Seksualitas Dan Hak Reproduksi Perempuan

7
 Seksualitas dan Hak Reproduksi Perempuan   Tinjauan singkat terhadap peraturan perundang-undangan   Oleh : Anjaz Hilman, SH. [1]  Awalnya adalah kesadaran dari sebagian kelompok masyarakat untuk mengakhiri keadaan yang serba diskriminatif bagi perempuan, keadaan mana padu dalam tata nilai dan sistem sosial masyarakat patriarki yang sedemikian rupa mengkotakkan perempuan pada kepasrahan dalam ketidaksetujuan. Bangunan hubungan yang diskriminatif ini menemui akarnya pada keadaan kodrati perempuan yang spesial, nyatanya segenap kenyataan biologis perempuan dipandang dan dirumuskan sebagai sesuatu kelemahan. Seksualitas, misalnya yang semestinya potensi ini dipandang dalam pola relasi yang wajar dan sejajar akan tetapi nilai dan sistem sosial memformulasikannya secara berlebihan sehingga maksud baik untuk melindungi malah memunculkan kekerasan, pembatasan serta ketidakberdayaan yang merugikan bagi perempuan itu sendiri baik di ruang publik maupun di ruang privat.  Upaya untuk merubah struktur nilai, pola hubungan dan sistem sosial tersebut hingga kini terus dilakukan. Dalam hal ini hingga sampai pada tataran pembentukan norma hukum positif berupa perundang- undangan yang mengakomodir kepentingan perlindungan yang  fair bagi perempuan dalam perspektif kesetaraan.  Seksualitas dapat dimaknai sebagai suatu keadaan yang sedemikian rupa yang dihasilkan dari potensi biologis perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Sedang reproduksi mengarah kepada kemampuan individu secara almiah dalam menghasilkan keturunan. Secara spesifik undang-undang tidak menegaskan konsepnya mengenai seksualitas dan reproduksi. Sebaliknya konsep tersebut dicakup dalam konsep perlindungan hak-hak perempuan yang dirumuskan ke dalam aspek-aspek kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan, perlindungan dari kekerasan dan kejahatan di luar maupun di dalam rumah tangga, pelayanan kesehatan bagi perempuan.  

description

seksualitas

Transcript of Seksualitas Dan Hak Reproduksi Perempuan

  • 5/19/2018 Seksualitas Dan Hak Reproduksi Perempuan

    1/7

    Seksualitas dan Hak Reproduksi Perempuan

    Tinjauan singkat terhadap peraturan perundang-undangan

    Oleh : Anjaz Hilman, SH.[1]

    Awalnya adalah kesadaran dari sebagian kelompok masyarakat

    untuk mengakhiri keadaan yang serba diskriminatif bagi perempuan,

    keadaan mana padu dalam tata nilai dan sistem sosial masyarakatpatriarki yang sedemikian rupa mengkotakkan perempuan padakepasrahan dalam ketidaksetujuan. Bangunan hubungan yangdiskriminatif ini menemui akarnya pada keadaan kodrati perempuanyang spesial, nyatanya segenap kenyataan biologis perempuan dipandangdan dirumuskan sebagai sesuatu kelemahan. Seksualitas, misalnya yangsemestinya potensi ini dipandang dalam pola relasi yang wajar dan sejajarakan tetapi nilai dan sistem sosial memformulasikannya secara berlebihansehingga maksud baik untuk melindungi malah memunculkan kekerasan,pembatasan serta ketidakberdayaan yang merugikan bagi perempuan itu

    sendiri baik di ruang publik maupun di ruang privat.

    Upaya untuk merubah struktur nilai, pola hubungan dan sistemsosial tersebut hingga kini terus dilakukan. Dalam hal ini hingga sampaipada tataran pembentukan norma hukum positif berupa perundang-undangan yang mengakomodir kepentingan perlindungan yangfair bagiperempuan dalam perspektif kesetaraan.

    Seksualitas dapat dimaknai sebagai suatu keadaan yangsedemikian rupa yang dihasilkan dari potensi biologis perempuan yang

    berbeda dengan laki-laki. Sedang reproduksi mengarah kepadakemampuan individu secara almiah dalam menghasilkan keturunan.

    Secara spesifik undang-undang tidak menegaskan konsepnyamengenai seksualitas dan reproduksi. Sebaliknya konsep tersebut dicakupdalam konsep perlindungan hak-hak perempuan yang dirumuskan kedalam aspek-aspek kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan,perlindungan dari kekerasan dan kejahatan di luar maupun di dalamrumah tangga, pelayanan kesehatan bagi perempuan.

    https://sites.google.com/site/anjazhilman/seksualitas-hak-reproduksi-perempuan#_ftn1https://sites.google.com/site/anjazhilman/seksualitas-hak-reproduksi-perempuan#_ftn1https://sites.google.com/site/anjazhilman/seksualitas-hak-reproduksi-perempuan#_ftn1https://sites.google.com/site/anjazhilman/seksualitas-hak-reproduksi-perempuan#_ftn1

  • 5/19/2018 Seksualitas Dan Hak Reproduksi Perempuan

    2/7

    Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap perempuan,UUD 1945 sebagai hukum dasar mengatur persoalan tersebut dalamkerangka hak azasi manusia (Bab XA),yaitu hak untuk hidup, hak untukbebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan martabatmanusia serta bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar apapun danhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan yang bersifatdiskriminatif. Sebagai norma dasar ia berlaku terhadap semua orangtanpa terkecuali.

    Setiap norma memiliki dimensi validitas dan keberlakuan,demikian pula halnya dengan norma yang menyangkut perlindunganterhadap perempuan. Suatu norma dikatakan valid jika memilikikeberadaan dan memiliki kekuatan mengikat terhadap orang yangperilakunya diatur. Sedangkan keberlakuan suatu norma menyangkutprilaku atau perbuatan manusia sebagai bentuk kepatuhannya kepadanorma (Hans Kelsen, General Theory of Law & State, 1961).

    Keberadaan Norma Perlindungan Perempuan

    Hukum sebagai bentuk teknik sosial yang khas, didalamnya harusterdapat paksaan guna menghadirkan kesesuaian perilaku setiap orangsesuai dengan norma. Dan jika yang muncul adalah perilaku yang

    sebaliknya, sebagai norma hukum dapat dipaksakan kepada pelakusebagai sanksi. UUD sebagai norma dasar yang bersifat umum tidakmemuat sanksi dan tentu untuk sampai serta mampu menjangkaukenyataan, ia memerlukan pengaturan yang lebih lanjut dalam bentukperaturan pelaksana dibawahnya. Dalam kaitannya dengan tema di ataskeberadaan norma terkait tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan, diantaranya :

    1.

    Kitab Undang undang Hukum Pidana

    Dalam lingkup kejahatan kesusilaan dalam pidana umum yangterkait dengan perlindungan perempuan terhadap kejahatan antara lainpasal tentang perkosaan dan perbuatan cabul. Meskipun KUHPkeberadaannya telah sedemikian lama akan tetapi ada baiknya jugadilihat guna membangun pemahaman tentang sistem hukum yangmengakomodir kepentingan perlindungan terhadap perempuan.

  • 5/19/2018 Seksualitas Dan Hak Reproduksi Perempuan

    3/7

    a.

    Kejahatan Perkosaan Pasal 285 s/d 288).

    Perkosaan dirumuskan sebagai perbuatan yang memaksakanterjadinya persetubuhan dengan perempuan. Singkatnya suatu dikatakan

    pemerkosaan bila memenuhi unsur pemaksanaan dengan kekerasanmaupun ancaman, persetubuhan sebagai maksud pemaksaan dandilakukan kepada perempuan (bukan istrinya).

    Dari sisi perempuan sebagai korban, rumusan KUHP membagi kejahatanperkosaan dalam beberapa tingkatan diantaranya ;

    1. Dilakukan kepada perempuan yang bukan istri pelaku2. Dalam keadaan tidak berdaya atau pingsan bukan istri pelaku dan 3. Perempuan dibawah umur bukan istri pelaku4. Perempuan dibawah umur meskipun sebagai istri pelaku

    Dari keempat tingkatan tersebut sesuai perkembangan hari inimasih relevan namun tidak sanggup menjangkau keadaan spesifik berupakekerasan seksual yang hadir dalam rumah tangga terhadap seorang istriyang dilakukan oleh suami, katakanlah marital rapesebagai bentukperkosaan yang dilakukan suami terhadap istri. Konsep ini memangterkesan aneh dalam sistem sosial kita yang patriarki yang menyatakanbahwa hubungan seksual adalah kewajiban istri kepada suami bukansuatu yang dilakukan atas kehendak bebasnya sebagai istri untuk

    menolak ataupun mengiyakan.

    Dari contoh di atas jelas ketidakmampuan KUHP lebih disebabkanpengaruh nilai dan sistem sosial patriarki. Terlebih lagi jika hendakdigunakan untuk mengatasi gejala kejahatan dengan modus baru sepertimemaksakan kehamilan untuk kemudian anak yang terlahir dijual,pemaksaan pelacuran, pemaksaan hubungan seksual dengan cara yangtidak wajar.

    b. Perbuatan cabul Pasal 289 s/d 299)

    Perbuatan cabul dirumuskan sebagai suatu perbuatan yangmerusak kesusilaan. Meskipun menekankan pada aspek susila, perbuatancabul dengan gamblang dapat dipahami yang dilakukan untukmendapatkan kepuasan seksual dari orang lain, maka tetap saja unsurutamanya ada pada pemanfaatan seksual secara tidak sah. KUHPmenyebutkan pencabulan tidak merujuk pada jenis kelamin tertentu akantetapi umum dapat terjadi pada baik laki-laki apalagi perempuan.

    2. UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

  • 5/19/2018 Seksualitas Dan Hak Reproduksi Perempuan

    4/7

    Tentang perkawinan pasal 31 menegaskan posisi perempuan yangsetara dengan laki-laki, dimana hak dan kedudukan istri adalah seimbangdengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dandalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

    3.

    UU No. 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala

    Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita Convention on Elimination of All

    Forms of Discrimination Against Women/CEDAW).

    Diskriminasi dan persamaan hak perempuan secara sosial,ekonomidan budaya (ecosoc right)termasuk didalamnya perlakukan tidak yangmenyenangkan atau pelecehan seksual dimanapun dan atas alasanapapun.

    4.

    UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

    Kesehatan merupakan hak asasi setiap orang yang dijamin UUDdan undang-undang sebagai bagian dari hak untuk hidup dan hak untukmempertahankan hidup dan kehidupan (Pasal 28A UUD 1945) jugadijamin dalam Pasal 28 H setiap orang berhak memperoleh pelayanankesehatan.

    Melalui undang-undang kesehatan dalam hal ini menyangkutpelayanan medis bagi perempuan yang hanya disinggung dalam pasal 13

    sampai dengan pasal 16 pada bagian kedua dalam pasal kesehatankeluarga. Pada prinsipnya pasal-pasal tersebut menyangkut kesehatanreproduksi suami istri terutama istri- yang diutamakan pada upayapengaturan kelahiran dalam rangka menciptakan keluarga sehat danharmonis.

    Dalam kaitannnya dengan hak reproduksi perempuan undang-undang ini tetap memberikan gambaran dalam konteks keluarga ataudalam status perempuan sebagai istri dimana hak kesehatan diakui yangmeliputi pra kehamilan, kehamilan , persalinan dan masa di luar

    kehamilan. Jika dilihat dari lingkup yang diberikan undang-undang jelasbahwa apa yang maksud adalah hak-hak kesehatan reproduksiperempuan. Dan jika begitu maka hak atas kesehatan reproduksiperempuan juga menyangkut hak untuk hidup, mempertahankan hidupdan kehidupan dengan kata lain adalah bagian dari hak asasi manusiayang dijamin UUD.

    5. UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

    Tangga

  • 5/19/2018 Seksualitas Dan Hak Reproduksi Perempuan

    5/7

    Berdasarkan prinsip penghormatan hak asasi manusia, keadilandan kesetraan gender, non diskriminasi dan perlindungan korban, UUKDRT mencoba memberikan jawaban terhadap kurangnya jangkauan danperlindungan hukum bagi perempuan di wilayah domestik atau privatyang selama ini tertutup dari jangkauan norma hukum pidana sebagaihukum publik. Adapun definisi kekerasan dalam rumah tangga sebagaiberikut :

    Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorangterutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaaansecara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk

    ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaaan, atau perampasankemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 angka

    1).

    Dalam undang-undang ini kekerasan dimaksud adalah kekerasanfisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga,lengkap dengan sanksi pidananya. Adapun yang dimaksud kekerasanfisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atauluka berat. Dan kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkanketakutan, hilang rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untukbertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat padaseseorang.

    Dalam kaitannya dengan seksualitas dan hak reproduksiperempuan undang-undang merumuskan norma tentang kekerasanseksual yang meliputi;pertama, pemaksaan hubungan seksual yangterhadap orang yang menetap dalam lingkungan rumah tangga, kedua,pemaksaaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkunganrumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuantertentu. Adapun pada bentuk-bentuknya antara lain, maritalrape, pemaksaan kehamilan untuk tujuan komersil dan pelacuran paksa.

    Kedua pengertian di atas memiliki kaitan dengan pengaturan

    kejahatan perkosaan dan pencabulan dalam KUHP hanya saja KUHPtidak menegaskan lingkup sebagaimana dalam undang-undang KDRT ini,sehingga dalam penegakan hukum akses korban -terutama perempuandan anak- dalam memperoleh keadilan terhambat. Apalagi jika pelakumemberikan pembenaran bahwasannya persoalan tersebut adalahmasalah dalam hubungan rumah tangga yang tabu untuk diketahuiumum apalagi untuk diselesaikan melalui hukum, tidak jarang aparatmalah mengembalikan persoalan ini kepada pelaku dan korban dalambungkus berdamai saja.

  • 5/19/2018 Seksualitas Dan Hak Reproduksi Perempuan

    6/7

    Kenyataan Keberlakuan Norma Perlindungan Perempuan

    Keberadaan serangkaian undang-undang di atas sebagai normahukum positif yang berlaku dapat dikatakan sebagai suatu kemajuan di

    bidang perundang-undangan yang responsif terhadap perkembangan dankemajuan masyarakatnya. Sebagai norma yang mungkin mendekati citakeadilan setelah menetukan perbuatan apa yang sesuai dan tidak sertamenentukan kepada siapa aturan itu berlaku, juga tidak terlepas dariruang dan waktu. Oleh karena itu setelah dapat dipastikan keberadaansuatu norma, selanjutnya bagi masyarakat adalah bagaimana orang-orangbertindak untuk mematuhinya.

    Untuk melihat hal ini setidaknya kembali lagi pada nilai dan sistemsosial masyarakat, sebab kepatuhan orang terhadap hukum juga

    dipengaruhi oleh pemahamannya terhadap nilai sosial budaya yangmelingkupinya. Selain itu juga tidak kalah penting adanya kesiapanaparat hukum memberikan pelayanan sekaligus perlindungan pada dirikorban.

    Di masyarakat sendiri, untuk mematuhi undang-undang, biasanyaterlebih dahulu diawali dengan penolakan apalagi menyangkut rumahtangga dan hubungan suami istri, misalnya selama ini nilai yangdipahami adalah bahwa seorang suami memiliki kewenangan mutlakterhadap istrinya dan rumah tangganya. Kemudian bagi aparat hukumperlu mengeser pola pandang dan pola pendekatan yang timpang ke arahyang berkesetaraan.

    Kita tahu selama ini dalam proses penegakan hukum, senjatapamungkas aparat tidak lebih dari pendekatan kekerasan, struktural-birokratis, kolusif dan pembiaran, sehingga sepanjang proses yangdijalani itu jaminan bagi perempuan untuk mengakses hukum menjaditerhalang. Apalagi baru-baru ini hal tersebut tambah dilestarikan dengankeluarnya Perda Kota Tangerang No. 8 Tahun 2005 tentang pelaranganpelacuran.

    Pendekatan yang anti keberadaan perempuan di ruang publik olehotoritas lokal di atas, menemukan momentumnya yang keliru dalampenegakan hukum, sebab pendekatan represif (razia)aparat pamong yangdigunakan sungguh melanggar kemerdekaan yang dijamin UUD, yangseharusnya perda sebagai norma yang lebih rendah, selaras denganundang-undang dan UUD. Bagaimana mungkin UUD yang menghargaikemerdekaan dan anti diskriminasi ditindak lanjuti oleh perda yang justrumemberikan diskriminasi dan pembatasan -seolah menetapkan jammalam- bagi perempuan.

  • 5/19/2018 Seksualitas Dan Hak Reproduksi Perempuan

    7/7

    Penutup

    Keberlakuan hukum adalah wilayah mewujudkan kenyataan dansering disebut sebagai kekuasaan hukum (the power of law)[2]. Jika untukadanya keberlakuan diberikan kekuasaan, maka masalah validitas dankeberlakuan ditrasformasi menjadi masalah yang lebih umum, yaitu yangbenardan yang menentukan (kekuasaan). Semoga saja UUD sebagaikonstitusi tetap dapat dimaknai sebagai norma dasar yang menjamin hakasasi manusia -dalam hal ini adalah perempuan dan perlindunganterhadapnya, sebagai acuan kehidupan penegakan hukum danpenyelenggaraan keadilan sosial dalam negara hukum Indonesia.

    https://sites.google.com/site/anjazhilman/seksualitas-hak-reproduksi-perempuan#_ftn2https://sites.google.com/site/anjazhilman/seksualitas-hak-reproduksi-perempuan#_ftn2https://sites.google.com/site/anjazhilman/seksualitas-hak-reproduksi-perempuan#_ftn2https://sites.google.com/site/anjazhilman/seksualitas-hak-reproduksi-perempuan#_ftn2