Sejarah AR-02_template KD 3(1)

16
PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012 MASJID AL AKBAR SURABAYA: SEBAGAI APLIKASI BANGUNAN SEMIOTIKA ARSITEKTUR POST MODERN DI INDONESIA PENGANTAR Di Indonesia telah banyak ditemukan bangunan sebagai bentuk aplikasi dari Semiotika Arsitektur Post Modern. Semiotika Arsitektur merupakan suatu bentuk yang membantu pengamat untuk lebih mudah memahami tentang bangunan yang ada di hadapannya, dari segi bentuk fisik, ukuran, proporsi, jarak antar bagian, material, dan warna. Selain itu semiotika merupakan wadah bagi perancang untuk menkomunikasikan karyanya kepada masyarakat awam. Suatu bangunan yang mudah diketahui dari segi bentuk maupun fungsinya yaitu tempat peribadatan, karena tempat ibadah merupakan salah satu bangunan yang dekat dengan kita sebagai manusia yang beragama. Seperti halnya Masjid Al Akbar Surabaya yang merupakan salah satu bangunan yang telah menerapkan Semiotika Arsitektur Post Modern sebagai bangunan peribadatan umat muslim. SEMIOTIKA ARSITEKTUR POST MODERN Arsitektur Post Modern juga memiliki prinsip yang bersifat simbolik, dalam hal ini berbicara mengenai semiotika. Dalam semiotika, ada beberapa ahli yang saling mengeluarkan teorinya masing-masing. Contohnya seperti, teori dari seorang ahli linguistik, Ferdinand de Saussure. Saussure lebih memperhatikan pada tanda itu sendiri. Bagi Saussure, tanda merupakan obyek fisik dengan sebuah makna; atau, untuk menggunakan istilahnya, sebuah tanda terdiri dari penanda (tanda bagi Pierce) dan petanda (interpretan bagi Pierce). Penanda adalah citra tanda

Transcript of Sejarah AR-02_template KD 3(1)

Page 1: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

MASJID AL AKBAR SURABAYA:SEBAGAI APLIKASI BANGUNAN SEMIOTIKA ARSITEKTUR POST MODERN

DI INDONESIA

PENGANTAR

Di Indonesia telah banyak ditemukan bangunan sebagai bentuk aplikasi dari Semiotika

Arsitektur Post Modern. Semiotika Arsitektur merupakan suatu bentuk yang membantu

pengamat untuk lebih mudah memahami tentang bangunan yang ada di hadapannya, dari

segi bentuk fisik, ukuran, proporsi, jarak antar bagian, material, dan warna. Selain itu

semiotika merupakan wadah bagi perancang untuk menkomunikasikan karyanya kepada

masyarakat awam. Suatu bangunan yang mudah diketahui dari segi bentuk maupun fungsinya

yaitu tempat peribadatan, karena tempat ibadah merupakan salah satu bangunan yang dekat

dengan kita sebagai manusia yang beragama. Seperti halnya Masjid Al Akbar Surabaya yang

merupakan salah satu bangunan yang telah menerapkan Semiotika Arsitektur Post Modern

sebagai bangunan peribadatan umat muslim.

SEMIOTIKA ARSITEKTUR POST MODERN

Arsitektur Post Modern juga memiliki prinsip yang bersifat simbolik, dalam hal ini berbicara

mengenai semiotika. Dalam semiotika, ada beberapa ahli yang saling mengeluarkan teorinya

masing-masing. Contohnya seperti, teori dari seorang ahli linguistik, Ferdinand de Saussure.

Saussure lebih memperhatikan pada tanda itu sendiri. Bagi Saussure, tanda merupakan obyek

fisik dengan sebuah makna; atau, untuk menggunakan istilahnya, sebuah tanda terdiri dari

penanda (tanda bagi Pierce) dan petanda (interpretan bagi Pierce). Penanda adalah citra tanda

seperti yang kita persepsi; petanda adalah konsep mental yang diacukan penanda. Konsep

mental ini secara luas sama pada semua anggota kebudayaan yang sama yang menggunakan

bahasa yang sama. Saussure menjelaskan bahwa tanda sebagai kesatuan yang tak terpisahkan

dari penanda dan petanda. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda (Fiske,

1990 : 62-66). Saussure juga mengartikan dasar linguistik yang bertolak dari dikotomi, seperti

parole dan langue. Parole adalah penggunaan secara individual yang memilih unsur-unsur

tertentu yang disenangi dalam kamus yang dimiliki oleh seseorang. Langue adalah suatu

sistem kode yang diketahui dan disepakati oleh semua pihak. Roland Barthes

mengimplikasikan lebih lanjut tinjauan teori Saussure yang dibedakan atas dua makna, yaitu

denotasi dan konotasi. Denotasi mengarah kepada anggapan umum mengenai kejelasan tanda

tersebut. Barthes menjelaskan bahwa ada relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda.

Page 2: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

Contohnya seperti, rumah yang mengandung makna denotasi sebagai tempat berteduh.

Konotasi menjadi sebuah interpretan yang dipengaruhi oleh subyektif dari penafsir dan obyek.

Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung ketika tanda bertemu dengan perasaan

atau emosi penggunanya dalam nilai-nilai kultural. Rumah mengandung konotasi sebagai

sebuah bangunan, gaya hidup, alamat, identitas, kepribadian, struktur, dan sejarah.

Semiotika dalam arsitektur membentuk hubungan dekat antara keadaan geografis, sejarah,

dan budaya lokalnya, serta komunitas sosial yang melingkupinya dari penggunaan warna,

bentuk, ruang, isi/volume, bahkan permukaan bangunan, karena wujud arsitektur, seperti

halnya wujud bidang lain, secara umum dapat dikatakan mempunyai makna denotasi terlebih

dahulu kemudian menyusul makna konotasi. Selain rumah, jendela juga memiliki makna

denotasi dan konotasi. Makna denotasi sudah jelas, sedangkan konotasinya, misalnya

menggambarkan keagungan bangunan yang dapat dilihat dari proporsi atau bentuk.

Oleh karena itu, seorang Charles Jencks mengistilahkan postmodern dengan semboyan ‘Form

Follow Meaning’ sebagai resistensi dari modern dalam metoda semiotika.

Dalam perkembangan arsitektur, semiotika mulai banyak digunakan sejak era postmodern,

yaitu era dimana para arsitek mulai menyadari adanya kesenjangan antara kaum elite

pembuat lingkungan, dalam hal ini arsitek, dengan orang awam yang menghuni lingkungan.

Saat itu semiotika digunakan dalam pembentukkan kembali makna arsitektur atas peran fungsi

bangunan (Forms Follow Function) yang berlebihan tanpa memperhatikan kondisi sosial-

budaya yang melingkupi bangunan tersebut. Jencks mempergunakan semiotika sebagai

pondasi mengkomunikasikan makna. Bagi Jencks, konsep ruang, nilai sosial, fungsi, ide

arsitektural, dan aktivitas, masuk dalam kategori petanda, sedangkan bentuk, ruang, isi,

warna, irama, dan tekstur, Jencks mengkategorikan dalam lingkup penanda.

Semua benda akan selalu merupakan wahan tanda yang memberikan informasi konvensioanl

yaitu mengenai fungsi dari benda tersebut. Begitu pula dengan benda-benda arsitektural,

secara umum dapat dikatakan bahwa bangunan mempunyai informasi pertama ( denotasi )

sebagai tempat hunian. Namun ini bukanlah berarti tidak mengandung arti lain ( konotasi ).

Misalnya jendela-jendela pada fasad bangunan, fungsi utamanya ( denotasi ) sudah jelas

sebagai bukaan. Namun terdapat fungsi lain ( konotasi ) yaitu terdapat unsur ritme yang

secara estetika membawa nilai-nilai tertentu. Hal tersebut disebabkan karena ritme, proporsi,

dan sebagainya secara langsung memberikan konotasi dengan merujuk nilai-nilai seperti

“anggun”. Jadi jendela-jendela tersebut selain memiliki unsur fungsional, juga memiliki unsur

symbol.

Page 3: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

Ogden Richard mengilustrasikan hubungan tersebut sebagai segitiga semiotika. Menurut

Richard, dalam arsitektur pesan yang terkandung dalam objek terbentuk dari hubungan

antara tanda dan fungsi nyata atau sifat beda.

Sebenarnya tidak ada tanda yang benar-benar tunggal, karena semua merupakan gabungan

dari unsur-unsur yang dikodekan. Oleh karena itu dalam pengertian luas semuanya dapat

disebut tanda-tanda simbolik.

Semiotik (semiotic) merupakan teori tentang pemberian ‘tanda’. Secara garis besar semiotik

digolongkan menjadi tiga konsep dasar, yaitu semiotik pragmatik (semiotic pragmatic),

semiotik sintatik (semiotic syntactic), dan semiotik semantik (semiotic semantic)

(Wikipedia,2007).

- Semiotik Pragmatik (semiotic pragmatic)

Semiotik Pragmatik menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan tanda oleh yang

menerapkannya, dan efek tanda bagi yang menginterpretasikan, dalam batas perilaku

subyek. Dalam arsitektur, semiotik prakmatik merupakan tinjauan tentang pengaruh

arsitektur (sebagai sistem tanda) terhadap manusia dalam menggunakan bangunan.

Semiotik Prakmatik Arsitektur berpengaruh terhadap indera manusia dan perasaan pribadi

(kesinambungan, posisi tubuh, otot dan persendian). Hasil karya arsitektur akan dimaknai

sebagai suatu hasil persepsi oleh pengamatnya, hasil persepsi tersebut kemudian dapat

mempengaruhi pengamat sebagai pemakai dalam menggunakan hasil karya arsitektur.

Dengan kata lain, hasil karya arsitektur merupakan wujud yang dapat mempengaruhi

pemakainya.

- Semiotik Sintaktik (semiotic syntactic)

Semiotik Sintaktik menguraikan tentang kombinasi tanda tanpa memperhatikan ‘makna’nya

ataupun hubungannya terhadap perilaku subyek. Semiotik Sintaktik ini mengabaikan

Page 4: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

pengaruh akibat bagi subyek yang menginterpretasikan. Dalam arsitektur, semiotik sintaktik

merupakan tinjauan tentang perwujudan arsitektur sebagai paduan dan kombinasi dari

berbagai sistem tanda. Hasil karya arsitektur akan dapat diuraikan secara komposisional dan

ke dalam bagian-bagiannya, hubungan antar bagian dalam keseluruhan akan dapat diuraikan

secara jelas.

- Semiotik Semantik (semiotic semantic)

Semiotik Sematik menguraikan tentang pengertian suatu tanda sesuai dengan ‘arti’ yang

disampaikan. Dalam arsitektur semiotik semantik merupakan tinjauan tentang sistem tanda

yang dapat sesuai dengan arti yang disampaikan. Hasil karya arsitektur merupakan

perwujudan makna yang ingin disampaikan oleh perancangnya yang disampaikan melalui

ekspresi wujudnya. Wujud tersebut akan dimaknai kembali sebagai suatu hasil persepsi oleh

pengamatnya. Perwujudan makna suatu rancangan dapat dikatakan berhasil jika makna atau

‘arti’ yang ingin disampaikan oleh perancang melalui rancangannya dapat dipahami dan

diterima secara tepat oleh pengamatnya, jika ekspresi yang ingin disampaikan perancangnya

sama dengan persepsi pengamatnya.

Menurut Aart van Zoest (1993:5-7), semiotika dapat dibadakan paling sedikit menjadi tiga

aliran yaitu aliran semiotika komunikasi, semiotika konotatif, semiotika ekspansif.

- Semiotika komunikasi, yang menekuni tanda sebagai bagian bagian dari proses komunikasi.

Artinya, di sini tanda hanya dianggap tanda sebagaimana yang dimaksudkan pengirim dan

sebagaimana yang diterima oleh penerima. Dengan kata lain, semiotika komunikasi

memperhatikan denotasi suatu tanda.

Pengikut aliran ini adalah Buyssens, Prieto, dan Mounin.

- Semiotika konotasi, yaitu yang mempelajari makna konotasi dari tanda. Dalam hubungan

antarmanusia, sering terjadi tanda yang diberikan seseorang dipahami secara berbeda oleh

penerimanya. Semiotika konotatif sangat berkembang dalam pengkajian karya sastra.

Tokoh utamanya adalah Roland Barthes, yang menekuni makna kedua di balik bentuk

tertentu.

- Semiotika ekspansif, dengan tokohnya yang paling terkenal Julia Kristeva. Dalam semiotika

jenis ini, pengertian tanda kehilangan tempat sentralnya karena digantikan oleh pengertian

produksi arti. Tujuan semiotika ekspansif adalah mengejar ilmu total dan bermimpi

menggantikan filsafat.

Berdasarkan hubungan antara tanda dan acuannya (denotasi), Pierce membedakannya

menjadi 3 (tiga) jenis tanda, yaitu :

Page 5: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

(1) Ikon, merupakan hubungan antara tanda dan acuannya dapat berupa hubungan kemiripan.

Sifat dari ikon :

Sesuatu yang pasti (contoh: segi tiga, segi empat)

Persis dengan yang diwakilinya (contoh: lukisan, foto)

Berhubungan dengan realitas (contoh: huruf, angka)

Memperlihatkan atau menggambarkan sesuatu (contoh: peta, foto)

Misalnya kesamaan sebuah peta dengan wilayah geografis yang digambarkannya, foto dan

lain-lain. Benda-benda tersebut mendapatkan sifat tanda dengan adanya relasi persamaan

di antara tanda dan denotasinya, maka ikon seperti qualisign merupakan suatu firstness.

Kemudian, Contoh lain penggunaan ikon dalam disain arsitektur adalah sebuah toko yang

menjual rokok yang dirancang persis sama dengan bungkus rokok yang dijual.

(2) Indeks, tanda yang sifat tandanya tergantung dari keberadaannya suatu denotasi, sehingga

dalam terminologi Pierce merupakan suatu Secondness. Indeks dengan demikian adalah

suatu tanda yang mempunyai kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya.

Misalnya tanda asap dengan api, tiang penunjuk jalan, tanda penunjuk angin dan

sebagainya. Dalam arsitektur setiap tanda mempunyai komponen yang indikatif (bersifat

menyatakan). Misal :

o Panah, menunjukan arah atau sirkulasi

o Pintu Kaca, menyatakan dirinya sendiri dan apa yang ada di belakangnya.

o Jendela, menunjukan hubungan dalam dan luar

Semua unsur ini merupakan tanda-tanda yang berhubungan dengan suatu keadaan yang

nyata. Dengan melihatnya akhirnya timbul suatu kesimpulan dari si pengamat bahwa

gedung ini dimaksudkan untuk sekolah, dan rumah sakit.

(3) Simbol, hubungan yang dapat berbentuk secara konvensional. Simbol merupakan suatu

tanda, di mana hubungan tanda dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang

berlaku umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan bersama (konvensi). Misalnya

tanda-tanda kebahasaan adalah simbol.

Dalam arsitektur, pintu dapat digolongkan sebagai indeks maupun simbol. Sebagai indeks

pintu berfungsi member tanda bahwa itu adalah jalan untuk masuk atau untuk keluar

ruangan. Walaupun tidak ada yang masuk atau yang kelua, itu tetap merupakan sebuah

pintu. Pintu sebagai simbol apabila diberi tambahan atau variasi bentuk. Misalnya pintu

Page 6: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

dirubah menjadi bentuk lancip (simbol gotik) atau menjadi lengkung (simbol masjid).

Selain itu, perbedaan dimensi pintu atau ornament juga akan member simbol tingkat

keutamaan sebuah ruang.

PEMBAHASAN: KASUS BANGUNAN/ARSITEKTUR TERTENTUMasjid merupakan bangunan ibadah dengan unsur dekoratif yang cukup banyak karena

menyimbolkan makna-makna di dalamnya. Seperti halnya Masjid Nasional Al Akbar atau

masyarakat Surabaya lebih akrab menyebutnya Masjid Agung ialah masjid terbesar di Asia

Tenggara ini mempunyai arsitektur yang indah, unik. Masjid ini seakan menjadi simbol Islam

pada masyarakat Jawa Timur yang terkenal dan kental sekali dengan sejarah Islamnya. Selain

itu Masjid ini juga simbol dari umat Islam Seluruh Indonesia pada khususnya.

Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya (MAS) dibangun sejak tanggal 4 Agustus 1995, atas gagasan

Walikota Surabaya saat itu, H. Soenarto Soemoprawiro. Pembangunan Masjid ini ditandai

dengan peletakan batu pertama oleh Wakil Presiden RI H. Tri Sutrisno. Namun karena krisis

moneter pembangunannya dihentikan sementara waktu. Tahun 1999, masjid ini dibangun lagi

dan selesai tahun 2001. Pada 10 November 2000, Masjid ini diresmikan oleh Presiden RI KH.

Abdurrahman Wahid.

Sebagai bangunan yang mengaplikasikan semiotika arsitektur, Masjid Al Akbar kota Surabaya

ini sangat jelas terlihat sebagai sebuah masjid untuk tempat ibadah umat muslim. Pada bentuk

Gambar 1. Masjid Al Akbar Kota Surabaya

Gambar 2. Masjid Al Akbar yang telah mencerminkan sebagai sebuah masjid

Page 7: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

bangunan yang mencerminkan sebuah masjid, terdapat beberapa sisi dari masjid yang dapat

digolongkan sebagai semiotika arsitektur Post Modern.

Masjid Al Akbar yang tidak hanya difungsikan sebagai tempat beribadah tapi juga difungsikan

sebagai dua gedung pertemuan. Yakni, ruang as-Shofa dan al-Marwah. Kedua gedung ini bisa

digunakan untuk resepsi pernikahan, seminar, pameran dan sebagainya. Hal yang begitu

terlihat dari MAS sebagai bangunan yang mengaplikasikan bentuk Semiotika Arsitektur adalah

bentuknya. Bangunan yang megah dengan bentuk atap MAS terdiri dari 1 kubah besar yang

didukung 4 kubah kecil berbentuk limasan serta 1 menara. Keunikan bentuk kubah MAS ini

terletak pada bentuk kubah yang hampir menyerupai setengah telur dengan 1,5 layer yang

memiliki tinggi sekitar 27 meter.

Bentuk modern bangunan seperti ini memang sudah tidak asing untuk bangunan seperti

masjid, hal ini dikarenakan bentuk bangunan yang megah dan akrab dijumpai umat muslim

Internasional pada Masjid Nabawi di Arab. Bentuk yang begitu menggambarkan keagungan

Tuhan sebagai pencipta alam semesta dan memberikan kesan damai di setiap ornamen ukiran

kaligrafi pada setiap umatnya telah tersampaikan pada bentuk bangunan Masjid Nabawi.

Pusat atau kiblatnya umat Islam yang berada di Kakbah dan terletak dalam Masjid Nabawi,

oleh karena itu bentuk bangunan arsitektur pada Masjid Nabawi yang menjadi pusat dari

percontohan dari masjid-masjid di seluruh penjuru dunia.

Pada semiotika arsitektur dalam konteks makna denotasi masjid ini, terlihat pada bentuk

kubahnya yang diadopsi dari bentuk bawang dan kemudian diserupakan bentuk telur menjadi

suatu komunikasi bagi seluruh masyarakat behwa bangunan tersebut berfungsi utama sebagai

masjid. Pada makna konotasi, terdapat banyak hal yang disampaikan, Masjid adalah simbol

keislaman. Ia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat Islam, karena masjid merupakan

bentuk ketundukan umat kepada Allah swt. Kata masjid terulang dua puluh delapan kali dalam

Alquran. Secara bahasa masjid berasal dari kata sajada-sujud artinya patuh; taat; tunduk

Gambar 2. Kemegahan Masjid Nabawi

Page 8: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

dengan penuh hormat. Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, atau

bersujud ini adalah bentuk lahiriyah yang paling nyata dari makna-makna tersebut. Itulah

sebabnya mengapa bangunan yang dikhususkan untuk shalat dinamai masjid, “tempat

bersujud”. Dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat kaum

Muslim. Tapi karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, hakikat masjid

menjadi tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah swt.

Selain itu pada makna konotasi lainnya khususnya pada MAS ini, pada betuk kakbah, bentuk

atap pada kubah, monumental, dan ornamen atau ukiran interior masjid.

Makna konotasi pertama tersampaikan pada Kubah Masjid Al-Akbar yang berjumlah lima,

yakni 1 kubah besar dan 4 kubah kecil berbentuk limasan. Angka lima, selain bermakna rukun

islam juga sering diartikan Pancasila sabagai landasan dasar bangsa Indonesia. Selain itu pada

atap yang berbentuk limasan merupakan adopsi dari bentuk atap rumah jawa dan

menggambarkan letak masjid yang berada di lingkup masyarakat jawa.

Gambar 3. Kubah Masjid Al Akbar

Kubah yang biasanya

diadopsi dari bentuk bawang diolah unik yang

menyerupai bentuk telur

Gambar 4. Kubah Masjid Al Akbar, 1 kubah besar dan 4 kubah kecil

5 kubah yang diartikan sebagai rukun Islam dan jumlah sila dalam Pancasila

Pintu masuk yang berjumlah 45 menggambarkan spirit masyarakat Surabaya, khususnya umat muslim dalam beribadah

Page 9: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

Makna konotasi lain yang terdapat pada masjid ini yaitu pada pintu Masjid Al-Akbar berjumlah

45 buah. Pintu yang berjumlah 45 memiliki arti untuk menjadi spirit perjuangan masyarakat

Indonesia khususnya umat muslim.

Masjid Al-Akbar memiliki menara pada halaman masjid dengan ketinggian 99 meter. Dengan

makna pada angka 99 yang menjadi simbol keagungan Asma Allah. Menara yang juga dijadikan

tempat ibadah sekaligus untuk menikmati pemandangan Kota Surabaya sebagai wujud

mensyukuri dan melihat kebesaran Allah dalam menciptakan alam semesta.

Gambar 6. Menara Masjid Al Akbar Surabaya

Menara dengan tinggi 99 meter simbol 99 keagungan Asma Allah

Gambar 5. Pintu masuk Masjid Al Akbar

Page 10: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

Hal lain yang memiliki pada masjid yang mencerminkan aplikasi Semiotika Arsitektur MAS

yaitu pada Aula MAS ini. Aula dibangun dengan konsep kesatuan antara estetika lingkungan

dan fungsi plaza sebagai lapangan ibadah, memiliki makna konotasi untuk ibadah tertentu

seperti sholat Ied dan lain-lain. Luas plaza kurang lebih 520 m2, dengan bahan lantai paving

stone, yang didesain khusus untuk Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, motif desain dibuat

sesuai dengan ornamen arsitektur masjid, garis motif dibuat sejajar dengan garis shaf di

halaman masjid.

Memasuki Masjid, pengunjung disuguhi monumental atau skala yang besar dari Masjid Al

Akbar ini. Bentuk monumental pada masjid yang mengaplikasikan Semiotika Arsitektur dalam

makna konotasi yaitu dimaksudkan tidak hanya berfungsi sebagai penampung orang banyak,

namun juga sebagai pengingat kepada manusia untuk tidak sombong dan merasa rendah diri

serta rendah hati ketika berada di dalam. Jadi ketika kita masuk ke dalam bangunan maka kita

akan merasa kecil dan tidak sepatutnya untuk sombong.

Hal terakhir yang dapat diungkapkan pada interior masjid sebagi bentuk aplikasi semiotik

arsitektur Post Modern yaitu pada bagian ornamen ukir dan kaligrafi yang sangat dominan

menghiasi dinding-dinding masjid. Selain itu pula terdapat pada mihrab, relung imam dan

dinding utama, ditempatkan rak Al-Qur’an yang tersebar di seluruh penjuru masjid. Ornamen

atas terdapat kaligrafi sepanjang 180m dengan lebar 1m. Semua ornamen dan kaligrafi yang

Gambar 8. Skala monumental interior Masjid Al Akbar Surabaya

Gambar 7. Kebesaran ciptaan Allah dilihat dari menara Masjid Al Akbar

Skala manusia

Skala masjid

Page 11: Sejarah AR-02_template KD 3(1)

PRODI ARSITEKTUR UNS | SEJARAH ARSITEKTUR II | SEMESTER AGUSTUS-DESEMBER 2012

ada adalah sebagian dari ekspresi terhadap keagungan Allah SWT dan ungkapan-ungkapan

kata-kata yang indah dan telah ada dalam surat-surat Al Quran. Pada makna denotasi kaca

patri dengan tulisan arab difungsikan sebagai peredam suara dari luar masjid dan sebagai

pencahayaan alami pada interior masjid.

KESIMPULANSebagai bangunan yang menggambarkan semiotika arsitektur post modern, Masjid Al Akbar Surabaya ini memiliki beberapa unsur yang memiliki tanda sebagai bangunan tempat ibadah yaitu masjid. Unsur-unsur tersebut pun memiliki makna tersendiri yang dilihat dari perspektif pengamatnya, terdapat tanda sebagai fungsi utama (denotasi) serta tanda fungsi lain (konotasi) yang sangat banyak terdapat pada bangunan masjid Al Akbar. Hal ini dikarenakan masjid yang mempunyai makna tersendiri pada bentuk bangunannya dan ornament atau ukiran yang mendukung kemegahan dari masjid. Tampak dari keseluruhan bangunan masjid ini telah mengaplikasikan Semiotika Arsitektur Post Modern pada sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat beribadah umat muslim.

Gambar 9. Dinding kanan dan kiri mihrab. Motif geometris tampak pada kaca patri

Gambar 10. Kaligrafi sebagai ornamentasi terlihat pada lengkung mihrab

Gambar 11. Ornamentasi pada dinding masjid Al Akbar Surabaya