seminar endo.doc
-
Upload
nina-nur-fitri -
Category
Documents
-
view
18 -
download
1
description
Transcript of seminar endo.doc
Medikamen Alami dalam Endodontik – Penelitian Komparatif dari Efek Anti-Inflamasi
(Natural medicaments in endodontics – a comparative study of the anti-inflammatory action)Fabiane Bortoluci da Silva,Juliano Milanezi de Almeida,Simone Maria Galvão de Sousa
Braz Oral Res 2004;18(2):174-9
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi potensi iritan dari propolis, Casearia sylvestris, Otosporin, dan larutan salin (kontrol). Dua puluh delapan tikus Wistar jantan dipilih dalam penelitian ini, dianastesi dan dibuatkan empat titik eksperimen pada punggungnya. 2% Evans blue diinjeksikan secara intravena pada vena lateral caudal dan 0,1 ml larutan penguji diinjeksikan secara intradermal pada titik eksperimen. Tikus-tikus tersebut dibunuh dalam rentang waktu ½, 1, 3, dan 6 jam setelah diinjeksikan larutan penguji. Masing-masing potongan kulit berisi lesi dicelupkan dalam formamide dan diinkubasi pada suhu 45oC selama 72 jam. Setelah dilakukan penyaringan, dilakukan pengukuran densitas optik dengan alat spektophotometer. Data kemudian dianalisis secara statistik dengan uji dua arah. Nilai tertinggi dari ekstrak pewarnaan diobservasi selama 3 jam yang ditunjukkan dengan proses inflamasi yang maksimum. Propolis merupakan cairan yang paling sedikit berpotensi mengiritasi. Medikamen alami yang diuji dalam penelitian ini dapat menjadi bahan alternatif yang bernilai untuk perawatan endodontik.
Kata kunci: Endodontik; kavum pulpa; obat alami; agen anti-inflamasi
PENDAHULUAN
Inflamasi pada pulpa dan jaringan periradikular dapat disebabkan oleh
iritasi mikroba, mekanik atau kimiawi. Kasus pada perawatan pulpa vital yang
membutuhkan medikamen intrakanal pada tiap kunjungan, pemilihan medikamen
intrakanal bergantung pada karakteristik biologis medikamen seperti: tidak
mengiritasi, menjaga vitalitas pulpa, durasi proses inflamasi dan infeksi, serta
mampu menginduksi penyembuhan.
Beberapa agen kimia dan terapeutik digunakan untuk medikamen
intrakanal ini. Medikamen yang paling sering digunakan adalah kalsium
hidroksida dan kombinasi antibiotik dan steroid. Otosporin (Zest, Rio de Janeiro,
RJ, Brazil) dapat mengurangi vasodilatasi, menurunkan eksudasi cairan, dan juga
menimbulkan efek vasokonstriktif pada pembuluh kapiler. Holland et al. (1980)
membandingkan tiga larutan antibiotik kortikosteroid komersial setelah
melakukan pulpektomi dan preparasi biomekanikal pada gigi anjing. Otosporin
terbukti lebih efektif sebagai medikamen intrakanal dibandingkan Panotil dan
Otosynalar.
Tanaman obat merupakan sumber peluang dari pengobatan herbal dan
molekul baru. Jumlah penelitian mengenai sistem pengobatan alternatif ini
meningkat seiring dengan penggunaannya untuk beberapa tujuan pada dekade
terakhir ini.
Casearia sylvestris adalah tanaman obat yang memiliki manfaat yang luas
untuk proses penyembuhan, antiseptik, antiulseratif, diuretik, antimikroba, tonik,
stimulan, dan depuratif. Spesies ini sangat umum ditemukan di Amerika tropis
dan Brazil, salah satu nama popularnya adalah Guacatonga.
Penelitian menunjukkan hasil yang kontroversial mengenai efek anti
inflamasi yang dihasilkan. Ruppelt et al. (1991) menganalisis efek analgesik dan
anti inflamasi pada 10 tanaman yang sama dengan C. Sylvestris dengan difusi
evans blue pada rongga peritoneal dan diobservasi aktivitas pengurangan
inflamasi untuk C. Sylvestris. Selain itu, penelitian lain menyatakan bahwa
ekstrak alkohol dari C. sylvestris memperpanjang fase akut dari proses inflamasi.
Ekstrak C. sylvestris merupakan sumber yang kaya akan phospholipase A2
inhibitor. Komponen ini mampu menghambat aktivitas toksik dan enzimatik pada
beberapa venom yang efektif dalam menghambat isolasi kelas 1 dan II
phospholipase A2 dan sebagian ekstrak efektif untuk melawan pembentukan
edema. Investigasi klinis menunjukkan penyembuhan yang progresif pada lesi
intra dan ekstraoral dari herpes simplex setelah aplikasi topikal ekstrak C.
Sylvestris.
Propolis adalah resin yang digunakan secara luas pada pengobatan kuno
dalam beberapa ribu tahun yang lalu. Komposisi kimia dari substansi non toksik
alami begitu kompleks. Derivat flavonoid dan asam cinnamic berperan sebagai
komponen utama yang memiliki aktivitas biologis. Hal ini diketahui bahwa
propolis menghasilkan efek farmakologis seperti antimikroba, anti inflamasi,
penyembuhan, anastesi, cytostatic, dan cariostatik. Ekstrak etanol dari propolis
menghambat aktivitas hyaluronidase. Enzim ini mampu merespon beberapa
proses inflamasi dan substansi tertentu mampu menghambat aktivitas tersebut,
seperti substansi yang akan memiliki potensi yang besar sebagai agen anti
inflamasi. Pada bidang kedokteran gigi, propolis telah digunakan untuk
pengobatan apthous ulcer, candida albicans, acute necrotizing ulcerative
gingivitis (ANUG), gingivitis, dan periodontitis.
Metode tersebut pernah dikembangkan oleh Udaka et al. (1970) yang
sering melakukan penelitian untuk jumlah potensi substansi iritan yang
diinjeksikan secara intradermal dan juga untuk mengevaluasi efektivitas obat anti
inflamasi. Metode ini menganalisis produksi eksudat plasma setelah peningkatan
permeabilitas vaskuler yang dapat masuk dengan pengukuran spektrophotometrik
oleh pewarnaan evans blue.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi perbandingan
biokompatibilitas dari propolis, Casearia sylvestris, Otosporin, dan larutan salin
(kontrol) menggunakan metode physicochemical untuk kuantitas dari peningkatan
permeabilitas vaskular.
BAHAN DAN METODE
Dua puluh delapan tikus Wistar jantan (Rattus Norvegicus) dengan berat
rata-rata 320 g digunakan dalam penelitian ini. Tikus telah dianastesi dengan
Ketamine (Francotar, Virbac do Brasil Indústria e Comércio Ltda., São Paulo,
Brazil) dan Xylazine (Virbaxyl 2%, Virbac do Brasil Indústria e Comércio Ltda.,
São Paulo, Brazil). Punggung tikus dicukur dan ditentukan empat titik
eksperimen. Ekor tikus dicuci dan dikeringkan untuk memfasilitasi injeksi dari
2% evans blue (20 mg/kg) yang dimasukkan secara intravena pada vena lateral
caudal.
Setelah itu, langsung dilakukan tes dengan 0,1 ml larutan propolis (10%
larutan alkohol; Propovit, Bionatus Laboratório Botânico Ltda., São José do Rio
Preto, Brazil), air/ekstrak alkohol dari Brazilian Casearia sylvestris (10 g tanaman
segar dalam 100 ml alkohol, extratoline 115, A Natureza Produtos Farmacêuticos
Ltda., Brazil), Otosporin (Zest Pharmaceutics Ltda., Rio de Janeiro, Brazil), dan
larutan salin (0,9% NaCl, Darrow Laboratório S/A, Rio de Janeiro, Brazil) yang
diinjeksikan secara intradermal pada titik eksperimental dengan sistem rotasi.
Kedua obat alami tersebut dilarutkan dalam 9 ml air destilasi dengan 1 ml obat.
Evaluasi dari eksudat inflamasi ditunjukkan setelah ½, 1, 3, dan 6 jam.
Subgrup dibuat dari grup berdasarkan periode waktu bertahan sebelum mati.
Setelah menentukan periode waktu, tikus dibunuh dengan menginjeksikan
anastetikum dalam dosis besar (100mg/kg). Kulit belakang tikus diiris dan lesi
kulit diambil dengan punch set dari logam (berdiameter 3 cm). Masing-masing
kulit yang berisi lesi dipotong menjadi potongan kecil dan hasil pewarnaan
diekstrak dengan 10ml formamide (Vetec Química Fina Ltda, Rio de Janeiro,
Brazil) bersuhu 45oC selama 72 jam.
Densitas optik diukur setelah dilakukan penyaringan dengan glass wool.
Mula-mula, kurva spektrum absorpsi dari evans blue ditentukan untuk
mendapatkan panjang gelombang dan kalibrasi untuk evans blue. Pengukuran
dibuat pada 620 μm (A620) dengan spektofotometer (Ultrospec 2000, Pharmacia
Biotech, Cambridge, USA). Transformasi dari masing-masing sampel atau grup
rata-rata absorpsi dalam μg diukur menggunakan rumus:
μg=absorption x factor calculation (68) x total volume of formamide
Data kemudian dianalisis secara statistik sengan test dua arah (Friedman
Repeated Measures Analysis of Variance on Ranks).
HASIL
Rata-rata dan standar deviasi dari jumlah ekstrak pewarnaan (μg) seluruh
kelompok penelitian ditampilkan dalam Tabel 1. Median dan semi-interquartile
range dari jumlah ekstrak pewarnaan (A620) serta hasil dari statistik non-
parametrik dibandingkan dengan waktu dan substansi ditampilkan pada Tabel 2.
waktu substansi
Propolis Casearia
sylvestris
Otosporin larutan salin
Rata-
rata
SD Rata-
rata
SD Rata-
rata
SD Rata-
rata
SD
½ jam 100.17 51.94 127.55 39.29 443.82 154.77 181.60 96.21
1 jam 105.35 22.85 189.07 33.49 496.10 197.37 132.62 33.12
3 jam 176.62 37.97 297.00 108.92 641.16 383.27 199.26 35.81
6 jam 162.81 55.34 212.51 29.58 630.54 334.63 204.02 90,28
Tabel 1. Rata-rata dan standar deviasi (SD) dari jumlah ekstrak pewarnaan (μg) dalam masing-masing grup penelitian terhadap substansi dan waktu
Substansi waktu Hasil (Uji
waktu)½ jam 1 jam 3 jam 6 jam
propolis
90.10 ± 15.00
(60.32;213.18)
aA
119.54 ± 26.12
(83.57;197.47)
aB
430.10 ± 94.98
(266.90;726.78)
aC
137.97 ± 84.04
(92.07;324.09)
aB
16.20
(p < 0.01)
Casearia
sylvestris 94.59 ± 13.35
(82.69;148.24)
abA
175.44 ± 19.29
(148.92;247.32)
abB
434.18 ± 151.71
(282.47;824.02)
aC
129.95 ± 26.54
(90.03;181.20)
aA
17.91
(p < 0.01)
Otosporin
186.66 ± 23.75
(102.54;209.17)
cA
258.67 ± 68.33
(110.02;412.28)
bB
685.44 ± 260.43
(49.98;1,188.64)
aB
191.62 ± 23.78
(162.18;263.23)
aA
9.34
(p < 0.05)
Larutan
salin 136.61 ± 36.08
(117.37;258.67)
bcA
208.15 ± 23.27
(166.53;246.70)
bA
542.16 ± 116.39
(379.37;1,351.9)
aB
167.55 ± 67.30
(131.10;355.50)
aA
14.14
(p < 0.01)
Hasil (uji
substansi) 12.94 (p < 0.01) 15.08 (p < 0.01) 2.93 (p > 0.05) 7.32 (p > 0.05)
Tabel 2. Median, semi-interquartile range dan nilai minimum dan maksimum dari absorpsi dari ekstrak pewarnaan (A620) terhadap substansi dan waktu
Grafik 1 mengilustrasikan median dari jumlah ekstrak pewarnaan (μg)
untuk seluruh kelompok penelitian dan menunjukkan permeabilitas vaskuler
meningkat pada periode 3 jam penelitian.
Grafik 1. Median dari kuantitas ekstrak pewarnaan (μg ) pada grup penelitian berdasarkan waktu
Seluruh substansi yang diuji menunjukkan eksudasi dari pewarnaan evans
blue dan intensitasnya bervariasi berdasarkan substansi yang diuji. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara seluruh substansi yang diuji pada 3 jam dan 6
jam (p> 0,05). Terdapat perbedaan statistik pada periode waktu ½ dan 1 jam
antara propolis dan ekstrak Casearia sylvestris dan substansi lain (p<0.01).
Namun, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara ekstrak-ekstrak
tersebut. Setelah 6 jam, ditemukan penurunan jumlah ekstrak pewarnaan dengan
hampir tidak ada perbedaan dibandingkan nilai ½ jam. Otosporin memiliki
eksudat terbanyak pada ½ dan 1 jam (p<0.01). Analisis dari median pada seluruh
grup tergambar pada semi- interquartile range value yang mengindikasikan
bahwa propolis menunjukkan eksudasi inflamasi terendah diikuti oleh ekstrak
Casearia sylvestris.
DISKUSI
Meskipun penggunaan medikamen intrakanal dikatakan kontroversial,
penggunaan tersebut dapat berguna dan bermanfaat pada beberapa kondisi klinis.
Medikamen ini digunakan untuk mendesinfeksi saluran akar yang berarti agen
antibakterial yang mampu mengurangi dan mengontrol reaksi inflamasi pulpa dan
periapikal, menginduksi proses penyembuhan, dan mengontrol, mencegah atau
mengurangi nyeri pasca perawatan dan rasa tidak nyaman.
Seperti diungkapkan Holland et al. (1980), Otosporin menunjukkan hasil
yang paling baik ketika dibandingkan dengan preparat produk antibiotik
kortikosteroid komersial, seperti Panotil dan Otosynalar. Pada penelitian ini,
Otosporin menunjukkan efektivitas yang paling rendah sebagai obat anti
inflamasi. Perbandingan hasil pada penelitian ini dengan literatur yang tersedia,
propolis dan ekstrak Casearia sylvestris tampaknya menjadi alternatif medikamen
intrakanal jangka pendek yang valid pada kasus proses inflamasi pulpa dan
periapikal.
Hal ini masih menjadi kontroversi mengenai aksi Casearia sylvestris
dikarenakan sediaan bentuk, kombinasi, pH, dan pengenceran ekstrak yang
berbeda. Penelitian klinis pertama menyatakan bahwa ekstrak alkohol yang tidak
diencerkan dari Casearia sylvestris (pH 5,68) memperpanjang fase akut dari
proses inflamasi dan menunda fase regenerasi. Pada metodologi yang sama
menunjukkan bahwa buffer dan pengenceran ekstrak alkohol dari Casearia
sylvestris (pH 7,18) mengurangi fase akut dari proses inflamasi, selain itu untuk
intensitas dan memperpanjang fase regenerasi.
Efek anti inflamasi dari Caesaria sylvestris berhubungan dengan dosisnya.
Dosis 300 mg/kg dibutuhkan untuk memberikan efek yang baik. Penghambatan
yang signifikan dari pertumbuhan tumor ehrlich telah ditunjukkan, menghasilkan
efek anti proliferatif. Karakteristik penemuan efek anti inflamasi dan anti tumor
dari Casearia sylvestris ini adalah dalam dosis yang spesifik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Borges et al. (2000), dimana
Casearia sylvestris memiliki potensi iritan yang rendah. Hal ini dapat dijelaskan
oleh kapasitas untuk menghambat phospholipase A2 dan akibat dari proses
inflamasi. Namun, Otosporin, yang merupakan agen anti-inflamasi steroid yang
menghambat phospholipase A2, tidak seefektif ekstrak Casearia sylvestris.
Selain itu, propolis menunjukkan lebih efektif dibandingkan obat lain
untuk mengurangi eksudat anti inflamasi akut. Penemuan ini mengkonfirmasi
aktivitas anti inflamasinya yang dijelaskan pada penelitian sebelumnya. Hal ini
terlihat dari penggunaan 5% ekstrak etanol dari propolis pada lubang gigi anjing
yang mampu mengurangi reaksi anti inflamasi dan reorganisasi jaringan pada
tingkat superficial seperti efek antibakteri. Pada awal jaman yunani, Aristoteles
mengobservasi bahwa propolis memiliki kemampuan untuk mempertahankan kota
dengan ribuan penduduk, sarang lebah. Pertahanan ini ada dua yaitu memperbaiki
struktur sarang dan memelihara speciesnya, serta menyiapkan tempat yang aseptik
untuk menempatkan telur dari ratu lebah.
Hal ini menunjukkan evaluasi yang lebih efektif dari aktivitas anti
inflamasi beberapa obat seperti NSAID (non-steroidal-anti-inflamatori drugs).
Perubahan permeabilitas vaskuler dapat ditunjukkan melalui suntikan intravena
dari pewarna vital. Pewarna vital berikatan dengan plasma albumin untuk
membentuk pewarna pengikat-protein kompleks, yang cocok sebagai penanda
plasma untuk mendeteksi kebocoran protein di daerah edema.
Puncak dari proses inflamasi terjadi setelah 3 jam dan secara bertahap
menurun seiring dengan berjalannya waktu. Periode tertinggi dari aktivitas
antieksudatif diamati setelah 1 jam (early permeability phase). Tahap yang paling
sensitif dari peradangan akut terhadap substansi yang diuji adalah pada 3 jam (late
permeability phase). Menimbang bahwa prostaglandin adalah mediator dari fase
akhir dari proses inflamasi, mungkin untuk memahami bahwa zat yang digunakan
dalam penelitian ini tidak menghambat biosintesis prostaglandin dan akibatnya
tidak efektif dalam fase ini. Semua larutan yang diuji bergantung pada waktu.
Saat ini, perkembangan dan aksesibilitas informasi tentang phyto-
pharmaceuticals dan pengobatan alami secara bertahap mendapatkan respon yang
baik pada beberapa pasien dan tenaga kesehatan profesional. Selain itu,
eksploitasi zat ini juga memiliki dampak secara sosial-ekonomi. Hal ini
menyebabkan peningkatan budidaya herbal dan peternakan lebah dalam perluasan
laboratorium farmasi nasional kecil dan menengah yang didedikasikan untuk
pembuatan obat-obatan yang berasal dari alam dan tanaman.
KESIMPULAN
Berdasarkan metodologi pada penelitian awal, medikamen alami seperti
propolis dan ekstrak Brazilian Casearia sylvestris dapat menjadi alternatif yang
baik sebagai medikamen intrakanal jangka pendek. Hasil penelitian kami
menggambarkan bahwa propolis menunjukkan nilai terendah dari eksudat
inflamasi, diikuti oleh ekstrak Casearia sylvestris. Namun, penelitian ini tidak
memungkinkan untuk pembentukan sifat senyawa bioaktif yang bertanggung
jawab atas aktivitas anti-inflamasi. Penelitian terhadap bahan kimia dan
farmakologi lebih lanjut pada model hewan menggunakan pengenceran dan pH
yang berbeda sedang dikembangkan dalam upaya untuk lebih mengidentifikasi
efektivitas dan penerapan klinisnya.