SEJARAH BANDUNG LAUTAN API.docx
Transcript of SEJARAH BANDUNG LAUTAN API.docx
SEJARAH BANDUNG LAUTAN API
Disusun olehNovi Fitrianingrum
Kelas 4
SD SUKALUYUTAHUN AJARAN 2013/2014
BANDUNG LAUTAN API
0
Peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota
Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 24 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam,
sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju
pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu
dan tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis
militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
LATAR BELAKANG
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya
merdeka. Kemerdekaan harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang
rela mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti
tentara Jepang. Mereka berkomplot dengan Belanda (tentara NICA) dan memperalat Jepang
untuk merebut Indonesia kembali
Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di Bandung
melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus
1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan
Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden
perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi
bendera Indonesia. Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda
Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.
Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh
terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah
anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan
perbekalan.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945.
Selain menghadapi serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai
Cikapundung.
Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal.
Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.
1
Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda.
Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah
Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan
rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan. Pasukan
Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945.
Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka
menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi,
diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan
mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya,
bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 21
November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap
kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger
yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan
ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk
Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.
Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan bagi TNI
pada saat itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi
"bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung
dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung
diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan
semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946. Kolonel
Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah
tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung.Hari itu juga, rombongan besar
penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu
pembakaran kota berlangsung.
2
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu
tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap
hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai
menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di
Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik
Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi
BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi
tersebut.
Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang
besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan
kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan
mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari
Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari
penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun
menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam
Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding
dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut,
TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa
ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih menjadi bahan
perdebatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo Bandung" secara resmi ditulis, menjadi
kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu,
menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.
3
Asal istilah
Istilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa
pembumihangusan tersebut. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam
pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya
dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilakukan terhadap Kota
Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tersebut. "Jadi saya kembali dari Jakarta,
setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di
pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana,
Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan
menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air." - A.H Nasution,
1 Mei 1997
Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret
1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan
pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak
itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi.
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan
memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan
judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api".
DOKUMENTASI4
Monumen bandung lautan api
5