Sejarah Pemberontakan Di Indonesia

17
Era kemerdekaan Proklamasi kemerdekaan Artikel utama untuk bagian ini adalah: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk mem keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radiodan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah A (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno. Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melanti Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa harisebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementar hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan b pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provi Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur , Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara. Perang kemerdekaan Artikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era 1945-1949 Teks Proklamasi Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan us kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Bel tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplaiyang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial. Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Bata akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun pepe dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemeri Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.

Transcript of Sejarah Pemberontakan Di Indonesia

Era kemerdekaanProklamasi kemerdekaanArtikel utama untuk bagian ini adalah: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno. Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.

Perang kemerdekaanArtikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era 1945-1949

Teks Proklamasi Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial. Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.

Demokrasi parlementerTidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai. Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.Demokrasi Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.

Demokrasi TerpimpinArtikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Demokrasi Terpimpin Pemberontakan yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui banyak hambatan. Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negaranegara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan Non-Blok. Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negaranegara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.

Nasib Irian BaratArtikel utama untuk bagian ini adalah: Konflik Papua Barat Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat pulau Nugini (Papua), dan mengizinkan langkah-langkah menuju pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961.

Negosiasi dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal, dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadap Irian Jaya pada 1 Mei 1963.

Konfrontasi Indonesia-MalaysiaArtikel utama untuk bagian ini adalah: Konfrontasi Indonesia-Malaysia Soekarno menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah sebuah "rencana neo-kolonial" untuk mempermudah rencana komersial Inggris di wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk memengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).

Gerakan 30 SeptemberArtikel utama untuk bagian ini adalah: Gerakan 30 September Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini. Pada 30 September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.

Era Orde BaruArtikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Orde Baru Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan

kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.

Irian JayaSetelah menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan "Act of Free Choice" (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia. Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan kekuasaan kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya setelah perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih terbuka setelah 1998, pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari Indonesia telah muncul.

Timor TimurDari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal. Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur dalam sebuah operasi militer yang disebut Operasi Seroja. Indonesia, yang mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang strategis.

Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia. Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan pengrusakan di Timor Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut. Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang mengintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002 sebagai negara Timor Leste.

Krisis ekonomi

Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya didampingi B.J. Habibie. Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.

Era reformasiArtikel utama untuk bagian ini adalah: Indonesia: Era Reformasi

Pemerintahan HabibiePresiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga

membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

Pemerintahan WahidPemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000. Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.

[sunting] Pemerintahan MegawatiPada Sidang Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.Kabinet pada masa pemerintahan Megawati disebut dengan kabinet gotong royong.

Pemerintahan YudhoyonoPada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra. Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia#Proklamasi_kemerdekaan

SEJARAH PEMBERONTAKAN di INDONESIA

PEMBERONTAKAN di INDONESIASetelah Indonesia mencapai kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 berarti Indonesia mempunyai sistem pemerintahan sendiri. Akan tetapi banyak golongan yang tidak setuju dengan sistem pemerintahan tersebut sehingga mereka melakukan banyak pemberontakan. Pemberontakan di Indonesia memberlakukan demokrasi liberal, pemerintah Indonesia menghadapi beberapa masalah. Dua diantaranya adalah masalah ekonomi dan hankam. Dalam bidang hankam,beberapa pemberontakan-pemberontakan bersenjata Pemberontakan- pemberontakan tersebut seperti pemberontakan PKI di Madiun, pemberontakan DI/TII, pemberontakan APRA, pemberontakan Andi Aziz, dan pemberotakan Republik Maluku Selatan dan juga gerakan PRRI/Permesta. Pemberontakan di Indonesia dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

1. Pemberontakan DI/TII Gerakan ini terjadi di beberapa daerah , antara lain :

Di Jabar , di pimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo Di Jateng , dipimpin oleh Amir Fatah Di Kalsel , di pimpin oleh Kahar Muzakar Di Aceh , dipimpin oleh Daud Beureuh

1. A. Gerakan DI/TII di Jawa Barat Saat terjadi perjanjian Renville antara RI dan Belanda tahun 1948, yang mewajibkan pengikut Republik untuk mengosongkan wilayah gerilya di Jabar, S.M Kartosuwiryo menolak karena sejak masih aktif melawan Belanda untuk kemerdekaan, ia bercita-cita mendirikan negara Islam . Bersama pasukannya yang berjumlah 2000 orang yang disebut Hizbullah dan Sabillah ia tetap tinggal di Jabar. Pada saat itu terjadi Vakum of Power karena hijrahnya TNI Siliwangi ke daerah Jateng. Keadaan ini sangat dimanfaatkan oleh S.M Kartosuwiryo untuk menggantikan peran TNI Siliwangi dalam melakukan perlawanan bersenjata dengan Belanda. Hal

ini menarik simpati rakyat. Untuk itu dia melakukan rapat dengan para pengikutnya. Rapat /Konfensi ini dilaksanakan pada bulan Maret 1948 di Cipeundeuy, Tasikmalaya, Jabar. Hasil konferensi tersebut, yaitu : 1) Mengadakan persiapan membentuk Negara Islam Indonesia (NII) 2) Membentuk Tentata Islam Indonesia (TII) 3) Membentuk Majelis Islam yang dikepalai seorang imam, yaitu S.M Kartosuwiryo 4)Majelis tersebut harus merupakan sebuah pemerintahan Islam sementara di Jabar yang harus ditaati oleh seluruh umat islam di daerah tersebut.

B. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah Gerakan DI/TII di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah. Daerah yang merupakan daerah petualngan gerombolan DI/TII itu meliputi daerah Brebes, Pekalongan, dan Tegal. Proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di Jawa Tengah ini berlangsung tanggal 23 Agustus 1949 dan menyatakan bagian dari NII di Jawa Barat. Untuk menumpas petualangan gerakan DI/TII di Jawa Tengah, pemerintah membentuk Komando operasi yang diberi nama Gerakan Banteng Negara (GBN) pada bulan Januari 1950 di bawah pimpinan Kolonel Sarbini, Letkol M. Bahrum, dan Letkol Ahmad Yani. Namun, operasi militer yang dilancarkan ini tidak membawa hasil, karena kedudukan DI/TII semakin kuat yang disebabkan adanya kalangan militer resmi yang bergabung dngan kaum pemberontak, antara lain : Para pemberontak dari Angkatan Umat Islam (AUI) pimpinan Kyai Mohammad Mahfudz Abdurahman ( Romo Pusat/ Kyai Somalangu). Para pemberontak dari Batalyon 426 Kudus dan Magelang yang menggabungkan diri pada bulan Desember 1952.

Komandan Brigade Pragolo dari divisi Diponegoro mengambil langkah untuk menumpas gerakanh tersebut. Untuk tugas ini , panglima operasi membentuk pasukan khusus Benteng Raiders dengan mengerahkan satuan-satuan kavaleri, zeni, artileri, dan AURI. Dengan operasi-operasi tersebut akhirnya DI/TII di Jawa Tengah dapat diyumpaskan pada awal tahun 1952.

C. Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan

Gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar yang memiliki beberapa nama samaran, yakni Haderi Bin Umar atau Angli. Pada tanggal 10 Oktober 1950, Ibnu Hajar memproklamasikan berdirinya DI/TII di Kalimantan Selatan. Untuk memperkuat kedudukannya, Ibnu Hajar memebentuk kesatuan komando yang dinamakan Kesatuan Rakyat Tertindas. Aktivitas kesatuan ini melakukan pengacauan dan terror kepada rakyat Banjarmasin dan sekitarnya. Untuk memadamkan pemberontakan Ibnu Hajar itu, pemerintah menempuh 2 upaya yaitu upaya damai dan operasi militer. Ketika upaya damai dilakukan, pemerintah berhasil mengajak Ibnu Hajar dan kawan-kawan menghentikan petualangannya dan kembali dalam kesatuan TNI. Namun, setelah bergabung dan mendapatkabn persenjataan kembali akhirnya Ibnu Hajar kembali melakukan petualangannya. Kemudian, pemerintah melakukan operasi militer dengan mengirim kesatuan-kesatuan TNI siap tempur. Pada tahun 1959, Ibnu Hajar dapat dibekuk dan diajukan ke Mahkamah Militer untuk diadili. Tanggal 22 Maret 1965 dia di hukum mati.

D.Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan Di Sulawesi Selatan , gerakan Di/TII di pelopori oleh Kahar Muzakar. Penyebab utama terjadinya gerakan DI/TII ini adalah hasrat yang kuat untuk menempatkan lascar-laskar rakyat di Sulawesi Selatan ke dalam APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia) dan cita-citanya untuk menjadi pemimpin APRIS di Sulawesi Selatan. Padahal dulu Kahar Muzakar sangat aktif berjuang dalam kemerdekaan dan berjasa sebagi komandan TRI Persiapan Resimen Hasanudin. Namun, setelah perang selesai, dia ditugaskan untuk memimpin lascar-laskar rakyat di Sulawesi Selatan dan membentuk KGSS (Komando Gerilya Sulawesi Selatan). Dalam memenuhi hasratnya itu, Kahar Muzakar pada tanggal 30 April 1950 mengirim surat kepada pemerintah pusat yang intinya meminta agar semua pasukan KGSS digabungkan dalam lingkungan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dengan nama Brigade Hasanudin. Karena tidak memenuhi syarat untuk menjadi anggota-anggota APRIS maka permintaannya di tolak. Untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan akibat dari permohonan Kahar Muzakar tersebut, pemerintah dan pemimpin APRIS mengeluarkan kebijaksanaan dengan memasukkan semua anggota KGSS ke dalam Korp Cadangan Militer dan Kahar Muzakar pun diberi pangkat sebagai Letnan Kolonel. Namun, ternyata hal itu tidak diterima oleh Kahar Muzakar. Tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakar bersama anak buahnya melarikan diri ke dalam hutan dengan memmbawa persenjataan militer. Pada tahun 1952, ia memproklamasikan berdirinya NII di Sulawesi Selatan. Pemerintah

memutuskan untuk menumpas pemberontakan itu. Berkat upaya yang gigih dari TNI, akhirnya pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar dapat ditembak mati. Di samping itu , oranng kedua dari Kahar Muzakar yaitu Gerungan, pada bulan Juli 1965 berhasil ditangkap. Dengan ini maka berakhirlah Di/TII di Sulawesi Selatan.

E. Gerakan DI/TII di Aceh Tokoh gerakan Di/TII di Aceh adalah Daud Beureuh. Adapun yang melatarbelakangi terjadinya gerakan DI/TII di Aceh tersebut bermula dari diubahnya status Daerah Istimewa Aceh menjadi sebuah keresidenan dari Provinsi Sumatra Utara. Oleh karena itu mereka menuntut kepada pemerintah pusat agar Aceh dijadikan sebuah provinsi. Tuntutan ini ditolak oleh pemerintah pusat. Daud Beureuh dan kawan-kawan merasa kecewa dan merasa bahwa pemerintah tidak menghargai jerih payah rakyat Aceh semasa kemerdekaan. Maka pada tanggalo 20 September 1955, Daud Beureuh memproklamasikan berdirinya NII. Setelah memproklamasikan berdirinya NII atau DI/TII di Aceh, ia segera menguasai daerah-daerah penting di Aceh. Untuk menghentikan petualangan DI/TII tersebut, pemerintah menjalankan operasi militer. Namun, karena kuatnya pengaruh Daud Beureuh, operasi militer tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu pemerintah kembali melakukan upaya baru, yaitu diplomasi adan musyawarah. Panglima Kodam I/ Iskandar Muda Kolonel Mohammad Yasin memprakarsai Musayawarah Kerukunan Rakyat Aceh, yang mempertemukan Daud Beureuh, tokoh-tokoh ulama Aceh, dan pemerintah. Dari musyawarah itu, Daud Beureuh menyadari kesalahannya. Dengan demikian berakhirlah pemberontakan Di/TII di Aceh.

2. Pemberontakan eksternil A. Pemebrontakan Angkatan Perang Ratu Adil ( APRA ) Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pada dasarnya merupakan ikhtiar Belanda untuk tetap mempertahankan kedudukan sebagai penjajah di Indonesia. Pemimpin APRA adalah seorang kapten Belanda yang dulu diterjunkan tentara sekutu di Medan pada tahun 1945, yaitu Westerling. Para anggotanya adalah KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger) yaitu tentara Belanda yang berasal dari orang-orang pribumi dan KL (Koninklijk Leger).

Bekas anggota KNIL dan KL banyak yang menjadi anggota gerombolan APRA karena mereka enggan untuk bergabung dalam APRIS. Mereka beranggapan, apabila digabungkan dalam APRIS, mereka akan menjadi tentara nomer dua atau dianak tirikan oleh pemerintah RIS. Dengan memanfaatkan situasi ini, Kapten Westerling membentuk sebuah gerombolan yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Tujuan utama gerakan APRA adalah mempertahankan bentuk federal di Indonesia serta mempertahankan adanya tentara tersendiri di dalam Negara federal (Negara bagian itu). Aksi pertama yang dijalankan APRA adalah menyerbu kota Bandung pada tanggal 23 Januari 1950 dan menduduki Markas Staf Kwartir Divisi Siliwangi. Karena serangan yang begitu tiba-tiba ini , pasukan TNI Siliwangi kelabakan. Salah satu perwira TNI Siliwangi, Letnan Kolonel Lembong gugur dalam pertempuran ini. Untuk membebaskan kota Bandung, Markas besar APRI di Jakarta segera mengirimkan bantuannya. Di samping itu , dilakukan perundingan antara Perdana Menteri RIS Moh.Hatta dan para komisaris tinggi Belanda untuk menghentikan aksi APRA tersebut. Mayor Jendral Engels mendesak Westerling untuik meninggalkan kota Bandung. Setelah aksinya di Bandung cukup berhasil, pasukan APRA merencanakan menyerang kota Jakarta dan membunuh menteri-menteri RIS, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr.Ali Budiarjo dan Kolonel TB. Simatupang pada tanggal 26 Januari 1950. APRA berkerjasama dengan seorang menteri yang bernama Sultan Hamid II. Hal itu ternyata sudah diketahui terlebih dahulu oleh pasukan TNI yang berada di Jakarta. Karena kesiapan para pasukan TNI tersebut maka banyak anggota APRA yang terbunuh dan melarikan diri. Mengetahui hal tersebut, Westerling pun segera melarikan diri ke Singapura dengan menumpnag pesawat Catalina milik angkatan laut Belanda. Namun, sesampainya di Singapura Westerling di tangkap oleh polisi Singapura dengan alas an masuk ke Negara orang lain tanpa izin. Pemerintah RIS meminta pemerintah Inggris yang berkuasa di Singapura untuk menyerahkan Westerling pada RIS, tetapi pemerintah Inggris menolak karena sebelumnya Indonesia belum melakukan perjanjian ekstradisi dengan Inggris. Demikian pula dengan Sultan Hamid II, pada tanggal 5 April 1950 ia ditangkap oleh TNI. Dengan itu gerakn APRA pun berakhir. 2. B. Pemberontakan Andi Aziz Di Makasar terjadi masalah seperti di Bandung, bekas KNIL menolak pasukan APRIS dan menghalangi datangnya TNI ke Makassar yang dipimpin oleh Kapten Andi Aziz yang merupakan perwira KNIL yang baru diterima ke dalam APRIS. Pada atanggal 30 Maret ia bersama dengan pasukan KNIl yang lain menggabungkan diri ke dalam APRIS dihadapan

Letkol A.J Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Pada waktu itu keadaan Makasar tidak tenang karena rakyat yg anti federal mengadakan demonstrasi sebagai desakan agar NIT secepatnya bergabung dengan RI. Sedangkan sebagian dari mereka setuju dengan system federal juga mengadakan demonstrasi, sehingga ketegangan mulai bertambah. Pada tanggal 5 April 1950 terdengar berita bahwa pemerintah RIS mengirimkan 900 pasukan APRIS dari TNI ke Makasar untuk menjaga keamanan. Kesatuan ini dipimpin oleh Mayor Worang diangkut dengan 2 buah kapal dan sudah berlabuh di luar pelabuhan Makasar. Berita ini mengkhawatirkan bekas anggota KNIL yang takut terdesak oleh pasukan baru, mereka menamakan dir pasukan Bebas dan dipimpin oleh Andi Aziz. Pada jam 5 pagi Andi Aziz dan pasukannya menyerang markas TNI di Makasar. Dalam waktu singkat kota Makasar berhasil dikuasai oleh gerombolan penyerbu karena kurangnya asukan dari TNI. Beberapa orang TNI ditawan dan Kolonel A.J Mokoginta ditawan. Pada tanggal 5 April Perdana Menteri NIT Ir. P.D. Diapari mengundurkan diri karena tidak setuju dengan tindakan Andi Aziz. Pemerintah kemudian dipegang oleh kabinet baru yang pro RI dibawah pimpinan Mr. Putuhena dan pada tanggal 21 April, Sukawati wakil dari negara NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia melebur ke dalam negara kesatuan RI bila RI juga melaksanakan tindakan yang sama. Selain itu pemerintah RIS mengeluarkan ultimatum pada tanggal 8 April yang menginstruksikan agar Andi Aziz dalam waktu 4x24 jam atang melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan menyerahkan senjata-senjata dan juga tawanannya. Andi Aziz terlambat melaporkan diri ke Jakarta dan karenanya ditangkap sebagai penberontak dan diadili. Pada waktu yang bersamaan dikirimkan sebuah pasukan ekspedisi ke Sulawesi dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang. Pasukan Worang kemudian mulai bergerak ke arah Makasar dan pada tanggal 21 April berhasil memasuki Makasar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak. Andi Aziz sendiri pada tanggal 15 April telah beangkat ke Jakarta setelah didesak oleh Presiden NIT Sukowati. Pada tanggal 26 April pasukan ekspedisi di bawah Kolonel Kawilarang sampai di Sulawesi Selatan. Bentrokan senjata masih terjadi dan pada tanggal 8 Agustus pihak KL-KNIL minta berunding dan perundingan diadakan antara Jendral Scheffelar dari KL-KNIL dengan Kolonel Kawilarang. Hasil dari perundingan ini adalah bahwa kedua belah pihak setuju dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu dua hari pasukan KL-KNIL akan meninggalkan Makasar.

C. Republik Maluku Selatan (RMS)

Di Maluku banyak anggota KNIL. Mereka juga tidak mau dimasukkan ke dalam APRIS. Keresahan KNIL itu dipergunakan oleh tokoh- tokoh pro Belanda, seperti Manusama. Ia mengemukakan gagasan supaya Maluku terpisah dari RIS dan menjadi Negara Merdeka, yang diberi nama Republik Maluku Selatan. Pada bulan April 1950 diproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan. Mr.Dr. Christian Robert Steven Saumokil bekas Jaksa Agung NIT dipilih menjadi presiden RMS. Saumokil sebenarnya sudah terlibat dalam peristiwa Andi Aziz di Makassar, tetapi karena Andi Aziz mengalami kegagalan maka Saumokil mengalihkan usahanya ke Maluku Selatan. Pada waktu keadaan di Ambon sedang kacau karena banyak anggota KNIL yang bergabung dengan TNI, hal tersebut tidak disukai oleh Belanda karena RI akan menjadi lebih kuat. Untuk mencegah hal tersebut maka Belanda mulai menghasut dan menyebarkan desas- desus yang buruk tentang TNI dan RI. Keadaan ini sangat menguntungkan Saumokil dan pada tanggal 25 April 1950 dia memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan. Pemerintah RIS berusaha mengatasi masalah tersebut dengan cara damai yaitu dengan mengirimkan dr. Leimena. Tetapi missi damai tersebut ditolak oleh Saumokil bahkan mereka meminta bantuan, perhatian dan pengakuan dari luar terutama dari Amerika Serikat, Belanda dan juga Dewan PBB. Karena itu maka pemerintah RIS terpaksa menumpas petualangan Saumokil dengan kekuatan senjata. Pada tanggal 14 Juli pasukan ekspedisi APRIS dibawah pimpinan Kolonel Kawilarang mendarat dan dapat merebut pos-pos penting di pulau Buru. Pendaratan dilakukan di pulau Seram Barat pada tanggal 19 Juli 1950 dan dengan mudah Seram Barat dapat dikuasai oleh APRIS/TNI. RMS berupaya memusatkan kekuatan dan kekuasaannya di pulau Seram dan Ambon. Operasi pasukan APRIS/TNI mengalamikesulitan sehingga pada bulan Desember 1950 Seram dan Ambon dapat dikuasai. Dan ketika RIS pada tanggal 17 Agustus 1950 dilebur dan menjadi Negara kesatuan RI, RMS belum bisa ditumpas seluruhnya. Salah satu tokoh dari TNI yaitu Letnan Kolonel Slamet Riyadigugur dalam pertempuran sewaktu menyrang benteng Victoria di Ambon. Operasi APRIS dilakukan dari pulau ke pulau dan menghancurkan pasukan RMS. Serdadu-serdadu RMS melarikan diri ke hutan hutan dan pada bulan Desember 1963 Maluku dapat diamankan kembali setelah Dr. Saumokil tertangkap.

D. Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta)

Gerakan ini muncul di tengah keadaan politik yang sedang tidak stabil dalam pemerintahan. Hubungan yang tidak mesra antara pemerintah pusat dengan beberapa daerah menjadi salah satu pemicu timbulnya gerakan ini. Keadaan itu disebabkan oleh ketidakpuasan beberapa daerah di Sumatra dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan dari pemerintah pusat. Dan rasa tidak puas tersebut didukung oleh beberapa panglima besar TNI. Beberapa panglima militer membantu dewan-dewan daerah seperti : 1. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dibentuk oleh Letkol Ahmad Husein, 20 Desember 1956 2. Dewan Gajah di Medan yang dibentuk oleh Kolonel Simbolon, 22 Desember 1956 3. Dewan Garuda di Sumatra Selatan 4. Dewan Manguni di Manado yang dibentuk oleh Letkol Ventje Sumual, 18 Februari 1957 Dan gerakan tersebut akhirnya berkembang menjadi suatu gerakan terbuka yang terkenal sebagai gerakan PRRI/Permesta. Pada tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat yang menyatakan bahwa kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5x24 jam. Menerima ultimatum tersebut pemerintah bertindak tegas dengan memberhentikan secara tidak hormat Ahmad Huesin, Mauludin Simbolon, Zulkifli Lubis dan Dahlan Djambak dari kedudukannya sebagai perwira TNI. Pada tanggal 12 Februari 1958 A.H Nasution mengeluarkan perintah untuk membekukan Komando Daerah Militer Sumatra Tengah. Dan pada tanggal 15 Februari 1958 Ahmad Husein memproklamasikan berdirinya PRRI di Padang dan Syarifudin Prawiranegara sebagai perdana mentrinya. Pemerintah melancarkan operasi militer gabungan yang dinamakan Operasi 17 Agustus, operasi ini bertujuan untuk memulihkan kembali keadaan negara, menghancurkan gerakan separatis, mencegah meluasnya gerakan tersebut dan untuk mencegah ikut campurnya kekuatan- kekuatan asing. Angkatan Perang Republik Indonesia(APRI) pertama kali ditujukan ke Pekanbaru untuk melindungi dan mengamankan sumber-sumber minyak yang ada. Dan operasi ini dikembangkan ke pusat pemberontak di Bukittinggi. Proklamasi PRRI yang diumumkan pada tanggal 15 Februari 1958 mendapat sambutan dari Indonesia Timur. Dalam rapat raksasa yang digelar di beberapa tempat di daerah Komanado Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah, Kolonel D.J. Somba mengeluarkan pernyataan bahwa pada tanggal 17 Februari 1958 daerah tersebut memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat serta mendukung PRRI. Untuk menghadapi kekuatan Permesta, pemerintah melancarkan Operasi Sapta Marga pada bulan April 1958. Ternyata gerakan Permestamendapat bantuan dari pihak asing. Terbukti dengan tertembak jatuhnya pesawat asing yang dikemudikan oleh A.L Pope seorang warga negara Amerika Serikat pada tanggal 18 Mei 1958 di Ambon. Dan gerakan Permesta baru dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958 dan sisasiasanya dapta dittumpas secara keseluruhan tahun 1961.

3. Pemberontakan Komunis A. Pemberontakan PKI di Madiun Pada waktu bangsa Indonesia sedang berjuang melawan Belanda dengan perjuangan bersenjata maupun diplomasi setelah kemerdekaan, bangsa kita harus menghadapi pemberontakan PKI Madiun. Pemberontakan yang terjadi pada tahun 1948 ini merupakan pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia ketika sedang berjuang melawan Belanda yang berupaya menanamkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Para pemimpin pemberontakan ini di antaranya adalah Amir Syarifuddin dan Musso. Karena kabinetnya jatuh dan kemudian digantikan oleh kabinet Hatta, Amir Syarifudin berbalik menjadi oposisi. Kemudian dia menghimpun kekuatan golongan kiri dengan cara membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) di Surakarta pada tanggal 26 Februari 1948. FDR ini terdiri dari Partai Sosialis, PKI, Pesindo, PBI, dan Sarbupri dan menggunakannya untuk menentang pemerintah. Kekuatan FDR bertambah dengan datangnya Musso, tokoh PKIdari Rusia. Dia menyatakan bahwa Revolusi Indonesia sudah menyimpang dari tujuan semula. Musso menuntut agar dalam menghadapi kaum imperialis Indonesia memihak Rusia. Kemudian Musso mengorganisasikan kembali Partai Komunis Indonesia. Kelompok ini seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain : 1. Melancarkan propaganda anti pemerintah 2. Mengadakan pemogokan- pemogokan kerja oleh para buruh misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten. 3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh. 4. PKI mengumumkan berdirinya Soviet Republik Indonesia. Setelah menguasai Madiun para pemberontak melakukan penyiksaan dan pembunuhan besar-besaran. Pejabat-pejabat pemerintah, para perwira TNI dan polisi, pemimpin-pemimpin partai, para ulama, dan tokoh-tokoh masyarakat banyak yang menjadi korban keganasan PKI. Melihat kondisi ekonomi yang memprihatinkan serta kondisi sosial politik yang penuh dengan gejolak pada awal tahun 1960-an maka PKI berusaha menyusun kekuatan dan melakukan pemberontakan. Sebelum melakukan pemberontakan, PKI melakukan berbagai cara agar mendapat dukungan yang luas di antaranya sebagai berikut.

1. PKI menyatakan dirinya sebagai pejuang perbaikan nasib rakyat serta berjanji akan menaikkan gaji dan upah buruh, pembagian tanah dengan adil, dan sebagainya. (2) Pada akhir tahun 1963 PKI melakukan Aksi Sepihak terutama di Jawa, Bali, dan Sumatera Utara. (3) PKI juga mencari pendukung dari berbagai kalangan mulai dari para petani, buruh kecil, pegawai rendahan baik sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan para perwira ABRI. (4) Pengaruh PKI yang besar dalam bidang politik sehingga memengaruhi terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya, semua organisasi yang anti komunis dituduh sebagai anti pemerintah. Manifesto Kebudayaan (Manikebu), sebagai organisasi para seniman dibubarkan pemerintah pada bulan Mei 1964. Kebijakan politik luar negeri RI pada waktu itu lebih condong ke Blok Timur yakni dengan terbentuknya Poros Jakarta-Peking. (5) Memasuki tahun 1965 PKI melempar desas-desus adanya Dewan Jenderal dari dalam tubuh Angkatan Darat. Menurut PKI bahwa Dewan Jenderal ini akan mengambil alih kekuasaan secara paksa dengan bantuan Amerika Serikat. Tuduhan ini dibantah oleh Angkatan Darat, sebaliknya PKI yang akan melakukan perebutan kekuasaan. Puncak ketegangan politik terjadi secara nasional pada dini hari tanggal 30 September 1965 atau awal tanggal 1 Oktober 1965, yakni terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat. Penculikan ini dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya sebagai Gerakan 30 September. Aksi ini di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, komandan Batalyon I Cakrabirawa. Para pimpinan TNI AD yang diculik dan dibunuh oleh kelompok G 30 S/ PKI tersebut adalah sebagai berikut.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Letjen Ahmad Yani Mayjen Suprapto Mayjen Haryono MT Mayjen S. Parman Brigadir Jendral D.I Panjaitan Brigadir Jendral Sutoyo Letnan Piere Tendean

Menghadapi situasi politik yang panas tersebut Presiden Sukarno berangkat menuju Halim Perdanakusumah, dan segera mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Mayor Jenderal Suharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) mengambil alih komando Angkatan Darat, karena belum adanya kepastian mengenai Letnan Jenderal Ahmad Yani yang menjabat Menteri Panglima Angakatan Darat. Dengan menghimpun pasukan lain termasuk Divisi Siliwangi, dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi Wibowo, panglima Kostrad mulai memimpin operasi penumpasan terhadap Gerakan 30 September. Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam operasi ini sebagai berikut.

(1) Pada tanggal 1 Oktober 1965 operasi untuk merebut kembali RRI dan Kantor Telkomunikasi sekitar pukul 19.00. Dalam sekitar waktu 20 menit operasi ini berhasil tanpa hambatan. Selanjutnya Mayor Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat mengumumkan lewat RRI yang isinya sebagai berikut. (a) Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan dirinya Gerakan 30 September. (b) Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat. (c) Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan sehat. (d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada.

(2) Menjelang sore hari pada tanggal 2 Oktober 1965 pukul 06.10 operasi yang dilakukan oleh RPKAD yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo dan Batalyon 328 Para Kujang. Operasi ini berhasil menguasai beberapa tempat penting dapat mengambil alih beberapa daerah termasuk daerah sekitar bandar udara Halim Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan Gerakan 30 September. (3) Dalam operasi pembersihan di kampung Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk seorang anggota polisi, Ajun Brigadir Polisi Sukitman diketemukan sebuah sumur tua tempat jenazah para perwira Angkatan Darat dikuburkan. Mereka yang menjadi korban kebiadaban PKI tersebut mendapat penghargaan sebagai pahlawan revolusi. Ketika gerakan 30 September ini menyadari tidak adanya dukungan dari masyarakat maupun anggota angkatan bersenjata lainnya, para pemimpin dan tokoh pendukung Gerakan 30 September seperti musso tertembak di Somoroto, Ponorogo, Amir Syarifudin tertangkap di daerah Branti, Grobogan. Sebelum mereka sempat diadili pecah Agresi Militer II Belanda. Beberapa tokoh PKI seperti D.N. Aidit segera melarikan diri. Dengan demikian masyarakat semakin mengetahui bahwa Gerakan 30 September yang sebenarnya melakukan pengkhianatan terhadap negara ini. http://memangautiss.blogspot.com/2010/10/sejarah-pemberontakan-di-indonesia.html