Sebosea

24
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatosis seborea merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (sekret dari kelenjar sebasea) yang berlebihan pada daerah – daerah tempat kelenjar tersebut terdapat dalam jumlah yang besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, pada kedua sisi hidung serta bibir atas, daerah pipi, telinga, aksila, di bawah payudara, lipat paha, dan lipatan glutus di daerah pantat). Dermatosis seborea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe. DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit. 1.2 Rumusan Masalah 1

description

 

Transcript of Sebosea

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatosis seborea merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (sekret dari kelenjar sebasea) yang berlebihan pada daerah – daerah tempat kelenjar tersebut terdapat dalam jumlah yang besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, pada kedua sisi hidung serta bibir atas, daerah pipi, telinga, aksila, di bawah payudara, lipat paha, dan lipatan glutus di daerah pantat).

Dermatosis seborea biasa disebut dengan Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe.

DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Jamur Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam penyusunan makalah ini diantaranya:1. Apa yang dimaksud dengan dermatosis seborea?2. Apa klasifikasi dari dermatosis seborea?3. Apa epidemiologi dari dermatosis seborea?4. Apa etiologi dari dermatosis seborea?5. Apa patogenesis dari dermatosis seborea?6. Apa pemeriksaan penunjang dari dermatosis seborea?7. Apa penetalaksanaan medis dan keperawatan dermatosis seborea?8. Bagaimana asuhan keperawatan dari dermatosis seborea?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan dermatosis seborea?2. Untuk mengetahui apa klasifikasi dari dermatosis seborea?3. Untuk mengetahui apa epidemiologi dari dermatosis seborea?4. Untuk mengetahui apa etiologi dari dermatosis seborea?5. Untuk mengetahui apa patogenesis dari dermatosis seborea?6. Untuk mengetahui apa pemeriksaan penunjang dari dermatosis seborea?7. Untuk mengetahui apa penetalaksanaan medis dan keperawatan dermatosis seborea?8. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari dermatosis seborea?

1

BAB IIPEMBAHASANA

2.1 Pengertian

Dermatosis seborea merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (sekret dari kelenjar sebasea) yang berlebihan pada daerah – daerah tempat kelenjar tersebut terdapat dalam jumlah yang besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, pada kedua sisi hidung serta bibir atas, daerah pipi, telinga, aksila, di bawah payudara, lipat paha, dan lipatan glutus di daerah pantat). Dermatitis seborea merupakan kelainan di daerah inflamasi kronik kulit dengan predileksi di daerah yang banyak di pasok dengan kelenjar sebasea atau terletak di antara lipatan kulit tempat bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak.

Dimanapun lokasi timbulnya eksim, gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit. Gejala kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki, namun tidak menutup kemungkinan kemerahan muncul di daerah lain.

2.2 Klasifikasi

1. Dermatitis kontak

Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan

bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dermatitis kontaki terbagi 2 yaitu :

Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik);

Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik).

  Perbedaan Dermatitis kontak iritan dan kontak alergik

No. Subjek penilaian Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergik

1. Penyebab Iritan primer Alergen kontak S.sensitizer

2. Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang

3. Penderita Semua orang Hanya orang yang alergik

4. Lesi Batas lebih jelas

Eritema sangat jelas

Batas tidak begitu jelas

Eritema kurang jelas

5. Uji Tempel Sesudah ditempel 24 jam,

bila iritan di angkat reaksi

akan segera

Bila sesudah 24 jam bahan allergen

di angkat, reaksi menetap atau

meluas berhenti.

 

2

    2. Dermatitis atopik

Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan

umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan

kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, tempatnya

dilipatan atau fleksural.

3. Dermatitis numularis

Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang logam

dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.

4. Dermatitis seboroik

Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi, hormon, kebiasaan

buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di

sekitar leher, alis mata dan di belakang telinga.

Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga:

1. Seboroik kepala

Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-kuningan

sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut Pitriasis Oleosa

(Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas

sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe). Pasien mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan

ketombe. Pasien berpikir bahwa gejala-gejala itu timbul dari kulit kepala yang kering kemudian

pasien menurunkan frekuensi pemakaian shampo, sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut.

Inflamasi akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin memburuk.

Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia dan rasa

gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi,

disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap.

Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar pada wajah yang

terkena. Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada orang dengan kumis atau jenggot, dan

menghilang ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak diterapi akan menjadi

tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat terjadi infeksi bakterial.

2. Seboroik muka

3

Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula eritem,

yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Bila sampai palpebra,

bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah berambut, seperti dagu

dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering

mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe5.

3. Seboroik badan dan sela-sela

Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus, krural

(lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada permukaannya ada

skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk

seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul

fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder.

2.3 Epidemiologi

Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak terjadi pada pria

dibandingkan wanita.Hal ini mungkin disebabkan karena adanya aktifitas kelenjar sebasea yang

diatur oleh hormon androgen.

Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat menyerang bayi

pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden

memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.

Berdasarkan pada suatu survey pada 1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis kelamin,

didapatkan prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5% pada anak

perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit menurun apabila

umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau dermatitis seboroik

ringan.

Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat terlihat pada hampir

35% pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit Parkinson, paralisis fasial, pityriasis

versicolor, cedera spinal, depresi dan yang menerima terapi psoralen ditambah ultraviolet A

(PUVA). Juga beberapa obat–obatan neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian ini sering

terjadi tetapi masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi dan sering lebih parah

pada musim dingin yang lembab dibandingkan pada musim panas.

4

2.4 Etiologi

Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. ( Arief Mansjoer.1998.”Kapita selekta” ).

Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:1. Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen, asam, basa ), fisik ( sinar

matahari, suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur);2.  Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.

Patofisiologi

Selain itu berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik yaitu:

Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan;

Infeksi Pityrosporum ovale;

Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus;

Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal;

Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson);

Respon emosional terhadap stres atau kelelahan;

Proliferasi epidermal yang menyimpang;

Diet yang abnormal;

5

Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan neuroleptik);

Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban) dan Imunodefisiensi.

2.5 Patogenesis

Selama usia kanak – kanak, kelenjar sebasea berukuran kecil dan pada hakekatnya tidak berfungsi. Kelenjar ini berada di bawah kendali endikrin, khususnya hormon – hormon androgen. Dalam usia pubertas, hormon androgen menstimulasi kelenjar sebasea dan menyebabkankelenjar tersebut membesar serta mensekresi suatu minyak alami, yaitu sebum , yang merembes naik hingga folikel rambut dan mengalir ke luar pada permukaan kulit. Pada remaja yang berjerawat, stimulasi androgenik akan meningkatkan daya responsif kelenjar sebasea sehingga akne terjadi ketika duktus pilosebaseus tersumbatoleh tumpukan sebum. Bahan yang bertumpuk ini akan menjadi ketombe.

2.6 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit.

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:

Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis

maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.

Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.

Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki karakteristik

yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai

penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester.

Diagnosis banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan umur dari

pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik, tinea kapitis dan psoriasis.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, riwayat penyakit,

gambaran klinis maupun hasil dari pemeriksaan penunjang.

Penegakkan diagnosis lainnya dapat dilakukan berdasarkan:

1.   Karakteristik skuamanya khas.

2.   Pemeriksaan histopatologi

3.   Pemeriksaan KOH 10-20 %: negatif, tidak ada hifa atau blastokonidia.

4.   Pemeriksaan lampu Wood: fluoresen negatif (warna violet).

2.7 Penatalaksanaan medis dan keperawatan

Penatalaksanaan medis dan keperawatan dermatitis melalui terapi yaitu :

Terapi sitemik yaitu Pada dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi antihistamin, antiserotonin, antigraditinin, arit – SRS – A dan pada kasus berat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid.

Terapi topical yaitu Dermatitis akut diberi kompres bila sub akut cukup diberi bedak kocok bila kronik diberi saleb.

6

 Diet yaitu Tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP ) Contoh : daging, susu, ikan, kacang-kacangan.

Manajemem keperawatan pada pasien Dermatitis seboroik

Sarankan pada pasien untuk menghindari iritasai dari luar, factor pemicu yang menyebabkan muncul lagi dermatitis seboroik ulangan, dan menyarankan untuk tidak sering menggaruk area yang gatal.

Diskusikan pada pasien untuk menghindari udara ke kulit dan selalu menjaga kebersihan pelipatan pada kulit dan usahakan supaya tetap kering.

Instruksikan untuk menggunakan shampoo dan menghindari kebiasaan yang buruk. Beritahu pasien bahwa dermatitis seboroik adalah masalah yang sangat kronik dan tidak

tertutup kemungkinan untuk muncul lagi. Ajarkan pada pasien menempelkan cara-cara untuk mengghindari dermatitis.

2.8 Asuhan keperawatan dari penyakit dermatosis seborea

a. Pengkajian Identitas Klien

Nama               :

MR                  :

Masuk ke RS   :

Tanggal Lahir :

Umur               :

Jenis kelamin   :

Agama             :

Alamat            :

b. Pengkajian Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan sekarang

c. Pemerikasaan Penunjang

1. Pemeriksaan penunjang :

Percobaan asetikolin ( suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).

Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi

3. Laboratorium

7

Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,

globulin

Urin : pemerikasaan histopatologi

Pengkajian 11 Funggsional Gordon

1. Pola Persepsi Kesehatan

Adanya riwayat infeksi sebelumya.

Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.

Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.

Adakah konsultasi rutin ke Dokter.

Hygiene personal yang kurang.

Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.

2.      Pola Nutrisi Metabolik

Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan.

Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.

Jenis makanan yang disukai.

Nafsu makan menurun.

Muntah-muntah.

Penurunan berat badan.

Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.

Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih.

3.      Pola Eliminasi

Sering berkeringat.

tanyakan pola berkemih dan bowel.

4.      Pola Aktivitas dan Latihan

Pemenuhan sehari-hari terganggu.

Kelemahan umum, malaise.

Toleransi terhadap aktivitas rendah.

Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan

Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.

5.      Pola Tidur dan Istirahat

Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.

8

Mimpi buruk.

6.      Pola Persepsi Kognitif

Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.

Pengetahuan akan penyakitnya.

7.      Pola Persepsi dan Konsep Diri

Perasaan tidak percaya diri atau minder.

Perasaan terisolasi.

8.      Pola Hubungan dengan Sesama

Hidup sendiri atau berkeluarga

Frekuensi interaksi berkurang

Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

9.      Pola Reproduksi Seksualitas

Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.

Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.

10.   Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress

Emosi tidak stabil

Ansietas, takut akan penyakitnya

Disorientasi, gelisah

11.  Pola Sistem Kepercayaan

Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah

Agama yang dianut

b. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit

Sasaran     : pemeliharaan integritas kulit

Hasil yang diharapkan :

Mempertahankan integritas kulit Tidak ada laserasi Tidak ada tanda – tanda cedera termal

9

Tidak ada infeksi Memberikan obat topical yang diprogramkan Menggunakan obat yang diresepkan sesuai jadwal.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri:

1. pantau keadaan kulit pasien2. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya

cedera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan suhu yang terlalu tinggi dan akibat cidera panas yang tidak terasa ( bantalan pemanasan, radiator )

3. Anjurkan pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.

kolaborasi

1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti histamine dan salep kulit

Mengetahui kondisi kulit untuk dilakukan pilihan intervensi yang tepat

Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap panas.

Banyak masalah kosmetika pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.

Penggunaan anti histamine dapat mengurangi respon gatal serta mempercepat proses pemulihan

2.      Nyeri dan yang berhubungan dengan lesi kulit

Sasaran : peredaan ketidaknyamanan

Hasil yang diharapkan :

Mencapai peredaan gangguan rasa Mengutarakan dengan kata – kata bahwa gatal telah reda Memperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan Mematuhi terapi yang diprogramkan Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit. Menunjukkan kulit utuh ; kulit menunjukkan, kemajuan dalam penampilan yang

sehat.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri:

1. Periksa daerah yang terlibat 

2.      Upaya untuk menemukan penyebab gangguan rasa nyaman 

3.      Mencatat hasil – hasil observasi

Pemahaman tentang luas dan karakteristik kulit meliputi bantuan dalam menyusun rencana intervensi.

Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan.

Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit

10

secara rinci dengan memakai terminology deskriptif

4.      Mengantisipasi reaksi alergi yang mungkin terjadi ; mendapatkan riwayat pemakaian obat.

5. Kendalikan factor – factor iritan 

6.      Pertahankan kelembaban kira – kira 60 % ; gunakan alat pelembab.

7.      Pertahankan lingkungan dingin

8. Gunakan sabun ringan ( Dove ) atau sabun yang dibuat untuk kulit sensitive ( Neutrogena, Avveno ).

9. Lepaskan kelebihan pakaian atau peralatan di tempat tidur.

10.  Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun ringan

11.  Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih, dan pelarut.

12.  Gunakan tindakan perawatan kulit untuk mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan kenyamanan pasien.

13.  lakukan kompres penyejuk dengan air suam – suam kuku ataukompres dingin guna meredakan rasa gatal.

14. Atasi kekeringan ( serosis ) sebagaimana dipreskripsikan. 

Kolaborasi:

1. Oleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi

2.      Gunakan terapi topical seperti yang dipreskripsikan.

3. Anjurkan pasien untuk menghindari pemakaian salep ayau lotion yang dibeli tanpa resep dokter.

4. Jaga agar kuku selalu terpangkas.

diperlukan untuk diagnosisi dan pengobatan. Banyak kondisi kulit tampak serupa tetapi mempunyai etiologi yang berbeda. Respons inflamasi kutan mungkin mati pada pasien lansia.

Ruam menyeluruh terutama dengan aeitan yang mendadak dapat mennjukkan reaksi alergi terhadap obat.

Rasa gatal diperburuk oleh panas, kimia, dan fisik.

                   Dengan kelembaban yang rendah, kulit akan

kehilangan air.

Kesejukan mengurangi gatal Upaya ini mencakup tidak adanya larutan

detegen, zat pewarna atau bahan pengeras.

Meningkatkan lingkungan yang sejuk Sabun yang keras dapat menimbulkan iritasi

kulit. Setiap substansi yang mneghilangkan air, lipid

atau protein dari epidermis akan mengubah fungsi barier kulit.

Kulit merupakan barier yang penting yang harus dipertahankan keutuhannya agar dapat berfungsi dengan benar.

Penghisapan air yang bertahap dari kasa kompres akan menyejukkan kulit dan meredakan pruritus.

Kulit yang kering dapat menimbulkan daerah dermatitis dengan kemerahan, gatal, deskuamasi dan pada bentuk yang lebih berat, pembengkakan, pembentukan lepuh, keretakan dan eksudat.

Hidrasi yang efektif pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier pada kulit.

Tindakan ini membantu meredakan gejala Masalah pasien dapat disebabkan oleh iritasi atau

sensitisasi karena pengobatan sendiri.

Pemotongan kuku akan mengurangi kerusakan kulit karena garukan.

11

3.      Perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus

Sasaran : Pencapaian tidur yang nyenyak.

Hasil yang diharapkan :

Mencapai tidur yang nyenyak Melaporkan peredaan rasa gatal Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat Menghindari konsumsi kafein pada sore gari dan menjelang tidur pada malam hari. Mengenali tindakan untuk mneingkatkan tidur. Mengalami pola tidur / istirahat yang memuaskan.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri :

1. Bantu pasien melakukan gerak badan secara teratur

2.      jaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.Kolaborasi:

1. Cegah dan obati kulit yang kering 

HE:

1. Anjurkan kepada klien menjaga kulit selalu lembab

2.      Anjurkan klien Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur di malam hari.

3. Anjurkan klien Mengerjakan hal – hal yang ritual dan rutin menjelang tidur.

Gerak badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada sore hari.

Udara yang kering membuat kulit terasa gatal. Lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.

Pruritus noeturnal mengganggu tidur yang normal.

Tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.

Kafein memiliki efek puncak 2 – 4 jam sesudah dikonsumsi

Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur. 

12

4.      Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.

Sasaran : Pengembangan peningkatan penerimaan diri.

Hasil yang diharapkan :

Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri. Mengikuti dan turut berpatisipasi dalam tindakan perawatan – mandiri. Melaporkan perasaan dalam penegndalian situasi. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat. Tampak tidak begitu memperhatikan kondisi.menggunakan teknik

menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri:

1. Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien ( menghindari kontak mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekpresi keadaan muak terhadap kondisi kulitnya ).

2. Identifikasi stadium psikososial tahap perkembangan. 

3.      Berikan kesempatan untuk pengungkapan. Dengarkan ( dengan cara yang terbuka, tidak menghakimi ) untuk mengekspresikan berduka / ansietas tentang perubahan citra tubuh.

4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan pasien. Bantu pasien yang cemas dalam mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali serta mengatasi masalah.

5. dorong sosialisasi dengan orang lain 

Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan yang tampak nyata bagi pasien. Kesan sesorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep diri.

Terhadap hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman pasien terhadap kondisi kulitnya.

Pasien membutuhkan pengalaman yang harus didengarkan dan dipahami.

Tindakan ini memberikan kesempatan pada petugas kesehatan untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi. Ketakutan merupakan unsure yang merusak adaptasi pasien.

Meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi. 

13

5.      Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit.

Sasaran : Pemahaman terhadap perawatan kulit

Hasil yang diharapkan :

Memiliki pemahaman terhadap perawatan diri Mengikuti terapi seperti yang diprogramkan dan dapat mengungkapkan rasional

tindakan yang dilakukan. Menjalankan mandi, pencucian, dan balutan basah sesuai yang diprogramkan. Gunakan obat topical dengan tepat Memahami pentingnya nutrisi unutk kesehatan kulit.

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri :

1.      Tentukan apakah pasien mnegetahui (memahami dan salah mengerti) tentang kondisi dirinya.

2. Jaga agar pasien mendapatkan informasi yang benar ; memperbaiki kesalahan konsepsi / informasi

3. Peragakan penerapan terapi yang diprogramkan ( kompres basah ; obat topical )

4. Berikan nasihat kepada pasien untuk menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta lotion kulit

5. Dorong pasien untuk mendapatkan status nutrisi yang sehat. 

Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.

Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat mereka perbuat. Kebanyakan pasien merasakan manfaatnya.

Memungkinkan pasien memperoleh kesempatan untuk menunjukkan cara yang tepat unutk melakukan terapi.

Stratum korneum memerlukan air agar fleksibilitas kulit tetap terjaga. Pengolesan krim atau lotion untuk melembabkan kulit akan memcegah agar kulit tidak menjadi kering, kasar, retak, dan bersisik.

Penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang. Perubahan pada kulit dapat menandakan status nutrisi yang abnormal.

6.      Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit

Sasaran : tidak adanya komplikasi

Hasil yang diharapkan :

Tetap bebas dari infeksi Mengungkapakn tindakan perawatan kulit yang mneingktakan kebersihan dan

mencegah kerusakan. Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi untuk dilaporkan.

14

Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke petugas perawatan kesehatan.

Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulit ( mis : penggantian balutan, mandi ).

INTERVENSI RASIONAL

1. Miliki indeksi kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada pasien yang system kekebalannya teganggu.

2. Berikan petunjuk yagn jelas dan rinci kepada pasien mengenai program terapi 

3. Laksanakan pemakaian kompres basah seperti yang diprogramkan untuk mengurangi intensitas inflamasi

1. Setiap keadaan yang mneggangu status imun akan memperbesar resiko terjadinya infeksi kulit.

2. Pendidikan pasien yang efektif bergantung pada ketrampilan – ketrampilan interpersonal professional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas yang diperkuat dengan instruksi tertulis.

3. Kompres basah akan menghasilkan pendinginan lewat pengisatan yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh drah kulit dan dengan demikian mengurangi eritema serta produksi serum. 

15

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap

pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa

efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal.

Klasifikasi Dermatitis adalah dermatitis kontak, dermatitis atopik, dermatitis numularis dan

demertitis soboik. Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar

merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu

alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-

tanda radang akut terutama pruritus ( gatal ), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema

misalnya pada muka ( terutama palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit dan genitalia

eksterna. Pemeriksaan penunjang dan lab dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa medis

maupun keperawatan, komlikasi yang mungkin muncul pada penatalaksaan medis dan

keperawatan adalah infeksi.

Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan mencakup beberapa diagnosa yaitu Kerusakan

integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, nyeri dan gatal yang

berhubungan dengan lesi kulit,  perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus,

perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik, kurang

pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit, resiko infeksi

berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit.

16

DAFTAR PUSTAKA Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah volume

3, Jakarta, EGC, 1998 Djuanda, Adhi. 2005i Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai

Penerbit FK UI, Jakarta.

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3,

BP FKUI, Jakarta.

17