Semester Pendek

48
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernapasan ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup. Pernapasan pada manusia terbagi menjadi 2, yaitu pernapasan dada dan perut. Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbondioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat fungsi utama : (1) ventilasi paru, (2) difusi O 2 dan CO 2 antara alveoli dan darah, (3) pengangkutan O 2 dan CO 2, dan (4) pengaturan ventilasi. B. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu persyaratan nilai PBL dan untuk membantu mahasiswa memahami Sistem Pernapasan pada manusia yang dihubungkan dengan skenario yang telah ada. Dalam makalah ini, akan dibahas struktur makro dan mikro organ respirasi, pemeriksaan fisik dan penunjang, dan mekanisme dan fungsi pernapasan. 1

description

Makalah

Transcript of Semester Pendek

BAB I

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Diafragma menarik udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernapasan ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup. Pernapasan pada manusia terbagi menjadi 2, yaitu pernapasan dada dan perut. Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbondioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat fungsi utama : (1) ventilasi paru, (2) difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah, (3) pengangkutan O2 dan CO2, dan (4) pengaturan ventilasi. B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu persyaratan nilai PBL dan untuk membantu mahasiswa memahami Sistem Pernapasan pada manusia yang dihubungkan dengan skenario yang telah ada. Dalam makalah ini, akan dibahas struktur makro dan mikro organ respirasi, pemeriksaan fisik dan penunjang, dan mekanisme dan fungsi pernapasan. BAB II.PEMBAHASANRespirasi melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan pergerakan pasif O2 (oksigen) dari atmosfer ke jaringan untuk metabolisme sel, dan juga pergerakan pasif CO2 (karbondioksida) yang merupakan produk sisa metabolime dari jaringan ke atmosfer. Selain itu sistem pernapasan ikut berperan dalam homeostatis dengan mempertukarkan O2 dan CO2 antara atmosfer dan darah. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara sistem pernafasan dan jaringan. A. Alat-alat sistem pernapasan secara makroSaluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, dan paru-paru.A.1. Hidung

Bagian eksternal hidung berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Hidung terdiri dari:

a. Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan kanan rongga nasal.

b. Naris (nostril) eksternal dibatasi oleh kartilago nasal. Kartilago nasal lateral terletak di bawah jembatan hidung. Ala besar dan ala kecil kartilago nasal mengelilingi nostril.

c. Tulang hidung

Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung.

Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum nasal.

Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang maksila dan palatinum.

Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform tulang etmoid, pada sisi anterior dari tulang frontal dan nasal, pada sisi posterior dari tulang sfenoid.

Konka (turbinatum) nasalis superior, medial, dan inferior menonjol pada sisi medial dinding lateral rongga nasal.

Meatus superior, medial, inferior merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak di bawah konka.

Empat pasang sinus paranasal adalah kantong tertutup pada bagian frontal, etmoid, maksilar, dan sfenoid. Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan memberi eferk resonansi dalam produksi wicara. Sinus para nasalis mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus kecil yang terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus.

A.2. Faring

Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, laringofaring.

a. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yag membuka ke arah rongga nasal melalui dua naris internal (koana). Dua tuba eustachius 9auditorik) meghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga. Amandel (adeniod) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.

b. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan palatum keras tulang. Uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.

c. Laringofaring mengelilingi mulut, esofagus, dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem rspiratorik selanjutnya.A.3. Laring

Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago; tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan.a. Kartilago tidak berpasangan

Kartilago tiroid (jakun) terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresi saat pubertas.

Kartilagi krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah kartilago tiroid.

Epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan.

b.Kartilago berpasangan

Kartilago aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium skuamosa bertingkat.

Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.

Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.

c.Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring

Pasangan bagian atas adalah lipatan ventrikular (pita suara semu) yang tidak berfungsi saat produksi suara.

Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago tiroid dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid. Pembuka diantara kedua pita ini adalah glotis. Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh laring, dan glotis berbentuk triangular. Saat menelan, pita suara teradduksi (tertarik menutup), dan glotis membentuk celah sempit. Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.A.4. Trakea

Trakea (pita udara) adalah tuba dengan panjang 10-12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak diantara permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vetebra serviks keenam sampai area vertebra thoraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16-20 cincin kartilago berbentuk C.

A.5. Percabangan bronkus

a. Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan dengan bronkus primer kiri karena arkus aorta membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek asing yang masuk ke dalam trakea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan.

b. Setiap bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago.

c. Bronki disebut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonar.

d. Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronkial yang selanjutnya: bronki, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan aveoli. Tidak ada kartilago dalam bronkiolus.

Gambar 1. Percabangan bronkusA.6. Paru-paru

Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam rongga toraks. Paru kanan memiliki tiga lobus, paru kiri memiliki dua lobus. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah permukaan difragmatik (bagian dasar) terletak di atas diafragma, sebuah permukaan mediastinal (medial) yang terpisah sari paru lain oleh mediastenum, dan permukaan kostal terletak di atas kerangka iga. Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah bronki, pulmonar, dan bronkial dari paru.

Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap paru. Pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum). Pleura viseral melapisi paru dan bersambungan denga pleura parietal di bagian bawah paru. Rongga pleura (ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara pleura parietal dan viseral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel pleura sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan (tekanan intrapleural) agak negatif dibandingkan tekanan atmosfir.

Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisis jaringan paru. Area ini muncul saat pleura parietal bersilang dari satu permukaan ke permukaan lain. Saar bernapas, paru-paru bergerak masuk area ini. Resesus pleura kostomediastinal terletak di tepi anterior kedua sisi pleura parietal berbelok dari kerangka iga ke permukaan lateral mediastinum. Resesus pleura kostodiafragmatik terletak di tepi posterior kedua sisi pleura di antara diafragma dan permukaan kostal internal toraks. 1B. Alat-alat sistem pernapasan secara mikro

Sistem pernapasan dilalui udara yang dihirup, dimana udara tersebut mengandung O2 yang penting untuk metabolisme, dan mengerluarkan CO2 serta zat-zat lain yang merupakan hasil metabolisme tubuh. Alat-alat pernapasannya sama dengan alat-alat pernapasan secara makro namun pada subbab ini dibahas secara mikronya.

B.1. Hidung

Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disariang, dihangatkan, dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernapasan bagaian bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya akan pembuluh darah. B.2. Faring

Faring ruang dibelakang kavum nasi yang menghubungkan traktus digestivus dan traktus respiratorius.

a. Nasofaring dilapisi oleh epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet, terletak di bawah membrana basalis. Pada lamina propia terdapat kelenjar campur.. pada bagian posterior terdapat jaringan limfoid yang membentuk tonsila faringea. Terdapat muara dari saluran yang menghubungkan rongga hidung dan telinga tengah disebut osteum faringeum tuba auditiva. Sekelilingnya banyak kelompok jaringan limfoid disebut tonsila tuba.b. Orofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Orofaring terletak di belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Orofaring akan dilanjutkan ke bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bawah ke epitel oesophangus. Pada daerah ini terdapat tonsila palatina, yang sering meradang disebut tonsilitis.c. Laringofaring dilapisi oleh epitel bervariasi, sebagian besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Laringofaring terletak dibelakang laring.B.3. Laring

Laring merupakan bagian saluran napas yang menghubungkan faring dengan trakea. Selain berfungsi sebagai bagian sistem konduksi pernapasan, laring memainkan peranan penting dalam pembentukan suara (fonasi). Pada dindingnya terdapat suatu kerangka tulang rawan hialin dan tulang rawan elastis, sejumlah jaringan ikat, otot rangka, dan kelenjar mukosa. Tulang rawan utama pada laring ( tiroid, krikoid, dan aritenoid ) adalah tulang rawan hialin; yang lebih kecil (kornikulata, kuneiformis dan ujung aritenoid) adalah elastis, seperti tulang rawan epiglottis. Tulang-tulang rawan bersama-sama tulang hioid, tirohiod, kuadatus, dan krikovokal. Selaput-selaput tersebut terdiri atas jaringan ikat padat fibrosa dengan banyak serat-serat elastin, terutama pada selaput krikovokal. Pita suara sejati dan pita suara palsu (ligamen vokal dan vestibular), masing-masing merupakan tepi bebas atas selaput krikovokal (krikotiroid) dan tepi bebas bawah selaput kuadratus (ariepiglotika). Menjulur ke lateral dari tepi-tepi sisi di antara pita suara sejati dan pita suara palsu terdapat terdapat sinus dan kantung laring, yaitu sebuah celah kecil seperti divertikulum. Tulang rawan krikoid berbentuk cincin cap lebih lebar di belakang daripada depan dan rongga didalamnya bersambung ke bawah dengan lumen trakea. Di belalang tulang rawan krikoid dan tulang rawan aritenoid, dinding belakang faring dibentuk oleh otot rangka muskulus konstriktor faringeal, yang melanjutkan diri pada tepi bawah tulang rawan dengan muskulus intrinsik esofagus. Jadi, dari laring, udara mengalir di antara kedua pita suara (rima glotidis) melalui ruang krikoid ke trakea, dan makanan berjalan melewati perukaan belakang krikoid ke arah lumen esofagus.

Epitel mukosa yang membatasi laring bermacam-macam sesuai dengan tempatnya. Pada permukaan depan dan sepertiga atas sampai setengah permukaan belakang epiglotis, lipatan ariepiglotika (tepi atas selaput kuadratus) dan pita suara, epitelnya adalah berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Seluruh permukaan yang basah ini mengalami gesekan. Bagian laring selebihnya mempunyai epitel bertingkat silindris bersilia bersel goblet, yaitu epitel khas untuk saluran napas. Walaupun jenis epitel di atas pita suara terutama bertingkat silindris bersilia, umumnya dijumpai pula bercak-bercak epitel berlapis gepeng. Pada pita suara, lamina propria di bawah epitel berlapis gepeng itu padat dan teikat erat dengan jaringan ikat ligamentum vokalis di bawahnya. Di dalam laring tidak ada submukosa, tetapi lamina propria dari membran mukosanya tebal dan mengandung banyak serat elastin. Di dalamnya terdapat kelenjar tubuloasinosa yang kebanyakan adalah mukosa. Pada kedua permukaan epiglotis terutama dijumpai kelenjar liur campur, yang terbanyak di permukaan posterior dan biasa terletak pada cekungan tulang rawan elastis yang tak beraturan. Pada permukaan posterior atau laringeal, terdapat beberapa kuncup kecap di dalam epitelnya.

Silia epitel bagian laringeal, seperti halnya diseluruh saluran napas, menyapu ke arah faring. Pada setiap potongan laring terdapat serat otot rangka. Di dinding posterior dan posterolateral dijumpai serat-serat mukulus konstriktor. Berhubungan dengan selaput kuadratus dan krikovokal terdapat serat-serat muskular intrinsik laring, yaitu otot-otot yang berkaitan denga fonasi, bernapas, dan menelan.B.4. Trakea

Trakea merupakan saluran kaku yang panjangnya kira-kira 10-12 cm dan bergaris tengah 2-2,5 cm, berhubungan ke atas dengan cincin krikoid, memanjang ke bawah melalui bagian bawah leher dan mediastinum superior rongga dada, yang kemudian berakhir sebagai percabangan bronkus utama kanan dan kiri. Trakea mempunyai dinding relatif tipis, lentur dan berkemampuan untuk memanjang saat bernapas dan gerakan badan.

Tetap terbukanya trakea disebabkan oleh sokongan serangkaian tulang rawan berbentuk tapal kuda berumlah kira-kira 20, yang tak beraturan, tersusun dari atas ke bawah dengan bagian terbuka mengarah ke belakang. Disebelah belakang, pada celah di antara ujung masing-masing tulang rawan berbentuk tapal kuda tersebut, terdapat anyaman berkas serat otot polos (muskulus trakealis), berjalan secara transversal dan melekat pada tulang rawan dan jaringan ikat elastis, sehingga pada saat berkontraksi akan memperkecil penampang trakea. Disebelah luar saluran terdapat jaringan ikat jarang (adventisia), yang mengandung pembuluh darah dan saraf yang mengurus trakea.

Trakea dilapisi oleh suatu membran mukosa yang terdiri dari epitel bertingkat silindris, bersilia, bersel goblet, yang terletak pada lamina basal dan ditunjang oleh lamina propria. Lamina propria relatif tipis. Di lamina propria terdapat kumpulan serat-serat elastin yang membentuk lapisan elastin yang jelas, yang berjalan terutama secara longitudinal. Di dalam lamina propria juga terdapat kelompok kecil limfosit. Pada potongan melintang, lumen trakea khas berbentuk huruf D.B.5. Paru-paru

Paru merupakan sepasang organ terletak di dalam rongga dada pada tiap-tiap sisi dari daerah pusat atau mediastinum, yang terisi jantung dan pembuluh darah besar, esofagus, bagian bawah trakea dan sisa-sisa kelenjar timus. Pada setiap sisi, rongga dada dilapisi oleh suatu selaput tipis, yaitu pleura parietalis. Pada daerah hilus (akar) paru, pleura parietalis akan melipat di atas paru sebagai pleura viseralis. Rongga pleura merupakan ruangan potensial di atara pleura parietalis dan pleura viseralis, mengandung sedikit cairan serosa.

Di mediastinum, trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan.bronkus primer (utama) kanan bercabang lagi sebelum memasuki jaringan paru menjadi bronkus (sekunder) lobus atas dan lobus bawah. Bronkus lobus tengah kanan berasal dari bronkus lobus bawah. Bronkus utama kiri bercabang menjadi bronkus lobus atas dan bawah. Setiap bronkus lobaris bercabang lebih lanjut menjadi bronkius tertier, yang turut menyusun segmen bronkopulmonar, dalam tiap paru terdapat sepuluh segmen. Di dalam tiap segmen bronkopulmonar terjadi percabangan lebih lanjut secara dikotom, dalam hai ini udara mengalir lebih lambat pada cabang-cabang yang lebih kecil. Setelah sembilan atau dua belas generasi percabangan, ukuran saluran makin kecil dengan penampang kira-kira 1 mm. Saluran ini dikenal sebagai suatu bronkiolus yang turut menyusun suatu lobulus paru yang merupakan unit dasar paru. Sebuah lobulus mempunyai bentuk piramid dengan dasar 1-2 cm, tingginya sama dan puncaknya mengarah ke hilus. Bronkiolus memasuki suatu lobulus pada bagian puncaknya. Di dalam tiap lobulus, bronkiolus bercabang lebih lanjut, seringkali keseluruhannya membentuk empat sampai tujuh bronkioli terminalis dan masing-masing akan bercabang lagi menjadi dua bronkiolus respiratorius. Kemudian akan bercabang-cabang lagi lebih dari tiga kali menjadi duktus alveolaris yang lebih lanjut masih bercabang sebelum bermuara ke dalam atria. Secara bergantian, atria bermuara ke dalam sakus alveolaris dan alveoli. Pertukaran gas berlangsung mulai dari bronkiolus repiratorius sampai alveoli.

a. Bronkus

Susunan bronki ekstrapulmonar sangat mirip trakea dan hanya berbeda dalam garis tengahnya yang lebih kecil. Pada bronki utama, cincin tulang rawan juga tidak sempurna, celah pada bagian posterior ditempati oleh otot polos.

Bronkus intrapulmonar bebrbeda dari bronkus ekstrapulmonar. Pertama bronkus intrapulmonar tampak bulat dan tidak memperlihatkan bagian posterior yang rata seperti yang terlihat pada trakea atau ekstrapulmonar. Hal ini karena idak terdapatnya cincin tulang rawan bentuk C, melainkan terdiri dari lempeng-lempeng tulang rawan hialin yang bentuknya tidak beraturan dan sebagian melingkari lumen secara lengkap. Lempeng tulang rawan hialin dikitari oleh jaringan ikat padat fibrosa yang mengandung banyak serat elastin. Sebelah dalam dari cincin tulang rawan dan jaringan ikat, terletak submukosa yang tersusun dari jaringan ikat jarang dengan sejumlah sel limfosit serta di dalamnya terdapat kelenjar campura mukoserosan dan kelenjar mukosa. Pada perbatasan antara submukosa dengan mukosa, pemadatan jaringan elastin seperti tampak pada trakea dan bronki ekstrapulmonar, diperkuat oleh suatu selubung luar yang terdiri dari serat-serat otot polos. Serat-serat ini tidak menyusun lapisan-lapisan yang nyata tetapi membentuk berkas serat-serat yang terputus-putus yang tersusun sebagai spiral terbuka mengelilingi bronkus, beberapa membelit ke kiri, lainnya membelit ke kanan. Di antara berkas-berkas otot polos itu terdapat banyak serat-serat elastin. Lapisan terdalam adalah mukosa, tersusun oleh epitel lanjutan dan mirip epitel trakea, dengan lamina basal yang jelas, disokong oleh lamina propria yang terdiri dari serat-serat retikular serta serat-serat elastin yang berjalan longitudinal.

Bronkus menjadi lebih kecil dengan percabangnya, namun susunan dasarnya tetap tidak berubah. Namun bronkus yang terkecil mengandung lebih sedikit tulang rawan dan tidak lagi membentuk cincin yang sempurna. Epitel yang membatasinya adalah epitel silindris bersilia, bersel goblet dan kurang tebal bila dibandingkan dengan epitel bertingkat silindris bersilia yang melapisi bronkus besar. Seluruh bronkus mengandung jaringan ikat yang melanjutkan diri dengan jaringan yang terdapat di hilus dan pembuluh darah berkaitan erat padanya serta terbenam di dalam jaringan ikat yang sama. b. Bronkiolus

Suatu bronkiolus dianggap sebagai suatu saluran penghantar bergaris tengah 1 mm, terbenam di dalam sedikit jaringan ikat dan dikelilingi oleh jaringan pernapasan. Bronkiolus memiliki ciri yaitu tidak mengandung tulang rawan, kelenjar dan kelenjar limf, hanya terdapat adventisia tipis terdiri yang dari jaringan ikat. Lamina propria terutama tersusun oleh berkas otot polos yang cukup menyolok serta serat-serat elastin. Epitel yang membatasi bronkiolus besar merupakan epitel silindris bersilia dengan sedikit sel goblet, dan pada bronkiolus kecil yang ukurannya kira-kira 0,3 mm, sel goblet hilang dan sel besilia merupakan sel kubis atau silindris rendah. Di antara sel-sel itu, tersebar sejumlah sel silindris berbentuk kubah, tak bersilia, bagian puncaknya menonjol ke dalam lumen. Sel-sel ini disebut sel bronkiolar atau sel Clara. Sel ini bersifat sebagai sel sekresi dengan retikulum bergranula di basal, suatu aparat Golgi di atas inti dan di dalam sitoplasma apikal terdapat granula-granula sekret serta retikulum tak bergranula yang menyolok. Fungsi sel ini tidak diketahui, diduga ikut berperan terhadap pembentukan cairan bronkiolar, yang mengandung protein, glikoprotein, dan kolesterol. Di sepanjang bronkiolus, epitelnya juga memiliki sedikit sel sensorik (berbentuk sikat) dan sel neuroendokrin bergranula kecil.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kakunya saluran konduksi penting untuk menjaga tetap terbukanya saluran itu dan hal ini diperoleh dengan adanya tulang rawan yang terdpat mulai dari trakea sampai bronki yang terkecil. Banyaknya jaringan elastis pada dinding bronki dan di seluruh jaringan pernapasan, umumnya memungkinkan paru mengembang pada inspirasi dan gulungan serat elastis membantu kontraksi paru pada saat ekspirasi. Seperti di hidung, lendir dan silia menangkap benda-benda tertentu dan menyingkirkannya dan adanya sekresi juga akan melembabkan udara inspirasi. Perlu diketahui bahwa silia terdapat sampai ke percabangan terbawah saluran pernapsan seperti halnya sel goblet dan kelenjar submukosa, sehingga dapat mencegah jaringan pernapasan terdapat genangan cairan atau sumbatan lendir. Silia sesungguhnya termasuk sistem pengalir bagian dalam bagi jaringan pernapasan. Pada bronkiolus yang terkecil yang tidak mempunyai silia, makrofag akan mengambil alih fungsi sebagai pengalir dalam tubuh. c. Bronkiolus respiratorius

Respirasi hanya dapat berlangsung bilamana dinding yang memisahkan udara dengan darah merupakan dinding yang sangat tipis. Susunan yang demikian dijumpai mulai dari bronkiolus respiratorius sampai alveolus. Bronkiolus respiratorius merupakan saluran pendek, bercabang-cabang, panjangnya 1-4 mm, biasanya bergaris tengah kurang dari 0,5 mm, berasal dari bronkiolus terminalis. Perbedaan dari bronkiolus terminalis ialah bahwa dinding bronkiolus respiratorius diselingi oleh kantung-kantung (alveoli) tempat terjadinya pertukaran gas. Jumlah alveoli meningkat dan terletak lebih berdekatan dengan bronkiolus respiratorius. Bronkiolus respiratorius yang lebih besar dilapisi oleh epitel kubis bersilia yang akan menjadi epitel selapis kubis pada saluran yang lebih kecil dan dilanjutkan dengan epitel selapis gepeng yang membatasi alveolus pada muara alveolus. Di luar lamina epitel, dndingnya disusun oleh anyaman berkas otot polos dan jaringan ikat fibro-elastis. Bronkiolus respiratorius melanjutkan diri ke duktus alveolaris.d. Duktus alveolaris

Duktus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, berbentuk kerucut, dilapisi oleh epitel selapis gepeng. Lapisan ini sangat tipis. Di luar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fibroelastis. Di sekeliling muara duktus alveolaris terdapat banyak alveolari tunggal dan sakus alveolaris. Serat-serat otot polos nampak mencolok terutama pada muara alveoli dan sakus alveolaris. Sesungguhnya, muara alveoli pada duktus alveolaris sedemikian banyaknya sehingga sulit untuk dapat melihat dinding duktus alveolaris, walaupun pada potongan tebal hal ini jelas, dan dapat dilihat berkas-berkas serat elastis, kolagen dan serat otot berselang-seling di antara muara alveoli di sepanjang dinding duktus alveolaris.

e. Atria, sakus alveolaris dan alveoli

Duktus alveolaris bermuara ke dalam atria, yaitu suatu ruang tak teratur atau gelembung tempat alveoli dan sakus alveolaris bermuara. Biasanya dua atau lebih sakus alveolaris muncul dari tiap atria. Sakus alveolaris adalah multikular, yaitu sekelompok alveoli yang bermuara ke dalam suatu ruangan pusat sedikit lebih besar. Di seputar muara atria, sakus alveolaris dan alveoli terdapat jala-jala penyokong terdiri dari serat-serat retikulin. Serat-serat elastin memungkinkan alveoli mengembang pada saat inspirasi dan mengerut seperti kontraksi pada saat ekspirasi. Sedangkan serat retikulin mencegah pengembangan yang berlebihan serta mencegah kerusakan pada jaringan paru yang halus.

Alveoli letaknya begitu berhimpitan, sehingga tidak setiap alveolus memiliki dindingnya sendiri. Bahkan alveoli yang berdampingan dipisahkan oleh septum interalveolaris. Masing-masing alveolus dilapisi oleh epitel gepeng yang sangat halus tapi sempurna. Pada potongan tipis, dapat dilihat adanya celah pada septum sehingga memungkinkan hubungan antara dua alveoli yang saling berdampingan. Celah ini disebut porus alveolaris. Septum interalveolaris mangandung banyak pleksus kapiler. Jadi septum interalveolaris dibungkus pada masing-masing permukaannya oleh epitel tipis yang membatasi alveoli serta mengandung banyak kapiler di dalam kerangka jaringan ikat penyokongnya.f. Septum interalveolaris

Dengan mikroskop elektron, celah jaringan (zona difusa) dari septum interalveolaris mengandung suatu fibril kolagen, sejumlah serat elastin halus dan mikrofibril. Ruangan ini dibatasi oleh lamina basal yang terletak di bawah epitel alveolar dan ditutupi kapiler darah. Di banyak tempat, kapiler berhubungan begitu eratnya dengan epitel alveolar sehingga lamina basal masing-masing hanya dipisahkan 15-20 nm, dan pada beberapa tempat, kedua lamina basal dari epitel dan endotel bersatu.

Di antara lamina basal, di dalam ruang jaringan ikat atau interstisium, terdapat bahan dasar yang amorf (tak berbentuk) tempat sel dan serat terpendam. Tiga jenis sel utama terletak di dalam septum interalveolaris:

Sel alveolar gepeng (tipe I) atau sel epitel permukaan. Sel ini membentuk suatu lapisan sangat tipis yang sempurna, membatasi seluruh ruang alveoli. Dengan mikroskop cahaya, dapat dikenali inti sel yang gepeng, tetapi sitoplasma sedemikian tipisnya sehingga sulit dilihat. Dengan mikroskop lmikropinositotik pada permukaan basal dan apikal dan sel-sel berdampingan yang saling berkaitan melalui taut kedap (ocluding junctions) dan desmosom bercak (spot desmosome).

Sel alveolar besar (tipe II) atau sel septa. Sel-sel ini tampak sendiri-sendiri atau sebagai kelompok-kelompok kecil di antara sel-sel epitel gepeng. Dengan sel epitel gepeng ini mereka membentuk taut kedap. Bentuk selnya kubis dan menonjol ke dalam ruang alveol, tetapi biasanya terletak di sudut dinding alveol. Dengan mikroskop cahaya, sel-sel ini dapat dikenali karena memiliki initi yang vasikular dan sitoplasma yang bervakuol. Pada miskrokop elektron, sel tersebut tampak sebagai sel sekretoris dengan retikulum granular mitokondria, aparat golgi, mikrovili dari permukaan apikal dan badan-badan multilamen atau sitosom di sitoplasma bagian apikal. Sel tipe II mempunyai kemampuan mitosis, dan beberapa sel anak dianggap dapat menjadi sel tipe I. Jadi sel tipe II adalah sumber utama pembentukan sel baru yang melapisi alveoli.

Sel endotel membatasi kapiler di dalam septa interalveolaris dan mempunyai inti gepeng gelap dengan sitoplasma tipis. Sel endotel mirip sel epitel permukaan, dan dan dapt dibedakan karena berhubungan dengan rongga pembuluh darah yang berisi semua jenis sel darah eritrosit, granulosit, limfosit, dan monosit. Namun, beberapa dari sel tersebut dapat bermigrasi dan mungkin terletak di luar kapiler dalam rongga jaringan ikat atau bahkan menembus epitel ke dalam rongga alveol. g. Sel debu

Makrofag alveolar atau fagosit yang disebut juga sel debu, memiliki cirri seperti makrofag di tempat lain. Fagosit alveolar terdapat dalam jaringan interstisial septa interalveolaris, bebas dalam rongga alveol. Beberapa sel nanpak bervakuol yaitu bekas tempat lemak pada sitoplasma, mungkin koleterol, dan lainnya mengandung karbon yang difagositosis. Salah satu jenis yaitu siderofag atau sel gagal jantung, umumnya dijumpai bila ada bendungan aliran darah pulmoner dan sel darah merah memasuki alveoli (diapedisis), dalam keadaan ini makrofag memakan sel darah merah sehingga akan mengandung hemosiderin. Fagosit relatif cepat diganti dan hampir seluruhnya dikeluarkan ke dalam sputum melalui percabangan bronkus. Beberapa sel yang terletak di dalam jaringan ikat septa interalveolaris, di dalam pleura, dan sekitar pembuluh darah serta saluran bronkial.h. Pori alveolaris

Banyak septa interaveolaris memiliki satu atau lebih pori, garis tengah sampai 15 m, menghubungkan alveoli yang bersebelahan. Fungsinya diperkirakan untuk keseimbangan tekanan di antara alveoli, terutama dengan yang berasal dari bronkiolus yang berlainan, yang memungkinkan terjadinya kolateral bila salah satu bronkiolus tersumbat.

i. Sawar udara-darah

Sawar udara-darah meliputi bagian-bagian yang dilalui oleh gas pada pertukaran gas yang terjadi antara udara di dalam alveoli dengan darah dalam kapiler paru. Bagunan-bangunan tersebut antara lain epitel permukaan paru yang tipis, ruang interstisial, endotel kapiler yang tipis. Di samping itu masih terdapat selaput tipis cairan yang membatasi alveoli yang beisi surfaktan, yang dihasilkan oleh sel alveolar tipe II. Surfaktan bercampur dengan molekul air untuk mengurangi daya kohesinya, jadi mengurangi tekanan permukaan cairan alveolar. Pengurangan ini akan mengurangi tenaga yang dibutuhkan bagi pengembangan alveoli dan memudahkan pernapasan. Jadi surfaktan berperan sebagai faktor antikolaps dan terutama penting bagi bayi.

Pergantian surfaktan dengan yang baru berlangsung secara konstan, yaitu bahan baru dilepaskan, dan bahan yang lama dari permukaan akan lewat menerobos sel gepeng alveol ke dalam saluran limfatik pada septum interalveolaris. Sebagian surfaktan juga dibuang oleh makrofag.j. Lobulus paru

Lobus paru merupakan satuan struktural paru. Pada dasarnya, ia berbentuk sebagai piramid denga sebuah bronkiolus masuk pada puncak, umumnya mengarah ke hilus. Bronkiolus didampingi oleh cabang arteri pulmonalis yang membawa darah venosa. Cabang-cabang vena pulmonalis berjalan sendiri di antara lobulus, pada septa interlobularis dan melanjutkan diri dengan pembuluh di bawah pleura dan dengan lain-lainnya di sekeliling pembuluh-pembuluh besar pada hilus.

Di dalam paru juga terdapat unit bangunan lainnya. Asinus paru ditetapkan sebagai bangunan pada paru yang dibentuk oleh bronkiolus terminalis. Ini adalah unit paru yang berguna, bercabang serta bercabang dalam dua bagian dengan teratur sampai sejauh percabangan di bronkiolus terminalis, selanjutnya menjadi teratur dan kurang sama.

k. Pembuluh limf

Di dalam paru terdapat dua pasang pembuluh limf yang saling berhubungan. Bagian yang superfisial atau pleural, terletak di dalam pleura. Pembuluh limf relatif besar, membatasi lobulus paru dipermukaan paru. Pembuluh-pembuluh tersebut seringkali tampak kehitam-hitaman karena penghisapan zat karbon. Pembuluh limf yang lebih kecil membentuk jala-jala halus ditepian lobulus. Pembuluh limf superfisial ini mengalir di sepanjang tepi paru-paru menuju ke bagian hilus. Bagian profundal atau pulmonar, merupakan pembuluh limf yang berjalan bersama-sama bronkus, arteri pulmonalis dan vena pulmonalis. Yang bersama-sama yang bersama-sama vena pulmonalis bermula di septa interlobularis, sedang pembuluh yang bersama arteri pulmonalis dan bronki meluas ke bagian tepi hanya samapi ke duktus alveolaris. Semua mengalir ke pusat bagian hilus, tempat pembuluh-pembuluh tersebut kemudian akan bertemu dengan pembuluh eferen limf yang superfisial. Nodulus limfatikus banyak dijumpai di bagian hilus l. Pleura

Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa tipis dengan serat-serat kolagen dan elastin dan sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag), dilapisi oleh selapis mesotel. Di dalam lapisan jaringan ikat terdapat banyak kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura mengeluarkan sejumlah secret berupa cairan pleura yang dibutuhkan untuk mempermudah gerakan antara lapisan parital yang melapisi rongga dada dengan lapisan visceral yang membungkus permukaan paru. 2C. Mekanisme dan Fungsi Sistem PernapasanC.1. Fungsi sistem pernapasanFungsi utama sistem pernapasan adalah untuk melaksanakan pertukaran gas. Oksigen dalam bentuk terlarut dari alveoli masuk ke dalam kapiler darah melalui sawar darah-udara dan karbon dioksida berjalan sebaliknya. Fungsi bagian penghantar adalah untuk menyaring, melembabkan dan memanaskan atau mendinginkan udara inspirasi. Namum demikian, paru-paru juga berfungsi sebagai alat pembuangan karena air ikut hilang di dalam udara. Selain itu, sistem pernapasan berfungsi juga dalam proses bicara serta bernyanyi, dan filtrasi mikrotrombus yang berasal dari vena sistemik.C.2. Mekanisme pernapasan

Paru-paru dapat dikembangkempiskan melaui dua cara yang pertama diafragma bergerak turun naik untuk memperbesar atau memperkecil rongga, dan yang kedua depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada. Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui metode pertama dari kedua metode tersebut, yaitu melalui gerakan diafragma.

Selama inpirasi, kontraksi diafragma menarik permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian selama ekspirasi, diafragma mengadakan relaksasi, dan sifat elastis daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada, dan struktur abdominal akan menekan paru-paru. Namun, selama bernapas kuat , daya elastis tidak cukup kuat untuk menghasilkan ekspirasi cepat yang diperlukan, sehingga diperlukan tenaga ekstra yang terutama diperoleh dari kontraksi otot-otot abdominal, yang mendorong isi abdomen ke atas melawan dasar diafragma.

Metode kedua untuk mengangkat paru adalah dengan mengangkat rangka iga. Pengenbangan paru ini dapat terjadi karena pada posisi istirahat, iga miring ke bawah, dengan demikian sternum turun ke belakang ke arah kolumna vetebralis. Tetapi, bila rangka iga dielevasikan, tulang iga langsung maju sehingga sternum sekarang bergerak ke depan menjauhi spinal, membentuk jarak anteroposterior dada kira-kira 20% lebih besar selama inspirasi maksimun dibandingkan selama ekspirasi. Oleh karena itu, otot-otot yang mengelevasi rangka dada dapat diklasifikasikan sebagai otot-otot inspirasi, dan otot-otot yang menurunkan rangka dada diklasifikasikan sebagai otot-otot ekspirasi. Otot paling penting yang mengangkat rangka iga adalah otot interkostalis eksternus, tetapi otot-otot lain yang membantu adalah sternikleidomastoideus, mengangkat sternum ke atas, serratus anterior, mengangkat sebagian besar iga, dan skalenus, mengangkat dua iga pertama.

Otot-otot yang menarik rangka iga ke bawah selama ekspirasi adalah rektus abdominis, mempunyai efek tarikan ke arah bawah yang sangat kuat terhadap iga-iga bagian bawah pada saat yang bersamaan ketika otot-otot ini dan otot-otot abdominal lainnya menekan isi abdomen ke atas ke arah diafragma, dan interkostalis internus. Pada bagian kiri, selama ekspirasi tulang-tulang iga membentuk sudut ke bawah dan otot interkostalis eksternus memanjang ke depan dan ke bawah. Bila otot-otot ini berkontraksi, mereka menarik tulang iga bagian atas ke depan dalam hubungannya dengan tulang iga yang lebih bawah, keadaan ini akan menghasilkan daya ungkit pada tulang iga untuk mengangkatnya ke atas, dengan demikian menimbulkan inspirasi. Fungsi otot interkostalis internus berfungsi sebagai otot-otot ekspirasi karena otot-otot ini membentuk sudut di antara tulang iga dalam arah yang berlawanan dan menghasilkan daya ungkit yang berlawanan dengan otot interkostalis eksternus.

Paru-paru merupakan struktur elastis yang akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Tidak ada perlekatan antara paru-paru dan dinding rangka dada kecuali pada bagian di mana paru-paru tergantung pada hilum dari mediastinumnya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam dinding toraks, dan dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga.

Terdapat tiga tekanan berbeda yang penting pada ventilasi :

1. Tekanan atmosfer (baromerik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap benda di permukaan bumi. Di ketinggian permukaan laut, tekanan ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas permukaan laut karena kolom udara di atas permukaan bumi menurun. Dapat terjadi fluktuasi minor tekanan atmosfer akibat perubahan kondisi-kondisi cuaca yaitu pada saat tekanan baromerik meningkat atau menurun.

2. Tekanan intra-alveolus (tekanan intrapulmonalis) adalah tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran pernapasan, udara dengan cepat mengalir mengikuti penurunan gradient tekanan setiap kali terjadi perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan tekanan atmosfer, udara terus mengalir sampai tekanan keduanya seimbang (ekuilibrium).

3. Tekanan intrapleura (tekanan intra toraks) adalah tekanan di dalam kantung pleura atau tekanan yang terjadi di luar paru di dalam rongga toraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih kecil daripada tekanan atmosfer, rata-rata 756 mmHg saat istirahat. Seperti tekanan darah yang dicatat dengan menggunakan tekanan atmosfer sebagai titik rujukan yaitu 120 mmHg adalah 120 mmHg lebih besar daripada tekanan atmosfer 760 mmHg atau dalam realitas 880 mmHg, 756 mmHg kadang-kadang disebut sebagai tekanan -4 mmHg, walaupun sebenarnya tidak ada yang disebut tekanan negative absolute. Tekanan inntrapleura tidak diseimbangkan dengan tekanan atmosfer atau intra alveolus, karena tidak terdapat hubungan langsung antara rongga pleura adalah suatu kantung tertutup tanpa lubang, udara tidak dapat masuk atau keluar walaupun terdapat gradient konsentrasi antara kantung itu dengan sekitarnya.D. Surfaktan

D.1. Molekul surfaktan Secret sel epitel tipe 2 di antara molekul air. Saat alveoli mengempes, molekul surfaktan menurunkan tegangan permukaan sehingga alveoli tidak kolaps. Saat inspirasi, alveoli mengembang, molekul surfaktan saling menjauh sehingga tegangan permukaan alveoli naik.D.2. Sekresi surfaktan

Pada janin sekresi surfaktan ini sempurna menjelang akhir kehamilan. Pada kelahiran premature, sistem surfaktan belum bisa berfungsi sempurna sehingga terjadi gangguan pengembangan paru. Terdapat juga pada bayi yang menderita RDS ( Respiratory Disstress Syndrome ). Defisiensi surfaktan : Pada bedah jantung dengan pompa oksigenator

Sumbatan cabang bronkus besar

Inhalasi O2 murni

Perokok

E. Transpor CO2 dan O2Transpor CO2

Ketika O2 dipakai oleh sel, seluruh O2 ini akan menjadi CO2, sehingga PCO2 intrasel meningkat. Oleh karena itu, CO2 berdifusi dari sel ke dalam kapiler jaringan dan kemudian dibawa oleh darah ke paru. Di paru, CO2 berdifusi dari kapiler paru ke dalam alveoli dan kemudian dikeluarkan. CO2 dapat berdifusi kira kira 20 kali lebih cepat daripada O2 . Daya larut CO2 lebih besar daripada daya larut O2. Tiap 100 ml darah hanya dapat membebaskan 0,3 CO2 dalam bentuk terlarut. CO2 dapat berikatan dengan Hb dan protein plasma. Deoksi Hb afinitasnya lebih besar terhadap CO2 dibandingkan dengan O2. HbCO2 dan Karbamino Hb adalah ikatan longgar.

Afinitas Hb terhadap CO

CO berkompetisi dengan CO dalam mengikat Hb, afinitasnya terhadap Hb 240 x lebih besar dibandingkan ikatan HbO2. Pengikatan CO oleh Hb membentuk HbCO. Sejumlah kecil CO dalam darah cukup untuk mengurangi tersedianya Hb untuk O2. sejaauh ini cara terpenting untuk mengangkut CO2 adalah sebagai bikarbonat (HCO3-), yaitu 60 % CO2 diubah menjadi HCO3- oleh reaksi kimia berikut, yang berlangsung di dalam sel darah merah :

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-Yang mana, Hb tereduksi harus diangkut kembali ke paru untuk diisi ulang oleh O2. Sementara itu, setelah O2 dibebaskan, Hb mengangkut CO2 dan H+ yang memiliki tujuan yang sama, yaitu paru. 3,4Transpor O2 1. Bentuk larut sangat sedikit

2. Terikat secara kimia dengan Hb

Tiap komponen Heme mengandung 1 atom Fe

Hb dapat berubah menjadi bentuk Oxygeneted saat mengikat O2 dan membentuk OksiHb

Di kapiler jaringan Hb melepaskan O2 ( Deoksigenisasi ) menjadi DeoksiHb

Tiap atom Fe dalam Heme mampu mengikat 1 molekul O2, tiap molekul Hb dapat mengikat 4 molekul O2. Kejenuhan Hb dengan O2 = 75% berarti rata-rata 3 dari 4 atom Fe dalam tiap molekul Hb berikatan dengan O2. Faktor penting dalam penentuan persen saturasi HbO2 adalah PO2 darah.Kurva disosiasi HbO2

Kurva disosiasi HbO2 pada bagian mendatar

Di ujung atas dari kurva, antara PO2 darah 60 dan 100 mmHg, kurva mendatar, atau membentuk plateau. Bagian mendatar kurva terletak pada rentang PO2 darah yang terdapat di kapiler paru tempat O2 sedang digabungkan dengan Hb. Darah arteri sistemik yang keluar dari paru, setelah mengalami keseimbangan dengan PO2 alveolus, secara normal memiliki PO2 100 mmHg dan 97,5 % Hb mengalami saturasi. Dengan demikian Hb dalam darah arteri sistemik hampir tersaturasi sempurna.

Kurva disosiasi HbO2 pada bagian curam

Bagian curam pada kurva antara 0 dan 60 mmHg terletak pada rentang PO2 darah yang terdapat di kapiler sistemik, tempat O2 dibebaskan dari Hb. Dalam kapiler sistemik, darah melakukan keseimbangan dengan sel-sel jaringan di sekitarnya pada PO2 rata-rata 40 mmHg dan saturasi Hb adalah 75 %. Darah sampai ke kapiler jaringan dengan PO2 100 mmHg dan % saturasi 97,5 %. Karena Hb hanya dapat mengalami saturasi 75 % pada PO2 40 mmHg di kapiler sistemik, hampir 25 % HbO2 harus berdisosiasi, menghasilkan Hb tereduksi dan O2. O2 yang dibebaskan ini berdifusi meengikuti penurunan gradient tekanan parsial dari sel darah merah melalui plasma dan cairan interstisium ke dalam sel jaringan.

Kurva standard HbO2 pada suhu tubuh 37o Celcius dan PH 7,4. afinitas Hb terhadap O2 dipengaruhi oleh suhu, PH, dan 2,3 DPS yang dapat menggeser kurva disosiasi.F. Pemeriksaan fisik dan penunjangF.1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

F.2. Uji fungsi paruAlat alat yang digunakan :1. Spirometer biasa : TV, IRV, IC, dan VC

2. Spirometer + Pengatur kecepatan pencatatan ( FEV)

FEV : Forced Expiratory Volume

FEV 1 detik = 83% VC

FEV 3 detik = 97% VC

3. Maximal Breathing Capacity ( MBC )

Volume pernapasan 1 menit pada pernapasan sekuat-kuatnya dan secepat-cepatnya

Uji fungsi paru-paru dibagi dalam dua kategori yaitu uji yang berhubungan dengan ventilasi paru-paru-paru dan dinding dada, serta uji yang berhubungan dengan pertukaran gas. Uji fungsi ventilasi termasuk pengukuran volume paru-paru dalam keadaan statis dan dinamis, juga pengukuran tekanan. Uji yang berhubungan dengan pertukaran gas mencakup analisis gas-gas yang terdapat dalam udara ekpirasi dan dalam darah.

Terdapat empat volume paru-paru dan empat kapasitas paru-paru. Kapasitas paru-paru selalu terdiri dari dua volume paru-paru atau lebih. Hubungan antara pengukuran-pengukuran ini dan nilai rata-rata untuk seorang pria dewasa muda yang sehat diperlihatkan pada tabel berikut.

PengukuranSimbolNilai rata-rata pria dewasa (ml)Definisi

Volume tidalVT500Jumlah udara yang diinpirasi atau ekspirasi pada setiap kali bernapas (nilai ini adalah untuk keadaan istirahat)

Volume cadangan inspirasiIRV3100Jumlah udara yang dapat diinpirasi secara paksa sesudah inhalasi volume tidal normal

Volume cadangan ekspirasiERV1200Jumlah udara yang dapat diekpirasi secara paksa sesudah ekpirasi volume tidal yang normal

Volume residuRV1200Jumlah udara yang tertinggal dalam paru-paru sesudah ekspirasi paksa

Kapasitas paru-paru totalTLC6000Jumlah udara maksimal yang dapat dimasukkan ke dalam paru-paru sesudah inspirasi maksimal: TLC= VT + IRV + ERV + RV

Kapasitas vitalVC4800Jumlah udara maksimal yang dapat diekpirasi sesudah inspirasi maksimal: VC= VT + IRV + ERV (seharusnya 80% dari TLC)

Kapasitas inspirasiIC3600Jumlah udara maksimal yang dapat diinpirasi sesudah ekspirasi normal: IC= VT + IRV

Kapasitas residu fungsionalFRC2400Volume udara yang tertinggal dalam paru-paru sesudah ekspirasi volume tidal normal: FRC= ERV + RV

VT, IRV, ERV, dan IC diukur dengan spinometer. FRC diukur dengan cara tidak langsung, yaitu dengan mempergunakan metode pembersihan helium atau nitrogen, atau dengan menggunakan pletismograf tubuh. TLC dan RV diperoleh secara aritmatis (yaitu, TLC= FRC + IC dan RV= TLC VC).

Spirometer adalah suatu alat sederhana yang dilengkapi dengan suatu penghembus atau bel yang akan bergeser pada waktu pasien bernapas ke dalamnya melalui sebuah katup dan tabung penghubung. Untuk analisis gas darah, biasanya digunakan contoh darah arteria. Yang dipilih adalah arteri radialis atau brakialis karena arteria ini mudah dicapai. PaCO2 merupakan petunjuk ventilasi alveolar yang paling baik. bila PaCO2 meningkat, maka penyebab langsung selalu adalah hipoventilasi alveolar. Hipoventilasi menyebabkan asidosis respiratorik dan penurunan pH darah. Hipoventilasi alveolar dapat terjadi bila volume tidal menurun, seperti pada penapasan yang cepat dan dangkal. Hipoventilasi dapat pula terjadi jika frekuensi pernapasan menurun seperti pada kelebihan dosis narkotik ataupun barbiturat. PaCO2 dapat bula meningkatkan untuk mengkompensasi suatu alkolosis metabolik. Penyebab langsung penurun PaCO2 adalah selalu hiperventilasi alveolar. Hiperventilasi menyebabkan alkalosis respiratorik dan kenaikan pH darah. Asma dan pneumonia sering menimbulkan hiperventilasi dan menggambarkan usaha tubuh untuk meningkatkan PaCO2 dengan usaha membuang CO2 yang berlebihan dari paru-paru. Hiperventilasi juga dapat diakibatkan oelh cedera atau tumor otak, ketegangan atau dapat juga merupakan kompensasi untuk mengatasi asidosis metabolik.G. Elastisitas Jaringan Paru (Recoil dan Compliance)

Elastisitas paru melibatkan dua konsep yang saling berkaitan : recoil elastik dan compliance. Recoil elastic adalah kemampuan untuk kembali ke bentuk semula sesudah diregangkan, mengembalikan volume paru ke resting level. Compliance adalah kemudahan jaringan paru untuk diregangkan dinyatakan dengan sebagai hubungan antara volume paru dengan perubahan tekanan intrapulmo. Terdapat 3 macam compliance :

1. Compliance paru

2. Compliance dada

3. Compliance total (paru dan dada sebagai 1 unit)

Faktor-faktor yang mempengaruhi compliance :1. Volume paru saat pengukuran : Volume paru saat pengukuran besar, compliance turun.

2. Perubahan elastisitas jaringan paru : Fibrosis paru, compliance turun.

3. Tahanan jalan napas : Kongesti dan edema paru, tahanan jalan napas naik, compliance turun. Emfisema, daya recoil hilang, compliance naik.4. Tegangan permukaan alveoli : Tegangan permukaan alveol ada lapisan surfaktan, menurunkan tegangan permukaan, compliance meningkat. 3,4,5BAB III. KESIMPULANRespirasi melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan pergerakan pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk metabolisme sel, dan juga pergerakan pasif CO2 yang merupakan produk sisa metabolime dari jaringan ke atmosfer. Selain itu sistem pernapasan ikut berperan dalam homeostatis dengan mempertukarkan O2 dan CO2 antara atmosfer dan darah. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara sistem pernafasan dan jaringan. Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, dan paru-paru. Paru-paru dapat dikembangkempiskan melaui dua cara yang pertama diafragma bergerak turun naik untuk memperbesar atau memperkecil rongga, dan yang kedua depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada. Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui metode pertama dari kedua metode tersebut, yaitu melalui gerakan diafragma. Untuk mengetahui secara pasti normal atau tidaknya sistem respirasi seseorang, dapat dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, yaitu berupa inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Sedangkan, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu menggunakan alat berupa spirometri. DAFTAR PUSTAKA1. Anderson. Anatomi fisiologi tubuh manusia. Edisi bahasa Indonesia. Jones and Barret Publisher Boston. Jakarta : EGC; 1999.

2. Luiz Carlos Junqueira, Jose Carneiro. Histologi Dasar. Ed 10th . Jakarta : EGC ; 20043. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed 2nd . Jakarta: EGC; 2001.

4. W.F. Ganong. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 22nd . Jakarta : EGC ; 2008. 5. Arthur C. Guyton, John E.Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 11th. Jakarta: EGC; 2007.

PAGE 30