SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-QUR...
Transcript of SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-QUR...
SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN
AL-QUR’AN AL-FURQON (1973-2007)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh
Babay Pujiyati
NIM: 103022027503
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M/1430 H
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 06 Juli 2009
Babay Pujiyati
iii
SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN
AL-QUR’AN AL-FURQON (1973-2007)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh
Babay Pujiyati
NIM: 103022027503
Di bawah Bimbingan
Prof. Dr. H. Didin Saefuddin, MA.
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M/1430 H
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK
PESANTREN AL-QUR’AN AL-FURQON (1973-2007)” telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada 21 Juli 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) pada Jurusan Sejarah Peradaban
Islam.
Jakarta, 21 Juli 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA Usep Abdul Matin, S.Ag., MA.
NIP: 1959 1222 199103 1 003 NIP: 150 288 304
Anggota,
Prof. Dr. H. Didin Saefuddin, MA. Drs. Tarmizi Idris, MA. NIP: 1961 1025 199403 1 001 NIP: 1960 1212 199003 1 003
v
ABSTRAK
Babay Pujiyati
Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon (1973-2007)
Pondok pesantren adalah tempat belajar-mengajar, penyebaran/penyiaran ajaran dan pengetahuan agama Islam dan merupakan sebuah sistem pendidikan
keagamaan yang memikul tanggung jawab bagi para muridnya (santri). Secara umum, pondok pesantren mempunyai tujuan dan fungsi sebagai lembaga
pendidikan dan penyiaran agama Islam, untuk membentuk manusia yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya ajaran-ajaran agama Islam, untuk
memajukan umat Islam sebagai umat yang berpengetahuan luas dan juga untuk
melestarikan ajaran-ajaran agama Islam untuk diwariskan dan diajarkan serta
disebarkan lagi oleh generasi berikutnya. Disamping itu pesantren juga sebagai
lembaga yang berfungsi sebagai tempat berinteraksi dan bersosial.
Pondok pesantren di Indonesia sudah ada lama sejak jaman sebelum masa
penjajahan. Pada masa perkembangan Islam di Indonesia, pesantren menjadi basis
sentral dalam penyebaran agama Islam di Nusantara dan menjadi pusat massa
yang bergerak menantang penjajahan pada masa pra-kemerdekaan. Akan tetapi
esensi dari berdirinya pesantren adalah sebagai sebuah lembaga yang berorientasi
pada pendidikan dan pengajaran agama Islam, bukan lembaga pergerakan sosial
dan politik.
Dalam perkembangannya sampai saat ini, jumlah pondok pesantren di
Indonesia tidak terhitung banyaknya yang tersebar di seluruh wilayah nusantara. Salah satu pondok pesantren yang ada di Indonesia adalah pondok pesantren Al-
Qur’an Al-Furqon yang terletak di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Dimana sebelum berdirinya pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon ini, masyarakat
sekitar berada dalam keterbelakangan ilmu pengetahuan tentang agama Islam dan hanya mengenal Islam dari pengakuan atau atas dasar agama keturunan. Dengan
berdirinya pondok pesantren oleh K.H. Abdurrahman, mempunyai peran yang sangat penting di dalam masyarakat, bukan hanya telah menghidupkan
keagamaannya saja, tetapi juga turut membantu pendidikan kepada masyarakat
khususnya baca tulis Al-Quran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan peranan
pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon dalam bidang pendidikan, dakwah dan
sosial. Untuk menjawab persoalan yang diketengahkan dan mewujudkan tujuan
yang diinginkan, dalam penelitiannya, penulis menggunakan metode kepustakaan
(library research) dan juga riset lapangan (field research) dengan melakukan
observasi langsung ke lokasi dan wawancara (interview) langsung kepada sumber-
sumbernya .
Setelah dilakukan kajian dan penelitian dengan menggunakan metode
tersebut, diketahui bahwa, perkembangan pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
dari segi kuantitas telah mempunyai beberapa cabang yang tersebar di berbagai
tempat dengan fasilitas serta sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan dari segi kualitas, pesantren ini terus berusaha meningkatkan mutunya, terbukti dengan
prestasi-prestasi yang telah diraih baik oleh santri yang masih aktif maupun
vi
alumninya. Peran pesantren Al-Furqon dalam bidang pendidikan yaitu
memberantas kebodohan dari segi pengetahuan agama khususnya dalam
pembelajaran Al-Qur’an. Dalam bidang dakwah, pesantren ini berperan dalam
penyebaran agama Islam dengan melakukan pengajian rutin serta membentuk majlis-majlis taklim. Sedangkan dalam bidang sosial keagamaan, pesantren Al-
Furqon senantiasa meningkatkan Ukhuwah Islamiah dengan terus melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang berbau keagamaan, seperti pemotongan hewan
kurban yang dilakukan setiap tahun, serta bakti sosial dan kemasyarakatan.
vii
KATA PENGANTAR
��� ا ا���� ا�����
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
kebesaran dan karunia-Nya yang telah menciptakan bumi dan alam semesta
beserta seluruh isinya. Berkah dan hidayah-Nya pula telah membukakan pintu hati
dan pikiran penulis sehingga dapat merampungkan skripsi ini.
Shalawat beserta salam penulis haturkan ke pangkuan Nabi Muhammad
saw, yang telah menunjukkan semua umatnya kepada jalan yang lurus. Demikian
juga penulis haturkan ke hadapan keluarga, sahabat, serta para tabi’in yang
senantiasa meneruskan perjuangan beliau
Skripsi ini mengambil judul “Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren
Al-Qur’an Al-Furqon (1973-2007)”. Makalah hasil penelitian ini merupakan
salah satu syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Humaniora di Jurusan Sejarah
Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Kemudian, seiring dengan penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik
bantuan moril maupun materiil, demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Drs. H. Abd. Chair, MA.selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menyetujui skripsi
ini.
viii
2. Bapak Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA. Selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban
Islam yang telah banyak membantu memproses demi terlaksananya skripsi ini.
3. Bapak Drs. Usep Abdul Matin, MA. Selaku Sekretaris Jurusan Sejarah
Peradaban Islam.
4. Bapak Prof. Dr. Didin Saefuddin, MA. selaku Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktu dengan sabar untuk memberikan arahan dan bimbingan
kepada penulis selama proses penulisan Skripsi.
5. Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan Adab dan Humaniora, dan juga
pimpinan dan seluruh staf perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan bagi penulis untuk
mendapatkan buku-buku yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan
skripsi ini.
6. Ibu Ustadzah Hj. Siti Jubaedah selaku pimpinan pondok pesantren Al-Qur’an
Al-Furqon I Cilendek, Bapak H. Dadun Abdurachim, S.Pdi. selaku pengasuh
pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon Pusat Cimulang, demikian juga para
ustadz dan ustadzah, para santri yang walaupun sedikit tapi tetap semangat
untuk menuntut ilmu yang telah menerima kehadiran penulis dengan hati yang
tulus dan ikhlas, menyediakan ruang, waktu dan kesempatan selama proses
penulisan Skripsi ini.
7. Mama dan Bapak, kakak-kakak penulis (A Arifin-Teh Maryati, A Denie-Teh
Ida, A Andri-Teh Lies) and my funny nephews (Teh Wanda, De Dinda, Kakak
Aby, Kakak Vito, De Ezra dan Aa Adhwa), kel. Besar H. Ridin, Kel. Besar H.
ix
Muin dan seluruh pihak keluarga atas doa dan dorongannya, baik moril
maupun materiil.
8. Teman-teman SPI 2003. Sulis, Yastri, Riza, Nuur Hairry, Robiatul Adawiyah,
Nurjanah, Nuril, Shinta, & Alm. Ulisah (semoga Allah memberikan ruang di
sisi-Nya), Dody, Robby, Imam, Awal, Agus, Hamid, dan teman-teman lainnya
(I’m sorry, if you can’t found your name here) yang telah banyak memberikan
motivasi, kritik dan sarannya kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.
Tidak lupa juga, Abdul Mujib, Erlangga, Acep Herza, Anugrah, Dewi, Novi
dan teman-teman PMII yang sepenanggung seperjuangan you are the best.
9. Komunitas rumahku, Arrum, Lia, Sari dan your childs, Rohim, Rohmat, serta
teman-teman lain dari Aliyah sampai sekarang yang selalu memberikan
semangat dan masukan selama berteman dengan penulis.
Demikian ucapan terima kasih penulis, semoga amal baik bapak-ibu,
saudara-saudari, dan teman-teman yang telah penulis sebutkan di atas di terima
oleh Allah SWT. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
semua pihak yang memerlukannya. Amien ya rabbal ‘alaimin.
Jakarta, 06 Juli 2009
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAN ................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iv
ABSTRAK........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 7
D. Tujuan Penelitian........................................................................ 8
E. Metode Penelitian ...................................................................... 9
F. Survey Pustaka ........................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 11
BAB II SELAYANG PANDANG KABUPATEN BOGOR ....................... 13
A. Sejarah Ringkas Kabupaten Bogor.............................................. 13
B. Gambaran Umum Kabupaten Bogor ........................................... 16
C. Kondisi Sosial-Budaya ............................................................... 22
D. Kondisi Keagamaan Kabupaten Bogor........................................ 24
xi
BAB III SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN
AL-QUR’AN AL-FURQON ……………………………………... 27
A. Latar Belakang dan Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren
Al-Qur'an Al-Furqon …………………………………………… 33
1. Latar Belakang ……………………………………………... 33
2. Tujuan ……………………………………………………… 36
B. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon ……… 38
C. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon ….. 40
BAB IV PERANAN PONDOK PESANTREN AL-QUR’AN
AL-FURQON ................................................................................ 46
A. Bidang Pendidikan...................................................................... 48
B. Bidang Dakwah ......................................................................... 51
C. Bidang Sosial.............................................................................. 55
BAB V KESIMPULAN ............................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 59
LAMPIRAN ..................................................................................................... 62
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membicarakan pesantren atau pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam sangat penting dan menarik. Dengan membicarakan
pendidikan pondok pesantren, kita dapat mengetahui peran, fungsi dan
kontribusi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dan dakwah
Islam dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia.
Pesantren sebagai lembaga pergulatan spiritual, pendidikan dan
sosialisasi yang sudah tua dan sangat heterogen merupakan pusat perubahan di
bidang pendidikan, politik, budaya, sosial dan keagamaan. Pesantren yang
sudah terdapat sebelum masa penjajahan menunjukkan adanya pengaruh
agama sebelum Islam. Oleh sebab itu pesantren dapat dipandang sebagai
bentuk pendidikan yang ortodoks ataupun yang progresif dan dapat disamakan
dengan pusat-pusat pendidikan serupa dalam lingkungan “Agama Jawa” yang
telah memiliki tradisi suasana budaya Hindu dan Budha.1
Meskipun sejak abad ke-17, pesantren di Jawa menjadi pusat-pusat
pengganti otoritas gaya hidup keraton. Keraton menekankan gaya hidup
berdasarkan nilai-nilai Jawa kuno yang halus, sedangkan pesantren
1 Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1986), h. 2.
xiii
menekankan perilaku kesalehan dan kehidupan akhirat. Namun masing-
masing pihak biasanya mengakui legitimasi dan peran sosial pihak lain.2
Pada mulanya banyak pesantren dibangun sebagai pusat reproduksi
spiritual, yakni tumbuh berdasarkan sistem-sistem nilai yang bersifat Jawa,
tapi para pendukungnya tidak hanya menanggulangi isi pendidikan agama
saja. Pesantren bersama-sama dengan para muridnya mencoba melaksanakan
gaya hidup yang menghubungkan kerja dan pendidikan serta membina
lingkungan desa berdasarkan struktur budaya dan sosial. Karena itu pesantren
mampu menyesuaikan diri dengan bentuk masyarakat yang amat berbeda
maupun dengan kegiatan-kegiatan individu yang beraneka ragam. Akhirnya
pesantrenlah yang hampir semata-mata merupakan basis terbuka bagi
penduduk desa demi terlaksananya swadaya dalam bidang sosial, budaya dan
perekonomian.3
Pesantren-pesantren sebagai pusat sosial dan budaya serta organisasi-
organisasi basis dari wujud kepribadian pimpinan non-formal di daerah
transformasi pendidikan Islam yang di dalamnya termasuk pesantren, bermula
dari perluasan kesempatan belajar bagi penduduk pribumi yang terjadi pada
akhir abad ke-19 M. Pada waktu itu, pemerintah Hindia-Belanda memberikan
fasilitas pendidikan dengan sistem perjenjangan. Selain sistem perjenjangan
itu, Belanda juga mengenalkan sistem sekolah yang sekarang disebut berbasis
kompetensi. Tetapi sekolah-sekolah desa tersebut, setidak-tidaknya dalam
perkembangan awalnya, cukup mengecewakan. Bagi pemerintah Belanda,
2 Ibid.
3 Ibid.
xiv
sekolah desa ini tidak berhasil mencapai tujuan seperti yang diharapkan,
karena tingkat putus sekolah yang tinggi dan mutu pengajaran yang amat
rendah. Di sisi lain, kalangan pribumi, khususnya di Jawa terdapat resistensi
yang sangat kuat terhadap sekolah-sekolah tersebut, yang mereka pandang
sebagai bagian integral dari rencana pemerintah kolonial Belanda untuk
“membelandakan” anak-anak mereka.4
Pada tahun 1882, pemerintah Belanda mendirikan Pengadilan Agama
yang bertugas untuk mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan
pesantren yang disebut Priesterraden. Tidak begitu lama setelah itu,
dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 yang berisi peraturan bahwa guru-guru
agama yang akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat.
Peraturan yang lebih ketat lagi dibuat pada tahun 1925 yang membatasi siapa
yang boleh memberikan pelajaran mengaji. Peraturan tersebut mungkin
disebabkan oleh adanya gerakan organisasi pendidikan Islam yang sudah
mulai tampak tumbuh dan berkembang5. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan
dikeluarkan yang dapat memberantas dan menutup madrasah dan sekolah
yang tidak ada izinnya atau yang memberikan pelajaran yang tak disukai oleh
pemerintah yang disebut Ordonansi Sekolah Liar (Wilde School Ordonantie)6.
4 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan pendidikan Pesantren (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 5-7.
5 Muchtarom Zuhairin, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 147.
6 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), h. 253.
xv
Jika kita melihat peraturan-peraturan pemerintah Belanda yang sedemikian
ketat dan keras mengenai pengawasan, tekanan dan pemberantasan aktifitas
madrasah dan pondok pesantren di Indonesia, maka seolah-olah dalam waktu
yang tidak lama, pendidikan Islam akan menjadi lumpuh atau porak poranda.
Akan tetapi apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah keadaan yang
sebaliknya. Masyarakat Islam di Indonesia pada zaman itu laksana air hujan
atau air bah yang sulit dibendung. Dibendung di sini meluap di sana.
Kemudian pada awal penjajahan Jepang, pesantren berkonfrontasi
dengan imperialis baru ini lantaran penolakan Kyai Hasyim Asy’ari –
kemudian diikuti kyai-kyai pesantren lainnya – terhadap Saikere yaitu
penghormatan terhadap kaisar Jepang Tenno Haika sebagai keturunan dewa
Amaterasu dengan cara membungkukkan badan 90 derajat menghadap Tokyo
setiap pagi pukul 07.00, sehingga mereka ditangkap dan dipenjara di Jepang.
Ribuan santri dan kyai berdemonstrasi mendatangi penjara, kemudian
membangkitkan dunia pesantren untuk memulai gerakan bawah tanah
menentang Jepang.7
Demonstrasi yang digelar tersebut menyadarkan pemerintah Jepang
betapa besar pengaruh Kyai Tebuireng yang menjadi referensi keagamaan
seluruh kyai Jawa dan Madura itu. Lagi pula Jepang memandang bahwa
tindakan tersebut bukan saja tidak menguntungkan, tetapi merupakan
kesalahan fatal terutama dalam upaya rekrutmen kekuatan militer menghadapi
7 Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transfortasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Intitusi (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 12.
xvi
tentara sekutu. Kyai Hasyim pun akhirnya dibebaskan dari penjara. Sejak saat
itu Jepang tidak pernah mengganggu kyai dan pesantrennya. Bahkan Jepang
memberikan preferensi8 kepada pemimpin Islam atau kyai pesantren, seperti
dibentuknya Kantor Urusan Agama Indonesia, Masyumi dan Hizbullah. Maka
pesantren dan madrasah masih bisa mengoperasikan kegiatan belajar-
mengajarnya secara lebih wajar dibanding kegiatan belajar lembaga
pendidikan umum lainnya.9
Pada mulanya, keberadaan pesantren sebetulnya tidak direncanakan
sebagai lembaga pendidikan yang mengambil batas tegas untuk secara
permanen hadir di tengah warga desa dan meninggalkan komunitas yang
berada di perkotaan. Namun, ketika kaum kolonial menguasai sejumlah daerah
di beberapa wilayah Nusantara, memaksa para kyai pengasuh yang jauh dari
keramaian kota dan menjauh dari intaian penjajah.
Pesentren-pesantren sebagai pusat sosial dan budaya serta organisasi-
organisasi basis dari wujud kepribadian pimpinan non-formal di daerah adalah
amat berpengaruh terhadap pembentukan cara hidup di desa-desa.
Pengambilan peranan ganda – sebagai lembaga pendidikan dan arena
perjuangan atau jihad fisabilillah – dari pesantren itu kemudian melahirkan
pola hubungan sosial antara pesantren dan desa yang demikian menyatu.
8 Preferensi merupakan kecenderungan untuk memilih sesuatu yang memang sesuai.
9 Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transfortasi, h. 13
xvii
Sesudah masa kemerdekaan, ternyata keberadaan dan perkembangan
pesantren tetap tidak bisa meninggalkan basis lamanya di pedesaan.10
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tetap istiqomah dan
konsisten melakukan perannya sebagai pusat pendalaman ilmu-ilmu agama
(tafaqquh fi al-din) dan lembaga dakwah Islamiyah serta ikut mencerdaskan
bangsa telah diakui oleh masyarakat. Walaupun pesantren-pesantren sudah
banyak yang mengadakan perubahan-perubahan yang mendasar sebagai
jawaban positif atas perkembangan zaman namun perubahan tersebut masih
sangat terbatas.11
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud mengangkat sebuah
pesantren untuk dijadikan bahan penulisan skripsi. Pesantren tersebut yaitu
Pondok Pesantren Al-Quran Al-Furqon terletak di Kabupaten Bogor, tepatnya
di desa Cilendek. Pesantren ini adalah pesantren salafiyah yang didirikan oleh
K.H. Abdurrahman (biasa dipanggil Bapa atau Aba oleh santri dan masyarakat
setempat) pada tahun 1973. Sesuai dengan namanya yaitu Pondok Pesantren
Al-Qur’an Al-Furqon, pesantren ini mengkhususkan dirinya sebagai pesantren
dengan sistem pendidikan Al-Qur’an yang banyak mencetak para qori dan
qori’ah.
10
Manfred Ziemek, Pesantren, h. 56.
11 Abdullah Syukri, Gontor dan Pembaharuan pendidikan Pesantren, h. x.
xviii
B. Identifikasi Masalah
Dari judul yang penulis angkat, yaitu “Sejarah Perkembangan Pondok
Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon (1973-2007)”, penulis dapat mengidentifikasi
permasalahan-permasalahan tersebut sebagai berikut:
1. Sejarah perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon.
2. Pesantren sebagai lembaga pendidikan.
3. Pesantren dan masyarakat pedesaan.
4. Sejarah perekonomian pesantren.
5. Peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Banyaknya permasalahan yang telah diidentifikasikan di atas,
untuk memperjelas dan membatasi masalah yang terlalu luas maka penulis
memberikan batasan-batasan masalah yang akan dibahas. Oleh karena itu,
penulis memberikan batasan kepada hal-hal yang berkaitan seputar sejarah
berdiri, perkembangan dan peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-
Furqon.
2. Perumusan Masalah
Dengan batasan masalah di atas itulah kemudian penulis membuat
rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:
xix
• Bagaimanakah sejarah perkembangan serta peranan Pondok Pesantren
Al-Qur’an Al-Furqon dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial
budaya?
D. Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai melalui penelitian ini
yang terbagi dalam dua tujuan besar, yaitu tujuan akademis dan tujuan praktis.
1. Tujuan Akademis, yang meliputi:
a. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-
Furqon.
b. Untuk mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-
Furqon.
c. Untuk mengetahui peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial budaya.
2. Tujuan Praktis, yang meliputi:
a. Sebagai syarat utama untuk mendapat gelar Strata satu (S1) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Untuk memperkenalkan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
kepada masyarakat luas.
c. Sebagai tambahan wawasan sejarah pesantren di Indonesia.
xx
E. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif
dengan menggunakan pendekatan sejarah dan pendekatan ilmu lainnya seperti
sosiologi keagamaan. Adapun dalam rangka mengumpulkan data untuk
menunjang penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian
yang bersifat historis dengan tujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau
secara sistematik dan obyektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi,
memverifikasi, serta mensintesis bukti-bukti untuk menegakkan fakta-fakta
dan memperoleh kesimpulan yang kuat. Untuk itu penulis dalam melakukan
penelitian ini menggunakan suatu alat pengumpulan data penelitian berupa:
1. Library Research
Yaitu mengumpulkan data teoritis yang bersumber dari bahan-
bahan kepustakaan yang ditulis para ilmuan yang ada hubungannya
dengan judul skripsi ini. Bahan pustaka menjadi sumber primer dan
sekunder berdasarkan otensitas dengan obyek pokok bahasan.
2. Field Research
Yaitu riset lapangan dengan mengadakan kunjungan langsung ke
Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. Sebagai obyek penelitian yang
berlokasi di daerah Bogor Barat tepatnya di Desa Cilendek Barat dengan
melakukan:
a. Deep Interview
Yaitu mengadakan interview (tanya jawab) dengan orang-orang yang
bersangkutan dengan hal ini yaitu: pimpinan pondok pesantren,
xxi
pengurus, keluarga, guru, alumni pondok yang sekarang sudah cukup
berhasil membangun sebuah pondok atau menjadi tokoh agama dan
pejabat pemerintah daerah yang berkaitan dengan masalah yang akan
ditulis.
b. Observasi
Yaitu dengan melihat dan mengamati secara langsung keadaan sarana
pembelajaran dan kegiatan-kegiatan yang ada di pondok pesantren
tersebut.
Teknis penulisan yang dipakai penulis mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Jakarta Tahun 2007.
F. Survey Pustaka
Penulis telah melakukan survey pustaka ke beberapa literatur,
khususnya yang ada di lingkungan UIN Jakarta, penulis tidak menemukan
satu pun tulisan yang mengangkat pondok pesantren Al-Qur’an “Al-Furqon”
Kabupaten Bogor. Jadi boleh dikatakan tulisan ini adalah tulisan yang pertama
dan sumbangan penulis mengenai pesantren ini untuk daerah Kabupaten
Bogor.
Namun, literatur mengenai pesantren secara umum cukup banyak di
antaranya, yaitu:
Buku pertama, Budaya Damai Komunitas Pesantren, yang ditulis oleh
beberapa penulis di antaranya Badrus Sholeh dan kawan-kawan. Buku ini
mendasarkan kajiannya pada pilihan pendekatan studi lebih ke metode
xxii
kualitatif. Buku ini membahas kondisi pesantren yang telah menjadi basis
pengembangan pendidikan Islam selama beradab-abad seolah tersapu oleh
derasnya penetrasi ekspresi global atas Islam Indonesia, yang dinilai semakin
radikal dan bahkan dituduh sebagai basis berkembangnya organisasi atau
gerakan terorisme di Asia Tenggara. Dan masih banyak lagi buku-buku yang
ada relevansi dengan pesantren seperti: Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret
Perjalanan, karya Nurcholish Madjid. Modernisasi Pesantren: Kritik
Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Tradisional Islam, karya Yasmadi.
Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, karya Zamakhsari
Dhofier, dan lain-lain.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing bab
berisi beberapa sub-bab, yaitu:
BAB I : Pendahuluan meliputi beberapa sub-bab, yaitu latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan terakhir
sistematika penulisan.
BAB II : Berisi selayang pandang Kabupaten Bogor, yang meliputi sejarah
ringkas Kabupaten Bogor, gambaran umum Kabupaten Bogor, dan
kondisi sosial-budaya serta keagamaan Kabupaten Bogor.
xxiii
BAB III : Memuat tiga sub-bab yang berisi tentang sejarah perkembangan
pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon yang membahas sekilas
sejarah berdiri dan pendiri pondok pesantren serta latar belakang
dan tujuan berdirinya, perkembangan pondok pesantren Al-Qur’an
Al-Furqon sejak awal berdiri sampai sekarang, dan sistem
pendidikan pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon.
BAB IV : Berisi tentang peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
yang meliputi peranan di bidang pendidikan, di bidang dakwah dan
peranan di bidang sosial.
BAB V : Berisi kesimpulan, yang kemudian dilanjutkan dengan daftar
pustaka dan lampiran.
xxiv
BAB II
SELAYANG PANDANG KABUPATEN BOGOR
E. Sejarah Ringkas Kabupaten Bogor
Pada tahun 1745, cikal bakal masyarakat Bogor semula berasal dari
sembilan kelompok pemukiman digabungkan oleh Gubernur Baron Van Inhof
menjadi inti kesatuan masyarakat Kabupaten Bogor. Pada waktu itu Bupati
Demang Wartawangsa berupaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan
kesejahteraan rakyat yang berbasis pertanian dengan menggali terusan dari
Ciliwung ke Cimahpar dan dari Nanggewer sampai ke Kalibaru/Kalimulya.
Penggalian untuk membuat terusan kali dilanjutkan di sekitar pusat
pemerintahan, namun pada tahun 1754 pusat pemerintahannya terletak di
Tanah Baru kemudian dipindahkan ke Sukahati (Kampung Empang
sekarang).12
Terdapat berbagai pendapat tentang lahirnya nama Bogor itu sendiri.
Salah satu pendapat menyatakan bahwa nama Bogor berasal dari kata Baghar
atau Baqar yang berarti sapi dengan alasan terdapat bukti berupa patung sapi
di Kebun Raya Bogor. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa nama Bogor
berasal dari kata Bokor yang berarti tunggul pohon enau (kawung). Pendapat
di atas memiliki dasar dan alasan tersendiri diyakini kebenarannya oleh setiap
ahlinya. Namun berdasarkan catatan sejarah bahwa pada tanggal 7 April 1752
12 www.bogorkab.go.id
xxv
telah muncul kata Bogor dalam sebuah dokumen dan tertulis Hoofd Van de
Negorij Bogor, yang berarti kepala kampung Bogor. Pada dokumen tersebut
diketahui juga bahwa kepala kampung itu terletak di dalam lokasi Kebun Raya
itu sendiri mulai dibangun pada tahun 1817.13
Perjalanan sejarah Kabupaten Bogor memiliki keterkaitan yang erat
dengan zaman kerajaan yang pernah memerintah di wilayah tersebut. Pada
empat abad sebelumnya, Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang
mengawali zaman kerajaan Pajajaran, raja tersebut terkenal dengan “ajaran
dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar kesejahteraan”. Sejak saat
itu secara berturut-turut tercatat dalam sejarah adanya kerajaan-kerajaan yang
pernah berkuasa di wilayah tersebut, yaitu:14
1. Kerajaan Taruma Negara, diperintah oleh 12 orang raja. Berkuasa sejak
tahun 358 sampai dengan tahun 669.
2. Kerajaan Galuh, diperintah oleh 14 raja. Berkuasa sejak 516 hingga tahun
852.
3. Kerajaan Sunda, diperintah oleh 28 raja. Bertahta sejak tahun 669 sampai
dengan tahun 1333. Kemudian dilanjutkan Kerajaan Kawali yang
diperintah oleh 6 orang raja berlangsung sejak tahun 1333 hingga 1482.
4. Kerajaan Pajajaran, berkuasa sejak tahun 1482 hingga tahun 1579.
Pelantikan raja yang terkenal sebagai Sri Baduga Maharaja, menjadi satu
perhatian khusus. Pada waktu itu terkenal dengan upacara Kuwedabhakti,
13
Profil Kabupaten Bogor ( Bogor: Bagian Humas Setda Kabupaten Bogor, 2007), h. 3.
14 www.bogorkab.go.id
xxvi
dilangsungkan tanggal 3 Juni 1482. Tanggal itulah kiranya yang kemudian
ditetapkan sebagai hari Jadi Bogor yang secara resmi dikukuhkan melalui
sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor pada tanggal 26
Mei 1972.
Pada tahun 1975, Pemerintah Pusat (dalam hal ini Menteri Dalam
Negeri) menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki Pusat
Pemerintahan di wilayah Kabupaten sendiri dan pindah dari Pusat
Pemerintahan Kotamadya Bogor. Atas dasar tersebut, pemerintah daerah
Tingkat II Bogor mengadakan penelitian dibeberapa wilayah Kabupaten
Daerah Tingkat II Bogor untuk dijadikan calon ibu kota sekaligus berperan
sebagai pusat pemerintahan. Alternatif lokasi yang akan dipilih diantaranya
adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya), Leuwiliang, Parung dan
Kecamatan Cibinong (Desa Tengah).
Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa yang diajukan ke
pemerintah Pusat untuk mendapat persetujuan sebagai calon ibu kota adalah
Rancamaya wilayah Kecamatan Ciawi. Akan tetapi pemerintah Pusat menilai
bahwa Rancamaya masih relatif dekat letaknya dengan pusat pemerintahan
Kotamadya Bogor dan dikhawatirkan akan masuk ke dalam rencana perluasan
dan pengembangan wilayah Kotamadya Bogor. Oleh karena itu atas petunjuk
pemerintah Pusat agar pemerintah daerah Tingkat II Bogor mengambil salah
satu alternatif wilayah dari hasil penelitian lainnya.15
15 Ibid.
xxvii
Dalam sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tahun
1980, ditetapkan bahwa calon ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor
terletak di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Penetapan calon ibu kota ini
diusulkan kembali ke pemerintah Pusat dan mendapat persetujuan serta
dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1982, yang
menegaskan bahwa ibu kota pusat-pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II
Bogor berkedudukan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Sejak saat itu
dimulailah rencana persiapan pembangunan pusat pemerintahan ibu kota
Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dan pada tanggal 5 Oktober 1985
dilaksanakan peletakan batu pertama oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II
Bogor pada saat itu.16
F. Gambaran Umum Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan
langsung dengan ibu kota RI dan secara geografis mempunyai luas sekitar
299.019.06 Ha terletak antara 6019-6047 Lintang selatan dan 106021'-1070103'
Bujur Timur.
Wilayah ini berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kabupaten Bekasi, Kota Depok
Sebelah Barat : Kabupaten Lebak (Propinsi Banten)
Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tengerang
Sebelah Timur : Kabupaten Karawang
16Profile Kabupaten Bogor, h. 3.
xxviii
Sebelah Timur Laut : Kabupaten Purwakarta
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi
Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur
Sebelah Tengah : Kotamadya Bogor
Sebagai kota penyangga bagi DKI Jakarta, berupa pengembangan
pemukiman perkotaan sebagai bagian dalam sistem Metropolitan
Jabodetabek. Konservasi berkenaan dengan posisi geografis di bagian hulu
dalam tata air untuk Metropolitan Jabodetabek. Pengembangan pertanian,
khususnya holti-kultura. Jumlah penduduk yang besar seringkali menjadi
beban dalam proses pembangunan jika berkualitas rendah. Oleh sebab itu,
untuk menunjang keberhasilan pembangunan, Pemerintah Kabupaten Bogor
harus secara terus-menerus melakukan upaya pengendalian jumlah penduduk,
dengan menciptakan tatanan keluarga kecil sehat dan berkualitas sebagai
upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) ke depan.
Sumber: BAPPEDA Kab. Bogor
xxix
Makna motif dan lambang daerah Kabupaten Bogor
1. Bagian inti :
a. Kujang, jenis senjata tradisional masyarakat Sunda yang identik
dengan keberanian dan keagungan Sunda di masa lampau. Kujang
melambangkan keperwiraan yang berarti gambaran masyarakat Bogor
yang memiliki sifat tak gentar dalam menegakkan kebenaran.
b. Pakujajar, merupakan lambang keteguhan yang selalu menjadi gema
tradisi bagi kerajaan Pajajaran yang pernah berpusat di Bogor.
Pakujajar ini melambangkan keteguhan dalam mempertahankan
tradisi dengan segala kepribadiannya dan nilai-nilai positif sebagai
wujud nyata melestarikan budaya bangsa.
c. Harupat yang berarti sagar/ruyung, sebagai gagang (perah) kujang
merupakan perlambang keterikatan Kabupaten Bogor dengan sejarah
asal-usul nama Bogor yang berarti Kawung. Harupat juga bermakna
sesuatu yang kuat, kokoh, simbol kekokohan masyarakat Bogor dalam
mempertahankan jati diri.
xxx
d. Anda (telur), yang di dalamnya terdapat Kujang, harupat, pakujajar
dan warna putih melambangkan awal atau inti kehidupan yang
ditandai oleh kesucian.
2. Bagian tengah:
a. Puncak Sunung (Meru), pada bagian tengah menunjukkan Gunung
Salak dan Gunung Pangrango yang secara geografis keduanya
merupakan patok/batas wilayah Kabupaten Bogor di sebelah selatan.
Puncak Gunung melambangkan tujuan atau cita-cita yang tinggi. Dua
puncak gunung yang berbeda tingginya menggambarkan anak tangga
menuju tujuan atau cita-cita.
b. Aliran Sungai, dua aliran sungai yang mengapit anda (telur)
melambangkan Sungai Ciliwung dan Cisadane mengapit Bogor.
Aliran sungai mempunyai makna filosofis yang melambangkan
kesuburan. Sungai Ciliwung dan Cisadane memiliki arti yang strategis
bagi pembangunan pertanian di Kabupaten Bogor.
c. Segitiga sama sisi, membingkai gunung dan sungai yang menjadi
sumber kehidupan bagi masyarakat, bermakna keutamaan.
Melambangkan bahwa kesuburan dan kekayaan alam harus diolah dan
dimanfaatkan dengan landasan nilai-nilai keutamaan agar memperoleh
kemaslahatan.
3. Bagian luar:
Lingkaran, melambangkan kesempurnaan. Artinya perjuangan hidup
haruslah ditujukan kearah kesempurnaan lahir dan bathin tanpa cacat
xxxi
seperti lingkaran penuh yang merupakan proyeksi sebuah pola bumi
tempat hidup manusia.
4. Makna warna:
a. Hitam dan putih, keduanya melambangkan perjuangan hidup; Putih
melambangkan kesucian, kebenaran dan kebersihan sedangkan hitam
melambangkan kebathilan atau kesuraman.
b. Kuning, merupakan warna emas, melambangkan kejayaan dan
kebesaran.
c. Hijau, digunakan sebagai warna dasar mengandung makna kesuburan.
Bagi orang Sunda, hijau berarti subur.
d. Biru, merupakan warna yang menimbulkan kesan keindahan, Seperti
laut biru, gunung yang membiru. Karena itu biru melambangkan
keindahan. Lambang ini bermakna bahwa Bogor sebagai daerah wisata
alam memiliki keindahan alam yang mempesona.
5. Perisai:
a. Tiga sudut dalam perisai melambangkan tiga komponen yang
menentukan kesejahteraan umat di suatu kawasan/Negara yang disebut
dengan "Trinangtung di Bumi" yaitu masyarakat, ulama, cendikiawan
dan pemerintahan (Umaro).
b. Tiga garis sisi membentuk perisai, melambangkan tiga hal yaitu iman,
ilmu dan amal yang merupakan benteng kehidupan umat.
c. Perisai yang bertuliskan motto juang "TEGAR BERIMAN" pada
bagian bawahnya melambangkan tameng dan benteng yang mampu
xxxii
menjamin keamanan, ketentraman dan kenyamanan hidup lahir dan
bathin berupa keimanan yang kuat terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
6. Arti rangkaian kata:
a. Prayoga Tohaga Sayaga, Prayoga berarti Utama, Tohaga berarti
Kokoh dan kuat, Sayaga berarti sedia, siap siaga. Prayoga Tohaga
Sayaga mengandung makna pendirian dan perjuangan masya-rakat
Kabupaten Bogor hendaknya selalu mengutamakan kekokohan, kuat
pada pendirian dan perjuangannya serta selalu siap siaga menghadapi
berbagai tantangan dalam mencapai cita-cita, mewujudkan masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
b. Kuta Udaya Wangsa, Kuta berarti Kota, Udaya berarti fajar,
Kebangkitan atau pembangkit, Wangsa berarti bangsa atau suku bangsa.
Ketiga kata tersebut mengandung makna bahwa Kabupaten Bogor
dengan dukungan masyarakatnya hendaklah menjadi pembangkit dan
pusat kebangkitan bagi perjuangan pembangunan untuk memperoleh
kemajuan dan kemakmuran bangsa.
c. Tegar Beriman, Akronim dari Tertib, Segar, Bersih, Indah, Mandiri,
Aman dan Nyaman. Tegar Beriman menggambarkan kondisi
masyarakat dan lingkungan alam daerah yang terbentuk oleh perilaku
dan usaha masyarakatnya dengan landasan iman yang kokoh. Hal ini
juga merupakan perwujudan dari Prayoga Tohaga sayaga dan Kuta
Udaya Wangsa. TEGAR BERIMAN merupakan motto juang
xxxiii
Kabupaten Bogor yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 2 tahun 1995.
G. Kondisi Sosial-Budaya
Potensi kekayaan seni budaya, keramahan dan sopan santun
penduduknya serta kesejukan udaranya merupakan kebanggaan dan
keistimewaan yang membedakan Kabupaten Bogor dengan daerah lainnya di
Indonesia. Keragaman seni budaya dan pariwisata sebagai potensi daerah
merupakan kekayaan yang terus dilestarikan. Dimana nilai-nilai budaya yang
ada dilihat sebagai bagian dari masa depan dan dikembangkan secara kreatif.
Meski masyarakatnya telah banyak mengalami pergeseran namun adat
istiadat serta kebudayaan asli daerah yang merupakan warisan leluhur tetap
dilestarikan.17
Cepatnya laju imigrasi dari berbagai daerah, pertemuan antara
masyarakat dan pendatang yang berbeda budaya ras dan suku bangsa tidak
lagi dapat dihindarkan. Namun dengan kearifan sikap hal tersebut tidak
menjadi perpecahan dan kerancuan budaya.18
Kabupaten Bogor merupakan tempat dimana budaya Sunda masih
tetap terpelihara, sehingga selalu menarik untuk digali dan dicermati sebagai
perekat persatuan dan kesatuan dimasyarakat. Seni budaya yang merupakan
17
Profile Kabupaten Bogor, h. 20.
18 Ibid.
xxxiv
potensi yang berpengaruh bagi pengembangan sektor kepariwisataan antara
lain: angklun, silat cimande, debus, wayang golek dan sebagainya.
Kerukunan antar umat beragama diupayakan agar senantiasa terbina
dengan baik demi terlaksananya kesinambungan pembangunan dan kokohnya
persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini juga merupakan usaha membentengi
diri terhadap dampak negatif modernisasi dan globalisasi.19
Untuk mendukung hal tersebut Pemerintah senantiasa berusaha
memfasilitasi kebutuhan pembangunan sarana peribadatan dan senantiasa
menjalin kerjasama dengan para ulama, tokoh agama untuk meningkatkan
harmonisasi dan kerukunan hidup sesama umat beragama.20
Seni dan Budaya
Seni tradisional yang terdapat di Kabupaten Bogor:
No Seni Tradisional Lokasi
1 Pedalangan Kec. Ciampea, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg,
Ciriu, Jonggol, Parung
2 Topeng Cikuda Kec. Gunungsindur
3 Reog Kec. Gunungsindur, Leuwiliang, Gunung Putri, Cariu,
Ciomas, Cijeruk, Cibungbulang, Nanggung, Cigudeg
4 Calung Kec. Cibinong, Ciomas, Cibungbulang, Gunung Putri,
Cariu, Klapanunggal, Rumpin, Parung, Cisarua,
Nanggung, Sukaraja, Ciawi, Babakan Madang.
5 Gondang Kec. Cibinong, Pamijahan
6 Kliningan Kec. Cariu, Ciampea, Nanggung, Cigudeg, Jonggol,
Parung, Cibinong.
7 Barongsay Kec. Citeureup, Ciampea, Jonggol, Parung, Cibinong.
19
Ibid.
20 Ibid.
xxxv
8 Cibatokan Kec. Cibungbulang.
9 Qosidah 35 Kecamatan
10 Marawis Kec. Ciawi, Cisarua
11 Degung Kec. Cisarua, Ciawi, Cibinong, Cariu, Cileungsi,
Jonggol, Gunung Putri, Cibungbulang, Leuwiliang,
Parung, Babakan madang, Citeureup, Jasinga.
12 Tari Klasik Kec. Cibinong
13 Rampak Gendang Kec. Cibinong, Dramaga.
14 Angklung Kec. Cibinong, Citeureup, Sukaraja, Ciawi
15 Pantun Beton Kec. Cariu
16 Kecapi Suling Kec. Cibinong, Ciawi, Cisarua, Parung, Cileungsi
17 Tembang Sunda
Cianjuran
Kec. Kemang, Ciawi
18 Tandjidor Kec. Kemang, Bojong Gede, Cijeruk, Citeureup,
Leuwiliang, Parung, Cibinong.
19 Jingprak Kec. Cibungbulang
20 Ajeng Kec. Cileungsi
21 Tari Jaipong Kec. Cibinong, Dramaga, cileungsi, Cariu, Jonggol,
Ciomas
22 Pencak Silat 35 Kecamatan
Sumber: Dinas Pariwisata dan Seni Budaya
H. Kondisi Keagamaan Kabupaten Bogor
Masyarakat Kabupaten Bogor, umumnya masyarakat Sunda pra
Hindu-Budha yang telah mempercayai akan adanya Tuhan yang mereka sebut
Hyang atau Sang Hyang.21
Ketika agama Hindu-Budha masuk ke daerah ini,
21
Istilah Sang Hyang merupakan tanda penghormatan dan penghargaan kepada raja-raja
yang menguasai kerajaan Sunda. Seperti Prabu Raja Ratu disebut dalam prasasti Batu Tulis
sebagai Ra Hyang Niskala Wastu Kencana, anaknyadisebut dengan nama Ra Hyang Ningrat
Kencana. Ratu Samiam juga disebut dengan nama Sang Hyang, dan lain-lain. Penggunaan istilah
atau nama Sang Hyang,Ra Hyang dapat diartikan sebagai bentuk pelegitimasian terhadap raja agar
mendapat penghormatan lebih, karena istilah Hyang dalam masyarakat Sunda adalah istilah lain
sebutan terhadap Tuhan atau kuasa (dewa-dewi),seperti Nyi Pohaci Sang Hyang Sri (Dewi Padi),
Sang Hyang Linggawisi, Sang Hyang Watangagong dan lain-lain.
xxxvi
agama yang mereka yakini tidak hilang, karena agama Hindu-Budha berbaur
dengan agama lama masyarakat Sunda. Hal ini dapat terbukti dengan posisi
Dewa-dewi Hindu-Budha berada di bawah Hyang. Dalam sanghyang
siksakanda ng karesian, menyebutkan “…mangkubumi bakti di ratu, ratu
bakti di dewata dewata bakti di hyang…”.(Mangkubumi berbakti kepada
Raja, Raja berbakti kepada Dewata, Dewata berbakti kepada Hyang).22 Dari
bukti yang ada ternyata Agama Sunda, yang percaya kepada Hyang tetap
diyakini oleh orang-orang Sunda, terutama di daerah pedalaman dan rakyat
biasa. Meskipun agama Hindu-Budha telah banyak diyakini olah para raja dan
pembesar kerajaan.
Adapun kedatangan Islam ke Bogor karena adanya hubungan
perdagangan orang-orang pribumi dengan orang-orang Muslim yang datang
dari Arab, Persia, dan India yang diperkirakan telah dimulai sejak abad ke 7
M. dengan diawali hubungan yang menguntungkan kedua belah pihak ini,
menjadikan Nusantara merupakan daerah perdagangan yang sangat ramai
dikunjungi dan menjadi pusat perdagangan, barang dagangan yang biasa
ditemui dengan mudah terutama rempah-rempah dan hasil hutan di daerah
Nusantara yang telah terkenal. Di masa selanjutnya, dengan adanya hubungan
perdagangan ini menghasilkan terbentuknya komunitas-komunitas Islam di
daerah-daerah kepulauan Nusantara.23
22
Atja dan Saleh Danasasmita, Sanghyang Siksakandang Karesian; Naskah Sunda Kuno
Tahun 1518 M (Proyek Pengembangan Pemuseuman Jawa Barat), h.22 & 28.
23 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia
(T.tp.: Menara Kudus, 2000), h. 1-2.
xxxvii
Kerukunan antar umat beragama diupayakan agar senantiasa terbina
dengan baik demi terlaksananya kesinambungan pembangunan dan kokohnya
persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini juga merupakan usaha membentengi
diri terhadap dampak negatif modernisasi dan globalisasi.24
Untuk mendukung hal tersebut Pemerintah senantiasa berusaha
memfasilitasi kebutuhan pembangunan sarana peribadatan dan senantiasa
menjalin kerjasama dengan para ulama, tokoh agama untuk meningkatkan
harmonisasi dan kerukunan hidup sesama umat beragama.
Berkenaan dengan sarana keagamaan dan jumlah pemeluk agama,
kegiatan umat beragama di Kabupaten Bogor semakin semarak dan telah
berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
penghayatan dan pengalaman ajaran agama sebagaimana tuntunan kitab suci
dan rasul-Nya. Kegiatan keagamaan itu sangat didukung pula oleh
ketersediaan sarana keagamaan, berupa Masjid sebanyak 3.412, Musholla
sebanyak 3.736, Gereja katolik sebanyak 24, gereja Protestan Sebanyak 20,
pura 8 dan vihara 20. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan agama yang
dianut terdiri dari pemeluk agama Islam sebanyak 3.253.382 jiwa, Katolik
sebanyak 24.519 jiwa, Protestan sebanyak 21.665 jiwa, Hindu sebanyak
11.932 jiwa dan pemeluk agama Budha sebanyak 21.209 jiwa.25
24
Ibid.
25 www.bogorkab.go.id
xxxviii
BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN
AL-QUR’AN AL-FURQON
Istilah pondok pesantren di berbagai daerah memiliki sebutan yang
beragam. Di Minangkabau misalnya, pesantren disebut surau, penyantren di
Madura, rangkang di Aceh dan Pondok di Jawa Barat.26
Namun secara definitive,
seperti diidentifikasi oleh hasil keputusan Musyawarah / Lokakarya tentang
Pengembangan Pondok Pesantren tanggal 2 sampai dengan 6 Mei 1978 di Jakarta,
pondok pesantren paling tidak memuat tiga unsur, yaitu kyai (Sunda : ajengan),
santri dengan asramanya dan masjid atau mushalla.27
Pondok pesantren terdiri dari dua rangkaian kata; pondok dan pesantren,
yang membentuk suatu pengertian. Kata pondok berasal dari bahasa Arab funduk
yang berarti rumah penginapan atau hotel.28 Menurut WJS. Poerwadarminta
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
“Pondok mengandung empat makna; 1) rumah untuk sementara
waktu, 2) rumah, 3) rumah yang agak kurang baik biasanya berdinding
bilik beratap rumbia dsb. dibuat berpetak-petak untuk tempat tinggal
(beberapa keluarga), 4) madrasah dan asrama (tempat mengaji belajar
agama Islam dsb.).29
26
Mulyanto Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Islam Di Indonesia 1945-1979 (Jakarta: Dharma Bhakti, 1978), h. 38.
27 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Lembaga Islam, Pedoman
Pembinaan Pondok Pesantren (Jakarta: 1988), h. 8.
28 Ibid., h. 7.
29 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. VII (Jakarta: Balai
Pustaka, 1984), h. 955
xxxix
Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan “pe” dan akhiran
“an”, yang berarti tempat tinggal santri.30
Sedangkan santri merupakan gabungan
kata sant (manusia baik) dengan kata tra (suka menolong), sehingga kata
“pesantren” berarti tempat tinggal/pendidikan manusia baik-baik.31 Namun
menurut Prof. Johns, kata santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru
mengaji. Sedangkan CC. Berg berpendapat, asal kata santri adalah shastri yang
dalam bahasa India bermakna ahli kitab suci agama Hindu. Shastri sendiri berasal
dari kata shastra yang berarti buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu
pengetahuan32
Soegarda Poebakawatja juga menjelaskan bahwa pesantren berasal dari
kata santri, yaitu seorang yang belajar agama Islam. Dengan demikian pesantren
mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam.33
Hamdan
Rasyid mendefinisikan, pondok pesantren sebagai tempat pendidikan Islam khas
Indonesia yang tumbuh berkembang sejak masa-masa awal kedatangan Islam di
Indonesia.34
30
Zamakhsyari Dofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Cet. I
(Jakarta: LP3ES, 1982), h. 18.
31 Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, Cet. I (Jakarta: P3M, 1986), h.
66.
32 CC. Berg, Indonesia, dalam HAR. Gibb (ed.), Whiter Islam? A Survey of Modern
Movement in the Moslem World (London: 1933), h. 257.
33 Soegarda Poebakawatja, Ensiklopedia Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1976), h.
223.
34 Hamdan Rasyid, Kaderisasi Ulama Di Pesantren, dalam Dinamika Pesantren, Telaah
Kritis Terhadap Pesantren Saat ini, Saefullah Ma’shum, ed., Cet. II (Jakarta: Yayasan Islam al-
Hamidiyah, 1988), h. 76.
xl
Departemen Agama RI pun merumuskan pondok pesantren sebagai
berikut “The Pesantren is a system of religious education making it obligary for
their students to stay in boarding-school …” (Pesantren adalah sebuah sistem
pendidikan keagamaan yang memikul tanggung jawab bagi para muridnya untuk
bertempat tinggal di pondok …)35
Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan pengertian
pondok pesantren sebagai: “Rumah sementara/asrama tempat belajar
mengajar/lembaga pendidikan, penyebaran/penyiaran agama Islam beserta seluk
beluknya.
Secara umum, pondok pesantren mempunyai tujuan dan fungsi sebagai
lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, untuk membentuk manusia yang
mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya ajaran-ajaran agama Islam, untuk
memajukan umat Islam sebagai umat yang berpengetahuan luas dan juga untuk
melestarikan ajaran-ajaran agama Islam untuk diwariskan dan diajarkan serta
disebarkan lagi oleh generasi berikutnya. Disamping itu pesantren juga sebagai
lembaga yang berfungsi sebagai tempat berinteraksi dan bersosial.
Dan sehubungan dengan semakin berkembangnya pesantren saat ini, maka
pondok pesantren diharapkan bisa menjadi acuan atau referensi guru bagi
pembangunan masyarakat sekitarnya, yang mampu menetapkan diri dan konsisten
dalam mata rantai keseluruhan pendidikan nasional, dalam rangka pembangunan
masyarakat seutuhnya.
35
Departemen Agama RI, The Development of Islam in Indonesia (Jakarta: Karya Uni
Press, t.t.), h. 50
xli
Mengenai sejarah perkembangan pondok pesantren di Indonesia, ada
beberapa pendapat yang membicarakan mengenai asal usul dan latar belakangnya.
Pertama; pendapat yang menyebutkan bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam
sendiri, yaitu tradisi tarekat.36 Pengikut tarekat selain diajarkan amalan-amalan,
juga diajarkan kitab-kitab agama Islam dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan
agama Islam. Aktivitas mereka dinamakan pegajian. Selanjutnya pengajian ini
tumbuh dan berkembang melalui lembaga pesantren.37
Kedua; pendapat yang
menyatakan bahwa kehadiran pesantren di Indonesia diilhami oleh lembaga
pendidikan “Kuttab”.38
Dan ketiga; mulanya merupakan pengambil-alihan dari
sistem pesantren orang-orang Hindu di Nusantara pada masa pra-Islam.39
Dilihat dari aspek materi dan metode pendidikan yang diterapkan,
pesantren di Indonesia setidak-tidaknya dapat diketahui dalam bentuk salaf murni,
yaitu pesantren yang semata-mata hanya mengajarkan pengajian kitab kuning,
dengan menggunakan sistem Sorogan dan Bandungan.40
36
Istilah Tarekat diambil dari bahasa Arab Thariq, yang berarti “Jalan: Jalan kontemplatif
Islam”. Kata ini biasanya dikontraskan dengan syariat yang berorientasi kepada tindakan
kehidupan. Lihat Muhaimin AG, Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal Cirebon, Cet. I (Jakarta:
Logos, 2001), h. 337.
37 Abul Azis, Ensiklopedia Islam, Cet. I (Jakarta: Logos, 2001), h. 103.
38 Istilah “Kuttab” adalah lembaga pendidikan dasar yang telah muncul sejak zaman
Nabi, lihat Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, Cet. I (Bandung: Tri Geda Karya, 1993).
39 Azis, Ensiklopedia, h.104.
40 Sorogan merupakan sistem pengajian yang dilakukan oleh santri secara perorangan.
Sistem ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan membiming secara maksimal
kemampuan seorang santri. Sedangkan istilah Bendungan merupakan sistem pengajian yang
diakukan oleh santri secara bersama-sama. Biasanya dimaksudkan untuk santri-santri tingkat
menengah, tinggi. Lihat Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, h. 29-30.
xlii
Pada masa perkembangan Islam di Indonesia, pesantren menjadi basis
sentral dalam penyebaran agama Islam di Nusantara dan menjadi pusat massa
yang bergerak menantang penjajahan pada masa pra-kemerdekaan. Akan tetapi
esensi dari berdirinya pesantren adalah sebagai sebuah lembaga yang berorientasi
pada pendidikan dan pengajaran agama Islam, bukan lembaga pergerakan sosial
dan politik.
Sejarah mencatat bahwa, pesantren adalah benteng pertahanan terakhir
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia atau basis umat Islam di negeri ini pada
era kemerdekaan, baik sebelum maupun sesudahnya. Bagaimanapun juga,
berdirinya Republik ini tidak bisa dilepaskan dari peran serta jasa ulama.41
Pondok pesantren adalah lembaga yang dapat dikatakan wujud proses
perkembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis pesantren tidak
hanya identik dengan makna ke-Islaman, tetapi juga mengandung makna keaslian
Indonesia. Sebab, sebagai lembaga yang serupa, pesantren sebenarnya sudah ada
sejak masa kekuasaan Hindu-Budha, sehingga Islam tinggal meneruskan dan
mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada. Tentunya, ini tidak berarti
mengecilkan peranan Islam dalam mempelopori masalah pendidikan Islam di
Indonesia.42
Pada umumnya, mayoritas pondok pesantren tumbuh-berkembang
dan berasal dari lembaga-lembaga pengajian. Relasi antara pegajian dan lembaga
41
Saefullah Ma’shum, ed., Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren
Saat Ini, Cet. I (Jakarta: Yayasan Islam al-Hamidiyah, 1998), h. 25.
42 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta:
Paramadina, 1997), h. 3.
xliii
pesantren merupakan sebuah sinergi yang sangat erat yang tidak dapat dipisahkan
satu sama yang lain.43
Dewasa ini, pesantren terbagi kedalam dua jenis, yaitu pesantren Salaf
(masih menggunakan sistem pendidikan sederhana atau tradisional) dan pesantren
Modern (sudah mengadopsi sistem pendidikan modern/umum).44 Nurcholish
Madjid mensinyalir bahwa pesantren mengandung makna Islami sekaligus
keaslian (Indigenous) masyarakat Islam Indonesia.45
Pesantren dapat dikategorikan sebagai lembaga pendidikan “tradisional”.
Dalam batasan ini, merujuk bahwa lembaga ini telah menjadi bagian yang
mendasar dari sistem kehidupan mayoritas umat Islam Indonesia, dan telah
mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan hidup umat
Islam. Pengertian dalam arti “tradisional” disini bukan berarti tetap (stagnan)
tanpa mengalami adaptasi melainkan cara pembelajaran dan sistem pondok
pesantren.46
Uraian di atas menjelaskan bahwa pesantren telah dikenal sejak lama.
Namun demikian, pesantren baru mendapat perhatian para ahli yang mempelajari
Islam di Indonesia sejak pertengahan abad ke-19,47
itupun pada umumnya belum
merupakan deskripsi yang utuh mengenai pesantren. Terlepas dari karakteristik
43
Ibid., h. 31.
44 Azyumardi Azra, “Pesantren: Kontinuitas Dan Perubahan”, Pengantar dalam
Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, h. xii.
45 Nurcholis, Bilik-bilik Pesantren, h. 3.
46 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Cet. I (Jakarta: INIS, 1994), h. 55.
47 Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta,
1999), h. 20.
xliv
dan jenis pesantren, Zamakhsyari melihat setidaknya pesantren memiliki lima
elemen dasar, yaitu kyai, masjid, santri, pondok, dan kitab Islam klasik (kitab
kuning). Sebagai elemen, itu yang membedakan sistem pendidikan pesantren
dengan lembaga pendidikan lainnya.
Pondok pesantren juga terbagi berdasarkan klasifikasi spesifikasinya,
seperti pesantren yang khusus mempelajari dan memperdalam Al-Qur’an,
pesantren yang khusus untuk mengafalkan Al-Qur’an atau yang biasa disebut
pesantren Huffadz, pesantren yang khusus untuk kelompok tarekat, dan lain-lain.
Walaupun dalam prakteknya pondok pesantren disamping kekhususannya itu
tetap mengajarkan dan menyiarkan ajaran dan pengetahuan-pengetahuan agama
yang lain, seperti ilmu Fiqih, Tasawuf, Aqidah, dan lain-lain.
Jumlah pondok pesantren di Indonesia sendiri sudah tidak terhitung lagi
jumlahnya, baik yang berbasis salafiyah maupun modern ataupun kombinasi
antara salafiyah dan modern. Di Kabupaten Bogor sendiri, jumlah pondok
pesantren yang tercatat di Direktorat Pendidikan Islam, Departemen Agama RI,
sampai saat ini mencapai 209 pondok pesantren, yang terdiri dari pondok
pesantren salafiyah dan kombinasi salafiyah dan modern.48 Dan diantara sekian
banyaknya pondok pesantren di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah pondok
pesantren Al-Qur’an Al-Furqon yang akan penulis kaji dalam penelitian ini.
A. Latar Belakang dan Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-
Furqon
1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
Pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon didirikan tahun 1975 oleh
almarhum K.H. Abdurrahman (yang biasa dipanggil Bapak atau Abi oleh
48 pendis.depag.go.id/kerangka/pontren.htm
xlv
santri dan anak-anaknya, dan selanjutnya disebut Bapak) yang terletak di
Kampung Sawah Desa Cilendek Barat Kecamatan Cilendek Barat. Pada
awalnya pondok pesantren itu bukan merupakan bangunan milik pribadi
tetapi masih tempat kontrakan yang sangat sederhana. Pada periode awal
ini, tempat belajarnya masih menyatu dengan kediaman bapak.49
Adapun berdirinya pondok pesantren ini dilatarbelakangi oleh
keinginan dan semangat yang kuat dari Bapak untuk mengembangkan dan
mengamalkan ilmu Al-Qur’an, karena memang pada waktu itu tidak
banyak tempat atau wadah yang mengkhususkan untuk mempelajari Al-
Qur’an dengan seni (lagu). Sementara Bapak sendiri banyak bergelut di
bidang seni baca Al-Qur’an, bahkan beliau sempat mengikuti MTQ
(Musabaqah Tilawatil Qur’an) tingkat nasional di Palembang. Maka, atas
dorongan dan dukungan dari keluarga, dibangunlah sebuah pondok
pesantren yang diberi nama “Al-Furqon”. Nama ini diambil dari nama lain
dari Al-Qur’an yang berarti pembeda, dalam hal ini pembeda antara yang
hak dan bathil.50
Pada awal berdirinya pesantren, santri yang menuntut ilmu di sana
masih berupa “santri kalong” yakni santri yang tidak tinggal menetap di
pondok atau asrama. Pada waktu itu santrinya baru berjumlah dua orang,
namun dalam perkembangannya, beliau mempunyai gagasan bahwa santri
49 Wawancara Pribadi dengan KH. Dadun Abdurachim selaku ketua Yayasan Pondok
Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon pusat, Cimulang, Bantar Kambing, Bogor, 07 Mei 2008.
50 Ibid.
xlvi
yang menuntut ilmu di Al-Furqon bukan lagi sebagai santri kalong. Lepas
dari kontrakan, Bapak mulai membangun dua lokal di pinggir sungai kecil
untuk pesantren dan rumahpun masih panggung pada tahun 1978, dan
waktu itu santrinya sudah ada sepuluh orang. Tidak lama kemudian, Bapak
kembali mengikuti MTQ tingkat nasional di Semarang antara tahun 1979-
1980-an. Mulai dari sini pulalah santri sudah mulai melonjak banyak, yang
kemudian Bapak mendapat panggilan dari Bupati Bogor yang waktu itu
dijabat oleh bapak Aif Ruhdi dan memberikan bantuan dana sebesar Rp 7
juta (tujuh juta rupiah) yang pada tahun itu jumlah tersebut sudah sangat
besar-untuk membangun dua lantai yang kemudian terealisasi dengan baik
sehingga terbentuklah pesantren dari mulai jumlah santrinya 2 orang saja
hingga akhirnya sampai 200 orang pada waktu itu.
Pada tahun 1984, Bapak mengikuti MTQ di Bandung yang
kemudian mendapat juara I, waktu itu beliau berdampingan dengan KH.
Ahmad Syahid. Setelah mengikuti MTQ di Bandung itulah, Bapak sampai
mempunyai 700 santri pada tahun 1990-an.51 Karena mulai
berkembangnya pesantren, Bapak mulai memikirkan untuk pindah dan
membangun tempat yang lebih luas dan memadai, akhirnya pada tahun
1992 bapak membangun pesantren di daerah Cimulang, Bantar Kambing
Bogor yang sekarang dijadikan pusat dari pesantren Al Furqon.
Pada akhir tahun 1996 Bapak beserta keluarga pindah dari
Cilendek ke Cimulang, tetapi banyak warga yang berdatangan meminta
51 Ibid.
xlvii
Bapak agar tidak meninggalkan desa mereka dan kebetulan juga anaknya
yaitu KH. Ahmad Baisuni (biasa di panggil “Aa”) tidak ingin pindah dan
meninggalkan Cilendek. Akhirnya pada tahun 1997 , Aa beserta istri
diberikan kepercayaan untuk memimpin pondok pesantren Al-Furqon 1 di
Cilendek dan Bapak pindah ke Cimulang dengan anggota keluarga yang
lain dengan membawa santri yang telah dibagi menjadi dua yaitu 350
orang dibawa Bapak dan 350 orang ditinggal di Cilendek.52
Al-Furqon 1 di
tinggal Bapak-karena figur Bapak yang lebih dikenal oleh masyarakat
pada waktu itu-bukan akhir dari segalanya, walaupun pada saat itu
kondisinya sangat memprihatinkan, tetapi dengan segala keterbatasan dan
dengan doa dari orang tua serta usaha Aa dan Istri (teteh) santri mulai
banyak yang datang karena figur Bapak sudah tergantikan oleh Aa yang
memang notabene masih muda dan berprestasi yaitu juara 1 MTQ tingkat
Propinsi dan beliau merupakan pemegang Tajwid terbaik se-Kota dan se-
Kabupaten Bogor.
2. Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik ilmu agama
maupun ilmu umum atau ilmu yang menyangkut permasalahan duniawi.
Karena hidup umat manusia di muka bumi ini adalah mengharap
kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak.
52
Wawancara pribadi dengan Hj. Siti Jubaedah selaku pengasuh pondok pesantren Al-
Qur’an Al Furqon 1, Cilendek Barat, Bogor, 14 Mei 2008.
xlviii
Tujuan pendidikan Islam sebenarnya bukan hanya membentuk
pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah SWT saja, tetapi juga
membentuk jiwa seorang muslim yang dapat menyiarkan ajaran Islam
kepada muslim lainnya. Untuk mencapai tujuan itu, sangat dibutuhkan
suatu wadah pendidikan bagi umat muslim. Wadah ini direalisasikan demi
mendapatkan kader-kader penyebar ajaran agama Islam di masa
mendatang. Itulah sebabnya, tidak heran bahwa bila para ulama dahulu
sampai sekarang mendirikan pondok pesantren sebagai wadah pembinaan
umat Islam.
Setiap orang hidup pasti punya tujuan, begitu pula bapak, beliau
membangun pondok pesantren Al-Furqon pun mempunyai tujuan. Adapun
tujuan utamanya adalah untuk memajukan umat agar dapat baca tulis Al-
Qur'an, menghafal Al-Qur’an, mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an,
memberikan pemahaman akan isi dan kandungan Al-Qur’an dan mencetak
qori dan qori’ah yang berprestasi di masa yang akan datang serta
membentuk manusia yang berakhlakul karimah. Bapak juga mempunyai
pemikiran agar setelah santri keluar dari pondok pesantren Al-Furqon
dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dengan cara mendekatkan para
santri itu sendiri dengan masyarakat.53
Di samping itu, tujuan pendidikan pondok pesantren adalah untuk
membentuk manusia yang mempunyai kesadaran tinggi akan pentingnya
ajaran-ajaran agama Islam. Selain itu, diharapkan memiliki kemampuan
53 Wawancara Pribadi dengan KH. Dadun Abdurachim.
xlix
tinggi untuk mengadakan respon terhadap tantangan-tantangan dan
tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang lingkup dan waktu di
masyarakat.
Adapun visi dan misi Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
adalah sebagai berikut:
a. Mencetak Qori dan Qori’ah yang berakhlak Qur’ani.54
b. Meningkatkan Iman dan Taqwa
c. Meningkatkan Akhlakul Karimah
d. Mempersiapkan masa depan yang Qur’ani.55
Adapun kegiatan yang diterapkan sebenarnya tidak terlepas dari
tujuan utama didirikannya Pondok Pesantren ini, yaitu mengajarkan baca
tulis dan mengenalkan lagu-lagu dalam membaca Al-Qur’an, memberikan
pemahaman kandungan Al-Qur’an, mencetak qori dan qori’ah yang
berprestasi di masa-masa yang akan datang serta membentuk insan-insan
yang bertaqwa kepada Allah SWT. Karena itu, kegiatan belajar/pengajian
yang diadakan waktunya mengiringi pelaksanaan Shalat lima waktu. Di
sela-sela kegiatan tersebut, sering diberikan nasihat-nasihat yang dikutip
dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun Al-Hadis sebagai media pembinaan
mental (akhlak)..
54
Wawancara pribadi dengan Hj. Siti Jubaedah.
55 Ibid.
l
B. Perkembangan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
Sejak awal berdirinya pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon sampai
sekarang, banyak perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai. Seperti
yang sudah dijelaskan di atas, pada awal berdirinya, yakni pada tahun 1973,
pesantren ini belum memiliki sarana yang memadai untuk proses belajar
mengajar. Dimulai dari sebuah rumah kontrakan, bapak menerapkan program
pendidikan pada saat itu hanya sebatas baca tulis Al-Qur'an, menghafal Al-
Qur’an dan mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an.
Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai pondok pesantren Al-
Qur’an Al-Furqon sampai saat ini tentunya bukan hanya dari segi kualitas saja
tetapi juga dari segi kualitas.
Dari segi kuantitas, pondok pesantren Al-Furqon telah melakukan
pengembangan dengan mempunyai beberapa cabang di beberapa tempat, yang
tentunya dengan adanya cabang-cabang tersebut semakin bertambah banyak
pula jumlah santrinya. Diantara cabang-cabang pondok pesantren Al-Furqon
yang ada sampai saat ini antara lain:
1. Pondok Pesantren Al-Furqon di Cimulang Kemang Bogor yang
merupakan menjadi pusat dari semua cabang.
2. Pondok Pesantren Al-Furqon I di Cilendek Barat Bogor Barat.
3. Pondok Pesantren Al-Furqon II di Cilendek Barat Bogor Barat.
4. Pondok Pesantren Nurul Furqon di Cibinong.
5. Pondok Pesantren Al-Itsqon di Leuwiliang Bogor.
6. Pondok Pesantren Raudhatul Qur’an di Cijeruk Bogor.
li
7. Pondok Pesantren Hidayatul Furqon di Leuwiliang Bogor.
8. Pondok Pesantren Baitul Furqon di Bogor.
Keadaan sarana fisik pondok pesantren Al-Qur’an Al-Fuqon, baik
asrama putra dan putri, masjid, aula, sekretariat dan sebagainya, cukup
memadai walaupun kondisinya sangat sederhana.
Adapun dari segi kualitas, pondok pesanten Al-Furqon sangat
memperhatikan serta meningkatkan mutu segi materi pembelajaran, metode
pembelajaran, evaluasi sebagai barometer prestasi santri serta asatidz (guru).
Dengan pengembangan kualitas yang terus ditingkatkan oleh pondok
pesantren Al-Qur’an Al-Furqon, maka banyak kemajuan kualitas yang telah
dicapai pesantren ini. Salah satunya bisa dilihat dari prestasi-prestasi yang
telah diraih baik oleh santri maupun alumni khususnya dibidang seni
membaca Al-Qur’an (Qira’ah), antara lain:
1. Siti Azizah, finalis MTQ tingkat Nasional di Padang tahun 1985;
2. K.H. Jejen Syukrillah, juara I MTQ tingkat Internasional di Makkah, Saudi
Arabia tahun 1990;
3. K.H. Ridwan Alawi, juara II MTQ tingkat Internasional di Bangkok,
Thailand tahun 1992;
4. Hj. Titin Thoyyibah, juara I MTQ tingkat Nasional di Jambi tahun 1997;
5. Hj. Nurhidayah, juara harapan I MTQ tingkat Nasional di Bali dan juara I
MTQ RRI/TVRI di Jakarta tahun 1999;
6. Ustadz Andi Ghalib, juara I DAI TPI di Jakarta tahun 2007;
7. Dan lain-lain.
lii
C. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
Setiap lembaga pendidikan baik itu lembaga pendidikan formal
maupun pondok pesantren, tentunya memiliki sistem pendidikan dan
pengajaran tersendiri. Sistem pendidikan formal secara Nasional biasanya
sama karena ada aturan yang sentral dari pemerintah pusat. Sedangkan sistem
pendidikan pondok pesantren beserta peraturan-peraturan yang berlaku di
dalamnya walaupun ada yang sama tapi biasanya banyak pula yang berbeda
dikarenakan pengaturannya tidak terpusat seperti pendidikan nasional tetapi
dikelola sendiri-sendiri oleh masing-masing pondok pesantren.
Pondok pesanten Al-Qur’an Al-Furqon memakai sistem pendidikan
Salafi dengan menggunakan metode pengajaran yang dilaksanakan dengan
sistem Sorogan dan Bandongan.56
Dalam menggunakan kitab pelajarannya
sama dengan pesantren yang lainnya yaitu menggunakan kitab-kitab klasik.
Sistem ini lebih efektif untuk para santri yang telah mengikuti sistem
Sorogan, Bandongan dengan intensif dan lebih efisien bagi mereka yang
memiliki sarana yang diperlukan, seperti kitab-kitab yang dipelajari dan alat-
alat tulis. Kitab dipakai untuk menyimak, sedangkan alat tulis dipergunakan
untuk memberikan syarah, arti secara harfiah atau dalam bahasa Jawa
“ngafsahi”. Kebanyakan kitab-kitab klasik itu hasil karya dari ulama-ulama
56 Kata sorogan berasal dari bahasa Jawa yang berarti “sodoran atau yang disodorkan”.
Maksudnya suatu sistem pengajian dimana seorang santri berhadapan dengan seorang Kyai.
Kemudian Kyai memberikan tuntunan bagaimana cara membacanya, menghapalnya dan apabila telah meningkat, juga tentang terjemahan dan tafsirnya lebih mendalam. Metode ini adalah
merupakan metode yang paling intensif, karena dilakukan seorang demi seorang dan ada
kesempatan untuk tanya jawab secara langsung. Sedangkan yang diartikan dengan sistem
Bandongan atau Wetonan dalam sistem pengajian ini seorang Kyai membacakan dan
menerjemahkan kalimat-kalimat yang mudah diikuti oleh sebagian besar santri dan masing-masing
memegang kitabnya sendiri, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan Kyai.
liii
dahulu dari berbagai disiplin ilmu yaitu kitab-kitab yang menyangkut
beberapa cabang ilmu seperti ilmu Fiqh, Tauhid, Akhlak, Tasawuf, Nahwu,
Shorof, Tafsir Hadis, dan lain-lain.
Diantara kitab-kitab yang digunakan di pondok pesantren Al-Qur’an
Al-Furqon adalah kitab Qami’u al Thughyan karangan Syaikh Zainuddin bin
Ali bin Ahmad Syafi’i al Kusyani al Malibari, yaitu kitab Tasawuf, Fiqih dan
Akhlaq, kitab Safinah al Najah, yaitu kitab Fiqih karangan Syaikh Nawawi al
Bantani, kitab Tijanu al Dariri, yaitu kitab Tauhid karangan Syaikh Ibrahim al
Bajuri, kitab Qathru al Ghaits, juga merupakan kitab tauhid karangan Syaikh
Muhammad Nawawi al Jawi, kitab Tanqih al Qaul al Hatsits, yaitu kitab
Tafsir Hadis karangan Syaikh Muhammad bin Umar an Nawawi al Bantani,
kitab Hasyiah, yaitu kitab Risalah kitab Ta’lim al Muta’allim, kitab tentang
Akhlak dan Tata Krama, karangan Syaikh Ibrahim bin Ismail, kitab Tafsir al
Qur’an al Jalalain, yaitu kitab Tafsir Al-Qur’an karangan dua Imam
Jalaluddin, yaitu Imam Jalaluddin Abdurrahman al Suyuti dan Imam
Jalaluddin al Mahalli, kitab Hidayah al Mustafid, yaitu kitab tentang
Ketetapan/Aturan Tajwid karangan syaikh Muhammad al Mahmud, kitab
Fathu al Aqfal, yaitu penjelasan kitab Fathu al Rahman dalam Tajwid Al-
Qur’an karangan Syaikh Sulaiman al Jamzuri, dan kitab Al Qira’at al ‘Asyar
al Mutawatirah, yaitu kitab tentang Metode Qira’ah karangan Syaikh
Muhammad Karim Rajih.57
57
Wawancara Pribadi dengan KH. Dadun Abdurachim. Dan menurut data kitab-kitab
keilmuan yang dipergunakan di pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon.
liv
Adapun untuk memperlancar jalannya sistem yang ditetapkan, maka
pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon membuat dan memberlakukan jadwal
aktifitas keseharian santri serta tata tertib untuk santri guna mengatur serta
mendisiplinkan santri-santri yang ada.
Berikut ini adalah aktifitas santri dalam sehari-hari;
1. 03.00-04.00 Shalat Tahajud
2. 04.00-05.00 bangun pagi dan shalat Subuh berjama’ah.
3. 05.00-selesai sorogan Al-Qur’an.
4. 06.00-selesai sekolah pagi bagi yang sekolah
5. 08.00-09.00 mengaji Murottal.
6. 09.00-10.00 mengaji Mujawwad.
7. 10.00-11.30 sekolah kejar paket B bagi yang tidak sekolah
formal di luar.
8. 11.30-12.00 makan
9. 12.00-selesai shalat Dzuhur dan sorogan Al-Qur’an.
10. 13.30-15.00 istirahat.
11. 15.00-15.30 shalat
12. 15.30-17.00 mengaji Mujawwad.
13. 17.00-selesai mandi sore dan lain-lain.
14. 18.00-selesai shalat Maghrib berjama’ah, Bandongan kajian kitab
kuning.
15. 19.30-selesai shalat Isya berjama’ah, makan malam
lv
16. 20.30-22.00 mengaji Mujawwad dan Tahlilan pada malam
Jum’at.
• Malam Kamis qiroatul barzanji bagi santri putra.
• Malam Jum’at, qiroatul barzanji bagi santri putri.
• Malam Sabtu, muhadharah.
• Malam Minggu, pelajaran kaligrafi.
17. 22.00-03.00 istirahat.
18. 07.00-10.00 kerja bakti pada hari minggu.
Dan berikut tata tertib yang berlaku di pondok pesantren Al-Qur’an
Al-Furqon:
1. Pakaian
a. Wajib berpakaian rapi baik di dalam asrama maupun di luar Pondok
Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon I.
b. Bagi santri putri dilarang keluar memakai celana panjang.
2. Kebersihan dan Ketertiban
a. Dilarang membuang sampah, meludah dan menggantungkan pakaian
melalui tralis jendela kamar.
b. Dilarang menulis, mencoret-coret dinding, lemari dan bangunan sekitar
area Pondok Pesantren.
c. Dilarang meninggalkan Pondok Pesantren tanpa izin pengasuh Pondok
Pesantren.
d. Dilarang mengadakan hubungan dengan santri Putra baik langsung
maupun tidak langsung.
lvi
e. Tamu pria/wali santri dilarang memasuki asrama tanpa izin pengasuh
Pondok Pesantren.
f. Agar mementingkan uang kost/ uang makan setiap bulan.
g. Wajib melaksanakan piket kebersihan/ masak sesuai jadwal.
3. Keamanan
a. Dilarang merokok, membawa minum-minuman keras serta membawa
dan mempergunakan obat-obatan terlarang.
b. Dilarang membawa/menyimpan senjata tajam, senjata api dan senjata
lain yang membahayakan.
c. Dilarang melakukan kegiatan lain yang tidak menunjang kepada
Akhlakul Karimah.
d. Dilarang pindah kamar tanpa izin pengasuh Pondok Pesantren.
e. Dilarang memasuki kamar staf penngajar/kamar lain tanpa izin.
4. Pengajian dan Pendidikan
a. Santri wajib melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah.
b. Lima belas menit sebelum masuk waktu shalat harus sudah berkumpul
di aula untuk melaksanakan tadarus Al-Qur’an.
c. Diharuskan mengerjakan shalat sunnah awwabin, tahajud, dhuha dan
shalat sunnat lainnya.
d. Diharuskan melakukan puasa sunnah senin dan kamis.
e. Sesama rekan santri harus saling menghormati, menghargai dan saling
tolong-menolong.
lvii
f. Santri wajib mengikuti semua kegiatan pelajaran yang telah ditentukan
oleh Pondok Pesantren kecuali dalam keadaan uzur (bagi perempuan).
5. Sanksi-sanksi
Bila santri melanggar ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam tata
tertib ini maka akan dikenakan sanksi sebagai berikut:
a. Peneguran.
b. Penegasan.
c. Dikeluarkan dari Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-furqon.
Tentu saja, penerapan sanksi-sanksi tersebut disesuaikan dengan kadar
pelanggarannya
6. Moto
“ SANTRI ”
S = Sehat T = Tertib
A = Aman R = Rapi
N = Nyaman I = Indah dan Islami
lviii
BAB IV
PERANAN PONDOK PESANTREN AL-QUR’AN AL-FURQON
Membicarakan pesantren atau pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam sangat penting dan menarik. Peranan pondok pesantren berarti
bagaimana suatu pondok pesantren itu memerankan sesuatu yang berarti di
masyarakat. Dalam hal ini peranan seorang kyai memang sangat berarti dan
sangat dibutuhkan karena maju dan mundurnya atau berkembangnya suatu
pondok pesantren itu tergantung dari sosok kyai, karena biasanya visi dan misi
pesantren diserahkan pada proses improvisasi yang dipilih sendiri oleh seorang
kyai bersama para pembantunya.58
Ribuan pesantren yang tersebar luas di kawasan Nusantara ini telah
berhasil mengisi sebagian pendidikan di Indonesia. Lembaga pendidikan ini
memiliki khazanah sejarah intelektual tersendiri karena sudah ada lama sebelum
lahirnya proklamasi kemerdekaan. Demikian beruratnya sehingga tiap pesantren
memiliki sifat- sifat khas tersendiri dengan kelebihan-kelebihan dan kekurangan-
kekurangannya.59
Hal ini dapat tercapai dengan maksimal dan memuaskan bila dalam
penyajiannya diutamakan pemahaman, wawasan (insight), inisiatif, serta
58 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, Cet. I (Jakarta:
Paramadina, 1997), h. 6.
59 M. Dawam Rahardjo, Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun dari Bawah (Jakarta:
LP3ES, 1985), h. 26.
lix
kerjasama dengan mengembangkan kreatifitas. Jadi, bukan hanya prosedur
rutinitas tertentu untuk meraih hasil yang diinginkan. Hal ini mudah dimengerti
dan dipahami bila diingat tidak mungkin membicarakan masalah metode tanpa
menyentuh hal-hal yang erat hubungannya.60
Keberadaan pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat tidak hanya
sebagai lembaga pendidikan tetapi juga sebagai lembaga penyiaran Islam. Karena
pembinaan yang dilakukan pesantren biasanya tidak hanya fokus pada santri di
lingkungan pesantren, tetapi juga masyarakat sekitar melalui dakwah atau
pengajian yang dilakukan oleh para kyai.61
Selanjutnya pondok pesantren tumbuh dan berkembang dewasa ini dengan
memadukan tiga unsur pendidikan yang amat penting, yaitu: Ibadah untuk
menanamkan iman; Tabligh untuk menyebarkan ilmu; Amal untuk mewujudkan
kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.62 Berdirinya pondok
pesantren di Nusantara menjadi pusat perhatian masyarakat dari dahulu sampai
sekarang. Itu terbukti dengan masih eksisnya pondok pesantren sampai sekarang,
bahkan jumlahnya semakin banyak. Ditilik dari sejarah pendidikan Islam
Indonesia, pesantren sebagai sistem pendidikan Islam tradisional – telah
memainkan peranan cukup penting dalam membentuk kualitas sumber daya
manusia Indonesia, terlebih sekarang setelah banyak bermunculan pesantren
60
Ibid.
61 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Cet. I (Jakarta: Rajawali Press, 1996), h.
42.
62 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan: Visi, Misi dan Aksi
(Jakarta: PT. Gemawindu Panca Perkasa, 2000), h. 222.
lx
modern, peran pesantren pun lebih komplek lagi dan beban yang dipikul pesantren
pun semakin berat. Azyumardi Azra mengatakan bahwa keterkaitan pesantren dan
komunitas lingkungannya yang dalam banyak hal terus bertahan hingga kini, pada
segi lain, justru dapat menjadi “beban” bagi pesantren itu sendiri.63
Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon memiliki peranan yang sangat
penting dalam masyarakat, khususnya dalam penyebaran dan pengembangan
agama Islam. Di sini penulis ingin menguraikan peranan pondok pesantren di
bidang pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan.
B. Peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al Furqon Di Bidang Pendidikan
Pendidikan merupakan pembangunan watak (character building)
manusia. Untuk menghasilkan watak manusia yang baik, mental yang kuat
dan jiwa yang kokoh, diperlukan dasar dan pondasi yang kuat dalam
pembangunan watak tersebut. Laksana membangun sebuah gedung, bila
pondasinya kuat, maka gedung itu akan berdiri kokoh. Sebaliknya, gedung
tersebut akan mudah roboh bila dibangun di atas pondasi yang rapuh.
Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam dan falsafah hidup
umat Islam, di dalamnya memuat totalitas prinsip yang berkaitan dengan
kehidupan manusia termasuk masalah pendidikan. Dan teori-teori tentang
pendidikan Islam ke sanalah harus mengacu dan berpijak.
Lembaga pendidikan pesantren di Indonesia memiliki sejarah yang
panjang seperti halnya dengan pendidikan nasional. Dilihat dari sistem
63 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, h. xxvi
lxi
pendidikannya, pendidikan pesantren sebernarnya merupakan sub sistem dari
pendidikan nasional. Dengan membicarakan pendidikan pondok pesantren,
kita dapat mengetahui peran, fungsi dan kontribusi pondok pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam dan dakwah Islam dalam mewujudkan masyarakat
madani di Indonesia.
Peranan dari pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon tentu sangat
banyak sekali. Di bidang pendidikan, tujuan awal berdirinya pesantren pun
yaitu ingin memajukan umat agar dapat baca tulis Al-Qur'an, menghafal Al-
Qur’an, mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an, memberikan pemahaman
kandungan Al-Qur’an dan mencetak qori dan qori’ah yang berprestasi di
masa yang akan datang serta membentuk manusia yang berakhlakul karimah.
Bapak juga mempunyai pemikiran agar setelah santri keluar dari pondok
pesantren Al-Furqon dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dengan cara
mendekatkan para santri itu sendiri agar dapat bersosialisasi dengan
masyarakat.64
Pada waktu diamanatkan dari Bapak ke Aa dan Teteh, pondok
pesantren bahkan semakin berkembang karena pada waktu itu jarang sekali
ada suami istri yang dua-duanya dapat muncul sebagai figur. Dalam pelajaran
kitab, Teteh yang mengajar dan banyak santri putra-putri yang berminat dan
waktu belajarnya yaitu setelah shalat maghrib. Sedangkan dalam pelajaran
yang berhubungan dengan seni membaca Al-Qur’an, Aa sendiri yang
mengajarkan dibantu oleh staf-staf kepercayaan beliau, Aa juga mengajarkan
64
Wawancara Pribadi dengan KH. Dadun Abdurachim selaku ketua Yayasan Pondok
Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon pusat, Cimulang, Bantar Kambing, Bogor, 07 Mei 2008.
lxii
Tajwid karena ilmu tajwid terbaik se-Kota dan se-Kabupaten Bogor dimiliki
oleh Aa, jadi waktu itu pondok pesantren berkembang pesat sekali. Pada
bulan Ramadhan banyak santri kilat dari kalangan masyarakat biasa sampai
yang santri juga tetapi santri salafi kitab. Karena mereka yang awalnya hanya
belajar kitab di pesantrennya, mereka belajar tajwid dan mengajinya di
pesantren ini.65
Bahkan sekarang yang dirasakan di sisi lain, mungkin pelajaran inti
seperti mengaji kitab berkurang, karena santri yang tidak sekolah, sekarang
difokuskan kepada pelajaran sekolah dengan dipercaya langsung oleh dinas
pendidikan kota Bogor untuk mengadakan sekolah kejar paket B setingkat
dengan SMP. Yang awalnya pukul 09.00 itu belajar Mujawwad, sekarang itu
mereka dari hari Rabu sampai hari Sabtu diberikan pelajaran sekolah. Tetapi
menurut Teteh itu sangat menunjang sekali, tidak berkurang bahkan lebih
bertambah, yang awalnya mereka hanya belajar kitab, Tajwid, Murottal,
Mujawwad dan ilmu agama lainnya, sekarang mereka bertambah ilmu dengan
mengenal Bahasa Inggris, Fisika, Matematika, Biologi dan pelajaran sekolah
pada umumnya.66
Berdasarkan uraian di atas, telah terjadi perpaduan antara sistem
pendidikan tradisional dan sistem pendidikan modern antara lembaga
pendidikan pesantren salaf dengan modern walaupun baru sebatas sekolah
kejar paket B.
65
Wawancara pribadi dengan Hj. Siti Jubaedah selaku pengasuh pondok pesantren Al-
Qur’an Al Furqon 1, Cilendek Barat, Bogor, 14 Mei 2008.
66 Ibid.
lxiii
Nampaknya, pesantren ini harus banyak melakukan studi banding
dengan pondok-pondok pesantren yang sudah mapan guna memaksimalkan
sistem pendidikannya agar bisa menghasilkan alumni-alumni yang benar-
benar siap pakai dan mampu menjawab segala tantangan jaman sesuai dengan
visi, misi dan tujuan pondok pesantren tersebut.
C. Peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al Furqon Di Bidang Dakwah
Pengertian dakwah secara etimologis adalah panggilan, seruan atau
ajakan yang berasal dari kata bahasa Arab yaitu isim masdar dari kata Da’aa-
yad’u-da’wah. Sedangkan menurut istilah, dakwah yaitu setiap kegiatan yang
menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman kepada Allah swt
sesuai dengan garis akidah, syari’at dan akhlak Islamiyah.
M. Quraish Shihab mengatakan bahwa dakwah adalah seruan atau
ajakan menuju kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang lebih
baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.67 Bahkan
dakwah bukan sekedar hanya peningkatan pemahaman keagamaan dalam
tingkah laku dan pandangan saja, tetapi menuju kepada pelaksanaan ajaran
Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan baik politik,
ekonomi, sosial dan budaya.
67 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), h. 194.
lxiv
Sedangkan menurut Toha Yahya Oemar, dakwah adalah mengajak
manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
perintah Allah swt untuk kemaslahatan di dunia dan di akhirat.68
Adapun tujuan utama dakwah adalah mewujudkan kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhoi oleh Allah swt
sesuai dengan segi atau bidang masing-masing.69
Berdasarkan keterangan dan pendapat di atas, maka dakwah Islam
dapat diartikan mengajak dan menyeru umat manusia baik dengan lisan,
tulisan maupun perbuatan supaya masuk dan tetap berada di jalan Allah swt
dengan cara hikmah dan bijaksana atau dengan cara yang baik untuk
mewujudkan ajaran Islam menjadi kenyataan dalam kehidupan Syakhshiyah,
usrah, jama’ah dan umat dalam semua segi kehidupan sehingga terwujud
Khairu Ummah.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua yang sudah
mengakar pada masyarakat Indonesia, tentunya memiliki peranan yang cukup
besar dalam kehidupan beragama, sebagai benteng umat dalam bidang akhlak
dan membentuk kualitas sumber daya manusia Indonesia, melalui media
pendidikan dan dakwah. Selain sebagai pusat pengajaran Islam, pesantren juga
sebagai pusat dakwah atau lembaga dakwah Islam. Dakwah Islam yang
dilakukan pesantren terbagi dalam dua metode, yaitu dakwah bi al-lisan dan
68
Toha Yahya Oemar, Ilmu Da’wah (Jakarta: Widjaya, 1983), h. 1.
69 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet. III (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1994), h. 280-281.
lxv
dakwah bi al-hal yang merupakan perwujudan dari metode dakwah dalam al-
Qur’an surat An-Nahl ayat 125 sebagai berikut:
�� ا����� و��د��� ������ ه� �أدع إ�' س%�$ ر�"! ���� � وا��
�� س%�-. وه� أ�-� �����,ی� $0 �� �-� أ��� إن� ر��! ه� أ
Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.70
Dakwah bi al-lisan dilakukan dengan cara menyelenggarakan majlis
ta’lim, ceramah-ceramah keagamaan dan pengajaran di kelas kepada para
santri. Sedangkan dakwah bi al-hal dilakukan dengan cara kyai memberikan
contoh perbuatan atau perilaku akhlak yang mulia seperti yang dicontohkan
nabi sebagai suri tauladan yang baik atau uswatun hasanah. Tentunya obyek
dakwah tidak hanya ditujukan kepada para santri, tetapi juga masyarakat
sekitar.
Berdakwah merupakan kewajiban atas semua umat Islam, bukan
semata-mata tugas kyai saja, tetapi seluruh elemen yang ada di pesantren,
terutama apabila dakwah dilakukan kepada masyarakat, baik kyai maupun
santri harus bisa memberikan pengertian, penjelasan terhadap masalah yang
ada di masyarakat mengenai agama dan harus bisa menjadi uswatun hasanah
bagi masyarakat.
70
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Departemen
Agama RI (Jakarta: PT. Serajaya Santra, 1988), h. 421
lxvi
Pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon dalam usahanya untuk
meluaskan dan menyebarkan ajaran agama Islam menggunakan media
dakwah dan pengembangan ilmu Al-Qur’an sebagai sarananya. Melalui cara
ini, diharapkan dakwah yang telah dilakukan mampu memberikan dampak
positif bagi masyarakat. Jika dilihat dari metodenya, yang dilakukan
pesantren ini, nampak tidak ada yang istimewa. Namun jika dilihat dari ragam
pengajian, jumlah yang hadir serta panggilan-panggilan ceramah keluar
daerah dan motivasi masyarakat untuk belajar, ini merupakan peranan yang
sangat besar bagi pondok pesantren dalam usahanya membina umat Islam.
Sampai saat ini, Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon masih selalu
mengembangkan kegiatan dakwahnya pada Majlis Ta’lim dan pengajian
rutin. Majlis Ta’lim merupakan sarana dakwah yang paling banyak
jumlahnya di hampir setiap tempat, karena Majlis Ta’lim ini orang dapat
mengambil ilmu pengetahuan Islam secara meluas. Pada umumnya jamaah
pengajian yang aktif dalam kegiatan ini adalah para Ibu, tetapi saat ini para
remaja juga tidak mau ketinggalan dalam mengikuti pengajian.
Sambutan masyarakat terhadap pengajian ini cukup baik, Majlis
Ta’lim Al-Furqon dipimpin oleh Hj. Siti Jubaedah yang kebetulan adalah
pimpinan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. Hal ini dapat terlihat dari
banyaknya pengunjung pengajian yang selalu aktif datang untuk mengikuti
pengajian dan diharapkan apabila mereka pulang ke rumah masing-masing
dapat melaksanakan isi kandungan pengajian yang diterima dalam beribadah
menyembah khaliknya tanpa melupakn pergaulan terhadap sesama manusia.
lxvii
D. Peranan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al Furqon Bidang Sosial
Kehadiran pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat tidak hanya
sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama
Islam.71 Sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di negara kita,
hingga kini keberadaan pondok pesantren masih terus berkembang dan telah
berusaha memenuhi dirinya guna meningkatkan fungsi dan peranannya
sebagai wadah untuk membina umat Islam sekitarnya.72
Dalam usaha ini,
pondok pesantren telah melakukan segala tindakan dan aktivitas secara
intensif, sehingga pembinaan yang telah dilakukannya mencapai hasil yang
cukup memuaskan.73
Pondok Pesantren di samping memainkan peran atau fungsi
tradisionalnya, juga memainkan peran atau fungsi sosial. Dengan fungsi ini
pesantren diharapkan lebih peka terhadap persoalan-persoalan yang ada di
masyarakat. Hubungan pesantren dengan masyarakat sekelilingnya tentu
berbeda-beda, sesuai dengan fungsi dan peranan pesantren-pesantren itu
sendiri serta kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Untuk itu, Pondok
Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon, dalam peranannya terhadap masyarakat telah
melakukan kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan sosial-keagamaan,
yaitu:
71
Hasbullah, Kapita Selekta, h. 42
72 Ibid, h. 46.
73 Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h.
67.
lxviii
1. Pemotongan Hewan Qurban
Kegiatan ini dilakukan setiap Hari Raya Idul Adha. Sebagian
masyarakat mempercayakan penyembelihan hewan qurban kepada Pondok
Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. Adapun tujuannya diharapkan agar
adanya rasa tanggung jawab dari orang-orang yang mampu untuk
mendermakan sebagian hartanya dengan membeli hewan qurban yang
selanjutnya diberikan kepada masyarakat sekitar yang lebih membutuhkan.
2. Bakti Sosial dan Kemasyarakatan
Dalam hal ini bukan saja berupa kegiatan rutin seperti pembersihan
sarana dan fasilitas umum saja, tetapi Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-
Furqon juga menyalurkan zakat pada hari Raya Idul Fitri, menerima dan
menyalurkan segala macam shadaqoh kepada orang yang membutuhkan.
selain itu menerima donatur-donatur dari kalangan orang-orang yang yang
mampu berupa bantuan pakaian, sembako, dan uang bagi masyarakat
miskin, yatim piatu, dhuafa dan pendistribusian bantuan tersebut
merupakan kegiatan rutin tahunan bagi Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-
Furqon kepada masyarakat sekitar.
lxix
BAB V
KESIMPULAN
Di Indonesia banyak didirikan pondok-pondok pesantren. Hal ini
disebabkan karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Dan banyak
orang tua yang mempercayakan anaknya untuk menuntut ilmu di pondok
pesantren. Salah satu tempat di Indonesia berdiri pondok pesantren yang bernama
Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon. Pondok pesantren ini berdiri di Bogor,
tepatnya di Kampung Sawah Desa Cilendek Barat Kecamatan Cilendek Barat
pada tahun 1975.
Tujuan dari pondok pesantren ini untuk memajukan umat agar dapat baca
tulis Al-Qur’an, menghafal Al-Qur’an, mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an,
memberikan pemahaman akan isi dan kandungan Al-Qur’an, dan mencetak qori
dan qori’ah yang berprestasi di masa yang akan datang serta membentuk manusia
yang berakhlakul karimah.
Disamping itu pula setelah keluar, para santri Pondok Pesantren Al-Qur’an
Al-Furqon dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dengan cara mendekatkan para
santri itu sendiri dengan masyarakat. Adapun tujuan dari Pondok Pesantren Al-
Qur’an Al-Furqon adalah:
a. Mencetak qori dan qori’ah berakhlak mulia.
b. Meningkatkan iman dan takwa.
c. Meningkatkan akhlakul karimah.
d. Mempersipkan masa depan yang qur’ani.
lxx
Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon mempunyai peranan yang luas
dalam hal pendidikan dan sosial keagamaan.
a. Bidang Pendidikan
Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon memakai sistem pendidikan
salafi dengan menggunakan metode pelajaran yang dilaksanakan dengan
sistem sorogan dan bandongan. Disamping pendidikan agama, Pondok
Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon ini juga mengajarkan pendidikan formal
seperti Bahasa Inggris, Fisika, Matematika, Biologi dan pelajaran sekolah
pada umumnya.
b. Bidang Dakwah
Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon mengembangkan dakwah
pada majlis ta’lim dan pengajian rutin. Majlis ta’lim merupakan sarana
dakwah yang paling banyak jumlahnya, karena dengan dakwah orang dapat
mengambil ilmu pengetahuan Islam secara meluas.
c. Bidang Sosial
Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon dalam peranannya terhadap
masyarakat telah melakukan kegiatan yang ada kaitannya dengan sosial
keagamaan yaitu:
a) Pemotongan hewan kurban.
b) Bakti sosial dan kemasyarakatan.
Di jaman era globalisasi sekarang ini, Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-
Furqon menginginkan para santri yang berakhlak mulia dan mencerminkan
manusia qur’ani.
lxxi
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama RI. Jakarta: PT. Serajaya Santra, 1988.
AG, Muhaimin. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Tri Ganda Karya, 1993.
_______. Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal Cirebon. Jakarta: Logos, 2001.
Aly, Djalaludin dan Abdullah. Kapasitas Selekta Pendidikan Islam. Bandung:
CV. Pustaka Setia, 1998.
Anderson, Ben. Revolusi Pemuda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa
1944-1946. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988.
Asy’ari, Zubaidi Habibullah. Moralitas Pendidikan Pesantren. Yogyakarta:
LKPSMNU DIY, 1995.
Atja dan Danasasmita, Saleh. Sanghyang Siksakandang Karesian; Naskah Sunda
Kuno Tahun 1518 M. Proyek Pengembangan Pemuseuman Jawa Barat.
Azis, Abdul. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Ictiar Van Hoeve, 1994.
Berg, CC. Indonesia, dalam HAR. Gibb, ed. Whiter Islam? A Survey of Modern
Movement in the Moslem World, London: 1933.
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Lembaga Islam. Pedoman
Pembinaan Pondok Pesantren. Jakarta: 1988.
Departemen Agama RI. The Development of Islam in Indonesia. Jakarta: Karya
Uni Press, t.t.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Dhofier, Zamaksyari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai.
Jakarta: LP3ES, 1982.
Endang, Turmudi. Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan. Yogyakarta: LkiS, 2003.
Esposito, Jhon L. Ensiklopedi Dunia Islam Modern. Bandung: MIZAN, 2001.
Galba, Sindu. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta,1995.
lxxii
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.
_______. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1995.
Husni, Moch. Ensiklopedi Nasinal Indonesia, Jil. 3. Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 2004.
Madjid, Nurcholis. Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:
Paramadina, 1997.
Ma’shum, Saefullah. ed. Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan
Pesantren Saat Ini. Jakarta: Yayasan Islam Al-Hamidiyah dan Yayasan
Saefuddin Zuhri, 1998.
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: Rajawali Press, 1996.
Mas’ud, Abdurrahman. Dari Harmain Ke Nusantara: Jejak Intelektual Arsitek
Pesantren. Jakarta: Kencana, 2006.
Muthohar, Ahmad. Ideologi Pendidikan Pesantren: Pesantren di Tengah Arus
Ideologi-ideologi Pendidikan. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007.
Oemar, Toha Yahya. Ilmu Da’wah. Jakarta: Widjaya, 1983.
Oetomo, Wahyu. Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa
Depan. Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
pendis.depag.go.id
Poebakawatja, Soegarda. Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung,
1976.
Prasodjo, Soedjoko, dkk. Profil Pesantren. Jakarta: LP3ES, 1974.
Profil Propinsi RI “Jawa Barat”. Jakarta: Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara,
1992.
Profil Kabupaten Bogor. Bogor: Bagian Humas Setda Kabupaten Bogor, 2007.
Qomar, Mujamil. Pesantren: Dari Transfortasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Intitusi. Jakarta: Erlangga, 2005.
Rahardjo, M. Dawam. Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun Dari Bawah. Jakarta: LP3ES,1985.
lxxiii
_______. Pesantren dan Pembaharuan Sosial. Jakarta: LP3ES, 1996.
Rasyid, Hamdan. Kaderisasi Ulama Di Pesantren, dalam Dinamika Pesantren:
Telaah Kritis Terhadap Pesantren Saat ini. Saefullah Ma’shum, ed., Cet. II. Jakarta: Yayasan Islam al-Hamidiyah, 1988.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992.
Sholeh, Badrus, ed. Budaya Damai Komunitas Pesantren. Jakarta: LP3ES, 2007.
Sumardi, Mulyanto. Sejarah Singkat Pendidikan Islam Di Indonesia 1945-1979.
Jakarta: Dharma Bhakti, 1978.
Tjandrasasmita, Uka. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di
Indonesia. T.tp.: Menara Kudus, 2000.
Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren. Yogyakarta:
LkiS, 2001.
www.bogorkab.net
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1997.
Zarkasyi, A. Syukri. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Ziemek, Manfred. Pesantren Dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1986.
Zuhairin, Muchtarom. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
lxxiv
SUMBER WAWANCARA
Wawancara pribadi dengan KH. Dadun Abdurachim S.Pdi. Bogor: 07 Mei 2008.
Wawancara pribadi dengan Ustadzah Hj. Siti Jubaedah AM. Bogor: 14 Mei 2008.
Wawancara pribadi dengan Ustadz A. Sulaiman. Bogor: 14 Mei 2008.
Wawancara pribadi dengan Ustadz Saefullah. Bogor: 15 Mei 2008.
Wawancara pribadi dengan Endang Ibrahim. Bogor: 15 Mei 2008.
Lampiran VIII
HASIL WAWANCARA
Hari/tanggal : 07 Mei 2008
Pewawancara : Babay Pujiyati
Responden : K.H. Dadun Abdurachim S.Pd.I.
Jabatan : Ketua Yayasan Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
Tempat : Kampus Central Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon
Cimulang, Bantar Kambing, Kemang, Bogor.
(T) : Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon?
(J) : Awalnya KH. Abdurrahman (Bapak) hanya mengajar mengaji di sebuah
kontrakan, pada waktu itu beliau hanya mempunyai dua orang santri yang
bernama HM Buang dan Hj Masnun, keduanya berasal dari Karawang.
Kemudian tidak lama kemudian datang dua orang santri lagi yaitu M. Sutaja
dari Parung dan M. Ayyuhan dari Kayu Manis untuk belajar mengaji kepada
bapak. Setelah lepas dari kontrakan, pada tahun 1978 Bapak membangun
dua lokal di pinggir sungai kecil untuk pesantren dan rumah pun masih
panggung di Cilendek. Waktu itu kalau tidak salah bapak sudah mempunyai
10 orang santri. Alhamdulillah setelah bapak mengikuti MTQ di Semarang
(979-1980), santri sudah mulai melonjak banyak. Kemudian bapak
lxxv
menerima bantuan dari Bupati Bogor yang pada waktu itu dijabat oleh bapak
Aif Ruhdi sebesar Rp 7 juta untuk membangun dua lantai dan alhamdulillah
terealisasi dengan baik sehingga terbentuklah pesantren mulai dari 2-200
orang santri. Pada tahun !984, bapak mengikuti MTQ di Bandung yang
kemudian bapak mendapat juara I memberi dampak yang sangat baik pada
waktu itu hingga santri melonjak menjadi 700 orang. Dengan
berkembangnya pesantren, tahun 1990-an bapak mendirikan pesantren lagi
di Cimulang yang sekarang menjadi central dari semua cabang, kemudian
menyerahkan pesantren yang di Cilendek kepada anak dan menantunya
yaitu KH. Ahmad Baesuni dan Hj Siti Jubaedah AM.
(T) : Apa yang membuat bapak berinisiatif untuk mendirikan pesantren?
(J) : Setiap orang hidup pasti punya tujuan, begitu pula bapak, beliau
membangun pondok pesantren Al-Furqon pun mempunyai tujuan. Adapun
tujuan utamanya adalah untuk memajukan umat agar dapat baca tulis Al-
Qur'an, menghafal Al-Qur’an, mengenal seni dalam membaca Al-Qur’an,
memberikan pemahaman akan isi dan kandungan Al-Qur’an dan mencetak
qori dan qori’ah yang berprestasi di masa yang akan datang serta
membentuk manusia yang berakhlakul karimah. Bapak juga mempunyai
pemikiran agar setelah santri keluar dari pondok pesantren Al-Furqon dapat
bermanfaat bagi masyarakat luas dengan cara mendekatkan para santri itu
sendiri agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat
(T) : Bagaimana kondisi sosial masyarakat setempat pada waktu bapak
mendirikan pesantren?
(J) : Kondisi sosial masyarakat setempat pada waktu itu sangat minim dengan
ilmu agama, respon masyarakat pun memang terasa alot dan banyak
tantangan. Alhamdulillah berkat dukungan keluarga, para ulama dan
pemerintah serta ridho dari Allah SWT, pembangunan pesantren pun
terlaksana dengan baik. Alhamdulillahnya juga dari alot dan banyaknya
tantangan dari masyarakat berubah menjadi dukungan dan begitu antusias
terhadap pesantren pertama yang didirikan oleh bapak di Cilendek yaitu
Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon.
lxxvi
(T) : Bagaimana peranan pondok pesantren dalam bidang pendidikan, dakwah
dan sosial budaya?
(J) : Peranan dari pesantren tentu sangat banyak sekali. Di bidang pendidikan,
tujuan awal berdirinya pesantren pun yaitu ingin memajukan umat agar
dapat baca tulis Al-Qur'an, menghafal Al-Qur’an, mengenal seni dalam
membaca Al-Qur’an, memberikan pemahaman akan isi dan kandungan Al-
Qur’an dan mencetak qori dan qori’ah yang berprestasi di masa yang akan
datang serta membentuk manusia yang berakhlakul karimah. Bapak juga
mempunyai pemikiran agar setelah santri keluar dari pondok pesantren Al-
Furqon dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dengan cara mendekatkan
para santri itu sendiri agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat. Di
bidang dakwah, pesantren pun sering melakukan lawatan-lawatan ke
cabang-cabang atau pesantren lain untuk saling bertukar pikiran dan
diadakan studi banding untuk menemukan cara terbaik untuk berdakwah
agar dapat diterima oleh masyarakat. Adapun dalam bidang sosial budaya,
antara pihak pesantren dan pihak luar ( masyarakat ) saling mendukung dan
saling berkoordinasi memberikan tips-tips khusus bagi masyarakat
bagaimana cara membangun masyarakat yang madani seperti sekarang ini.
Begitu sulitnya merangkul masyarakat karena masyarakat setempat masih
awam,disinilah peran pesantren dengan cara mengutus santri atau ustadz
terjun langsung ke majelis-majelis untuk mengajarkan baca tulis, hafalan
bahkan dari kesenian Qasidah.
Pewawancara Narasumber
Babay Pujiyati K.H. Dadun Abdurachim S.Pd.I.
lxxvii
Lampiran IX
HASIL WAWANCARA
Hari/tanggal : 14 Mei 2008
Pewawancara : Babay Pujiyati
Responden : Ustadz A. Sulaiman
Jabatan : Staf Pengajar
Tempat : Kampus Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon I
Cilendek Barat Bogor Barat
(T) : Pada tahun berapa anda masuk Pesantren Al-furqon ini?
(J) : Saya masuk pesantren Al-Furqon ini pada tahun 1996.
(T) : Apa alasan anda ingin masuk pesantren ini?
(J) : Alasan saya masuk pesantren ini karena ingin mengubah hidup saya yang
tadinya bodoh, ingin lebih mengenal Al-Qur’an supaya menerangi hati kita
terutama ingin menyebarkan kepada yang lainnya.
(T) : Apakah anda mengetahui sejarah berdirinya pondok oesantren Al-Furqon
ini?
(J) : Alhamdulillah, walaupun sedikit tapi saya mengetahui, dulu awal
dibangunnya pesantren ini dengan cara prihatin sekali, yaitu dengan
mengontrak tempat. Tetapi dengan berjalannya waktu pesantren ini semakin
banyak santrinya sehingga tidak tertampung sampai akhirnya ada yang
menyumbangkan dana dan mewakafkan tanahnya untuk membangun
pesantren ini.
(T) : Apa prestasi yang telah di raih oleh pondok pesantren ini?
(J) : Alhamdulillah, prestasi yang telah di raih oleh pesantren ini banyak sekali,
dari bidang qori dan qori’ah ada yang mengikuti bahkan menjadi juara MTQ
tingkat Kabupaten, Propinsi, Nasional sampai tingkat Internasioal. Adapun
dalam bidang ceramah atau dakwah, ada seorang santri yang bernama
Ustadz Andi Ghalib mendapatkan juara I DAI yang ditayangkan di salah
satu televisi swasta yaitu TPI.
(T) : Apakah pesantren ini pernah di renovasi? pada tahun berapa?
(J) : Pesantren ini pernah di renovasi pada tahun 1998 dan baru selesai pada
tahun 2003.
(T) : Apakah harapan yang anda inginkan untuk memajukan pesantren ini?
lxxviii
(J) : Semua orang pasti punya harapan, begitu pula saya. Saya dan santri disini
berharap pesantren ini berkembang lebih maju dan lebih berkualitas lagi.
Memang sekarang ini kondisi santri dan internal pesantren yang sedang
menurun, mungkin dari segi organisasi dan system pembelajaran masih
banyak yang harus diperbaiki dan mudah-mudahan di masa yang akan
datang lebih maju lagi.
(T) : Sarana dan prasarana apa saja yang tersedia di pesantern ini?
(J) : Alhamdulillah, walaupun pesantren ini tidak se-modern pesantren yang
banyak berkembang di luar sana. Sampai saat ini pesantren sudah memiliki
aula yang menyatu dengan masjid, asrama putra/putrid, dapur umum yang
menyatu dengan rumah pengasuh pesantren agar terkontrol makanan dan
minuman untuk para santri. Karena pesantren ini tidak dilengkapi sekolah,
banyak santri yang sekolah di luar. Bagi santri yang tidak sekolah,
pesantren bekerjasama dengan dinas pendidikan mengadakan sekolah kejar
paket B.
(T) : Apakah pendapat anda tentang kemerosotan pesantren ini?
(J) : Kemerosotan pesantren ini mungkin karena kekuatan figur dari pemimpin
pesantren yang sudah tidak ada, memang semenjak KH. Ahmad Baesuni
(Aa) meninggal, pesantren ini mulai di tinggal oleh peminatnya. Oleh karena
itu, Hj. Siti Jubaedah (teteh) dan para staf pengajar yang masih tetap
bertahan mulai memutar otak untuk membuat pesantren ini seperti dulu lagi
dengan cara merubah sistem pengajaran dan bekerjasama dengan dinas
pendidikan untuk mengadakan sekolah kejar paket B tersebut. Walaupun
dalam bidang qori dan qori’ah merosot drastis, tetapi sekarang sudah mulai
terlihat kemajuannya dalam bidang ceramah.
(T) : Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar terhadap pesantren ini?
(J) : Alhamdulillah, pesantren ini mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat
sekitar terutama tetangga-tetangga yang menganggap pesantren ini suatu
tempat yang baik dan bermanfaat untuk menuntut ilmu khususnya ilmu Al-
Qur’an.
Pewawancara Narasumber
Babay Pujiyati Ustadz A. Sulaiman
lxxix
Lampiran X
HASIL WAWANCARA
Hari/tanggal : 14 Mei 2008.
Pewawancara : Babay Pujiyati.
Responden : Ustadzah Hj. Siti Jubaedah AM.
Jabatan : Pengasuh Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon I
Cilendek.
Tempat : Kampus Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon I
Cilendek Barat Bogor Barat.
(T) : Bagaimana sejarah pondok pesantren Al-Qur’an Al-Furqon sehingga KH.
Ahmad Baesuni (Aa) dan Hj. Siti Jubaedah di percaya untuk memimpin
pesantren ini?
(J) : Alhamdulillah, pada tahun 1997 Aa dan Teteh di percaya oleh orang tua
kami yaitu KH. Abdurrahman. Pada saat itu santri di sini hampir lebih dari
500 orang, berhubung tempat sudah tidak memadai dan bapak ingin pindah
ke Cimulang, karena Aa dan Teteh tidak mau ikut pindah, akhirnya bapak
membagi dua kelompok, 250 orang santri tetap di Cilendek dan selebihnya
ikut bapak ke Cimulang.
(T) : Bagaimana kondisi sosial keagamaan masyarakat sekitar sebelum atau
sesudah pesantren ini berdiri?
(J) : Kondisi sosial kegamaan masyarakat pada saat itu sangat memprihatinkan,
tetapi alhamdulillah kalau santri sih sudah banyak. Dengan segala
keterbatasan dan do’a dari orang tua serta usaha kita, alhamdulillah pada
waktu itu ada donator yaitu wakil bupati Bogor yang sanggup membenahi
bangunan pesantren sekitar 40% dari bangunan sampai tahun 2000-an. Pada
masa Umi (Istri Bapak), memang agak sedikit tertutup dengan masyarakat
sekitar, tetapi setelah di pegang olh Teteh karena ingin sekali ilmu Teteh itu
diberikan juga kepada masyarakat khususnya kaum Ibu yang ada di
lingkungan pesantren dan ternyata waktu itu banyak dukungan sampai-
lxxx
sampai Teteh membentuk pengajian Ibu-ibu yang diadakan setiap hari
Selasa dan berlangsung sampai sekarang. Alhamdulillah juga banyak Ibu-
ibu dari golongan elite yang ikut mengaji.
(T) : Apakah ada kendala yang dihadapi setelah Aa dan Teteh diberikan
kepercayaan untuk memimpin pesantren ini?
(J) : Kendala pasti ada, karena setiap manusia hidup apalagi mau ada kemajuan
pasti ada kendala. Diantaranya adalah kurangnya dukungan dari tetangga
tetapi dengan berbagai cara kita dapat hadapi. Yang Teteh rasakan juga,
kadang-kadang Teteh tidak percaya diri karena kita pada waktu itu masih
muda diberikan kepercayaan begitu hebatnya oleh orang tua kami, padahal
waktu itu ada niat untuk ikut orang tua pindah ke Cimulang, tetapi banyak
Ibu-ibu yang datang dan melarang Aa dan Teteh untuk ikut dan pindah
kemana-mana, karena menurut mereka siapa lagi yang akan menerangi
kampung mereka ini. Pada saat yang bersamaan pula Aa dan Teteh ada niat
juga untuk pindah ke Jonggol dan memindahkan pesantren ini kesana karena
Aa dan Teteh telah membawa harum nama Jawa Barat dengan menjuarai
MTQ tingkat Propinsi dan mendapatkan hadiah tanah dari wakil bupati.
Tetapi Aa tidak mau, dengan hasil Istikharah dan petunjuk dari Allah SWT
serta hasil musyawarah dengan keluarga, akhirnya Aa dan Teteh tetep
bertahan di Cilendek.
(T) : Bagaimana perkembangan pondok pesantren al-Furqon dari awal berdiri
sampai sekarang?
(J) : Pada waktu di amanatkan dari bapak ke Aa dan Teteh, alhamdulillah bahkan
semakin berkembang karena pada waktu itu jarang sekali ada suami istri
yang dua-duanya dapat muncul. Alhamdulillah dalam pelajaran kitab, Teteh
sendiri yang mengajar dan banyak santri putra/putri yang berminat dan
belajarnya setelah shalat maghrib. Sedangkan dalam pelajaran yang
berhubungan dengan seni membaca Al-Qur’an, Aa sendiri yang
mengajarkan di bantu oleh staf-staf kepercayaan beliau, Aa juga
mengajarkan Tajwid karena Alhamdulillah ilmu tajwid terbaik se-Kota dan
se-Kabupaten Bogor dimiliki oleh Aa, jadi waktu itu pondok pesantren
lxxxi
berkembang pesat sekali. Tetapi itulah roda kehidupan, ketika kita maju
pesat, Allah SWT memberikan cobaan kepada Teteh yaitu Aa sakit diabetes,
memang penyakit itu sudah diketahui sejak usia 4 bulan perkawinan Aa dan
Teteh yaitu pada tahun 1995, dapat bertahan selama 8 tahun. Selama 8
tahun itu, pada bulan Ramadhan banyak santri kilat dari kalangan
masyarakat biasa sampai yang santri juga tetapi santri salafi kitab. Karena
mereka yang tadinya hanya belajar kitab di pesantrennya dan mereka belajar
tajwid dan mengajinya di pesantren ini. Tetapi cobaan itu tidak sampai sini
saja, tidak selamanya popularitas di pihak seseorang. Sebelum Allah
mengambil Aa, selama 1 tahun Aa bolak-balik ke rumah sakit, dalam 1
tahun itu Teteh juga merasa di uji oleh sakitnya Aa meskipun suami ada
tetapi segala-galanya diserahkan kepada Teteh, tanggungjawab santri, anak
dan keluarga. Subhanallah, Allah memberikan kekuatan yang sangat luar
biasa kepada Teteh, kalau tidak ada kekuatan dari Allah, Teteh tidak akan
bisa merawat suami yang sedang sakit dan butuh biaya yang sangat besar,
santri yang harus di urus, padahal waktu itu Teteh baru melahirkan. Dengan
1 tahun di coba dan akhirnya Allah SWT memberikan kasih sayangnya
kepada Aa dan meninggal pada tahun 2003. Setelah Aa di ambil, dalam
jangka 1-2 tahun pesantren ini masih dapat bertahan, tetapi entah bagaimana
karena yang namanya pesantren besar itu butuh seorang figur pemimpin
apalagi figure seorang laki-laki dan Teteh pun mengakui bahwa Kuatnya
figure Aa yang membesarkan nama pesantren, bukan karena Teteh tidak
sanggup dan kuat untuk meneruskan tetapi karena bukan di bidang yang
Teteh ambil yaitu tafsir kitab dan Al-Qur’an atau penceramah (da’iah) dan
Teteh bukan seorang qira’ati. Tapi dengan keyakinan Lillahi, masa Teteh
tidak ada keberkahan yang selama ini Teteh cari dan Teteh dapatkan dari
suami sendiri dan Alhamdulillah Teteh masih mempunyai staf pengajar yang
ahli di bidangnya untuk membantu Teteh sampai sekarang.
(T) : Bagaimana peranan pondok pesantren ini dalam bidang pendidikan, dakwah
dan sosial keagamaan?
lxxxii
(J) : Dalam bidang pendidikan sebenarnya sama saja seperti dulu, kalau masalah
materi yang disampaikan tidak berkurang, bahkan bertambah dengan adanya
sekolah kejar paket yang bekerjasama dengan dinas pendidikan kotamadya ,
kalau pun berkurang karena waktu Tetehnya saja yang sibuk, karena
Alhamdulillah Teteh dipercaya oleh Allah SWT untuk memberikan ilmu
Teteh ke majelis-majelis jadi mungkin santri tidak diperhatikan karena
keterbatasan fisik Teteh sendiri. Adapun dalam bidang dakwah, menurut
Teteh atas nama pesantren dan majelisnya itu terlihat maju, bahkan ada
santri sekaligus staf pengajar yang bernama Andi Ghalib yang keluar
sebagai pemenang DAI TPI yang bisa dibilang sudah nasional dan Teteh
sendiri memang Da’iah tingkat Propinsi. Bahkan di kota Bogor Teteh
tercatat sebagai seksi dakwah di bawah naungan BKMM, jadi sosialisasinya
kepada masyarakat sangat bagus dan masyarakat pun dapat menghargai dan
banyak memberikan dukungan kepada Teteh dan pesantren ini.
(T) : Apakah yang ingin dicapai oleh Teteh sebagai pengasuh pondok pesantren
untuk kemajuan di masa yang akan datang?
(J) : Sebagai manusia biasa, Teteh pasti punya keinginan diantaranya ingin
memajukan pesantren ini di bidang Qira’at, meskipun Teteh sendiri bukan
ahlinya tetapi Teteh masih banyak berharap dan meminta bantuan kepada
Allah SWT, dengan segala keterbatasan ilmu teteh, tetapi Teteh tetap yakin
bahwa pesantren ini Allah SWT akan memberikan keberkahan dan
kemajuan lagi karena Teteh masih mempunyai keluarga dan staf pengajar
yang terus mendukung. Selain itu juga, Alhamdulillah Teteh mempunyai
putri yaitu Neng Dilla, walaupun baru SMP tetapi sudah membawa harum
nama Al-Furqon di tingkat Propinsi dalam bidang Murottal dan Insya Allah
suatu saat nanti pasti akan ada penerus Aa yng akan memajukan pesantren
ini.
(T) : Bagaimana system pengajaran yang dilakukan dari dulu sampai sekarang?
(J) : Perubahan pasti ada, bahkan sekarang yang Teteh rasakan disisi lain
mungkin pelajaran inti seperti mengaji kitab berkurang, karena santri yang
tidak sekolah sekarang difokuskan kepada pelajaran sekolah dengan
lxxxiii
dipercaya langsung oleh dinas pendidikan kota Bogor untuk mengadakan
sekolah kejar paket B setingkat dengan SMP. Yang tadinya pukul 09.00 itu
belajar Mujawwad, sekarang itu mereka dari hari Rabu-Sabtu dikasih
pelajaran sekolah. Tetapi menurut Teteh itu sangat menunjang sekali, tidak
berkurang bahkan lebih bertambah, yang tadinya mereka hanya belajar
kitab, Tajwid, Murottal, Mujawwad dan ilmu agama lainnya, sekarang
mereka bertambah ilmu dengan mengenal Bahasa Inggris, Fisika,
Matematika, Biologi dan pelajaran sekolah pada umumnya.
(T) : Bagaimana cara pesantren dalam mengantisifasi persaingan global
khususnya dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial keagamaan?
(J) : Teteh itu selalu mencari pangalaman dan bergaul dengan orang-orang yang
lebih mengerti di bidangnya masing-masing dan Teteh dapat belajar untuk
kemajuan pesantren kedepannya.
(T) : Prestasi apa saja yang telah yang telah di capai oleh pesantren ini?
(J) : Alhamdulillah, setelah Aa tidak ada, muncul Andi Ghalib sebagai pemenang
DAI TPI, Teteh muncul di bidang MSQ dan 2 tahun terakhir ini Teteh masih
ikut di tingkat Propinsi, Da’iah sendiri di tingkat Propinsi masih dipercaya
oleh KotaMadya Bogor. masih ada prestasi yang lainnya walaupun masih
tingkat Kabupaten.
Pewawancara Narasumber
Babay Pujiyati Ustadzah Hj. Siti Jubaedah AM.
lxxxiv
Lampiran XI
HASIL WAWANCARA
Hari/tanggal : 15 Mei 2008.
Pewawancara : Babay Pujiyati.
Responden : Ustadz Saefullah
Jabatan : Rois Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon I Cilendek.
Tempat : Kampus Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Furqon I
Cilendek Barat Bogor Barat.
(T) : Pada tahun berapa anda masuk pesantren ini?
(J) : Saya masuk pesantren inipada tahun 1994, pada masa KH. Abdurrahman.
(T) : Dari mana anda mendapatkan informsi tentang pesantren ini?
(J) : Pada waktu itu, banyak staf-staf pengajar pesantren ini yang mengajar di
daerah saya, bahkan orang tua angkat saya pun pernah pesantren disini,
sehingga pengajar-pengajar disana melirik saya dan mengajak saya untuk
masuk ke pesantren ini.
(T) : Bagaimana kareakter KH. Abdurrahman pada saat memimpin pesantren ini?
(J) : Karakter KH. Abdurrahman sangat baik, sangat perhatian kepada santri-
santrinya dan santrinya pun melihat bapak itu penuh charisma sehingga apa-
apa yang diperintahkan tidak ada yang menolaknya. Alhamdulillahnya juga,
sosialisasi dengan masyarakat sangat baik walaupun memang yang namanya
permasalahan antara pesantren dan masyarakat pasti ada dan biasa tetapi
bapak selalu bersikap bijak menghadapinya.
(T) : Berapa lama anda merasakan pesantren ini dipimpin oleh bapak?
(J) : Saya di sini dari tahun 1994 dan bapak pindah ke Cimulang pada tahun
1997, tetapi saya saya tetap bertahan di sini sampai sekarang. Setelah bapak
pindah ke Cimulang, pondok pesantren ini di pimpin oleh anaknya yaitu
KH. Ahmad Baesuni.
lxxxv
(T) : Bagaimana karakter KH. Ahmad Baesuni pada saat memimpin pesantren
ini?
(J) : Selama saya di sini, yang saya rasakan karakter Aa tidak jauh beda dengan
bapak, tetapi beliau lebih tegas, ketat, dank eras. Di samping itu, apabila ada
santri yng mempunyai bakat di bidang apapun selalu di arahkan sesuai
dengan kemampuan dan bakatnya, sehingga pada waktu itu pesantren ini
mendapat banyak prestasi.
(T) : Prestasi apa saja yang pernah di raih pesantren ini?
(J) : alhamdulillah, prestasi yang pernah di raih oleh santrinya di bidang qoi dan
qori’ah dari tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propindi, Nasional sampai yang
Internasional pun ada. Adapun dalam bidang dai, sudah pada tingkat
naasional yang diadakan dan ditayangkan di salah satu televisi swasta yaitu
TPI yang pada waktu itu berhasil menjadi juara I.
(T) : Bagaimana kondisi sosial masyarakat sekitar pesantren?
(J) : Kondisi sosial masyarakat sekitar sangat beraneka ragam, ada yang pro dan
kontra karena pro dan kontranya sesuatu itu sudah biasa dalam kehidupan
bermasyarakat, khususnya kalau sudah masalah pesantren karena mungkin
masyarakat merasa terganggu dengan keadaan pesantren, karena kadang-
kadang waktunya mereka tidur, kita masih mengaji hingga larut malam
karena jarak pesantren dengan rumah penduduk sangat dekat.
(T) : Bagaimana peranan pesantren dalam bidnag pendidikan, dakwah dan sosial
keagamaan?
(J) : Dalam bidang pendidikan, pesantren ini bisa di bilang lebih maju daripada
dulu, karena dulu tidak ada sekolah, jadi santri yang masuk ke pesantren ini
hanya dapat sekolah di luar. Walaupun hanya sekolah kejar paket B, tetapi
alhamdulillah santri-santri yang tadinya hanya pesantren saja dan sekarang
diwajibkan untuk ikut sekolah kejar paket B dan bagi santri yang sudah
sekolah biar di luar saja untuk meneruskan sekolahnya. Dalam bidang
dakwah, sudah terbukti dengan adanya santri yang memenangkan Dai di TPI
tersebut yaitu Ustadz Abdi Ghalib. Selain itu juga, banyak diadakan majelis-
majelis pengajian Ibu-ibu baik din lingkungan pesantren maupun di luar
lxxxvi
pesantren. Banyak juga staf pengajar yang di minta untuk mengajar di
sekolah-sekolah, majelis ta’lim-majelis ta’lim dan bahkan di pesantren lain.
Adapun dalam bidang sosial budaya dan keagamaan sudah terlihat dari
pesantren ini sendiri yaitu mengajarkan seni dalam membaca Al-Qur’an,
selain itu juga ada pelajaran Qasidah yang diajarkan kepada santri maupun
Ibu-ibu Majelis ta’lim oleh staf pngajar.
(T) : Apakah yang ingin di capai pesantren untuk masa yang akan datang?
(J) : Karena pesantren ini kehilangan seorang figure pemimpin yang sudah di
kenal reputasinnya oleh orang banyak dan jujur, pesantren ini sangat
membutuhkan figure pemimpin seperti Aa. Mudah-mudahan pesantren ini
kembali maju seperti dulu meskipun agak sedikit sulit, tetapi Teteh dan staf
pengajar di sini selalu berusaha untuk memutar otak untuk menghadapi
kesulitan agar dapat maju seperti dulu. Mungkin kami sebagai staf pengajar,
Insya Allah akan selalu memberikan yang terbaik untuk pesantren ini.
Pewawancara Narasumber
Babay Pujiyati Ustadz Saefullah
lxxxvii
Lampiran XII
HASIL WAWANCARA
Hari/tanggal : 15 Mei 2008.
Pewawancara : Babay Pujiyati.
Responden : Endang Ibrahim
Jabatan : Ketua RW 08, Cilendek Barat Bogor Barat
Tempat : Kampung Sawah RT 03/08 Cilendek Barat Bogor Barat
(T) : Sudah berapa lama bapak tinggal di sini?
(J) : Saya sudah tinggal di sini sejak tahun 1975, karena sebenarny saya asli dari
Sukabumi.
(T) : Sudah berapa lama bapak menjabat sebagai ketua RW?
(J) : Sebenarnya masa jabatan saya sudah berakhir, karena belum ada calonnya
dan warga sini belum ada yang siap, terpaksa untuk sementara saya masih
menjabat untuk menutupi kekosongan sambil menunggu ada penggantinya
yang benar-benar siap.
(T) : Apakah pendapat bapak tentang pondok pesantren Al-Furqon I selaku ketua
RW dan selaku warga disini?
(J) : Menurut saya bagus sekali, perkembangannya sangat baik terbukti dengan
prestasi yang sudah di raih terutama santri-santrinya banyak menjuarai qori
dan qori’ah mulai dari tingkat Kecamatan bahkan samapi pada tingkat
Internasional. Saya sangat mendukung sekali atas peranan Ustadzah Hj. Siti
Jubaedah selaku pengasuh pesantren Karena beliau sangat bermasyarakat
dan tidak lupa juga dalam bidangdakwah khususnya dai, pesantren ini telah
membawa harum nama pesantren sendiri dan Cilendek pada umumnya
dengan menjuarai DAI di TPI yang dapat dikatakan sudah tingkat nasional.
(T) : Bagaimana pandangan dan harapan bapak tentang pondok pesantren Al-
Furqon?
lxxxviii
(J) : KH. Ahmad Baesuni merupakan sosok yang baik, tegas dan bijaksana,
beliau mau bergaul dengan mayarakat. Tetapi memang sudah waktunya
beliau di ambil oleh Allah SWT pada usia yang masih muda. Alhamdulillah,
walaupun KH. Ahmad Baesuni telah di ambil, masih ada istrinya yang dapat
membimbing warga di sini. Keaktifan Hj Siti Jubaedah ini sangat baik
sekali, bermasyarakat dan menjadi pemimpin yang dapat dihandalkan oleh
pesantren dan masyarakat sekitar mulai dari pengajian Ibu-ibu yang mulai
bangkit, dan sekarang sudah mulai merambah kepada genersi muda, majelis
ta’lim-majelis ta’lim sampai kesenian yaitu mengajarkan kesenian qasidh
dan lain-lain. Kemakmuran di bidang keagamaannya memang sudah di akui
oleh masyarakat dan sekarang Hj. Siti Jubaedah di angkat menjadi ketua
majelis oleh masyarakat di sini. Harapan saya adalah agar pesantren ini
menjadi lebih maju dan saya juga minta dukungan dari semua pihak, baik
masyarakat sekitar dan pemerintah agar lebih di perhatikan lagi
keberadaannya.
Pewawancara Narasumber
Babay Pujiyati Endang Ibrahim
lxxxix