Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

30
TUGAS MATA KULIAH PENGANTAR FILSAFAT DAN PEMIKIRAN MODERN “SECARA SINGKAT TENTANG ZEN BUDHISME” Disusun Oleh: Crystal Susiana, 0906523731 Firdha Widyantari, 0906635904 Yusuf Budianto, 0906636075 Zulfian Prasetyo, 0906559315 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

Transcript of Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

Page 1: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

TUGAS MATA KULIAH PENGANTAR FILSAFAT DAN

PEMIKIRAN MODERN

“SECARA SINGKAT TENTANG ZEN BUDHISME”

Disusun Oleh:

Crystal Susiana, 0906523731

Firdha Widyantari, 0906635904

Yusuf Budianto, 0906636075

Zulfian Prasetyo, 0906559315

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2011

Page 2: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

Zen adalah salah satu aliran dari Buddha Mahayana. Kata ‘Zen’ berasal dari

kata ‘Chan’ dalam bahasa Cina, yang berarti ‘meditasi’. Tidak banyak yang

mengetahui asal usul aliran Zen, namun dipercaya bahwa perjalanan perdagangan

Jalur Sutra dari India ke Cina adalah cara utama perkembangan Zen. Ada juga

berbagai teori lain yang berkembang tentang perkembangan Zen, salah satunya

adalah teori bahwa Zen merupakan campuran antara Buddha Mahayana dan

Taoisme1, namun ada juga yang mengatakan bahwa Zen berakar dari praktek

yoga.

Salah satu teori permulaan Zen Buddhisme adalah cerita rakyat The Flower

Sermon (‘Khotbah Bunga’) yang merupakan salah satu teori Zen tertua, tercatat

pada abad ke-14 Masehi2. Diceritakan pada suatu masa, Buddha Gautama sedang

mengumpulkan murid-muridnya untuk mendengarkan khotbah Dharma, namun

Buddha tidak berkata sepatah katapun. Alih-alih, dia malah mengambil sebuah

bunga. Salah seorang muridnya yang bernama Kashyapa dapat menyimpulkan

aktivitas Buddha, bahwa Buddha menginginkan pengikutnya untuk dapat

mengerti ajarannya walaupun dia tidak menyampaikannya secara langsung3.

Kebijaksanaan diberikan bukan lewat dialog, namun lewat pemikiran langsung

dari guru kepada murid.

Secara tradisional, pemikiran Zen dapat dikreditkan kepada Bodhidharma.

Bodhidharma adalah seorang pangeran India yang menjadi biksu yang datang ke

Cina untuk mengajarkan “pengajaran diluar kitab suci” yang “tidak berdasarkan

kata-kata”4. Bodhidharma tinggal di Kerajaan Wei, dan sebelum dia meninggal

dia menunjuk seorang muridnya yang bernama Huike untuk menjadi penerusnya

dalam menyebarkan aliran Zen, membuat Huike menjadi orang Cina pertama

yang menjadi leluhur Zen di Cina. Lambat laun, Zen mulai disebarkan di Cina

1 Maspero, Henri. Taoism and Chinese Religion. 1981. Massachusetts: University of Massachusetts, p. 46.

2 Ibid, p. 46.3 Carter, Robert Edgar. The Japanese Arts and Self-cultivation. 2008. New

York: State University of New York, p. 98.4 Buswell, Robert E., ed. Encyclopedia of Buddhism. 1. Macmillan. pp. 57, 130.

Page 3: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

pada masa kekaisaran Tang. Di Cina, pada masa itu Zen mempunyai lima sekolah,

yaitu Guiyang, Linji, Caodong, Yunmen dan Fayan5. Kemudian

perkembangannya berkembang sampai ke Vietnam (dengan nama Thien), Korea

(dengan nama Seon), Jepang (dengan nama Zen), dan ke dunia barat.

Tokoh-Tokoh Zen Budhisme

1. Dōgen Zenji (19 Januari 1200 - 22 September 1253)

Zenji merupakan seorang guru Zen yang terkenal di Jepang. Ia pernah lama

belajar dan memperdalam ilmunya di negeri China.6 Ia juga mendirikan kuil

Eihei-ji di prefektur Fukui di Jepang. Kuil itu didirikan pada tahun 1244 dan

terletak di atas tanah dengan luas sekitar 330.000 m². Kuil itu menawarkan

pelatihan dan pendidikan untuk biksu.

2. Wang Wei (lahir tahun 701 – meninggal tahun 761)

Wang Wei lahir di Yongji Provinsi Shanxi, nama pelajarnya adalah Mo Jie.

Ia lulus sarjana pada usia 20 tahun, lalu mendapat jabatan di pusat. Tapi karena

terkena kasus, ia sempat dimutasi ke markas militer. Di kemudian hari, ia juga

sempat menjadi Menteri Kanan, salah satu menteri utama, ia dipanggil “Menteri

Kanan Wang”. Wang mulai mendalami Zen Budhisme di usia tengah baya, ia pun 5 Cleary, Thomas. Classics of Buddhism and Zen: Volume One. 2005. Boston, MA:

Shambhala publications. p. 250.6 Agama Buddha di Jepang, kepercayaan, budaya atau tempat wisata?.

http://www.eonet.ne.jp/~limadaki/budaya/jepang/artikel/utama/agama_buddha.html (diakses pada 21 April 2011 pukul 12:05 WIB)

Page 4: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

sempat berpikir untuk menjadi pendeta. Ia sendiri melukiskan warna Zen

Budhisme dengan cara berpuisi. Dengan kata-kata yang efektif dan efisien, dia

mampu menghadirkan gambar pemandangan alam yang sangat hidup, lengkap

dengan warna, suara, dan suasana.7

3. Boddhidharma

Bodhidharma adalah seorang biksu legendaris beragama Buddha. Menurut

mitologi Shaolin, Bodhidharma dianggap sebagai pendiri mazhab Zen agama

Buddha. Ia berasal dari India dan merupakan murid generasi ke-28

setelah Mahakassapa. Pada sekitar tahun 520 dia pergi ke Tiongkok Selatan di

kerajaan Liang. Dia kemudian bermeditasi selama 9 tahun menghadap dinding

batu di vihara di Luoyang. Di sinilah juga dipercayai berdirinya vihara Shaolin

(少林寺). Aliran Zen asli diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui Neng. Setelah

itu aliran Zen berpencar di Tiongkok, dan Jepang.

4. Dazu Huike (慧可) lahir tahun 484 – meninggal tahun 590.8

7 Fuyuan Zhou. Purnama Di Bukit Langit. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 339.

8 Heinrich Dumoulin. Zen Buddhism: A History: India and China With a New

Supplement on the Northern School of Chinese Zen. (MacMillan Publishing Company, 1994), hlm. 94.

Page 5: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

Gambar 1. Ilustrasi pelukis tentang Huike yang sedang berpikir

Dia bertemu gurunya Bodhidharma di Biara Shaolin pada tahun 528 dan

belajar dengan Bodhidharma selama enam tahun. Legenda mengatakan bahwa

pada awalnya Bodhidharma menolak mengajari Huike dan Huike “ngambek” di

luar gua Bodhidharma yang bersalju sepanjang malam sampai pagi. Di pagi hari

Bodhidharma melihatnya masih berada di depan gua dan bertanya mengapa dia

masih ada di sana. Huike menjawab bahwa ia menginginkan seorang guru untuk

membuka pintu gerbang obat mujarab atau belas kasih universal untuk

membebaskan semua makhluk. Bodhidharma menolak dan berkata, "Bagaimana

kamu bisa berharap untuk agama yang benar dengan sedikit kebajikan, sedikit

kebijaksanaan, hati yang dangkal, dan pikiran yang sombong? Itu hanya akan

membuang-buang usaha".9

Akhirnya, untuk membuktikan tekadnya, Huike memotong lengan kirinya

dan diberikan sebagai tanda ketulusan dan akhirnya Bodhidharma menerimanya

sebagai murid dan juga mengubah namanya dari Shenguang ke Huike yang berarti

Kebijaksanaan dan Kapasitas.10 11

5. Jianzhi Sengcan (僧燦), meninggal tahun 606

9 Thomas Clearly. Transmission of Light: Zen in the Art of Enlightenment by Zen Master Keizan. North Point Press, 1999. hlm. 126.

10 McRae, John. The Northern School and the Formation of Early Ch’an Buddhism. (Hawaii: University of Hawaii Press, 1986), hlm. 24.

11 Ada versi lain, di: Dumoulin, op. cit, hlm. 88 disebutkan bahwa lengan Huike dipotong oleh seorang bandit, bukan dipotong sendiri olehnya.

Page 6: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

Catatan sejarah dari Sengcan sangatlah terbatas. Dari semua patriark Chan,

Keberadaan Sengcan tidaklah jelas dan paling sedikit diketahui. Sebagian besar

dari apa yang diketahui tentang hidupnya berasal dari Huiyuan Wudeng

(Kompendium Lima Lampu), yang dibuat pada awal abad ketigabelas. Bagian

pertama dari lima catatan dalam Kompendium adalah sebuah naskah yang sering

disebut sebagai ‘Transmisi dari Lampu’12 dan dari naskah inilah sebagian besar

informasi tentang Sengcan dikumpulkan. 

Sengcan berusia empat puluh tahun ketika ia pertama kali bertemu Huike

pada tahun 536 dan bahwa ia tinggal dengan gurunya selama enam tahun.13 Saat

itu Huike yang memberinya nama Sengcan. Naskah Transmisi dari Lampu

mencatat bahwa dia tinggal bersama Huike selama dua tahun,14 yakni setelah

Huike lulus dan menerima jubah dari Bodhidharma dan dharma Bodhidharma

(umumnya dianggap Sutra Lankavatara) yang membuatnya menjadi Patriark

Ketiga Chan. Pada tahun 574, beberapa catatan mengatakan bahwa ia melarikan

diri dengan Huike ke pegunungan karena penganiayaan umat Buddha sedang

terjadi pada saat itu. Namun, naskah Transmisi Lampu mencatat bahwa setelah

meneruskan Dharma kepada Sengcan, Huike memperingatkan Sengcan untuk

hidup di pegunungan dan "Tunggulah saatnya hingga kamu dapat meneruskan

Dharma kepada orang lain"15 sebagaimana perkiraan yang diberikan kepada

Bodhidharma (guru Huike) oleh Prajnadhara, nenek moyang ke-27 Chan di India,

yang meramalkan bahwa sebuah bencana akan datang, bencana itu ialah

penganiayaan Buddhis pada tahun 574-577.

Setelah menerima penerusan, Sengcan tinggal bersembunyi di Gunung

Wangong Yixian dan kemudian pada Gunung Sikong di barat daya Anhui. Dan

selama sepuluh tahun ia mengembara tanpa tempat tinggal yang tetap, alias

nomaden.16

12 Andrew Ferguson. Zen's Chinese Heritage - The Masters & Their Teachings.

(Wisdom Publications, 2000), hlm. 10-11.13 Heinrich Dumoulin, op.cit., hlm. 97.14 Thomas Clearly, op.cit., hlm. 129.15 Andrew Ferguson, op.cit., hlm. 22.16 Andrew Ferguson, op.cit., hlm. 23.

Page 7: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

6. Dayi Daoxin (道信) lahir tahun 580 - meninggal tahun 651

Daoxin, yang disebut juga Ssu-Ma, lahir di atau dekat Huai-ning, Anhwei,

utara Sungai Kuning.  Ia mulai belajar agama Buddha pada usia tujuh tahun dan

meskipun gurunya adalah bukan orang yang melakukan moral murni, Daoxin

mempertahankan moralitas Buddhis sendiri tanpa sepengetahuan gurunya selama

lima atau enam tahun. Menurut catatan Jianzhi Sengcan, Daoxin bertemu Sengcan

ketika ia berusia empat belas tahun.  Ia belajar kepada Sengcan selama sembilan

tahun. Daoxin menerima pentahbisan sebagai bhikkhu pada tahun 607.

Pada tahun 617, Daoxin dan beberapa murid-muridnya melakukan

perjalanan ke Propinsi Ji (modern Kota Ji'an di Provinsi Jiangxi) dan memasuki

kota yang dikepung oleh bandit. Daoxin mengajari penduduk tentang Sutra

Mahaprajnaparamita (Kesempurnaan Kebijaksanaan), yang menyebabkan bandit

melepaskan pengepungan mereka.

Daoxin akhirnya menetap di Kuil Gunung Timur di Shuangfeng di mana ia

mengajar Buddhisme Chan selama tiga puluh tahun dan menarik sejumlah besar

praktisi, beberapa catatan mengatakan lima ratus orang awam dan bhikkhu.17 Pada

tahun 643 kaisar Tai Zong mengundang Daoxin ke ibukota, tetapi Daoxin

menolak untuk datang. Tiga kali kaisar mengirim utusan-utusan dan tiga kali

Daoxin menolak undangan. Pada saat utusan yang ketiga, Kaisar

17 John R McRae. Seeing through Zen: encounter, transformation, and genealogy in Chinese Chan Buddhism. (University of California Press, 2003), hlm. 32.

Page 8: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

menginstruksikan untuk membawa kembali Daoxin atau kepalanya. Ketika utusan

terkait menjalankan instruksi ini untuk Daoxin, Daoxin menyerahkan diri seraya

menjulurkan lehernya untuk mengizinkan utusan untuk memenggal kepalanya.

Utusan tersebut sangat terkejut, lalu ia melaporkan peristiwa ini kepada kaisar,

yang kemudian memutuskan bahwa Daoxin dihormati sebagai seorang bhikkhu

Buddha yang teladan.18

Pada bulan Agustus, pada tahun 651, Daoxin memerintahkan murid-

muridnya untuk membangun stupa menyerupai dirinya karena ia segera

meninggal dunia. Menurut Hsü kao-seng chuan, ketika ditanya oleh murid-

muridnya untuk mengangkat seorang penerus, Daoxin menjawab, "Aku telah

membuat banyak penerus selama hidupku" Ia kemudian meninggal dan dihormati

dengan nama anumerta "Dayi" (Penyembuh Agung).19

18 Andrew Ferguson, op.cit., hlm. 28.19 John R McRae, op. cit., hlm. 263.

Page 9: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

7. Hui Neng (慧能) lahir tahun 638 - meninggal tahun 713

Huineng lahir dalam keluarga Lu pada tahun 638 M di kota Xing di

provinsi Guangdong. Ayahnya meninggal ketika ia masih muda dan dalam

keluarga miskin, sehingga ia tidak memiliki kesempatan untuk belajar membaca

ataupun menulis. Suatu hari, ketika ia mengantarkan kayu bakar ke penginapan, ia

mendengar seorang tamu membacakan Sutra Intan dan ia mengalami kesadaran.

Dia segera memutuskan untuk mencari jalan kebuddhaan. Tamu tersebut

memberinya sepuluh keping perak untuk kebutuhan bagi ibunya, dan Huineng

memulai perjalanannya. Setelah melakukan perjalanan selama tiga puluh hari

dengan berjalan kaki, Huineng tiba di Gunung Huang Mei, di mana Patriark

Kelima Hongren tinggal.20

20 Isabel Stirling. Zen Pioneer: The Life & Works of Ruth Fuller Sasaki. (Shoemaker & Hoard, 2006), hlm. ix.

Page 10: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

8. Myōan Eisai (明菴栄西)

Myōan Eisai (明菴栄西 ) lahir pada 20 April 1141 di provinsi

Bitchū (sekarang Okayama) dan meninggal pada 5 Juli 1215, adalah

seorang bhikkhu Buddhisme di Jepang, yang dihargai karena

memperkenalkan ajaran Rinzai dan teh hijau dari Cina ke Jepang. Ia lebih

dikenal dengan nama Eisai Zenji (栄西禅師 ), yang berarti "Guru Zen –

Eisai", Eisai menjadi seorang biarawan di sekte Tendai. Tidak puas

dengan keadaan agama Buddha pada waktu itu, pada 1168 ia berangkat ke

Mt. Tiantai di Cina, asal dari sekte, di mana dia belajar di sekolah Chan

(kemudian dikenal di Jepang sebagai Zen) dalam Buddhisme Cina saat itu.

Setelah resmi sebagai guru Zen, akhirnya Eisai kembali ke Jepang pada

tahun 1191, dan bersamanya dibawa kitab suci Zen dan bibit teh. Dia juga

mendirikan kuil Hoonji di daerah terpencil Kyushu, yang dinobatkan

sebagai kuil Zen pertama Jepang. Eisai juga mendirikan kuil Kennin-ji di

Kyoto pada tahun 1202. Pada 5 Juli 1215 ia meninggal dan dibakar di

halaman kuil Kennin-ji.21

21 William M Bodiford. Soto Zen in Medieval Japan (Studies in East Asian Buddhism), (Hawaii: University of Hawaii Press, 2008), hlm. 22-36.

Page 11: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

Ajaran Zen Budhisme

Zen Buddhisme yang termasuk dalam ajaran Mahayana Buddha secara

umum ini memiliki ciri tersendiri menyangkut ajarannya sesuai dengan sekte yang

dianut. Sebelum dijelaskan lebih lanjut mengenai sekte-sekte dalam Zen di

Jepang, saya akan menyinggung sedikit tetang pengajaran Zen pada masa

Tokugawa, karena pada masa ini masih digunakan lukisan sebagai metode

pengajaran diluar dari sekte yang dianut atau secara umum.

Pada masa Tokugawa; sekitar abad ke 17, Zen Budhisme yang pada periode

ini disebut sebagai Tokugawa Zen banyak menekankan tentang perenungan atau

meditasi. Meditasi yang digambarkan pada periode Tokugawa dikembangkan

oleh Dokuan Genko (1630-1698). Ia melukiskan bagaimana cara seseorang

merenungkan tentang dirinya sendiri. Perenungan ini disebut sebagai

complatation of foulness, metode ini bertujuan untuk mengingatkan manusia

tentang ketidakabadian di dunia ini. Berikut adalah contoh dari lukisan yang

dibuat oleh Genko mengenai visualisasi manusia terhadap kematian;

Page 12: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

Dari gambar-gambar tersebut terlihat bahwa proses visualisasi menurut

Genko terdiri dari Sembilan tahapan. Pertama adalah proses visualisasi tentang

orang mati, lalu tubuh mati itu mulai hancur, setelah itu darah mayat tersebut

mengering, keempat adalah visualisasi saat mayat tersebut membiru dan

membusuk, gambar kelima merupakan visualisasi saat mayat menjadi tengkorak,

gambar keenam merupakan visualisasi terhadap proses saat mayat tersebut mulai

dimakan oleh binatang-binatang; dibaris yang terakhir, gambar ketujuh adalah

visualisasi saat tubuh mati tersebut mulai menghilang karena pengaruh musim,

gambar kedelapan adalah visualisasi saat tubuh mati yang hanya tulang belulang

Page 13: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

dan proses visualisasi yang terakhir adalah proses kremasi mayat tersebut22.

Pengajaran cara meditasi menggunakan lukisan seperti ini sangat marak pada

masa Tokugawa di Jepang namun perlahan-lahan hal ini menjadi berkurang

bahkan menghilang pada era selanjutnya. Penyebab utama dari hilangnya tradisi

ini kemungkinan besar karena pada era Meiji; era setelah Tokugawa, pendeta-

pendeta Buddha yang sebelumnya tidak pernah menikah mulai banyak yang

menikah pada era ini dan gambaran mengenai tubuh orang mati tersebut yang

memang sering digambarkan sebagai tubuh wanita mati, merupakan hasrat

seksual terpendam dari para pendeta tersebut23.

Selain mengenai Tokugawa ini, pengajaran tentang Zen sendiri telah

didominasi oleh tiga sekte tertentu di Jepang, yaitu Sȏtȏ, Renzai dan Obaku Zen.

Sȏtȏ Zen adalah sekte pertama mengenai Zen di Jepang yang diajarkan oleh

master pertamanya Dȏgen Kigen (1200-1253). Ia pertama kali menyebarkan sekte

ini pada abad ke 13 dan sampai saat ini Sȏtȏ Zen merupakan aliran terbesar yang

mendominasi di Jepang. Kigen sendiri mempelajari Zen ini langsung dari pendeta

Cina Zen yang diketahui bernama Ts’ao-tung. Dalam sekte ini diajarkan

mengenai meditasi murni atau benar-benar berfokus pada meditasi duduk dan

tidak menggunakan system koan atau pembelajaran menggunakan tekateki yang

diberikan oleh master kepada muridnya yang harus memecahkannya melalui

meditasi. Pengajaran dari sekte Sȏtȏ ini dalam bahasa Jepang dikenal sebagai

shikan taza.

1 seorang pendeta sedang melakukan seated meditation

22 Heine, Steven dan Dale S. Wright, ed. Zen Classics: Formative Texts in the History of Zen Buddhism. New York: Oxford University Press. 2005. Hal. 226.

23 Ibid, hal. 228

Page 14: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

Yang kedua terbesar merupakan sekte Renzai Zen ;berbeda dari sekte

sebelumnya, master dari Renzai Zen tidak diketahui secara pasti ada yang

menganggap bahwa sekte ini dibentuk oleh seorang Cina dari garis keturunan Lin-

chi yang melibatkan beberapa pendeta dari Cina dan Jepang. Namun ada pula

yang menganggap, terutama kelompok tradisional, bahwa pembentuk sekte ini

adalah Eisai yang tak lain merupakan guru dari Kigen. Berbeda dengan Sȏtȏ yang

berfokus pada meditasi saja, Renzai selain menggunakan meditasi juga

menambahkan koan dalam metode pengajarannya. Dalam metode ini juga mater

biasanya memukul atau membentak muridnya demi mempercepat datangnya

pencerahan.

2 Contoh ilustrasi humor yang menggambarkan metode pengajaran

sekte Renzai Zen

Sekte yang terakhir tapi juga sangat berpengaruh adalah sekte Obaku Zen.

Seorang pendeta Cina bernama Yin-yüan Lung-ch’i lah yang pertama kali

membentuk sekte ini pada abad ke 17. Yin-yüan menganggap dirinya masih

Page 15: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

dalam garis keturunan Renzai sehingga pengajaran antara sekte Obaku dan Renzai

sangat mirip24.

Selain ketiga sekte dan ajarannya tersebut, Zen Budhisme di Jepang juga

dilaksanakan dalam berbagai praktek seperti berziarah. Ziarah adalah hal yang

lumrah dilaksanakan dalam ajaran Buddha. Biasanya ziarah ini dilakukan pada

musim-musim tertentu dan dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat suci.

Bagi para pendeta Zen sendiri, ziarah dilakukan dengan mengunjungi candi Zen

dan menyebutnya sebagai wisata hati dan pikiran25. Di Jepang sendiri, wilayah-

wilayah atau jalur ziarah biasa disebut sebagai jurei dan jurei yang paling

terkenal adalah candi delapan puluh delapan yang dibangun untuk Kôbô Daishi

yang berada di Pulau Shikoku dan tiga puluh tiga Kannon candi di Pulau Saikoku.

Perkembangan Zen

Zen mengalami perkembangan selama berabad-abad di Asia Timur,

terutama di Cina, Vietnam, Jepang, dan Korea. Perkembangan Zen di Asia Timur

diawali di Cina, khususnya pada masa dinasti Tang. Perkembangannya dibagi

dalam lima sekte utama berdasarkan nama guru pengembang ajarannya, yaitu

Guiyang, Linji, Caodong, Yunmen, dan Fayan.26 Nantinya, kelima sekte/cabang

utama ini akan memberikan pengaruh lebih lanjut terhadap perkembangan ajaran

Zen di Asia Timur.

Di Cina, Zen (yang dikenal dengan istilah Chan) merupakan aliran Buddha

yang paling banyak dianut. Meski Zen yang tergolong sebagai bagian Buddha

Mahayana ini nantinya terbagi lagi menjadi beberapa subsekte, metode utamanya

tetap sama, yakni praktik meditasi. D.T.Suzuki berpendapat bahwa kebangkitan

spiritual selalu menjadi tujuan dari pelatihan Zen. Ia juga mengemukakan bahwa

Buddhisme Cina berbeda dengan Buddhisme India. Perbedaannya terletak pada

produktivitas penganut Buddhisme Cina yang lebih baik. Di Cina, mereka lebih

menyatu dengan kehidupan sosial masyarakat dengan cara berkebun/bertani,

24 Baroni, Helen J.. The Illustrated Encyclopedia of Zen Buddhism. New York: The Rosen Publishing Group. 2002

25 Borup, Jørn. Japanese Rinzai Zen Buddhism: Myoshinji, a living religion. Leiden: Brill. 2008. Hal. 222

26 Thomas Cleary, Classics of Buddhism and Zen: Volume One, Boston MA(Shambhala

publications:2005), hlm.250

Page 16: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

mengerjakan pertukangan, arsitektur, hingga membuat obat tradisional. Hal-hal

semacam inilah yang dianggap menunjang eksistensi Zen secara lebih baik di

Cina. Meski begitu, kelak perkembangan Zen di Cina akan mengalami tekanan

khususnya pada masa awal terbentuknya Republik Rakyat Cina, namun

mengalami ‘kebangkitan’ kembali di Taiwan dan Hongkong.

Di Vietnam, Zen dikenal dengan sebutan Thien. Perkembangan Zen di

Vietnam dibawa oleh seorang bhiksu bernama Vinitaruci yang sebelumnya

berguru kepada Sengcan, kepala keluarga/keturunan ketiga dari Zen Cina. Setelah

beberapa waktu, kelompok Vinitaruci akan menjadi kelompok Buddha paling

berpengaruh di Vietnam pada abad 10 masehi.

Zen secara bertahap tersebar di Korea selama periode Silla (abad 7-8

masehi). Pada masa itu, bhiksu Korea yang bernama Hwaeom memulai perjalanan

ke Cina untuk mempelajari tradisi yang baru berkembang di sana. Setelah itu,

berturut-turut datang orang-orang Korea untuk belajar kepada guru-guru Zen di

Cina. Sejak itu, Zen dikenal di Korea sebagai Seon.

Di Jepang, cabang Zen terbagi menjadi tiga, yaitu Soto, Rinzai, dan Obaku.

Soto Zen memiliki pengikut paling banyak, sementara itu Obaku pengikutnya

paling sedikit. Rinzai sendiri terbagi menjadi beberapa subcabang, yaitu Myoshin-

ji, Nanzen-ji, Tenryū-ji, Daitoku-ji, dan Tofuku-ji, berdasarkan pada afiliasi dalam

kuil-kuilnya. Meski begitu, pada awalnya Zen tidak terbagi bercabang-cabang

seperti ini, setidaknya sampai abad ke-12. Pembagian baru terlihat ketika seorang

penganut Zen yang bernama Myoan Eisai pergi ke Cina dan pulang dengan

menerapkan garis keturunan Linji, yang dikenal kemudian sebagai Rinzai.

Beberapa dekade setelahnya, Nanpo Shomyo (1235-1308) juga mempelajari

aliran Linji di Cina sebelum mendirikan aliran Otokan Jepang, cabang Rinzai

yang paling berpengaruh. Sementara itu, Dogen, sedikit lebih muda dari era Eisai,

melakukan perjalanan ke Cina untuk berguru pada Guru Caodong. Setelah

kembali ke Jepang, ia mendirikan aliran Soto. Dengan demikian, aliran Soto Zen

bisa dikatakan berasal dari Caodong. Aliran Obaku baru diperkenalkan pada abad

ke-17 oleh bhiksu Cina yang bernama Ingen (berasal dari cabang Linji) yang pergi

Page 17: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

ke Jepang karena kejatuhan Dinasi Ming. Nama Obaku sendiri dipilih berkaitan

dengan Gunung Obaku, tempat tinggal Ingen sewaktu masih di Cina.

Ajaran Zen juga mengalami perkembangan pada bidang seni. Pada tahun

1410, seorang pendeta Buddha Zen dari Nanzen-ji di Kyoto menulis sebuah puisi

lanskap dan melukis berdasarkan penggambaran dalam puisi tersebut. Setelah itu,

ia meminta pendapat dari berbagai kalangan, di antaranya, sesame

bhiksu/biarawan dan pejabat pemerintah, mengenai hasil karyanya. Hasilnya

adalah sebuah puisi shigajiku dan lukisan gulir. Hal ini menjadi ciri kebudayaan

Zen.

Meski begitu, bukan berarti ajaran ini bebas kritik. Beberapa guru

kontemporer Zen Jepang, seperti Daiun Harada dan Shunryu Suzuki mengkritik

Zen Jepang sebagai sebuah sistem formal dengan ritual yang dianggap kosong.

Hal ini didasarkan pada adanya sebuah eksklusivitas keluarga dengan cara

menurunkan kepemilikan kuil Jepang dari ayah ke anak. Selainitu, fungsi

pemimpin spiritual Zen telah dikurangi secara signifikan hanya sebatas pada

upacara pemakaman.

Selain itu, Zen Jepang juga dikritik karena keterlibatannya dalam

militerisme Jepang dan nasionalisme selama Perang Dunia II. Hal ini ditandai

oleh karya Brian Victoria, seorang penganut Soto Zen kelahiran Amerika, yang

berjudul Zen at War (1998). Salah satu penemuannya adalah bahwa beberapa guru

Zen dikenal memiliki paham internasionalis pascaperang serta mempromosikan

perdamaian dunia sehingga hal ini dianggap membuka kemungkinan perang

saudara. Haku’un Yasutani, pendiri aliran Sanbo Kyodan, bahkan menyuarakan

kampanye anti-Semit dan pendapat-pendapat yang bersifat nasionalis

pascaperang. Mengenai hal ini, ia berkomentar bahwa hal ini tidak terbatas hanya

pada aliran Zen, tetapi juga pada aliran Buddhisme lain yang mendukung adanya

negara militer.

Dari abad ke-12 dan abad ke-13, perkembangan lebih lanjut terjadi pada

kesenian Zen, terutama setelah Dogen dan Eisai  pulang dari Tiongkok. Seni Zen

sebagian besar memiliki ciri khas lukisan asli (seperti sumi-E dan Enso) dan puisi

(khususnya haiku). Seni ini berusaha keras untuk mengungkapkan intisari sejati

Page 18: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

dunia melalui gaya impressionisme dan gambaran tak terhias yang tak "dualistik".

Pencarian untuk penerangan "sesaat" juga menyebabkan perkembangan penting

lain sastra derivatif seperti Chanoyu (upacara minum teh) atau Ikebana; seni

merangkai bunga. Perkembangan ini sampai sejauh pendapat bahwa setiap

kegiatan manusia merupakan sebuah kegiatan seni sarat dengan muatan spiritual

dan estetika, terutama apabila aktivitas itu berhubungan dengan teknik

pertempuran (seni beladiri).

Kesimpulan

Zen adalah salah satu aliran dari Buddha Mahayana. Kata ‘Zen’ berasal dari

kata ‘Chan’ dalam bahasa Cina, yang berarti ‘meditasi’. Tidak banyak yang

mengetahui asal usul aliran Zen, namun dipercaya bahwa perjalanan perdagangan

Jalur Sutra dari India ke Cina adalah cara utama perkembangan Zen. Tokoh-tokoh

Zen sendiri banyak yang berasal dari Cina dan hanya sedikit yang berasal dari

Jepang, karena memang seperti yang dijelaskan diatas, Zen berasal dari Cina

dengan nama asli Chan. Di Jepang, Zen terbagi menjadi tiga sekte utama yaitu

Sôtô, Renzai dan Obaku Zen.Sôtô Zen memiliki dominasi yang paling besar di

Jepang dengan system pengajarannya yang murni berfokus pada meditasi.

Sedangkan Renzai dan Obaku tidak hanya pada meditasi tetapi juga

menambahkan unsure koan dalam meditasi tersebut yang dianggap dapat

mempercepat proses pencerahan terhadap diri seseorang. Selain ketiga sekte

tersebut, pengajaran mengenai Zen memiliki cirri tersendiri pada era Tokugawa.

Pada era tersebut cara-cara tentang meditasi banyak dilukiskan oleh para master

sehingga muridnya dan orang lain bisa mendapatkan gambaran secara jelas

mengenai proses meditasi. Gaya melukis meditasi ini semakin lama semakin

langka pada era selanjutnya, yitu era Meiji. Banyak yang berpendapat bahwa ini

karena banyaknya pendeta yang menikah, berbeda dengan era sebelumnya.

Selama masa eksistensinya, Zen pernah mendapat kritikan karena keterlibatannya

dalam Perang Dunia II dan banyak masternya yang menjadi militant dan

menyuarakan paham internasionalis yang dianggap dapat memicu perang saudara

pada saat itu. Selain hal ini, Zen tetaplah menjadi suatu ajaran Buddha yang

Page 19: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

menekankan tentang pencerahan terhadap diri manusia, ketenangan dan

ketidakabadian. Ajaran-ajaran pokok inilah yang dapat membantu siapapun yang

mempelajarinya untuk dapat mengendalikan emosi dan berbuat baik sehingga

akan tercapai suatu keselarasan hidup dan pencerahan. Mungkin ajaran-ajaran

seperti ini lah yang harus tetap dijaga eksistensinya untuk menyokong agama-

agama mayoritas yang telah ada di dunia. Ditambah dengan jaran ini niscaya

setiap orang dapat melangkah lurus dan seperti tujuan utama Zen, mendapat

pencerahan hidup.

Page 20: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

DAFTAR PUSTAKA

Baroni, Helen J.. The Illustrated Encyclopedia of Zen Buddhism. New York: The

Rosen Publishing Group. 2002

Bodiford, William M. Soto Zen in Medieval Japan (Studies in East Asian

Buddhism), Hawaii: University of Hawaii Press, 2008

Borup, Jørn. Japanese Rinzai Zen Buddhism: Myoshinji, a living religion. Leiden:

Brill. 2008.

Carter, Robert Edgar. The Japanese Arts and Self-cultivation.

2008. New York: State University of New York.

Cleary, Thomas. Transmission of Light: Zen in the Art of Enlightenment by Zen

Master Keizan. North Point Press, 1999.

D.T. Suzuki. Zen and Japanese Culture. New York: Bollingen/Princeton

University Press. 1970.

Dumoulin, Heinrich. Zen Buddhism: A History: India and China With a New

Supplement on the Northern School of Chinese Zen. MacMillan Publishing

Company, 1994.

Ferguson, Andrew. Zen's Chinese Heritage - The Masters & Their Teachings.

Wisdom Publications, 2000.

Heine, Steven dan Dale S. Wright, ed. Zen Classics: Formative Texts in the

History of Zen Buddhism. New York: Oxford University Press. 2005

Huaijin, Nan. Basic Buddhism: Exploring Buddhism and Zen. York Beach:

Samuel Weiser. 1997.

Maspero, Henri. Taoism and Chinese Religion. 1981.

Massachusetts: University of Massachusetts.

McRae, John R. Seeing through Zen: encounter, transformation, and genealogy in

Chinese Chan Buddhism. California: University of California Press, 2003.

Stirling, Isabel. Zen Pioneer: The Life & Works of Ruth Fuller Sasaki. Shoemaker

& Hoard, 2006.

Zhou, Fuyuan. Purnama Di Bukit Langit. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2007.

Page 21: Secara Singkat Tentang Zen Budhisme

Agama Buddha di Jepang, kepercayaan, budaya atau tempat wisata?.

http://www.eonet.ne.jp/~limadaki/budaya/jepang/artikel/utama/agama_buddh

a.html (diakses pada 21 April 2011 pukul 12:05 WIB)

Heng-Ching Shih. "Women in Zen Buddhism: Chinese Bhiksunis in the Ch'an

Tradition". Digital Library & Museum of Buddhist Studies.

http://ccbs.ntu.edu.tw/FULLTEXT/JR-NX020/15_09.htm.

Jalon, Allan (2003-01-11). "Meditating On War And Guilt, Zen Says It's Sorry".

New York Times. http://query.nytimes.com/gst/fullpage.html?

res=9905EED91F3EF932A25752C0A9659C8B63