak bisa dibilang sedikit. Korban jiwa dan

luka merupakan kerugian yang tidak bisa diganti dengan uang. Selama tiga tahun

Page 150: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 150

terakhir hampir tiap tahun terdapat korban jiwa karena kebakaran. Bahkan pada tahun

2009 terdapat korban jiwa sebanyak lima orang.

Secara material kerugian akibat kebakaran di Kota Surakarta dapat dilihat pada Tabel 3.

Tahun 2008 merupakan tahun yang memiliki kerugian terbesar akibat kebakaran yaitu

sebesar Rp. 4.782.100.000. Kerugian materi disebabkan karena kerusakan obyek yang

terbakar sehingga tidak bisa dimanfaatkan lagi dan hancurnya bangunan gedung.

Tabel 1. Jenis Bangunan Yang Terbakar

Tahun Banyaknya

Kebakaran

Jenis Yang Terbakar

Rumah Kantor Industri Pasar Lainnya

2011 47 22 1 3

24

2010 30 11 1

18

2009 44 12 1

31

2008 52 10 1 1 1 39

2007 40 9

1

30 Sumber: Surakarta dalam Angka 2011

Tabel 2. Penyebab Terjadinya Kebakaran

Tahun Banyaknya

Kebakaran

Penyebab Kebakaran

Listrik Kompor Gas Kompor Minyak Lainnya

2011 47 22 13

12

2010 30 19 3

8

2009 44 16 2 2 24

2008 52 31 1 4 23

2007 40 13

4 23 Sumber: Surakarta dalam Angka 2011

Tabel 3. Korban Jiwa dan Kerugian

Tahun Banyaknya

Kebakaran

Korban Taksiran Kerugian

Mati Luka-luka

2011 47

1 1.515.500.000

2010 30

2 771.500.000

2009 44 5 3 655.975.000

2008 52

4.782.100.000

2007 40

477.950.000 Sumber: Surakarta dalam Angka 2011

2. KAJIAN PUSTAKA

Hasil kajian yang dilakukan Slamet [8] menunjukkan bahwa pos pelayanan pemadam

kebakaran pada tiap kecamatan di Kota Surakarta masih kurang. Perlengkapan untuk

pemadaman kebakaran belum memadai dan personil pemadam kebakaran masih perlu

ditingkatkan.

Pada beberapa gedung di sebuah universitas ditemukan masih rendahnya fasilitas alat

bantu evakuasi dan penyediaan sarana pemadam kebakaran (Sufianto [9])..

Menurut Lasino dkk. [5] dalam penelitiannya menunjukkan bahwa gedung perhotelan

relatif lebih baik dalam penerapan Fire Sasfety Management (FSM) dibandingkan

Page 151: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 151

bangunan perkantoran atau rumah sakit. Hal ini disebabkan salah satunya adalah

ketidaktahuan pihak manajemen bangunan tentang FSM.

Menurut Hasofer dkk. [4] tingkat cidera dan kematian pada kebakaran gedung cukup

tinggi dan penyebab kebakaran gedung apartemen tergantung dari sumber api dan

penghuni apartemen. Zang dkk [10] menemukan minimnya peralatan untuk

penanggulangan kebakaran pada rumah sewa swata dibandingkan rumah sewa

pemerintah.

Pengguna atau pemakai bangunan memiliki pemahaman yang rendah terhadap

keselamatan bahaya kebakaran terutama pada gedung-gedung pemerintahan di

Malaysia. Persepsi pengelola terhadap keselamatan kebakaran mempengaruhi kesadaran

pengguna gedung terhadap bahaya kebakaran (Nawal [6]).

Terdapat dual hal yang perlu diperhatikan dalam meminimalisasi risiko kebakaran

gedung tinggi perkantoran di DKI Jakarta yaitu pemahaman terhadap desain sistem

hidran dan proteksi terhadap resiko kebakaran (Adventus dkk., [1]). Chow, W. K. [2],

mengkaji penggunaan A Fire Safety Ranking System EB-FSRS untuk menilai

keselamatan kebakaran pada gedung high-rise di Hongkong.

Ruegg, R. T., dkk [7] mengkaji penggunanaan sprinklers lebih efektif digunakan pada

protektsi kebakaran gedung dengan manfaat lainnya berupa deteksi asap sebagai

peringatan dini kebakaran.

3. METODE

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data

primer terdiri dari data observasi lapangan dan wawancara kepada pihak pengelola

gedung. Sedangkan data sekunder berupa data cetak biru dari bangunan, standar sistem

proteksi kebakaran bangunan, hasil studi pustaka yang berbentuk jurnal, dan buku-buku

yang membahas mengenai kebakaran gedung dan keandalan gedung terhadap bahaya

kebakaran.

Obyek penelitian yang dikaji adalah bangunan publik yang dimiliki oleh pemerintah

baik yang berbentuk BUMN atau perusda yang terletak di Kota Surakarta. Adapun

bangunan gedung yang dijadikan obyek penelitian adalah gedung PT Pos Indonesia

cabang Surakarta, PT Telkom Indonesia Cabang Surakarta, RS Dr Moewardi Surakarta

dan RS Jiwa Daerah Surakarta.

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data primer dan data sekunder.

2. Mengelompokkan data berdasarkan kegunaannya, sehingga memudahkan pada saat

dilakukan analisis.

3. Analisis Data. Menganalisis data secara deskriptif, melakukan penilaian terhadap

komponen bangunan dan menganalisis keandalan bangunan terhadap bahaya

kebakaran.

4. Pembahasan. Melakukan pembahasan keandalan bangunan gedung terhadap bahaya

kebakaran

5. Kesimpulan. Kesimpulan yang didapat dari hasil analisa menjelaskan rumusan

masalah yang telah ditetapkan sebelumnya.

Page 152: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 152

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. PT Pos Indonesia Cabang Surakarta

Dari data yang diperoleh ditemukan bahwa sistem APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

masih belum sesuai dengan aturan yang ada. Hal tersebut dapat dilihat bahwa tidak

semua APAR terlihat mencolok dan tampak jelas, ada beberapa yang terletak di pojok

ruangan yang tidak semua orang dapat melihatnya. Selain itu APAR tidak pernah

dilakukan pemeriksaan, tidak ada kartu atau label yang menunjukkan waktu

pemeliharaan.

Penerapan Hydrant sudah sesuai dengan aturan yang ada, hanya saja tidak ada personil

yang terlatih untuk mengatasi kebakaran di dalam bangunan kantor PT Pos Indonesia.

Hidran halaman tidak ditemui disekitar bangunan. Di kantor PT Pos Indonesia tidak

ditemui satupun sprinkler yang terpasang.

Sarana jalan keluar di kantor PT Pos Indonesia cabang Surakarta sudah baik, hanya saja

pada bangunan ini tidak ditemui indikator arah dan tanda eksit pada saran jalan keluar.

Dari segi aksesibiltas kendaraan pemadam kebakaran dapat ditemui lebar jalan yang

sesuai yaitu 4 meter. Tidak ditemukan tanda akses untuk akses kendaraan pemadam

kebakaran.

Hasil pengkajian keandalan bangunan terhadap bahaya kebakaran terhadap bangunan

PT Pos Indonesia cabang Surakarta memiliki skor 75.88 atau termasuk dalam kategori

cukup baik.

Tabel 3. NKSKB PT Pos Surakarta No KSKB/SUB KSKB Hasil Penilaian Standar Penilaian Bobot Nilai Kondisi Jumlah Nilai

Penilaian Komponen Kelengkapan Tapak

I. Kelengkapan Tapak 24

1 Sumber Air 60 C 25 3,6

2 Jalan Lingkungan 100 B 27 6,48

3 Jarak Antar Bangunan 80 C 25 4,8

4 Hidran Halaman 70 C 23 3,864

Jumlah 18,744

Penilaian Komponen Sarana Penyelamatan

II. Sarana Penyelamatan 25

1 Jalan Keluar 90 B 38 8,55

2 Konstruksi Jalan Keluar 100 B 35 8,75

3 Landasan Helikopter 100 B 27 6,75

Jumlah 24,05

Penilaian Komponen Proteksi Aktif

III. Proteksi Aktif 25

1 Deteksi dan Alarm 50 K 8 1

2 Siames Connection 50 K 8 1

3 Pemadam Api Ringan 80 C 8 1,6

4 Hidran Gedung 90 B 8 1,8

5 Sprinkler 0 K 8 0

6 Sistem Pemadam Luapan 40 K 7 0,7

7 Pengendali Asap 50 K 8 1

8 Deteksi Asap 50 K 8 1

9 Pembuangan Asap 50 K 7 0,875

10 Lift Kebakaran 100 B 7 1,75

11 Cahaya Darurat 100 B 8 2

12 Listrik Darurat 80 C 8 1,6

13 Ruang Pengendali Operasi 50 K 7 0,875

Jumlah 15,2

Penilaian Komponen Proteksi Pasif

III. Proteksi Pasif 26

1 Ketahanan Api Struktur Bangunan 80 C 36 7,488

2 Kompartemenisasi Ruang 50 K 32 4,16

3 Perlindungan Bukaan 75 C 32 6,24

Jumlah 17,89

Total 75,88

Page 153: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 153

b. PT Telkom Indonesia Cabang Surakarta

Penerapan APAR pada bangunan PT Telkom dinilai sudah baik. Ditemukan pada kartu

pemeliharaan tidak mencantumkan nama petugas yang melakukan pengecekan berkala.

Kondisi hidran yang terdapat pada kantor ini kondisinya sudah sangat baik, baik dari

segi jumlah dan penempatannya.

Pada bangunan PT Telkom tidak memiliki sistem sprinkler. Hal ini disebabkan karena

bangunan ini sebagian besar menggunakan peralatan elektronik yang rentan terhadap

air. Oleh karena itu untuk mengganti fungsi sprinkler, maka digunakan sistem Bonpet.

Bonpet fungsinya sama seperti sprinkler yaitu mengantisipasi penjalaran api pada suatu

ruangan. Perbedaannya adalah kalau sprinkler memakai air tetapi kalau Bonpet

memakai gas yang digunakan untuk memadamkan api.

Penerapan jalan keluar pada bangunan PT Telkom baik dari fasilitas fisik dan tanda

penunjuknya dalam keadaan sangat baik. Akses kendaraan pemadam kebakaran sudah

memenuhi standar yang, tetapi masih belum ada tanda akses bagi kendaraan pemadam

kebakaran. Hidran halaman dan siamese connection juga terdapat pada bangunan ini.

Keandalan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran pada bangunan PT Telkom

Indonesia Cabang Surakarta secara umum sudah baik, yang ditunjukkan dengan skor

keandalan sebesar 96.93.

c. Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta

Di Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta sprinkler hanya terdapat di dapur yang masuk

dalam ruang Instalasi Gizi. Untuk ruang perawatan pasien dan ruang lainnya

menggunakan sistem proteksi kebakaran jenis lain seperti APAR dan hidran. Sistem

detektor tidak ditemui pada rumah sakit ini, sedangkan alarm masih menggunakan

alarm manual.

Penerapan untuk hidran di dalam bangunan sudah terpenuhi dan sesuai dengan

peraturan, meskipun untuk perawatan masih kurang. Untuk hidran halaman telah

tersedia dengan baik, penempatan hidran dan jumlahnya.

Penerapan APAR yang sudah terpenuhi diantaranya APAR mudah dijangkau dan

mencolok, dipasang kokoh pada dinding, tersedia sarana penunjuk APAR, perletakan

APAR di setiap bangsal dan pemeliharaan APAR yang dilakukan setahun sekali.

Penerapan APAR yang tidak terpenuhi adalah tidak ada kartu atau label pemeliharaan

APAR dan identifikasi petugas, serta masih terdapat penghalang di bawah perletakan

APAR misalnya pot bunga dan kursi penunggu pasien.

Jalur untuk eksit telah ditetapkan dan didukung adanya tanda penunjuk arah sepanjang

jalur eksit. Seluruh jalur eksit menuju pada satu titik berkumpul yaitu di basement

bawah masjid.

Penerapan tangga darurat yang telah terpenuhi diantaranya penempatan penandaan,

pemasangan dan ukuran huruf. Penerapan yang tidak terpenuhi adalah tangga dalam

gedung tidak tertutup, tidak ada penandaan tingkat teratas dan terbawah, penandaan

tidak adanya akses atap. Tangga darurat di gedung ini adalah tangga yang digunakan

untuk naik-turun lantai RS dan bukan tangga khusus evakuasi. Perlu diberi penandaan

sehingga pengguna RS di tingkat teratas dapat menuju tangga turun yang terdekat dan

tidak menuju atap.

Penerapan akses pemadam kebakaran yang telah sesuai diantaranya lapis perkerasan

terbuat dari paving blok, panjang lapis perkerasan sepanjang jalur masuk mobil

pemadam sampai bagian belakang rumah sakit, dan akses masuk petugas pemadam.

Page 154: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 154

Sedangkan penerapan yang tidak sesuai peraturan adalah jalur masuk mobil lewat pintu

utama dan pintu samping hanya 3 m, lebar minimum perkerasan, adanya mobil yang

diparkir sepanjang jalur akses melalui pintu utama, tidak adanya penandaan jalur masuk

pemadam kebakaran.

Hasil penilaian keandalan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran di Rumah Sakit

Dr Moewardi Surakarta memiliki skor 88.881 yang termasuk pada kategori baik.

d. Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta

Penerapan sprinkler tidak ditemukan di Rumah Sakit Jiwa ini dikarenakan bentuk

bangunan RS yang sebagian besar berlantai satu dan berbentuk blok-blok bangunan

yang terpisah satu dengan lainnya sehingga apabila terjadi kebakaran penjalaran api

relatif kecil dan lama karena bangunan terpisah cukup jauh.

Tidak ditemukan sistem deteksi kebakaran dan alarm yang digunakan masih.

Penempatan alarm kebakaran ini berada di pos satpam dan IGD dan berbentuk sirine.

Penerapan mengenai hidran yang telah dipenuhi diantaranya tersedia hidran halaman,

jalur mobil pemadam terletak radius 50 m dari hidran halaman. Di RSJ terdapat 2 hidran

halaman yang letaknya di dekat ruang laundry dan di dekat kantin.

Penerapan APAR tidak dapat dipenuhi semuanya, penerapan APAR yang sudah

memenuhi syarat diantaranya APAR mudah dijangkau dan mencolok, dipasang kokoh

pada dinding, perletakan APAR di setiap bangsal perawatan pasien dan setiap lantai di

gedung administrasi maupun auditorium, dan pemeliharaan APAR yang dilakukan 6

bulan sekali. Ditemukan tidak ada kartu atau label pemeliharaan APAR dan identitas

petugas, serta tidak adanya sarana penunjuk lokasi APAR.

Penempatan APAR di RS Jiwa telah sesuai dengan peraturan yaitu memiliki jarak antar

APAR 25 m, tiap bangsal perawatan pasien berada dalam bangunan yang terpisah dan

masing-masing memiliki satu APAR, sedangkan untuk bangunan administrasi yang

bertingkat tiap lantai memiliki satu APAR.

Penerapan akses pemadam kebakaran yang telah sesuai peraturan diantaranya lebar

jalan masuk, lebar minimum perkerasan dan panjang minimum, jalur masuk regu

pemadam dapat melewati jalan dari timur ke dalam sampai bagian belakang rumah

sakit. Jalan di RSJ memutar sehingga memudahkan petugas pemadam memasuki area

yang terbakar. Lapis perkerasan terbuat dari perkerasan aspal. Penerapan yang tidak

sesuai peraturan adalah tidak adanya penandaan jalur masuk pemadam kebakaran dan

tidak ada pintu akses khusus masuk petugas pemadam ke dalam gedung.

Nilai keandalan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran pada gedung Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta memiliki skor 82.54 termasuk dalam kategori baik.

Tabel 4. Rekapitulasi NKSKB No KSKB PT Pos PT Telkom RS Dr Moewardi RS Jiwa

1 Kelengkapan Tapak 18,74 23,45 22,70 18,78

2 Sarana Penyelamat 24,05 25,00 25,00 25,00

3 Proteksi Aktif 15,20 24,25 16,88 13,70

4 Proteksi Pasif 17,89 24,23 24,23 25,06

NKSKB 75,88 96,93 88,81 82,54

5. KESIMPULAN

Dari hasil kajian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa nilai rata-rata

keandalan bangunan terhadap bahaya kebakaran pada empat bangunan pemerintah di

Page 155: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 155

kota Surakarta sebesar 86.04 termasuk kategori baik. Dari keempat bangunan yang

diamati terdapat satu bangunan yang memiliki skor cukup yaitu bangunan PT Pos

Indonesia.

REFERENSI

1. Adventus, M. R., Soepandji, B. S., Abidin, I. S., dan Trigunarsyah, B (2006),

Studi Treatment Factors Terhadap Risiko Kebakaran Pada Bangunan Tinggi

Perkantoran Di DKI Jakarta, Seminar Nasional “Kegagalan Bangunan, Solusi

dan Pencegahan”, Kampus UPH, Lippo Karawaci

2. Chow, W. K., (2002), Proposed Fire Safety Ranking System EB-FSRS for Existing

High-Rise Nonresidential Buildings in Hong Kong, Journal Of Architectural

Engineering

3. Hartono, W., Saido, A. P., Winanto, A. S., (2010). Pemetaan Kebakaran Di Kota

Surakarta. Seminar Nasional Pengelolaan Infrastruktur dalam Menyikapi Bencana

Alam. Jurusan Teknik Sipil UNS

4. Hasofer, A.M., dan Thomas, I., (2006), Analysis of fatalities and injuries in

building fire statistics, Fire Safety Journal

5. Lasino, dan Suhedi F. (2005). Kajian Penerapan Manajemen Keselamatan

Kebakaran (Fire Safety Management) pada Bangunan Gedung Tinggi Di

Indonesia. Kolokium Meningkatkan Kualitas Infrastruktur Bidang Permukiman

melalui Pengembangan Teknologi Tepat Guna. Desember.

6. Nawal BT. HJ M. K. (2007), Sikap Dan Tindakbalas Penghuni Bangunan Dalam

Menghadapi Situasi Kebakaran Kajian Kes: Menara Ansar, Johor Bahru, Tesis,

Fakulti Kejuruteraan Sains Dan Geoinformasi, Universiti Teknologi Malaysia

7. Ruegg, R. T., dan Fuller, Sk. K., (1985), The Economics of Fire Protection: Fas-

Response Residential Sprinklers, Construction Management and Economics

8. Slamet (2003), Kualitas Pelayanan Kantor Pemadam Kebakaran Kota Surakarta

Dalam Pemadaman Kebakaran, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas

Sebelas Maret

9. Sufianto, H. (2000), Kajian Arsitektur: Sistim Keamanan Terhadap Bahaya

Kebakaran Kampus Universitas Brawijaya, Jurnal Teknik, Edisi April 2000,

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

10. Zhang, G., Lee, A. H., Lee, H. C., dan Clinton, M., (2006), Fire safety among the

elderly in Western Australia, Fire Safety Journal

Page 156: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 156

IDENTIFIKASI RISIKO BENCANA PADA JARINGAN

JALAN DI INDONESIA

Mona Foralisa1 dan Krishna S. Pribadi

2

1Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil ITB, Jl. Ganeca no 10 Bandung, Telp 0813-67659974, email:

[email protected] 2Dosen Program Studi Magister Teknik Sipil Pengutamaan Manajemen & Rekayasa Konstruksi FTSL,

ITB, Jl Ganeca no 10 Bandung, Telp 022-2502272, email: [email protected]

ABSTRAK Kerugian dan kerusakan pada jaringan jalan yang diakibatkan oleh bencana sangat besar. Bencana

gempa bumi dan tsunami Aceh (2004), Yogyakarta (2006), Sumatera Barat (2009) merupakan beberapa

bencana yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Mengingat jaringan jalan merupakan akses

yang dapat membantu keberlangsungan kehidupan masyarakat, dan akses utama maka jaringan jalan

harus dipersiapkan dengan baik dalam menghadapi bencana. Jaringan jalan yang terkena bencana akan

menyebabkan gangguan pergerakan dari masyarakat, bahkan dapat membuat daerah terkena bencana

menjadi daerah yang tidak dapat diakses, baik untuk pemberian bantuan maupun untuk jalur evakuasi.

Keterbatasan akses tersebut akan membuat tindakan untuk daerah yang terkena bencana tersebut akan

terganggu atau terhambat.

Untuk itu perlu dilakukan Manajemen Risiko Bencana Alam pada jaringan jalan. Tahap awal dalam

manajemen risiko bencana adalah melakukan identifikasi risiko terhadap bahaya alam pada jaringan

jalan.

Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi risiko bencana pada jaringan jalan bukan tol. Bahaya alam

yang difokuskan adalah bahaya gempa. Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi factor risiko yaitu

karakteristik hazard gempa, kerentanan jaringan jalan ditinjau dari karakteristik dan kondisi eksisting

jaringan jalan. Hasil penelitian ini adalah mendapatkan faktor-faktor risiko yang memengaruhi tingkat

risiko pada jaringan jalan.

Kata kunci: bahaya alam, bencana, risiko, gempa, jalan

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di atas lempeng benua, lempeng

Indo Australia dan lempeng Pasifik tak hanya menjadikan kaya sumber daya alam,

namun juga rawan akan bencana geologi. lempeng Indo Australia terus bergerak ke arah

utara sedang lempeng Pasifik bergerak ke arah barat. Hal ini antara lain yang

menyebabkan posisi Indonesia tidak stabil dan rawan bencana geologi. Sebagai akibat

gerakan lempeng-lempeng itulah yang menimbulkan bencana geologi berupa letusan

gunung berapi (vulkanologi), gempa bumi, gempa bumi dan gerakan tanah.

Diungkapkan dari 129 gunung api sekitar 13 % berada di Indonesia dan saat ini

kondisinya sangat aktif. Selain itu ada tiga gunung api di dasar laut. Potensi gempa

bumi di berbagai lokasi, potensi gempa bumi serta gerakan tanah juga di berbagai

lokasi. Secara umum pada daerah yang pernah terjadi bencana ada peluang akan terjadi

lagi (http://www.esdm.go.id).

Gempa adalah fenomena geologi berupa getaran di permukaan akibat tumbukan

lempeng-lempeng tektonik, atau berupa letusan gunungapi yang menimbulkan erupsi

material gunungapi atau leleran magma. Gempa-gempa ini dikenal sebagai gempa

tektonik dan gempa volkanik. Kedua gempa ini sering menimbulkan kerugian kepada

manusia, baik itu berupa korban harta ataupun korban nyawa. Maka gempa ini menjadi

Page 157: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 157

bencana bagi manusia. Masalah terbesar dari gempa adalah bahwa manusia dengan ilmu

pengetahuan dan teknologinya sampai saat ini belum bisa menduga kapan gempa akan

terjadi. Sejumlah parameter gempa bisa diukur dan diteliti, kemudian dari data-data

gempa yang terekam akan dapat dianalisis periode ulang dari gempa (Natawidjaja,

2005; Asrurifak, dkk., 2010). Periode ulang ini adalah biasanya dalam kelipatan 50

tahun. Akan tetapi perhitungan ini adalah khususnya untuk gempa besar, seperti yang

terjadi di Aceh pada tahun 2004. Untuk gempa kecil hampir setiap hari terjadi. Di

Indonesia tercatat 7000 kali gempa setiap tahunnya, di antaranya 50-60 kali gempa yang

dapat langsung dirasakan oleh manusia (Puja, 2005). Kenyataan tersebut di atas

memberikan gambaran tentang sebuah potensi bencana.

Gempa bumi adalah salah satu dari banyak bahaya alam yang paling merusak, gempa-

gempa tersebut bisa terjadi setiap saat di sepanjang tahun, dengan dampak yang tiba-

tiba dan hanya memberikan peringatan sedikit waktu saja. Gempa dapat menghancurkan

bangunan-bangunan dalam waktu yang sebentar saja, membunuh atau melukai

penduduk. Gempa tidak hanya merusak kota-kota secara menyeluruh tetapi juga bisa

mengacaukan pemerintahan, ekonomi dan struktur sosial dari satu negara (UNDP, 1995

: 17). Gempa juga dapat mengakibatkan kerusakan pada infrastruktur pada daerah yang

terkena bencana gempa. Salah satu infrastruktur yang dapat mengalami kerusakan

adalah jaringan jalan. Kerusakan jalan dan jembatan yang terjadi pada saat bencana

dapat berakibat sangat fatal, karena dapat mengakibatkan terputusnya jalur evakuasi

yang akan berujung pada tertundanya bantuan kemanusiaan. Dampak lanjutan akibat

kerusakan ataupun terputusnya jalan dan jembatan adalah terhambatnya kegiatan

distribusi barang dan jasa yang menyebabkan menurunnya atau terhentinya

pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan dampak bencana tersebut, maka perlu dan

penting untuk dilakukan analisis risiko bencana pada jaringan jalan.

Untuk itu, langkah-langkah untuk pengelolaan penanggulangan bencana menjadi sangat

penting untuk dilakukan, baik sebelum, sesudah maupun saat terjadinya bencana. Sesuai

dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan korban dan kerugian

yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum terjadinya

bencana, yaitu terutama kegiatan pengurangan dampak. Kegiatan lainnya yang diambil

pada saat sebelum terjadinya bencana adalah kegiatan pencegahan (prevention) dan

kesiapsiagaan. Kegiatan pencegahan dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya

bencana, dan dititikberatkan pada upaya penyebarluasan berbagai peraturan

perundangundangan yang berdampak dalam meniadakan atau mengurangi risiko

bencana. Kegiatan kesiapsiagaan ditujukan untuk menyiapkan respon masyarakat bila

terjadi bencana, yang dilakukan dengan mengadakan pelatihan bagi masyarakat yang

tinggal di daerah rawan bencana, serta pendidikan dan pelatihan bagi aparat pemerintah.

Sedangkan kegiatan pengurangan risiko/dampak dilakukan untuk memperkecil,

mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan bencana atau dikenal dengan

istilah Mitigasi (Akbar, 2006 : 2-3).

Bahaya bencana banjir, gempa, dan gerakan tanah merupakan bahaya yang paling

banyak mengancam jaringan jalan di Indonesia. Banjir merupakan bencana paling

sering mengancam. Di Indonesia bencana banjir hampir terjadi setiap tahun, akan tetapi

walaupun lebih sering terjadi, dampak (kerusakan dan kerugian) akibat banjir tidak

terlalu besar dibandingkan bila terjadi bencana gempa. Bencana gempa bukan bencana

yang terjadi secara periodic seperti banjir. Kejadian gempa jarang terjadi, tetapi bila

terjadi, kerugian akan jauh lebih besar dibandingkan dengan bencana banjir. Dari data

yang diolah dari Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi beberapa daerah

Page 158: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 158

yang terkena bencana selama tahun 2004 – 2011, tercatat bahwa kerugian pada bidang

jalan dan jembatan akibat gempa 10 kali lipat dibandingkan dengan kerugian akibat

bencana banjir.

Tujuan

Mengidentifikasi faktor-faktor risiko bencana gempa pada jaringan jalan sebagai tahap

awal untuk melakukan penilaian risiko terhadap jaringan jalan.

2. STUDI PUSTAKA

Gempabumi secara umum dapat didefinisikan sebagai gerakan tiba-tiba yang terjadi di

dalam kerak atau mantel bumi bagian atas. Gerakan tiba-tiba ini disebabkan oleh adanya

pelepasan energi yang menyebabkan deformasi pada suatu lokasi di dalam bumi.

Bencana akibat gempabumi umumnya dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu

bencana primer dan bencana sekunder (Day, 2002). Bencana primer adalah efek

langsung dari proses gempanya, yaitu (a) efek dari perekahan dan pergerakan pada

sesar, (b) efek goncangan atau getaran dari gelombang seismik yang menjalar dari

sumber gempa ke sekitarnya, (c) tsunami apabila pusat gempa terjadi di bawah laut.

Bencana sekunder adalah bencana ikutan atau bencana geologi yang dipicu oleh getaran

gempabumi, yaitu kerusakan akibat gerakan tanah dan terjadinya banjir bandang.

Karakteristik Bahaya Gempabumi

Klasifikasi gempabumi berdasarkan peristiwa yang menyebabkannya, digolongkan

menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Gempabumi tektonik, adalah gempa yang terjadi karena pelepasan tenaga yang

dirambatkan kepermukaan bumi, akibat gesekan antara lempeng samudera dan

lempeng benua yang menghasilkan sesar atau kekenyalan elastik. Gempa tektonik

merupakan jenis gempa yang sering terjadi di Indonesia. Umumnya daerah

tumbukan dan retakan lempeng merupakan pusat gempa (hiposentrum) di dalam

bumi, selanjutnya menimbulkan getaran di permukaan bumi (episentrum).

2. Gempabumi vulkanik adalah akibat aktivitas gunungapi, yaitu gerakan magma dari

dalam bumi naik ke atas. Gerakan magma ini menimbulkan getaran-getaran gempa

yang dapat dirasakan oleh masyarakat di sekitar gunungapi sebelum gunung tersebut

meletus.

3. Gempabumi runtuhan (terban), adalah gempabumi yang disebabkan oleh runtuhnya

lubang-lubang interior bumi, misalnya runtuhnya lorong tambang dan lorong sebuah

goa. Gempabumi ini paling kecil getarannya

Sesar aktif adalah sesar atau patahan yang mempunyai sejarah atau indikasi pergerakan

dalam kurun 11.000 tahun terakhir (California Geological Survey, 2007). Apabila ada

indikasi pergerakan pada waktu yang lebih tua sampai dengan sekitar 1.6 juta tahun lalu

(Zaman Kuarter), maka sesar tersebut diklasifikasikan sebagai sesar yang berpotensi

aktif. Hasil pemetaan rekahan sesar pasca gempabumi ini akan sangat berguna untuk:

1. Evaluasi kerusakan yang diakibat oleh gempa tersebut,

2. Merevisi peta ancaman dan risiko bencana gempabumi untuk usaha mitigasi

bencana ke depan, dan

3. Merencanakan rehabilitasi dan rekonstruksi dari wilayah bencana.

Page 159: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 159

Bencana yang disebabkan oleh gempabumi dapat berupa:

1. Rekahan/patahan di permukaan bumi (ground rupture): deformasi kerakbumi dapat

mengakibatkan permukaan daratan rekah dan terpatahkan hingga mencapai areal

yang sangat luas. Rekahan dan patahan yang terjadi di permukaan bumi dapat

berdampak pada bangunan-bangunan, dan infrastruktur yang ada di daerah tersebut.

2. Getaran atau guncangan permukaan tanah (ground shaking): secara langsung

berdampak sangat serius adalah runtuhnya bangunan- bangunan. Pada umumnya

bangunan-bangunan yang berada diatas lapisan batuan yang padat (firm)

dampaknya tidak terlalu parah bila dibandingkan dengan bangunan-bangunan yang

berada diatas batuan sedimen jenuh.

3. Longsoran tanah (mass movement): hampir semua longsoran tanah dapat terjadi

pada radius 40 km dari pusat gempa (epicenter) dan untuk gempa yang sangat besar

dapat mencapai radius 160 km. Pada dasarnya getaran gempa lebih bersifat sebagai

pemicu terjadinya longsoran atau gerakan tanah.

4. Kebakaran: pada umumnya gempa menginduksi api yang berasal dari putusnya

saluran listrik, gas, dan pembangkit listrik yang sedang beroperasi.

5. Perubahan pengaliran (drainage modifications or changes): dapat terbentuknya

danau yang cukup luas akibat amblesnya (subsidence) permukaan daratan seperti

dataran banjir (floodplain), delta, rawa, yang diakibatkan oleh gempabumi.

6. Perubahan air bawah tanah (ground water modifications): regim air bawah tanah

dapat mengalami perubahan oleh perpindahan yang disebabkan oleh sesar atau oleh

goncangan.

7. Tsunami: gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan

impulsif dari dasar laut.

Proses terjadinya bencana

Secara skematis, hubungan antara ancaman bahaya, kerentanan, risiko dan kejadian

bencana dapat digambarkan pada skema berikut:

Gambar 1. Hubungan Bahaya, Kerentanan, Risiko dan Kejadian Bencana

(Sumber : BNPB, 2007) Berdasarkan Gambar 1 di atas risiko bencana adalah interaksi antara tingkat kerentana daerah

dengan ancaman bahaya yang ada. Ancaman bahaya khususnya bahaya alam umumnya bersifat

tetap karena bagian dari dinamika proses alami pembangunan atau pembentukan roman bumi

baik dari tenaga internal maupun eksternal. Sedangkan tingkat kerentanan daerah dapat

dikurangi, sehingga kemampuan atau kapasitas dalam menghadapai ancaman tersebut semakin

meningkat (Nurjanah et al, 2012).

Secara umum, risiko dapat dirumuskan sebagai berikut:

Page 160: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 160

R = f( Bahaya x

) ………………………………. (1)

Keterangan :

R = risiko

f = fungsi

Kerentanan

Menurut BNPB (2011), kerentanan (vulnerability) adalah suatu kondisi yang ditentukan

oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang

mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat dalam menghadapi bahaya

(hazard). Dengan kata lain, kerentanan adalah kombinasi derajat mudahnya masyarakat

terpengaruh terhadap risiko bencana (susceptibility) dan daya bertahan atau kemampuan

masyarakat bertahan terhadap kehilangan atau bencana (resilience).

Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang

mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Kerentanan dapat ditinjau dari interaksi antara kerentanan fisik (infrastruktur), sosial

kependudukan, dan ekonomi:

1. Kerentanan fisik (infrastruktur):

Menggambarkan suatu kondisi fisik (infrastruktur) yang rawan terhadap faktor

bahaya tertentu. Kondisi kerentanan ini dapat dilihat dari berbagai indicator,

yaitu persentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan, persentase bangunan

konstruksi darurat, jaringan listrik, rasio panjang jalan, jaringan telekomunikasi,

dan jaringan PDAM.

2. Kerentanan sosial:

Menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam menghadapi bahaya

(hazards). Pada kondisi sosial yang rentan dapat menimbulkan dampak kerugian

yang besar. Beberapa indikator kerentanan sosial antara lain kepadatan

penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase penduduk usia tua-balita dan

penduduk wanita.

3. Kerentanan ekonomi: Menggambarkan suatu kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi

ancaman bahaya. Beberapa indikator kerentanan ekonomi diantaranya adalah

persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (sektor yang rawan

terhadap pemutusan hubungan kerja) dan persentase rumah tangga miskin.

Menurut Benson dan Twigg (2007), analisis kerentanan merupakan komponen dari

analisis risiko bencana yang bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi kelompok rentan dalam suatu wilayah.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat mereka tergolong sebagai kelompok

rentan, serta menganalisis bagaimana mekanisme pengaruh dari faktor-faktor

tersebut terhadap kerentanan suatu kelompok.

3. Menilai kebutuhan dan kapasitas kelompok tersebut.

4. Meyakinkan bahwa kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan ditujukan untuk

menurunkan kerentanan tersebut, diantaranya melalui intervensi kepada kelompok

sasaran atau mitigasi dan mencegah kebijakan-program yang berpotensi berdampak

merugikan.

Page 161: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 161

Ketahanan

Kemampuan bertahan masyarakat terhadap bencana gempabumi berdasarkan ketahanan

alami, yaitu:

1. Kelandaian topografi pada daerah dataran atau dataran bergelombang.

2. Tinggal pada daerah berbatuan dasar, bukan di atas endapan alluvial.

3. Pada daerah yang stabil dan bukan pada daerah yang tersesarkan atau zona sesar

aktif.

Kemampuan Masyarakat Bertahan Terhadap Bencana Berdasarkan Ketahanan

Buatan

Kemampuan masyarakat bertahan berdasarkan ketahanan buatan diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Terdapat jalur evakuasi dan sarana jalan bila tiba-tiba terjadi bencana untuk

memudahkan masyarakat melakukan evakuasi dan penanganan kesehatan.

2. Tersedianya fasilitas kesehatan yang diperlukan untuk tanggap darurat, yaitu

rumah sakit, puskesmas, dan jumlah tenaga kesehatan.

3. Banyaknya jumlah penduduk yang berpendidikan.

4. Keberadaan alat peringatan dini, tersedianya jalur alternatif, dan akses alat berat

ke lokasi bencana, serta dekatnya jarak keberadaan alat ke lokasi bencana.

5. Rekayasa teknik sipil, yaitu membangun bangunan evakuasi dan sarana jalan

penghubung dari pemukiman ke bangunan evakuasi atau bukit, sehingga

penyelamatan dapat dijangkau kurang dari 10 menit.

6. Keberadaan konstruksi pelindung seperti tembok penahan tanah, krib, bronjong,

susunan batuan bertulang, atau tanggul penahan gelombang laut yang

dikembangkan untuk meredam gempabumi, tsunami, letusan gunungapi, abrasi,

banjir, dan gerakan tanah serta tujuan evakuasi awal.

7. Tersedianya saluran tepi yang ditembok, bersistem undakan dengan dilengkapi

bak kontrol, serta kondisi saluran tepi yang selalu bersih untuk meredam banjir

dan gerakan tanah.

8. Terbangunnya desa yang punya kebijakan penanggulangan bencana atau desa

yang pernah mendapat pelatihan penanggulangan bencana, serta keberadaan

organisasi penanggulangan bencana di masyarakat.

9. Terbangunnya kesiagaan dan kesadaran masyarakat akan adanya bencana agar

semakin meningkatkan partisipasi dan ketenangan secara psikologis masyarakat

di daerah rawan bencana.

3. METODOLOGI

Metoda pendekatan yang dilakukan dalam studi ini adalah studi literatur dari berbagai

penelitian terdahulu dan data sekunder dari berbagai instansi pemerintah. Dari hasil

studi literatur maka dihasilkan perumusan faktor dan sub faktor yang memengaruhi

tingkat risiko bencana gempa bumi. Faktor dan sub faktor ini ditentukan berdasarkan

penelitian literatur. Dari beberapa literatur yang dikaji dapat disimpulkan ada 3 (tiga)

faktor yang berpengaruh terhadap bencana gempa bumi beserta sub faktornya, yaitu

sebagai berikut :

a. Faktor bahaya (hazard), dengan sub faktor : goncangan

Page 162: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 162

b. Faktor kerentanan (vulnerability), dengan sub faktor : kerentanan

fisik/infrastruktur, kerentanan sosial kependudukan dan kerentanan ekonomi.

c. Faktor ketahanan/kapasitas (capacity), dengan sub faktor : sumberdaya alami,

sumberdaya buatan dan mobilitas/ aksesibilitas penduduk.

Untuk menentukan faktor risiko bencana maka digunakan peta-peta tematik. Peta-peta

tematik yang berpengaruh terhadap bencana gempa pada jaringan jalan adalah Peta

kelerengan, Peta bentuklahan, Peta geologi, Peta magnitude gempa, Peta kedalaman

gempa, Peta penggunaan lahan, Peta kepadatan penduduk.

4. PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan tahap awal dari penilaian risiko pada jaringan jalan di

Indonesia. Penelitian ini dibatasi pada tahap melakukan identifikasi risiko pada jaringan

jalan.

Parameter-parameter di dalam penentuan skor dan kriteria terhadap bencana

gempabumi (Tabel 1):

1. Zona sesar (mengacu klasifikasi sesar yang dipersiapkan untuk di lingkungan

Kementerian Pekerjaan Umum):

a. Terdiri atas zona sesar tidak aktif, zona sesar aktif tidak pasti, zona sesar aktif

potensial, dan zona sesar aktif.

b. Pembagiannya berdasarkan pada umur dan litologi yang tersesarkan (lebih

tua dari Kuarter, Kuarter, Holosen), juga kondisi tektonik (daerah bertektonik

stabil, bergempabumi, gempabumi berfokus dangkal).

2. Magnitudo gempa (berdasarkan besaran gempabumi yang menimbulkan tsunami

serta kerusakan yang ditimbulkan): Semakin besar magnitudo gempa, maka semakin

rentan terhadap terjadinya bencana gempabumi. Tsunami dapat terjadi pada 6,5 SR.

3. Kedalaman pusat gempa

a. Semakin dangkal suatu pusat gempa, maka daerah yang berada di atasnya

akan semakin rentan.

b. Pembagiannya berdasarkan bahwa bagian zona subduksi dari palung sampai

kedalaman 40-50 km-an, umumnya bersifat regas (elastik) dan dibanyak

bagian bidang kontaknya terekat/terkunci erat.

4. Jarak dari pantai ke jalan/jembatan : Semakin dekat jarak dari pantai ke

jalan/jembatan, maka semakin rentan karena semakin dangkal atau dekat dengan

pusat gempa.

5. Litologi penyusun:

a. Semakin resisten, mantap, dan stabil suatu batuan, maka resistensi terhadap

bencana gempa adalah semakin rendah.

b. Litologi penyusun terdiri atas batuan intrusi, metamorf, sedimen, sedimen

volkanik, dan endapan alluvial.

6. Kelerengan dibagi berdasarkan pengalaman kestabilan lereng di lapangan:

a. Semakin besar lereng, maka semakin rentan untuk terjadi longsor bila terjadi

gempa. Umumnya pada lereng >45%, longsoran sudah terjadi.

b. Bentuklahan secara umum berupa dataran, dataran bergelombang,

perbukitan bergelombang sedang, perbukitan bergelombang kuat, dan

perbukitan bergelombang curam.

Page 163: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 163

7. Kepadatan penduduk, pembagiannya lebih ketat karena multi hazard:

Untuk lebih jelas, skor dan kriteria dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1 Skor Dan Kriteria Terhadap Bencana Gempabumi

Skor Kelas Keterangan

1 Rendah

Zona sesar tidak aktif: terdapat pada daerah pra-Kuarter yang bertektonik stabil.

Magnitudo gempa, <5 SR: daerah gempa kecil

Kedalaman pusat gempa: agak dalam >60 km

Jarak ke jalan/jembatan >50 km: keberadaan dan posisi jalan/ jembatan jauh dari zona sesar.

Litologi disusun oleh intrusi dan metamorf: granodiorit, diorit, dasit, sekis, filit, dan marmer.

Kelerengan 0-15%: dataran, dataran bergelombang.

Kepadatan penduduk <100 jiwa/km2: tidak ada aktivitas manusia

2 Menengah

Zona sesar aktif tidak pasti: jika terdapat dalam batuan yang lebih tua dari Kuarter dan tidak ada keterangan lain mengenai pergerakan sesar.

Magnitudo gempa, 5-7 SR: daerah lipatan dan retakan, ditan-dai oleh dinding retak-retak, banyak pohon tumbang.

Kedalaman pusat gempa: agak dangkal >50-60 km

Jarak ke jalan/jembatan 30-50 km: keberadaan dan posisi jalan/jembatan agak jauh dari zona sesar.

Litologi disusun oleh vulkanik: breksi vulkanik berkomponen andesit dan basal, tuff, dan lapili.

Kelerengan 15-45%: perbukitan bergelombang sedang.

Kepadatan penduduk 100-500 jiwa/km² (sepi): hanya terdiri dari suatu kumpulan permukiman.

3 Tinggi

Zona sesar aktif potensial: pergeseran terhadap batuan berumur Kuarter atau sesar di daerah bergempabumi.

Magnitudo gempa, 7-8 SR: daerah aktif, semua orang panik, bangunan yang tidak kuat akan rusak parah, jembatan roboh

Kedalaman pusat gempa: dangkal >40-50 km

Jarak ke jalan/jembatan 10-30 km: keberadaan dan posisi jalan/jembatan dekat dengan zona sesar.

Litologi disusun oleh sedimen dan sedimen vulkanik: breksi/ konglomerat vulkanik, massa dasar batupasir, batulempung.

Kelerengan 45-70%: perbukitan bergelombang kuat.

Kepadatan penduduk 500-1000 jiwa/km² (agak ramai): terdapat pusat keramaian seperti pasar, obyek pariwisata

4 Sangat tinggi

Zona sesar aktif: waktu Holosen, gempabumi berfokus dangkal, bangunan dan jalan bergeser, pergeseran aluvial sungai.

Magnitudo gempa, >8 SR: daerah sangat aktif, kehancuran total, seluruh bangunan hancur dan porak-poranda.

Kedalaman pusat gempa: dangkal <40 km (posisinya di bawah garis pantai Pulau Sumatera)

Jarak dari tepi pantai ke arah darat <10 km: posisi jalan pada zona sesar, dekat dengan pantai, pada zona dangkal.

Page 164: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 164

Skor Kelas Keterangan

Litologi disusun oleh sedimen dan endapan aluvial: pelapukan kuat, bersifat lepas, dan kemiringan lapisan searah kelerengan.

Kelerengan >70%: perbukitan bergelombang curam.

Kepadatan penduduk >1000 jiwa/km² (ramai): pusat keramaian pasar, obyek pariwisata, perkantoran

5. KESIMPULAN

Dari hasil studi literatur dan penggunaan peta tematik, maka dapat didapatkan bahwa

risiko dari jaringan jalan dapat diidentifikasi dengan mengidentifikasi hazard,

kerentanan dan ketahanan atau kapasitas dari jaringan jalan tersebut. Faktor penting

yang diidentifikasi pada tahap ini adalah sumber gempa, magnitude dan kedalaman

gempa, jarak dari tepi pantai, litologi penyusun, kelerengan, kepadatan penduduk, dan

kepadatan bangunan. Pada tahap selanjutnya, penelitian ini dapat dilanjutkan dengan

melakukan penilaian terhadap risiko pada jaringan jalan. Penilaian risiko dapat

dilakukan dengan melakukan pembobotan pada masing-masing faktor untuk

mendapatkan tingkat risiko pada jaringan jalan. Pada tahap selanjutnya juga dapat

diteliti bagaimana jarak dari bangunan dari jalan yang akan memengaruhi risiko bila

terjadi bencana. Hal ini disebabkan kemungkinan adanya runtuhan bangunan yang

mengakibatkan kerusakan pada jalan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Akbar, Roos (2006) Pentingnya Pertimbangan Kebencanaan Dalam Penataan Ruang.

Materi Seminar Nasional : Mitigasi Bencana Alam di Indonesia: Solusi Professional

dari Kacamata Geologi Lingkungan, Local Genious, Teknologi dan Planning, Malang.

2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2007) Pengenalan Karakteristik Bencana

dan Upaya Mitigasinya di Indonesia

3. Benson dan Twigg (2007) Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko

Bencana. Diakses dari www.preventionweb.net tanggal 18 Januari 2012

4. Day, RW (2002) Geotechnical Earthquake Engineering Handbook. New York :

McGraw Hill.

5. Duwaldi, Sheila Rimal. Hazard Mitigation R & D Series : Article 1 : Taking a Key Role

in Reducing Disaster Risks. Public Roads, FHWA Publication. May/June 2010. Vol 73

No 6. Diakses dari www.fhwa.gov/publication/publicroads

6. Natawidjaja, D. H. (2005) “Gempabumi dan tsunami Aceh-Sumut, 26 Desember 2004:

Memahami proses alam, mengatasi dampak, dan mengantisipasi bencana alam di masa

depan.” Seminar Nasional Gempabumi dan Tsunami (Potensi dan Mitigasi), IAGI,

Mataram, 19 Februari 2005.

7. Nurjanah et al. (2012) Manajemen Bencana. Bandung: Penerbit Alfabeta. 8. Puja, I. P. (2005) “Informasi monitoring gempabumi dan tsunami.” Seminar Nasional

Gempabumi dan Tsunami (Potensi dan Mitigasi), IAGI, Mataram, 19 Februari 2005

Page 165: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 165

IDENTIFIKASI INDIKATOR GREEN CONSTRUCTION

PADA PROYEK KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG DI

INDONESIA

Wulfram I. Ervianto1, Biemo W. Soemardi

2, Muhamad Abduh

3 dan Surjamanto

4

1Kandidat Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, email:

[email protected] 2Staf Pengajar Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan

Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, email: [email protected] 3Staf Pengajar Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan

Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, email: [email protected] 4Staf Pengajar Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Institut Teknologi Bandung, email:

[email protected]

ABSTRAK

Fenomena pemanasan global yang disebabkan oleh efek gas rumah kaca di Bumi diyakini oleh para

peneliti disebabkan salah satunya adalah pembangunan. Sebuah gagasan yang dianggap berpotensi dapat

mengurangi pemanasan global adalah dengan menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep

ini mengandung tiga pilar utama yang saling terkait dan saling menunjang yaitu pembangunan ekonomi,

pembangunan sosial dan pelestarian lingkungan hidup. Salah satu terjemahan konsep pembangunan

berkelanjutan di tingkat praktis dikenal dengan green construction dimana implementasinya mulai

mendapat perhatian dari berbagai pihak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan indikator green

construction khususnya untuk bangunan gedung. Untuk mendapatkan data digunakan instrumen kuisioner

dan sebagai respondennya adalah kepala proyek, bagian riset dan pengembangan pada perusahaan

kontraktor dalam kualifikasi besar dan menengah yang berdomisili di kota besar sebagai representasi

nasional Indonesia. Hasil yang diperoleh adalah: (a) jumlah indikator green construction yang dihasilkan

adalah 142 indikator yang terdiri dari 77 indikator Prioritas I dan 65 indikator Prioritas II; (b) indikator

green construction Prioritas I terdiri dari 16% kategori perilaku, 34,67%, kategori minimum waste, dan

49,33% kategori maksimum value; (c) indikator green construction Prioritas II terdiri dari 27,69%

kategori Perilaku, 12,31% kategori Minimum Waste, dan 60% kategori Maksimum Value.

Kata Kunci: Indikator; Green Construction; Bangunan Gedung; Indonesia

1. PENDAHULUAN

Kepedulian dunia terhadap keberlanjutan Bumi telah dimulai sejak tahun 1992 dengan

dipublikasikannya konsep pembangunan berkelanjutan yang mencakup tiga pilar utama

yang saling terkait dan saling menunjang yakni pembangunan ekonomi, pembangunan

sosial dan pelestarian lingkungan hidup dalam KTT Bumi tahun 1992. Dalam

pertemuan tersebut disepakati pola pembangunan baru yang diterapkan secara global

yang disebut dengan Environmentally Sound and Sustainable Development (ESSD).

Sebagai respon terhadap gerakan tersebut, di lingkup nasional, Indonesia telah

menyepakati untuk menurunkan konsentrasi CO2 di udara sebesar 26%-41% di akhir

tahun 2020 dalam konferensi Bali yang diselenggarakan pada tahun 2007. Dalam

dokumen Konstruksi Indonesia 2030, salah satu agenda yang diusulkan adalah

melakukan promosi sustainable construction untuk penghematan bahan dan

pengurangan limbah/bahan sisa serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca

konstruksi [6]. Tujuan sustainable construction adalah menciptakan bangunan

berdasarkan disain yang memperhatikan ekologi, menggunakan sumberdaya alam

secara efisien, dan ramah lingkungan selama operasional bangunan [1]. Salah satu

Page 166: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 166

bagian dari sustainable construction adalah green construction yang merupakan proses

holistik yang bertujuan untuk mengembalikan dan menjaga keseimbangan antara

lingkungan alami dan buatan [8].

2. RUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan kesepakatan Indonesia dalam Konferensi Bali tahun 2007 tentang “peta

jalur hijau” dengan pola pembangunan abad ke-21 yang berkadar rendah karbon.

Merujuk pada agenda dalam Konstruksi Indonesia untuk melakukan promosi

sustainable construction melalui penghematan bahan dan pengurangan limbah (bahan

sisa) serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca konstruksi. Maka untuk mencapai

green construction diperlukan kajian tentang alat/instrumen untuk mengukur proses

konstruksi yang dapat dinyatakan green. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka

tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi indikator green construction dalam

proses konstruksi pada bangunan gedung di Indonesia.

3. KAJIAN LITERATUR

Definisi green construction adalah suatu perencanaan dan pelaksanaan proses

konstruksi untuk meminimalkan dampak negatif proses konstruksi terhadap lingkungan

agar terjadi keseimbangan antara kemampuan lingkungan dan kebutuhan hidup manusia

untuk generasi sekarang dan mendatang [2]. Daya dukung lingkungan hidup dapat

dikelompokan menjadi dua komponen, yaitu: kapasitas penyediaan (supportive

capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity).

Dalam lingkup international konsep green construction mencakup hal-hal sebagai

berikut: perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi, konservasi material, tepat

guna lahan, manajemen limbah konstruksi, penyimpanan dan perlindungan material,

kesehatan lingkungan kerja, menciptakan lingkungan kerja yang ramah lingkungan,

pemilihan dan operasional peralatan konstruksi, dokumentasi [3]. Sedangkan Kibert

menyatakan bahwa konsep green construction mencakup hal-hal sebagai berikut:

rencana perlindungan lokasi pekerjaan, program kesehatan dan keselamatan kerja,

pengelolaan limbah pembangunan atau bongkaran, pelatihan bagi subkontraktor,

reduksi jejak ekologis proses konstruksi, penanganan dan instalasi material, kualitas

udara [5].

Dalam lingkup nasional upaya penerapan green construction sudah dilakukan, antara

lain oleh kontraktor nasional P.T. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. Instrumen

yang digunakan untuk menilai green construction disebut dengan Green Contractor

Assessment Sheet yang mencakup hal-hal sebagai berikut: tepat guna lahan, efisiensi

dan konservasi energi, konservasi air, manajemen lingkungan proyek konstruksi,

sumber dan siklus material, kesehatan dan kenyamanan di dalam lokasi proyek

konstruksi [7]. Sedangkan di tingkat nasional, perangkat penilaian bangunan hijau di

Indonesia untuk gedung baru dikembangkan oleh Green Building Council Indonesia

(GBCI) yang disebut dengan Sistem Rating GREENSHIP Versi 1.0. [4].

Berdasarkan pustaka tersebut diatas maka faktor green construction dapat disintesakan

menjadi 16 faktor, yaitu: Perencanaan dan penjadwalan proyek konstruksi; Sumber dan

siklus material; Rencana perlindungan lokasi pekerjaan;Manajemen limbah konstruksi;

Penyimpanan dan perlindungan material; Kesehatan lingkungan kerja tahap konstruksi;

Program kesehatan dan keselamatan kerja; Pemilihan dan operasional peralatan

konstruksi; Dokumentasi; Pelatihan bagi subkontraktor; Pengurangan jejak ekologis

Page 167: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 167

tahap konstruksi; Kualitas udara tahap konstruksi; Konservasi air; Tepat guna lahan;

Efisiensi dan konservasi energi; Manajemen lingkungan proyek konstruksi. Berdasarkan

16 faktor green construction tersebut diatas selanjutnya dikembangkan indikator green

construction dari setiap faktor. Jumlah indikator green construction secara keseluruhan

adalah 144 indikator

4. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian untuk mendapatkan indikator green construction melalui

beberapa tahap (gambar 2). Metoda reskoring digunakan untuk mendapatkan indikator

green construction yang “penting” dan “operasional”.

Reskoring

Berdasarkan tingkat kepentingan

Mulai

Data

Berdasarkan tingkat

kepentingan

Selesai

Pemilihan indikator penting dan operasional

dalam setiap faktor

Data

Berdasarkan tingkat

operasional

Reskoring

Berdasarkan tingkat operasional

Indikator penting dan operasional

Urutan indikator green construction

tiap faktor dalam kategori prioritas I

Urutan indikator green construction

tiap faktor dalam kategori prioritas II

Gambar 2. Metodologi Penelitian

5. DATA DAN ANALISIS DATA

Data diperoleh melalui survey ke beberapa kota di Indonesia yang difokuskan pada nilai

konstruksi yang diselesaikan relatif tinggi (nilai pekerjaan yang telah diselesaikan oleh

pihak pemborong menurut realisasi proyek yang telah diselesaikan dalam jangka waktu

tertentu, berdasarkan nilai kontrak antara pemilik dengan kontraktor) yaitu di Pulau

Jawa dan Sumatera. Namun demikian, dalam penelitian ini menambahkan responden

yang ada di Pulau Bali dengan pertimbangan adanya kecenderungan peningkatan

proyek yang menerapkan konsep green.

Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepala proyek dan bagian

riset/pengembangan dalam perusahaan kontraktor yang termasuk dalam kualifikasi

menengah dan besar (grade 5, 6 dan 7), dengan pertimbangan: (1) kemampuan

manajemen perusahaan, (2) kesiapan teknologi dalam menerapkan green construction,

(3) tanggap terhadap hal-hal baru (green construction). Jumlah kontributor responden

adalah 71 responden yang berasal dari 11 kota di Indonesia. Data di Pulau Jawa

terwakili oleh Surabaya, Semarang, Magelang, Yogyakarta, Bandung, Jakarta.

Page 168: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 168

Keterwakilan data di Pulau Sumatera ditunjukan oleh responden yang berdomisili di

Medan, Pekanbaru, Riau. Untuk Pulau Bali diwakili oleh responden yang berdomisili di

Denpasar, sedangkan satu responden berasal dari Tarakan Kalimantan (gambar 3-8).

Gambar 3. Domisili Responden

Gambar 4. Kualifikasi Kontraktor Gambar 5. Kepemilikan Perusahaan

Gambar 6. Jabatan Responden

14.08

2.82

1.41

29.58

4.23

5.63

2.82

9.86

18.31

9.86

1.41

- 10 20 30 40

Medan

Riau

Pekan Baru

Jakarta

Bandung

Yogyakarta

Magelang

Semarang

Surabaya

Denpasar

Tarakan

Komposisi Responden Berdasarkan

Domisili Perusahaan (dalam %)

84.51

4.23

11.27

- 20 40 60 80 100

Kepala Proyek

Engineer

Riset dan Pengembangan

Jabatan Responden

(dalam %)

24.24

13.64

62.12

Menengah-…

Besar-Grade 6

Besar-Grade 7

Kualifikasi Kontraktor

(dalam %)

41

5

Swasta

BUMN

Kepemilikan Perusahaan

Page 169: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 169

Gambar 7. Pengalaman Kerja Responden

Gambar 8. Pegalaman Melaksanakan Proyek Green

Pengelompokan Indikator Green Construction Berdasarkan Prioritas

Pemilihan indikator green construction yang akan digunakan dapat dikelompokan

menjadi dua, yaitu: kelompok prioritas pertama dan kelompok prioritas kedua. Indikator

yang masuk dalam kelompok prioritas pertama jika indikator tersebut penting dan

operasional, penting dan sangat operasional, sangat penting dan operasional, sangat

penting dan sangat operasional. Sedangkan yang kedua jika indikator tersebut sangat

penting dan cukup operasional, penting dan cukup operasional, cukup penting dan

cukup operasional, cukup penting dan operasional, cukup penting dan sangat

operasional. Hasil pengelompokan data dapat dilihat dalam gambar 9.

21.13

25.35

18.31

21.13

14.08

0 - < 5 tahun

5 - < 10 tahun

10 - < 15 tahun

15 - < 20 tahun

> 20 tahun

Pengalaman Kerja Responden

(dalam %)

50.70

49.30

49 49 50 50 51 51

Pernah

Tidak Pernah

Pengalaman Melaksanakan Proyek Green

(dalam %)

Page 170: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 170

Gambar 9. Indikator Green Construction

Pengelompokan Indikator Green Construction dalam Perilaku, Minimum

Waste dan Maksimum Value.

Indikator green construction yang telah dikelompokan berdasarkan prioritas I dan

prioritas II dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: (a) Kategori pertama adalah

indikator yang termasuk dalam perilaku (behaviour), yang didefinisikan sebagai

tanggapan/reaksi individu terhadap rangsangan/lingkungan. (b) Kategori kedua adalah

indikator yang termasuk dalam minimum waste, yang didefinisikan sebagai aktivitas

5

6

9

7

2

12

2

2

5

1

1

1

3

2

9

10

0

4

3

5

3

5

1

3

3

3

5

5

7

2

11

5

Perencanaan dan Penjadwalan Proyek

Konstruksi

Sumber dan Siklus Material

Perencanaan dan Perlindungan Lokasi

Pekerjaan

Manajemen Limbah Konstruksi

Penyimpanan dan Perlindungan Material

Kesehatan Lingkungan Kerja Tahap

Konstruksi

Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Pemilihan dan Operasional Peralatan

Konstruksi

Dokumentasi

Pelatihan Bagi Subkontraktor

Pengurangan Jejak Ekologis Tahap

Konstruksi

Kualitas Udara Tahap Konstruksi

Konservasi Air

Tepat Guna Lahan

Konservasi Energi

Manajemen Lingkungan Proyek

Jumlah Indikator Green Construction

Prioritas II Prioritas I

Page 171: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 171

yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya limbah sehingga beban di Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) dapat berkurang serta mendorong gerakan pemilahan sampah

secara sederhana sehingga mempermudah untuk proses daur ulang. (c) Kategori ketiga

adalah indikator yang termasuk dalam kategori maksimum value, yang didefinisikan

sebagai aktivitas yang bertujuan untuk mencapai nilai tertentu. Pengertian “nilai” adalah

hal-hal yg penting atau berguna bagi kemanusiaan (KBBI). Isu penting pada saat ini

adalah keberlanjutan kehidupan manusia yang memuat isu lingkungan (energi, air,

udara, tanah, kesehatan dan keselamatan).

Berdasarkan definisi seperti tersebut diatas, maka indikator green construction dalam

Prioritas I dapat dikelompokan kedalam tiga kategori, yaitu: perilaku, minimum waste,

dan maksimum value dengan persentase berturut-turut 16%, 34,67%, dan 49,33%

(gambar 10). Sedangkan indikator green construction dalam Prioritas II dengan

persentase berturut-turut 27,69%, 12,31%, dan 60% (Gambar 11). Secara keseluruhan

persentase indikator green construction jika dikelompokan dalam tiga kategori adalah

sebagai berikut: 21,43% dalam kategori perilaku, 24,29% dalam kategori minimum

waste, dan 54,29% dalam kategori maksimum value (Gambar 12).

Gambar 10. Pengelompokan Indikator Green Construction Prioritas I Dalam Kategori

Perilaku (Behaviour), Minimum Waste, Maksimum Value.

Gambar 11. Pengelompokan Indikator Green Construction Prioritas II Dalam Kategori

Perilaku (Behaviour), Minimum Waste, Maksimum Value.

16.00

34.67

49.33

Perilaku

Minimum waste

Maksimum value

Persentase Indikator Green Construction

Prioritas I

27.69

12.31

60.00

Perilaku

Minimum waste

Maksimum value

Persentase Indikator Green Construction

Prioritas II

Page 172: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 172

Gambar 12. Pengelompokan Indikator Green Construction Dalam Kategori Perilaku

(Behaviour), Minimum Waste, Maksimum Value.

6. KESIMPULAN

Jumlah indikator green construction yang dihasilkan secara keseluruhan adalah 142

indikator yang terdiri dari 77 indikator Prioritas I dan 65 indikator Prioritas II.

Secara rinci indikator Prioritas I terdiri dari 16% kategori perilaku, 34,67%, kategori

minimum waste, dan 49,33% kategori maksimum value. Sedangkan dalam Prioritas

II terdiri dari 27,69% kategori Perilaku, 12,31% kategori Minimum Waste, dan 60%

kategori Maksimum Value.

Komposisi indikator green construction secara keseluruhan terdiri dari 21,43%

dalam kategori Perilaku, 24,29% dalam kategori Minimum Waste, dan 54,29%

dalam kategori Maksimum Value.

DAFTAR PUSTAKA

1. Conseil International Du Batiment, 1994.

2. Ervianto W.I., 2012, Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau, Penerbit ANDI,

Yogyakarta

3. Glavinich, T. E., 2008, Contractor's Guide to Green Building Construction, John

Wiley.

4. Green Building Council Indonesia, 2010, GREENSHIP Versi 1.0, Jakarta.

5. Kibert, C., 2008, Sustainable Construction, John Wiley & Sons, Canada.

6. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional 2007, Konstruksi Indonesia

2030 Untuk Kenyamanan Lingkungan Terbangun, Lembaga Pengembangan Jasa

Konstruksi Nasional, Jakarta.

7. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., 2008, Green Construction Assessment

Sheet, Jakarta.

8. Plessis D., Chrisna, Edit., 2002: Agenda 21 for Sustainable Construction in

Developing Countries’ Pretoria: Capture Press.

21.43

24.29

54.29

Perilaku

Minimum waste

Maksimum value

Persentase Indikator Green Construction

Page 173: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 173

ANALISA PENETAPAN HARGA JUAL UNIT RUMAH

(PADA PERUMAHAN GRAND MERIDIAN, MANADO)

Alland Adrian Josep ii dan Retno Indryani

2

1Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo

Surabaya, Telp 031-5946094, email: [email protected] 2Dosen Jurusan Teknik Sipil FTSP, ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp 031-5946094, email:

[email protected]

ABSTRAK

Harga memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli

produk. Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan menurun, namun jika harga terlalu

rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh. Makalah ini memaparkan penetapan harga

jual unit rumah. Studi kasus yang digunakan adalah unit rumah pada perumahan Grand Meridian

Manado. Penetapan harga jual dilakukan dengan metode analisa titik impas yang mempertemukan kurva

biaya dan kurva pendapatan. Kurva pendapatan diperoleh dari kurva permintaan berdasarkan survey ke

masyarakat. Kurva biaya diperoleh dari perhitungan biaya tetap dan biaya variabel yang dibutuhkan.

Berdasarkan analisa tersebut didapat harga jual Rp 466.300.000 untuk tipe 90 dengan jumlah unit

optimum 72 unit, Rp 630.600.000 untuk tipe 120 dengan jumlah unit optimum 54 unit, dan Rp

895.130.000 untuk tipe 180 dengan jumlah unit optimum 54 unit.

Kata kunci: Analisa Titik Impas, Harga, Kurva Biaya, Kurva Permintaan,

1. PENDAHULUAN

Menurut Kotler dan Armstrong (2001)[1] harga adalah sejumlah uang yang dibebankan

atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-

manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga memiliki

peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi keputusan konsumen dalam

membeli produk, sehingga sangat menentukan keberhasilan pemasaran suatu produk.

Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan menurun, namun jika

harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh.

Perumahan Grand Meridian yang dikembangkan oleh PT. Jaya Perkasa Propertindo

merupakan perumahan baru di kota Manado. Perumahan yang dibangun di wilayah

Ring Road Kecamatan Sario ini, memiliki konsep modern dengan wilayah berkontur

yang mempunyai pemandangan indah ke segala arah yaitu pantai, kota, dan gunung.

Perumahan Grand Meridian menawarkan produk berupa rumah tinggal tipe 90, tipe 120,

dan tipe 180. Di sekitar wilayah Kecamatan Sario juga dibangun beberapa perumahan

seperti Citraland Manado, Grand Kawanua, dan Tamansari Wika. Beberapa perumahan

tersebut akan menjadi kompetitor bagi Grand Meridian dalam hal penjualan rumah.

Banyaknya pilihan bagi pembeli dapat menimbulkan persaingan yang ketat antar

perumahan. Oleh sebab itu harga jual adalah faktor utama yang wajib diperhatikan

pihak pengembang. Harga jual rumah merupakan acuan pertimbangan pemilihan rumah

oleh pembeli, disamping berbagai fasilitas yang ditawarkan. Berdasarkan latar belakang

tersebut maka perlu dilakukan analisa penetapan harga jual rumah pada proyek

perumahan Grand Meridian.

Page 174: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 174

2. METODOLOGI

2.1 Langkah Penelitian

Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

2.2 Data

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang akan digunakan, dua jenis data

tersebut yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui sumber-sumber asli, sumber asli

disini diartikan sebagai sumber pertama dari mana data tersebut diperoleh. Pada

penelitian ini data primer diperoleh melalui survei terhadap masyarakat.

2. Data Sekunder

Data sekunder terdiri dari data-data mengenai biaya pembangunan Perumahan

Grand Meridian.

2.3 Kurva Biaya

Untuk membuat kurva biaya, perlu dilakukan identifikasi biaya-biaya yang diperlukan

dalam proyek pembangunan perumahan Grand Meridian, setelah itu dapat dibuat

sebuah kurva biaya seperti pada Gambar 2.

Analisa Titik Impas dan Analisa

Marginalitas (Mc = Mr)

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Rumusan Masalah

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Data Primer:

Kuesioner

Data Sekunder:

Biaya tetap

Biaya variabel

Menetapkan

kurva permintaan

Menetapkan

kurva biaya

Latar Belakang

Page 175: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 175

VC

TC=FC+VC

biaya

FC

volume

2.4 Kurva Permintaan

Kurva permintaan diperoleh dengan survei menggunakan kuesioner, untuk mengetahui

seberapa besar permintaan masyarakat terhadap unit rumah di perumahan Grand

Meridian.

2.5 Analisa Titik Impas dan Analisa Marginalitas

Dalam menetapkan harga, digunakan metode analisa titik impas dan analisa

marginalitas, yang menggunakan persamaan MC=MR untuk mencari volume optimum

(Q). MR (marginal revenue) adalah perubahan pendapatan untuk perubahan satu unit

yang terjual, merupakan turunan dari TR. Sedangkan TR merupakan perkalian P (harga

jual) x Q. MC (marginal cost) adalah perubahan biaya yang disebabkan perubahan satu

unit rumah yang terjual (Gaspersz, 2001)[3].

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kurva Biaya

Kurva biaya dibentuk dari 2 komponen kurva yaitu kurva biaya tetap dan kurva biaya

variabel. Yang termasuk biaya variabel adalah biaya tanah untuk kavling rumah dan

biaya konstruksi rumah, sedangkan yang termasuk biaya tetap adalah :

1. Biaya tanah untuk fasilitas umum

2. Biaya perizinan

3. Biaya sertifikasi tanah

4. Biaya konstruksi jalan

5. Biaya konstruksi Daerah Hijau (Taman)

6. Biaya penerangan jalan umum

7. Biaya pemasaran

Berdasarkan analisa dan perhitungan, persamaan biaya total per tipe rumah dapat dilihat

pada Tabel 1, sedangkan kurva biaya total per tipe rumah dapat dilihat pada Gambar 3

s/d Gambar 5.

Tipe Variabel Biaya Variabel Biaya Tetap Persamaan

Unit (Rp) (Rp) Biaya Total

90 Q1 332759272 9348125278,29 9348125278,29 +

332759272 Q1

120 Q2 440237456 7350662611,99 7350662611,99 + 440237456 Q2

180 Q3 569689912 2996193999,45 2996193999,45 +

569689912 Q3

Gambar 2. Kurva Biaya (Pujawan,2009)[2]

Tabel 1. Persamaan Biaya Total

Page 176: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 176

3.2 Kurva Permintaan

Untuk mengetahui kesediaan para responden dalam membeli rumah pada proyek

perumahan Grand Meridian dalam tingkatan harga tertentu, maka dilakukan survei.

Hasil survei dapat dilihat pada Tabel 2 s/d Tabel 4.

0.00

20,000,000,000.00

40,000,000,000.00

60,000,000,000.00

80,000,000,000.00

0 50 100 150 200

Bia

ya (

Rp

)

Jumlah Unit Rumah (Q1)

Kurva Biaya Total Tipe 90

Kurva Biaya VariabelTipe 90

Kurva Biaya Tetap Tipe90

Kurva Biaya Total Tipe90

0.00

20,000,000,000.00

40,000,000,000.00

60,000,000,000.00

0 20 40 60 80 100

Bia

ya (

Rp

)

Jumlah Unit Rumah (Q2)

Kurva Biaya Total Tipe 120

Kurva Biaya VariabelTipe 120

Kurva Biaya Tetap Tipe120

Kurva Biaya Total Tipe120

0.00

5,000,000,000.00

10,000,000,000.00

15,000,000,000.00

20,000,000,000.00

0 10 20 30

Bia

ya (

Rp

)

Jumlah Unit (Q3)

Kurva Biaya Total Tipe 180

Kurva Biaya VariabelTipe 180

Kurva Biaya Tetap Tipe180

Kurva Biaya Total Tipe180

Gambar 3. Kurva Biaya Total Tipe 90

Gambar 4. Kurva Biaya Total Tipe 120

Gambar 5. Kurva Biaya Total Tipe 180

Page 177: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 177

Tabel 2 Hasil Kuesioner Tipe 90

Agar dapat dijadikan kurva permintaan yang menggambarkan hubungan harga yang

ditetapkan pada berbagai tingkatan dan tingkat permintaan, hasil survei perlu diolah

kembali. Pengolahan data hasil survei dilakukan dengan cara pembobotan. Pembobotan

dilakukan untuk mendapatkan jumlah permintaan menurut tingkat harga. Pembobotan

merupakan proses perkalian antara jumlah kesediaan responden pada masing-masing

tingkat permintaan dengan nilai probabilitasnya. Nilai probabilitas untuk masing tingkat

permintaan yaitu : Pasti membeli (1), Ingin membeli (0,75), Mungkin membeli (0,5),

Tidak ingin membeli (0,25), Pasti tidak membeli (0). Berdasarkan perhitungan, maka

jumlah permintaan per tipe rumah dapat dilihat pada Tabel 5 s/d Tabel 7.

Tabel 3 Hasil Kuesioner Tipe 120

Tabel 5 Jumlah Permintaan Tipe 90

Tabel 4 Hasil Kuesioner Tipe 180

Page 178: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 178

Hubungan antara tingkat harga dan jumlah permintaan menghasilkan kurva seperti

Gambar 6 s/d Gambar 8

y = -1,869,951.72x + 600,935,066.11 R² = 0.99

520000000

540000000

560000000

580000000

600000000

0 10 20 30 40

Kurva Permintaan Rumah Tipe 90

Kurva PermintaanRumah Tipe 90

Linear (KurvaPermintaan RumahTipe 90)

y = -3,556,634.30x + 822,656,957.93

R² = 1.00 700000000

720000000

740000000

760000000

780000000

800000000

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00

Bia

ya (

Rp

)

Jumlah Unit Rumah

Kurva Permintaan Rumah Tipe 120

Kurva PermintaanRumah Tipe 120

Linear (KurvaPermintaan RumahTipe 120)

Gambar 6. Kurva Permintaan Rumah Tipe 90

Tabel 6 Jumlah Permintaan Tipe 120

Tabel 7 Jumlah Permintaan Tipe 180

Page 179: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 179

Dari kurva permintaan dapat diperoleh persamaan harga jual dari setiap rumah yang ada

pada proyek perumahan Grand Meridian, yaitu:

1. Tipe 90: P = -1.869.951,72Q1 + 600.935.066,11

2. Tipe 120: P = -3.556.634,30Q2 + 822.656.957,93

3. Tipe 180: P = -6.118.251,93Q3 + 1.225.514.138,82

3.3 Penetapan Harga

Dalam menetapkan harga, penelitian ini menggunakan metode analisa titik impas, yang

mempertemukan antara kurva permintaan dan kurva biaya. Persamaan MR=MC

digunakan untuk mencari volume atau Q untuk mendapatkan keuntungan maksimum.

(Gaspersz,2001)[3}.

MR atau Marginal Revenue adalah perubahan pendapatan untuk perubahan satu unit

yang terjual, merupakan turunan dari TR. TR atau Total Revenue adalah total

pendapatan yang diperoleh dari hasil perkalian antara harga jual dan volume.

MC atau Marginal Cost adalah perubahan biaya yang disebabkan oleh perubahan satu

unit rumah yang terjual, merupakan turunan dari TC. TC atau Total Cost adalah biaya

total yang dibutuhkan untuk membuat seluruh unit rumah.

1. Penetapan Harga Tipe 90

Dari perhitungan kurva permintaan pada subbab 3.B, diperoleh persamaan harga jual

untuk tipe 90 adalah:

P = -1.869.951,72Q1 + 600.935.066,11

Dimana P adalah Harga Jual, dan Q1 adalah jumlah unit terjual untuk rumah tipe 90.

Dengan demikian dapat ditentukan persamaan pendapatan total (TR) sebagai berikut:

TR = P x Q1

= (-1.869.951,72Q1 + 600.935.066,11) x Q1

= -1.869.951,72Q12 + 600.935.066,11Q1

Keuntungan maksimum tercapai apabila:

MR = MC

MR adalah turunan dari persamaan pendapatan total (TR) terhadap jumlah unit terjual,

sehingga MR dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut:

MR = TR/ Q1

MR = -3.739.903,44Q1 + 600.935.066,11

y = -6,118,251.93x + 1,225,514,138.82

R² = 0.99 1050000000

1100000000

1150000000

1200000000

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

Bia

ya (

Rp

)

Jumlah Unit Rumah

Kurva Permintaan Rumah Tipe 180

Kurva PermintaanRumah Tipe 180

Linear (KurvaPermintaan RumahTipe 180)

Gambar 8. Kurva Permintaan Rumah Tipe 180

Page 180: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 180

MC adalah turunan dari persamaan biaya total (TC) terhadap jumlah unit terjual,

sehingga MC dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut:

MC = TC/ Q1

Persamaan biaya total (TC) sesuai dengan perhitungan yang terdapat pada Tabel 4

adalah:

TC = 9.348.125.278,29 + 332.759.272Q1

Sehingga MC dapat dihitung sebagai berikut:

MC = TC/ Q1

MC = 332.759.272

Volume untuk mencapai keuntungan maksimum adalah:

MR = MC

-3.739.903,44Q1 + 600.935.066,11 = 332.759.272

Q1 = 72 unit

Berdasarkan jumlah unit untuk mencapai keuntungan maksimum tersebut, dapat

dihitung harga jual sebagai berikut:

P = -1.869.951,72Q1 + 600.935.066,11

P = -1.869.951,72 (72) + 600.935.066,11

P = Rp 466.298.542,27

Dengan demikian harga jual unit rumah tipe 90 berdasarkan analisa titik impas untuk

mendapat keuntungan maksimum adalah Rp 466.298.542,27 (dibulatkan Rp

466.300.000) per unit dengan Q optimum 72 unit.

2. Penetapan Harga Tipe 120

Dari perhitungan kurva permintaan pada subbab 3.B, diperoleh persamaan harga jual

untuk tipe 120 adalah:

P = -3.556.634,30Q2 + 822.656.957,93

Dengan demikian dapat ditentukan persamaan pendapatan total (TR) sebagai berikut:

TR = P x Q2

= (-3.556.634,30Q2 + 822.656.957,93) x Q2

= -3.556.634,30Q22 + 822.656.957,93Q2

MR dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut:

MR = TR/ Q2

MR = -7.113.268,6Q2 + 822.656.957,93

MC dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut:

MC = TC/ Q2

Persamaan biaya total (TC) sesuai dengan perhitungan yang terdapat pada Tabel 4

adalah:

TC = 7.350.662.611,99 + 440.237.456Q2

Sehingga MC dapat dihitung sebagai berikut:

MC = TC/ Q2

MC = 440.237.456

Page 181: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 181

Volume untuk mencapai keuntungan maksimum adalah:

MR = MC

-7.113.268,6Q2 + 822.656.957,93 = 440.237.456

Q2 = 54 unit

Berdasarkan jumlah unit untuk mencapai keuntungan maksimum tersebut, dapat

dihitung harga jual sebagai berikut:

P = -3.556.634,30Q2 + 822.656.957,93

P = -3.556.634,30 (54) + 822.656.957,93

P = Rp 630.598.705,73

Dengan demikian harga jual unit rumah tipe 120 berdasarkan analisa titik impas untuk

mendapat keuntungan maksimum adalah Rp 630.598.705,73 (dibulatkan Rp

630.600.000) per unit dengan Q optimum 54 unit.

3. Penetapan Harga Tipe 180

Dari perhitungan kurva permintaan pada subbab 3.B, diperoleh persamaan harga jual

untuk tipe 180 adalah:

P = -6.118.251,93Q3 + 1.225.514.138,82

Dengan demikian dapat ditentukan persamaan pendapatan total (TR) sebagai berikut:

TR = P x Q3

= (-6.118.251,93Q3 + 1.225.514.138,82) x Q3

= -6.118.251,93Q32 + 1.225.514.138,82Q3

MR dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut:

MR = TR/ Q3

MR = -12.236.503,86Q3 + 1.225.514.138,82

MC dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut:

MC = TC/ Q3

Persamaan biaya total (TC) sesuai dengan perhitungan yang terdapat pada Tabel 4

adalah:

TC = 2.996.193.999,45 + 569.689.912Q3

Sehingga MC dapat dihitung sebagai berikut:

MC = TC/ Q3

MC = 569.689.912

Volume untuk mencapai keuntungan maksimum adalah:

MR = MC

-12.236.503,86Q3 + 1.225.514.138,82 = 569.689.912

Q3 = 54 unit

Berdasarkan jumlah unit untuk mencapai keuntungan maksimum tersebut, dapat

dihitung harga jual sebagai berikut:

P = -6.118.251,93Q3 + 1.225.514.138,82

P = -6.118.251,93 (54) + 1.225.514.138,82

P = Rp 895.128.534,60

Page 182: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 182

Dengan demikian harga jual unit rumah tipe 180 berdasarkan analisa titik impas untuk

mendapat keuntungan maksimum adalah Rp 895.128.534,60 (dibulatkan

Rp 895.130.000) per unit dengan Q optimum 54 unit.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dapat disimpulkan bahwa harga jual unit rumah yang sesuai

dengan analisa biaya dan analisa permintaan pasar yaitu :

1. Harga Jual Tipe 90 adalah Rp 466.300.000 untuk jumlah unit optimum 72 unit.

2. Harga Jual Tipe 120 adalah Rp 630.600.000 untuk jumlah unit optimum 54 unit.

3. Harga Jual Tipe 180 adalah Rp 895.130.000 untuk jumlah unit optimum 54 unit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kotler, P. & Armstrong, G. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran Jilid 1. Jakarta:

Erlangga.

2. Pujawan, I Nyoman. 2009. Ekonomi Teknik. Surabaya: Guna Widya.

3. Gaspersz, V. 2001. Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis. Jakarta :

PT. Gramedia Pustaka Utama.

4. Josep, Alland Adrian. 2013. Analisa Penetapan Harga Jual Unit Rumah Pada

Proyek Perumahan Grand Meridian, Manado. Jurusan Teknik Sipil Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

Page 183: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 183

KAJIAN KELAYAKAN FINANSIAL INVESTASI

GEDUNG PARKIR BERTINGKAT PADA

PUSAT PERBELANJAAN DI KOTA MALANG

Ripkianto3, Tiong Iskandar

2 dan Hamim Mufijar

3

1Dosen Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Institut Teknologi Nasional Malang, Kampus ITN Malang, Telp:

0341-561431 ex.230, email: [email protected] 2Dosen Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Institut Teknologi Nasional Malang, Kampus ITN Malang, Telp:

0341-561431 ex.230 3Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, FTSP, Institut Teknologi Nasional Malang, Kampus ITN Malang, Telp:

0341-561431 ex.230, email: [email protected]

ABSTRAK

Kota Malang memiliki beberapa pusat perbelanjaan yang mengalami masalah parkir dan

kemacetan, salah satunya adalah Mall Olympic Garden (MOG). Banyaknya aktivitas kegiatan masyarakat

yang berpusat di kawasan MOG mengakibatkan banyaknya kendaraan parkir pada badan jalan dan

menimbulkan kemacetan, sehingga diperlukan areal parkir tambahan. Perlu dilakukan kajian/ analisa

ulang terhadap kelayakan areal parkir yang disediakan oleh pusat perbelanjaan tersebut ditinjau dari segi

kapasitas ruang parkir kendaraan. Pemerintah Kota Malang melalui dinas terkait dapat membuat

kebijakan untuk menghilangkan areal parkir di badan jalan dan merencanakan gedung parkir bertingkat di

belakang pusat perbelanjaan tersebut guna mengatasi masalah kemacetan yang terjadi. Data primer dalam penelitian ini berupa data volume kendaraan parkir yang diperoleh melalui

survey di lokasi penelitian. Data sekunder berupa data kapasitas parkir, tarif parkir, penelitian terdahulu,

peraturan daerah tentang pengelolaan parkir dan daftar harga satuan pekerjaan konstruksi. Alternatif

gedung parkir bertingkat yang direncanakan terdiri dari dua alternatif, yaitu konstruksi beton bertulang

dan baja profil WF. Metode yang digunakan dalam analisa kelayakan finansial ini adalah Net Present

Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Break Event Point (BEP).

Dari hasil analisa menunjukkan bahwa kebutuhan parkir di MOG sangat tinggi dan melebihi

kapasitas parkir yang ada dengan pertumbuhan kendaraan parkir 2,4 % per tahun, untuk itu perlu

direncanakan gedung parkir bertingkat sebagai areal parkir tambahan. Dari perhitungan NPV didapat nilai

NPV = Rp.3.261.862.492,38 untuk gedung alternatif A (beton bertulang) dan nilai NPV =

Rp.130.870.974,89 untuk gedung alternatif B (baja profil WF). Keduanya bernilai positif, maka

pembangunan gedung parkir layak untuk dilaksanakan. Dari perhitungan IRR didapat nilai IRR =

20,607% untuk gedung alternatif A dan IRR = 12,268% untuk gedung alternatif B. Nilai IRR kedua

alternatif gedung parkir tersebut bernilai > 12% (tingkat suku bunga), maka pembangunan gedung parkir

bertingkat layak untuk dilaksanakan. Dari analisa BEP diperoleh waktu pencapaian BEP gedung alternatif

A pada tahun ke-6,5 (6 tahun 6 bulan) dan gedung parkir B pada tahun ke-9,83 (9 tahun 10 bulan).

Kata kunci : kelayakan finansial, gedung parkir, pusat perbelanjaan

1. LATAR BELAKANG

Masalah parkir dan kemacetan saat ini merupakan masalah yang biasa terjadi di

Kota Malang, terutama di pusat-pusat perbelanjaan. Titik kemacetan sering terjadi pada

jalan di sekitar Mall Olympic Garden (MOG). Areal parkir yang disediakan oleh pusat

perbelanjaan tersebut tidak mampu lagi menampung jumlah kendaraan yang parkir,

terutama pada saat jam-jam sibuk. Akibatnya, badan jalan di sekitar Mall Olympic

Garden dijadikan areal parkir tambahan, sehingga sering terjadi kemacetan.

Page 184: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 184

Dengan kondisi pertumbuhan jumlah kendaraan di Kota Malang yang cukup tinggi,

maka perlu dilakukan kajian/ analisa ulang terhadap kelayakan areal parkir yang

disediakan oleh pusat perbelanjaan tersebut ditinjau dari segi kapasitas ruang parkir

kendaraan. Perencanaan gedung parkir bertingkat tersebut harus memperhitungkan

jumlah kebutuhan untuk kendaraan yang parkir di sekitar pusat perbelanjaan di masa

sekarang dan prediksi di masa yang akan datang. Dengan demikian Pemerintah Kota

Malang melalui dinas terkait dapat membuat kebijakan untuk menghilangkan areal

parkir di badan jalan sekitar pusat perbelanjaan dan merencanakan gedung parkir

bertingkat di belakang pusat perbelanjaan tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kebutuhan masyarakat

akan areal parkir di Mall Olympic Garden (MOG) jika ditinjau dari segi kapasitas ruang

parkir kendaraan dan mengetahui layak atau tidaknya pembangunan gedung parkir

bertingkat untuk dilaksanakan di Mall Olympic Garden (MOG).

2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Analisa Kelayakan Rencana Investasi

Investasi berasal dari kata investment yang mempunyai arti menanamkan uang atau

modal dalam bidang industri atau bidang lainnya. Pada dasarnya investasi merupakan

usaha menanamkan faktor-faktor produksi langka dalam proyek tertentu, baik proyek

baru ataupun perluasan proyek yang telah ada.

Analisa kelayakan rencana investasi pada suatu proyek dilakukan dalam 2 tahap

yaitu evaluasi pendahuluan dan studi kelayakan proyek. Evaluasi pendahuluan bertujuan

untuk mengetahui apakah ada faktor yang dapat menghambat jalannya pembangunan

suatu proyek yang kemungkinan besar tidak dapat diatasi, sedangkan studi kelayakan

bertujuan untuk menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi yang disajikan pada akhir

studi yang merupakan dasar pertimbangan (secara komersial, teknis, ekonomis dan

sosial) untuk memutuskan apakah investasi itu menguntungkan dan layak untuk

dilaksanakan.

B. Konsep Dasar Ekonomi Teknik

a. Pengertian Ekonomi Teknik

Ekonomi teknik adalah suatu subyek yang mempunyai inti suatu pengambilan

keputusan yang didasarkan pada perbandingan ekuivalensi nilai-nilai uang dari

beberapa alternatif rangkaian kegiatan sehubungan dengan keperluan pembiayaan.

b. Metode Net Present Value (NPV)

Net Present Value atau nilai bersih sekarang adalah nilai yang menunjukkan

ekuivalensinya pada saat ini, yaitu semua uang yang akan diterima ataupun yang akan

dikeluarkan selama umur ekonomis dihitung dalam nilai yang sama. Net Present Value

(NPV) dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (present value) dari selisih antara

hasil proyek dengan modal yang ditanam pada discount rate tertentu. NPV

menunjukkan kelebihan manfaat dibanding biaya.

c. Metode Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) atau laju pengembalian investasi internal adalah suatu

parameter yang digunakan sebagai tolok ukur suatu investasi untuk menentukan

kelayakan dari segi ekonomi. Internal Rate of Return merupakan nilai suku bunga yang

diperoleh jika BCR sama dengan 1 (BCR = 1), atau suku bunga jika NPV bernilai sama

dengan nol (NPV = 0). IRR dihitung atas dasar penerimaan kas bersih dan total nilai

Page 185: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 185

pinjaman untuk keperluan investasi. Nilai IRR sangat penting diketahui sejauh mana

kemampuan proyek ini dapat dibiayai dengan melihat suku bunga pinjaman yang

berlaku.

d. Metode Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) atau analisa titik impas adalah suatu metode yang

digunakan untuk mengetahui seberapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai titik

impas dimana besarnya biaya yang dikeluarkan sama dengan besarnya penerimaan yang

diperoleh.

C. Konsep Dasar Gedung Parkir

a. Pengertian Parkir

Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat

sementara. Fasilitas parkir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian

kendaraan yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun

waktu, misalnya untuk kegiatan belanja, bekerja, sekolah dan kegiatan-kegiatan lainnya.

b. Penempatan Fasilitas Parkir

Kegiatan parkir dapat dilakukan pada badan jalan dan di area parkir khusus di luar

badan jalan. Fasilitas parkir pada badan jalan (on-street parking) adalah fasilitas parkir

yang menggunakan tepi jalan. Fasilitas parkir di luar badan jalan (off-street parking)

adalah fasilitas parkir kendaraan di luar tepi jalan umum yang dibuat khusus atau

penunjang kegiatan yang dapat berupa tempat parkir dan/ gedung parkir.

c. Pengertian Gedung Parkir

Menurut Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang

Pengelolaan Tempat Parkir, gedung parkir adalah fasilitas parkir off-street dengan tipe

lahan parkir yang tertutup berupa bangunan, dapat berupa basement atau bertingkat

yang mana tiap lantainya dibuat sedemikian rupa agar dapat dipergunakan untuk parkir

kendaraan.

d. Rancangan Gedung Parkir

1. Kebutuhan Lahan Parkir, sangat dipengaruhi oleh jenis-jenis kegiatan yang

ada pada suatu pusat kegiatan. Semakin banyak orang dan kegiatan yang

dilakukan, semakin banyak juga lahan parkir yang diperlukan.

2. Sistem Perpindahan Antar Lantai, [1] Secara mekanis, dengan menggunakan

lift atau elevator. Sistem ini hanya efektif digunakan bila keterbatasan ruang

adalah tinggi dan lamanya parkir adalah cukup panjang. [2] Dengan

menggunakan ramp atau lantai dengan kemiringan (sloping floor), dapat berupa

jalur belokan memutar yang mendaki (helical ramp) atau jalur lurus yang

mendaki (straight ramp). Tinggi minimal ruang bebas pada lantai gedung parkir

adalah 2,50 meter.

3. Penentuan Satuan Ruang Parkir (SRP), yang dimaksud satuan ruang parkir

adalah tempat parkir untuk satu kendaraan. Penentuan atas satuan ruang parkir

didasarkan pada dimensi kendaraan standar, lebar bukaan pintu kendaraan dan

ruang bebas kendaraan parkir.

4. Penentuan Gang Parkir (Driveway), yang dimaksud dengan gang parkir

adalah jalan yang menghubungkan antara ruang parkir dan ramp, selain itu gang

parkir mempunyai fungsi untuk sirkulasi kendaraan dalam bangunan parkir.

Page 186: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 186

3. METODE PENELITIAN

Garis besar prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer

berupa data volume kendaraan parkir yang diperoleh melalui survey di lokasi penelitian.

Data sekunder berupa data kapasitas parkir, tarif parkir, penelitian terdahulu, peraturan

daerah tentang pengelolaan parkir dan daftar harga satuan pekerjaan konstruksi. Dari

data tersebut kemudian dilakukan analisa meliputi estimasi kebutuhan parkir,

perencanaan gedung parkir, penghitungan biaya dan evaluasi kelayakan rencana

investasi.

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian

4. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan Estimasi Kebutuhan Parkir

a. Kebutuhan Parkir Saat Ini

Survey kendaraan parkir dilakukan pada satu hari kerja dan satu hari libur sesuai

dengan jam operasi pusat perbelanjaan yaitu mulai pukul 10.00-22.00 WIB pada areal

parkir yang disediakan oleh pusat perbelanjaan dan areal parkir pada badan jalan di

sekitar pusat perbelanjaan. Kebutuhan parkir dihitung dengan cara menjumlahkan

kendaraan parkir maksimum pada saat jam puncak di areal parkir pusat perbelanjaan

dan pada badan jalan. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan parkir mobil saat ini

= 627 + 182 = 809 Satuan Ruang Parkir (SRP).

2. Kebutuhan parkir sepeda motor saat ini

= 358 + 143 = 501 SRP.

Page 187: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 187

b. Prediksi Kebutuhan Parkir Selama 10 Tahun

Pertumbuhan kendaraan parkir di areal parkir MOG bulan dalam 6 bulan terakhir

(Januari-Juni 2012) mencapai 1,2 % (Building Management MOG : 2012). Dari data

tersebut diasumsikan bahwa terdapat penambahan jumlah kendaraan parkir sebesar 2,4

% per tahun atau 24 % per 10 tahun (sesuai umur rencana gedung parkir) dari

kebutuhan parkir saat ini. Kebutuhan parkir selama 10 tahun diperoleh dengan

mengalikan kebutuhan parkir saat ini dengan 124 %. Hasil perhitungannya adalah

sebagai berikut :

1. Kebutuhan parkir mobil selama 10 tahun

= 809 x 124 % = 1003,16 ≈ 1004 SRP.

2. Kebutuhan parkir sepeda motor selama 10 tahun

= 501 x 124 % = 621,24 ≈ 622 SRP.

B. Perencanaan Gedung Parkir

a. Perencanaan Kapasitas Gedung Parkir

Gedung parkir akan dibangun pada areal parkir mobil yang terletak di belakang

Mall Olympic Garden dengan luas efektif 40 m x 75 m dengan umur rencana 10 tahun.

Pembangunan gedung parkir ini akan menghilangkan 162 areal parkir mobil di lokasi

rencana pembangunan gedung parkir tersebut.

Untuk kebutuhan parkir sepeda motor, Mall Olympic Garden saat ini telah memiliki

kapasitas parkir sebanyak 770 SRP, sedangkan kebutuhan parkir sepeda motor selama

10 tahun adalah 622 SRP, dengan demikian kapasitas parkir sepeda motor sudah

mencukupi dan tidak perlu dilakukan penambahan areal parkir sepeda motor.

Untuk kebutuhan parkir mobil, Mall Olympic Garden saat ini telah memiliki

kapasitas parkir mobil sebanyak 630 SRP, namun 162 areal parkir di belakang pusat

perbelanjaan dihilangkan untuk pembangunan gedung parkir, maka kapasitas parkir

yang ada sebanyak 630 – 162 = 468 SRP. Kebutuhan parkir mobil selama 10 tahun

adalah 1004 SRP, dengan demikian kapasitas parkir mobil tidak mencukupi dan perlu

melakukan penambahan areal parkir mobil sebanyak 1004 – 468 = 536 SRP.

b. Perencanaan Desain Gedung Parkir

Direncanakan gedung parkir 6 lantai dengan panjang 72 m dan lebar 33 m (luas

gedung parkir per lantai = 2376 m2). Lantai 1 memiliki kapasitas parkir sebesar 86 SRP,

sedangkan lantai 2 sampai dengan lantai 6 masing-masing lantai memiliki kapasitas

parkir sebesar 90 SRP. Gedung parkir keseluruhan memiliki kapasitas total sebesar 536

SRP.

Berdasarkan tata letaknya, gedung parkir rencana merupakan gedung parkir dengan

jenis lantai terpisah, artinya tiap lantainya memiliki 2 bagian yang memiliki beda tinggi

1,7 m. Sistem perpindahan antar lantai menggunakan straight ramp dengan lebar 4 m

dan panjang 10 m dengan kemiringan 9,65º. Besarnya 1 ruang parkir adalah 2,6 m x 5,0

m dengan gang parkir selebar 6,5 m. Kendaraan direncanakan parkir dengan sudut 90º

terhadap gang parkir. Karena mempunyai kapasitas parkir yang besar, maka dibuat 1

buah pos karcis masuk dan 1 buah pos karcis keluar.

Berdasarkan jenis konstruksinya, direncanakan dua buah alternatif gedung parkir

yaitu konstruksi beton bertulang (alternatif A) dan baja profil WF (alternatif B). Pondasi

yang digunakan untuk kedua alternatif tersebut adalah pondasi bored pile. Perhitungan

analisa struktur gedung parkir menggunakan program bantu STAAD Pro V8i.

Page 188: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 188

C. Perhitungan Estimasi Biaya Gedung Parkir

a. Biaya Pendahuluan

Biaya pendahuluan terdiri dari biaya mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

dan biaya studi, perencanaan (DED) dan pengawasan gedung parkir. Hasil perhitungan

biaya pendahuluan untuk gedung parkir alternatif A (beton bertulang) adalah sebesar

Rp.318.496.000,00 dan gedung parkir alternatif B (baja profil WF) adalah sebesar

Rp.422.586.000,00.

b. Biaya Investasi Tetap

1. Biaya Konstruksi

Dari hasil perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) pembangunan

gedung parkir alternatif A (beton bertulang) diperoleh biaya konstruksi sebesar

Rp.6.656.000.000,00 dan gedung parkir alternatif B (baja profil WF) sebesar

Rp.9.630.000.000,00.

2. Biaya Investasi Alat Penunjang

Biaya investasi alat penunjang terdiri dari pos jaga karcis, komputer +

printer, alat bantu parkir, penerangan gedung parkir dan sistem pencegah

kebakaran. Dari hasil perhitungan biaya investasi alat penunjang diperoleh biaya

investasi alat penunjang sebesar Rp.95.000.000,00.

3. Biaya Operasional dan Perawatan

Total biaya operasional adalah sebesar Rp.479.040.000,00 per tahun dan

akan bertambah sebesar 10 % dari biaya operasional tersebut seiring dengan

pertumbuhan jumlah kendaraan yang parkir dan kenaikan upah minimum

pegawai parkir per tahun.

Biaya perawatan rutin per tahun yang terdiri dari perawatan alat-alat

penerangan dan pemadam kebakaran sebesar Rp.9.500.000,00 per tahun. Biaya

perawatan berkala setiap 5 tahun untuk perbaikan struktur adalah sebesar

Rp.133.120.000,00 per 5 tahun untuk konstruksi beton bertulang dan sebesar

Rp.192.600.000,00 per 5 tahun untuk konstruksi baja profil WF.

Dari perhitungan biaya pendahuluan, biaya investasi tetap dan biaya operasional

dan perawatan diperoleh rekapitulasi biaya gedung parkir alternatif A (beton bertulang)

sebesar Rp.16.388.952.356,03 dan gedung parkir alternatif B (baja profil WF) sebesar

Rp.19.586.002.356,03. Hasil perhitungan rekapitulasi biaya gedung parkir tersebut

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 : Rekapitulasi Biaya Gedung Parkir per Tahun

NO. TAHUNTAHUN

TINJAUANURAIAN BIAYA

GEDUNG PARKIR

ALTERNATIF A (BETON

BERTULANG)

GEDUNG PARKIR

ALTERNATIF B (BAJA

PROFIL WF)

BIAYA PENDAHULUAN Rp318.496.000,00 Rp422.586.000,00

BIAYA KONSTRUKSI Rp6.656.000.000,00 Rp9.630.000.000,00

BIAYA INVESTASI ALAT PENUNJANG Rp95.000.000,00 Rp95.000.000,00

BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp488.540.000,00 Rp488.540.000,00

2 2013 1 BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp537.394.000,00 Rp537.394.000,00

3 2014 2 BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp591.133.400,00 Rp591.133.400,00

4 2015 3 BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp650.246.740,00 Rp650.246.740,00

5 2016 4 BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp715.271.414,00 Rp715.271.414,00

BIAYA PERAWATAN BERKALA UNTUK STRUKTUR Rp133.120.000,00 Rp192.600.000,00

BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp786.798.555,40 Rp786.798.555,40

7 2018 6 BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp865.478.410,94 Rp865.478.410,94

8 2019 7 BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp952.026.252,03 Rp952.026.252,03

9 2020 8 BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp1.047.228.877,24 Rp1.047.228.877,24

10 2021 9 BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp1.151.951.764,96 Rp1.151.951.764,96

BIAYA PERAWATAN BERKALA UNTUK STRUKTUR Rp133.120.000,00 Rp192.600.000,00

BIAYA OPERASIONAL DAN PERAWATAN ALAT PENUNJANG Rp1.267.146.941,46 Rp1.267.146.941,46

Rp16.388.952.356,03 Rp19.586.002.356,03

1 02012

JUMLAH BIAYA

520176

10202211

Page 189: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 189

D. Pendapatan Gedung Parkir

Pendapatan gedung parkir diperoleh dari tarif parkir yang dikenakan kepada

pengguna jasa parkir dikurangi dengan pajak pendapatan parkir sebesar 25 % yang

dibayarkan kepada Pemerintah Kota Malang. Tarif parkir saat ini sebesar Rp.3.500,00

dan akan mengalami kenaikan tarif sebesar Rp.500,00 per 2 tahun, sedangkan

pertumbuhan kendaraan sebesar 2,4 % per tahun. Hasil perhitungan estimasi pendapatan

gedung parkir selama 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 : Estimasi Pendapatan Gedung Parkir

E. Evaluasi Kelayakan Rencana Investasi

a. Metode Net Present Value (NPV)

Dari hasil perhitungan analisa kelayakan dengan menggunakan metode NPV untuk

gedung parkir alternatif A (beton bertulang) mendapatkan nilai NPV sebesar

Rp.3.261.862.492,38 dan gedung parkir alternatif B (baja profil WF) mendapatkan nilai

NPV sebesar Rp.130.870.974,89. Hasil perhitungan analisa kelayakan dengan metode

NPV untuk masing-masing alternatif gedung parkir dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Nilai NPV dari kedua alternatif gedung parkir tersebut bernilai positif, maka

keduanya dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Gedung parkir dengan alternatif A

(beton bertulang) memiliki nilai NPV yang lebih besar daripada gedung parkir alternatif

B (baja profil WF), dengan demikian investasi gedung parkir menggunakan konstruksi

beton bertulang memiliki keuntungan investasi yang lebih besar daripada menggunakan

jenis konstruksi baja profil WF.

Tabel 3 : Net Present Value Gedung Parkir Alternatif A (Beton Bertulang)

No. Tahun Tarif ParkirPrediksi Jumlah

Kendaraan Per Hari

Jumlah Hari per

Tahun

Pendapatan Parkir

Sebelum Pajak

Pendapatan Parkir

Setelah Pajak

0 2012 Rp3.500,00 2057 - -

1 2013 Rp3.500,00 2106,37 365 Rp2.690.885.120,00 Rp2.018.163.840,00

2 2014 Rp3.500,00 2156,92 365 Rp2.755.466.362,88 Rp2.066.599.772,16

3 2015 Rp4.000,00 2208,69 365 Rp3.224.682.920,67 Rp2.418.512.190,50

4 2016 Rp4.000,00 2261,70 365 Rp3.302.075.310,77 Rp2.476.556.483,08

5 2017 Rp4.500,00 2315,98 365 Rp3.803.990.758,01 Rp2.852.993.068,50

6 2018 Rp4.500,00 2371,56 365 Rp3.895.286.536,20 Rp2.921.464.902,15

7 2019 Rp5.000,00 2428,48 365 Rp4.431.970.458,96 Rp3.323.977.844,22

8 2020 Rp5.000,00 2486,76 365 Rp4.538.337.749,98 Rp3.403.753.312,48

9 2021 Rp5.500,00 2546,44 365 Rp5.111.983.641,58 Rp3.833.987.731,18

10 2022 Rp5.500,00 2607,56 365 Rp5.234.671.248,97 Rp3.926.003.436,73

Rp38.989.350.108,02 Rp29.242.012.581,02

Keterangan :

Tarif Saat Ini Rp3.500,00

Kenaikan Tarif Rp500,00 per 2tahun

Pertumbuhan

Kendaraan2,40% per tahun

Pajak

Pendapatan

Parkir

25,00% per tahun

JUMLAH PENDAPATAN SELAMA UMUR RENCANA

2012 0 12 1,0000 - - Rp7.558.036.000,00 Rp7.558.036.000,00

2013 1 12 0,8929 Rp2.018.163.840,00 Rp1.801.932.000,00 Rp537.394.000,00 Rp479.816.071,43

2014 2 12 0,7972 Rp2.066.599.772,16 Rp1.647.480.685,71 Rp591.133.400,00 Rp471.247.927,30

2015 3 12 0,7118 Rp2.418.512.190,50 Rp1.721.449.206,30 Rp650.246.740,00 Rp462.832.785,74

2016 4 12 0,6355 Rp2.476.556.483,08 Rp1.573.896.417,19 Rp715.271.414,00 Rp454.567.914,56

2017 5 12 0,5674 Rp2.852.993.068,50 Rp1.618.864.886,25 Rp919.918.555,40 Rp521.986.493,41

2018 6 12 0,5066 Rp2.921.464.902,15 Rp1.480.105.038,86 Rp865.478.410,94 Rp438.478.297,69

2019 7 12 0,4523 Rp3.323.977.844,22 Rp1.503.598.769,63 Rp952.026.252,03 Rp430.648.328,09

2020 8 12 0,4039 Rp3.403.753.312,48 Rp1.374.718.875,09 Rp1.047.228.877,24 Rp422.958.179,37

2021 9 12 0,3606 Rp3.833.987.731,18 Rp1.382.574.411,52 Rp1.151.951.764,96 Rp415.405.354,74

2022 10 12 0,3220 Rp3.926.003.436,73 Rp1.264.068.033,39 Rp1.400.266.941,46 Rp450.848.479,23

Rp29.242.012.581,02 Rp15.368.688.323,94 Rp16.388.952.356,03 Rp12.106.825.831,55

NPV (A) = PRESENT WORTH BENEFIT — PRESENT WORTH COST

= Rp3.261.862.492,38

TOTAL

PRESENT WORTH

BENEFIT

BIAYA INVESTASI

(COST)

PRESENT WORTH

COSTTAHUN n

DISC RATE

(%)P/F FACT

KEUNTUNGAN

(BENEFIT)

Page 190: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 190

Tabel 4 : Net Present Value Gedung Parkir Alternatif B (Baja Profil WF)

b. Metode Internal Rate of Return (IRR)

Dari hasil perhitungan analisa kelayakan dengan menggunakan metode IRR,

gedung parkir harus mempunyai nilai IRR diatas tingkat suku bunga (IRR > 12%) untuk

dapat dikatakan layak. Gedung parkir alternatif A (beton bertulang) mendapatkan nilai

IRR = 20,6065422 % dan gedung parkir alternatif B (baja profil WF) mempunyai nilai

IRR = 12,2676785 %, maka kedua gedung parkir tersebut layak untuk dilaksanakan.

Hasil perhitungan analisa kelayakan dengan metode IRR untuk masing-masing

alternatif gedung parkir dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 5 : Internal Rate of Return Gedung Parkir Alternatif A (Beton Bertulang)

Tabel 6 : Internal Rate of Return Gedung Parkir Alternatif B (Baja Profil WF)

2012 0 12 1,0000 - - Rp10.636.126.000,00 Rp10.636.126.000,00

2013 1 12 0,8929 Rp2.018.163.840,00 Rp1.801.932.000,00 Rp537.394.000,00 Rp479.816.071,43

2014 2 12 0,7972 Rp2.066.599.772,16 Rp1.647.480.685,71 Rp591.133.400,00 Rp471.247.927,30

2015 3 12 0,7118 Rp2.418.512.190,50 Rp1.721.449.206,30 Rp650.246.740,00 Rp462.832.785,74

2016 4 12 0,6355 Rp2.476.556.483,08 Rp1.573.896.417,19 Rp715.271.414,00 Rp454.567.914,56

2017 5 12 0,5674 Rp2.852.993.068,50 Rp1.618.864.886,25 Rp979.398.555,40 Rp555.737.042,79

2018 6 12 0,5066 Rp2.921.464.902,15 Rp1.480.105.038,86 Rp865.478.410,94 Rp438.478.297,69

2019 7 12 0,4523 Rp3.323.977.844,22 Rp1.503.598.769,63 Rp952.026.252,03 Rp430.648.328,09

2020 8 12 0,4039 Rp3.403.753.312,48 Rp1.374.718.875,09 Rp1.047.228.877,24 Rp422.958.179,37

2021 9 12 0,3606 Rp3.833.987.731,18 Rp1.382.574.411,52 Rp1.151.951.764,96 Rp415.405.354,74

2022 10 12 0,3220 Rp3.926.003.436,73 Rp1.264.068.033,39 Rp1.459.746.941,46 Rp469.999.447,34

Rp29.242.012.581,02 Rp15.368.688.323,94 Rp19.586.002.356,03 Rp15.237.817.349,04

NPV (B) = PRESENT WORTH BENEFIT — PRESENT WORTH COST

=

PRESENT WORTH

COST

PRESENT WORTH

BENEFIT

BIAYA INVESTASI

(COST)

Rp130.870.974,89

Tahun nDISC RATE

(%)P/F FACT

KEUNTUNGAN

(BENEFIT)

TOTAL

2012 0 20,6065422 1,0000 - - Rp7.558.036.000,00 Rp7.558.036.000,00

2013 1 20,6065422 0,8291 Rp2.018.163.840,00 Rp1.673.345.245,78 Rp537.394.000,00 Rp445.576.160,46

2014 2 20,6065422 0,6875 Rp2.066.599.772,16 Rp1.420.740.119,42 Rp591.133.400,00 Rp406.390.704,49

2015 3 20,6065422 0,5700 Rp2.418.512.190,50 Rp1.378.591.770,51 Rp650.246.740,00 Rp370.651.348,41

2016 4 20,6065422 0,4726 Rp2.476.556.483,08 Rp1.170.482.087,66 Rp715.271.414,00 Rp338.055.030,70

2017 5 20,6065422 0,3919 Rp2.852.993.068,50 Rp1.118.011.793,05 Rp919.918.555,40 Rp360.491.515,01

2018 6 20,6065422 0,3249 Rp2.921.464.902,15 Rp949.238.785,23 Rp865.478.410,94 Rp281.210.181,52

2019 7 20,6065422 0,2694 Rp3.323.977.844,22 Rp895.492.712,03 Rp952.026.252,03 Rp256.479.618,79

2020 8 20,6065422 0,2234 Rp3.403.753.312,48 Rp760.310.776,18 Rp1.047.228.877,24 Rp233.923.944,36

2021 9 20,6065422 0,1852 Rp3.833.987.731,18 Rp710.089.222,91 Rp1.151.951.764,96 Rp213.351.891,29

2022 10 20,6065422 0,1536 Rp3.926.003.436,73 Rp602.895.457,41 Rp1.400.266.941,46 Rp215.031.543,34

Rp29.242.012.581,02 Rp10.679.198.000,00 Rp16.388.952.356,03 Rp10.679.198.000,00

NPV Rp0,00

JUMLAH

Tahun nDISC RATE

(%)P/F FACT

KEUNTUNGAN

(BENEFIT)

PRESENT WORTH

(BENEFIT)BIAYA INVESTASI(Rp)

PRESENT WORTH

(COST)

2012 0 12,2676785 1,0000 - - Rp10.636.126.000,00 Rp10.636.126.000,00

2013 1 12,2676785 0,8907 Rp2.018.163.840,00 Rp1.797.635.674,81 Rp537.394.000,00 Rp478.672.051,64

2014 2 12,2676785 0,7934 Rp2.066.599.772,16 Rp1.639.633.913,88 Rp591.133.400,00 Rp469.003.424,52

2015 3 12,2676785 0,7067 Rp2.418.512.190,50 Rp1.709.165.248,37 Rp650.246.740,00 Rp459.530.092,61

2016 4 12,2676785 0,6295 Rp2.476.556.483,08 Rp1.558.939.525,35 Rp715.271.414,00 Rp450.248.111,14

2017 5 12,2676785 0,5607 Rp2.852.993.068,50 Rp1.599.657.494,65 Rp979.398.555,40 Rp549.143.373,92

2018 6 12,2676785 0,4994 Rp2.921.464.902,15 Rp1.459.056.868,74 Rp865.478.410,94 Rp432.242.817,40

2019 7 12,2676785 0,4449 Rp3.323.977.844,22 Rp1.478.682.470,27 Rp952.026.252,03 Rp423.512.007,63

2020 8 12,2676785 0,3962 Rp3.403.753.312,48 Rp1.348.714.848,11 Rp1.047.228.877,24 Rp414.957.550,22

2021 9 12,2676785 0,3529 Rp3.833.987.731,18 Rp1.353.187.689,65 Rp1.151.951.764,96 Rp406.575.883,05

2022 10 12,2676785 0,3144 Rp3.926.003.436,73 Rp1.234.250.331,63 Rp1.459.746.941,46 Rp458.912.778,76

Rp29.242.012.581,02 Rp15.178.924.100,00 Rp19.586.002.356,03 Rp15.178.924.100,00

NPV Rp0,00

JUMLAH

BIAYA INVESTASI(Rp)PRESENT WORTH

(COST)Tahun n

DISC RATE

(%)P/F FACT

KEUNTUNGAN

(BENEFIT)

PRESENT WORTH

(BENEFIT)

Page 191: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 191

c. Metode Break Event Point (BEP)

Dari hasil analisa kelayakan dengan menggunakan metode BEP, waktu pencapaian

BEP untuk gedung parkir alternatif A (beton bertulang) adalah pada tahun ke-6,5 (6

tahun 6 bulan) dan untuk gedung parkir alternatif B (baja profil WF) adalah pada tahun

ke-9,83 (9 tahun 10 bulan). Hasil analisa metode BEP dapat dilihat pada Gambar 2 dan

3.

Gambar 2. Break Event Point Gedung Parkir Alternatif A (Beton Bertulang)

Gambar 3. Break Event Point Gedung Parkir Alternatif B (Baja Profil WF)

5. KESIMPULAN

1. Kebutuhan lahan parkir di Mall Olympic Garden saat ini sangat tinggi dan melebihi

kapasitas parkir yang ada. Pertumbuhan kendaraan parkir di Mall Olympic Garden

mencapai 2,4 % per tahun. Untuk itu, perlu dilakukan penambahan areal parkir.

2. Dari analisa menggunakan metode Net Present Value (NPV) didapat nilai NPV =

Rp.3.261.862.492,38 untuk gedung alternatif A (beton bertulang) dan nilai NPV =

Rp.130.870.974,89 untuk gedung alternatif B (baja profil WF). Dari hasil

perhitungan NPV kedua alternatif gedung parkir diatas memiliki nilai yang positif,

Page 192: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 192

maka pembangunan gedung parkir bertingkat di Mall Olympic Garden (MOG)

layak untuk dilaksanakan. Dari analisa menggunakan metode Internal Rate of

Return (IRR) didapat nilai IRR = 20,607 % untuk gedung alternatif A (beton

bertulang) dan IRR = 12,268 % untuk gedung alternatif B (baja profil WF). Nilai

pembangunan kedua alternatif gedung parkir tersebut bernilai > dari tingkat suku

bunga (12 %), maka pembangunan gedung parkir bertingkat di Mall Olympic

Garden (MOG) layak untuk dilaksanakan. Dari analisa menggunakan metode Break

Event Point (BEP), gedung parkir alternatif A (beton bertulang) memiliki waktu

pencapaian BEP pada tahun ke-6,5 (6 tahun 6 bulan) dan gedung parkir alternatif B

(baja profil WF) memiliki waktu pencapaian BEP pada tahun ke-9,83 (9 tahun 10

bulan).

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Abubakar, I (1998) Pedoman perencanaan dan pengoperasian fasilitas parkir.

Jakarta: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktorat Jenderal

Perhubungan Darat.

2. Giatman, M (2006) Ekonomi teknik. Jakarta: Rajawali Press.

3. Kasuma, I.G. Narendra (2011) Analisis kelayakan finansial rencana pembangunan

gedung parkir bertingkat di pasar Lokitasari, Tesis Program Pascasarjana, Program

Studi Teknik Sipil, Universitas Udayana Denpasar.

4. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : 272/ HK.105/ DRJD/ 96

Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir.

5. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Tempat

Parkir.

6. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Retribusi Ijin

Mendirikan Bangunan (IMB).

7. Pujawan, I Nyoman (1995) Ekonomi teknik. Jakarta: Guna Widya.

8. Setiawan, Rudy (2005) Studi kelayakan pembangunan gedung parkir dan analisis

‘willingness to pay’ : studi kasus Universitas Kristen Petra, Jurnal Teknik Sipil,

Universitas Kristen Petra Surabaya.

9. Supriyatna, Yatna (2011) Estimasi biaya pemeliharaan bangunan gedung, Majalah

Ilmiah, Universitas Komputer Indonesia Bandung.

10. Sutojo, Siswanto (1996) Studi kelayakan proyek : teori & praktek.

Jakarta: PT. Pustaka Binaman Presindo.

11. Valentino, Wendra (2003) Studi kelayakan bangunan parkir bertingkat

untuk kampus dalam kota, Skripsi, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik

Parahyangan Bandung.

Page 193: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 193

INDEKS PENGARUH PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM

KEBERHASILAN PROYEK APARTEMEN DI SURABAYA

Herry Pintardi Chandraiii

dan I Putu Artama Wiguna2

1Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp 031-

5946094, Jurusan Teknik Sipil UK. Petra Surabaya, email: [email protected] 2Jurusan Teknik Sipil FTSP, ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, Telp 031-5946094, email:

[email protected]

ABSTRAK

Pemangku kepentingan mempunyai dominasi, sikap, dan kepentingan pribadi yang dapat

mempengaruhi keluaran proyek. Dominasi pemangku kepentingan ini disebabkan oleh adanya kekuasaan,

legitimasi, urgensi, kedekatan, dan pengetahuan pemangku kepentingan. Sikap pemangku kepentingan

dapat dibedakan dari aktif beroposisi hingga aktif mendukung tujuan proyek. Besarnya pengaruh yang

disebabkan oleh dominasi, sikap, dan kepentingan pribadi pemangku kepentingan ini dapat dinyatakan

dalam suatu Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

besarnya Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan pada proyek apartemen di Surabaya. Data

dikumpulkan dari jawaban kuesioner terhadap 9 proyek apartemen di Surabaya dengan total responden

sebanyak 18 orang yang terdiri dari 9 orang mewakili pemilik apartemen, dan 9 orang mewakili

kontraktor apartemen. Teknik analisis yang dilakukan adalah menghitung besarnya Stakeholder Impact I,

Stakeholder Vested Interest-Impact Index , dan Stakeholder Influence Index . Makin besar angka

Stakeholder Influence Index makin besar pengaruhnya terhadap keberhasilan proyek.Menurut pemilik

apartemen, peringkat Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan terbesar berasal dari pemilik, disusul

kontraktor dan pengawas, dan terkecil berasal dari masyarakat dengan angka indeks masing-masing

sebesar 1,70; 1,47; 1,15; dan – 0,07. Kontraktor berpandangan bahwa peringkat Indeks Pengaruh

Pemangku Kepentingan terbesar berasal dari kontraktor, disusul pemilik dan subkontraktor, dan terkecil

berasal dari pengawas dengan angka indeks sebesar 1,60; 1,25; 0,67; dan – 0,23.

Kata kunci: indeks pengaruh, pemangku kepentingan, apartemen.

1. Pendahuluan

Pembangunan apartemen di Surabaya dalam beberapa tahun terakhir ini

menunjukkan kemajuan yang pesat. Keberhasilan pelaksanaan proyek apartemen

senantiasa dipengaruhi oleh pemangku kepentingan terkait. Pemangku kepentingan

merupakan individu atau organisasi yang aktif terlibat dalam proyek, berkepentingan

terhadap proyek yang bisa memberikan pengaruh positif atau negatif dalam eksekusi,

penyelesaian atau keluaran proyek. Pemangku kepentingan ini dapat mempengaruhi

atau dipengaruhi oleh tujuan organisasi [1], memberikan masukan dan manfaat dalam

membuat keputusan [2], dan mempunyai kepentingan pribadi terhadap keberhasilan

proyek [3]. Dilain pihak, pemangku kepentingan mempunyai legitimasi terhadap klaim

dari aspek substansi proyek [4]. Pemangku kepentingan berfungsi sebagai pengontrol,

pelaksana, penghambat, dan penasehat [5]. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa

keberhasilan proyek merupakan keberhasilan dalam mengelola perbedaan demi

perbedaan dari pemangku kepentingan yang ada dalam proyek [6]. Hal senada juga

menjelaskan bahwa pemangku kepentingan mempunyai perbedaan kepentingan pribadi

dan seringkali persepsi keberhasilan proyek tidak sejalan dengan berbagai kepentingan

pemangku kepentingan [7]. Perbedaan kepentingan dan harapan pemangku kepentingan

ini akan mempengaruhi sikap pemangku kepentingan terhadap tujuan organisasi. Sikap

Page 194: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 194

pemangku kepentingan dapat dibedakan dari aktif beroposisi hingga aktif mendukung

tujuan proyek. Pemangku kepentingan adalah sumber utama ketidakpastian dalam

proyek. Ward dan Chapman [8] memperkenalkan konsep yang berkaitan dengan bentuk,

manfaat, dan ketidakpastian pemangku kepentingan. Pendekatan yang dipakai untuk

mengklasifikasi pemangku kepentingan adalah kekuasaan, legitimasi, dan urgensi [9],

posisi terhadap proyek [3], indeks dampak- kepentingan pribadi [10], dan indeks

dampak pemangku kepentingan eksternal [11].

Bertolak dari uraian di atas dapat ditunjukkan bahwa pemangku kepentingan

mempunyai dominasi, sikap, dan kepentingan pribadi yang dapat mempengaruhi

keluaran proyek. Untuk memperhitungkan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh

pemangku kepentingan selama pembangunan proyek apartemen tersebut, maka perlu

mengetahui sejauh mana pengaruh pemangku kepentingan terkait. Oleh karena itu

diperlukan suatu indeks yang dapat memberikan gambaran yang terkait dengan

dominasi, sikap, dan kepentingan pribadi dari pemangku kepentingan. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya indeks pengaruh pemangku

kepentingan yang dapat mempengaruhi keberhasilan proyek.

Dominasi Pemangku Kepentingan

Dominasi Pemangku Kepentingan (Stakeholder Impact I) adalah penguasaan

yang ditimbulkan oleh individu atau organisasi yang terlibat dalam proyek atau yang

kepentingannya dapat mempengaruhi keberhasilan proyek. Dominasi yang ditimbulkan

oleh pemangku kepentingan terhadap suksesnya proyek disebabkan oleh Kekuasaan

(Power P), Legitimasi (Legitimate L), Urgensi (Urgency U), Kedekatan (Proximity D),

dan Pengetahuan (Knowledge K) [12]. Bourne dan Walker [10] menyampaikan

hubungan antara kepentingan-dominasi dan konsep yang diturunkan dari penilaian

risiko dengan menganalisis probabilitas-dominasi.

Kekuasaan merupakan kemampuan individu yang dapat mempengaruhi individu

lainnya sehingga dapat menanggapi perintah yang diberikannya [13]. Kekuasaan ini

akan meningkat jika kemampuannya untuk memobilisasi dan menarik kembali terhadap

masa dan kekuatan politik yang dimiliki sama besarnya [14]. Legitimasi merupakan

syarat mutlak untuk suksesnya transaksi dengan pemangku kepentingan [1], yang

timbul karena adanya posisi, kewenangan resmi, budaya masyarakat, kontraktual, legal,

dan kebenaran moral [12]. Urgensi merupakan tingkat dimana tuntutan atau klaim dari

pemangku kepentingan meminta perhatian dengan segera, sensitif terhadap waktu, dan

bersifat kritis [9]. Kedekatan pemangku kepentingan berkaitan dengan keberadaan dan

hubungannya dengan proyek [12]. Pengetahuan merupakan sesuatu yang melekat pada

pemikiran, dialektika, dan hirarkhi yang dibedakan atas priori knowledge dan posteriori

knowledge [15].

Sikap Pemangku Kepentingan

Sikap (Attitude ) adalah kecenderungan untuk bereaksi pada situasi, orang,

atau konsep dengan respon utama yang bisa bersifat positif atau negatif [13]. Ada 5

tingkatan sikap dari pemangku kepentingan, yaitu aktif beroposisi, pasif beroposisi,

tidak berkomitmen, pasif mendukung, dan aktif mendukung terhadap keberhasilan

proyek [3]. Sikap pemangku kepentingan didasarkan dari kepercayaan dan nilai yang

Page 195: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 195

dipegangnya, dan mempengaruhi perilakunya dalam bentuk tindakan dan pertimbangan

terhadap pelaksanaan proyek itu.

Kepentingan Pribadi Pemangku Kepentingan

Kepentingan Pribadi Pemangku Kepentingan (Stakeholder Vested Interest V}

merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan proyek [16]. Perbedaan klaim, hak,

dan harapan pemangku kepentingan dapat mempengaruhi proses organisasi dan dalam

kasus yang ekstrim dapat menampakkan ancaman bagi proyek [1]. Pemangku

kepentingan biasanya melihat kepentingan pribadi dalam isu strategis. Cleland dan

Ireland [4] mengidentifikasi kepentingan pribadi pemangku kepentingan berdasarkan

variabel Misi yang Relevan (Mission Relevancy MR) , Kepentingan Ekonomi

(Economic Interest EI), Hak Hukum (Legal Right LR), Dukungan Politik (Political

Support PS), Kesehatan dan Keselamatan ( Health and Safety HS), Gaya Hidup

(Lifestyle LS), Tantangan (Opportunism O ), dan Kelangsungan Hidup (Survival S).

Stakeholder Influence Index Nguyen et al. [12] merekomendasikan formula Indeks Dominasi-Kepentingan

Pribadi Pemangku Kepentingan (Stakeholder Vested Interest-Impact Index ) yang

merupakan gabungan dari variabel Dampak Pemangku Kepentingan (Stakeholder

Impact I) dan Kepentingan Pribadi Pemangku Kepentingan (Stakeholder Vested Interest

V). Untuk menggabungkan Indeks Dominasi-Kepentingan Pribadi Pemangku

Kepentingan ( ) dengan Sikap Pemangku Kepentingan ( ) dipakai Indeks

Pengaruh Pemangku Kepentingan (Stakeholder Influence Index . Makin besar

angka Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan, makin besar pengaruh pemangku

kepentingan tersebut dalam keberhasilan proyek.

2. Metode

Sampel dari penelitian ini adalah 9 proyek apartemen di Surabaya dengan total

responden sebanyak 18 orang yang terdiri dari 9 orang mewakili pemilik apartemen,

dan 9 orang mewakili kontraktor apartemen. Penelitian dilakukan pada saat pelaksanaan

proyek apartemen berlangsung. Data [17] di analisis dengan menggunakan formula

Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan (Stakeholder Influence Index ) [12].

Tahapan analisis yang dilakukan adalah: (1) menghitung dominasi pemangku

kepentingan (Stakeholder Impact I ), (2) menghitung Indeks Dominasi-Kepentingan

Pribadi Pemangku Kepentingan (Stakeholder Vested Interest-Impact Index ), dan (3)

menghitung Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan ( Stakeholder Influence

Index ). Untuk lengkapnya dapat dilihat formula berikut:

Stakeholder Impact I = P+L+U+D+K ...........................................................................(1)

Stakeholder Vested Interest-Impact Index √

........................................................(2)

Stakeholder Influence Index = * ..................................................................(3)

Angka indeks mencerminkan besarnya pengaruh pemangku kepentingan dalam

keberhasilan proyek, makin tinggi angka indeks makin besar pengaruhnya terhadap

keberhasilan proyek.

Page 196: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 196

3. Hasil dan Pembahasan

1. Dominasi Pemangku Kepentingan (I)

Analisis Dominasi Pemangku Kepentingan (Stakeholder Impact I) merupakan

analisis jumlah dari dominasi pemangku kepentingan yang disebabkan adanya Power

(P), Legitimate (L), Urgency (U), Proximity (D), dan Knowledge (K). Skala pengukuran

Power (P) adalah 1,00 = sangat rendah; 2,00 = rendah; 3,00 = tinggi; 4,00 = sangat

tinggi. Skala pengukuran Legitimate (L) adalah 0 = tidak berhubungan langsung dengan

proyek hingga 3,00 = berhubungan dalam bentuk kontraktual dengan proyek. Skala

pengukuran Urgency (U) adalah 0 = tidak membutuhkan tindakan segera hingga 3,00 =

membutuhkan tindakan segera. Skala pengukuran Proximity (D) adalah 0 = tidak

terlibat langsung dalam proyek hingga 3,00 = terlibat penuh dalam proyek. Skala

pengukuran Knowledge (K) adalah 0 = tidak mau mengetahui hingga 3,00 = mengetahui

penuh.

Tabel 1 menunjukkan hasil Dominasi Pemangku Kepentingan (I) versi pemilik.

Menurut pemilik apartemen, dominasi terbesar dari pemangku kepentingan berasal dari

pemilik bangunan itu sendiri yang disebabkan oleh kekuasaan yang dimiliki dalam

mempengaruhi keluaran proyek. Sebaliknya, dominasi pemangku kepentingan terkecil

berasal dari konsumen yang disebabkan oleh rendahnya legitimasi yang dimilikinya.

Legitimasi konsumen paling rendah jika dibandingkan dengan kekuasaan, urgensi,

kedekatan, dan pengetahuan konsumen tersebut dalam memberikan kontribusi terhadap

dominasi pemangku kepentingan.

Tabel 1. Dominasi Pemangku Kepentingan (I) Versi Pemilik No Pemangku.

Kepentingan Power

(P) Legitimate

(L) Urgency

(U) Proximity

(D) Knowledge

(K) Impact (I) I = P+L+U+D+K

1 Pemilik 4,00 3,00 2,89 2,44 3,78 16,11 2 Kontraktor 2,78 2,44 2,33 3,00 4,78 15,33 3 Subkontaktor 1,33 0,89 1,00 1,89 2,78 7,89 4 Perencana 2,11 1,56 1,33 1,33 3,22 9,55 5 Pengawas 3,11 2,22 2,11 2,89 4,11 14,44 6 Konsumen 1,78 0,44 0,78 0,56 0,67 4,23 7 Pemerintah 1,67 1,00 1,33 1,00 1,89 6,89 8 Masyarakat 0,78 0,22 1,67 1,11 0,89 4,67 Sumber:Olahan peneliti

Kontraktor mempunyai pendapat yang berbeda dengan pemilik apartemen dalam

menilai dominasi pemangku kepentingan. Menurut kontraktor, dominasi pemangku

kepentingan terbesar berasal dari kontraktor yang mengerjakan apartemen itu yang

disebabkan karena pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, dominasi pemangku

kepentingan terkecil berasal dari masyarakat yang disebabkan oleh rendahnya legitimasi

yang dimilikinya. Tabel 2 menunjukkan besarnya Dominasi Pemangku Kepentingan

versi kontraktor.

Tabel 2. Dominasi Pemangku Kepentingan (I) Versi Kontraktor No Pemangku.

Kepentingan Power

(P) Legitimate

(L) Urgency

(U) Proximity

(D) Knowledge

(K) Impact (I) I = P+L+U+D+K

1 Pemilik 4,00 3,00 2,89 2,00 3,33 15,22 2 Kontraktor 3,00 2,33 2,44 3,00 4,78 15,55 3 Subkontraktor 1,78 1,67 1,56 2,22 2,89 10,12 4 Perencana 2,56 2,22 1,78 1,78 3,56 11,90 5 Pengawas 2,78 2,33 2,33 2,67 4,00 14,11 6 Konsumen 2,00 1,33 1,67 1,22 1,89 8,11 7 Pemerintah 2,22 1,33 1,56 0,78 2,00 7,89

Page 197: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 197

8 Masyarakat 1,22 0,56 1,67 0,78 1,33 5,56 Sumber:Olahan peneliti

2. Kepentingan Pribadi Pemangku Kepentingan (V)

Skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat pengaruh

kepentingan pribadi setiap pemangku kepentingan adalah 1,00 = sangat tidak

berpengaruh; 2,00 = tidak berpengaruh; 3,00 = netral; 4,00 = berpengaruh; dan 5,00 =

sangat berpengaruh. Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan besarnya tingkat pengaruh

kepentingan pribadi dari setiap pemangku kepentingan berdasarkan versi pemilik dan

versi kontraktor.

Tabel 3. Kepentingan Pribadi Pemangku Kepentingan (I) Versi Pemilik No Pemangku

Kepentingan MR EI LR PS H S LS O S Rata-

rata V

1 Pemilik 5,00 5,00 4,89 4,00 3,44 4,11 4,67 4,78 4,49 2 Kontraktor 4,00 4,56 4,00 3,56 4,56 2,78 4,67 3,67 3,98 3 Subkontraktor 2,89 3,56 2,67 2,33 3,44 1,89 3,22 2,33 2,79 4 Perencana 3,44 3,56 3,33 2,56 2,44 3,44 3,56 3,33 3,21 5 Pengawas 3,56 3,67 3,44 3,33 3,44 2,00 4,22 3,00 3,33 6 Konsumen 3,11 3,67 2,56 2,22 2,22 3,67 2,33 2,78 2,82 7 Pemerintah 2,11 2,56 3,78 3,44 3,22 2,11 3,11 2,67 2,92 8 Masyarakat 1,67 2,22 1,89 2,44 2,78 1,67 2,22 1,67 2,07 Sumber:Olahan peneliti

Keterangan: MR = Mission Relevancy; EI = Economic Interest; LR = Legal Right; PS = Poltical Support; HS = Health and Safety; LS = Lifestyle; O = Opportunism; S = Survial;

V = (MR+EI+LR+PS+HS+LS+O+S ):6 .

Menurut versi pemilik apartemen dan kontraktor, kepentingan pribadi pemilik

mempunyai nilai rata-rata tingkat pengaruh terbesar jika dibandingkan dengan

pemangku kepentingan lainnya. Pemilik apartemen berpendapat bahwa kontribusi

terbesar dalam memberikan tingkat pengaruh kepentingan pribadi pemilik berdasarkan

misi yang relevan dan kepentingan ekonomi dengan nilai mean masing-masing sebesar

5,00 (sangat berpengaruh). Kontraktor berpendapat sama dengan pemilik apartemen

yang mengisyaratkan bahwa nilai rata-rata tingkat pengaruh kepentingan pribadi

pemilik disebabkan oleh misi yang relevan dan kepentingan ekonomi dari pemilik

tersebut dengan nilai mean masing-masing sebesar 4,89.

Pemilik apartemen dan kontraktor berpandangan sama yang menunjukkan

bahwa nilai rata-rata tingkat pengaruh kepentingan pribadi masyarakat paling kecil

dibandingkan dengan tingkat pengaruh kepentingan pribadi pemangku kepentingan

lainnya. Besarnya nilai rata-rata tingkat pengaruh kepentingan pribadi masyarakat

menurut pemilik apartemen adalah 2,07 dan menurut kontraktor adalah 1,93. Ini berarti

bahwa kepentingan pribadi masyarakat tidak berpengaruh terhadap keluaran proyek.

Tabel 4. Kepentingan Pribadi Pemangku Kepentingan (I) Versi Kontraktor No Pemangku

Kepentingan MR EI LR PS H S LS O S Rata-

rata V

1 Pemilik 4,89 4,89 4,44 3,78 3,67 3,67 3,78 4,44 4,20 2 Kontraktor 4,22 4,33 4,22 3,56 4,89 3,00 4,56 4,11 4,11 3 Subkontraktor 2,56 3,33 3,11 2,56 3,44 2,22 3,78 3,00 3,00 4 Perencana 3,33 2,89 3,67 2,78 2,44 2,89 3,44 3,00 3,06 5 Pengawas 3,00 3,00 3,78 3,56 3,78 2,67 3,44 2,78 3,25 6 Konsumen 2,89 3,11 2,44 2,67 3,11 3,78 2,22 2,67 2,86 7 Pemerintah 2,22 2,44 3,00 2,89 2,67 2,11 2,22 1,89 2,43 8 Masyarakat 1,56 1,78 2,00 2,00 2,44 1,89 2,11 1,67 1,93 Sumber:Olahan peneliti

MR = Mission Relevancy; EI = Economic Interest; LR = Legal Right; PS = Poltical Support; HS = Health and Safety; LS =

Lifestyle; O = Opportunism; S = Survial; V = (MR+EI+LR+PS+HS+LS+O+S):6.

Page 198: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 198

3. Sikap Pemangku Kepentingan ( Analisis Sikap Pemangku Kepentingan ( Stakeholder Attitude ) ditinjau

berdasarkan sikap pemangku kepentingan yang mempengaruhi keluaran proyek. Skala

pengukuran untuk menentukan sikap pemangku kepentingan yang digunakan adalah -

1,00 = aktif beroposisi; - 0,50 = pasif beroposisi; 0 = tidak berkomitmen; 0,5 = pasif

mendukung; dan 1,00 = aktif mendukung. Hasil selengkapnya dari analisis Sikap

Pemangku Kepentingan dapat dilihat pada Tabel 5.

Pemilik apartemen dan kontraktor mempunyai pandangan yang sama terhadap

sikap pemangku kepentingan yang mempengaruhi keluaran proyek. Keduanya

berpendapat bahwa pemilik dan kontraktor aktif mendukung tujuan proyek (nilai mean

sebesar 1,00), dan menganggap sikap masyarakat tidak berkomitmen terhadap tujuan

proyek (nilai mean menurut pemilik sebesar - 0,11 dan menurut kontraktor sebesar -

0,33) . Namun demikian, menurut pemilik apartemen dan kontraktor sikap masyarakat

tersebut tidak sampai menimbulkan kecenderungan beroposisi. Menurut pandangan

pemilik, sikap pengawas (nilai mean 0,83) lebih mendukung keberhasilan proyek jika

dibandingkan dengan subkontraktor (nilai mean 0,56). Sebaliknya dibenak kontraktor,

sikap subkontraktor (nilai mean 0,61) lebih mendukung keberhasilan proyek jika

dibandingkan dengan sikap pengawas (nilai mean – 0,17)

Tabel 5. Sikap Pemangku Kepentingan No Pemangku Kepentingan Mean

Pemilik Kontraktor

1 Pemilik 1,00 0,78 2 Kontraktor 0,94 1,00 3 Subkontaktor 0,56 0,61 4 Perencana 0,56 0,22 5 Pengawas 0,83 -0,17 6 Konsumen 0,11 0,17 7 Pemerintah 0,06 - 0,06 8 Masyarakat -0,11 -0,33 Sumber:Olahan peneliti

4. Stakeholder Vested Interest-Impact Index

Indeks Dominasi-Kepentingan Pribadi Pemangku Kepentingan (Stakeholder

Vested Interest-Impact Index ) sangat dipengaruhi oleh pemilik dan kontraktor.

Menurut pemilik apartemen, pemilik sangat besar dominasi dan kepentingan pribadinya

dalam mencapai tujuan proyek yang ditunjukkan oleh nilai sebesar 1,70.

Tabel 6. Stakeholder Vested Interest-Impact Index No Pemangku

Kepentingan Vested Interest = V Impact = I

Pemilik Kontraktor Pemilik Kontraktor Pemilik Kontraktor

1 Pemilik 4,49 4,20 16,11 15,22 1,70 1,60 2 Kontraktor 3,98 4,11 15,33 15,55 1,56 1,60 3 Subkontraktor 2,79 3,00 7,89 10,12 0,94 1,10 4 Perencana 3,21 3,06 9,55 11,90 1,11 1,21 5 Pengawas 3,33 3,25 14,44 14,11 1,39 1,35 6 Konsumen 2,82 2,86 4,23 8,11 0,69 0,96 7 Pemerintah 2,92 2,43 6,89 7,89 0,90 0,88 8 Masyarakat 2,07 1,93 4,67 5,56 0,62 0,66 Sumber:Olahan peneliti

Pendapat yang sama diberikan oleh kontraktor dimana kedua pelaku ini menduduki

peringkat teratas dengan nilai sebesar 1,60. Hasil selengkapnya analisis Stakeholder

Vested Interest-Impact Index dapat dilihat dalam Tabel 6.

Page 199: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 199

5. Analisis Stakeholder Influence Index

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama proyek konstruksi apartemen

berlangsung, pengaruh terbesar ditunjukkan oleh pemilik dan kontraktor. Menurut

pemilik apartemen, peringkat Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan terbesar berasal

dari pemilik, disusul kontraktor dan pengawas, dan terkecil berasal dari masyarakat

dengan angka indeks masing-masing sebesar 1,70; 1,47; 1,15; dan – 0,07.

Kontraktor berpandangan bahwa peringkat Indeks Pengaruh Pemangku

Kepentingan terbesar berasal dari kontraktor, disusul pemilik dan subkontraktor, dan

terkecil berasal dari pengawas dengan angka indeks sebesar 1,60; 1,25; 0,67; dan – 0,23.

Ini berarti bahwa pengawas seringkali mempunyai sikap yang bersebrangan dengan

sikap kontraktor dalam melaksanakan proyek. Hal ini bisa dimengerti karena tugas

pengawas adalah mengawasi kinerja kontraktor terhadap kemungkinan penyimpangan

yang bisa terjadi di lapangan. Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan yang berasal

dari masyarakat sebesar – 0,22 dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengawas

yang besarnya – 0,23. Ini berarti bahwa besarnya pengaruh masyarakat yang disebabkan

dominasi, kepentingan pribadi, dan sikap masyarakat lebih tidak bersebrangan

dibandingkan pengawas.

Tabel 7. Stakeholder Influence Index No Pemangku

Kepentingan = * Peringkat

Pemilik Kontrak tor

Pemilik Kontrak tor

Pemilik Kontrak tor

Pemilik Kontrak tor

1 Pemilik 1,70 1,60 1,00 0,78 1,70 1,25 1 2 2 Kontraktor 1,56 1,60 0,94 1,00 1,47 1,60 2 1 3 Subkontraktor 0,94 1,10 0,56 0,61 0,53 0,67 5 3 4 Perencana 1,11 1,21 0,56 0,22 0,62 0,27 4 4 5 Pengawas 1,39 1,35 0,83 -0,17 1,15 -0,23 3 8 6 Konsumen 0,69 0,96 0,11 0,17 0,08 0,16 6 5 7 Pemerintah 0,90 0,88 0,06 -0,06 0,05 -0,05 7 6 8 Masyarakat 0,62 0,66 -0,11 -0,33 -0,07 -0,22 8 7 Sumber:Olahan peneliti

Pembahasan Ada perbedaan pandangan terhadap besarnya Indeks Pengaruh Pemangku

Kepentingan ini dilihat dari sudut pandang pemilik apartemen dan kontraktor pelaksana

apartemen itu. Perbedaan pandangan ini lebih disebabkan karena posisi dan kepentingan

pribadi yang dimiliki oleh pemilik dan kontraktor. Pemilik apartemen menganggap

bahwa peringkat Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan terbesar dari pemilik itu

sendiri, disusul kontraktor dan pengawas. Demikian juga kontraktor mempunyai

pandangan bahwa dirinya merupakan pemangku kepentingan yang memberikan

pengaruh terbesar dalam pelaksanaan proyek, disusul pemilik dan subkontraktor.

Walker et al. [18] melakukan penelitian terhadap pengaruh, pemetaan, dan visualisasi

pemangku kepentingan. Posisi pemangku kepentingan dilihat dari perspektif politik,

maksud dan tujuan, nilai pertimbangan, tingkat campur tangan, dan penguatan

pengikatan pemangku kepentingan. Posisi ini akan memberikan pandangan yang

berbeda terhadap pengaruh pemangku kepentingan.

Sebuah model empiris [19] tentang pengaruh kondisi pemangku kepentingan

dalam keberhasilan proyek menunjukkan besarnya peranan dominasi pemangku

kepentingan terhadap keluaran proyek. Dominasi pemangku kepentingan ini

mempunyai variabel indikator terpenting yang berkaitan dengan kedekatan pemangku

kepentingan [19]. Model tersebut mendukung dominasi pemangku kepentingan sebagai

bagian dari penentuan Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan. Makin dekat dengan

Page 200: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 200

proyek, makin besar pengaruh pemangku kepentingan itu terhadap keberhasilan proyek

[16,19]. Untuk meningkatkan kedekatan pemangku kepentingan dapat dilakukan

dengan meningkatkan keterlibatannya dalam proyek, dan meningkatkan komunikasi

intim dengan pemangku kepentingan [19]. Dalam penelitian ini, pemilik apartemen dan

kontraktor beranggapan bahwa dominasi pemangku kepentingan yang terkait dengan

kedekatan pemangku kepentingan lebih banyak disebabkan oleh kontraktor dan

pengawas dibandingan dengan pemangku kepentingan lainnya.

4. Kesimpulan dan Saran

Hasil penelitian memberikan kesimpulan bahwa ada perbedaan pandangan

terhadap besarnya Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan ini dilihat dari sudut

pandang pemilik apartemen dan kontraktor pelaksana apartemen itu. Menurut pemilik

apartemen, peringkat Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan terbesar berasal dari

pemilik, disusul kontraktor dan pengawas, dan terkecil berasal dari masyarakat dengan

angka indeks masing-masing sebesar 1,70; 1,47; 1,15; dan – 0,07. Kontraktor

berpandangan bahwa peringkat Indeks Pengaruh Pemangku Kepentingan terbesar

berasal dari kontraktor, disusul pemilik dan subkontraktor, dan terkecil berasal dari

pengawas dengan angka indeks sebesar 1,60; 1,25; 0,67; dan – 0,23.

Limitasi dari penelitian ini adalah terbatasnya jumlah responden dan jenis

responden dari pemangku kepentingan diluar pemilik dan kontraktor. Oleh karena itu

disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk memperhatikan pandangan dari pemangku

kepentingan lainnya.

Daftar Pustaka 1. Freeman, R.E. (1984), Strategic Management; A Stakeholder Approach, Pitman

Publishing Inc., Marshfield, MA.

2. Phillips, R. (2003), Stakeholder Theory and Organizational Ethics, Berrett-

Koehler Publisher, Inc., San Francisco, CA.

3. McElroy, B. and Mills, C. (2000), Managing Stakeholder in Turner, J.R. and

Simister, .J.S.(eds). Gower Handbook of Project Management, Third Edition,

Gower Publishing Limited, Hampshire, hal.757-775.

4. Cleland, D.I. and Ireland, L.R. (2007), Project Management: Strategic Design

and Implementation, 5 th.Edition, Mc Graw-Hill, New York.

5. Callan, K., Sieimieniuch, C., Sinclair, M. (2006), A Case Study of Example of

the Role Matrix Technique, International Journal Project Management, Vol. 24,

hal.506-515.

6. Toor, S.R., and Ogunlana, S.O. (2010), Beyond the’ Iron Triangle’: Stakeholder

Perception of Key Performance Indicators (KPIs) for Large –Scale Public Sector

Development Projects, International Journal of Project Management ,Vol.28,

hal.228-236.

7. Bryde, D.J., Brown, D. (2005). The Influence of a Project Performance

Measurement System on the Success of a Contract for Maintaining Motorways

and Trunk Roads, Project Management Journal, Vol. 35 (4), hal. 57-65.

8. Ward, S., and Chapman, C. (2008), Stakeholders and Uncertainty Management in

Projects, .Journal of Construction Management and Economics, Vol. 26, hal.563-

577.

Page 201: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 201

9. Mitchell, R.K., Agle, B.R., and Wood, D.J. (1997), Toward a Theory of

Stakeholder Identification and Salience : Defining the Principle of Who & What

Really Counts, Academy of Management Review, Vol. 22 (4), hal.853-886.

10. Bourne, L. and Walker, D. (2005), Visualising and Mapping Stakeholder

Influence, Management Decision, Vol.43 (5/6), hal.649-660.

11. Olander, S. (2007), Stakeholder Impact Analysis in Construction Project

Management, Construction Management and Economics, Vol.25 (3), hal.277-

287.

12. Nguyen, N.H., Skitmore, M. and Wong, J.K.W. (2009), Stakeholder Impact

Analysis of Infrasrtucture Project Management in Developing Countries: A Study

of Perception of Project Managers in State-Owned Engineering Firm in Vietnam,

Construction Management and Economics, Vol.27, hal.1129-1140.

13. Certo, S.C. (1997), Modern Management, Seventh Edition, Prentice Hall, New

Jersey 07458.

14. Post, J.E., Preston, I.E., and Sachs, S. (2002), Redefining the Corporation:

Stakeholder Management and Organizational Wealth, Stanford University Press,

Stanford, USA.

15. Stanford Encyclopedia of Philosophy, (2008), Aristotle. <http://plato. stanford.

edu/entries/aristotle/>

16. Bourne, L. (2005), Project Relationship Management and the Stakeholder

, Thesis, RMIT University, Melbourne.

17. Hartono, R., dan Tedjo, E.S. (2010), Analisis Stakeholder pada Proyek

Konstruksi, Skripsi No.21011725/SIP/2010, Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan Universitas Kristen Petra, Surabaya.

18. Walker, D.H.T., Bourne, L.M., and Shelley, A. (2008), Influence, Stakeholder

Mapping and Visualitation, .Journal of Construction Management and

Economics, Vol.26, hal. 645-658.

19. Chandra, H.P., Indarto, Wiguna, I.P.A., dan Kaming, P. (2011), Model

Pemangku Kepentingan dalam Keberhasilan Proyek, Jurnal Teknik Industri.

Jurnal Keilmuan dan Aplikasi Teknik Industri, Vol.13, No.1, Juni, hal.51-58.

.

Page 202: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 202

PENGARUH SISTEM PEMBERIAN UPAH TERHADAP

PRODUKTIVITAS BURUH KONSTRUKSI PADA

PERUSAHAAN KONTRAKTOR DI SURABAYA

Thahiril Lazib 1, Retno Indryani

2, Yusronia Eka Putri

3

Mahasiswa Program Magister, Bidang Keahlian Manajemen Proyek Konstruksi Jurusan Teknik Sipil,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Indonesia, email: [email protected] 1

Dosen Jurusan Teknik Sipil , Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 2

Dosen Jurusan Teknik Sipil , Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 3

Abstrak

SDM merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proyek kontraktor, salah satu tolak ukur

kesuksesan adalah produktivitasnya. Pemberian upah dilakukan kontraktor untuk meningkatkan

produktivitas buruh. Kontraktor selalu berusaha memberikan upah minimal, namun berusaha

mendapatkan kinerja yang maksimal, untuk itu sistem pemberian upah yang tepat sangat diperlukan agar

hubungan perusahaan dengan buruh bejalan baik.

Penelitian ini sebagai penelitian survei dengan sampel 37 mandor dan 13 pengawas lapangan.

Variabel penelitian terdiri dari variabel sistem prosentase pekerjaan (termin), pekerjaan selesai baru

dibayar (100%), harian, mingguan, dua mingguan, bulanan, insentif, tidak ada insentif, borongan, jumlah

hari

dan variabel produktivitas buruh konstruksi dengan indikator kedisiplinan, presensi, semangat kerja,

kuantitas pekerjaan, dan kualitas pekerjaan, dengan metode chisquare maka diketahui masing-masing

sistem yang mempunyai hubungan terhadap produktivitas, dan dengan menggunakan average indeks

maka diketahui sistem yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap produktivitas.

Ada hubungan sistem pemberian upah dengan produktivitas buruh konstruksi, dan pengaruh

terbesar terhadap produktivitas adalah sistem termin dengan indeks rata-rata 87.45 %, disusul sistem

borongan 77.63%, sedangkan sistem dengan pengaruh paling kecil adalah sistem harian dengan 18%.

Kata kunci: Sistem pemberian upah, produktivitas buruh konstruksi, pengaruh terbesar.

1. Pendahuluan

Persaingan bisnis antar perusahaan jasa pelaksana konstruksi (kontraktor) semakin

ketat baik di pasar domestik maupun internasional. Untuk memenuhi kepuasan

pelanggan, produktivitas sangat penting bagi perusahaan untuk dikelola dengan baik.

Menurut Handoko (2001), kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor

penentu keberhasilan suatu proyek. Untuk mendapatkan kualitas sumber daya manusia

yang baik diperlukan proses pengelolaan sejak seseorang direkrut hingga menempati

posisi jabatan tertentu. Suatu perusahaan tanpa didukung tenaga kerja yang sesuai baik

dari segi kuantitas maupun kualitas, strategi, operasional, dan fungsional maka

perusahaan itu tidak akan mampu mempertahankan keberadaan, mengembangkan dan

memajukannya dimasa mendatang.

Tolak ukur kesuksesan perusahaan khususnya perusahaan jasa pelaksana konstruksi

dapat dilihat dari produktivitas perusahaan yang dihasilkannya. Semakin tinggi

produktivitas perusahaan tersebut maka akan semakin sukses juga perusahaannya.

Seperti yang dijelaskan oleh Alvan (1987) indikator perusahaan dapat dikatakan sukses

dilihat dari kemampuan perusahaan tersebut untuk mendapatkan laba (profitability),

kemampuannya untuk terus tumbuh dan berkembang (growth), kemampuannya untuk

mendapatkan proyek yang berkelanjutan (sustainability), serta yang tidak kalah penting

Page 203: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 203

adalah kemampuan perusahaan tersebut untuk bersaing (competitiveness) dengan

perusahaan lain baik dari dalam maupun luar negeri.

Soepriyono (1999: 368) menulis “Pemberian balas jasa kepada karyawan berupa

uang (upah) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan dan pada

akhirnya untuk meningkatkan produktivitas karyawan”. Hal ini sejalan dengan pendapat

Anoraga (1998) yang menyatakan bahwa pada dasarnya seseorang bekerja

mengharapkan imbalan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Karena adanya upah

yang sesuai, maka akan timbul rasa gairah kerja yang semakin baik. Pekerja dapat

memenuhi kebutuhan hidup bagi diri maupun keluarganya, merasa dibutuhkan

perusahaan dan pekerja membutuhkan pekerjaan tersebut sehingga terjadi hubungan

timbal balik yang selaras sehingga akan timbul kepuasan dan semangat kerja, karyawan

yang dapat meningkatkan produktivitasnya juga.

Kontraktor saat ini banyak menerapkan sistem kerja outsorcing kepada buruh

konstruksi, sehingga dalam pemberian upah membutuhkan sistem dan perlakuan yang

berbeda. Dalam pemberian upah kepada karyawan semua perusahaan jasa pelaksana

konstruksi menginginkan memberikan upah yang seminimal mungkin, namun berusaha

mendapatkan kinerja yang semaksimal mungkin, sementara sistem tersebut tidak

banyak mendapat perhatian dari manajer perusahaan kontraktor, padahal hal tersebut

adalah faktor yang sangat penting.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka dapat

dirumuskan permasalahan penelitian bagaimana pengaruh masing-masing sistem

pemberian upah terhadap produktivitas buruh konstruksi di Surabaya dan sistem

pemberian upah yang mana yang memberikan pengaruh paling besar terhadap

produktivitas.

2. Dasar Teori

2.1 Sistem pemberian upah

Handoko (2001) menjelaskan pengertian upah sebagai segala sesuatu yang diterima

para karyawan sebagai balas jasa dari kerja karyawan pada perusahaan. Pemberian upah

merupakan suatu masalah yang kompleks dan paling berarti bagi karyawan maupun

organisasi (perusahaan). Pendapat lain dikemukakan oleh Rivai (2004) yang juga

menjelaskan mengenai pemberian upah merupakan salah satu pelaksanaan fungsi

manajemen sumber daya manusia yang berhubungan dengan semua jenis pemberian

penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas. “Upah merupakan

balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawan atas jasanya pada perusahaan”,

(Umar, 2003:16). Sedangkan menurut Sukamti (2001), upah merupakan uang dan

jaminan yang diberikan kepada pegawai sebagai penukar dari kerja mereka.

Flippo (1980) menjelaskan bahwa upah merupakan harga untuk jasa yang diterima

atau diberikan oleh orang lain bagi kepentingan seseorang atau Badan Hukum.

Sedangkan menurut Dessler (1998) menyatakan upah adalah setiap bentuk pembayaran

atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari dipekerjakannya

karyawan itu. Menurut undang-undang kecelakaan tahun 1974 No. 33 pasal 7 upah

adalah tiap pembayaran berupa uang, makan, serta pakaian dan perumahan yang di

terima oleh buruh sebagai ganti bekerja. Upah dapat dibayarkan melalui satuan waktu,

per jam, perhari, dsb.

Ada beberapa pendapat mengenai sistem upah, Rivai (2004) menyebutkan ada 4

sistem pengupahan, yaitu sistem pengupahan menurut produksi (upah yang berdasarkan

Page 204: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 204

jumlah produksi pekerjaan yang dihasilkan karyawan), sistem pengupahan menurut

senioritas dan lamanya kerja (besarnya upah yang diberikan kepada berdasarkan

lamanya karyawan bekerja pada perusahaan), dan sistem yang terakhir yaitu sistem

pengupahan menurut kebutuhan (besarnya upah yang diberikan berdasarkan tingkat

kebutuhan dari masing-masing karyawan, seperti karyawan yang sudah menikah, dan

mempunyai 2 anak nilai upah akan berbeda dengan karyawan yang masih lajang).

Pendapat lain sistem pengupahan oleh Dessler (1998) yang menjelaskan sistem

pengupahan, yaitu sistem pengupahan berdasarkan waktu yaitu karyawan diberi upah

atas dasar waktu pelaksanaan pekerjaannya, contohnya kerja harian, mingguan atau

bulanan. Sistem pengupahan yang kedua yaitu sistem borongan, yaitu berkaitan dengan

kompensansi secara lansung dengan jumlah produksi yang dihasilkan karyawan, dan

sistem yang terakhir adalah sistem insentif, yaitu sistem pemberian upah dengan adanya

tambahan insentif atau bonusan jika karyawan berprestasi. Seperti yang dijelaskan oleh

Baker, Gibbs, dan Holmström (1994) bahwa sebagian ekonom mempunyai pendapat

akan pentingya pemberian insentif pada suatu perusahaan. Pemberian insentif harus

melalui pengukuran akan kinerja dan tingkat pekerjaan pada masing-masing pekerja.

Ketiga sistem tersebut dengan pembayaran dapat dilakukan secara langsung (direct

financial payment). Di dalam undang-undang kecelakaan tahun 1974 No. 33 pasal 7

juga dijelaskan bahwa upah dapat dibayarkan melalui satuan waktu, per jam, perhari,

dsb.

2.2 Produktivitas

Menurut Siagian (2002), produktivitas kerja adalah “kemampuan memperoleh

manfaat sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan

output yang optimal, kalau mungkin yang maksimal”. Seperti halnya devinisi di atas

Syarif (1991) juga mengatakan bahwa produktivitas secara sederhana merupakan

hubungan antara kualitas yang dihasilkan dengan jumlah kerja yang dilakukan untuk

mencapai hasil itu, sedangkan secara umum adalah bahwa produktivitas merupakan

ratio antara kepuasan atas kebutuhan dan pengorbanan yang dilakukan. Pendapat lain

mengenai produktivitas adalah seperti yang dikemukakan oleh Swastha dan Sukotjo

(1995) produktivitas merupakan sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara

hasil (jumlah barang dan jasa) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal, tanah,

energi, dan sebagainya) yang dipakai untuk menghasilkan hasil tersebut.

Syarif (1991) mengkutip dari Sabourin, menjelaskan pengertian mengenai

produktivitas yang merupakan “ratio dari apa yang dihasilkan terhadap saluran apa yang

digunakan untuk memperoleh hasil tersebut”. Seperti yang dikemukakan oleh

Komarudin (1992), produktivitas pada hakekatnya meliputi sikap yang senantiasa

mempunyai pandangan bahwa metode kerja hari ini harus lebih baik dari metode kerja

kemarin dan hasil yang dapat diraih esok harus lebih banyak atau lebih bermutu

daripada hasil yang diraih hari ini. Sedangkan menurut Woekirno (1979) produktivitas

merupakan kesadaran untuk menghasilkan sesuatu yang lebih banyak daripada yang

telah atau sedang berada dalam usahanya. Kusriyanto (1993) juga memberikan

pendapatnya bahwa produktivitas merupakan nisbah atau ratio antara hasil kegiatan

(output) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input).

Nawawi dan Handari (1990) menjelaskan konsep lain dari produktivitas kerja

yang merupakan perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh dengan jumlah kerja

yang dikeluarkan. Produktivitas kerja dikatakan tinggi jika hasil ynag diperoleh lebih

besar dari pada sumber tenaga kerja yang dipergunakan dan sebaliknya.

Page 205: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 205

Dalam pengukuran produktivitas kerja pada dasarnya digunakan untuk

mengetahui sejauh mana tingkat efektivitas dan efisiensi kerja karyawan dalam

menghasilkan suatu hasil. Seperti yang dikemukakan oleh Syarif (1991), tingkat

produktivitas kerja dapat diukur dengan berdasarkan waktu yang meliputi kecepatan

kerja, kedisiplinan waktu kerja, dan tingkat absensi. Pengukuran lain dilakukan melalui

output yaitu hasil produksi karyawan yang diperoleh sesuai produk yang diinginkan

perusahaan.

Sedikit berbeda dengan Syarif (1991), Ravianto (1986) menggunakan alat

pengukuran produktivitas karyawan perusahaan berdasarkan physical productivity,

pengukuran, produktivitas secara kuantitatif seperti ukuran (Size) panjang, berat,

banyaknya unit, waktu dan banyaknya tenaga kerja. Alat ukur yang kedua yaitu Value

productivity, yaitu dengan menggunakan nilai uang, sedangkan menurut Hasibuan

(2000) pengukuran produktivitas dapat berupa 6 indikator. Indikator pertama yaitu

prestasi, penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas pekerjaan. Indikator kedua

kedisiplinan yaitu penilaian kepatuhan dalam mematuhi peraturan yang ada. Indikator

yang ketiga adalah kreatifitas, penilaian kemampuan karyawan dalam mengembangkan

kreatifitas untuk menyelesaikan pekerjaannya. Indikator keempat adalah bekerja sama,

penilaian kesediaan karyawan berpartipasi dan bekerja sama baik dengan karyawan lain

maupun atasan. Indikator yang lain adalah kecakapan dalam bekerja, dan indikator

terakhir adalah tanggung jawab terhadap pekerjaan.

Berbeda dengan pendapatnya Hasibuan (2000), dikutip oleh Khoiriyah (2009),

Simamora dan Heryanto (2004) menilai indikator produktivitas kerja melalui 3 hal yaitu

loyalitas yaitu kesetiaan pegawai terhadap organisasi (perusahaan) dan semangat

berkorban demi tercapainya tujuan organisasi, tanggung Jawab, rasa memiliki

organisasi dan kecintaan terhadap pekerjaan yang dilakukan dan ditekuni serta berani

menghadapi segala konsekuensi dan resiko dari pekerjaan tersebut, dan penilaian

terakhir adalah ketrampilan, kemampuan pegawai untuk melaksanakan tugas serta

menyelesaikan pekerjaan. Pengukuran produktifitas lain seperti yang dikutip oleh

Laitila (2005) yaitu: Kualitas output (Drucker, 1999), efisiensi dan kontrol waktu,

pengetahuan dan kompetensi karyawan (Sipilä, 1996), dan intensitas kerjasama dengan

pelanggan (Sipilä, 1996).

Umar (2003) menjelaskan bahwa “produktivitas memiliki dua dimensi, yakni:

efektivitas yang mengarah pada pencapaian unjuk kerja yang maksimal, yaitu

pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Dimensi yang

kedua adalah efisiensi yang berkaitan dengan upaya yang membandingkan masukan

dengan realisasi penggunaan atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan”. Umar

(2003) juga mengkutip dari Timpe (1989) yang menjelaskan ciri-ciri pegawai yang

produktif adalah: Cerdas dan dapat belajar dengan cepat, kompeten secara profesional,

kreatif dan inovatif, memahami pekerjaan, cerdik, tidak mudah menyerah, selalu

mencari perbaikan, prestasi yang baik, dan selalu meningkatkan kualitas diri.

2.3 Buruh Konstruksi

Rivai (2004) menulis tentang pengertian buruh konstruksi yaitu “orang yang

bekerja di bawah perintah orang lain sebagain pekerja pekerjaan konstruksi dan orang

tersebut menerima upah sebagai imbalan atas pekerjaan yang mereka”. Sedangkan

definisi dari kata buruh itu sendiri menurut UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

adalah “Orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Jadi pada dasarnya, semua yang bekerja di (baik diperusahaan/luar perusahaan ) dan

menerima upah atau imbalan adalah buruh”. Pada pelaksanaan sekarang buruh

Page 206: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 206

konstruksi dipekerjakan secara outsourcing. Wikipedia menjelaskan mengenai buruh

merupakan kelas sosial yang terdiri dari orang-orang yang melakukan kerja manual atau

bekerja untuk mendapatkan upah, pada dasarnya ada kekurangan tenaga terampil di

bidang ini.

Pekerja/buruh dalam perjanjian pemborongan bangunan dapat disamakan dengan

pekerja harian lepas seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja NR:

PER. 06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja Harian Lepas (PHL). Pada tahun

2003 pemerintah juga menetapkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan sebagai bentuk perlindungan terhadap buruh.

2.4 Penelitian Sebelumnya

Pada penelitian yang dilakukan oleh Arlina (2006) tentang pengaruh upah dan

lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Polysindo Eka

Perkasa Kaliwungu-Kendal, yang menyimpulkan bahwa upah dan lingkungan kerja

berbanding lurus terhadap produktivitas, semakin besar upah, dan semakin baik pula

lingkungan kerja maka produktivitas akan naik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Damayanti (2005) mengenai pengaruh motivasi kerja karyawan terhadap

produktivitas kerja karyawan di industri furniture di semarang. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada pengaruh motivasi kerja terhadap produktivitas kerja

karyawan.

Dari penelitian Adrew dan Hyginus (1994) yang meneliti mengenai produktivitas

dan gaji di negara yang sedang berkembang, dengan studi kasus di Barbados. Hasil

penelitian menyebutkan bahwa efisiensi dari pengupahan, mempunyai dampak yang

positif secara langsung terhadap produktifitas pekerja. Pendapat di atas diperkuat oleh

penelitian Bhatti and Qureshi (2007), yang meneliti tentang dampak partisipasi

karyawan terhadap kepuasan kerja, komitmen dan produktivitas karyawan. Dengan

meningkatkan partisipasi dari karyawan, maka akan mempunyai efek positif terhadap

kepuasan, komitmen, dan produktifitas karyawan. Pendapat tersebut sedikit ada

perbedaan dengan penelitian Özmucur (1997) tentang perbedaan penggajian dan

produktivitas pada industri manufaktur swasta dan pemerintah, dengan studi kasus di

Turki. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat dekat antara

gaji dan produktifitas perusahaan manufaktur swasta, tapi tidak ada hubungan yang erat

antara gaji yang diberikan terhadap produktifitas pada pegawai pemerintah.

Penelitian lain mengenai produktivitas diantaranya oleh Thwala dan Monese

(2007) tentang motivasi merupakan salah satu alat untuk meningkatkan produktivitas

pada industri konstruksi. Paper tersebut menyebutkan bahwa produktivitas adalah salah

satu faktor yang paling utama yang mempengaruhi pencapaian organisasi. Salah satu

faktor untuk meningkatkan produktifitas adalah dengan memberikan motivasi kepada

pekerja. Pendapat di atas sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Khoon

(2009), yaitu meneliti mengenai apakah produktivitas berhubungan dengan upah,

dengan studi kasus di Malaysia menyebutkan bahwa untuk jangka pendek pengupahan

mempunyai hubungan positif terhadap produktivitas, sedangkan untuk jangkah panjang

berbeda. Peningkatan upah melebihi peningkatan produktivitas justru menyebabkan

peningkatan biaya.

Pletter (2004) meneliti mengenai keadilan dan kelayakan dalam sistem

pengupahan, bahwa salah satu tugas yang cukup sulit bagi bagian personalia adalah

menentukan upah yang dapat diterima oleh karyawan maupun perusahaan, hal ini terjadi

karena dalam upah melekat dua kepentingan yang saling bertentangan. Bagi karyawan

upah adalah sumber penghasilan, maka ada kecenderungan menuntut upah yang tinggi,

Page 207: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 207

sedangkan bagi perusahaan sebaliknya ada kecenderungan untuk menentukan upah

yang seminimal mungkin.

3. Metodologi Penelitian

3.1 Konsep

Penelitian ini adalah penelitian survei untuk mengetahui pengaruh sistem

pemberian upah terhadap produktivitas buruh konstruksi pada perusahaan jasa

pelaksana konstruksi (kontraktor) berdasarkan persepsi dari mandor atau pengawas

lapangan pada perusahaan kontraktor di Surabaya.

3.2 Model

Model dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh masing-masing

sistem pemberian upah terhadap produktivitas buruh konstruksi berdasarkan persepsi

dari responden yaitu mandor atau pengawas lapangan, seperti pada gambar 3.1 berikut

Gambar 3.1. Macam-macam sistem pemberian upah kepada buruh konstruksi di

Surabaya

4. Hasil dan Pembahasan

4.1.Deskripsi Variabel Penelitian

4.1.1.Gambaran obyek dan responden penelitian

Berbagai macam proyek yang dikerjakan oleh sampel perusahaan konstruksi ini

antara lain proyek infrastruktur diantaranya jalan, jembatan, pelabuhan, dan lain-lain.

Sedangkan proyek bangunan terdiri dari pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan

bangunan hotel, perkantoran, ruko, pembangunan fasilitas umum seperti rumah sakit,

puskesmas, perpustakaan dan sekolah, bangunan komersial, perumahan, dan lain-lain.

4.1.2.Jumlah, posisi dan jabatan responden

Sampel dalam penelitian ini adalah 37 orang mandor (pimpinan buruh kontruksi

pada proyek tertentu) dan 13 pengawas proyek (pegawai perusahaan kontraktor yang

ditunjuk untuk mengawasi proyek yang sedang dikerjakan) pada perusahaan kontraktor

Surabaya, penelitian dilakukan di berbagai proyek yang sedang di kerjakan dengan

Sistem Prosentase pekerjaan

Sistem pekerjaan selesai baru dibayar

Sistem harian

Sistem Mingguan

Sistem 2 Mingguan

Sistem bulanan

Sistem Pemberian bonus

Sistem tidak ada bonus

Sistem borongan

Sistem jumlah hari kerja

Produktivitas

Buruh

Kedisiplinan

Presensi

Semangat

kerja

Page 208: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 208

lokasinya di Surabaya, Gresik, Lamongan, Sidoarjo, dan Bojonegoro, seperti pada tabel

4.1 yang menunjukkan jumlah sampel penelitian.

Tabel 4.1 jumlah sampel penelitian Posisi (jabatan) Jumlah Prosentase

Pengawas proyek 13 orang 26%

Mandor 37 orang 74%

Dari 50 kuisioner diketahui bahwa beberapa sistem yang digunakan oleh

kontraktor Surabaya adalah terdapat pada tabel 4.2 sebagai berikut:

Tabel 4.2 sistem dan jumlah responden yang pernah menggunakanya No Sistem pemberian upah Jumlah responden yang menggunakan

1 Sistem prosentase pekerjaan (termin) 50 orang

2 Sistem pekerjaan selesai baru dibayar (100%) 32 orang

3 Sistem harian (dibayarkan setiap hari) 9 orang

4 Sistem mingguan 37 orang

5 Sistem 2 mingguan 32 orang

6 Sistem bulanan 14 orang

7 Sistem Intensif (ada bonus) 37 orang

8 Sistem tidak ada bonus 50 orang

9 Sistem borongan 50 orang

10 Sistem jumlsh hsri kerja 50 orang

4.2. Hubungan sistem pemberian upah terhadap produktivitas buruh kontruksi

4.2.1 Uji Independensi

Uji independensi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau

keterkaitan antara variabel sistem upah (variabel sistem yang terdiri atas 10 buah

atribut) dan variabel produktivitas (faktor disiplin, kehadiran, semangat, kuantitas, dan

kualitas). Pengujian dilakukan dengan menggunakan nilai Pearson Chi Square. Dari

hasil uji chisquare didapatkan

Tabel 4.3 Chi-Square hitung antara sistem upah dan produktivitas Value Table Value P-Value Keputusan

Pearson Chi-Square Disiplin 298,236 50,9985 0,000 Tolak H0

Pearson Chi-Square Kehadiran 263,632 50,9985 0,000 Tolak H0

Pearson Chi-Square Semangat 600,357 50,9985 0,000 Tolak H0

Pearson Chi-Square Kualitas 535,146 50,9985 0,000 Tolak H0

Pearson Chi-Square Kuantitas 451,511 50,9985 0,000 Tolak H0

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa kelima variabel produktivitas (disiplin,

kehadiran, semangat, kualitas, kuantitas) mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan

variabel sistem upah dilihat dari semua nilai Pearson Chi-Square yang didapatkan dari

hasil perhitungan lebih besar dari nilai Pearson Chi-Square tabel serta bisa dilihat dari

semua nilai P yang kurang dari . Karena semua variabel X saling dependen dengan

variabel Y, maka kelima variabel X dapat digunakan untuk langkah selanjutnya.

4.3. Sistem pemberian upah yang memberikan pengaruh produktivitas paling

besar

Suprianto (2000) menjelaskan untuk menganalisa sistem pemberian upah yang

memberikan pengaruh paling besar terhadap produktivitas buruh dapat digunakan

analisa hasil indeks rata-rata dari masing masing sistem. Dari prosentase terbesar indeks

rata-rata tersebut maka akan didapatkan produktivitas buruh konstruksi terbesar. Dari

rekapitulasi hasil kuisioner, maka didapatkan hasil tabel 4.4

Page 209: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 209

Tabel 4.4 penjumlahan dari rekapitulasi hasil kuisioner

Sistem Upah

PRODUKTIVITAS Total

Sangat

setuju Setuju Ragu

Tidak

setuju

Sangat

tidak

setuju

Sistem

Pemperian

upah (gaji)

Termin 18 137 80 15 0 250

100% 37 89 21 8 5 160

per hari 4 22 14 4 1 45

per minggu 4 100 59 21 1 185

per dua minggu 2 64 84 10 0 160

per bulan 2 19 28 20 1 70

bonus 52 93 37 4 0 186

tidak ada bonus 5 95 73 70 7 250

borongan 152 25 20 23 30 250

jumlah hari 85 43 64 35 23 250

Total 361 687 480 210 68 1806

Tabel 4.5 Tabel rata-rata Persepsi responden tentang produktivitas buruh konstruksi

untuk masing-masing sistem pemberian upah.

Produktivitas (Bi)

Sangat

setuju Setuju Ragu

Tidak

setuju

Sangat

tidak

setuju

Sistem

Pemperian upah

(gaji)

Termin 0.050 0.199 0.167 0.071 0.000

100% 0.102 0.130 0.044 0.038 0.074

Per hari 0.011 0.032 0.029 0.019 0.015

Per minggu 0.011 0.146 0.123 0.100 0.015

Per dua minggu 0.006 0.093 0.175 0.048 0.000

Per bulan 0.006 0.028 0.058 0.095 0.015

Bonus 0.144 0.135 0.077 0.019 0.000

Tidak ada bonus 0.014 0.138 0.152 0.333 0.103

Borongan 0.421 0.036 0.042 0.110 0.441

Jumlah hari 0.235 0.063 0.133 0.167 0.338

Indeks rata-rata tersebut dihitung untuk setiap sistem pemberian upah. Persamaan yang

digunakan adalah:

Di mana :

xB : rata-rata tertimbang

Bi : beban ke-I (persepsi responden tentang produktivitas pada masing-masing

sistem)

xi : data ke-I (persepsi responden tentang produktivitas pada masing-masing sistem)

n : banyak data

i : Persepsi responden tentang produktivitas buruh konstruksi untuk masing-masing

sistem pemberian upah.

Bx Termin = ((18x0.050)+(137x0.199)+(80x0.167)+(15x0.017)+(0x0.000)) x 100% = 87.453%

(0.050+0.199+0.167+0.017+0)

%100

1

1 x

B

xB

xn

i

i

n

i

ii

B

Page 210: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 210

Bx 100% = ((37x0.102)+(89x0.130)+(21x0.044)+(8x0.038)+(5x0.074)) x 100% = 43.657%

(0.102+0.130+0.044+0.038+074)

Bx harian = ((4x0.011)+(22x0.032)+(14x0.029)+(4x0.019)+(1x0.015)) x 100% = 11.772%

(0.011+0.032+0.029+0.019+015)

Bx mingguan= ((4x0.011)+(100x0.146)+(59x0.123)+(21x0.100)+(1x0.015)) x 100% = 60.789%

(0.011+0.146+0.123+0.100+0.015)

Bx 2mingguan = ((2x0.006)+(64x0.093)+(84x0.175)+(10x0.048)+(0x0.000)) x 100% = 65.821%

(0.006+0.093+0.175+0.048+0)

Bx bulanan = ((2x0.006)+(19x0.028)+(28x0.058)+(20x0.095)+(1x0.015)) x 100% = 20.297%

(0.006+0.028+0.058+0.095+0.015)

Bx bonus = ((52x0.144)+(93x0.135)+(37x0.077)+(4x0.019)+(0x0.000)) x 100% = 61.266%

(0.144+0.135+0.077+0.019+0)

Bx tidakbonus = ((5x0.014)+(95x0.138)+(73x0.152)+(70x0.333)+(7x0.103)) x 100% = 65.311%

(0.014+0.138+0.152+0.333+0.103)

Bx borongan = ((152x0.421)+(25x0.036)+(20x0.042)+(23x0.110)+(30x0.441))x100% = 77.631%

(0.421+0.036+0.042+0.110+0.441)

Bx jumlah hari= ((85x0.235)+(43x0.063)+(64x0.133)+(35x0.167)+(23x0.338)) x100% = 47.904%

(0.235+0.063+0.133+0.167+0.338)

Dari hasil perhitungan, maka dihasilkan tabel 4.6

Tabel 4.6 Hasil average indeks No Sistem pemberian upah Indeks rata rata (%)

1 Termin 87.45

2 100% 43.65

3 Per hari 11.77

4 Per minggu 60.79

5 Per dua minggu 65.82

6 Per bulan 20.29

7 Bonus 61.27

8 Tidak ada bonus 65.31

9 Borongan 77.63

10 Jumlah hari kerja 47.90

Dari hasil average indeks di atas diketahui bahwa sistem termin adalah sistem yang

paling besar pengaruhnya terhadap produktivitas buruh kontruksi di Surabaya.

5. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan sebagai berikut :

1. Beberapa sistem pemberian upah digunakan oleh kontraktor di Surabaya,

diantaranya sistem prosentase pekerjaan (termin), sistem pekerjaan selesai baru

dibayar (100%), sistem harian, (dibayarkan setiap hari), sistem mingguan, sistem 2

mingguan, dan sistem bulanan, sistem insentif (ada bonus), sistem tidak ada bonus,

sistem borongan, dan sistem jumlah hari kerja.

2. Ada hubungan antara sistem pemberian upah terhadap produktivitas buruh kontruksi

3. Sistem termin adalah sistem yang memberikan pengaruh paling besar terhadap

produktivitas buruh konstruksi di Surabaya jika dibandingkan dengan sistem yang

lainya.

Pustaka

Page 211: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 211

Adrew. S. dan Hyginus L. (1994). “The Wage-Productivity Hypothesis in A Small

Developing Country: The Case of Barbados”, Journal of Social and Economic

Studies, 43: 4 ISSN: 0037-7651.

Alvan, J.(1987). Industri Jasa Kostruksi di Indonesia, Aksara, Jakarta.

Anoraga, A. (1998). Membina Hubungan Karyawan dan Manajemen. Cipta Ilmu,

Bandung.

Arlina, B. (2006). “Pengaruh Upah dan Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas

Kerja Karyawan Pada PT. Polysindo Eka Perkasa Kaliwungu-Kendal”,

Administrasi Bisnis FISIP, Universitas Diponegoro.

Baker, G., Gibbs, M., and Holmstrom, B. (1994). “The Internal Economics of The Firm:

Evidence From Personnel Data”, Quarterly Journal of Economics, Vol. 109, pp.

881-919.

Bhatti, K. K., and Qureshi T. M. (2007). “Impact of Employee Participation on Job

Satisfaction, Employee Commitment And Employee Productivity”, International

Review of Business Research Papers, Vol.3 No.2 June 2007, Pp. 54-68.

Damayanti, R. (2005). “Pengaruh Motivasi Kerja Karyawan Terhadap Produktivitas

Kerja Karyawan Di Industri Furniture Di Semarang”, Skripsi, Fakultas ilmu

sosial, Universitas Negeri Semarang.

Dessler, G. (1998). Human Resources Development, Cipta media, Jakarta.

Drucker, P. F. (1999) Knowledge-Worker Productivity: The Biggest Challenge.

California Management Review, Vol. 41, No. 2, pp. 79-94.

Flippo, L. B. (1980). Prinsiple of Personal Management, Mc Graw-Hill, Koga Kusha,

Tokyo.

Handoko, H. (2001). Manajemen Personalian Dan Sumber Daya Manusia, BPFE,

Yogyakarta.

Hasibuan, Y. (2000). Tugas Manajer Perusahaan, Graha Ilmu, Jakarta.

Khoon, G. S. (2009). “Is Productivity Linked to Wages? An Empirical Investigation in

Malaysia”. CenPRIS Working Paper, No. 102/09 June.

Kusriyanto, B. (1993). Meningkatkan Produktivitas Karyawan, Pustaka Binaman

Pressindo, Jakarta.

Laitila, J. (2005) “Designing Performance measures for Research Activities”, Master’s

thesis, Tampere University of Technology, Department of Industrial Management,

12.7.2005.

Khoiriyah, L. (2009). Pengaruh Upah dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja

Karyawan pada CV. Aji Bali Jayawijaya. Skripsi Program Studi Pendidikan

Akuntansi.Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nawawi, H., dan Handari K. (1990). Administrasi Personel Untuk Peningkatan

Produktivitas Kerja, Haji Masagung, Jakarta.

Özmucur, S. (1997). “Wage and productivity differentials in private and public

manufacturing: the case of Turkey”. Department of Economics, University of

Pennsylvania, , 3718 Locust Walk, Philadelphia, PA 19104-6297.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja NR : PER . 06 / MEN / 1985 tentang perlindungan

pekerja harian lepas (PHL).

Ravianto, J. (1986). Pengukuran Produktivitas, Kanisius, Yogyakarta.

Rivai, V. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Siagian, P. (2002). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Rineka Cipta, Jakarta.

Page 212: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 212

Soepriyono, A. (1999). Pemberian Upah Karyawan Untuk Peningkatan Perusahaan,

Persada Ilmu, Jakarta.

Sipilä, J. (1996) The Expert and the Client-How to Handle these Two Roles? 2nd

Edition. Porvoo, WSOY.

Syarif, R. (1991). Produktivitas, Depdikbud, Jakarta.

Swastha, B. dan Sukotjo, I. (1995). Pengantar Bisnis Modern, 3d Edition, Liberty,

Yogyakarta.

Thwala, W. D., and Monese, L. N. (2007). “Motivation as a tool to improve

productivity on the construction site”, Paper of Department of Quantity Surveying

and Construction Management, University of Johannesburg.

Umar, H. (2003). Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Umar, H. (2003). Metode Riset Perilaku Organisasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Woekirno, S. (1979). Faktor-Faktor Produktivitas Karyawan, Gramedia, Jakarta.

Page 213: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 213

PENGUKURAN TINGKAT KEPUASAN OWNER

TERHADAP PENERAPAN MANAJEMEN PROYEK

OLEH BUJK ASING DI INDONESIA

Tri Joko Wahyu Adi 4

1Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS Sukolilo Surabaya, email:

[email protected]

ABSTRAK

Tantangan globalisasi meningkatkan kompetisi dan lingkungan persaingan yang semakin dinamis. Oleh

karena itu, indutri konstruksi, khususnya Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) berupaya meningkatkan

kinerjanya guna memberikan kepuasan kepada pemilik proyek (owner). Dilain sisi, penerapan

manajemen proyek konstruksi merupakan jaminan bahwa proyek konstruksi dapat mencapai tujuan yang

telah ditetapkan bersama. BUJK (kontraktor) asing yang masuk ke Indonesia selama ini dikenal tertib

dan rapi dalam menerapkan manajemen proyek. Namun, benarkah owner sudah merasa puas dengan

hasil yang diberikan? Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan sejauh mana owner puas

terhadap penerapan manajemen proyek konstruksi oleh kontraktor asing yang ada di Indonesia. Populasi

penelitian ini adalah owner yang telah menggunakan jasa kontraktor asing di Indonesia. Responden

penelitian adalah para pimpinan proyek dan staf teknis yang terlibat langsung dalam proyek. Area

penelitian meliputi Riau dan Surabaya (mewakili Indonesia bagian barat), Balikpapan (mewakili

Indonesia bagian tengah) dan makassar, NTB serta Papua (mewakili Indonesia bagian timur). Kuisioner

digunakan sebagai alat pengumpulan data, dan hasilnya dioleh mengunakan Important-Performance

Analysis (IPA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun sebagian besar kontraktor asing sudah

menerapkan prinsip manajemen proyek namun belum semua owner merasa puas terhadap hasil kerja

mereka. Selain itu juga ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki, khususnya terkait kecepatan

penanganan masalah/ gangguan lingkungan, komunikasi yang terintegrasi dengan partner lokal, serta

mekanisme alih pengetahuan dan teknologi yang belum jelas.

Kata kunci: Kepuasan owner, Penerapan manajemen proyek, kontraktor asing

5. PENDAHULUAN

Kepuasan pelanggan telah menjadi sesuatu yang penting dalam semua bidang

produksi seiring dengan semakin meningkatnya kompetensi dan lingkungan persaingan

yang semakin ketat membuat setiap perusahaan harus terus meningkatkan dan

memperbaiki kinerja untuk dapat memuaskan pelanggannya. Perusahaan menggunakan

pengukuran kepuasan pelanggan dalam pengembangan, memonitor, dan mengevaluasi

penawaran produk dan layanan serta memotivasi dan untuk kompensasi karyawan

(Anderson et al. 1994). Mengukur kepuasan pelanggan juga bermanfaat bagi organisasi,

misalnya, meningkatkan komunikasi antar pihak, memungkinkan kesepakatan bersama,

mengevaluasi progress menuju tujuan, dan memonitoring hasil yang telah dicapai dan

perubahan-perubahan yang ada (Burns and Bush, 2006; Naumann, 1995). Dalam

persaingan dunia usaha, kepuasan pelanggan menjadi target utama para pelaku usaha.

Untuk keberlangsungan perusahaan tersebut, kepuasan pelanggan menjadi hal yang vital

dalam menentukan profit perusahaan.

Demikian juga pada industri konstruksi, pentingnya kepuasan pelanggan dan

orientasi kepada pelanggan telah tumbuh dikarenakan ketatnya kompetisi. Sebagai

Page 214: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 214

penyedia jasa, dalam hal ini kontraktor dan konsultan harus bekerja semaksimal

mungkin untuk memuaskan pemilik proyek yang bertindak sebagai pelanggan. Sejak

dulu, kinerja dalam bidang konstruksi telah diukur melalui faktor biaya, waktu, dan

kualitas atau bisa juga disebut sebagai tiga kendala (triple constraint). Dari “triple

constraint” itu, sebuah proyek dianggap sukses jika bangunan tersebut disampaikan atau

diselesaikan pada waktu yang tepat dengan harga yang tepat dan berkualitas (Atkinsson,

1999).

Menurut Karna (2009), Konstruksi dapat dikategorikan sebagai proyek industri yang

lebih spesifik dengan fitur khusus mengenai produksinya, seperti temporalitas, lokasi

terbatas, dan bisa disebut sebagai produk yang “one-way ticket”. Karena sifat kompleks

dari konstruksi dan karakteristik khusus dari proses produksi proyek, konstruksi telah

memiliki beberapa masalah dalam menghasilkan kualitas yang berorientasi pada

pelanggan. Meskipun hal tersebut telah diketahui cukup lama, orientasi pelanggan pada

konstruksi telah tertinggal dan mengakibatkan pelanggan tidak puas. Hal ini juga

dikarenakan pengukuran kinerja proyek secara tradisional atau triple constraint sudah

terlalu sederhana untuk diterapkan didalam lingkungan proyek (Dainty et al, 2003).

Oleh karena itu perlu adanya sebuah pengembangan yang lebih mendetail mengenai

konsep tradisional itu agar lebih bermanfaat bagi sebuah proyek konstruksi.

Penerapan manajemen proyek konstruksi akan memerlukan pengetahuan tentang

berbagai aspek seperti integrasi, lingkup, mutu, biaya, waktu, resiko, komunikasi, SDM,

pengadaan, lingkungan, keselamatan, keuangan dan klaim (PMBOK & CMBOK, 2009).

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah badan usaha jasa konstruksi baik nasional

maupun asing menerapkan prinsip dan fungsi manajemen proyek konstruksi sehingga

pelanggan menjadi puas.

Tjiptono & Gregorius (2005) menyebutkan dalam bukunya bahwa kepuasan

pelanggan telah menjadi konsep sentral dalam wacana bisnis dan manajemen.

Organisasi bisnis dan non-bisnis pun berlomba-lomba mencanangkan kepuasan

pelanggan sebagai salah satu tujuan strategiknya. Survei yang dilakukan terhadap

perusahaan-perusahan yang masuk dalam fortune 500 menunjukkan bahwa 71%

diantaranya berkeyakinan bahwa kepuasan pelanggan merupakan salah satu tantangan

terbesar dalam tahun-tahun selanjutnya, namun hanya 18% perusahaan yang memiliki

program mapan untuk memantau kepuasan pelanggan (Business Review Weekly, 31

March 1997). Lovelock, Patterson & Walker (2004) mengamati bahwa terjadi tren

serupa di kawasan Asia, Australia, dan Selandia Baru. Susetyo (2002) menyebutkan

bahwa kontraktor asing yang masuk ke Indonesia dapat dianggap sebagai pendatang

baru yang potensial. Pada era globalisasi pasar bebas yang sudah tidak dapat dicegah,

proteksi tidak mungkin dilakukan karena sudah ada perjanjian bebas diantara negara-

negara yang mempunyai kepentingan sama. Oleh sebab itu harus dicari strategi lain agar

supaya proyek konstruksi nasional tidak dikuasai oleh kontraktor asing.

Penelitian ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan sejauh mana pelanggan puas

terhadap manajemen proyek konstruksi yang diterapkan oleh badan usaha jasa

konstruksi. Disamping itu, kegiatan ini juga penting untuk memahami sejauh mana

sesungguhnya badan usaha jasa konstruksi menerapkan sistem manajemen untuk

mencapai keberhasilan suatu proyek baik dipandang dalam perspektif perusahaan

maupun pelanggan. Kajian ini akan juga memberikan pemahaman bagaimana kinerja

manajemen proyek konstruksi oleh badan usaha jasa konstruksi nasional dengan

kualifikasi kecil, menengah dan besar serta asing atau multinasional di Indonesia.

Page 215: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 215

6. DASAR TEORI

2.1. Identifikasi variabel kepuasan konstruksi terhadap penerapan manajemen

proyek konstruksi

Sebagai dasar dalam menentukan variabel kepuasan pelanggan konstruksi,

penelitian ini mengacu pada penelitian yang ditulis oleh Idrus & Sodangi (2011)

mengenai evaluasi kinerja kualitas dari kontraktor di Nigeria. Disebutkan bahwa kinerja

kualitas dari sebuah proyek konstruksi terbagi menjadi 2 dimensi yaitu kualitas fasilitas/

product yang dibangun serta kualitas dari layanannya/ service. Dimensi produk disini

maksudnya adalah hasil dari gedung atau bangunan konstruksi yang telah dibangun oleh

para penyedia jasa, sedangkan dimensi servis maksudnya adalah pelayanan yang

diberikan oleh penyedia jasa kepada owner selama masa proyek berlangsung dari awal

rencana hingga produk/ bangunan selesai dikerjakan. Kombinasi dari kedua kualitas

tersebut akan sangat berperan dalam pencapaian tingkat kinerja kualitas. Tabel 9 di

bawah berisi beberapa dimensi kualitas produk dan layanan (Idrus & Sodangi, 2011)

yang diambil dari beberapa literatur seperti Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985),

Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1988), Gronroos (1988), Garvin (1988), dan Evans

dan Lindsay (2005).

Tabel 9. Dimensi kepuasan pada level proyek

No Dimensi Deskripsi A Product 1 Performance Fungsi dasar dari fasilitas yang memenuhi

kebutuhan pengguna dan tujuan akhirnya. 2 Features Karakteristik yang melengkapi fungsi dasar

fasilitas. 3 Reliability Tingkat kepercayaan dimana pengguna akhir

dapat menggunakan fasilitas sampai akhir umur rencana, tanpa kegagalan.

4 Conformance Tingkat dimana operasional konstruksi memenuhi standar desain dan spesifikasi.

5 Durability Jumlah penggunaan dari pengguna terakhir dapatkan dari fasilitas sebelum adanya penggantian untuk perbaikan.

6 Serviceability Kecepatan, kesopanan, dan kompetensi dengan pemeliharaan pada fasilitas dapat dilakukan.

7 Aesthetics Tingkat kepuasan berdasarkan pengalaman pengguna akhir terhadap tampilan fasilitas, merasa, suara, rasa, atau bau.

8 Perceived quality Tingkat kepuasan berdasarkan pengalaman pengguna akhir terhadap image fasilitas dan publisitas.

B. Service 1 Time Durasi kontrak, termasuk waktu tunggu untuk

mobilisasi di lapangan. 2 Timeliness Penyelesaian kontrak pada tanggal yang

dijadwalkan/direncanakan. 3 Completeness Jumlah item pada daftar yang terealisasi pada

saat penyelesaian proyek. 4 Courtesy Tingkat rasa hormat, kesopanan, keramahan,

dan kebaikan di lapangan dan karyawan

Page 216: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 216

lainnya. 5 Consistency Kemampuan untuk tetap stabil memberikan

tingkat pelayanan yang sama untuk semua klien.

6 Accessability & Convinience Kemudahan setelah kontrak pelayanan telah diperoleh.

7 Accuracy Kemampuan untuk menyediakan layanan yang tepat pada saat pertama dengan jumlah pekerjaan ulang minimal.

8 Responsiveness Kemampuan untuk bereaksi terhadap masalah yang tak terduga selama kontrak. Kesediaan dan kesiapan untuk memberikan layanan yang cepat.

9 Reliability Kemampuan untuk menjanjikan melakukan layanan yang handal dan akurat

10 Communication Menjaga pelanggan terus mendapatkan informasi dalam bahasa yang dapat mereka mengerti dan mendengarkan pelanggan ketika diperlukan.

11 Credibility Kejujuran dan kepercayaan. 12 Security Fisik, keuangan dan kerahasiaan. 13 Competence Memiliki keterampilan dan pengetahuan yang

dibutuhkan pada semua karyawan. 14 Tangibles Fisik fasilitas dan peralatan, dan penampilan

karyawan. 15 Understanding Kemampuan untuk memahami kebutuhan

dan persyaratan klien. 16 Assurance Pengetahuan dan kesopanan dari karyawan

dan kemampuan mereka untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan.

17 Empathy Tingkat kepedulian, perhatian individual perusahaan kepada pelanggan.

18 Recovery Kemampuan untuk mendapatkan momentum dan peningkatan dari setiap proyek.

Untuk memfusikan konsep kepuasan kualitas konstruksi dengan penerapan manajemen

proyek, maka konsep idrus dan sondagi (2010) perlu digabung dengan konsep project

management body of knowledge (PMBOK). Gambar 1 menjelaskan penggabungan tiga

konsep, yaitu kepuasan, konstruksi dan manajemen proyek.

2.2. penelitian terdahulu dan posisi penelitian

Penelitian terdahulu yang membahas ketiga bidang kelimuan tersebut atau

yang membahas kepuasan pelanggan terhadap penerapan manajemen proyek konstruksi

diantaranya yaitu Ezekiel, Paul and Pauline (1998) yang meneliti mengenai kepuasan

pelanggan di negara UK yang didapat dari survey pada 42 bangunan untuk

mendapatkan kriteria-kriteria atau aspek-aspek yang menjadi keinginan dari klien

terhadap bangunan-bangunan yang ada di UK. Kemudian setelah survey dilakukan

didapatkan 3 urutan teratas hal-hal yang diinginkan oleh klien yaitu kebutuhan akan

fungsi bangunan, waktu penyelesaian proyek, dan keefektifan penggunaan dana atau

nilai uang. Kemudian Karna (2004) mencoba meneliti mengenai kepuasan pelanggan

dan kualitas bagi pihak owner dari pemerintah dan juga swasta, analisis empiris

dilakukan untuk meninjau kepuasan pelanggan di konstruksi dari sudut pandang

pelanggan publik dan swasta. Hasil penelitian menemukan bahwa pelanggan publik

Page 217: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 217

lebih tidak terpuaskan dengan performa kontraktor dibandingkan pelanggan swasta.

Penelitian selanjutnya oleh Mehmedali dan Abulrezak (2006) mengenai kebutuhan,

keinginan, dan harapan klien dari kontraktor dengan klien dari pihak swasta berdasarkan

masukan dari pasar konstruksi yang ada di Northern Cyprus. Penelitian menghasilkan

beberapa temuan diantaranya klien swasta di tempat tersebut lebih mementingkan harga

yang ditawarkan oleh pihak kontraktor, lama kontraktor ada di konstruksi, dan image

kontraktor di pasar konstruksi. Menurut Idrus & Sodangi, (2011) Kepuasan konstruksi

pada level proyek terbagi menjadi 2 dimensi, yaitu: dimensi produk dan dimensi

pelayanan (service). Kemudian kuisioner disebarkan kepada klien yang dibagi menjadi

3 kelompok yaitu pemerintah, semi-pemerintah, dan swasta. Didapatkan hasil bahwa

ketiga kelompok klien memiliki persepsi yang sama mengenai kinerja para kontraktor.

Penelitian ini mengambil daerah penelitian di Indonesia. Dengan adanya

perbedaan budaya dan demografis tertentu, maka faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan pelanggan di Indonesia kemungkinan akan berbeda dengan di negara/ tempat

lain. Sedangkan persamaan dari kelima penelitian terdahulu dengan penelitian kali ini

yaitu semua dilatar belakangi oleh kurangnya perusahaan konstruksi memperhatikan

kepuasan pelanggannya yang berakibat tidak baik bagi kelangsungan perusahaan dan

persaingan dengan perusahaan lain yang lebih mengerti pada keinginan pelanggan.

Gambar 1. Variabel kepuasan konstruksi terhadap penerapan manajemen proyek

7. METODE PENELITIAN

3.1. Variabel penelitian

Secara umum penelitian ini adalah merupakan jenis penelitian eksploratif yang

dilakukan dengan metode survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari populasi

dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data primer atau data pokok.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kepuasan pemilik proyek (baik

pemerintah maupun swasta) yang pernah menggunakan jasa badan usaha konstruksi

(kontraktor) asing.

Page 218: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 218

Konsep variabel kepuasan konstruksi atas penerapan manajemen proyek diturunkan dari

penggabungan konsep kepuasan, konstruksi dan manajemen proyek. Konsep ini

diwujudkan dalam bentuk matriks (seperti pada tabel 2) dan kemudian diturunkan

menjadi 27 variabel penelitian (pertanyaan di kuisioner).

Tabel 2. Matriks kombinasi 3 konsep.

3.2. Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian ini adalah badan usaha jasa konstruksi asing yang pernah

mengerjakan proyek milik pemerintah di Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan di

beberapa kota besar di Indonesia, seperti: Riau dan Surabaya (mewakili Indonesia

bagian barat), Balikpapan (mewakili Indonesia bagian tengah) dan makassar, NTB dan

Papua (mewakili Indonesia bagian timur). Sampel/ responden penelitian ini adalah para

pemilik proyek (pemerintah maupun swasta) yang pernah menggunakan jasa kontraktor

asing maupun multinasional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Non probabilistic sampling ( purposive Sampling). Alasan

pemilihan metoda purposive adalah: 1) Frame populasi tidak dapat diprediksi 2)

Terbatasnya responden yang pernah menggunakan BUJK asing maupun multinasional

di Indonesia.

3.3. Analisis data

Data yang terkumpul dari kuisioner, akan dianalisis untuk menyimpulkan hasil

pengukuran kepuasan pelanggan terhadap kinerja manajemen proyek konstruksi di

Indonesia. Dari hasil kuisioner, selain akan dicari indikator yang mempengaruhi

kepuasan pelanggan, juga akan dicari kesenjangan (gap) antara harapan dan kenyataan

dilapangan. Untuk menganalisis indikator yang paling dominan mempengaruhi

Page 219: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 219

kepuasan pelanggan akan digunakan “mean rank analysis”, sedangkan untuk

mengetahui kesenjangan antara harapan dan kenyataan digunakan analisa kuadran atau

“Importance-Performance Analysis”.

8. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Dari 50 kuisioner yang disebarkan, terkumpul 31 kuisioner (62%). Gambar

berikut ini menunjukkan deskripsi profil responden dan informasi proyek yang

disurvey. Terlihat bahwa 43% responden telah berpengalaman lebih dari 10 tahun

dengan 87% proyek bernilai antara US$ 1 juta sampai dengan US$ 500 juta. Negara

asal kontraktor asingpun bervariasi diantaranya berasal dari Asia, Eropa Australia dan

Amerika.

Gambar 2. Deskripsi profil responden dan informasi proyek

Hasil analisa Important Performance Analysis (IPA) menunjukkan bahwa ada

beberapa variabel yang perlu mendapatkan prioritas perhatian yaitu: ketepatan waktu

pelaksanaan (terkait dengan schedule yang realistis), penanganan masalah/ gangguan

(lingkungan), ketepatan pemilihan partner lokal yang berdampak pada kelancaran

komunikasi dan penyediaan SDM berkualitas (lihat Gambar 3).

Gambar 3. IPA diagram

Kuadran:

Prioritas

Page 220: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 220

Ketidaktepatan waktu penyelesaian lebih disebabkan oleh rentang waktu proyek

pemerintah yang tidak realistis akibat dana yang ‘biasanya’ turun mendekati akhir

tahun. Sedangkan masalah penanganan masalah (lingkungan), kontraktor asing

cenderung tergantung pada partner lokal untuk menyelesaikan. Masalah SDM dan

komunikasi yang kurang terintegrasi kebanyakan disebabkan karena problem perbedaan

kultur (misal, partner lokal yang perlu beradaptasi pada Standard Operating Procedure

(SOP) dan system management yang dibuat oleh kontraktor asing, serta kebiasaan

bekerja aman (K3) dan prosedural) dan kekurangmampuan partner lokal berkomunikasi

menggunakan bahasa asing. Hal ini terjadi terutama pada pekerja level teknis (med-low

level).

Uji t-test yang dilakukan menunjukkan bahwa masih ada perbedaan yang signifikan

antara tingkat kepentingan dan kepuasan owner terhadap penerapan manajemen proyek

oleh kontraktor asing di Indonesia, seperti terlihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji t test.

Ho: Tidak ada perbedaan antara tingkat kepentingan dan kepuasan

H1: Ada perbedaan antara tingkat kepentingan dan kepuasan

Terlihat bahwa P value (sig.) 0,001< 5%, sehingga H1 diterima pada tingkat

signifikansi 5%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa “Ada perbedaan antara

tingkat Kepentingan dan tingkat Kepuasan”. Dalam penelitian ini juga ditemukan

beberapa kendala pelaksanaan partnering kontraktor lokal dan asing di Indonesia,

seperti:

1. Perbedaan budaya dan etos kerja: seperti Cultural shock, perbedaan standar hidup,

nilai budaya dan sistem sosial; seperti masih terlihat adanya perbedaan fasilitas

maupun gaji yang menyolok antara engineer asing dan lokal sehingga timbul

kecemburuan sosial.

2. Pemilihan parter lokal: kekurangseimbangan kapasitas dan kapabilitas baik teknis

maupun manajemen, termasuk keseimbangan modal kerja. Kecenderungan ‘sekedar’

mencari partner lokal untuk mendapatkan pekerjaan masih terlihat, serta

kekurangmampuan berbahasa asing bagi partner lokal, khususnya pada level teknis

(mid-low level managment) menjadi kendala dalam bekerja.

3. Mekanisme alih teknologi: Sesuai dengan salah satu tujuan pemerintah bahwa

partnering BUJK asing dan lokal dimaksudkan untuk transfer pengetahuan dan

teknologi. Namun pelaksanaan di lapangan menunjukkan bahwa mekanisme ini

masih belum terlihat dengan jelas. Menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk

membuat kebijakan terkait mekanisme alih pengetahuan dan teknologi.

4. Transfer budaya: Pengalaman tukar budaya juga menjadi salah satu point penting

bagi BUJK lokal, mengingat, kedepan, BUJK nasionalpun akan mencari/

melaksanakan proyek di luar negeri. AFTA dan kesepakatan baru terkait

perdagangan bebas di asia, memungkinkan BUJK lokal masuk dan mendapatkan

Page 221: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 221

proyek di negara negara di kawasan Asia. Proses adaptasi budaya, model komunikasi

dan penanganan masalah dilapangan akan menjadi modal bagi BUJK lokal untuk

bisa beradaptasi di luar negeri.

9. KESIMPULAN

1. Terdapat 27 variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan klien

dalam penerapan manajemen proyek oleh badan usaha jasa konstruksi di Indonesia.

Variabel tersebut diderivasi dari 3 konsep, yaitu : konsep kepuasan pelanggan,

konsep deliverable proyek konstruksi dan konsep manajemen proyek yang diadopt

dari PMBOK.

2. Hasil pengukuran tingkat kepentingan dan kepuasan klien (owner) terhadap kinerja

BUJK asing dalam menerapkan manajemen proyek (yang direpresentasikan dalam

diagram Kepentingan dan kepuasan) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat

kepentingan = 4.53, dan rata-rata tingkat kepuasan= 3.59. sehingga tingkat

kesesuaian antara kepentingan (ekspektasi) dan kepuasan adalah 85%. Namun dari

hasil uji statistik (t test) menunjukkan masih ada perbedaan yang cukup signifikan

antara tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan. Ada hal hal yang masih perlu

diperbaiki dan ditingkatkan penerapannya, seperti penjadwalan yang realistis,

penanganan masalah terkait lingkungan dan sosial, serta komunikasi yang

terintegrasi antar stakeholders.

3. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penerapan kerjasama antara BUJK asing

dan partner lokal, masih menyisakan permasalahan keseimbangan kapasitas/

kapabilitas partner, serta masih belum terimplementasikannya transfer pengetahuan

dan teknologi dari BUJK asing kepada BUJK lokal.

10. APRESIASI (ACKNOWLEDGEMENT)

Peneliti mengucapkan apresiasi yang setinggi tingginya kepada BP konstruksi

Kementerian Pekerjaan Umum (PU) karena penelitian ini merupakan salah satu topik

penelitian peningkatan kapasitas industri konstruksi Indonesia yang didanai oleh BP

Konstruksi kementerian PU tahun anggaran 2012.

DAFTAR PUSTAKA

Daniwiyah, Dede. 2011. Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Bauran Pemasaran

Terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus Bus MGI AC Jurusan Sukabumi-

Depok). Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Gunadarma. Depok.

Ezekiel, Paul, and Pauline. 1998. An evaluation of the project needs of UK building

clients. International Journal of Project Management Vol. 16 No. 6 pp. 385-391.

Elsevier Science Ltd and IPMA. Great Britain.

Karna, S., 2004. Analysing Customer Satisfaction and Quality in Construction - the

Case of public and Private customers. Nordic Journal of Surveying and Real

Estate Research, Special Series, Vol 2. Finland.

Hapsari, Yan. 2008. Analisis yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan pada PT.

Graha Sarana Duta Semarang, Telkom Group. Program Pascasarjana

Universitas Diponegoro. Semarang.

Husen, Abrar. 2009. Manajemen Proyek. Andi offset. Yogyakarta.

Page 222: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 222

Idrus and Sodangi. 2011. Framework for Evaluating Quality Performance of

Contractors in Nigeria. International Journal of Civil and Environmental

Engineering IJCEE-IJENS Vol 10, No 01 pp. 34-39. Malaysia.

Karna, Sami. 2009. Concept and Attributes of Customer Satisfaction in Construction.

TKK structural Engineering and Building Technology Dissertations. Helsinki

University of Technology. Finland.

Kotler, P and Donald H., Irving R. 1998. Marketing Places : Attracting Investment,

Industry and Tourism to Cities, State and nations. The Free Press Admission Of

macmillan inc. New York.

Kuncoro, M. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Bagaimana Meneliti

dan Menulis Tesis? Jakarta: Erlangga.

Mehmedali and Abdulrezak. 2006. Clients needs, wants and expectations from

contractors and approach to the concept of repetitive works in the Northern

Cyprus construction market. Building and Evirontment Vol. 41 pp. 602-614.

Elsevier Science. Turkey.

Munns and Bjeirmi. 1996. The Role of Project Management in Achieving Project

Success. International Journal of Project Management Vol. 14 No. 2 pp. 81-87.

Elsevier Science Ltd and IPMA. Great Britain.

Parasuraman, Zeithaml, and Berry. 1988. A Multiple-Item Scale for Measuring

Consumer Perceptions of Service Quality. Servqual, Journal of Retailing Vol 64

No. 1 pp. 23-40. Texas.

Project Management Body of Knowledge (PMBOK guid) Fourth Edition. 2008. Project

Management Institute, Inc.

Soeharto, Iman. 1999. Manajemen Proyek, Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Sekaran, U. 2009. Research Method for Business: Metodologi Penelitian Bisnis.

Salemba Empat. Jakarta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Penerbit Alfabeta,

Bandung.

Tjiptono F.,dan Gregorius Chandra. 2005. Service, Quality & Satisfaction. Andi offset.

Jogjakarta.

Page 223: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 223

PENGARUH IKLIM ORGANISASI DAN KEPUASAN

KERJA TERHADAP NIAT BERHENTI STAF PROYEK

PADA PERUSAHAAN KONSTRUKSI DI SURABAYA

Krisna Adi Utamaiv

dan Putu Artama W.2

1Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Kampus ITS

Sukolilo Surabaya, Telp 031-5946094, email: [email protected], [email protected] 2Dosen Pasca Sarjana Jurusan Teknik Sipil FTSP, ITS, Kampus ITS Sukolilo Surabaya,

Telp 031-5946094, email: [email protected]

ABSTRAK

Staf proyek adalah salah satu aset perusahaan yang sangat penting mengingat peranannya

sebagai pelaku utama produksi, khususnya pada perusahaan konstruksi. Oleh karenanya dibutuhkan unsur

pemeliharaan dari manajemen sumber daya manusia untuk mengelola kebijakan dan langkah strategis

untuk mempertahankan karyawannya. Perubahan pada personil proyek yang sifatnya pengunduran diri

(voluntary turnover) akan berdampak langsung pada tim proyek, performa proyek, bahkan pada akhirnya

berimbas pada organisasi. Efektifitas strategi retensi akan ditinjau pada elemen penting motivasi, yakni

kepuasan kerja. Disisi lain, secara makro, manajemen perusahaan juga akan memberikan dampak pada

persepsi bersama karyawan terhadap perusahaannya, dan mempengaruhi prilaku karyawan itu sendiri.

Tolok ukur keberhasilan usaha pemeliharaan yang dilakukan perusahaan mesti dianalisa dalam dimensi

yang kompleks, yakni melibatkan loyalitas serta tingkat stress (burnout) karyawan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja dan iklim organisasi

terhadap niat berhenti seseorang, melalui loyalitas dan burnout sebagai variabel interviening (perantara).

Penelitian ini menggunakan metode survey terhadap staf perusahaan konstruksi di Surabaya yang terlibat

langsung dalam penanganan proyek, kemudian dianalisis dengan Structural Equation Modelling (SEM).

Dari hasil analisa didapatkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap loyalitas dan

berpengaruh negatif pada niat berhenti. Iklim organisasi juga ditemukan dapat berpengaruh positif

terhadap loyalitas dan berpengaruh negatif terhadap tingkat depresi/burnout karyawan. Ditambahkan juga

bahwa iklim organisasi memberikan pengaruh tidak langsung terhadap niat berhenti melalui tingkat

depresi/burnout karyawan.

Kata kunci: Niat berhenti, kepuasan kerja, iklim organisasi, loyalitas, burnout.

1. PENDAHULUAN

Manusia sebagai modal perusahaan adalah komponen yang paling utama dari

banyak organisasi, bagaimanapun perusahaan perlu untuk menggunakan modal manusia

sebagai jalan untuk menampilkan efisiensi kerja dengan menggunakan keahlian dasar

mereka (Atif Anis dkk. 2011)[1]. Mempertahankan karyawan yang memiliki kualitas

performa yang tinggi, sebagai aset yang sangat bernilai dari banyak perusahaan, adalah

salah satu isu dari nilai kompetitif organisasi saat ini (Liew C.H. dan Sharan Kaur,

2008)[2]. Retensi pekerja adalah kemampuan untuk menahan pekerja yang di kehendaki

bertahan lebih lama, dari perginya ke pesaing (Jhonson, 2000 dalam Shoaib M., dkk

(2009)[3]. Retensi sangat erat hubungannya dengan pengunduran diri karyawan

(employee turnover. Retensi karyawan berkembang menjadi dimensi yang lebih luas

mengenai usaha pemeliharaan organisasi terhadap sumber daya manusianya. Tidak

hanya sekedar menjaga karyawan agar tetap bertahan, namun juga mengendalikan

tingkat stress yang diakibatkan pekerjaan serta mempertahankan loyalitas mereka.

Pengunduran diri menjadi masalah yang krusial mengingat dampak yang

ditimbulkan pada organisasi. Ahlrichs (2000) dan Roodt dan Bothma (1997) dalam

Page 224: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 224

penelitian Kotze, K dan Roodt, G (2005)[4] menampilkan besarnya pengeluaran atau

biaya yang dihasilkan selain hilangnya tenaga kerja, hilangnya pengetahuan dan

pengalaman dari organisasi yang akan menghambat performa dari organisasi (Ramlall,

2004) [5]..

Niat untuk berhenti diartikan sebagai kecenderungan karyawan untuk keluar

(mengundurkan diri) dari perusahaan tempat bekerja Mak, B. L. dan Sockel, H.

(2001)[6]. Adanya turnover intent di dalam perusahaan merupakan bom waktu, yang

suatu saat nanti akan meledak, dan sejumlah karyawan akan keluar (eksodus) dari

perusahaan di saat perusahaan sedang membutuhkan. Ketika pekerja dengan niat

berhenti yang rendah adalah dampak dari persepsi kepuasan kerja dan keamanan kerja

(job security), pekerja yang telah memiliki niat berhenti yang tinggi akan menjadi

frustasi dan tidak berkosentrasi pada pekerjaannya.

Kondisi perusahaan konstruksi di Surabaya pun mengalami perubahan personil

tim proyek, berupa karyawan yang mengundurkan diri cukuplah besar. Hal ini biasanya

kerap terjadi pada perusahaan di skala kecil dan menengah. Meski belum dapat

dipastikan niat seseorang untuk berhenti selalu berakhir dengan pengunduran diri,

namun keinginan dan macam motif obsesi seseorang untuk berhenti, menunjukkan

rendahnya motivasi kerja, kondisi perusahaan yang gagal menarik karyawan untuk tetap

loyal di dalam organisasi.

Penelitian ini mencoba mengembangkan model dengan menambahkan variabel

loyalitas dan burnout sebagai variabel intervening (perantara) terhadap niat berhenti.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan faktor faktor dan bagaimana pengaruh

yang bisa diberikan iklim organisasi dan kepuasan kerja terhadap niat berhenti.

2. DASAR TEORI

Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja dalam model tradisional memiliki fokus utama pada apa yang

dirasakan individu mengenai pekerjaan atau perasaan senang terhadap pekerjaannya

(Al-Hussami, 2008; Crossman and Abou- Zaki, 2003 dalam Atif Anis 2011)[1].

Kepuasan kerja tidak hanya bergantung pada sisi alami pekerjaan, namun juga

bergantung pada harapan/espektasi pada apa yang bisa diberikan pekerjaan pada pekerja

(Al-Hussami, 2008) [7]. Secara umum, jika pekerja puas dengan supervisi, rekan kerja,

kebijakan pembayaran dan promosi ke depan, mereka akan menunjukkan komitmen

terhadap organisasi dan puas dengan pekerjaannya (Reed, Kratchman and Strawser,

(1994) dalam atif Anis dkk. (2011)[1].

Kepuasan kerja berhubungan untuk menjaga performa kerja, nilai kerja yang

positif, tingginya tingkat motivasi, dan mengurangi keabsenan, pengunduran diri dan

“burnout” (Chiu, 2000; Tharenou, 1993 dalam Edi Suhanto 2009) [8].

Seorang karyawan yang merasa puas dalam pekerjaannya, akan menunjukkan

sikap yang baik secara keseluruhan di tempat kerja dan menyebabkan meningkatnya

komitmen terhadap organisasi yang akhirnya akan menyebabkan rendahnya niat untuk

keluar dari perusahaan (intention to quit) (Raabe dan Beehr,2003; Ramaswami dan

Singh, 2003 dalam Edi Suhanto 2009) [8].

Iklim organisasi

Page 225: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 225

Al Shammari dalam Edi Suhanto, (2009) [8] mendefinisikan iklim organisasi

sebagai suatu set dari sifat-sifat terukur (measurable properties) dari lingkungan kerja

yang dirasakan atau dilihat secara langsung atau tidak langsung oleh orang hidup yang

bekerja di lingkungan tersebut dan diasumsikan mempengaruhi motivasi dan prilaku

mereka. Persepsi bersama yang muncul dari kebijakan, praktek, dan prosedur organisasi

secara informal dan formal (Reichers dan Scheneider dalam Edi Suhanto, 2009) [8].

Ketidakpastian dalam lingkungan kerja mempengaruhi tingkat stres di kalangan

para karyawan dalam suatu organisasi. Lebih lanjut Robbins (2003) dalam Edi Suhanto

(2009)[7] berpendapat bahwa struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam

organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang

berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak

pada karyawan merupakan potensi sumber stress.

Lok dan Crawford (1999) dalam Kotze dan Roodt (2005)[4] menemukan

hubungan signifikan yang positif antara komitmen dan tingkat kontrol lingkungan kerja,

kontrol dalam konteks ini adalah kebebasan pekerja atau kemampuan untuk

mempengaruhi atau merekayasa lingkungan kerja.

Penelitian oleh Liew C.H. dan Sharan Kaur (2008)[2] menyatakan bahwa

dukungan mengacu pada perhatian/bantuan yang diberikan manajer dan rekan kerja

lainnya dalam kelompok dalam bentuk saling mendukung satu sama lain dalam satu

organisasi. Iklim dengan dukungan yang baik diyakini dapat mengurangi konflik antar

personal. Selanjutnya hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa organisasi dapat

menurunkan tingkat pengunduran diri karyawan melalui peingkatan iklim organisasi

dengan jalan menghilangkan prosedur atau aturan yang tidak efektif atau memberatkan.

Retensi

Zhang, Y dan Wallace, M (2008) [9] menuliskan pendapat Frey dan Stechstor

(2007) yang menyatakan bahwa staff retention berhubungan dengan keberlanjutan

kontrak kerja antara pekerja dengan organisasi dan meliputi aktivitas yang akan diambil

oleh organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja. Berdasarkan hasil penelitian

Muhammad (1990), Mak dan Sockel (2001)[6] menyatakan bahwa retention dapat

termanifestasi ke dalam tiga cara. Pekerja mungkin dapat mengembangkan perasaan

loyal dan komitmen organisasi, menjadi sangat tertekan (depresi) dimana menjadi

‘burn-out’ mode, mungkin akan memutuskan apakah dia membutuhkan keberadaan

dalam organisasi, merencanakan, dan berniat untuk meninggalkan perusahaan atau

merubah jalur karirnya.

Loyalitas Mak, B. L. dan Sockel, H. (2001)[6] menyatakan bahwa loyalitas diartikan

sebagai segala sesuatu yang mendukung perasaan setia karyawan pada perusahaan

tempatnya bekerja. Loyalitas karyawan mempunyai peranan penting dalam kemajuan

perusahaan. Itulah sebabnya perusahaan harus dapat membuat karyawan loyal.

Komitmen organisasi adalah kestabilan psikologi atau dukungan yang diberikan

individu terhadap organisasi (Carrie re dan Bourque, 2009 dalam Atif Anis et al.

2011)[1]. Pekerja yang memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi mempunyai

merasa memiliki dan menjadi bagian di dalamnya, serta akan berhasrat untuk mencapai

target organisasi (Meyer and Allen, 1991 dalam Atif Anis et al. 2011)[1]. Lebih jauh,

komitmen individu terhadap organisasi akan menjaga dari absensi dan turnover (Golden

and Veiga, 2008 dalam Atif Anis et al. 2011)[1].

Burnout

Page 226: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 226

Faktor ke dua yang memungkinkan karyawan yang masih bertahan bekerja di

perusahaan yaitu terpaksa bekerja dengan beban emosi karena tidak ada pilihan lain (job

burnout) Mak, B. L. dan Sockel, H. (2001) [6]. Pendapat Moore (2000) dalam

Kusumawardhani (2005)[11], “Burnout adalah tekanan emosi secara konstan atau

berulang-ulang yang diakibatkan karena keterlibatan orang banyak dalam jangka waktu

yang lama”. Ditambahan oleh Mak, B. L. dan Sockel, H. (2001)[6], bahwa burnout

berhubungan dengan niat untuk berhenti dan akan menyebabkan komitmen karyawan

pada lingkungan perusahaan terhenti atau berlangsung lama. Ketika mengalami burnout

dalam profesinya, dan merasa tidak mampu melanjutkan pekerjaan dengan baik, mereka

akan merasa lebih memilih untuk berhenti (Jackson, Schwab, & Schuler 1986 dalam

Jiménez B.M, dkk 2012)[10].

Niat untuk berhenti (Turnover Intent) Niat untuk berhenti diartikan sebagai kecenderungan karyawan untuk keluar

(mengundurkan diri) dari perusahaan tempat bekerja (Mak, B. L. dan Sockel, H.

2001)[6] . Adanya turnover intent di dalam perusahaan merupakan bom waktu, yang

suatu saat nanti akan meledak, dan sejumlah karyawan akan keluar (eksodus) dari

perusahaan di saat perusahaan sedang membutuhkan. Ketika pekerja dengan niat

berhenti yang rendah adalah dampak dari persepsi kepuasan kerja dan keamanan kerja

(job security), pekerja yang telah memiliki niat berhenti yang tinggi akan menjadi

frustasi dan tidak berkosentrasi pada pekerjaannya. Niat berhenti dari pekerja yang

rendah mengindikasikan bagusnya retensi pekerja.

3. METODOLOGI

Berdasarkan kajian pustaka maka hipotesa penelitian dikembangkan sebagai

berikut dan model penelitian yang ditunjukkan pada gambar 1:

H1 : Kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap Loyalitas

H2 : Kepuasan kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap Burnout

H3 : Kepuasan kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap Niat untuk berhenti

H4 : Iklim organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap Loyalitas

H5 : Iklim organisasi mempunyai pengaruh negatif terhadap Burnout

H6 : Iklim organisasi mempunyai pengaruh negatif terhadap Niat untuk berhenti

H7 : Loyalitas mempunyai pengaruh negatif terhadap Niat untuk berhenti

H8 : Burnout mempunyai pengaruh negatif terhadap Niat untuk berhenti

Gambar 1: Model kerangka penelitian

Populasi, Sampel dan Instrumen Penelitian

Page 227: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 227

Populasi target yang ditetapkan adalah staf proyek konstruksi yang bekerja pada

perusahaan konstruksi dengan grade menengah (grade 5 dan 6) yang berdomisili di

wilayah Kota Surabaya Propinsi Jawa Timur dan terdaftar dalam asosiasi-asosiasi

kontraktor seperti, Gapensi, Gapesindo, dll. Sedangkan kriteria dari staf proyek adalah

karyawan tetap perusahaan yang terlibat langsung dalam pengendalian dan pelaksanaan

proyek.Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

model probability sampling. Rancangan sampling menggunakan sampling sistematik.

Jumlah sampel minimal yang diambil dalam penelitian ini adalah 5 dikalikan 30

(parameter penelitian) yaitu 150 sampel.

Instrumen penelitian dikumpulkan dari kajian teori dan penelitian terdahulu,

yakni 5 item kuisioner kepuasan kerja Veldsman, T.H, 8 item kuisioner iklim

organisasi Veldsman, T.H, 4 item kuisioner komitmen organisasi Porter’s, 10 item

kuisioner burnout Pines dan Aronson, serta 4 item kuisioner niat berhenti dari Igbaria

dan Larson. Masing masing indikator akan diukur dengan menggunakan skala likert

yang akan diberi nilai 1 sampai 5.

4. HASIL DAN DISKUSI

Analisa desriptif responden ditunjukkan pada tabel 1 dimana sebagian besar

responden adalah laki-laki, telah berumah tangga, dan pendidikan mayoritas responden

adalah Strata. 57% responden telah bekerja selama 3-10 tahun. Posisi bekerja dari

responden pun relatif berimbang dari beberapa posisi penanganan proyek.

Tabel 1: Deskriptif Responden

N %

Jenis Kelamin

Pria 123 84

Wanita 27 16

Status Pernikahan

Menikah 110 74

Belum menikah 29 19

Tanpa keterangan 11 7

Pendidikan Terakhir

SLTA 31 22

D3 18 11

S1-S2 101 67

Pengalaman Kerja

1-2 tahun 28 19

3-10 tahun 86 57

10 tahun+ 36 24

Jabatan /posisi kerja

Manajer Proyek 17 11

Site Manager 23 15

Pelaksana 31 21

Engineer 17 11

Logistik 10 7

Keuangan 46 31

Analisis faktor konfirmatori ini merupakan tahap pengukuran terhadap

Page 228: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 228

indikator-indikator yang membentuk variabel laten dalam model penelitian. Analisis

Konfirmatori dilakukan antar variabel eksogen dan antar variabel endogen. Pada model

konfirmatori eksogen terdapat dua variabel eksogen yaitu kepuasan kerja dan iklim

organisasi. Sedangkan model model konfirmatori terdapat tiga variabel endogen yaitu

loyalitas, burnout, dan niat berhenti. Setelah melalui analisis konfirmatori 2 model yang

telah memenuhi kriteria goodness fit akan digabungkan dalam satu model persamaan

struktural untuk dianalisa. Model ditampilkan dalam gambar 2, dan hasil penilaian

goodness of fit nya ditampilkan pada tabel 4.

Gambar 2: Model persamaan struktural

Tabel 2 : Penilaian Goodness Fit Model Persamaan Struktural GOODNESS of FIT INDEX CUTOFF VALUE NILAI PENILAIAN

Significance Probability ≥ 0,05 0.022 Fit

CMIN/DF ≤ 2,00 1.343 Fit

GFI ≥ 0,90 0.887 Marginal

AGFI ≥ 0,90 0.833 Marginal

CFI ≥ 0,95 0.972 Fit

TLI ≥ 0,95 0.964 Fit

RMSEA ≤ 0,08 0.056 Fit

Hasil uji Chi-square menunjukkan model telah fit yaitu dengan nilai Chi-squares

108.752 dengan probabilitas p= 0.022. Begitu juga dengan kriteria fit lainnya yakni

CFI, TLI, CMIN/DF , dan RMSEA semua juga telah memenuhi syarat yang

direkomendasikan. Hanya nilai GFI dan AGFI yang masih berada pada batas yang

masih bisa diterima (marginal).

Uji Normalitas Data, Reliabilitas dan Varians Entrance

Evaluasi normalitas dilakukan dengan menggunakan criteria critical ratio

skewness value sebesar ±2.58 pada tingkat signifikansi 0.01. Pada hasil output pada

software AMOS 19.0 dari nilai critical ratio skewness value, semua indikator

menunjukkan distribusi normal karena nilainya dibawah 2.58. Sedangkan uji normalitas

multivariate memberikan nilai cr 2.276, jadi data telah berdistribusi normal.

Reliabilitas adalah ukuran konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah

variabel bentukan yang menunjukkan derajat sampai dimana masing masing indikator

itu mengindikasikan sebuah variabel bentukan yang umum. Pada tabel 3, nilai

reliabilitas untuk masing-masing konstruk memiliki nilainya diatas cut-off value 0.70.

Variance Extracted memperlihatkan jumlah varians dari indikator yang

diekstraksi oleh variabel bentukan yang dikembangkan. Nilai variance extracted yang

Page 229: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 229

tinggi menunjukkan bahwa indikator-indikator itu telah mewakili secara baik variabel

bentukan yang dikembangkan. Pada tabel 3, nilai variance extracted untuk masing-

masing konstruk memiliki nilai diatas cut-off value 0.50

Tabel 3: Reliabilitas dan Variance entrance

Reliability Variance

extrance

Kepuasan kerja 0.880 0.595

Iklim organisasi 0.840 0.637

Loyalitas

Burnout

Niat berhenti

0.757

0.847

0.943

0.609

0.649

0.892

Pengujian Hipotesis

Pengujian 8 hipotesis penelitian ini dilakukan berdasarkan nilai ratio Critio Ratio

(CR) dari suatu hubungan kausalitas dari hasil pengolahan SEM sebagaimana pada tabel

4. Nilai CR yang lebih besar dari ±1.96 dan probabilitas yang lebih kecil dari 0,05;

menunjukkan bahwa hipotesa yang diajukan dapat diterima.

Tabel 4: Nilai Regresi C.R P

Loyalitas --- Kepuasan kerja 3.945 ***

Burnout --- Kepuasan kerja -0.715 0.475

Niat berhenti --- Kepuasan kerja -3.013 0.003

Loyalitas --- Iklim organisasi 2.598 0.009

Burnout --- Iklim organisasi -2.459 0.014

Niat berhenti --- Iklim organisasi 1.512 0.131

Niat berhenti --- Loyalitas -0.182 0.855

Niat berhenti --- Burnout 4.915 ***

Dengan melihat tabel 4, maka lima dari delapan hipotesa dapat diterima, antara

lain kepuasan memberi pengaruh positif terhadap loyalitas (C.R. 3.945; p= p=dibawah

0.001), dan berpengaruh negatif terhadap niat berhenti dengan (C.R. -3.013; p= 0.003).

Iklim memberi pengaruh positif terhadap loyalitas (C.R. 2.598; p= 0.009), dan

berpengaruh negatif terhadap burnout (C.R. -2.459; p= 0.014). Burnout juga

menunjukkan pengaruh negatif terhadap niat berhenti dengan critical ratio 4.915 dan

signifikasi pada 0.1.

Gambar 3: Model variabel yang berpengaruh dan nilai loading faktor

Page 230: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 230

Gambar 3 menunjukkan model akhir yang terbentuk , menampilkan variabel penelitian

yang memiliki pengaruh signifikan serta nilai loading faktor dari indikator yang

mendukung model pada masing masing variabel.

Tabel 5 : Nilai efek tidak langsung

Iklim

Organisasi

Kepuasan

Kerja Burnout Loyalitas

Standardized Indirect Effects

Burnout 0 0 0 0

Loyalitas 0 0 0 0

Niat Berhenti -0.219 -0.08 0 0

Hasil tabel 5, menunjukkan bahwa variabel burnout memberikan nilai efek tidak

langsung paling besar sebagai variabel interviening, yakni ketika menghubungkan Iklim

Organisasi ke Niat berhenti, yakni sebesar -0.205.

Hubungan pengaruh model secara keseluruhan sangat terkait dengan sejumlah

faktor yang berhasil direduksi dan terlibat secara menyeluruh terhadap model penelitian

yang dikembangkan. Model yang dipilih sebagai hasil penelitian adalah model terbaik

yang diyakini bisa mendekati keadaan sesungguhnya, dari beberapa model yang bisa

dihasilkan. Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa kepuasan kerja

mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas. Penelitian ini memperkuat pendapat

Reed, Kratchman and Strawser (1994) dalam Atif Anis dkk. (2011)[1]. Lebih jauh

penelitian ini menunjukkan bahwa evaluasi performa, kepemimpinan dan kompensasi

merupakan faktor kepuasan kerja terkait dengan pengaruhnya terhadap loyalitas.

Kepuasan kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap depresi/burnout.

Mengingat pemicu burnout bisa muncul dari tiga hal, yakni penyebab stres (stressor),

yakni organizational stressor, life events yang didominasi dari peristiwa kehidupan

individu serta individual stressor (Singer,1990; Robbins, 1996,p.224, Cook, 1988,p.18

dalam Edi Suhanto 2009) [8]. Dalam hal ini stress bisa muncul sebagai implikasi dari

pemaparan diatas, yakni lebih dipengaruhi dari peristiwa kehidupan individu dan

karakteristiknya dalam memandang lingkungannya.

Kepuasan kerja mempunyai pengaruh negatif terhadap niat berhenti, dengan

demikian semakin tinggi kepuasan kerja maka akan semakin menurun niat untuk

berhenti (turnover intent). Hasil penelitian ini mempertegas dan memperkuat penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Raabe dan Beehr,2003; Ramaswami dan Singh, (2003)

dalam Edi Suhanto (2009) [8].

Penelitian ini juga memperkuat pendapat Lok dan Crawford (1999) dalam Kotze

dan Roodt (2005) [4] yang menunjukkan semakin baik kondisi iklim organisasi maka

semakin meningkat loyalitas pegawainya. Dukungan Organisasi memiliki loading faktor

tertinggi yakni 0.838, diikuti indikator Komunikasi (0.763); Kejelasan Organisasional

(0.761); Perencanaan (0,750), serta Kordinasi dan Kontrol (0.742). Tentunya dengan

iklim organisasi yang dibentuk melalui sistem manajerial yang baik akan memberikan

kenyamanan dalam bekerja, menciptakan inspirasi untuk berkembang.

Iklim organisasi mempunyai pengaruh negatif terhadap depresi/burnout.

Penelitian ini memperkuat pendapat Robbins (2003) dalam Edi Suhanto (2009) [8]

berpendapat bahwa struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam

organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang

berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak

pada karyawan merupakan potensi sumber stres.

Page 231: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 231

Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa iklim organisasi tidak

mempunyai pengaruh terhadap niat untuk berhenti/turnover. Dalam pengujian analisis

jalur pada tabel 5, dinyatakan bahwa iklim organisasi tidak memberikan pengaruh yang

signifikan secara langsung terhadap niatan berhenti dari staff proyek, ataupun secara

tidak langsung melalui variabel loyalitas. Namun demikian nilai total efek tidak

langsung dari Iklim Organisasi ke Niat Berhenti adalah -0.219, yang jauh lebih besar

daripada nilai total efek tidak langsung dari Kepuasan Kerja ke Niat Berhenti, yakni -

0,08. Nilai efek tidak langsung ini didapatkan dari jalur tidak langsung melalui variabel

burnout (-0.205). Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi sistem manajerial tidak akan

menghalangi niat berhenti seseorang, namun iklim yang baik akan menjaga kadar stres

karyawan yang merupakan alasan seseorang untuk meninggalkan organisasinya.

Pengujian hipotesis yang dilakukan membuktikan bahwa depresi/burnout

mempunyai pengaruh positif terhadap niat untuk berhenti/turnover. Penelitian ini

memperkuat pendapat Jackson, Schwab, & Schuler (1986) dalam Jiménez B.M, dkk

(2012) [10] yang menyatakan bahwa ketika mengalami burnout dalam profesinya, dan

merasa tidak mampu melanjutkan pekerjaan dengan baik, mereka akan merasa lebih

memilih untuk berhenti.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas maka usaha pemeliharaan karyawan yang

dilakukan oleh perusahaan konstruksi mesti menitik beratkan dalam hal pemenuhan

kepuasan kerja karyawannya serta menciptakan iklim organisasi yang kondusif.

Kepuasan kerja meliputi kepuasan terhadap evaluasi performa, kepemimpinan dan

kompensasi akan meningkatkan partisipasi aktif karyawan dalam bentuk loyalitas

(komitmen organisasi) dan menjaga karyawan agar tetap bertahan dalam organisasinya.

Begitu juga dukungan organisasi, komunikasi, kejelasan organisasional perencanaan,

serta koordinasi dan kontrol yang baik akan menciptakan kenyamanan bekerja, menjaga

motivasi karyawan tetap pada level yang tinggi, serta melemahkan tingkat depresi

(burnout) karyawan.

Niat berhenti staf proyek pada perusahaan konstruksi grade menengah di kota

Surabaya sebagai objek penelitian lebih mengarah pada obsesi mereka untuk

mendapatkan penerimaan dan jabatan yang lebih tinggi. Mengingat pengunduran diri

karyawan yang performanya baik merupakan kerugian besar, maka hal ini perlu

diantisipasi dengan menciptakan peluang karir, penghargaan berdasarkan kinerja, serta

daya saing dan perkembangan perusahaan konstruksi itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Atif Anis et al., Kashif-ur-Rehman, Ijaz-Ur-Rehman,Muhammad Asif Khan and

Asad Afzal Humayoun (2011), Impact of organizational commitment on job

satisfaction and employee retention in pharmaceutical industry, African Journal

of Business Management vol.5 (17), pp. 7316-7324.

2. Liew Chai Hong dan Sharan Kaur., (2008), A Relationship between

Organizational Climate, Employee Personality and Intention to leave,

International Review of Business Research Paper. Vol.4 No. 3. June 2008 p.1-10

Page 232: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 232

3. Shoaib M., Noor A., Tirmizi S. R., Bashir S (2009). Determinants of Employee

Retention in Telecom Sector of Pakistan. 1 Proceedings 2nd

CBRC, Lahore,

Pakistan November 14, 2009.

4. Kotse K. & Roodt G. (2005), Factor that Affect the Retention of Managerial and

Specialist Staff, SA Journal of Human Resource Management, 3(2),48-55.

5. Ramlall, S. (2004), A Review of employee motivation, employee retention within

organization, J. Am. Acad. Bus. Cambridge, 5(1/2): 52.

6. Mak, Brenda. L. dan Sockel, Hy, (2001), A Confirmatory Factor Analysis of IS

employee motivation and retention, Information & Management 38; 265-276

7. AL-Hussami M. (2008), A Study of nurses' job satisfaction: The relationship to

organizational commitment, perceived organizational support, transactional

leadership, transformational leadership, and level of education, Eur. J. Sci.

Res., 22(2): 286-295.

8. Edi Suhanto. (2009), Pengaruh Stres Kerja dan Iklim Organisasi terhadap

Turnover Intention dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening (Studi

di Bank Indonesia). Tesis Magister Manajemen UNDIP Semarang.

9. Zhang,Y and Wallace,M (2008), Retaining Key Staff in SOEs in The

Construction Industry in China, Graduete College of Management Papers,

ePublication@SCU.

10. Jiménez B.M, Herrer M.G, Carvajal R.R and Vergel A.I.S (2012) A study of

physicians’ intention to quit: The role of burnout, commitment and diffi cult

doctor-patient interactions. Psicothema 2012. Vol. 24, nº 2, pp. 263-270 ISSN

0214 - 9915 CODEN PSOTEG www.psicothema.com Copyright © 2012

Psicothema.

11. Kusumawardhani, R. (2005), On road to turnover: an examination of work

exhaustion in technology professionals, MIS Quarterly, Vol. 24. 24:1-3.

Page 233: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 233

MODEL ‘DEMAND’ PENGGUNA ‘SHELTER' EVAKUASI

PADA ZONA RAWAN TSUNAMI DI KOTA PADANG

Purnawan1 dan Widya Retno A

2

1Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Andalas, Padang, [email protected]

2 Asisten Lab Jurusan Teknik Sipil, Universitas Andalas, Padang, [email protected]

ABSTRAK

Kota Padang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang selalu mengalami bencana

akibat gempa tektonik dan vulkanik. Para ahli memprediksi bahwa kota Padang

berkemungkinan besar akan terkena bencana tsunami jika gempa tektonik besar terjadi. Setelah

kejadian tsunami melanda wilayah Aceh dan Mentawai, setiap terjadi gempa besar warga di

kota Padang yang tinggal di zona rawan tsunami mengungsi ke wilayah yang aman terhadap

bencana tsunami. Berdasarkan kondisi demikian, maka pemerintah kota Padang membuat jalur

evakuasi dan menetapkan 21 bangunan yang dapat digunakan sebagai shelter. Jumlah shelter

yang dibutuhkan saat ini tidak dapat diestimasi dengan pasti karena tidak ada metode untuk

menetapkan jumlah kebutuhan shelter pada saat terjadi evakuasi sesuai dengan kondisi kota

Padang. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan model untuk mengestimasi kebutuhan

shelter untuk menampung pengungsi pada saat proses evakuasi. Model ini terdiri dari model

bangkitan pengungsi pada saat terjadi bencana dan model pemilihan jenis fasilitas untuk

evakuasi. Model bangkitan evakuasi dibuat berdasarkan metode regresi linier, sedang model

pemilihan jenis fasilitas evakuasi dibuat dengan metode logit biner selisih. Dengan

menggunakan 2 model ini, jumlah kebutuhan shelter untuk evakuasi dapat diprediksi dan

simulasikan.

Kata kunci : model ‘demand’, pengungsi, evakuasi, shelter

1. PENDAHULUAN

Kota Padang merupakan salah satu kota di Sumatra Barat yang selalu mengalami gempa

setiap saat, kejadian ini disebabkan karena wilayah Sumatra Barat berada diantara

pertemuan dua lempeng benua besar, yaitu lempeng India-Australia dan lempeng

Eurasia. Selain itu Sumatra Barat juga berada pada wilayah patahan besar Sumatera

yang sering disebut dengan sesar Semangko. Pergerakan lempeng-lempeng ini

berpotensi menimbulkan gempa, ditambah adanya aktifitas gunung berapi Merapi,

Tandikat dan Talang maka potensi intensitas gempa yang tinggi semakin besar. Sejak

terjadinya gempa besar pada bulan Desember 2004 di Aceh dan menyebabkan

terjadinya tsunami yang menyebabkan kematian ribuan penduduk, serta adanya prediksi

oleh para ahli luar negeri dan Tim 9 Indonesia kemungkinan terjadinya gempa

‘Megathrust’ yang berpotensi tsunami di wilayah pantai Sumatra Barat, maka setiap

terjadi gempa yang cukup besar, penduduk yang bertempat tinggal di tepi pantai dan

sekitarnya umumnya mengungsi ke wilayah yang relatif lebih tinggi. Penduduk

melakukan demikian karena merasa takut akan terjadinya tsunami paska gempa terjadi.

Kodisi ini diperkuat lagi dengan adanya tsunami yang terjadi di pulau Mentawai paska

gempa 7.2 SR bulan Oktober 2010 yang menewaskan ratusan penduduk (Latief, 2005).

Page 234: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 234

Untuk mempersiapkan dan mengatasi kemungkinan masalah yang mungkin terjadi pada

saat penduduk mengungsi, maka pemerintah daerah kota Padang telah membuat jalur

evakuasi dan menetapkan 21 bangunan fasilitas umum sebagai shelter jika terjadi

tsunami (Ridwan, 2012). Jumlah shelter yang disediakan oleh pemerintah saat ini masih

jauh untuk mencukupi kebutuhan evakuasi. Pada saat ini metode penetapan jumlah

shelter yang diperlukan untuk evakuasi belum ada, kondisi demikian menyebabkan

kesulitan Pemda kota Padang untuk menetapkan kebutuhan shelter yang sesuai dengan

kondisi yang dibutuhkan. Penelitian ini dilakukan untuk membuat model demand

pengguna shelter yang dapat digunakan untuk mengestimasi kebutuhan jumlah dan

kapasitas shelter yang harus disediakan oleh Pemerintah kota Padang.

2. TSUNAMI DAN FASILITAS EVAKUASI

Gempa Bumi dan Tsunami

Delfebriadi (2010) menyatakan bahwa Indonesia merupakan kepulauan yang terletak di

antara pertemuan Lempeng Eurasia dan Australia yang selalu bergerak. Oleh karena itu

Kepulauan Indonesia sangat rawan terhadap bencana gempa bumi, tsunami dan letusan

gunung api. Daerah yang berada di pesisir barat Sumatera merupakan sebagian dari

daerah pesisir Indonesia yang berada relatif dekat dengan subduction zone. Pada

subduction zone terjadi pertemuan lempeng benua dan lempeng samudra (lempeng

Indo-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di utara dan lempeng Pasifik di

timur) yang bersifat menghujam dan potensial menimbulkan tsunami besar setiap

periode tertentu. Lempeng-lempeng tersebut bergerak sehingga pada periode tertentu

saling bertabrakan. Proses alami ini menghasilkan gempa tektonik.

Menurut BMKG (2010), tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang mampu

menjalar dengan kecepatan hingga lebih 900 km per jam, terutama diakibatkan oleh

gempa bumi, akibat tanah longsor di dasar laut, letusan gunung api yang terjadi di dasar

laut. Gelombang besar tersebut akan naik ke daratan dan menyapu berbagai benda yang

dilaluinya. Tsunami dapat terjadi bila sumber gempa terletak di laut pada kedalaman

sangat dangkal. Kota Padang memiliki potensi episentrum gempa yang berkekuatan

tinggi (> 8 MMI). Bila episentrum gempa ini berada di bawah dasar laut kemungkinan

besar akan berpotensi menimbulkan gelombang tsunami yang dapat melanda kota

Padang. Walaupun waktu terjadinya gempa bumi belum bisa diprediksikan secara

akurat, keadaan ini membutuhkan kewaspadaan yang tinggi dan persiapan yang baik

seperti membuat pemodelan untuk memprediksi demand pengguna shelter di lokasi

bencana.

Bangunan Penyelamatan Darurat (Shelter)

Berdasarkan Pedoman Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Evakuasi dalam

Rangka Mitigasi Bencana Tsunami di Kota Padang yang disusun Departemen Pekerjaan

Umum (2010), untuk mengurangi korban jiwa dan dampak kerusakan dari gejala alam

ini diperlukan sebuah kajian tata ruang sebagai bagian tambahan dari rencana tata ruang

wilayah yang sudah ada. Instrumen rencana ini berupa mitigasi bencana yang

diwujudkan ke dalam pemetaan rawan bencana, rencana penetapan bangunan

penyelamatan (escape building), rencana jalur penyelamatan/evakuasi (escape road),

dan rencana lokasi penyelamatan darurat (shelter). Dengan demikian diharapkan

Page 235: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 235

dampak dari bencana tersebut paling tidak dapat diminimalisir sedini mungkin, baik

pada saat kejadian maupun pada saat pasca kejadian. Bangunan penyelamatan untuk

evakuasi mempunyai beberapa kriteria. Kriteria tersebut adalah bangunan umum yang

tidak memiliki tingkat kerahasiaan tinggi, terletak tidak lebih dari 1 km dari konsentrasi

penduduk yang harus diselamatkan, terletak pada daerah yang diperkirakan hanya akan

rusak ringan, bila berada di daerah yang diperkirakan akan rusak berat, maka bangunan

tersebut harus diperkuat konstruksinya, terletak pada jaringan jalan yang

aksesibel/mudah dicapai dari semua arah dengan berlari/berjalan kaki, bangunan harus

mempunyai minimal 2 atau 3 lantai dan diperkirakan setiap orang akan membutuhkan

ruang minimum 2 m2.

Model Bangkitan Perjalanan (Trip Generation)

Bangkitan perjalanan dapat diartikan sebagai banyaknya jumlah pergerakan yang

dibangkitkan oleh suatu zona per satuan waktu, dari pengertian tersebut maka bangkitan

perjalanan dimaksudkan untuk memperkirakan dan meramalkan jumlah perjalanan yang

keluar dari suatu zona dan jumlah perjalanan yang tertarik menuju suatu zona pada

masa yang akan datang (tahun rencana) per satuan waktu. Banyaknya perjalanan pada

tahun rencana, akan ditentukan oleh karakteristik tata guna lahan serta karakteristik

sosial ekonomi tiap-tiap kawasan. Tamin (2000) menyatakan bahwa ada beberapa

metode analisis yang dipakai dalam tahap bangkitan perjalanan, tetapi pada penelitian

ini metode yang digunakan untuk meramalkan bangkitan pengungsi adalah metode

analisa regresi. Metode ini merupakan alat analisis statistik yang menganalisis faktor-

faktor penentu yang menimbulkan suatu kejadian atau kondisi tertentu yang diamati,

sekaligus menguji sejauh manakah kekuatan faktor-faktor penentu yang dimaksud

berhubungan dengan kondisi yang ditimbulkan.

Model Pemilihan Moda/Pemilihan Jenis Evakuasi

Tamin (2000) menyatakan bahwa pemilihan moda merupakan metode memprediksi

pelaku perjalanan dalam memilih moda untuk pergerakannya. Model pemilihan moda

dapat digunakan untuk mengetahui probabilitas pergerakan orang atau kendaraan. Pada

saat terjadinya gempa yang berpotensi tsunami, sejumlah orang akan keluar untuk

melakukan tindakan evakuasi baik evakuasi vertikal (naik ke bangunan shelter) atau

evakuasi horizontal (menggunakan jalur evakuasi). Untuk menentukan

peluang/probabilitas pengungsi menggunakan shelter dan jalur evakuasi digunakan

salah satu metode pemilihan moda yaitu metode logit biner selisih dengan teknik analisa

regresi. Metode ini merupakan metode untuk menentukan probabilitas antara beberapa

pilihan dengan meregresi utilitas acak dan terikat.

3. PENGUMPULAN DATA DAN PEMBUATAN MODEL

Pengumpulan data

Pada pemodelan bangkitan perjalanan dan pemilihan jenis fasilitas pengungsian,

berbagai variabel yang akan digunakan ditetapkan lebih dahulu. Variabel tersebut

dipilih berdasarkan perilaku masyarakat dan dapat diperoleh datanya di lapangan. Untuk

memperoleh data perilaku pengungsi pada saat melakukan pengungsian maka

digunakan teknik stated preference (Pearmain dan Swanson, 1991). Sebelum dilakukan

pengumpulan data pada wilayah target maka dilakukan survai pendahuluan, pada survai

Page 236: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 236

ini kuesioner terlebih dahulu diujicobakan kepada 10 responden untuk melihat sejauh

mana pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan baik oleh responden dan sudah

mengakomodasi semua kondisi yang diperlukan untuk penelitian. Setelah

penyempurnaan terhadap formulir survai dilakukan, maka dilakukan survai wawancara

pada wilayah zona rawan tsunami di kota Padang. Untuk menentukan jumlah sampel

yang akan dijadikan objek penelitian dihitung dengan teknik random sampling metode

estimasi proporsi. Jumlah total sampel yang telah diambil dari zona rawan tsunami

adalah 500 responden, tiap zona diambil sampel sebanyak 100 responden.

Pembuatan Model

Pemodelan dilakukan dalam dua tahap, yang pertama adalah memodelkan bangkitan

perjalanan evakuasi dari wilayah zona rawan tsunami dengan metode analisa regresi.

Variabel independen yang digunakan dalam model ini adalah jumlah pengungsi, sedang

dependen adalah jumlah penduduk. Pada tahap kedua dilakukan pemodelan pemilihan

fasilitas evakuasi dengan metode logit biner selisih, variabel dari model ini adalah

waktu perjalanan menuju fasilitas evakuasi. Data untuk pemodelan diperoleh dari survai

dengan metode state preference. Hasil kedua pemodelan ini dapat digunakan untuk

mengestimasi jumlah pengungsi yang menggunakan jenis fasilitas evakuasi yang

dipilih.

Prediksi Demand dan Luas Kebutuhan Shelter

Dengan menggunakan input data tahun 2012 dilakukan prediksi jumlah pengguna

shelter pada zona rawan bencana tsunami di kota Padang. Hasil dari prediksi tersebut

digunakan untuk menentukan jumlah luas kebutuhan shelter.

4. HASIL ANALISA DAN PEMODELAN

Hasil analisa dari data survai dari 500 responden di 5 zona rawan tsunami ditunjukkan

pada Gambar 1 s/d 7.

Jenis Kelamin

Dari hasil survei, diperoleh data responden laki-laki berjumlah 220 orang atau 44% dan

responden perempuan berjumlah 56 orang atau 56%, distribusi data dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1 : Jenis kelamin responden

44% 56%

Laki-laki Perempuan

Page 237: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 237

Usia

Usia responden didominasi oleh usia dewasa yang berada di antara 31-45 tahun, usia ini

merupakan usia produktif. Distribusi data usia responden dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 : Usia responden

Jumlah Anggota Keluarga

Distribusi jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Gambar 3, terlihat bahwa yang

dominan adalah jumlah anggota keluarga responden berjumlah antara 5-9 orang.

Gambar 3 : Jumlah anggota keluarga responden

Jenis Kepemilikan Kenderaan

Distribusi kepemilikan kendaraan dari responden dapat dilihat pada Gambar 4,

kepemilikan kendaraan terbesar adalah sepeda motor, yaitu sebanyak 74 %.

Gambar 4 : Jenis kendaraan yang dimiliki responden

6%

28%

35%

24%

7% Kurang dari 16

tahun

16-30 tahun

31-45 tahun

46-60 tahun

Lebih dari 60 tahun

10%

39% 44%

7% bujang/single

2-4 orang

5-9 orang

74%

20%

6%

Sepeda motor

Mobil

Tidak ada

Page 238: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 238

Jenis Evakuasi

Dari hasil survai ditunjukkan bahwa mayoritas responden memilih jenis evakuasi

horisontal (jalur evakuasi), jumlah ini sebesar 62 %. Distribusi data survai dapat dilihat

pada Gambar 5.

Gambar 5 : Jenis evakuasi yang dipilih responden

Alasan Pemilihan Jalur Evakuasi

Dari survai ditunjukkan bahwa sebagian besar (44%) responden memilih jalur evakuasi

disebabkan jalur evakuasi lebih aman daripada naik ke atas gedung. Distribusi data

survai dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 : Alasan pemilihan jalur evakuasi

Alasan Pemilihan Shelter

Pemilihan bangunan shelter oleh mayoritas responden (36%) sebagai bangunan

penyelamat adalah didasarkan alasan pemilihan bahwa bangunan shelter mudah

dijangkau. Distribusi alasan pemilihan shelter ditunjukkan pada Gambar 7.

38%

62%

Vertikal

Horizontal

44%

16%

21%

18%

Lebih aman daripada naik

ke atas gedung

Kapasitas jalan cukup

besar

Tidak adanya shelter

Mengetahui jalur evakuasi

Page 239: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 239

Gambar 7 : Alasan pemilihan shelter untuk evakuasi

Model Demand Pengguna Shelter

Pemodelan demand pengguna shelter dilakukan dengan metode analisa regresi.

Beberapa parameter model dipilih untuk mendapatkan model yang terbaik. Dari hasil uji

statistik t-test, F-test dan koefisien determinasi, maka diperoleh persamaan model yang

terbaik dengan persamaan model Y = 0,715.X+ 2334,517 dengan Y merupakan jumlah

pengungsi saat terjadinya bencana gempa yang berpotensi tsunami per zona dan X

merupakan jumlah penduduk tiap zona.

Model Pemilihan Jenis Fasilitas Mengungsi

Untuk menentukan probabilitas pengguna bangunan shelter dan jalur evakuasi, maka

dilakukan analisa terhadap data stated preference dengan membuat model utilitas

dengan analisa regresi. Pilihan di-rating berdasarkan skala probabilitas dan

ditransformasi menjadi skala numeris, kemudian data stated preference dengan

perubahan waktu tempuh diregresi untuk setiap zona. Hasil model probabilitas

pemilihan fasilitas evakuasi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1: Model probabilitas pemilihan fasilitas evakuasi ditiap zona

Zona

Persamaan Model Probabilitas Probabilitas

Pemilihan Fasilitas Evakuasi Pemilihan Shelter Pemilihan Jalur

Evakuasi

1 )201,0080,0(exp1

1

x

Ps 55% 45%

2 )025,0122,0(exp1

1

x

Ps 51% 49%

3 )042,0095,0(exp1

1

x

Ps 49% 51%

4 )111,0122,0(exp1

1

x

Ps 47% 53%

5 )217,0105,0(exp1

1

x

Ps 45% 55%

19%

31% 36%

14%

Bangunan aman

Lebih cepat dari jalur

evakuasi

Bangunan shelter mudah

dijangkau

Bangunan cukup tinggi

perlindungan

Page 240: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 240

Hasil Prediksi Kebutuhan Luas Bangunan Shelter

Hasil penelitian ini merupakan pedoman luas kebutuhan bangunan shelter di zona

rawan tsunami. Tabel 2 menunjukkan data hasil prediksi model yang diperlukan untuk

memprediksi luas dan jumlah kebutuhan bangunan shelter.

Tabel 2 : Hasil prediksi kebutuhan bangunan Shelter kota Padang dengan data tahun

2012

ZONA

1 2 3 4 5

Jumlah penduduk

(jiwa) 24.382 26.294

44.826

36.797

55.969

Prediksi jumlah pengungsi

bangunan shelter

(orang)

10.874 13.195 16.832 16.832 18.888

Luas kebutuhan bangunan

shelter saat terjadi tsunami

(m2)

10.874 13.195 16.832 13.528 18.888

Luas kebutuhan bangunan

shelter setelah terjadinya

tsunami (m2)

21.748 26.390 33.663 27.056 37.775

Kebutuhan jumlah

bangunan shelter dengan

asumsi dua (2) lantai dan

luas bangunan 2000 m2 per

lantai (gedung)

6 7 9 7 10

Kebutuhan jumlah

bangunan shelter dengan

asumsi tiga (3) lantai dan

luas bangunan 2000 m2 per

lantai (gedung)

4 5 6 5 7

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pemodelan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut :

Jenis kelamin responden yang berada di zona merah paling banyak adalah

perempuan, sedang jumlah anggota keluarga responden paling banyak

mempunyai jumlah anggota keluarga dalam rentang 5-9 orang. Berdasarkan

klasifikasi usia, responden paling banyak berusia dewasa (11-65 tahun),

sebagian besar responden memiliki sepeda motor.

Berdasarkan jenis evakuasi yang pernah menjadi pilihan responden saat terjadi

gempa yang berpotensi tsunami, responden cenderung memilih evakuasi

horizontal atau jalur evakuasi, alasan pemilihan ini bahwa jalur evakuasi lebih

aman dibandingkan naik ke atas gedung. Sedang alasan responden yang memilih

bangunan gedung (shelter) sebagai fasilitas evakuasi, hal ini disebabkan shelter

lebih mudah dijangkau.

Page 241: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 241

Dari hasil prediksi demand pengguna shelter, diperoleh hasil bahwa luas total

yang dibutuhan untuk membuat shelter sebesar 153.242 m2. Jika digunakan

gedung 2 lantai dengan luas tiap lantai sebesar 2000 m2, maka dibutuhkan 39

buah gedung shelter. Sedang jika digunakan gedung 3 lantai dengan luas tiap

lantai 2000 m2, maka dibutuhkan 27 buah gedung shelter.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. (2010). Gempa Bumi.

http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/ Geofisika/gempabumi.bmkg (diakses 23

September 2011)

2. Delfebriadi. (2010). Rekayasa Gempa. Universitas Andalas.

3. Departemen Pekerjaan Umum. (2010). Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan

Ruang Evakuasi dalam Rangka Mitigasi Bencana Tsunami di Kota Padang.

4. Latief, H. (2005). Potensi Tsunami di Sumatera. Ikatan Ahli Geologi Indonesia dan

Himpunan Ahli Geofisika Indonesia-Sumbar. Hotel Bumi Minang. Padang, 1

Februari 2005.

5. Pearmain and J. Swanson. (1991). Stated Preference Techniques: A Guide to

Practice. London: Steer Davies Gleave and Haque Consulting Group.

6. Ridwan, F. (2012). Studi Evaluasi Efektifitas Penggunaan Jalur Evakuasi Pada

Zona Berpotensial Terkena Bencana Tsunami di Kota Padang. Tesis S-2, Padang:

Universitas Andalas.

7. Tamin, O,Z. (2010). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Edisi Kedua.

Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Page 242: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 242

PENGGUNAAN SKALA KONDISI UNTUK INSPEKSI

KEANDALAN STRUKTUR GEDUNG BETON

BERTULANG

Wahyu Wuryantiiv

1Peneliti Madya Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Balitbang, Kementerian

Pekerjaan Umum, email: [email protected]

ABSTRAK

Akhir-akhir ini inspeksi keandalan struktur bangunan gedung yang telah berdiri semakin

banyak diperlukan. Pelaksanaan inspeksi keandalan dapat terjadi karena berbagai alasan, antara

lain faktor usia, rencana perubahan fungsi gedung, penambahan beban, atau pasca bencana.

Hasil inspeksi digunakan untuk mengevaluasi kekuatan sisa pada struktur bangunan yang telah

mengalami deteriorisasi kekuatan. Tulisan ini menyajikan penggunaan skala kondisi untuk

inspeksi dan evaluai pengukuran tingkat keandalan struktur beton bertulang. Data yang

digunakan merupakan bagian dari laporan inspeksi gedung Puslitbang Permukiman,

Kementerian Pekerjaan Umum. Metoda kajian menggunakan skala kondisi yang

membandingkan kondisi deteriorisasi eksiting terhadap nilai acuan. Dari studi kasus gedung

yang dikaji menunjukan skala kondisi (CR) sebesar 15% atau zona III menunjukan kondisi

deteriorasi medium yang berarti perlu dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dekat.

Kata kunci: skala kondisi, keandalan struktur, gedung, beton bertulang

1. PENDAHULUAN

Penurunan kinerja struktur bangunan dapat terjadi karena berbagai faktor. Terjadinya

proses alami karena umur bangunan menyebabkan korosi dan fatig pada komponen

bangunan, atau penambahan beban karena perubahan fungsi gedung, atau kerusakan

karena pasca bencana gempa atau kebakaran. Semuanya dapat menjadikan alasan

dilakukannya inspeksi keandalan struktur bangunan. Tujuannya adalah untuk

mengetahui tingkat keandalan kondisi struktur eksisting dalam memikul beban saat ini

dan beban rencana seusai dengan fungsi gedung dan sisa umur rencana bangunan.

Tingkat keandalan struktur umumnya diukur dari kinerja struktur bangunan dalam

memenuhi persyaratan keselamatan (safety) dan kemampulayanan (serviceability).

Menurut American Society of Civil Engineers (ASCE) 11-99 inspeksi struktur

bangunan adalah kegiatan memeriksa, mengukur, menguji dengan menggunakan

prosedur tertentu untuk mengetahui kualitas, mendeteksi kesalahan atau kerusakan atau

penurunan meterial dan komponen struktur. Secara menyeluruh pelaksanaan inspeksi

menjadi bagian dari tahap asesmen yaitu mengumpulkan informasi, menganalisis,

mengevaluasi dan memberikan rekomendasi keandalan struktur bangunan gedung

eksisting.

Secara garis besar tahap inspeksi dikelompokkan menjadi dua tahap yaitu inspeksi

visual sebagai tahap awal dan inspeksi detail yang memerlukan pengujian. Pada

bangunan yang mengalami deteriorasi struktur bangunan, hasil inspeksi dilanjutkan

dengan langkah evaluasi untuk mengetahui kekuatan sisa struktur gedung. Proses ini

dikenal dengan asesmen keandalan struktur. Di dalam tahap evaluasi diperlukan nilai

Page 243: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 243

acuan sebagai skala perbandingan kondisi. Oleh sebab itu perlu nilai penerimaan

(acceptable value) keandalan struktur bangunan (Presiser dan Vischer, 2005). Nilai

penerimaan ini dapat ditentukan dari target tingkat keandalan (target reliability level)

yang direncanakan (Rucker, Ille, and Rohman, 2006). Kemudian dilakukan

perbandingan antara tahanan (resistance) dari komponen bangunan eksiting dengan

tegangan (stress) yang terjadi akibat beban muatan eksiting atau rencana.

Saat ini di Indonesia belum ada petunjuk teknis dan standar inspeksi atau asesmen

gedung yang telah berdiri. Standar yang ada lebih banyak digunakan untuk perencanaan

bangunan baru. Tim Inspeksi Puslitbang Permukiman, kerapkali sulit mencari rujukan i

dalam melakukan asesmen. Upaya inspeksi melalui beberapa pengujian terus

dikembangkan untuk mengurangi metoda inspeksi yang deskriptif dan subjektif. Hal ini

tentu memerlukan waktu dan biaya, sehingga setiap melakukan inspeksi satu bangunan

gedung membutuhkan waktu lama.

Dalam tulisan ini menyapaikan kajian praktik pelaksanaan inspeksi keandalan

struktur dan menilai tingkat kondisi struktur berdasarkan derajat deteriorisasi bangunan

sesuai dengan skala kondisi. Tujuannya adalah memberikan rekomendasi tindak lanjut

terhadap jenis penanganan kerusakan struktur secara kuantitatif dan objektif. Keputusan

ini lebih dapat terukur dengan jelas sehingga mampu meminimalisasi keputusan

berdasarkan opini.

2. METODA PENELITIAN

Metoda dalam studi ini menggunakan 2 (dua) tahap, yaitu

(1) Inspeksi awal dilakukan secara visual di lapangan terhadap kondisi struktur

bangunan. Tujuannya adalah untuk memahami jalur beban setiap komponen

struktural dan mengidentifikasi kerusakan atau bagian-bagian kritis. Pengukuran

geometri struktur gedung dan dimensi komponen struktur dilakukan untuk

memverifikasi keakuratan kondisi eksisting dengan gambar teknis terbangun (as

built drawing). Tahap ini mengacu pada hasil laporan advis teknis terdahulu

kegiatan Puslitbang Permukiman tahun 2011.

(2) Berdasarkan data hasil inspeksi visual dianalisis dengan menggunakan skala

kondisi (Condition Rating). Tujuannya adalah menentukan tingkat dan tipe

deteriorisasi bangunan. Penilaian awal dilakukan pada analisis untuk setiap

komponen struktur. Penjumlahan kondisi komponen merupakan tingkat kondisi satu

bangunan. Untuk menganalisis dengan skala kondisi perlu ditentukan bobot fungsi

komponen terhadap sistem struktur bangunan.

Dalam studi ini lingkup studi dibatasi untuk bangunan gedung struktur beton bertulang.

Keputusan ini beralasan struktur beton bertulangan adalah tipe konstruksi yang paling

banyak ditangani oleh Puslitbang Permukiman dalam memberikan pelayanan advis

teknis pemeriksaan gedung.

3. INSPEKSI KEANDALAN BANGUNAN GEDUNG

Keandalan bangunan gedung telah ditetapkan dalam Undang-undang Bangunan Gedung

No. 28 tahun 2002 meliputi 4 (empat) aspek penilaian yaitu keselamatan, kesehatan,

kenyamanan, dan kemudahan. Aspek keselamatan merupakan persyaratan wajib

dipenuhi pada setiap bangunan gedung. Hal yang tercakup di dalam aspek keselamatan

Page 244: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 244

terdiri dari keselamatan bangunan (1) dalam mendukung beban muatan, (2) terhadap

bahaya kebakaran, dan (3) terhadap bahaya kelistrikan dan petir. Persyaratan

keselamatan butir (1) merupakan kegiatan ranah struktur bangunan sehingga seringkali

disebut keandalan struktur.

Pada praktik inspeksi oleh Puslitbang Permukiman sejak tahun 2008 telah

menangani lebih dari 40 kasus bangunan gedung (Wuryanti, 2011). Dari data tersebut

tercatat 6 (enam) alasan dilakukan inspeksi keandalan struktur. Hal ini disajikan dalam

Gambar 1. Dari keenam alasan tersebut terbesar karena pasca gempa sebanyak 43%,

disusul sebanyak 16% karena terjadi kerusakan struktur. Kondisi ini menunjukkan

bahwa permohonan inspeksi karena secara visual kondisi struktur bangunan atau bagian

struktur bangunan telah terjadi defisiensi.

0

10

20

30

40

5043

11 1114

16

5

Ala

san

dila

ku

ka

n i

nsp

eksi

(da

lam

%)

Gambar 1. Alasan inspeksi keandalan struktur

4. SKALA KONDISI PADA STRUKTUR GEDUNG

Metoda skala kondisi (condition rating) awalnya digunakan untuk mengeidentifikasi

deteriorisasi konstruksi jembatan pada kegiatan pemeliharaan konstruksi. Metoda ini

kemudian yang dikembangkan CEB (1998) di dalam menilai bangunan di Italia untuk

konstruksi rangka beton bertulang (Coronelli, 2007).

Metoda skala kondisi adalah membandingkan indeks kerusakan eksisting terhadap

nilai referensi. Oleh sebab itu perlu dihitung tingkat kerusakan dari setiap elemen

struktur menggunakan persamaan (1)

iiiiiDi KKKKBVF 4321 ............................................................... (1)

Dengan demikian skala kondisi kerusakan sitem struktur satu bangunan merupakan

penjumlahan N tipe kerusakan komponen-komponen struktur.

Penjelasan setiap varibel di dalam Persamaan (1) sebagai berikut

VDi adalah nilai total untuk tipe kerusakan ke-i. Nilai ini tergantung pada jenis

kerusakan, intensitas, efek kerusakan, dan bobot fungsi komponen terhadap sistem

struktur bangunan.

Bi adalah nilai dasar tipe kerusakan ke-i. Faktor ini merupakan ekspresi potensi efek

kerusakan terhadap keselamatan dan durabilitas komponen struktur, dicantumkan

dalam Tabel 1.

Page 245: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 245

K1i adalah faktor elemen struktural yang ditentukan dari bobot elemen terhadap

keselamatan sistem struktur. Nilai ini menggunakan Tabel 2.

K2i adalah faktor intensitas kerusakan ke-i. Faktor ini merupakan nilai kualitatif dari

inspeksi visual dan pengukuran. Ketentuannya menggunakan Tabel 1 dan 3.

K3i adalah faktor penyebaran kerusakan ke-i pada elemen yang terkait. Gunakan

Tabel 4 untuk analisisnya

K4i adalah faktor urgensi intervensi kerusakan ke-i. Faktor ini ditentukan

berdasarkan tipe deteriorasi pada keselamatan struktur dan pengguna, dan waktu

penanganannya. Ketentuannya menggunakan Tabel 5.

Tabel 1. Tipe kerusakan, nilai dasar Bi dan kriteria untuk evaluasi Item Tipe kerusakan Bi

1. Penurunan dan deformasi struktur

1.1 Struktur bawah

1.11 Differential settlement 3

1.2 Struktur atas

1.21 Defleksi vertikal 2

2. Beton

2.1 Kualitas kerja buruk: terkelupas, stratifikasi, sarang tawon, rongga 1

2.2 Susut palstik dan retak settlement palstik 1

2.3 Kekuatan lebih rendah dari yang disyaratkan 2

2.4 Tebal selimut lebih rendah dari yang disyaratkan 2

2.5 Karbonasi permukaan (pH<10) dengan acuan level tulangan 2

2.6 Penetrasi klorida (pH<10) dengan acuan level tulangan 3

2.7 Retak karena pembebanan, ditunjukan dengan deformasi dan regangan 3

2.8 Rusak mekanis; erosi, benturan 1

2.9 Membengkak, popout 1

2.10 Rembesan melalui beton 2

2.11 Rembesan pada retakan, sambungan, bagian dalam 2

2.12 Permukaan basah 1

2.13 Selimut beton rusak karena korosi 2

2.14 Spalling karena tulangan korosi 3

2.15 Renggang pada sambungan antar segmen 2

3. tulangan

3.1 Korosi pada sengkang 1

3.2 Korosi pada tulangan utama, pengurangan luasan tulangan 3

Sumber: Coronelli, 2007 (yang dicantumkan sebagian)

Tabel 2. Faktor K1i bobot fungsi tiap komponen struktur Komponen Tipe komponen K1i

kolom eksternal 0,35 - 0,45(*)

internal 0,2 - 0,3(*)

Balok bentang pendek 0,25 (**

) – 0,3

bentang panjang 0,35 (**

) – 0,4

Lantai lantai 0,3 * dari level atas ke level bawah nilainya meningkat

** balok di lantai atap

Tabel 3. Faktor K2i –kriteria umum untuk derajat intensitas setiap tipe kerusakan Derajat kriteria K2i

Rendah-awal Ukuran kerusakan kecil, biasanya muncul pada lokasi tunggal 0,5

Page 246: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 246

Medium - menyebar Ukuran kerusakan medium, kecil mengelompok atau kerusakan

kecil di beberapa bagian (25%) 1,0

Tinggi - aktif Kurusakan berukuran besar, muncul di beberapa tempat atau

pada area lebih luas ( 25 sd 75%) 1,5

Sangat tinggi - kritis Kerusakan berukuran sangat besar muncul di sebagian besar

komponen (>50%) 2,0

Tabel 4. Faktor K3i – kriteria umum luasan tiap tipe kerusakan Kriteria K3i

Kerusakan mengelompok pada satu unit pada elemen dengan tipe sama 0,5

Kerusakan muncul pada beberapa unit (lebih kecil dari ¼) pada elemen dengan tipe sama 1,0

Kerusakan mucul pada sebagian besar unit (1/4 sampai ¾) pada elemen dengan tipe

sama 1,5

Kerusakan muncul pada mayoritas bagian (lebih dari ¾) pada elemen dengan tipe sama 2,0

Tabel 5. Faktor K4i – urgensi intervensi penanganan kerusakan Kriteria K3i

Intervensi tidak penting, karena kerusakan tidak mengganggu keselamatan dan

durabilitas struktur 1

Kerusakan harus diperbaiki dalam perioda waktu tidak lama dari 5 tahun untuk menjaga

perlemahan yang mengubah keselamatan dan durabilitas dari serangan agresif 2-3

Perlu perbaikan segera karena kerusakan telah terjadi dan membahayakan keselamatan

dan durabilitas struktur 3-5

Ditopang sementara dan perlu pembatasan beban 5

Skala kondisi (CR) dihitung dengan persamaan (2) dan diklasifikasikan menjadi 6

(enam) kelompok menggunakan Tabel 6. Urgensi setiap jenis kerusakan tergantung

pada nilai numerik CR.

atau 100100,1

1

,

mrefmm

mmm

mrefm

mm

MK

MKCR

F

FCR .............................................. (2)

Dengan

iiiiimrefiiiiim KKKBMKKKBM 432,432 , ............................... (3)

Tabel 6. Kelas deteriorisasi struktur bangunan Kelas Deskripsi kondisi, tingkat kebutuhan intervensi, contoh skala R

I Tidak rusak, hanya terjadi defisiensi konstruksi

Tindakan: tidak perlu perbaikan hanya perlu pemeliharaan

Contoh: geometrik tidak beraturan, estetika tidak sempurna, warna suram

0 - 5 0,3

II Deteriorasi rendah, jika tidak diperbaiki, dalam waktu lama dapat

menurunkan kemampulayanan atau durabilitas komponen struktur

Tindakan: lokasi yang mengalami deteriorasi diperbaiki dan pemeliharaan

rutin

Contoh: retak lokal, defisiensi kecil sebagai akaibat buruknya pelaksanaan,

selimut beton terlalu tipis

3 -10 0,4

III Deteriorasi medium, dapat mengurangi kemampulayanan atau durabilitas

komponen struktur tetapi tidak perlu pembatasan penggunaan struktur

Tindakan:perlu perbaikan dalam waktu dekat

Contoh: keretakan, defisiensi lebih besar akibat pelaksanaan beton buruk,

selimut beton terlalu tipis dan kebanyakan permukaan basah, rusak lapisan

kedap air

7 - 15 0,5

Page 247: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 247

IV Deteriorisasi tinggi, penurunan kemampulayanan dan durabilitas struktur

tetapi masih tidak perlu pembatasan penggunaan

Tindakan: perbaikan segara untuk melindungi kemampulayanan dan

durabilitas struktur

Contoh: korosi pada tulangan utama

5 -25 0,6

V Deteriorasi sangat tinggi, perlu pembatasan penggunaan, penyanggaan

komponen kritis atau perlindungan lain

Tindakan: perlu perbaikan dan perkuatan segera pada komponen struktur

atau kapasitas daya dukung struktur harus dikurangi

Contoh: korosi berat pada tulangan utama, retak lebar akibat pembebanan

22 - 35 0,7

VI Deteriorisasi kritis, perlu penyangga segera dan pembatasan penggunaan

secara ketat atau ditutup

Tindakan: pekerjaan rehabilitasi segera dilakukan, namun kemampulayanan

rencana dan penggunaan struktur, serta penerimaan kekuatan sisa tidak

dapat lagi dicapai tidak ekonomis

Contoh: seperti kelas V dan keamanan rendah

30 0,8

Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut:

a) kelompokkan setiap komponen struktur sesuai lokasi dan fungsinya. Misalnya

sistem struktur dikelompokkan menjadi kolom, balok, dan pelat. Kolom dibedakan

interior dan eksterior, untuk kolom interior memikul beban lebih berat maka

digunakan bobot fungsi kolom interior lebih besar.

b) Lakukan inspeksi visual dan pengunkuran eksiting pada setiap komponen struktural

c) Identifikasikan jenis kerusakan, potensi dampak kerusakan dari setiap kondisi

deteriorisasi pada kompoen struktur yang diamati.

d) Lakukan perhitungan dengan Pers. (1), Pers. (2) dan Pers. (3) untuk setiap

komponen untuk mendapatkan skala kondisi lokal.

e) Jumlahkan skala kondisi lokal untuk seluruh komponen tiap level untuk

mendapatkan skala kondisi global dari satu sistem struktur gedung.

5. PEMBAHASAN: STUDI KASUS

Gedung yang digunakan sebagai studi kasus merupakan bangunan berlantai dua yang

dibangun tahun 2007 dan terbelakang selama lebih dari 3 tahun karena pelaksanaannya

dihentikan. Pada tahun 2011 dilakukan inspeksi oleh Puslitbang Permukiman, yang

mana penulis menjadi koordinator Tim Inspeksi. Tujuan inspeksi adalah untuk menilai

kondisi keandalan struktur karena konstruksi bangunan akan dilanjutkan

pelaksanaannya dan digunakan sesuai yang rencana rancangan semula.

Inspeksi visual dan Pengukuran material eksisting

Struktur bangunan merupakan konstruksi beton bertulang dengan perletakan struktur

pada permukaan tanah tidak rata sehingga elevasi lantai dasar bervariasi seperti

digambarkan dalam Gambar 3. Sebagian bangunan berdiri di atas tanah langsung dan

sebagian lagi merupakan konstruksi panggung. Bangunan akan difungsikan sebagai

gedung serba guna untuk gedung pertunjukan kesenian. Luas bangunan pada level

basemen 1 seluas 1080 m2, ruang hall 1080 m

2, panggung 180 m

2 dan tribun 414 m

2.

Page 248: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 248

1 2 3

4 5 6 7 8 9

10 11 12

Dak atap

Tribun atas (±11,40)

Tribun bawah (±10,40)

Lobby (±7,40)

Hall (±6,40)

Basemen 1 (±3,60)

Basemen 2 (±0,00)

Panggung (±7,40)

Atap panggung (±12,40)

Gambar 2. Elevasi dan nama level struktur gedung

Dari hasil inspeksi visual ditemui beberapa kerusakan antara lain terjadi korosi

tulangan, retak lentur pada balok dan pelat, permukaan basah. Kondisi ini dapat dilihat

pada gambar 3. Hasil pengukuran kualitas beton disajikan dalam Tabel 4.

(a) Retak lentur (b) Korosi tulangan (c) Kualitas kerja rendah Sumber: Puslitbang Permukiman, 2011

Gambar 3. Hasil inspeksi visual

Selain dilakukan inspeksi visual dilakukan pengukuran kualitas material meliputi:

Pengujian palu beton untuk mengukur kuat tekan

Beton inti dengan core drilled dan uji kuat tekan

Pengujian gelombang ultrosonik untuk mengetahui homogenitas beton

Identifikasi letak dan ukuran tulangan dengan rebar-locator dan pembobokan

Pengukuran kedalaman karbonasi

Tabel 7. Uji kualitas beton

Komponen Kuat tekan, f’c beton rata-rata Homogenitas beton

kondisi kurang palu beton beton inti

Kolom 18,17 MPa 4,46 MPa 71 %

Balok 14,91 MPa 3,52 MPa 92 %

Pelat 14,36 MPa 4,97 MPa 83 % Sumber: Puslitbang Permukiman, 2011

Level Luas lantai (m2)

Basemen 1 1080

Hall 1080

Panggung 180

Tribun bawah 414

Page 249: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 249

Analisis skala kondisi

Struktur bangunan terdiri dari balok 152 batang, kolom 268 batang dan pelat 81

segmen. Inspeksi dan pengukuran hanya dilakukan pada sebagian komponen karena

alasan teknis maupun non-teknis. Dengan demikian analisis dengan metoda skala

kondisi hanya untuk komponen representatif. Jumlah komponen yang dianalisis terdiri

dari kolom sebanyak 21 batang, balok 15 batang, dan pelat 15 segmen.

Nilai Mm dan Mm,ref dihitung untuk setiap komponen, sebagai contoh untuk analisis

balok, kolom, dan pelat di elevasi lantai Hall. Hasilnya disajikan alam Tabel 8. Dengan

cara yang sama dilakukan penilaian pada komponen lainnya.

Tabel 8. Evaluasi kerusakan dan perhitungan Mm satu unit komponen komponen B K2i K3i K4i VD/K1i Mm= VD/K1i

Balok lokasi As 7,8 - E

0,4 2.3 Kekuatan 2 2 2 1 8 23

2.4 Tebal selimut 2 1 0,5 1 1

2.5 Karbonasi 2 1 0,5 1 1

2.7 Retak 3 1 0,5 1 1,5

2.10 Rembesan 2 0,5 0,5 1 0,5

2.12 Permukaan basah 1 1,5 1 1 1,5

2.13 Rusak selimut karena korosi 2 0,5 0,5 1 0,5

3.1 Korosi pada sengkang 1 2 1,5 1 3

3.2 Korosi pada tulangan utama 3 2 1 1 6

Pelat, lokasi As 7,8 - E,F

0,3 2.3 Kekuatan 2 2 2 1 8 33

2.4 Tebal selimut 2 0,5 0,5 1 0,5

2.5 Karbonasi 2 1,5 1,5 1 4,5

2.7 Retak 3 1 1 1 3

2.10 Rembesan 2 2 1 1 4

2.12 Permukaan basah 1 2 2 1 4

2.13 Rusak selimut karena korosi 2 0 0 1 0

3.1 Korosi pada sengkang 1 2 1,5 1 3

3.2 Korosi pada tulangan utama 3 2 1 1 6

Kolom internal, lokasi As 7-B

0,4 2.3 Kekuatan 2 2 2 1 8 20,75

2.4 Tebal selimut 2 0,5 0,5 1 0,5

2.5 Karbonasi 2 1 0,5 1 1

2.7 Retak 3 0,5 0,5 1 0,75

2.10 Rembesan 2 0,5 0,5 1 0,5

2.12 Permukaan basah 1 1 0,5 1 0,5

2.13 Rusak selimut karena korosi 2 0,5 0,5 1 0,5

3.1 Korosi pada sengkang 1 2 1,5 1 3

3.2 Korosi pada tulangan utama 3 2 1 1 6 Sumber: Hasil analisis

Setelah tiap unit komponen dianalisis akan diperoleh kondisi lokal. Penjumlahan tiap

unit komponen yang sama untuk tiap lantai, akan menggambarkan kondisi kerusakan

tiap lantai. Dengan demikian kondisi kerusakan pada bangunan diperoleh dari

penjumlahan kondisi kerusakan tiap lantai. Contoh perhitungan dalam Tabel 9 adalah

untuk evaluasi level Hall elv. +3,4. Dengan cara yang sama dilakukan untuk analisis

level-level lainnya. Penilaian kondisi tiap lantai dicantumkan dalam Tabel 10.

Page 250: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 250

Tabel 9. Hasil analisis kondisi global pada level Hall Komponen Lokasi K1i Mm K1mxMm Mmref K1mxMm,ref

Kolom 10 - C 0,3 13,25 3,975 128 39,6

10 - F 0,3 13,25 3,975 128 39,6

11 - E 0,3 13,75 4,125 128 39,6

9 - H 0,4 20,25 8,1 128 52,8

5 - H 0,4 13,25 5,3 128 52,8

7 - B 0,4 20,75 8,3 128 52,8

9 - B 0,4 20,75 8,3 128 52,8

4 - D 0,3 13,5 4,05 128 39,6

3 - C 0,4 7,5 3 128 52,8

3 - F 0,4 20,25 8,1 128 52,8

Balok 7 - EF 0,4 17 6,8 128 51,2

7,8 - E 0,4 23 9,2 128 51,2

5,6 - D 0,4 22 8,8 128 51,2

6 - D,E 0,4 14,5 5,8 128 51,2

Pelat 5,6 - D,E 0,3 26 7,8 116 34,8

7,8 - E,F 0,3 33 9,9 116 34,8

7,8 - C,D 0,3 33 9,9 116 34,8

5,6 - F,G 0,3 26 7,8 116 34,8

3,4 - B,C 0,3 27 8,1 116 34,8 Sumber: Hasil analisis

Tabel 10. Skala kondisi global Nama Level K1mxMm K1mxMm,ref CR (%) CR rata-rata (%)

Basemen 1 35,6625 415,8 9 11

Hall 131,325 854 15

Panggung 104,9 897,6 12

Tribun bawah 14,55 142,8 10 Sumber: Hasil analisis

Berdasarkan penjumlahan kondisi lokal setiap komponen pada tiap level lantai

menunjukkan bahwa deteriorisasi struktur terbesar pada level Hall dengan CR= 15%.

Sementara bila dirata-ratakan untuk satu bangunan diperoleh CR= 11%. Namun karena

luas tiap lantai berbeda dan luas terbesar terjadi pada lantai level Hall dan Basemen 1.

Lantai level Basemen 1 sebagian berdiri langsung pada permukaan tanah, sehingga luas

lantai yang signifikan adalah pada level Hall. Dengan demikian penilaian kondisi

struktur bangunan menggunakan perhitungan kondisi deteriorasi pada level Hall, yakni

CR=15%. Pada kondisi ini, sesuai dengan ketentuan pada Tabel 6, maka derajat

deteriorisasi gedung adalah medium. Apabila kondisi ini dibiarkan akan menurunkan

kemampulayanan dan durabilitas komponen strukutr. Tindakan penangan untuk kondisi

ini adalah perbaikan struktural dalam waktu dekat.

6. KESIMPULAN

Inspeksi struktur bangunan gedung yang telah berdiri bertjuan unutuk mengetahui

tingkat keandalan keandalan struktur dalam memikul beban pada sisa umur bangunan.

Analisis hasil inspeksi dapat dilakukan dengan metoda skala kondisi. Dengan metoda

ini dilakukan perbandingan kondisi dereriorisasi dengan kondisi acuan. Faktor-faktor

pengaruh dalam analisis terdiri dari nilai dasar (Bi), bobot fungsi komponen struktur

(K1i), derajat intensitas kerusakan (K2i), luasan kerusakan (K3i) dan urgensi intervensi

(K4i).

Page 251: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 251

Skala kondisi satu bangunan gedung dihitung berdasarkan penjumlahan kondisi

lokal dari tiap komponen struktur. Oleh sebab itu perlu proses inspeksi lapangan perlu

mendetailkan kondisi seluruh komponen struktur. Hal ini sulit dilakukan karena jumlah

komponen dalam satu sistem struktur gedung jumlahnya banyak. Meski demikian,

dalam tulisan ini metoda skala kondisi digunakan untuk menilai kondisi global satu

bangunan berdasarkan kondisi lokal komponen representatif.

Meski penilaian subjektif tidak dapat dihindari namun hal itu harus tetap

berdasarkan analisis logis. Melalui penggunaan skala kondisi memberikan prosedur

praktis di dalam penilaian keandalan struktur. Pemberian rekomendasi tindak lanjut

menjadi lebih terukur dan objektif sehingga meminimalisasi penilaian deskriptif

berdasarkan opini yang dapat dipengaruhi berbagai kepentingan.

7. DAFTAR PUSTAKA

1. ASCE 11. (1999) Structural Engineering Institute American Society Of Civil

Engineers, Guideline For Structural Condition Assessment Of Existing Buildings.

Structural Engineering Institute American Society of Civil Engineers

2. Coronelli, D (2007) Condition Rating of RC structure: A case study in Journal of

Building Appraisal, Vol. 3 No 1, 29-51.

3. Puslitbang Permukiman (2011) Laporan Pemeriksaaan Gedung Serba Guna, Pusat

Litbang Kementerian Pekerjaan Umum, Bandung.

4. Wuryanti, W (2009) Laporan Pemeriksaan Gedung Serba Guna, Puslitbang

Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum

Page 252: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 252

Analisa Perbandingan Biaya dan Waktu

Bekisting Metode Konvensional dengan Sistem PERI

(Studi Kasus Proyek Puncak Kertajaya Apartemen)

Farida Rahmawati1, Yusronia Eka Putri

1 dan Aditya Febrian

2

1 Dosen Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS

2 Alumni Program S1 Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS, Lab Manajemen Konstruksi Jurusan

Teknik Sipil FTSP-ITS Email: [email protected]

ABSTRAK

Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi konstruksi, penggunaan metode bekisting sistem PERI

menjadi alternatif menguntungkan dari segi biaya dan waktu jika penggunaan bekisting dalam kuantitas

besar dan penggunaan yang berulang. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan penggunaan

metode bekisting yang berbeda yaitu metode sistem PERI dengan metode konvensional ditinjau dari dua

aspek biaya dan waktu. Analisa perbandingan meliputi perhitungan pada perkuatan bekisting, metode

pelaksanaan, perhitungan kebutuhan material, analisa produktivitas dan durasi dan analisa perhitungan

biaya. Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui untuk pengerjaan bekisting balok dan kolom pada

Apartemen Puncak Kertajaya, bekisting PERI memerlukan biaya Rp5.156.103.120,97 dan waktu 127

hari. Sedangkan bekisting konvensional memerlukan biaya Rp4.514.736.868,00 dan waktu 223 hari.

Kata Kunci : bekisting sistem PERI, proyek Apartemen

1. LATAR BELAKANG

Pembangunan konstruksi gedung bertingkat tinggi (high rise building) tentu tidak

lepas dengan keberadaan material bekisting, dalam hal ini material kayu dengan jumlah

yang besar. Hal tersebut berpengaruh cukup dominan dalam hal pembiayaan, terutama

pada biaya langsung. Pemilihan metode pelaksanaan yang tepat akan berdampak

terhadap kecepatan pelaksanaan dan biaya yang ditimbulkan. Di Indonesia banyak

beredar bekisting sistem dengan bahan material yang berbeda dan mempunyai

keunggulan masing - masing seperti Paschal, KHK, MESA dan PERI.

Salah satu inovasi untuk material bekisting adalah penggunaan bekisting sistem

PERI. Penelitian ini akan membandingkan penggunaan bekisting sistem PERI dengan

metode konvensional dari aspek biaya, dan waktu. Perbandingan metode ini diterapkan

pada Proyek Puncak Kertajaya Apartemen Tower A dan Tower B Lt. 2 – Lt. 23

(masing-masing 18 lantai tipikal) yang berlokasi di kawasan elite perumahan Kertajaya

Indah Regency, Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya. Oleh karena itu selanjutnya akan

dibahas mengenai penggunaan metode system peri dengan untuk pekerjaan bekisting

pelat dan balok ditinjau dari aspek biaya dan waktu dengan perbandingan metode

konvensional pada Proyek Puncak Kertajaya Apartemen, Surabaya. Analisa biaya hanya

pada penggunaan material dan pembeyaran upah pekerjaan bekisting, tidak termasuk

biaya tower crane untuk pemasangan bekisting.

Page 253: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 253

2. TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Bekisting

Bekisting adalah cetakan beton atau sarana pembantu struktur beton untuk mencetak

beton sesuai dengan ukuran, bentuk, rupa maupun posisi serta alinemen yang

dikehendaki. Untuk itu bekisting harus berfungsi sebagai struktur sementara yang kuat

memikul beban sendiri, berat beton basah, beban hidup dan beban peralatan kerja

selama proses pengecoran (Wigbout F, 1992). Untuk penelitian ini, yang dibandingkan

hanya metode tradisional/konvensional dengan sistem PERI (full sistem), sehingga

penjelasan lebih lanjut pada dua metode tersebut.

Bekisting Sistem PERI

Pengertian dari bekisting sistem PERI disini adalah bekisting kontak terdiri dari

girder utama dan girder sekunder. Bekisting sistem PERI adalah bekisting yang

dirancang untuk suatu proyek yang ukurannya disesuaikan dengan bentuk beton yang

diinginkan. .

Penggunaan dari bekisting ini disebabkan karena adanya kemungkinan untuk

digunakan secara berulang-ulang. Setelah proses pengecoran selesai, komponen-

komponen ini dapat disusun kembali menjadi sebuah bekisting sistem untuk obyek

yang lain.

Gambar 1. Sketsa Potongan Melintang Bekisting Sistem PERI

(sumber : pengamatan lapangan)

C. Bekisting Konvensional

Pengertian dari bekisting konvensional adalah bekisting kontak terdiri dari kayu papan

dengan perkuatan kayu kaso. Bekisting konvensional adalah bekisting yang terdiri dari

papan dan kayu balok yang dikerjakan di tempat. Bekisting jenis ini adalah bekisting

yang setiap kali setelah dilepas dan dibongkar menjadi bagian-bagian dasar, dapat

disusun kembali menjadi sebuah bentuk lain. Penggunaan material pada sistem ini

hanya beberapa kali pengulangan dan untuk konstruksi yang rumit harus banyak

diadakan penggergajian sehingga pelaksanaan jenis bekisting ini akan memakan waktu,

bahan, dan ongkos kerja.

Page 254: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 254

Gambar 2. Sketsa Potongan Melintang Bekisting Konvensional

(sumber : pengamatan lapangan)

3. METODE PENELITIAN

1. Pengumpulan Data Proyek

Data-data sekunder untuk penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Data Proyek

Data Sumber Jenis Data

Gambar struktur proyek Proyek Puncak Kertajaya

Apartemen

Sekunder

Spesifikasi bekisting Proyek Puncak Kertajaya

Apartemen

Sekunder

Metode kerja bekisting Proyek Puncak Kertajaya

Apartemen

Sekunder

Harga material komponen

bekisting

Proyek Puncak Kertajaya

Apartemen

Sekunder

Upah pekerjaan bekisting Proyek Puncak Kertajaya

Apartemen

Sekunder

Urutan kerja dan siklus bekisting PT Wijaya Karya Gedung Observasi dan

wawancara (Primer)

Produktivitas kegiatan Proyek Puncak Kertajaya

Apartemen

Observasi dan

wawancara (Primer)

Spesifikasi mutu PT Wijaya Karya Gedung Observasi dan

sekunder

2. Identifikasi Komponen Bekisting

Dari data-data yang ada, dilakukan identifikasi komponen bekisting seperti komponen

penguat, pengaku dan support yang kemudian digunakan sebagai acuan perhitungan

selanjutnya.

3. Perhitungan Perkuatan Bekisting

Perhitungaan perkuatan bekisting meliputi perhitungan perkuatan pada masing-masing

metode bekisting yaitu perhitungan perkuatan gelagar pada metode bekisting sistem

PERI (besi plywood dan scaffolding) dan perhitungan perkuatan kayu kaso (kayu kaso

5/7, multiplek 15mm, balok suri 6/12 dam balok gelagar 6/12) pada metode bekisting

konvensional.

4. Metode Pelaksanaan Pekerjaan Bekisting

Dalam satu tower akan dibagi enam sektor per lantai. Tiap lantai konstruksi akan

Page 255: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 255

dilengkapi setiap minggunya meliputi pemasangan dan pembongkaran bekisting. Para

pekerja harus melengkapi kebutuhan bekisting untuk sektor 1 lantai 1 sampai selesai.

Setelah itu akan memulai pemasangan bekisting pada sektor 2 lantai 1 sampai sektor 6

lantai 1. Kemudian dilanjutkan pada sektor 1 lantai 2 dan seterusnya. Untuk

pemindahan material bekisting dilakukan dengan cara pembuatan terminal sebagai

tempat meletakkan material pada lantai yang telah dicor dan akan dicor serta diangkat

dengan menggunakan tower crane.

Gambar 3. Siklus Bekisting

[4]

(sumber : PT. Wijaya Karya Bangunan Gedung, 2011)

5. Perhitungan Kebutuhan Material

Perhitungan kebutuhan material pada masing-masing komponen bekisting.

Metode Bekisting Sistem PERI: Perhitungan volume meliputi perhitungan seluruh

komponen bekisting sistem PERI dengan cara mencari kebutuhan material per modul

lalu dikalikan dengan jumlah modul kemudian dikalikan dengan jumlah lantai.

Metode Bekisting Konvensional: Perhitungan volume meliputi perhitungan seluruh

komponen bekisting konvensional dengan cara mencari kebutuhan material per

modul lalu dikalikan dengan jumlah modul kemudian dikalikan dengan jumlah

lantai.

6. Analisa Produktivitas dan Durasi

Analisa produktivitas dan durasi berdasarkan wawancara serta pengamatan lapangan

pekerjaan bekisting pada kedua metode.

Metode Bekisting Sistem PERI: waktu pekerjaan bekisting sistem PERI ditentukan

berdasarkan pengamatan lapangan mengenai produktivitas pekerjaan bekisting.

Metode Bekisting Konvensional: waktu pekerjaan bekisting konvensional ditentukan

berdasarkan data historis proyek mengenai produktivitas pekerjaan bekisting.

7. Analisa Biaya

Perhitungan estimasi biaya pekerjaan bekisting pada kedua metode.

Metode Bekisting Sistem PERI: Biaya pekerjaan bekisting dihitung berdasarkan

kebutuhan material pekerjaan bekisting sistem PERI dan upah pelaksanaan pekerjaan

bekisting sistem PERI per m2. Selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan estimasi

Page 256: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 256

biaya pekerjaan.

Metode Bekisting Konvensional: Biaya pekerjaan bekisting dihitung berdasarkan

kebutuhan material pekerjaan bekisting konvensional dan upah pelaksanaan

pekerjaan bekisting konvensional per m2. Selanjutnya dijumlahkan untuk

mendapatkan estimasi biaya pekerjaan.

4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Sebelum dilaksanakan pekerjaan bekisting terlebih dahulu dilakukan beberapa

analisa yang dapat menunjang kelancaran pekerjaan tersebut. Analisa yang dilakukan

adalah analisa perkuatan bekisting, metode pelaksanaan, analisa kebutuhan material,

analisa produktivitas dan durasi, serta analisa biaya bekisting. Analisa perkuatan

bekisting meliputi perhitungan sebagai berikut:

a. Perhitungan perkuatan bekisting balok sistem PERI

Tabel 2. Hasil Perhitungan Perkuatan Bekisting Balok Sistem PERI Material Tegangan

Lentur

Lendutan

Plywood 21mm OK OK

b. Perhitungan perkuatan bekisting balok konvensional

Tabel 3. Hasil Perhitungan Perkuatan Bekisting Balok Konvensional Material Tegangan

Lentur

Lendutan

Multiplek 15mm OK OK

Kaso 5/7 OK OK

Balok suri 6/12 OK OK

Balok gelagar

6/12

OK OK

c. Perhitungan perkuatan bekisting pelat sistem PERI

Tabel 4. Hasil Perhitungan Perkuatan Bekisting Pelat Sistem PERI Material Tegangan

Lentur

Lendutan

Plywood 21mm OK OK

d. Perhitungan perkuatan bekisting pelat konvensional

Tabel 5. Hasil Perhitungan Perkuatan Bekisting Pelat Konvensional Material Tegangan

Lentur

Lendutan

Multiplek 15mm OK OK

Balok suri 6/12 OK OK

Balok gelagar

6/12

OK OK

Page 257: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 257

e. Analisa Kebutuhan Material

Tabel 6. Hasil Perhitungan Kebutuhan Material Bekisting Balok dan pelat Sistem

PERI dan Konvensional untuk Satu Lantai

f. Analisa Produktivitas dan Durasi

Produktivitas pekerjaan bekisting balok dan pelat per hari adalah luas total 1 lantai

dibagi dengan total hari 1 lantai.

Produktivitas = luas : hari = 1770 m2 : 6 hari = 295 m

2 (± 1 sektor)

g. Analisa Biaya

Analisa biaya pekerjaan bekisting dilakukan dengan mengikuti metode perhitungan

kontraktor. Dalam analisa ini lebih ditekankan pada perhitungan material per unit dan

upah pekerjaan secara borongan dari data proyek. Terdapat beberapa material yang

tidak bisa dipakai terus-menerus dalam pekerjaan bekisting karena memiliki masa

pakai tertentu seperti dibawah ini.

Tabel 7. Masa Pakai Material Bekisting Balok Sistem PERI Material Masa Pakai

Plywood 21mm 5 kali pakai

Balok GT 24 selamanya

Kayu 6/12 tereduksi 7,5% tiap lantai

Balok VT 24 Selamanya

Tss screw 5 kali pakai

PERI Konvensional

342 buah

1470 buah

2088 buah

1726 buah

735 buah

Mainframe 1106 buah

Croos head 2212 buah

cross brace 1019 buah

base jack 2212 buah

29 19,79 m³

486 lembar

1487 buah

334 lembar

19,79 m3

1144 m4

2508 buah

3264 buah

5016 buah

5016 buah

155,9014419 kg

876 buah

besi siku

perancah

cross brace

u-head

base jack

paku

support

Jumlah

Beam Bracket

Scaffolding

Balok 6x12

Plywood

Tss Torx Screw

Satuan

multiplek 15mm

kaso 5/7

Jenis Material

Girder GT 24 (210 cm)

Girder GT 24 (180 cm)

Girder GT 24 (150 cm)

Girder VT 24 (180 cm)

Jumlah Satuan

159,00 buah

312,00 buah

1.290,00 buah

Mainframe 1.350,00 buah

Croos head 2.700,00 buah

cross brace 1.350,00 buah

base jack 900,00 buah

475,30 m³

2.358,13 buah

Jenis Material

Girder GT 24 (210 cm)

Girder GT 24 (180 cm)

Girder GT 24 (150 cm)

Scaffolding

plywood 21mm

Tss Torx Screw

Page 258: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 258

Sebelum menghitung biaya, telah diketahui bahwa investasi bekisting proyek adalah 1,5

lantai yang merupakan acuan untuk pembelian dan pergantian material. Pada intinya

investasi 1,5 lantai adalah untuk membuat siklus pekerjaan struktur tetap berjalan

sehingga tidak terjadi posisi idle (tidak ada kegiatan) dimana untuk pekerjaan struktur di

lantai berikutnya tidak harus menunggu pembongkaran bekisting yang disebabkan oleh

pengaruh umur beton. Jumlah lantai Tower A dan B adalah sama yaitu terdiri dari

masing-masing 18 lantai typikal, sehingga total lantai 2 tower adalah 36 lantai.

Mengacu pada investasi 1,5 lantai maka 36 lantai dibagi dengan 1,5 lantai yaitu 24

lantai hitungan, maka pembelian dan pergantian material menurut lantai hitungan

tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah contoh perhitungan material multiplek.

Multiplek 15mm

Luas multiplek (1 lembar) = 1,22m × 2,44m = 2,97 m2

Volume multiplek 1 lantai = 928,28 m2

Kebutuhan material 1,5 lantai = 311,83 lembar × 1,5 = 467,75 lembar = 468

lembar

Biaya = kebutuhan material × harga material

= 468 lembar × Rp. 115.000,00 = Rp. 53.820.000,00

Upah

Volume 1,5 lantai = volume 1 lantai × 1,5 = 928,28 m2 × 1,5 = 1392,42 m

2

Upah 1,5 lantai = volume 1,5 lantai × upah per m2

= 1392,42 m2 × Rp.

22.266,00

= Rp. 29.240.865,00

Total biaya lantai 1 hitungan

Total = biaya material + total upah = Rp. 1.957.321.386,6 + Rp. 29.240.865,00

= Rp. 1.988.326.386,66

Page 259: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 259

Tabel 8. Perbandingan Total Biaya Bekisting Balok Pelat

h. Analisa Waktu

Untuk waktu, telah disebutkan di subbab sebelumnya bahwa terdapat perbedaan

masa pakai material dari bekisting sistem PERI dan konvensional yaitu masa pakai

kayu kaso yang hanya 3 kali pakai saja dengan masa pakai Girder GT24 yang bisa

dipakai terus-menerus (sampai proyek berikutnya). Sehingga terdapat perbedaan

setiap tiga lantai hitungan yaitu fabrikasi ulang untuk bekisting konvensional

sedangkan untuk bekisting sistem PERI bisa langsung mengerjakan lantai berikutnya

tanpa fabrikasi ulang.

Tabel 9. Perbandingan waktu kedua metode

Sistem PERI Konvensional

0 – 1,5 Rp2.955.655.087,39 1.226.011.307,00

1,5 – 3 Rp67.582.080,00 1.313.582.114,00

3 – 4,5 Rp67.582.080,00 1.401.152.921,00

4,5 – 6 Rp67.582.080,00 1.549.136.728,00

6 – 7,5 Rp67.582.080,00 1.636.707.535,00

7,5 – 9 Rp181.977.167,39 1.724.278.342,00

9 – 10,5 Rp67.582.080,00 1.872.262.149,00

10,5 – 12 Rp67.582.080,00 1.959.832.956,00

12 – 13,5 Rp67.582.080,00 2.473.256.763,00

13,5 – 15 Rp67.582.080,00 2.621.240.570,00

15 – 16,5 Rp181.977.167,39 2.708.811.377,00

16,5 – 18 Rp67.582.080,00 2.796.382.184,00

0 – 1,5 Rp67.582.080,00 2.944.365.991,00

1,5 – 3 Rp67.582.080,00 3.031.936.798,00

3 – 4,5 Rp67.582.080,00 3.119.507.605,00

4,5 – 6 Rp181.977.167,39 3.267.491.412,00

6 – 7,5 Rp67.582.080,00 3.780.915.219,00

7,5 – 9 Rp67.582.080,00 3.868.486.026,00

9 – 10,5 Rp67.582.080,00 4.016.469.833,00

10,5 – 12 Rp67.582.080,00 4.104.040.640,00

12 – 13,5 Rp181.977.167,39 4.191.611.447,00

13,5 – 15 Rp67.582.080,00 4.339.595.254,00

15 – 16,5 Rp67.582.080,00 4.427.166.061,00

16,5 – 18 Rp67.582.080,00 4.514.736.868,00

lantai

Tower A

Tower B

0 – 1,5 12 hari 9 hari

1,5 – 3 5 hari 9 hari

3 – 4,5 5 hari 10 hari

4,5 – 6 5 hari 9 hari

6 – 7,5 5 hari 9 hari

7,5 – 9 5 hari 10 hari

9 – 10,5 5 hari 9 hari

10,5 – 12 5 hari 9 hari

12 – 13,5 5 hari 10 hari

13,5 – 15 5 hari 9 hari

15 – 16,5 5 hari 9 hari

16,5 – 18 5 hari 10 hari

0 – 1,5 5 hari 9 hari

1,5 – 3 5 hari 9 hari

3 – 4,5 5 hari 10 hari

4,5 – 6 5 hari 9 hari

6 – 7,5 5 hari 9 hari

7,5 – 9 5 hari 10 hari

9 – 10,5 5 hari 9 hari

10,5 – 12 5 hari 9 hari

12 – 13,5 5 hari 10 hari

13,5 – 15 5 hari 9 hari

15 – 16,5 5 hari 9 hari

16,5 – 18 5 hari 9 hari

127 hari 223 hariTotal

Lantai Sistem PERI Konvensional

TO

WE

R A

TO

WE

R B

0 – 1,5 12 hari 9 hari

1,5 – 3 5 hari 9 hari

3 – 4,5 5 hari 10 hari

4,5 – 6 5 hari 9 hari

6 – 7,5 5 hari 9 hari

7,5 – 9 5 hari 10 hari

9 – 10,5 5 hari 9 hari

10,5 – 12 5 hari 9 hari

12 – 13,5 5 hari 10 hari

13,5 – 15 5 hari 9 hari

15 – 16,5 5 hari 9 hari

16,5 – 18 5 hari 10 hari

0 – 1,5 5 hari 9 hari

1,5 – 3 5 hari 9 hari

3 – 4,5 5 hari 10 hari

4,5 – 6 5 hari 9 hari

6 – 7,5 5 hari 9 hari

7,5 – 9 5 hari 10 hari

9 – 10,5 5 hari 9 hari

10,5 – 12 5 hari 9 hari

12 – 13,5 5 hari 10 hari

13,5 – 15 5 hari 9 hari

15 – 16,5 5 hari 9 hari

16,5 – 18 5 hari 9 hari

127 hari 223 hariTotal

Lantai Sistem PERI Konvensional

TO

WE

R A

TO

WE

R B

0 – 1,5 12 hari 9 hari

1,5 – 3 5 hari 9 hari

3 – 4,5 5 hari 10 hari

4,5 – 6 5 hari 9 hari

6 – 7,5 5 hari 9 hari

7,5 – 9 5 hari 10 hari

9 – 10,5 5 hari 9 hari

10,5 – 12 5 hari 9 hari

12 – 13,5 5 hari 10 hari

13,5 – 15 5 hari 9 hari

15 – 16,5 5 hari 9 hari

16,5 – 18 5 hari 10 hari

0 – 1,5 5 hari 9 hari

1,5 – 3 5 hari 9 hari

3 – 4,5 5 hari 10 hari

4,5 – 6 5 hari 9 hari

6 – 7,5 5 hari 9 hari

7,5 – 9 5 hari 10 hari

9 – 10,5 5 hari 9 hari

10,5 – 12 5 hari 9 hari

12 – 13,5 5 hari 10 hari

13,5 – 15 5 hari 9 hari

15 – 16,5 5 hari 9 hari

16,5 – 18 5 hari 9 hari

127 hari 223 hariTotal

Lantai Sistem PERI Konvensional

TO

WE

R A

TO

WE

R B

Page 260: irikaw.files.wordpress.com · Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan

Seminar Nasional IX - 2013Teknik Sipil ITS Surabaya

Peran Industri Konstruksi dalam Menunjang MP3EI

(Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X I - 260

Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui untuk pengerjaan bekisting balok dan

kolom pada apartemen puncak kertajaya, untuk bekisting PERI memerlukan biaya

Rp5.156.103.120,97 dan waktu 127 hari. Sedangkan bekisting konvensional

memerlukan biaya Rp4.514.736.868,00 dan waktu 223 hari.

5. KESIMPULAN

Perbandingan antara 2 metode tersebut adalah dari segi biaya, bekisting konvensional

lebih murah Rp. 641.366.252,97 (12,43%) dibandingkan dengan bekisting PERI.

Namun untuk pemakaian yang lebih banyak (gedung berlantai banyak atau bertower

banyak), bekisting PERI akan lebih efektif dan murah. Sedangkan dari segi waktu

pengerjaan bekisting PERI lebih cepat 96 hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wigbout, F. Ing. 1992. Bekisting (Kotak Cetak). Jakarta : Penerbit Erlangga.

2. PT. Wijaya Karya Bangunan Gedung. 2011. Siklus Bekisting Puncak Kertajaya

Apartemens. PT. Wijaya Karya Bangunan Gedung

3. Handbook PERI formwork 2002

4. PERI formwork component catalogue 2002