Sektor Informal

download Sektor Informal

of 16

description

sektor informal merupakan salah satu sektor penting yang mendukung pendapatan masyarakat umum. dengan adanya sektor informal memastikan setiap masyarakat kecil mampu berpendapatan. salah satu sektor informal adalah pedagang kaki lima

Transcript of Sektor Informal

Peran sektor informal di perkotaan sebagai faktor pendorong dalam perubahan sosialSektor informal seperti pedagang kaki lima perkotaan berperan sebagai pendorongperubahan sosialdalam kehidupan masyarakat modern perkotaan dan juga perdesaan. Sifat sektor informal yang tidak membutuhkan modal besar, yang dapat menggunakan bahan setempat dan tidak membutuhkan keterampilan tinggi ini, relatif tidak sensitif terhadap gejolak perekonomian internasional. Perekonomian di sektor informal ini relatif dapat lebih mandiri. Oleh karena pertumbuhan di sektor informal secara langsung memperbaiki kesejahteraan golongan ekonomi lemah, maka kemajuan dalam sektor informal sekaligus menaikkan pendapatan nasional, walau tidak banyak, dan memperbaiki distribusi pendapatan.Dari sisi lapangan kerja, beberapa referensi dan hasil pengamatan mengungkapkan bahwa sektor informal merupakan tumpuan bagi tenaga kerja yang tidak berhasil memasuki lapangan pekerjaan dengan penghasilan layak di sektor formal. Struktur pasaran tenaga kerja di sektor informal sangat berbeda dengan di sektor formal. Pasaran tenaga kerja dalam sektor formal sendiri memiliki ciri tenaga bergaji yang melakukan tugas pekerjaan permanen, diorganisasi dengan resmi, dilindungi dan tercatat dalam statistik ekonomi. Sedangkan di sektor informal, cirinya yang menonjol adalah adanya hubungan kerja tanpa perjanjian atau kontrak tertulis. Sektor informal pada pokoknya merupakan sumber lapangan kerja sendiri yang kadang-kadang melibatkan tenaga seluruh anggota rumah tangga.Struktur lapangan kerja umumnya dan pasaran tenaga kerja khususnya di sektor informal, sungguh kompleks. Namun dapat dipastikan bahwa sektor ini menyerap banyak sekali tenaga penganggur yang tidak terserap dalam memasuki lapangan kerja formal. Besarnya presentasi pekerja yang masuk sektor informal dan meningkatnya presentasi tersebut (untuk daerah kota) mungkin merupakan percerminan ketidakmampuan sektor formal untuk menampung luberan angkatan kerja. Pendapat ini didasarkan atas asumsi bahwa kalau dapat, orang akan selalu berusaha untuk bekerja di sektor formal. Hanya bila tidak ada lowongan di sektor formal, maka orang lalu mencari atau menciptakan kesempatan kerja di sektor informal. Dengan kata lain, sektor informal dilihat sebagai sektor sisa.Namun mungkin pula bahwa orang bekerja di sektor informal bukan karena mereka tidak dapat bekerja di sektor formal. Mereka memilih sektor informal karena sektor ini lebih mempunyai daya tarik. Beberapa kasus yang terjadi memperlihatkan betapa tinggi daya tarik sektor informal walaupun mereka harus bekerja dengan jam kerja yang panjang ataupun tidak menentu, dan bahkan dengan lingkungan yang kadang-kadang kurang menyenangkan. Kegiatan ekonomi di sektor ini ternyata cukup stabil. Sebagian besar movers telah bekerja di usaha yang sama selama lebih dari tiga tahum. Kepuasan kerja cukup tinggi, terutama pada mereka yang berpendidikan rendah. Berlainan dengan ketatnya kompetisi lapangan pekerjaan di sektor formal, beberapa dari informan mengatakan mudah memperoleh pekerjaan asal mau bekerja di sektor informal.Para pekerja sektor informal pada umumnya adalah kaum pendatang perkotaan yang berasal dari daerah pedesaan di sekitar kota.Pekerja sektor informal bisa mengirimkan uang hasil usaha mereka ke desa atau daerah asal sehingga berpengaruh pada roda perekonomian desa atau daerah asal mereka. Di samping itu mereka juga membawa gaya hidup perkotaan ketika pulang ke desa. Hal ini mengakibatkan perubahan yang mereka alami tidak hanya berpengaruh pada kehidupan sosial perkotaan akan tetapi juga berdampak pada desa atau daerah asal mereka.

PERAN SEKTOR INFORMAL DI INDONESIASektor informal memiliki peran yang besar di negara-negara sedang berkembang (NSB) termasuk Indonesia. Sektor informal adalah sektor yang tidak terorganisasi (unorganized), tidak teratur (unregulated), dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar (unregistered). Di NSB, sekitar 30-70 % populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sector informal. Demikian yang disampaikan oleh Tri Widodo, SE. Mec.Dev saat Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakarta pada hari Selasa 7 Maret 2005.Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil; kepemilikan oleh individu atau keluarga, teknologi yang sederhana dan padat tenaga kerja, tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah, akses ke lembaga keuangan daerah, produktivitas tenaga kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih rendah dibandingkan sektor formal, kata pak Tri.Diskusi yang bertempat di Gedung PAU UGM tersebut, pak Tri mengatakan bahwa kebanyakan pekerja di sektor informal perkotaan merupakan migran dari desa atau daerah lain. Motivasi pekerja adalah memperoleh pendapatan yang cukup untuk sekedar mempertahankan hidup (survival). Mereka haru tinggal di pemukiman kumuh , dimana pelayanan publik seperti listrik, air bersih, transportasi, kesehatan, dan pendidikan yang sangat minim.Menurut peneliti PSEKP UGM ini, dalam kaitannya dengan sektor lain, sektor informal terkait dengan sektor pedesaan. Sektor informal memberikan kemungkinan kepada tenaga kerja yang berlebih di pedesaan untuk migrasi dari kemiskinan dan pengangguran. Sektor informal sangat berkaitan dengan sektor formal di perkotaan. Sektor formal tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor formal. Sebaliknya, sektor informal tergantung dari pertumbuhan di sektor formal. Sektor informal kadang-kadang justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di sektor formal.Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit bila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup dengan modal sedikit dapat memeprkerjakan orang. Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan, sektor informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam pengembangan sumber daya manusia. Sektor informal memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil dan tidak terampil. Sektor informal biasanya menggunakan teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya local sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya. Sektor informal juga sering terkait dengan pengolahan limbah atau sampah. Sektor informal dapat memperbaiki distribusi hasil-hasil pembangunan kepada penduduk miskin yang biasanya terkait dengan sektor informal, ungkap pak Tri.Lebih lanjut dalam makalah berjudul Peran Sektor Informal Terhadap Perekonomian Daerah: Teori dan Aplikasi pak Tri mengungkapkan, di Indonesia, sektor informal bukan merupakan fokus utama kebijakan atau perhatian pemerintah. Pemerintah bahkan tidak memiliki definisi umum mengenai perusahaan mengenai perusahaan sektor informal. Beberapa instansi pemerintah, seperti Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Departemen Industri dan Perdagangan, hanya memberikan definisi tentang skala usaha yang secara garis besar dibagi tiga klasifikasi yaitu usaha kecil, menengeah, dan besar.Demikian pula halnya dengan penanganan secara statistik terhadap sektor informasi. Kegiatan pencatatan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh sektor informal yang menyeluruh dan berkelanjutan, seperti halnya dengan kegiatan pencatatan pada sektor formal, juga belum banyak dilakukan dan mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. BPS mendefinisikan perusahaan sektor informal sebagai perusahaan tidak berbadan hukum. Disamping itu kegiatan pembinaan sektor informal juga tidak memiliki kejelasan, sehingga menyebabkan instansi pemeritah satu dengan yang lainnya tidak memiliki tanggung jawab yang terpadu untuk mempromosikan atau mengatur sektor informal, terang pak Tri (Humas UGM).

Konsep Sektor Informal : Pedagang Kaki LimaKonsep sektor informal pertama kali muncul di dunia ketiga, yaitu ketika dilakukan serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan di Afrika. Keith Hart (Damsar, 1997: 158), orang yang memperkenalkan pertama kali konsep tersebut pada tahun 1971, mengemukakan bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang selama ini diterima dalam perbincangan tentang pembangunan ekonomi. Dalam laporannya kepada organisasi buruh sedunia (ILO), Hart mengajukan model dualisme terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada angkatan kerja perkotaan.Konsep informalitas diterapkan kepada bekerja sendiri (self employed).

Menurut pendapat Damsar (1997: 158-159), ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan dalam birokrasi ILO. Informalitas didefinisikan ulang sebagai sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan. Sektor informal menunjukkan kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan dicirikan dengan : a) Mudah memasukinya dalam arti keahlian, modal, dan organisasi; b) Perusahaan milik keluarga; c) Beroperasi pada skala kecil; d) Intentif tenaga kerja dalam produksi dan menggunakan teknologi sederhana; dan e) Pasar yang tidak diatur dan berkompetitif.Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor informal oleh ILO, banyak mendapatkan kritikan tajam dari berbagai ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi, khususnya Sosiologi Ekonomi. Mereka menganggap bahwa aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat. Menurut Hernando de Soto dalam The Other Parh (Damsar, 1997: 159-160) informalitas merupakan respon masyarakat terhadap negara merkantalis yang kaku. Oleh karena itu, tidak seperti gambaran ILO yang melihatnya sebagai mekanisme kelangsungan hidup dalam merespon ketidakcukupan lapangan pekerjaan modern, melainkan sebagai serbuan kekuatan pasar nyata dalam suatu ekonomi yang dikekang oleh regulasi (pengaturan) negara.Dalam Ensiklopedia Ekonomi, Bisnis dan Manajemen (1997: 292-293) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia. Tetapi ada kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan yang terlihat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai berikut : a) Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi ekonomi dari pemerintah; b) Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak punya akses) bantuan, meskipun pemerintah telah menyediakannya; c) Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor itu mandiri.Berdasarkan definisi kerja tersebut, disepakati pula serangkaian ciri sektor informal di Indonesia, yang meliputi : a) Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik, karena unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedian secara formal; b) Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha; c) Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik, dalam arti lokasi maupun jam kerja; d) Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini; e) Unit usaha berganti-ganti dari satu sub-sektor ke sub-sektor lain; f) Teknologi yang digunakan masih tradisional; g) Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga kecil; h) Untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal, sebagian besar hanya diperoleh dari pengalaman sambil bekerja; i) Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one man enterprise, dan kalau ada pekerja, biasanya berasal dari keluarga sendiri; j) Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri, atau dari lembaga keuangan tidak resmi; dan k) Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota/desa berpenghasilan rendah atau menengah.Menurut pendapat Bromley (1991), dalam Mulyanto (2007), pedagang kaki lima (PKL) merupakan kelompok tenaga kerja yang banyak di sektor informal. Pandangan Bromley, pekerjaan pedagang kaki lima merupakan jawaban terakhir yang berhadapan dengan proses urbanisasi yang berangkai dengan migrasi desa ke kota yang besar, pertumbuhan penduduk yang pesat, pertumbuhan kesempatan kerja yang lambat di sektor industri, dan penyerapan teknologi yang padat moral, serta keberadaan tenaga kerja yang berlebihan.Menurut Mulyanto (2007), PKL adalah termasuk usaha kecil yang berorientasi pada laba (profit) layaknya sebuah kewirausahaan (entrepreneurship). PKL mempunyai cara tersendiri dalam mengelola usahanya agar mendapatkan keuntungan. PKL menjadi manajer tunggal yang menangani usahanya mulai dari perencanaan usaha, menggerakkan usaha sekaligus mengontrol atau mengendalikan usahanya, padahal fungsi-fungsi manajemen tersebut jarang atau tidak pernah mereka dapatkan dari pendidikan formal. Manajemen usahanya berdasarkan pada pengalaman dan alur pikir mereka yang otomatis terbentuk sendiri berdasarkan arahan ilmu manajemen pengelolaan usaha, hal inilah yang disebut learning by experience (belajar dari pengalaman). Kemampuan manajerial memang sangat diperlukan PKL guna meningkatkan kinerja usaha mereka, selain itu motivasi juga sangat diperlukan guna memacu keinginan para PKL untuk mengembangkan usahanya.

Pengertian, Ciri-ciri, dan Contoh Sektor Usaha InformalAUSHAF FAHRIADD COMMENTSATURDAY, FEBRUARY 15, 2014

1.Pengertian sektor usaha informalSektor usaha informal merupakan bentuk usaha yang paling banyak kita temukan di masyarakat. Bentu usaha yang ini bnayak dilakukkan oleh masyarakat yang tidak berpendidikan, bermodal kecil, dilakukkan oleh masyarakat golongan bawah dan tidak mempunyai tempat usaha yang tetap. Sektor usaha informal terbuka bagi siapa saja dan sangat mudah mendirikannya, sehingga jumlahnya tidak dapat di hitung, dengan banyaknya usaha ini berarti akaan menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran

2.Ciri-ciri sektor usaha informala.Tidak memiliki ijin tempat usaha (biasanya hanya ijin dari RW setempat)b.Modal tidak terlalu besar, relatif kecilc.Jumlah pekerja tidak terlalu banyakd.Dalam menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal, keahlian khusus namun hanya berdasarkan pengalamane.Teknologi yang digunakan sangat sederhanaf.Kurang terorganisirg.Jam usaha tidak teraturh.Ruang lingkup usahanya kecili.Umumnya hanya dilakukkan oleh anggota keluargaj.Jenis usaha yang di kerjakan biasanya dalam bentuk :pengrajinan ,perdagangan dan jasak.Hasil produksi cenderung untuk segmen menengah ke bawahl.Biaya pungutan yang dikeluarkan cukup banyak.

3.Contoh sektor usaha Informala.PEDAGANG KAKI LIMAPedagang kaki lima dapat kita temui di jalan ataupun di desa. Pedagang kaki lima dalam menjajakan dagangannya menggunakangerobak, meja dengan tendasebagai tempat untuk berteduh. Contohnya : Angkringan di dekat SMP N 1 Godeanb.PEDAGANG ASONGANPedagang asongan adalah pedagang yang menjajakan barangnya dengan cara menyodorkan barangknya pada calon pembeli. Pedagang ini banyak kita jumpai di perempatan jalan di kota-kota, halte, terminal, di bus, kereta api, stasiun.c.PEDAGANG KELILINGPedangang yang menjual barangnya dengan cara berkeliling (door to door) dari satu pintu ke pintu yang lain dan dari tempat satu ke tempat yang lain. Mereka menggunakan motor, mobil, gerobak, dan ada yang di pikul untuk berkeliling. Dan yang di jual adalah kebutuhan sehari-hari. Contohnya adalah pedagang sayur keliling di desa tertentu.

Contoh Sektor usaha Informal

A.Pedagang kaki limaPedagang kaki lima yaitu pedagang yang menjajakan barang dagangannya di tempat-tempat yang strategis, seperti di pinggir jalan, di perempatan jalan, di bawahpohonyangrindang,danlain-lain.Barangyangdijualbiasanya makanan,minuman,pakaian,danbarang-barangkebutuhansehari-hari lainnya..Tempatpanjualanpedagangkakilimarelativepermanentyaitu berupa kios-kios kecil atau gerobak dorong, atau yang lainnya.Ciri-ciri/sifat pedagang kaki lima:Pada umumnya tingkat pendidikannnya rendah.Memilikisifatspesialisdalamkelompokbarang/jasayang diperdagangkan.Barangyangdiperdagangkanberasalda-riprodusenkecilatauhasil produksi sendiri.Padaumumnyamodalusahanyakecil, berpendapatanrendah,serta kurang mampu memupuk dan mengembangkan modal.Hubungan pedagang kaki lima dengan pembeli bersifat komersial.

Adapun peranan pedagang kaki lima dalam perekonomian antara lain:Dapat menyebarluaskan hasil produksi tertentu.Mempersepatproseskegiatanproduksikarenabarangyangdijual cepat laku.Membantu masyarakatekonomilemah dalampemenuhan kebutuhan dengan harga yang relative murah.Mengurangi pengangguran.Kelemahan pedagang kaki lima adalah:Menimbulkan keruwetan dan kesemprawutan lalu lintas.Mengurangi keindahandan kebersihan kota/wilayah.Mendorong meningkatnya urbanisasi.Mengurangihasil penjualanpedagang toko.Contohpedagangkakilimayangberjualan dipinggir jalan

B.PedagangKelilingyaitupedagangyangmenjualbarangdagangannya secarakeliling,keluar-masukkampongdenganjalankaki/naik sepeda/sepedamotor.Barangyangdijualkebanyakanbarang-barang kebutuhan sehari-hari seperti minyak goreng, sabun, perabot rumahtangga, buku dan alat tulis, dan lain-lain.Adapun peranan pedagang keliling antara lain:Menyebarkan barang dan jasa hasil produksi tertentuMendapatkan hasil produksi barang tertentu kepada masyarakatMembuka lapangan kerja dan mengurangi pengangguranContoh gambar seorang pedagang keliling

C.PedagangAsongan,yaitupedagangyangmenjualbarangdaganganberupabarang-barangyangringandan mudahdibawasepertiair mineral, koran, rokok, permen,tisu,dan lain - lain.Tempatpenjualanpedagang asonganadalahditerminal,stasiun,bus,keretaapi,dilampulalulintas (traffic light), dan di tempat-tempat strategis lainnya. Ciri-ciri sektor usaha informala.Modal usahanya relatif kecilb.Peralatan yang digunaka sederhanac.Tidak memerlukan izin dari pemerintahd.Ruang lingkup usahanya kecile.Umumnya hanya dilakukkan oleh anggota keluargaf.Dalam pengelolaan tidak memerlukan pendidikan atau keahlian khusus, namun hanya berdasarkan pengalaman.

Sektor Usaha Informal (Pedagang kaki lima)

PENGARUH SEKTOR INFORMAL TERHADAP KEBUTUHAN RUANG DI PERKOTAAN

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangKeberadaan sektor informal di Negara kita tidak terlepas dari proses pembangunan yang sedang dilaksanakan. Karena itu sektor informal telah menjadi pusat perhatian perencanaan pembangunan, terutama di Negara sedang berkembang, dan dipandang sebagai salah satu alternatif penting dalam memecahkan masalah ketenagakerjaan. Pertumbuhan penduduk yang terbesar terjadi diperkotaan, dimana pertumbuhan ini bukan hanya diakibatkan oleh faktor kelahiran tetapi juga karena faktor migrasi. Adanya faktor-faktor ini tidak diimbangi dengan adanyalapangan pekerjaan yang cukup. Dengan tingginya angka migrasi penduduk dari desa ke kota secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan permasalahan yang besar di perkotaan. Sebagian besar orang yang baru datang dari daerah asalnya belum tentu langsung mendapatkan pekerjaan, berarti masih mengganggur. Salah satu menanggulangi adalah dengan berusaha sendiri di sektor informal khususnya menjadi pedagang kaki lima. Selain faktor imigrasi yang merupakan salah satu penyebab munculnya sektor informal, penyebab lain yang menimbulkan adanya sektor informal adalah berkurangnya kesempatan kerja akibat meningkatnya angkatan kerja, baik yang diakibatkan oleh penduduk yang berimigrasi maupun penduduk asli yang ada didaerah tersebut. Secara otomatis penduduk yang setiap tahunnya bertambah membutuhkan biaya untuk keperluan hidupnya. Apalagi biaya hidup dikota sangat tinggi dan sangat jelas bahwa salah satu alternatif untuk mendapatkan penghasilan adalah berusaha di sektor informal.

B. Tujuan dan Kegunaan1. Tujuan

2. Kegunaan

BAB IIPEMBAHASAN

A.Gambaran Umum Sektor InformalIstilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil.Tetapi akan menyesatkan bila disebut dengan perusahaan berskala kecil karena beberapa alasan berikut ini. Sektor informal dalam tulisan ini terutama dianggap sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang berkembang; karena itu mereka yang memasuki kegiatan berskala kecil ini di kota, terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan. Karena mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak trampil, dankebanyakan para migran, jelaslah bahwa mereka bukanlah kapitalis yang mencari investasi yang menguntungkan dan juga bukan pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya. Cakrawala mereka nampaknya terbatas pada pengadaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan yang langsung bagi dirinya sendiri. Bagaimanapun juga, harus diakui bahwa banyak diantara mereka berusaha dan bahkan berhasil mengatasi hambatan-hambatan yang ada dan secara perlahan-lahan masuk ke dalam perusahaan berskala kecil dengan jumlah modal dan ketrampilan yang memadai, dan semestinya dengan orientasi yang lebih besar kepada keuntungan.Dengan kata lain, sektor informal di kota terutama harus dipandang sebagaiunit-unitberskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang yang masih dalam suatu proses evolusi, daripada dianggap sebagai kelompok perusahaan yang berskala kecil dengan masukan-masukan (inputs) modal dan pengelolaan (managerial) yang besar. Dasar pemikiran untuk mengadakan pembedaan yang demikian ini tidak perlu dipersoalkan lagi, juga mengenai signifikansi operasional dan kebijakannya. Misalnya, asumsi umum tentang program pengembangan perusahaan kecil pada umumnya tidak sahih (valid) bagi pengembangan sektor informal; kebijakan-kebijakan untuk pengembangan sektor ini harus melebihi program pengembangan perusahaan kecil dan mengidentifikasi serta memperbaiki faktor-faktor yang menyangkut evolusinya, termasuk lingkungan sektor informal.Konseptualisasi sektor informal tersebut di atas, walaupun bermanfaat, namun belum dapat memecahkan masalah definisi. Masih dibutuhkan beberapa definisi untuk menentukan batas sektor ini baik dari sudut pandangan operasional maupun penelitian. Barangkali skala operasi adalah karakteristik terpenting yang muncul dari kerangka di atas dan dapat dipakai sebagai suatu alat untuk memisahkan kegiatan ekonomi sektor informal dari semua kegiatan ekonomi sektor-sektor lainnya. Meskipun skala operasi dapat diukur dengan berbagai macam cara, antara lain meliputi besarnya modal, omzet, dan lain-lain, tetapi karena ciri-ciri ini biasanya sangat erat hubungannya satu sama lain, maka alat ukur yang paling tepat untuk mengukur skala operasi adalah jumlah orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Melihat ekonomi kota sebagai suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari unit-unit produksi dan distribusi, maka untuk kepentingan tulisan ini, unit-unit yang memiliki 10 orang ke bawah diklasifikasikan ke dalam sektor informal dalam segala bidang (meskipun ada kekecualian). (Manning, 1991: 90-91)Tulisan Keith Hart, seorang antropol inggris untuk pertama kalinya melontarkan gagasannya mengenai sektor informal. Sejak munculnya konsep ini banyak penelitian dan kebijakan mulai menyoroti masalah kesempatan kerja kelompok miskin di kota secara khusus. Menurut Hart, kesempatan kerja di kota terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu formal , informal sah, dan informal yang tidak sah. Selain itu, pembedaan sektor formal dan informal dilihat dari ketentuan cara kerja, hubungan dengan perusahaan, curahan waktu, serta status hukum kegiatan yang dilakukan. (Manning, 1991: 75)B.Urbanisasi Sebagai Salah Satu Faktor Timbulnya Sektor Informaldi PerkotaanDi negara yang sedang berkembang, urbanisasi merupakan problem yang cukup kompleks untuk dipecahkan. Kota mempunyai daya tarik tertentu bagi orang desa, yaitu sebagaipusat pembaharuan, pusat perkembangan ekonomi, puasat mode, pusat segala pendidikan, serta pusat hiburan. Dari berbagi observasi yang dilakukan motif orang desa pindah ke kota ada bermacam-macam, yaitu sebagai berikut :a)Melanjutkan pendidikan, karena di desa tidak tersedia atau mutunya kurang baik dibandingkan dengan di kota.b)Terpengaruh oleh informasi orang desa yang ada di kota bahwa kehidupan di kota lebih mudah.c)Tingkat upah lebih tinggi di kota.d)Keamanan lebih terjamin di kota.e)Adat atau agama lebih longgardi kota.(Sukanto dan Karseno, 2001 : 111-112)Proses urbanisasi di Indonesia disebabkan oleh faktor pendorong dan penarik. Faktor-faktor pendorong meliputi antara lain aspek-aspek ; perbandingan jumlah penduduk dengan luas tanah di pedesaan yang pincang, kurangnya lapangan kerja di luar bidang pertaniandan rendahnya pendapatan. Sedangkan faktor-faktor penarik mencakup antara lain aspek ; tarikan kota berupa lapangan kerja, upah yang lebih tinggi, kelengkapan prasarana dan sarana yang bada di kota, dan adanya selingan serta hiburan dalam kehidupan. (Radli Hendro Koetoer, 2001: 122)Paramigran yang mencari kerja dikota pada umumnya tidak memiliki keterampilan dan pendidikannya relatif rendah sehingga mereka tidak mendapatkan pekerjaan yang layak seperti yang diinginkan, sehingga alternatif yang dipilih dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian dari mereka terjun ke sektor informal.C. Dampak Sektor Informal Terhadap Kebutuhan Ruang di PerkotaanStudi Kasus :MENATA PKL PERLU PENATAAN RUANGFenomenapertumbuhan suatu kota tentu diikuti dengan meningkatnya jumlah penduduk, akibat proses migrasi atau urbanisasi (baca:urbanward migration) dari daerahhinterland. Fenomena tersebut juga terjadi di Kota Semarang, di satu sisi merupakan permasalahan yang sangat mendesak untuk ditangani dan di satu sisi merupakan suatu proses yang tidak dapat dibatasi pertumbuhannya.Upaya-upaya untuk menangani proses migrasi daerahhinterlandmenuju daerah pusat kota dengan kebijaksanaan pembatasan pertumbuhan penduduk menunjukkan tanda-tanda ketidakberhasilan.Menurut Sturaman (1981), sektor informal kota dalam hal ini khusus pedagang kaki lima (PKL) semakin merebak di Kota Semarang. Munculnya sektor informal (PKL) tersebut merupakan implikasi adanya pertumbuhan dan perkembangan suatu kota.Tata RuangBeberapa penanganan yang telah dilakukan Pemerintah Kota Semarang dalam menangani permasalahan PKL antara lain dengan melakukan relokasi pedagang, seperti yang dilakukan pada PKL di Kokrosono. Kemudian rencana Pemkot memindahkan PKL dari Jl Citarum Raya ke Jl Citandui Selatan mendapat reaksi keras dari warga Bugangan. Warga mengaku keberatan dengan rencana tersebut karena khawatir PKL akan mengotori lingkungan. Mereka juga keberatan tanah milik Pemkot seluas 1.250 m2 yang akan digunakan sebagai tempat relokasi merupakan pusat aktivitas warga. Selain warga, reaksi keberatan juga dilontarkan oleh para pedagang yang berjualan di sisi selatan Jl Citarum Raya. Para pedagang itu keberatan karena tempat relokasi auh dari akses pembeli. Ada pro dan kontra dalam penataan PKL di Kota Semarang, pedagang dan warga tolak relokasi PKL (SM, 21 Maret 2005).Hal yang perlu dicermati dalam penanganan PKL yang telah dilakukan di Kota Semarang adalah kurangnya pemahaman Pemerintah Kota terhadap kondisi dan karakterisasi PKL. Terkadang mereka asal main gusur, tanpa memperhatikan karakteristik PKL, baik karakteristik lokasi maupun karakteristik pasar PKL. Mestinya Pemkot tidak melakukan upaya eksekusi putusan secara sepihak dalam bentuk apa pun sebelum muncul suatu solusi yang menguntungkan bagi semua pihak (pedagang, warga dan Pemkot).Keputusan perlu dilakukan musyawarah dengan para pedagang dan warga. Pemerintah perlu memberikan pembinaan terhadap PKL seperti tertuang dalam Perda Nomor 11/2000 pasal 9 yang berbunyi: ''Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan pembinaan terhadap PKL di daerah''. Sehingga mereka yang bergelut sebagai ''kaum marginal'' atau golongan''have nots'' dapat hidup yang layak sesuai dengan kemampuannya atas pekerjaan yang layak. Artinya bahwa kebijakan penataan PKL hendaknya jangan bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 38 ayat 1.Oleh karenanya Pemkot dalam melakukan penataan PKL perlu memperhatikan karakteristik lokasi maupun karakteristik pasar PKL dan mempertimbangkan nilai-nilai penataan ruang antara lain nilai kepentingan semua pihak.(http://www.suaramerdeka.com/harian/0504/12/kot20.htm)BAB IIIPENUTUP

Pada bab ini, penulis akan menarik beberapa kesimpulan berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya. Sebagai bahan masukan dari penyusun, maka akan dikemukakan beberapa saran sehubungan dengan dampak yang ditimbulkan sektor informal.1.KesimpulanBerdasarkan bahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut Sektor informal merupakan obat manjur terhadap masalah pekerjaan di perkotaan, dan dapat memberikan wadah untuk menumbuhkan bakat para pengusaha lokal.

2.RekomendasiBerikut ini akan diajukan saran untuk menjadi perhatian dalam penanganan masalah sektor informal diperkotaan yaitu dengan cara pemerintah mengeluarkan kebijakan untukmengubah sektor informal menjadi formal, dalam artian Pemerintah harus bekerjasama dengan pihak yang ada di sektor informal dengan cara menyediakan lahan khusus untuk pedagang sektor informal.