SEMESTER 1 · Web viewMODUL TEKNIK ELEKTRONIKA ANALOG & DIGITAL DASAR [TS.001] PROGRAM KEAHLIAN :...
Transcript of SEMESTER 1 · Web viewMODUL TEKNIK ELEKTRONIKA ANALOG & DIGITAL DASAR [TS.001] PROGRAM KEAHLIAN :...
MODUL TEKNIK ELEKTRONIKA ANALOG &
DIGITAL DASAR[TS.001]
PROGRAM KEAHLIAN :TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN
PENYUSUN :ABDI PANDU KUSUMA, S.Kom
dan
VERY SETIAWAN, S.Kom
SEMESTER 1
Untuk Kalangan SendiriSMK N 1 KADEMANGAN
MODUL I
MENERAPKAN TEORI KELISTRIKAN
1.1 Teori atom dan molekul.Operasi komponen elektronika benda padat seperti dioda, LED, Transistor
Bipolar dan FET serta Op-Amp atau rangkaian terpadu lainnya didasarkan atas
sifat-sifat semikonduktor. Semikonduktor adalah bahan yang sifat-sifat
kelistrikannya terletak antara sifat-sifat konduktor dan isolator. Sifat-sifat
kelistrikan konduktor maupun isolator tidak mudah berubah oleh pengaruh
temperatur, cahaya atau medan magnit, tetapi pada semikonduktor sifat-sifat tersebut
sangat sensitive.
Elemen terkecil dari suatu bahan yang masih memiliki sifat-sifat kimia dan
fisika yang sama adalah atom. Suatu atom terdiri atas tiga partikel dasar, yaitu:
neutron, proton, dan elektron. Dalam struktur atom, proton dan neutron membentuk
inti atom yang bermuatan positip, sedangkan elektron-elektron yang bermuatan
negatip mengelilingi inti. Elektron-elektron ini tersusun berlapis-lapis. Struktur
atom dengan model Bohr dari bahan semikonduktor yang paling banyak
digunakan adalah silikon dan germanium.
Seperti ditunjukkan pada Gambar 1 atom silikon mempunyai elektron yang
mengorbit (mengelilingi inti) sebanyak 14 dan atom germanium mempunyai 32
elektron. Pada atom yang seimbang (netral) jumlah elektron dalam orbit sama
dengan jumlah proton dalam inti. Muatan listrik sebuah elektron adalah: -1.602-19 C
dan muatan sebuah proton adalah: +1.602-19 C.
Elektron yang menempati lapisan terluar disebut sebagai elektron valensi.
Atom silikon dan germanium masing mempunyai empat elektron valensi. Oleh
karena itu baik atom silikon maupun atom germanium disebut juga dengan atom
tetra-valent (bervalensi empat). Empat elektron valensi tersebut terikat dalam
struktur kisi-kisi, sehingga setiap elektron valensi akan membentuk ikatan
kovalen dengan elektron valensi dari atom-atom yang bersebelahan. Struktur kisi-
kisi kristal silikon murni dapat digambarkan secara dua dimensi pada Gambar 2
guna memudahkan pembahasan.
Meskipun terikat dengan kuat dalam struktur kristal, namun bisa saja
elektron valensi tersebut keluar dari ikatan kovalen menuju daerah konduksi apabila
diberikan energi panas. Bila energi panas tersebut cukup kuat untuk memisahkan
elektron dari ikatan kovalen maka elektron tersebut menjadi bebas atau disebut
dengan elektron bebas. Pada suhu ruang terdapat kurang lebih 1.5 x 10 10
elektron bebas dalam 1 cm3 bahan silikon murni (intrinsik) dan 2.5 x 1013
elektron bebas pada germanium. Semakin besar energi panas yang diberikan
semakin banyak jumlah elektron bebas yang keluar dari ikatan kovalen, dengan kata
lain konduktivitas bahan meningkat.
Semi Konduktor Tipe-N
Apabila bahan semikonduktor intrinsik (murni) diberi (didoping) dengan bahan
bervalensi lain maka diperoleh semikonduktor ekstrinsik. Pada bahan
semikonduktor intrinsik, jumlah elektron bebas dan holenya adalah sama.
Konduktivitas semikonduktor intrinsik sangat rendah, karena terbatasnya jumlah
pembawa muatan yakni hole maupun elektron bebas tersebut.
Jika bahan silikon didoping dengan bahan ketidak murnian (impuritas)
bervalensi lima (penta-valens), maka diperoleh semikonduktor tipe n. Bahan
dopan yang bervalensi lima ini misalnya antimoni, arsenik, dan pospor. Struktur
kisi-kisi kristal bahan silikon type n dapat dilihat pada Gambar 3.
Karena atom antimoni (Sb) bervalensi lima, maka empat elektron
valensi mendapatkan pasangan ikatan kovalen dengan atom silikon sedangkan
elektron valensi yang kelima tidak mendapatkan pasangan. Oleh karena itu ikatan
elektron kelima ini dengan inti menjadi lemah dan mudah menjadi elektron
bebas. Karena setiap atom depan ini menyumbang sebuah elektron, maka atom
yang bervalensi lima disebut dengan atom donor. Dan electron “bebas” sumbangan
dari atom dopan inipun dapat dikontrol jumlahnya atau konsentrasinya.
Meskipun bahan silikon type n ini mengandung elektron bebas (pembawa
mayoritas) cukup banyak, namun secara keseluruhan kristal ini tetap netral karena
jumlah muatan positip pada inti atom masih sama dengan jumlah keseluruhan
elektronnya. Pada bahan type n disamping jumlah elektron bebasnya (pembawa
mayoritas) meningkat, ternyata jumlah holenya (pembawa minoritas) menurun.
Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya jumlah elektron bebas, maka
kecepatan hole dan elektron ber-rekombinasi (bergabungnya kembali elektron
dengan hole) semakin meningkat. Sehingga jumlah holenya menurun.
Bahan semikonduktor tipe n dapat dilukiskan seperti pada Gambar 5. Karena
atom-atom donor telah ditinggalkan oleh elektron valensinya (yakni menjadi
elektron bebas), maka menjadi ion yang bermuatan positip. Sehingga digambarkan
dengan tanda positip. Sedangkan elektron bebasnya menjadi pembawa mayoritas.
Dan pembawa minoritasnya berupa hole.
Semi Konduktor Tipe-P
Apabila bahan semikonduktor murni (intrinsik) didoping dengan bahan
impuritas (ketidak-murnian) bervalensi tiga, maka akan diperoleh semikonduktor
type p. Bahan dopan yang bervalensi tiga tersebut misalnya boron, galium, dan
indium. Struktur kisi-kisi kristal semikonduktor (silikon) type p adalah seperti
Gambar 6.
Karena atom dopan mempunyai tiga elektron valensi, dalam Gambar 6
adalah atom Boron (B) , maka hanya tiga ikatan kovalen yang bisa dipenuhi.
Sedangkan tempat yang seharusnya membentuk ikatan kovalen keempat menjadi
kosong (membentuk hole) dan bisa ditempati oleh elektron valensi lain. Dengan
demikian sebuah atom bervalensi tiga akan menyumbangkan sebuah hole. Atom
bervalensi tiga (trivalent) disebut juga atom akseptor, karena atom ini siap untuk
menerima elektron.
Seperti halnya pada semikonduktor type n, secara keseluruhan kristal
semikonduktor type n ini adalah netral. Karena jumlah hole dan elektronnya sama.
Pada bahan type p, hole merupakan pembawa muatan mayoritas. Karena dengan
penambahan atom dopan akan meningkatkan jumlah hole sebagai pembawa muatan.
Sedangkan pembawa minoritasnya adalah elektron.
Bahan semikonduktor type p dapat dilukiskan seperti pada Gambar 8. Karena
atom-atom akseptor telah menerima elektron, maka menjadi ion yang
bermuatan negatip. Sehingga digambarkan dengan tanda negatip. Pembawa
mayoritas berupa hole dan pembawa minoritasnya berupa elektron.
1.2 Teori Dasar ListrikPada umumnya, listrik listrik memiliki muatan listrik. Muatan listrik tersebut
bersifat tolak menolak untuk listrik yang tak sejenis dan bersifta tarik menarik untuk
listrik yang sejenis. Media yang dapat dialiliri muatan lisstrik terbagi atas dua bentuk,
diantaranya konduktor yakni media yang dapat dialiri aliran listrik dan isolator yakni
media yang tidak dapat dialiri muatan listrik. Muatan listrik memiliki dua jenis
muatan, diantaranya muatan positif (+) yakni muatan yang kekurangan electron dan
muatan negative yakni muatan yang kelebihan electron. Sedangkan muatan yang
memiliki muatan positif dan negative sama banyak dinamakan muatan yang bersifat
netral.
Menurut Chaeles Coulomb (1785) dengan menggunakan neraca punter
disimpulkan bahwa gaya tarik ataupun gaya tolak antara 2 benda yang bermuatan
sebanding dengan muatan-muatannya dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak
antara kedua muatan tersebut. Pernyataan tersebut dikenal dengan Hukum Coulomb,
Dimana secara matematis dapat dinyatakan sbb:
F = k . q1 . q2 atau F = 1 q1 . q2
r2 4πε0 r2
Dimana : F = gaya Coulomb dengan satuan Newton (N)
q = muatan listrik masing-masing partikel (C)
k = tetapan Coulomb (9.109 Nm2c-2)
ε0 = permitivitas ruang hampa (8,85 . 10-12 C2N-1m-2)
r = jarak antara kedua muatan (m)
Apabila dalam sebuah tempat atau bidang terdapat beberapa muatan listrik,
maka akan terdapat banyak gaya Coulomb F1 dan F2. Maka dapat diturunkan
persamaan sbb:
FB = F1 + F2
FB = √F12+F22+F1F2 Cos θ
Dimana θ = sudut antara F1 dan F2.
Didalam jalannya muatan listrik juga terdapat adanya medan listrik, yakni ruang
atau daerah disekitar muatan listrik yang dapat mempengaruhi muatan listrik yang
berada di daerah itu. Arah medan di suatu titik dalam medan listrik selalu menjauhi
pusat medan listrik yang bermuatan positif dan selalu mendekati pusat medan listrik
yang bermuatan negative. Kuat medan listrik dapat dinyatakan dengan persamaan
sbb:
E = k . q atau E = 1 q
r2 4πε0 r2
Dimana E: Kuat medan listrik (N/C)
Apabila dalam medan listrik terdapat beberapa muatan, maka:
Untuk medan listrik yang segaris, maka besarnya medan listrik dapat dinyatakan
dalam persamaan sbb:
E = k . q1 + q2
r12 r2
2
Untuk medan listrik yang tak segaris, maka besarnya medan listrik dapat
dinyatakan dalam persamaan sbb:
EB = E1 + E2
EB = √E12+E22+E1E2 Cos θ
Garis medan listrik adalah garis-garis khayal didalam medan listrik yang
menjadi tempat kedudukan titik-titik yang arah kuat medannya sama dengan arah
garis itu. Apabila garis medan listrik menembus suatu permukaan teidak secara tegak
lurus, maka fluks (garis medan listrik) yang menembus bidang dapat dinyatakan sbb:
Ф = E.An atau Ф = E.A cos θ
1.3 Sumber TeganganKita tentu masih ingat hokum Ohm, bahwa besarnya arus listrik (I) selalu
berbanding dengan tegangan (V) dan berbanding terbalik dengan hambatan (R).
Arus listrik merupakan partikel-partikel listrik yang bermuatan positif di dalam
suatu penghantar. Kuat arus listrik dapat didfinisikan sebagai banyaknya muatan
listrik yang mengalir dalam suatu penghantar per satuan waktu. Sehingga dapat
dirumuskan sbb:
I = Q / t
Dimana: I = kuat arus (I) t = waktu muatan mengalir (s)
Q = banyak muatan yang mengalir (C)
Besarnya tegangan listrik yang keluar selalu berbanding lurus dengan kuat arus
yang mengalir dan berbanding terbalik dengan besarnya hambatan yang ada.
Sehingga dapat dirumuskan sbb:
V = I.R
Dimana: V = tegangan listrik (V)
I = kuat arus litrik (A) R = hambatan listrik (Ω)
Dalam rangkaian bercabang, jumlah kuat arus yang masuk ke suatu titik
percabangan sama dengan jumlah kuat arus yang keluar dari titik percabangan
tersebut, sesuai bunyi dari hukum I Kirchoff yang dirumuskan sbb:
Σ Imasuk = Σ Ikeluar
Jika muatan positif listrik bergerak searah jarum jam pada titik a dan kembali ke
titik a maka usaha yang dilakukan muatan itu adala nol, sebab muatan tidak
berpindah tempat. Jika penurunan tegangan dalam rangkaian terjadi akibat arus
listrik dari suatu tegangan yang mendapat hambatan, maka berlaku persamaan
hokum II Kirchoff sbb:
Σ V = 0
Σ E + Σ I.R = 0
Apabila muatan listrik yang memiliki lebih dari satu loop (putaran) dinamakan
rangkaian majemuk. Langkah penyelesaian untuk menentukan rangkaian majemuk
adalah sbb:
1. Gambarlah rangkaian listrik dari rangkaian majemuk tersebut.
2. Tentukan kuat arus (symbol dan arah) pada setiap percabangan.
3. Sederhanakan susunan seri – parallel resistor jika memungkinkan.
4. Tetapkan loop berikut arahnya. Usahakan loop dalam rangkaian
seminimal mungkin.
5. Tulislah persamaan setiap loop dengan menggunakan hokum II
Kirchoff.
6. Tulislah persamaan listrik setiap percabangan dengan menggunakan
hokum I Kirchoff.
7. Selesaikan besaran-besaran yang ditanyakan dengan menggunakan
persamaan-persamaan pada butir 5 dan 6.
Pada tegangan listrik yang mengalir deiperlukan adanya energi (W) dan daya
listrik (P). Energi listrik dapat berubah menjadi energi bentuk lain. Besarnya energi
listrik muncul akibat arus yang mengalir dari sebuah tegangan melalui penghantar
yang akan menimbilkan panas pada elemen pemanas (R) selama waktu tertentu (t).
Sehingga dapat dirumuskan sbb:
W = I2 R.T atau W=V2t/ R
W = 0,24 I2 R.T W (kalori),jika menghitung besar energi panas.
Dimana: W= energi listrik (joule)
Daya listrik merupakan energi listrik yang diserap oleh alat tiap satuan waktu.
Daya listrik dapat dirumuskan sbb:
P = V.I dimana P= Daya listrik (watt)
Sebuah lampu akan menyala lebih redup jika dipasang tegangan yang lebih
rendah. Hal ini karena arus yang mengalir dalam lampu lebih kecil sehingga daya
lampu juga menurun sedangkan hambatan lampu tetap. Sehingga dapat diturunkan
persamaan sbb:
V22 = V1
2
P2 P1
MODUL II
MENGENAL KOMPONEN ELEKTRONIKA
2.1 Resistor.Resistor disebut juga dengan tahanan atau hambatan, berfungsi untuk
menghambat arus listrik yang melewatinya. Satuan harga resistor adalah Ohm (Ω).
( 1 MΩ (mega ohm) = 1000 KΩ (kilo ohm) = 106 Ω (ohm)).
Resistor terbagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Resistor tetap yaitu resistor yang nilai hambatannya relatif tetap,
biasanya terbuat dari karbon, kawat atau paduan logam. Nilainya
hambatannya ditentukan oleh tebalnya dan panjangnya lintasan karbon.
Panjang lintasan karbon tergantung dari kisarnya alur yang
berbentuk spiral.
Gambar simbol dan bentuk resistor tetap dapat dilihat pada gambar berikut:
b. Resistor variabel atau potensiometer, yaitu resistor yang besarnya
hambatan dapat diubah-ubah. Yang termasuk kedalam potensiometer
ini antara lain : Resistor KSN (koefisien suhu negatif), Resistor LDR
(light dependent resistor) dan Resistor VDR (Voltage Dependent
Resistor). Gambar simbol dan bentuk resistor variabel dapat dilihat pada
gambar berikut:
Menentukan Kode Warna pada Resistor
Kode warna pada resistor menyatakan harga resistansi dan toleransinya.
Semakin kecil harga toleransi suatu resistor adalah semakin baik, karena harga
sebenarnya adalah harga yang tertera harga toleransinya.
Terdapat resistor yang mempunyai4 gelang warna dan 5 gelang warna
seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini :
Nilai dari setiap gelang warna ini dapat ditentukan menggunakan tabel sbb:
Resistor yang mempunyai kode angka dan huruf biasanya adalah resistor
lilitan kawat yang diselubungi dengan keramik/porselin, seperti terlihat pada
gambar di bawah ini :
Arti kode angka dan huruf pada resistor dengan kode 5 W 22 R J adalah
sebagai berikut :
5 W berarti kemampuan daya resistor besarnya 5 watt 22
R berarti besarnya resistansi 22 ohm
Dengan besarnya toleransi 5%
Menghitung nilai suatu hambatan.
Besarnya tegangan listrik yang keluar selalu berbanding lurus dengan kuat arus
yang mengalir dan berbanding terbalik dengan besarnya hambatan yang ada.
Sehingga dapat dirumuskan sbb:
R = V/ I
Beberapa resistor dapat dirangkai dengan 2 cara, yakni secara seri dan parallel.
Jika rangkaiannya disusun secara seri, maka besarnya resistor dapat dituliskan
persamaan sbb:
Rs = R1 + R2 + … + Rn
Maka kuat arus yang mengalir pada tiap-tiap hambatan nilainya akan sama dan
tegangan pada hambatan pengganti yang sama dengan jumlah tegangan tiap-tiap
hambatan. Sehingga dapat dituliskan persamaan sbb:
Is = I = I1 = I2 = In
Vs = V1 + V2 + … + Vn
Sehingga tegangan pada setiap hambatan sebanding dengan nilai hambatannya.
Jika rangkaiannya disusun secara parallel, maka besarnya resistor dapat dituliskan
persamaan sbb:
1 = 1 + 1 + … + 1
Rp R1 R2 Rn
Maka tegangan yang mengalir pada tiap-tiap hambatan nilainya akan sama dan
kuat arus pada hambatan pengganti parallel yang sama dengan jumlah kuat arus tiap-
tiap hambatan. Sehingga dapat dituliskan persamaan sbb:
Vp = V = V1 = V2 = Vn
Ip = I = I1 + I2 + I3 + … + In
Sehingga kuat arus yang melalu pada tiap-tiap hambatan sebanding dengan
kebalikan hambatannya.
2.2 Kapasitor.Kapasitor atau kondensator adalah suatu komponen listrik yang dapat
menyimpan muatan listrik. Kapasitas kapasitor diukur dalam F (Farad) = 10-6μF
(mikro Farad) = 10-9 nF (nano Farad) = 10-12 pF (piko Farad). Kapasitor
elektrolit mempunyai dua kutub positif dan kutub negatif (bipolar), sedangkan
kapasitor kering misal kapasitor mika, kapasitor kertas tidak membedakan
kutub positif dan kutub negatif (non polar). Bentuk dan simbol kapasitor dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Seperti pada resistor, kapasitor juga memiliki gelang-gelang warna yang
memiliki nilai disetiap warnanya. Untuk menentukan nilai dari kapasitor tersebut,
maka dapat ditunjukkan pada tabel sbb:
Kapasitor yang mempunyai kode angka dan huruf biasanya adalah
kapasitor lilitan kawat yang diselubungi dengan keramik/porselin, seperti
terlihat pada tabel berikut:
Menghitung nilai kapasitor
Kapasitas (C) didefinisikan sebagai perbandingan antara muatan (q) yang
tersimpan dalam kapasitor dengan beda potensial (V). Secara matematis kapasitas
dapat dirumuskan sbb:
C = q/ V
Dimana: C = kapasitas kapasitor (F)
q = muatan listrik yang tertampung (C)
V = beda potensial (V)
Beberapa kapasitor dapat dirangkai dengan 2 cara, yakni secara seri dan
parallel. Jika rangkaiannya disusun secara seri, maka besarnya kapasitor dapat
dituliskan persamaan sbb:
1 = 1 + 1 + … + 1
Cs C1 C2 Cn
Maka muatan pada tiap-tiap kapasitor adalah sama dan beda ptensial pada
ujung-ujung kapasitor pengganti sama dengan jumlah beda potensial ujung-ujung
tiap-tiap kapasitor, sehingga dapat dituliskan sbb:
qs = q = q1 = q2 = qn
Vs = V = V1+V2+…+Vn
Jika rangkaiannya disusun secara paralel, maka besarnya kapasitor dapat
dituliskan persamaan sbb:
Cp = C1 + C2 + … + Cn
Maka beda potensial pada tiap-tiap kapasitor adalah sama dan muatan pada
ujung-ujung kapasitor pengganti sama dengan jumlah muatan ujung-ujung tiap-tiap
kapasitor, sehingga dapat dituliskan sbb:
Vs = V = V1 = V2 = Vn
qs = q = q1+q2+…+qn
2.3 Induktor.Induktor adalah komponen listrik yang digunakan sebagai beban induktif.
Simbol induktor seperti pada gambar di bawah ini :
Kapasitas induktor dinyatakan dalam satuan H (Henry) = 1000mH (mili
Henry). Kapasitas induktor diberi lambang L, sedangkan reaktansi induktif diberi
lambang XL. Untuk menentukan ggl induksi dari suatu kumparan dapat ditentukan
persamaan sbb:
ε = -L . dI/ dt
dimana: ε = ggl induksi (V)
dI/ dt = kecepatan perubahan arus (A/s)
XL = ω L = 2π.f.L
Dimana: f = frekuensi (Hz)
L = kapasitas inductor (H)
2.4 TransformatorTransformator atau trafo adalah alat yang digunakan untuk mengubah tegangan
bolak balik dari tegangan tertentu ke tgangan yang kita kehendaki. Pada transformator
mengalir tegangan primer (Vp) dan sekunder (Vs) melalui banyaknya lilitan primer
(Np)dan sekunder (Ns), yang dapat dituliskan dalam persamaan sbb:
Vs . Np = Vp . Ns
Pada kenyataanya, trafo selalu mengalami kebocoran yakni energi yang masuk
lebih besar darpada energi yang keluar. Sehingga nilai efisiensi (η) trafo dirumuskan
sbb:
η = Vs. Is x 100 %
Vp. Ip
Pada transformator mengalir tegangan primer (Vp) dan sekunder (Vs) melalui
banyaknya kuat arus primer (Ip)dan sekunder (Is), yang dapat dituliskan dalam
persamaan sbb:
Vs. Is = Vp. Ip
Pada transformator mengalir kuat arus primer (Ip) dan sekunder (Is) melalui
banyaknya lilitan primer (Np)dan sekunder (Ns), yang dapat dituliskan dalam
persamaan sbb:
Is. Ns = Ip. Np
2.5 TransistorTransistor merupakan peralatan yang mempunyai 3 lapis N-P-N atau
P-N-P. Dalam rentang operasi, arus kolektor IC merupakan fungsi dari arus
basis IB. Perubahan pada arus basis IB memberikan perubahan yang
diperkuat pada arus kolektor untuk tegangan emitor-kolektor VCE
yang diberikan. Perbandingan kedua arus ini dalam orde 15 sampai 100.
Simbol untuk transistor dapat dilihat pada Gambar 21a dan Gambar
21b. Berikut ini.
Salah satu cara pemberian tegangan kerja dari transistor dapat dilakukan seperti
pada Gambar 23. Jika digunakan untuk jenis NPN, maka tegangan Vcc-nya positif,
sedangkan untuk jenis PNP tegangannya negatif.
Arus Ib (misalnya Ib1) yang diberikan dengan mengatur Vb akan memberikan
titik kerja pada transistor. Pada saat itu transistor akan menghasilkan arus collector
(Ic) sebesar Ic dan tegangan Vce sebesar Vce1. Titik Q (titik kerja transistor) dapat
diperoleh dari persamaan sebagai berikut :
Persamaan garis beban = Y = Vce = Vcc - Ic x RL
Jadi untuk Ic = 0, maka Vce = Vcc dan
untuk Vce = 0, maka diperoleh Ic = Vcc/RL
Apabila harga-harga untuk Ic dan Ice sudah diperoleh, maka dengan
menggunakan karakteristik transistor yang bersangkutan, akan diperoleh titik kerja
transistor atau titik Q.
Pada umumnya transistor berfungsi sebagai suatu switching (kontak on-off).
Adapun kerja transistor yang berfungsi sebagai switching ini, selalu berada pada
daerah jenuh (saturasi) dan daerah cut off (bagian yang diarsir pada Gambar 21).
Transistor dapat bekerja pada daerah jenuh dan daerah cut off-nya, dengan cara
melakukan pengaturan tegangan Vb dan rangkaian pada basisnya (tahanan Rb) dan
juga tahanan bebannya (RL). Untuk mendapatkan on-off yang bergantian dengan
periode tertentu, dapat dilakukan dengan memberikan tegangan Vb yang berupa
pulsa, seperti pada Gambar 24.
Apabila Vb = 0, maka transistor off (cut off), sedangkan apabila Vb=V1
dan dengan mengatur Rb dan R1 sedemikian rupa, sehingga menghasilkan arus
Ib yang akan menyebabkan transistor dalam keadaan jenuh. Pada keadaan ini Vce
adalah kira-kira sama dengan nol (Vsat = 0.2 volt).
Pada kondisi Vb = 0, harga Ic = 0, dan berdasarkan persamaan loop :
Vcc+ IcR1 + Vce= 0, dihasilkan Vce= +Vcc
Pada kondisi Vb = V1, harga Vce= 0 dan Iv = I saturasi untuk mendapatkan
arus Ic, (I saturasi) yang cukup besar pada rangkaian switching ini, umumnya RL
didisain sedemikian rupa sehingga RL mempunyai tahanan yang kecil.
2.6 Dioda Semikonduktor.Dioda semikonduktor dibentuk dengan cara menyambungkan semi-
konduktor tipe p dan semikonduktor tipe n. Pada saat terjadinya sambungan
(junction) p dan n, hole-hole pada bahan p dan elektron-elektron pada bahan n
disekitar sambungan cenderung untuk berkombinasi. Hole dan elektron yang
berkombinasi ini saling meniadakan, sehingga pada daerah sekitar sambungan
ini kosong dari pembawa muatan dan terbentuk daerah pengosongan (depletion
region).
Oleh karena itu pada sisi p tinggal ion-ion akseptor yang bermuatan
negatip dan pada sisi n tinggal ion-ion donor yang bermuatan positip. Namun proses
ini tidak berlangsung terus, karena potensial dari ion-ion positip dan negatip ini
akan mengahalanginya. Tegangan atau potensial ekivalen pada daerah
pengosongan ini disebut dengan tegangan penghalang (barrier potential). Besarnya
tegangan penghalang ini adalah 0.2 untuk germanium dan 0.6 untuk silikon. Lihat
Gambar 17.
Suatu dioda bisa diberi bias mundur (reverse bias) atau diberi bias maju
(forward bias) untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan. Bias mundur
adalah pemberian tegangan negatip baterai ke terminal anoda (A) dan tegangan
positip ke terminal katoda (K) dari suatu dioda. Dengan kata lain, tegangan anoda
katoda VA-K adalah negatip (VA-K < 0). Apabila tegangan positip baterai
dihubungkan ke terminal Anoda (A) dan negatipnya ke terminal katoda (K), maka
dioda disebut mendapatkan bias maju (foward bias). Lihat pada gambar 18.
Kurva Karakteristik Dioda
Hubungan antara besarnya arus yang mengalir melalui dioda dengan tegangan
VA-K dapat dilihat pada kurva karakteristik dioda (Gambar 20).
Gambar 20 menunjukan dua macam kurva, yakni dioda germanium (Ge)
dan dioda silikon (Si). Pada saat dioda diberi bias maju, yakni bila VA-K positip,
maka arus ID akan naik dengan cepat setelah VA-K mencapai tegangan cut-in
(V). Tegangan cut-in (V) ini kira-kira sebesar 0.2 Volt untuk dioda germanium
dan0.6 Volt untuk dioda silikon. Dengan pemberian tegangan baterai sebesar ini,
maka potensial penghalang (barrier potential) pada persambungan akan teratasi,
sehingga arus dioda mulai mengalir dengan cepat.
Bagian kiri bawah dari grafik pada Gambar 19 merupakan kurva karakteristik
dioda saat mendapatkan bias mundur. Disini juga terdapat dua kurva, yaitu untuk
dioda germanium dan silikon. Besarnya arus jenuh mundur (reverse saturation
current) Is untuk dioda germanium adalah dalam orde mikro amper dalam contoh ini
adalah 1 μA. Sedangkan untuk dioda silikon Is adalah dalam orde nano amper
dalam hal ini adalah 10 nA.
Apabila tegangan VA-K yang berpolaritas negatip tersebut dinaikkan terus,
maka suatu saat akan mencapai tegangan patah (break-down) dimana arus Is akan
naik dengan tiba-tiba. Pada saat mencapai tegangan break-down ini, pembawa
minoritas dipercepat hingga mencapai kecepatan yang cukup tinggi untuk
mengeluarkan elektron valensi dari atom. Kemudian elektron ini juga dipercepat
untuk membebaskan yang lainnya sehingga arusnya semakin besar. Pada dioda
biasa pencapaian tegangan break-down ini selalu dihindari karena dioda bisa
rusak.
Hubungan arus dioda (ID) dengan tegangan dioda (VD) dapat dinyatakan
dalam persamaan matematis yang dikembangkan oleh W. Shockley, yaitu:
dimana:
ID = arus dioda (amper)
Is = arus jenuh mundur (amper)
e = bilangan natural, 2.71828...
VD = beda tegangan pada dioda (volt)
n = konstanta, 1 untuk Ge; dan 2 untuk Si
VT = tegangan ekivalen temperatur (volt)
Harga Is suatu dioda dipengaruhi oleh temperatur, tingkat doping dan
geometri dioda. Dan konstanta n tergantung pada sifat konstruksi dan parameter fisik
dioda. Sedangkan harga VT ditentukan dengan persamaan:
VT = k.T / q
dimana:
k = konstanta Boltzmann, 1.381 x 10-23 J/K
(J/K artinya joule per derajat kelvin)
T = temperatur mutlak (kelvin)
q = muatan sebuah elektron, 1.602 x 10-19 C
Sebagaimana telah disebutkan bahwa arus jenuh mundur, Is, dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti: doping, persambungan, dan temperatur. Namun karena
dalam pemakaian suatu komponen dioda, faktor doping dan persambungan adalah
tetap, maka yang perlu mendapat perhatian serius adalah pengaruh temperatur.
MODUL IIIMENERAPKAN SISTEM BILANGAN DIGITAL
1.1 Pengantar Sistem Bilangan
System bilangan (number system) adalah suatu cara untuk mewakili
besaran dari suatu item fisik. Sistem bilanan yang banyak dipergunakan oleh
manusia adalah system biilangan desimal, yaitu sisitem bilangan yang
menggunakan 10 macam symbol untuk mewakili suatu besaran.Sistem ini banyak
digunakan karena manusia mempunyai sepuluh jari untuk dapat membantu
perhitungan. Lain halnya dengan komputer, logika di komputer diwakili oleh
bentuk elemen dua keadaan yaitu off (tidak ada arus) dan on (ada arus). Konsep
inilah yang dipakai dalam sistem bilangan binary yang mempunyai dua macam
nilai untuk mewakili suatu besaran nilai.
Selain system bilangan biner, komputer juga menggunakan system
bilangan octal dan hexadesimal.
1.2 Teori Bilangan
1. Bilangan Desimal
Sistem ini menggunakan 10 macam symbol yaitu 0,1,2,3,4,5,6,7,8,dan 9. system
ini menggunakan basis 10. Bentuk nilai ini dapat berupa integer desimal atau
pecahan.
Integer desimal :
adalah nilai desimal yang bulat, misalnya 8598 dapat diartikan :
8 x 103 = 8000
5 x 102 = 500
9 x 101 = 90
8 x 100 = 8
8598
position value/palce value
absolute value
Absolute value merupakan nilai untuk masing-masing digit bilangan,
sedangkan position value adalah merupakan penimbang atau bobot dari masing-
masing digit tergantung dari letak posisinya, yaitu nernilai basis dipangkatkan
dengan urutan posisinya.
Pecahan desimal :
Adalah nilai desimal yang mengandung nilai pecahan dibelakang koma,
misalnya nilai 183,75 adalah pecahan desimal yang dapat diartikan :
1 x 10 2 = 100
8 x 10 1 = 80
3 x 10 0 = 3
7 x 10 –1 = 0,7
5 x 10 –2 = 0,05
183,75
2. Bilangan Biner
Sistem bilangan binary menggunakan 2 macam symbol bilangan berbasis
2digit angka, yaitu 0 dan 1.
Contoh bilangan 1001 dapat diartikan :
1 0 0 1
1 x 2 0 = 1
0 x 2 1 = 0
0 x 2 2 = 0
1 x 2 3 = 8
9 (10)
Operasi aritmetika pada bilangan Biner :
a. Penjumlahan
Dasar penujmlahan biner adalah :
0 + 0 = 0
0 + 1 = 1
1 + 0 = 1
1 + 1 = 0 dengan carry of 1, yaitu 1 + 1 = 2, karena digit terbesar
ninari 1, maka harus dikurangi dengan 2 (basis), jadi 2 – 2 = 0 dengan carry of 1
contoh :
1 1 1 1
1 0 1 0 0 +
1 0 0 0 1 1
atau dengan langkah :
1 + 0 = 1
1 + 0 = 1
1 + 1 = 0 dengan carry of 1
1 + 0 + 1 = 0
1 + 1 = 0 dengan carry of 1 1 0 0 0 1 1
b. Pengurangan
Bilangan biner dikurangkan dengan cara yang sama dengan pengurangan
bilangan desimal. Dasar pengurangan untuk masing-masing digit bilangan biner
adalah :
0 - 0 = 0
1 - 0 = 1
1 - 1 = 0
0 – 1 = 1 dengan borrow of 1, (pijam 1 dari posisi sebelah kirinya).
Contoh :
1 1 1 0 1
1 0 1 1 -
1 0 0 1 0
dengan langkah – langkah :
1 – 1 = 0
0 – 1 = 1 dengan borrow of 1
1 – 0 = 0
1 – 1 = 0
1 – 0 = 1
1 0 0 1 0
c. Perkalian
Dilakukan sama dengan cara perkalian pada bilangan desimal. Dasar
perkalian bilangan biner adalah :
0 x 0 = 0
1 x 0 = 0
0 x 1 = 0
1 x 1 = 1
contoh
Desimal Biner
14
12 x
28
14 +
168
1110
1100 x
0000
0000
1110
1110 +
10101000
d. pembagian
Pembagian biner dilakukan juga dengan cara yang sama dengan bilangan
desimal. Pembagian biner 0 tidak mempunyai arti, sehingga dasar pemagian biner
adalah :
0 : 1 = 0
1 : 1 = 1
Desimal Biner
5 / 125 \ 25
10 -
25
25 -
0
101 / 1111101 \ 11001
101 -
0101
101 -
0 101
101 -
0
3. Bilangan Oktal
Sistem bilangan Oktal menggunakan 8 macam symbol bilangan berbasis 8
digit angka, yaitu 0 ,1,2,3,4,5,6,7.
Position value system bilangan octal adalah perpangkatan dari nilai 8.
Contoh :
12(8) = …… (10)
2 x 8 0 = 2
1 x 8 1 = 8
10
Jadi 10 (10)
Operasi Aritmetika pada Bilangan Oktal
a. Penjumlahan
Langkah-langkah penjumlahan octal :
- tambahkan masing-masing kolom secara desimal
- rubah dari hasil desimal ke octal
- tuliskan hasil dari digit paling kanan dari hasil octal
- kalau hasil penjumlahan tiap-tiap kolom terdiri dari dua digit, maka digit
paling kiri merupakan carry of untuk penjumlahan kolom selanjutnya.
Contoh :
Desimal Oktal
21
87
+
108
25
127 +
154
5 10 + 7 10 = 12 10 = 14
8
2 10 + 2 10 + 1 10 = 5 10 = 5 8
1 10 = 1 10 = 1
8
b. Pengurangan
Pengurangan Oktal dapat dilaukan secara sama dengan pengurangan
bilangan desimal.
Contoh :
Desimal Oktal
108
87 -
21
154
127 -
25
4 8 - 7 8 + 8 8 (borrow of) = 5
8
5 8 - 2 8 - 1 8 = 2 8
1 8 - 1 8 = 0
8
c. Perkalian
Langkah – langkah :
- kalikan masing-masing kolom secara desimal
- rubah dari hasil desimal ke octal
- tuliskan hasil dari digit paling kanan dari hasil octal
- kalau hasil perkalian tiap kolol terdiri dari 2 digit, maka digit paling kiri
merupakan carry of untuk ditambahkan pada hasil perkalian kolom
selanjutnya.
Contoh :
Desimal Oktal
1
4
1
2 x
28
14
+
1
68
16
14 x
70
4 10 x 6 10 = 24 10 =
30 8
4 10 x 1 10 + 3 10 = 7 10 =
7 8
16
14 x
70
16
1 10 x 6 10 = 6 10 = 6 8
1 10 x 1 10 = 1 10 = 1 8
16
14 x
70
16 +
250
7 10 + 6 10 = 13 10 =
15 8
1 10 + 1 10 = 2 10 = 2 8
d. Pembagian
Desim Oktal
al
12 / 168 \ 14
12 -
48
48 –
0
14 / 250 \ 16
14 - 14 8 x 1 8 = 14 8
110
110 - 14 8 x 6 8 = 4 8 x 6 8 = 30
8
0 1 8 x 6 8 =
6 8 +
110 8
4. Bilangan Hexadesimal
Sistem bilangan Oktal menggunakan 16 macam symbol bilangan berbasis
8 digit angka, yaitu 0 ,1,2,3,4,5,6,7,8,9,A,B,C,D,Edan F
Dimana A = 10, B = 11, C= 12, D = 13 , E = 14 dan F = 15
Position value system bilangan octal adalah perpangkatan dari nilai 16.
Contoh :
C7(16) = …… (10)
7 x 16 0 = 7
C x 16 1 = 192
199
Jadi 199 (10)
Operasi Aritmetika Pada Bilangan Hexadesimal
a. Penjumlahan
Penjumlahan bilangan hexadesimal dapat dilakukan secara sama dengan
penjumlahan bilangan octal, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah-langkah penjumlahan hexadesimal :
- tambahkan masing-masing kolom secara desimal
- rubah dari hasil desimal ke hexadesimal
- tuliskan hasil dari digit paling kanan dari hasil hexadesimal
- kalau hasil penjumlahan tiap-tiap kolom terdiri dari dua digit, maka digit
paling kiri merupakan carry of untuk penjumlahan kolom selanjutnya.
Contoh :
Desim
al
Hexadecimal
2989
1073
+
4062
BAD
431 +
FDE
D 16 + 1 16 = 13 10 + 110 = 14 10 = E 16
A 16 + 3 16 = 10 10 + 3 10 = 13 10 =D 16
B16 + 4 16 = 1110 + 4 10 = 15 10 = F 16
b. Pengurangan
Pengurangan bilangan hexadesimal dapat dilakukan secara sama dengan
pengurangan bilangan desimal.
Contoh :
Desim
al
Hexadecimal
4833
1575
-
3258
12E1
627 -
CBA
16 10 (pinjam) + 1 10 - 710 = 10 10 = A 16
14 10 - 7 10 - - 1 10 (dipinjam) = 11 10 =B 16
1610 (pinjam) + 2 10 - 610 = 12 10 = C 16
1 10 – 1 10 (dipinjam) 0 10 = 0 16
c. Perkalian
Langkah – langkah :
- kalikan masing-masing kolom secara desimal
- rubah dari hasil desimal ke octal
- tuliskan hasil dari digit paling kanan dari hasil octal
- kalau hasil perkalian tiap kolol terdiri dari 2 digit, maka digit paling kiri
merupakan carry of untuk ditambahkan pada hasil perkalian kolom
selanjutnya.
Contoh :
D
esimal
Hexadesimal
172
AC
1B x
764
27 x
1204
344 +
4
644
C 16 x B 16 =12 10 x 1110= 84 16
A 16 x B16 +816 = 1010 x
1110+810=7616
AC
1B x
764
AC
C16 x 116 = 1210 x 110
=1210=C16
A 16 x 116 = 1010 x110
=1010=A 16
AC
1B x
764
AC +
1224
616 + C16 = 610 + 1210 = 1810 =12 16
716+A16 +116 = 710 x 1010 + 110=1810
= 1216
D. Pembagian
Contoh :
Desi
mal
Hexadecimal
27 /
4646 \
172
27-
1B / 1214 \ AC
10E - 1B16xA16 = 2710x1010=27010=
10E16
144
194
189 –
54
54 –
0
144- 1B 16 x C16 = 2710 x 10 10 =
3240 10
0
=14416
III. Konversi Bilangan
Konversi bilangan adalah suatu proses dimana satu system bilangan
dengan basis tertentu akan dijadikan bilangan dengan basis yang alian.
Konversi dari bilangan Desimal
1. Konversi dari bilangan Desimal ke biner
Yaitu dengan cara membagi bilangan desimal dengan dua kemudian diambil
sisa pembagiannya.
Contoh :
45 (10) = …..(2)
45 : 2 = 22 + sisa 1
22 : 2 = 11 + sisa 0
11 : 2 = 5 + sisa 1
5 : 2 = 2 + sisa 1
2 : 2 = 1 + sisa 0 101101(2) ditulis dari bawah ke atas
2. Konversi bilangan Desimal ke Oktal
Yaitu dengan cara membagi bilangan desimal dengan 8 kemudian diambil
sisa pembagiannya
Contoh :
385 ( 10 ) = ….(8)
385 : 8 = 48 + sisa 1
48 : 8 = 6 + sisa 0
601 (8)
3. Konversi bilangan Desimal ke Hexadesimal
Yaitu dengan cara membagi bilangan desimal dengan 16 kemudian diambil
sisa pembagiannya
Contoh :
1583 ( 10 ) = ….(16)
1583 : 16 = 98 + sisa 15
96 : 16 = 6 + sisa 2
62F (16)
Konversi dari system bilangan Biner
1. Konversi ke desimal
Yaitu dengan cara mengalikan masing-masing bit dalam bilangan dengan
position valuenya.
Contoh :
1 0 0 1
1 x 2 0 = 1
0 x 2 1 = 0
0 x 2 2 = 0
1 x 2 3 = 8
10 (10)
2. Konversi ke Oktal
Dapat dilakukan dengan mengkonversikan tiap-tiap tiga buah digit biner
yang dimulai dari bagian belakang.
Contoh :
11010100 (2) = ………(8)
11 010 100
3 2 4
diperjelas :
100 = 0 x 2 0 = 0
0 x 2 1 = 0
1 x 2 2 = 4
4
Begitu seterusnya untuk yang lain.
3. Konversi ke Hexademial
Dapat dilakukan dengan mengkonversikan tiap-tiap empat buah digit biner
yang dimulai dari bagian belakang.
Contoh :
11010100
1101 0100
D 4
Konversi dari system bilangan Oktal
1. Konversi ke Desimal
Yaitu dengan cara mengalikan masing-masing bit dalam bilangan dengan
position valuenya.
Contoh :
12(8) = …… (10)
2 x 8 0 = 2
1 x 8 1 =8
10
Jadi 10 (10)
2. Konversi ke Biner
Dilakukan dengan mengkonversikan masing-masing digit octal ke tiga digit
biner.
Contoh :
6502 (8) ….. = (2)
2 = 010
0 = 000
5 = 101
6 = 110
jadi 110101000010
3. Konversi ke Hexadesimal
Dilakukan dengan cara merubah dari bilangan octal menjadi bilangan biner
kemudian dikonversikan ke hexadesimal.
Contoh :
2537 (8) = …..(16)
2537 (8) = 010101011111
010101010000(2) = 55F (16)
Konversi dari bilangan Hexadesimal
1. Konversi ke Desimal
Yaitu dengan cara mengalikan masing-masing bit dalam bilangan dengan
position valuenya.
Contoh :
C7(16) = …… (10)
7 x 16 0 = 7
C x 16 1 = 192
199
Jadi 199 (10)
2. Konversi ke Oktal
Dilakukan dengan cara merubah dari bilangan hexadesimal menjadi
biner terlebih dahulu kemudian dikonversikan ke octal.
Contoh :
55F (16) = …..(8)
55F(16) = 010101011111(2)
010101011111 (2) = 2537 (8)
Latihan :
Kerjakan soal berikut dengan benar !
1. Sebutkan dan jelaskan empat macam system bilangan !
2. Konversikan bilangan berikut :
a. 10101111(2) = ………….(10)
b. 11111110(2) = ………….(8)
c. 10101110101 = …………(16)
3. Konversi dari :
a. ACD (16) = ………(8)
b. 174 (8) = ……..(2)
4. BC1
2A X
5. 245 (8) : 24 (8) =……..(8)
MODUL IVMENERAPKAN KONSEP ELEKTRONIKA DIGITAL
Pengantar Elektronika Digital.
Sistem Digital adalah sistem elektronika yang setiap rangkaian penyusunnya melakukan pengolahan sinyal diskrit. Sistem Digital terdiri dari beberapa rangkaian digital/logika,komponen elektronika, dan elemen gerbang logika untuk suatu tujuan pengalihan tenaga/energi.
Rangkaian elektronika digital adalah kesatuan dari komponen-komponen elektronika baik pasif maupun aktif yang membentuk suatu fungsi pengolahan sinyal (signal processing).
Rangkaian elektronika digital terbagi atas 2 bentuk, diantaranya adalah rangkaian analog dan rangkaian digital. Rangkaian analog merupakan rangkaian elektronika yang mengolah sinyal listrik secara kontinyu, sedangkan rangkaian digital merupakan rangkaian elektronika yang mengolah sinyal listrik diskrit.
Adapun perbedaan antara rangkaian digital dengan sistem digital adalah sebagai berikut:
Rangkaian Digital Sistem Digital Bagian-bagiannya terdiri
atas beberapa gerbang logika
Outputnya merupakan fungsi
pemrosesan sinyal digital
Input dan Outputnya berupa
Bagian-bagiannya terdiri atas
beberapa rangkaian
digital,gerbang logika,&
komponen lainnya
Outputnya merupakan fungsi
sinyal digital pengalihan tenaga
Input dan Outputnya berupa
suatu tenaga/energi
Gerbang-gerbang logika elektronika digital
Gerbang logika adalah piranti dua keadaan, yaitu mempunyai keluaran dua keadaan: keluaran dengan nol volt yang menyatakan logika 0 (atau rendah) dan keluaran dengan tegangan tetap yang menyatakan logika 1 (atau tinggi). Gerbang logika dapat mempunyai beberapa masukan yang masing-masing mempunyai salah satu dari dua keadaan logika, yaitu 0 atau 1. macam-macam gerbang logika dasar adalah gerbang OR, AND, NOT.
a. Gerbang OR.
Jenis gerbang pertama yang kita pelajari adalah gerbang OR. Gerbang OR diterjemahkan sebagai gerbang “ATAU” artinya sebuah gerbang logika yang keluarannya berlogika “1” jika salah satu atau seluruh inptunya berlogika “1”. Jika ada dua input maka tabel kebenarannya dapat digambarkan seperti tabel 15.
Tabel kebenaran gerbang OR:
A dan B adalah masukan (input) sedangkan Y adalah keluaran (outpit). Pada tabel kebenaran diatas, diperlihatkan kondisi masukan dan keluaran gerbang OR. Kajilah tabel ini secara seksama dan ingatlah hal-hal berikut ini: gerbang OR memberikan keluaran 1 bila salah satu input A atau B atau kedua-duanya adalah 1. Begitupun halnya dengan yang tiga kondisi masukan. Keluarannya 0 jika ketiga kondisi masukan 0, selain itu keluarannya 1.
b. Gerbang AND.
Gerbang AND merupakan jenis gerbang digital keluaran 1 jika seluruh inputnya 1. Gerbang AND diterjemahkan sebagai gerbang “DAN” artinya
sebuah gerbang logika yang keluarannya berlogika “1” jika input A dan input B dan seterusnya berlogika “1”.
Tabel kebenaran gerbang AND:
c. Gerbang NOT
Jenis rangkaian digital dasar yang lain adalah gerbang NOT. Gerbang NOT ini disebut inverter (pembalik). Rangkaian ini mempunyai satu masukan dan satu keluaran. Gerbang NOT bekerja membalik sinyal masukan, jika masukannya rendah, maka keluarannya tinggi, begitupun sebaliknya.
Tabel kebenaran gerbang AND: A*
Gerbang Kombinasional.
a. Gerbang NOR.
Gerbang NOR adalah gerbang kombinasi dari gerbang NOT dan gerbang OR. Dalam hal ini ada empat kondisi yang dapat dianalisis dan disajikan pada tabel kebenaran. Sedangkan untuk simbol gerbang NOR, diperlihatkan pada gambar dibawah ini:
Adapun tabel kebenaran untuk gerbang NOR adalah sbb:
b. Gerbang NAND.
Gerbang NAND adalah gerbang kombinasi dari gerbang NOT dan gerbang AND. Dalam hal ini ada empat kondisi yang dapat dianalisis dan disajikan pada tabel kebenaran. Sedangkan untuk simbol gerbang NAND, diperlihatkan pada gambar berikut:
Adapun tabel kebenaran untuk gerbang NAND adalah sbb:
c. Gerbang Ex-OR.
Gerbang Ex-OR (dari kata exclusive-or) akan memberikan keluaran 1 jika kedua masukannya mempunyai keadaan yang berbeda. Dalam hal ini ada empat kondisi yang dapat dianalisis dan disajikan pada tabel kebenaran. Sedangkan untuk simbol gerbang ExOR, diperlihatkan pada gambar berikut:
Adapun tabel kebenaran untuk gerbang Ex-OR adalah sbb:
d. Gerbang Ex-NOR.
Ex-NOR dibentuk dari kombinasi gerbang OR dan gerbang NOT yang merupakan inversinya atau lawan Ex-OR, sehingga dapat juga dibentuk dari gerbang Ex-OR dengan gerbang NOT. Dalam hal ini ada empat kondisi yang dapat dianalisis dan disajikan pada tabel kebenaran. Sedangkan untuk simbol gerbang Ex-OR, diperlihatkan pada gambar dibawah ini:
Adapun tabel kebenaran untuk gerbang Ex-NOR adalah sbb:
Ungkapan Boole.Ungkapan Boole merupakan keluaran dari satu atau kombinasi beberapa buah
gerbang dapat dinyatakan dalam suatu ungkapan logika. Teknik ini memanfaatkan aljabar Boole dengan notasi-notasi khusus dan aturan-aturan yang berlaku untuk elemen-elemen logika termasuk gerbang logika.
Variabel – variabel yang dipakai dalam persamaan aljabar boolean memiliki karakteristik. Variabel tersebut hanya dapat mengambil satu harga dari dua harga yang mungkin diambil. Kedua harga ini dapat dipresentasikan dengan simbol “0” dan “1”.
a. Hukum Komutatif A + B = B + A
A . B = B . Ab. Hukum Asosiatif (A + B) + C = A + (B + C) (A . B) . C = A . (B . C)c. Hukum Distributif A . (B + C) = A . B + A . C A + (B.C) = (A + B) . ( A + C )d. Hukum Identitas A + A = A A . A = Ae. Hukum Negasi (A) = A A = Af. Hukum Redundan A + A . B = A A . (A + B) = Ag. Indentitas 0 + A = A 1 . A = A 1 + A = 1 0 . A = 0 A + A . B = A + Bh. Teorema De Morgan (A + B) = A . B (A . B) = A + B
Aljabar Boole untuk gerbang logika mempunyai notasi sebagai berikut : i) Fungsi AND dinyatakan dengan sebuah titik (dot,.) sehingga, sebuah gerbang AND
yang mempunyai dua masukan A dan B keluarannya bisa dinyatakan sebagai F = A.B atau F = B.A. Dengan A dan B adalah masukan dari gerbang AND. Untuk gerbang AND tiga-masukan (A,B dan C), maka keluarannya bisa dituliskan sbb :
F = A.B.C
ii) Fungsi OR dinyatakan dengan sebuah simbol plus (+).Sehingga gerbang OR dua-masukan dengan masukan A dan B, keluarannya dapat dituliskan sebagai :
F = A + B atau F = B + A
iii)Fungsi NOT dinyatakan dengan garis atas (overline) pada masukannya. Sehingga, gerbang NOT dengan masukan A mempunyai keluaran yang dapat dituliskan sebagai :
F = A (dibaca sebagai not A atau bukan A).
iv) Fungsi XOR dinyatakan dengan simbol +. Untuk gerbang XOR dua-masukan, keluarannya bisa dituliskan sebagai:
F = A + B Notasi NOT digunakan untuk menyajikan sembarang fungsi pembalik (ingkaran). Sebagai contoh, jika keluaran dari gerbang AND diingkar untuk menghasilkan fungsi NAND, ungkapan Boole dapat dituliskan sebagai :
F = A.B atau F = AB
Ungkapan Boole untuk fungsi NOR adalah : F = A + B