SELASA, 5 APRIL 2011 Di Tangan Relawan Air Mengalir sampai ... fileKSM telah berdiri sejak 2002....

1
9 N N USANTARA USANTARA SELASA, 5 APRIL 2011 penambahan tersebut memung- kinkan hingga 400 pelanggan, tapi kekurangan dana. “Bank tidak berani memin- jamkan dananya. Alasannya kami tidak ada garansinya. Pa- dahal 95% pelanggan memba- yar dengan tertib dan uang pasang baru Rp600 ribu juga sudah siap,” keluhnya. Hal senada dikatakan Ketua BPSAB Desa Kademangan, Mande, Cianjur, Hasanudin. Dia mengakui perbankan tidak memercayai mereka. Padahal KSM telah berdiri sejak 2002. Iuran pelanggan lancar dan sangat potensial untuk dikem- bangkan. “Kendala lain adalah tarif listrik dikenai bisnis 2. Kami 50% untuk sosial. Gaji pengurus juga ala kadarnya, sukarela,” imbuhnya. Problem serupa dialami KSM yang berada di permukiman padat di Desa Sukamenak, Kecamatan Margahayu, Kabu- paten Bandung. Ketua KSM Ef- fendi menuturkan, sejak masuk proyek air bersih pada 2007 hingga kini sudah ada 400 KK tersambung. Itu baru memenuhi 7% dari 6.000 KK di sana. “Kami terapkan tarif progre- sif, tergantung pemakaian dan kemampuan ekonominya. Ini seharusnya bisa jadi jaminan bank,” ujar dia. Saat dimintai konrmasi ma- salah ini, Bupati Bandung H Dadang Naser mengatakan Proyek pengadaan air bersih sudah digulirkan pemerintah sejak 1990-an. Khususnya bagi masyarakat yang tidak terjang- kau layanan air bersih. Namun kerap dijumpai, proyek ini tidak berlangsung lama meski kelom- pok swadaya masyarakat (KSM) dibentuk untuk mengelolanya. Akibatnya, infrastruktur yang telah dibangun tidak ada yang merawat, terbengkalai, hingga akhirnya menjadi museum. Proyek yang biasanya dising- kat MCK (mandi, cuci, kakus) dipelesetkan menjadi ‘Museum Cipta Karya’ (Cipta Karya ada- lah nama lain Kementerian Pekerjaan Umum, karena pro- gram ini umumnya dilaksana- kan kementerian tersebut). Survey Water Sanitation Pro- gram (WSP) Bank Dunia pada 2008 mencatat di lima kabupa- ten di Jawa Barat dan Jawa Timur terdapat 600 KSM yang menyediakan air bersih dengan sistem pemipaan. Diperkirakan satu di antara empat KSM atau sekitar 150 KSM mati. Banyak kendala yang meng- impit mereka. Mulai manajerial yang masih sukarela, keuang- an, kelembagaan yang belum jelas, hingga biaya perawatan termasuk tarif listrik bisnis yang dibebankan kepada mereka. Padahal potensi KSM sangat besar dan mampu menutup kesenjangan pasokan air ber- sih yang dikelola perusahaan daerah air minum (PDAM). Sementara itu, Wawan Sarifu- din, Ketua KSM BPSAB Gunung Sari, Ciranjang, Cianjur, me- ngatakan proyek air bersih di desanya bergulir pada 2007. Saat itu pengelolaannya ma- sih kacau. Pada 2008 dilakukan pembenahan dan dilakukan jaringan pipanisasi. “Ada ban- tuan dari pemerintah untuk jaringan. Waktu itu baru 20 KK tersambung, sekarang sudah 194 KK,” ujar Wawan. Jumlah itu, jelas Wawan, masih jauh dari kebutuhan de- sanya. Di Desa Gunung Sari ada 2.000 KK, yang separuhnya ma- sih kesulitan air bersih. Warga desa umumnya mengambil air dari sungai yang berjarak belasan kilometer. “Kalaupun dengan sumur, airnya kurang baik, keruh,” tukasnya. Untuk perluasan jaringan, diakui Wawan, pihaknya sudah didesak warga yang rumahnya belum dialiri air. Sebenarnya MUHAMMAD FAUZI Y ANA Sofiana, 45, Wa kil Ketua Badan Pengelola Sistem Air Bersih (BPSAB), me- nempati ruang yang sama de- ngan ibu-ibu pengurus PKK di Desa Ciburial, Kecamatan Ci- menyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sejak 1999 bapak tiga anak ini tetap tekun menggeluti pe- nyaluran air kepada warga di desanya. Semula jika akan mengambil air bersih, warga Desa Ciburial harus berjalan sejauh 10 kilo- meter. Pada 1999 ada proyek pipanisasi sepanjang 16 kilo- meter dari mata air ke bak pe- nampungan terdekat di desa. “Kami tidak menggunakan listrik, tetapi gaya gravitasi ka- rena letak desanya di bawah,” ujar Yana kepada Media Indone- sia saat berkunjung ke desa itu bertepatan dengan Hari Air Se- dunia, beberapa waktu lalu. Dari bak penampungan, jelas Yana, air dialirkan ke rumah warga menggunakan pipa-pipa. Saat ini tercatat 630 kepala kelu- arga (KK) yang berlangganan. Tarif yang dikenakan berdasar- kan golongan A, B, dan C. Perbedaan itu didasarkan atas kemampuan ekonomi warga, golongan A dikenai tarif Rp1.000/m3, B Rp1.200/ m3, dan C Rp1.500/m3. Biaya sambungannya juga berbeda, untuk golongan A dibebankan Rp2 juta, B sebesar Rp3 juta, dan C sebesar Rp6 juta. “Tapi pembayarannya bisa dicicil sampai 10 kali,” ung- kapnya. Meski terbilang pelanggannya cukup banyak, itu baru sekitar 7% dari 4.500 KK warga Desa Ciburial yang terlayani. Kendala alam lereng yang berbukit-bukit sehingga kerap longsor yang mengakibatkan pipa patah atau bergeser. Hambatan pendanaan Hambatan lain adalah pen- danaan sehingga sulit melayani 50% dari seluruh KK yang ada di desanya. “Kami tidak dipandang lem- baga perbankan. Padahal po- tensinya sangat besar. Dari dana biaya sambungan baru sebenar- nya bisa dijadikan jaminan,” keluh Yana. Selama ini mereka belum dianggap perbankan untuk pemberian kredit. Padahal dana biaya sambungan baru yang punya potensi pemasukan kelompok bisa dijadikan jaminan. sudah dicarikan solusinya. Jika bank-bank besar tidak mau, Bank Jabar dan bank perkredit- an rakyat di wilayahnya akan didorong meminjamkan dana kepada mereka. “Jika kendala badan hukum, bisa saya buatkan peraturan bu- pati sebagai payung hukumnya. Permodalan bisa dari BPR yang ada,” tukas dia. Menurut Dadang, KSM mam- pu menutup kesenjangan antara kebutuhan air bersih dan ke- mampuan PDAM. Hal itu me- rupakan potensi yang selama ini diabaikan. Dana dari kabupaten sendiri terbatas. “Untuk air bersih tahun ini dialokasikan Rp6 miliar untuk 267 desa. Kecil tapi ada, du- kungan perbankan memang dibutuhkan,” katanya. Yosa Yuliarsa, Koordinator Regional Communications WSP, menambahkan bahwa pihaknya memberi bantuan kepada KSM sebatas manajerial, penatalak- sanaan administrasi keuang- an, dan sistem perencanaan. Sebab, banyak dijumpai KSM yang ada masih dikelola sangat amatiran. Padahal potensinya sangat besar. “Mereka relawan, tidak ada gaji yang pasti, tetapi mau be- kerja untuk masyarakat. Kami mengasah kemampuan mana- jerial mereka sehingga menjadi bankable,” imbuhnya. (N-4) [email protected] MI/M FAUZI PENAMPUNGAN: Sejak 1999, Badan Pengelola Sistem Air Bersih di Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mulai mengoperasikan penyaluran air menggunakan pipa sepanjang 16 kilometer dari mata air ke bak penampungan terdekat. MI/M FAUZI AKALI KESENJANGAN: Untuk menutup kesenjangan pasokan air bersih yang dikelola PDAM, masyarakat mendirikan Badan Pengelola Sistem Air Bersih (BPSAB). Kami tidak dipandang lembaga perbankan. Padahal potensinya sangat besar. Dana biaya sambungan baru sebenarnya bisa dijadikan jaminan.” Yana Sofiana Wakil Ketua BPSAB Desa Ciburial Di Tangan Relawan Air Mengalir sampai Jauh

Transcript of SELASA, 5 APRIL 2011 Di Tangan Relawan Air Mengalir sampai ... fileKSM telah berdiri sejak 2002....

9NNUSANTARAUSANTARASELASA, 5 APRIL 2011

penambahan tersebut memung-kinkan hingga 400 pelanggan, tapi kekurangan dana.

“Bank tidak berani memin-jamkan dananya. Alasannya kami tidak ada garansinya. Pa-dahal 95% pelanggan memba-yar dengan tertib dan uang pasang baru Rp600 ribu juga sudah siap,” keluhnya.

Hal senada dikatakan Ketua BPSAB Desa Kademangan, Mande, Cianjur, Hasanudin. Dia mengakui perbankan tidak memercayai mereka. Padahal KSM telah berdiri sejak 2002. Iuran pelanggan lancar dan sangat potensial untuk dikem-bangkan.

“Kendala lain adalah tarif listrik dikenai bisnis 2. Kami 50% untuk sosial. Gaji pengurus juga ala kadarnya, sukarela,” imbuhnya.

Problem serupa dialami KSM yang berada di permukiman padat di Desa Sukamenak, Kecamatan Margahayu, Kabu-paten Bandung. Ketua KSM Ef-fendi menuturkan, sejak masuk proyek air bersih pada 2007 hingga kini sudah ada 400 KK tersambung. Itu baru memenuhi 7% dari 6.000 KK di sana.

“Kami terapkan tarif progre-sif, tergantung pemakaian dan kemampuan ekonominya. Ini seharusnya bisa jadi jaminan bank,” ujar dia.

Saat dimintai konfi rmasi ma-salah ini, Bupati Bandung H Dadang Naser mengatakan

Proyek pengadaan air bersih sudah digulirkan pemerintah sejak 1990-an. Khususnya bagi masyarakat yang tidak terjang-kau layanan air bersih. Namun kerap dijumpai, proyek ini tidak berlangsung lama meski kelom-pok swadaya masyarakat (KSM) dibentuk untuk mengelolanya.

Akibatnya, infrastruktur yang telah dibangun tidak ada yang merawat, terbengkalai, hingga akhirnya menjadi museum.

Proyek yang biasanya dising-kat MCK (mandi, cuci, kakus) dipelesetkan menjadi ‘Museum Cipta Karya’ (Cipta Karya ada-lah nama lain Kementerian Pekerjaan Umum, karena pro-gram ini umumnya dilaksana-kan kementerian tersebut).

Survey Water Sanitation Pro-gram (WSP) Bank Dunia pada 2008 mencatat di lima kabupa-ten di Jawa Barat dan Jawa Ti mur terdapat 600 KSM yang menyediakan air bersih dengan sistem pemipaan. Diperkirakan satu di antara empat KSM atau sekitar 150 KSM mati.

Banyak kendala yang meng-impit mereka. Mulai manajerial yang masih sukarela, keuang-an, kelembagaan yang belum jelas, hingga biaya perawatan termasuk tarif listrik bisnis yang dibebankan kepada mereka.

Padahal potensi KSM sangat besar dan mampu menutup kesenjangan pasokan air ber-sih yang dikelola perusahaan daerah air minum (PDAM).

Sementara itu, Wawan Sarifu-din, Ketua KSM BPSAB Gunung Sari, Ciranjang, Cianjur, me-ngatakan proyek air bersih di desanya bergulir pada 2007.

Saat itu pengelolaannya ma-sih kacau. Pada 2008 dilakukan pembenahan dan dilakukan jaringan pipanisasi. “Ada ban-tuan dari pemerintah untuk jaringan. Waktu itu baru 20 KK tersambung, sekarang sudah 194 KK,” ujar Wawan.

Jumlah itu, jelas Wawan, masih jauh dari kebutuhan de-sanya. Di Desa Gunung Sari ada 2.000 KK, yang separuhnya ma-sih kesulitan air bersih. Warga desa umumnya mengambil air dari sungai yang berjarak belasan kilometer. “Kalaupun dengan sumur, airnya kurang baik, keruh,” tukasnya.

Untuk perluasan jaringan, diakui Wawan, pihaknya sudah didesak warga yang rumahnya belum dialiri air. Sebenarnya

MUHAMMAD FAUZI

YANA Sofiana, 45, Wa kil Ketua Badan Pengelola Sistem Air Bersih (BPSAB), me-

nempati ruang yang sama de-ngan ibu-ibu pengurus PKK di Desa Ciburial, Kecamatan Ci-me nyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Sejak 1999 bapak tiga anak ini tetap tekun menggeluti pe-nyaluran air kepada warga di desanya.

Semula jika akan mengambil air bersih, warga Desa Ciburial harus berjalan sejauh 10 kilo-meter. Pada 1999 ada proyek pi pa nisasi sepanjang 16 kilo-me ter dari mata air ke bak pe-nampungan terdekat di desa.

“Kami tidak menggunakan listrik, tetapi gaya gravitasi ka-rena letak desanya di bawah,” ujar Yana kepada Media Indone-sia saat berkunjung ke desa itu bertepatan dengan Hari Air Se-dunia, beberapa waktu lalu.

Dari bak penampungan, jelas Yana, air dialirkan ke rumah warga menggunakan pipa-pipa. Saat ini tercatat 630 kepala kelu-arga (KK) yang berlangganan. Tarif yang dikenakan berdasar-kan golongan A, B, dan C.

Perbedaan itu didasarkan atas kemampuan ekonomi warga, golongan A dikenai tarif Rp1.000/m3, B Rp1.200/m3, dan C Rp1.500/m3. Biaya sambungannya juga berbeda, untuk golongan A dibebankan Rp2 juta, B sebesar Rp3 juta, dan C sebesar Rp6 juta.

“Tapi pembayarannya bisa dicicil sampai 10 kali,” ung-kapnya.

Meski terbilang pelanggannya cukup banyak, itu baru sekitar 7% dari 4.500 KK warga Desa Ciburial yang terlayani. Kendala alam lereng yang berbukit-bukit sehingga kerap longsor yang mengakibatkan pipa patah atau bergeser.

Hambatan pendanaanHambatan lain adalah pen-

danaan sehingga sulit melayani 50% dari seluruh KK yang ada di desanya.

“Kami tidak dipandang lem-baga perbankan. Padahal po-tensinya sangat besar. Dari dana biaya sambungan baru sebenar-nya bisa dijadikan jaminan,” keluh Yana.

Selama ini mereka belum dianggap perbankan untuk pemberian kredit. Padahal dana biaya sambungan baru yang punya potensi pemasukan kelompok bisa dijadikan jaminan.

su dah dicarikan solusinya. Jika bank-bank besar tidak mau, Bank Jabar dan bank perkredit-an rakyat di wilayahnya akan didorong meminjamkan dana kepada mereka.

“Jika kendala badan hukum, bisa saya buatkan peraturan bu-pati sebagai payung hukumnya. Permodalan bisa dari BPR yang ada,” tukas dia.

Menurut Dadang, KSM mam-pu menutup kesenjangan antara kebutuhan air bersih dan ke-mampuan PDAM. Hal itu me-rupakan potensi yang selama ini diabaikan. Dana dari kabupaten sendiri terbatas.

“Untuk air bersih tahun ini dialokasikan Rp6 miliar untuk 267 desa. Kecil tapi ada, du-kungan perbankan memang dibutuhkan,” katanya.

Yosa Yuliarsa, Koordinator Regional Communications WSP, menambahkan bahwa pihaknya memberi bantuan kepada KSM sebatas manajerial, penatalak-sanaan administrasi keuang-an, dan sistem perencanaan. Sebab, banyak dijumpai KSM yang ada masih dikelola sangat amatiran. Padahal potensinya sangat besar.

“Mereka relawan, tidak ada gaji yang pasti, tetapi mau be-kerja untuk masyarakat. Kami mengasah kemampuan mana-jerial mereka sehingga menjadi bankable,” imbuhnya. (N-4)

[email protected]

MI/M FAUZI

PENAMPUNGAN: Sejak 1999, Badan Pengelola Sistem Air Bersih di Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mulai mengoperasikan penyaluran air menggunakan pipa sepanjang 16 kilometer dari mata air ke bak penampungan terdekat.

MI/M FAUZI

AKALI KESENJANGAN: Untuk menutup kesenjangan pasokan air bersih yang dikelola PDAM, masyarakat mendirikan Badan Pengelola Sistem Air Bersih (BPSAB).

Kami tidak dipandang lembaga

perbankan. Padahal potensinya sangat besar. Dana biaya sambungan baru sebenarnya bisa dijadikan jaminan.”Yana SofianaWakil Ketua BPSAB Desa Ciburial

Di Tangan RelawanAir Mengalir sampai Jauh