Selvi Diana PNL

11
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP UNIT PENGOMPOSAN BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS: KOTA CIMAHI) Selvie Diana 1 , Enri Damanhuri 2 1 Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe, Lhokseumawe, 24301 E-mail: [email protected] 2 Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Bandung, 40132 email: [email protected] Abstrak : Sebagai antisipasi minimalisasi kebutuhan lahan TPA, Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan (DPLK) Kota Cimahi telah mengembangkan dan memfasilitasi unit-unit pengomposan berbasis masyarakat dalam manajemen pengelolaan sampahnya sejak tahun 2005. Dalam perjalanannya terdapat unit-unit pengomposan yang terus berjalan/beroperasi dan tidak beroperasi lagi. Penelitian ini secara garis besar bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah di unit pengomposan aktif dan di unit pengomposan tidak aktif dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah pada unit pengomposan aktif sebesar 67,4% dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan teknis operasional pengelolaan sampah (X 1 ) sebesar 66,2%, partisipasi masyarakat dalam kegiatan kelembagaan pengelolaan sampah (X 2 ) sebesar 66,4% dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembiayaan pengelolaan sampah (X 3 ) sebesar 70,8%. Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah pada unit pengomposan tidak aktif sebesar 37,3% dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan teknis operasional pengelolaan sampah (X 1 ) sebesar 36,5,2%, partisipasi masyarakat dalam kegiatan kelembagaan pengelolaan sampah (X 2 ) sebesar 31% dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembiayaan pengelolaan sampah (X 3 ) sebesar 47,8%. Kata kunci: unit pengomposan, basis masyarakat, partisipasi, pengelolaan sampah, analisis deskriptif. 1. PENDAHULUAN Penanganan sampah tingkat kawasan merupakan kegiatan penanganan secara komunal untuk melayani sebagian atau keseluruhan sumber sampah yang ada dalam area dimana pengelola kawasan berada. Penangan sampah di skala kawasan dengan cara pengomposan merupakan salah satu cara untuk mengurangi timbulan sampah. Dengan pengomposan ini diharapkan jumlah sampah yang masuk ke TPA dapat dikurangi sampai sekitar 65% sehingga umur TPA sampah tersebut menjadi lebih panjang [1]. Sebagai antisipasi minimalisasi kebutuhan lahan TPA, Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan (DPLK) Kota Cimahi telah mengembangkan pengomposan dalam manajemen pengelolaan sampahnya sejak tahun 2005. Hal ini dipicu oleh kejadian penutupan TPA Leuwigajah di akhir 2004 akibat longsor yang menewaskan 21 orang berdampak pada

description

pengelolaan sampah berbasis masyarakat

Transcript of Selvi Diana PNL

Page 1: Selvi Diana PNL

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP UNIT PENGOMPOSAN BERBASIS MASYARAKAT

(STUDI KASUS: KOTA CIMAHI)

Selvie Diana1, Enri Damanhuri2

1Jurusan Teknik KimiaPoliteknik Negeri Lhokseumawe, Lhokseumawe, 24301

E-mail: [email protected] Studi Teknik Lingkungan,

Institut Teknologi Bandung, Bandung, 40132email: [email protected]

Abstrak : Sebagai antisipasi minimalisasi kebutuhan lahan TPA, Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan (DPLK) Kota Cimahi telah mengembangkan dan memfasilitasi unit-unit pengomposan berbasis masyarakat dalam manajemen pengelolaan sampahnya sejak tahun 2005. Dalam perjalanannya terdapat unit-unit pengomposan yang terus berjalan/beroperasi dan tidak beroperasi lagi. Penelitian ini secara garis besar bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah di unit pengomposan aktif dan di unit pengomposan tidak aktif dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah pada unit pengomposan aktif sebesar 67,4% dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan teknis operasional pengelolaan sampah (X1) sebesar 66,2%, partisipasi masyarakat dalam kegiatan kelembagaan pengelolaan sampah (X2) sebesar 66,4% dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembiayaan pengelolaan sampah (X3) sebesar 70,8%. Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah pada unit pengomposan tidak aktif sebesar 37,3% dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan teknis operasional pengelolaan sampah (X1) sebesar 36,5,2%, partisipasi masyarakat dalam kegiatan kelembagaan pengelolaan sampah (X2) sebesar 31% dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembiayaan pengelolaan sampah (X3) sebesar 47,8%. Kata kunci: unit pengomposan, basis masyarakat, partisipasi, pengelolaan sampah, analisis deskriptif.

1. PENDAHULUAN

Penanganan sampah tingkat kawasan merupakan kegiatan penanganan secara komunal untuk melayani sebagian atau keseluruhan sumber sampah yang ada dalam area dimana pengelola kawasan berada. Penangan sampah di skala kawasan dengan cara pengomposan merupakan salah satu cara untuk mengurangi timbulan sampah. Dengan pengomposan ini diharapkan jumlah sampah yang masuk ke TPA dapat dikurangi sampai sekitar 65% sehingga umur TPA sampah tersebut menjadi lebih panjang [1].

Sebagai antisipasi minimalisasi kebutuhan lahan TPA, Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan (DPLK) Kota Cimahi telah mengembangkan pengomposan dalam manajemen pengelolaan sampahnya sejak tahun 2005. Hal ini dipicu oleh kejadian penutupan TPA Leuwigajah di akhir 2004 akibat longsor yang menewaskan 21 orang berdampak pada penumpukkan sampah di TPS-TPS Kota Bandung, Kota Cimahi, dan sebagian wilayah Kabupaten Bandung.

Berdasarkan pemantauan pertengahan tahun 2007 telah ada tujuh belas lokasi pengomposan sampah secara komunal yang aktif. Pengomposan tersebut dikelola oleh kelompok masyarakat (pokmas) di tingkat RW dengan difasilitasi oleh DPLK Kota Cimahi [2]. Sistem pengelolaan sampah dengan pengomposan yang difasilitasi oleh DPLK Kota Cimahi ini adalah sistem pengelolaan yang berbasis masyarakat (Community Based Solid Waste Management-CBSWM) yang merupakan sistem pengelolaan yang direncanakan, dioperasikan, dikembangkan, dibiayai dan dimiliki oleh masyarakat, didukung oleh pemerintah dan stakeholder lainnya [3]. Namun dalam perjalanannya terdapat unit-unit pengomposan yang terus beroperasi dan yang tidak beroperasi lagi.

Penelitian ini merupakan kajian ilmiah yang mencoba untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah unit pengomposan berbasis masyarakat di Kota Cimahi.

Page 2: Selvi Diana PNL

2. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan teknis operasional pengelolaan sampah, partisipasi masyarakat dalam kegiatan kelembagaan pengelolaan sampah, dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembiayaan pengelolaan sampah terhadap unit pengomposan berbasis masyarakat yang akan dianalisis dengan metode analisis deskriptif.

Penelitian ini menggunakan data primer yang berupa data hasil studi kepustakaan, wawancara dan kuesioner yang terdiri dari tiga aspek; partisipasi masyarakat dalam kegiatan teknis operasional pengelolaan sampah (X1), partisipasi masyarakat dalam kegiatan kelembagaan pengelolaan sampah (X2), dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembiayaan pengelolaan sampah (X3). Sedangkan data sekunder digunakan data perundangan dan peraturan, data kependudukan, peta, data monografi serta data yang relevan dengan penelitian ini yang berasal dari instansi terkait.

Lokasi penelitian adalah unit pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan pengomposan yang merupakan program pemerintah Kota Cimahi untuk menangani masalah persampahan di Kota Cimahi dengan batasan lokasi 4 (empat) unit pengomposan yang masih beroperasi/masih aktif sejak tahun 2005 hingga penelitian ini dilakukan (2009/2010) dan 4 (empat) unit pengomposan yang tidak beroperasi lagi/tidak aktif sejak tahun 2008.

Dalam penelitian ini digunakan teknik probability sampling dengan metode pemilihan sampel pada survei ini adalah simple random sampling. Sampel yang digunakan sebanyak 200 sampel yang terdiri dari 100 sampel masyarakat yang mendapat pelayanan dari unit pengomposan aktif dan 100 sampel masyarakat yang pernah mendapatkan pelayanan dari unit pengomposan tidak aktif. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang didasarkan atas sistem penilaian skala Likert. Metode ini merupakan penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Dengan skala Likert ini variabel tersebut dijabarkan menjadi indikator-indikator yang dapat terukur. Setiap pertanyaan pada kuesioner diberikan nilai skor dari nilai tertinggi 5 sampai nilai terendah 1 sesuai dengan lima tanggapan dari sangat sering sampai dengan tidak pernah dengan skor masing-masing [4]:a. Sangat sering Skor = 5b. Sering Skor = 4c. Kadang-kadang Skor = 3d. Pernah Skor = 2e. Tidak pernah Skor = 1

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Teknis Operasional Partisipasi masyarakat dalam kegiatan teknis operasionanl pengelolaan sampah (X1) pada penelitian ini terdiri dari empat indikator yaitu: pemilihan sampah, pewadahan sampah, pengangkutan sampah, dan daur ulang sampah. 3.1.1. Pemilahan Sampah

Salah satu kunci keberhasilan pengelolaan sampah adalah dilakukannya pemilahan sampah di sumber sampah, dengan demikian dapat memudahkan dan mengurangi beban pengelolaan sampah pada tahap selanjutnya. Sampah yang sudah terpilah sejak dari sumbernya akan memudahkan proses daur ulang dan pengomposan [5].

Berdasarkan wawancara dengan petugas pengangkut sampah di setiap unit kompos plan, pada umumnya sampah sudah dipilah di sumber oleh masyarakat penghasil sampah tetapi masih juga terdapat beberapa masyarakat yang tidak memilah sampahnya sehingga pemilahan dilakukan oleh petugas di kompos plan. Di setiap unit pengomposan, sampah organik dan non organik dipilah dan dipisahkan lalu untuk sampah organik diolah menjadi kompos yang selanjutnya kompos dimanfaatkan untuk penghijauan wilayah pemukiman masyarakat sebagai media tanam untuk menunjang lahan pertanian berbagai tanaman. Selain dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar unit pengomposan, beberapa pengelola unit pengomposan telah menjalin kerjasama dengan pihak swasta untuk memasarkan produk kompos yang dihasilkan

Partisipasi masyarakat dalam pemilahan sampah pada unit pengomposan aktif dapat dilihat pada Gambar 1 yang menggambarkan tanggapan responden mengenai pemilahan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa 58,0% responden menyatakan sangat sering melakukan pemilahan sampah dan 6,0% responden menyatakan kadang-kadang melakukan pemilahan sampah. Untuk unit pengomposan tidak aktif, partisipasi masyarakat dalam hal pemilahan sampah masih relatif rendah dimana tanggapan responden mengenai pemilahan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik diketahui 58,0% responden menyatakan tidak pernah melakukan pemilahan sampah dan 5,0% responden menyatakan sering melakukan pemilahan sampah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden tidak pernah melakukan pemilahan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik.

Page 3: Selvi Diana PNL

Sangat ser-ing

Sering Kadang-kadang

Pernah Tidak pernah

0

20

40

60

80

100

58

26

60

107 511

19

58 Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Aktif

Jum

lah

Resp

on

den

(%

)

Gambar 1: Partisipasi Masyarakat dalam Pemilahan Sampah

3.1.2. Pewadahan Sampah

Pewadahan sampah merupakan cara penampungan sampah sementara di sumbernya baik individual maupun komunal. Sampah diwadahi sehinga memudahkan dalam pengangkutannya. Dengan adanya wadah yang baik, maka bau akibat pembusukan sampah yang juga menarik datangnya lalat dapat diatasi, air hujan yang berpotensi menambah kadar air sampah dapat dikendalikan, dan juga pencampuran sampah yang tidak sejenis dapat dihindari [5].

Pada umumnya masyarakat di daerah unit pengomposan aktif menyediakan wadah atau tempat sampah untuk sampah yang mereka hasilkan. Seperti yang terlihat pada Gambar 2 dimana 79,0% responden menyatakan sangat sering menyediakan wadah untuk sampah yang dihasilkan dan 1,0% responden menyatakan tidak pernah menyediakan wadah untuk sampah yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir seluruh responden menyediakan tempat sampah untuk sampah yang dihasilkan. Berbeda dengan daerah unit pengomposan aktif, untuk daerah pengomposan tidak aktif sebanyak 37,0% menyatakan sangat sering menyediakan wadah untuk sampah mereka dan 4,0% menyatakan kadang-kadang menyediakan wadah atau tempat sampah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden menyediakan tempat sampah untuk sampah yang dihasilkan.

Sangat sering Sering Kadang-kadang

Pernah Tidak pernah

0

20

40

60

80

10079

19

0 1 1

3725

4

2212

Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Aktif

Jum

lah

Resp

on

den

(%

)

Gambar 2: Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pewadahan Sampah

3.1.3. Pengangkutan Sampah

Pada umumnya pengangkutan sampah di daerah unit pengomposan aktif dilakukan oleh petugas pengangkutan sampah dari unit pengomposan. Sampah dari masing-masing rumah diangkut oleh petugas menuju unit pengomposan. Namun untuk masyarakat yang tinggal di sekitar unit pengomposan biasanya mereka langsung mengantarkan sampah yang dihasilkan ke unit pengomposan. Dari Gambar 3 terlihat 26,0% responden menyatakan sangat sering mengangkut sampah mereka langsung ke unit pengomposan dan 2,0% responden menyatakan pernah mengangkut sampah ke unit pengomposan. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir sebagian responden mengangkut/membawa sendiri sampah ke unit pengomposan.

Sangat sering Sering Kadang-kadang

Pernah Tidak pernah

0

20

40

60

80

100

26 22 19

2

31

7 4 7 12

70Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Aktif

Jum

lah

Resp

on

den

(%

)

Gambar 3: Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pengangkutan Sampah

Page 4: Selvi Diana PNL

Lain halnya dengan daerah unit pengomposan tidak aktif, seperti yang juga terlihat pada Gambar 3 dimana sebanyak 70,0% responden menyatakan tidak pernah mengangkut/membawa sendiri sampah mereka ke unit pengomposan dan 4,0% responden menyatakan sering melakukan hal tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden tidak mengangkut/membawa sendiri sampah ke unit pengomposan. Berdasarkan wawancara dengan responden, mereka mengaku sudah ada petugas yang mengangkut sampah mereka dan mereka sudah membayar iuran untuk hal tersebut.

3.1.4. Daur Ulang Sampah

Kegiatan daur ulang sampah anorganik di daerah unit pengomposan aktif juga masih terbatas yang dilakukan oleh beberapa kader lingkungan dan ibu-ibu PKK. Seperti yang disajikan Gambar 4 dimana 42,0% responden menyatakan tidak pernah melakukan daur ulang sampah dan 2,0% responden menyatakan pernah melakukan daur ulang sampah. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir sebagian responden tidak melakukan daur ulang sampah anorganik. Sementara itu untuk daerah unit pengomposan tidak aktif, 88,0% responden mengaku tidak pernah melakukan daur ulang sampah dan hanya 1,0% responden yang menyatakan sering malakukan daur ualang sampah. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir seluruh responden tidak melakukan daur ulang sampah anorganik.

Selama ini orientasi pengelolaan sampah pada unit pengomposan lebih kepada sampah organik yang menghasilkan kompos, sedangkan pengelolaan sampah anorganik baru pada tahap penjualan sampah yang memiliki nilai jual. Oleh karena itu, pengelola unit pengomposan mencoba mengembangkan kreatifitas dengan melakukan berbagai modifikasi usaha, diantaranya seperti yang dilakukan oleh pengelola unit pengomposan Nabila yang merupakan salah satu unit pengomposan aktif dengan membuat media tanam berupa pot berbahan baku kompos. Sedangkan untuk sampah anorganik, dicoba dilakukan pemanfaatan kembali limbah sampah, salah satunya adalah berbagai bentuk kerajinan berbahan baku limbah plastik dan kaca.

Sangat sering Sering Kadang-kadang

Pernah Tidak pernah

0

20

40

60

80

100

7

34

152

42

0 1 5 6

88

Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Aktif

Jum

lah

Resp

on

den

(%

)

Gambar 4: Partisispasi Masyarakat dalam Kegiatan Daur Ulang Sampah

3.2. Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Kelembagaan

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan kelembagaan pengelolaan sampah (X2) dalam penelitian ini terdiri dari tiga indikator yaitu: mengikuti pertemuan kelompok, mengikuti kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah sebelum unit pengomposan beroperasi, dan mengikuti kegiatan sosialisasi pengelolan sampah setelah unit pengomposan beroperasi.

3.2.1 Mengikuti Pertemuan Kelompok

Partisipasi masyarakat dalam pertemuan-pertemuan kelompok untuk membahas pengelolaan sampah sangat dibutuhkan. Dimana di dalam pertemuan tersebut masyarakat dapat menyumbangkan buah pikiran dan saran-saran guna menunjang keberlanjutan program pengelolaan sampah.

Pada Gambar 5 yang menggambarkan tanggapan responden mengenai mengikuti pertemuan kelompok, diketahui untuk daerah unit pengomposan aktif terdapat 40,0% responden menyatakan sering mengikuti pertemuan kelompok di lingkungannya dan 6,0% responden menyatakan pernah mengikuti pertemuan kelompok tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir sebagian responden mengikuti pertemuan kelompok. Berbeda dengan daerah unit pengomposan tidak aktif dimana 73,0% persen mengaku tidak pernah mengikuti pertemuan kelompok dan hanya 1,0% persen yang mengaku sangat sering mengikuti pertemuan kelompok di lingkungannya. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden tidak mengikuti pertemuan kelompok.

Page 5: Selvi Diana PNL

Sangat sering Sering Kadang-kadang

Pernah Tidak pernah

0

20

40

60

80

100

22

40

11 621

1 114 11

73Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Ak-tif

Jum

lah

Resp

on

den

(%

)

Gambar 5: Partisispasi Masyarakat dalam Kegiatan Pertemuan Kelompok

3.2.2 Mengikuti Kegiatan Sosialisasi Pengelolaan Sampah Sebelum Unit Pengomposan Beroperasi

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, aspek sosialisasi pentingnya pengelolaan sampah dan aspek pemanfaatan berpengaruh secara signifikan terhadap partisipasi masyarakat [6]. Kegiatan sosialisasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah yang dilakukan sebelum unit pengomposan beroperasi bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah.

Tanggapan responden mengenai mengikuti kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah sebelum unit pengomposan beroperasi dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk daerah unit pengomposan aktif terlihat bahwa 45,0% responden menyatakan sering mengikuti kegiatan sosialisasi tersebut dan 7,0% responden menyatakan kadang-kadang mengikuti kegiatan sosialisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden mengikuti kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah sebelum unit pengomposan beroperasi.

Sangat sering Sering Kadang-kadang

Pernah Tidak pernah

0

20

40

60

80

100

8

45

714

26

0 0 3

19

78Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Ak-tif

Jum

lah

Resp

on

den

(%

)

Gambar 6: Partisispasi Masyarakat dalam Mengikuti Kegiatan SosialisasiPengelolaan Sampah Sebelum Unit Pengomposan Beroperasi

Sedangkan untuk daerah unit pengomposan tidak aktif yang dapat juga dilihat dari Gambar 6 bahwa 78,0% responden menyatakan tidak pernah mengikuti kegiatan sosialisasi dan 3,0% responden menyatakan kadang-kadang mengikuti kegiatan sosialisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir seluruh responden tidak mengikuti kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah sebelum unit pengomposan beroperasi.

3.2.3. Mengikuti Kegiatan Sosialisasi Pengelolaan Sampah Setelah Unit Pengomposan Beroperasi

Kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah setelah unit pengomposan beroperasi diadakan selain untuk lebih mengenalkan kepada masyarakat tentang pengelolaan sampah juga merupakan forum untuk menampung keluhan-keluhan serta saran-saran dari masyarakat terhadap unit pengomposan yang telah beroperasi.

Dari Gambar 7 dapat dilihat persentase jumlah responden yang mengikuti kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah setelah unit pengomposan beroperasi. Untuk daerah unit pengomposan aktif diketahui terdapat 44,0% responden yang menyatakan menyatakan sering mengikuti sosialisai dan 4,0% responden menyatakan kadang-kadang mengikuti kegiatan sosialisasi. Untuk daerah unit pengomposan tidak aktif terdapat 81,0% responden yang menyatakan tidak pernah mengikuti kegiatan sosialisasi dan hanya 1,0% responden yang menyatakan sering mengikuti kegiatan sosialisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir seluruh responden tidak mengikuti kegiatan sosialisasi pengelolaan sampah sesudah unit pengomposan beroperasi.

Page 6: Selvi Diana PNL

Sangat sering Sering Kadang-kadang

Pernah Tidak pernah

0

20

40

60

80

100

8

44

417

27

0 1 216

81

Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Ak-tif

Jum

lah

Resp

on

den

(%

)

Gambar 7: Partisispasi Masyarakat dalam Mengikuti Kegiatan SosialisasiPengelolaan Sampah Setelah Unit Pengomposan Beroperasi

3.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Pembiayaan

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembiayaan pengelolaan sampah (X3) pada penelitian ini terdiri dari tiga indicator yaitu: membayar iuran sampah, memberi sumbangan uang dalam program pengelolaan sampah, dan memberikan sumbangan material dalam program pengelolaan sampah.

3.3.1. Membayar Iuran Sampah

Unit-unit pengomposan di Kota Cimahi rata-rata membebankan iuran sampah kepada masyarakat sebesar Rp 3000,- per KK setiap bulannya. Jumlah iuran tersebut dianggap masih dapat dipenuhi oleh masyarakat, hal ini terlihat dari Gambar 8 dimana untuk daerah unit pengomposan aktif sebanyak 81,0% responden menyatakan sangat sering membayar iuran sampah setiap bulannya dan hanya 2,0% responden yang menyatakan tidak pernah membayar iuran sampah. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir seluruh responden membayar iuran sampah setiap bulan. Tidak berbeda jauh dengan daerah unit pengomposan aktif, untuk daerah unit pengomposan tidak aktif terdapat 42,0% responden yang menyatakan sangat sering membayar iuran sampah, 36,0% responden menyatakan sering membayar iuran sampah dan 13,0% menyatakan tidak pernah membayar iuran sampah setiap bulannya. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir sebagian responden membayar iuran sampah setiap bulan.

Menurut Salequzzaman et.al dalam Richardson [7] masyarakat mempunyai keinginan untuk membayar (willingness to pay) jika mereka mempunyai informasi mengenai tujuan dan manfaat dari tindakan membayar tersebut. Dalam hal ini, masyarakat di wilayah studi bersedia membayar iuran pengangkutan sampah karena mereka mendapatkan manfaat secara langsung dari penarikan iuran tersebut.

Sangat sering Sering Kadang-kadang

Pernah Tidak pernah

020406080

100 81

142 1 2

42 36

6 3 13

Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Ak-tif

Jum

lah

Resp

on

den

(%

)

Gambar 8: Partisispasi Mayarakat dalam Membayar Iuran Sampah

3.3.2. Memberi Sumbangan Uang Dalam Program Pengelolaan Sampah

Partisipasi Masyarakat dalam memberi sumbangan uang dalam program pengelolaan sampah dapat dilihat pada Gambar 9. Dari gambar tersebut dapat dilihat untuk daerah unit pengomposan aktif sebanyak 54,0% responden menyatakan sering memberikan sumbangan uang dalam program pengelolaan sampah dan 7,0% responden menyatakan pernah memberikan sumbangan uang. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden memberi sumbangan uang dalam program pengelolaan sampah.

Untuk daerah unit pengomposan tidak aktif 46,0% responden yang menyatakan tidak pernah memberikan sumbangan uang dan 8,0% responden menyatakan sangat sering memberikan sumbangan uang. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir sebagian responden tidak memberi sumbangan uang dalam program pengelolaan sampah. Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden, mereka merasa sudah membayar iuran/retribusi sampah setiap bulannya sehingga mereka merasa tidak perlu untuk

Page 7: Selvi Diana PNL

menyumbangkan uang mereka. Selain itu sumbangan untuk pengelolaan sampah jarang diminta oleh pengelola unit pengomposan. Namun beberapa responden mengaku memberikan sumbangan uang atas kesadaran sendiri. Biasanya uang yang mereka sumbang diberikan ke petugas pengangkut sampah atau kepada unit pengelola sampah.

Sangat sering Sering Kadang-kadang

Pernah Tidak pernah

0

20

40

60

80

100

14

54

11 7 14819

12 15

46 Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Ak-tif

Jum

lah

Resp

on

den

(%

)

Gambar 9: Partisipasi Masyarakat dalam Memberi Sumbangan Uang untukProgram Pengelolaan Sampah

3.3.3. Memberi Sumbangan Material Dalam Program Pengelolaan Sampah

Sumbangan material untuk program pengelolaan sampah biasanya berbentuk sumbangan makanan untuk para petugas unit pengomposan. Namun beberapa responden juga mengaku memberikan bahan-bahan bangunan seperti pasir dan semen untuk perbaikan unit pengomposan.

Partisipasi Masyarakat dalam memberi sumbangan material dalam program pengelolaan sampah dapat dilihat pada Gambar 10. Dari gambar tersebut dapat dilihat untuk daerah unit pengomposan aktif sebanyak 39,0% responden menyatakan tidak pernah memberikan sumbangan material dan 3,0% responden menyatakan sangat sering. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir sebagian responden tidak memberi sumbangan material dalam program pengelolaan sampah. Sedangkan untuk daerah unit pengomposan tidak aktif dapat dilihat sebanyak 70,0% responden menyatakan tidak pernah memberikan sumbangan material dan 7,0% responden menyatakan sering. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden tidak memberi sumbangan material dalam program pengelolaan sampah.

Sangat sering Sering Kadang-kadang

Pernah Tidak pernah

0

20

40

60

80

100

3

23 2213

39

07 9 14

70Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Ak-tif

Jum

lah

Resp

on

den

(%

)

Gambar 10: Partisipasi Masyarakat dalam Memberi Sumbangan Material

3.4. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah baik di daerah unit pengomposan aktif dan di daerah unit pengomposan tidak aktif dapat diketahui berdasarkan hasil analisis perhitungan dengan Skala Likert dimana hasil rekapitulasi nilai skor responden untuk aspek X1, X2, dan X3, dapat dilihat pada Tabel 1. Total skor untuk partisipasi masyarakat di daerah unit pengomposan aktif adalah 5394 dan dari hasil perhitungan diketahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di daerah unit pengomposan aktif sebesar 67,4% (Gambar 11) dengan tingkat partisipasi X1, X2, dan X3 berturut-turut sebesar 66,2%, 66,4%, dan 70,8% (Tabel 1). Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di daerah pengomposan tidak aktif dapat diketahui dari total skor sebesar 2982 dan berdasarkan hasil perhitungan diketahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di daerah unit pengomposan tidak aktif sebesar 37,3 % (Gambar 11) dengan tingkat partisipasi X1, X2, dan X3 berturut-turut sebesar 36,5%, 31%, dan 47,8% (Tabel 1).

Page 8: Selvi Diana PNL

Tabel 1: Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Partisipasi Masyarakat

No PARTISIPASI MASYARAKATSKOR

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT (%)

Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Aktif

Unit Pengomposan Aktif

Unit Pengomposan Tidak Aktif

1Kegiatan Teknis Operasional Pengelolaan Sampah (X1)

1986 1986 66,2 36,5

2Kegiatan Kelembagaan Pengelolaan Sampah (X2)

1993 1993 66,4 31,0

3Kegiatan Pembiayaan Pengelolaan Sampah (X3)

1415 1415 70,8 47,8

Jumlah 5394 2982 100 100

67,4%

37,3%

Unit Pengomposan Aktif

Gambar 11: Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

4. KESIMPULAN

Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah pada unit pengomposan aktif lebih tinggi daripada unit pengomposan tidak aktif, baik itu partisipasi masyarakat dalam kegiatan teknis operasional pengelolaan sampah, partisipasi masyarakat dalam kegiatan kelembagaan pengelolaan sampah, serta partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembiayaan pengelolaan sampah. Tingkat partisipasi masyarakat pada kedua unit pengomposan aktif dan tidak aktif dalam kegiatan kelembagaan lebih rendah daripada tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan teknis operasional dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan kelembagaan, oleh karena itu sosialisasi dan bimbingan kepada masyarakat harus terus menerus dilakukan sehingga masyarakat memahami dan mengetahui pentingnya pengelolaan sampah, misalnya sampah organik menjadi kompos dan sampah anorganik dijual ke bandar daur ulang, sehingga hanya sampah residu yang dibuang ke TPS.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Handoko. W, Damanhuri. E, Setyaningrum. E, ”Draft Panduan pengelolaan Sampah”, Laporan untuk Kementrian Lingkungan Hidup, 2004.

[2] P. Yulianti, “Pengaruh Keberadaan Unit Pengomposan Sampah Domestik Skala Komunal terhadap Tingkat Reduksi Timbulan Sampah Domestik Kota di Kota Cimahi”, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008, Universitas Lampung, 2008.

[3] Pemerintah Kota Cimahi Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan, “Profil Kompos Kota Cimahi Tahun 2009”, Cimahi, 2009.

[4] Agresti. A, “Categorical Data Analysis”, John Wiley and Sons.Inc, New York, 1996.[5] Damanhuri. E, Padmi.T, (2008) “Aspek Teknik Operasional Pengelolaan Sampah”, Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah

TL-3150, Teknik Lingkungan ITB, 2008.[6] Ramang. R, Rahardyan. B, Padmi. T, and Damanhuri. E, “Community Willingness to Participate in Urban Waste

Management (A Case Study in Cimahi City)” Int. J. Eng and Sci, Vol. 2, No. 3, 45 – 51, Desember 2009.[7] Richardson and David. W, “Community Based Solid Waste Management System in Hanoi Vietnam”, Research Paper,

Master of Forest Conservation, 2003.