SELF-EFFICACY DENGAN KECEMASAN SISWA KELAS XII DALAM …eprints.ulm.ac.id/3906/1/(1) Hubungan antara...
Transcript of SELF-EFFICACY DENGAN KECEMASAN SISWA KELAS XII DALAM …eprints.ulm.ac.id/3906/1/(1) Hubungan antara...
HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KECEMASAN SISWA KELAS
XII DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL DI MADRASAH ALIYAH
NEGERI 2 BARABAI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH
Ririanti Rachmayanie*1
Abstraksi: Kecemasan dalam menghadapi ujian nasional merupakan salah satu ketakutan
yang terbesar yang dialami oleh siswa. Kecemasan ini menghasilkan pengaruh yang negatif
terhadap berbagai aspek kehidupan, salah satunya aspek akedemis. Penanganan kecemasan
antara satu individu dengan individu lainya dapat berbeda tergantung pada penilaian pribadi
individu terhadap kemampuannya yang disebut dengan self-efficacy . Self-efficacy akan
mempengaruhi cara individu bereaksi terhadap situasi yang menekan (Bandura, 1997).
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat korelasional, yaitu jenis penelitian yang
menerangkan sejauh mana dua atau lebih variabel berkorelasi yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan siswa kelas XII dalam
menghadapi ujian nasional. Metode penelitian ini bersifat kuantitatif.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII tahun ajaran 2012/2013.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 110 siswa. Teknik penarikan sampelnya
meggunakan Stratified Random Sampling. Penelitian ini menggunakan dua buah skala ukur,
yaitu skala self-efficacy dan skala kecemasan menghadapi ujian nasional.
Analisa penelitian menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Berdasarkan
hasil analisa ditemukan bahwa terdapat hubungan yang negative atau berlawanan arah antara
self-efficacy dengan kecemasan dalam menghadapi ujian nasional dengan nilai 𝑟𝑥𝑦 = 0,724
lebih besar dari pada 𝑟𝑡𝑎𝑏 = 0, 197 dengan taraf signifikan 5% , maka hipotesis alternative
(Ha) yang menyatakan adanya korelasi yang signifikan antara self-efficacy dengan kecemasan
siswa kelas XII dalam menghadapi ujian nasional di Madrasah Aliyah Negeri 2 Barabai
Kabupaten Hulu Sungai Tengah ini dapat diterima, sedangkan Ho ditolak yang menyatakan
tidak adanya korelasi yang signifikan antara self-efficacy dengan kecemasan siswa kelas XII
dalam menghadapi ujian nasional di Madrasah Aliyah Negeri 2 Barabai Kabupaten Hulu
Sungai Tengah ini ditolak. Dengan kata lain semakin tinggi Self-efficacy siswa maka semakin
rendah tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian nasional.
Kata Kunci : Self-efficacy, Kecemasan menghadapi Ujian Nasional
PENDAHULUAN
Adanya perbedaan standar Ujian Nasional setiap tahunnya membuat siswa merasa
cemas dikarenakan ujian dijadikan sebagai tolok ukur bagi keberhasilan siswa dalam
menempuh proses pendidikannya kejenjang berikutnya. Hal ini berarti optimalnya hasil
belajar siswa tergantung pada bagaimana proses belajar serta kesungguhan mereka dalam
menjalani ujian.
Kecemasan yang terlalu berlebihan akan mempengaruhi kehidupan akademik siswa
dan berakibat pada rendahnya motivasi siswa, strategi yang buruk dalam belajar, evaluasi diri
yang negatif, kesulitan berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran. Selain itu penelitian yang
dilakukan Sarson, Dkk dalam Slameto (2010: 185) membuktikan bahwa siswa-siswa dengan
tingkat kecemasan yang tinggi tidak berprestasi sebaik siswa-siswa dengan tingkat
* Ririanti Rachmayanie, adalah Dosen Program Studi Bimbingan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
kecemasan yang rendah pada beberapa jenis tugas-tugas yang ditandai dengan tantangan,
kesulitan, penilaian prestasi dan batasan waktu.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri
2 Barabai didapatkan data bahwa siswa memiliki kecemasan dalam menghadapi ujian
nasional. Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan siswa dan konselor sekolah
menyebutkan kecemasan bukan hanya terjadi kepada siswa yang memiliki kecerdasan rendah
tetapi juga bisa terjadi kepada siswa yang memiliki kecerdasan tinggi, sebagian siswa
menganggap ujian nasional merupakan momok yang menakutkan, lulus ujian nasional
merupakan tuntutan bagi mereka untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi, selain
itu tuntutan dari keluarga dan lingkungan sosial yang menyebabkan siswa merasa khawatir
apabila tidak lulus ujian nasional.
Munculnya kekhawatiran diatas disebabkan karena mereka berpikiran bahwa ujian
nasional merupakan penentu keberhasilan meraka, maka tidak jarang ketika melaksanakan
ujian nasional tersebut meraka merasa gugup dan merasa takut apabila tidak bisa menjawab
soal yang diberikan sehingga dengan adanya persepsi tersebut membuat self-efficacy siswa
cenderung menurun, maka hal itulah yang menjadi salah satu penyebab timbulnya pemicu
kecemasan.
Self-Efficacy (self-efficacy) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya
dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu
(S.Risnawita, 2010:73). Peran self-efficacy sangat dibutuhkan dalam menghadapi kecemasan
yang timbul saat akan menghadapi ujian nasional, dimana siswa yang memiliki self-efikasi
yang tinggi menunjukan kecemasan yang rendah, sedangkan siswa yang memiliki self-
efficacy yang rendah mereka lebih merasa cemas. Sebagai mana hasil penelitian mengenai
Pelatihan Self-efficacy untuk menurunkan kecemasan pada siswa-siswi yang akan
menghadapi ujian akhir nasional yang dilakukan oleh Nurlaila (2011) yaitu siswa yang
mendapat pelatihan Self-efficacy menunjukan ada penurunan kecemasan dalam menghadapi
ujian akhir nasional.
Hendaknya masalah self-efficacy dan kecemasan siswa dalam menghadapi ujian
nasional dapat terselesaikan dengan adanya kerja sama dengan semua pihak didalam sekolah
maupun luar sekolah karena dan perlunya layanan bimbingan dan konseling dari konselor
untuk membantu siswa meningkatkan self-efficacy sehingga kecemasan dalam menghadapi
ujian nasional dapat berkurang.
KAJIAN TEORITIK
A. Self -efficacy
1. Pengertian Self-efficacy
Bandura adalah tokoh yang memperkenalkan istilah self-efficacy. Ia mendefinisikan
bahwa self-efficacy adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam
melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Sementara itu,
Baron dan Byrne (1991) mendefinisikan self-efficacy sebagai evaluasi seseorang mengenai
kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan
mengatasi hambatan. Bandura dan Wood menjelaskan bahwa self-efficacy mengacu pada
keyakinan akan kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif,
dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. (Ghofron dan Risnawita,
2010: 73).
Bandura (2001) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang dalam
kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap keberfungsian orang itu
sendiri. Manusia yang yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang mempunyai
potensi untuk dapat mengubah kejadian lingkungannya, akan lebih mungkin bertindak dan
lebih mungkin menjadi sukses dari pada manusia yang memiliki self-efficacy rendah (Fiest
dan Fist, 2009 : 212)
Bandura (1997) mengatakan bahwa self-efficacy pada dasarnya adalah hasil dari proses
kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau pengharapan tentang sejauh mana individu
memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut dia, self-efficacy tidak berkaitan
dengan kecakapan yang dimiliki. tetapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal
yang dapat dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa pun besarnya. Self-efficacy
menekankan pada komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi
situasi yang akan datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat diramalkan, dan sering
penuh dengan tekanan (Ghofron dan Risnawita, 2010 : 75).
Meskipun self-efficacy memiliki suatu pengaruh sebab-musabab yang besar pada
tindakan kita, self-efficacy bukan merupakan satu-satunya penentu tindakan. Self-efficacy
berkombinasi dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel-variabel personal lain,
terutama harapan terhadap hasil untuk menghasilkan perilaku. (Fiest dan Fist, 2009: 212)
Self-efficacy secara umum tidak berkaitan dengan kecakapan yang dimiliki, tetapi
berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal yang dapat dilakukan dengan kecakapan
yang ia miliki seberapa pun besarnya. Self-efficacy akan memengaruhi beberapa aspek dari
kognisi dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, perilaku satu individu akan berbeda dengan
individu yang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy secara umum adalah
keyakinan seseorang mengenai kemampuan-kemampuannya dalam mengatasi beraneka
ragam situasi yang muncul dalam hidupnya.
2. Klasifikasi Self-efficacy
Secara garis besar Self Efficacy terbagi atas dua bentuk yaitu Self Efficacy yang tinggi
dan Self Efficacy yang rendah.Seseorang dengan self-efficacy tinggi percaya bahwa mereka
mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan
seseorang dengan self-efficacy rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu
mengerjakan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. (Bandura, 1994).
3. Hal-Hal yang Mempengaruhi Self-efficacy
Menurut Bandura (1997) dalam Ghofron, Nur. M dan Risnawita, Rini, S (2010 : 78-
79) self-efficacy dapat ditumbuhkan dan dipelajari rnelalui empat sumber informasi utama.
Berikut ini adalah empat sumber informasi tersebut.
a. Pengalaman keberhasilan (mastery experience)
b. Pengalaman orang lain (vicarious experience)
c. Persuasi verbal (verbal persuasion)
d. Kondisi fisiologis (physiological slate)
4. Aspek-Aspek Self-efficacy
Menurut Bandura (1997), self-efficacy pada diri tiap individu akan berbeda antara satu
individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga dimensi (Ghofron dan Risnawita, 2010:80-
81). Berikut ini adalah tiga dimensi tersebut, yaitu:
a. Dimensi tingkat (level)
Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu
untuk melakukannya.
b. Dimensi kekuatan (strength)
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan
individu mengenai kemampuannya. pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh
pengalaman-pongalaman yang tidak mendukung.
c. Dimensi generalisesi (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin
akan kemampuannya.
5. Fungsi-fungsi Self-efficacy
Self-efficacy yang telah terbentuk akan mempengaruhi dan memberi fungsi pada aktifitas
individu. Bandura (1994) menjelaskan tentang pengaruh dan fungsi tersebut, yaitu :
a. Fungsi kognitif
Bandura menyebutkan bahwa pengaruh dari self-efficacy pada proses kognitif
seseorang sangat bervariasi. Pertama, self-efficacy yang kuat akan mempengaruhi tujuan
pribadinya.
b. Fungsi motivasi.
Self-efficacy memainkan peranan penting dalam pengaturan motivasi diri. Sebagian
besar motivasi manusia dibangkitkan secara kognitif. Individu memotivasi dirinya sendiri dan
menuntun tindakan-tindakannya dengan menggunakan pemikiran-pemikiran tentang masa
depan sehingga individu tersebut akan membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat
dirinya lakukan. Individu juga akan mengantisipasi hasil-hasil dari tindakan-tindakan yang
prospektif, menciptakan tujuan bagi dirinya sendiri dan merencanakan bagian dari tindakan-
tindakan untuk merealisasikan masa depan yang berharga.
c. Fungsi Afeksi
Self-efficacy akan mempunyai kemampuan coping individu dalam mengatasi besarnya
stres dan depresi yang individu alami pada situasi yang sulit dan menekan, dan juga akan
mempengaruhi tingkat motivasi individu tersebut.
d. Fungsi Selektif
`Fungsi selektif akan mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan yang akan
diambil oleh indvidu.
6. Self-efficacy Sebagai Prediktor Tingkah Laku
Ketika self-efficacy tinggi dan lingkungan responsif, hasilnya kemungkinan akan
sukses dan dapat melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuannya.saat efikasi rendah
berkombinasi dengan lingkungan yang responsif, manusia mungkin akan merasa deprisi
karena mengobservasi bahwa orang lain dapat berhasil melakukan suatu tugas yang terlalu
sulit untuknya. Saat seseorang dengan self-efficacy yang tinggi menemui situasi lingkungan
yang tidak responsif, biasanya akan meningkatkan usahanya untuk mengubah lingkungan,
melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan, namun pada saat semua
usaha gagal, individu tersebut akan menyerah untuk melakukan hal tersebut dan mencari hal
baru untuk dilakukan untuk mencari lingkungan baru yang lebih responsif. Saat self-efficacy
rendah dikombinasikan dengan lingkungan yang tidak responsif orang merasa apatis, pasrah
dan tidak mampu.
B. Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional
1. Kecemasan
a. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan
oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat interen dari tubuh. Ketegangan-ketegangan ini
adalah akibat dari dorongan-dorongan dari dalam atau dari luar dan dikuasai oleh susunan
urat saraf yang otonom. Kecemasan berbeda dari keadaan-keadaan yang menyakitkan
lainnya, seperti ketegangan, rasa nyeri, dan kesayuan oleh adanya satu keadaan tertentu pada
alam sadar (S Hall, Calvin, 1995: 56-57)
Taylor dalam Rochman (2010: 99) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan
suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi
umum dari ketidak mampuan mengatasi rasa aman. Perasaan yang tidak menentu ini pada
umumnya tidak menyenangkan dan menimbulkan perubahan fisiologis seerti gemetar,
berkeringat detak jantung meningkat dan juga menimbulkan perubahan psikologis seperti
panic, tegang, bingung, dan tidak bisa berkonsentrasi.
Anxiety atau kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang
mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Kecemasan adalah respon yang
tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan bisa menjadi abnormal bila tingkatannya tidak
sesuai dengan proporsi ancaman, atau bila sepertinya datang tanpa ada penyebabnya yaitu
bila bukan merupakan respon terhadap perubuahan lingkungan. Dalam bentuknya yang
ekstrem, kecemasan dapat menganggau fungsi kita sehari-hari( A Rathus, Spencer, 2005:
163)
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Kecemasan
adalah suatu keadaan tertentu mengenai ketegangan mental berupa emosi yang tidak
menyenangkan dalam menghadapi situasi yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari
ketidak mampuan mengatasi masalah.
Penyebab utama perilaku kecemasan ini adalah tidak adanya kesadaran diri dan
kepercayaan diri karena sejarah terlihat pada kebiasaan cemas. Harga diri siswa ini rendah
karena umpan balik negative sering didengar dari orang lain dewasa dan teman sebaya.
(Khalsa, S,S. 2008: 150)
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Adler dan Rodman (1991) menyatakan terdapat dua factor yang menyebabkan adanya
kecemasan, yaitu pengalaman yang negative pada masa lalu dan pikiran yang tidak rasional.
1) Pengalaman negative pada masa lalu
2) Pikiran yang tidak rasional
3) Kegagalan kataskopik
4) Kesempurnaan
5) Persetujuan
6) Generalisasi yang tidak tepat
c. Macam-Macam Kecemasan
Freud (dalam Corey, 2006 :17) mengemukakan ada tiga jenis kecemasan, yaitu:
1). Kecemasan Realitas (Reality Anxiety)
Kecemasan realitas ( reality anxiety) merupakan kecemasan individu akibat dari ketakutan
mengahadapi realitas sekitarnya.
2). Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)
Kecemasan neurosis (neurotic anxiety) merupakan kecemasan karena khawatir tidak mampu
mengatasi atau menekan keinginan-keinginan primitifnya.
3). Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Kecemasan moral (moral anxiety) merupakan kecemasan akibat dari rasa bersalah dan
ketakutan dihukum oleh nilai-nilai yang ada pada hati nuraninya.
d. Tingkat Kecemasan
Menurut Peplau dalam Suliswati, dkk (2005 :109-110) tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu ada empat, yaitu ringan sedang, tinggi dan panic 1). Kecemasan ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta
lapang persepsinya meluas, menajamkan indra.
2). Kecemasan sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan
lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.
3). Kecemasan berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik)
dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal yang lain.
4). Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena hilangnya control maka
tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
e. Aspek-Aspek Kecemasan
Deffenbacher dan Hezeleus dalam register (1991) mengemukakan bahwa sumber
penyebab kecemasan (Ghufron, M. Nur & Risnawati S, Rini. 2010: 143-144), meliputi hal-
hal dibawah ini:
1) Kekhawatiran (worry)
2) Emossionalitas (imossionality)
3) Gangguan dan hambatan dalam menyelesaikan tugas (task generated
interference)
2. Ujian Nasional
a. Pengertian Ujian
Ujian adalah suatu kegiatan yang mutlak dilaksanakan dalam rangka mengukur
penguasaan materi yang telah diberikan dalam jangka waktu tertentu. (Bahri Djamarah,
Syaiful, 2002: 126). Didalam ujian itu terdapat empat kriteria yang digunakan untuk
mengevaluasi siswa, yaitu penilaian, pengukuran, pengujian dan evaluasi.
b. Pengertian Ujian Nasional
Ujian Nasional merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan
seperti diamanatkan Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 72 ayat (1) Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan
pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
1) menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
2) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulai, kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran
estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani,olah raga,dan kesehatan;
3) lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan
4) lulus Ujian Nasional.
c. Tujuan Ujian Nasional
Menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu
dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (Pasal 2 Permendiknas No.
77 tahun 2008)
d. Kegunaan Hasil Ujian Nasional
Kegunaan hasil ujian nasional berdasarkan Pasal 3 Permendiknas No. 77 tahun 2008
adalah sebagai salah satu pertimbangan untuk:
1) Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
2) Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
3) Penentu kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; Dan
4) Dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan.
C. Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Kecemasan Siswa Kelas XII Dalam
Menghadapi Ujian Nasional
Self-efficacy (self-efficacy) adalah keyakinan diri seseorang untuk mengatasi berbagai
situasi yang muncul dalam hidupnya untuk mencapai hasil tertentu.
Menurut Bandura (1994) Individu yang memiliki self-efficacy tinggi yaitu individu
suka menghadapi tugas-tugas sulit dan menganggap tugas tersebut sebagai tantangan yang
harus mereka hadapi, bukan sebagai ancaman yang harus dihindari. Dapat menumbuhkan
minat dalam melaksanakan tugas tersebut serta meningkatkan dan mempertahankan usaha
mereka dalam menghadapi kegagalan. Mereka lebih cepat memulihkan rasa keberhasilan
setelah mengalami kegagalan atau kemunduran dan berusaha meningkatkan kegagalan
dengan upaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan memenuhi segala kekurangan
yang ada dalam dirinya. Sehingga akan menghasilkan prestasi pribadi, mengurangi rasa stress
dan menurunkan kerentaan terhadap depresi.
Sedangkan Individu yang memiliki self-efficacy rendah (Bandura, 1994) adalah orang
yang meragukan kemampuan mereka menghindar dari tugas-tugas sulit yang mereka hadapi,
melihat situasi tersebut sebagai ancaman bagi dirinya. Mereka memiliki aspirasi rendah dan
komitmen yang lemah untuk mencapai tujuan mereka. Ketika dihadapkan dengan tugas-tugas
sulit, mereka mempertahankan kekurangan pribadi mereka dari pada menghadapi rintangan,
serta menggunakan berbagai macam cara untuk mendapatkan hasil yang baik dari pada
berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas dan menganggap bahwa tugas tersebut sebagai
tantangan yang mereka hadapi sehingga dapat berhasil. Mereka kurang berusaha dengan
maksimal dan cendrung menyerah dengan cepat dalam menghadapi kesulitan. Mereka lambat
untuk memulihkan rasa kegagalan, mereka melihat kinerja cukup sebagai bakat kekurangan
sehingga tidak memerlukan banyak kegagalan bagi mereka untuk kehilangan kepercayaan
pada kemampuan mereka.
Seseorang dengan self-efficacy tinggi percaya bahwa mereka mampu melakukan
sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan seseorang dengan self-
efficacy rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu
yang ada di sekitarnya.
Dalam situasi menekan yaitu menghadapi ujian nasional, keyakinan individu terhadap
kemampuan mereka (self-efficacy) akan mempengaruhi cara indvidu dalam bereaksi terhadap
situasi tersebut (Bandura, 1997). Menurut Bandura, self-efficacy berguna untuk melatih
kontrol terhadap stressor yang berperan penting dalam keterbangkitan kecemasan, oleh
karena itu individu yang yakin pada dirinya sendiri dapat menggunakan control pada situasi
yang mengacam sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap reaksi fisiologis dan saraf
otonom dan tidak akan membangkitkan pola-pola pikiran yang mengganggu (seperti
kekhawatiran, panic, muncul rasa tidak percaya diri, muncul rasa tidak mampu, gangguan
dalam berfikir, gangguan perhatian dan ketakutan).
Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi mampu mengadakan control
terhadap ancaman sehingga tidak mengalami keterbangkitan kecemasan yang tinggi.
Sedangkan Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah, mereka tidak mampu
mengadakan control terhadap ancaman sehingga akan mengalami keterbangkitan kecemasan
yang tinggi.
PROSEDUR PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
(1) Untuk mengetahui bagaimana gambaran Self-Efficacy siswa Kelas XII di MAN 2 Barabai
Kabupaten Hulu Sungai Tengah, (2) Untuk mengetahui bagaimana gambaran Kecemasan
menghadapi Ujian Nasional Siswa Kelas XII di MAN 2 Barabai Kabupaten Hulu Sungai
Tengah, (3) Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Self-Efficacy dengan Kecemasan
Siswa Kelas XII dalam menghadapi Ujian Nasional di MAN 2 Barabai Kabupaten Hulu
Sungai Tengah
B. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis Penelitian ini dapat memberikan manfaat terhadap kajian keilmuan dan pengembangan
Psikologi dalam Bimbingan dan Konseling yang terkait dengan bidang pembahasan self-
efficacy dan Kecemasan menghadapi Ujian Nasioal.
2. Manfaat Praktis
a. Kepala Sekolah
Sebagai informasi tambahan dalam melakukan pengawasan kegiatan belajar mengajar dan
mengetahui kondisi siswa sebelum mengikuti ujian nasional.
b. Guru/tenaga pengajar
Sebagai informasi untuk memaksimalkan kinerjanya dalam mengajar siswa serta memberikan
informasi bahwa guru mata pelajaran dapat bekerjasama dengan konselor sekolah dalam
membantu menyelesaikan permasalahan yang berkenaan kondisi siswa dalam menghadapi
ujian nasional
c. Konselor Sekolah
Sebagai informasi tambahan dalam upaya mengenali dan mengatasi permasalahan self-
efficacy dan kecemasan menghadapi ujian nasional, sehingga dapat membantu dalam
meningkatkan self-efficacy dan mengurangi tingkat kecemasan menghadapi ujian nasional
yang dialami siswa.
d. Siswa
Sebagai bahan pengetahuan yang dapat menunjang dalam meningkatkan self-efficacy dan
mengurangi tingkat kecemasan menghadapi ujian nasional yang dialami siswa.
C. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan penelitian Korelasional
(Correlational Research) yaitu suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data
guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih
(Sukardi, 2004:166).
D.Subjek Penelitian
Target populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII Madrasah Aliyah
Negeri 2 Barabai dengan jumlah 162 siswa. Teknik penarikan sampel dengan dua macam
sampel yaitu stratified sampling dan random sampling. Stratified sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang biasa diguanakan pada populasi yang mempunyai susunan
bertingkat atau berlapis-lapis (Sugiyono, 2011:120). Sedangkan random sampling adalah
teknik pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi, baik secara sendiri-
sendiri ataupun bersama-sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Adapun sampel dalam
penelitian ini adalah 110 orang dengan taraf kesalahan 5%. Jumlah siswa dari jurusan XII
IPA 1 dengan jumlah siswa 34, XII IPA 2 dengan jumlah siswa 33, XII IPS 1dengan jumlah
siswa 39, XII IPS 2 dengan jumlah siswa 38, dan XII AGAMA dengan jumlah siswa 20.
E. Instrumen Penelitian
Adapun tekhnik yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket langsung dan
bersifat terutup,dimana pertanyaan langsung kepada subjek dan telah disediakan jawaban,jadi
subjek tinggal memilih jawaban. Bentuk angket disini merupakan cheklist/daftar,dimana
subjek tinggal membubuhkan tanda chek list (√) pada kolom yang sesuai. Jenis angket yang
digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Skala Likert yang mempunyai gradasi pilihan
jawaban dari sangat positif sampai sampai negatif, yang diungkapkan dengan:
a. Sangat Setuju (SS) diberi skor 4
b. Setuju (S) diberi skor 3
c. Tidak Setuju (TS) diberi skor 2
d. Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1
Sedangkan pilihan jawaban item negatif mempunyai gradasi dari sangat negatif sampai
positif, yang diungkapkan dengan:
a. Sangat Setuju (SS) diberi skor 1
b. Setuju (S) diberi skor 2
c. Tidak Setuju (TS) diberi skor 3
d. Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 4 (Arikunto, 2006: 160)
F.Uji Instrumen penelitian
Untuk melihat ketepatan dan tingkat kercayaan data diadakan uji validitas dan reliabilitas
dengan formulasi sebagai berikut :
a) Uji Validitas Angket
Untuk menentukan validitas setiap instrumen angket digunakan rumus korelasi yang
dikemukakan oleh Pearson yang dikenal rumus Korelasi Product Moment dengan angka
besar (Suharsimi Arikunto, 2003: 243)
b) Uji Reliabilitas Angket
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik
sehingga mampu mengungkap data yang bisa dipercaya. Untuk menghitung reliabilitas
instrumen digunakan rumus Alpha (Arikunto, 2006:196)
c) Uji Normalitas Angket
Uji Normalitas dilakukan untuk menguji apakah data yang diperoleh berasa dari sampel
yang berdistribusi normal. (Fo’arota Telaumbanua, 2005 :101)
d) Uji Homogenitas Angket.
Uji Homogenitas dilakukan untuk menguji apakah data yang diperoleh berasal dari
sampel yang homogeny atau tidak (Fo’arota Telaumbanua, 2005 : 108)
e) Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk menguji apakah data dua variabel linear atau tidak. Hal ini
penting khususnya untuk analisis korelasional karena asumsi dasar analisis korelasionel
adalah linear (Fo’arota Telaumbanua, 2005 : 114-115)
HASIL PENELITIAN
Dari penelitian diatas menunjukan bahwa adanya korelasi atau hubungan yang
signifikan antara self-efficacy dengan kecemasan siswa kelas XII dalam menghadapi ujian
nasional, didapat nilai 𝑟𝑥𝑦 sebesar -0,724 setelah itu di konsultasikan dengan r product
momen, pada taraf kepercayaan 5% menunjukan bahwa 𝑟𝑥𝑦 -0,724 lebih besar dari r tabel
0,195. Hal ini berarti adanya korelasi yang negatif antara variabel X (self-efficacy) dan
variabel Y (kecemasan) artinya semakin tinggi self-efficacy maka semakin rendah kecemasan
siswa dalam menghadapi ujian nasional”.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa dari 110 orang siswa yang
menjadi sampel penelitian, sebanyak 57 siswa yang memiliki self efficacy yang tinggi yang
ditunjukan dengan prosentsi 51,8%, kemudian 52 siswa kategori sedang dengan prossentasi
47,2%, kemudian 1 siswa tingkat self-efikasi yang rendah dengan prosentasi 1%.
Kecemasan siswa XII dalam menghadapi ujian nasional tidak ada dikategorikan
sangat cemas, sebagian kecil cemas. Dengan kategori tidak cemas dengan prossentasi
35,54% sebanyak 39 siswa, dan 71 siswa yang memiliki tingkat kecemasan sedang yang
ditunjukan dengan prosentsi 64,55%. Jadi secara umum tingkat kecemasan siswa kelas XII
dalam menghadapi ujian nasional cukup rendah.
SARAN-SARAN
Dari permasalahan dan pembahasan yang telah diuraikan dalam penelitian
mengenai hubungan antara self-efficacy dengan kecemasan siswa kelas XII dalam
menghadapi ujian nasional di Madrasah Aliyah Negeri 2 Barabai dapat disarankan kepada
beberapa pihak beberapa hal sebagai berikut :
1. Kepada Peneliti Selanjutnya
a. Mengontrol faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecemasan siswa dalam
menghadapi ujian nasional maupun self-efficacy
b. Menggunakan subjek penelitian yang mencakup lebih luas untuk
dibandingkan hasilnya, seperti dari berbagai MA maupun SMA.
2. Siswa Melalui berlatih untuk mengatasi permasalahan yang sederhana kemudian meningkat
dalam situasi yang sulit, akan meningkatkan self-efficacy. Dengan demikian kecemasan akan
berkurang dengan self-efficacy yang tinggi.
Siswa diharapkan bisa lebih meningkatkan keinginan untuk belajar, berusaha
mempelajari materi pelajaran agar pada waktu menghadapi ujianasional siswa mampu
mempersiapkan diri dengan baik.
3. Kepada Kepala Sekolah
Agar mampu membantu menyiapkan mental siswa dalam menghadapi ujian nasional
sehingga kecemasan yang di alami siswa dapat berkurang. Dengan cara mengadakan
pelatihan untuk mengurangi tingkat kecemasan siswa dan dapat meningkatkan self-efficacy
siswa sehingga muncul keyakinan dalam diri siswa bahwa siswa mampu mengatasi segala
tantangan agar dapat menyelesaikan ujian nasional dengan baik sehingga kecemasan siswa
dapat berkurang.
4. Guru/tenaga pengajar
Saran bagi guru yaitu agar memaksimalkan kinerjanya dalam mengajar siswa dengan
cara memberikan bimbingan belajar diluar jam pelajaran serta bekerjasama dengan konselor
sekolah dalam membantu memantau perkembangan peserta didiknya dan menyelesaikan
permasalahan yang berkenaan kondisi siswa dalam menghadapi ujian nasional
5. Konselor Sekolah Saran bagi konselor yaitu bersedia meningkatkan Self-Efficacy siswanya sehingga
kecemasan siswa berkurang . Menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif untuk
peningkatan self-efficacy. Perlu memberikan stimulus berupa kasus yang membutuhkan
pemecahan masalah. Sehingga mahasiswa tertantang dan kemudian terlatih maka self-efficacynya
meningkat.Konselor sangat perlu memberikan bimbingan belajar kepada siswa agar siswa
bisa lebih memahami materi pelajaran, sehingga pada waktu ujian nasional siswa bisa
percaya diri dan memiliki keyakinan akan mampu menghadapi ujian nasional dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta Rineka
Cipta.
Bandura, A. (1994). Self-efficacy. In V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of human
behavior (Vol. 4, pp. 71-81). New York: Academic Press. (Reprinted in H.
Friedman[Ed.], Encyclopedia of mental health. San Diego: Academic Press,
1998). (Online) http://www.des.emory.edu/mfp/Bandura1994EHB.pdf
C, Gerald. 2006. Psikologi Abnormal Edisi ke-9. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Ghufron, M. Nur dan Risnawita S. Rini. 2010. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta; Ar- Ruzz
Media
Hall, Calvin S. 1995. Seks. Obsesi, Trauma, Dan Katarsis. Jakarta: Delapratasa
Khalsa, S, S. 2008. Pengajaran Disiplin & Harga Diri. Jakarta: Macanan Jaya Cemerlang
Permendiknas no 77 tahun 2008. file data POS-UN
Rathus, Spancer A, dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilit 1 & 2. Jakarta: Erlangga
Rochman, Lur Kholil, Kesehatan Mental. 2010. Yogyakarta: Fajar Media Press
Sukardi. 2011.Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Suliswati & Papayo, T, A, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta:EGC
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
Telaumbanua, Fo’arota.2005. Pengolahan Data Penelitian Perbandingan dan Hubungan.
Jakarta : FKIP-UKI