Sejarah Pura DAlem BAlingkang

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Bali memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang sudah dilakukan sejak jaman dahulu. Kebudayaan dan adat sangat dipengaruhi oleh Agama Hindu yang dianut oleh masyarakat pada jaman itu. Agama memberikan corak dan aturan yang sangat terlihat jelas, seperti contohnya pada pembuatan tempat suci /Pura yang dibuat sesuai aturan dan kepercayaan Agama Hindu. Agama Hindu sendiri berkembang sangat pesat setelah Rsi Markandya datang ke Bali dan membuat tempat suci yang sekarang menjadi Pura Besakih. Dari ajaran beliau Agama Hindu di Bali percaya bahwa Pura di setiap wilayah dibagi menjadi Pura Desa, Puseh dan Dalem. Masing- masing Pura tersebut merupakan stana dari Tri Murti yaitu Pura Desa berstana Dewa Wisnu, Puseh Dewa Brahma dan Dalem Dewa Siwa. Pura Dalem yang pada umumnya berlokasi didekat kuburan (Setra) memiliki arti penting akan keberadaannya bagi suatu wilayah. Pura Dalem merupakan simbul tempat pelebur karena merupakan stana bagi Dewa Siwa sebagai pelebur. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis akan menguraikan dan membahas sejarah dari Pura Dalem Balingkang.

description

How to know the history of Dalem Balingkang

Transcript of Sejarah Pura DAlem BAlingkang

Page 1: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang sudah dilakukan sejak

jaman dahulu. Kebudayaan dan adat sangat dipengaruhi oleh Agama Hindu yang

dianut oleh masyarakat pada jaman itu. Agama memberikan corak dan aturan

yang sangat terlihat jelas, seperti contohnya pada pembuatan tempat suci /Pura

yang dibuat sesuai aturan dan kepercayaan Agama Hindu.

Agama Hindu sendiri berkembang sangat pesat setelah Rsi Markandya

datang ke Bali dan membuat tempat suci yang sekarang menjadi Pura Besakih.

Dari ajaran beliau Agama Hindu di Bali percaya bahwa Pura di setiap wilayah

dibagi menjadi Pura Desa, Puseh dan Dalem. Masing- masing Pura tersebut

merupakan stana dari Tri Murti yaitu Pura Desa berstana Dewa Wisnu, Puseh

Dewa Brahma dan Dalem Dewa Siwa.

Pura Dalem yang pada umumnya berlokasi didekat kuburan (Setra)

memiliki arti penting akan keberadaannya bagi suatu wilayah. Pura Dalem

merupakan simbul tempat pelebur karena merupakan stana bagi Dewa Siwa

sebagai pelebur. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis akan

menguraikan dan membahas sejarah dari Pura Dalem Balingkang.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan paper ini adalah bagaimanakah

sejarah dan struktur Pura Dalem Balingkang.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan dari paper ini adalah untuk menguraikan dan

menceritakan mengenai sejarah berdirinya Pura Dalem Balingkang dan

mendeskripsikan mengenai struktur Pura Dalem Balingkang sehingga akan dapat

memberikan informasi yang informatif kepada para pembaca.

Page 2: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini ialah dengan cara pengumpulan data

melalui media internet kemudian penulis uraikan kembali dengan menggunakan

kata-kata sendiri.

1.5 Tinjauan pustaka

1.5.1 Pengertian Pura

Istilah Pura dengan pengertian sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat

Hindu khususnya di Bali, tampaknya berasal dari jaman yang tidak begitu

tua.Pada mulanya istilah Pura yang berasal dari kata Sanskerta itu berarti kota

atau benteng yang sekarang berubah arti menjadi tempat pemujaan Hyang

Widhi.Sebelum dipergunakannya kata Pura untuk manamai tempat suci /

tempat pemujaan dipergunakanlah kata Kahyangan atau Hyang. Pada jaman

Bali Kuna dan merupakan data tertua kita temui di Bali, ada disebutkan di

dalam prasasti Sukawana A I tahun 882M. Kata Hyang yang berarti tempat

suci atau tempat yang berbubungan dengan Ketuhanan.

1.5.2 Pengelompokan Pura

Dari berbagai jenis pura di Bali dengan pengertian sebagai tempat suci untuk

memuja Hyang Widhi / dewa dan bhatara, dapat dikelompokkan berdasarkan

fungsinya yaitu :

1. Pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Hyang Widhi /

dewa.

2. Pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja bhatara yaitu roh

suci leluhur.

Selain kelompok pura yang mempunyai fungsi seperti tersebut di atas, bukan

tidak mungkin terdapat istilah pura yang berfungsi ganda yaitu selain untuk

memuja Hyang Widhi /dewa juga untuk memuja bhatara. Hal itu di

mungkinkan mengingat adanya kepercayaan bahwa setelah melalui Upacāra

penyucian, roh leluhur tesebut telah mencapai tingkatan siddha dewata (telah

memasuki alam dewata ) dan disebut bhatara. Fungsi pura tersebut dapat

diperinci lebih jauh berdasarkan ciri (kekhasan ) yang antara lain dapat

diketahui atas dasar adanya kelompok masyarakat ke dalam berbagai jenis

Page 3: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

ikatan seperti : Ikatan sosial, politik, ekonomis, genealogis (garis kelahiran ).

Ikatan sosial antara lain berdasarkan ikatan wilayah tempat tinggal ( teritorial),

ikatan pengakuan atas jasa seorang guru suci (Dang Guru) Ikatan Politik

antara lain berdasarkan kepentingan Penguasa dalam usaha menyatukan

masyarakat dan wilayah kekuasaannya. Ikatan ekonomis antara lain dibedakan

atas dasar kepentingan sistem mata pencaharian hidup seperti bertani, nelayan,

berdagang , nelayan dan lain - lainnya. Ikatan Geneologis adalah atas dasar

garis kelahiran dengan perkembangan lebih lanjut.

Selain itu ada juga pembagian pura berdasarkan criteria berikut :

a. Berdasarkan atas Fungsinya :

1. Pura Jagat, yaitu Pura yang berfungsi sebagai tempat memuja Sang Hyang

Widhi Wasa dalam segala prabawanyaNya (manifestasiNya), dan dapat

digunakan oleh umat untuk melaksanakan pemujaan umum, seperti purnama

tilem, hari raya Hindu lainnya tanpa melihat asal, wangsa yang bersangkutan.

2. Pura kawitan, yaitu Pura sebagai tempat suci untuk memuja Atma Siddha

Dewata '(Roh Suci Leluhur), termasuk didalamnya: sanggah, merajan,

(paibon, kamulan), dadia, dan pedharman

b. Berdasarkan atas Karakterisasinya:

1. Pura Kahyangan Jagat, yaitu Pura tempat memuja Sang Hyang Widhi

dalam segala Prabhawa-Nya misalnya Pura Sad Kahyangan dan Pura Jagat

yang lain.

2. Pura Kahyangan Desa (Teritorial) yaitu Pura yang disungsung (dipuja dan

dipelihara) oleh Desa Adat.

3. Pura Swagina (Pura Fungsional) yaitu Pura yang Penyungsungnya terikat

oleh ikatan Swagina (kekaryaan) yang mempunyai profesi sama dalam mata

pencaharian seperti : Pura Subak, Melanting dan sebagainya.

4. Pura Kawitan, yaitu Pura yang penyungsungnya ditcntukan oleb ikatan

"wit"atau leluhur berdasarkan garis (vertikal geneologis) seperti: Sanggah,

Merajan, Pura lbu, Pura Panti, Pura Dadia, Pura Padharman dan yang

sejenisnya.

Pengelompokan pura di atas jelas berdasarkan Sraddha atau Tatwa Agama

Hindu yang berpokok pangkal konsepsi Ketuhanan Yang Maha Esa dengan

Page 4: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

berbagai manifestasi atau Prabhawanya dan konsepsi Atman manunggal

dengan Brahman (Atma Siddha Dewata ) menyebabkan pemujaan pada roh

suci leluhur, oleh karena itu pura di Bali ada yang disungsung oleh seluruh

lapisan masyarakat disamping ada pula yang disungsung oleh keluarga atau

Klen tertentu saja.

Page 5: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pura Dalem Balingkang

Redite Umanis

Warigadian  upacara piodalan di

Pura Dalem Balingkang, Desa

Pinggan, Kintamani, Bangli.

Lokasinya, dari Denpasar

mengikuti jalur Denpasar-

Singaraja lewat Kintamani, dan

di Pura Pucak Panulisan menuju

arah timur laut kira-kira 15-20

km. Tempatnya sangat unik dikelilingi Sungai Melilit, yang dianggap sebagai

benteng utama menuju ke Kerajaan Balingkang. Bagaimana sesungguhnya ihwal

Pura Dalem Balingkang ini?

Dalam Prasasti Sukawana (Goris, 1954) disebut, Desa Sukawana diserang

hujan badai dan Keraton Jaya Pangus hancur, sehingga jong les pindah ke

Balingkang. Keberadaan Pura Dalem Balingkang sebagai pura maupun sebagai

Keraton Raja Bali Kuna tercatat pula dalam "Pengeling-eling Desa Les-

Penuktukan, Tejakula, Buleleng" yang dikeluarkan oleh Raja Jaya Kasunu sekitar

abad ke-11. Ia tercatat sebagai leluhur Raja Jaya Pangus Harkajalancana.

Masyarakat Bali dewasa ini terbagi menjadi dua kelompok utama -- Bali

Mula (Aga) dan Bali Majapahit. Prof. Dr. I Gusti Bagus (alm.) dalam tulisannya

"Kebudayaan Bali" (1979) menyebut, masyarakat Bali Mula mendiami daerah

pegunungan di Bali, sedangkan Bali Majapahit mendiami daerah dataran.

Bahasanya pun berbeda, disebut "omong negari" dan "omong pojol" oleh

masyarakat Bali Mula.

Dua Permaisuri

Dalam konteks Pura Dalem Balingkang, nama balingkang berasal dari kata

"bali + ing kang". Secara tuturan dan bukti tertulis, ini dikaitkan dengan

pernikahan Raja Jaya Pangus Harkajalancana yang memerintah pada tahun saka

Page 6: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

1103-1191 atau 1181-1269

Masehi. Raja Jaya Pangus punya

dua permaisuri, Paduka Bhatari

Sri Parameswari Indujaketana

dan Paduka Sri Mahadewi

Cacangkaja Cihna -- (Cihna-

Cina). Dalam cerita rakyat yang

berkembang disebut, istri

Cinanya bernama Kang Ci Wi,

putri Tuan Subandar pedagang

dari Cina. Maka digabunglah

Bali-Ing-Kang jadi Balingkang.

Masyarakat Bali Kuna di sekitar Danau dan Gunung Batur tercatat amat

sulit ditundukkan oleh Raja Sri Kresna Kepakisan yang ditempatkan oleh Maha

Patih Gajah Mada. Sampai dewasa ini, mereka amat sulit terpengaruh oleh budaya

Hindu Majapahit. Sampai tahun 2006 ini, Pura Pucak Panarajon belum mau

menggunakan Ida Pedanda sebagai Sang Trini-nya, tetap menggunakan Jro

Mangku dan Jro Kebayan dengan upacara podgala atau mewinten pang solas.

Masyarakat Bali Mula di sekitar Danau Batur menyebut dirinya dengan

Gebog Domas (Kelompok Delapan Ratus). Kelompok ini dibagi jadi empat

bagian Gebog Satak (Dua Ratus) Sukawana, Kintamani, Selulung dan Bantang.

Kelompok ini memiliki Tri Kahyangan yakni

(1) Pura Pucak Panarajon sebagai pusatnya terletak di Sukawana, Kintamani,

dengan tiga tingkatan pura yang disebut Gunung Kahuripan. Tingkatannya,

Pura Panarajon (Ida Bhatara Siwa Sakti), Pucak Panulisan (sejajar dengan

pusat pemerintahan -- dulu sebagai keraton Raja Jaya Pangus), dan Pucak

Wangun Hurip (simbol membangun kehidupan.

(2) (Pura Bale Agung di Sukawana dengan Ida Bhatara Ratu Sakti Kentel Gumi,

setara dengan Bhatara Brahma,

(3) Pura Pusering Jagat -- Pura Puseh Panjingan di Desa Les-Penuktukan,

Tejakula, Buleleng, berstana Ida Ratu Sakti Pusering Jagat setara dengan

Bhatara Wisnu, dan

Page 7: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

(4) Pura Dalem Balingkang berstana Ida Dalem Kepogan (Dalem Balingkang)

setara dengan Dewa Siwa.

Kelompok Satak Sukawana terdiri atas beberapa desa di Kecamatan

Kintamani dan Tejakula, Buleleng. Sebagai ikatan yang padu, Desa Pinggan

ditugaskan oleh Sukawana sebagai kesinoman membawa surat ke kelompok

Tejakula. Di Sukawana banyak ada peninggalan tanah pelaba pura, serta di

Balingkang ada 175 ha. Rupanya secara diam-diam keduanya saling menguasai

tanah itu.

Pada 1960, Sukawana menugaskan Pinggan mengirim surat ke kelompok

Buleleng Timur. Surat itu "disembunyikan" sehingga semua warga Buleleng tak

tahu ada upacara di Panarajon. Ini berlangsung sampai 1963, sehingga pada 1964

Sukawana malu menugaskan Pinggan. Akhirnya, kelompok pemuja Pura Dalem

Balingkang pada 1964 yakni Pinggan, Siakin, Tembok, Gretek Sambirenteng,

Les-Penuktukan menyatakan keluar dari kelompok Sukawana dan membuat

kelompok baru bernama Gebog Satak Balingkang.

Lalu, sejak 1964 kelompok pemuja Pura Pucak Bukit Indra Kila, Desa

Dausa, Kintamani juga melepaskan diri dari Pura Panarajon.

Pura Dalem Balingkang yang dipuja kelompok Gebog Satak Balingkang,

juga dipuja oleh warga masyarakat di sekitar Desa Petak, Gianyar. Ini terjadi

karena ada hubungan historis dengan keluarga Puri Petak Gianyar. Secara faktual,

di utama mandala bagian sisi selatan ada kompleks bangunan pura lengkap

dengan sanggar agung, meru 11 (tingkat 11), sebagai pemujaan Ida Dalem

Klungkung (Raja Klungkung) dan meru 9 (tingkat 9) sebagai pemujaan pada Ida

Dalem Bangli (Raja Bangli).

Menurut Ida Cokorda Dalem Balingkang dalam disertasinya di Surabaya

pada 1989, menyebut tentang keberadaan leluhurnya di Pura Dalem Balingkang

serta fungsi meru 11 dan meru 9 di utama mandala. Dituturkan, semua itu ada

kaitan dengan saat sesudah penyerbuan Panji Sakti ke Bintang Danu pada 1772.

Waktu itu, Dewa Agung Mayun Sudha adalah Raja Pejeng, Gianyar. Ia diserang

oleh penguasa dari Puri Blahbatuh, Puri Peliatan, Puri Gianyar, dan Puri Ubud.

Karena lawannya banyak, pasukan Puri Pejeng terdesak. Dewa Agung

Mayun Sudha yang merasa terdesak, bersama piluhan anak buahnya lari

Page 8: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

menyelamatkan diri ke arah pegunungan. Rombongan ini bersembunyi di sekitar

Pura Dalem Balingkang yang saat itu bangunannya telah terbakar, tinggal

dasarnya saja. Bersama rombongannya, Dewa Agung Mayun Sudha memimpin

merabas hutan seluas 175 ha. Ia mengajak warga membangun kembali Pura

Dalem Balingkang sehingga pelan-pelan menjadi lengkap.

Setelah puranya dibangun, diadakanlah upacara dengan dukungan Raja

Bangli serta Raja Klungkung. Akhirnya, hubungan Dewa Agung Mayun Sudha

dengan Raja Bangli dan Raja

Klungkung makin baik. Suatu hari,

Dewa Agung Mayun Sudha

memohon bantuan pada Raja Bangli

dan Klungkung akan merebut

kembali kerajaannya. Disarankan,

agar diserang Desa Petak dulu,

sebagai tempat berpijak. Dengan

bantuan pasukan Raja Klungkung dan Bangli, Desa Petak yang terdiri atas

sepuluh dusun dapat dikuasai, sehingga Dewa Agung Mayun Sudha berkuasa di

sana.

Untuk mengenang dan memuliakan Ida Bathara Dalem Balingkang, maka

Dewa Agung Mayun Sudha bergelar Ida Cokorda Putra Dalem Balingkang.

Sampai saat ini, keluarga Puri Petak menjadi pemuja utama di Pura Dalem

Balingkang, selain Gebok Satak Balingkang.

2.2 Struktur Pura

Struktur Pura Dalem Balingkang termasuk unik, karena dulu konon

dijadikan istana raja yang menghindari serangan raja lainnya. Dalam beberapa

pustaka ada disebut, Pura Dalem Balingkang sebagai istana Raja Maya Danawa.

Raja ini dikalahkan oleh Bathara Indra dari Tampaksiring. Namun dalam naskah

lontar "Linaning Maya Danawa" dikisahkan Maya Danawa mati terbunuh oleh Ki

Kebo Parud -- utusan Raja Kerta Negara yang menyerang dari utara.

Dalam struktur Pura Dalem Balingkang, di awal adalah kompleks Pura

Tanggun Titi -- ujung jembatan dan ada sumber air. Di sumber air ini kerbau

Page 9: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

disucikan sebelum mepepada. Di kompleks Pura Tangun Titi ada pemujaan Ratu

Ngurah Sakti Tanggun Titi, Ratu Mas Melanting, Ratu Sakti Gede Penyarikan,

dan Sang Hyang Haji Saraswati. Kompleks kedua setelah melewati tanah lapang

yang dulu difungsikan membangun tempat penginapan, ada bangunan cangapit,

yakni pintu masuk yang dilengkapi tempat duduk raja saat menyaksikan jro gede

mepada mengelilingi pura.

Di jaba tengah, tak banyak bangunan, hanya ada paruman agung, stana Ida

Bhatara Sami, serta palinggih Ratu Ayu Subandar. Palinggih ini sebagai pemujaan

pada Kang Ci Wi dan ini amat diyakini oleh masyarakat Cina membawa berkah.

Di kompleks utama atau jeroan, dibangun pemujaan Puri Agung Petak dengan

meru 11 dan meru 9. Juga dibangun pemujaan Dalem Balingkang dengan gedong

bata dan meru 7 -- ini mengingatkan pada Sapta Dewata. Ada pula bangunan balai

panjang bertiang 24, bertiang 20, dan balai mundar-mundar bertiang 16 (dibagi

empat sisi, masing-masing bertiang 4).

Page 10: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa keberadaan Pura

Dalem Balingkang sangat erat hubungannya dengan pernikahan Raja Jaya Pangus

Harkajalancana dengan Paduka Sri Mahadewi Cacangkaja Cihna ( Kang Ci Wi)

yang memadukan antara budaya Bali (Hindu) dengan budaya Cina (Budha). Hal

ini terbukti dari adanya pelinggih Ratu Ayu Subandar di areal pura yang

merupakan tempat pemujaan untuk Kang Ci Wi yang merupakan keturunan Cina

yang dihormati oleh masyarakat setempat sampai sekarang dan dibuatkan

upacara yang dipadukan dengan kebudayaan Cina.

3.2 Saran

Saran yang bisa dipetik dari isi pembahasan diatas adalah :

1. Pura Dalem Balingkang merupakan salah satu Pura yang memiliki sejarah

yang sangat penting bagi perkembangan Agama Hindu, untuk itu kita harus

terus menjaga keberadaan dan merawat Pura tersebut agar tetap lestari untuk

generasi berikutnya.

2. Pemerintah sebaiknya membuat peraturan daerah yang berisi tentang

perlindungan terhadap keberadaan Pura Dalem Balingkang.

Page 11: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

DAFTAR PUSTAKA

Babad Pura Dalem Balingkang

Masyarakat Balingkang

www.google.com

Page 12: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat-Nya laporan tugas Sejarah yang berjudul “Sejarah Pura Dalem

Balingkang” dapat penulis selsesaikan tepat pada waktunya.

Dalam penyelesaian tugas ini, tidak terlepas dari bimbingan serta

dukungan dari berbagai pihak atas petunjuk dan saran-saran yang dapat dijadikan

motivator dalam penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan.

Hal ini karena keterbatasna pengalaman dan pengetahuan, untuk kesempurnaan

laporan ini penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Akhirnya penulis berharap semoga tugas ini dapat memberikan manfaat

bagi pembaca sekalian.

Abiansemal, Januari 2013

Penulis

i

Page 13: Sejarah Pura DAlem BAlingkang

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI.............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 1

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................... 1

1.4 Metode Penulisan......................................................................... 2

1.5 Tinjauan Pustaka.......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pura Dalem Balingkang................................................... 5

2.2 Struktur Pura Dalem Balingkang.................................................. 8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................. 10

3.2 Saran............................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA

ii