Seminar Lumbricus Finale

16
MAKALAH SEMINAR 1 SKS POTENSI CACING TANAH MERAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI ANTI BAKTERI DI BUDIDAYA PERIKANAN OLEH YASIR SAIFUR RAHMAN 07/257647/PN/11264 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

description

lumbricus for antibacteria

Transcript of Seminar Lumbricus Finale

MAKALAH SEMINAR 1 SKS

POTENSI CACING TANAH MERAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI ANTI BAKTERI DI BUDIDAYA PERIKANAN

OLEH

YASIR SAIFUR RAHMAN

07/257647/PN/11264

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013A. PENDAHULUAN

Cacing Tanah merah (Lumbricus rubellus) sudah dikenal sebagai obat tradisional terutama oleh masyarakat di China dan Jepang untuk pengobatan berbagai penyakit. Masyarakat Bali menggunakan tepung cacing tanah sebagai obat demam, rematik, diabetes, dan anti kolesterol tinggi. Cacing tanah juga dikenal sebagai obat alternatif untuk penyakit tifus dan penurun panas tubuh (Guo et al, 1996, Wang, 200, Kopmann, 2000, dalam Santoso, 2002).

Cacing tanah Lumbricus rubellus telah dilaporkan mengandung zat aktif yang bersifat anti bakteri patogen (Cho et al., 1998) dan dapat menstimulasi sistem kekebalan (Liu et al., 2004; Engelmann et al., 2005). Pada tahun 1997, Edward dan Bohlen dalam Utoro (2001) menemukan adanya substansi antibiotik yang dihasilkan aktinomisetes dalam tubuh cacing tanah mampu menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri. Ristiana (1999) dan Utami (1999) dalam Utoto (2001) meneliti bahwa ekstrak cacing tanah Lumbricus rubellus mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif seperti Salmonella typhi, Salmonella pulorum, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, dan Eschericia coli yang ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar ekstrak cacing.

Beberapa penjelasan ilmiah tentang potensi kemampuan anti bakteri cacing tanah terhadap bakteri patogen di budidaya perikanan akan coba dipaparkan dalam makalah seminar ini. B. BIOLOGI CACING TANAH (Lumbricus rubellus)

Menurut Sihombing (1999), dalam Wibowo (2001), cacing tanah jenis Lumbricus rubellus diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom: Animalia

Filum

: Annelida

Ordo

: Oligochaeta

Kelas

: Citellata

Famili

: Lumbricidae

Genus

: Lumbricus

Spesies: Lumbricus rubellus

Gambar 1. Struktur dan anatomi tubuh cacing Lumbricus (Anonim a, 2013).

Lumbricus rubellus biasa disebut cacing tanah Eropa. Cacing tanah ini mampu mencapai panjang 60 mm hingga 150 mm dan lebar 4 mm sampai 6 mm. Cacing tanah berwarna ungu atau coklat kemerahan dengan lapisan bewarna iridescent dan bagian ekor berwarna pucat. Cacing tanah ini berasal dari daratan utama Eropa dan kepulauan Inggris, kini Lumbricus rubellus sudah tersebar ke penjuru Eropa, Amerika, Kanada, Selandia Baru, Australia, dan berbagai penjuru dunia.

Lumbricus rubellus dikategorikan sebagai cacing tanah endogeic atau yang terus-menerus menggali membentuk jaringan lubang di dalam tanah secara horizontal dan vertikal. Jenis cacing ini secara umum hidup di tanah bermineral, mengkonsumsi materi organik di dalam tanah, dan mengkonsumsi sampah yang akan berubah menjadi tanah. Aktivitas yang dilakukan oleh cacing tanah adalah pencernaan, asimilasi, ekskresi, dan pemecahan jaringan yang mempengaruhi mineralisasi nutrien. Cacing tanah diberi makan dengan sumber materi organik yang berada pada tahap awal dekomposisi dan sering ditemukan lebih dekat dengan permukaan tanah.

Lumbricus rubellus sering dianggap menguntungkan bagi proses tanah, khususnya untuk peternakan dan pertanian. Cacing tanah meningkatkan kecepatan dekomposisi sampah tumbuhan. Cacing tanah juga penting untuk mempercepat perubahan nutrien menjadi bentuk yang bisa digunakan, meningkatkan penyerapan nutrien tumbuhan, meningkatkan agregasi dan porositas tanah, dan meningkatkan infiltrasi air (Pacyna, 2008).C. KANDUNGAN CACING TANAH

Cacing tanah memiliki pertahanan non-spesifik pertama pada kulit yang menutupi seluruh tubuhnya. Kulit cacing tanah terdiri dari epidermis dan kutikula tipis yang mengandung mucopolysaccharides yang berfungsi sebagai antimikrobia. Epidermis kulit terdiri dari lapisan tunggal epithelium dari sel pendukung, sel basal, dan sel sekresi. Sel basal memiliki peran penting dalam penyembuhan luka, penolakan graft, dan seringkali melakukan aktifitas fagositosis (Bilej, 2010).

Cacing tanah (Lumbricus rubellus) memiliki coelomic fluid (CF) yang terdiri dari lima kategori sel utama yaitu : basophils, acidophils, neutrophils, granulocytes dan chloragogen cells. Kelima sel itu kecuali chloragogen memproduksi pseudopodia dan memiliki kemampuan fagositosis yang vital bagi respon imun cacing tanah (Stein, 1977). Coelomic fluid dari annelida menampakkan aktifitas biologi yang terlibat secara efektif dalam pertahanan tubuh. Coelomic fluid mengandung berbagai macam faktor anti mikrobia seperti lysozyme dan peptida antimikrobia.

Lysozyme adalah enzim bakteriolitik yang mengkatalisis hidrolisis 1,4- - D - link antara asam N - acetylmuramic dan residu N - asetil - D - glukosamin dalam peptidoglikan dinding sel bakteri. Kemampuan itu membuat lisozyme efisien menangkal infeksi yang disebabkan terutama oleh bakteri gram positif. Aktivitas lisozyme dapat diamati pada ekstrak coelomocyte serta dalam coelomic fluid (Bilej, 2010).

Lysozyme juga dikenal sebagai muramidase atau N-acetylmuramide glycanhydrolase, yang memiliki kemampuan hidrolase glikosida. Lisozim berlimpah di sejumlah sekresi, seperti air mata, air liur, ASI, dan lendir. Lysozyme juga terdapat dalam butiran sitoplasma neutrofil polimorfonuklear (PMN). Lysozyme juga banyak ditemukan dalam putih telur (Wikipedia.com, 2013). Lisozyme memiliki berat molekul 14,3 kDa dan bekerja optimal pada pH 6-9. Lisozyme digunakan dalam preparasi asam nucleic, purifikasi protein dari tubuh, preparasi plasmid, hidrolisis kitin, dan hidrolisis dinding sel bakteri (Anonim a, 2013).

Gambar 2. struktur Lysozyme (Merolla dan Marc Fromer, 2013).

Proses hidrolisis oleh Lysozyme dilakukan dengan mengikat molekul peptidoglikan di binding site di dalam celah antara kedua domain nya. Hal ini menyebabkan molekul substrat mengadopsi konformasi tegang (strained) mirip dengan keadaan transisi. Menurut mekanisme Phillips, lisozim mengikat hexasaccharide. Lisozim kemudian mendistorsi gula keempat di hexasaccharide (cincin D) menjadi konformasi setengah-kursi. Dalam keadaan tertekan ini, ikatan glikosidik menjadi mudah patah (Wikipedia, 2013).

Gambar 3. Proses hidrolisis yang dilakukan Lisozyme terhadap peptidoglikan (Anonim b, 2013)

Peptida antimikroba adalah kelompok molekul yang berlimpah dan beragam. Cacing tanah (Lumbricus rubellus) memiliki peptida antimikroba bernama Lumbricin I dan Lumbricin I (6-34). Lumbricin I adalah peptida antimikroba kaya prolin 62 asam amino yang diekspresikan oleh cacing tanah dewasa dan tidak disebabkan oleh infeksi bakteri. Lumbricin I (6-34) 29 asam amino berasal dari residu 6-34 dari lumbricin I (Bilej, dkk., 2010).

Gambar 4. Nukleotida dan urutan asam amino yang dideduksi dari cDNA encoding Lumbricin I (Cho, et al., 1998).

Jumlah Lumbricin I yang sudah dipurifikasi ditemukan sebanyak 0,1 g dalam setiap gram ccacing tanah. Massa molekul Lumbricin I adalah 7231 Da dengan pemeriksaan MALDI spektroskopi. CDNA kloning memiliki panjang 555 bp dan berisi sebuah kerangka baca terbuka 231 bp. Prekursor Lumbricin I terdiri dari 76 asam amino dengan 14 residu presegment. Tanda panah di Gambar 4 menunjukkan akhir dari urutan sinyal yang diduga. Urutan yang digarisbawahi pada Gambar 4 adalah urutan Lumbricin dewasa. Kodon stop dan sinyal polydenylation masing-masing ditandai dengan tanda bintang dan garis putus-putus pada Gambar 4. Urutan nukleotida Lumbricin I cDNA telah diserahkan kepada GeneBank/EMBL sequence data bank dengan aksesi nomor AF060552. Setelah analisis komposisi asam amino, kemudian Lumbricin I diperiksa dengan analisis urutan asam amino dengan automated gas-phase sequencer. Urutan Lumbricin I yang sudah diperiksa sampai residu ke-22 adalah Phe-Ser-Lys-Tyr-Glu-Arg-Gln-Lys-Asp-Lys-Arg-Pro-Tyr-Ser-Glu-Arg-Lys-Asn-Gln-Tyr-Thr-Gly. Lumbricin I dan Lumbricin I (6034) juga diuji aktifitas hemolisisnya terhadap eritrosit manusia, hasilnya tidak ada aktifitas hemolisis yang cukup berarti.

Tabel 1. Aktifitas hemolisis Lumbricin I, Lumbricin I (6-34), dan Melittin terhadap eritrosit manusia. Pelepasan hemoglobin dipantau dengan mengukur densitas optik pada 576 nm. Persentase hemolisis didefinisikan dengan kepadatan optik relatif dibandingkan dengan suspensi sel yang ditreatment dengan 0,1% Triton X-100 (Cho, et. al. 1998).

Kandungan bioaktif lain juga ditemui di cacing tanah Eisenia futida yang masih merupakan kerabat Lumbricus rubellus dalam famili Lumbricidae. Cacing tanah Eisenia futida adalah cacing tanah yang memiliki banyak kemiripan dengan Lumbricus rubellus secara fisik, morfologi, dan ekologi. Kandungan bioaktif yang terdapat di Eisenia futida adalah Fetidin.

Fetidin adalah protein yang memiliki panas labil, polimorfik dan multifungsi. Fetidin bertanggung jawab untuk sitolisis, reaksi antibakteri dan pembekuan (Valembois et al 1982, 1988; Roch et al 1989). Pembekuan fetidins menghilangkan bakteri non-patogen, dimediasi oleh serin protease/serine protease inhibitor keseimbangan. Hal ini merupakan respon normal yang terjadi dengan tingkat rendah namun konstan pada permukaan luar dari cacing tanah. Fetidins bercampur dengan lendir menutupi tubuh membentuk penghalang antimikroba spesifik eksternal (Valembois et al . 1985).D. APLIKASI ANTI BAKTERI Lumbricin, peptida antibakteri dari cacing tanah sudah diuji secara in vitro mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli (Julendra dan Sofyan, 2007 dalam Sofyan, 2008), Salmonella enteritidis, Staphylococcus aureus dan Streptococcus aureus (Popovi et al., 2005 dalam Sofyan, 2008). Sedangkan Cho, et. al. (1998) menguji Lumbricin I dan Lumbricin I (6-34) dengan beberapa bakteri gram positif dan negatif serta fungi. Uji tersebut memiliki hasil yang positif memberikan zona hambat dengan MIC relatif jauh lebih kecil dibandingkan Magainin 2.

Tabel 2. Aktifitas antimikrobia Lumbricin I, Lumbricin I (6-34), dan Magainin 2 (Cho, et. Al, 1998)

Istiqomah, dkk. (2012) menguji kemampuan hambat ekstrak cacing tanah dan ekstrak terenkapsulasi maltodextrin cacing tanah terhadap beberapa bakteri patogen secara in vitro. Hasilnya ekstrak cacing tanah mulai tingkat 0,26% mampu menghambat Pseudomonas aeuginosa dan Streptococcus aerus. Ekstrak cacing tanah mulai tingkat 0,52% mampu menghambat E. coli dan Streptococcus pullorum. Kemudian ekstrak terenkapsulasi maltodextrin cacing tanah pada tingkat 0,78% dan 1,04% yang diukur dengan spektrofotometer mampu menghambat P. aeruginosa dan S. pullorum. Tingkat ekstrak terenkapsulasi maltodextrin cacing tanah pada tingkat 0,26% yang diukur menggunakan metode spread plate count juga menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap P. aeruginosa. Dosis letal 50% (LD50) E. coli dan P. aeruginosa ditemukan pada tingkat ekstrak cacing tanah 1,04%, sedangkan LD50 S. aureus ditemukan pada tingkat 0,52%. LD50 P. aeruginosa terdapat pada tingkat ekstrak terenkapsulasi maltodextrin cacing tanah 0,52%.

Adam (2008) meneliti kemampuan antibakteri ekstrak cacing tanah secara in vivo menggunakan lele dumbo yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Konsentrasi ekstrak cacing tanah yang digunakan adalah 1%, 3%, 5%, 7%, 9%, dan 0% sebagai kontrol. Hasil pemberian ekstrak cacing tanah dengan konsentrasi berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelulushidupan (SR). Hasil perlakuan pertama dengan SR 30%, kedua 56,66%, ketiga 63,33%, keempat 70% dan perlakuan kelima dengan SR sebesar 90%. Berdasarkan hasil analisis polinomial ortogonal terhadap hasil uji, disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak cacing tanah maka akan semakin tinggi kelulushidupan ikan lele dumbo. Hubungan antara konsentrasi ekstrak cacing Lumbricus rubellus dengan tingkat kelulushidupan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) mempunyai bentuk linear dengan persamaan y = 28,66 + 6,67 x dengan nilai r = 0,88.

Penelitian yang dilakukan oleh Sofyan (2008) menyatakan bahwa penambahan kitosan pada tepung cacing tanah dapat meningkatkan kemampuan penghambatan terhadap pertumbuhan E. coli secara in vitro. Jumlah koloni pada pengamatan t=0 jam berkisar 5,9 12,0 x 103 cfu/ml, sedangkan pengamatan pada t=24 jam setelah perlakuan (0,5-1,5% kitosan) secara umum terjadi penurunan jumlah koloni rata-rata menjadi 5,1 x 103 cfu/ml, sementara pada kontrol (0% kitosan) jumlah koloni mencapai 1,8x 104 cfu/ml. Peningkatan daya hambat dari tepung cacing tanah ini menunjukkan bahwa kitosan selain berfungsi sebagai zat antimikroba juga dapat mengoptimasi kemampuan bioaktif yang terdapat pada tepung cacing tanah.E. PENUTUP

Beberapa hasil penelitian yang dipaparkan dalam makalah ini menunjukkan bahwa cacing tanah (Lumbricus rubellus) memiliki kemampuan anti bakteri. Kemampuan anti bakteri dari cacing tanah disebabkan oleh kandungan bioaktif yang terdapat di cacing tanah seperti lisozyme, fetidin, dan lumbricin. Kemampuan anti bakteri dari cacing tanah (Lumbricus rubellus) memiliki potensi untuk dikembangkan namun masih perlu diteliti lebih jauh lagi.DAFTAR PUSTAKAAnonim a. 2013. About Lumbricus. http://vista.engines4ed.org/worm/task2/docs/

aboutlumbricus.htm. Diakses pada 31 Desember 2013.

Anonim b. 2013. Lysozyme. http://www.worthington-biochem.com/ly/default.html. Diakses pada 31 Desember 2013.Anonim c. 2013. Lysozyme.http://en.wikipedia.org/wiki/Lysozyme. Diakses pada 31 Desember 2013.E. Stein, Ramy R. Avtalion , dan Edwin L. Cooper. 1977. The coelomocytes of the earthworm Lumbricus terrestris: morphology and phagocytic properties . Journal of Morphology . Volume 153, Issue 3, pages 467477, September 1977

L. Istiqomah, H. Herdian, E. Damayanti, S. N. Hayati, & H. Julendra . 2012. Inhibitory of Encapsulated Earthworm Extract (Lumbricus rubellus) on Pathogenic Bacteria in Vitro. Media Peternakan, April 2012, pp. 1-8M. Adam. 2008. Pengaruh Pengobatan Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas Hydrophila Dengan Mengunakan Ekstrak Cacing Tanah Lumbricus Rubellus. Universitas Brawijaya. Malang.Martin Bilej, Petra Prochzkov, Marcela ilerov, and Radka Joskov.2010. Earthworm Immunity.

Institute of Microbiology, Academy of Sciences of the Czech Republic, Prague, Czech Republic. 2010 Landes Bioscience and Springer Science+Business Media.

Merolla, Michael dan Marc Fromer. 2013. Lisozyme. http://maptest.rutgers.edu/drupal/?q=node/51.

Pacyna, Sarah. 2003. Introduced Spesies Summary Project European Earthworm (Lumbricus rubellus).http://www.columbia.edu/itc/cerc/danoff-burg/invasion_bio/inv_spp_summ/ Lumbricus_rubellus.html. Diakses pada tanggal 23 Desember 2013Santoso, Marcus Ardian. 2002. Identifikasi Ekstrak Cacing Tanah Lumbricus rubellus Dan Pherenima aspergillum yang memiliki efek antipiretik pada tikus putih. Jurusan Kimia Fakultas MIPA. Intitut Pertanian Bogor.Sofyan, A., E. Damayanti Dan H. Julendra. 2008. Aktivitas antibakteri dan retensi protein tepung cacing tanah (L. Rubellus) sebagai pakan imbuhan dengan taraf penambahan kitosan. JITV 13(3): 182-188.

Utoro, Hendro Prasetyo. 2001. Efek Pemberian Ekstrak Cacing Tanah Lumbricus rubellus Dalam Pencegahan Infeksi Bakteri Salmonella typi Pada Mencit Berdasarkan Gambaran Patologi Anatomi Dan HistopatologiWibowo, Lilik Cahyadi Kresna. 2001. Studi Mutu Kimia dan Mutu Biologi Protein Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Sebagai Sumber Protein Alternatif. Jurusan ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Intitut Pertanian Bogor.